landasan teori gangguang jiwa : gangguan proses pikir: waham
TRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
1. Pengertian berfikir
Berpikir adalah kognitif, yaitu timbul secara internal dalam pikiran tetapi dapat
diperkirakan dari perilaku, berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan
beberapa manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif, dan berpikir diarahkan untuk
menghasilkan perilaku yang memecahkan masalah atau diarahkan pada solusi
(Sudarminta, 2000)
Proses berpikir adalah suatu refleksi yang teratur dan hati-hati. Proses berpikir
lahir dari suatu rasa keyakinan terhadap sesuatu dan keinginan untuk memperoleh
suatu ketentuan, yang kemudian tumbuh menjadi suatu masalah yang khas
(Drever,1997)
Berpikir adalah sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui
transformasi informasi dengan interaksi yang komplek seperti penilaian, abstraksi,
logika, imajinasi, dan pemecahan masalah (Solso,1998)
2. Pengertian waham
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. (Depkes RI, 2000)
Waham adalah keyakinan yang salah, yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal. (Stuart &
Sunddeen, 1995)
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya. (Keliat, 1999).
B. Etiologi
Penyebab secara umum dari waham adalah gannguan konsep diri : harga diri
rendah. Harga diri rendah dimanifestasikan dengan perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
C. Klasifikasi waham
Menurut Keliat (2009) waham diklasifikasikan menjadi lima, yaitu :
1 Waham agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang –
ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
2 Waham kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus atau
berlebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang – ulang tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
3 Waham curiga
Keyakinan bahwa seseorang atau sekelompok orang berusaha merugikan atau
menceerai dirinya, diucapkan berulang – ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
4 Waham somatik
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau
terserang penyakit, diucapkan berulang – ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
5 Waham nihilistik
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan
berulang – ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
D. Manifestasi klinik
Tanda dan Gejala Umum :
· Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan
· Klien tampak tidak mempunyai orang lain
· Curiga
· Bermusuhan
· Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
· Takut, sangat waspada
· Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
· Ekspresi wajah tegang
· Mudah tersinggung
E. Proses terjadinya masalah
Menurut Yosep (2009), proses terjadinya waham meliputi 6 fase, yaitu :
1. Fase of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan
menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk
melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara realiti dengan self ideal sangat tinggi.
2. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (keyataan dengan harapan) serta dorongn kebutuhan yang
tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan keyataan,
tetapi menghadapi keyataan bagi klien adalah suatu yang sangat berat, karena
kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima
lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum
terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan
koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak
dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan.
Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif
berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase envinment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang
dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari
sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (super
ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan
sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya
klien sering menyendiri dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering
berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi
(rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham
dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.
1) Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan aakan menggannggu hubungan interpersonal seseorang.
Hal ini dapat meningkatkan stres dan asietas yang berakhir dengan gangguan
persepsi,klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan
emosi tidak efektif.
b. Faktor Sosial Budaya
Seseorang yang merasa di asingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya
waham.
c. Faktor Psikologis
Hubungan yang tidak harmonis ,peran ganda/bertentangan ,dapat menimbulkan
ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
d. Faktor Biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel di
otak , atau perubahan pada sel kortikal dan limbic
e. Faktor genetik
Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan suatu
kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang
sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain).
2) Faktor presipitasi
a. Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau
diasingkan dari kelompok.
b. Faktor biokimia
Dopamin, norepineprin, dan zat halusinogen lainya di duga dapat menjadi
penyebab waham pada seseorang.
c. Faktor psikologis
Kecemasan yang memanjang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi
masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang
menyenangkan.
F. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Mekanisme Koping
Merupakan usaha langsung dalam menangulangi stress yang berorientasi pada tugas
yang meliputi pemecahan langsung untuk menanggulangi ancaman yang ada. Adapun
mekanisme koping yan biasa di pakai pada pasien waham yaitu :
a. Denial
Adalah menghindari kenyataan yang tidak diinginkan dengan mengabaikan atau tidak
mengakui adanya kenyataan itu.
b. Proyeksi
Adalah mengatakan harapan pikiran,perasaan,motivasi sendiri sebagai
harapan,pikiran,perasaan dan motivasi orang lain.
Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten dengan
pengalaman
Perilaku sesuai
Hubungan sosial
harmonis
Kadang proses pikir
terganggu
Ilusi
Emosi berlebihan
Berperilaku yang tidak
biasa
Menarik diri
Gangguan isi pikir
halusinasi
Perubahan proses
emosi
Perilaku tidak
terorganisasi
Isolasi sosial
c. Reresi
Adalah kemunduran fase perkembangan pada fase yang lebih awal.yaitu fase
perkembangan yang telah ditinggalkannya.
Prilaku pasien dengan penyakit Waham
1. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, di ucapkan berulang
kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh “saya ini pejabat di departemen kesehatan
lho..” atau “saya memiliki tambang emas..”
2. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan atau
mencidrai dirinya, berulang kali diucapkan tetapi tidak sesuai knyataan. Contoh “saya
tahu seluruh keluarga saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan
kesuksesan saya...”
3. Waham agama
Meyakini keyakinan terhadap suatu agama secara berlebhan,diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh “kalau saya masuk surge, saya harus
menggunakan pakaian putih setiap hari..”
4. Waham Somatik
Meyakini bahwa tubu klien atau bagian tubuhnya terganggu, diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh “saya sakit kanker..” setelah dilakukan
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien terus
mengatakan bahwa ia terserang kanker
5. Waham Nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia atau meninggal,di ucapkan berulang
kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh “inilah alam kubur..dan semua yang ada
disini adalah roh-roh..”
G. Pohon masalah
Effect RESIKO TINGGI PERILAKU KEKERASAN
Core Problem :
Causa ISOLASI SOSIAL
HARGA DIRI RENDAH KRONIS
Sumber : Fitria (2009)
Dari pohon masalah diatas gangguan isi pikir : waham dapat terjadi karena harga
diri rendah kronis. Pasien dengan harga diri kronis cenderung akan menarik diri dari
lingkungan, kemudian pasien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko
mencederai diri, orang lain, dan lingkungan.
Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
a. Masalah keperawatan :
1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perubahan isi pikir : waham
3. Isolasi sosial
4. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
b. Data yang perlu dikaji :
1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
a) Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal pada
seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal, atau marah, melukai / merusak barang-barang dan tidak
mampu mengendalikan diri
GANGGUAN ISI PIKIR: WAHAM
b) Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, bicara
menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak dan melempar barang-
barang.
2. Perubahan isi pikir : waham
a) Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan.
b) Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak
(diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak
tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah
tersinggung
3. Isolasi social
a) Data subjektif
Klien mengatakan malas mau berinteraksi dengan teman dan
lingkungannya.
b) Data objektif
Klien tampak tidak berinteraksi dengan temannya , klien asyik dengan
aktifitasnya sendiri , seperti menonton televisi, klien tampak menyendiri
4. Gangguan harga diri rendah
a) Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri
b) Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup
H. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Menurut tim Depkes RI (1994), pengkajian adalah langkah awal dan dasar
proses keperawatan secara menyeluruh. Pada tahap ini pasien yang dibutuhkan
dikumpulkan untuk menentukan masalah keperawatan.
Patricia A Potter et al (1993) dalam bukunya menyebutkan bahwa pengkajian
terdiri dari 3 kegiatan yaitu: pengumpulan data, pengelompokan data atau analisa data
dan perumusan diagnosa keperawatan. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber
data yaitu sumber data primer (klien) dan sumber data sekunder seperti keluarga,
teman terdekat klien, tim kesehatan, catatan dalam berkas dokumen medis klien dan
hasil pemeriksaan. Untuk mengumpulkan data dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
dengan observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik.
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat.
Isi pengkajiannya meliputi:
a. Identifikasi klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu
pertemuan, topik pembicaraan.
b. Keluhan utama / alasan masuk
Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah dan perkembangan yang dicapai.
c. Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan
terjadinya gangguan:
1) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis dari klien.
2) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan
perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
3) Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan).
d. Aspek fisik / biologis
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu, pernafasan.
Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ kalau ada
keluhan.
e. Aspek psikososial
1) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
a) Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang
disukai dan tidak disukai.
b) Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki /
perempuan.
c) Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan masyarakat
dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut.
d) Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan
penyakitnya.
e) Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan penghargaan
orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi pengungkapan kekecewaan
terhadap dirinya sebagai wujud harga diri rendah.
3) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
f. Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi
selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik
diri.
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan
alat makan.
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
3) Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.
4) Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah minum
obat.
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.
i. Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian yang
dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
j. Aspek medik
Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi
psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi
okupasi, terapi lingkungan. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi dan
perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara wajar
dalam kehidupan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan isi pikir : waham
c. Isolasi sosial
d. harga diri rendah.
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1: perubahan isi pikir; waham
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
ٱ Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang
jelas topik, waktu, tempat).
ٱ Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat
menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi
menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan
empati, tidak membicarakan isi waham klien.
ٱ Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan
perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan
keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
ٱ Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
ٱ Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
ٱ Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu
dan saat ini yang realistis.
ٱ Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari - hari dan perawatan
diri).
ٱ Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat
penting.
c. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
ٱ Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
ٱ Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
ٱ Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
ٱ Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
ٱ Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya.
d. Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
ٱ Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
ٱ Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
ٱ Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
ٱ Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum obat.
ٱ Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
ٱ Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
ٱ Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
f. Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
ٱ Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang:
gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
ٱ Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.
Diagnosa Keperawatan 2: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
a. Tujuan Umum:
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
b. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
ٱ Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat
dan jelaskan tujuan interaksi.
ٱ Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
ٱ Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
ٱ Beri perhatian dan penghargaan : teman klien walau tidak menjawab.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
ٱ Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
ٱ Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
ٱ Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap
tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
ٱ Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
ٱ Observasi tanda perilaku kekerasan.
ٱ Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
ٱ Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
ٱ Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
ٱ Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
ٱ Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
ٱ Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
ٱ Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
ٱ Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
ٱ Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang
kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
ٱ Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
ٱ Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
ٱ Bantu memilih cara yang paling tepat.
ٱ Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
ٱ Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
ٱ Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
ٱ Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel /
marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
ٱ Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
ٱ Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
ٱ Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi,
efek dan efek samping).
ٱ Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
klien, obat, dosis, cara dan waktu).
ٱ Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.
Diagnosa keperawatan 3: isolasi sosial
1. Tujuan umum
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
2. Tujuan khusus
a. Klien dapat membina dan mempertahankan hubungan saling percaya.
Tindakan
ٱ Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik
ٱ Perkenalkan diri dengan sopan.
ٱ Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
ٱ Jelaskan tujuan pertemuan.
ٱ Jujur dan menepati janji.
ٱ Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
ٱ Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan :
ٱ Diskusikan kemampuan dan mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki klien.
ٱ Setiap bertemu klien, hindarkan dari memberi penilaian negatif.
ٱ Utamakan memberi pujian yang realistik.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Tindakan :
ٱ Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama
sakit.
ٱ Diskusikan kemampuan yang dilanjutkan.
d. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Tindakan :
ٱ Merencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai dengan kemampuan:
Kegaiatan mandiri
Kegiatan dengan bantuan sebagian.
Kegiatan yang membutuhkan bantuan total.
ٱ Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
ٱ Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakukan klien.
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
Tindakan:
ٱ Beri kesempatan kepada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
ٱ Beri pujian atas keberhasilan-nya.
ٱ Diskusikan kemungkinan pe-laksanaan di rumah.
Diagnosa Keperawatan 4: harga diri rendah
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan meningkat
harga dirinya.
2. Tujuan khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
ٱ Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas
(waktu, tempat dan topik pembicaraan)
ٱ Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
ٱ Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
ٱ Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
ٱ Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
ٱ Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis
ٱ Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
ٱ Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
ٱ Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
d. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
Tindakan :
ٱ Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan
ٱ Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
ٱ Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien
lakukan
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
ٱ Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
ٱ Beri pujian atas keberhasilan klien
ٱ Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
ٱ Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
ٱ Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
ٱ Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
ٱ Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
4. Implementasi
Dx 1: perubahan isi pikir: waham
a. Strategi pelaksanaan pasien
SP 1 Pasien
1. Membantu orientasi realita
2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
3. Membantu pasien memenuhu kebutuhannya
4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 2 Pasien
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
3. Melatih kemampuan yang dimiliki
SP 3 Pasien
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
b. Strategi pelaksanaan keluarga
SP 1 keluarga
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala waham, dan jenis waham yang
dialami pasien beserta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien waham
SP 2 keluarga
1. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien waham
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada pasien waham
SP 3 keluarga
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum
obat( perencanaan pulang)
2. Menjelaskan tindak lanjut pasien setelah pulang
Dx 2: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
c. Strategi pelaksanaan klien
SP I pasien
1 Mengidentifikasi penyebab PK
2 Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
3 Mengidentifikasi PK yang dilakukan
4 Mengidentifikasi akibat PK
5 Menyebutkan cara mengontrol PK
6 Membantu pasien mempraktekan latihan cara mengontrol fisik I
7 Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
SP 2 pasien
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 pasien
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 4 pasien
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spiritual
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 5 pasien
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Menjelasakan cara mengontrol PK dengan minum obat
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
d. Strategi pelaksanaan keluarga
SP 1 keluarga
1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2 Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala, serta proses terjadinya PK
3 Menjelaskan cara merawat pasien dengan PK
SP 2 keluarga
1 Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan PK
2 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien PK
SP 3 keluarga
1 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
obat (discharge planning)
2 Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
Dx 3: isolasi sosial
a) Strategi pelaksanan pasien
SP 1 pasien
1 Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
2 Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang
lain
3 Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain
4 Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
5 Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang – bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian
SP 2 pasien
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan
dengan satu orang
3 Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang – bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian
SP 3 pasien
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Memberikan kesempatan kepada berkenalan dengan dua orang atau lebih
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
b) Strategi pelaksanaan keluarga
SP 1 keluarga
1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2 Menjelaskan pengertiantanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien
beserta proses terjadinya
3 Menjelaskan cara – cara merawat pasien isolasi sosial
SP 2 keluarga
1 Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
2 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien isolasi
sosial
SP 3 keluarga
1 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
obat (discharge planning)
2 Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
Dx 4: harga diri rendah
a) Strategi pelaksanaan pasien
SP 1 pasien
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dialami pasien
2. Membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat di gunakan.
3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai kemampuan
klien.
4. Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih.
5. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien.
6. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 2 pasien
1. Mengevaluasi jadwal harian pasien.
2. Melatih kemampuan kedua.
3. Menganjurkan pasien memasukkandalam jadwal kegiatan harian.
b) Strategi pelaksanaan keluarga
SP 1 keluarga
1. Mendiskusikan masalah yang di rasakan kelurga dalam merawat pasien.
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang dialami
pasien beserta proses terjadinya.
3. Menjelaskan cara merawat pasien harga diri rendah.
SP 2 keluarga
1. Melatih keluarga memprakktekan cara merawat pasien dengan harga diri
rendah.
2. Melatih keluarga memprakktekan cara merawat lansung kepada pasien
Harga Diri Rendah.
SP 3 keluarga
1. Membantu keluarga membuat jadwa aktifitas dirumah termasuk minum
obat (discharge plannig)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
5. Evaluasi
a) Evaluasi pasien
Kemampuan yang diharapkan dari pasien :
1) Pasien dapat mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan
2) Pasien dapat berkomunikasi sesuai kenyataan
3) Pasien dapat menggunakan obat dengan benar
b) Evaluasi keluarga
Kemampuan yang diharapkan dari keluarga :
1) Keluarga membantu pasien untuk mengungkapkan keyakinannya sesuai
kenyataan
2) Membantu pasien melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan pasien
3) Keluarga membantu pasien menggunakan obat dengan benar