lan - ri pkkoddkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/peningkatan-kapasitas... · dijangkau dan...

166
LAN - RI PKKOD Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah Jakarta, 2009

Upload: truonghanh

Post on 05-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

LAN - RI

PKKOD

Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah

Jakarta, 2009

Page 2: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

1

EXECUTIVE SUMMARY

Sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, titik berat otonomi daerah berada pada level pemerintah kabupaten/kota sehingga sumber daya (keuangan, manusia, dll) lebih terkonsentrasi pada pemerintah kabupaten/kota. Hal ini menyebabkan pembinaan pemerintahan kabupaten/kota terhadap desa menjadi tidak optimal. Pengaturan yang demikian juga akan dapat menghilangkan otonomi adat yang dalam kapasitas tertentu dapat mengarahkan pemerintahan desa menjadi satuan pemerintah administratif, yang bertugas melayani pemerintah kabupaten/kota.

Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terpenting adalah bagaimana pemerintahan desa mampu meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat desa, dan mampu meningkatkan daya saing desanya. Hal tersebut hanya mungkin terwujud apabila urusan yang menjadi kewenangan desa dapat terlaksana dengan baik. Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam implementasinya terdapat berbagai permasalahan yang langsung maupun tidak langsung menghambat pelaksanaan urusan-urusan pemerintahan tersebut.

Kapasitas yang masih rendah merupakan bagian dari permasalahan yang ditunjukkan di lapangan. Diantaranya masih belum optimalnya aspek kelembagaan, sumberdaya manusia, maupun manajemen pemerintahan desa. Pada tahun 2008 Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah, telah melaksanakan Kajian Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Desa, kajian ini telah menghasilkan cetak biru (blueprint) yang memuat strategi-strategi penyelesaian masalah (problem solving) penyelenggaraan pemerintahan desa dan menyusun modul-modul peningkatan kapasitas pemerintahan desa. Lebih lanjut modul-modul tersebut merupakan hasil identifikasi aspek kapasitas yang perlu ditingkatkan yaitu Perencanaan & Penganggaran Desa, Keuangan Desa, Penyusunan Kebijakan Desa, Kepemimpinan Kepala Desa dan Manajemen Pelayanan Desa.

Sebagai tindak lanjut dari kajian tentang pemerintahan desa, maka Lembaga Administrasi Negara c.q. Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah, pada tahun 2009 telah melaksanakan kegiatan kajian tentang Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa, dimana tujuan dari kegiatan ini adalah mengembangkan strategi peningkatan kapasitas aparatur desa dan menyempurnakan modul peningkatan yang telah disusun pada kajian tahun 2008. Jenis kajian yang digunakan dalam kajian ini adalah pengembangan (development) dengan metode kualitatif. Tehnik pengumpulan data yang dilakukan adalah workshop dengan para kepala desa dan wawancara dengan narasumber di daerah kajian. Kegiatan kajian ini dilakukan pada 7 (tujuh) daerah provinsi, dimana dari masing-masing provinsi, diambil 2 (dua) kabupaten sebagai

i

Page 3: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

2

lokus kegiatan ini yaitu Provinsi Bengkulu, Jambi, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.

Berdasarkan analisis data lapangan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Perencanaan dan Penganggaran Desa. Belum semua desa menyusun dokumen-dokumen perencanaan, hanya beberapa desa yang telah menyusun RKP Desa (tahunan), akan tetapi tidak memiliki RPJM Desa (lima tahunan). Hal ini ‘aneh’ karena dokumen RKP Desa seharusnya mengacu kepada dokumen RPJM Desa. Selain itu pelaksanaan Musrenbang Desa di beberapa daerah kajian tidak berlangsung secara optimal. Adanya keterbatasan anggaran juga berpengaruh besar pada penyusunan anggaran pendapatan dan belanja desa (APB Desa).

2. Keuangan Desa. Pelaksanaan manajemen keuangan dan kekayaan desa dapat dikatakan belum dapat terselenggara dengan baik . Dalam pelaksanaan perencanaan keuangan daerah, banyak desa belum menerapkan anggaran APBD Desa serta belum dapat menentukan skala prioritas serta distribusi sumber daya dengan baik. Dalam pelaksanaan dan penatausahaan keuangan desa, administrasi desa belum terselenggara dengan baik, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa juga belum dilakukan dengan baik. Dalam manajemen kekayaan desa, banyak dijumpai barang-barang kekayaan desa yang belum terpelihara dengan baik serta masih adanya persoalan dalam pembagian kekayaan desa sebagi akibat dari pemekaran desa. Pengelolaan potensi desa untuk menambah pendapatan desa dapat dikatakan juga masih belum optimal. Badan Usaha Milik Desa yang diharapkan bisa meningkatkan pendapatan asli desa cenderung belum terkelola dengan baik. Akhirnya, dari sisi penerimaan keuangan desa masih sangat bergantung dari transfer pemerintah yang ada di atasnya.

3. Kebijakan Desa. Berdasarkan temuan lapangan kapasitas aparatur desa dalam penyusunan kebijaksanaan desa masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari jumlah kebijakan desa yang disusun masih minim. Penyusunan kebijakan desa belum mencerminkan tahapan dari proses penyusunan peraturan desa. Sosialisasi, pelatihan dan simulasi tentang penyusunan kebijakan desa yang diselenggarakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Propinsi dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten masih sangat terbatas, karena keterbatasan sumber-sumber daya yang dimiliki oleh institusi tersebut.

4. Kepemimpinan Kepala Desa. Pembuatan keputusan oleh kepala desa belum berdasar pada azas manajemen modern. Pemilihan kepala desa oleh masyarakat di beberapa daerah lebih didasari oleh faktor tradisional atau pertalian kekeluargaan. Kondisi sosial, ekonomi dan kultur termasuk tingkat pendidikan yang rendah dari masyararakat juga mempengaruhi pelaksanaan program-program pembangunan.

ii

Page 4: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

3

5. Manajemen Pelayanan Desa. Dalam hal pelayanan desa diperlukan political will dari pemerintah daerah setempat, political will terkait dengan penyerahan urusan sesuai dengan kebutuhan desa. Sementara itu, sebagai unit pelayanan publik, pemerintahan desa menghadapi keterbatasan kapasitas manajemen-administratif (kualitas dan kuantitas sumber daya manusia aparatur desa yang berpengaruh pada produktifitas dan kreatifitas aparatur desa). Sebagai unit representasi negara, pemerintahan desa menghadapi keterbatasan kemandirian dalam pendanaan untuk memelihara eksistensi pemerintahan di wilayahnya. Kurangnya sarana dan prasarana perkantoran menjadi penghambat dalam menunjang pelaksanaan pelayanan administrasi di desa, disamping masih minimnya pengetahuan masyarakat dalam mengurus kelengkapan administratif sesuai ketentuan yang ada. Yang tak kalah penting berpengaruh terhadap aksesibilitas dan kualitas pelayanan adalah medan (geografis) yang sulit dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi dan pelayanan yang disiapkan pemerintah.

Dari uraian tersebut di atas dan uraian pada bab-bab dalam laporan ini, kiranya dapat direkomendasikan hal-hal sebagai berikut :

1. Perencanaan dan Penganggaran, perlunya upaya peningkatan kemampuan/kompetensi aparatur desa dalam hal: (a) metode perencanaan partisipatif, (b) analisis masalah dan potensi desa, (c) metode pemilihan skala prioritas kegiatan, (d) penyusunan anggaran dan belanja desa, dan (e) berkomunikasi/berdiskusi/presentasi. Upaya yang dapat ditempuh: pelatihan (bimbingan teknis, pembekalan, penataran, dll) dan non-pelatihan (studi banding, magang, dst).

2. Keuangan Desa, pada level sistem strategi yang dapat dikembangkan adalah : Penguatan kapasitas keuangan aparatur desa dengan kewenangan desa dan memperbaiki metode pengalokasian dana desa dan perbaikan sumber daya aparatur desa melalui perbaikan rekuitmen dan manajemen aparatur desa. Pada level organisasi adalah Peningkatan kapasitas manajemen keuangan desa melalui penguatan BUMDes sebagai sumber penerimaan dan pengembangan ekonomi masyarakat desa dan kapasitas manajemen keuangan desa melalui penguatan kerjasama antar desa dalam bidang ekonomi dan berbagai pelayanan publik, peningkatan sarana dan prasarana pemerintahan desa, dan mekanisme akuntabilitas desa. Pada level individu, strategi yang dapat dikembangkan adalah, peningkatan melalui bimbingan teknis manajemen keuangan desa yang mencakup penyusunan APBDesa, Pengelolaan ADD, Pengelolaan Kekayaan Desa, Pengelolan BUMDes. Selain itu perlunya sosialisasi peraturan kebijakan keuangan desa melalui pendampingan maupun fasilitasi, misalnya dalam pendirian BUMDes, dan sebagainya.

3. Kebijakan Desa, strategi utama peningkatan kapasitas dalam kelembagaan meliputi : aspek keuangan, dan aspek sumberdaya manusia aparatur perangkat desa, aspek sumberdaya aparatur BPMPD yakni tersedianya pejabat fungsional

iii

Page 5: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

4

widyaiswara yang mampu untuk mengampu materi Kebijakan Desa. Strategi lain adalah perumusan wewenang yang jelas antara antar lembaga dalam kebijakan desa. Terprogramnya kegiatan pelatihan dan sosialisasi berkesinambungan tentang Penyusunan Kebijakan Desa yang dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten serta tersusunnya modul-modul yang berkaitan dengan Perumusan Kebijakan.

4. Kepemimpinan Kepala Desa, strategi yang perlu ditingkatkan adalah kemampuan dalam penguasaan seni dan teori kepemimpinan, selain itu kemampuan dalam menyusunan peraturan desa; kemampuan dalam pengambilan keputusan Kemampuan dalam negosiasi; dan Kemampuan dalam manajemen konflik.

5. Manajemen Pelayanan Desa, sebagai strategi untuk meningkatkan kapasitas aparatur desa dalam bidang pelayanan kepada masyarakat diantaranya adalah perlu adanya peningkatan kemampuan aparat desa dalam merumuskan program-program pelayanan. Selain itu peningkatan kemampuan dalam mengelola pelayanan termasuk pengetahuan teknis administratif (format-format pelayanan administrasi dsb) dan kemampuan memahami petunjuk maupun peraturan undang-undang yang mendukung aparatur desa dalam memberikan pelayanan, selain kemampuan teknis penunjang(mengoperasikan komputer dll). Kemampuan mengambil keputusan, Kemampuan dalam melakukan kerjasama (LSM, masyarakat, instansi terkait, pemerintah daerah) dalam pelayanan terkait juga perlu ditingkatkan.

iv

Page 6: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

5

Daftar Isi

EXECUTIVE SUMMARY ……………………………………………………………………. i DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………… v BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………..………………………. 1 B. Tujuan dan Sasaran Kegiatan ………………………………….. 7 C. Hasil Yang Diharapkan ……………………………………………… 7 D. Sistematika Kajian ……………………………………………………. 8 BAB 2 ASPEK PENTING PENINGKATAN KAPASITAS APARATUR DESA A. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ……………………… 9 B. Problematika Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

di Indonesia ……………………………………………………………..

16 1. Aspek Perencanaan dan Penganggaran

Daerah………………………………………………………………

22 2. Aspek Pengelolaan Keuangan Desa ……………….. 23 3. Aspek Kepemimpinan Kepala Desa ……………….. 26 4. Aspek Penyusunan Kebijakan Desa ……………….. 28 5. Aspek Manajemen Pelayanan Desa ……………….. 30 C. Capacity Building Aparatur Desa ............................... 32 D. Kerangka Pikir ............................................................. 42 BAB 3 METODOLOGI KAJIAN A. Jenis Kajian ………………………………………………………………. 43 B. Metode Kajian …………………………………………………………. 43 C. Daerah Kajian ………………………………….………………………. 43 D. Teknik Pengumpulan Data ………………………………………. 44 E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................... 45 BAB 4 GAMBARAN KAPASITAS APARATUR DESA A. Perencanaan dan Penganggaran Desa …………………… 46 B. Manajemen Keuangan dan Kekayaan Desa ……………. 64 C. Kebijakan Desa ……………………………………………………….. 92 D. Kepemimpinan Kepala Desa ……………………………………. 110 E. Manajemen Pelayanan Desa ……………………………………. 118

v

Page 7: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

6

BAB 5 STRATEGI PENINGKATAN KAPASITAS APARATUR DESA A. Perencanaan dan Penganggaran Desa ……………………… 141 B. Keuangan Desa ......................................................... 142 C. Penyusunan Kebijakan Desa ..................................... 144 D. Kepemimpinan Desa ................................................ 145 E. Manajemen Pelayanan Desa ..................................... 147 BAB 6 PENUTUP A. Kesimpulan ……………………………………………………………… 151 B. Rekomendasi …………………………………………………………… 153 DAFTAR PUSTAKA 154

vi

Page 8: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

7

Daftar Tabel

Tabel. 3.1 : Daerah Kajian ....................................................... 44 Tabel. 4.1 : Tahapan Pelaksanaan ADD untuk Kegiatan Fisik..... 70 Tabel. 4.2 : Jenis-Jenis Pelayanan Publik di Desa .................... 123 Tabel. 4.3 : Kendala Kebijakan dan Dukungan Pemerintah …… 131 Tabel. 4.4 : Kendala Prosedur Pelayanan ................................ 132 Tabel. 4.5 : Kendala Persyaratan Teknis dan Administratif

Pelayanan ...........................................................

134 Tabel. 4.6 : pejabat Yang Berwenang dan Bertanggung-

jawab...................................................................

136

vii

Page 9: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

8

Daftar Gambar

Gambar. 4.1 : Tahap Penyusunan RPJM Desa ……………………….. 48 Gambar. 4.2 : Tahap Penyusunan RKP Desa ………………………….. 54 Gambar. 4.3 : Skema Penyampaian Laporan ADD …………………. 74

viii

Page 10: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

9

Daftar Box

Box. 4.1 : Faktor Penyebab Tidak Menyusun RPJM Desa................................................................

52

Box. 4.2 : Aktor-Aktor Penyusun RPJM Desa .................. 53 Box. 4.3 : Pelaksanaan Musrenbang Desa ....................... 60 Box. 4.4 : Pelaksanaan ADD : Contoh Praktek di

Kabupaten Katingan .......................................

72 Box. 4.5 : Pengelolaan Kekayaan Desa : Parigi Moutong .. 77 Box. 4.6 : Lima Perdes Yang Harus dibuat Desa Menurut

PP No. 72 Tahun 2005 .....................................

98 Box. 4.7 : Kebutuhan Pengembangan .............................. 139

ix

Page 11: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

10

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pemerintahan desa merupakan bagian integral dari pemerintahan

daerah, sebagaimana tercantum dalam Pasal 200 ayat 1 UU 32/2004 bahwa

”Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang

terdiri dari pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa”. Dalam PP

72/2005 yang dimaksud dengan pemerintahan desa adalah penyelenggaraan

urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa

dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan

asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun jika dirunut ke belakang, penyelenggaraan pemerintahan desa

pada dasarnya telah dilaksanakan sejak jaman penjajahan, baik pada masa

penjajahan Belanda, Inggris maupun Jepang. Pada masa itu pemeritahan desa

dapat dikatakan tidak memiliki kebebasan untuk menyelenggarakan

pemerintahannya, karena sebagai negara jajahan seluruh penyelenggaraan

pemerintahan – termasuk pemerintahan desa – dipaksa tunduk dan patuh

kepada kepentingan negara penjajah. Dengan demikian aspek kelembagaan,

sumber daya aparatur dan manajemen pemerintahan desanya pun sepenuhnya

ditentukan oleh penguasa/ penjajah yang berkuasa pada saat itu.

Pada masa kemerdekaan, komitmen untuk menyelenggarakan

pemerintahan desa dapat dijumpai dalam konstitusi yaitu Pasal 18 UUD 1945

yang menyatakan bahwa ”Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas

daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,

yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah

yang diatur dengan undang-undang (hasil perubahan kedua). Pada pasal 18B ayat

1

Page 12: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

11

(2) disebutkan ”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan

masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan

sesuai dengan pekembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang diatur dalam undang-undang (hasil perubahan kedua)”

Namun, undang-undang yang secara khusus mengatur tentang Desa baru

diterbitkan pada tahun 1965 yaitu dengan terbitnya UU No. 19/1965 tentang

Desapraja, yang menempatkan Desa sebagai Daerah Tingkat III dengan tata dan

sebutan Desa Praja. Di dalam pasal 1 undang-undang tersebut dijelaskan bahwa

Desa Praja adalah kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batas

daerahnya, berhak mengurus rumah tangganya sendiri, memiliki pengusahaan

dan mempunyai harta benda sendiri. Namun hal ini tidak terwujud karena tidak

dikehendaki oleh pemerintah Orde Baru yang berkuasa saat itu. Selanjutnya, desa

diatur dalam UU No. 5/1979, dimana pemerintah Orde Baru menempatkan desa

langsung di bawah Camat, yang mana Camat merupakan Kepala Wilayah yang

menjalankan satuan pemerintah vertikal (dekonsentrasi).

Kemudian, pada saat jatuhnya pemerintah Orde Baru, desa diatur dengan

UU No. 22/1999. Melalui undang-undang ini desa diatur dalam satu undang-

undang tentang pemerintahan daerah. Desa merupakan subsistem dari

pemerintahan yang pengaturannya lebih lanjut diserahkan kepada daerah

kabupaten/kota dengan membentuk peraturan daerah (Perda). Terakhir, desa

diatur dengan UU No. 32 No/2004 yang kembali menempatkan desa dalam satu

undang-undang tentang pemerintahan daerah.

Pengaturan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam satu undang-

undang pemerintahan daerah – yang notabene digabungkan dengan pengaturan

pemerintahan kabupaten/kota – menjadi fenomena yang cukup menarik

terutama jika dikaitkan dengan ”otonomi desa”. Kenyataan bahwa pengaturan

pemerintahan desa yang ”inheren” dengan pengaturan pemerintahan

kabupaten/kota menurut UU No. 32/2004 tersebut dikhawatirkan akan

mengurangi derajat otonomi (adat) yang dimiliki oleh sebuah desa. Dalam UU No.

2

Page 13: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

12

32/2004 jo PP No. 72/2005 tentang Desa, yang dimaksud dengan Desa atau

disebutkan dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang

diakui dan dihomati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia/NKRI. Lebih jauh, pengaturan yang demikian juga akan dapat

menghilangkan otonomi adat dan dalam kapasitas tertentu dapat mengarahkan

pemerintahan desa menjadi satuan pemerintah administratif, yang bertugas

melayani pemerintah kabupaten/kota.

Dari gambaran tersebut, saat ini bermunculan berbagai wacana bahwa

pemerintahan desa sebaiknya dipisahkan pengaturannya dari UU Nomor 32

Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Desa yang diatur dalam undang-

undang tersendiri dan terpisah dari undang-undang pemerintahan daerah

merupakan pilihan yang ideal. Desa ditempatkan sebagai satuan pemerintahan

otonomi di luar struktur pemerintahan kabupaten/kota, karena daerah dan desa

memang berbeda baik dari sisi penyelenggaraan pemerintahan maupun

persoalan yang dihadapi. Perbedaan karakteristik itulah yang secara historis

menyebabkan pengaturannya berbeda dari kabupaten (di luar DW =

Decentralisatie Wet), bahkan dipisahkan pula pengaturan desa-desa yang ada di

Jawa-Madura (diatur dengan IGO) dan di luar Jawa-Madura (IGOB). Pengaturan

terpisah menjadi pilihan karena keberadaan desa yang pluralistik sehingga sangat

sulit diatur dalam satu peraturan yang akomodatif. Dengan demikian, munculnya

wacana mengeluarkan pengaturan desa dari undang-undang tersebut (UU No.

32/2004) – dan juga pengaturan tentang Pilkada Langsung merupakan salah satu

langkah strategis dalam upaya peningkatan kapasitas pemerintahan desa.

Namun demikian, dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah

yang terpenting adalah bagaimana pemerintahan desa mampu meningkatkan

kesejahteraan rakyatnya, mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat

desa, dan mampu meningkatkan daya saing desanya. Hal tersebut hanya mungkin

3

Page 14: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

13

terwujud apabila urusan yang menjadi kewenangan desa dapat terlaksana

dengan baik. Adapun urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa

mencakup:

1. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;

2. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang

diserahkan pengaturannya kepada desa;

3. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau

pemerintah kabupaten/kota;

4. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-perundangan

diserahkan kepada desa (Pasal 206 UU No. 32/2004).

Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam implementasinya terdapat berbagai

permasalahan yang langsung maupun tidak langsung menghambat pelaksanaan

urusan-urusan pemerintahan tersebut. Persoalan-persoalan dimaksud dapat

dikelompokkan ke dalam tiga aspek yaitu kelembagaan, SDM Aparatur, dan

manajemen/ ketatalaksanaan.

Secara kelembagaan, Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa

dan BPD (Pasal 11 PP No. 72/2005). Pada pasal selanjutnya, disebutkan bahwa

Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa. Perangkat Desa

terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya, yaitu sekretariat desa,

pelaksana teknis lapangan, dan unsur kewilayahan. Jumlah Perangkat Desa

disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Selanjutnya, susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa ditetapkan

dengan peraturan desa (Pasal 12, ayat 1 – 5, PP No. 72/2005). Sementara, Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan unsur penyelenggara pemerintahan

desa. Jumlah anggota BPD sebanyak 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas)

orang dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan

keuangan desa (Pasal 31).

4

Page 15: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

14

Persoalan yang mengemuka dalam aspek kelembagaan desa adalah

hadirnya BPD (Badan Permusyawaratan Desa, bukan Badan Perwakilan Desa)

yang dianggap mengalami kemunduran (set back) daripada sebelumnya. BPD

dalam konteks UU No. 32/2004, merupakan unsur penyelenggara pemerintahan

desa, sehingga perannya sebagai lembaga kontrol menjadi berkurang. Hal ini

sesungguhnya sebangun dengan posisi DPRD yang menjadi bagian dari

pemerintahan daerah, yang tidak lagi menjadi badan legislatif daerah

sebagaimana pada saat belakunya UU No. 22/1999.

Dari hasil kajian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah

pada tahun 2008 yang lalu menunjukkan bahwa pada berbagai aspek

pemerintahan desa masih perlu ditingkatkan kualitasnya, baik pada aspek

kelembagaan, Sumberdaya Manusia, maupun manajemennya, berdasarkan

asumsi yang dikembangkan didalam pemerintahan menunjukkan kunci penting

peningkatan kapasitas pemerintahan desa sangat tergantung pada peningkatan

kualitas aparatur desanya, “sistem yang baik apabila dikelola oleh aparatur yang

kurang baik, maka hasilnya (kinerjanya) akan kurang baik, dan sistem yang kurang

baik kalau dikelola oleh aparatur yang baik, maka akan menghasilkan kinerja yang

baik”.

Persoalan-persoalan yang menyangkut aspek Aparatur Desa atau SDM

aparatur desa meliputi SDM di lingkungan Pemerintah Desa (Kepala Desa dan

perangkatnya) maupun BPD (Ketua dan anggotanya). Dalam peraturan

perundangan tentang Desa disebutkan bahwa perangkat desa diangkat oleh

Kepala Desa dari penduduk desa. Pertanyaannya adalah, adakah persyaratan

kompetensi yang harus dipenuhi oleh calon perangkat desa dan apakah

persyaratan tersebut telah dituangkan dalam dokumen resmi? Pada praktiknya,

kepala desa yang terpilih dalam Pemilihan Kepala Desa (Pemilu Kepala Desa atau

yang lebih dikenal dengan Pilkades) belum tentu memiliki kompetensi yang

diharapkan. Bukan menjadi rahasia, bahwa proses Pilkades sarat diwarnai dengan

politik uang (money politics).

5

Page 16: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

15

Kualitas perangkat desa pun mengalami kondisi yang tidak jauh berbeda.

Pemilihan dan pengangkatan perangkat desa (kecuali sekretaris desa/Sekdes)

belum sepenuhnya didasarkan pada pertimbangan kompetensi. Ada dua alasan

terkait hal ini, Pertama, Kepala Desa terpilih menunjuk/memilih keluarga atau

orang-orang terdekat untuk menduduki jabatan perangkat desa, yang terkadang

tanpa mempertimbangkan kemampuannya; Kedua, karena memang tidak ada lagi

orang yang mau dan mampu menjadi perangkat desa (hal ini terjadi di desa-desa

pedalaman). Persoalan SDM pemerintahan desa juga terjadi pada Ketua dan

Anggota BPD. Anggota BPD yang terdiri dari unsur keterwakilan wilayah dan

ditetapkan dengan musyawarah-mufakat, dapat dikatakan tidak memiliki

komitmen dan kompetensi yang optimal untuk membangun desa.

Permasalahan lain yang menyangkut aparatur pemerintahan desa adalah

adanya ketentuan bahwa Sekdes diisi dari PNS yang memenuhi persyaratan

(pasal 202 ayat 3 UU No. 32/2004 jo pasal 25 ayat 1 PP No. 72/2005). Dalam PP

No. 72/2005 disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan dimaksud meliputi:

a. Berpendidikan paling rendah lulusan SMU atau sederajat;

b. Mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan;

c. Mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran;

d. Mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan dan di bidang

perencanaan;

e. Memahami sosial budaya masyarakat setempat, dan

f. Bersedia tinggal di desa yang bersangkutan.

Dalam penjelasan pasal 25 PP No. 72/2005 dinyatakan ‘cukup jelas’,

artinya jabatan Sekdes (eselon V) diisi dari PNS, bukan berarti ‘mengangkat

Sekdes yang ada menjadi PNS’. Hal ini pernah menimbulkan kesalahpahaman,

yakni terjadi di suatu daerah di Pulau Jawa, ribuan Sekdes melakukan unjuk rasa

agar diangkat menjadi PNS! Sementara, jika dilihat dari segi persyaratan

pendidikan pun sudah tidak memenuhi persyaratan, terlebih lagi untuk

persyaratan lainnya.

6

Page 17: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

16

Untuk itu, Kedeputian Bidang Kajian Kinerja Kelembagaan dan Sumber

Daya Aparatur-Lembaga Administrasi Negara, dalam hal ini Pusat Kajian Kinerja

Otonomi Daerah telah melaksanakan kegiatan ”Peningkatan Kapasitas Aparatur

Desa”, yang telah dilaksanakan pada tahun anggaran 2009, kegiatan ini

merupakan kegiatan lanjutan dari kegiatan “Peningkatan Kapasitas Pemerintahan

Desa” yang telah dilaksanakan pada tahun 2008.

B. TUJUAN DAN SASARAN KEGIATAN

Tujuan kegiatan ini adalah :

1. Pengembangan strategi peningkatan kompetensi aparatur desa yang

berkaitan dengan Perencanaan dan Penganggaran Desa, Keuangan Desa,

Penyusunan Kebijakan Desa, Kepemimpinan Kepala Desa dan Manajemen

Pelayanan Desa.

2. Sosialisasi dan evaluasi modul peningkatan kapasitas aparatur desa yang

telah disusun pada tahun 2008.

Sedangkan sasaran dari kegiatan ini adalah :

1. Tersusunnya strategi peningkatan kompetensi aparatur desa yang berkaitan

dengan Perencanaan dan Penganggaran Desa, Keuangan Desa, Penyusunan

Kebijakan Desa, Kepemimpinan Kepala Desa dan Manajemen Pelayanan Desa

2. Sosialisasi dan evaluasi modul peningkatan kapasitas aparatur desa yang

telah disusun pada tahun 2008.

C. HASIL YANG DIHARAPKAN

Hasil yang diharapkan dari kajian ini adalah :

1. Tersusunnya 1 (satu) unit laporan Kajian Peningkatan Kapasitas Aparatur

Desa yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai salah satu bahan

pertimbangan dalam perumusan kebijakan oleh pemerintah, khususnya

dalam rangka peningkatan kapasitas aparatur desa;

7

Page 18: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

17

2. Selain itu dari kajian ini juga dihasilkan modul Peningkatan Kapasitas Aparatur

Desa yang telah direvisi berdasarkan masukan hasil sosialisasi;

D. SISTEMATIKA KAJIAN

Sistematika Kajian disusun sebagai berikut :

Bab I, pendahuluan yang memuat latar belakang, tujuan dan sasaran kajian,

hasil yang diharapkan, jangka waktu dan sistematika kajian.

Bab II, menguraikan literatur review yang terkait dengan aspek penting

kapasitas aparatur desa. Hal lainnya yang dijelaskan dalam bab ini adalah

problematika penyelenggaraan pemerintahan desa di Indonesia diantaranya

terkait perencanaan pembangunan desa, keuangan desa serta capacity

building aparatur desa. Serta Penjelasan-penjelasan mengenai

penyelenggaraan pemerintahan desa ini juga didukung dengan kerangka

pikir.

Bab III, menguraikan tentang metodologi kajian berisi jenis kajian, metode

kajian, lokus kajian, tehnik pengumpulan data serta tehnik pengolahan dan

analisis data.

Bab IV, menguraikan data lapangan mengenai evaluasi pengembangan

kapasitas aparat desa yang berkaitan dengan Perencanaan dan Penganggaran

Desa, Keuangan Desa, Penyusunan Kebijakan Desa, Kepemimpinan Kepala

Desa dan Manajemen Pelayanan Desa. Serta hasil dari sosialisasi dan evaluasi

modul peningkatan kapasitas aparat desa yang telah disusun pada tahun

2008.

Bab V, merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan rekomendasi yang

menjelaskan tentang strategi peningkatan kapasitas aparatur desa.

8

Page 19: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

18

BAB 2 ASPEK PENTING PENINGKATAN KAPASITAS

APARATUR DESA

A. PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

Sebagai miniatur negara, desa menjadi arena politik paling dekat bagi relasi

relasi antara masyarakat dengan pemegang kekuasaan (perangkat Desa). Di satu

sisi, para perangkat desa menjadi bagian dari birokrasi negara yang mempunyai

tugas-tugas kenegaraan, yakni menjalankan birokratisasi di level desa,

melaksanakan program-program pembangunan, memberikan pelayanan

administratif kepada masyarakat. Tugas penting pemerintah desa adalah

memberi pelayanan administratif kepada warga desa.

Disisi lain, karena dekatnya arena secara normatif masyarakat akar rumput

sebenarnya bisa menyentuh langsung serta berpartisipasi dalam proses

pemerintahan dan pembangunan di tingkat desa. Para perangkat desa selalu

dikonstruksi sebagai “pamong desa” yang diharapkan sebagai pelindung dan

pengayom warga masyarakat, para pamong desa selalu dituakan, ditokohkan dan

dipercaya oleh warga masyarakat untuk mengelola kehidupan publik maupun

privat warga desa. Dalam prakteknya antara warga dan pamong desa mempunyai

hubungan kedekatan secara personal yang mungkin diikat engan tali kekerabatan

maupun ketetanggaan, sehingga kedua unsure itu saling menyentuh secara

personal dalm wilayah yang lebih privat ketimbang publik. Batas-batas urusan

privat dan publik di desa sering kabur, sebagai contoh, warga masyarakat menilai

kinerja pamong desa tidak menggunakan kriteria-kriteria manajemen moderen

seperti transparansi dan akuntabilitas, melainkan memakai kriteria tradisional

dalam kerangka hubungan klientelistik, terutama kedekatan pamong dengan

warga yang bisa dilihat dari kebiasaan dan kerelaan pamong untuk

beranjangsana.

9

Page 20: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

19

Jika pemerintah desa menjadi sentrum kekuasaan politik, maka kepala desa

merupakan personifikasi dan representasi pemerintah desa. Semua perhatian di

desa ditujukan kepada kepala desa secara personal. Kepala Desa harus

mengetahui semua hajat hidup orang banyak, karena itu pula kepala desa selalu

sensitif terhadap legitimasi di mata rakyatnya. Legitimasi berarti pengakuan

rakyat terhadap kekuasaan dan kewenangan kepala desa untuk bertindak

mengatur dan mengarahkan masyarakat desa, Kepala Desa yang terpilih secara

demokratis belum tentu memperoleh legitimasi terus-menerus ketika menjadi

pemimpin di desanya. Legitimasi mempunyai asal-usul dan sumbernya. Legitimasi

kepala desa bersumber pada ucapan yang disampaikan, nilai-nilai yang diakui,

serta tindakan yang diperbuat. Umumnya kepala desa yakin bahwa pengakuan

rakyat sangat diibutuhkan untuk membagun eksistensi dan menopang kelancaran

kebijakan dfan tugas-tugas yang diemban, meski setiap kepala desa mempunyai

ukuran dan gaya yang berbeda-beda dalam mengemban legitimasi, tetapi kepala

desa umumnya membangun legitimasi dengan cara-cara yang sangat personal

ketimbang institusional. Kepala Desa dengan mudah diterima secara baik oleh

warga bila ringan tangan membantu dan menghadiri acara-acara privat

masyarakat desa, sembodo dan murah hati, ramah terhadap masyarakat.

Kepala Desa selalu tampil dominan dalam urusan publik dan politik, tetapi

dia tidak mengembangkan sebuat tata pemerintahan yang bersendikan

transparansi, akuntabilitas, daya tanggap, kepercayaan dan kebersamaan, yang

terjadi adalah sebaliknya: penundukan secara hegemonik terhadap warga, karena

kepala desa merasa dipercaya dan ditokohkan oleh warga, Kepala Desa punya

citra diri benevolent (sebagai wali) yang sudah dipercaya dan diserahi mandat

oleh rakyatnya, sehingga Kepala Desa tidak perlu bertele-tele bekerja dengan

semangat partisipatif dan transparansi, atau harus mempertanggungjawabkan

tindakan dan kebijakannya dihadapan publik. Sebaliknya, warga desa tidak terlalu

peduli dengan kinerja kepala desa sebagai pemegang kekuasaan desa, sejauh

kepala desa tidak mengganggu usaha ekonomi dan nyawa warganya secara

10

Page 21: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

20

langsung, yang sudah lama hidup dalam pragmatisme dan konservatisme, sudah

cukup puas dengan penampilan kepala desa yang lihai pidato dalam berbagai

acara seremonial, yang populis dan ramah menyapa warganya, yang rela

beranjangsana, yang rela berkorban mengeluarkan uang dari kantongnya sendiri

untuk kepentingan umum, yang menjanjikan pembangunan prasarana fisik, dan

seterusnya.

Akuntabilitas publik sebenarnya merupakan isu yang sangat penting bagi

berkembangnya kehidupan demokrasi di desa, tetapi secara empirik akuntabilitas

tidak terlalu penting bagi seorang kepala desa. Ketika kepala desa memainkan

fungsi sosialnya dengan baik, maka Kepala Desa cenderung mengabaikan

akuntabilitas dihadapan masyarakat, dia tidak perlu mempertanggungjawabkan

program, kegiatan dan keuangannya, sehingga sering menjadi masalah yang

serius. Proses intervensi negara dan integrasi Desa ke Negara menjadikan kepala

desa lebih peka terhadap akuntabilitas administratif terhadap pemerintah supra

desa ketimbang akuntabilitas politik pada basis konstituennya.

Lemahnya transparansi adalah problem lain yang melengkapi lemahnya

akuntabilitas pemerintah desa, yang bisa dilihat dari sisi kebijakan, keuangan dan

pelayanan administratif. Kebijakan desa umumnya dirumuskan dalam “kotak

hitam” oleh elite desa, serta kurang ditopang oleh proses prumusan kebijakan

yang bercirikan terdapat muatan proses pembelajaran dan partisipatif yang

memadai. Masyarakat desa yang menjadi objek resiko kebijakan biasanya kurang

mengetahui informasi kebijakan dari proses awal. Pemerintah Desa sudah

mengaku berbuat secara transparan ketika melakukan sosialisasi kebijakan

kepada warga desa. Tetapi sosialisasi adalah sebuah proses transparansi yang

lemah, karena proses komunikasinya berlangsung satu arah dari pemerintah Desa

untuk memberi tahu (informasi) dan bahkan hanya untuk meminta persetujuan

dari warga desanya, warga desa tidak punya ruang yang cukup memadai untuk

memberikan umpan balik dalam proses perumusan kebijakan desa.

11

Page 22: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

21

Pengelolaan keuangan juga sering bermasalah, masyarakat desa umumnya

tidak memperolah informasi secara transparan bagaimana keuangan dikelola,

seberapa besar keuangan desa yang diperolah dan dibelanjakan, atau bagaimana

hasil lelang desa, bagaimana kas desa dikelola, masyarakat juga tidak

memperolah informasi secara transparan tentang prosedur dan biaya yang harus

dikeluarkan untuk memperoleh pelayanan di kantor desa.

Lemahnya partisipasi (termasuk akses dan kontrol) masyarakat merupakan

sisi lain dari lemahnya praktik demokrasi di desa. Sampai saat ini “elite” desa

tidak mempunyai pemahaman yang memadai tentang partisipasi, bagi kepala

desa partisipasi adalah sekedar bentuk dukungan masyarakat desa terhadap

kebijakan pembangunan pemerintah desa. Pemerintah desa memobilisasi

gotong-royong dan swadaya masyarakat yang mana kedua aspek tersebut sering

dimasukkan dalam aspek sumber penerimaan APBDes untuk mendukung

pembangunan desa.

Di sisi lain, pemerintahan desa mempunyai organisasi dan birokrasi yang

sederhana. Para birokrat desa (sekretaris desa dan kepala urusan) disebut sebagai

perangkat desa yang bertugas membantu kepala desa dalam menjalankan urusan

pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, termasuk pelayanan

administratif. Di Jawa, perangkat desa sering disebut sebagai “pamong desa”,

yang karena posisinya sebagai pemuka masyarakat, dan memperolah mandat

untuk mengayomi dan membimbing masyarakat desa. Mereka mempunyai

atribut sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang menjadi kebanggaannya.

Sebagai abdi negara, perangkat desa menyandang atribut dan simbol-simbol yang

diberikan oleh negara, sekaligus menjalankan tugas-tugas negara, seperti menarik

pajak, mengurus administrasi, dan surat-surat resmi, pendataan penduduk dan

lain sebagainya. Sebagai abdi masyarakat, perangkat desa bertugas melayani

masyarakat selama 24 jam, mulai pelayanan administratif hingga pelayanan sosial

(mengurus kematian, hajatan, orang sakit, pasangan suami-istri yang mau

bercerai, konflik antar warga, dan sebagainya).

12

Page 23: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

22

Sistem birokrasi desa sangat berbeda dengan sistem birokrasi negara,

meskipun Desa juga sebagai unit pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas

negara, baik pelayanan publik maupun pembangunan. Birokrasi negara, baik

pelayanan publik maupun pembangunan, birokrasi desa juga dikelola teknokratis

dan moderen dari sisi rekrutmen, pembinaan, penggajian, organisasi, tatakerja,

tugas pokok dan fungsi, dan lain-lain. Birokrat negara, baik pejabat administratif

maupun pejabat fungsional berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil yang dikelola

dengan kepastian mulai dari pengangkatan, pembinaan, pembagian tugas,

promosi, penggajian hingga pensiun.

Birokrasi desa didesain dan dikelola dengan sistem campuran antara

pendekatan tradisional dengan pendekatan teknokratis (moderen), tetapi

pendekatan teknokratis tidak bisa berjalan secara maksimal antara lain karena

gangguan pendekatan tradisional, status perangkat desa bukanlah Pegawai

Negeri Sipil, tetapi sebagai aparat yang direkrut secara lokal-tradisional (dari

penduduk desa setempat) dengan cara teknokratis (memperhatikan syarat-syarat

dan proses moderen). Pengisian perangkat bukanlah dari nol sebagai staf

layaknya Pegawai Negeri Sipil, melainkan langsung mengisi pos jabatan-jabatan

dalam birokrasi desa yang posisinya lowong. Semula mereka ditetapkan bekerja

seumur hidup, tetapi belakangan banyak kabupaten/kota yang menetapkan masa

kerja perangkat desa. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil dimulai dari prajabatan,

pendidikan dan pelatihan penjenjangan maupun promosi jabatan, tetapi

perangkat desa tidak diperlakukan hal yang sama. Ketika seseorang menduduki

jabatan kepala urusan maka yang bersangkutan selamanya akan duduk disitu

sampai pensiun, dia tidak akan mengalami promosi menjadi kepala desa, kecuali

yang bersangkutan melepas jabatan kepala urusan dan “bertarung” melamar

menjadi Kepala Desa yang kosong.

Para perangkat desa juga tidak memperoleh pendidikan dan pelatihan yang

sistematis dan berkelanjutan sebagaimana diberikan oleh Negara kepada Pegawai

Negeri Sipil, para perangkat desa hanya memperoleh pembekalan pada awal

13

Page 24: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

23

memangku jabatan mengenai tugas pokok dan fungsi dan tugas-tugas

administrasi, tetapi setelah itu tidak memperolah diklat tehnis dan juga tidak ada

monitoring dan evaluasi (monev), terkadang sebagian perangkat desa baru

memperoleh diklat tehnis (misalnya administrasi, perencanaan, keuangan,

pendataan dan lain-lain) jika ada proyek diklat dari pemerintah yang datangnya

tidak menentu.

Disebabkan miskinnya pembinaan, maka kapasitas (pengetahuan, wawasan

dan keterampilan) perangkat desa sangat minim, sebagian besar perangkat desa

tidak memahami berbagai peraturan dan tugas yang menyangkut diri mereka

sendiri, kecuali sebagian kecil perangkat yang mau mencari tahu atau mereka

yang kritis. Pada umumnya mereka bekerja apa adanya (take for granted) sesuai

dengan kebiasaan perangkat sebelumnya. Di masa orde baru, semua formulir

administrasi perkantoran (monografi, buku tamu, buku keuangan, buku proyek,

buku tanah desa, dan sebagainya) bisa terisi dan diperbaharui secara terus-

menerus karena ada proses monitoring dan evaluasi. Tetapi di era reformasi,

buku-buku administrasi desa itu terbengkalai, kecuali desa-desa yang mempunyai

predikat “desa maju”, di banyak desa data monografi desa beberapa tahun lalu

masih terpampang dengan tulisan spidol permanent. “Ada organisasi tetapi tidak

berorganisasi” adalah sebuah metafora yang menggambarkan bahwa organisasi

birokrasi desa tidak berjalan dengan baik, apalagi desa-desa terpencil,

terbelakang, desa-desa di daerah perbatasan, sebagian besar desa-desa di

Indonesia sampai sekarang belum memiliki Kantor Desa sebagai pusat

penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan administrasi.

Banyak desa di luar Jawa yang tidak memiliki Kantor Desa sendiri, sehingga

menggunakan rumah kepala desa menjadi kantor desa, selain tidak memiliki jam

kerja yang jelas, banyak hari di “kantor desa” tersebut terlihat begitu sepi, jarang

didatangi perangkat desa. Kepala Desa sendiri, si pemilik “kantor desa” jarang

berada di “kantor desa” pada jam kerja, karena “kantor” yang sesungguhnya

berada di kantong saku yang dibawa kemanapun penguasanya pergi, Kepala Desa

14

Page 25: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

24

tidak mengurusi jabatan dan fungsinya, tetapi lebih banyak menghabiskan waktu

jam kerjanya untuk mencari nafkah (kesawah, keladang, atau berbisnis). Kalau

warga hendak berurusan administrasi dengan perangkat desa, maka mereka akan

pergi ke rumah masing-masing atau ketempat dimana perangkat desa mangkal

sehari-hari. Dengan memperhatikan kondisi seperti inilah Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 menetapkan pengisian Sekretaris Desa dengan tujuan agar

pelayanan administrasi di semua desa dapat terlaksana dengan baik, terutama

dalam administrasi pertanggungjawaban keuangan desa yang berasal dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah.

Kinerja organisasi dan perangkat desa yang sangat terbatas juga berkaitan

dengan keterbatasan kesejahteraan mereka dan tidak jelasnya sistem penggajian

(remunerasi) yang didesain pemerintah. Meski diatas kertas sistem birokrasi desa

dibuat moderen, tetapi penggajian perangkat desa masih menggunakan pola

yang sangat tradisional, belum ada kebijakan yang memadai yang mengatur

penggajian terhadap kepala desa dan perangkat desa. Di sebagian besar Desa-

desa di Jawa perangkat memperoleh penghasilan dari tanah bengkok, sebagai

bentuk remunerasi secara tradisional yang diwariskan secara turun temurun,

besaran tanah bengkok yang dikelola perangkat itu sangat bervariasi dari satu

desa ke desa yang lain, dan bahkakn terdapat desa yang tidak mempunyai tanah

bengkok, pada hal para perangkat desa jelas mempunyai status yang terhormat

bagi masyarakat, tetapi pada umumnya tingkat kesejahteraan perangkat desa

memprihatinkan, oleh karena itulah perangkat desa selalu menuntut dan

berharap agar pemerintah betul-betul memperhatikan kesejahteraan mereka.

Pemerintah sebenarnya telah menegaskan tentang penghasilan Perangkat

Desa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005, Pasal 27 dari PP

72/2005 tersebut berbunyi : (1) Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan

penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan

kemampuan keuangan desa; (2) Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya

15

Page 26: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

25

yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) ditetapkan setiap tahun dalam APBDesa; (3) Penghasilan tetap sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sama dengan Upah Minimum Regional

Kabupaten/Kota.

Tanpa diatur sekalipun pemerintah desa bisa berkreasi sendiri melakukan

penggajian terhadap perangkat desa yang diambilkan dari APBDesa, tetapi yang

diharapkan oleh para perangkat desa adalah tanggung jawab dan kebijakan

pemerintah yang jelas dan konkret dalam memberikan penghasilan, bukan

sekedar mengatur penghasilan dalam APBDesa. Lokalisasi penghasilan melalui

APBDesa ini akan menghadapi kendala, terutama bagi Desa-desa yang APBDesa-

nya minim, mungkinkah mereka akan dapat memberikan penghasilan kepada

Kepala Desa beserta Perangkat Desa senilai penghasilan upah minimum regional

kalau untuk membiayai pembangunan dan kemasyarakatan masih kurang.

Dapat dikatakan bahwa belum ada perhatian yang cukup setimpal terhadap

Kepala Desa beserta Perangkat Desa, penghargaan terhadap Kepala Desa beserta

perangkatnya selama ini masih diserahkan sebagian besar kepada Desa yang

bersangkutan, disamping itu dengan APBD Kabupaten sebenarnya juga sudah

turut membantu, namun sejauh mana bantuan itu sudah mencukupi atau belum,

itu masih sangat tergantung dari “kemauan baik” Kabupaten, sedangkan

pembagian penghasilan dari dana perimbangan, bantuan, retribusi desa, dan lain-

lain untuk mendukung keuangan desa tidak ada kepastian dan sangat tergantung

dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten. Pemerintah Kabupaten biasanya

memberikan penghargaan kepada Kepala Desa beserta perangkatnya tiap tiga

bulan yang masing-masing besarnya berbeda antara satu Kabupaten dengan

Kabupaten yang lainnya.

B. PROBLEMATIKA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI INDONESIA

“Kekuatan rantai besi ditentukan oleh mata rantai yang paling lemah”, jika

kita mengibaratkan sistem pemerintahan nasional sebagai suatu rangkaian mata

16

Page 27: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

26

rantai sistem pemerintahan mulai dari Pemerintahan Pusat, Pemerintahan

Daerah Propinsi, Pemerintahan Kabupaten/Kota dan sampai pada level

pemerintahan terendah yakni Pemerintahan Desa, maka Pemerintahan Desa atau

“Desa” merupakan pemerintahan terendah. Hampir segala aspek menunjukkan

betapa lemahnya eksistensi dan kedudukan “Desa” dalam konstelasi

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, padahal Desa-lah yang

menjadi pertautan terakhir dengan masyarakat yang akan membawanya ke

tujuan akhir yang telah digariskan sebagai cita-cita Nasional.

Data-data hasil sensus penduduk yang pernah dilakukan, selalu

menunjukkan lebih kurang 80% penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan,

dimana daerah pedesaan ini selalu dicirikan oleh antara lain oleh rendahnya

tingkat produktivitas tenaga kerja, masih tingginya tingkat kemiskinan dan

rendahnya mutu atau kualitas lingkungan pemukiman pedesaan, rendahnya

produktivitas tenaga kerja di pedesaan dapat dilihat dari besarnya tenaga kerja

yang ditampung oleh sektor pertanian yakni 46,26 dari jumlah penduduk yang

bekerja, padahal sumbangan sektor pertanian dalam perekonomian nasional

setiap tahun menunjukkan angka-angka penurunan, tahun 2003 mencapai 15,9%.

Tingginya tingkat kemiskinan di daerah pedesaan secara ilmiah dapat ditinjau dari

berbagai indikator, baik indikator jumlah dan persentase penduduk miskin (head

count), maupun tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Pada tahun 2003,

jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 37,3 Juta jiwa (17,4 % dari jumlah

penduduk Indonesia) dimana persentase penduduk miskin di pedesaan mencapai

20,2 % dari jumlah penduduk Indonesia. Dan jika dibandingkan dengan penduduk

miskin di kawasan perkotaan hanya mencapai 13 % dari jumlah penduduk

Indonesia. Dan dengan asumsi angka-angka tersebut dan dikaitkan dengan

penduduk dan angkatan kerja di pedesaan akan terus bertambah dan

pertumbuhan luas lahan pertanian relatif tidak ada peningkatan yang signifikan,

maka penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian menjadi tidak produktif.

17

Page 28: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

27

Data-data tersebut di atas, memberikan gambaran secara faktual tentang

kondisi yang terjadi dalam masyarakat pedesaan secara keseluruhan. Sangat

ironis memang, sebab berbicara mengenai desa, berarti berbicara tentang kondisi

sebagian besar penduduk Indonesia, mengingat desa berada di seluruh kawasan

Republik Indonesia. Semenjak zaman penjajahan Belanda sampai zaman

Reformasi, sistem pemerintahan desa tidak pernah mengalami perubahan, yakni

“memerintah secara tidak langsung (indirect rule)” terhadap masyarakat desa.

Sistem ini menempatkan masyarakat desa dan pemerintahan desa pada posisi

marginal. Disamping itu secara sosiologis desa hanya dipandang sebagai ajang

yang penuh dengan nilai-nilai tradisional yang menggambarkan keterbelakangan,

yang ditopang oleh berbagai keterbatasan yang disandang oleh masyarakat desa,

antara lain tingkat pendidikan yang relatif rendah, pendapatan per-kapita masih

kecil, maupun fasilitas sosial yang sangat terbatas.

Keterbatasan tersebut ditengarai cenderung terus dipertahankan dari

zaman ke zaman, dengan asumsi untuk memperoleh keuntungan dari kondisi

semacam itu, yakni untuk menciptakan posisi tawar yang lemah dari desa

manakala dihadapkan kepada kekuasaan lain dari supradesa. Lebih jauh lagi

secara administrasi pemerintahan, desa hanya dijadikan sebagai obyek

kekuasaan, misalnya pada saat pemilihan umum desa hanya dijadikan tempat

pengumpulan suara dan setelah Pemilu selesai dilaksanakan, desa dan

masyarakat desa dengan segera dilupakan. Sementara itu, secara ekonomi desa

hanya dijadikan sebagai pemasok bahan baku dan pemasok tenaga kerja murah.

Schumacher (1979) dalam bukunya “Small is Beautiful” atau Kecil itu Indah,

bahwa persoalan pokok yang dihadapi oleh negara-negara miskin terletak pada

2.000.000 (dua juta) desa yang miskin dan terbelakang. Schumacher berpendapat

bahwa selama beban hidup di pedesaan tidak dapat diringankan, masalah

kemiskinan di dunia ini tidak akan dapat diselesaikan, dan mau tidak mau pasti

akan lebih memburuk, bahwa dari berbagai penyebab kemiskinan tersebut,

faktor material seperti terbatasnya kekayaan alam, atau tidak adanya modal,

18

Page 29: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

28

tidak cukupnya sarana-prasarana hanya merupakan penyebab kedua, adapun

penyebab utamanya adalah kekurangan bidang pendidikan, organisasi dan

disiplin.

Dikaitkan dengan kondisi di Indonesia, khususnya daerah pedesaan, sejak

zaman kerajaan telah terdapat persekutuan hukum masyarakat lokal dengan

nama desa atau nama lain di luar Jawa yang telah memiliki struktur perantara.

Struktur perantara yang dinamakan Pemerintah Desa dengan kepala desa sebagai

pemimpinnya memainkan peran yang sangat penting, yakni berperan sebagai

penghubung antara masyarakat desa sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum

dengan lingkungan luar desa. Dari berbagai referensi yang telah ada, pada zaman

penjajahan Belanda organisasi pemerintahan desa yang telah disusun oleh

masyarakat desa diperalat oleh kolonial Belanda untuk memeras rakyat desa

melalui pola tanam paksa (Djulian, Undip, 1989), ataupun untuk memenuhi

kewajiban menyumbang tenaga kerja tanpa bayaran (Breman, 1986). Keadaan ini

lebih diperparah lagi dengan masuknya bala tentara Jepang di tanah air, yang kita

kenal dengan kerja paksa (romusha).

Meskipun menghadapi beban yang berat pada zaman penjajahan sebagai

mana diungkap di atas, masyarakat desa tidak memberi respon balik yang cukup

berarti, kecuali di beberapa daerah yang dilakukan secara sporadik (Dahm dalam

Sartono Kartodiredjo, 1984). Masyarakat desa pada era ini sangat percaya bahwa

apa yang telah diputuskan oleh Pemerintah Desa melalui personifikasi Kepala

Desa adalah keputusan terbaik untuk kepentingan masyarakat desa. Dengan

politik penguasaan secara tidak langsung “indirect-rule”, pemerintah kolonial baik

Belanda maupun Jepang dapat secara leluasa menguasai dan memerintah

masyarakat desa tanpa harus mengeluarkan biaya yang tinggi.

Memasuki era kemerdekaan dan bahkan sampai saat ini, peranan

Pemerintah Desa sebagai struktur perantara, yakni hanya sebagai penghubung

antara masyarakat desa dengan pihak luar desa baik masyarakat dan pemerintah

lain desa maupun dengan Pemerintah Daerah, baik Kecamatan maupun

19

Page 30: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

29

Kabupaten masih berlaku. Bahkan struktur perantara tersebut ditambah dengan

beberapa atribut lain misalnya Kepala Desa sebagai agen pembaharuan, berbagai

bentuk perubahan sosial baik yang direncanakan sesuai dengan kebijakan yang

telah ditetapkan baik secara nasional maupun kebijakan lokal yang ditujukan

untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat desa disosialisasikan dan

dijalankan oleh Pemerintahan Desa. Untuk dapat berperan secara optimal,

Pemerintahan Desa perlu terus berubah dan berkembang sesuai dengan arah

kebijakan nasional dan daerah dan termasuk juga menghadapi perubahan

sebagai dinamika masyarakat desa, tanpa adanya Pemerintahan Desa yang kuat

Desa dan masyarakat desanya akan tetap menjadi obyek dari pihak luar desa

yang relatif lebih kuat posisi tawarnya.

Kehendak untuk memperkuat posisi desa, setidaknya sudah menjadi

agenda nasional, yakni sesuai dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat melalui ketetapannya Nomor IV/MPR/2000, tentang Rekomendasi

Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, khususnya rekomendasi

nomor 7, yang berbunyi : “Sejalan dengan semangat desentralisasi, demokrasi,

dan kesetaraan hubungan pusat dan daerah diperlukan upaya perintisan awal

untuk melakukan revisi yang bersifat mendasar terhadap Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25

Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan

Daerah. Revisi dimaksud dilakukan sebagai upaya penyesuaian terhadap Pasal 18

Undang Undang Dasar 1945, termasuk pemberian otonomi bertingkat terhadap

Propinsi, Kabupaten/Kota serta Desa/Nagari/Marga, dan sebagainya”.

Langkah kongkret upaya pengembangan desa pada dasarnya termuat

dalam berbagai kebijakan yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah, tanpa

terkecuali Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

salah satu tujuan dari muatan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tersebut

adalah untuk memodernisasikan pemerintahan desa agar mampu menjalankan

perannya sebagai struktur perantara, sebagai pelayan masyarakat desa, dan

20

Page 31: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

30

sebagai agen perubahan masyarakat desa. Keberhasilan pembanganan yang

telah dilaksanakan selama ini mau tidak mau harus diakui telah merubah wajah

desa baik aspek positif maupun negatifnya yang tidak terlepas dari peran

Pemerintahan Desa.

Kendatipun demikian, nampaknya masih banyak masalah yang belum dapat

diatasi, seperti kemiskinan, pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan,

dan keterbelakangan pendidikan. Kenyataan ini pulalah kiranya yang dapat

dijadikan bukti, meskipun desa memiliki dua sumber daya yang sangat penting

yaitu sumber daya manusia dan sumber daya alam, tetapi “kesatuan masyarakat

hukum” tersebut dirasakan tidak mampu mengubah potensi-potensi yang

dimilikinya menjadi kekuatan nyata untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Desa

tidak lagi mampu berperan menjadi tempat hidup dan penghidupan yang layak

bagi masyarakatnya, yang diindikasikan dengan semakin banyak warga desa yang

bermigrasi ke kota- kota besar (urbanisasi) untuk mencari penghidupan yang

lebih baik.

Kepercayaan yang diberikan masyarakat terhadap Pemerintahan Desa,

untuk berperan lebih banyak guna mengembangkan masyarakatnya dihadapkan

kepada berbagai masalah antara lain kedudukan dan bentuk organisasinya yang

mendua (ambivalen) yaitu antara bentuk organisasi pemerintah (negara) dengan

organisasi (lembaga) kemasyarakatan, keterbatasan sumber pendapatan yang

memadai, keterbatasan kewenangan dalam pengambilan keputusan yang

menyangkut isi rumah tangganya, keterbatasan kualitas dan jumlah personil,

merupakan kendala yang menghambat kinerja Pemerintahan Desa. Akibatnya,

pertumbuhan dan perubahan sosial di desa berjalan relatif lambat dan untuk

mempercepat terjadinya perubahan tersebut maka tidak jarang masyarakat desa

hanya menunggu uluran tangan dari pihak luar, baik dalam bentuk bantuan

finansial maupun fisik. Jika kondisi seperti ini terus berkelanjutan niscaya akan

memposisikan desa menjadi bagian yang selalu terpinggirkan.

21

Page 32: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

31

Agenda-agenda penting yang masih menjadi aspek dalam rangka

peningkatan kapasitas aparatur desa berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh

Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah tahun 2008 antara lain :

1. Aspek Perencanaan dan Penganggaran Daerah

Perencanaan di arahkan pada upaya menentukan kegiatan yang akan

datang. Rencana yang disusun dengan baik akan memberikan kontribusi

besar dalam penyelesaian masalah dan tuntutan, selain tentunya

mempermudah implementasi. Berdasarkan UU No.25 Tahun 2004 tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan

nasional terdiri atas Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP),

Menengah (RPJM), dan Tahunan (RKP).

Sedangkan dokumen perencanaan di tingkat daerah meliputi RPJP

Daerah, RPJM Daerah dan RKP Daerah, dimana RKP Daerah ini menjadi dasar

penyusunan APBD. Adapun di lingkungan pemerintah desa, dokumen

perencanaan desa terdiri atas RPJM Desa dan RKP Desa (PP No. 72/2005).

Dalam konteks perencanaan, dikenal konsep perencanaan partisipatif,

yakni suatu proses penyusunan dokumen perencanaan yang

mengikutsertakan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders).

Perencanaan partisipatif diperlukan agar pengelolaan pembangunan desa

dapat berjalan secara efektif, efisien, optimal, berkelanjutan dan kesetaraan.

Efektif: pembangunan bisa dilakukan secara tepat sasaran dan tepat

program karena didukung identifikasi masalah dan prioritas agenda

pembangunan yang sesuai dengan karakteristik kebutuhan dan masalah

yang dihadapi.

Efisien: pengelolaan pembangunan bisa berlangsung secara efisien dan

dapat dihindari pemborosan dana, karena mampu mengoptimalkan

pemanfaatan sumber daya lokal.

22

Page 33: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

32

Optimal: pembangunan berhasil optimal karena didukung oleh kemitraan

dari berbagai pihak melalui kerjasama secara tarpadu maupun

peningkatan keterbukaan dan pebertanggungjawaban.

Kesetaraan: pengembangan partisipasi dapat menumbuhkan sikap untuk

bekerja bersama dan berperan setara antar para pemeran pembangunan,

terutama antara pemerintah, masyarakat dan kalangan swasta.

Berkelanjutan: partisipasi menumbuhkan rasa memiliki sehingga

menumbuhkan peranserta masyarakat untuk memelihara, melestarikan

dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.

Upaya mewujudkan perencanaan partisipatif sebenarnya telah tersedia

dan sudah dilaksanakan dari tahun ke tahun yaitu melalui forum Musyawarah

Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Namun demikian, harus

diakui bahwa kapasitas aparatur desa dalam penyusunan dokumen

perencanaan desa (RJPM Desa dan RKP Desa) dapat dikatakan sangat tidak

memadai. Hal ini memerlukan perhatian dan penanganan serius dari

Pemerintah, pemerintah daerah dan pemerintah desa itu sendiri.

Peningkatan kapasitas aparatur desa dalam aspek perencanaan

hendaknya hendaknya diikuti dengan kemampuan menyusun anggaran desa.

Hal ini disebabkan perencanaan dan penganggaran merupakan satu kesatuan

integral yang tidak dapat dipisahkan. Dalam konteks ini kemampuan

penyusunan anggaran lebih ditekankan pada penyusunan anggaran

pendapatan dan belanja desa (APB Desa). Dengan demikian, perencaanan

dan penganggaran daerah merupakan aspek penting manajemen

pemerintahan desa, dan karenanya kemampuan/kapasitas aparatur desa

pun merupakan persoalan yang harus dikelola dengan sebaik-baiknya.

2. Aspek Pengelolaan Keuangan Desa

Kapasitas aparatur desa dalam aspek manajemen keuangan dan

kekayaan desa pada penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan

23

Page 34: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

33

kebutuhan yang urgen karena setiap penyelenggaraan pemerintahan desa

memerlukan kemampuan keuangan yang memadai. Tanpa adanya keuangan

yang memadai maka dapat dipastikan pelaksanaan pemerintahan di tingkat

desa akan mengalami kesulitan. Terkait dengan hal tersebut, terdapat dua sisi

yang melekat pada kebutuhan keuangan tersebut, yakni dalam hal

pendapatan dan pengeluaran.

Dari sisi pedapatan, UU Nomor 32 Tahun 2004 menggariskan bahwa

keuangan desa ditopang dengan dua sumber utama, yakni pendapatan asli

desa (pungutan, hasil kekayaan desa, gotong royong dan swadaya

masyarakat) serta bantuan dari pemerintah. Sebagaimana layaknya setiap

organisasi publik, pemerintahan desa juga dihadapkan pada kenyataan

anggaran desa sangat terbatas. Keterbatasan keuangan desa tersebut

menjadi sebuah masalah serius manakala aparatur desa tidak mampu

menggali sumber-sumber pendapatan yang dapat memperkuat kemampuan

anggaran desa. Oleh karena itu kemampuan mengelola kekayaan desa

menjadi paralel dengan manajemen keuangan desa, sebab menjadi

tantangan bagi desa untuk dapat mengelola kekayaan di dalam wilayahnya .

Kemampuan mengelola kekayaan desa berfungsi untuk mendukung

kekampuan desa dalam menggali sumber pendapatan desa.

Dari sisi pengeluaran, kemampuan mengelola keuangan desa sangat

penting untuk mewujudkan tujuan pembangunan melalui berbagai program

dan kegiatan yang dibiayai dengan sumber-sumber pendapatan desa yang

telah dimiliki. Program pemerintahan desa pada dasarnya tercermin dalam

anggaran pengeluaran desa sehingga APBDes mempunyai arti dan

menunjukkan arah dan hasil pembangunan yang akan dicapai dalam satu

tahun anggaran. Agar kegiatan tahunan tersebut dapat dilaksanakan tepat

pada waktunya sesuai dengan tahap-tahap yang telah ditentukan harus

didukung oleh perencanaan pembiayaan yang mantap yang disusun dalam

APBDes setiap tahun. Untuk itu, diperlukan kemampuan aparatur desa untuk

24

Page 35: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

34

dapat mengelola keuangan yang ada sehingga dapat teralokasikan untuk

memenuhi kebutuhan program dan kegiatan sesuai dengan tujuan

pembangunan desa. Kenyataan bahwa kemampuan pendapatan desa saat ini

belum dapat dikatakan memadai, menambah pentingnya kemampuan

aparatur desa untuk bisa menentukan dengan baik prioritas penggunaan

anggaran desa untuk berbagai program dan kegiatan.

Alasan lain yang menjadi latar belakang perlunya kemampuan dalam

manajemen keuangan dan kekayaan desa adalah menyangkut isu

akuntabilitas publik. Pemerintahan desa sebagai bagian terkecil dari

pemerintahan Negara, tidak terkecualikan dari isu akuntabilitas publik.

Undang-Undang No. 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara menyebutkan

bahwa pendapatan desa merupakan bagian dari keuangan negara sehingga

desa sebagai insitusi resmi dalam penyelenggaraan negara juga terikat pada

asas-asas yang digunakan dalam pengelolaan keuangan negara tersebut.

Penyerahan urusan pemerintahan desa disertai dengan pembiayaan yang

bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten.

Oleh karenanya pemerintahan desa mempunyai kewajiban untuk

mempertanggungjawabkan program, kegiatan dan keuangannya, tidak saja

kepada masyarakat namun juga secara administratif kepada pemerintahan

supra desa dalam rangka pengelolaan keuangan Desa yang akuntabel dan

transparan. Hal ini termasuk juga pertanggung jawaban atas pengelolaan

asset desa, sebagai salah satu bentuk kekayaan desa yang dapat dinyatakan

dengan uang yang semestinya dikelola dengan baik oleh aparatur desa yang

bersangkutan. Terkait dengan hal ini, aparatur desa perlu memahami proses

penyelenggaraan keuangan Negara, khususnya yang berkaitan dengan

keuangan desa sehingga dapat menerapkan tertib administrasi dalam

pengelolaan keuangan. Dengan berjalannya tertib administrasi dalam

pengelolaan keuangan desa tersebut diharapkan akan menjadikan

pengelolaan keuangan desa lebih akuntabel dan transparan.

25

Page 36: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

35

Perubahan berbagai kebijakan yang terkait dengan aspek keuangan

desa juga menghendaki kemampuan aparatur desa untuk mengelola

keuangan dan kekayaan desa sejalan dengan tuntutan kebijakan yang

berlaku. Salah satunya adalah perubahan kebijakan yang mengamanatkan

pelaksanaan Alokasi Dana Desa oleh pemerintah kabupaten kepada

pemerintah desa. ADD yang semula merupakan inovasi yang dilakukan oleh

beberapa kabuaten semenjak tahun 2001, dalam PP No. 72/2005 telah

dipertegas menjadi salah satu sumber keuangan desa. Sejalan dengan

amanat peraturan tersebut, pemerintah desa perlu menguasai pengeolaan

ADD sejalan dengan kebijakan pelaksana yang telah ditetapkan oleh

Pemerintah Kabupaten. Perubahan kebijakan lain yang penting untuk

dikuasai adalah menyangkut administrasi keuangan desa sebagaimana

dituangkan dalam PP No. 72/2005 tentang Desa, maupun berbagai peraturan

pelaksanaya seperti Peraturan Menteri Dalam Negri No.37 Tahun 2007

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.

Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam laporan ini aspek

manajemen keuangan dan kekayaan desa menjadi salah satu aspek yang

penting dalam peningkatan kapasitas aparatur desa. Diharapkan bahwa

penguatan pada aspek kemampuan aparatur desa dalam manajemen

keuangan dan kekayaan desa ini dapat meningkatkan akuntabilitas dan

transparansi pemerintah desa dalam hal keuangan dan kekayaan desa. Hal

yang lebih utama dari peningkatan kapasitas ini adalah untuk mewujudkan

kemampuan manajemen keuangan dan kekayaan yang lebih baik guna

membiayai program dan kegiatan pembangunan desa sehingga akan dapat

meningkatkan kemampuan pencapaian tujuan pembangunan desa yang lebih

terarah.

3. Aspek Kepemimpinan Kepala Desa

Disamping ketiga aspek diatas, penyelenggaraan pemerintahan desa

juga sangat ditentukan oleh aspek kepemimpinan desa. Sebagai satuan

26

Page 37: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

36

organisasi pemerintahan di level daerah, pada dasarnya desa identik dengan

organisasi pemerintahan kecamatan, kabupaten/kota maupun provinsi.

Hanya ruang lingkup kerjanya yang berbeda, sementara tujuannya sama

yakni memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dari perspektif organisasi

ini, unsur kepemimpinan ini menjadi mutlak adanya karena merupakan inti

dari manajemen. Pemimpin yang berkualitas diyakini akan mendukung

pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan juga dimaknai sebagai

kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk menjalankan

visi-misi dan program organisasi, demikian halnya untuk kepemimpinan di

tingkat desa.

Dalam konteks pemenuhan kepemimpinan desa yang ideal, terdapat

dua pertanyaan pokok yang perlu mendapat perhatian, pertama sejauhmana

mekanisme yang diatur oleh perundang-undangam dan praktek empiris

pemilihan kepala desa menjamin munculnya pemimpin yang berkualitas.

Kedua, sejauhmana kompetensi yang dimiliki oleh kepala desa yang terpilih

diyakini memenuhi prasayat yang diperlukan dalam implementasi

penyelenggaraan pemerintahan desa.

Pertanyaan pertama khususnya terkait dengan aturan perundang-

undangan pemilihan kepala desa tentu tidak lagi diperdebatkan mengingat

hampir dapat dipastikan bahwa pemilihan kepala desa beberapa tahun

terakhir sudah dilaksanakan dengan mengacu pada prosedur yang ada.

Persoalannya kemudian lebih pada tujuan substantif sebagai hasil dari

mekanisme prosedural yang ditempuh berupa terpilihnya sosok pemimpin

yang berkualitas dan diyakini mampu mengembang tugas dengan baik.

Karena seperti yang kita pahami bahwa tidak sedikit kepala desa yang terpilih

sebenarnya belum memenuhi kompetensi yang disyaratkan. Keterpilihan

mereka lebih banyak ditentukan oleh unsur pendukung tradisional dibanding

pertimbangan yang bersifat professional. Misalnya karena unsur kekerabatan

(kedetakan keluarga), trah atau lainnya.

27

Page 38: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

37

Pada kenyataannya, fenomena seperti ini berimplikasi pada aspek

kompetensi seorang kepala desa. Menjadi dilema karena rendahnya kualitas

kepemimpinan kepala desa bukan semata-mata merupakan kesalahan

dirinya, tetapi ada keterlibatan dari warga masyarakat yang ikut memilih.

Dengan kata lain, terpenuhinya mekanisme prosedural dalam pemilihan

kepala desa belum tentu menjamin terpilihnya pemimpin (kepala desa) yang

berkualitas.

Oleh karenanya, menjadi penting untuk mencermati aspek kompetensi

seseorang yang dipercaya atau terpilih menjadi kepala desa. Terkait dengan

kompetensi ini, setidaknya ada lima kapasitas yang harus melekat pada diri

seorang kepala desa diantaranya; (i) Pengetahuan dan pemahaman tentang

teori kepemimpinan itu sendiri, (ii) Pengetahuan dan pemahaman tentang

pembuatan peraturan desa; (iii) pengetahuan dan pemahaman tentang

pengambilan keputusan; (iv) Pengetahuan dan pemahaman tentang

manajemen konflik; (v) Pengetahuan dan pemahaman tentang negosiasi, dan;

(vi) yang tidak kalah pentingnya adalah pemahaman dan penguasaan dalam

komunikasi.

Membekali para kepala desa dengan kompetensi di atas merupakan

langkah tepat yang harus ditempuh untuk memastikan bahwa aspek

kepemimpinan desa sebagai bagian integral dari keberhasilan

penyelenggaraan pemerintahan desa secara keseluruhan.

4. Aspek Penyusunan Kebijakan Desa

Urgensi aspek kebijakan desa dapat dilihat dari 3 (tiga) hal : Pertama,

bahwa penyusunan kebijakan di tingkat desa merupakan amanat undang-

undang dan peraturan pemerintah, khususnya PP No. 72/2005 tentang Desa.

Kedua, penyusunan kebijakan desa harus memperhatikan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, penyusunan kebijakan desa

28

Page 39: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

38

mengindikasikan kepekaan pemerintah desa terhadap hajat hidup

masyarakat desa (PKKOD-LAN, 2008).

Menurut Pasal 35 ayat (1) PP 72/2005 disebutkan bahwa ”Peraturan

Desa ditetapkan oleh Kepala Desa bersama BPD” Dari pasal ini dapat

dijelaskan bahwa meskipun penyusunan Perdes hanya disebutkan oleh kepala

desa dan BPD, namun pada praktiknya aparat desa-lah (terutama sekretaris

desa) yang menyiapkan draft perdes tersebut.

Perdes merupakan penjabaran dari peraturan perundangan yang lebih

tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Hal ini sangat menarik, karena perdes yang lahir bisa jadi merupakan

perpaduan antara kepentingan kepemerintahan desa dan kearifan lokal di

desa yang bersangkutan. Artinya, perdes di Sumatera Barat akan berbeda

dengan perdes di Bali, dan seterusnya. Disinilah perlunya kapasitas aparatur

desa yang memahami berbagai muatan lokal yang akan diatur dengan perdes.

Namun demikian, hadirnya muatan lokal dalam perdes tersebut tetap harus

didudukkan dalam koridor hukum yang jelas, yakni penyusunan perdes tidak

boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi.

Selanjutnya, penyusunan perdes mengacu kepada peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Sebagai bagian dari tata urutan

perundang-undangan, maka penyusunan perdes dimaksud harus mengacu

pada UU No. 10 Tahun 2004 tentang Tatacara Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan. Kiranya menjadi jelas bahwa para penyusun perdes

(sebagai legal drafter) sudah seharusnya memahami seluk-beluk penyusunan

peraturan perundang-undangan.

Terakhir, terkait dengan penyusunan sejumlah perdes di lingkungan

pemerintahan desa, ternyata hal itu dapat dikaitkan dengan inovasi dan

kreativitas yang dimilikinya. Asumsinya, semakin banyak perdes yang

diterbitkan, menunjukkan makin tingginya inovasi dan kreativitas desa yang

29

Page 40: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

39

bersangkutan. Tentu saja, perdes-perdes yang diterbitkan tidak bertentangan

dengan kepentingan masyarakat desa dan peraturan perundangan yang lebih

tinggi.

Untuk melaksanakan perdes, maka kepala desa menetapkan peraturan

kepala desa dan/atau keputusa kepala desa. Senada dengan perdes, maka

Perkades dan/atau SK Kades tidak boleh bertentangan dengan kepentingan

umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Ringkasnya, aspek penyusunan kebijakan desa menjadi salah satu aspek

penting dalam pembahasan kapasitas aparatur desa, khususnya

kemampuan/kapasitas untuk menyusun Perdes, Perkades dan/atau SK Kades

(legal drafting).

5. Aspek Manajemen Pelayanan Desa

Memberikan pelayanan yang baik guna meningkatkan keberdayaan dan

kesejahteraan bagi warga masyarakatnya merupakan tujuan utama dari

penyelenggaraan pemerintah daerah dalam konteks otonomi daerah. Karena

pelayanan merupakan fungsi utama organisasi pemerintah, tentunya hal ini

sejalan dengan tujuan pembentukan organisasi pemerintah termasuk desa,

yang tidak hanya melakukan pelayanan internal tetapi juga eksternal.

Pelayanan internal pemerintah desa dilakukan terhadap pemerintah desa

lainnya, pemerintah kabupaten, provinsi sampai pada tingkat Pemerintah.

Sedangkan pelayanan eksternal adalah pelayanan kepada masyarakat desa

yang bersangkutan.

Di tingkat desa, penyelenggaraan pemerintahan desa tak terlepas dari

pelaksanaan urusan yang didelegasikan oleh pemerintah kabupaten/kota. Di

tingkat Desa pelayanan publik didasarkan pada penyerahan urusan yang

diberikan Kabupaten kepada Desa seperti yang disebutkan dalam Peraturan

Pemerintah No. 72 tahun 2005, hal ini dijelaskan pada pasal 8 menyebutkan

bahwa : “Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota

30

Page 41: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

40

yang diserahkan pengaturannya kepada Desa sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 7 huruf b adalah urusan pemerintahan yang secara langsung dapat

meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat”. Untuk menunjang

pelaksanaan pasal 7 dan 8 pada PP No. 72 tahun 2005 tersebut telah ada

Permendagri No 30 tahun 2006 yang mengatur tentang Tata Cara Penyerahan

Urusan Pemerintah Kabupaten/Kota Kepada Desa sebagai bentuk

operasionalisasi jenis-jenis kewenangan pelayanan yang dapat diberikan

pemerintah desa dari pemerintah Kabupaten/Kota. Sementara itu di bidang

pelayanan sendiri telah ada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang pedoman umum

penyelenggaraan Pelayanan Publik, dimana Pelayanan publik didefinisikan

sebagai: “segala kegiatan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan

publik sebagai suatu upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan

maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan". Penekanan pada

definisi ini lebih kepada kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh instansi

pemerintah.

Selama ini persoalan pemberian pelayanan yang berkualitas tersandung

oleh beberapa hal, diantaranya : kinerja yang buruk dari aparatur,

diskriminasi dalam pelayanan publik yang diberikan, terbangunnnya budaya

clientalisme sehingga ketimpangan pelayanan. Dengan semua citra buruk

yang ada itu maka penting kiranya bagi aparatur desa untuk dapat

meningkatkan kapasitasnya di bidang manajemen pelayanan desa.

Pentingnya peningkatan kapasitas di bidang pelayanan ini sebagai penunjang

upaya meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah desa, baik pelayanan

yang bersifat internal maupun eksternal kepada masyarakatnya, baik fisik

maupun adminsitratif. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat desa perlu pengadaan dan peningkatan sarana dan

prasarana pemerintah desa.

31

Page 42: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

41

Untuk menciptakan dan menjamin kualitas pelayanan maka perlu

disusun Standard operating Procedures (SOP) sehingga akan terdapat

kejelasan waktu dan biaya yang diperlukan (mudah, murah, cepat). Standard

pelayanan ini merupakan sebuah kontrak sosial antara aparatur pemerintah

(desa) dengan masyarakatnya. Karena pelayanan yang baik merupakan

gambaran pemerintahan yang baik dan tanggap terhadap keinginan semua

lapisan masyarakatnya.

C. CAPACITY BUILDING APARATUR DESA

Terminologi capacity building lahir dari konsep yang dikembangkan oleh

kelompok negara-negara pemberi bantuan (negara donor) yang tujuan utamanya

adalah untuk membantu pembangunan negara-negara yang sedang berkembang

(negara penerima donor). Secara historis hampir semua negara Asia dan Afrika

sejak selesainya Perang Dunia II memulai kegiatan pembangunan di masing-

masing negara, salah satu cara untuk mendanai pembangunan d negaranya

adalah dengan cara meminjam dana kepada negara-negara donor. Hal ini

tentunya termasuk Indonesia semenjak pemerintahan Orde Baru dan juga

negara-negara lainnya yang baru merdeka dihadapkan pada sejumlah

permasalahan yang paling dasar, di antaranya adalah pembangunan sarana dan

prasarana. Untuk memenuhi kebutuhan negara-negara berkembang tersebut,

negara-negara pemberi donor ini bergabung dalam “kelompok negara pemberi

donor” yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kapasitas masyarakat

dan pemerintah negara berkembang untuk menjalankan program-program

pembangunannya.

Capacity building ini dikembangkan dari konsep “institution building” yang

sering digunakan pada dekade 1950-an, dan berakhir pada 1960-an, dan fokusnya

bergeser pada “institution strengthening” pada dekade 1970-an. Sejalan dengan

perkembangan keadaan, fokus perhatian kelompok negara-negara pemberi

bantuan pada dekade 1980-an pemberian bantuan lebih diarahkan pada

32

Page 43: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

42

“development management” dan “institutional development”. Perkembangan

selanjutnya, pada dekade 1990-an, dengan memperhatikan berbagai

keberhasilan dan kegagalan, perhatian terhadap “capacity building” lebih

mengemuka. Hal ini dikarenakan kelompok negara-negara donor di satu pihak

dan negara-negara yang diberi bantuan tersebut sama-sama menyadari bahwa

investasi di sektor publik telah gagal melakukan perbaikan secara signifikan dalam

mengembangkan kemampuan sektor publik dalam memprediksi, mengenali,

mencegah dan mengelola masalah-masalah pembangunan (Trostle, Sommerfeld

and Simon, 1997). Dalam perkembangan selanjutnya pemikiran “capacity

building” pada saat inipun dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran yang berkaitan

dengan partisipasi, pemberdayaan, masyarakat madani dan pergerakan sosial

(Eade, 1997).

Dalam praktek pelaksanaan “capacity building” di negara-negara Asia dan

Afrika, kelompok negara-negara pemberi bantuan (donor), banyak menggandeng

lembaga swadaya masyarakat (non governmental organizations) sebagai mitra

dalam membantu pemerintah untuk menjalankan program-program “capacity

building” di kalangan lembaga swadaya masyarakat. “Capacity building”

ditempatkan pada spektrum “membantu orang untuk menolong dirinya sendiri”

mulai dari level individu, kelompok masyarakat, dari tingkat lokal sampai pada

tingkat nasional, dengan sasaran utamanya adalah terbentuknya “masyarakat

madani” untuk mendorong demokratisasi dan membangun institusi pemerintah

yang kuat, efisien dan akuntabel.

Sekalipun terminologi “capacity building” telah muncul pada decade 1980-

an, namun sampai pada saat ini belum terdapat kesepakatan dari berbagai

kalangan mengenai definisi “capacity building” yang sifatnya sudah baku dan

dapat dijadikan sebagai acuan dari semua pihak yang punya minat terhadap

pengembangan konsep “capacity building”. Meskipun dalam prakteknya terdapat

beberapa rumusan dari pengertian “capacity building”, namun pengertian-

pengertian tersebut kadang-kadang “vague” dan tidak konsisten, dan tidak serta-

33

Page 44: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

43

merta “incompatible” dalam prakteknya (Eade, 1997), beberapa pengertian

tersebut ada yang lebih memfokuskan perhatiannya pada pengembangan

kapasitas sumberdaya manusia, namun ada juga yang lebih menyoroti

pengembangan kelembagaan yang kuat, dan juga ada yang lebih menyoroti

penguatan manajemen.

Definisi “capacity building” yang sering dipakai adalah definisi yang

dikemukakan oleh Hilderbrand dan Grindle (1997), yang mengemukakan bahwa

kata “capacity” atau kapasitas berarti “ability to perform appropriate tasks

effectively, efficiently and sustainably”. Capacity building sendiri mengacu pada

“improvement in the ability of public sector organizations”. Mengingat bahwa

ruang lingkup perbaikan kemampuan atau kapasitas organisasi sektor publik itu

sangat luas, maka dengan sendirinya cakupan “capacity building” juga luas.

Selain itu Cohen (1995) mendefinisikan Kapasitas Sumberdaya Manusia

sebagai kemampuan (ability) institusi-institusi sektor publik untuk melaksanakan

fungsi yang ditetapkan, mengoperasionalkannya melalui peran institusi yang diisi

oleh individu-individu yang melaksanakan tugasnya. Oxfam, sebuah lembaga

swadaya masyarakat di Inggris, mendefinisikan “capacity building” berangkat dari

kepecayaan yang fundamental (fundamental beliefs) yakni “setiap orang memiliki

hak terhadap bagian yang sama dari sumberdaya dunia; ………. Pengingkaran dari

hak tersebut merupakan penyebab kemiskinan dan penderitaan (that all people

have the right to an equitable share in the world’s resources, ….. and that the

denial of such rights is at the heart of poverty and suffering). Lembaga swadaya

masyarakat ini melihat bahwa dasar pembangunan itu terletak pada peningkatan

kemampuan masyarakat untuk menentukan nilai-nilai dan prioritas yang mereka

pilih. “Capacity building” merupakan sebuah pendekatan pembangunan daripada

serangkaian intervensi yang “discrete and prepackaged”. Untuk

mengaktualisasikan potensi masyarakat perlu ditumbuhkembangkan kreativitas

dan oto-aktivitas masyarakat yang terarah pada peningkatan kesejahteraan

masyarakat serta ketahanan dan daya saing masyarakat yang bersangkutan.

34

Page 45: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

44

Dalam rangka itu, format pemerintahan sebagai sistem penyelenggara negara

baik pemerintah pusat maupun daerah perlu memperhatikan prinsip-prinsip

antara lain : Demokrasi, Pemberdayaan, Pelayanan, Transparansi dan akuntabel,

Partisipasi, Kemitraan, Konsistensi Kebijakan dan Kepastian hukum.

UNDP (1998) mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan individu,

organisasi (unit organisasi) atau sistem untuk menunjukkan fungsinya secara

efektif, efisien, dan berkelanjutan. Capacity adalah kekuatan dari individu,

organisasi, dan sistem untuk berproduksi. Berdasarkan definisi UNDP tersebut,

peningkatan kapasitas Pemerintahan Desa meliputi aparatur desa (individu),

kelembagaan desa (organisasi), dan sistem pemerintahan desa yang mencakup

manajemen/pengelolaan pemerintahan desa, kepemimpinan desa, dan

sebagainya (sistem). Dengan kata lain, upaya peningkatan kapasitas

Pemerintahan Desa tersebut mencakup ketiga ranah: individu, organisasi dan

sistem.

Definisi lainnya dikemukakan oleh OECD - persatuan negara-negara

berkembang (1998) yang menyatakan bahwa capacity atau kapasitas adalah

proses dimana individu, group, institusi, dan masyarakat meningkatkan

kemampuan mereka untuk: (1) melaksanakan fungsi lini (core function),

menyelesaikan masalah, menjabarkan dan mencapai tujuan, dan (2) memahami

dan mampu beradatasi dengan kebutuhan pembangunan dalam skala yang luas

dan berkelanjutan. Sementara itu, merujuk pendapat OECD bahwa upaya

peningkatan kapasitas individu, kelompok, institusi, dan masyarakat pada

dasarnya ditujukan untuk melaksanakan fungsi lini.

Bagi Pemerintahan Desa, fungsi lini tersebut sebagaimana tercantum dalam

Pasal 206 UU Nomor 32 Tahun 2004, yaitu:

“Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup: 1. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa; 2. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota

yang diserahkan pengaturannya kepada desa; 3. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau

pemerintah kabupaten/kota;

35

Page 46: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

45

4. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-perundangan diserahkan kepada desa”.

Kemampuan Pemerintahan Desa dalam melaksanakan tugas dan fungsi

tersebut akan menjadi tolok ukur bagi pencapaian kinerja Pemerintahan Desa.

Artinya, dukungan individu, organisasi, dan sistem yang memadai sangat

diperlukan dalam rangka pencapaian kinerja Pemerintahan Desa.

Kemampun atau kapasitas yang dimiliki oleh aparatur Desa (individu) dan

kepemimpinan Kepala Desa diharapkan mampu mengatasi berbagai persoalan

yang muncul dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Oleh karena itu,

rekrutmen aparat Desa baik aparatur Kepala Desa (Sekdes dan para Kepala

Urusan) maupun anggota-anggota BPD. Penempatan PNS untuk menduduki

jabatan Sekdes misalnya, merupakan langkah penting dalam mengatasi

kemungkinan permasalahan yang timbul khususnya dalam hal pengelolaan

administrasi keuangan.

Namun demikian, keberhasilan pencapaian kinerja Pemerintahan Desa

tidak hanya ditentukan oleh seorang Sekdes, oleh karenanya tuntutan

kemampuan menyelenggarakan kepemerintahan desa juga menjadi tanggung

jawab para kepala urusan dan anggota BPD. Berkenaan dengan hal tersebut,

upaya peningkatan kompetensi aparatur desa menjadi penting untuk dilakukan

secara terus-menerus.

Pertanyaannya adalah, sejauhmana keberhasilan Pemerintah dalam

mengembangkan kapasitas pemerintahan desa, karena berdasarkan uraian

sebelumnya ternyata masih terdapat sejumlah persoalan besar yang terjadi di

desa-desa. Dalam hubungan ini, apakah perubahan pengaturan tentang

Pemerintahan Daerah yang terjadi selama ini tidak mampu menyelesaikan

persoalan-persoalan tersebut?

Untuk alasan inilah, nampaknya Pemerintah dan Pemerintah Daerah perlu

segera mengambil langkah-langkah konkret dalam rangka meningkatkan

kapasitas/kemampuan aparatur desa, sehingga ke depan Desa tidak lagi

36

Page 47: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

46

terpinggirkan seperti yang terjadi pada masa lalu. Desa masa depan adalah desa

yang mampu mengelola potensi yang ada berdasarkan prinsip-prinsip

pemerintahan desa yang demokratis dan memiliki keunggulan di bidang sosial,

politik, ekonomi, dan budaya.

Dari uraian sebagaimana diutarakan di atas, patut difahami bahwa

“capacity building” merupakan proses peningkatan kapasitas yang tiada henti,

berproses terus secara bertahap dan berkesinambungan dalam rangka mencapai

efisiensi dan efektivitas pemerintahan secara optimal. Proses “capacity building”

pemerintahan desa dapat dimaknai sebagai pendorong reformasi pemerintahan

desa dalam kerangka pencapaian tujuan yang diinginkan oleh masyarakat desa,

dan oleh karena itu proses awal dari peningkatan kapasitas pemerintahan desa

haruslah dirancang dan dibangun secara komprehensif dan terpadu dalam rangka

mewujudkan peningkatan kinerja pemerintahan desa secara terus menerus

(continuous performance improvement).

Peningkatan kapasitas aparatur desa pada dasarnya diarahkan pada

tujuan-tujuan (goals) antara lain :

1. Mengembangkan keterampilan dan kompetensi individu sehingga masing-

masing individu mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang

diembannya;

2. Mengembangkan budaya kerja, sistem dan prosedur kedalam

otoritas/kewenangan unit-unit kerja pemerintahan desa dalam rangka

mencapai tujuan masing-masing unit kerja;

3. Mengembangkan dan menguatkan jejaring kerja dengan pihak luar dan supra

desa (development and strengthening of external links) dalam rangka

menumbuh-kembangkan kemitraan secara intensif, ektensif dan solid.

Peningkatan kapasitas aparatur desa dapat diartikan sebagai upaya

peningkatan kualitas sumberdaya manusia aparatur desa secara terencana dan

berkesinambungan untuk menjalankan agenda atau rencana tertentu, oleh

karena itu “capacity building” aparatur desa tidak terlepas dari “individual

37

Page 48: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

47

capability development, organizational capacity building, institutional capacity

building”, pengertian peningkatan multi dimensi tersebut memberikan gambaran

kepada kita bahwasanya terdapat banyak hal yang harus dicermati secara

mendalam agar peningkatan kapasitas pemerintahan desa dapat berhasil dengan

baik, hal ini pula patut difahami karena perencanaan peningkatan kapasitas desa

desa yang sifatnya “tambal-sulam” dan tidak berkesinambungan akan menuai

ketidak berhasilan, dan oleh karena itu dalam rangka peningkatan kapasitas

aparatur desa perlu dilakukan analisis terlebih dahulu terhadap ranah-ranah

kunci (key areas) aparatur desa baik internal maupun eksternal. Disamping

analisis tersebut diatas juga perlu ditelaah kesenjangan kapasitas antara kapasitas

aparatur desa saat ini dengan kapasitas yang diinginkan (current gaps),

kesenjangan yang ditemukenali adalah hal-hal yang “stratejik” yang secara

potensial akan berdampak pada kinerja pemerintahan desa.

Merujuk pada hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh William

Ramphele pada tahun 2003, diidentifikasi beberapa keterbatasan pengembangan

kapasitas pemerintahan daerah termasuk pemerintahan desa di negara-negara

berkembang antara lain :

a. Tidak memadainya infrastruktur dan penataan kelembagaan pemerintahan

daerah dan desa, meskipun sudah tersedia infrastruktur yang memadai di

beberapa daerah, namun pemerintahan daerah belum mampu

mengoptimalkan system yang sudah dibangun untuk menghasilkan pelayanan

yang prima, hal tersebut sangat tergantung dari kucuran anggaran yang

ketersediaannya sangat terbatas. Kondisi demikian diperkeruh dengan

adanya hunbungan antar struktur pemerintahan daerah (kabupaten,

kecamatan dan desa) yang kurang solid, sehingga keberadaan mereka tidak

dalam kondisi yang sinergis dan cenderung mementingkan kepentingan unit

kerjanya sendiri;

b. Lemahnya dalam mengelola kapasitas yang tersedia, sebagian besar

pemerintahan daerah (pemerintah kabupaten, kecamatan dan desa) belum

38

Page 49: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

48

mampu membangun system dan prosedur kerja internal unit kerja secara

memadai;

c. Kurangnya motivasi dari pemerintahan daerah (kabupaten, kecamatan dan

desa) untuk mengembangkan kapasitas daerahnya masing-masing.

Dari uaraian di atas, secara esensi dapat diidentifikasi bahwa permasalahan

pengembangan kapasitas pemerintahan desa dilihat dari aspek kelembagaan,

sumber daya manusia, dan manajemen dalam arti luas (mencakup berbagai aspek

dan berbagai sumber) adalah sebagai berikut :

a. Belum memadainya penataan kelembagaan pemerintahan desa (organization

development) berdasarkan kaedah struktur dan desain organisasi (structure

and design), manakala dikaitkan dengan kewenangan yang dimiliki oleh

pemerintahan desa, baik kewenangan yang berdasarkan atas hak asal-usul

desa dan kewenangan pemerintah yang dilimpahkan menjadi kewenangan

pemerintahan desa;

b. Belum terbangunnya sistem manajemen kinerja (performance management

system) pemerintahan desa, termasuk dalam hal ini adalah manajemen

sumberdaya manusia yang berbasis pada kompetensi (competence-based

human resource management) dan system pengukuran kinerja (performance

measurement system);

c. Belum terwujudnya budaya organisasi (organization culture) yang sensitive

terhadap tuntutan perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal;

d. Belum terbangunnya standar pelayanan umum (public services standard)

terutama pelayanan dasar yang dirancang secara terpadu, menyangkut waktu

dan biaya;

e. Belum memadainya pengetahuan tentang manajemen perubahan (change

management) dan bagaimana cara mengantisipasi perubahan tersebut dalam

praktek kerja sehari-hari;

f. Belum memadainya skills dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang

diemban, terutama dikaitkan dengan tugas pelayanan, baik pelayanan

39

Page 50: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

49

terhadap masyarakat maupun pelayanan dalam lingkup internal

pemerintahan;

g. Belum memadainya infrastuktur dan fasilitas pendukung kerja, terutama yang

berkaitan dengan teknologi komunikasi dan informasi (information and

communication technology).

Sebagaimana diutarakan di atas, “capacity building” pemerintahan desa

mencakup peningkatan 3 (tiga) aspek utama yakni peningkatan kapasitas

kelembagaan, peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, dan peningkatan

kapasitas manajemen pemerintahan desa (dalam arti luas, dilihat dari unsur

manajemen dan sumber-sumber manajemen). Ketiga aspek tersebut merupakan

suatu kesatuan sistem yang komprehensif dan holistic, sehingga upaya-upaya

peningkatan kapasitasnya perlu dilakukan secara terintegrasi dan terpadu.

Dengan memperhatikan berbagai kelemahan-kelemahan kapasitas

pemerintahan desa tersebut di atas, pada dasarnya terletak pada lemahnya

strategi pengembangan kelembagaan pemerintahan desa. Untuk pengembangan

kapasitas pemerintahan desa kiranya perlu diarahkan pada pemenuhan

sinergisme tiga strategi utama, yakni “structural strategy, behavior strategy, and

technical strategy” sehingga pemerintahan desa dapat menjalankan misinya

dengan sebaik-baiknya.

The Structural Strategy, lazimnya menggunakan pendekatan disain

organisasi (organization design), dimana struktur organisasi dan disain

semestinya diselaraskan dengan hal-hal yang menyangkut : (1) fungsi-fungsi

organisasi; (2) Prinsip-prinsip pengorganisasian; (3) Kebijakan yang mengatur

penataan organisasi pemerintahan desa, disamping ketiga hal tersebut juga perlu

dikaitkan dengan sumberdaya manusia yang diselaraskan dengan optimasi

sumber daya lainnya, sehingga tampak tertata dengan jelas hierarkhi organisasi,

pengambilan keputusan sedapat mungkin didekatkan dengan pelaksana tindakan,

perlu dicatat esensi dari penyelarasan struktur organisasi dengan disain

organisasi adalah dalam rangka mewujudkan “new relationship”.

40

Page 51: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

50

Sementara itu dalam implementasinya di ranah pemerintahan daerah

umumnya pendekatan disain organisasi belum dikonsistensikan secara terpadu

dengan Visi, Misi, dan Tujuan organisasi. Hal ini dapat dicermati dari berbagai

kecenderungan yang terjadi, dimana pemerintahan daerah (dari level propinsi

sampai level terendah) berlomba-lomba untuk memperbanyak jabatan struktural

tanpa mempertimbangkan korelasi pencapaian kinerjanya. Hierarkhi yang

semakin tinggi dan berjenjang secara langsung atau tidak langsung akan

berdampak terhadap semakin banyaknya waktu yang dibutuhkan dalam

pengambilan keputusan maupun dalam konteks hubungan antar hierarkhi.

Behavior Strategy, lebih menekankan bagaimana mengembangkan budaya

kerja organisasi. Pengembangan budaya organisasi tersebut dimulai dari proses

pembelajaran sumber daya manusia yang pada gilirannya akan membawa

perubahan organisasi kearah yang lebih baik, dalam konteks ini pembelajaran

sumberdaya manusia inilah semestinya yang diperoleh adalah knowledge, skiil

and attitudes yang akan mengarah pada perilaku-perilaku yang baru, dimana

muaranya adalah peningkatan kualitas kinerja individu, kelompok dan organisasi.

Dalam implementasinya, pendekatan pengembangan sumber daya manusia

aparatur pemerintahan desa pada saat ini belum diarahkan secara memadai pada

pemerolehan dan pengembangan knowledge, skiil, attitudes. Hal ini dapat dilihat

dari pengembangan sumber daya manusia secara parsial, tidak konsisten dan

tidak selaras dengan bagaimana pencapaian Visi, Misi dan Tujuan organisasi

pemerintahan desa.

The Technical Strategy, menggunakan pendekatan peningkatan

berkelanjutan (continuous improvement approach), yang menekankan bahwa

bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan kebutuhan masyarakat,

pemberian layanan, dukungan dan kemitraan. Disamping itu pendekatan ini juga

memandang pentingnya peningkatan teknologi yang diselaraskan dengan proses-

proses produksi dan pelayanan, sehingga pemerintahan desa mampu bekerja

secara efisien. Dalam implementasi organisasi pemerintahan desa, strategi ini

41

Page 52: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

51

belum menjadikan strategi ini menjadi prioritas utama. Kondisi demikian dapat

dilihat dari belum maksimalnya fokus pada kebutuhan masyarakat, pemberian

layanan, dukungan dan kemitraan, konsumsi teknologi sering menjadi terabaikan.

Dengan memperhatikan uraian tersebut di atas yang mengidentifikasi

terdapat tiga aspek pemerintahan desa yang perlu dikapasitasi,maka untuk

meningkatkan kapasitas pemerintahan desa secara keseluruhan,maka

peningkatan kapasitas aparatur desa merupakan prioritas utama, karena kita

berasumsi : “sistem yang dibangun dan dikembangkan dengan baik tidak akan

berhasil mencapai tujuan dengan baik jika dikelola oleh sumberdaya aparatur

yang kurang baik, dan sebaliknya sistem yang kurang baik akan berhasil dengan

baik jika dikelola oleh sumberdaya aparatur yang baik” .

D. KERANGKA PIKIR

Dengan memperhatikan uraian diatas, maka dapat dirumuskan kerangka

pikir sebagaimana digambarkan dibawah ini :

UU 32/2004

Pemerintah

Kab/Kota

UU 33/2004

titik

berat

dukungan

sumberdaya

Pemerintahan Desa

Pembinaan lemah Span of control terlalu lebar

Kebutuhan Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa: Perencanaan dan

Pengangaran Desa Keuangan Desa Penyusunan Kebijakan

Desa Kepemimpinan Kepala

Desa Manajemen Pelayanan

Desa

Masyarakat

Otonomi Desa

Kepasitas melemah

42

Page 53: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

52

BAB 3 METODOLOGI KAJIAN

A. JENIS KAJIAN

Jenis kajian yang digunakan dalam kajian ini adalah pengembangan

(development). Jenis Kajian ini adalah untuk mengadakan percobaan

penyempurnaan terhadap suatu masalah, atau untuk menghasilkan produk

tertentu (program, model, alat dll) (Suharsimi, 1998). Terkait dengan kajian ini

adalah dengan disempurnakannya modul dan meningkatnya pemahaman dan

kompetensi aparatur desa yang berkaitan dengan Perencanaan dan

Penganggaran Desa, Keuangan Desa, Penyusunan Kebijakan Desa, Kepemimpinan

Kepala Desa, dan Manajemen Pelayanan Desa.

B. METODE KAJIAN

Metode kajian ini menggambarkan metode kualitatif. Penelitian dengan

metode kualitatif ini didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang dapat diamati .

C. DAERAH KAJIAN

Kegiatan kajian ini dilakukan pada 7 (tujuh) daerah provinsi, dimana dari

masing-masing provinsi, diambil 2 (dua) kabupaten sebagai daerah kajian

sebagaimana tabel dibawah ini :

43

Page 54: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

53

Tabel. 3.1 Daerah Kajian

No. Provinsi Kabupaten

1. Provinsi Bengkulu 1. Kabupaten Bengkulu Utara 2. Kabupaten Seluma

2. Provinsi Jambi 1. Kabupaten Muaro Jambi 2. Kabupaten Batanghari

3. Provinsi Kalteng 1. Kabupaten Pulang Pisau 2. Kabupaten Katingan

4. Provinsi Nusa Tenggara Barat 1. Kabupaten Lombok Barat 2. Kabupaten Lombok Timur

5. Provinsi Kalsel 1. Kabupaten Banjar 2. Kabupaten Tanah Laut

6. Provinsi NTT 1. Kab. Timor Tengah Selatan 2. Kabupaten Kupang

7. Provinsi Sulteng 1. Kabupaten Donggala 2. Kabupaten Parigi Moutong

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Salah satu tahapan dari penelitian sosial adalah tahap pengumpulan data.

Pada tahapan ini biasanya lebih dari satu metode pengumpulan data yang dipilih

untuk mengumpulkan data yang diperoleh. Untuk data primer teknik

pengumpulan data yang dipilih pada kajian ini dilakukan dengan workshop, dalam

workshop ini akan digali aspirasi dan pemikiran dari aparat desa sebagai temuan

dan evaluasi atas modul yang telah dibuat pada kegiatan kajian tahun lalu. Dan

dalam metode ini juga akan menggunakan instrument kajian sebagai alat untuk

menggali aspirasi ini selain modul-modul.

Sedangkan untuk pengumpulan data sekunder diperoleh dari

dokumentasi kebijakan-kebijakan,buku-buku, hasil penelitian pihak lain dan

klipping yang terkait dengan substansi dari berbagai media cetak.

44

Page 55: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

54

E. TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

1. Untuk data hasil diskusi kelompok, pengolahan data telah dilakukan dengan

mengelompokkan upaya-upaya yang telah ditempuh, permasalahan yang

dihadapi dan strategi yang disarankan/ direkomendasikan dalam peningkatan

kapasitas aparatur desa.

2. Untuk data hasil wawancara mendalam (indepth interview), pengolahan dan

analisis data telah dilakukan dengan mentranskrip hasil wawancara, yang

kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisis data tersebut. Dalam

melakukan analisis data hasil wawancara perlu diperhatikan dengan seksama

karena tidak semua data yang disampaikan narasumber merupakan fakta

yang sesungguhnya. Oleh karena itu, peneliti harus dapat membedakan

antara “opini” dan “fakta”.

3. Untuk data-data yang berasal dari dokumentasi atau studi pustaka, pengolah

dan penganalisis data (peneliti) telah dilakukan dengan menyalin/mengutip

sebagian isi dari dokumen yang bersangkutan. Untuk itu, peneliti harus

menyertakan sumber yang dikutipnya secara lengkap.

45

Page 56: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

55

BAB 4 GAMBARAN KAPASITAS APARATUR DESA

Penyelenggaraan pemerintahan desa telah lama diupayakan untuk diperkuat,

setidaknya upaya penguatan ini telah menjadi agenda nasional seperti yang

diamanatkan konstitusi. Hal ini juga menjadi salah satu tujuan dari muatan Undang-

undang Nomor 32 tahun 2004 yakni untuk memodernisasikan pemerintahan desa

agar mampu menjalankan perannya sebagai stuktur perantara, sebagai pelayan

masyarakat desa, dan sebagai agen perubahan masyarakat desa. Untuk menjadi

pelayan masyarakat dan agen perubahan, tentu aparatur desa diharapkan memiliki

kapasitas yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya.

Bab ini menggambarkan hasil temuan lapangan kapasitas aparatur desa terkait

kapasitas pemerintahan desa yang meliputi aspek perencanaan dan penganggaran,

penyusunan kebijakan, keuangan desa, kepemimpinan kepala desa dan manajemen

pelayanan desa di 7 (tujuh) provinsi yang menjadi daerah kajian.

A. PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DESA

Penyelenggaraan pemerintahan desa – dan semua level pemerintahan –

selalu di awali dengan pelaksanaan fungsi perencanaan. Di dalam PP No 72 Tahun

2005 disebutkan terdapat 2 (dua) dokumen perencanaan pembangunan desa

yakni rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJM Desa) dan rencana

Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). RPJM Desa merupakan perencanaan lima

tahunan sedangkan RKP Desa merupakan perencanaan tahunan, dan hal ini

analog dengan RJPMD dan RKPD di level pemerintah provinsi/ kabupaten/kota.

Sungguh menarik membahas perencanaan desa dan bagaimana aparatur

desa menyusun serta melaksanakan dokumen-dokumen perencanaan tersebut.

Mengapa? Jawabannya sangat sederhana, bahwa penyusunan dokumen

perencanaan desa pastilah menghadapi banyak permasalahan. Hal ini didasarkan

46

Page 57: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

56

pada asumsi sebagai berikut: (1) Pemerintah desa mungkin telah menyusun

dokumen-dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud PP 72/2005, tetapi

menghasilkan dokumen yang ‘kurang representatif’, dalam hal proses maupun

hasil yang diharapkan oleh masyarakat desa, dan (2) Pemerintah desa belum

pernah menyusun dokumen perencanaan sesuai dengan PP 72/2005 tersebut.

Sebelum membahas lebih detail temuan lapangan tentang perencanaan

pembangunan desa, perlu diketahui bahwa sejak penerapan PP No 41 Tahun

1007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, tugas-tugas kepemerintahan desa

dilimpahkan kepada BPMPD (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan

Pemerintahan Desa) atau BPMD (Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa), sesuai

nomenklatur di daerah yang bersangkutan. Hal ini disebabkan terjadinya

perubahan struktur organisasi perangkat daerah, yaitu bagian pemerintahan desa

yang sebelumnya berada di bawah Biro Pemerintahan/Bagian Pemerintahan,

kemudian dihapus dan diletakkan di bawah BPMPD/BPMD dan menjadi salah

satu bagian/sub bagian di dalamnya. Dengan demikian, ‘urusan’ pemerintahan

desa menjadi bagian dari tugas pokok dan fungsi BPMPD/BPMD.

Peleburan (merger) ini bukan tanpa masalah, karena selalu saja ada

masalah dalam setiap penggabungan suatu lembaga/institusi. Menurut Kabid.

Pemerintahan Kabupaten Pulang Pisau-Provinsi Kalimantan Tengah,

permasalahan terkait merger ‘urusan’ pemerintahan desa dari bagian

pemerintahan desa ke BPMPD:

“Bagi saya meleburnya bagian pemerintahan desa dari bagian pemerintahan daerah dan desa-sekretariat daerah ke BPMPD kurang tepat karena urusan pemerintahan desa menyangkut pemerintah desa dan masyarakat desa, dimana untuk pemerintah desa dilakukan oleh Bagian Pemerintahan Daerah dan Desa sedangkan masyarakat desa dilakukan oleh BPMPD”.

Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa sebelum berlakunya PP

No 41 Tahun 2007, terdapat dikotomi antara urusan pemerintahan desa dan

masyarakat desa dan hal itu dilaksanakan oleh institusi yang berbeda. Urusan

pemerintahan menjadi domain tugas sekretariat daerah yang dalam hal ini

47

Page 58: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

57

ditangani oleh bagian pemerintahan daerah dan desa – atau nomenklatur lain,

sedangkan urusan pemberdayaan masyarakat desa menjadi domain tugas BPMD.

Dalam hal koordinasi dengan instansi Pusat, BPMD berkoordinasi dengan Ditjen

Pemberdayaan Masyarakat Desa Departemen Dalam Negeri (PMD Depdagri),

sedangkan bagian pemerintahan daerah dan desa di lingkungan sekretariat

daerah biasanya berkoordinasi dengan Ditjen Otonomi Daerah Departemen

Dalam Negeri (Otda Depdagri).

1. Gambaran tentang Pelaksanaan Penyusunan Dokumen Perencanaan

Pembangunan Desa

a. Kemampuan Aparatur Desa dalam Penyusunan RPJM Desa

Sebagaimana disebutkan di atas, pada umumnya pemerintahan

desa telah melakukan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan

desa, baik penyusunan RPJM Desa maupun RKP Desa. Dokumen RPJM

Desa disusun oleh pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa

(BPD) dan ditetapkan dengan peraturan desa (Perdes).

Gambar. 4.1 Tahap Penyusunan RPJM Desa

Dari bagan tersebut dapat dijelaskan bahwa tahap penyusunan

RPJM Desa diawali dengan analisis potensi dan masalah desa yang

dilakukan oleh segenap lembaga kemasyarakatan desa (LMD) yang ada di

Analisis Potensi dan Masalah Desa

Konsep RPJM Desa

BPD Kepala Desa LMD

diserahkan

Musrenbang Desa untuk RPJM Desa

RPJM Desa Ditetapkan

dengan Perdes

dibimbing pemdes

Sumber: APMD, Yogyakarta (2007), Permendagri 66/2007 (diolah).

48

Page 59: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

58

desa yang bersangkutan. Analisis potensi dan masalah desa dimaksud

dilakukan di bawah bimbingan pemerintah desa. Hal itu menunjukkan

bahwa prinsip partisipasi masyarakat sebenarnya telah dilaksanakan sejak

penyusunan dokumen perencanaan jangka menengah desa, bukan hanya

pada saat perencanaan tahunan (RKP Desa).

Hasil analisis potensi dan masalah kemudian dijadikan bahan

menyusun konsep RPJM Desa, yang kemudian disampaikan kepada

kepala desa. Selanjutnya, rancangan/konsep ini dibahas bersama-sama

dengan BPD untuk mendapat persetujuan. Hasil kesepakatan Pemerintah

Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa dituangkan dalam Peraturan

Desa (Perdes).

Dokumen RPJM Desa memuat: (1) Dasar kebijakan pembangunan

tingkat Kecamatan dan Kabupaten/Kota; (2) Gambaran umum keadaan

desa; (3) Gambaran arah kegiatan pembangunan desa selama 3 s/d 5

tahun; (4) Jenis program/kegiatan yang akan dilakukan selama kurun

waktu 3 s/d 5 tahun dilengkapi perkiraan volume, jumlah, sasaran waktu

pelaksanaan dan perkiraan besarnya dana yang akan digunakan; (5) Jenis

kegiatan hasil identifikasi masyarakat melalui Musrenbang Desa, baik

yang dibiayai ataupun tidak dibiayai masyarakat dalam jangka pendek.

Sistematika Dokumen RPJM Desa adalah sebaga berikut:

Bab I: PENDAHULUAN. Bagian ini menjelaskan: (i) latar belakang

perlunya dilaksanakan perencanaan jangka menengah desa, (ii)

gambaran kelemahan dan kekurangan pada proses perencanaan

masa lalu dalam bentuk review perencanaan, (iii) metode

penyusunan rencana partisipatif, (iv) berbagai kaidah hukum yang

bisa digunakan sebagai dasar penyusunan Rencana Pembangunan

Desa.

Bab II: PROFIL DESA. Profil ini antara lain meliputi: (i) karakteristik

wilayah, (ii) karakteristik penduduk, (iii) gambaran potensi unggulan

49

Page 60: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

59

desa, (iv) kondisi infrastruktur yang mendukung rencana

pengembangan, (v) gambaran modal sosial lokal yang bisa

didayagunakan maupun informasi relevan lainnya yang dapat

menggambarkan kondisi dan potensi desa, (vi) review terhadap

kelebihan dan kelemahan program/proyek yang pernah dilaksanakan

di desa.

Bab III: VISI DAN MISI. Bagian ini menjelaskan VISI sebagai rumusan

harapan yang ingin dicapai oleh masyarakat desa pada lima tahun

mendatang. Sedangkan MISI mengandung rumusan upaya yang akan

digunakan sebagai pedoman untuk merealisir program guna

mewujudkan visi yang diinginkan bersama.

Bab IV: ISU STRATEGIS PENANGGULANGAN MASALAH DAN

PENGEMBANGAN POTENSI. Bagian ini mencoba menggambarkan

permasalahan kunci yang dihadapi berikut prioritas penanggulangan

masalah serta gambaran potensi unggulan beserta prioritas rencana

pengembangan potensi unggulan desa.

Bab V: PROGRAM PEMBANGUNAN DESA. Bagian ini memaparkan

gugus program yang dikelompokkan ke dalam bidang bidang,

misalnya: bidang pembangunan ekonomi, pemenuhan kebutuhan

dasar pendidikan, kesehatan, pembangunan sarana dan prasarana

fisik dan sebagainya. Program yang disusun merupakan upaya untuk

menjawab isu strategis dan tema pengembangan yang dipilih dan

akan direalisasikan setiap tahun selama lima tahun ke depan.

Biasanya bagian ini disusun dalam bentuk matrik program.

Gugus program adalah himpunan kegiatan-kegiatan yang saling

terkait berdasarkan satu sasaran pokok pembangunan, yang apabila

dilaksanakan secara terpadu, bertahap dan berkelanjutan akan

menjamin pencapaian sasaran pokok pembangunan.

50

Page 61: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

60

BAB VI: KAIDAH PENGELOLAAN DAN INDIKATOR KINERJA. Bagian ini

memaparkan pola pangelolaan kegiatan atau gugus program beserta

indikator pencapaian yang ditargetkan dalam setiap kegiatan atau

gugus program.

Indikator keberhasilan merupakan rumusan kriteria yang digunakan

sebagai patokan untuk menilai terhadap pencapaian program

berhasil dilaksanakan atau tidak. lndikator keberhasilan bisa

ditentukan berdasarkan pendekatan masukan (input), proses ,

keluaran (out-put), hasil atau kemanfaat yang bisa dinikmati (benefit),

maupun dampak (out-comes).

BAB VII: PENUTUP. Berisi kesimpulan dan rekomendasi program.

Dalam hal ini ditekankan bahwa RPJM diharapkan dapat menjadi

pedoman bagi pelaksanaan pembangunan desa dalam jangka waktu

lima tahun ke depan. Realisasi pencapaian tujuan dijabarkan lebih

lanjut dalam RKP Desa.

RPJM Desa perlu dilampiri sejumlah dokumen yang dipandang

relevan, terutama matrik program.

Selanjutnya, berdasarkan FGD dengan para kepala desa dan

perangkatnya serta wawancara mendalam dengan para pejabat di

lingkungan BPMPD/BPMD, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

pemerintah desa telah melaksanakan penyusunan dokumen-dokumen

perencanaan pembangunan desa tersebut. Sebagaimana disampaikan

oleh salah seorang Kepala Desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS)-

Provinsi NTT:

“….apa yang Bapak sampaikan tadi sebenarnya sudah kami lakukan, misalnya penyusunan RPJM Desa, namun karena adanya perubahan dari orde baru ke orde reformasi sehingga ada hal-hal tertentu yang dilupakan, tetapi jelas bahwa kami di desa telah menyusun RPJM Desa.”

51

Page 62: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

61

Hal senada juga disampaikan oleh para pejabat di lingkungan badan

pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa (BPMPD) atau badan

pemberdayaan masyarakat desa (BPMD), sebagaimana pernyataan

Kepala BPMPD Kabupaten Pulang Pisau-Provinsi Kalimantan Tengah:

“sejak terbitnya PP No 72 (tahun 2005) kami telah mencoba menyusun RPJM Desa dan RKP Desa. Tentu saja saat itu kami masih menghadapi banyak persoalan baik SDM maupun bahan-bahan materi penyusunan perencanaan pemerintahan desa.

Namun demikian, ternyata ada beberapa narasumber yang

menyatakan belum menyusun perencanaan desa sesuai amanat PP No 72

Tahun 2005, sebagaimana hasil diskusi kelompok di Kabupaten Donggala-

Provinsi Sulawesi Tengah:

“RPJM Desa untuk masing-masing desa belum ada, sesuai kebijakan BPMD Kabupaten (Donggala) tahun depan akan diadakan pelatihan dan bimbingan teknis penyusunan dokumen perencanaan desa. Rencana kegiatan desa yang ada sekarang bukan merupakan penjabaran dari RPJM Desa, tetapi hasil usulan desa pada saat Musrenbang Desa”.

Kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten Banjar-Provinsi Kalimantan

Selatan, hampir seluruh narasumber menyatakan bahwa desa mereka

belum memiliki RPJM Desa. Menanggapi hal itu, narasumber menyatakan

bahwa belum dimilikinya dokumen tersebut disebabkan oleh banyak hal

antara lain rendahnya kemampuan aparatur desa, belum adanya

panduan penyusunan, dan sebagainya.

Box .4.1. Faktor Penyebab Tidak Menyusun RPJM Desa Tidak mempunyai acuan/petunjuk Tidak memiliki potensi untuk memiliki pendapatan di desa Aparatur desa masih belum memadai Belum mengerti cara menyusun RPJM Desa Tidak mempunyai acuan juklak dan juknis Baru dilakukan musyawarah, tapi belum dituangkan dalam RPJM

Desa.

52

Page 63: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

62

Dokumen RPJM Desa disusun oleh pemerintah desa bersama-

sama dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan lembaga-lembaga

desa yang ada – dalam hal ini LKMD/LPMD – beserta tokoh masyarakat.

RPJM Desa ditetapkan dengan peraturan desa (perdes).

b. Kemampuan Aparatur Desa dalam Penyusunan RKP Desa

RKP Desa adalah dokumen perencanaan untuk periode satu tahun.

RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa dan mengacu pada

RKPD, memuat rancangan kerangka ekonomi desa, prioritas

pembangunan desa, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang

dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun yang ditempuh

dengan mendorong partisipasi masyarakat.

Kaitan Perencanaan Pembangunan Nasional dengan Perencanaan

Pembangunan Desa:

Melengkapi sistem perencanaan pembangunan nasional, maka

berdasarkan Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional dan PP Nomor 72 2005 tentang

Desa menjelaskan bahwa Pemerintah Desa diwajibkan menyusun

Rencana Pembangunan Desa dan Kelurahan Jangka Menengah (RPJM

Desa) dan Tahunan dalam bentuk Rencana Kerja Pemerintah (RKP

Desa).

Penyusunan RKP Desa dilaksanakan secara partisipatif dalam wadah

Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).

Musrenbang berfungsi sebagai forum untuk menampung,

Box. 4.2. Aktor-Aktor Penyusun RPJM Desa Kepala Desa Kepala Urusan/Kaur Kepala Dusun/Kadus BPD LKMD/LPMD Tokoh Masyarakat

Terkait dengan penyusunan

RPJM Desa, ternyata

narasumber memberikan

pernyataan yang berbeda-

beda:

53

Page 64: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

63

mendapatkan, membahas aspirasi/ usulan kegiatan serta

memutuskan usulan prioritas kegiatan di tingkat Desa.

RKP Desa merupakan dokumen Rencana Pembangunan yang

digunakan sebagai dasar dalam kegiatan program pembangunan

selama satu tahun anggaran. RKP Desa merupakan rencana

pembangunan yang memuat gugus kegiatan sebagai hasil dari

penjabaran RPJM Desa yang akan direalisasikan untuk satu tahun

berikutnya.

RKP Desa disusun berdasarkan skala prioritas kebutuhan dalam

pengembangan potensi yang dimiliki maupun prioritas pemecahan

permasalahan yang dihadapi serta sesuai dengan kesepakatan yang

tertuang dalam dokumen RPJM Desa.

Gambar. 4.2 Tahap Penyusunan RKP Desa

Sumber: APMD Yogyakarta (2007), Permendagri 66/2007 (diolah).

Langkah-langkah dalam Penyusunan RKP Desa meliputi:

Melakukan Persiapan.

Merumuskan konsep RKP Desa.

Melakukan pembahasan konsep RKP Desa melalui Forum

Musrenbang Desa.

Persiapan Penyusunan

Konsep RKPDes

Musrenbangdes

RKPDes Final ditetapkan dengan Keputusan Kades

Pra-Musrenbangdes

Pelaksanaan Musrenbangdes

Pasca-Musrenbangdes

54

Page 65: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

64

Perumusan Dokumen Final dan Penetapan RKP Desa.

Bahan penyusunan RKP Desa meliputi :

RPJM Desa pada periode yang bersangkutan.

Daftar program desa yang telah disepakati sebagai program kunci

sebagaimana telah ditetapkan dalam RPJM Desa yang akan

direalisasikan pada tahun anggaran yang akan berjalan.

Hasil pemantauan-evaluasi dan pelaporan kegiatan pembangunan

baik yang dilakukan oleh swadaya murni pada level RT-RW, dusun

maupun desa, maupun yang didukung oleh Alokasi dana Desa, APBN-

APBD maupun sumber pendanaan lainnya pada tahun anggaran

sebelumnya.

Hasil evaluasi kecamatan dan atau masyarakat terhadap

pemanfaatan Alokasi Dana Desa

Daftar program yang sedang berjalan atau akan berjalan dari

Pemerintah Kabupaten/Propinsi/Pusat maupun berbagai sumber

pendanaan lainnya.

Daftar prioritas masalah dan potensi yang dihasilkan dari pengkajian

di bawah Desa dan kelompok-kelompok masyarakat, seperti

kelompok tani, kelompok nelayan, dan sebagainya.

Informasi dari Pemda Kabupaten tentang indikasi jumlah ADD yang

akan diberikan kepada desa untuk tahun anggaran berikutnya.

Prioritas kegiatan pembangunan daerah untuk tahun mendatang,

yang dirinci berdasarkan Satuan Kerja Perangkat Daerah

pelaksananya beserta rencana pendanaannya di kecamatan tempat

Desa berada.

Kegiatan penyusunan konsep RKP Desa meliputi :

Pertemuan Tim Penyusun untuk menyepakati agenda dan jadwal

kegiatan penyusunan RKP Desa.

55

Page 66: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

65

Penggalian aspirasi dari masyarakat berkaitan dengan pengembangan

potensi dan masalah kunci yang dipandang perlu digunakan sebagai

dasar penyusunan RKP Desa.

Melakukan review Program Strategis RPJM Desa pada tahun

bersangkutan.

Memaduserasikan Program Strategis RPJM Desa pada tahun

bersangkutan dengan aspirasi pengembangan potensi dan prioritas

permasalahan kunci sebagai hasil dari penggalian aspirasi.

Melaksanakan penyusunan konsep RKP Desa.

Sistematika RKP Desa adalah sebagai berikut:

Bab I: PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan maksud dan tujuan

penyusunan, proses dan sistematika RKP Desa.

Bab II PRIORlTAS PEMBANGUNAN DESA. Dalam bab ini diuraikan

prioritas program strategis yang diagendakan pada tahun

bersangkutan. Prioritas Program ini disusun berdasarkan review

terhadap dokumen RPJM Desa maupun hasil penggalian aspirasi

masyarakat yang berkaitan dengan prioritas pengembangan potensi

dan penanggulangan permasalahan.

Bab III: RENCANA KERJA DAN PENDANAAN. Dalam bab ini dirumuskan

berbagai gugus program dan kegiatan yang dijabarkan dari prioritas

pembangunan desa besarta pagu pendanaannya. Dalam Rencana

Kerja dan Pendanaan ini telah dirinci dalam bentuk matrik.

Bab IV: KAIDAH PENGELOLAAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN.

Dalam bab ini dijelaskan kaidah pengelolaan terutama menyangkut

pengelola dan mekanisme pengelolaan pembangunan desa serta

ukuran-ukuran yang dipedomani dalam rangka menilai realisasi target

maupun tingkat keberhasilan program.

Bab IV: PENUTUP

56

Page 67: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

66

Penjabaran perencanaan desa lima tahunan ke dalam perencanaan

tahunan dilaksanakan dalam forum musyawarah perencanaan

pembangunan desa (Musrenbang Desa). Perencanaan tahunan inilah

yang disebut dengan rencana kerja pemerintah desa atau RKP Desa.

Analog dengan penjelasan tentang RPJM Desa, desa-desa yang belum

memiliki (belum menyusun) RPJM Desa dengan sendirinya belum

memiliki dokumen RKP Desa. RKP Desa ditetapkan dengan Keputusan

Kepala.

Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam Musrenbang Desa terdiri

dari: pemerintah desa (kepala desa dan perangkat desa), BPD, RT, RW

dan tokoh masyarakat. Musrenbang Desa biasa juga dihadiri oleh pejabat

kecamatan. Tahapan Musrenbang Desa meliputi: (1) Tahapan Pra-

Musrenbang Desa, (2) Tahapan Pelaksanaan Musren-bangdes, dan (3)

Tahapan Pasca-Musrenbang Desa.

Tahapan Pra-Musrenbang Desa

Tahapan ini terdiri atas pengorganisasian musrenbang, pengkajian

desa secara partisipatif, dan penyusunan draft rancangan awal RKP Desa.

1. Pengorganisasian Musrenbang

Pembentukan Tim Penyelenggara Musrenbang (TPM);

Pembentukan Tim Pemandu Musrenbang Desa oleh TPM (2-3

orang);

Persiapan Teknis Pelaksanaan Musrenbang meliputi penyusunan

agenda Musrenbang desa, pengumuman kegiatan Musrenbang

desa dan penyebaran undangan kepada peserta dan narasumber

(minimal 7 hari sebelum Hari H), mengkoordinir persiapan logistik

(tempat, konsumsi, alat dan bahan).

57

Page 68: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

67

2. Pengkajian Data secara Partisipatif

Kajian kondisi, permasalahan dan potensi desa (per dusun/RW

dan/atau per sektor/isu pembangunan) bersama warga

masyarakat;

Penyusunan data/informasi desa dari hasil kajian oleh tim

pemandu.

3. Penyusunan Draft Awal RKP Desa

Kaji ulang (review) dokumen RPJM Desa dan hasil-hasil kajian

desa oleh TPM dan tim pemandu;

Kajian dokumen/data/informasi kebijakan program dan anggaran

oleh TPM dan tim pemandu;

Penyusunan draft rancangan awal RKP Desa dengan mengacu

pada kajian tadi oleh TPM dan tim pemandu.

Tahapan Pelaksanaan Musrenbang Desa

Terdiri atas pembukaan, pemaparan dan diskusi dengan

narasumber sebagai masukan untuk musyawarah, pemaparan draft

rancangan awal RKP Desa oleh TPM (biasanya sekdes) dan tanggapan

atas pengecekan (verifikasi) oleh peserta, kesepakatan kegiatan prioritas

dan anggarannya per bidang/isu, musyawarah penentuan tim delegasi

desa, penutupan yaitu penandatanganan berita acara Musrenbang dan

penyampaian kata penutup oleh Ketua TPM/pemandu.

Tahapan Pasca Musrenbang Desa

Tahapan ini meliputi kegiatan antara lain:

1. Rapat kerja tim perumus hasil Musrenbang Desa:

Penerbitan SK Kades untuk Tim Delegasi Desa;

Penyusunan daftar prioritas masalah desa untuk disampaikan di

Musrenbang Kecamatan;

Penyusunan RKP Desa sampai menjadi SK Kades (berdasar SEB

dan Permendagri 66/2007) atau Peraturan Kades (PP 72/2005).

58

Page 69: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

68

2. Pembekalan Tim Delegasi Desa oleh TPM (termasuk Tim Pemandu)

agar:

Menguasai data/informasi dan penjelasan mengenai usulan yang

akan dibawa tim delegasi ke Musrenbang Kecamatan, dan

Penguatan kemampuan lainnya (wawasan, teknik komunikasi,

presentasi).

3. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa)

dengan mengacu kepada dokumen RKP Desa. APB Desa adalah

rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan

disetujui oleh pemerintah desa dan BPD, yang ditetapkan dengan

Peraturan Desa (pasal 1 ayat 12 PP 72/2005). Rancangan APB Desa

dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa (pasal;

73 ayat 2). Kepala Desa bersama BPD menetapkan APB Desa setiap

tahun dengan Peraturan Desa (Pasal 73 ayat 3). Pedoman APB Desa,

perubahan APB Desa, perhitungan APB Desa dan

pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa ditetapkan dengan

Peraturan Bupati/Walikota (Pasal 74). APB Desa adalah dokumen

yang disusun untuk menterjemahkan kegiatan di dalam RKP Desa

menjadi alokasi anggaran kegiatan/program. Sumber pendapatan

desa yang menjadi komponen APB Desa terdiri atas: (a) Pendapatan

Asli Desa terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil

swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain

pendapatan desa yang sah, (b) bagi hasil pajak kabupaten/kota paling

sedikit 10 persen dan dari retribusi kabupaten/kota, sebagian

diperuntukkan bagi desa, (c) bagian dari dana perimbangan keuangan

pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa

paling sedikit 10 persen, yang pembagiannya untuk setiap desa

secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa; dan (d)

bantuan keuangan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan

59

Page 70: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

69

pemerintah kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan urusan

pemerintahan, dan (e) hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang

tidak mengikat.

Menurut sebagian narasumber, pelaksanaan Musrenbang Desa

sudah sesuai dengan tujuan dan sasarannya, tetapi sebagian lainnya

menyatakan sebaliknya. Pernyataan Kepala Desa Gerimak Indah

Kabupaten Lombok Barat-NTB, menunjukkan belum optimalnya

pelaksanaan Musrenbang Desa tersebut:

“pelaksanaan Musrenbang Desa sudah sesuai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, tetapi hanya angan-angan saja karena tidak didukung dengan dana yang tersedia”

Pendapat senada juga disampaikan oleh Kepala Desa Labuan Induk

Kabupaten Donggala-Provinsi Sulteng sebagai berikut: “sudah sesuai

dengan tujuan Musrenbang, tetapi realisasinya di lapangan masih

kurang”.

Sebaliknya, Kepala Desa Martapura Timur Kabupaten Banjar-

Provinsi Kalsel menyatakan:

“belum sesuai tujuan dan sasaran karena tidak punya panduan, sehingga musrenbang di desa dilakukan tetapi kalau ada yang diperlukan di desa seperti perbaikan jalan, jembatan dll kemudian diusulkan ke kecamatan”

Box.4.3. Pelaksanaan Musrenbang Desa Sudah sesuai tujuan dan sasarannya

serta ada anggaran Sudah sesuai tujuan dan sasaran,

tetapi tidak disertai dengan anggarannya

Belum sesuai, disebabkan: (1) minimnya sosialisasi, (2) belum ada panduan, (3) rendahnya kompetensi aparatur desa

Dari pernyataan tersebut

dapat dijelaskan bahwa

forum musrenbang sebagai

mekanisme perencanaan

desa memang telah

berlangsung, namun belum

mampu menghasilkan

output (berupa RKP Desa)

60

Page 71: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

70

yang sesuai harapan masyarakat desa. Belum lagi jika dihubungkan

dengan tuntutan perencanaan yang disusun berdasarkan data dan

informasi akurat dan dapat dipertanggungjawabkan (pasal 65, PP

72/2005).

c. Kendala Yang Dihadapi

Kendala-kendala yang dihadapi dalam penyusunan perencanaan

penganggaran desa antara lain:

1. Kendala dalam penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa

Banyak usulan dari masing-masing warga lingkungan (RT)

sehingga hampir tidak tertampung dengan anggaran yang

tersedia;

Masyarakat merasa kurang percaya diri karena banyak dari

musrenbang desa yang tidak terealisasi;

Kesadaran masyarakat yang kurang tentang permasalahan RPJM

Desa dan RKP Desa

Pemerintah tidak komit dengan apa yang disampaikan sehingga

membuat masyarakat jera dan trauma;

Dianggap tidak atau modul belum tersedia;

Rendahnya kesadaran masyarakat untuk memikirkan desanya;

Sumber daya manusia sangat minim;

Sulitnya merubah pola pikir masyarakat dari kebiasaan (lama

yang tidak baik);

Belum mengerti petunjuk untuk menyusun RPJM Desa dan RKP

Desa;

Tidak ketemu kata sepakat antara aparatur desa dengan

masyarakat;

Kurang memahami arti pentingnya RPJM Desa dan RKP Desa

sehingga tidak menjadi perhatian dan belum dibuat

61

Page 72: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

71

Sulit untuk mengatur pola pikir/beda pendapat.

2. Kendala dalam penganggaran

Kurangnya sosialisasi kepada pemerintah dan warga masyarakat

desa yang terlibat langsung dalam kegiatan;

Ketidaktahuan menyusun anggaran desa secara sistematis karena

tidak adanya acuan yang baku;

Minimnya pemahaman tetang anggaran dana bantuan desa

(ADD-alokasi dana desa);

Kurangnya informasi proyek-proyek yang akan masuk ke desa;

Kecilnya pendapatan desa, sedang pengeluaran yang diperlukan

untuk pembiayaan sangat banyak;

Masih kurangya pengetahuan aparatur desa dan anggota badan

permusyawaratan desa dalam penyusunan anggaran desa;

Kekurangan dana untuk menetapkan anggaran desa;

Setiap pos meminta anggaran yang sama;

Pengurus RT/RW meminta tunjangan dari pemerintah

provinsi/kabupaten dan kota;

Tidak stabilnya harga bahan/material sehingga sulit menyusun

anggaran;

Banyaknya pos anggaran dari pemerintah yang belum realisasi,

baik tahun lalu maupun sekarang;

Jumlah APB Desa sangat minim;

Kode pos (kode rekening) anggaran kadang-kadang tidak

tersedia;

Minimnya pelatihan teknis baik dari pihak kecamatan maupun

kabupaten;

Pencairan ADD selalu terlambat;

Tidak adanya fasilitas, seperti komputer;

62

Page 73: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

72

3. Upaya yang telah ditempuh

Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, pemerintah desa

telah menempuh langkah-langkah sebagai berikut:

Musyawarah antara pemerintah desa, BPD dan RT serta tokoh

masyarakat untuk menentukan prioritas pembangunan desa;

Memberikan pemahaman bahwa forum musyawarah sifatnya

hanya pengusulan, jadi belum permanen;

Melakukan koordinasi antara aparatur desa dengan pihak terkait;

Melibatkan masyarakat supaya berpartisipasi dalam mendukung

pelaksanaan perencanaan desa;

Musyawarah antardesa;

Memberikan penyadaran terhadap masyarakat tentang

kebersamaan;

Mencari sumber pendapatan dengan menggali sumber daya alam

sebagai tambahan PADes;

Senantiasa mencari informasi dan bahan-bahan untuk

menambah pengetahuan;

Melakukan bimtek aparatur pemdes;

Memberikan arahan dan penjelasan mengenai RPJM Desa dan

RKP Desa;

Mengambil inisiatif tidak mencantumkan kode rekening dan

mengalihkan kegunaan anggaran untuk belanja yang lain;

Kepala desa mengumpulkan masyarakat supaya ’berembuk’

supaya mendapat kata sepakat;

Desa bekerja untuk melayani masyarakat hanya dengan hasil

biaya administrasi;

Pemberian bimbingan dan pelatihan oleh instansi pemerintah

terkait;

63

Page 74: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

73

Memotivasi agar aparatur desa mampu untuk menyusun

dokumen perencanaan dan penganggaran desa;

Melaksanakan pelatihan modul peningkatan kinerja dan

manajemen pemerintah desa;

Mencari informasi dari dinas terkait;

Melakukan konsultasi dengan pihak di atasnya (camat);

Mengutamakan salah satu kegiatan yang dianggap penting

sehingga dalam pelaksanaannya bisa diselesaikan sesuai rencana;

Menggalakkan gotong royong dan menggali potensi desa pada

pihak ketiga;

Mengambil hasil rapat dan musyawarah suara terbanyak.

d. Kebutuhan pengembangan

1. Penyempurnaan peraturan-peraturan perundangan yang ada;

2. Sosialisasi peraturan perundangan kepada masyarakat desa

3. Kerjasama pemerintah desa, BPD, dan tokoh masyarakat;

4. Koordinasi dengan pimpinan terkait apabila terjadi kendala;

5. Kemampuan musyawarah antara kepala desa, ketua BPD dan tokoh-

tokoh masyarakat;

6. Kemampuan menyusun anggaran desa;

7. Kemampuan mengenal potensi desa yang ada;

8. Kemampuan menyerap aspirasi masyarakat desa;

9. Kemampuan mensosialisasikan perencanaan dan penganggaran desa;

10. Kemampuan mengoperasikan komputer/laptop.

B. MANAJEMEN KEUANGAN DAN KEKAYAAN DESA

Kapasitas dalam melaksanakan manajemen keuangan desa dan kekayaan

desa menjadi salah satu aspek yang penting dimiliki aparatur desa, utamanya

agar dapat mengalokasikan sumber-sumber dana yang ada secara tepat untuk

melaksanakan program-program bagi masyarakat. Ditambah lagi dengan adanya

64

Page 75: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

74

kenyaataan bahwa saat ini terdapat persoalan minimnya sumber-sumber dana

yang diperuntukkan bagi desa serta terbatasnya penerimaan dari kekayaan desa

yang ada. Aparatur desa tidak hanya dihadapkan pada tuntutan untuk

mengalokasikan APBDes yang terbatas, namun juga bagaimana mengoptimalkan

kekayaan desa yang dimiliki.

Dalam laporan ini manajemen keuangan desa saling dikaitkan dengan

pengelolaan kekayaan desa, karena keuangan desa mencakup semua hak dan

kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai

dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan

dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Kekayaan desa merupakan salah satu

sumber pendanaan kegiatan pembangunan yang asli berasal dari desa.

Kemampuan aparatur desa mengelola kekayaan desa yang dimiliki akan

bermanfaat dalam manajemen keuangan, khususnya dari sisi perencanaan

maupun pelaksanaan keuangan.

Sejauh mana kapasitas aparatur desa dalam melaksanakan manajemen

keuangan dan kekayaan desa akan diulas pada bagian ini. Di samping itu

diuraikan pula sejumlah permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kedua

aspek tersebut. Selanjutnya berdasarkan fakta empiris tentang kapasitas

pelaksanaan manajemen keuangan dan kekayaan desa beserta problematika

yang berhasil dirangkum, dirumuskan berbagai kebutuhan pengembangan

kapasitas aparatur desa dalam bidang tersebut.

1. Kapasitas Aparatur Desa dalam Manajemen Keuangan Desa

Secara garis besar ruang lingkup manajemen keuangan Desa meliputi

aspek perencanaan dan penganggaran, aspek pelaksanaan dan

penatausahaan, aspek pertanggungjawaban seluruh kegiatan yang berkenaan

dengan pengelolaan sumber-sumber pendapatan dan biaya-biaya yang ada

dalam kegiatan pemerintahan Desa. Secara spesifik, dalam bagian

manajemen keuangan desa dipaparkan pula pelaksanaan/pengelolaan

Alokasi Dana Desa.

65

Page 76: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

75

a. Perencanaan dan Penganggaran

Sebagaimana dipaparkan dalam pembahasan terdahulu, Undang-

Undang No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembngunan Nasional,

Peraturan Pemerintah No. 72/2005 (Pasal 64) tentang Desa, dan

Permendagri No. 66/2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa,

memberi amanah kepada pemerintah desa untuk menyusun program

pembangunannya sendiri melalui forum perencanaannya Musyawarah

Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang Desa).

Forum ini menghasilkan dua dokumen rencana desa yaitu Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) dan Rencana Kerja

Pembangunan Desa (RKP Desa) tahunan. RKP Desa menjadi acuan

penyusunan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB

Desa). Pengaturan mengenai APBDes biasanya diatur dalam peraturan

tentang keuangan desa yang ditetapkan oleh pemerintyah kabupaten.

APBDes ini menggambarkan pelaksanaan pembangunan yang

diselenggarakan pemerintah desa. Secara garis besar APBDes memuat

tiga hal, yakni: pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Struktur APBDes

merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan desa, belanja

aparatur , dan belanja publik. Adapun tahapan penyusunan APBDesa

meliputi:

pertama, penyusunan rancangan APBDesa. Rancangan APBDesa ini

dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa

kedua, penyusunan rancangan peraturan desa tentnag APBDes. Hasil

musrenbangdes yang berupa rancnagan APBDes dibahas oleh Kepala

desa dan BPD untuk menghasilkan rancangan peraturan desa tentang

APBDes. Ranperdes ini sekurang-kurangnya memuat struktur APBDes

dan lembar persetujuan bersama antara Kepala desa dan BPD

Evaluasi ranperdes tentang APBDes. Evaluasi ini dilakukan oleh

Bupati. Rancangan peraturan desa yang telah dihasilkan dari tahap

66

Page 77: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

76

sebelumnya, paling lama 3 hari disampaikan oleh kepala desa kepada

Bupati untuk dievaluasi. Hasil evaluasi ini selanjutnya disampaiakn

paling lama 20 hari kepada kepala desa. Apabila hasil evaluasi

tersebut melampaui batas, Kepala desa menetapkan Rancangan

peraturan Desa tentang APBDes menjadi Peraturan Desa.

Penetapan Keputusan Kepala Desa. APBDesa baru dapat dilaksanakan

setelah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa tentang

Pelaksanaan APBDes.

Meski telah diamanatkan dalam peraturan, masih ada banyak desa

belum menerapkan anggaran APBD desa itu. Salah satunya karena Desa

belum memiliki RPJMDesa.

b. Pelaksanaan dan penatausahaan

Dalam pelaksanaan dan penatausahaan keuangan desa, menurut

Permendagri No 32 Tahun 2006 mengenai Pedoman Administrasi Desa,

setidaknya terdapat tujuh macam administrasi keuangan Desa. Buku

Anggaran Penerimaan, Buku Anggaran Pengeluaran Rutin, Buku Anggaran

Pengeluaran Pembangunan, Buku Kas Umum, Buku Kas Pembantu

Penerimaan, Buku Kas Pembantu Pengeluaran Rutin, dan Buku Kas

Pembantu Pengeluaran Pembangunan. Setidaknya bentuk-bentuk

administrasi desa tersebut menjadi kompetensi yang wajib dimiliki oleh

aparatur desa.

Pelaksanaan dan penatausahaan keuangan Desa yang juga

pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan Desa dan

pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan Desa adalah Kepala

Desa. Selanjutnya dalam pelakasanaannya kepala Desa dibantu oleh

Bendarawan Desa, Perangkat Desa beserta masyarakat.

67

Page 78: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

77

c. Pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD)

Alokasi Dana Desa antara lain ditujukan untuk, meningkatkan

kemampuan keuangan desa agar mampu membiayai dan melaksanakan

pelayanan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat,

memberikan motivasi swadaya dan gotong royong masyarakat dalam

pembangunan desa, mengembangkan inisiatif dan prakarsa Pemerintah

Desa bersama masyarakat untuk membangun desa, meningkatkan dan

mengefektifkan peranan lembaga kemayarakatan sebagai wadah untuk

meningkatkan partisipasi masyarakat desa dalam perencanaan,

pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan desa. Dana ini bersumber

dari bagi hasil pajak daerah dan dana perimbangan keuangan pusat yang

diterima oleh Kabupaten. Pengalokasian dana ini memperhatikan faktor

kemiskinan, pendidikan, kesehatan, serta keterjangkauan dan

ketersediaan infrastruktur desa. Pemerintah Kabupaten menetapkan

formulasi ADD yang dituangkan dalam Peraturan Bupati tentang

Penetapan Alokasi Dana Desa. Kepala Desa menuangkan kegiatan yang

didanai ADD dalam APBDesa.

Sebagaimana ditetapkan dalam PP No 72 tahun 2005 tentang Desa,

pengalokasian dana ADD menganut azas merata dan adil. Sehingga untuk

asas merata besarnya sebagian dana ADD yang diterima besarnya sama

untuk setiap desa, yakni Alokasi Dana Desa Minimum (ADDM). Sementara

untuk memenuhi azas keadilan, sebagian dana ADD yang lain diterima

secara proporsional untuk setiap desa berdasarkan nilai bobot desa yang

dihitung berdasarkan variabel kemiskinan, pendidikan dasar, kesehatan,

keterjangkauan, jumlah penduduk, luas wilayah, potensi ekonomi dan

jumlah dusun. Namun dalam prakteknya, tidak semua variabel ini

digunakan dalam penghitungan ADDP. Pada umumnya hanya

mempertimbangkan variabel jumlah penduduk desa, sementara variabel

lainnya tidak banyak yang diikut sertakan dalam rumus penghitunga.

68

Page 79: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

78

Keberadaan data-data pendukung untuk variabel-variabel yang lain

seringkali tidak tersedia dengan baik. Bahkan petunjuk teknis

pengalokasian ADD di Parigi Moutong tidak menyebutkan dengan jelas

variabel-variabel yang menjadi dasar pengalokasian ADD tersebut,

sehingga terkesan kurang transparan. Hal ini berdampak pada persoalan

ketidakadilan dalam pengalokasian dana tersebut dan kemanfaatannya.

Kegiatan yang dibiayai menggunakan ADD ini adalah kegiatan fisik

sarana dan prasarana Desa yang diperlukan sesuai dengan hasil

musyawarah desa. Pelaksanaannya dilaksakanan oleh masyarakat, baik

dengan sistem upah/gaji maupun secara swadaya dan gotong royong.

Pemerintah Kabupaten menetapkan juknis pelaksanaan ADD tersebut,

yang antara lain juga memberi batasa kegiatan penggunaan ADD. Batasan

tersebut antara lain tidak diperbolehkannya menggunakan dana tersebut

untuk membangun yang bersifat prestise, antara lain seperti tugu Desa,

pemugaran tempat keramat dan gapura desa. Dana tersebut juga tidak

boleh digunakan untuk membangun pada tanah bukan milik Desa kecuali

yang sudah dihibahkan, tidak boleh tumpang tindih penggunaannya

dengan proyek/kegiatan lain, tidak boleh membangun kator desa dan

balai desa karena telah menjadi tanggung jawab Kabupaten, serta

dilarang untuk membeli tanah untuk lokasi pekuburan.

Untuk pencairan dana yang langsung diterima Desa, dana diterima

melalui APBDesa dengan cara mengajukan Rencana Pengeluaran Desa

berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang ditetapkan

dengan Keputusan Kepala Desa yang telah disyahkan oleh Camat dan

diajukan kepad Bupati Katingan melalui Dinas Pengelolaan Keuangan dan

Kekayaan Daerah Kabupaten (atau yang sejenisnya). Adapun untuk

honor/gaji Kepala Desa dan perangkatnya diajukan Semester dengan

beban LS. Dana diterima langsung oleh Desa melalui rekening desa, dan

pada tiap tahun anggarannya wajib dilaporkan kepada Badan Pengelolaan

69

Page 80: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

79

Keuangan dan Kekayaan Daerah dengan tembusan disampaikan kepada

Badan Pengawas Daerah dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan

Pemerintahan Desa (atau dengan nomenklatur lain yang sejenisnya).

Untuk permintaan dana bantuan langsung berupa biaya operasional,

Kepala Desa mengajukan permintaan dana yang diketahui oleh Camat

untuk diajukan kepada Bupati untuk diproses sesuai dengan mekanisme

yang berlaku melalui Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah.

Untuk pengajuan tersebut, perlu dilampirkan berbagai dokumen yakni:

Daftar Usulan Rencana Kegiatan (DURK), Anggaran Pendapatan dan

Belanja Desa (APBDes), Nomor Rekening Desa di BPK setempat, Surat

Keputusan Kepala Desa tentang PJAK dan PJOK, dan kuitansi tanda

terima bermeterai. Untuk honorarium aparatur desa, dibayarkan 2

(dua)tahap yaitu Semester I dan Semester II.

Adapun untuk kegiatan fisik, secara umum dilaksanakan dalam

berbagai tahapan kegiatan sebagai tertera dalam tabel berikut.

Tabel.4.1 Tahapan Pelaksanaan ADD untuk Kegiatan Fisik

Tahap Kegiatan

Pembentukan Tim

Desa membentuk Tim Perencana dan Pelaksana Kegiatan (TPKK) Desa melalui musyawarah desa dan dipilih dari anggota masyarakat baik laki-laki maupun perampuan yang dipandang memiliki kemampuan, ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa, disyahkan oleh BPD, dan diketahui oleh Camat. TPKK terdiri dari Ketua, Sekretaris merangkap anggota, Bendahara, dan 4 orang anggota.

Perencanaan Kegiatan

TPKK Desa menjaring aspirasi kelompok-kelompok masyarakat dan mentabulasikannya, sebagai bahan untuk menyusun dua atau tiga rencana kegiatan prioritas yang akan diajukan dalam musyawarah desa.

Hasil musyawarah desa dibuatkan berita acara dan dituangkan dalam keputusan Desa, kemudian diajukan ke kelompok kerja kecamatan (POKJA Kecamatan)

Pokja Kecamatan meneliti dan memverifikasi rencana kegiatan Desa (Pokja Kecamatan diketuai oleh Camat dengan anggotanya terdiri dari unsur Dinas/Instansi

70

Page 81: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

80

Tahap Kegiatan

terkait yang ada di Kecamatan, Tokoh masyarakat, LSM dan Perwakilan Desa yang ditunjuk oleh Desa yang ditetapkan dnegan Keputusan Camat.

Hasil verifikasi Pokja Kecamatan mengenai usulan kegiatan Desa yang layak untuk dilaksanakan diajukan kepada Bupati melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa dan atau pokja Kabupatenuntuk mendapat persetujuan dan permintaan dana, dnegan melampirkan Formulir Verifikasi usulan.

Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa dan atau Pokja Kabupaten meneliti dan memverifikasi ulang dan menceklis dokumen usulan yang diajukan untuk ditindaklanjuti dan membuat rencana anggaran biaya, dengan menggunakan jasa konsultan khusus/Instansi Teknis terkait dan sekaligus menjadi pengawas teknis di desa.

Pelaksanaan Kegiatan

Dalam tahap pelaksanaan kegiatan Kepala Desa bersama dengan TPPK serta masyarakat melaksanakan tugas sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan fungsinya masing-masing.

Pembinaan dan Pengawasan

Pembinaan pelaksanaan kegiatan secara fungsional dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa dan atau Pokja Kabupaten dibantu oleh Camat pada lokasi pelaksanaan kegiatan

Pelaporan Laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan dilakukan secara bertahap yaitu : Tahap pertama, setelah pekerjaan fisik dan keuangan 35 % dan tahap kedua, setelah pekerjaan fisik keuangan selesai 100%. Pelaksanaan dilaksanakan secara berjenjang, disampaikan kepada Bupati melalui Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (Laporan dibuat pada saat mengajukan SPP tahap berikutnya, yang sekaligus menjadi salah satu persyaratan yang dilampirkan).

Untuk permintaan dana untuk kegiatan fisik, Ketua TPPK Desa

mengajukan Permohonan permintaan dana yang diketahui oleh Kepala

Desa dengan surat penganar dari Camat, untuk diajukan kepada Bupati

melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa untuk

diteliti kelengkapan berkasnya dan kemudian diterbitkan Surat

Rekomendasi. Pencairan dilakukan secara bertahap. Tahap pertama

71

Page 82: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

81

sebesar 35% setelah melalui tahapan perencanaan dan evaluasi yang

ditetapkan oleh Bupati, maka desa membuat usulan permintaan dana

untuk kegiatan fisik.

Dokumen yang dilampirkan pada pencairan tahap I ini antara lain

Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan gambar kegiatan fisik, Susunan

pengurus TPPK Desa, SK Bupati tentang Lokasi Desa penerima dana

kegiatan fisik dari ADD, daftar usulan kegiatan serta berita acara hasil

pertemuan/musyawarah pemabngunan desa, rekening TPPK Desa

penerima dana kegiatan fisik ADD atas nama Bendahara TPPK, dan

kuitansi pembayaran yang tanda terimanya ditandatangani oleh

bendahara TPPK. Sementara untuk permintaan daan Tahap II, dilengkapi

dengan kuitansi pembayaran yang tanda terimanya ditandatangani oleh

Bendahara TPPK, Laporan Kemajuan Pekerjaan, Berita Acara Kemajuan

Pekerjaan, SPJ dan yang lain-lain yang dianggap perlu.

Box. 4.4. Pelaksanaan Alokasi Dana Desa : Contoh Praktek di Kabupaten Katingan

Untuk melaksanakan Alokasi Dana Desa untuk tahun anggaran 2009, Pemerintah Daerah Kabupaten Katingan mengeluarkan Peraturan Bupati Katingan Nomor 22 Tahun 2009 menetapkan Pedoman Pelaksanaan dan Penetapan Alokasi Dana Desa untuk tahun anggaran tersebut. ADD tersebut diperuntukkan bagi 154 desa yang tersebar di 13 Kecamatan di Kabupaten tersebut.

ADD terdiri dari Alokasi Dana Desa Minimum (ADDM) dan Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP). Total ADD sebesar 4.5% dari pendapatan Kabupaten yang berasal dari dana alokasi umum setelah dikurangi alokasi dasar untuk belanja PNS, dibagi secara proporsional kepada setiap Desa. Jumlah ADD untuk seluruh desa di Kabupaten Katingan pada tahun anggaran 2009 sebesar Rp.15.500.000.000,-. ADDM berjumlah Rp.6.976.200.000 dibagikan secara merata ke setiap desa. Sementara untuk ADDP, total berjumlah 55% dari keseluruhan ADD. ADDP dibagikan berdasarkan klasifikasi desa, di mana untuk Pemerintah Kabupaten Katingan mengacu pada Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 163 Tahun 2005. Desa diklasifikasikan dalam 3 kategori,yakni desa A yaitu desa yang jumlah penduduknya 1001 jiwa ke atas, desa B yaitu desa dengan jumlah penduduk 501-1000 jiwa, dan desa C yakni desa berpenduduk 0-500 jiwa. Desa klasifikasi

72

Page 83: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

82

A menerima sejumlah Rp.120.680.000,- , desa klasifikasi B menerima menerima Rp.106.180.000, sementara desa klasifikasi C menerima Rp.90.700.000.

Untuk operasional aparatur desa dan honorarium lainnya, setiap desa menerima Rp. 45.300.000,-, terdiri dari Biaya Operasional Desa sebesar Rp. 7.000.000,-, Biaya operasional PKK Desa sebesar Rp.5000.000,-, biaya operasional BPD sebesar Rp.3000.000,- dan biaya operasional Tim Perencana dan Pelaksana Kegiatan sebesar Rp1.500.000. Di samping itu untuk kesejahteraan Kepala Desa beserta aparaturnya setiap bulannya diberikan honorarium/gaji masing-masing sebesar Rp.550.000,- untuk Kepala Desa, Rp. 500.000,- untuk Sekretaris Desa, dan Rp.450.000,- untuk Kaur/Kepala Seksi (berjumlah 3 orang).

ADDP diterima desa dalam jumlah bervariasi sebesar Rp.75.380.000,-

untuk desa A, Rp. 60.880.000,- untuk desa B, dan Rp. 45.400.000,- untuk desa C. Dana ini diperuntukkan bagi belanja publik yang meliputi program penanggulangan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan pendidikan dasar, dan pengadaan pembangunan infrastruktur sarana perhubungan, sarana produksi dan sebagainya. Menilik sebaran jumlah penduduk di desa-desa di Kabupaten ini yang berkisar antara 79 jiwa sampai 3872 jiwa, karena banyak desa yang berpenduduk jarang sebagaian besar desa masuk dalam kategori C yang hanya menerima sebesar Rp.45.400.000,-. Dari 154 desa, hanya 32 desa yang masuk kategori A, 37 masuk kategori B, sementara 85 desa masuk kategori C. Hal ini tidak saja memperlihatkan minimnya dana yang diterima desa, namun juga ketidaksesuaian dana yang diterima dengan kebutuhan, karena bayak di antara desa yang berpenduduk sedikit tersebut memiliki kesulitan keterjangkauan sehingga memerlukan biaya yang lebih besar dalam pembangunan.

d. Pertanggungjawaban Keuangan Desa

Dalam aspek pertanggungjawaban keuangan Desa, Kepala Desa

adalah sebagai pemegang kekuasaan penyelenggaraan keuangan Desa

wajib menyampaikan pertanggungjawabannya kepada Bupati/ Walikota

melalui camat, dalam rangka pengelolaan keuangan Desa yang

akuntabilitas dan transparansi. Berbagai bentuk laporan

pertanggungjawaban dalam manajemen keuangan desa dapat dijelaskan

sebagai berikut.

Kepala desa wajib menyampaikan laporan pengelolaan keuangan

desa dalam bentuk laporan penyelenggaraan pemerintahan desa

73

Page 84: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

83

kepada Bupati melalui Camat. Laporan ini memuat perhitungan

APBDes selama satu tahun anggaran.

Pelaksanaan Alokasi Dana Desa wajib dilaporkan kepada Bupati

melalui Camat (atau BPMPDes). Laporan pelaksanaan tersebut terdiri

dari Laporan Kemajuan Fisik, Laporan Bulanan, Laporan

pertanggungjawaban. Pelaporan dilaksanakan untuk mengetahui

perkembangan proses pengelolaan dan penggunaan Alokasi Dana

Desa yang mencakup perkembangan kegiatan dan penyerapan dana,

masalah yang dihadapi dan pemecahannya, pencapaian hasil

penggunaan Alokasi Dana Desa. Pelaporan Kegiatan meliputi :

Laporan Tim Pelaksana ADD tingkat Desa kepada Tim Pengendali

Tingkat Kabupaten (setiap 3 bulan), Laporan Tim Pengendali Tingkat

Kecamatan kepada Tim Fasilitasi Tingkat Kabupaten setiap 3 bulan

mengenai laporan seluruh Tim Pelaksana ADD tingkat desa, Laporan

Tim Fasilitasi kepada Bupati. Dalam hal laporan keuangan, pelaporan

keuangan dilaksanakan oleh kepala desa dan secara teknis dilakukan

oleh Bendahara Desa.

Gambar.4.3. Skema penyampaian Laporan ADD

BUPATI

Tim Pembina Tingkat Kabupaten Rekap dari Laporan Tingkat

Kecamatan

Tim pendamping Tk . Kecamatan Rekap dari seluruh desa

Tim pelaksana Tingkat Desa

Pelaporan dilaksanakan setiap

tahapan penerimaan ADD dan

dilaporkan kepada Bupati

melalui Camat, pelaporan

dalam bentuk SPJ. Pertanggung-

jawaban ADD terintegrasi

dengan pertanggung-jawaban

APBDesa. Secara skematis alur

penyampaian laporan ADD

dapat digambarkan sebagai

berikut.

74

Page 85: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

84

Kepala Desa menyampaikan laporan hasil peneglolaan kekayaan desa

kepada Bupati melalui Camat setiap akhir tahun anggaran dan /atau

sewaktu-waktu diperlukan. Laporan hasil pengelolaan kekayaan ini

merupakan bagian integral dari laporan pertanggungjawabans

Laporan Keuangan BPD. BPD juga wajib menyampaikan laporan

administrasi keuangan BPD yang bersumber dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa kepada Kepala Desa selaku Pemegang

Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa. Laporan ini dilaksanakan

secara tertulis.

2. Kapasitas Aparatur Desa dalam Manajemen Kekayaan Desa

Permendagri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan

Kekayaan Desa menyebutkan bahwa kekayaan desa adalah barang milik Desa

yang berasal dari kekayaan asli desa, dibeli atau diperoleh atas beban

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah.

Adapun pengelolaan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan,

pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan,

penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, penilaian, pengawasan

dan pengendalian. Menurut peraturan tersebut, Tata Cara pengelolaan

kekayaan desa ditetapkan oleh Bupati. Adapun tahapan pengelolaan

kekayaan desa meliputi:

a. Pengelolaan Aset Desa

Dalam laporan ini aset dipergunakan secara bergantian

(interchangeable) dengan istilah kekayaan. Manajemen asset desa ini

sangat diperlukan oleh aparatur desa, khususnya untuk memelihara

barang-barang kekayaan desa disamping juga untuk mengurangi beban

pengeluaran. Hal ini karena, dalam praktek seringkali barang-barang

milik desa khususnya yang merupakan asset bergerak, tidak terawat atau

hilang, sehingga bisa manimbulkan pemborosan, jika sebenarnya barang-

75

Page 86: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

85

barang tersebut masih layak digunakan. Sebagai contoh, kondisi yang

dialami di salah satu desa di Bengkulu Utara, seperti yang diungkapkan

oleh salah aparat desa tersebut.

“ …Seringkali jika terjadi pergantian kepala desa, pengalaman kita kalau kepala desanya baru maka berganti pula balai desa, mejanya hilang. Makanya dengan adanya sekretaris desa yang permanen yang setiap hari berkantor ini dia akan mencatat kepala desanya siapa, asset-asetnya. Kepala desanya siapa nggak penting, yang penting asetnya tetap. Manajemen asset ini saya anggap sangat penting sekali untuk mengurangi beban Negara”.

Perencanaan kebutuhan kekayaan desa merupakan salah satu

aspek dalam pengelolaan kekayaan desa yang perlu mendapat perhatian.

Perencanaan kebutuhan kekayaan desa ini disusun dalam rencana kerja

dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Inventarisasi merupakan salah bagian dari pengelolaan kekayaan

yang belum tertata dengan baik. Dalam peraturan, disebutkan bahwa

Pemerintah Kabupaten menetapkan peraturan daerah yang berkaitan

dengan pengelolaan kekayaan desa, tentu termasuk di dalamnya

mengatur tentang inventarisasi asset desa. Namun, masih ada daerah

yang belum menetapkan petunjuk teknis/aturan mengenai hal ini.

Temuan ini seperti yang diungkapkan salah satu apartur desa yang

menyebutkan bahwa :

“..Permasalahan dalam inventaris desa sangat terkait dengan masalah administrasi, karena aparatur desa tidak bisa lepas dari aturan-aturan yang berkaitan. Selama ini di berbagai desa belum terdapat manajemen inventaris desa yang sudah diprogram dari pemerintah kabupaten.”

Di sisi lain para aparatur desa seringkali dihadapkan pada

persoalan-persoalan yang ketidaktahuan tentang hukum/aturan yang

berlaku. Hal ini sering kali terjadi karena distribusi/sosialisasi aturan-

aturan tersebut belum berjalan dengan baik.

76

Page 87: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

86

Terkait dengan administrasi kekayaan desa, terdapat bebagai

dokumen administrasi yang mesti dilaksanakan oleh Pemerintah Desa.

Buku Data Tanah Milik Desa/Tanah Kas Desa, buku data inventaris desa,

Buku data tanah di desa. Kemampuan administrasi ini perlu dikuasai oleh

aparat desa. Adapun biaya pengelolaan kekayaan desa dibebankan

kepada APBDes.

Permendagri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan

Kekayaan Desa telah mengamanatkan pengelolaaan kekayaan desa

dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum,

keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Kekayaan desa

dikelola oleh pemerintah desa dan dimanfaaatkan sepenuhnya untuk

kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan

pelayanan masyarakat. Pemanfaatannya kekayaan desa tersebut

Box. 4.5 Pengelolaan Kekayaan Desa : Kabupaten Parigi Mountong

Sumber pendapatan dan kekayaan yang dikelola oleh desa merupakan hak otonomd esa dalam penggunaan dan pemanfatannya guna pembanguanan dan pemberdayaan masyarakat desa. Untuk kelancaran dalam pengelolaan sumber pendapatan dan kekayaan maka pemerintah Kabupaten Parigi Moutong menerbitkan Perda No 26 Tahun 2007 tentang Sumber pendapatan dan kekayaan desa. Dalam peraturan daerah ini disebutkan bahwa kekayaan desa adalah semua hak desa yang diakui sebagai salah satu sumber pendapatan desa yang dikelola oleh pemerintah desa. Kekayaan desa tersebut terdiri atas :tanah kas desa, pasar desa, bangunan desa, obyek rekreasi yang diurus desa, tmpat-tempat pemancingan di bendungan dan atau sungai, pelelangan ikan yang dikelola desa, jalan desa, pasar hewan, dan lain-lain. Untuk memelihara kekayaan desa yang berupa tanah dan sember kekayaan lain, pemerintah Kabupaten Parigi Mountong menetapkan bahwa sumber-sumber kekayaan ini tidak dapat dipinjamkan, digadaikan, dan atau dijual kepada pihak lain, kecuali mendapat persetujuan dari BPD yang diatur dalam Perdes.

77

Page 88: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

87

dilakukan atas dasar mengoptimalkan dan daya guna dan hasil guna

kekayaan desa serta untuk meningkatkan pendapatan desa. Jenis

pemanfaatannya dapat berupa sewa, pinjam pakai, kerjasama

pemanfaatan, dan bangun serah guna.

b. Sumber Penerimaan Desa

Sumber penerimaan desa diantaranya berasal dari pengoptimalan

dan pendayagunaan kekayaan desa. Berbagai sumber kekayaan desa

yang dikelola desa yang menjadi lokus penelitian antara lain meliputi

tanah desa (misalnya tanah pecatu di NTB), dimana desa mendapatkan

hasil sewa tanah kas desa atau pendapatan lain dari pemanfaatan tanah

tersebut. Terdapat pula desa yang memperoleh pendapatan asli (berasal

dari partisipasi masyarakat swadaya), pendapatan dari berbagai retribusi

pungutan yang ada di desa serta pengurusan administrasi seperti surat

pengatar KTP, Kartu Keluarga, karcis makam dan sebagainya. Dijumpai

pula desa yang menggali kekayaannya melalui potensi yang dimiliki desa

seperti hasil produksi pertanian pertanian (seperti padi, tembakau,

jagung, cabe, dan sebagainya) dan ternak, industri kerajinan (seperti

tenun), hasil pasar umum milik desa, ataupun hasil galian batu dan pasir.

Desa Banyu Mulek di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat

misalnya, memiliki tenpat pemotongan sapi dan pengolahan gerabah

secara modern serta mendapat penghasilan sebagai penghasil mutiara

terbaik se-Asia.

Pengelolaan potensi desa untuk menambah pendapatan desa

dapat dikatakan masih belum optimal. Misalnya potensi desa Banyu

Mulek di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat, meski desa

tersebut memperoleh penghasilan karena merupakan penghasil mutiara

terbaik se-Asia, namun sayangnya potensi alam tersebut masih belum

terorganisir dengan baik.

78

Page 89: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

88

Sumber penerimaan desa bisa juga berasal dari kegiatan

pemberdayaan. Sebagai contoh adalah usaha simpan pinjam masyarakat,

dimana masyarakat diminta menabung terlebih dahulu sehingga apabila

menunggak akan dipotong dari tabungannya. Contoh lain adalah Koperasi

Wanita yang dimiliki oleh Kelompok PKK.

Di samping itu penerimaan desa juga bersumber dari penerimaan

bantuan pemerintah baik Pemerintah Provinsi dan Kabupaten,

penerimaan bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota, Alokasi Dana Desa

(ADD).

Dari berbagai macam sumber pendapatan tersebut di atas,

terdapat sumber pendapatan desa yang menjadi ’unggulan’. Pendapatan

ini antara lain Alokasi Dana Desa, produksi pertanian pertanian, industri

kerajinan, semua jenis pungutan desa, maupun hasil galian tambang. Ini

memperlihatkan bahwa secara umum dari segi penerimaan desa masih

tergantung pada kucuran dana dari Kabupaten, serta suber kekayaan

yang berasal dari potensi desa yang beragam.

Sedangkan yang berkaitan dengan retribusi, disebutkan bahwa

hasil penerimaan retribusi tertentu daerah Kabupaten sebagian

diperuntukkan kepada desa (Pasal 18(5)). Untuk menjamin hak desa,

pasal 18(5) menyebutkan bahwa bagian desa ditetapkan dengan

Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten dengan memperhatikan aspek

keterlibatan desa dalam penyediaan layanan tersebut. Menilik isi dari

pasal tersebut, semestinya desa dapat pula memperoleh penghasilan dari

bagian retribusi daerah. Namun agaknya berbagai persoalan masih

dihadapi aparatur desa terkait retribusi ini sehingga pendapatan dari

bagian ini belum banyak membantu keuangan desa.

79

Page 90: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

89

c. Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa

Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa,

Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)-

yakni usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa. Untuk

kepengurusan BUMDes, dilakukan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat.

Sementara dari segi pemodalan, modal tidak hanya bersumber dari

Pemerintah Desa tetapi juga dapat berasal dari tabungan masyarakat,

bantuan Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah

Kabupaten/Kota, pinjaman, dan/atau penyertaan modal pihak lain atau

kerjasama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan. Perolehan hak

yang sah BUMD ini menjadi bagian dari kekayaan Desa.

Meski dapat menambah pendapatan desa dan masyarakat, kondisi

yang dijumpai saat ini memperlihatkan bahwa pengelolaan Badan Usaha

Milik Desa cenderung belum dilakukan dengan baik. Bahkan dijumpai

banyak desa yang belum mempunyai BUMDesa, sementara ada pula yang

telah membentuk BUMDes namun belum terkelola dengan baik. Misalnya

BUMDesa Batu Sela yang terdapat di desa Sela. BUMDesa ini melayani

kelompok simpan pinjam perempuan yang bergerak sebagai pedagang

‘bakulan’ di Desa Sela, namun meski sudah berdiri BUMDes ini belum

terkelola dengan baik.

BUMDes yang banyak dijumpai didirikan berdasarkan

kondisi/keunggulan setempat, misalnya BUMDes yang mengelola ternak

sapi di salah satu desa di NTT. Contoh lain adalah BUMDesa yang

berkaitan dengan kebutuhan masyarakat setempat, misalnya seperti

BUMDesa yang bergerak dalam bidang penyediaan air minum.

d. Pengelolaan asset desa pemekaran dan penggabungan

Dalam pemekaran desa, pembagian kekayaan desa sebagi akibat

dari pemekaran desa dilaksanakan berdasarkan musyawarah antar desa.

80

Page 91: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

90

Pembagian kekayaan ini difasilitasi oleh camat. Namun dalam hal hasil

musyawarah yang difasilitasi oleh Camat ini belum menghasilkan

kesepakatan, pembagian kekayaan desa ditetapkan dengan Keputusan

Bupati. Sebagaimana diamanatkan dalam peraturan tentang pedoman

pengelolaan kekayaan desa, pembagian kekayaan desa ini perlu

mempertimbangkan aspek pemerataan dan keadilan, manfaat,

transparansi, serta social budaya setempat.

Dalam hal penggabungan desa, sebagai akibat dari penggabungan

Desa, maka kekayaan desa dari desa yang digabung menjadi milik desa

yang baru dan diserahkan pada desa yang baru. Penyerahan kekayaan

desa tersebut dituangkan dalam Berita Acara serah terima yang

ditandatangani oleh masing-masing kepala desa dan BPD yang

bersangkutan dan diketahui oleh Bupati.

3. Permasalahan kapasitas aparatur desa dalam manajemen keuangan dan

kekayaan desa

a. Persoalan kapasitas aparatur desa terkait dengan masalah perencanaan

dan pelaporan

Kendala yang dihadapi aparatur desa yang terkait dengan kapasitas

dalam perencanaan dan pelaporan dapat diuraikan sebagai berikut :

Salah satu permasalahan terkait kapasitas aparatur desa dalam

manajemen keuangan desa ini, sebagaimana disampaikan oleh para

kepala desa adalah belum adanya keselarasan antara sistem

perencanaan dengan sistem penganggaran. Aparatur desa kerap

belum punya gambaran dalam merencanakan keuangan, karena

ketika memprogramkan sesuatu belum terdapat kejelasan anggaran

yang akan dipergunakan untuk melaksanakan program.

Penganggaran berbasis kinerja yang menekankan pola ‘money follow

function’ kurang dapat dipahami oleh para aparatur desa, tidak saja

81

Page 92: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

91

karena keterbatasan skill, namun berdasarkan praktek yang dialami

para aparatur desa banyak program yang berakhir sebagai rencana-

rencana saja atau tidak ada yang dapat diaktualisasikan pada saat

program akan dijalankan karena dukungan dana yang tidak tersedia.

Akibatnya, aparat desa cenderung lebih terbiasa/menyukai model

‘function follow money’ .

Kesulitan menentukan skala prioritas serta distribusi sumber daya.

Kesulitan ini antara lain karena aparatur desa kurang mampu

menerapkan prinsip disiplin anggaran rasional di Desa, dimana

penganggaran desa sering kurang memperhitungkan argumen

rasional. Semestinya pengeluaran belanja Desa disamping

mengedepankan anggaran rasional juga menggunakan prinsip hemat,

tidak mewah, efektif, efisien, dan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Seringkali dinas/instansi yang seharusnya hanya merencanakan,

malah sekaligus bertindak sebagai pelaksana. Jadi aparat desa acap

kali tidak tahu mengenai program tersebut, sementara semua yang

dikerjakan di desa mesti dilaporkan. Hal ini menimbulkan kesulitan

dalam pelaporan.

Kelemahan aparatur dalam mengelola bukti-bukti pengeluaran,

seperti kuitansi, dan sebagainya. Ini dapat menjadi masalah karena

mestinya dokumen tersebut disertakan ketika akan melakukan

pencairan pada tahap berikutnya.

b. Persoalan kapasitas aparatur desa dalam mengelola Alokasi Dana Desa

Persoalan mendasar yang dihadapi aparatur desa dalam mengelola

alokasi dana desa adalah belum sesuainya nominal ADD dengan

kebutuhan desa maupun dengan kebutuhan operasional pegawai untuk

mengelola ADD tersebut. Hal ini terungkap antara lain menurut

82

Page 93: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

92

penuturan salah seorang Kepala Desa di Kabupaten Kupang Provinsi NTT.

Disebutkan bahwa :

”....fakta di lapangan bahwa memang...pemberian dana ADD belum sesuai dengan kebutuhan pengeluaran riil kami, sebagai contoh transportasi dari desa kami ke kabupaten (Soe) Rp. 100.000,- per sekali jalan, sementara dalam pagu anggaran hal itu tidak ada. Hal ini membuat kami kewalahan ketika mempertanggungjawabkan ADD yang harus kami kelola di desa. Disamping itu, ADD ini kan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bagaimana mungkin hal ini bisa? Tadi sempat disinggung juga, ada perbedaan antara desa di pulau Jawa dan di luar Jawa seperti NTT. Kami melihat, tentu hal ini harus dibedakan pada proses perlakuannya. Usulan kami terhadap pengelolaan dana ADD. Yang pertama juknis itu sudah ada dari kabupaten. Tapi yang bermasalah bagi kami di desa ini Bapak, yaitu tentang ada dua pos. Pos pertama itu dana itu untuk memberdayakan masyarakat, itu yang benar. Tetapi kelemahan kami, contoh kantor kesra, dana ini tidak boleh lari ke fisik, lantas darimana kami mendapat dana untuk membangun/merehab kantor desa. ADD ini tidak bisa dipakai untuk dana fisik. Itu masalah”.

Di satu sisi alokasi dana desa ini tergantung dari DAU yang diterima

oleh kabupaten dan kemampuan penerimaan Kabupaten. Hal ini bisa

menjadi kendala yang menimbulkan keterlambatan pada pencairan ADD.

Hal ini contohnya seperti yang terjadi di Kabupaten Lombok Timur.

Akibat keterlambatan dalam memenuhi target penerimaan pajak,

berbagai desa ditunda pencairan ADDnya.

Persoalan lain terkait dengan penyerapan dana ADD adalah

kemampuan aparatur desa dalam menyerap dana ADD itu sendiri. Salah

satunya disampaikan oleh aparatur desa di Bengkulu Utara.

“…Yang kami lihat adalah adanya kekurang mampuan kita untuk menyerap ADD itu, sehingga ADD itu terlambat. Dan perlu adalah sejauh mana peran sekdes itu terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa itu”

Persoalan serupa juga terjadi di Kabupaten Lombok Barat.

Beberapa hal yang mengakibatkan hal ini adalah belum pahamnya para

83

Page 94: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

93

aparatur dalam menyusun daftar rancangan kegiatan. Ditambah lagi

dengan kemampuan membuat pelaporan hasil penggunaan dana ADD,

baik untuk dana operasional pemerintah desa maupun pemberdayaan

masyarakat desa atau pun proyek fisik desa. Sementara laporan kegiatan

berjalan ini juga menjadi salah satu dokumen yang mesti dilampirkan

dalam pengajuan ADD. Persoalan yang tidak kalah pentingnya dalam ADD

ini adalah kemampuan memanfaatkan dana ADD ini untuk pembangunan

desa. Salah seorang aparatur desa menyebutkan bahwa :

”...masyarakat itu menganggap dana pemerintah itu sebagai ’dana hibah’ bukan untuk digulirkan”.

Akibat dari kondisi semacam ini, antara lain adalah pemanfaatan

dana ADD yang belum dapat berdampak signifikan pada sebagian besar

desa.

c. Persoalan kapasitas aparatur desa dalam mengelola kekayaan desa

Persoalan mendasar terkait kapasitas aparatur desa dalam

mengelola kekayaan desa adalah kelemahan aparatur dalam memahami

potensi desa. Karena ketidakpahaman tersebut, aparat desa kesulitan

untuk memprediksikan potensi kekayaan desa mana yang dapat

dioptimalkan. Hal ini sebagaimana diakui oleh salah seorang kepala desa

yang menyatakan bahwa ” Aparat desa kurang mengetahui potensi desa

dengan baik”

Disebutkan pula bahwa :

“…..Karena sumber-sumber pendapatan ini perlu digali dengan baik dan dioptimalisasikan. Kalau kita sudah bisa membuat prediksi yang optimal, masalah hasil ini bisa kita tentukan”.

Hal lain yang turut pula mempengaruhi kelemahan aparatur dalam

memahami potensi kekayaan desa dan mengoptimalkannya sebagai

84

Page 95: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

94

sumber pendapatan adalah masih kaburnya apa yang menjadi hak-hak

desa.

”Kepala Desa wajib mengintensifkan pemungutan pendapatan Desa yang menjadi kewenangan dan tanggungjawabnya , masalahnya sering tidak jelas yg bisa dipungut desa”

Persoalan di atas mengindikasikan adanya proses pendelegasian

kewenangan desa yang belum optimal. Hal ini dapat menimbulkan

kerancuan tentang sumber-sumber daya yang ada/dapat dipergunakan

oleh desa, sehingga menimbulkan kesulitan pula dalam mengelolanya.

Pengelolaan asset desa pemekaran merupakan bagian dari

pengelolaan kekayaan desa yang seringkali masih menyisakan banyak

masalah. Persoalan tersebut antara lain tergambar dari beberapa

pernyataan para kepala desa, antara lain:

“...Kemudian juga pengelolaan asset pada desa pemekaran atau pembangunan. Ini juga karena desa-desa di sumatera ini luas tetapi sedikit penduduknya. Memang ini sangat penting tetapi belum menjadi skala prioritas. Karena umumnya daerah-daerah pemekaran , penggabungan ini di daerah yang penduduknya sangat banyak……...” “...Selanjutnya masalah batas-batas di lapangan. Saya telah himbau kepada pak Camat , kepada kepala Desa kalau batas-batas desa kita itu ada masalah agar segera mungkin kita selesaikan.”

Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa peran pemerintah

Kabupaten maupun Kecamatan sangat diperlukan dalam menyelesaikan

persoalan aset desa pemekaran, sehingga ketika hal ini belum menjadi

prioritas, akan menimbulkan permasalahan di tingkat desa.

Bukan hanya terkait dengan pembagian asset yang bisa memicu

konflik antar desa, namun persoalan asset desa pemekaran ini juga

terkait dengan kemampuan pengelolaan kekayaan dan pendapatan desa,

baik desa induk maupun desa pemekaran. Banyak dijumpai desa-desa

85

Page 96: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

95

baru tidak memiliki sumber kekayaan asli desa karena tanah bengkok

atau tanah kas desa masih melekat pada desa induk.

d. Persoalan dalam Pengelolaan BUMDesa

Terkait dengan pengelolaan BUMDes terdapat berbagai persoalan

antara lain, Rendahnya kemampuan manajerial BUMDea serta

kemampuan administrasi BUMDes. Kelemahan lain dalam pengelolaan

BUMDes ini tampak pada kelemahan perencanaan BUMDes, misalnya

seperti yang terjadi di salah satu desa di Kabupaten Lombok Barat yang

mempunyai BUMDes dalam bentuk pasar desa. Namun karena lemahnya

perencanaan, misalnya dalam penentuan lokasi, dan sebagainya, maka

dalam perjalanannya pasar desa ini kurang dapat berfungsi dengan baik.

Yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan mengetahui potensi

yang dapat diusahakan dalam BUMDes dan lemahnya prakarsa aparatur

desa dalam mengoptimalkan BUMDes sebagai salah satu sumber

pendapatan desa.

e. Persoalan kapasitas aparatur desa terkait dalam penatausahaan

keuangan

Berikut ini adalah beberapa persoalan dalam pelaksanaan

administrasi keuanagn desa :

Kurangnya pemahaman mengenai perpajakan, perlu sosialisasi pajak.

Belum tertibnya administrasi keuangan desa karena aparat desa

belum memahami administrasi keuangan dengan baik

Pemahaman terhadap materi peraturan pemerintah atau undang-

undang kurang

Kurangnya pengetahuan aparatur dalam bidang akuntansi ,

pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing aparat karena

keterbatasan kemampuan serta penyusunan administrasi yang baik

86

Page 97: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

96

f. Persoalan kapasitas aparatur desa dalam pertanggungjawaban

keuangan desa

Persoalan yang mendasar dalam hal pertanggungjawaban

keuanagn desa adalah lemahnya akuntabilitas kepala desa. Secara formal,

aturan mengenai pertanggungjawaban kepala desa ini masih bersifat

pertanggungjawaban vertikal dari kepala desa kepada Camat/Bupati.

Sementara belum ada mekanisme yang mengatur akuntabilitas

horizontal kepada msyarakat. Persoalan ini ditambah lagi dengan

kelemahan kemampuan apartur desa dalam membuat berbagai dokumen

pertanggungjawaban.

Kelemahan aparatur desa dalam hal akuntabilitas ini, antara lain

dijumpai dalam dalam mengelola ADD , sebagaimana dinyatakan oleh

salah satu aparatur desa : ”....Akuntabilitas pemerintah desa dalam

mengelola ADD masih lemah.” Berbagai hal yang melatarbelakangi

lemahnya akuntabilitas desa ini antara lain :

Adanya salah pemahaman seperti inspektorat atau panwasda

tentang penujukan surat tugas dan sebaginya.

Adanya masalah dalam urusan administrasi khususnya menyangkut

administrasi pelaporan. Khususnya dalam berbagai kasus dijumpai

bahwa terkadang dalam mata anggaran di desa pada perjalanannya

(prakteknya) mengalami perubahan, yang tidak ikuti dengan proses

revisi. Sehingga menimbulkan kesulitan-kesulitan tersendiri dalam

aspek pelaporan di kemudian hari.

Lemahnya tingkat pengetahuan aparatur desa dalam aspek

administrasi penyelenggaraan pemerintahan desa, misalnya

bagaimana seharusnya menyusun sebuah administrasi perencanaan,

administrasi pelaporan keuangan, terlebih bila di tengah realisasi

87

Page 98: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

97

program terjadi perubahan-perubahan program kegiatan yang tidak

sesuai dengan perencanaan awal.

Belum adanya kebijakan yang jelas yang disusun oleh pemerintahan

desa (kades dan BPD).

Sebagai dokumen Desa yang sangat menentukan pembangunan Desa

tersebut maka APBDes harus dievaluasi oleh beberapa pihak terkait

untuk menjamin kemanfaatannya bagi masyarakat luas. Mekanisme

evaluasi APBDes belum dipahami dan diterapkan dengan baik.

Seringkali ada perencanaan program tanpa diketahui desa sehingga

menimbulkan kesulitan dalam pelaporan karena desa tidak

mengetahui program tersebut karena pendelegasian yang belum

optimal. “Kalau saja kembali berpedoman bahwa pemberdayaan

desa akan ditingkatkan, yang harus kita pikirkan terlebih dahulu

bagaimana agar pendelegasian ini harus optimal dahulu”, demikian

antara lain kritik dari pemerintah desa.

g. Persoalan ketersediaan aparatur desa

Salah satu persoalan yang mendasar yang dihadapi desa-desa

adalah sangat minimnya jumlah Sumber Daya Manusia aparaturnya.

Ditambah lagi, tingkat pengetahuan dari masing-masing aparat

pemerintah sangat beragam. Hal yang tampak sepele namun cukup

mengganggu adalah kendala kurangnya keterampilan aparatur desa

dalam mengoperasikan komputer. Dampaknya pengelolaan keuangan

desa masih banyak yang dilakukan secara manual dan seringkali

menimbulkan persoalan dalam penatausahaan.

h. Persoalan hubungan antara sesama aparat desa.

Persoalan lain yang bisa mengganggu proses pengelolaan keuangan

desa adalah hubungan antara sesama aparat desa. Hal ini misalnya dalam

88

Page 99: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

98

pengelolaan keuangan terutama yang bersumber dari ADD, semestinya

kepala desa memfungsikan sepenuhnya bendahara desa, namun ada

kepala desa yang menyimpan uangnya terutama dari ADD sedangkan

bendahara hanya menulis administrasinya saja, kemudian yang dibayar

oleh bendaharanya hanya uang dari pungutan desa. Hal ini bisa

menghambat dalam proses pencairan, dan sebagainya.

Dengan timbulnya beragam persoalan tersebut di atas, Pemerintah

Desa cenderung yang mengambil langkah penyelesaian melalui

musyawarah, misalnya dengan mengundang semua kadus, BPD, LKMD,

pemuka masyarakat, tokoh masyarakat, dan lain-lain untuk

rapat/bermusyawarah.

Terkait dengan persoalan ADD, pemerintah desa berupaya

menghindari keterlambatan penyaluran ADD dengan berusaha mengelola

keuangan yang masuk di desa dengan mengupayakan realisasi dari

pungutan desa semaksimal mungkin agar penerimaan dengan

pengeluaran seimbang sesuai dengan APBDes yang telah disusun.

4. Kebutuhan pengembangan kapasitas aparatur desa dalam manajemen

keuangan dan kekayaan desa

Dengan memperhatikan praktek pengelolaan keuangan desa yang

selama ini berjalan serta persoalan-persoalan yang terkait dengannya dan

tingkat kemampuan sumber daya aparatur desa yang ada, berikut ini

dirumuskan berbagai kebutuhan pengembangan kapasitas aparatur desa

dalam aspek tersebut. Kebutuhan pengembangan kapasitas ini terbagi

menjadi kebutuhan kompetensi aparatur desa serta kebutuhan lain yang

terkait dengan sistem dan hal-hal pendukung yang berpengaruh terhadap

kapasitas aparatur desa.

89

Page 100: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

99

a. Kebutuhan Peningkatan Kapasitas Keuangan

Kebutuhan peningkatan kapasitas keuangan menjadi salah satu poin yang

krusial dalam meningkatkan kapasitas dalam manajemen keuangan desa.

Hal ini terkait dengan masalah keuangan desa dalam aspek pendapatan,

dimana kemampuan desa untuk meningkatkan sumber pendapatan desa

yang selama ini dinilai sangat minim. Beberapa hal yang krusial dalam hal

ini adalah perlunya memperjelas kewengan desa sehingga

memungkinkan desa untuk menggali pendapatan sendiri, perlunya

meningkatkan optimalisasi BUMDes, dan meningkatkan kerjasama antar

desa.

b. Kebutuhan Kompetensi Aparatur Desa dalam Manajemen Keuangan

dan Kekayaan Desa

Kebutuhan ini terkait dengan kemampuan teknis aparatur desa dalam

manajemen keuangan dan kekayaan desa. Kebutuhan tersebut antara

lain :

1. Perlunya sosialisasi peraturan pemerintah atau undang-undang

2. Perlunya bimbingan teknis mengenai pelaksanaan keuangan di desa,

aparat desa memerlukan pembekalan khusus mengenai sistem dan

cara pengelolaan keuangan di desa

3. Perlunya sosialisasi perpajakan

4. Perlunya pemahaman materi pengawasan keuangan yang masuk di

desa terutama bantuan dari pemerintah Kabupaten, Provinsi, dan

Pusat bagi sekda

5. Perlunya pengetahuan mengenai pengelolaan Badan Usaha Milik

Desa, mulai dari mekanisme pendirian, pengelolaan, sampai pada

pertanggungjawaban

6. Perlunya peningkatan kapasitas dalam pelaksanaan Alokasi Dana

Desa

90

Page 101: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

100

7. Perlunya peningkatan kapasitas aparatur desa dalam melaksanakan

administrasi pengelolaan kekayaan desa

8. Perlunya peningkatan kompetensi aparatur desa dalam pemanfaatan

kekayaan desa

Salah satu poin penting dalam meningkatkan kapasitas pelaksanakan ADD

adalah meningkatkan proporsionalitas pengalokasian ADD sehingga dapat

mendukung kemampuan keuangan desa sesuai dengan kebutuhan desa

yang beragam. Model penentuan ADD selama ini masih kurang sesuai

dengan kebutuhan desa, meski hal ini juga sangat dipengaruhi

kemampuan masing-masing daerah. Untuk itu, disamping memperbaiki

model perhitungan alokasi ADD, hendaknya pemerintah desa juga perlu

mengetahui dengan jelas besarnya pagu ADD yang akan diteriman. Hal ini

untuk membantu dalam memperkirakan besarnya penerimaan desa dan

pengalokasiannya.

Poin kedua adalah mempersiapkan apartur desa, mulai dari Kepala Desa

sampai dengan seluruh aparat yang terlibat dalam pelaksanaan ADD

untuk memahami tugas dan fungsinya serta memberikan pelatihan

terkait dengan kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk

menjalankan tugas dan fungsi tersebut.

5. Kebutuhan Kapasitas Aparatur Desa secara Umum

Secara umum kebutuhan ini menyangkut kebutuhan mendasar

peningkatan kapasitas aparatur desa. Kebutuhan ini terkait dengan

ketersedian aparatur dan kemampuan mendasar aparatur seperti

penguasaan komputer. Untuk meningkatkan kapasitas ini perlu dilakukan

penambahan aparatur desa sesuai kebutuhan desa dengan tingkat

pendidikan yang lebih baik. Dengan kata lain perlu perbaikan dalam

rekuitmen aparatur desa dan peningkatan pendidikan aparatur desa yang

ada.

91

Page 102: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

101

C. KEBIJAKAN DESA

1. Pengertian, dan Prinsip Perumusan Kebijakan Desa.

Dilihat dari jenis produk hukum yang ada di Desa, terdapat dua jenis

kebijakan yakni, kebijakan yang bersifat mengatur, dan kebijakan yang

bersifat menetapkan, kebijakan yang bersifat mengatur terdiri dari Peraturan

Desa dan Peraturan Kepala Desa, sedangkan kebijakan yang bersifat

menetapkan adalah Keputusan Kepala Desa, adapun pengertian dari masing-

masing kebijakan (produk hukum) tersebut dapat diuraikan secara singkat

sebagai berikut :

a. Peraturan Desa (Perdes); adalah peraturan perundang-undangan yang

dibuat oleh Kepala Desa bersama-sama dengan Badan Permusyawaratan

Desa, yang memuat seluruh materi penyelenggaraan pemerintahan

desa, pembangunan desa, dan pemberdayaan masyarakat, serta

penjabaran lebih lanjut dari ketentuanperundang-undangan yang lebih

tinggi;

b. Peraturan Kepala Desa; adalah peraturan perundang-undangan yang

ditetapkan oleh Kepala Desa yang sifatnya mengatur dalam rangka

melaksanakan Peraturan Desa dan peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi, muatan materi dari Peraturan Kepala Desa adalah

penjabaran pelaksanaan Peraturan Desa;

c. Keputusan Kepala Desa; adalah keputusan yang ditetapkan oleh Kepala

Desa yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan peraturan

desa maupun peraturan kepala desa, dilihat dari muatan materi

keputusan kepala desa ini adalah penjabaran pelaksanaan peraturan desa

dan peraturan kepala desa yang bersifat penetapan.

Sedangkan ditinjau dari proses penyusunan kebijakan desa baik

Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa maupun Keputusan Kepala Desa

lazimnya mengikuti proses dan pentahapan mulai dari tahapan persiapan dan

pembahasan, pengesahan dan penetapan, penyampaian dan

92

Page 103: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

102

penyebarluasan, secara ringkas pentahapan-pentahapan tersebut dapat

dikemukakan sebagai berikut :

1. Tahapan Persiapan dan Pembahasan. Rancangan Peraturan Desa (Perdes)

baik yang merupakan prakarsa pemerintah desa maupun yang berasal

dari inisiatif dari Badan Permusyawaratan Desa dalam masa

pembahasannya secara ideal terlebih dahulu mendapat masukan dari

berbagai pihak termasuk masyarakat desa, masukan tersebut dapat

berupa tulisan maupun lisan, sehingga masyarakat desa mengetahui isi

kandungan dari peraturan desa yang sedang dibahas, diharapkan dari

kegiatan ini masyarakat desa berpartisipasi secara aktif dalam

implementasinya, mekanisme penggunaan hak dari masyarakat desa ini

diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, namun

demikian komponen utama yang berperan dalam pembahasan rancangan

peraturan desa adalah Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan

Desa. Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan

Belanja Desa (APBDes), Jenis Pungutan Desa, dan Penataan Ruang Desa

yang telah disetujui bersama antara pemerintah desa dan Badan

Permusyawaratan Desa, sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa terlebih

dahulu disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati untuk dievaluasi,

evaluasi Rancangan Peraturan Desa tersebut dapat didelegasikan oleh

Bupati kepada Camat, penyampaian Rancangan tersebut paling lambat 3

(tiga) hari setelah Rancangan Perdes disetujui, dan hasil evaluasi

Rancangan Perturan Desa disampaikan oleh Bupati kepada Kepala Desa

paling lama 20 (dua puluh) hari sejak rancangan peraturan desa tersebut

diterima, apabila Bupati belum menyampaikan hasil evaluasi Rancangan

Anggaran dan Belanja Desa (RAPBDes), Kepala Desa dapat menetapkan

Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja

Desa (APBDes) menjadi Peraturan Desa.

93

Page 104: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

103

2. Tahapan Pengesahan dan Penetapan. Rancangan Perturan Desa yang

telah disetujui bersama oleh Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan

Desa disampaikan oleh pimpinan BPD kepada Kepala Desa untuk

ditetapkan menjadi Peraturan Desa, penyampaian Rancangan Peraturan

Desa dimaksud dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari

terhitung sejak tanggal persetujuan bersama, Rancangan Peraturan Desa

sebagaimana tersebut wajib ditetapkan oleh Kepala Desa dengan

membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga

puluh) hari sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tersebut. Untuk

kepastian hokum, setiap Peraturan Desa wajib mencantumkan batas

waktu penetapan pelaksanaan . Peraturan Desa sejak ditetapkan

dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hokum yang

mengikat, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Desa tersebut, dan

Peraturan Desa tidak boleh berlaku surut.

3. Tahapan Penyampaian. Peraturan Desa disampaikan oleh Kepala Desa

kepada Bupati melalui Camat sebagai bahan pembinaan dan pengawasan

paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.

4. Tahapan Penyebarluasan. Peraturan Desa dan peraturan pelaksanaannya

wajib disebarluaskan kepada masyarakat oleh Pemerintah Desa.

Penyusunan Rancangan Peraturan Desa dilakukan sesuai dengan

penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan yang dilakukan

sesuai dengan tehnik penyusunan peraturan perundang-undangan, yang

telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, dan secara kusus

juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun

2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan

Desa, disamping itu dalam rangka penyusunan Peraturan Desa perlu

memperhatikan berbagai kebijakan yang telah ditetapkan oleh Menteri

Dalam Negeri yakni Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 15 Tahun 2006

94

Page 105: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

104

tentang Jenis dan Produk Hukum Daerah, dan Peraturan Menteri Dalam Negri

nomor 16 Tahun 2006.

2. Deskripsi Perumusan Kebijakan Desa di Lokus Kajian.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang

Desa, paling tidak terdapat beberapa Kebijakan Desa yang harus disusun oleh

setiap desa, yakni Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja

Desa (APBDes), Peraturan Desa tentang RPJMDes, Peraturan Desa tentang

Perubahan APBDes, Peraturan Desa tentang Pengelolaan Keuangan Desa,

Peraturan Desa tentang BUMDes, Peraturan Desa tentang Hubungan

Kerjasama Desa, Peraturan Kepala Desa tentang Pertanggung-jawaban

Pelaksanaan APBDes, dan Keputusan Kepala Desa sebagai tindak lanjut dari

Peraturan Desa dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Dari hasil wawancara dengan para Narasumber di Daerah berkaitan

dengan aspek Kebijakan Desa dapat diungkap sebagaimana dibawah ini,

sesuai dengan amanah dari Undang-Undang Nomor 32 tentang Pemerintahan

Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa,

dimana Desa diwajibkan menyusun beberapa Perdes dan Keputusan Kepala

Desa dapat dikatakan semua Desa telah menyusun Peraturan Desa paling

tidak setiap tahun anggaran Desa telah menyusun Peraturan Desa tentang

Rencana Anggaran dan Pendapatan Desa (RAPBDes) dan Peraturan Kepala

Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Desa. Sedangkan kebijakan lain belum semua Desa menyusun

Perdesnya.

Hal tersebut diatas terungkap dari hasil wawancara dengan Kepala

Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa di Propinsi

Bengkulu bahwa :

“dalam pelaksanaan penyusunan Kebijakan Desa ini di lingkungan Propinsi Bengkulu dihadapkan pada beberapa permasalahan, antara lain keterbatasan dana yang dialokasikan

95

Page 106: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

105

pada unit kerja BPMD Provinsi. Sebagai gambaran, untuk tahun anggaran 2009 ini BPMD hanya mendapat alokasi anggaran yang sangat terbatas, dengan dana yang sangat terbatas tersebut apa yang harus diperbuat oleh unit BPMD Propinsi Bengkulu, sementara itu begitu banyak permasalahan pemerintahan desa yang harus diperhatikan, pada saat pembahasan anggaran tahun lalu, pihak BPMD Propinsi telah mengajukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas pemerintahan desa dan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat, namun dalam pembahasan anggaran kegiatan-kegiatan yang diusulkan dipending oleh pihak DPRD Propinsi dengan alasan kegiatan-kegiatan tersebut sudah merupakan kewenangan dari Pemerintah Kabupaten, yang ternyata kegiatan peningkatan kapasitas aparatur desa tersebut tidak dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa di masing-masing Kabupaten, tentunya dengan berbagai pertimbangan dari masing-masing pemerintah kabupaten, disini terlihat dengan jelas sekali bahwa pola pikir para anggota DPRD kita belum memihak kepada kepentingan pemerintah terendah yakni Pemerintah Desa, bahkan para anggota Dewan kita kalau mendengan kata “Desa” sudah alergi duluan, padahal para anggota Dewan kita itu dipilih oleh “masyarakat desa”.

Disamping adanya keberpihakan dari “elit daerah” sebagaimana

diungkap diatas, dalam hal peningkatan kapasitas pemerintah desa

khususnya dalam penyusunan kebijakan desa masih ditemui kendala lain,

yakni “terbatasnya Sumberdaya Manusia dalam hal ini tenaga pelatih atau

semacam Widyaiswara yang dimiliki oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat

dan Desa Propinsi Bengkulu, hal ini mengingat unit kerja ini baru dibentuk

berdasarkan PP 41 tahun 2007, jadi dilihat dari ketersediaan SDM yang

berkualifikasi mampu untuk menjadi fasilitator dalam perumusan kebijakan

desa belum ada, karena belum ada Jabatan Fungsional khusus yang berkaitan

dengan pemberdayaan masyarakat dan pemerintah desa”. Disamping

keterbatasan SDM tersebut juga berkaitan dengan masalah kelembagaan

yakni perlu ada kejelasan ruang lingkup tugas antara BPMD Propinsi Bengkulu

dengan BPMD Kabupaten di lingkungan Propinsi Bengkulu, sehingga

gambaran sebagaimana diungkap di atas tidak terjadi, masalah dalam

96

Page 107: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

106

kelembagaan tersebut juga terjadi di Kabupaten Bengkulu Utara sebagaimana

dikemukakan oleh Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan

Pemerintahan Desa bahwa :

“terjadi tarik menarik kepentingan antara Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bengkulu Utara dengan Bagian Pemerintahan, nampaknya Bagian Pemerintahan belum sepenuhnya menyerahkan semua tugas dan kegiatan yang berkaitan dengan Pemerintahan Desa kepada BPMD Kabupaten”, sehingga timbul kerancuan, hal itu terlihat dengan masih adanya berkas-berkas pemerintahan desa yang masih dikelola oleh Bagian Pemerintahan, diharapkan hal-hal seperti ini bisa diatasi, hal ini karena Unit Kerja BPMD Kabupaten Bengkulu Utara masih tergolong baru”.

Sedangkan menyangkut penyusunan Kebijakan Desa di Kabupaten

Bengkulu Utara, pada dasarnya sama dengan diungkap oleh Kepala BPMD

Propinsi Bengkulu sebagaimana diungkap di atas, Perdes yang disusun di

masing-masing desa baru Peraturan Desa tentang RAPBDes, karena Perdes

tersebut menyangkut rencana penggunaan anggaran dan sifatnya mutlak,

kalau tidak ada Perdes tersebut maka dana yang diperuntukkan bagi

pembangunan desa tidak akan terealisir, hal ini juga tergambar dari hasil

diskusi kelompok di Kabupaten Bengkulu Utara, dimana Pemerintahan Desa

baru menyusun rata-rata 1 (satu) Peraturan Desa yakni Peraturan Desa

tentang RAPBDes, sedangkan Perdes tentang RPJMDes belum disusun, dari

hasil wawancara dengan Kepala Bagian Pemerintahan dan Kepala BPMD Kab.

Bengkulu Utara, juga terungkap bahwa bimbingan tehnis penyusunan

Peraturan Desa baru dilaksanakan sekali tahun 2008 yang lalu, dan itu hanya

diikuti oleh 40 orang peserta, bimbingan tehnis yang sifatnya simulasi

tersebut cukup efektif, namun untuk tahun anggaran 2009 ini kegiatan serupa

belum dilaksanakan, masih menunggu APBD Perubahan yang sedang

diajukan.

Keadaan yang sama, sebagaimana di Kabupaten Bengkulu Utara, juga

terjadi di Kabupaten Seluma, dari hasil wawancara dengan Kepala Bagian

97

Page 108: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

107

Pemerintahan Kab. Seluma mengindikasikan bahwa program dan kegiatan

penguatan kapasitas pemerintahan desa masih sangat kurang hal ini

dikarenakan Kabupaten Seluma ini termasuk Daerah Otonum Baru, sehingga

prioritas pembangunan di Kabupaten ini lebih difokuskan pada pembangunan

fisik khususnya pembangunan gedung perkantoran dan prasarana pendukung

lainnya, sedangkan kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas

pemerintahan daerah dan desa untuk tahun 2009 ini belum menjadi kegiatan

prioritas, dan sesuai dengan skala prioritas daerah kegiatan peningkatan

kapasitas pemerintahan daerah dan desa ini akan dimulai pada tahun

anggaran 2010 yang akan datang, dari hasil diskusi kelompok juga

teridentifikasi bahwa Kebijakan Desa di masing-masing desa untuk setiap

tahunnnya paling banyak 2 sampai 3 Perdes yang dibuat, begitu juga

Keputusan Kepala Desa, umumnya Perdes tersebut adalah Perdes tentang

RPJMDes, dan APBDes.

Desa yang dapat dijadikan acuan dalam penyusunan Kebijakan Desa. Oleh

sebab itu dimasa yang akan datang setiap ada Kebijakan dari Pusat atau dari

Propinsi dan Kabupaten perlu dibarengi dengan sosialisasi, pelatihan-

pelatihan dan bimbingan tehnis dan simulasi yang berkaitan dengan

Kebijakan baru tersebut, tentunya semua dana dan pembiayaan yang

berkaitan dengan sosialisasi tersebut dibebankan kepada Pemerintah

Kabupaten atau Pemerintah Propinsi, karena selama ini kalau ada kegiatan

Box. 4.6 Lima Perdes yang harus dibuat oleh Desa Menurut PP No. 72 Tahun 2005 Perdes tentang RPJMDes Perdes tentang APBDes Perdes tentang Lembaga

Kemasyarakatan Desa Perdes tentang Pengelolaan

Keuangan Desa Perdes tentang BUMDes

Permasalahan dalam menyusun

Kebijakan Desa di Desa-desa pada

umumnya kurangnya bimbingan

tehnis dari pemerintah Kabupaten

maupun Kecamatan, disamping itu

kurangnya bahan referensi dan

contoh-contoh tentang Peraturan

98

Page 109: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

108

sosialisasi para aparatur desa selalu kualahan untuk mengalokasikan

anggaran mengikuti pelatihan, seperti dana untuk transportasi dan lain-lain.

Dari hasil wawancara dengan Kepala BPMD Propinsi Sulawesi Tengah

dan Kepala Bagian Pemberdayaan Pemerintahan Desa juga mengungkap

bahwa:

“kualitas Apartur Desa di Propinsi Sulawesi Tengah secara umum masih perlu ditingkatkan, hal ini setidaknya tergambar dari jumlah usulan Sekretaris Desa yang akan diangkat menjadi PNS ternyata hanya sebagian kecil yang memenuhi persyaratan yang ditentukan, yakni baru mencapai 200 Sekretaris Desa dari jumlah seluruhnya yakni 1.580 Sekretaris Desa, jadi lebih kurang baru mencapai 20%”.

Selain itu rendahnya kualitas aparatur desa di Sulawesi Tengah ini juga

dapat diungkap masih sangat terbatasnya aparatur desa yang telah mengikuti

diklat dan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan ruang lingkup tugas

aparatur desa itu sendiri, yakni pelatihan administrasi desa, termasuk

kemampuan untuk menyusun tata naskah dinas, sehingga tidak

mengherankan kalau diserahi tugas untuk membuat surat dinas para aparat

desa tersebut mengalami kesulitan, apalagi kalau diserahi tugas untuk

menyusun Draf Peraturan Daerah dan Draft Kebijakan lainnya.

Keadaan tersebut disebabkan antara lain keterbatasan dana yang

dimiliki oleh BPMD Propinsi, banyak kegiatan yang diprogramkan tetapi tidak

mendapatkan persetujuan anggaran, misalnya pada tahun 2009 ini kita

mengajukan anggaran untuk menyusun Modul-Modul yang akan dijadikan

bahan ajar untuk peningkatan kapasitas aparatur desa seperti yang telah

disusun oleh Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah yang muatannya sesuai

dengan kondisi daerah Sulawesi Tengah ini, tetapi tidak mendapat respon

dari pemerintah propinsi, disamping itu kesulitan yang dihadapi oleh Badan

Pemberdayaan Masyarakat Propinsi Sulawesi Tengah adalah masalah

koordinasi fungsional antara BPMD Propinsi dengan BPMD Kabupaten yang

ada di Sulawesi Tengah, koordinasi fungsional ini masih sangat lemah dan

99

Page 110: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

109

perlu ditingkatkat untuk menciptakan keselarasan program dan kegiatan,

selain masalah koordinasi fungsional tersebut kendala yang dihadapi adalah

keterbatasan SDM di BPMD Propinsi ini, karena sudah menjadi rahasia umum

kalau ada Unit Kerja baru, maka pegawai yang ditempatkan di Unit Kerja

tersebut adalah pegawai sisa yang selama ini kurang optimal kinerjanya,

kondisi kelembagaan yang sedemikian juga mempengaruhi kinerja BPMD

Propinsi Sulawesi Tengah selama dua tahun ini.

Selain hal tersebut dapat dikemukakan termasuk permasalahan yang

dihadapi oleh sebagian besar desa di Sulawesi Tengah ini adalah sebagian

besar Desa kita belum memiliki Kantor Desa yang memadai, hal demikian juga

mempengaruhi kinerja aparatur desa, baru beberapa Kabupaten yang telah

menyusun program peningkatan kapasitas aparatur desa ini.

Hal lain yang menjadi permasalahan yang selalu dihadapi adalah

terbatasnya angaran untuk kegiatan peningkatan kapasitas pemerintah desa,

dan realisasi anggaran biasanya turunnya pada penghujung tahun anggaran,

sehingga program dan kegiatan tersebut tidak optimal karena program dan

kegiatan tersebut dilaksakana tidak tepat waktu.

Dengan memperhatikan kebutuhan akan peningkatan kapasitas

aparatur pemerintah desa di Sulawesi Tengah pada saat ini maka kedepan

secara kelembagaan BPMD Propinsi ini sendiri harus merupakan lembaga

yang kuat, baik dilihat dari Sumberdaya Manusianya, Sumberdaya

Keuangannya dan sumber yang lain, dan juga perlu dukungan dari

Pemerintah Pusat melalui alokasi dana bantuan misalnya seperti PNPM

Mandiri. Jadi dari gambaran tersebut juga dapat ditarik garis lurus, kiranya

kualitas aparatur desa dalam hal perumusan Kebijakan Desa masih sangat

rendah, karena dari pihak BPMD Propinsi sendiri belum ada kegiatan-kegiatan

dalam hal simulasi dan bimbingan tehnis yang dalam hal perumusan Perdes

dan Peraturan Kepala Desa yang secara langsung dilaksanakan, mungkin

100

Page 111: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

110

masing-masing BPMD Kabupaten melaksanakan kegiatan simulasi tersebut

sesuai dengan kemampuan dari masing-masing BPMD Kabupaten.

Keberpihakan elit daerah terhadap peningkatan kapasitas apartur

desa saat ini tampaknya terjadi di Kabuipaten Donggala Sulawesi Tengah, hal

tersebut sesuai dengan Visi dan Misi Bupati Donggala pada saat kampanye

pilkada yakni Akselerasi Pembangunan Desa, Kepala BPMPD Kab. Donggala

mengungkapkan:

“untuk mewujudkan Visi dan Misi tersebut maka peningkatan kapasitas aparatur baik kapasitas aparatur desa maupun kapasitas intitusi yang secara fungsional ruang lingkup tugasnya berkaitan dengan pembangunan masyarakat desa menjadi suatu keharusan”.

Untuk melaksanakan Visi dan Misi Bupati terpilih tersebut, mulai pada

tahun anggaran 2010 ini Pemda Kab. Donggala mempunyai program

pembangunan Desa Percontohan, setiap tahun angaran akan dibangun 1 desa

percontohan di setiap Kecamatan, sehingga pada tahun 2014 masing-masing

kecamatan akan memiliki 5 Desa percontohan, dalam rangka persiapan untuk

mewujudkan program tersebut, BPMD Kab. Donggala pada tahun 2009 ini

telah melaksanakan kegiatan-kegiatan antara lain : Melakukan analisis

potensi desa dan permasalahan yang melibatkan seluruh dinas terkait, karena

kegiatan dinas-dinas terkait nantinya akan difokuskan di desa percontohan

yaitu Penyempurnaan dan penguatan aspek kelembagaan pemerintahan

desa, dan Penguatan Sumberdaya Aparatur Desa.

Khusus penguatan Aparatur Desa ini, BPMD Kab. Donggala telah

menjalin kerjasama dengan Balai Pembangunan Masyarakat Desa Malang,

mulai tahun 2010 BPMD Kab. Donggala akan mengadakan pelatihan-

pelatihan antara lain : Bimtek Administrasi Perkantoran Desa, Bimbingan

Tehnis implementasi tugas pokok dan fungsi BPM; Bimbingan tehnis

manajemen pemerintahan desa; Bimbingan tehnis Manajemen pemerintahan

desa; Bimbingan tehnis penggalian sumber-sumber pendapatan dan

101

Page 112: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

111

keuangan desa, Pelatihan penyusunan RPJMDes, RKPDes, dan penyusunan

APBDes, Bimtek dan fasilitasi musrenbangdes terpadu, sedangkan pelatihan

dan bimbingan penyusunan peraturan desa secara simultan telah

dilaksanakan pada tahun 2009 ini, dan sepanjang memungkinkan bimbingan

tehnis tersebut setiap tahun akan diselenggarakan.

Dari hasil diskusi kelompok dengan para aparat desa, diidentifikasi

bahwa pelatihan penyusunan kebijakan desa telah dilaksanakan pada awal

tahun 2009, namun pesertanya masih terbatas pada Kepala Desa dan

Sekretaris Desa, pelatihan semacam itu sebaiknya juga diikuti oleh para

anggota BPD, sehingga terjadi persepsi yang sama, adapun Kebijakan Desa

yang telah disusun untuk masing-masing desa baru Peraturan Desa tentang

RAPBDes. Bimbingan tehnis yang dirasakan sangat mendesak saat ini adalah

bimbingan tehnis tentang penyusunan Keputusan Kepala Desa tentang

Pertanggungjawaban Keuangan Desa. Dari diskusi dengan para Kepala Desa

dan Perangkat desa teridentifikasi bahwa untuk tahun 2009 ini Desa di Kab.

Donggala telah menyusun rata-rata 2 (dua) Peraturan Desa, dan 2 (dua)

Keputusan Kepala Desa, Perdes tersebut antara lain Perdes tentang RPJMdes,

dan Perkades tentang Pertanggungjawaban dan Pelaporan APBDes.

Permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan Peraturan Desa yang

diungkap para peserta diskusi kelompok adalah terbatasnya rujukan dan

referensi yang berkaitan dengan Perdes, misalnya adanya panduan yang jelas

dari Departemen Dalam Negeri, Contoh-contoh Perdes yang dianggap layak

untuk dijadikan acuan; untuk itu Bagian Hukum Setda Kab. Donggala lebih

pro-aktif dalam melakukan bintek terhadap aparat desa, begitu juga

bimbingan tehnis tentang pertanggungjawaban keuangan desa, perlu ada

acuan yang standar yang perlu diikuti, karena sampai bulan Agustus ini

ternyata masih ada beberapa Pemerintah Desa yang belum menyelesaikan

pertanggungjawaban triwulan I, dikarenakan perbedaan persepsi antara

bendahara dengan Pemerintah Desa.

102

Page 113: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

112

Rendahnya kualitar aparat desa dalam menyusun Kebijakan Desa baik

berupa Peraturan Desa maupun Peraturan Kepala Desa dan kebijakan lainnya

juga diungkap oleh Kabag Pemerintahan Pulang Pisau Kalimantan Tengah

bahwa :

“pada tahun 2009 ini sedang difasilitasi cara-cara pembuatan Kebijakan Desa, seperti Perdes tentang Pengelolaan Keuangan Desa, penyusunan Perdes tentang RPJMDes, Keputusan Kepala Desa tentang Pertanggungjawaban laporan LKPJ. Strategi untuk meningkatkan kualitas aparatur desa dilakukan antara lain; Menyusun Perda dan Keputusan Bupati yang memuat Ketentuan Perumusan Kebijakan Bupati, dan strategi kedua adalah melibatkan Pemerintah Kecamatan dalam pemberdayaan aparatur desa”.

Dari hasil diskusi dengan para Kepala Desa dan Aparat Desa di

lingkungan Kabupaten Pulang Pisau, pada tahun anggaran ini Pemerintah

Desa telah ada yang menyusun perdes, rata-rata Perdes tentang RPJMDes

dan APBDes, namun masih terdapat beberapa Pemerintah Desa yang belum

menyusun Peraturan Desa maupun Keputusan Kepala Desa, hal tersebut

karena kualitas Sumberdaya Manusia Aparat Desa yang masih sangat

terbatas, dan sosialisasi yang sangat kurang dari Kecamatan dan Kabupaten,

permasalahan lain adalah partisipasi masyarakat yang sangat kurang akan arti

pentingnya Kebijakan Desa baik Perdes maupun Keputusan Kepala Desa.

Namun demikian terdapat beberapa Desa di Kabupaten Pulang Pisau yang

telah menyusun Perdes sebanyak 12 Perdes, namun masih dirasakan adanya

permasalahan antara lain terjadi tarik menarik kepentingan antara

Pemerintah Desa dengan Bamusdes.

Pemberdayaan aparat desa dalam hal penyusunan Kebijakan Desa,

terutama dalam menyusun Perdes yang berkaitan dengan keuangan desa

baik RAPBDes maupun pertanggungjawabannya pada tahun ini baru

dilaksanakan pada 3 dari 13 Kecamatan yang ada di Kab. Katingan Kalteng,

dan tahun 2010 kegiatan pelatihan serupa akan dilaksanakan di Kecamatan

yang lain, permasalahan yang dihadapi adalah terbatasnya dana yang

103

Page 114: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

113

dialokasikan untuk kegiatan pemberdayaan aparatur desa, dan letak

geografis desa yang sangat jauh dari Ibukota Kabupaten yakni Kasongan,

strategi yang akan diambil dalam rangka peningkatan kapasitas aparatur desa

adalah memberdayakan pemerintahan kecamatan, Pemerintah Kecamatan

inilah yang nantinya berfungsi untuk menjadi fasilitator pemberdayaan

aparatur desa di lingkungan wilayahnya masing-masing.

Dari hasil Diskusi dengan para Kepala Desa dan Aparat Desa di

Kabupaten Kasongan, dapat diidentifikasi masing-masing desa baru

menyusun 1 (satu) Peraturan Desa, yankni Perdes yang berkaitan dengan

APBDes, permasalahan yang dihadapi pemerintah desa di Kabupaten

Kasongan antara lain : terbatasnya sosialisasi dan pelatihan yang

dilaksanakan oleh Kecamatan maupun Kabupaten, kurang respon dari BPD,

perbedaan pandangan dari masyarakat adapt, partisipasi masyarakat yang

masih sangat kurang.

Dalam hal perumusan kebijakan di Desa, pemerintahan desa di

lingkungan Pemerintah Kabupaten Kupang sudah melaksanakan penyusunan

RPJMDes dan RKPDes, meskipun dokumen-dokumen tersebut setiap tahun

perlu penyempurnaan-penyempurnaan, permasalahan yang ditemui dalam

penyusunan Perdes tersebut adalah perlu ditunjang oleh sarana dan prasara

yang memadai, seperti perlalatan kantor (ATK), dan fasilitas komputer. Dari

hasil diskusi dengan para Kepala Desa di lingkungan Kabupaten Kupang,

untuk tahun ini masing-masing desa telah menyusun rata-rata 4 (empat)

Peraturan Desa dan 4 (empat) Keputusan Kepala Desa, permasalahan yang

dihadapi Pemerintah Desa dalam menyusun Peraturan Desa dan Keputusan

Kepala Desa antara lain kurangnya pemahaman dan persepsi dari aparatur

desa dan Bamusdes tentang kebijakan desa, kurangnya fasilitas yang

memadai, terbatasnya bahan acuan yang dijadikan sebagai pedoman

penyusunan Kebijakan Desa, dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah

kabupaten..

104

Page 115: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

114

Dari hasil diskusi dengan para Kepala Desa dan aparat desa di

Kabupaten Timor Tengah Selatan, yang menjadi hambatan dalam

penyusunan Kebijakan Desa adalah terbatasnya dana operasional.

Keterbatasan dana juga dialami oleh para Kepala Desa di Kab. Timor Tengah

Selatan dalam melaksanakan tugas penyusunan Kebijakan Desa berupa

Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa, disamping itu permasalahan

lainnya adalah terbatasnya bahan referensi yang berkaitan dengan

perumusan kebijakan desa, dari hasil diskusi tersebut juga dapat diidentifikasi

masing-masing desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan baru menyusun rata-

rata 2 (dua) Peraturan Desa dan 2 (dua) Peraturan Kepala Desa, yakni Perdes

tentang RPJMDes dan Perdes tentang APBDes. Dalam rangka menyusun

Kebijakan Desa yang sesuai dengan norma dan standart hukum ke depan

perlu diadakan sosialisasi dan pelatihan yang kontinyu dari Pemerintah

Kabupaten, tersedianya bahan referensi yang mencukupi untuk menyusun

Kebijakan Desa, Bamusdes perlu didiklatkan khusus mengenai tugas pokok

dan fungsinya, tersedianya dana yang mencukupi.

Dari hasil wawancara dengan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat

dan Pemerintah Desa Kalimantan Selatan dikemukakan bahwa:

“dalam perumusan kebijakan desa secara umum masih perlu peningkatan, walaupun aparatur desa di Kalsel rata-rata berpendidikan SLTA, namun dalam hal perumusan kebijakan desa baik menyusun Peraturan Desa maupun Keputusan Kepala Desa perlu dilakukan pelatihan-pelatihan yang teratur dan berkesinambungan, karena menyusun dokumen kebijakan tidak semudah yang kita bicarakan, pelatihan dan bimbingan itu perlu, kedepan yang berperan adalah para Camat dalam memfasilitasi para aparat desa perlu ditingkatkan, karena rentang control pemerintahan terlalu panjang kalau para aparat desa ini langsung ke Kabupaten”.

Permasalahan secara umum yang diidentifikasi selama ini adalah

lemahnya administrasi pemerintahan desa, yang berdampak langsung

105

Page 116: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

115

terhadap seluruh proses penyelenggaraan pemerintahan desa, termasuk

pemrumusan kebijakan desa.

Dari hasil diskusi dengan para pejabat Badan Pemberdayaan

Masyarakat dan Pemerintah Desa Kabupaten Tanah Laut dapat diungkap

bahwa penyusunan Kebijakan Desa di Kab. Tala masih mengalami berbagai

hambatan, hambatan pertama adalah menyangkut sikap aparat desa dan

masyarakat desa akan pentingnya Kebijakan Desa baik berupa Peraturan

Desa, Keputusan Kepala Desa dan Peraturan Desa lalinnya, karena memang

Kebijakan Desa tersebut merupakpan hal yang baru bagi pemerintah desa,

sehingga tidak mengherankakn jika pada tahun anggaran 2009 ini masing-

masing desa baru menyusun 2 (dua) Peraturan Desa yakni Perturan Desa

tentang RPJMDes dan Perdes tentang RAPBDes. Permasalahan umum yang

dihadapi Pemerintah Desa dalam menyusun Kebijakan Desa adalah Sosialisasi

yang diikuti dengan pelatihan dan simulasi dirasakan sangat kurang, Persepsi

dari masing-masing actor yang menyusun Kebijakan Desa yang tidak sama,

karena masing-masing pihak memperjuangkan kepentingannya sendiri-

sendiri, Kurangnya bahan rujukan yang dapat dijadikan acuan dalam

penyusunan Kebijakan Desa, seperti contoh-contoh Perdes, contoh-contoh

Keputusan Kepala Desa yang sudah dianggap bagus oleh Pemerintah

Kabupaten. Anggaran yang tidak memadai.

Dari hasil wawancara dengan para pejabat di lingkungan Sekretariat

Daerah Kabupaten Banjar, yakni Sekretaris Daerah Kab. Banjar, dan Asisten I

Sekda diketahui bahwa :

“dalam hal peningkatan kapasitas aparat desa dirasakan masih harus kerja lebih keras lagi, hal ini didasarkan pada kualitas aparatur desa di Kab. Banjar pada saat ini masih sangat rendah, walaupun rata-rata pendidikan aparat desa sudah tamat SLTP dan SLTA, tapi dalam hal kemampuan tentang administrasi dan pemerintahan desa masih sangat lemah, setidaknya sejak era reformasi dan era otonomi daerah ini ternyata aspek penting dalam hal pemerintahan desa yakni kapasitas aparatur desa justru mengalami penurunan jika dibanding dengan era

106

Page 117: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

116

sebelumnya, pada era orde baru misalnya khirarkhis pemerintahan daerah sangat teratur mulai dari bawah sampai atas, keteraturan tersebut nampaknya tidak tampak lagi, misalnya pada saat ini peran Kecamatan sudah hilang, jika kita perhatikan kondisi desa-desa di Kabupaten Banjar ini jarah antara Desa dengan Kabupaten jarang tempuhnya sangat jauh. Padahal administrasi dan pemerintahan sangat mengutamakan keteraturan dan kejelasan, begitu juga administrasi dan apatur desa kita”.

Untuk mengatasi permasalahan dan kondisi seperti di atas diperlukan

energi yang lebih besar untuk membuat lompatan-lompatan yang cepat,

energi besar tersebut yakni berupa keberpihakan berbagai lapisan pimpinan

daerah mulai dari pihak eksekutif daerah maupun legislatif daerah untuk

memajukan aspek apartur pemerintahan daerah dari tingkat propinsi sampai

desa, untuk itu diperlukan komitmen dan konsistensi, termasuk memajukan

desa ini, desa jangan hanya dijadikan tempat mencari dukungan politik sesaat

saja, tetapi setelah terpilih menjadi pimpinan daerah, baik jadi anggota

legislative maupun eksekutif desa jadi terlupakan.

Dari hasil diskusi dengan para kepala desa dan aparatur desa di

lingkungan Kabupaten Banjar, dalam aspek perumusan Kebijakan Desa ini,

rata-rata desa baru dapat menyusun 1 (satu) sampai dengan 2 (dua)

Peraturan Desa, permasalahan dalam penyusunan Kebijakan Desa antara lain,

rendahnya kualitas aparatur desa, kurangnya sosialisasi dan pelatihan,

perbedaan pemahaman antara Kepala Desa dengan Bamusdes dan organisasi

kemasyarakattan desa, pemerintah Kecamatan dan Kabupaten kurang pro-

aktif, sehingga rancangan Perdes yang telah disusun selalu salah, terbatasnya

dana untuk menyusun Kebijakan Desa.

Dari hasil diskusi dengan para Kepala Desa dan aparat desa di

Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombuk Timur dapat diidentifikasi,

masing-masing desa telah menyusun perdes paling tidak 2 (dua) Peraturan

Desa, dan Peraturan Kepala Desa, permasalahan-permasalahan yang dihadapi

dalam menyusun Kebijakan Desa selama ini antara lain, rendahnya

107

Page 118: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

117

kemampuan para aparat desa, rendahnya kemampuan anggota BPD, dan

tokoh masyarakat desa terutama kemampuan pemahaman terhadap produk

hokum yang telah ada, kurangnya partisipasi dan dukungan para kepala

dusun dan masyarakat desa, terbatasnya sosialisasi dan pelatihan dari

Kecamatan dan Kabupaten, terbatasnya dana yang dialokasikan dalam

menyusun kebijakan desa, terbatasnya bahan referensi baik yang memuat

ilmu pengetahuan dan konsep-konsep tentang kebijakan, dan referensi yang

berkaitan dengan contoh-contoh Kebijakan Desa yang telah diuji

kebenarannya.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diharapkan pemerintah

Kabupaten dalam hal ini Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, secara

teratur dan rutin dapat menyelenggarakann pelatihan-pelatihan, dan simulasi

tentang tehnik penyusunan Kebijakan Desa.

Perumusan Kebijakan Desa di Kabupaten Muaro Jambi pada dasarnya

sama dengan yang terjadi di Daerah lain, menurut Asisten Bidang

Pemerintahan dan Kesra Kab. Muaro Jambi :

“kendala utamanya terletak pada kualitas sumberdaya aparatur desa yang masih rendah, dan dilain pihak partisipasi masyarakat desa khususnya dalam perumusan Kebijakan Desa juga masih sangat rendah hal ini dibuktikan dengan adanya penolakan-penolakan dari masyarakat desa terhadap Peraturan Desa yang telah disepakati oleh berbagai pihak (Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan Tokoh masyarakat)”, hal lain yang menjadi kendala adalah terbatasnya sosialisasi dan pelatihan-pelatihan yang dilaksakana oleh pemerintah baik Kecamatan maupun Kabupaten. Permasalahan lain yang timbul adalah adanya benturan antara nilai-nilai adapt istiadat dengan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sendiri, sehingga kebijakan tersebut mendapat respon yang kurang dari masyarakat desa”.

Dari hasil diskusi kelompok dengan para Kepala Desa dan aparat desa

dilingkungan Kabupaten Muaro Jambi dapat diidentifikasi, bahwa kendala

dalam perumusan kebijakan desa antara lain : Pelatihan yang diselenggarakan

108

Page 119: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

118

oleh Pemda Kabupaten Muaro Jambi sangat terbatas, sehingga yang dapat

ikut hanya orang-orang tertentu saja, sedangkan Bamusdes tidak diikutkan,

akibatnya tidak terjadi persamaan persepsi antara Pemerintah Desa dengan

Bamusdes, maslah lain adalah terbatasnya bahan bacaan yang berkaitan

dengan perumusan kebijakan desa, materi yang disajikan kadang-kadang

kurang dapat diterima oleh para Kepala Desa dan aparat desa peserta diklat,

sebaiknya bahan ajarnya berupa gambar dan contoh-contoh yang mudah

diserap peserta, anggaran untuk pelatihan sangat terbatas, hokum adapt

belum dimuat dalam Kebijakan Desa. Dari permasalahan-permasalahan

tersebut, memang diperlukan pelatihan yang kontinyu dan

berkesinambungan yang materinya terintegrasi dengan berbagai aspek

termasuk hokum adapt setempat.

Sedangkan Asisten Pemerintahan Kabupaten Batanghari,

mengungkapkan :

“peningkatan kualitas aparatur desa mutlak diperhatikan terutama dalam perumusan kebijakan desa, “sebagai contoh, sampai saat ini kebijakan desa yang berkaitan dengan pertanggungjawaban keuangan desa menjadi masalah dan momok bagi aparat desa sering ditolak karena kesalahan persepsi antara bendahara dengan pengelola anggaran di desa, menurut logika berfikirnya pemerintahan desa pertanggungjawaban sudah sesuai tetapi system yang ditentukan berbeda”, misalnya kepala desa merubah peruntukan dana yang telah ditentukan dalam RAPBDes, tetapi karena tidak mengikuti proses “revisi anggaran” maka pertanggungjawaban keuangan desa tersebut menjadi salah, ini banyak terjadi. Oleh sebab itu maka sosialisasi yang menyeluruh dan detil terutama menyangkut kebijaksanaan tentang APBDes dan Pertangungjawabannya menjadi suatu keharusan”.

109

Page 120: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

119

3. Kebutuhan Pengembangan Kapasitas Aparatur Desa Dalam Perumusan

Kebijakan.

Dari hasil diskusi dengan para Kepala Desa dapat diungkap beberapa

kebutuhan pengembangan kapasitas aparatur desa dalam hal perumusan

kebijakan desa, antara lain :

a. Kemampuan memahami isu-isu yang berkembang di masyarakat desa.

b. Kemampuan memahami potensi desa (sumber-sumber ekonomi desa,

social-politik desa, budaya);

c. Kemampuan menguasai tata naskah dinas;

d. Kemampuan menguasai proses dan prosedur legal drafting (untuk

penyusunan Perdes, Perkades dan Keputusan Kades);

e. Kemampuan menguasai berbagai kebijakan pemerintah daerah, seperti

RPJM Kabupaten, RKPD Kabupaten, RPJM Desa, RKP Desa, dll;

f. Kemampuan membangun persepsi yang sama antara Pemerintah Desa

dan BPD;

D. KEPEMIMPINAN DESA

1. Gambaran Umum Pelaksanaan Kepemimpinan Desa.

Secara umum aspek kepemimpinan dipandang sebagai faktor kunci

keberhasilan suatu penyelenggaraan manajemen pemerintahan tak

terkecuali bagi kepemimpinan di tingkat desa. Terlebih dengan adanya

anggapan bahwa pemimpin atau kepala desa sebagai penaggungjawab atas

semua persoalan yang muncul di tengah masyarakat, termasuk urusan-

urusan yang bersifat pribadi (keluarga) sekalipun. Di sini pula letak perbedaan

yang dihadapi oleh pemimpin pada level pemerintahan lain atau dalam

manajemen organisasi manapun.

Namun demikian, dalam implementasi kepemimpinan Kepala Desa

setidaknya terdapat 2 aspek yang perlu diperhatikan yakni pertama,

Pemilihan Kepala Desa (Pilkades); Kedua, Tugas, Wewenang dan Kewajiban

110

Page 121: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

120

dan Hak Kepala Desa. Terkait dengan Pemilihan Kepala Desa hampir dapat

dipastikan bahwa pelaksanaannya sudah mengikuti mekanisme dan prosedur

administratif yang ditetapkan. Sekalipun diketahui bahwa hampir dalam

setiap pemilihan terdapat persoalan-persoalan yang muncul sebagaimana

terjadi dalam Pilkada, Pilpres, maupun pemilihan anggota legislatif.

Persoalannya kemudian terletak pada kompetensi yang dimiliki oleh

mereka yang dipercaya oleh masyarakat setempat, kerena tidak jarang alasan

pemilih dalam menentukan pilihannya lebih didasari oleh faktor tradisional,

seperti pertalian kekeluargaan atau karena alasan trah (silsilah/keturunan),

atau alasan lainnya yang lepas dari faktor kompetensi yang seharusnya

dijadikan kriteria utama dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

Padahal berdasarkan PP 72 Tahun 2005, tidak sedikit kewenangan

yang dimiliki, yakni (a) memimpin penyelenggaraan pemerinthan desa

berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD; (b) mengajukan

rancangan peraturan desa; (c) menetapkan peratutan desa yang telah

mendapat persetujuan bersama BPD; (d) menyusun dan mengajukan

rancangan peraturan desa mengenai APB desa untuk dibahas dan ditetapkan

bersama BPD; (e) membina kehidupan masyarakat desa; (f) membina

perekonomian desa; (g) mengkoordinasikan pembangunan desa secara

partisipasi; (h) mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat

menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Begitu pula dengan kewajiban kepala desa yakni (a) memegang teguh

dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI; (b)

meningkatkan kesejahteraan masyarakat; (c) memelihara ketentraman dan

ketertiban masyarakat; (d) melaksanakan kehidupan demokrasi; (e)

melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas KKN; (f)

menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintah desa; (g)

111

Page 122: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

121

menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undanga; (h)

menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik; (i)

melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa;

(j) melaksanakan urusan yang menjadi kewenagan desa; (k) mendamaikan

perselisihan masyarakat desa; (l) mengembangkan pendapatan masyarakat

dan desa; (m) membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial

budaya dan adat-istiadat; (n) memperdayakan masyarakat dan kelembagaan

di desa; dan (o) mengembangkan potensi sumber daya alam dan

melestarikan lingkungan hidup.

Oleh karenanya, untuk menjamin terlaksananya penyelenggaraan

pemerintahan desa sesuai amanat perundangan yang ada, dalam pandangan

Tim setiap kepala desa dituntut untuk memiliki setidaknya 5 (lima)

kompetensi. Kelima kompetensi itu adalah (i) Pengusaan teori atau seni

kepemimpinan; (ii) Kemampuan dalam menyusunan peraturan desa; (iii)

Kemampuan dalam pengambilan keputusan (iv) Kemampuan dalam

negosiasi; dan (v) Kemampuan dalam manajemen konflik.

Dalam pandangan aparatur desa, kelima kompetensi di atas semuanya

dianggap penting dan harus dikuasai oleh kepala desa, termasuk aparatur

desa lainnya. Penilaian ini terungkap dalam forum-forum diskusi dan

tercermin dalam lembaran angket yang disebarkan. Kendatipun dalam

realitasnya kadar kompetensi mereka terkait lima hal tadi perlu

dipertanyakan.

Setidaknya terdapat beberapa argumen untuk mempertanyakan

kompetensi para kepala desa, misalnya pada aspek penguasaan teori atau

seni kepemimpinan desa. Pandangan atau pengakuan terbuka para kepala

desa tentang keterbatasan pengetahuan dan tingkat pendidikan yang mereka

miliki menunjukkan bahwa memang terdapat persoalan tersendiri bagi

mereka terkait aspek ini. Komentar mereka terhadap isi modul

kepemimpinan desa yang dinilai sangat teoritis, banyak menggunakan istilah

112

Page 123: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

122

asing, sangat akademis, di satu sisi merupakan indikator untuk membenarkan

asumsi ini. Sekalipun pada sisi lain menjadi bahan masukan bagi Tim PKKOD

LAN yang patut dipertimbangkan dalam penyusunan modul untuk aparatur

setingkat pemerintahan desa.

Anggapan semacam ini juga datang dari Asisten III Administrasi

Kabupaten Muara Jambi, yang meminta pemahaman (pengertian) Tim terkait

tingkat pendidikan para kepala desa mereka. Terutama bila dikaitkan dengan

kepala desa yang mayoritas tidak pernah mengecap pendidikan tinggi.

Sementara kemampuan menyusunan peraturan desa, juga sempat

menjadi isu yang diangkat baik di Muara Jambi, Batanghari di Provinsi Jambi,

Donggala di Sulawesi Utara, di Lombak Barat dan Lombok Timur di NTB dan

beberapa kabupaten lainnya. Misalnya saja di Muara Jambi, ternyata ketika

terdapat permintaan kepada kepala desa untuk menyerahkan laporan

tentang produk peraturan yang telah dibuat sebagian besar dari mereka tidak

menyerahkan. Dikatakan oleh Asisten III bidang Administrasi sebagai berikut :

“Kalau sekedar tidak atau belum menyerahkan barangkali itu adalah masalah teknis saja, tapi yang kami khawatirkan, jangan-jangan justru memang tidak ada satu peraturan yang telah dibuat, sehingga isunya bukan pada teknis penyerahannya, tapi karena memang tidak ada yang bisa diserahkan”.

Yang menarik untuk dicermati yakni kemampuan dalam pengambilan

keputusan, karena dipastikan bahwa setiap kepala desa melakukan hal ini.

Dan keputusan yang diambil tentu berbeda dari sisi substansi karena sangat

tergantung dengan persoalan yang dihadapi oleh masing-masing kepala desa.

Begitu pula dalam proses dan mekanismenya, terdapat banyak varian yang

diterapkan. Sekalipun mayoritas diantara mereka mengakui bahwa metode

musyawarah dengan melibatkan sebanyak mungkin pihak terkait merupakan

suatu keharusan yang ditempuh, agar keputusan yang dihasilkan tidak

mendapat pertentangan dari masyarakat.

113

Page 124: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

123

Bahkan sebagian diantara kepala desa sudah menerapkan metode

pengambilan keputusan berdasarkan asas manajemen modern. Misalnya

membuat peringkat terhadap urgensi dan derajat kemanfaatan suatu

program terkait dengan pembangunan desa. Meminta masukan dengan cara

memanggil semua pihak, mulai dari tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh

agama, BPD, pengurus RT dan RW, Guru-Guru sekolah, pemuda, bahkan ada

pula yang mendatangkan tenaga ahli di salah satu bidang sesuai dengan

perencanaan pembangunan desa. Dalam konteks yang satu ini, nampak

adanya kesadaran bagi kepala desa untuk memastikan bahwa putusan yang

akan diambil setidaknya sudah mendapat pertimbangan dari berbagai pihak,

sekaligus dapat mengukur tingkat penerimaan masyarakat manakala

keputusan yang dibuat itu akan direalisasikan.

Memang masih terdapat beberapa masalah, sekalipun tidak dinyatakan

secara terbuka, seperti terkadang ada keputusan yang dibuat tidak

berdasarkan pada kepentingan masyarakat, tidak melalui proses

musyawarah, dan terkesan bahwa keputusan yang diambil sarat dengan

kepentingan kepala desa atau kerabat dekat yang besangkutan. Padahal

dalam pengambilan keputusan seharusnya dilakukan berdasarkan

kepentingan masyarakat yang lebih luas tanpa memandang ras, suku, agama,

dan hubungan kekeluargaan.

Selanjutnya, dalam aspek negosiasi dan manajemen konflik. Dua aspek

ini pada dasarnya tidak dapat dipisahkan secara tegas karena seperti

diketahui bahwa dalam manajemen konflik dibutuhkan kemampuan

negosiasi. Keduanya pun harus melekat pada diri apatur desa, karena

menjadi faktor pendukung dalam berbagai pemecahan setiap persoalan yang

berkembang di masyarakat. Bahkan kedua kemampuan ini sangat membantu

dalam proses pengambilan keputusan.

Terlepas dari lima aspek di atas, pendapat dari bagi banyak pihak

termasuk dari para kepala desa sendiri bahwa seorang kepala desa harus

114

Page 125: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

124

memiliki sifat-sifat, diantaranya (i) ketegasan, kejujuran, terbukaan, adil,

bijaksana, kedisiplinan, bertanggung-jawab, memiliki jiwa sosial dan

bermasyarakat. Dan terpenting lagi adalah bisa memberi rasa aman dan

tentram bagi masyarakat.

Disamping itu seorang kepala desa juga harus patuh pada larangan

yang digariskan oleh aturan perundangan seperti tertuang dalam PP 72 tahun

2005 tentang Desa pasal 16 mulai dari (i) larangan menjadi pengurus partai

politik; (ii) merangkap jabatan sebagai Ketua dan/atau Anggota BPD, dan

lembaga kemasyarakatan di desa yang bersangkutan; (ii) merangkap jabatan

sebagai Anggota DPRD; (iv) terlibat dalam kampanye pemilihan umum,

pemilihan presiden, dan pemilihan kepala desa; (v) merugikan kepentingan

umum, meresahkan sekelompok masyarakat, dan mendiskriminasikan warga

atau sekelompok masyarakat, dan mendiskriminasikan warga atau golongan

masyarakat lain; (vi) melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima

uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi

keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; (vii) menyalagunakan

wewenag, dan (viii) melanggar sumpah/janji jabatan.

2. Permasalahan

Berdasarkan data lapangan yang ada, ditemukan beberapa kendala

yang dihadapi dalam keberhasilan kepemimpinan oleh aparatur desa.

Kendala-kendala pada dasarnya dapat dilihat dari dua sisi, yakni internal dari

unsur aparatur desa itu sendiri dan eksternal yang berasal dari luar. Dari

lingkup internal ditemukan beberapa masalah diantaranya;

a. Masalah pengetahuan dan pemahaman aparatur desa dan ini sangat

terkait dengan tingkat pendidikan.

b. Kedisiplinan, sebagaimana dikatakan oleh satu nara sumber sebagai

berikut “… yang perlu kami tambahkan, terutama tentang masalah

kedisiplinan, dimana kepala desa harus punya disiplin sehingga semua

115

Page 126: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

125

aparatur, terutama yang ada dibawahnya dapat mengikuti sikap

pimpinan”.

c. Kemampuan untuk bersikap profesional, terutama dalam mensikapi

suatu persoalan atau usuran yang di tengah masyarakat. Dalam konteks

ini kepala desa diharpakn bisa membedakan mana yang urusan bersifat

dinas, mana yang kekeluargaan, dan mana yang urusan kemasyarakatan.

d. Kurang harmonisnya hubungan antar aparatur desa sendiri, seperti

hubungan kepala desa dengan aparat dibawahnya sehingga roda

pemerintahan desa mengalami kepincangan.

e. Rendahnya insentif bagi aparatur desa. Seperti diungkapkan peserta

diskusi berikut, “… kami juga priahatian dengan adanya keterbatasan

insentif untuk aparat desa. Mohonlah insentif aparat desa ini disesuaikan

coba bapak bisa banyangkan, kami hanya mendapat 200ribu perbulan.

Bagaimana kami bisa hidup dan bekerja dengan tenang dengan

pengasilan yang sangat terbatas”.

Sementara masalah yang datang dari luar lingkup aparatur desa

diantaranya;

a. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang arti penting pembangunan

desa dan ini menghambat realisasi program-program desa.

b. Pola pikir masyarakat yang relatif tertinggal dibanding dengan

masyarakat perkotaan.

c. Rendahnya tingkat pendidikan dan sempitnya wawasan, pengetahuan

masyarakat desa.

d. Kondisi ekonomi sebagian masyarakat desa yang relatif memprihatinkan,

dimana sebagian diantara mereka masuk dalam kategori masyarakat

miskin.

e. Masalah karakteristik atau sosial budaya anggota masyarakat yang

beragam.

116

Page 127: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

126

3. Kebutuhan Pengembangan Kepemimpinan Desa

Adapun saran-saran yang berkembang baik dalam forum diskusi

maupun dalam wawancara terkait dengan peningkatan kapasitas

penyelenggaraan pemerintahan desa, diantaranya;

a. Terkait dengan substansi materi, khususnya mengenai kepemimpinan

desa, agar ditambahkan pengetahuan dan pemahaman teoritik mengenai

adat istiadat dan sosial budaya yang berkembang di daerah, khususnya di

wilayah pedesaan. Seperti dikatakan oleh seorang kepala desa berikut;

“Bahwa memimpin suatu desa tidak saja harus mengacu pada teori-teori

yang ada begitupula dengan mengacu dengan peraturan-peraturan yang

ada. Karena sesungguhnya kita tidak saja dilantik sebagai kepala desa,

tapi juga kepala Adat, sekaligus sebagai Bapak Penguhulu. Artinya kita

juga dituntut untuk memahami adat istiadat setempat”.

b. Dalam modul diperlukan adanya trik-trik khusus yang dapat dijadikan

refrensi bagi aparatur desa dalam mensikapi masalah yang muncul di

masyarakat. Sekalipun diyakini bahwa belum tentu masalah yang ada

akan sama dengan masalah yang terjadi di desa lainnya. Akan tetapi

setidaknya trik-trik yang pernah ditempuh dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan bagi mereka.

c. Perlu diadakan pelatihan yang berkelanjutan terkait peningkatan

kapasitas penyelenggaran pemerintahan desa. Seperti bimbingan teknis

dari pemerintah tentang manajemen kepemimpinan, administasi.

d. Perlu bimbingan atau pendampingan dalam pelaksanaan tugas dari

pemerintah diatasnya, baik dari pemerintah tingkat kecamatan,

kabupaten, maupun provinsi. Bahkan bila memungkinkan dari

pemerintah pusat, seperti yang dilakukan oleh LAN.

e. Perlu diadakan studi banding ke beberapa desa yang dinilai sudah

berhasil dalam manajemen penyelenggaraan pemerintahan desa.

117

Page 128: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

127

f. Perlu menjaga hubungan yang harmonis baik dengan perangkat desa

lainnya, seperti Sekretaris Desa, Kaur, Pihak RT dan RW, BPD, tokoh

masyarakat (adat) dan tokoh agama.

g. Perlu perhatian serius dalam hal insentif bagi aparatur desa, agar mereka

bisa bekerja maksimal sesuai dengan tugas dan fungsinya.

h. Sekretaris desa yang belum diangkat menjadi PNS agar diperhatikan bila

memungkinkan seluruh Sekdes dapat diangkat menjadi PNS.

E. MANAJEMEN PELAYANAN DESA

Kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik pusat

maupun daerah dalam bentuk barang maupun jasa dalam rangka pemenuhan

kebutuhan masyarakat harus sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Tuntutan diatas harus dihadapi setiap pemerintah daerah, terutama

pemerinah kabupaten/kota yang merupakan ujung tombak pelaksanaan asas

desentralisasi sebagai daerah otonom yang mandiri dan memiliki kewenangan

penuh untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Jika tidak mampu beradaptasi

dengan perubahan, maka kabupaten/kota tidak akan mampu memenuhi harapan

serta kebutuhan rakyat yang berdomisili di wilayahnya.

Semua itu menunjukkan betapa pentingnya penyelenggaraan pelayanan

yang baik dan memuaskan diwujudkan dan menjadi perhatian utama pemerintah

di era sekarang ini, era reformasi otonomi daerah. Kinerja pelayanan publik

menjadi salah satu dimensi yang strategis dalam menilai keberhasilan

pelaksanaan otonomi daerah dan reformasi tata pemerintahan. Semakin tinggi

kepedulian tata pemerintah yang baik (good governance), kinerja pelayanan

publik akan semakin baik.

1. Gambaran Pelaksanaan Manajemen Pelayanan Desa

Dalam konteks otonomi daerah, harus mempunyai kewenangan untuk

mengatur dan mengurus urusan-urusan yang berkaitan dengan kedua

kelompok kebutuhan tersebut di atas. kebutuhan dasari seluruh daerah

118

Page 129: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

128

otonom di Indonesia sama, hanya besaran kebutuhannya saja yang berbeda.

Sedangkan kebutuhan pengembangan sektor unggulan sangat erat kaitannya

dengan potensi, karakter, pola pemanfaatan dan mata pencaharian

penduduknya. Dengan demikian yang membedakan jumlah, jenis urusan dan

kewenangan antar daerah adalah urusan pilihan yang berkaitan dengan

kewenangan pengembangan sektor unggulan. Dengan demikian, merupakan

suatu hal yang sangat krusial tentang bagaimana mendistribusikan

kewenangan untuk menjamin pemberian pelayanan mendistribusikan

kewenangan untuk menjamin pemberian pelayanan ke dalam susunan

pemerintahan yang ada, yaitu pusat, provinsi, kota/kabupaten. Dimana dalam

konteks pemberian otonomi dan desentralisasi, hakekatnya terletak pada

membagi tanggung jawab pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

susunan pemerintahan. Sebelum sampai pada pembahasan wewenang desa,

lebih dahulu harus dilihat bagaimana azas pengaturan desa, dan .bagaimana

kedudukan bila dikaitkan dengan azas pengaturan desa tersebut

Fungsi penting pemerintah desa adalah untuk memuaskan kebutuhan

masyarakat desa akan pelayanan publik. Oleh karena itu pemerintah desa

harus mendapat wewenang yang cukup luas, atau setidak-tidaknya tanggung

jawab tertentu. Desentralisasi kewenangan dari kabupaten ke desa adalah

transfer tanggung jawab perencanaan, manajemen, dan peningkatan serta

alokasi sumber daya dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa.

Bentuk desentralisasi dari kabupaten (daerah) ke desa yang paling sesuai

adalah devolusi karena desa juga sifatnya otonom.

Indikator utama untuk menilai sejauhmana suatu kepemerintahan

apakah sudah berjalan dengan baik (good governance) adalah dengan

melihat pada kualitas pelayanan publiknya. Beberapa peraturan perundangan

yang menjadi acuan dalam peningkatan pelayanan publik sampai ke tingkat

Desa, antara lain:

1. UU No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah 2. UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanana Publik

119

Page 130: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

129

3. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005, tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM

4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007, tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintahan, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

5. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007, tentang Organisasi Perangkat Daerah

6. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007, tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah

7. Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 tentang Desa 8. Permendagri No. 24 Tahun 2006, tentang Pelayanan Terpadu

Satu Pintu 9. permendagri No. 30 Tahun 2006 tentang Tata Cara penyerahan

Urusan Pemerintah Kabupaten/Kota Kepada Desa 10. Permendagri No. 6 Tahun 2007, tentang Petunjuk Teknis

Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimum 11. Permendagri No. 79 Tahun2007, tentang Petunjuk Penyusunan

Rencana Pencapaian SPM 12. Kepmenpan No. 63 Tahun 2003, tentang Pedoman Umum

Penyelenggaraan Pelayanan Publik 13. Kepmenpan No. 25 Tahun 2004, tentang Pedoman Umum

Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat 14. Unit Pelayanan Instansi Pemerintah 15. Perda SK Bupati/Walikota tentang pelayanan publik (di daerah

bersangkutan) 16. Dokumen RPJMD, Renstra dan Renja SKPD terkait (di daerah

bersangkutan) 17. Kriteria Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Kriteria

penyelenggaraan pelayanan publik yang baik, sesuai Kepmenpan No. 25 Tahun 2004, tentang Pedoman Umum

18. Peraturan Desa (di daerah yang bersangkutan)

Sementara itu, penekanan yang berbeda dikeluarkan oleh Komisi

Hukum Nasional, yang mengemukakan pengertian layanan publik sebagai :

”suatu kewajiban yang diberikan oleh konstitusi atau undang-undang kepada

pemerintah untuk memenuhi hak-hak dasar warga negara atau penduduk

atas suatu layanan (publik)”. Di sini penekannya adalah pada adanya

kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan umum kepada

warga negara dengan berbagai cara yang terbaik. Ada dua dasar yang

melatarbelakangi penyelenggaraan pelayanan publik yakni :

120

Page 131: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

130

Upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat (permintaan/demand) atas

pelayanan

Upaya penataan ketentuan peraturan perundang-undangan (kewajiban

negara/pemerintah beserta aparaturnya dan menjadi hak masyarakat)

Upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat di bidang pelayanan ini di

tingkat desa terutama sering mengalami kendala, realitas yang ada bahwa

banyak ragam persoalan yang dihadapi dua aspek; yaitu aspek kultural-

geografis dan aspek struktural. Di mana masalah-masalah tersebut

merupakan masalah historis yang bersifat kausalitas sehingga berdampak

pada ketidakberdayaan desa. Sejauh pengamatan yang dilakukan ada

beberapa faktor penyebab keterbelakangan desa terutama di luar Jawa

Pertama, keterbatasan jumlah staff pemerintah desa yang bertanggungjawab

untuk pemerintahan desa sementara pada sisi lain jumlah desa/kelurahan

dari tahun ke tahun cenderung meningkat dengan masalah ikutannya yang

juga meningkat dan kompleks. Kedua, mobilitas staff pemerintahan yang

terbatas (kuantitas maupun kualitas) berpengaruh pada fungsi kendali kontrol

terhadap pelaksanaan pemerintahan desa yang rendah. Ketiga, kuantitas dan

kualitas pendampingan, pelatihan dan monitoring perkembangan desa yang

rendah berpengaruh kepada efektifitas dan efisiensi intervensi program.

Akibatnya program tidak berdampak signifikan pada pemberdayaan

pemerintahan desa sehingga perjalanan tata pemerintahan desa seolah-olah

tanpa visi dan misi yang terarah. Keempat, keterisolasian desa yang tinggi

berpengaruh pada aksesibilitas pemukiman penduduk terhadap pusat-pusat

fasilitas publik sehingga menimbulkan kesenjangan pelayanan publik. Kelima,

kualitas dan kompetensi SDM desa yang masih rendah dan terbatas

berpengaruh pada produktifitas dan kreatifitas aparat desa. Keenam, posisi

dan ketokohan lokal yang dominan masih menjadi referensi dalam berbagai

pengambilan kebijakan baik bersifat kultural maupun formal berdampak pada

121

Page 132: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

131

sistem pemerintahan desa lebih didominasi semangat feodalisme dan

clientalisme.

Kendala –kendala ini lah yang menyebabkan sebagian besar desa di

Indonesia terutama di daerah lokus kajian ini mengalami kesulitan untuk

mengembangkan pelayanan publik di desanya. Hal lain yang kurang

mendukung adalah kurang berpihaknya pemerintah daerah baik Provinsi

maupun Kabupaten untuk memberikan sebagian besar urusan Kabupaten

kepada Desa seperti yang diungkapkan narasumber dari BPMD Provinsi Nusa

Tenggara Barat

“Buktinya banyak hal-hal, misalnya seperti yang td dikatakan dari 224 item itu belum sampai 10 persen diserahkan penanganannya oleh desa tapi ditangani oleh kabupaten yang mana pelayananannya jauh dari komunikasi, jauh dari masyarakat. Kenapa tidak pelayanan itu kita serahkan saja kepada desa sehingga terjadi hal-hal dari segi social budaya. Dari segi social budaya kita ada kearifan-kearifan local yang dulu pernah berkembang di desa, misalnya menyelesaikan sengketa, sekarang ini sampai Mahkamah Agung. Bisa diselesaikan dengan kearifan lokal di tingkat desa. Belum lagi yang lain seperti surat kenal lahir misalnya, harus ke kabupaten. Kabupaten yang menerbitkan surat kenal lahir padahal lahir di desa. Ijin-ijin mendirikan bangunan misalnya, ada peraturan-peraturan tidak boleh membangun di bantaran sungai atau pinggir jalan misalnya, tapi kepala desa nggak mau tahu karena kepala desa tidak diberikan wewenang mengatur hal itu di tingkat desa. Itu diatur sama kabupaten. Padahal hal-hal semacam itu yang paling cepat yang paling tahu yang paling dekat dengan masyarakatnya itu kepala desa. Dia bisa melarang, menyetujui. Ini tidak diberikan hak. Sering dikatakan ini belum siap. Bagaimana akan siap kalau tidak diberi tahu. bagaimana akan siap kalau tidak diberikan hak kepala desa-kepala desa itu. Jadi menurut saya pelatihan-pelatihan itu harus sesuai dengan pemberian-pemberian haknya itu yang dibarengi dengan pelatihan-pelatihan yang ada”

Penjelasan narasumber ini mengarah pada permasalahan yang terkait

dengan tingkat kepercayaan Pemerintah Kabupaten kepada Desa. Kendala

yang berhubungan dengan kualitas sumber daya manusia aparatur desa yang

122

Page 133: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

132

belum mampu atau siap melaksanakan urusan yang akan diserahkan.

Menurutnya juga apabila aparatur desa itu diberi kesempatan dan dukungan

sarana dan prasarana, anggaran dan pelatihan-pelatihan tentu hal ini akan

membantu mereka dalam melayani masyarakatnya. Karena aparatur desa

merupakan pihak yang lebih dekat kepada masyarakat.

Bila aparatur desa ini tidak diberi kesempatan dan kekuasaan untuk

melaksanakan urusan yang berhubungan dengan pelayanan kepada

masyarakat tentu akan menyulitkan masyarakat sendiri. Sedangkan banyak

aspek kehidupan masyarakat yang memerlukan pelayanan dan bantuan dari

pemerintahan desa. Berikut jenis-jenis pelayanan kepada masyarakat yang

biasanya memerlukan bantuan aparatur desa :

Tabel.4.2 Jenis-Jenis Pelayanan Publik di Desa

No Jenis Pelayanan Keterangan

1 Pelayanan administrasi Nikah, Talak, Rujuk dan Cerai;

b. Pembuatan Kartu Tanda Penduduk;

c. Surat Keterangan Kelakuan Baik;

d. Surat Keterangan KTP Sementara;

e. Surat Keterangan Membawa Hasil Bumi;

f. Surat Keterangan Jual Beli Hewan/Potong Hewan Besar;

g. Surat Keterangan Ijin Mendirikan Bangunan;

h. Surat Keterangan Domisili;

i. Surat Keterangan Usaha;

j. Surat Pengantar Naik Haji;

k. Surat Keterangan Pindah Alamat;

Pembuatan Kartu Tanda Penduduk;

Legalisasi Surat-surat;

Pembuatan Akta Kelahiran

2 pelayanan di bidang pemerintahan, kesehatan, pendidikan, usaha dsb

pelayanan pengayoman kepada masyarakat

123

Page 134: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

133

Sementara itu berdasarkan Keputusan Menpan Nomor

63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan

Publik maka pelayanan publik dikelompokkan sebagai berikut :

Kelompok Pelayanan Administratif : seperti penerbitan bukti-bukti

kewarganegaraan (akta kelahiran, KTP, pasport), sertifikat pengakuan

atas kecakapan (kompetensi) tertentu warga yang menerimanya (ijazah,

sertifikat, diploma, lisensi).

Kelompok Pelayanan Barang, adalah pelayanan yang menghasilkan

barang tertentu yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Misalnya : jalan

raya, gedung sekolah, tempat tempat pengobatan, dan pemeliharaan

kesehatan, terminal,jaringan telepon, jaringan telepon, jaringan

penyaluran tenaga listrik, jaringan air bersih dan sejenisnya.

kelompok Pelayanan jasa : adalah pelayanan yang menghasilkan produk

jasa tertentu yang diperlukan oleh masyarakat. Misalnya

penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pemeliharaan,kesehatan dan

pengaturan lalu lintas.

Prinsip-prinsip pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam

tercantum dalam Keputusan Menpan Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang

Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, adalah sebagai berikut:

a. kesederhanaan: prosedur pelayanan tidak berbelit-belit, mudah

dipahami, dan mudah dilaksanakan.

b. Kejelasan, dalam hal: persyaratan teknis dan administratif pelayanan

publik, unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam

memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa

dalam pelaksanaan pelayanan publik; rincian biaya pelayanan publik dan

tata cara pembayarannya.

c. Kepastian waktu: pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam

kurun waktu yang telah ditentukan.

d. Akurasi: produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.

124

Page 135: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

134

e. Keamanan: proses dan produk pelayanan publik memeberikan rasa aman

dan kepastian hukum.

f. Tanggungjawab: pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat

yang ditunjuk bertanggungjawb atas penyelenggaraan pelayanan dan

penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

g. Kelengkapan sarana dan prasarana kerja: peralatan kerja dan pendukung

lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi

telekomunikasi dan informatika (telematika)

h. Kemudahan akses: tempat dan lokasi sarana prasarana pelayanan yang

memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan

teknologi telekomunikasi dan informasi.

i. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan: pemberi pelayanan harus

bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan

dengan ikhlas.

j. Kenyamanan: lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan

ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapih, lingkungan yang indah dan

sehat, serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti

parkir, toilet, tempat ibadah, dan lainnya.

Selain pola pelayanan yang disebutkan di atas, instansi pemberi layanan

dapat mengembangkan pola penyelenggaraaan pelayanan sendiri dalam

rangka upaya menemukan dan menciptakan inovasi peningkatan pelayanan

publik. Pengembangan pola penyelenggaraan pelayanan publik dimaksud

mengikuti prinsip-prinsip sebagaimana ditetapkan dalam pedoman pelayanan

publik yang telah ditetapkan pemerintah. Salah satu contoh inovasi dalam

bidang pelayanan di desa adaalah DESA SIAGA, Seperti Desa Siaga Puskesmas

Tawang Sari Kabupaten Sukoharjo.

Desa Siaga Ialah suatu kondisi masyarakat tingkat desa / kalurahan

yang memiliki sumber daya potensial dan kemampuan mengatasi masalah –

125

Page 136: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

135

masalah kesehatan , bencana, kegawat daruratan kesehatan secara mandiri.

Ada 4 pilar kegiatan di desa siaga yaitu :

1. Pemberdayaan / gotong royong Mis : pembuatan SPAL, PSN

2. Pengamatan / surveylans epidemiologi Mis : kasus demam berdarah

3. Upaya –upaya kesehatan / pelayanan kesehatan dasar Yaitu

terbentuknya PKD sebagai tempat pelayanan kesehatan dasar yang

memberikan pelayanan kesehatan sesuai kewenangan.

4. Pembiayaan Kesehatan Mis : Dana shat, Jimpitan, dana sehat iuran RT

Ada 4 masalah Kesehatan yaitu ;

1. Adanya kematian bayi

2. Adanya kematian ibu

3. Adanya gizi kurang / buruk

4. Adanya wabah / kejadian luar biasa suatu penyakit

LANGKAH –LANGKAH KEGIATAN DIDESA SIAGA :

1. PTD ( Pertemuan Tingkat Desa ) PTD merupakan langkah awal dari

kegiatan desa Siaga , sudah dilaksanakan bulan Maret 2009 diseluruh

wilayah Kecamatan Tawangsari.

2. SMD (Survey Mawas Diri ) Ialah kegiatan pengenalan pengumpulan ,

pengkajian masalah kesehatan oleh sekelompok masyarakat setempat

dibawah arahan petugas kesehatan / Bidan.Sudah dilaksanakan bulan

April – Mei 2009 dengan dana Bansos.

3. MMD ( Musyawarah Masyarakat Desa ) Ialah pertemuan seluruh warga

desa membahas hasil SMD dan merencanakan penanggulangan masalah

kesehatan yang diperoleh dari hasil SMD. Pelatihan Kader Merupakan

kegiatan dalam rangka mempersiapkan kader agar mampu dan berperan

serta dalam mengembangkan desa siaga dan PKD.

Tujuan akhir Desa Sehat dan Desa Siaga : Memandirikan masyarakat

dalam bidang kesehatan Kompetensi pada desa siaga dan desa sehat :

1. Melakukan pengamatan penyakit , gizi , kesehatan lingkungan dan prilaku

126

Page 137: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

136

2. masyarakat dalam rangka survey mawas diri.

3. Melakukan Musyawarah Masyarakat Desa dalam penggalangan

komitmen Desa

4. Siaga.

5. Melakukan pelayanan kesehatan produktif dan preventif.

6. Melakukan administrasi Desa Siaga.

7. Menggalang jejaring kemitraan potensi yang ada di desa ( LSM , Swasta

,Organisasi

8. didesa PKK , Karang Taruna dll ).

9. Menerapkan tehnologi tepat guna sesuai dengan potensi yang ada.

10. Menggali pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat.

11. Mengelola upaya kesehatan berbasis masyarakat.

Kemudian juga ada Strategi Pengembangan Desa Siaga yang terdiri dari

kegiatan sebagai berikut :

* Penggalangan komitmen Visi dan Misi desa siaga.

* Penggerakan peran serta masyarakat.

* Pengembangan potensi sumber daya masyarakat.

* Pembinaan lintas program dan dan lintas Sektoral

Setiap Bulan Pokja Desa Siaga mengadakan pertemuan membahas

kegiatan Pokja Desa Siaga berupa pengisian buku kerja Pokja Desa Siaga ,

Arisan , dan tabungan kader. Setiap triwulan pembinaan oleh TIM Promkes

Puskesmas kalau bisa ada kunjungan balasan antar desa / Pokja Desa Siaga

memaparkan hasil perkembangan ke semua desa Pokja Desa Siaga. Tenaga

SDM kesehatan Desa Siaga : Tenaga kesehatan yang diprioritaskan adalah

bidan desa dengan tambahan kompetensi di bidang pelayanan kesehatan

dasar, sedangkan tenaga kesehatan lainnya cukup berada di Puskesmas dan

Puskesmas Pembantu (Pustu) sebagai Tim Pembina Desa.

127

Page 138: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

137

Sumber : Kebijakan Pengembangan Desa Siaga

2. Permasalahan yang dihadapi

a. Kebijakan Manajemen Pelayanan Desa

Ditingkat kabupaten/kota Infrastruktur dan sumber daya yang

mencukupi diharapkan sebagai modal utama dalam pemberian pelayanan

publik yang baik Namun hal lain yang pentingnya mungkin yang lebih

menantang adalah kerangka kelembagaan bagi pelayanan publik. Di

Indonesia, keterbatasan kelembagaan menjadi kendala besar bagi

pelayanan publik yang sukar diatasi, seperti digambarkan di bawah ini.

Meskipun peraturan perundangan di era tahun 1999 telah melimpahkan

urusan dan kewenangan begitu besar atas manajemen dan pelaksanaan

pelayanan publik bagi pemerintah daerah, kurang konsistennya kerangka

hukum dan peraturan perundangan bagi desentralisasi pemerintahan

membuat pemerintah kabupaten/kota harus berjuang untuk

merumuskan serta melaksanakan peran dan tanggungjawabnya. Hal ini

P1 TIM PEDOMAN/ PERATURAN

P2 PEMILIHAN DESA PENGADAAN SDM

P3

PENGAWASAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI

MANAJEMEN

TUGAS/PERAN MASING-MASING UNIT KES DAN STAKEHOLDERS LAIN SESUAI TK ADMINISTRASI (MEMPERTAHANKAN UU PEMERINTAHAN DAERAH

KONSEP DAN

KEBIJAKAN DESA SIAGA

PELAKSANAAN KONSEP KEBIJAKAN DESA SIAGA

128

Page 139: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

138

mempersulit perencanaan dan anggaran dan seringkali menyebabkan

semacam kelumpuhan, dimana tidak berbuat apa-apa dianggap lebih

aman daripada melakukan tindakan tertentu. Pemerintah

kabupaten/kota yang terperangkap dalam status perundangan yang tidak

jelas seperti ini pada umumnya tidak proaktif dalam mengarahkan

pengembangan daerah dan manajemen pelayanan publik.

Reformasi pelayanan publik yang sepotong-sepotong saat ini

melanggengkan inefiesiensi birokrasi. Orang begitu berminat atas

kedudukan di pemerintah daerah, tetapi karena kenaikan pangkat tidak

didasari sistem meritokrasi, mereka kehilangan semangat untuk

berkinerja baik. Akibatnya, banyak pegawai pemerintah tidak merasakan

perlunya reformasi dalam pelayanan publik, karena waktu mereka akan

banyak tersita tanpa imbalan kenaikan karir yang konkret dalam tugas-

tugas tersebut. Demikian juga, korupsi masih terus menjadi penghambat

bagi tata-kelola pemerintahan yang baik. Undang-undang anti korupsi

dan pelaksanaannya, termasuk reformasi pengadaan barang dan jasa

pemerintah, masih berada dalam tahap awal. Akibatnya, masyarakat

terus berhadapan dengan biaya tinggi serta inefisiensi kinerja dalam

penyediaan pelayanan publik.

Di tingkat Desa pelayanan publik didasarkan pada penyerahan

urusan yang diberikan Kabupaten kepada Desa seperti yang disebutkan

dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 pada bab III Kewenangan

desa pasal 7 menjelaskan bahwa ada urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan desa yang mencakup :

a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;

b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kotayang diserahkan pengaturannya kepada desa;

c. tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah kabupaten/Kota; dan

d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangundangan diserahkan kepada desa”.

129

Page 140: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

139

Selanjutnya pada pasal 8 menyebutkan bahwa : “Urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang

diserahkan pengaturannya kepada Desa sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 7 huruf b adalah urusan pemerintahan yang secara langsung dapat

meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat”. Untuk

menunjang pelaksanaan pasal 7 dan 8 pada PP No. 72 tahun 2005

tersebut telah ada Permendagri No 30 tahun 2006 yang mengatur

tentang Tata Cara Penyerahan Urusan Pemerintah Kabupaten/Kota

Kepada Desa. Namun pada pelaksanaannya di daerah tidak semua

urusan dapat langsung diberikan Kepada Desa karena beberapa alasan

yang terkait dengan kualitas sumber daya dan dukungan sarana dan

prasarana. Hal ini seperti yang diungkapkan Kepala BPMD Provinsi Nusa

Tenggara Barat pada saat Workshop Kajian Peningkatan Kapasitas

Aparatur Desa:

“Saya kira momen ini cukup baik sekali karena kita di dalam era ini memang melihat dari kondisi desa-desa kita, khususnya di Nusa Tenggara Barat berdasarkan hasil dari kami memantau melalui perlombaan desa, memang masih banyak hal yang perlu dibenahi karena kita juga sering mendengar dari Bapak Presiden, Gubernur maupun Bupati “coba kita mulai dari desa”. Karena kalau desanya maju kecamatan maju, kabupaten maju, nasional juga maju jika kita mulai dari desa. Namun selama ini tampaknya hanya slogan-slogan yang kita lihat. Kenyataannya kalau kita lihat dalam Permendagri No 30 tahun 2006 ada 224 hak-hak desa yang belum sampai 10 persen diserahkan kepada desa dari kabupaten hak-haknya. Kewenangan-kewenangan yang harus dilakukan desa itu ada 224. Kalau 31 instansi ini memberikan pembekalan-pembekalan untuk melaksanakan kewenangan itu saya rasa pemerintahan desa juga bisa maju.

Pernyataan Kepala BPMD Provinsi Nusa tenggara Barat ini juga

didukung dari pendapat aparatur desa seperti yang terdapat dalam tabel

berikut :

130

Page 141: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

140

Tabel.4.3 Kendala Kebijakan dan Dukungan Pemerintah

No Kendala Upaya yang Ditempuh

1 Kurangya perhatian dari pemerintah daerah maupun pemerihtah provinsi dan pusat tentang kesejahteraan aparatur desa yang masih di bawah standar UMR sementara Pemerintah desa adalah ujung tombak dari sistem NKRI

Menggali potensi APBDes

2 Kurangnya partisipasi dan swadaya masyarakat dan masih minimnya bantuan dana baik dari pemda maupun pemprov

Melakukan pendekatan dan Sosialisasi kepada masyarakat tentang program yang akan kita laksanakan pentingnya partisipasi swadaya masyarakat

3 Permasalahan-permasalahan yang dihadapi adalah memenuhi keinginan masyarakat dalam pelayanan kesejahteraan, karena belum adanya keseimbangan keuangan/dana yang diberikan oleh pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten

Membuat proposal untuk dimintakan kepada pihak atasan, termasuk pemerintah daerah sampai pusat

Mengarahkan masyarakat untuk bergotong royong

4 Belum mempunyai dasar hukum di tingkat desa dalam membuat kebijakan (pelayanan)

Dari tabel tersebut sebagian besar memperlihatkan bahwa

kemampuan APBDes dan dukungan anggaran yang kecil atau belum ada

mungkin tidak menjadi kendala utama untuk mendukung

penyelenggaraan tata pemerintahan desa yang baik. Tetapi yang lebih

penting dalam konteks ini lebih kepada political will dari PEMDA

setempat, apakah res-ponsif terhadap kebutuhan desa atau tidak. Kalau

pun kemampuan APBD dan PAD di rasa terbatas kiranya hal ini janganlah

dijadikan hambatan, tetapi Pemda harus memikirkan terobosan-

terobosan yang inovatif dan kreatif dalam mensiasati keterbatasan

tersebut seperti yang terjadi saat ini.

131

Page 142: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

141

b. Prosedur Pelayanan

Prosedur pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang

berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukkan adanya tahapan secara

jelas dan pasti serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka

penyelesaian sesuatu pelayanan. Prosedur pelayanan publik harus

sederhana, tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah

dilaksanakan, serta diwujudkan dalam bentuk bagan alir (flow chart) yang

dipampang dalam ruangan pelayanan. Dalam hal ini bagan alir sangat

penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik karena berfungsi

sebagai:

1. Petunjuk kerja bagi pemberi pelayanan;

2. Informasi bagi penerima pelayanan;

3. publikasi secara terbuka pada semua unit kerja pelayanan mengenai

prosedur pelayanan kepada penerima pelayanan;

4. Pendorong terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan

efisien;

5. Pengendali (kontrol) dan acuan bagi masyarakat dan aparat

pengawasan untuk melakukan penilaian/pemeriksaan terhadap

konsistensi pelaksanaan kerja.

Beberapa kendala yang dihadapi dalam prosedur pelayanan di desa

seperti yang didapat dalam penggalian data adalah seperti penjelasan

dalam tabel berikut :

Tabel.4.4 Kendala Prosedur Pelayanan

No Kendala Upaya yang Ditempuh

1 Ketidakmampuan masyarakat dalam memahami berbagai hal yang berhubungan dengan peraturan administrasi desa (yang terkait dengan pelayanan) (rendahnya kualitas sumber daya masyarakat)

Sosialisasi kepada masyarakat tentang peraturan desa (yang terkait dengan pelayanan)

132

Page 143: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

142

No Kendala Upaya yang Ditempuh

2 Kurangnya memahaminya jam-jam (waktu) administrasi surat menyurat yang ingin dilayanai langsung di luar jam kantor oleh masyarakat, sehingga Kades sendiri harus berinisiatif menyediakan blanko/ format-format yang dibutuhkan seketika oleh masyarakat.

Menghimbau kepada kepala dusun agar mensosialisasikan hal ini.

3 Kendala geografis Sosialisasi kepada masyarakat tentang prosedur pelayanan.

Terkait dengan sampainya pelayanan publik kepada masyarakat ini

juga harus didukung masyarakat itu sendiri. Bila dilihat dari aspek

perkembangan daerah, akselerasi pembangunan di wilayah ini sedikit

lambat, karena medannya sulit dan pola hidup masyarakatnya yang masih

tradisional juga akan mempengaruhi tingkat aksesibilitas masyarakat

terhadap informasi yang disiapkan pemerintah. Sebaliknya masyarakat

disepanjang di Jawa merupakan masyarakat yang relatif heterogen dan

terbuka sehingga sebagian besar lebih dapat menerima informasi yang

terkati dengan kepentingan mereka. Dari aspek perkembangan daerah,

akselerasi pembangunan cukup mempengaruhi daya serap pelayanan

publik di desa. Realitas di atas membawa konsekuensi pada ragam

persoalan yang ditimbulkan dapat berbeda-beda jika dilihat dari konteks

pembangunan umumnya dan pengembangan desa khususnya.

c. Persyaratan Teknis dan Administratif Pelayanan

Segala persyaratan yang bersifat duplikasi harus dihilangkan dari

instansi yang terkait dengan proses pelayanan. Persyaratan tersebut

harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket

pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak

pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi

ruangan. Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenuhi

133

Page 144: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

143

persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa

persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penetapan persyaratan, baik teknis maupun administratif harus

seminimal mungkin dan dikaji terlebih dahulu agar benar-benar sesuai

atau relevan dengan jenis pelayanan yang akan diberikan. Misalnya

segala persyaratan yang bersifat duplikasi harus dihilangkan yang terkait

dengan proses pelayanan. Persyaratan tersebut harus diinformasikan

secara jelas dan diletakkan di dekat loket pelayanan.

Tabel.4.5 Kendala Persyaratan Teknis Dan Administrative Pelayanan

No Kendala Upaya yang Ditempuh

1 Masih kurangnya pengertian dan pengetahuan masyarakat dalam mengurus kelengkapan administratif yang telah ditentukan.

Melakukan penyuluhan kepada masyarakat

2 Kurang sadarnya masyarakat di dalam berurusan kepada aparatur pemerintahan desa di dalam hal ketentuan-ketentuan yang sudah diberlakukan desa

Melakukan penyuluhan kepada masyarakat

melakukan penjadwalan pelayanan

memberi tugas kepada setiap aparatur desa dalan hal pelayanan.

3 Kurangnya sarana dan prasarana (seperti komputer dan ATK termasuk belum adanya Listrik di desa-desa di NTT) untuk menunjang administrasi desa.

Tetap melakukan pelayanan dengan baik

sebisa mungkin memanfaatkan sarana danprasaran yang ada untuk memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat.

Memberikan transparansi dan komunikasi yang baik akan kondisi yang ada di kantor desa

134

Page 145: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

144

Di era yang sudah sangat berkembang ini, sarana dan prasarana

seperti komputer adalah tehnologi yang sangat membantu dalam setiap

pekerjaan terutama yang terkait dengan administrasi dan data. Di satu sisi

teknologi ini sudah memungkinkan suatu layanan umum didekatkan kepada

masyarakat, namun disisi lain berbagai komponen layanan umum yang

merupakan tugas pokok dan fungsi sektoral instansi teknis daerah pada

tingkat Kabupaten/Kota sangat terbatas terdistirbusi kepada lembaga

pemerintah terdekat kepada masyarakat, seperti Desa.Keberadaan

komputer di kantor desa menjadi kurang mendukung upaya mewujudkan

manfaat e-government sebagai salah satu media mewujudkan pelayanan

umum yang lebih baik, mudah, murah, valid dan cepat. Komputer-

komputer tersebut lebih banyak difungsikan sebagai mesin ketik dan

mengelola kepentingan stand alone office biasa.

Namun yang menjadi kendala, selain jumlahnya terbatas karena

anggaran yang tersedia, pengoperasian komputer juga bergantung pada

kemampuan sumber daya manusia aparatur desa yang melaksanakan

pelayanan.

d. Pejabat yang Berwenang dan Bertanggung Jawab

Pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab

memberikan pelayanan dan atau menyelesaikan keluhan, persoalan dan

sengketa, diwajibkan memakai tanda pengenal dan papan nama di meja

atau tempat kerja petugas. Pejabat atau petugas tersebut harus

ditetapkan secara formal berdasarkan Surat Keputusan atau Surat

Penugasan dari pejabat yang berwenang. Pejabat atau aparat yang

memberikan pelayanan dan menyelesaikan keluhan harus dapat

menciptakan citra positif terhadap penerima pelayanan dengan

memperhatikan:

135

Page 146: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

145

1. Aspek psikologi dan komunikasi, serta perilaku melayani,

2. Kemampuan melaksanakan empati terhadap penerima pelayanan,

dan dapat merubah keluhan penerima pelayanan menjadi senyuman,

3. Menyelaraskan cara penyampaian layanan melalui nada, tekanan dan

kecepatan suara, sikap tubuh, mimik dan pandangan mata,

4. Mengenal siapa dan apa yang menjadi kebutuhan penerima

pelayanan,

5. Berada di tempat yang ditentukan pada waktu dan jam pelayanan.

Kendala yang dihadapi yang terkait dengan sumberdaya aparatur

desa yang melaksanakan pelayanan publik di desa, diantaranya seperti

yang terdapat dalam tabel berikut :

Tabel.4.6 Pejabat Yang Berwenang Dan Bertanggung Jawab

No Kendala Upaya yang ditempuh

1 Tidak harmonisnya hubungan aparatur desa (Pemerintah Desa dan BPD) sehingga menyulitkan terciptanya pelayanan yang baik kepada masyarakat

Dengan musyawarah dan mufakat yang melibatkan aparatur desa dan semua lapisan masyarakat dalam forum tersebut

2 Rendahnya kualitas sumber daya aparatur

Melakukan koordinasi dengan instansi yang terkait untuk mensosialisasikan pelayanan publik disesuaikan dengan adat istiadat budaya di wilayah itu sendiri.

berupaya menambah wawasan dan pengetahuan yang berkaitan dengan pelayanan dengan cara misalnya : ikut pelatihan, seminar, kursus dan lain-lain.

3 Rendahnya anggaran untuk penghasilan aparatur desa

136

Page 147: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

146

e. Standar Pelayanan Publik

Setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun Standar

Pelayanan masing-masing sesuai dengan tugas dan kewenangannya, dan

dipublikasikan kepada masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi

penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran kualitas

kinerja yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang

wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Hal ini pula

yang disampaikan aparatur desa dalam workshop yang dilaksanakan di

Provinsi Jambi :

Pernyataan Kelompok V Workshop Batanghari, Provinsi Jambi: “Dalam hal Manajemen Pelayanan, kami berpandangan bahwa semua point yang ada kami anggap penting. Namun perlu kami sampaikan bahwa perlu kiranya ditambahkan, terutama terkait dengan (i) perlu adanya aturan dan prosedur yang jelas, agar dalam hal pelayanan bisa efektif dan efesien. (ii) kami juga memerlukan tip-tip (trik-trik) dalam menghadapi masyarakat agar tidak keluar dari aturan-aturan perundangan yang ada”.

Harapan mereka ini merupakan juga masalah yang mereka hadapi

dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakatnya, selain kebijakan

yang belum mendukung juga kendala internal dan eksternal yang mereka

hadapi. Kendala internal seperti anggaran yang kurang mendukung juga

kualitas sumber daya manusia aparatur desa yang melaksanakan

pelayanan sedangkan kendala eksternal adalah kualitas sumber daya

manusia masyarakat untuk dapat menerima informasi selain kendala

geografis yang membuat pelayanan menjadi sulit dijangkau.

Untuk Itu standar pelayanan yang ditetapkan hendaknya realistis,

karena merupakan jaminan bahwa janji/komitmen yang dibuat dapat

dipenuhi, jelas dan mudah dimengerti oleh para pemberi dan penerima

pelayanan. Dan untuk memenuhi kebutuhan informasi pelayanan kepada

masyarakat, setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib

mempublikasikan prosedur, persyaratan, biaya, waktu, standar, akta/

137

Page 148: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

147

janji, motto pelayanan, lokasi serta pejabat/petugas yang berwenang dan

bertanggung jawab sebagaimana telah diuraikan di atas. Publikasi dan

atau sosialisasi tersebut di atas dilakukan melalui, antara lain, media

cetak (brosur, leaflet, booklet), media elektronik (website, home-page,

situs internet, radio, televisi), media gambar dan atau penyuluhan secara

langsung kepada masyarakat

3. Kebutuhan Pengembangan Kapasitas Manajemen Pelayanan Publik

Penyelenggaraan pemerintahan desa menuntut perubahan perilaku

aparatur yang mencakup kelembagaan, manajemen dan sumberdaya

manusia untuk menampung dan mengimbangi berbagai perkembangan yang

terjadi. Hal demikian sejalan dengan tujuan pemberian otonomi desa serta

kewenangan yang luas kepada desa dalam melakukan pembangunan

daerahnya, dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dan

memberikan kesempatan serta peluang kepada masyarakat untuk berperan

dalam penyelenggaraan pembangunan.

Perubahan lingkungan baik sebagai dampak globalisasi, reformasi

maupun pemberian kewenangan yang luas kepada desa, terjadi pula

pergeseran dinamika kehidupan sosial budaya, ekonomi masyarakat, maka

dalam upaya menuju pelayanan publik yang prima, berbagai kebijakan telah

ditetapkan pemerintah melalui upaya perbaikan manajemen pelayanan, baik

dalam peningkatan kualitas sumber daya aparatur, maupun dalam sistem dan

prosedur pelayanan agar perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan

aparatur pemerintah desa kepada masyarakat serta peraturan

pelaksanaannya yang memberi pedoman dalam pelayanan publik.

Dengan realitas tersebut, maka tuntutan untuk menjadikan pelayanan

kepada masyarakat akan mendorong aparatur desa untuk dapat menjadi

lebih baik. Berikut harapan aparatur desa dalam workshop yang dilaksanakan

di Kabupaten Bengkulu Utara - Provinsi Bengukulu :

138

Page 149: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

148

Workshop Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu :

“Kami mengharapkan pelatihan dan sosialisai bagi kepala desa untuk mendalami pengetahuannya dalam menjalankan tugas seperti yang terkandung dalam modul ini. Dalam pelaksanaan ini saya menghimbau dengan adanya sosialisasi dan pelatihan semacam ini sangat mendidik, diharapkam akan menambah tingkat kinerja kita ke depan, dan menambah optimalisasi pelayanan terhadap masyarakat di desa kita masing-masing, dan melakukan koordinasi kepada instansi-instansi terkait untuk merealisasikan pelayanan di desa yang disesuaikan dengan adat dan istiadat kita masing-masing”.

Implementasi kebijakan pemerintah tersebut, pelaksanaannya sangat

beragam di daerah, antara lain dengan penyederhanaan sistem dan prosedur

melalui penyempurnaan peraturan daerah atau peraturan/ Keputusan Kepala

Daerah, penetapan sistem pelayanan terpadu atau pelayanan satu atap,

pembentukan lembaga perizinan, penyediaan kotak saran atau petugas yang

khusus menangani keluhan, pengaduan dan kritik masyarakat. Dengan

pelatihan dan upaya menambah wawasan akan memotivasi untuk

mempercepat pelaksanaan pembangunan sebagai pengejawantahan

pelayanan publik kepada masyarakat.

Box. 4.7. KEBUTUHAN PENGEMBANGAN Kemampuan dalam merumuskan program-program

pelayanan Kemampuan dalam mengelola pelayanan Kemampuan memahami petunjuk maupun peraturan

undang-undang yang mendukung aparatur desa dalam memberikan pelayanan

Kemampuan teknis (mengoperasikan komputer dll) Kemampuan mengambil keputusan Kemampuan dalam melakukan kerjasama (LSM,

masyarakat, instansi terkait, pemerintah daerah) dalam pelayanan terkait

Kemampuan membuat prosedur pelayanan desa.

139

Page 150: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

149

Secara implisit, semua harapan-harapan aparatur desa itu juga

merupakan harapan yang hendak dicapai oleh pasal-pasal dalam Undang

Undang (UU) tentang Pemerintahan Daerah no. 32/2004 terutama pada

bagian yang secara khusus melihat ihwal pemerintahan desa, terutama jika

menilik kondisi faktual kebanyakan kelembagaan pemerintahan desa saat ini

yang berada dalam situasi yang memprihatinkan secara organisasional

maupun manajerial. Sebagai unit birokrasi-pemerintahan, pemerintah desa

menghadapi persoalan keterbatasan daya-kreasi untuk menginisiasi gagasan

pembaruan. Sementara itu, sebagai unit pelayanan publik, pemerintahan

desa menghadapi keterbatasan kapasitas manajemen-administratif. Sebagai

unit representasi negara, pemerintahan desa menghadapi keterbatasan

kemandirian dalam pendanaan untuk memelihara eksistensi pemerintahan di

suatu wilayah.

140

Page 151: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

150

BAB 5 STRATEGI PENINGKATAN KAPASITAS

APARATUR DESA

Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal penting terkait dengan permasalahan

berikut strategi peningkatan kapasitas aparatur desa yang meliputi aspek

perencanaan dan penganggaran, penyusunan kebijakan, keuangan desa,

kepemimpinan kepala desa dan manajemen pelayanan desa.

A. PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DESA

Pada aspek perencananaan dan penganggaran desa pada Bab sebelumnya

bahwa belum semua desa menyusun dokumen-dokumen perencanaan

sebagaimana diamanatkan peraturan perundang-undangan baik UU, PP, Perda

maupun permendagri yang mengaturnya.

1. Beberapa desa hanya ternyata telah menyusun RKP Desa (tahunan), tetapi

tidak memiliki RPJM Desa (lima tahunan), hal ini ‘aneh’ karena dokumen RKP

desa seharusnya mengacu kepada dokumen RPJM Desa.

2. Pelaksanaan Musrenbang Desa (baik untuk penyusunan RPJM Desa maupun

untuk RKP Desa) ternyata tidak berlangsung secara optimal, terutama karena

dua hal, pertama minimnya kemampuan aparatur desa dalam menyusun

dokumen RKP Desa, dan kedua karena keterbatasan anggaran.

3. Adanya keterbatasan anggaran tersebut juga berpengaruh besar pada

penyusunan anggaran pendapatan dan belanja desa (APB Desa), dan tentu

saja, minimnya kemampuan aparatur desa dalam hal penyusunan anggaran

juga masih sangat dirasakan di pemerintah desa.

Dari beberapa permasalah tersebut maka strategi yang dapat diajukan

sebagai berikut :

1. Strategi yang dapat diajukan adanya upaya peningkatan

kemampuan/kompetensi aparatur desa dalam hal: (a) metode perencanaan

141

Page 152: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

151

partisipatif, (b) analisis masalah dan potensi desa, (c) metode pemilihan skala

prioritas kegiatan, (d) penyusunan anggaran dan belanja desa, dan (e)

berkomunikasi/ berdiskusi/presentasi.

2. Strategi ini dapat ditempuh dengan melakukan: pelatihan (bimbingan teknis,

pembekalan, penataran, dll) dan non-pelatihan (studi banding, magang, dst).

Hal ini juga penting untuk menjadi perhatian pemerintah Kabupaten/Kota,

karena upaya pelatihan dan non pelatihan ini sangat memerlukan dukungan

dari pemda setempat, baik dukungan personil sebagai pendamping dan

anggaran untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut.

B. KEUANGAN DESA

Berdasarkan deskripsi mengenai pelaksanaan manajemen keuangan dan

kekayaan desa, beberapa hal yang perlu menjadi perhatian seperti berikut :

1. Pelaksanaan manajemen keuangan dan kekayaan desa dapat dikatakan

belum dapat terselenggara dengan baik . Dalam pelaksanaan perencanaan

keuangan daerah, banyak desa belum menerapkan anggaran APBD desa serta

belum dapat menentukan skala prioritas serta distribusi sumber daya dengan

baik.

2. Dalam pelaksanaan dan penatausahaan keuangan desa, administrasi desa

belum terselenggara dengan baik, pelaporan dan pertanggungjawaban

keuangan desa juga belum dilakukan dengan baik.

3. Dalam manajemen kekayaan desa, banyak dijumpai barang-barang kekayaan

desa yang belum terpelihara dengan baik serta masih adanya persoalan

dalam pembagian kekayaan desa sebagi akibat dari pemekaran desa.

4. Pengelolaan potensi desa untuk menambah pendapatan desa dapat

dikatakan juga masih belum optimal. Badan Usaha Milik Desa yang

diharapkan bisa meningkatkan pendapatan asli desa cenderung belum

terkelola dengan baik. Akhirnya, dari sisi penerimaan kapasitas keuangan

desa masih sangat bergantung dari transfer pemerintah yang ada di atasnya.

142

Page 153: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

152

Berdasarkan kondisi empiris tentang kapasitas pelaksanaan manajemen

keuangan dan kekayaan desa beserta problematika yang berhasil dirangkum,

strategi peningkatan kapasitas aparatur desa dalam manajemen keuangan dan

kekayaan desa dapat dirumuskan sebagai berikut. :

Pertama, pada level sistem strategi yang dapat dikembangkan adalah :

Penguatan kapasitas keuangan aparatur desa dengan kewengan desa dan

memperbaiki metode pengalokasian dana desa.

Penguatan kapasitas keuangan aparatur desa melalui perbaikan sumber daya

aparatur desa melalui perbaikan rekuitmen dan manajemen aparatur desa.

Kedua, pada level organisasi strategi yang dapat dikembangkan adalah :

Peningkatan kapasitas manajemen keuangan desa melalui penguatan

BUMDes sebagai sumper penerimaan dan pengembangan ekonomi

masyarakat desa

Peningkatan kapasitas manajemen keuangan desa melalui penguatan

kerjasama antar desa dalam bidang ekonomi dan berbagai pelayanan publik.

Peningkatan sarana dan prasarana pemerintahan desa

Peningkatan mekanisme akuntabilitas desa

Ketiga pada level individu, strategi yang dapat dikembangkan adalah :

Peningkatan kapasitas aparatur desa melalui bimbingan teknis manajemen

keuangan desa yang mencakup penyusunan APBDesa, Pengelolaan ADD,

Pengelolaan Kekayaan Desa, Pengelolan BUMDes.

Peningkatan kapasitas aparatur desa melalui sosialisasi peraturan kebijakan

keuangan desa

Peningkatan kapasitas aparatur desa melalui pendampingan maupun

fasilitasi, misalnya dalam pendirian BUMDes, dan sebagainya

143

Page 154: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

153

C. PENYUSUNAN KEBIJAKAN DESA

Aspek yang tak kalah penting adalah Kapasitas aparatur desa dalam

penyusunan kebijakan desa, berdasarkan deskripsi pada bab sebelumnya

beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah :

1. Desa masih sangat rendah, hal ini terlihat dari jumlah Kebijakan Desa yang

disusun dalam setiap tahunnya, rata-rata pemerintahan desa baru menyusun

2 (dua) Peraturan Desa, dan 1 (satu) Peraturan Kepala Desa, yakni Peraturan

Desa tentang RKPDes, dan Perdes tentang RAPBDes,dan bahkan masih

terdapat terdapat Desa yang hanya baru menyusun 1 (satu) Peraturan Desa

yakni Peraturan Desa tentang RAPBDes.

2. Dengan memperhatikan hal tersebut dapat juga disimpulkan bahwa

penyusunan Kebijakan Desa belum mencerminkan urut-urutan dari proses

penyusunan Peraturan Desa, karena Desa umumnya menyusun Perdes

tentang RAPBDes terlabih dahulu tampa terlebih dahulu menyusun Perdes

RPJMDes dan Perdes RKPDes.

3. Hal tersebut di atas, mencerminkan tingkat sosialisasi, pelatihan dan simulasi

tentang penyusunan Kebijakan Desa yang diselenggarakan oleh Badan

Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Propinsi dan Badan

Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten masih sangat

terbatas, karena keterbatasan sumber-sumber yang dimiliki oleh institusi

yang secara fungsional bertugas meningkatkan kapasitas aparatur desa,

dibanyak BPMPD Propinsi dan BPMPD Kabupaten sumber daya keuangan dan

sumberdaya manusia khususnya pejabat fungsional widyaiswara yang

mengapu Kebijakan Desa sangat terbatas bahkan tidak ada.

Dari permasalahan peningkatan kapasitas aparatur desa dalam aspek

penyusunan kebijakan desa strategi yang dapat diajukan adalah sebagai berikut :

1. Strategi utama yang perlu ditempuh adalah pemberdayaan kapasitas

kelembagaan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa

Propinsi dan Kabupaten, peningkatan kapasitas kelembagaan tersebut

144

Page 155: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

154

meliputi aspek-aspek keuangan, dan aspek sumberdaya manusia

aparaturnya, aspek sumberdaya aparatur BPMPD yakni tersedianya pejabat

fungsional widyaiswara yang mampu untuk mengampu materi Kebijakan

Desa.

2. Strategi lain adalah perumusan wewenang yang jelas antara Badan

Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Propinsi dan Badan

Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten, sehingga

tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antara BPMPD Proppinsi dan

BPMPD Kabupaten, termasuk dalam hal perumusan materi peningkatan

kapasitas perumusan kebijakan desa.

3. Terprogramnya kegiatan pelatihan dan sosialisasi yang berkesinambungan

tentang Penyusunan Kebijakan Desa yang dilaksanakan oleh Badan

Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten.

4. Tersusunnya modul-modul yang berkaitan dengan Perumusan Kebijakan Desa

yang dilakukan oleh BPMPD Propinsi, atau BPMPD Kabupaten;

5. Tersedianya bahan-bahan refernsi yang berkaitan dengan perumusan

kebijakan desa, yang dijadikan acuan bagi pemerintah desa dalam rangka

menyusun kebijakan desa, misalnya contoh-contoh Perdes dan Peraturan

Kebijakan Desa yang dianggap memenuhi criteria oleh pemerintah daerah.

D. KEPEMIMPINAN DESA

Aspek kepemiminan desa juga memegang peranan yang penting untuk

dapat mendorong partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan di

wilayahnya. Tidak saja sebagai pemimpin, aparatur desa juga diharapkan dapat

mengayomi warganya. Berdasarkan uraian aspek kepemimpinan pada bab IV

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan desa

1. Sudah berjalan sesuai dengan tuntutan asas legalitas-formal. Setidaknya itu

terlihat dalam implementasi kepemimpinan Kepala Desa, baik aspek

Pemilihan Kepala Desa (Pilkades); maupun pada pemahaman tentang Tugas,

145

Page 156: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

155

Wewenang dan Kewajiban dan Hak Kepala Desa. Sekalipun harus dicatat

bahwa implementasinya belum seperti yang diidealkan.

2. Banyak faktor yang dapat menjelaskan mengapa kondisi seperti ini masih

terjadi pada manajemen kepemimpinan desa, baik yang muncul dari dalam

apatur pemerintahan desa, seperti keterbatasan dalam diri kepala desa itu

sendiri maupun dari luar yang melingkupi kehidupan desa, seperti kondisi riil

masyarakat.

3. Oleh karenanya sangat disadari bahwa kebutuhan pengembagan kebutuhan

dalam rangka optimalisasi kepemimpinan desa perlu terus dilakukan. Hal

yang bersifat segera sebaiknya tidak ditunda dan persoalan yang bersifat

jangka panjang perlu penangangan yang berkelanjutan.

Beberapa hal terkait strategi pengembangan dan peningkatan kapasitas

kepemimpinan kepala desa berikut kiranya perlu mendapat perhatian, adalah

sebagai berikut :

1. Mendorong kepala desa dan aparatur desa lainnya untuk terus meningkatkan

kapasitas diri mereka dengan berbagai cara, mulai dari pelatihan, workshop,

studi banding, dan lain sebagainya agar berbagai unsur kompetensi

kepemimpinan desa dipastikan dimiliki seorang kepala desa.

2. Perlu ditanamkan pemahaman kepada kepala desa bahwa menjaga

hubungan yang harmonis baik dengan perangkat desa lainnya, seperti

Sekretaris Desa, Kaur, Pihak RT dan RW, BPD, tokoh masyarakat (adat), tokoh

agama, dan masyarakat secara keseluruhan merupakan salah satu kunci

sukses penyelenggaraan kepemimpinan desa.

3. Perlu perhatian serius dalam hal insentif bagi aparatur desa, agar mereka bisa

bekerja maksimal sesuai dengan tugas dan fungsinya. Insentif yang diterima

oleh masing-masing perangkat desa mulai dari Kepala Desa, Sekretaris Desa

(terutama dengan mereka yang berstatus PNS), dan perangkat lainnya

memenuhi asas proporsional dan rasa keadilan sehingga tidak menimbulkan

kecemburuan diantara aparatur desa.

146

Page 157: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

156

4. Sekretaris desa yang belum diangkat menjadi PNS agar diperhatikan bila

memungkinkan seluruh Sekdes dapat diangkat menjadi PNS. Pengangkatan

mereka menjadi PNS diharapkan akan mendukung keberhasilan

kepemimpinan desa.

5. Perlu ada upaya-upaya tersendiri untuk mendorong kesadaran masyarakat

agar dapat berpatisipasi aktif mendukung program-program

pemengembagan desa, sebab diyakini bahwa tingkat partisipasi masyarakat

merupakan prasyarat yang ikut menentukan sukses tidaknya

penyelenggaraan kepemimpinan desa.

E. MANAJEMEN PELAYANAN DESA

Upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat di bidang pelayanan terutama di

tingkat desa sering mengalami kendala, realitas yang ada bahwa banyak ragam

persoalan yang dihadapi diantaranya dalam dua aspek; yaitu aspek kultural-

geografis dan aspek struktural. Dari dua aspek ini dapat disimpulkan

permasalahan sebagai berikut :

1. Keterbatasan jumlah staff pemerintah desa yang bertanggungjawab untuk

pemerintahan desa sementara pada sisi lain jumlah desa/kelurahan dari

tahun ke tahun cenderung meningkat dengan masalah ikutannya yang juga

meningkat dan kompleks. Mobilitas staff pemerintahan yang terbatas

(kuantitas maupun kualitas) berpengaruh pada fungsi kendali kontrol

terhadap pelaksanaan pemerintahan desa yang rendah.

2. Kualitas dan kompetensi SDM desa yang masih rendah dan terbatas

berpengaruh pada produktifitas dan kreatifitas aparat desa. Keenam, posisi

dan ketokohan lokal yang dominan masih menjadi referensi dalam berbagai

pengambilan kebijakan baik bersifat kultural maupun formal berdampak pada

sistem pemerintahan desa lebih didominasi semangat feodalisme dan

clientalisme.

147

Page 158: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

157

3. Untuk menunjang pelaksanaan pasal 7 dan 8 pada PP No. 72 tahun 2005

tersebut telah ada Permendagri No 30 tahun 2006 yang mengatur tentang

Tata Cara Penyerahan Urusan Pemerintah Kabupaten/Kota Kepada Desa.

Namun pada pelaksanaannya di daerah tidak semua urusan dapat langsung

diberikan Kepada Desa karena beberapa alasan yang terkait dengan kualitas

sumber daya dan dukungan sarana dan prasarana. APBDes dan dukungan

anggaran yang kecil atau belum ada mungkin tidak menjadi kendala utama

untuk mendukung penyelenggaraan tata pemerintahan desa yang baik.

Tetapi yang lebih penting dalam konteks ini lebih kepada political will dari

PEMDA setempat, apakah responsif terhadap kebutuhan desa atau tidak.

4. Terkait dengan sampainya pelayanan publik kepada masyarakat ini juga harus

didukung masyarakat itu sendiri. Bila dilihat dari aspek perkembangan

daerah, akselerasi pembangunan di wilayah ini sedikit lambat, karena

medannya sulit dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional juga

akan mempengaruhi tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap informasi yang

disiapkan pemerintah. Keterisolasian desa yang tinggi berpengaruh pada

aksesibilitas pemukiman penduduk terhadap pusat-pusat fasilitas publik

sehingga menimbulkan kesenjangan pelayanan publik.

5. Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenuhi persyaratan

yang telah ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa persyaratan

teknis dan atau persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Namun permasalahan yang terjadi di lapangan adalah

Masih kurangnya pengertian dan pengetahuan masyarakat dalam mengurus

kelengkapan administratif yang telah ditentukan. Kurang sadarnya

masyarakat di dalam berurusan kepada aparatur pemerintahan desa di dalam

hal ketentuan-ketentuan yang sudah diberlakukan desa Kurangnya sarana

dan prasarana untuk menunjang administrasi desa.

6. Sementara itu, sebagai unit pelayanan publik, pemerintahan desa

menghadapi keterbatasan kapasitas manajemen-administratif. Sebagai unit

148

Page 159: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

158

representasi negara, pemerintahan desa menghadapi keterbatasan

kemandirian dalam pendanaan untuk memelihara eksistensi pemerintahan di

suatu wilayah.

Secara umum, dapat dilihat bahwa perubahan lingkungan baik sebagai

dampak globalisasi, reformasi maupun pemberian kewenangan yang luas kepada

desa, terjadi pula pergeseran dinamika kehidupan sosial budaya, ekonomi

masyarakat, maka dalam upaya menuju pelayanan publik yang prima, berbagai

kebijakan telah ditetapkan pemerintah melalui upaya perbaikan manajemen

pelayanan, baik dalam peningkatan kualitas sumber daya aparatur, maupun

dalam sistem dan prosedur pelayanan agar perbaikan dan peningkatan mutu

pelayanan aparatur pemerintah desa kepada masyarakat serta peraturan

pelaksanaannya yang memberi pedoman dalam pelayanan publik. Untuk itu lah

untuk meningkatkan kualitas pelayanan di tingkat desa oleh aparatur desa maka

diperlukan strategi peningkatan kapasitas aparatur desa di bidang pelayanan,

sebagai berikut :

Strategi yang terkait jumlah staf, untuk itu perlu dipikirkan dalam tahap

rekruitmen aparatur desa baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Karena

sumber daya manusia yang memadai sangat menunjang dalam pelaksanaan

pemerintahan desa terutama dalam hal pelayanan baik secara yang dilakukan

di dalam kantor maupun di luar kantor untuk menunjang pengawasan dan

kendali.

Strategi yang terkait dengan penyerahan urusan dari Pemerintah

Kabupaten/Kota ini adalah terkait dengan tingkat kepercayaan Pemda

Kabupaten/Kota kepada pemerintah desa untuk dapat melaksanakan

urusan-urusan yang diberikan. Untuk itu pemerintah desa juga harus

berupaya meningkatkan kemampuan seperti dalam hal merumuskan

program-program pelayanan, kemampuan memahami petunjuk maupun

peraturan undang-undang yang mendukung aparatur desa dalam

memberikan pelayanan, kemampuan dalam mengelola pelayanan termasuk

149

Page 160: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

159

pengetahuan teknis administratif (format-format surat) dan membuat

prosedur pelayanan desa. Kapasitas lain yang perlu ditingkatkan adalah

kemampuan di bidang teknis (mengoperasikan komputer dll).

Strategi lain yang menunjang untuk memberikan pelayanan dengan baik

kepada masyarakat adalah kemampuan dalam melakukan kerjasama (LSM,

masyarakat, instansi terkait, pemerintah daerah) dalam pelayanan terkait

dan sosialisasinya, dengan bantuan dan kerjasama dengan pihak lain,

pelayanan dapat beragam jenisnya dan dapat dirasakan oleh masyarakat

yang secara geografis sangat jauh dari jangkauan.

Strategi lain adalah berupaya untuk lebih mandiri dari segi sumber keuangan

agar dengan menggali sumber-sumber potensi desa yang dapat dijadikan

pendapatan desa agar desa lebih leluasa menjalankan penyelenggaraan

pemerintahannya.

150

Page 161: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

160

BAB 6 PENUTUP

Dari hasil pelaksanaan kajian Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa di 7

(tujuh) daerah kajian yang meliputi : Provinsi Bengkulu, Jambi, Kalimantan Selatan,

Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur

serta gambaran kapasitas aparatur desa dan strategi peningkatannya telah dijelaskan

pada Bab 4 dan 5 maka dapat diuraikan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:

A. KESIMPULAN

Dari keseluruhan aspek yang ada kapasitas aparatur desa yang ditemui di

lapangan memang masih cenderung rendah, perencanaan dan pengganggaran

merupakan aspek penting dalam sebuah penyelenggaraan pemerintahan

termasuk di desa, namun dalam pelaksanaannya masalah dalam pembuatan

RPJMdes dan RKPdes antara lain karena rendahnya kemampuan aparatur desa,

belum adanya panduan penyusunan, banyak usulan tidak tertampung dengan

anggaran yang tersedia; forum musrenbang yang belum optimal, serta kurangnya

sosialisasi kepada pemerintah desa dan warga masyarakat yang terlibat langsung

dalam kegiatan. Dalam aspek keuangan Desa, temuan dilapangan yang dapat

diidentifikasi adalah terkait kapasitas aparatur desa dalam perencanaan dan

pelaporan, kapasitas aparatur desa dalam mengelola Alokasi Dana Desa,

kapasitas aparatur desa dalam mengelola kekayaan desa, persoalan lainnya

adalah dalam Pengelolaan BUMDesa dan kapasitas aparatur desa terkait dalam

penatausahaan keuangan, kapasitas aparatur desa dalam pertanggungjawaban

keuangan desa, ketersediaan aparatur desa (kuantitas dan kualitas) dan

hubungan antara sesama aparat desa.

Begitu pun pada penyusunan kebijakan desa yang termasalah keterbatasan

anggaran yang tersedia. Sehingga berpengaruh pada minimnya jumlah kebijakan

desa yang dihasilkan. Selain itu masalah lainnya adalah hubungan yang tidak

151

Page 162: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

161

harmonis antara Dewan dan Pemda terkait dengan kepentingan desa. Hal lain

adalah tarik menarik kewenangan antara Badan Pemberdayaan Masyarakat dan

Desa dengan Bagian Pemerintahan terkait Desa. Penyusunan Kebijakan desa juga

mengalami masalah karena kurangnya bimbingan teknis dan referensi dalam

membuat kebijakan desa.

Masalah lainnya ada pada aspek kepemimpinan Kepala Desa, dimana

secara Internal, masalah yang dihadapi adalah kualitas sumber daya aparatur

desa, kedisiplinan dan kurang profesional dalam kepemimpinan di desa, serta,

kurang harmonisnya hubungan antar aparatur desa sendiri. Rendahnya insentif

bagi aparatur desa juga ikut mendukung masalah yang dihadapi secara internal.

Sedangkan secara eksternal, masalah yang dihadapi aspek kepemimpinan kepala

desa adalah rendahnya kesadaran masyarakat tentang program-program desa

yang terkait pola pikir dan tingkat pendidikan yang rendah masyarakat yang

relatif tertinggal di banding dengan masyarakat perkotaan. hal ini merupakan

bagian dari kondisi ekonomi yang rendah atau masuk dalam kategori masyarakat

miskin dan serta karakteristik atau sosial budaya anggota masyarakat yang

beragam.

Dalam hal manajemen pelayanan Desa, aspek ini termasalah oleh urusan-

urusan yang sebagian besar belum diberikan dari Pemda Kabupaten/Kota kepada

desa, karena penyerahan urusan ini tentu harus disertai dengan penyerarahan

sarana dan prasarana dan tingkat kesiapan aparatur desa dalam meneriman

urusan yang akan diserahkan. Minimnya dukungan kebijakan, anggaran, dan

sarana prasarana dalam pelaksanaan pelayanan publik di desa, serta masih

rendahnya kualitas SDM masyarakat dan masalah geografis untuk mencapai

pelayanan publik itu sendiri. Hal lain yang kurang mendukung adalah tidak

harmonisnya hubungan aparatur desa (Pemerintah Desa dan BPD) sehingga

menyulitkan terciptanya pelayanan yang baik kepada masyarakat.

152

Page 163: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

162

B. REKOMENDASI

Secara umum hal yang dapat direkomendasikan untuk permasalahan yang

dihadapi dari berbagai aspek dalam peningkatan kapasitas aparatur desa adalah

sebagai berikut: perlunya peningkatan jumlah dan kualitas aparatur desa.

peningkatan kualitas ini terutama dalam hal administratif manajerial, di bidang

perencanaan penganggaran, keuangan desa, kebijakan desa, kepemimpinan dan

manajemen pelayanan desa. Peningkatan kapasitas ini tentu melalui bimbingan

teknis, pendampingan, serta terprogramnya kegiatan pelatihan dan sosialisasi

yang berkesinambungan tentang lima aspek yang perlu ditingkatkan

kapasitasnya tersebut.

Terkait dengan urusan penyelenggaraan pemerintahan desa hal yang perlu

mendapatkan perhatian adalah perumusan wewenang yang jelas antar lembaga

di desa; serta dukungan dari pemerintah kabupaten/kota untuk dapat

memberikan keleluasaan kepada desa dengan menyerahkan sebagian besar

urusan yang mungkin dapat dillaksanakan di tingkat desa sesuai karakteristik

masing-masing desa. Untuk itu perlu tingkatkan kapasitas aparatur desa dalam

memahami kebijakan-kebijakan yang mendukung aparatur desa dalam

melaksanakan tugas-tugasnya serta dukungan hubungan yang harmonis antar

elemen pemerintahan desa. Kemampuan melakukan kerja sama dengan berbagai

pihak (seperti LSM, masyarakat, instansi terkait, pemerintah daerah, desa lain)

dalam aspek-aspek terkait merupakan hal yang dapat mendukung terlaksananya

pembangunan desa itu sendiri.

Hal yang juga penting adalah dukungan anggaran, baik yang didapat dari

bantuan Pemerintah Kabupaten/Kota maupun dari sumber-sumber yang

diperoleh dari bantuan pihak ke tiga atau hasil pengelolaan dari desa itu sendiri.

Karena anggaran merupakan hal krusial bagi berjalannya semua program di desa

termasuk dalam mendukung upaya peningkatan kapasitas itu sendiri.

153

Page 164: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

163

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

________ , 2000, Parlemen Desa, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta;

________________, 2003, Panduan Fasilitator Pelatihan Kepala Desa dan BPD, Jakarta

Deviton JA., 1995 The Interpersonal Communication Book, 7th Ed., Hunter College of The City University of New York.

Ditjen PMD-DDN, 2003, Panduan Fasilitator Pelatihan Badan Permusyawaratan Desa, Jakarta

Greenberg J. & Baron RA., 1996 Behavior in Organizations: Understanding & Managing The Human Side of Work, Prentice Hall International Inc., p: 283 – 322.

Lembaga Administrasi Negara, 1999, Kepemimpinan Yang Efektif, Jakarta

Lembaga Administrasi Negara. 2006. Manajemen Pemerintahan Daerah, Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah, Jakarta

Lembaga Administrasi Negara. 2006. Manajemen Pemerintahan Daerah. Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah-LA, Jakarta

Marbun, BN., 2005. Otonomi Daerah 1945-2005: Proses dan Realita, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta

Marbun, BN., 2005. Otonomi Daerah 1945-2005: Proses dan Realita. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta

Muchlas M., 1998 Perilaku Organisasi, dengan Studi kasus Perumahsakitan, Program Pendidikan Pasca Sarjana Magister Manajemen Rumahsakit, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Nanus, Burt, 1992 Kepemimpinan Visioner, diterbitkan oleh PT Prenhalinddo, Jakarta.

Nawawi, Hadari, 1995, Kepemimpinan Yang Efektif, diterbitkan oleh Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Nortcraft GB and Neale MA., 1990 Organizational Behavior: A Management Challenge, The Dryden Press, Rinehart & Winston Inc.

Nurcholis, Hanif, 2005, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, PT. Grasindo, Jakarta

Nurcholis, Hanif., 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, PT. Grasindo. Jakarta

154

Page 165: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

164

Oxford Dictionary. 2000. Oxford Advanced Learner’s Dictionary

Robbins S., 1996 Organizational Behavior: Concepts, Controversies, and Applications., San Diego State Uniersity, Prentice Hall International Inc.

Robbins S., 1996 Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi dan Aplikasi, San Diego State University, diterbitkan oleh PT Prenhalinddo, Jakarta.

Rozaki, Abdur, dkk, 2005. Prakarsa Desentralisasi & Otonomi Desa, Ire Press, Jakarta

Salusu, J., 1996, Pengambilan Keputusan Stratejik, diterbitkan oleh PT Grasindo, Jakarta

Sarundajang, SH., 2005. Babak Baru Sistem Pemerintahan Daerah, Kata Hasta Pustaka. Jakarta.

Scumacher, E. F., 1979, Kecil Itu Indah- Ilmu Ekonomi yang Mementingkan Rakyat Kecil , LP3ES, Jakarta.

Soetardjo Kartohadikoesoemo, 1984, Desa, PN. Balai Pustaka, Jakarta

Suhartono, 1991, Apanage dan Bekel-Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta, Tiara Wacana, Yogyakarta;

Sulistiyani, Ambar Teguh., 2004 Memahami Good Governance dalam Perspektif Sumber Daya Manusia, diterbitkan oleh PT Gava Media, Yogyakarta.

Thoha, Miftah., 1993 Kepemimpinan dalam Manajemen, Universitas Gadjah Mada, diterbitkan oleh PT Rajawali Grafindo Persada, Yogyakarta.

Unang S., 1984, Tinjauan Sepintas Tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan, Tarsito, Bandung;

Wasistiono, Sadu dan Irwan Tahir, 2006. Prospek Pengembangan Desa, Penerbit Fokusmedia, Bandung.

Kebijakan-kebijakan :

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintah Desa

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Undang-undang No. 25 tahun 2004 sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Dan Daerah

Undang-Undang Nomor. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

155

Page 166: LAN - RI PKKODdkk.lan.go.id/wp-content/uploads/2016/10/Peningkatan-Kapasitas... · dijangkau dan pola hidup masyarakatnya yang masih tradisional terhadap informasi ... dalam penguasaan

165

Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 tentang Desa

Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 1979 tentang pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah

Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah

PP No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.

Permendagri No. 28 tahun 2006 tentang pembentukan, penghapusan, penggabungan desa dan perubahan Status Desa menjadi Kelurahan.

Permendagri No.29 tahun 2006 Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa

Permendagri No. 30 tahun 2006 tentang Tatacara Penyerahan Urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Desa.

Permendagri Nomor 31 tahun 2006 tentang pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Kelurahan.

Permendagri No. 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa.

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor. 140/640/SJ tertanggal 22 Maret 2005 Tentang Pedoman Alokasi Dana Desa (ADD)

Keputusan Menpan Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Download

Maryunani, 2006. Perspektif Pengelolaan Keuangan dan Ekonomi Desa, Universitas Brawijaya, Malang

Tjandra, W. Riawan, 2006. Desa: Benteng Terakhir Penyangga Keberadaan Bangsa, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, www.forumDesa.com.

Dr Sugeng Purnomo. Program Pengembangan Desa Siaga Puskesmas Tawangsari Kabupaten Sukoharjo. Pdf.

Yogi S & M. Ikhsan.standar Pelayanan Publik di Daerah. Pdf. USAID – LGSP. Peningkatan Kinerja Pelayanan Publik Dengan Skema Tindakan Peningkatan Pelayanan (SSTP). Seri Manajemen. Pdf

156