langkah strategis pemberantasan korupsi

16
LANGKAH STRATEGIS DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI MENUJU INDONESIA MAJU TANPA KORUPSI Oleh : DR. Jogi Nainggolan, SH. MH Ada satu ungkapan yang sangat bernilai akan tetapi terkesan sinis dari Jenderal Besar Abdul Haris Nasution semasa hidupnya, berkata : bahwa musuh negara yang paling ditakuti bukanlah PKI melainkan kemunafikan. Ungkapan tersebut di atas ada benarnya dimasa itu, karena korupsi belum menjadi perhatian pemerintah sekalipun UU No. 3 th 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi sudah ada, akan tetapi penanganan korupsi di masa itu seperti gayung tidak bersambut, dan korupsi tampaknya bukanlah barang haram, namun bila dimasa itu kemunafikan merupakan musuh negara, maka sangatlah tepat bila saat ini musuh negara yang paling berbahaya adalah korupsi yang didalamnya ada kemunafikan. Mengapa ungkapan tersebut diawal-awal makalah ini, pemateri sampaikan agar semua kita menyadari bahwa sehebat apapun konsep yang di keluarkan oleh negara (institusi penegak hukum) dalam rangka memberantas korupsi, tidak akan berarti jika kita tidak secara bersama-sama mengakui bahwa musuh negara yang paling ditakuti saat ini adalah korupsi. Power tends to corrupt (kekuasaan cenderung untuk berbuat korupsi) satu ungkapan di dalam tataran ilmiah yang kaitannya dengan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan menjadi faktor utama terjadinya korupsi disamping adanya faktor lain seperti nepotisme dan kolusi. 1

Upload: informasi-dan-humas-kemenag-prov-jabar-nadzier-wiriadinata

Post on 14-Nov-2014

6.251 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI

LANGKAH STRATEGIS DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI MENUJU INDONESIA MAJU TANPA KORUPSI

Oleh :DR. Jogi Nainggolan, SH. MH

Ada satu ungkapan yang sangat bernilai akan tetapi terkesan sinis dari Jenderal Besar Abdul Haris Nasution semasa hidupnya, berkata : bahwa musuh negara yang paling ditakuti bukanlah PKI melainkan kemunafikan.

Ungkapan tersebut di atas ada benarnya dimasa itu, karena korupsi belum menjadi perhatian pemerintah sekalipun UU No. 3 th 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi sudah ada, akan tetapi penanganan korupsi di masa itu seperti gayung tidak bersambut, dan korupsi tampaknya bukanlah barang haram, namun bila dimasa itu kemunafikan merupakan musuh negara, maka sangatlah tepat bila saat ini musuh negara yang paling berbahaya adalah korupsi yang didalamnya ada kemunafikan.

Mengapa ungkapan tersebut diawal-awal makalah ini, pemateri sampaikan agar semua kita menyadari bahwa sehebat apapun konsep yang di keluarkan oleh negara (institusi penegak hukum) dalam rangka memberantas korupsi, tidak akan berarti jika kita tidak secara bersama-sama mengakui bahwa musuh negara yang paling ditakuti saat ini adalah korupsi.

Power tends to corrupt (kekuasaan cenderung untuk berbuat korupsi) satu ungkapan di dalam tataran ilmiah yang kaitannya dengan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan menjadi faktor utama terjadinya korupsi disamping adanya faktor lain seperti nepotisme dan kolusi.

1

Page 2: LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI

Pemberontakan yang dilakukan oleh Sudiman terhadap sistem hukum Belanda yang memberikan tempat kolonialisme yang seolah-olah menampilkan keadilan di dalamnya bertolak belakang dengan pancasila dan sisi kehidupan masyarakat Indonesia. Jika saat ini korupsi dapat dikatakan bagian daripada kolonialisme birokrat dan menjalar menembus kekuasaan yang suci, strategi yang ditawarkan untuk mengatasi prilaku korupsi tersebut, hanyalah sebuah gerakan energi hukum yang didalamnya berisi daya dorong dan dobrak untuk membangkitkan hukum agar bekerja dan penyadaran diri manusia itu sendiri, serta melepaskan kehidupan yang egois.

Jika abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi, dapat dianalogkan bahwa kekuasaan identik dengan korupsi.

Sebenarnya korupsi dapat terjadi di semua lini birokrat (penyelenggara negara), jika akal budi tidak bekerja dengan baik untuk merespon keseimbangan hukum, dalam rangka melahirkan ketertiban dan keadilan.

Manakala ketertiban dan keadilan telah terabaikan, inspirasi dan intuisi akan berontak untuk menyuarakan keadilan hingga gerbong keadilan dapat dirasakan kembali oleh masyarakat secara layak sebagai kebahagiaan hukum.

Terkait dengan hal yang terurai di atas, pemateri mengambil satu pemikiran dari Sudiman Kartohadiprojo, seorang filsuf dan pakar hukum Indonesia, yang pada awalnya bangga dengan pemikiran para guru besarnya di Belanda yang memberikan tempat pada kolonialisme yang seolah-olah menampilkan keadilan di dalamnya.

2

Page 3: LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI

Jika tampilan-tampilan egois tersebut sulit dihilangkan di dalam tataran birokrat, tidak menutup kemungkinan korupsi akan selalu berkembang.

Maka berbicara tentang korupsi tidak lepas dari hal yang bersifat ego dan dalam penanganannya dibutuhkan kebersamaan untuk merubah mindset yang keliru menjadi yang benar.

Perlu diketahui bahwa untuk menanggulangi korupsi di Indonesia dewasa ini sudah dilakukan dengan cara-cara ekspsional (extra ordinary measures). Jika saat ini lembaga khusus yang independen telah dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan khusus, untuk menangani korupsi, bukan berarti lembaga Polri dan Kejaksaan lepas tanggung jawab, melainkan harus bersatu padu untuk memberantasnya.

Namun meskipun demikian, dalam suatu negara hukum, lembaga khusus dengan kewenangan-kewenangan khususnya harus tetap berkiprah dalam koridor hukum, jadi harus tetap adil dan terkendali berdasarkan hukum yang berlaku.

Keberadaan Pengadilan Tipikor saat ini, dapat mewadahi peradilan yang fair, objektif dengan tampilan hakimnya memiliki integritas yang tinggi dan sungguh-sungguh dibekali dengan pengetahuan tentang makna dan praktek korupsi secara mendalam.

3

Page 4: LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI

Tentunya untuk menjamin independensinya sebagai sebuah pengadilan tipikor, maka eksistensinya harus terlepas dari kepentingan apapun, selain kepentingan penegakan hukum, yang menjamin berlangsungnya “due process of law”. Jika eksistensi lembaga-lembaga yang mempunyai kekuasaan yang demikian besar itu kelak menghasilkan putusan-putusan hukum yang tidak adil dan menimbulkan akibat-akibat yang lebih buruk bagi hukum dan keadilan, hendaknya selalu diingat apa yang pernah dikatakan oleh Francis Bacon bahwa “... there is no worse torture than the torture of laws.” (tidak ada penyiksaan yang lebih buruk dibanding penyiksaan terhadap hukum).

Demikian juga Samuel S. Leibowitsz mengatakan : “ I hear many people calling out ‘Punish the Guilty’, but very few are concerned to clear the innocent.” Untuk para koruptor, secara mutatis mutandis, kita dapat berkata : “Banyak atau semua orang berseru “Hukum para koruptor, bahkan hukum seberat mungkin dan jika perlu hukum mati. Namun sangat sedikit orang yang mengatakan : “Bebaskan atau jangan hukum orang yang tidak bersalah”.

Jika kejahatan korupsi sulit untuk diberantas oleh pemerintah (penegak hukum) berarti ada sesuatu yang salah di dalam Pemerintah, atau dapat dikatakan hukum tidak bekerja. Tidak bekerjanya hukum, karena penegak hukum belum memaksimalkan upaya penegakan hukum terhadap kejahatan korupsi yang sering kali di sebut Extra Ordinady Crime.

4

Page 5: LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI

Undang-undang No. 31 tahun 1999 dan perubahannya Undang-undang No. 20 tahun 2002, dan Inpres No. 5 tahun 2004, merupakan hukum positif yang dijadikan dasar oleh para penegak hukum dalam rangka melakukan penyidikan tindak pidana korupsi.

Jika kita sadari bahwa ke 2 (dua) UU tersebut dengan ancaman yang sangat berat khususnya pasal 2 ayat (2) yang menyatakan dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Artinya bahwa tidak menutup kemungkinan bahwa pelaku korupsi dapat dijatuhkan hukuman mati sebagai bagian dari penegakan hukum.

Pertanyaannya ! mengapa korupsi menjadi idola sedangkan sanksi hukumnya sudah sangat berat ditambah lagi statemen dari pemerintah bahwa pelaku korupsi harus dimiskinkan, tentu jawabannya yang paling radikal adalah bahwa korupsi dapat memperkaya / menguntungkan diri sendiri atau pihak lain atau korporasi (isi pasal 2 dan pasal 3), sehingga resiko sebesar apapun yang akan dihadapi menjadi suatu hal yang lumrah tampaknya dan bagi mereka yang berpikiran demikian perlu dipertanyakan jati dirinya sebagai anak bangsa.

5

Page 6: LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI

Bertitik tolak apa yg telah uraikan di atas, berbicara tentang peranan kepolisian dalam pemberdayaan aspek hukum dan moral pada pencegahan TPK, maka utk menghindari penyalahgunaan di dlm pelaksanaan tugas tentu membutuhkan acuan dan konsep-konsep yg sifatnya umum dan tdk sulit dilaksanakan seperti di bawah ini :1. Membuat Standar Operasional Penyidikan (SOP), sebagai acuan di dalam melakukan

penyidikan untuk menghindari kesewenang-wenangan.2. Dalam proses penyidikan, selalu mengedepankan azas equility before the law disamping azas

presumption of innocent.3. Membuka jaringan dengan swadaya masyarakat yang care terhadap pemberantasan korupsi.4. Kerjasama dengan BPKP dan BPK dalam hal audit investigatif maupun audit perhitungan

kerugian negara.5. Kerjasama dengan Perguruan Tinggi Negeri seperti ITB untuk pengujian fisik bangunan,

jembatan dan DAM.6. Kerjasama dengan Lembaga LKPP.7. Kerjasama dengan Lembaga PPATK.8. Kerjasama dengan Perbankan.9. Kerjasama dengan Kejaksaan.

Disamping tugas sebagai penegak hukum seperti yang telah di uraikan di atas, dalam konteks penyadaran hukum yang telah dilakukan berbagai upaya atau langkah-langkah seperti :1. Seminar tentang bekerjasama dengan kampus.2. Melalui pendidikan (Pra Jabatan) di berbagai even terhadap Birokrat (para pejabat) di berbagai

Pemda.3. Pemasangan spanduk, stiker.4. Kerjasama dengan pemuka agama.5. Kerjasama dengan Campus dan sekolah-sekolah.6. Kerjasama dengan BPK dan BPKP.7. Kerjasama dengan para Pimpinan Birokrat.8. Kerjasama dengan Lembaga Criminal Justice System.

6

Page 7: LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI

Jika berbagai upaya tersebut telah dilakukan, akan tetapi dampaknya belum dapat menurunkan prilaku korupsi ke level yang ideal (harapan zero crime Corrupt). Indikasi prilaku koruptif selalu muncul, menunjukkan bahwa prilaku koruptif bukan lagi persoalan moral, melainkan sudah menjadi persoalan hajat hidup sebagai alasan utama, sekalipun resiko hukum sangat berat untuk dihadapi.

Begitu banyaknya korupsi yang terjadi di Indonesia dan terkesan penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri dan Kejaksaan tidak berjalan dan tidak mampu untuk memberantasnya karena terkendali dengan faktor-faktor adminstratif dengan lembaga terkait lainnya, campur tangan kekuasaan dan politik, maka untuk memacu kinerja kedua lembaga penegak hukum tersebut agar bekerja, kehadiran KPK dengan undang-undangannya No. 30 tahun 2002 dikandung maksud untuk dapat menerobos semua problem yang diuraikan di atas dan hasilnya dapat di lihat saat ini walaupun masih banyak komentar dari berbagai kalangan.

Keberadaan lembaga KPK saat ini, diharapkan sebagai triger dan filar penegakan hukum (law enforcement) khususnya terhadap kejahatan korupsi, dan menjadi daya dorong, dan pendobrak untuk meredam prilaku koruptif yang telah meraja lela di berbagai sektor di lingkungan Birokrat.

Banyak sudah hasil kerja KPK, Kejaksaan dan Kepolisian yang telah menyeret Pimpinan Birokrat, dan telah diadili di pengadilan tipikor maupun di Pengadilan Umum dengan hukuman yang sangat bervariatif.

7

Page 8: LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI

Karya profesi dibidang penyidikan yang di tampilkan KPK, Kepolisiaan, Kejaksaan sebenarnya jika dihitung dari sisi matematika, sudah dapat mempresentasikan tingkat penegakan hukum yang memadai, artinya bahwa di era reformasi sekarang ini tidak ada lagi pejabat yang kebal hukum jika dibanding sebelum era reformasi. Akan tetapi tampaknya kesadaran hukum para pejabat publik sepertinya masih belum berubah untuk patuh terhadap hukum. Memang sangat ironis bahwa sebuah negara yang berlandasan hukum, kepatuhan masyarakatnya, pejabatnya tidak mencerminkan sikap yang patuh hukum, apakah hal ini merupakan pertanda bahwa hukum belum menjadi idola dan panglima seperti yang dicita-citakan oleh hukum.

Disamping itu bahwa sistem Pemerintahan kita yang dibangun dengan berbagai perundang-undangan termasuk di dalamnya UU No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, dan inpres No. 5 tahun 2004 tentang percepatan penanganan Tindak Pidana Korupsi, tidak membuat prilaku koruptif berkurang dan nampaknya terus bertambah.

Secara statistik, bahwa Indonesia menempati urutan paling buruk di banding negara-negara lain di Asean tingkat korupsinya, hal itu menggambarkan bahwa pemerintah tidak dapat memberantas para pelaku koruptif secara tuntas, walaupun dari data yang dapat kita lihat dari tahun ke tahun, penegakan Tindak Pidana Korupsi semakin gencar dilakukan, bahkan suport secara langsung dari Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dalam satu kesempatan pidatonya di Istana Negara menyatakan, bahwa untuk melawan korupsi Presiden telah menghunus pedang, artinya pernyataan Presiden tersebut sebagai bukti bahwa kejahatan korupsi sudah merupakan musuh utama negara maka diperintahkan seluruh perangkat pemerintahan harus ikut serta untuk bahu membahu memberantas dan mencegahnya.

8

Page 9: LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI

Fakta yang dapat kita lihat, bahwa perkataan Presiden sepertinya belum maksimal di dengar oleh para birokrat di negara ini dan tidak membuat takut para pejabat birokrat, hal itu dapat kita lihat secara gamblang, prilaku seorang Gayus Haloman Tambunan seorang pejabat di Departemen Keuangan dengan pangkat golongan IIIa memiliki uang puluhan milyar rupiah di beberapa rekening Bank, yang diduga diperoleh dari cara-cara melanggar hukum, kemudian perkaranya disidik oleh penyidik Polri dan dilimpahkan ke Kejaksaan dan disidangkan di Pengadilan Negeri Tanggerang dan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Tanggerang saudara Gayus Haloman Tambunan di bebaskan.

Timbul banyak pertanyaan terkait dengan putusan bebas tersebut, dan menyeret beberapa pejabat publik baik dilingkungan Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan sebagai bukti bahwa hukum tidak bekerja sebagaimana mestinya artinya hukum diselewengkan (ultravires).

Contoh kasus di atas menggambarkan bahwa mafia hukum sudah menyebar dan mengakar dalam penyelesaian kasus korupsi. Uang menjadi dewa sebagai kebenaran pragmatik dengan menampilkan seolah-olah yang rasionalitas, akan tetapi kepastiannya palsu.

Jika kita melihat kebelakang istilah mafia sebenarnya sudah ada di dalam lingkaran kejahatan puluhan tahun yang lalu di negara Itali dengan sebutan mafioso terhadap kartel perdagangan narkoba, dan jika di Asean dikenal dengan negara segitiga emas (Thailand, Kamboja dan Burma). Sehingga jika sekarang istilah mafia hukum jadi bahan berita di berbagai media massa dan elektronik, menandakan dan memperlihatkan bahwa hukum telah dimasukin oleh para mafia, dan untuk memberantas itu Pemerintah akhirnya membentuk satgas anti mafia hukum dan peradilan.

9

Page 10: LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI

Memang sungguh sangat ironis bahwa prilaku koruptif yang radik telah melahirkan fenomena kemiskinan bagi rakyat Indonesia dan akibatnya pembangunan di berbagai sektor terbengkalai, ketahanan ekonomi terganggu dan bahkan stabilitas keamanan terancam lumpuh karena para mafia hukum telah jadi penentu di dalam kebijakan pejabat publik.

Menurut hemat dan pandangan penulis / pemateri, dibutuhkan satu terobosan baru untuk mengatasinya walaupun sifatnya teoritis dan konseptual yaitu tentang energi hukum yang dalam kontek pengertiannya adalah daya batiniah dan nurani untuk mendobrak dan mendorong praksis-praksis hukum, agar hukum senantiansa efektif dalam mewujudkan cita hukum, terutama ketika hukum terancam lumpuh.

Pemahaman teoritis dan konseptual tersebut di dalam aplikasinya adalah tumbuhnya gerakan moral yang tidak sektoral akan tetapi bersifat nasional untuk melawan praktek-praktek nepotisme dan kolusi di dalam pelaksanaan hukum agar hukum bekerja sesuai tatarannya dan tidak kalah dari kekuasaan yang sifatnya pragmatik (menguntungkan diri sendiri dan kelompok).

Gerakan energi hukum telah ampuh memutar balikkan satu fakta penanganan kasus yang menimpa Prita Mulyasari seorang Ibu Rumah Tangga yang harus berhadapan dengan peradilan yang diciptakan yang seolah-olah rasionalitas pembenarannya dan akan melahirkan kepastian yang palsu. Gerakan energi hukum dengan cara lahirnya empati dari seluruh komponen lapisan masyarakat dari kalangan atas dan bawah dengan menyumbangkan coin per coin uangnya menjadi simbol lahirnya gerakan energi hukum yang bernurani dan gerakan tersebut akhirnya membuahkan hasil yang sangat mencerminkan rasa keadilan bagi Prita Mulyasari dan kemenangan bagi keadilan.

10

Page 11: LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI

Kalau demikian apa yang harus kita lakukan menuju Indonesia tanpa korupsi? Sebenarnya banyak hal : 1. Bahwa kemunafikan hrs dilepaskan dari diri pribadi

orang per orang.2. Bahwa law enforcement merupakan harga mati tetapi

tetap mengedepankan berhukum dgn nurani.3. Bahwa kebersamaan utk mencapai permufakatan di dlm

kehidupan masyarakat hrs tumbuh utk mencegah terjadinya kolusi, nepotisme yg melanggar hukum, dan hukum yg hidup di masyarakat (living law) harus tumbuh selalu mengoreksi prilaku yg menyimpang dan mengedepankan akal budi yg bersahaja.

4. Kesadaran hukum masyarakat hrs di eksplor (digali), utk mewujudkan manusia yg cinta akan cita hukum (keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukum).

5. Para akademisi, hrs memberikan ilmu yg berarti bagi anak didiknya yg akan tumbuh dan menjelma menjadi tunas-tunas bangsa sbg generasi penerus, sehingga prilaku koruptif menjadi hal yg menjijikan dalam jiwanya.

6. Para tokoh masyarakat, tokoh agama, praktisi dan organ-organ kemasyarakatan hrs berperan aktif utk memberikan kontribusi peningkatan moral dan akhlak, sehingga jiwa radik koruptif tdk mengakar dlm kehidupan masyarakat.

7. Kaum wanita juga hrs berperan aktif utk menjaga moralitas kaum bapak yg menduduki jabatan sbg pejabat publik, tdk menampilkan sikap yg konsumtif yg dpt merubah jiwa yg baik kaum bapak menjadi jiwa yg radik hanya utk memenuhi kebutuhan.

11

Page 12: LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI

Marilah kita bercermin dari pengalaman-pengalaman kehidupan bernegara di masa lalu, yang memporak-porandakan hukum di jagad kehidupan, karena bagaimanapun bahwa hukum itu akan selalu mengiringi kehidupan manusia dimanapun dia berada seperti yang diungkapkan oleh para pakar penstudy ilmu hukum yaitu ubi societes ibi ius, artinya dimana manusia berada maka disitu ada hukum atau manusia itu adalah hukum karena manusia sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban.

Jika manusia adalah hukum, maka manusia yang lain tidak boleh menghancurkan kehidupan manusia disekitarnya karena prilaku koruptif yang ditampilkan, artinya seberat apapun sisi kehidupan manusia maka sebaiknya tidak mengorbankan manusia yang lain untuk memenuhi kehidupannya, karena manusia butuh kehidupan yang layak, sejahtera dan tentunya mengharapkan adanya kebahagiaan hukum di dalam kehidupannya.

Renungan pemikiran yang di sampaikan pemateri pada saat ini sebagai bagian daripada hukum progresif, bahwa berhukum dengan nurani tidak lagi hanya sekedar ide, melainkan harus menjadi kenyataan untuk menghindari prilaku yang menyimpang.

12

Page 13: LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI

GAMBARAN KORUPSI DI INDONESIA 13Merongrong Keuangan Negara

Korupsi

Korupsi

Korupsi

Korupsi

Perekonomian Negara

Bagan ini menggambarkan bagaimana korupsi telah berkembang begitu pesatnya merongrong keuangan negara dan perekonomian negara

Page 14: LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI

3 ORGAN PENEGAK HUKUM KORUPSI

Masy / LSM

Polri

KorupsiKejaksaan

KPK

Masy / LSM

14

Bagan ini menggambarkan bagaimana peran serta masyarakat untuk mendorong ke tiga lembaga penegak hukum memerangi korupsi

Page 15: LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI

PROSES SIDIK TPK

Kejaksaan KPK Kepolisian

JPU JPU

PN - Tipikor

LP

Masyarakat

15

Page 16: LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI

Catatan : Materi ini sebelumnya pernah disampaikan pada seminar nasional di Universitas Galuh Ciamis pada tanggal 02 April 2011 dan telah mengalami revisi.