lampiran - kementerian ppn/bappenas :: home · web viewsampai dengan tahun keempat repelita v telah...

188
LAMPIRAN PIDATO PERTANGGUNGJAWABAN PRESIDEN/MANDATARIS MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DI DEPAN SIDANG UMUM MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 1 MARET 1993 REPUBLIK INDONESIA

Upload: builiem

Post on 12-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

L A M P I R A N

PIDATO PERTANGGUNGJAWABAN

PRESIDEN/MANDATARISMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

DI DEPAN SIDANG UMUMMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA1 MARET 1993

REPUBLIK INDONESIA

Page 2: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta
Page 3: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

DAFTAR ISI :

Halaman

Bab I. U m u m …………………………………………………. I/3 Bab II. Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan

Hidup…………. II/3 - 41Bab III. Pengembangan Dunia Usaha……………………………… III/3 - 48Bab IV. Keuangan Negara, Perkembangan Moneter dan Lembaga-Lembaga Keuangan …………………………….. IV/3 - 82Bab V. Neraca Pembayaran dan Perdagangan Luar Negeri…………. V/3 - 42Bab VI. Pertanian dan Pengairan …………………………………… VI/3 - 88Bab VII. Pangan dan Perbaikan Gizi ………………………………. VII/3 - 58Bab VIII. I n d u s t r i ………………………………………………. VIII/3-50Bab IX. Pertambangan dan Energi …………………………………. IX/3 – 51 Bab X. Perhubungan dan Pariwisata ………………………………. X/3 - 67Bab XI. Koperasi dan Perdagangan Dalam Negeri ………………….. XI/3 - 91Bab XII. Tenaga Kerja, Kesempatan Kerja dan Transmigrasi………… XII/3 - 64Bab XIII. Perumahan Rakyat dan Pemukiman ………………………. XIII/3 - 25Bab XIV. Pembangunan Daerah, Desa dan Kota …………………… XIV/3 - 58Bab XV. A g a m a ………………………………………………… XV/3 - 21Bab XVI Pendidikan, Generasi Muda, Kebudayaan Nasionaldan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ……… XVI/3 - 55Bab

XVII.Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Penelitian danStatistik ………………………………………………… XVII/3 - 64Bab

XVIIIKesehatan, Kesejahteraan Sosial, dan PerananWanita …………………………………………………. XVIII/3 - 94Bab

XIX.Kependudukan dan Keluarga Berencana ………………… XIX/3 - 35Bab

XX.Hu k u m ………………………………………………. XX/3 - 37Bab

XXI.Penerangan, Pars dan Komunikasi Sosial ………………… XXI/3 - 19Bab

XXII.Aparatur Pemerintah …………………………………… XXII/3 - 86

Page 4: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta
Page 5: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

UMUM

Page 6: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta
Page 7: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

BAB I

U M U M

Laporan ini merupakan Lampiran Pidato Pertanggungjawaban Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI) di depan Sidang Umum MPR-RI pada tanggal 1 Maret 1993 dan berisi perkembangan rinci pelaksanaan pembangunan selama kurun waktu 5 tahun masa jabatan Presiden/Mandataris dari tahun 1988/89 sampai dengan tahun 1992/93. Perkembangan pelaksanaan pembangunan sejak Repelita I juga diuraikan secara garis besar dalam laporan ini untuk meletakkan pelaksanaan pembangunan selama 5 tahun terakhir dalam perspektif pelaksanaan Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama.

Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan bangsa Indonesia adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

Pembangunan nasional merupakan upaya seluruh bangsa Indonesia sebagai pengamalan Pancasila dan dilaksanakan secara terus menerus,

I/3

Page 8: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

menyeluruh, terarah dan terpadu, bertahap dan berencana melalui Repelita-repelita dengan berpedoman pada Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Repelita V yang sedang dilaksanakan merupakan tahap akhir dari Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Pertama, sehingga dengan diselesaikannya Repelita V nanti akan diselesaikan pula Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama ini. Sasaran utama Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Pertama adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Sesuai dengan arahan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), titik berat diberikan pada pembangunan ekonomi sedangkan pembangunan di bidang-bidang lain dilaksanakan seirama dan serasi dengan kemajuan- kemajuan yang dicapai dalam bidang ekonomi. Pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan bertumpukan pada Trilogi Pembangunan dengan menekankan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut saling mengait dan perlu dikembangkan secara selaras, terpadu dan saling memperkuat. Sementara itu Repelita V sebagai tahap akhir dari Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama, mempunyai sasaran utama memantapkan kerangka landasan yang sudah terwujud sebagai hasil dari pembangunan sampai dengan Repelita IV agar menjadi landasan yang mantap bagi bangsa Indonesia untuk dapat memasuki awal dari proses tinggal landas yang dimulai dalam Repelita VI nanti.

Selama hampir seperempat abad melaksanakan pembangunan berdasarkan pedoman-pedoman yang ditetapkan di atas, berbagai masalah pembangunan yang mendasar diupayakan untuk diatasi dan dipecahkan dan berbagai hasil nyata telah dapat dicapai. Namun bersamaan dengan itu dinamika pembangunan itu sendiri juga menciptakan masalah-masalah baru yang perlu diatasi dan dipecahkan. Di bidang politik, masa seperempat abad itu ditandai oleh adanya stabilitas politik yang berkesinambungan yang belum pernah dialami bangsa Indonesia sebelumnya. Kestabilan politik yang berkesinambungan itu telah memungkinkan dilaksanakannya pembangunan di bidang ekonomi dan bidang-bidang lain secara berkelanjutan, bertahap dan berencana sehingga hasil-hasil nyata dapat dicapai dan manfaatnya dapat dirasakan oleh rakyat. Hasil-hasil pembangunan di berbagai bidang itu,

I/4

Page 9: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

pada gilirannya memperkuat stabilitas politik itu sendiri sehingga makin memantapkan dan memperkokoh kesinambungannya. Dalam pada itu pembangunan tidak dapat tidak menyangkut proses perkembangan, perubahan-perubahan dan pergeseran-pergeseran yang mendasar dalam masyarakat Indonesia. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa selama dilaksanakannya pembangunan tersebut kesatuan, persatuan dan keutuhan bangsa tetap terpelihara dengan mantap. Hal ini makin mempunyai makna apabila diingat bahwa di berbagai kawasan di dunia stabilitas politik dan keutuhan bangsa merupakan permasalahan dasar yang masih perlu diselesaikan sebelum upaya pembangunan yang efektif dapat dimulai.

Pembangunan bidang politik yang dilaksanakan di Indonesia mencakup berbagai dimensi. Ke dalam, dengan pembangunan di bidang politik bangsa Indonesia telah berhasil menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga seluruh potensi dan energi bangsa tidak lagi harus digunakan untuk mempertentangkan ideologi, tetapi dapat lebih diarahkan untuk mempercepat pembangunan yang benar-benar mempunyai manfaat nyata bagi rakyat. Sementara itu, dalam suasana kestabilan itu juga terus dimantapkan sistem Demokrasi Pancasila dan pelaksanaannya dalam tata kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia. Ke luar, keberhasilan pembangunan politik dan pembangunan di bidang-bidang lain tercermin pada makin mantapnya posisi dan peranan Indonesia dalam percaturan politik regional dan global, dan peranan ini mencapai tahap perkembangan penting dengan dipilihnya Indonesia sebagai ketua Gerakan Non Blok dalam tahun 1992. Keberhasilan di bidang pembangunan politik telah memungkinkan bangsa Indonesia untuk membangun dan memantapkan landasan ekonomi, sosial budaya, agama, pertahanan keamanan yang kuat bagi pembangunan tahap selanjutnya.

Di bidang ekonomi berbagai hasil yang menonjol juga dapat dicatat. Pertumbuhan ekonomi yang secara rata-rata cukup tinggi telah dapat dicapai, meskipun tidak luput dari adanya tahun-tahun sulit dan tahun-tahun dengan pertumbuhan yang lambat. Sebagai hasilnya selama sekitar seperempat abad ini penghasilan rata-rata per jiwa penduduk Indonesia dinyatakan dalam dolar Amerika Serikat pada harga yang berlaku telah meningkat lebih dari 8 kali, yaitu dari sekitar US$ 70 dalam tahun 1969 menjadi sekitar US$ 600 sekarang.

Perkembangan penghasilan per jiwa tersebut menunjukkan bahwa

I/5

Page 10: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

sebagai akibat dari laju pertumbuhan ekonomi yang jauh melebihi laju pertumbuhan penduduk maka secara rata-rata tingkat kehidupan rakyat Indonesia sangat meningkat. Di samping itu indikator-indikator lain juga menunjukkan bahwa dampak pertumbuhan ekonomi itu cukup tersebar luas di antara penduduk Indonesia. Hal ini tercermin pada kenyataan bahwa seiring dengan pertumbuhan ekonomi tersebut: (a) Sebagian besar dari angkatan kerja nasional yang jumlahnya meningkat pesat berhasil memperoleh pekerjaan dan dengan demikian mendapat penghasilan. Ini berarti bahwa sejumlah besar angkatan kerja memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi. (b) Jumlah penduduk miskin telah dan terus menurun secara berarti. Ini berarti bahwa lapisan penduduk yang terbawah pun ikut memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi tersebut.

Data Sensus Penduduk menunjukkan bahwa angkatan kerja Indonesia telah meningkat dari 41,3 juta orang pada tahun 1971 menjadi 73,9 juta orang pada tahun 1990 atau bertambah dengan 32,6 juta orang selama hampir 2 dasawarsa tersebut. Sementara itu, dalam kurun waktu yang sama angkatan kerja yang bekerja atau yang memperoleh pekerjaan meningkat dari 37,6 juta orang menjadi 71,6 juta orang atau meningkat dengan 34,0 juta orang. Jumlah ini lebih besar daripada pertambahan angkatan kerja secara keseluruhan seperti yang disebutkan di atas, sehingga angkatan kerja yang mempunyai status tidak bekerja telah menurun. Ini berarti bahwa sebagian besar dari tambahan angkatan kerja dan sebagian dari angkatan kerja lama yang sebelumnya berstatus tidak bekerja berhasil mendapatkan pekerjaan di berbagai sektor. Namun perlu dicatat bahwa tidak seluruh lapangan kerja baru yang diciptakannya ini merupakan pekerjaan dengan jam kerja penuh, sehingga angka tersebut mencakup mereka yang tergolong setengah menganggur. Dengan demikian meskipun pertumbuhan ekonomi telah dapat menciptakan lapangan kerja baru yang cukup banyak, tidaklah berarti bahwa masalah kesempatan kerja sudah terpecahkan dengan tuntas. Saat ini sekitar 2,1 juta orang angkatan kerja baru setiap tahunnya masuk ke pasaran kerja mencari pekerjaan. Di samping itu, seperti halnya negara-negara berkembang lain, masih dijumpai tidak sedikit pengangguran terselubung dan pekerjaan-pekerjaan yang belum memberikan penghasilan yang memadai. Pekerjaan-pekerjaan baru harus terus diciptakan untuk menampung mereka ini melalui perluasan kegiatan ekonomi, yang berarti bahwa ekonomi harus terus tumbuh dengan laju yang cukup tinggi. Namun angka-angka ketenagakerjaan tersebut menunjukkan bahwa pembangunan

I/6

Page 11: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

yang dilaksanakan selama hampir seperempat abad ini dapat memberikan manfaat kepada puluhan juta angkatan kerja Indonesia.

Sementara itu jumlah penduduk miskin juga telah menurun dengan tajam. Dalam tahun 1970, sekitar 70 juta orang atau 60% dari seluruh penduduk Indonesia tergolong miskin. Dalam tahun 1990, 27,2 juta orang atau sekitar 15% dari seluruh penduduk tergolong miskin (Grafik I-1). Penurunan yang cepat dalam jumlah penduduk miskin justru terjadi di daerah pedesaan yang merupakan kawasan-kawasan konsentrasi penduduk miskin. Pertumbuhan ekonomi dengan demikian telah mampu mendorong pengurangan penduduk miskin di tanah air. Hal ini dikarenakan pertum- buhan ekonomi itu didukung oleh berbagai kebijaksanaan yang cenderung memperluas penyebaran manfaat pertumbuhan ekonomi tersebut. Kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut antara lain berupa: (a) diberikannya prioritas tinggi kepada pembangunan pertanian sehingga sektor pertanian mampu berkembang dengan mantap dan pada gilirannya mampu menyebarkan hasil-hasil pembangunan ekonomi tersebut kepada puluhan juta petani dan penduduk pedesaan pada umumnya, (b) diberikannya prioritas tinggi kepada program-program untuk memperluas tersedianya kebutuhan dasar rakyat termasuk pangan, sandang, papan, pendidikan dasar, pelayanan kesehatan, gizi, keluarga berencana, air bersih dan sebagainya melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan khusus sehingga mendukung penyebaran hasil-hasil pembangunan kepada sebagian besar rakyat terutama bagi mereka yang hidup di daerah pedesaan, (c) dilaksanakannya pemerataan antar daerah antara lain melalui program Inpres bantuan daerah agar kegiatan-kegiatan pembangunan berkembang sehingga meskipun perbedaan-perbedaan kemajuan antar daerah masih tetap ada namun setiap daerah di tanah air mendapatkan perhatian yang seimbang dan tidak ada satu daerahpun yang tertinggal dalam pembangunan, (d) diberikannya prioritas tinggi kepada pembangunan prasarana dasar termasuk prasarana perhubungan sehingga makin melancarkan arus barang, arus jasa dan manusia di dalam dan antar daerah serta makin mendorong kegiatan ekonomi di daerah-daerah di tanah air dan pada gilirannya hal ini telah membantu penyebaran kegiatan ekonomi dan manfaatnya secara lebih luas ke seluruh daerah di tanah air.

Tidak dapat disangkal bahwa, pertumbuhan ekonomi memberikan manfaat yang lebih bagi mereka yang mampu memanfaatkan peluang dengan lebih baik. Tetapi merupakan kenyataan pula bahwa pertumbuhan ekonomi itu sendiri hanya dapat terjadi karena peluang-peluang baru diciptakan dan

I/7

Page 12: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Graf ik I - 1

JU MLAH PEN DUDUK M ISKIN1976 – 1990

1/8

Page 13: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

peluang-peluang yang ada dapat dimanfaatkan dengan lebih baik. Pengalaman pembangunan Indonesia menunjukkan bahwa dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang mendukung pemerataan dan penyebaran pembangunan, manfaat pembangunan dapat dirasakan oleh rakyat banyak. Angka-angka mengenai angkatan kerja dan kemiskinan tersebut di atas, menunjukkan bahwa sebagian terbesar angkatan kerja dan juga kelompok-kelompok penduduk miskin di tanah air ikut memperoleh manfaat dari pembangunan. Kemajuan ekonomi sebagai hasil pembangunan selama hampir 25 tahun ini juga telah menciptakan kelompok kelas menengah yang makin besar di Indonesia yang selanjutnya diharapkan dapat menjadi motor penggerak pembangunan di waktu mendatang.

Selain pertumbuhan ekonomi yang cukup tersebar luas, pembangunan ekonomi selama Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama ini juga telah mampu mengubah struktur ekonomi Indonesia menjadi makin kokoh dan seimbang. Secara sektoral, perkembangan ke arah struktur yang makin seimbang ini ditunjukkan oleh peranan sektor industri dalam produksi nasional yang terus meningkat, yaitu dari 9,2% dalam tahun 1969 menjadi 21,3% dalam tahun 1991. Sekarang sumbangan sektor industri dalam produksi nasional sudah melampaui peranan sektor pertanian (Grafik I-2). Macam barang yang dihasilkan sektor industri juga makin luas dan beragam, dan dengan nilai tambah yang makin tinggi (Perkembangan produksi untuk beberapa komoditi lihat Grafik I-3 sampai dengan Grafik I-6). Industri dalam negeri sekarang tidak lagi hanya terbatas pada komoditi-komoditi hasil pengolahan sederhana dari sumber-sumber alam dan komoditi-komoditi padat karya, tetapi sudah mencakup industri-industri dengan teknologi canggih seperti produk engineering, elektronika, produk-produk kimia, pesawat terbang dan kapal-kapal samudera. Barang-barang hasil produksi industri dalam negeri tersebut juga makin mampu bersaing di luar negeri sehingga hasil-hasil industri telah menjadi andalan bagi ekspor Indonesia di luar migas (Grafik I-7). Dengan lain perkataan, basis komoditi sektor industri makin luas, barang-barang yang dihasilkan makin canggih dan bernilai tambah tinggi dan daya saingnya di luar negeri makin meningkat. Di samping itu di berbagai cabang industri, kemampuan teknologi nasional juga makin berkembang dengan dikuasainya kemampuan rekayasa dan rancang bangun. Di beberapa cabang industri, Indonesia telah mampu merancang dan membangun pabrik-pabrik sendiri dan sebagian telah diekspor. Ini semua menunjukkan bahwa industrialisasi di tanah air sudah menggelinding dan dengan landasan yang dibangun sampai saat ini Indonesia siap untuk melanjutkan ke tahap-tahap industrialisasi selanjutnya.

I/9

Page 14: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta
Page 15: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

GRAFIK I - 2PRODUKSI NASIONAL YANG BERASAL

DARI SEKTOR INDUSTRI DAN PERTANIAN(Atas Dasar Harga Berlaku)

1969 – 1991

GRAFIK I - 3PRODUKSI TEKSTIL/TEKSTIL LEMBARAN

1968 – 1992/93

1/10

Page 16: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

GRAFIK I - 4PRODUKSI SEMEN PORTLAND,

1968 – 1992/93

GRAFIK I - 5PRODUKSI PUPUK UREA,

1968 – 1992/93

I/11

Page 17: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

GRAFIK I - 6PRODUKSI KERTAS DAN BESI BETON/PROFIL

1968 – 1992/93

GRAFIK I - 7PRODUKSI NONMIGAS MENURUT

KELOMPOK BARANG (ISIC)1983 – 1991

I/12

Page 18: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Sementara itu sektor pertanian juga makin tangguh dan dapat mencapai pertumbuhan yang memadai. Melalui penyebaran teknologi baru dan didukung oleh prasarana-prasarana pertanian yang makin luas, produksi dan produktivitas di sektor pertanian terus meningkat. Peningkatan produksi dan produktivitas yang paling menonjol dicatat untuk pertanian pangan. Apabila dalam tahun 1970-an Indonesia merupakan importir beras terbesar di dunia, maka dalam tahun 1984 berhasil mencapai swasembada beras, dan dapat tetap mempertahankannya sampai sekarang (Grafik I-8). Di luar pertanian tanaman pangan, kegiatan-kegiatan di bidang peternakan, perikanan, kehutanan, juga berkembang pesat dan produktivitasnya juga terus meningkat. Di samping itu kegiatan-kegiatan agroindustri juga telah meningkat pesat sehingga sektor pertanian semakin terkait dan terintegrasi dengan sektor industri dan sektor-sektor lain. Keterkaitan yang makin erat antar sektor ini juga memperkuat struktur perekonomian Indonesia.

Perubahan struktur lainnya yang dapat dicatat adalah makin berkurangnya ketergantungan perekonomian Indonesia terhadap minyak bumi. Karena meningkatnya harga dan juga produksi minyak bumi, pada pertengahan tahun 1970-an sumbangan sektor migas dalam produksi nasional mencapai sekitar 18% dan terus meningkat menjadi sekitar 24% pada tahun 1981. Namun setelah tahun 1981 harga minyak cenderung merosot terus, sehingga peranan sektor migas dalam produksi nasional juga menurun. Bersamaan dengan itu sejak awal tahun 1980-an kegiatan sektor-sektor non migas meningkat pesat sebagai hasil dari rangkaian langkah-langkah deregulasi yang diambil di berbagai bidang. Sebagai akibatnya, peranan sektor-sektor non migas dalam produksi nasional meningkat dan peranan sektor-sektor migas menurun. Dalam tahun 1991, 84,4% dari seluruh produksi nasional berasal dari sektor-sektor non migas dan hanya 15,6% berasal dari sektor-sektor migas. Kecenderungan penurunan peranan migas dalam produksi nasional ini terus berlanjut.

Kecenderungan penurunan peranan sektor migas dalam produksi nasional tersebut diiringi dengan makin berkurangnya ketergantungan Indonesia pada minyak bumi dan gas dalam penerimaan ekspornya dan dalam penerimaan dalam negeri pemerintah. Ekspor non migas meningkat dengan sangat pesat, terutama sejak dilaksanakannya kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi dalam tahun 1980-an. Dalam tahun 1968, yaitu tahun sebelum Repelita I mulai dilaksanakan, penerimaan ekspor non migas adalah US$ 569 selama satu tahun; sekarang penerimaan ekspor

I/13

Page 19: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

GRAFIK I - 8PRODUKSI PADI

1968 – 1992

I/14

Page 20: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

non migas Indonesia mencapai lebih dari US$ 2 miliar setiap bulannya. Sebagai akibatnya, peranan komoditi non migas dalam ekspor nasional meningkat sekali (Grafik I-9). Apabila dalam tahun 1981/82 hanya 18,1% dari ekspor nasional berasal dari ekspor komoditi non migas, maka dalam tahun 1992/93, persentase itu meningkat menjadi 68,8%. Yang perlu dicatat pula adalah bahwa meningkatnya ekspor non migas diiringi dengan macam komoditi yang makin beragam. Pertumbuhan ekspor non migas didukung oleh basis komoditi yang makin luas. Sementara itu penerimaan dalam negeri pemerintah juga mengalami perubahan struktural serupa. Penerimaan dalam negeri nonmigas telah meningkat pesat beberapa tahun terakhir sehingga sekarang sudah jauh melampaui penerimaan dalam negeri dari migas (Grafik I-10). Dalam tahun 1981/82 penerimaan dalam negeri pemerintah yang berasal dari sumber-sumber non migas baru mencapai 29,4% dari seluruh penerimaan dalam negeri pemerintah. Dalam tahun 1992/93, angka tersebut meningkat menjadi 70,7%. Meningkatnya peranan ekspor nonmigas dalam ekspor nasional dan peranan penerimaan negeri non migas dalam penerimaan pemerintah telah memperkuat struktur neraca pembayaran dan struktur anggaran negara.

Dalam pada itu perubahan struktur ekonomi juga tercermin di bidang lain, yaitu dengan makin meningkatnya peranan masyarakat dan dunia usaha dalam kegiatan pembangunan. Seperti yang digariskan dalam GBHN, pembangunan ekonomi yang didasarkan kepada Demokrasi Ekonomi menentukan bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Berdasarkan pedoman ini sejak awal pelaksanaan pembangunan nasional peranan dan partisipasi masyarakat selalu diupayakan agar makin meluas dan berkembang subur. Pembangunan di berbagai sektor ekonomi utama seperti pertanian, industri dan jasa kesemuanya didasarkan pada pemikiran bahwa peran aktif dari pelaku-pelaku ekonomi di masyarakat merupakan kunci keberhasilannya. Peningkatan produksi pangan hanya dapat berhasil karena partisipasi puluhan juta petani. Demikian pula upaya untuk meningkatkan produksi sandang, jasa angkutan dan sebagainya kesemuanya melibatkan dunia usaha dan masyarakat pada umumnya sebagai pelaku utamanya. Pemerintah pada dasarnya bertindak sebagai pembimbing, pemberi arah dan pencipta iklim yang menunjang tumbuh suburnya partisipasi masyarakat di bidang-bidang itu. Terutama dalam dasawarsa 1980-an, dan lebih khususnya setelah rangkaian langkah deregulasi dan debirokratisasi dilaksanakan, penanaman modal oleh dunia usaha, baik melalui PMDN atau PMA atau di luar itu, meningkat cepat. Selama

I/15

Page 21: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta
Page 22: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

GRAFIK I - 9

EKSPOR MIGAS DAN NONMIGAS1968 – 1992/93

GRAFIK I - 10

PENERIMAAN DALAM NEGERIMIGAS DAN NONMIGAS

1968 – 1992/93

I/16

Page 23: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

dasawarsa 1970-an bagian terbesar dari investasi dalam negeri berasal dari sektor pemerintah. Keadaan tersebut sekarang ini berbalik. Meskipun investasi oleh sektor pemerintah masih terus meningkat, sejalan dengan terus meningkatnya kebutuhan akan prasarana, pelayanan dasar dan sebagainya, pada awal dasawarsa 1990-an ini sebagian besar dari investasi dalam negeri berasal dari dunia usaha dan masyarakat. Meningkatnya peranan dan partisipasi masyarakat termasuk dunia usaha dalam kegiatan pembangunan menunjukkan bahwa pelaku-pelaku pembangunan di luar sektor pemerintah makin giat dan makin dinamis, dan hal ini juga makin memperkuat landasan bagi perekonomian Indonesia untuk tumbuh lebih cepat di waktu mendatang.

Makin mantapnya struktur ekonomi nasional juga tercermin pada makin meningkatnya dan makin meluasnya jaringan pelayanan prasarana-prasarana dasar seperti listrik, jalan, pelabuhan, telekomunikasi dan sebagainya. Tersedianya dukungan prasarana-prasarana dasar yang cukup merupakan salah satu ciri utama dari, dan sekaligus landasan bagi perekonomian yang modern dan dinamis. Pembangunan selama hampir seperempat abad ini telah mengubah ekonomi Indonesia dari suatu perekonomian yang memiliki jaringan infrastruktur yang serba kurang dan sangat ketinggalan pada akhir dasawarsa 1960-an, menjadi perekonomian yang didukung oleh jaringan infrastruktur yang cukup memadai saat ini. Beberapa angka berikut ini memberikan gambaran sekilas mengenai perkembangan yang pesat di bidang pembangunan prasarana. Pada tahun 1968 produksi listrik baru mencapai 1,8 juta MWh dengan daya tersambung sebesar 1,2 juta kVA. Pada tahun 1991/92 produksi listrik tersebut telah mencapai 39,8 juta MWh dengan daya tersambung 31,5 juta kVA (Angka lengkap untuk tahun 1992/93 belum tersedia). Jadi dalam 23 tahun ini, produksi listrik telah melipat menjadi lebih dari 22 kali dan daya terpasang meningkat menjadi 26 kali (Grafik I-11). Sementara itu kondisi prasarana jalan juga telah meningkat dan meluas. Pada tahun 1973/74 jaringan jalan arteri dan jalan kolektor yang berkondisi mantap dan tidak mantap masing-masing sepanjang 60 km dan 14,5 ribu km, pada tahun 1992/93 panjang jaringan jalan tersebut masing-masing menjadi sepanjang 42,1 ribu km dan 7,9 ribu km (Grafik I-12). Bersamaan dengan itu jumlah kendaraan bis, truk dan mobil penumpang yang memanfaatkan jaringan jalan meningkat lebih pesat lagi, yaitu dari sekitar 314 ribu dalam tahun 1968 menjadi hampir 3,6 juta dalam tahun 1992/93, atau meningkat menjadi lebih dari 11 kali. Dalam pada itu prasarana telekomunikasi, yang merupakan

I/17

Page 24: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta
Page 25: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

GRAFIK I - 11

PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK1968 – 1991/92

GRAFIK I - 12

PANJANG DAN KONDISI JALAN ARTERIDAN JALAN KOLEKTOR

1968 – 1992/93

I/18

Page 26: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

pendukung sangat penting bagi kegiatan ekonomi, juga telah meningkat dengan sangat pesat. Dalam tahun 1968 sambungan telepon sentral otomat berjumlah 77,7 ribu satuan sambungan, dalam tahun 1991/92 jumlahnya melipat menjadi lebih dari 20 kalinya menjadi 1.593 ribu buah. Di samping itu jumlah sambungan teleks juga meningkat 24 kalinya dari 1,2 ribu satuan sambungan pada tahun 1973/74 menjadi 29,5 ribu satuan sambungan pada tahun 1991/92 (Grafik I-13). Dari Grafik I-12 dan I-13 terlihat bahwa perkembangan prasarana ini meningkat pesat terutama dalam 5 sampai 10 tahun terakhir ini.

Beberapa angka di atas memberikan indikasi pesatnya pembangunan di bidang prasarana dasar. Prasarana dasar yang sangat berkembang ini memperkuat struktur ekonomi Indonesia dan mendukung kegiatan ekonomi yang makin meluas dan makin berkembang. Jaringan prasarana dasar yang makin memadai juga memperkokoh struktur ekonomi nasional dalam arti spasial atau tata ruang, yaitu melalui makin terintegrasinya ekonomi-ekonomi daerah dengan satu sama lain sehingga membentuk suatu ekonomi nasional yang semakin kokoh. Makin mantapnya Indonesia sebagai suatu kesatuan ekonomi memperkuat landasan bagi tahap pembangunan selanjutnya.

Hasil-hasil yang dicapai di bidang politik dan ekonomi yang diuraikan di atas diikuti pula oleh hasil-hasil nyata di bidang sosial dan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Seperti disebutkan di atas jumlah penduduk miskin di Indonesia telah menurun secara berarti, dan ini merupakan indikasi kuat bahwa pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai itu akhirnya terwujud pula pada peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat banyak.

Berbagai segi kesejahteraan rakyat juga menunjukkan perbaikan yang menonjol. Pada awal Repelita I angka harapan hidup penduduk Indonesia adalah sekitar 50 tahun. Angka harapan hidup ini kemudian meningkat menjadi 61,5 tahun pada tahun 1990 (Grafik I-14). Dalam kurun waktu yang sama angka kematian bayi menurun dari 142 per 1.000 kelahiran hidup menjadi, 63 per 1.000 kelahiran hidup dan jumlah dokter meningkat dari 4,9 dokter untuk melayani 100.000 penduduk menjadi 16,3 dokter untuk 100.000 penduduk (Grafik I-15). Di samping itu jangkauan pelayanan kesehatan melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) semakin meluas dan merata ke seluruh pelosok tanah air. Pada tahun 1968 jumlah Puskesmas sebanyak 1.227 buah pada tahun 1992/93 meningkat menjadi

I/19

Page 27: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

GRAFIK I - 13

KAPASITAS TELEPON DAN TELEKS(ribuan satuan sambungan)

GRAFIK I - 14ANGKA HARAPAN HIDUP

1967-1990

I/20

Page 28: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

GRAFIK I - 15ANGKA KEMATIAN BAYI

1967 - 1990

Laki-laki Perempuan Total

I/21

(bayl/1.000 kelahlran

Page 29: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

6.749 buah Puskesmas. Sedangkan jumlah Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling masing-masing menjadi 22.715 buah dan 5.593 buah pada tahun 1992/93 dari masing-masing sebanyak 6.636 buah dan 604 buah pada tahun 1978/79 (Grafik I-16). Berkat keberhasilan dalam program Keluarga Berencana (Grafik I-17) dan program-program lain yang terkait, laju pertumbuhan penduduk Indonesia berhasil diturunkan secara nyata dari 2,32% per tahun selama periode 1971-1980 menjadi sekitar 1,65% per tahun selama periode 1990-1994. Keberhasilan Indonesia di bidang program Keluarga Berencana dan kependudukan ini diakui oleh dunia internasional.

Sementara itu, kalori makanan yang tersedia bagi penduduk Indonesia telah meningkat dari 2.035 kalori per kapita per hari dalam tahun 1968 menjadi 2.781 kalori per kapita per hari dalam tahun 1990, sedangkan dalam periode yang sama penyediaan protein meningkat dari 43,3 gram per kapita per hari menjadi 61,8 gram per kapita per hari. Selama hampir seperempat abad terakhir ini, derajat kesehatan dan keadaan gizi rakyat telah menunjukkan perbaikan yang sangat berarti.

Di bidang pendidikan salah satu hasil yang menonjol adalah pemerataan pendidikan, terutama pendidikan di tingkat dasar. Fasilitas pendidikan di tingkat dasar diperluas secara bertahap dan terus menerus sehingga sejak tahun 1985 kita mampu melaksanakan wajib belajar bagi semua anak yang berumur sekolah dasar. Tercapainya wajib belajar di tingkat sekolah dasar ini merupakan landasan kuat untuk melangkah menuju pelaksanaan wajib belajar 9 tahun. Hasil nyata dari pelaksanaan pembangunan pendidikan dasar ini adalah meningkatnya angka partisipasi sekolah dasar dari 41,4% dalam tahun 1968 menjadi hampir 100% sekarang.

Sementara itu menurut hasil sensus penduduk, jumlah penduduk yang masih buta huruf terus menurun dari hampir 38% dalam tahun 1971 menjadi 10,4% dalam tahun 1990, sedangkan dalam periode yang sama jumlah rumahtangga yang memakai listrik meningkat dari 6,1% dari seluruh rumah tangga yang ada menjadi 46,8% dari seluruh rumah tangga di Indonesia.

Peningkatan kesejahteraan rakyat juga dicerminkan oleh penyediaan berbagai kebutuhan dari rakyat yang makin meningkat dan meluas. Antara tahun 1968 dan tahun 1992, produksi per jiwa untuk beras meningkat dari

GRAFIK I - 16

I/22

Page 30: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

JUMLAH PEMBANGUNAN PUSKESMAS1968 – 1992/93

GRAFIK I - 17PESERTA KELUARGA BERENCANA AKTIF

(Angka Kumulatif)

I/23

Page 31: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

105,8 kg menjadi 159,9 kg; dan antara tahun 1968 dan tahun 1991 produksi per jiwa tekstil telah meningkat dari 2,8 m menjadi 28,5 m, daging dari 2,7 kg menjadi 6,4 kg, telur dari 0,5 kg menjadi 2,9 kg, ikan dari 10,3 kg menjadi 18,6 kg (Grafik I-18).

Berbagai hasil pembangunan yang disebutkan di atas secara lebih rinci, terutama selama 5 tahun terakhir ini, diuraikan dalam bagian-bagian selanjutnya dari bab ini dan secara lebih mendalam lagi dalam bab-bab selanjutnya dari Lampiran ini.

Hasil-hasil pembangunan tersebut dapat dicapai dengan sekaligus mengupayakan terpeliharanya kestabilan ekonomi yang mantap. Dalam kurun waktu hampir seperempat abad membangun, perekonomian Indonesia tidak luput dari berbagai gejolak dan gangguan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Pada waktu Repelita I mulai dilaksanakan Indonesia baru saja berhasil melepaskan diri dari situasi ekonomi yang diwarnai oleh ketidakstabilan dan kemandegan. Hiperinflasi yang melanda dalam tahun-tahun 1960-an berhasil diatasi setelah Pemerintah Orde Baru melancarkan program stabilisasi yang menyeluruh mulai tahun 1966. Di bidang keuangan, disiplin anggaran belanja negara berimbang mulai ditegakkan, kendali kebijaksanaan moneter terhadap uang beredar mulai diketatkan, tingkat bunga simpanan disesuaikan agar realistis dan menarik masyarakat untuk menyimpan uangnya, sistem kurs devisa yang rumit disederhanakan dan diarahkan untuk mencerminkan tingkat kurs yang lebih realistis sehingga dapat mendorong ekspor dan melancarkan impor. Di sektor riil, impor bahan baku dan suku cadang diprioritaskan sehingga pabrik-pabrik dapat memanfaatkan kapasitasnya yang ada, sistem distribusi dengan pengaturan dan penjatahan secara bertahap diganti dengan sistem yang lebih bebas, prasarana-prasarana ekonomi dasar secara terbatas mulai diperbaiki, peningkatan persediaan kebutuhan pokok rakyat khususnya beras mendapatkan prioritas tinggi. Sebagai hasil dari program stabilisasi, laju inflasi yang mencapai 650% dalam tahun 1966 dapat diturunkan menjadi 85% dalam tahun 1968 dan turun lagi menjadi 10% dalam tahun 1969 sewaktu Repelita I dimulai.

Selma melaksanakan pembangunan sejak Repelita I, laju inflasi secara umum tetap terkendali, meskipun dalam tahun-tahun tertentu tekanan inflasi cukup terasa. Tekanan inflasi ini timbul terutama karena adanya peristiwa-peristiwa khusus pada waktu itu. Pasang surut perkembangan

I/24

Page 32: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

GRAFIK I - 18PRODUKSI SANDANG DAN PANGAN

PER KAPITA1968 – 1992

I/25

Page 33: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

inflasi di dalam negeri secara garis besar adalah sebagai berikut. Dengan berhasilnya kebijaksanaan stabilisasi yang disebutkan di atas dan dengan dimulainya pelaksanaan Repelita I, laju inflasi dalam tahun 1970 dapat dikendalikan pada tingkat 8,9% dan dalam tahun 1971 dapat ditekan lebih rendah lagi, yaitu sebesar 2,5%. Namun dalam tahun berikutnya terjadi perkembangan yang mempengaruhi keadaan ini. Dalam tahun 1972 terjadi kemarau panjang di Indonesia dan berbagai kawasan dunia, sehingga mengganggu produksi beras di dalam negeri dan juga di negara-negara penghasil beras lainnya. Produksi beras dalam negeri merosot, impor beras sulit diperoleh, dan sebagai akibatnya harga beras di dalam negeri meningkat cukup tajam. Karena peranan beras masih sangat menonjol dalam indeks harga, maka indeks harga meningkat dengan lebih dari 25% dalam tahun 1972. Dalam pada itu selagi tekanan inflasi ini terjadi dan belum menyurut, dalam tahun 1973 dan 1974 terjadi kenaikan tajam harga minyak bumi di dunia sebagai akibat dari tindakan OPEC membatasi suplai minyak. Kenaikan harga minyak bumi ini dari satu segi menguntungkan Indonesia karena penerimaan ekspor migas dan penerimaan dalam negeri pemerintah dari migas meningkat tajam. Peningkatan dana devisa yang diperoleh memperbesar kemampuan Indonesia untuk mempercepat pembangunannya. Dari segi lain, kenaikan harga minyak tersebut mempunyai dampak yang kurang menguntungkan berupa kenaikan harga-harga barang yang diimpor Indonesia dan peningkatan jumlah uang beredar di dalam negeri; keduanya menimbulkan tekanan inflasi yang cukup kuat di dalam negeri yang tidak seluruhnya dapat dinetralisir oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan stabilisasi di dalam negeri. Dalam tahun 1973 laju inflasi mencapai lebih dari 27% dan dalam tahun 1974 lebih dari 339E Dengan membaiknya situasi beras, mulai stabilnya harga minyak dan harga barang-barang impor dari luar negeri, laju inflasi dalam tahun-tahun berikutnya menurun dan mencapai tingkat yang rendah, yaitu 6,7% dalam tahun 1978. Namun sekali lagi timbul gejolak-gejolak dari luar yang dampaknya di dalam negeri tidak dapat sepenuhnya dihindari. Dalam tahun 1979 dan 1980 terjadi lagi kenaikan tajam dari harga minyak dunia dan kenaikan yang cukup berarti dari harga komoditi-komoditi lain. Harga barang-barang ekspor dan barang-barang impor Indonesia meningkat dan ini selanjutnya menimbulkan tekanan pada harga-harga di dalam negeri. Di samping itu dalam rangka memperkuat ekspor non migas dan posisi neraca pembayaran pada umumnya dalam bulan Nopember 1978 diambil tindakan devaluasi rupiah sebesar 33,6%. Sebagai akibat dari peristiwa-peristiwa itu, laju inflasi dalam tahun 1979 meningkat

I/26

Page 34: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

lagi menjadi 21,8% dan kemudian dalam tahun 1980 sedikit menurun menjadi 16%.

Selama tahun 1980-an laju inflasi secara rata-rata dapat dipertahankan cukup rendah, yaitu 8,7% per tahun. Laju inflasi tersebut lebih rendah daripada laju inflasi rata-rata tahun 1970-an yang mencapai 17,2% per tahun. Tekanan inflasi yang terakhir dialami adalah dalam tahun 1990 dan 1991 sewaktu suhu perekonomian Indonesia meningkat terutama sebagai akibat dari peningkatan kegiatan investasi di dalam negeri, sehingga laju inflasi selama 2 tahun tersebut mencapai rata-rata 9,5% per tahun. Di samping itu kekeringan yang terjadi dalam tahun 1991 juga ikut menyumbang kepada laju inflasi yang relatif tinggi itu melalui kenaikan harga bahan makanan. Dengan diambilnya langkah-langkah kebijaksanaan pengendalian moneter maka suhu perekonomian mulai menurun dan dalam tahun 1992, laju inflasi dapat dikendalikan menjadi di bawah 5%.

Perekonomian Indonesia yang bersifat terbuka dan yang masih dalam transisi dari ekonomi agraris menuju ekonomi industri, tidak dapat sepenuhnya lepas dari pengaruh gejolak ekonomi dunia dan dari pergeseran iklim. Namun selama seperempat abad melaksanakan pembangunan pengaruh-pengaruh tersebut dapat dibatasi dan dampak negatifnya ditekan sekecil-kecilnya. Secara umum harga kebutuhan pokok rakyat, terutama pangan dan sandang, tetap dapat dijaga kestabilannya pada tingkat yang wajar dan terjangkau oleh rakyat banyak. Kestabilan harga itu dapat dipelihara terutama karena pembangunan yang dilaksanakan selalu memberikan prioritas yang sangat tinggi kepada tersedianya kebutuhan dasar rakyat yang cukup dan karena dalam pelaksanaan pembangunan selalu dipegang teguh prinsip kebijaksanaan anggaran belanja berimbang dan dinamis serta kebijaksanaan moneter yang berhati-hati.

Di bidang keuangan negara, sesuai dengan arahan GBHN kebijak-sanaan senantiasa didasarkan pada prinsip anggaran negara berimbang dan dinamis. Kebijaksanaan keuangan negara juga dilandaskan pada pelaksanaan Trilogi Pembangunan.

Di sisi penerimaan dalam negeri, dalam tahun 1970-an sampai dengan awal tahun 1980-an penerimaan dalam negeri dari migas meningkat sangat cepat sebagai akibat dari menguatnya harga minyak bumi. Namun semenjak awal tahun 1980-an harga minyak bumi mulai melemah dan oleh karena itu

I/27

Page 35: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

upaya-upaya diversifikasi sumber penerimaan negara makin ditingkatkan. Pertama, dalam sumber-sumber migas sendiri upaya diversifikasi. Upaya ini telah mulai dilaksanakan sejak tahun 1977 dengan diusahakannya sumber-sumber dari gas bumi. Selanjutnya, dan terutama sejak tahun 1984 sumber-sumber penerimaan non migas juga makin ditingkatkan melalui rangkaian langkah pembaharuan sistem perpajakan. Di samping itu upaya terus dilakukan untuk meningkatkan efisiensi BUMN sehingga makin mampu meningkatkan peranannya dalam pembiayaan pembangunan.

Dengan berbagai langkah kebijaksanaan tersebut penerimaan dalam negeri telah meningkat pesat dan sejak awal tahun 1980-an ketergantungannya kepada minyak bumi terus berkurang. Dalam tahun 1968 penerimaan dalam negeri pemerintah hanya berjumlah Rp 149,7 miliar; dalam APBN tahun 1992/93 jumlah tersebut telah meningkat menjadi Rp 46,5 triliun atau telah melipat menjadi lebih dari 300 kalinya selama 24 tahun. Peningkatan yang pesat dari penerimaan dalam negeri itu diiringi oleh perubahan-perubahan komposisinya. Karena peningkatan harga minyak bumi, peranan penerimaan dari migas dalam penerimaan dalam negeri secara keseluruhan meningkat dari 22,2% dalam tahun 1968 menjadi 70,6% dalam tahun 1981/82. Namun setelah itu, dengan merosotnya harga minyak bumi dan dengan berhasilnya upaya untuk mengembangkan sumber-sumber penerimaan non migas, khususnya dari perpajakan, maka peranan sumber-sumber penerimaan migas terus menurun dan peran dominannya digantikan oleh sumber-sumber non migas. Dalam tahun 1981/82 peranan sumber-sumber penerimaan non migas dalam penerimaan dalam negeri baru mencapai 29,4%, dalam tahun 1987/88 peranan tersebut meningkat menjadi 51,7%, dan dalam tahun 1992/93 meningkat lagi menjadi 70,0%. Peningkatan penerimaan tersebut terutama terjadi pada pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Dengan demikian peranan bantuan luar negeri sebagai sumber penerimaan negara makin menurun dan ketergantungan penerimaan negara pada sumber-sumber migas secara bertahap terus berkurang.

Peningkatan penerimaan dalam negeri yang pesat ini juga menonjol apabila dibandingkan dengan penerimaan pembangunan atau bantuan luar negeri. Dalam tahun 1968 dari seluruh dari pembangunan berasal dari bantuan luar negeri. Dalam APBN tahun 1992/93, dari seluruh dana pembangunan, 58,1% berasal dari penerimaan dalam negeri dan 41,9% dari bantuan luar negeri (Grafik I-19). Dalam 5 tahun terakhir ini peranan

I/28

Page 36: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

GRAFIK I - 19TABUNGAN PEMERINTAH DAN

BANTUAN LUAR NEGERI1968 – 1992/93

I/29

Page 37: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

penerimaan dalam negeri dalam anggaran meningkat dari 35,0% dalam tahun 1987/88 menjadi 58,1% dalam tahun 1992/93, sedangkan peranan bantuan luar negeri menurun dari 65,0% menjadi 41,9%.

Di sisi pengeluaran, penggunaannya dilandasi prinsip efisiensi dan penghematan. Pengeluaran rutin diarahkan untuk menunjang kelancaran penyelenggaraan kegiatan pemerintahan yang ditujukan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dan sekaligus meningkatkan tabungan Pemerintah.

Walaupun pengeluaran rutin naik dengan cepat sejak Repelita I, penerimaan dalam negeri masih meningkat jauh lebih cepat dibandingkan dengan pengeluaran rutin, sehingga tabungan Pemerintah menunjukkan kecenderungan terus meningkat. Dalam tahun 1968 pengeluaran rutin sama dengan penerimaan dalam negeri sehingga pada tahun tersebut tidak dihasilkan tabungan Pemerintah sama sekali. Tabungan Pemerintah mulai dihasilkan dalam tahun 1969/70 yaitu sebesar Rp 27,2 miliar dan sebagai akibat dari meningkatnya harga minyak bumi kemudian terus meningkat menjadi Rp 7,3 triliun dalam tahun 1985/86. Dalam tahun 1986/87 tabungan tersebut merosot menjadi Rp 2,6 triliun, sebagai akibat dari jatuhnya harga minyak dalam tahun 1986. Setelah itu tabungan tersebut berangsur-angsur meningkat kembali menjadi Rp 13,3 triliun tahun 1992/93. Dibandingkan dengan tabungan Pemerintah dalam tahun pertama Repelita I (1969/70) maka tabungan Pemerintah dalam APBN tahun 1992/93 adalah 489 kali lipatnya. Peningkatan pesat dari tabungan Pemerintah, terutama 5 tahun terakhir ini, telah meningkatkan kemandirian pembiayaan pembangunan (Grafik I-19).

Di bidang bantuan luar negeri, sesuai dengan pengarahan dari GBHN, bantuan tersebut merupakan pelengkap dalam pembiayaan pembangunan dan pemanfaatannya tetap dalam batas-batas kemampuan untuk membayar kembali dan penggunaannya benar-benar diarahkan secara produktif. Dengan melaksanakan kebijaksanaan tersebut, Indonesia terhindar dari masalah krisis hutang sebagaimana dialami oleh berbagai negara berkembang dalam tahun 1980-an.

Dana pembangunan, yang bersumber dari tabungan Pemerintah dan bantuan luar negeri meningkat dengan pesat sejak Repelita I dan memungkinkan peningkatan dan perluasan kegiatan pembangunan. Dana

I/30

Page 38: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

pembangunan tersebut telah meningkat dari Rp 57,9 miliar dalam tahun 1968 menjadi Rp 21,8 triliun dalam tahun 1991/92. Dilihat dari komposisinya sumbangan tabungan Pemerintah dalam pembiayaan kegiatan pembangunan meningkat dari 0% pada tahun 1968 menjadi 67,1% pada tahun 1985/86. Setelah mengalami penurunan menjadi 31,0% pada tahun 1986/87, sumbangan tabungan Pemerintah berangsur-angsur meningkat kembali menjadi 58,1 % dalam APBN tahun 1992/93. Walaupun mengalami pasang surut, peningkatan sumbangan tabungan Pemerintah tersebut jelas menunjukkan kecenderungan ke arah meningkatnya kemandirian dalam pembiayaan pembangunan.

Dalam pada itu di bidang keuangan dan moneter selama 24 tahun terakhir ini telah terjadi pula perkembangan yang pesat. Kemampuan sektor keuangan untuk menggali dan menyalurkan dana masyarakat telah sangat meningkat. Pada akhir tahun 1968, jumlah dana yang berhasil dihimpun melalui perbankan baru mencapai Rp 113,9 miliar. Pada tahun 1987/88 dana tersebut sudah mencapai Rp 30.970 miliar dan kemudian meningkat terus menjadi Rp 109,4 triliun pada pertengahan tahun 1992/93. Upaya penghimpunan dana masyarakat untuk pembangunan diawali dengan adanya Tabanas, Taska, sertifikat deposito, dan deposito berjangka. Jenis instrumen penghimpunan dana ini kemudian berkembang setelah adanya kebijaksanaan deregulasi Juni 1983, yang telah memberi peluang lebih besar bagi bank-bank untuk menentukan tingkat suku bunga deposito yang menarik. Pengerahan dana masyarakat oleh perbankan meningkat lebih pesat lagi setelah deregulasi bulan Oktober 1988, yang mempermudah dibukanya bank-bank baru dan kantor-kantor cabang sehingga jangkauan jaringan bank makin luas. Jumlah bank dan kantor cabang yang pada tahun 1988 baru mencapai masing-masing 111 buah dan 1.728 buah pada bulan Juni 1992 telah mencapai masing-masing 201 buah dan 4.355 buah.

Sejalan dengan perkembangan tersebut, penyaluran dana melalui kredit perbankan juga meningkat pesat. Jumlah kredit yang disalurkan telah sangat meningkat dari posisi tahun 1968 yang baru mencapai Rp 126,0 miliar menjadi Rp 35.075 miliar dalam tahun 1987/88 dan meningkat lagi menjadi Rp 122.712 miliar dalam tahun 1992/93. Sementara itu dalam rangka peningkatan pemerataan pembangunan bagi usaha golongan ekonomi lemah, telah disediakan berbagai macam kredit. Pada tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, kredit-kredit ini mengandalkan pada sumber Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Dalam perkembangannya kredit-kredit kecil ini

I/31

Page 39: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

makin berkembang dan makin mandiri terutama setelah kebijaksanaan deregulasi Juni 1983 dan Pakto 1988. Selanjutnya Pakjan 1990 menetapkan bahwa 20% kredit oleh bank harus diperuntukkan usaha-usaha kecil (Kredit Usaha Kecil). Sementara itu kredit-kredit kecil yang tidak tergantung pada KLBI, seperti Kupedes terus berkembang pesat.

Di luar perbankan, lembaga keuangan yang mencakup usaha perasuransian, lembaga pembiayaan, lembaga keuangan bukan bank dan dana pensiun, juga berkembang pesat terutama sejak adanya deregulasi di bidang keuangan dan perbankan pada tahun 1988 dan sesudah itu. Jumlah perusahaan asuransi dan reasuransi pada tahun 1992 telah mencapai 145 buah, atau meningkat 60 buah dibanding tahun 1987. Lembaga pembiayaan juga meningkat dari 83 buah pada tahun 1987 menjadi 146 buah pada tahun 1992.

Demikian pula pasar modal juga berkembang. Pasar modal sudah mulai dirintis pada tahun 1972 dengan berdirinya Badan Pembina Pasar Uang dan Modal. Kegiatan pasar modal mengalami peningkatan pesat terutama setelah dikeluarkannya Paket Kebijaksanaan Desember 1987 dan Desember 1988 yang menyederhanakan prosedur emisi efek dan mengizinkan berdirinya Bursa Paralel dan lembaga penunjang pasar modal. Selanjutnya kegiatan pasar modal menjadi lebih mantap lagi dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1990 yang antara lain menetapkan perubahan peranan Bapepam dari Badan Pelaksana Pasar Modal menjadi Badan Pengawas Pasar Modal dan dalam waktu 2 tahun kemudian penyelenggaraan bursa efek Jakarta dialihkan kepada badan swasta. Deregulasi tersebut telah mendorong peningkatan investasi di pasar modal dari Rp 476,1 miliar pada tahun 1988 menjadi Rp 24,8 triliun pada tahun 1992. Dalam kurun waktu yang sama nilai emisi obligasi meningkat dari Rp 855,7 miliar menjadi Rp 3,6 triliun.

Pertumbuhan sektor keuangan dan perbankan yang cepat seperti tersebut di atas memerlukan pemantapan landasan hukum. Sehubungan dengan itu pada awal tahun 1992 telah dikeluarkan beberapa Undang-undang, yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Per-asuransian, dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Ketiga undang-undang tersebut telah memberikan kepastian hukum tentang penyelenggaraan usaha di sektor keuangan dan kejelasan pembagian

I/32

Page 40: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

bidang usaha dari berbagai lembaga keuangan, serta perlindungan hukum kepada lembaga keuangan dan masyarakat yang menggunakan jasanya.

Dengan berhasilnya pembangunan di dalam negeri perdagangan Indonesia dengan luar negeri meningkat pesat. Di bidang ekspor, dalam 24 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan nilai yang sangat cepat yang diiringi dengan perubahan komposisi yang mendasar yang kesemuanya mengarah pada basis ekspor yang makin luas dan makin mantap.

Dalam tahun 1968 nilai ekspor Indonesia secara keseluruhan baru mencapai US$ 872 juta. Dalam tahun 1992/93 nilai ekspor tersebut adalah sebesar US$ 33,4 miliar, atau meningkat 38 kalinya dalam kurun waktu 24 tahun terakhir ini. Peningkatan yang sangat pesat ini terutama berasal dari ekspor non migas dan terutama terjadi sejak pertengahan tahun 1980-an setelah langkah-langkah deregulasi di berbagai bidang menunjukkan dampaknya. Selama kurun waktu 1968-1992/93 nilai ekspor non migas meningkat menjadi lebih dari 40 kali. Dalam tahun 1968 nilai ekspor non migas hanya mencapai US$ 569 juta selama satu tahun; pada akhir tahun 1992 nilainya sudah melebihi US$ 2 miliar setiap bulannya. Sejak per- tengahan dasawarsa 1980-an ekspor non migas meningkat pesat sehingga sejak tahun 1987/88 telah melampaui ekspor migas, dan dalam tahun 1992/93 peranannya mencapai 68,8% dari nilai seluruh ekspor.

Di dalam ekspor non migas telah pula terjadi perubahan komposisi ke arah hasil-hasil industri pengolahan yang sekarang telah mencakup bagian terbesar ekspor non migas Indonesia. Perkembangan ini terjadi berkat perkembangan industri dalam negeri yang sangat pesat, sehingga tidak hanya barang-barang ekspor dapat ditingkatkan derajat pengolahannya tetapi juga dalam beberapa tahun terakhir ini telah timbul beraneka ragam produk-produk industri pengolahan yang sebelumnya tidak ada. Produk-produk ini ternyata dapat menembus pasar dunia dan berkembang sangat pesat. Perluasan basis komoditi ini juga diiringi dengan peningkatan nilai tambah barang-barang ekspor dan diversifikasi negara-negara tujuan.

Dalam pada itu perdagangan impor juga mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan ekonomi, khususnya sektor industri, di dalam negeri. Dalam tahun 1968 impor secara keseluruhan yang bernilai sebesar US$ 831 juta meningkat menjadi US$ 27,3 miliar dalam tahun 1992/93, atau meningkat seki tar 33 kal i l ipa t dalam kurun waktu te rsebut.

I/33

Page 41: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Peningkatan ini terutama berasal dari impor bahan baku/penolong dan barang modal, sejalan dengan meningkatnya perkembangan yang pesat dari industri di dalam negeri. Perkembangan komposisi impor non migas menunjukkan peningkatan yang pesat sejalan dengan meningkatnya kegiatan industri pengolahan di dalam negeri. Pada tahun 1968 peranan impor barang konsumsi (non migas) mencakup 37,6% dari seluruh impor non migas. Dalam tahun 1991 peranan impor barang konsumsi ini telah sangat menurun menjadi 3,9% dari seluruh impor non migas. Sementara itu dalam kurun waktu yang sama impor bahan baku/penolong meningkat dari 35,7% menjadi 63,5% dan impor barang modal dari 26,7% menjadi 32,6% dari seluruh impor non migas. Dalam 5 tahun terakhir ini, nilai impor non migas dalam tahun 1988/89 naik dengan 15,5%, dan dalam tahun 1989/90 naik dengan 21,3%, dan selanjutnya naik lagi dengan 31,0% dalam tahun 1990/91. Laju peningkatan impor sebesar ini tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang tanpa mengganggu situasi neraca pembayaran. Berkat adanya langkah-langkah penyejukan mesin perekonomian, laju pertumbuhan nilai impor non migas dalam dua tahun terakhir dapat diturunkan menjadi 11,4% dalam tahun 1991/92 dan 13,0% dalam tahun 1992/93.

Di bidang jasa, perkembangan yang sangat menonjol terjadi dalam pariwisata. Dalam tahun 1968 penerimaan devisa dari pariwisata tidak berarti. Namun dalam perkembangannya penerimaan devisa dari pariwisata meningkat pesat terutama mulai dasawarsa 1980-an dan mencapai US$ 1,0 miliar dalam tahun 1987/88 dan selanjutnya meningkat lagi menjadi US$ 3,0 miliar dalam tahun 1992/93.

Sebagai negara berkembang yang masih membutuhkan dana pem-bangunan yang besar, transaksi berjalan Indonesia hampir selalu menunjuk- kan defisit namun secara umum tetap dalam batas-batas yang aman. Transaksi berjalan pernah mengalami surplus dalam tahun 1979/80 dan 1980/81 sewaktu terjadi surplus karena adanya kenaikan harga minyak bumi dan harga ekspor komoditi-komoditi lainnya. Pada tahun 1987/88 defisit transaksi berjalan adalah sebesar US$ 1,7 miliar, menurun menjadi sebesar US$ 1,6 miliar pada tahun 1989/90, dan kemudian meningkat menjadi US$ 3,7 miliar pada tahun 1990/91 karena adanya peningkatan suhu perekonomian Indonesia. Selanjutnya defisit transaksi berjalan diperkirakan menurun menjadi US$ 3,8 miliar pada tahun 1992/93 dari US$ 4,4 miliar pada tahun 1991/92.

I/34

Page 42: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Selama 5 tahun terakhir ini pinjaman Pemerintah meningkat dari US$ 4.575 juta pada tahun 1987/88 menjadi US$ 6.588 juta pada tahun 1988/89, sebagai akibat dari upaya untuk mempertahankan laju pembangunan sewaktu harga minyak lemah dan berlangsungnya apresiasi kurs matauang utama di dunia. Namun kemudian terus menurun menjadi sebesar US$ 4.972 juta pada tahun 1992/93. Sebagian besar pinjaman tersebut tetap dalam bentuk bantuan bersyarat lunak.

Selama 24 tahun terakhir, sektor industri mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pembangunan industri diarahkan untuk mewujudkan struktur ekonomi yang semakin kokoh dan seimbang dengan sektor industri yang maju dan didukung oleh sektor pertanian yang tangguh. Secara keseluruhan produksinya meningkat dengan . rata-rata lebih dari 12% per tahun antara tahun 1969 dan tahun 1991. Karena pertumbuhan yang cepat ini sumbangannya dalam Produk Domestik Bruto (PDB) juga meningkat dari 9,6% dalam tahun 1969 menjadi 21,3% dalam tahun 1991. Sementara itu dalam kurun waktu yang sama, meskipun produksi pertanian juga terus meningkat, sumbangan sektor pertanian dalam produksi nasional telah menurun dari 49,3% dalam tahun 1969 menjadi 19,5% dalam tahun 1991. Perkembangan ini menunjukkan prestasi yang sangat berarti dalam memperkokoh struktur ekonomi nasional, menuju struktur yang makin seimbang. Sejak tahun 1991 sumbangan sektor industri dalam produksi nasional telah melampaui sumbangan sektor pertanian.

Pertumbuhan sektor industri yang berlangsung cepat itu juga diikuti oleh peningkatan penyerapan tenaga kerja oleh sektor ini, pendalaman struktur industri nasional, peningkatan penguasaan teknologi dan perubahan komposisi produk ekspor. Tenaga kerja yang terserap dalam sektor industri meningkat dari 2,6 juta orang pada tahun 1971 menjadi 4,7 juta orang pada tahun 1980 dan 5,8 juta orang pada tahun 1990. Secara persentase peranan sektor industri dalam penyerapan tenaga kerja dari jumlah keseluruhan tenaga kerja yang bekerja juga terus meningkat dari 6,8% pada tahun 1971, 9,1% pada tahun 1980 dan 11,4% pada tahun 1990.

Industri yang berkembang selama Repelita I dan II terutama adalah jenis-jenis industri yang menghasilkan kebutuhan pokok masyarakat seperti pangan, sandang dan bahan bangunan, dan jenis-jenis industri yang menghasilkan sarana dan peralatan untuk keperluan peningkatan produksi

I/35

Page 43: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

dan pengolahan hasil pertanian. Pada waktu itu kelompok aneka industri berkembang lebih menonjol dibandingkan dengan kelompok industri dasar. Dalam Repelita III kelompok industri dasar mulai menampakkan perkembangan yang cukup berarti dengan berkembangnya industri-industri yang menghasilkan berbagai bahan baku, produk-produk antara dan barang modal. Namun sebagian besar hasil industri masih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri.

Mulai tahun terakhir Repelita III telah ditempuh pengembangan industri melalui strategi promosi ekspor yang didukung kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi. Dalam 5 tahun terakhir arah dan kebijaksanaan pembangunan ini tetap dilanjutkan dan lebih dimantapkan, dan telah berhasil membawa perkembangan pesat dalam kegiatan investasi dan produksi di sektor industri, terutama industri-industri yang berorientasi ekspor.

Sejak tahun 1987 hingga tahun 1991 sektor industri secara keseluruhan tumbuh dengan rata-rata sebesar 10,8% setiap tahunnya, sedangkan pertumbuhan industri non migas mencapai rata-rata sebesar 12%. Seiring dengan itu nilai ekspor hasil industri non migas juga menunjukkan perkembangan yang sangat pesat, yaitu dari US$ 6,7 miliar pada tahun 1987 menjadi US$ 15,1 miliar pada tahun 1991, atau meningkat dengan rata-rata sekitar 23% per tahun. Sumbangan ekspor hasil industri non migas dalam keseluruhan ekspor telah meningkat dari 38,9% pada tahun 1987 menjadi 51,7% pada tahun 1991. Data lengkap untuk tahun 1992 belum tersedia, namun untuk 10 bulan pertama (sampai dengan bulan Oktober) sumbangan tersebut meningkat lagi menjadi sekitar 56,7%. Sementara itu kelompok aneka industri memberikan sumbangan terbesar dalam nilai ekspor hasil industri non migas, yaitu sekitar 70,7% dalam tahun 1991. Ekspor hasil kelompok industri lainnya termasuk industri kecil dari tahun ke tahun juga menunjukkan kenaikan yang menggembirakan.

Pengembangan industri kecil yang dilaksanakan sampai dengan 1992/93 diprioritaskan pada pembinaan melalui bimbingan dan pelatihan di bidang teknologi produksi, manajemen usaha dan pemasaran hasil produksi di sentra-sentra industri kecil yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di samping itu juga dilaksanakan pembinaan kelembagaan melalui pembentukan Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan (KOPINKRA). Demikian pula penerapan pola hubungan Bapak Angkat dan Mitra Usaha

I/36

Page 44: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Industri Kecil makin dimantapkan. Dari tahun 1985 hingga tahun 1992 telah diberikan sebanyak 597 penghargaan Upakarti yang terdiri dari 272 jasa pengabdian dan 325 jasa kepeloporan. Secara bertahap upaya-upaya tersebut telah berhasil meningkatkan perekonomian di pedesaan, mendorong tumbuhnya wirausaha-wirausaha baru dan memperluas lapangan kerja serta meningkatkan ekspor hasil industri kecil.

Seiring dengan pesatnya perkembangan industri, kemampuan dan penguasaan teknologi telah pula semakin meningkat, termasuk teknologi rancang bangun dan perekayasaan industri serta pembangunan pabrik secara utuh. Sampai tahun 1992/93 sejumlah pabrik berteknologi tinggi seperti pabrik amonia, pabrik pupuk urea, TSP dan ZA, pabrik petrokimia, pabrik pulp dan kertas serta pabrik besi baja telah berhasil dibangun. Selain itu, tenaga-tenaga Indonesia juga telah mulai mampu memberikan jasa dalam penyusunan rancang bangun, perekayasaan dan pelaksanaan pembangunan beberapa pabrik-pabrik di luar negeri.

Sesuai dengan strategi pembangunan nasional, pembangunan pertanian memperoleh prioritas yang tinggi karena sektor pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian terbesar rakyat, penghasil pangan, penyedia bahan baku bagi industri dan karena secara umum terciptanya sektor pertanian yang tangguh merupakan landasan bagi pembangunan selanjutnya di sektor-sektor lain, termasuk pembangunan industri yang diharapkan menjadi motor penggerak utama pembangunan dalam tahap-tahap selanjutnya. Program-program pembangunan pertanian terutama diarahkan pada pengembangan teknologi pertanian, industri yang memproduksi sarana produksi pertanian, rehabilitasi dan pengembangan prasarana irigasi dan perhubungan di pedesaan, pembinaan kelembagaan pertanian rakyat melalui pembinaan kelompok petani dan koperasi petani serta lembaga-lembaga keuangan di pedesaan.

Hasil yang menonjol dari pembangunan pertanian selama ini adalah tercapainya swasembada beras yang dapat dipertahankan sampai sekarang. Keberhasilan ini secara dramatis telah mengubah posisi Indonesia dari negara pengimpor beras terbesar di dunia dalam tahun 1970-an menjadi negara yang berswasembada pangan dalam tahun 1984. Produksi padi telah meningkat pesat dengan laju yang melebihi laju pertumbuhan penduduk. Dalam tahun 1968 produksi padi baru mencapai 17,2 juta ton gabah kering giling; dalam tahun 1984 menjadi 38,1 juta ton atau meningkat dengan

I/37

Page 45: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

rata-rata 5,1 % per tahun. Dalam tahun 1992 produksi padi meningkat lagi menjadi 47,3 juta ton, yang berarti meningkat sekitar rata-rata 2,7% per tahun sejak tahun 1984. Selama 5 tahun terakhir antara tahun 1987 dan 1992 laju peningkatan produksi padi adalah rata-rata sebesar 3,4% per tahun. Dalam kondisi iklim yang kurang menunjang terutama pada tahun 1991, prestasi selama 5 tahun terakhir tersebut sangat berarti dalam rangka menjamin kebutuhan pokok pangan rakyat. Keberhasilan peningkatan produksi padi ini dicapai terutama melalui penerapan teknologi baru sehingga hasil rata-rata padi per ha dan luas panen terus meningkat. Dalam tahun 1968 hasil rata-rata per ha areal panen adalah 2,13 ton padi; dalam tahun 1992 hasil rata-rata per ha tersebut mencapai 4,35 ton padi. Sementara itu karena para petani makin memanfaatkan padi yang berumur pendek, maka setiap ha lahan dapat menghasilkan panen yang lebih sering setiap tahunnya, sehingga areal panen pun meningkat pula.

Dalam pada itu sejak tahun 1968 sampai dengan tahun 1992 berbagai hasil-hasil pertanian penting lainnya mengalami peningkatan produksi yang sangat berarti. Beberapa di antaranya adalah: jagung menjadi 2 kali lipat, kedele menjadi 4 kali lipat, ikan laut menjadi hampir 4 kali lipat, susu menjadi 13 kali lipat dan kelapa sawit menjadi 17 kali lipat. Dalam periode tersebut produksi ubi jalar menurun dengan rata-rata 0,3 % per tahun, karena menurunnya areal panen sebagai akibat pengalihan penggunaan lahan ke tanaman lainnya, antara lain kedele dan jagung. Sementara itu dalam 5 tahun terakhir hampir semua produksi hasil-hasil pertanian mengalami peningkatan: jagung, kedele dan ikan laut masing-masing menunjukkan kenaikan yang kurang lebih sama, yaitu menjadi sekitar 1,2 kali lipat, sedang produksi susu, kelapa sawit dan inti sawit meningkat menjadi sekitar 2 kali lipat.

Kebijaksanaan harga dan produksi pangan yang ditempuh sejak Repelita I merupakan salah satu kebijaksanaan pendukung yang sangat penting bagi upaya peningkatan produksi pangan dan sekaligus bagi peningkatan pendapatan petani, serta dalam rangka pengamanan penyediaan pangan dan kestabilan harga. Swasembada pangan yang dicapai pada tahun 1984 telah memberi peluang lebih besar untuk mengembangkan dan meningkatkan produksi hortikultura, perikanan, peternakan dan perkebunan, meningkatkan ekspor hasil-hasil pertanian, serta menanggulangi masa- lah-masalah kemiskinan, terutama di lahan kering dan daerah pantai. Kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan kegiatan-kegiatan pertanian di daerah-daerah miskin ditingkatkan dalam

I/38

Page 46: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Repelita V dan sekaligus dimaksudkan untuk meningkatkan penyediaan hasil-hasil pertanian yang memiliki nilai gizi tinggi bagi masyarakat. Sementara itu kegiatan investasi swasta dan badan-badan usaha milik negara diarahkan untuk mengembangkan agribisnis antara lain melalui kebijaksanaan Paket 6 Mei 1986 di bidang perikanan, Inpres No. 1 Tahun 1986 di bidang perkebunan dan Keppres No. 50 Tahun 1981 di bidang peternakan unggas.

Keberhasilan peningkatan produksi pertanian dapat terwujud antara lain karena adanya dukungan prasarana pengairan yang makin luas. Pembangunan prasarana pengairan mendapatkan prioritas yang tinggi seiring dengan prioritas yang diberikan pada pembangunan pertanian. Sejak awal Repelita I sampai dengan tahun keempat Repelita V, rehabilitasi jaringan irigasi mencapai 2,9 juta ha, pembangunan jaringan irigasi baru mencapai areal seluas 1,6 juta ha, pengembangan daerah rawa mencapai areal seluas 1,1 juta ha dan pengamanan daerah banjir mencapai areal seluas 1,9 juta ha. Dari jumlah tersebut yang dapat diselesaikan selama 5 tahun terakhir ini adalah sebagai berikut: rehabilitasi jaringan irigasi seluas 0,5 juta ha, pembangunan jaringan irigasi baru seluas 0,4 juta dan pengembangan daerah rawa sebesar 0,3 juta ha dan penyelamatan hutan, tanah dan air seluas 0,4 juta ha.

Hutan mempunyai fungsi ekonomis yang penting dalam pembangunan sebagai penghasil devisa, pemasok bahan baku bagi peningkatan produksi, serta perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, dan sumber pendapatan pemerintah. Di samping itu hutan juga mempunyai peranan yang strategis dalam pengembangan ekologi sebagai penyerap karbondioksida dan penghasil oksigen, pelestari keanekaragaman hayati, pengatur ekosistem dan penghasil jasa lingkungan bagi pembangunan.

Dalam kurun waktu 24 tahun terakhir, hutan Indonesia telah menghasilkan kayu dalam jumlah yang sangat berarti. Pada tahun 1968 produksi kayu bulat baru mencapai 5,7 juta m3 dan sesudah itu meningkat dan mencapai 28,4 juta M3 pada tahun 1988/89. Namun seiring dengan upaya untuk memelihara kelestarian hutan dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan dan pengolahannya antara tahun 1988/89 dan 1991/92 produksi kayu bulat secara rata-rata berkisar 25,5 juta m3 per tahun.

Sementara itu produksi dan ekspor kayu olahan terus meningkat. Saat

I/39

Page 47: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

ini produksi kayu olahan sudah mencapai sekitar 4 kali dari produksi kayu olahan dalam tahun 1968. Komposisi produksi kayu olahan terus mengalami perubahan. Komposisi hasil-hasil kayu juga mengalami pergeseran menuju kederajat pengolahan yang lebih tinggi dalam bentuk kayu lapis, pulp dan juga perabot rumah tangga. Perubahan tersebut menghasilkan perluasan kesempatan kerja, peningkatan produktivitas dan nilai tambah, yang berdampak positif bagi kepentingan rakyat.

Pengembangan produksi kehutanan di Indonesia erat kaitannya dengan pengembangan sistem HPH dalam pengelolaan hutan. Sampai dengan tahun 1987/88 jumlah HPH mencapai 538 unit, 518 unit di antaranya dimiliki oleh perusahaan dengan modal nasional. Pada tahun 1992/93 jumlah HPH mencapai 580 unit, dan semuanya dimiliki oleh pengusaha dengan modal nasional.

Sejalan dengan pemanfaatan fungsi ekonomis hutan, langkah-langkah penting juga telah dikembangkan sejak Repelita I untuk meningkatkan kelestarian fungsi hutan, antara lain melalui pengukuhan status kawasan, penataan batas kawasan dan peningkatan pengurusan hutan lindung dan kawasan konservasi alam. Dalam kurun waktu tersebut telah dikukuhkan sebanyak 363 unit kawasan konservasi alam seluas 22,3 juta ha, dan sampai dengan tahun keempat Repelita V telah dilakukan penataan batas kawasan hutan sepanjang 100,9 ribu km. Dalam pengelolaan hutan produksi dengan sistem HPH (Hak Pengusahaan Hutan) telah dikembangkan penerapan sistem TPTI (Tebang Pilih dan Tanam Indonesia). Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI), yang dimulai dalam tahun 1985/86 sampai dengan tahun 1992/93 telah menghasilkan 915,5 ribu ha lebih hutan baru di 22 propinsi.

Pangan merupakan kebutuhan dasar rakyat yang mendapatkan perhatian khusus dalam pembangunan. Sasaran kebijaksanaan di bidang ini adalah penyediaan pangan dalam jumlah yang cukup secara berkelanjutan dengan harga yang stabil dan terjangkau oleh rakyat banyak. Kebijaksanaan di bidang ini juga diarahkan pada peningkatan penyediaan dan penganekaragaman konsumsi pangan, dan peningkatan mutu gizi masyarakat.

Keberhasilan dalam peningkatan produksi pangan, khususnya beras, merupakan landasan bagi keberhasilan dalam mengamankan penyediaan

I/40

Page 48: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

pangan bagi rakyat. Dalam rangka pengamanan pangan, peningkatan produksi tersebut telah ditunjang dengan pengembangan sistem dan jaringan distribusi dan pemasaran yang efisien, kebijaksanaan harga yang dapat menjaga kestabilan harga pada tingkat yang wajar bagi konsumen maupun produsen, kebijaksanaan pengadaan pangan dan stok pangan serta kebijaksanaan diversifikasi pangan.

Pengembangan sistem dan jaringan distribusi dan pemasaran yang efisien dilaksanakan dengan memanfaatkan dan memantapkan kelembagaan-kelembagaan distribusi dan pemasaran yang ada dengan pengarahan dan pengendalian tidak langsung dari Pemerintah melalui berbagai kebijaksanaan. Fasilitas-fasilitas pergudangan yang dibangun di berbagai daerah baik oleh Pemerintah maupun oleh swasta dan makin baiknya jaringan perhubungan antar daerah di tanah air telah mendukung pengembangan distribusi pangan yang efektif.

Salah satu unsur penting dalam kebijaksanaan pangan adalah kebijaksanaan harga dasar dan harga tertinggi. Kebijaksanaan harga dasar gabah ini dimaksudkan agar produksi dan pendapatan nyata petani selalu meningkat, sehingga mereka tetap bergairah untuk meningkatkan produksi. Sejak Repelita I, harga dasar secara berkala disesuaikan dengan perkembangan harga barang pokok lainnya agar tetap menggairahkan kesinambungan produksi padi. Harga dasar GKG pada tahun 1992/93 tersebut mencapai hampir 11 kali lipat harga dasar GKG pada tahun terakhir Repelita I. Selama 5 tahun terakhir ini penyesuaian harga dasar gabah ini yang cukup berarti juga terus dilaksanakan. Pada tahun 1992/93 harga dasar Gabah Kering Panen (GKP), Gabah Kering Simpan (GKS), dan Gabah Kering Giling (GKG) ditetapkan berturut-turut sebesar Rp 235, Rp 280 dan Rp 330 per kg. Sejak tahun 1987/88 tingkat harga dasar ini rata-rata telah meningkat dengan 11,3%-15,6% per tahun, sehingga diharapkan cukup untuk merangsang produksi dan untuk mengamankan pendapatan petani.

Dalam rangka mengamankan harga dasar tersebut setiap tahun dilakukan pengadaan melalui pembelian gabah dan beras dalam negeri, terutama pada saat musim panen raya. Jumlah pembelian gabah dan beras melalui pengadaan dalam negeri selama 5 tahun terakhir ini rata-rata mencapai 1,8 juta ton per tahun.

Selain kebijaksanaan harga dasar gabah, sejak Repeli ta I juga

I/41

Page 49: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

diberlakukan kebijaksanaan harga batas tertinggi beras dalam rangka menjaga agar harga beras tetap terjangkau oleh daya beli masyarakat. Kebijaksanaan harga batas tertinggi ini senantiasa ditinjau kembali secara berkala agar selaras baik dengan kebijaksanaan harga dasar gabah maupun dengan perkembangan harga kebutuhan bahan pokok lain. Pada tahun 1992/93 harga batas tertinggi beras untuk daerah surplus, swasembada dan defisit masing-masing ditentukan sebesar Rp 670 per kg, Rp 680 per kg dan Rp 690 per kg. Sejak tahun 1987/88 tingkat harga batas tertinggi ini meningkat dengan rata-rata antara 11,1%-12,0% per tahun.

Untuk mengendalikan harga beras pada tingkat yang tidak melebihi harga batas tertinggi dan untuk memeratakan distribusi pangan dilaksanakan operasi pasar melalui kegiatan penyaluran beras ke pasaran. Selama 5 tahun terakhir jumlah penyaluran beras ke pasaran dalam rangka operasi pasar rata-rata mencapai 181 ribu ton per tahun. Jumlah ini lebih rendah dibanding dengan jumlah penyaluran beras ke pasaran pada tahun terakhir Repelita I yang masih mencapai sebesar 418 ribu ton. Ini menunjukkan bahwa pasar beras di dalam negeri makin mantap dan makin kurang memerlukan intervensi langsung dari Pemerintah mempertahankan harga-harga yang wajar dan relatif stabil.

Sejalan dengan meningkatnya produksi beras dalam negeri, maka jumlah pembelian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan sarana penyangga nampak juga semakin meningkat. Pada mulanya sebagian besar sarana penyangga dipenuhi dari impor. Jumlah beras yang diimpor pada akhir Repelita I dan II mencapai rata-rata 1.251 ribu ton per tahun atau sekitar 2 kali dari jumlah impor pada tahun 1968. Jumlah tersebut pada akhir Repelita III atau tahun 1983/84 menurun menjadi 92 ribu ton karena peranannya digantikan oleh pengadaan gabah dan beras dari dalam negeri. Pada tahun 1984 setelah swasembada beras dicapai, kebutuhan beras untuk sarana penyangga seluruhnya dapat dipenuhi dari pembelian dalam negeri. Setelah itu secara rata-rata kebutuhan pangan dalam negeri tetap dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri.

Erat kaitannya dengan penyediaan pangan adalah upaya perbaikan gizi. Sejak Repelita I berkat berbagai kegiatan program pangan dan perbaikan gizi konsumsi rakyat untuk berbagai bahan pangan telah meningkat. Beras untuk konsumsi, yaitu produksi beras ditambah impor dikurangi perubahan stok, bagi penduduk meningkat dari 118,1 kg per jiwa per tahun pada tahun

I/42

Page 50: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

1969/70 menjadi 145,5 kg per jiwa per tahun pada tahun 1991/92 atau meningkat dengan lebih dari 23% dalam waktu kurang lebih 22 tahun. Bahan pangan pokok lain yang konsumsinya juga meningkat sangat mencolok adalah tepung gandum yang meningkat dari 4,9 kg pada tahun 1969/70 menjadi 7,7 kg per jiwa per tahun pada tahun 1991/92 atau naik dengan lebih dari 57%. Sebaliknya konsumsi ubi kayu dan ubi jalar per jiwa dalam kurun waktu tersebut menurun dari 56,0 kg per jiwa per tahun menjadi 48,8 kg per jiwa per tahun atau menurun lebih dari 12% untuk ubi kayu dan menurun dari 39,3 kg per jiwa per tahun menjadi 9,6 kg per jiwa per tahun atau menurun dengan lebih dari 75% untuk ubi jalar. Selain itu untuk konsumsi bahan pangan sumber kalori lainnya yang juga menurun dalam kurun waktu yang sama adalah jagung turun dari 32,4 kg per jiwa per tahun menjadi 30,81 kg per jiwa per tahun atau menurun sebesar 4,9%. Peningkatan dan pergeseran pola makanan pokok tersebut mencerminkan adanya peningkatan pendapatan rata-rata penduduk sehingga lebih mengarah kepada bahan makanan yang bermutu gizi lebih tinggi. Perbaikan mutu gizi ini makin nyata apabila dikaitkan dengan peningkatan konsumsi bahan pangan sumber protein baik protein nabati maupun protein hewani.

Selama tahun 1970-1992, persediaan untuk konsumsi protein nabati khususnya kacang tanah dan kacang kedele per jiwanya meningkat masing-masing dari 2,1 kg menjadi 3,4 kg per jiwa per tahun dan dari 3,3 kg menjadi 10,7 kg per jiwa per tahun atau masing-masing meningkat dengan lebih dari 65% dan 220%. Untuk sumber protein hewani persediaannya dalam kurun waktu yang sama juga meningkat dengan pesat terutama untuk daging yaitu dari 2,7 kg menjadi 5,9 kg per jiwa per tahun atau meningkat menjadi lebih dari 2 kali lipat. Sedang untuk ikan meningkat dari 10,6 kg menjadi 15,9 kg per jiwa per tahun atau meningkat dengan 50%. Kemudian untuk telur dan susu meningkat masing-masing dari 0,5 kg per jiwa per tahun dan 0,3 liter per jiwa per tahun pada awal Repelita I menjadi masing-masing 2,8 kg per jiwa per tahun dan 2,0 liter per jiwa per tahun pada tahun 1991/92 atau masing-masing meningkat dengan lebih dari 4 kali dan 5 kali lipat. Peningkatan juga dicatat untuk persediaan untuk konsumsi sayuran dan buah-buahan.

Adanya kecenderungan perubahan pola persediaan untuk konsumsi bahan pangan selama kurun waktu Repelita III sampai dengan Repelita V juga terlihat pada perubahan persediaan kalori, protein dan lemak rata-rata penduduk. Pada tahun 1968 persediaan ka lor i , p ro te in dan lemak

I/43

Page 51: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

masing-masing tercatat sebesar 2.035 kilo-kalori, 43,0 gram protein dan 29,1 gram lemak per jiwa per hari. Pada tahun 1990 angka-angka tersebut meningkat menjadi 2.781 kilo kalori, 61,7 gram protein, dan 59,1 gram lemak per jiwa per hari. Dengan demikian telah terjadi peningkatan persediaan kalori, protein dan lemak dengan 37%, 43%, dan 103%. Pening-katan persediaan protein dan lemak yang sangat bermakna tersebut selain meningkatkan mutu gizi juga mencerminkan adanya penganekaragaman pola pangan penduduk dan adanya peningkatan pendapatan. Peningkatan konsumsi kalori dan protein yang cukup tinggi itu juga mencerminkan bahwa peningkatan pendapatan telah terjadi secara luas di Indonesia karena bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah bagian terbesar dari kenaikan pendapatan umumnya dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

Peningkatan persediaan pangan untuk konsumsi seperti diuraikan di atas selanjutnya mempunyai dampak pada keadaan gizi masyarakat yang antara lain tercermin pada makin menurunnya angka prevalensi berbagai masalah gizi. Antara tahun 1978 dan 1989, angka prevalensi gizi kurang (KKP sedang) anak balita menurun dari 15,9% menjadi 10,5% dan angka prevalensi gizi buruk (KKP berat) juga menurun dari 3% menjadi 1,4%. Dalam pada itu di empat propinsi (Bali, NTB, Jawa Barat dan Jawa Tengah) juga telah terjadi penurunan prevalensi kekurangan vitamin A dari 1,25% pada tahun 1978 menjadi 0,1 % pada tahun 1992 atau menurun dengan lebih dari 88%. Bahkan di beberapa daerah, yang sampai akhir tahun Repelita IV masih dinyatakan daerah rawan, dari penelitian terakhir telah dinyatakan bahwa sejak tahun 1991/92 masalah kebutaan akibat kekurangan vitamin A pada balita tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat. Apabila keadaan gizi dapat dipertahankan seperti keadaannya dalam lima tahun terakhir ini, maka penderita kebutaan akibat keadaan gizi yang kurang baik, akan terus menurun dan akhirnya hapus sama sekali. Dalam hal masalah kekurangan iodium dan anemia gizi besi, dalam lima tahun terakhir ini prevalensi Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) dan Anemia Gizi juga menurun terutama di daerah-daerah yang prevalensinya tinggi.

Di bidang perhubungan, sesuai dengan arahan GBHN, kebijaksanaan pembangunan diarahkan untuk memperlancar arus manusia, barang dan jasa serta informasi ke seluruh penjuru tanah air, sehingga dapat mempercepat pencapaian sasaran-sasaran pembangunan dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.

I/44

Page 52: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Dalam rangka itu dari tahun ke tahun pembangunan prasarana perhubungan terus ditingkatkan. Sebagai hasilnya kondisi prasarana perhubungan saat ini jauh lebih baik daripada kondisinya sewaktu pembangunan baru dimulai. Kondisi jalan yang dikategorikan mantap telah meningkat menjadi 700 kalinya dari sekitar 60 km dalam tahun 1973/74 menjadi 42.130 km dalam tahun 1992/93. Di bidang perhubungan laut, selama kurun waktu yang sama secara keseluruhan telah dibangun dermaga sepanjang 45.892 m dan gudang seluas 256.677 m2 dan dilaksanakan peningkatan-peningkatan kemampuan lainnya bagi seluruh pelabuhan-pelabuhan penting di tanah air. Di bidang perhubungan udara telah dilaksanakan penambahan daya tampung armada, perluasan jaringan dan penambahan frekuensi penerbangan, sehingga segmen penerbangan telah meningkat dari 66 segmen rute penerbangan pada akhir Repelita I menjadi 240 segmen rute penerbangan pada tahun keempat Repelita V yang melayani 146 bandar udara. Jumlah armada udara juga telah berkembang pesat. Bila pada akhir Repelita I hanya terdapat 417 buah pesawat udara, maka pada tahun keempat Repelita V telah berkembang menjadi 813 buah atau meningkat hampir 2 kali lipat. Sementara itu jaringan prasarana telekomunikasi juga telah berkembang pesat; apabila pada awal Repelita I hanya ada sekitar 224 ribu satuan sambungan (ss) pada awal Repelita I, maka pada tahun keempat Repelita V telah terpasang lebih dari 2 juta ss dan dengan distribusi yang semakin dapat menjangkau pelosok-pelosok di wilayah tanah air.

Dalam pada itu dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini, kegiatan peningkatan jalan dan jembatan ke daerah-daerah produksi di wilayah pedesaan makin dipercepat dengan kegiatan pelaksanaan Bantuan Pem-bangunan Daerah Tingkat I dan Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II. Dan juga melalui pelaksanaan program Inpres Peningkatan Jalan Propinsi (IPJP) dan Inpres Peningkatan Jalan Kabupaten (IPJK). Selama 5 tahun ini melalui kedua program tersebut telah ditingkatkan jalan propinsi sepanjang 12.374 km dan jembatan 47.955 m serta jalan kabupaten sepanjang 34.727 km dan jembatan 70.198 m.

Di bidang perhubungan laut, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir telah dibangun dermaga sepanjang 9.102 m, gudang seluas 56.105 m2 dan lapangan penumpukan seluas 288.136 m2 serta lapangan penumpukan khusus peti kemas 723.400 m2. Sementara itu produktivitas armada pela-

I/45

Page 53: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

yaran nasional pun semakin meningkat sehingga memperlancar penyediaan jasa perhubungan laut.

Dalam pada itu pengembangan sistem angkutan jalan raya dilaksanakan melalui pengaturan dan penetapan trayek antar lintas pelayanan, pembinaan teknis operasi kendaraan dengan menentukan spesifikasi teknis kendaraan sesuai dengan kemampuan penggunaan ruas jalan agar terjadi keseimbangan antara kebutuhan dan penawaran jasa angkutan jalan raya, baik sarana angkutan umum bagi masyarakat di daerah-daerah terpencil maupun angkutan kota. Mengingat pesatnya pertumbuhan armada angkutan jalan raya dalam 5 tahun terakhir ini, maka Undang-undang Nomor 3 Tahun 1965 . tentang Angkutan Jalan Raya telah disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan raya dan yang direncanakan pelaksanaannya mulai berlaku tanggal 17 September 1993.

Pelaksanaan pembangunan di bidang angkutan kereta api terus ditingkatkan melalui kegiatan rehabilitasi, peningkatan dan penambahan sarana dan fasilitas operasionalnya. Selama 5 tahun terakhir jumlah lokomotif disel telah meningkat dari 358 buah pada tahun 1987/88 menjadi 398 buah pada tahun 1992/93. Dalam kurun waktu yang sama kereta penumpang dan gerbong barang masing-masing meningkat dari 830 buah dan 1.691 buah menjadi 843 buah dan 1.961 buah. Dengan penambahan fasilitas-fasilitas tersebut selama 4 tahun terakhir hingga tahun 1991/92 jumlah penumpang telah meningkat rata-rata 3,9% per tahun untuk angkutan penumpang dan meningkat rata-rata 8,7% per tahun untuk angkutan barang.

Dalam hal pembangunan fasilitas angkutan sungai, danau dan penyeberangan selama 5 tahun terakhir telah dilakukan penambahan 28 buah kapal dan 19 buah dermaga, jumlah penumpang yang diangkut mencapai 190,9 juta penumpang dan jumlah kendaraan yang diseberangkan mencapai 16,6 juta kendaraan.

Di bidang angkutan udara kemampuan landasan udara terus ditingkat -kan, sehingga pada tahun keempat Repelita V terdapat 18 lokasi bandar udara yang dapat didarati pesawat udara sejenis F-27/CN-235, 19 lokasi mampu menampung pesawat sejenis F-28, 11 lokasi sanggup didarati pesawat sejenis DC-9, 3 lokasi dapat didarati pesawat sejenis A-300/DC-10 dan 6 lokasi bisa dioperasikan untuk pesawat sejenis B-747. Jumlah

I/46

Page 54: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

angkutan penumpang dalam negeri juga pada tahun 1991/92 telah mencapai 7,8 juta orang dibanding 6,2 juta orang pada tahun 1987/88. Sementara itu, dalam waktu yang sama jumlah penumpang angkutan udara luar negeri telah mencapai 2,2 juta orang dibanding 1,5 juta orang.

Fasilitas jasa meteorologi dan geofisika juga terus ditingkatkan melalui pembangunan stasiun meteorologi, stasiun geofisika, stasiun klimatologi, serta stasiun-stasiun kerja sama iklim pertanian khusus, penguapan dan pengamat hujan, serta penyempurnaan kegiatan peramalan, pengolahan dan analisa data melalui otomatisasi jejaring meteorologi dan geofisika. Dengan langkah-langkah tersebut mutu ketelitian informasi meningkat dari 75% pada tahun 1987/88 menjadi sekitar 83% pada tahun keempat Repelita V.

Dalam pada itu program pengembangan jasa pos dan giro terus dilanjutkan dengan melaksanakan pembangunan Kantor Pos Besar/Klas I, Kantor Pos Pembantu, Kantor Pos Tambahan ataupun melalui penambahan fasilitas Pos Keliling Kota dan Pos Keliling Desa sehingga pelayanan pos dan giro dapat menjangkau seluruh wilayah Tanah Air. Sampai dengan akhir tahun 1992 jumlah Kantor Pos dan Giro tercatat sebanyak 3.656 buah yang melayani 3.701 kecamatan.

Pembangunan telekomunikasi sebagai sarana penting dalam pembangunan terus ditingkatkan sehingga jaringan sentral telepon otomat telah dapat menjangkau seluruh Ibu Kota Daerah Tingkat H. Selama 5 tahun terakhir jumlah sambungan telepon telah meningkat dari 1 juta satuan sambungan (ss) menjadi 2,1 juta ss. Dengan demikian kepadatan telepon meningkat dari 0,53 per 100 penduduk pada tahun 1987/88 menjadi 1,11 per 100 penduduk pada akhir tahun 1992.

Dengan pelaksanaan pembangunan perhubungan selama 5 tahun sampai dengan tahun keempat Repelita V, juga semakin ditingkatkan pengembangan jaringan dan jasa perhubungan terutama untuk melayani daerah-daerah yang terpencil, daerah pedesaan, daerah transmigrasi dan daerah perbatasan.

Di bidang pariwisata kebijaksanaan pembangunan diarahkan pada pengembangan dan pendayagunaan sumber dan potensi kepariwisataan nasional agar dapat menjadi kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan bagi pembangunan. Pada awal Repelita I arus wisatawan yang masuk Indonesia

I/47

Page 55: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

belum berarti, namun sejak itu dari tahun ke tahun jumlahnya terus meningkat. Untuk tahun 1992/93 sampai dengan bulan Oktober 1992/93 jumlah wisatawan mancanegara (wisman) sudah mencapai 2,1 juta orang di banding dengan 1,1 juta orang pada tahun 1987/88. Sebagai kelanjutan dari pembangunan tahap sebelumnya telah dilakukan pengembangan daerah-daerah tujuan wisata untuk meningkatkan arus wisatawan dalam negeri dan luar negeri, pembinaan usaha-usaha kepariwisataan kecil, menengah dan besar, peningkatan mutu produk wisata, penyederhanaan perizinan, perluasan pintu masuk bagi para wisatawan serta kemudahan dalam perizinan dan perpanjangan masa tinggal wisman. Sehubungan dengan itu, pada tahun 1990 telah disahkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.

Di bidang pertambangan sesuai dengan penggarisan Garis-garis Besar Haluan Negara, kebijaksanaan pembangunan dan pengembangan pertambangan diarahkan pada pemanfaatan sebesar-besarnya kekayaan tambang bagi pembangunan nasional demi peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan itu, program pengembangan pertambangan ditujukan bagi penyediaan bahan baku bagi industri dalam negeri, peningkatan ekspor dan penerimaan negara, serta perluasan kesempatan kerja dan berusaha. Sementara itu pembangunan di bidang energi diarahkan pada pengelolaan energi secara hemat dan efisien bagi kelestarian sumber energi untuk menjamin kelangsungan pembangunan jangka panjang.

Dalam hubungan itu, sejak Repelita I telah dilaksanakan kegiatan inventarisasi dan pemetaan, eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam yang berupa sumber daya mineral dan energi dengan memanfaatkan teknologi yang tepat. Selanjutnya, dalam upaya untuk mendorong dan meningkatkan penanaman modal baik swasta nasional maupun asing, kemudahan penanaman modal di bidang pertambangan dilakukan dengan menawarkan beberapa tahap Kontrak Karya sampai dengan Generasi V, sedangkan khusus di bidang minyak dan gas bumi telah diberikan berbagai Paket Insentif sampai dengan tahap ke III.

Sebagai hasil dari langkah-langkah tersebut produksi berbagai hasil pertambangan selama 24 tahun antara tahun 1968 dan 1992/93 telah meningkat pesat. Peningkatan produksi ini telah ikut mendukung peningkatan ekspor yang cepat seperti yang diuraikan di atas. Beberapa hasil pertambangan penting yang produksinya meningkat pesat dalam kurun

I/48

Page 56: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

waktu tersebut antara lain: produksi minyak bumi naik dari sekitar 200 juta barel menjadi lebih dari 500 juta barel; produksi batu bara meningkat menjadi hampir 100 kali lipat, dari 160 ribu ton menjadi sekitar 16 juta ton; dan produksi nikel meningkat menjadi hampir 8 kali lipat dari sekitar 260 ribu ton menjadi sekitar 2 juta ton. Sementara itu untuk mendukung kebutuhan energi bagi kegiatan ekonomi yang meluas dan meningkat cepat, prasarana di bidang ketenagalistrikan terus dibangun. Dalam kurun waktu 24 tahun yang sama, kapasitas tenaga listrik telah meningkat menjadi hampir 15 kalinya dari sekitar 660 MW menjadi lebih dari 10 ribu MW; jumlah desa yang dilistriki hingga Desember 1992 telah meningkat menjadi 25,8 ribu desa atau hampir 12 kalinya dari 2,2 ribu desa pada tahun 1978/79 pada saat program ini dimulai.

Sementara itu selama 5 tahun terakhir pembangunan di sektor pertambangan juga memberikan perhatian kepada penganekaragaman hasil tambang dan pengolahan usaha pertambangan secara efisien. Selain itu, pertambangan rakyat terus didorong dan ditingkatkan pengelolaannya melalui wadah koperasi.

Di bidang minyak dan gas bumi, terjadi perkembangan yang menonjol dalam hal pemasaran bahan bakar minyak, dan pemanfaatan gas bumi khususnya ekspor gas bumi. Pemasaran bahan bakar minyak di dalam negeri selama 4 tahun sampai dengan tahun 1991/92 telah meningkat rata-rata 8,7% per tahun, sedangkan pemanfaatan . gas bumi rata-rata naik 9,1% per tahun. Dengan telah berproduksinya beberapa lapangan minyak baru, produksi minyak bumi dan kondensat meningkat dengan 3,4% setiap tahunnya. Seiring dengan itu ekspor minyak bumi dan kondensat pada tahun 1991/92 telah mencapai 317,7 barel atau meningkat 2,5% setiap tahunnya.

Sementara itu produksi beberapa komoditi mineral logam selama 5 tahun terakhir ini secara umum juga menunjukkan kenaikan yang cukup pesat, meskipun harga komoditi mineral logam di pasaran internasional kurang menguntungkan. Kapasitas produksi konsentrat tembaga telah meningkat menjadi 2 kali lipat, sedangkan kapasitas produksi nikelmatte meningkat dengan 35%. Selanjutnya, dua proyek tambang emas telah berhasil diselesaikan di Kalimantan Timur dan Maluku yang masing-masing berkapasitas produksi sebesar 8 dan 2 ton emas per tahun.

Kemajuan yang sangat pesat juga dicapai dalam produksi batu bara.

I/49

Page 57: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Selama 5 tahun terakhir produksi batu bara rata-rata setiap tahunnya meningkat 52,1% atau meningkat dari 2 miliar ton menjadi 16,3 miliar ton pada akhir tahun 1992. Hal ini dimungkinkan oleh selesainya perluasan dan telah beroperasinya sejumlah tambang batu bara dengan skala besar di Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan.

Sementara itu dalam beberapa tahun ini konsumsi energi meningkat dengan cepat, yaitu dari 283,8 juta setara barel minyak (SBM) pada 1987/88 menjadi 392,3 juta SBM pada tahun 1991/92 atau rata-rata meningkat dengan 8,4% per tahun. Konsumsi energi dari bulan April sampai dengan akhir Desember 1992 diperkirakan mencapai 382,8 juta SBM. Peningkatan konsumsi energi ini sejalan laju peningkatan kegiatan ekonomi, terutama di sektor industri, dan peningkatan konsumsi energi untuk rumah tangga sebagai akibat dari peningkatan pendapatan rakyat.

Di bidang tenaga listrik, sejak tahun kelima Repelita IV hingga Desember 1992 sejumlah pembangkit dan jaringan listrik telah berhasil diselesaikan sehingga menambah kapasitas bidang ketenagalistrikan nasional dalam menghadapi permintaan yang meningkat sangat cepat akhir-akhir ini. Dalam kurun waktu tersebut telah diselesaikan pembangunan sejumlah pusat pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas seluruhnya mencapai 3,9 ribu MW. Selain itu, dalam kurun waktu yang lama telah diselesaikan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 3 ribu kms, gardu induk dengan kapasitas 8,4 ribu MVA, jaringan tegangan menengah sepanjang 34,7 ribu kms, jaringan tegangan rendah sepanjang 37,5 ribu kms, serta gardu distribusi 2 ribu MVA. Pelaksanaan program listrik masuk desa juga telah menambah desa yang dapat dialiri tenaga listrik dengan 9 ribu desa meliputi 3,4 juta konsumen. Sehingga jumlah desa yang telah dialiri listrik telah mencapai 25,8 ribu desa atau sekitar 41,6% dari jumlah seluruh desa.

Sumber alam dan lingkungan hidup adalah modal dasar pembangunan yang pemanfaatannya harus dilakukan secara rasional dan berwawasan jangka panjang sesuai dengan kaidah pembangunan yang berkelanjutan. Sehubungan dengan itu setiap program, proyek dan kegiatan pembangunan harus memperhatikan aspek keseimbangan dan kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup.

Dalam hubungan ini sejak Repelita I berbagai kebijaksanaan dan

I/50

Page 58: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

program pembangunan di bidang sumber alam dan lingkungan hidup telah dilaksanakan. Dampak yang sangat menonjol dari upaya-upaya yang dilaksanakan selama hampir seperempat abad terakhir ini adalah makin meluasnya dan makin mantapnya kesadaran akan lingkungan hidup dan pelestarian sumber alam di antara kelompok-kelompok masyarakat di tanah air. Ini merupakan landasan yang kuat bagi kebijaksanaan di bidang sumber alam dan lingkungan hidup yang makin mantap dan efektif di waktu-waktu mendatang. Hasil-hasil lain adalah makin terwujudnya mekanisme operasional pengawasan kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup secara nasional yang efektif seperti tercermin pada pembentukan dan pengembangan Badan Pengendali Dampak Lingkungan (Bapedal). Di samping itu sekarang sudah terkumpul banyak data dan informasi mengenai situasi sumber alam dan lingkungan hidup di tanah air.

Dalam rangka pemantapan penyusunan neraca dan tata guna sumber alam dan lingkungan hidup, melalui program inventarisasi dan evaluasi sumber alam dan lingkungan hidup jumlah dan mutu informasi tentang sumber alam dan lingkungan hidup terus ditingkatkan. Kegiatan-kegiatan yang tercakup antara lain pemetaan dasar, inventarisasi dan pemetaan sumber daya dan tipe ekosistem, penataan sumber daya alam serta pendidikan dan pelatihan dan pengembangan teknologi. Sampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta dasar wilayah dengan berbagai skala dan peta geologi yang meliputi 56% dari seluruh wilayah pemetaan. Selama 5 tahun terakhir ini kegiatan pemetaan geologi bersistem yang telah dapat diselesaikan meliputi 13% dari wilayah pemetaan.

Dalam rangka pelestarian fungsi dan kemampuan sumber alam dan lingkungan hidup, program penyelamatan hutan, tanah dan air terus digalakkan. Kegiatan-kegiatan yang tercakup antara lain pemeliharaan hutan lindung, pengembangan sistem taman nasional, penyelamatan plasma nuftah, dan pemeliharaan aliran sungai. Dalam kaitan itu, sejak Repelita I telah dikembangkan areal kawasan konservasi yang secara kumulatif mencapai 13,6 juta ha pada tahun 1987/88 dan kemudian meningkat lagi menjadi 14,6 juta ha pada tahun 1992/93. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini jumlah dan areal taman nasional yang telah dikembangkan dan ditetapkan naik dari 20 unit dengan luas 4,8 juta ha menjadi 30 unit dengan luas 7,7 juta ha. Selanjutnya kegiatan perbaikan, pengaturan dan pengembangan wilayah

I/51

Page 59: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

sungai telah mencapai areal seluas 1,9 juta ha pada tahun 1992/93 dibanding dengan 1,5 juta ha pada tahun 1987/88.

Untuk mempertahankan mutu lingkungan hidup terhadap dampak negatif dari aktivitas berbagai kegiatan seperti pengembangan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), penyempurnaan peraturan perundang-undangan dan institusi pengendalian pencemaran lingkungan, fasilitas pembuangan limbah, penguasaan teknologi bersih lingkungan, pengembangan daur ulang, pengembangan keahlian, sarana dan prasarana pengendalian pencemaran, pemantauan pencemaran lingkungan hidup, penegakan hukum, rehabilitasi lingkungan rusak dan pengembangan sistem informasi dalam pengendalian pencemaran lingkungan hidup terus ditingkat -kan. Di samping itu peran serta masyarakat dalam memelihara kelestarian lingkungan juga makin digalakkan. Sejak tahun kedua Repelita IV komisi-komisi AMDAL telah dibentuk baik di tingkat pusat maupun daerah. Sebagai hasil pendidikan dan pelatihan di bidang AMDAL, dan jumlah lulusan kursus-kursus AMDAL telah dapat ditingkatkan dari 4.449 orang pada tahun 1987/88 menjadi 11.173 orang pada tahun 1992/93. Selain itu peran serta masyarakat digalakkan melalui bimbingan dan penyuluhan serta pemberian penghargaan Kalpataru dan Adipura. Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup juga makin dimantapkan dengan mengembangkan pola tata ruang nasional atas dasar Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Upaya-upaya tersebut didukung dengan pengembangan laboratorium pemantau pencemaran di berbagai tempat dan pengembangan kegiatan terpadu seperti Program Kali Bersih (PROKASIH) yang saat ini dilaksanakan di 11 propinsi.

Dalam rangka pelestarian dan pemanfaatan daerah pantai telah dikembangkan kegiatan perlindungan dan rehabilitasi pantai di wilayah pantai Teluk Jakarta, pantai Utara Jawa, pantai Padang dan pantai Bali. Dalam hubungan ini sejak tahun 1989/90 dilakukan pengembangan hutan bakau rakyat di Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulawesi Selatan. Sampai dengan tahun keempat Repelita V kegiatan tersebut telah mencakup areal seluas 15,7 ribu Ha. Sementara itu juga dikembangkan taman nasional laut yang selama 5 tahun terakhir telah mencakup 7 lokasi taman nasional laut yang meliputi areal seluas hampir 73 ribu ha.

Selanjutnya, untuk meningkatkan kembali kemampuan hutan dan tanah

I/52

Page 60: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

yang sudah rusak, program rehabilitasi hutan dan tanah kritis makin dikembangkan. Kegiatan penghijauan dan reboisasi dari tahun ke tahun terus ditingkatkan dan sampai dengan tahun 1992/93 masing-masing kegiatan tersebut telah mencakup areal seluas 4,0 juta ha dan 1,5 juta ha. Di samping itu, sejak tahun 1989/90 dilakukan pemukiman kembali para peladang berpindah sekitar 131.738 KK peladang melalui pembangunan hutan tanaman industri, kegiatan pengembangan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan melalui program Hak Pengusahaan Hutan (HPH) Bina Desa, perkebunan, transmigrasi dan kegiatan percontohan usaha pertanian menetap.

Dalam pada itu, sesuai dengan arahan GBHN, dunia usaha, yang terdiri dari usaha negara, usaha swasta dan koperasi, terus didorong partisipasinya dalam pembangunan. Salah satu kebijaksanaan mendasar di bidang ini adalah diberlakukannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Kedua undang-undang tersebut, yang kemudian disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 untuk PMA dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 untuk PMDN, dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum yang mantap bagi penanaman modal oleh dunia usaha di dalam negeri.

Di samping pemantapan landasan hukum, dukungan sumber pembiayaan bagi dunia usaha juga terus dikembangkan. Mulai awal tahun 1970-an berbagai bentuk kredit perbankan seperti KIK, KMKP, Kredit Investasi dan sebagainya disediakan bagi dunia usaha. Selanjutnya seperti yang telah diuraikan di atas, sejak tahun 1983 sektor keuangan dan perbankan terus dikembangkan melalui berbagai langkah deregulasi dan debirokratisasi yang kesemuanya dimaksudkan untuk mendorong pengembangan sektor keuangan dan perbankan yang efisien dan mampu menjadi sumber pembiayaan yang handal dan ekonomis bagi dunia usaha. Seperti juga disebutkan di atas, pengerahan dana masyarakat oleh lembaga keuangan telah meningkat pesat selama 24 tahun terakhir ini dan dana tersebut selanjutnya disalurkan kepada dunia usaha seperti tercermin pada peningkatan perkreditan yang sangat cepat pula.

Kebijaksanaan yang sangat penting pengaruhnya terhadap perkembangan dunia usaha terutama sejak awal dasawarsa 1980-an adalah

I/53

Page 61: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

rangkaian kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi yang dilaksanakan di berbagai bidang lain. Langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi ini kesemuanya dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang dapat menggairahkan kegiatan dan partisipasi dunia usaha dalam pembangunan. Beberapa di antara langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi penting yang langsung menyangkut dunia usaha antara lain adalah: Paket Kebijaksanaan 6 Mei 1986 tentang pengaturan tata niaga, bea masuk, pembentukan kawasan berikat dan pengaturan penanaman modal; Paket Kebijaksanaan 28 Mei 1990 yang mencakup sektor industri, kesehatan, pertanian dan perdagangan; Paket Kebijaksanaan 3 Juni 1991 tentang pengaturan tata niaga, penurunan dan penghapusan bea masuk dan peninjauan kembali Daftar Negatif Investasi (DNI); serta Paket Kebijaksanaan 6 Juli 1992 tentang pemanfaatan tanah dalam rangka PMA, tata cara penanaman modal dan penyederhanaan DM.

Dampak dari berbagai kebijaksanaan tersebut di atas terhadap perkembangan dunia usaha , tercermin pada peningkatan yang sangat pesat dalam gairah untuk melaksanakan penanaman modal, baik PMDN maupun PMA sejak Repelita I. Apabila pada tahun 1968 proyek baru dan perluasan PMDN yang disetujui tercatat 43 proyek dengan nilai investasi Rp 37 miliar, maka pada tahun 1992 tercatat 412 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 17 triliun. Ini berarti bahwa selama hampir seperempat abad terakhir ini persetujuan PMDN telah meningkat sebesar hampir 10 kali lipat dalam jumlah proyek dan 459 kali lipat dalam nilai investasi. Sedangkan dalam hal PMA pada tahun 1968 disetujui sebanyak 45 proyek dengan nilai investasi sebesar US$ 471,3 juta, sedangkan pada tahun 1992 menjadi 249 proyek dengan nilai investasi US$ 5,7 miliar. Ini berarti jumlah proyek meningkat sebesar hampir 6 kali dan nilai investasi meningkat sekitar 12 kali.

Sementara itu selama lima tahun terakhir, sebagai hasil dari langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi tersebut persetujuan investasi PMDN dan PMA meningkat lebih pesat lagi, meskipun terutama setelah tahun 1991/92 menunjukkan perlambatan. Untuk PMDN telah terjadi peningkatan yang sangat pesat hingga tahun 1990/91 dan mencapai Rp 64,1 triliun, yaitu sekitar 5 kali lipat dibanding tahun 1987/88. Namun dengan mulai diberlakukannya kebijakan uang ketat pada pertengahan tahun 1990 sebagai upaya untuk menyejukkan mesin perekonomian, nilai persetujuan investasi PMDN menunjukkan gejala menurun pada tahun 1991/92 menjadi

I/54

Page 62: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Rp 32,4 triliun dan menjadi Rp 17 triliun untuk tahun 1992/93 (sampai bulan Desember 1992). Walaupun demikian nilai persetujuan investasi PMDN pada tahun 1992/93 tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 1988/89 dan tahun 1989/90.

Dalam pada itu persetujuan PMA selama 5 tahun terakhir relatif stabil dengan kecenderungan yang terus meningkat. Pada tahun 1991/92 nilai persetujuan PMA meningkat hampir 3 kali lipat dibanding dengan tahun 1987/88. Peningkatan tersebut berlanjut sehingga dalam tahun kalender 1992 menjadi US$ 5,7 miliar.

Dalam pada itu, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu unsur penting dunia usaha terus diupayakan peningkatan efisiensinya dan hal ini antara lain tercermin pada peningkatan status hukum, perbaikan struktur permodalan dan peningkatan kontribusinya terhadap penerimaan negara.

Selama periode 1968 sampai dengan 1992, BUMN yang berstatus persero meningkat dari 71 buah menjadi 158 buah sehingga produktivitas dan efisiensinya dapat ditingkatkan dan kemandirian BUMN tersebut sebagai badan usaha lebih dimantapkan. Aktiva totalnya juga terus meningkat terutama dalam 5 tahun terakhir ini. Dalam tahun 1987 nilai total aktiva BUMN mencapai Rp 102,2 triliun, dan dalam tahun 1992 menjadi lebih dari 2 kali lipatnya dan mencapai sekitar Rp 230,3 triliun. Dalam periode yang sama total penjualan meningkat dari Rp 34,9 triliun menjadi Rp 69,7 triliun atau meningkat pula menjadi 2 kali lipat. Sementara total laba sebelum pajak meningkat sebesar 61,7%, yaitu dari Rp 4,2 triliun pada tahun 1987 menjadi Rp 6,8 triliun pada tahun 1992.

Sejak Repelita I sumbangan BUMN terhadap penerimaan negara meningkat terus. Pada akhir Repelita I pajak penghasilan yang dibayar oleh BUMN baru mencapai sebesar Rp 32,5 miliar, sementara pada tahun 1992/93 diperkirakan mencapai Rp 1,6 triliun. Hal yang sama juga terlihat pada sumbangan BUMN terhadap penerimaan bukan pajak. Apabila pada akhir Repelita I sumbangan BUMN berupa dividen/DSP/BLP baru mencapai Rp 10,6 miliar, maka pada tahun 1991/92 meningkat menjadi Rp 1,3 triliun. Sumbangan yang terbesar diberikan oleh BUMN sektor perbankan dan jasa umum. Dalam hubungan ini dapat dicatat bahwa BUMN-BUMN di sektor perbankan dan industri yang pada awal perkembangannya masih meman-

I/55

Page 63: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

faatkan modal dari penyertaan modal pemerintah sekarang telah makin mandiri dan secara umum tidak lagi mengandalkan pada penyertaan modal pemerintah.

Dalam pada itu pembangunan koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat dan salah satu unsur dunia usaha nasional terus diperluas dan ditingkatkan. Dalam Repelita I, berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1973 telah dibentuk Badan Usaha Unit Desa/Koperasi Unit Desa (BUUD/KUD) sebagai wadah usaha ekonomi rakyat di desa. Landasan pembinaan koperasi terus diperkuat dengan penyempurnaan Undang-undang tentang Pokok-pokok Perkoperasian Nomor 12 Tahun 1967 menjadi Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Dalam pada itu, dalam rangka pembangunan perkoperasian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diwajibkan untuk menyisihkan 1-5% dari laba bersih bagi pembinaan golongan ekonomi lemah termasuk koperasi. Bantuan tersebut antara lain berupa bantuan modal kerja, latihan keterampilan teknis produksi dan kemampuan pemasaran, serta peningkatan kemampuan anggota untuk memperoleh kredit yang wajar. Di samping itu, koperasi juga mendapatkan kesempatan untuk memiliki saham perusahaan-perusahaan swasta yang sehat. Saham tersebut terutama untuk koperasi karyawan perusahaan yang bersangkutan, untuk koperasi primer termasuk Koperasi Unit Desa (KUD) di sekitar lokasi kerja perusahaan, serta untuk koperasi yang mempunyai kaitan pekerjaan, produksi dan distribusi dengan perusahaan swasta yang bersangkutan. Sementara itu, dari tahun ke tahun sejak Repelita I disediakan anggaran yang terus meningkat untuk pelaksanaan berbagai program pembangunan koperasi.

Sebagai hasil dari kebijaksanaan dan langkah-langkah yang ditempuh dalam pembangunan perkoperasian, maka kelembagaan koperasi/KUD makin meningkat dan bidang usahanya makin beragam. Apabila dalam Repelita I bidang usaha koperasi terutama masih terpusat pada pengolahan dan pemasaran hasil pertanian maka sampai dengan tahun keempat Repe- lita V bidang usaha koperasi sudah meliputi: usaha pengadaan pangan, penyaluran pupuk, pemasaran kopra dan cengkeh, bidang perikanan, pemasaran susu, bidang peternakan, kerajinan rakyat, bidang usaha perkreditan termasuk antara lain: penyaluran kredit Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) dan usaha simpan pinjam, bidang usaha industri logam

I/56

Page 64: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

dan tambang berskala kecil, bidang usaha batik dan pakaian jadi serta bidang usaha angkutan dan pelayanan jasa listrik pedesaan.

Perkembangan ragam usaha tersebut juga diikuti dengan semakin meningkatnya volume usaha. Usaha-usaha koperasi yang berkembang cukup pesat antara lain meliputi: koperasi perikanan rakyat yang nilai usahanya meningkat dari Rp 1,2 miliar pada akhir Repelita I menjadi Rp 155,5 miliar pada tahun 1992, usaha pengelolaan armada angkutan darat/sungai yang meningkat dari 5.650 unit pada akhir Repelita III menjadi 41.616 unit pada tahun 1992 dan pemasaran jasa listrik pedesaan yang meningkat dari 1.394 desa pada akhir Repelita III menjadi 14.527 desa pada tahun 1992. Selma 5 tahun terakhir antara tahun 1987 dan 1992 perkembangan usaha-usaha tersebut adalah sebagai berikut: nilai usaha koperasi perikanan rakyat meningkat dengan 75,3%, jumlah armada angkutan darat/sungai meningkat dengan rata-rata 232,4% per tahun dan jumlah desa yang dilayani koperasi listrik pedesaan rata-rata meningkat dengan 266,6% per tahun.

Perkembangan beberapa bidang usaha koperasi tersebut di atas telah memperluas kemungkinan bagi pengembangan usaha para anggota koperasi sehingga kesejahteraan mereka semakin meningkat.

Jumlah koperasi pada tahun 1968 baru mencapai 9.339 buah dan pada tahun 1992 telah mencapai 30.282 buah atau meningkat menjadi lebih dari 3 kali lipat. Sementara itu dalam kurun waktu yang sama jumlah anggota koperasi/KUD meningkat menjadi 22 kali, yaitu dari 1.509 ribu orang pada tahun 1968 menjadi 33.050 orang pada tahun 1992.

Sasaran utama pembangunan sektor perdagangan adalah terwujudnya sistem tata niaga dan distribusi nasional yang efisien dan efektif. Upaya peningkatan efisiensi sudah dimulai sejak Repelita I dan dilanjutkan dalam dua Repelita berikutnya dan lebih ditingkatkan lagi sejak Repelita IV dengan ditempuhnya kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi. Sistem tata niaga berbagai bahan pokok dan penting yang menyangkut kebutuhan rakyat banyak serta barang-barang yang dianggap berfungsi strategis terus disempurnakan.

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur ekonomi sejak Repelita I, maka peran perdagangan telah pula meningkat. Dalam tahun 1969 nilai tambah pada harga berlaku yang dihasilkan oleh sektor

I/57

Page 65: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

perdagangan (termasuk hotel dan restoran) adalah Rp 476 miliar; pada tahun 1991 nilai tambah tersebut mencapai Rp 37,7 triliun. Seiring dengan itu penyerapan tenaga kerja oleh sektor juga meningkat. Angkatan kerja yang terserap dalam sektor perdagangan (termasuk hotel dan restoran) dalam tahun 1971 adalah sebesar 4,3 juta orang atau 10,3% dari jumlah kesempatan kerja. Pada tahun-tahun 1980 dan 1990 angka tersebut telah meningkat menjadi 6,6 juta orang dan 19,6 juta orang, atau masing-masing 12,9% dan 14,7% dari jumlah kesempatan kerja.

Pembangunan perdagangan juga didukung dengan pembangunan prasarana fisik perdagangan berupa pasar, pertokoan dan pusat perbelanjaan serta pergudangan. Pembangunan prasarana-prasarana ini makin meningkat dengan makin meningkatnya partisipasi swasta di bidang ini. Pembangunan pasar percontohan di daerah-daerah terpencil, perbatasan dan transmigrasi juga terus dilaksanakan dengan dukungan anggaran pembangunan. Bila sampai dengan tahun 1987/88 baru dibangun sebanyak 60 pasar percontohan, maka jumlah tersebut pada tahun 1992/93 telah meningkat menjadi 134 buah.

Pengembangan prasarana kelembagaan perdagangan, yang ditujukan untuk mendukung terciptanya tertib niaga, kepastian berusaha serta perlindungan konsumen, dilanjutkan melalui peningkatan pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, penyederhanaan pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), serta peningkatan kemampuan lembaga informasi perdagangan.

Dalam rangka meningkatkan peranan pedagang nasional termasuk pedagang golongan ekonomi lemah, prioritas diberikan pada upaya-upaya pembinaan iklim berusaha termasuk fasilitas perkreditan, bimbingan, pelatihan dan konsultasi, serta pelayanan informasi pasar. Di samping itu, promosi pemasaran hasil-hasil produksi dalam negeri terus ditingkatkan melalui penyelenggaraan pameran dagang baik di ibu kota propinsi maupun di ibu kota kabupaten. Pada akhir Repelita IV pameran dagang yang diselenggarakan telah meliputi 12 propinsi dan tersebar di 35 kabupa-ten/kotamadya. Dalam tahun 1992/93, kegiatan pameran dagang telah diselenggarakan di 27 propinsi dan tersebar di 292 kabupaten/kotamadya.

Di bidang keluarga berencana dan kependudukan Indonesia dianggap

I/58

Page 66: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

sebagai salah satu contoh keberhasilan di antara negara-negara berkembang. Upaya yang dilakukan selama hampir seperempat abad telah menunjukkan hasil-hasil yang mengesankan. Laju pertumbuhan penduduk dalam kurun waktu 1971-1980 masih tinggi, yaitu sebesar 2,32% per tahun, dalam periode 1990-1994 diperkirakan menurun menjadi 1,65% per tahun.

Bersamaan dengan penurunan laju pertumbuhan penduduk tersebut, tingkat kesejahteraan rakyat terus membaik seperti tercermin pada perkembangan berbagai variabel utama demografis. Pada tahun 1971 angka kelahiran kasar sebesar 44,0 per seribu penduduk turun menjadi 28,7 kelahiran per seribu penduduk pada tahun 1988/89, dan turun lagi menjadi 24,9 kelahiran per seribu penduduk pada tahun 1992. Dalam kurun waktu tahun 1971-1990 tersebut, angka kematian bayi turun dari 142 per seribu kelahiran menjadi 63 per seribu kelahiran. Sementara itu jumlah rata-rata anak yang dilahirkan hidup juga menurun dari 5,6 anak per wanita dalam kurun waktu 1967-1970 menjadi 3,0 anak per wanita dalam kurun waktu 1986-1989. Perkembangan-perkembangan itu mencerminkan adanya peningkatan derajat kesehatan rakyat yang mendorong bertambah panjangnya umur rata-rata orang Indonesia dari sekitar 50 tahun pada awal Repelita I menjadi 61,5 tahun pada tahun 1990. Keberhasilan ini telah mendapat pengakuan dunia secara luas melalui penghargaan kependudukan dari PBB, sehingga Indonesia dijadikan model bagi pelaksanaan program KB yang berhasil.

Keberhasilan dalam mengendalikan laju pertumbuhan penduduk tidak lepas dari keberhasilan pelaksanaan program KB. Jumlah peserta KB aktif berhasil ditingkatkan dari 1,7 juta Pasangan Usia Subur (PUS) pada tahun 1973/74 menjadi 18,4 juta PUS pada tahun 1987/88 dan menjadi 21,1 juta PUS pada tahun 1992/93. Di samping itu jumlah tenaga sukarela yaitu Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) dan Sub PPKBD juga meningkat. Jumlah dari 90 ribu pada akhir Repelita II menjadi 384 ribu orang pada tahun 1992/93. Guna menyempurnakan pelaksanaan program KB dan meningkatkan partisipasi masyarakat, maka kegiatan-kegiatannya dipadukan dan diintegrasikan dengan kegiatan pelayanan kesehatan melalui Posyandu, KB-Perusahaan, KB-Kesehatan-Transmigrasi, dan Bina Keluarga Balita.

Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan jangkauan pelayanan program KB, maka jumlah tenaga pengelola dan jumlah klinik terus

I/59

Page 67: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

ditingkatkan. Jumlah klinik KB pada akhir Repelita I adalah sekitar 2.235 buah kemudian meningkat 3,2 kali lipat pada akhir Repelita IV. Pada tahun 1987/88 jumlah klinik KB telah mencapai 8.880 buah dan meningkat lagi menjadi 12.086 buah pada tahun 1992/93.

Masalah penyediaan lapangan kerja bagi angkatan kerja yang selalu bertambah dari tahun ke tahun merupakan salah satu tantangan pembangunan. Pada umumnya angkatan kerja baru yang membutuhkan lapangan kerja tersebut berusia muda, kurang terampil/terdidik dan kurang berpengalaman.

Salah satu hasil pembangunan yang menonjol di bidang ketenagakerjaan adalah bahwa sebagian besar dari angkatan kerja yang jumlahnya meningkat cepat berhasil mendapatkan pekerjaan. Dalam kurun waktu 1971-1990, jumlah angkatan kerja meningkat dari sekitar 41,3 juta orang menjadi sekitar 73,9 juta orang pada tahun 1990 atau meningkat dengan sebesar 32,6 juta orang. Dalam periode yang sama, jumlah angkatan kerja yang bekerja meningkat hampir 34,0 juta orang yaitu dari sebesar 37,6 juta orang pada tahun 1971 menjadi sebesar 71,6 juta orang pada tahun 1990. Bersamaan dengan itu jumlah angkatan kerja yang mencari pekerjaan telah menurun menjadi 2,3 juta pada tahun 1990 dari 3,6 juta pada tahun 1971. Perlu dicatat bahwa tidak seluruh 34 juta lapangan kerja baru yang diciptakan itu adalah pekerjaan dengan jam kerja penuh. Indonesia, seperti negara-negara berkembang lainnya, masih menghadapi masalah-masalah setengah pengangguran dan pengangguran terselubung. Namun demikian angka-angka tersebut di atas memberi indikasi jelas bahwa pembangunan ekonomi yang terjadi telah dapat menciptakan cukup banyak lapangan kerja baru bagi angkatan kerja Indonesia. Sementara itu, usaha untuk memperlancar pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa juga menunjukkan hasil yang cukup memadai seperti tercermin pada peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor-sektor yang disebut terakhir ini. Apabila dalam tahun 1971 sektor pertanian masih menampung 64,2% dan sektor industri dan jasa 35,8% dari seluruh angkatan kerja yang bekerja, maka dalam tahun 1990 sektor pertanian menampung 49,9% sedangkan sektor industri dan jasa 50,1 %.

Produktivitas tenaga kerja juga telah meningkat secara berarti. Diukur dengan harga konstan tahun 1983, kemampuan per tenaga kerja menghasilkan produksi barang dan jasa meningkat dari Rp 987 ribu pada

I/60

Page 68: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

tahun 1971 menjadi Rp 1.296 ribu pada tahun 1980 dan meningkat lagi menjadi Rp 1.608 ribu pada tahun 1990. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, produktivitas rata-rata per tenaga kerja meningkat sekitar 63% sehingga mutu produksi barang dan jasa yang dihasilkan juga meningkat. Selain itu struktur lapangan kerja dan nilai tambah juga bergeser dari sektor agraris tradisional dengan muatan ilmu dan teknologi relatif sedikit ke sektor agraris modern dan sektor-sektor modern lainnya dengan muatan ilmu dan teknologi lebih besar. Peningkatan mutu tenaga kerja ini akan meningkatkan kemampuan tenaga kerja untuk menghadapi tantangan-tantangan di masa depan.

Selama lima tahun terakhir sampai dengan tahun keempat Repelita V, pendayagunaan tenaga kerja penganggur dan setengah penganggur melalui program padat karya telah mencapai sebanyak 1,2 juta orang yang tersebar di 4.293 lokasi di berbagai kecamatan yang relatif tertinggal, miskin dan padat penduduk. Sementara itu, pengerahan Tenaga Kerja Sukarela Terdidik (TKST) yang dimulai pada tahun 1989/90 telah mencapai sebanyak 8.049 orang yang ditugaskan pada KUD daerah transmigrasi, Kebun Bibit Desa, sebagai penyuluh hukum di tingkat kabupaten dan sebagai motivator di LKMD.

Dalam pada itu, keterampilan dan produktivitas tenaga kerja terus ditingkatkan dengan mendayagunakan fasilitas yang tersedia pada Balai Latihan Kerja (BLK) dan Balai Peningkatan Produktivitas Daerah (BPPD). Untuk itu beberapa peralatan pelatihan ditambah, sarana bengkel pelatihan direhabilitasi, kurikulum pelatihan disesuaikan, instruktur ditatar dan sebagainya. Selama lima tahun terakhir sampai dengan tahun 1992/93, masing-masing telah dilatih sebanyak 221.641 orang, 102.248 orang, dan 26.880 orang di bidang industri, manajemen dan pertanian. Selain itu untuk daerah-daerah pedesaan dan terpencil telah dilatih 100.197 orang melalui Latihan Keliling (Mobile Training Unit/MTU).

Dalam rangka perlindungan tenaga kerja dilakukan pengawasan terhadap kemungkinan keracunan, radiasi, pengaruh bahan kimia, peledakan, kebakaran dan kecelakaan-kecelakaan di tempat kerja, penetapan upah minimum, serta dilaksanakan program Asuransi Tenaga Kerja (ASTEK). Sejak program ASTEK didirikan tahun 1978 sampai dengan tahun keempat Repelita V jumlah peserta ASTEK telah mencapai 34,3 ribu buah perusahaan dengan lebih dari 4,3 juta tenaga kerja. Selain i tu

I/61

Page 69: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

usaha-usaha pengembangan lembaga-lembaga ketenagakerjaan terus dilanjut -kan. Sampai dengan tahun keempat Repelita V, telah terbentuk 9.369 unit kerja Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di perusahaan-perusahaan.

Terkait erat dengan kebijaksanaan di bidang kependudukan dan perluasan kesempatan kerja adalah program transmigrasi yang diarahkan pada penyebaran penduduk dan angkatan kerja yang lebih seimbang di berbagai daerah di tanah air melalui pendayagunaan tenaga kerja yang berlebih di suatu daerah untuk kegiatan pembangunan di daerah yang kekurangan tenaga kerja. Program ini juga dikaitkan dengan upaya pembukaan dan pengembangan daerah produksi pertanian baru, perluasan lapangan kerja, peningkatan pembangunan dan pemerataan antar daerah dan peningkatan upaya pelestarian sumber alam dan lingkungan hidup. Dalam 5 tahun terakhir kebijaksanaan transmigrasi lebih ditekankan pada upaya peningkatan kualitas perencanaan pemukiman, pelaksanaan, penyiapan pemukiman, pembinaan transmigran, serta peningkatan koordinasi.

Jumlah kumulatif penduduk yang dipindahkan melalui program transmigrasi umum dan swakarsa sejak tahun 1968 sampai dengan tahun keempat Repelita V mencapai lebih dari 1,5 juta kepala keluarga atau mendekati 8 juta jiwa. Selama empat tahun dari tahun 1989/90, jumlah kumulatif transmigran yang dipindahkan dan ditempatkan sebanyak 157.914 kepala keluarga, dengan rincian sebanyak 26.533 kepala keluarga pada tahun 1989/90, 50.052 kepala keluarga pada tahun 1990/91, 61.773 kepala keluarga pada tahun 1991/92 dan pada tahun 1992/93 sampai dengan Desember 1992 telah mencapai sebesar 19.556 kepala keluarga. Penduduk yang dipindahkan ini terutama berasal dari desa-desa miskin dan padat penduduk.

Pemindahan penduduk sejumlah tersebut mempunyai dampak ganda yang positif, baik bagi daerah asal maupun daerah penerima. Pemindahan penduduk tersebut berarti mengurangi tekanan pengangguran dan juga mengurangi tekanan terhadap sumber-sumber alam, khususnya lahan pertanian dan hutan di daerah asal. Selanjutnya dengan pemindahan penduduk tersebut sekaligus dimungkinkan penataan kembali penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah. Di banyak daerah penerima juga berarti menyediakan tenaga kerja transmigran sebagai tenaga penggerak bagi pengembangan pusat-pusat produksi pangan, perkebunan, perikanan dan peternakan yang merupakan basis-basis utama bagi pembangunan daerah.

I/62

Page 70: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Selain itu, pembangunan prasarana jalan dan jembatan untuk menunjang pemukiman transmigrasi baru sekaligus dapat meningkatkan integrasi daerah dalam kesatuan ekonomi dan perdagangan. Fasilitas-fasilitas umum seperti sekolah, puskesmas, pasar dan fasilitas lain yang diperuntukkan bagi para transmigran juga dapat digunakan oleh rakyat di daerah penerima. Manfaat lain yang diperoleh daerah penerima adalah dapat dilaksanakannya pemukiman kembali peladang berpindah dan perambah hutan menjadi petani menetap, sehingga kesejahteraan peladang berpindah dapat ditingkatkan dan kelestarian sumber alam dan hutan dapat dipertahankan.

Upaya pembangunan transmigrasi telah berhasil mendorong terwujudnya persebaran penduduk yang lebih seimbang. Apabila pada tahun 1980, 63% penduduk yang bekerja berada di Jawa, pada tahun 1990 persentase ini turun menjadi 57,5%. Momentum perubahan ini perlu terus dipelihara sehingga Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi, politik, kebudayaan dan hankamnas semakin mantap.

Dalam upaya meningkatkan kualitas manusia Indonesia, pendidikan sebagai bagian integral dari pengembangan sumber daya manusia menduduki peranan yang sangat penting. Oleh karena itu sejak Repelita I pembangunan pendidikan selalu memperoleh prioritas yang sangat tinggi. Salah satu hasil penting yang dicapai dalam pembangunan pendidikan adalah keberhasilan dalam pemerataan pendidikan bagi rakyat terutama pada tingkat pendidikan dasar. Keberhasilan tersebut selanjutnya merupakan landasan bagi perluasan wajib belajar 6 tahun menjadi 9 tahun yang persiapan-persiapannya sudah dimulai dalam Repelita V. Sebagai hasil dari keberhasilan-keberhasilan di bidang pendidikan ini tingkat pendidikan angkatan kerja Indonesia telah meningkat dan hal ini ikut mendukung keberhasilan dalam berbagai bidang pembangunan.

Berbagai program pembinaan pendidikan yang dilaksanakan sejak Repelita I telah berhasil menurunkan angka buta aksara dan meningkatkan angka partisipasi pada semua jenjang pendidikan. Angka buta aksara menurun dari 39,1% pada awal tahun 1971 menjadi 15,8% pada tahun 1990, sedangkan angka partisipasi murni SD atau rasio antara jumlah murid usia 7-12 tahun dengan jumlah anak kelompok umur meningkat dari 41,4% pada tahun 1968 menjadi 99,6% pada tahun 1987/88. Ini berarti hampir semua anak usia 7-12 tahun telah berkesempatan mengikuti pendidikan di tingkat Sekolah Dasar (SD). Keberhasilan tersebut dicapai melalui

I/63

Page 71: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

pelaksanaan program Inpres SD sejak tahun 1973 dan wajib belajar 6 tahun yang dicanangkan pada tahun 1984.

Melalui program Inpres SD, sejak Repelita III dibangun Unit Gedung Baru (UGB) dan Ruang Kelas Karu (RKB), rumah dinas untuk guru, kepala sekolah, serta penjaga sekolah di seluruh wilayah Indonesia sampai tingkat desa. Karena jumlah SD sudah memadai, selama 5 tahun terakhir sejak tahun 1988/89 pembangunan UGB dibatasi hanya untuk daerah-daerah pemukiman baru seperti Perumnas dan daerah transmigrasi. Selain itu, peningkatan mutu terus dilakukan antara lain melalui penataran guru dan pembina, program penyetaraan Diploma II, penyediaan buku, alat peraga dan alat keterampilan. Guna mendukung kelancaran proses belajar mengajar, sejak tahun 1987/88 bagi setiap SD disediakan dana untuk Biaya Operasi dan Perawatan (BOP) yang terus ditingkatkan besarnya. Pada tahun 1992/93 setiap sekolah mendapatkan dana BOP sebesar Rp 700.000. Dalam pada itu kesejahteraan guru SD ditingkatkan pula secara bertahap. Pada tahun 1992, secara khusus disediakan tunjangan pengabdian bagi para guru yang bertugas di daerah-daerah terpencil.

Sejak tahun 1968 sampai dengan tahun keempat Repelita V lulusan SD meningkat menjadi hampir 4 kali lipat, dari 0,9 juta orang menjadi 3,5 juta orang. Dengan demikian tuntutan untuk memperoleh kesempatan belajar pada tingkat SLTP terus meningkat dari tahun ke tahun. Angka partisipasi SLTP meningkat secara nyata dari 16,9% pada tahun 1968 menjadi 46,5% pada awal Repelita V. Sementara itu dalam kurun waktu yang sama jumlah murid SLTP meningkat dari 1,2 juta orang menjadi hampir 5,9 juta orang. Keberhasilan tersebut antara lain berkat ditingkatkannya penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang sampai dengan tahun keempat Repelita V telah dibangun lebih dari 4 ribu UGB dan 27 ribu. RKB. Selain itu dilakukan pula pengadaan buku, rehabilitasi gedung, pembangunan ruang laboratorium dan ruang keterampilan berikut peralatannya. Demikian pula mutu guru ditingkatkan melalui program penataran guru SMP setara D-3.

Dalam pada itu selama kurun waktu hampir 25 tahun jumlah murid SLTA meningkat dengan 7 kali lipat, yaitu dari sekitar 482 ribu orang dalam tahun 1968 menjadi lebih dari 4 juta orang dalam tahun 1992/93. Pembinaan pendidikan SLTA dilakukan melalui pendidikan SLTA umum dan kejuruan. Bagi SLTA Kejuruan disediakan peralatan praktek yang sesuai

I/64

Page 72: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

dengan perkembangan teknologi sehingga lulusannya lebih siap bekerja di bidang industri dan dunia usaha lainnya.

Di tingkat pendidikan tinggi, pada tahun 1968 lulusan SLTA yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi masih berkisar 25,7% dari 100 ribu orang lulusan kemudian meningkat menjadi 38,9% pada tahun 1992/93. Jumlah mahasiswa meningkat pesat dari 156 ribu orang menjadi lebih dari 2,3 juta orang. Pada tahun keempat Repelita V jumlah lulusan perguruan tinggi mencapai 258 ribu orang atau meningkat hampir 40 kali lipat dibanding jumlah lulusan tahun 1968. Untuk meningkatkan mutu proses belajar mengajar dilakukan pengembangan tenaga kependidikan, pengadaan buku perpustakaan dan peralatan laboratorium.

Sementara itu, sejak tahun 1975/76 dirintis penyelenggaraan program pendidikan pascasarjana di dalam negeri. Jumlah dosen yang menempuh program tersebut terus meningkat sehingga pada tahun 1992/93 berhasil dididik sekitar 7.500 orang. Bertambahnya jumlah tenaga dosen yang berpendidikan pascasarjana diarahkan untuk meningkatkan mutu lulusan Perguruan Tinggi sesuai dengan tuntutan pembangunan yang makin meningkat. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan tenaga profesional bagi pengembangan industri dan dunia usaha lainnya sejak Repelita III mulai diselenggarakan program diploma dan politeknik dalam bidang seperti pertanian dan keteknikan. Selama 5 tahun terakhir sejak tahun 1988/89 program ini mendidik tidak kurang dari 20 juta orang. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan mutu penelitian mulai tahun 1992/93 telah dilakukan penelitian terpilih guna mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).

Peningkatan dan perluasan pendidikan tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat. Di tingkat pendidikan tinggi, Perguruan Tinggi Swasta (PTS) berkembang dengan pesat dari hanya sebanyak 199 PTS pada awal Repelita I menjadi lebih dari 1 juta PTS pada tahun keempat Repelita V.

Dalam pada itu, peningkatan pendidikan juga dilakukan melalui Program Pembinaan Masyarakat (PPM). Program ini antara lain meliputi program Paket A untuk menurunkan angka buta aksara dan Paket B untuk menjangkau masyarakat yang tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah SLTP melalui program magang dan kelompok belajar usaha te lah

I/65

Page 73: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

diupayakan peningkatan keterampilan masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya. Jangkauan program PPM tersebut terus meningkat sehingga dalam 5 tahun terakhir ini telah mencapai lebih dari 5,3 juta orang.

Pembinaan Generasi Muda diarahkan untuk meningkatkan kualitas generasi muda sebagai kader penerus dan manusia pembangunan yang berjiwa Pancasila melalui pembinaan kepramukaan, pertukaran pemuda antar propinsi dan antar bangsa, napak tilas jejak pahlawan, dan latihan kepemimpinan serta kemandirian. Sementara itu, sejak awal Repelita V untuk meningkatkan peran pemuda dalam pembangunan di pedesaan telah dirintis pengerahan sarjana baru dengan berbagai bidang keahlian melalui program Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (SP3). Sampai dengan tahun 1992/93 program ini telah melibatkan sebanyak 3.100 orang. Dalam hal pembinaan olahraga, sejak dicanangkannya panji olahraga "memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat" dari tahun ke tahun terjadi peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam kegiatan olahraga.

Di bidang kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kegiatan-kegiatan terus dilanjutkan dan ditingkatkan melalui kegiatan inventarisasi dan pembinaan nilai-nilai budaya, serta pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra.

Di bidang perpustakaan telah dihasilkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1990 tentang Wajib Sarah Simpan Karya Cetak dan Rekam serta Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1991 yang mengatur pelaksanaan undang-undang tersebut. Pelayanan perpustakaan terus diperluas sampai ke desa-desa dan ditujukan untuk meningkatkan minat baca dalam rangka mempercepat pencapaian upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Di samping pembangunan pendidikan pembangunan, kesehatan juga merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia. Pembangunan di bidang ini dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan. Pada awal Repelita I pelayanan kesehatan masyarakat masih sangat terbatas, yaitu baru tersedia 1.227 Puskesmas yang berarti setiap Puskesmas diperuntukkan bagi 96 ribu penduduk, setiap dokter bagi 23 ribu penduduk, dan setiap tenaga perawat/bidan bagi 15 ribu penduduk. Melalui program-program pembangunan kesehatan, terutama Program Inpres Bantuan Sarana Kesehatan, jumlah dan jangkauan pelayanan

I/66

Page 74: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

kesehatan terus ditingkatkan dan pada tahun keempat Repelita V rasio-rasio tersebut membaik: setiap Puskesmas termasuk Puskesmas Pembantu tersedia untuk 6.200 penduduk dan 1 orang dokter bagi 6.100 penduduk serta 1 orang perawat/bidan bagi 1.700 penduduk, dan itu semua diiringi dengan penyebarannya yang makin merata. Dalam kaitan ini dapat dilaporkan bahwa dalam rangka meningkatkan upaya untuk menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), kematian ibu melahirkan dan angka kesuburan, dalam Repelita V telah ditetapkan kebijaksanaan untuk menempatkan bidan di desa-desa. Selama lima tahun terakhir sampai dengan tahun keempat Repelita V telah dididik dan ditempatkan di desa sebanyak 19.400 bidan.

Selama Repelita V, kebijaksanaan pelayanan Rumah Sakit (RS) ditujukan terutama untuk meningkatkan mutu pelayanan rujukan. Untuk itu sejumlah RS kelas D ditingkatkan menjadi kelas C, RS kelas A, B dan C dibangun di beberapa kota. Sejak tahun kedua Repelita V disediakan anggaran operasional dan pemeliharaan untuk semua jenis RS Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dalam Repelita I kegiatan imunisasi masih terbatas pada pemberian beberapa jenis vaksinasi dengan cakupan yang relatif terbatas. Pada tahun ketiga Repelita V sejalan dengan meningkatnya jumlah fasilitas, jenis dan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas, ditunjang oleh peran serta masyarakat melalui Posyandu, Indonesia telah berhasil mencapai sasaran "Universal Child Immunization" (UCI) dengan cakupan sebesar 88,6%. Ini berarti bahwa 88,6% dari seluruh bayi telah mendapat imunisasi lengkap yang meliputi vaksinasi BCG, DPT, Polio dan Campak dan melampaui 80% yang merupakan suatu target nasional yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Pencapaian UCI, yang ditunjang dengan perbaikan gizi anak Balita, merupakan sumbangan penting dalam upaya menurunkan AKB.

Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit malaria terdiri dari beberapa kegiatan yaitu pemeriksaan darah penduduk di daerah rawan malaria, penyemprotan rumah dan lingkungan pemukiman, dan pengobatan bagi penderita malaria. Selama 5 tahun terakhir ini telah dilakukan pemeriksaan dan pengobatan terhadap lebih dari 20 juta orang dan penyemprotan lebih dari 5,8 juta buah rumah.

Kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit demam berdarah dilakukan dengan "abatisasi masal" yaitu dengan penyemprotan masal

I/67

Page 75: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

menggunakan obat "abate" di tempat-tempat pembiakan hewan penular dari penyakit ini (nyamuk Aedes Egypti). Selama empat tahun pada Repelita V, jumlah rumah yang sudah diabatisasi meningkat menjadi 6,3 juta rumah, lebih dari 2 kali lipat dari jumlah yang diabatisasi selama Repelita IV.

Untuk mempercepat penyediaan tenaga kesehatan dasar secara merata di seluruh propinsi diupayakan agar jumlah dan daya tampung lembaga pendidikan tenaga kesehatan dapat ditingkatkan. Sampai dengan akhir Repelita IV lembaga pendidikan tenaga kesehatan berjumlah 394 buah dan pada tahun 1992/93 telah meningkat menjadi 474 buah. Sejalan dengan bertambahnya jumlah lembaga pendidikan tersebut, maka jumlah lulusan dari berbagai jenis program pendidikan kesehatan juga makin bertambah besar. Bila jumlah lulusan selama Repelita III baru sebanyak 26.680 orang maka dalam Repelita IV telah menjadi 70.640 orang. Sampai tahun keempat Repelita V jumlah lulusan semua jenis lembaga pendidikan tenaga kesehatan, termasuk bidan, meningkat lagi menjadi 88.418 orang.

Sebagai dampak dari program-program pembangunan kesehatan yang terpadu sejak Repelita I, seperti telah disebutkan di atas Angka Kematian Bayi (AKB) dapat diturunkan dengan laju penurunan yang semakin meningkat. AKB yang pada awal Repelita I sekitar 142 per 1.000 kelahiran hidup, dapat ditekan menjadi 112 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1980 dan menurun lagi menjadi 63 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1990. Sejalan dengan itu Angka Harapan Hidup dari penduduk Indonesia terus meningkat dari sekitar 50 tahun pada awal Repelita I menjadi 61,5 tahun pada tahun 1990.

Penurunan AKB dan peningkatan rata-rata Angka Harapan Hidup tersebut diikuti oleh perbaikan mutu fisik anak Balita, yang terlihat dengan makin baiknya keadaan gizi rata-rata anak Balita. Angka prevalensi gizi kurang pada anak Balita menurun dari 15,9% pada tahun 1978 menjadi 10,5% pada tahun 1989 atau menurun dengan 30% dalam satu dasawarsa. Sedangkan prevalensi gizi buruk dalam kurun waktu yang bersamaan juga turun dari 3% menjadi 1,4%.

Pembangunan di bidang kesejahteraan sosial ditujukan terutama untuk kelompok masyarakat yang tidak mampu dan tidak beruntung, sehingga belum memperoleh manfaat hasil pembangunan. Mereka adalah para lanjut usia (Lansia) yang t idak mampu, anak-anak ter lantar , yat im piatu,

I/68

Page 76: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

penyandang cacat, fakir miskin, korban bencana alam, masyarakat terasing, anak nakal dan korban narkotika. Kegiatan-kegiatan pembangunan di bidang ini ditekankan pada upaya pencegahan, perbaikan, dan perluasan serta peningkatan mutu pelayanan penyantunan dan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan dengan partisipasi aktif masyarakat baik sebagai perorangan, organisasi sosial maupun lembaga swadaya masyarakat.

Pada tahun 1968, hanya sekitar 750 orang Lansia dan 2,1 ribu anak terlantar yang mendapatkan penyantunan dan hanya sekitar 10 ribu para cacat yang mendapatkan bantuan penyantunan dan pengentasan. Kemampuan dalam penyantunan ini semakin meningkat dalam Repelita-repelita selanjutnya. Dalam Repelita I, telah diberikan penyantunan kepada 5 ribu orang Lansia, 12,7 ribu anak terlantar serta kepada penyandang cacat sekitar 27 ribu orang. Dengan demikian, sejak Repelita I sampai dengan tahun keempat Repelita V telah diberikan santunan kepada lebih dari 511 ribu orang Lansia tidak mampu, kepada lebih dari 891 ribu anak terlantar dan sebanyak lebih dari 384 ribu para penyandang cacat telah berhasil dientaskan.

Melalui program pelayanan dan rehabilitasi sosial, selama 5 tahun terakhir sejak tahun 1988/89 telah dilakukan perbaikan, pembangunan dan penyempurnaan 51 buah Sasana Tresna Werdha (panti lanjut usia), yang terdiri dari 46 buah panti milik pemerintah dan 5 buah panti milik swasta. Di samping itu telah diberikan bantuan pembangunan dan perbaikan gedung kepada 320 buah panti milik pemerintah dan 67 buah panti milik swasta yang dimanfaatkan oleh sekitar 18.845 anak, serta santunan kepada kurang lebih 348.900 anak terlantar/yatim piatu. Dalam kurun waktu yang sama telah disantun dan dientaskan pula sekitar 102,2 ribu orang penderita cacat, diperbaiki dan dibangun gedung panti-panti cacat (101 buah milik Pemerintah dan 35 buah milik swasta) dan dibangun 95 gedung baru Loka Bina Karya, serta diadakan 102 unit mobil Rehabilitasi Sosial Keliling. Sementara itu bantuan diberikan pula untuk pengasramaan sekitar 10.500 murid Sekolah Dasar Luar Biasa di 121 Sekolah Dasar Luar Biasa milik Pemerintah Daerah. Selanjutnya dalam penanganan Tuna Sosial, Anak Nakal dan Korban Narkotika, dalam 5 tahun terakhir ini telah dilakukan perbaikan dan penyempurnaan atas 23 buah Panti Rehabilitasi Tuna Susila, 11 buah Panti Anak nakal dan Korban Narkotika, dan 10 buah Lingkungan Pondok Sosial (LIPOSOS) untuk menampung dan melatih para gelandangan dan pengemis. Di samping itu dalam kurun yang sama pula telah dire-

I/69

Page 77: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

habilitasi dan diresosialisasi sekitar 7.528 orang tuna sosial, 4.740 tuna susila dan 7.592 anak nakal dan korban narkotika.

Dalam usaha pengentasan kemiskinan, salah satu kegiatan pembangunan yang dilakukan adalah pemberian santunan kepada fakir miskin. Dalam kurun waktu antara 1988/89 sampai dengan 1992/93 melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) telah diberikan bantuan kepada sekitar 57.100 KK fakir miskin yang tersebar di lebih kurang 1.914 desa. Ini berarti terjadi peningkatan dari Repelita IV sewaktu jumlah fakir miskin yang dicakup dalam program ini adalah sebanyak 19.540 orang yang tersebar pada 296 desa di pelosok tanah air.

Para korban bencana alam merupakan kelompok masyarakat yang dicakup dalam pemberian bantuan sosial. Diharapkan dengan adanya bantuan ini, kerugian yang diderita dapat dikurangi dan mereka dapat kembali mempunyai kehidupan yang memadai. Sejalan dengan peningkatan kemampuan Pemerintah, jumlah para korban yang dapat diberikan santunan juga meningkat. Sejak Repelita I, telah diberikan lebih dari 61 ribu bantuan bahan rumah dan rehabilitasi rumah kepada para korban bencana alam. Dalam 5 tahun terakhir, yaitu dari tahun 1988/89 sampai dengan 1992/93, jumlah bantuan yang telah diberikan sekitar 11.218 unit bahan rumah kepada para korban bencana alam.

Pembinaan pemuda dan peningkatan peranan wanita merupakan kegiatan pembangunan yang tetap diperhatikan oleh Pemerintah. Melalui kegiatan ini diharapkan dua kelompok masyarakat ini dapat lebih meningkatkan peranannya pada setiap kegiatan pembangunan nasional kita. Kegiatan Karang Taruna, yang merupakan wadah para pemuda kita untuk melatih kemampuannya dalam bersosialisasi, terus didukung dan dibina oleh Pemerintah. Dalam kaitan ini dalam tahun 1988/89-1992/93 telah diberikan bantuan paket "Prasarana/Sarana Usaha" berupa modal dan peralatan kerja kepada lebih dari 10 ribu Karang Taruna yang tersebar di setiap kabupaten. Dalam usaha meningkatkan peranan wanita, dalam tahun 1988/89-1992/93 telah diselenggarakan pelatihan kepemimpinan sosial wanita untuk sekitar 1.700 orang pimpinan organisasi wanita di 57 kabupaten. Di samping itu diberikan pula bimbingan usaha swadaya wanita desa di 250 desa dan penyuluhan pencegahan urbanisasi wanita usia muda di 50 desa.

I/70

Page 78: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Penanganan masyarakat terasing dilakukan oleh Pemerintah dalam usahanya untuk meningkatkan taraf hidup mereka, sehingga tidak terlalu jauh berbeda dengan masyarakat di sekelilingnya. Dalam penanganan masyarakat terasing diutamakan pembinaan lanjutan. Sejak tahun 1988/89 sampai dengan tahun keempat Repelita V tambahan jumlah masyarakat terasing yang dibina dan diberi bantuan adalah sebanyak 4.970 KK. Dengan demikian secara kumulatif sejak awal Repelita I sampai dengan tahun 1992/93 jumlah masyarakat terasing yang telah mendapatkan pembinaan adalah lebih dari 39.923 KK.

Upaya pembinaan swadaya masyarakat dalam bidang perumahan dan lingkungan dilakukan melalui program Pembinaan Perumahan dan Lingkungan Desa Terpadu (P2LDT). Dalam tahun 1988/89-1992/93 melalui program ini telah berhasil diperbaiki dan dipugar sekitar 198 ribu rumah di lebih dari 17.800 desa. Dengan demikian selama Repelita I sampai 1992/93 jumlah desa yang telah dibantu untuk melakukan kegiatan ini adalah sebanyak 26.223 desa dengan hasil 323,1 ribu rumah terpugar.

Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) merupakan ujung tombak dalam program pembangunan di bidang kesejahteraan sosial. Peningkatan mutu PSM merupakan usaha yang tidak terlepaskan dari usaha pemerintah untuk tetap mengembangkan program pembangunan di bidang ini. Sejalan dengan semakin meningkatnya kemampuan Pemerintah, pembinaan PSM yang dilakukan juga semakin meningkat. Jika dalam Repelita I telah diadakan pembinaan PSM sekitar 3.030 orang, maka selama 5 tahun terakhir, dari tahun 1988/89 sampai dengan 1992/93, telah dilatih PSM sebanyak 56.910 orang SATGASOS dan untuk daerah terpencil sebanyak lebih dari 1.520 orang. Usaha peningkatan ini dilakukan pula dengan penyediaan biaya hidup bagi SATGASOS yang menjalani tugas di daerah terpencil.

Peranan wanita dalam pembangunan secara khusus mendapat perhatian dalam GBHN. Berbagai upaya telah dilaksanakan ke arah terwujudnya integrasi wanita sebagai mitra sejajar pria dan berhasil meningkatkan kedudukan dan peranan wanita dalam pembangunan.

Berbagai program peningkatan peranan wanita dalam pembangunan seperti kegiatan pelatihan dan penyuluhan, gerakan PKK, gerakan Bina Keluarga Sejahtera (BKB), program terpadu Peningkatan Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS) serta kerja sama internasional di samping kegiatan-kegiatan lain yang diintegrasikan dalam berbagai sektor

I/71

Page 79: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

pembangunan, telah memberikan kesempatan yang semakin terbuka bagi setiap wanita untuk turut serta dalam setiap kegiatan pembangunan.

Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan wanita pimpinan sebagai penggerak masyarakat, sejak Repelita IV telah dilatih 26.951 orang pimpinan organisasi wanita di 23 propinsi, termasuk 24.078 yang dilatih dalam 5 tahun terakhir sejak tahun 1988/89. Selain itu telah diselenggarakan pula Latihan Pelatih Kepemimpinan Wanita (LPKW) di 23 propinsi yang diikuti oleh 290 orang, pelatihan teknik analisa gender bagi para perencana dan administrator pembangunan di berbagai lembaga pemerintah sebanyak 826 orang.

Kegiatan P2WKSS, sebagai salah satu upaya peningkatan sumber daya manusia. Sejak Repelita III sampai tahun keempat Repelita V telah dilaksanakan di semua propinsi meliputi 7.832 desa di 3.906 kecamatan. Jumlah tersebut termasuk yang dilaksanakan dalam 5 tahun terakhir sejak tahun 1988/89 sebanyak 1.368 desa di 684 kecamatan.

Program PKK sebagai gerakan wanita telah berhasil meningkatkan keterampilan dan memperluas pengetahuan wanita dalam mewujudkan keluarga sehat sejahtera. Sampai akhir Repelita IV telah dibentuk satuan penggerak PKK di semua propinsi meliputi 3.526 kecamatan dan 66.174 desa dan 3,7 juta orang kader PKK. Demikian pula PKK telah memelopori terbentuknya 453 ribu Kejar Paket A, mengelola 214,5 ribu Posyandu, membangun jutaan jamban keluarga dan ratusan ribu MCK. Selama 5 tahun terakhir ini, prioritas ditujukan untuk mendukung program kesehatan melalui Posyandu dan Dasawisma dan berhasil dibentuk 3,6 juta kelompok Dasawisma dengan kader sebanyak 232 ribu. Di camping itu PKK berhasil mengembangkan Kelompok Belajar Usaha, Kelompok Simpan Pinjam dan Kelompok Usaha Bersama (KUBE).

Dalam membina pertumbuhan dan perkembangan anak Balita, kegiatan BKB telah berkembang di 25.700 desa termasuk 24.500 desa yang berhasil dikembangkan dalam lima tahun terakhir sejak tahun 1988/89. Demikian pula gerakan nasional Penggunaan ASI yang mulai dicanangkan dalam tahun 1990, ditingkatkan dan telah meluas di semua daerah, melalui berbagai kegiatan seperti kampanye, penyuluhan, pelatihan, dan pertemuan khusus tentang masalah ASI. Untuk mendukung upaya penggunaan ASI di

I/72

Page 80: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

rumah-rumah sakit dan Puskesmas dan rumah sakit bersalin, digalakkan perlombaan "Rumah Sakit Sayang Bayi".

Kegiatan-kegiatan pembangunan di bidang peranan wanita tersebut telah memberikan hasil-hasil nyata. Berbagai indikator menunjukkan bahwa banyak kemajuan yang telah dicapai oleh wanita Indonesia di berbagai bidang, selama pembangunan ini. Hal ini ditunjukkan ' antara lain oleh menurunnya angka buta aksara dari 41,2% pada tahun 1971 menjadi 10,9% pada tahun 1990, meningkatnya partisipasi wanita pada pendidikan sekolah dari 40,8% (SLTP), 22,6% (SLTA), 3,2% (PT) pada akhir Repelita III menjadi 42,2% (SLTP), 33,2% (SLTA) dan 5,5% (PT) pada tahun keempat Repelita V.

Demikian pula jumlah wanita yang memasuki lapangan kerja meningkat dari 32,6% pada tahun 1980 menjadi 39,2% pada tahun 1990. Dalam pada itu, angka kematian ibu yang melahirkan menurun dari 800 per 100.000 kelahiran pada akhir Repelita III menjadi 340 per 100.000 kelahiran pada tahun 1990, sedang angka harapan hidup wanita meningkat dari rata-rata 53,7 tahun pada tahun 1980 menjadi 61,5 tahun pada tahun 1990.

Sementara itu Pusat Studi Wanita yang didirikan tahun 1990/91 dengan tujuan melaksanakan penelitian dan analisa situasi wanita, pada tahun 1992 telah berkembang di 52 Perguruan Tinggi Negeri/Swasta di Indonesia.

Sementara itu peranan Indonesia dalam kerja sama antar negara mengenai peranan wanita dalam pembangunan, selama 5 tahun terakhir sejak 1988/89 semakin menonjol. Di tingkat regional/ASEAN kerja sama telah dilaksanakan melalui ASEAN Women Program (AWP) dan organisasi wanita non pemerintah dalam Asean Confederation of Women's Organization (ACWO). Di tingkat internasional, peningkatan peranan wanita juga dimasukan sebagai bagian dari Pesan Jakarta yang merupakan hasil KTT gerakan Non Blok ke X. Selain itu wanita Indonesia juga menjadi anggota berbagai lembaga internasional.

Sementara itu peranan wanita dalam berbagai sektor pembangunan seperti pertanian, perdagangan, koperasi, tenaga kerja, transmigrasi, kesehatan, pendidikan, agama, kesejahteraan sosial, hukum dan penerangan

I/73

Page 81: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

antara lain ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, peran, kemampuan, dan produktivitas wanita dalam sektor tersebut.

Papan merupakan salah satu kebutuhan dasar rakyat yang terus diupayakan agar makin tersedia secara lebih merata. Kebijaksanaan pembangunan perumahan dan pemukiman ditujukan untuk menyediakan rumah beserta lingkungan pemukiman yang layak, sehat, aman dan serasi dengan jumlah yang semakin meningkat dan harga yang terjangkau oleh masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga produktivitas dan peran serta mereka dalam pembangunan semakin nyata.

Pembangunan sektor perumahan dan pemukiman dilaksanakan melalui 3 program utama, yaitu Program Perumahan Rakyat, Program Penyediaan Air Bersih, dan Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Pelaksanaan ketiga program tersebut diupayakan secara terpadu yang melibatkan seluruh potensi masyarakat dengan menyediakan prasarana dan sarana penunjang yang dibutuhkan, memperlancar pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan kemudahan lainnya dalam bidang peraturan dan perizinan.

Kegiatan dalam program Perumahan Rakyat dilaksanakan melalui antara lain: penyediaan rumah sederhana, perbaikan kampung, peremajaan kawasan perumahan kota dan pemugaran perumahan desa dengan tujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kelompok-kelompok masyarakat yang menghuni kawasan kumuh. Secara kumulatif sejak Repelita II hingga tahun keempat Repelita V telah berhasil dibangun oleh Perumnas sejumlah 216.210 rumah sederhana dan sangat sederhana dan sekitar 536 ribu rumah sederhana lain dibangun oleh swasta. Selain itu, sekitar 119 ribu ha kampung di 1.900 kota telah berhasil diperbaiki dan sekitar 448,5 ribu rumah di 29.949 desa selesai dipugar.

Dalam pada itu selama 5 tahun terakhir sejak 1988/89, secara kumulatif telah berhasil dibangun lebih dari 326 ribu rumah sederhana, termasuk sekitar 2 ribu rumah sangat sederhana yang mulai dibangun sejak tahun 1991, perbaikan kampung sekitar 38,4 ribu ha di kawasan kumuh, terutama di kota-kota metropolitan seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Palembang, Ujung Pandang, Semarang, dan kota-kota yang berpenduduk antara 150 ribu sampai 500 ribu jiwa. Selain itu, pemugaran perumahan desa dilaksanakan bagi lebih dari 198 ribu rumah di sekitar 17.800 desa yang tersebar di seluruh tanah air.

I/74

Page 82: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Sementara itu, prioritas utama program Penyediaan Air Bersih diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, baik yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan, dan sekaligus menunjang kebutuhan air bersih bagi sektor-sektor lainnya seperti industri, perhubungan, perdagangan, dan pariwisata. Secara kumulatif sejak Repe- lita II hingga tahun keempat Repelita V air bersih yang berhasil diproduksikan mencapai sekitar 62 ribu liter per detik di daerah perkotaan dan kurang lebih 3.600 liter per detik di daerah pedesaan. Selama 5 tahun terakhir, yaitu dari tahun 1988/89 sampai dengan tahun 1992/93, melalui program penyediaan air bersih telah ditingkatkan kapasitas produksi air bersih menjadi 14.300 liter per detik untuk daerah perkotaan dan sekitar 3.500 liter per detik untuk daerah pedesaan.

Erat hubungannya dengan kedua program tersebut diatas, prioritas Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman ditujukan pada kawasan-kawasan pemukiman kumuh yang padat penduduk. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan antara lain meliputi: pembangunan dan rehabilitasi saluran-saluran drainase dan pembuangan air limbah, penanganan persampahan yang didukung dengan kegiatan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat mengenai cara hidup sehat dalam suatu lingkungan pemukiman. Secara kumulatif sejak akhir Repelita IV hingga tahun keempat Repelita V telah berhasil dibangun dan direhabilitasi saluran drainase di 633 kota, persampahan di 1.033 kota, dan pembuangan air limbah di 587 kota. Selama 5 tahun terakhir sejak 1988/89, telah dilakukan penanganan saluran air hujan (drainase) sekitar 126 kota, pembuangan air limbah di sekitar 117 kota dan penanganan persampahan di sekitar 206 kota setiap tahunnya.

Sejalan dengan meningkatnya kegiatan pembangunan sarana dan prasarana perumahan dan pemukiman serta semakin bersih dan sehatnya lingkungan pemukiman, diharapkan produktivitas masyarakat, terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah, semakin meningkat pula.

Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) memegang peranan yang makin penting dengan makin meningkatnya pembangunan, terutama dalam menyiapkan Indonesia untuk memasuki tahap industrialisasi lebih lanjut. Oleh karena itu bidang ini mendapatkan perhatian yang makin besar dalam prioritas pembangunan.

I/75

Page 83: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan melalui 4 tahapan transformasi teknologi yang diwujudkan dalam 9 wahana industri dan dikelompokkan menjadi 5 Program Utama Nasional Riset dan Tekno-logi. Program-program ini meliputi kebutuhan dasar manusia, sumber daya alam dan energi, industrialisasi, pertahanan dan keamanan, serta sosial, ekonomi, budaya, falsafah, hukum dan perundang-undangan. Untuk itu pada tahun 1984 dibentuk Dewan Riset Nasional (DRN) yang bertugas meningkatkan kegiatan koordinasi, perumusan, pemantauan, dan evaluasi terhadap program-program tersebut. Program yang telah dirumuskan tersebut dilaksanakan sebagai program penelitian terpilih khusus untuk perguruan tinggi dan program riset unggulan terpadu yang melibatkan berbagai sektor terkait.

Salah satu keberhasilan penting pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi menyangkut program kebutuhan dasar manusia yaitu telah berhasil dilepasnya 70 varietas unggul padi sawah, 9 varietas padi pasang surut dan 19 varietas padi gogo sejak Repelita I. Dalam Repelita IV varietas unggul padi yang dihasilkan sebanyak 30 varietas yang sangat berperan dalam mencapai swasembada pangan, khususnya beras. Sementara itu varietas-varietas unggul palawija yang telah dilepas meliputi 17 varietas jagung, 9 varietas sorgum, 19 varietas kedele, 12 varietas kacang hijau, 10 varietas kacang tanah, 4 varietas kacang tunggak, 5 varietas ubi jalar dan 3 varietas ubi kayu. Di subsektor peternakan berhasil dilahirkan 15 ekor jenis anak sapi unggul dengan menggunakan teknologi alih janin, dan diproduksi vaksin ND oral RIVS 2, RIVS 3, dan RIVS 4 serta koksivet. Di subsektor perikanan, produksi udang windu kualitas ekspor dan beberapa jenis ikan berhasil ditingkatkan melalui penggunaan teknologi hormon untuk mempercepat pemijahan. Penyebarluasan hasil-hasil pengembangan tersebut telah merangsang para petani dan peternak untuk terus meningkatkan produksinya.

Di sektor kesehatan, berhasil dikembangkan kit diagnostik untuk pemeriksaan kimia darah, antibodi monoklonal untuk pemeriksaan penyakit kaki gajah, metoda dipstick dan reagen Hepatitis Entebe untuk pemeriksaan kantong donor darah yang mengandung virus HIV/AIDS dan virus Hepa- titis B, teknologi iradiasi amnion chorion untuk pengobatan luka bakar, teknologi alih janin (bayi tabung) untuk pasangan suami-isteri yang sulit memperoleh anak, dan produksi antibiotika Cephalosphorin.

Pada program sumber daya alam dan energi dalam kegiatan survai dan

I/76

Page 84: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

pemetaan sejak Repelita II sampai dengan tahun keempat Repelita V telah berhasil diproduksi peta rupa bumi dalam berbagai skala sebanyak 2.546 nomor peta, sumber daya (tematik) geomorfologi sebanyak 98 nomor peta, geoekologi 71 nomor peta, liputan lahan 54 nomor peta, dan atlas sumber daya sebanyak 102 nomor peta. Sementara itu di bidang energi berhasil dikembangkan potensi panas bumi, tenaga surya, gambut untuk tenaga listrik, dan briket batu bara untuk keperluan rumah tangga.

Pengembangan Iptek juga sangat berperan dalam program industrialisasi di Indonesia. Di bidang industri penerbangan, telah diserahkan kepada pengguna sebanyak 214 buah pesawat terbang terdiri dari 91 buah pesawat jenis NC 212, 24 buah pesawat jenis CN 235, 19 buah helikopter jenis NBELL 412, 84 buah helikopter jenis NBO 105, dan 10 buah helikopter jenis NAS 332. Dari jumlah pesawat dan helikopter yang telah diproduksi tersebut, 15 buah di antaranya telah diekspor. Di samping itu telah dilakukan penandatanganan kontrak pembuatan suku cadang pesawat tempur F-16 dan pesawat komersial Boeing 737, Boeing 767, dan F-100. Dalam wahana industri transportasi darat telah berhasil diekspor sebanyak 150 buah gerbong kereta api. Sedangkan dalam wahana industri maritim dan perkapalan telah berhasil diluncurkan kapal layar bertenaga surya Maruta Jaya (900 dwt) dan kapal Caraka Jaya (3.600 dwt) sebanyak 5 buah. Hasil-hasil pengembangan tersebut membuktikan bahwa Indonesia telah berhasil melampaui tahap integrasi teknologi dan siap memasuki tahap penciptaan teknologi baru.

Dalam wahana industri rekayasa, khususnya industri nuklir sampai dengan tahun keempat Repelita V telah dihasilkan taksiran sumber daya cadangan total Uranium Oksida sebanyak 10 ribu ton dengan kedalaman 24 ribu meter, kemampuan proses pengolahan bijih uranium, dan pembuatan peta-peta petrografi, geologi, geokimia, natur singkapan dan radiometri, serta gambaran penyebaran mineralisasi uranium. Selain itu berhasil diproduksi 3 bundel prototipe elemen bakar silisida, 184 pelat elemen bakar, 70 elemen reaktor riset U3O8A1, 15 jenis radio isotop primer, 33 macam senyawa bertanda radioisotop, 12 jenis instrumentasi nuklir untuk pemerik-saan berbagai penyakit, dan 9 jenis instrumentasi nuklir untuk pemantauan radiasi. Aplikasi penggunaan bahan radio aktif tersebut senantiasa diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat.

Dalam pada itu, tersedianya sarana, prasarana, dan sumber daya

I/77

Page 85: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

manusia dalam jumlah dan mutu yang senantiasa meningkat merupakan faktor pendukung bagi keberhasilan yang telah dicapai. Jumlah tenaga peneliti sampai dengan tahun keempat Repelita V tercatat sebanyak 3.678 tenaga doktor dan 48.598 tenaga sarjana. Sementara sarana dan prasarana yang telah dibangun antara lain meliputi 16 buah laboratorium pendukung industri dan 9 buah laboratorium pendukung reaktor nuklir G. A. Siwabessy di PUSPIPTEK Serpong, 5 buah laboratorium bioteknologi, dan 6 buah stasiun kelautan yang dilengkapi dengan 3 buah kapal riset Baruna Jaya. Dengan dibangunnya sumber daya manusia dan fasilitas penelitian maka upaya untuk lebih memanfaatkan hasil penelitian dapat ditingkatkan.

Pembangunan di bidang statistik diarahkan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga selalu dilaksanakan sejalan dengan prioritas pembangunan pada setiap tahapannya. Kegiatan-kegiatan pembangunan di bidang ini juga diarahkan untuk secara bertahap mengembangkan suatu sistem perstatistikan nasional yang terpadu.

Kegiatan perstatistikan yang penting selama Repelita I adalah dilaksanakannya Sensus Penduduk 1971, Sensus Pertanian 1973, serta pelaksanaan Survai Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), Survai Harga, pelaksanaan Studi Pendapatan Regional, dan pengolahan data ekspor-impor.

Dalam Repelita II arah pembangunan statistik dilanjutkan dan diperluas sejalan dengan prioritas pembangunan nasional pada sektor-sektor ekonomi utama. Sektor pertanian tetap menjadi prioritas sehingga statistik pertanian terus disempurnakan dan cakupannya diperluas dari statistik tanaman pangan ke statistik perdagangan, peternakan dan perikanan. Dengan tersedianya hasil Sensus Penduduk 1971, statistik sosial kependudukan menjadi semakin memadai dari segi kualitas dan cakupannya. Kegiatan-kegiatan perstatistikan yang penting lainnya antara lain adalah : pengumpulan data statistik pertanian yang dikaitkan dengan hasil SUSENAS untuk segi konsumsi, pelaksanaan Survai Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 1976, Survai Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1975, Sensus Industri 1974 dan Sensus Konstruksi 1977. Di bidang statistik ekonomi makro, Statistik Pendapatan Nasional/Regional makin disempurnakan dalam rangka pengembangan Statistik Neraca Nasional dan Penyusunan Tabel Input Output.

Dalam Repel i ta III , aspek pemerataan kesejahteraan rakyat,

I/78

Page 86: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

transformasi struktur ekonomi dan lingkungan hidup semakin mendapatkan perhatian masyarakat. Sensus Penduduk dilaksanakan lagi pada tahun 1980 dengan informasi yang lebih disempurnakan tetapi tetap dapat diperbandingkan dengan informasi dari Sensus Penduduk 1971. SUSENAS yang sumber informasinya berasal dari rumah tangga dan mencerminkan karakteristik penduduk, cakupannya diperluas dan disempurnakan sebagai indikator untuk memantau hasil pembangunan di tingkat propinsi. Penyempurnaan SUSENAS dilaksanakan dengan menerapkan Modul yang diselenggarakan secara bergantian setiap 3 tahun sekali. Modul pertama mencakup keterangan Konsumsi dan Pendapatan Rumah tangga. Modul kedua mencakup Kesejahteraan Rakyat, Sosial Budaya, Kriminal dan Wisata. Modul ketiga mencakup Pendidikan, Kesehatan dan Perumahan. Sedangkan Sensus Pertanian dilaksanakan lagi pada tahun 1983 dengan cakupan lebih luas serta penyempurnaan dengan perhatian khusus pada kelompok petani kecil. Di bidang statistik makro, mulai disusun Sistem Neraca Sosial Ekonomi Nasional (SNSEN) yang mampu menggambarkan aspek distribusi pendapatan secara lebih jelas dibanding informasi yang diperoleh dari Pendapatan Nasional/Regional dan Tabel Input-Output.

Sejalan dengan prioritas pembangunan dalam Repelita IV, maka pengembangan data statistik kesejahteraan rakyat terus ditingkatkan bersama-sama dengan statistik di bidang ekonomi. Sensus Ekonomi yang merupakan sensus terpadu dari semua sektor ekonomi yang belum dicakup dalam Sensus Pertanian, dilaksanakan untuk pertama kalinya tahun 1986. Di samping itu dilaksanakan pula Survai Biaya Hidup 1989 yang mencakup seluruh ibu kota propinsi. Data Potensi Desa direncanakan dapat dikumpulkan bersamaan dengan pelaksanaan setiap Sensus Penduduk, Sensus Pertanian dan Sensus Ekonomi, dan mulai dilaksanakan bersamaan dengan Sensus Ekonomi 1986. Data Potensi Desa (PODES) ini mencakup informasi mengenai kondisi desa, perumahan dan lingkungan serta keadaan penduduk yang mencerminkan potensi daerah dan karakteristik masyarakat. Data Podes ini dapat membantu pemantauan efektifitas program-program pemerintah yang disediakan melalui prasarana yang dibangun di pedesaan.

Dalam Repelita V, upaya untuk membangun sistem perstatistikan nasional yang terpadu terus dilanjutkan. Sampai dengan tahun keempat Repelita V berbagai kegiatan telah dilaksanakan. Seiring dengan ditingkatkannya program penanggulangan kemiskinan di daerah-daerah keg ia t a n pe r s t a t i s t ika n d ia ra hkan un tuk mendukung iden t i f i kas i

I/79

Page 87: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

kantong-kantong kemiskinan dan pengumpulan informasi yang memadai mengenai penduduk miskin. Bersamaan dengan hasil-hasil sementara pelaksanaan Sensus Penduduk 1990, data PODES yang dikumpulkan bersamaan dengan pengumpulan data Sensus Penduduk amat bermanfaat untuk tujuan

Dalam pada itu penyempurnaan data statistik pertanian terus dilaksanakan khususnya dalam persiapan pelaksanaan Sensus Pertanian 1993 antara lain, penyusunan Kerangka Contoh Induk dan Penyusunan Peta Indeks dan Peta Statistik. Berbagai kegiatan diarahkan untuk menghimpun indikator-dini (prompt indicators) yang dapat mencerminkan tingkat kegiatan ekonomi mutakhir. Dalam pada itu dalam rangka mengembangkan indikator dasar kesejahteraan rakyat yang dapat tersedia dengan lebih cepat dan akurat, telah dilakukan penyempurnaan SUSENAS melalui pelaksanaan SUSENAS-Inti. SUSENAS-Inti merupakan salah satu data dasar penyusunan indikator kesejahteraan rakyat yang mencerminkan karakteristik masyarakat di tingkat rumah tangga dan pelaksanaannya diarahkan untuk dapat saling melengkapi dengan data Potensi Desa.

Dalam bidang statistik makro, perhitungan pendapatan nasional (PDB), Perhitungan Pendapatan Regional (PDRB) dan Tabel Input Output terus disempurnakan. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Nasional terus dikembangkan dengan memperdalam cakupan sektor yang dijangkau dalam lingkup kegiatan tersebut. Bagian Neraca Arus Dana semakin meningkat cakupannya dengan dihasilkannya Neraca Sektor Pemerintahan dan BUMN, Neraca Sektor Lembaga Keuangan dan Luar Negeri, Neraca Sektor Swasta lainnya serta Konsolidasi Neraca Arus Dana Indonesia.

Untuk menunjang pelaksanaan penyajian data statistik secara akurat dan tepat waktu, sejak tahun 1992/93 kemampuan kantor statistik di tingkat propinsi dan seluruh kabupaten telah ditingkatkan dengan penambahan 502 buah komputer PC. Sementara itu dalam bidang peningkatan sumber daya manusia statistik dalam tahun 1992/93 telah dilaksanakan kursus pengetahuan statistik umum bagi 1.181 orang, kursus pengetahuan statistik umum bagi 303 orang dan kursus administrasi manajemen bagi sebanyak 30 orang. Sedangkan jumlah tenaga statistik yang mendapatkan pendidikan statistik dalam tahun 1992/93 sebanyak 350 orang sarjana muda ilmu statistik dan 30 orang sarjana statistik.

I/80

Page 88: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Pembangunan bidang agama merupakan landasan untuk mewujudkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta mampu mewujudkan kondisi moral, etik dan spiritual sebagai landasan yang kokoh untuk memasuki tahap pembangunan berikutnya. Untuk itu telah dirumuskan serangkaian kebijaksanaan yang mengarah kepada upaya peningkatan kadar keimanan dan ketaqwaan umat beragama, memperluas wawasan keberagamaan, memantapkan kerukunan hidup beragama dan mengembangkan serta mengarahkan potensi umat beragama bagi pembangunan bangsa.

Pembangunan dan rehabilitasi tempat peribadatan terus dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam kehidupan beragama. Pada awal Repelita I bantuan yang diberikan tercatat sebanyak 9 buah, meningkat menjadi 37.289 buah pada tahun keempat Repelita V. Selama 5 tahun terakhir sejak tahun 1988/89 bantuan yang diberikan tercatat sebanyak 10.202 buah terdiri dari 8.330 masjid, 658 Gereja Protestan, 598 Gereja Katolik, 431 pura Hindu dan 185 wihara Budha. Bantuan yang disediakan telah berhasil mendorong partisipasi masyarakat dalam membangun tempat-tempat peribadatan secara swadana yang jumlahnya pada awal Repelita I sekitar 380.000 buah meningkat menjadi sekitar 650 ribu buah menjelang akhir tahun keempat Repelita V. Selama 5 tahun terakhir sejak tahun 1988/89, telah disediakan bantuan sekitar 2,7 juta kitab suci berbagai agama. Bantuan kitab suci yang disediakan sejak Repelita I sampai tahun keempat Repelita V seluruhnya berjumlah sekitar 19,1 juta buah.

Jumlah jemaah yang menunaikan ibadah haji dari tahun ke tahun terus meningkat pesat. Selama periode Repelita I jemaah haji rata-rata berjumlah 20.500 orang per tahun, pada tahun 1992/93 jumlah tersebut meningkat menjadi 104 ribu orang lebih atau telah meningkat menjadi lebih dari 5 kali lipat. Peningkatan ini seiring dengan adanya peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat dan semakin baiknya fasilitas menunaikan ibadah haji. Selain itu, untuk meningkatkan dan menyempurnakan pelayanan ibadah haji dan terbinanya jemaah haji yang mabrur, maka bantuan pembinaan dan bantuan pembangunan/rehabilitasi asrama-asrama haji terus ditingkatkan.

Sementara itu peningkatan mutu pendidikan dasar menengah dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang meliputi pembangunan/rehabilitasi ruangan belajar, penataran guru, pengadaan buku pelajaran dan buku

I/81

Page 89: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

pedoman bagi guru. Sejak Repelita I sampai dengan tahun keempat Repe- lita V telah dibangun berbagai fasilitas pendidikan antara lain: 566 gedung dan 1.021 ruang kelas Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), 2.150 ruang kelas Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN), 1.019 ruang kelas Madrasah Aliyah Negeri (MAN), 29,5 juta buku pelajaran MIN, 13 juta buku pelajaran MTsN, 3,9 juta buku pelajaran MAN serta penataran guru untuk MIN 27 ribu orang dan Penyetaraan DII 62,7 ribu orang, 20,5 ribu orang guru MTsN dan 3,8 ribu orang guru MAN. Selama 5 tahun terakhir sejak tahun 1988/89 sampai dengan tahun 1992/93, telah dilakukan rehabilitasi dan perluasan sebanyak 426 ruang kelas untuk MIN, 683 ruang kelas untuk MTsN, dan 353 ruang kelas untuk MAN. Dalam periode yang sama pengadaan buku pelajaran dan pedoman guru mencapai sekitar 3 juta buku untuk MIN, sekitar 1,5 juta untuk MTsN, dan sekitar 600 ribu buku untuk MAN. Di samping itu, penataran guru dan pembina MIN dilakukan pada sekitar 109 ribu orang, MTsN sekitar 1.730 orang, dan MAN sekitar 394 orang. Untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi juga telah dilaksanakan berbagai kegiatan pembangunan. Sejak Repelita I sampai dengan tahun keempat Repelita V telah dibangun antara lain ruang kuliah, perpustakaan dan laboratorium bahasa seluas 203,7 ribu m2, diadakan buku perpustakaan sekitar 618 ribu buah, dilaksanakan penelitian ilmiah 437 judul dan program pascasarjana bagi sekitar 1.780 orang. Selama 5 tahun sejak tahun 1988/89 telah dibangun dan direhabilitasi bangunan fisik IAIN seluas 82.500 m2, pengadaan buku ilmiah sebanyak 108 ribu eksemplar lebih, penelitian ilmiah sekitar 140 judul dan pelaksanaan program pascasarjana telah diikuti oleh 935 orang.

Di sektor agama program generasi muda dimulai pada periode Repe- lita III dengan kegiatan penataran tenaga pembina, latihan keterampilan, darmabakti kemasyarakatan dan apresiasi kepemudaan. Dalam Repelita V dalam program ini di tambah kegiatan baru seperti sarasehan agamawan muda, pelatihan Da'i muda, pengadaan buku materi dakwah dan bantuan paket pembinaan. Rata-rata setiap tahun sarasehan agamawan muda diikuti 50 orang, pelatihan Da'i muda rata-rata diikuti oleh 120 orang dan bantuan paket pembinaan rata-rata 820 set setiap tahunnya.

Program peranan wanita mulai dilaksanakan dalam Repelita III dan secara intensif terus ditingkatkan kegiatannya, antara lain dengan melaksanakan penataran motivasi keluarga bahagia sejahtera dan penyediaan buku pedoman penyuluhan Undang-undang Perkawinan. Selama 5 tahun

I/82

Page 90: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

terakhir telah dilaksanakan penataran pembinaan keluarga bahagia sejahtera bagi 19.000 tenaga kerja wanita dan santri putri, penyediaan buku pedoman sekitar 105 ribu buku dan pengadaan paket sarana peribadatan sekitar 1.000 paket. Dalam rangka menunjang kesehatan ibu dan anak, mulai tahun 1986 melalui sejumlah LSM telah dilakukan penataran dan penyuluhan bagi 18.500 anggota LSM di 11 propinsi.

Untuk mengembangkan peradilan dan hukum agama, sejak Repelita II dilaksanakan Program Pembinaan Peradilan dan Penegakan Hukum dan selama 5 tahun terakhir sejak tahun 1988/89, perluasan Balai Sidang Pengadilan Agama Tingkat Pertama yang telah diselesaikan tercatat sebanyak 137 buah dan 11 buah untuk Tingkat Banding yang tersebar di 27 propinsi.

Dalam pada itu pembangunan di bidang hukum dilaksanakan seiring dengan pembangunan di bidang-bidang lain. Pembangunan hukum mengutamakan upaya pembaharuan hukum nasional, peningkatan kesadaran hukum masyarakat, pembinaan peradilan, penegakan hukum, pembinaan pemasyarakatan, serta pembinaan keimigrasian dan layanan jasa hukum.

Dalam rangka pembaharuan hukum dilaksanakan kegiatan penelitian, pengkajian dan penyusunan perangkat peraturan perundang-undangan. Sejak Repelita I sampai dengan tahun keempat Repelita V jumlah keseluruhan peraturan perundang-undangan yang dihasilkan terdiri dari 236 Undang-undang, 1.038 Peraturan Pemerintah, 1.533 Keputusan Presiden dan 252 Instruksi Presiden. Dari jumlah-jumlah tersebut yang dapat diselesaikan selama 5 tahun terakhir mencakup 53 Undang-undang, 263 Peraturan Pemerintah, 308 Keputusan Presiden dan 29 Instruksi Presiden, sehingga berhasil mempercepat upaya pembaharuan hukum. Di samping itu juga dilaksanakan pengembangan dokumentasi dan informasi hukum, komputerisasi peraturan perundang-undangan, dan yurisprudensi. Demikian pula secara bertahap dilaksanakan penyusunan kamus hukum, pembakuan istilah hukum, serta penyusunan dan inventarisasi putusan pengadilan sebagai sumber pembentukan hukum.

Dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum masyarakat telah dilaksanakan kegiatan penyuluhan serta penerangan hukum, baik langsung maupun tidak langsung, serta pemberian bantuan dan konsultasi hukum. Dalam 4 tahun Repelita V, masyarakat di 7.184 desa telah memperoleh

I/83

Page 91: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

penyuluhan hukum melalui kegiatan Jaksa Masuk Desa, sedangkan kegiatan Jaksa Masuk Laut dilaksanakan di 7 propinsi. Sementara itu, kegiatan pembentukan Keluarga Sadar Hukum dan pelaksanaan kegiatan temu sadar hukum yang dimulai pada tahun pertama Repelita V telah berhasil membentuk 9.801 kelompok yang melibatkan 980.100 orang di 27 propinsi. Sampai dengan tahun keempat Repelita V kegiatan bantuan hukum melalui Pengadilan Negeri telah dimanfaatkan oleh masyarakat yang kurang mampu untuk menyelesaikan sebanyak 7.610 perkara, baik perkara pidana maupun perdata. Di samping itu, sejak awal Repelita III telah dimulai kegiatan konsultasi hukum yang dilaksanakan melalui 31 Fakultas Hukum di perguruan negeri dan swasta dan melalui kegiatan ini sampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan sekitar 55.460 perkara, 27.160 perkara di antaranya diselesaikan dalam 5 tahun terakhir ini.

Sementara itu usaha pembinaan peradilan dan penegakan hukum terus ditingkatkan. Sejak Repelita I sampai dengan tahun keempat Repelita V jumlah perkara yang diselesaikan melalui Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi berkisar antara 38,7% sampai 99,0%. Selama 5 tahun terakhir penyelesaian perkara makin cepat, jumlah perkara yang dapat diselesaikan setiap tahun mencapai antara 78,9% sampai 99,0%. Dalam rangka memantapkan kegiatan penegakan hukum, maka diundangkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Sementara itu Mahkamah Agung secara bertahap terus meningkatkan kemampuan teknis bagi para hakim peradilan umum, tata usaha negara, militer dan agama melalui penataran dan pendalaman materi.

Dalam pada itu pembinaan dan pelatihan keterampilan bagi narapidana yang meliputi bimbingan keagamaan, keterampilan pertukangan kayu, bertani dan beternak senantiasa tentu ditingkatkan melalui kerja sama dengan berbagai instansi dan swasta.

Di bidang pelayanan jasa hukum, jenis dan jumlah kegiatan yang dilaksanakan semakin beragam antara lain berupa: pemberian kewarga-negaraan, surat bukti kewarganegaraan Indonesia, perizinan dan pengesahan badan hukum, pelayanan bidang paten, cipta dan merek serta pelayanan keimigrasian. Selama Repelita I sampai dengan tahun keempat Repelita V surat bukti kewarganegaraan Indonesia yang diterbitkan sekitar 336.277 buah. Selama 5 tahun terakhir status kewarganegaraan telah diberikan kepada sekitar 10.217 orang, disahkan 28.633 buah Badan Hukum.

I/84

Page 92: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Dalam pada itu penyelesaian permohonan paten secara kumulatif sejak Repelita I sampai dengan tahun keempat Repelita V telah mencapai 5.163 buah, 171 di antaranya diselesaikan dalam 5 tahun terakhir. Dalam pada itu prosedur perizinan bagi warga negara Indonesia yang akan bepergian ke luar negeri, baik sebagai usahawan, pelajar atau mahasiswa maupun sebagai tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri telah disederhanakan dengan membebaskan dari keharusan memiliki izin berangkat/bebas exit permit yang berlaku mulai Agustus 1992.

Dalam pada itu kebijaksanaan pembangunan di sektor Penerangan, Pers dan Komunikasi Sosial diarahkan untuk memperluas penyebaran informasi tentang kebijaksanaan dan hasil-hasil pembangunan kepada masyarakat melalui media informasi seperti radio, televisi, film, pers, pameran dan penerangan tatap muka; mendorong partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan; meningkatkan kemajuan dan kecerdasan bangsa; menciptakan dan mempertahankan stabilitas nasional; serta meningkatkan kesetiakawanan sosial.

Penyebaran berbagai informasi melalui media radio telah meningkat secara cukup berarti. Pada awal Repelita I terdapat 46 buah stasiun penyiaran RRI, 107 buah pemancar yang seluruhnya berkekuatan 810 Kw dengan jumlah rata-rata jam siaran per stasiun per hari mencapai 8 jam. Dalam tahun keempat Repelita V jumlah pemancar menjadi 398 buah dengan kekuatan 3.517 kw dan jam siaran menjadi 20,6 jam per stasiun per hari. Pada tahun 1992 siaran RRI telah dapat menjangkau penduduk sekitar 70% dibandingkan dengan 25% pada awal Repelita I. Demikian pula jam siaran RRI yang ditujukan keluar negeri dalam berbagai bahasa meningkat dari 9 jam per hari pada akhir Repelita III menjadi 12,5 jam pada tahun 1992.

Di bidang pengembangan siaran televisi, sejak Repelita II TVRI mulai memanfaatkan fasilitas Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) sehingga siaran TVRI dapat diterima di seluruh ibu kota propinsi dan sejumlah kota kabupaten. Selama 5 tahun terakhir sejak 1988/89, jumlah stasiun penyiaran televisi meningkat menjadi 12 buah, jumlah pemancar menjadi 313 buah dengan kekuatan seluruhnya sekitar 345 Kw, sehingga mampu menjangkau sekitar 150 juta penduduk. Sementara itu jam siaran rata-rata per hari untuk setiap stasiun juga meningkat menjadi 11,5 jam.

I/85

Page 93: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Di bidang pembinaan dan pengembangan pers, pada awal Repelita I jumlah tiras surat kabar tercatat sekitar 1,05 juta eksemplar per hari dengan rasio surat kabar per jumlah penduduk berusia 10 tahun ke atas 1 : 47. Jumlah tiras surat kabar pada tahun keempat Repelita V tercatat sekitar 5,71 juta eksemplar per hari dengan rasio 1 : 25.

Penyebaran informasi pembangunan yang meningkat secara cepat dan merata ke seluruh wilayah tanah air erat kaitannya dengan tersedianya sarana dan prasarana pendukung seperti pemancar dan stasiun penyiaran radio dan televisi dalam jumlah yang semakin bertambah dan mutu siaran yang semakin membaik. Demikian pula kerja sama yang saling menunjang antara pers, masyarakat dan pemerintah dalam menyebarluaskan informasi pembangunan.

Sesuai dengan arahan GBHN, pembangunan daerah terus ditingkatkan untuk menciptakan pembangunan yang lebih merata di seluruh Indonesia. Upaya ini dilaksanakan agar laju pertumbuhan semua daerah serta laju pertumbuhan wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan semakin seimbang dan serasi. Untuk itu, pembangunan di daerah dilaksanakan secara terpadu, selaras, serasi dan seimbang dan diarahkan sesuai dengan prioritas dan potensi daerah masing-masing. Keseluruhan pembangunan daerah merupakan satu kesatuan pembangunan nasional yang diarahkan untuk memantapkan terwujudnya Wawasan Nusantara. Pembangunan daerah juga memberikan perhatian khusus bagi daerah kantong-kantong kemiskinan, daerah kepulauan terpencil dan daerah perbatasan. Untuk mencapai maksud tersebut, kemampuan, prakarsa serta partisipasi masyarakat dan pemerintah daerah terus didorong dan ditingkatkan.

Untuk mendorong lajunya pembangunan daerah, sejak Repelita I hingga tahun keempat Repelita V telah dikembangkan berbagai program pembangunan daerah termasuk pemberian Bantuan Pembangunan Daerah. Program-program tersebut meliputi (1) Program Pembangunan Desa, (2) Program Pembangunan Daerah Tingkat II, (3) Program Pembangunan Daerah Tingkat I, (4) Pengembangan Kawasan Terpadu (PKT), (5) Pembangunan Perkotaan, (6) Penataan Ruang, (7) Penataan Pertanahan dan (8) Pembinaan Aparatur Pemerintahan Daerah.

Sejak Repelita I program-program pembangunan daerah serta program bantuan pembangunan kepada daerah terus meningkat dan tidak saja

I/86

Page 94: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

menciptakan pembangunan yang lebih merata di seluruh wilayah, akan tetapi juga telah mampu menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dan meningkatkan laju pembangunan secara nasional. Selain itu, pembangunan daerah telah berhasil membantu upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang antara lain dapat dilihat dari terbukanya daerah-daerah yang dahulu terisolasi, meningkatnya kemampuan berbagai daerah untuk berswasembada pangan, meningkatnya pelayanan kesehatan, menurunnya angka kematian bayi, dan adanya peningkatan usia harapan hidup. Hal yang juga terlihat dari hasil pembangunan daerah ini adalah meningkatnya kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan di daerah masing-masing.

Program Pembangunan Desa ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia di pedesaan, menciptakan kondisi yang mampu mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat pedesaan, serta meningkatkan pemerataan pendapatan. Program pembangunan desa terdiri dari (1) Bantuan Pembangunan Desa atau Inpres Desa, (2) Pemantapan Pelaksanaan Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP), (3) Peningkatan Prakarsa dan Swadaya Masyarakat melalui Gerakan PKK dan LKMD, (4) Pemukiman Kembali Penduduk dan Penataan Desa dan (5) Pemugaran Perumahan dan Penataan Lingkungan Desa. Pada awal Repelita I bantuan Inpres Desa yang diberikan langsung kepada setiap desa adalah sebesar Rp 100 ribu setahun dengan jumlah desa sebanyak 45.587 desa. Jumlah bantuan ini ditingkatkan terus, sehingga pada tahun keempat Repelita V mencapai Rp 4,5 juta atau 45 kali lipat dari bantuan Inpres Desa pada Repelita I. Bantuan mencakup sebanyak 63.721 desa.

Melalui pengembangan UDKP, sejak Repelita III dilakukan upaya untuk meningkatkan dan mengkoordinasikan pembangunan desa dalam sistem perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi pembangunan yang dilakukan di tingkat kecamatan. Melalui UDKP dilaksanakan berbagai kegiatan seperti Penataran Camat, penempatan Tenaga Kerja Sukarela - Badan Urusan Tenaga Sukarela Indonesia (TKS-BUTSI), pelatihan pembina teknis Kader Pembangunan Desa (KPD), pelatihan pembina teknis Instansi Sektor Kecamatan (ISK) UDKP dan penentuan Kecamatan Terpilih. Dampak program ini terlihat dengan semakin baiknya kualitas perencanaan pembangunan desa, makin tertampungnya aspirasi masyarakat pedesaan, makin terkoordinasinya pembangunan proyek sektoral di kecamatan serta pelaksanaan program-program pedesaan lainnya. Program-program pem -

I/87

Page 95: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

bangunan desa lainnya, seperti Peningkatan Prakarsa dan Swadaya Masyarakat melalui Gerakan PKK dan LKMD, Pemukiman Kembali Penduduk dan Penataan Desa, serta Pemugaran Perumahan dan Penataan Lingkungan Desa secara keseluruhan telah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, meningkatkan kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia di pedesaan, mendorong tumbuhnya prakarsa, dan swadaya masyarakat pedesaan serta meningkatkan pemerataan pendapatan.

Program Pembangunan Daerah Tingkat II dimaksudkan sebagai usaha untuk mencapai sasaran pembangunan daerah secara nasional sesuai dengan kebutuhan, potensi, serta aspirasi masyarakat, dan dapat menanggulangi masalah di masing-masing daerah Tingkat II. Program-program pembangunan di Daerah Tingkat II tersebut terdiri dari: (1) Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II, atau Inpres Dati II dan (2) Program Bantuan Peningkatan Jalan Kabupaten/Kotamadya (IPJK).

Program Bantuan Pembangunan Dati II atau Inpres Dati II mulai dilaksanakan sejak 1970/71 dengan bantuan Rp 50 per penduduk dan jumlah minimum Rp 5 juta per Dati II. Pada tahun keempat Repelita V besarnya bantuan telah ditingkatkan menjadi Rp 4 ribu per penduduk dengan minimum bantuan Rp 750 juta per Dati II. Dengan perkataan lain bantuan masing-masing Dati II sejak Repelita I hingga tahun 1992/93 per jiwa telah meningkat 80 kali, sedangkan bantuan minimum per Dati II meningkat 150 kali. Sebagian besar dana Inpres Dati II digunakan untuk operasi dan pemeliharaan jaringan jalan dan jembatan. Sebagian yang lain digunakan untuk menambah jaringan baru.

Program Bantuan Peningkatan Jalan Kabupaten/Kotamadya mulai dilaksanakan pada tahun anggaran 1979/80 di bawah nama Bantuan Penunjangan Jalan Kabupaten/Kotamadya yang ditujukan untuk meningkatkan aktivitas pembangunan melalui peningkatan dan penambahan jaringan jalan di seluruh Daerah Tingkat II. Pada tahun 1979/80 jumlah yang dialokasikan untuk program ini adalah Rp 13 miliar dan setiap tahun meningkat terus sehingga menjadi Rp 825,6 miliar pada tahun keempat Repelita V atau meningkat lebih dari 63 kali lipat. Sejak tahun 1988/89 sampai tahun 1992/93 bantuan ini rata-rata setiap tahun meningkat 47%, yaitu dari Rp 180 miliar pada tahun 1988/89 menjadi Rp 825,6 miliar pada tahun keempat Repelita V.

I/88

Page 96: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Bantuan Peningkatan Jalan Kabupaten/Kotamadya ini telah mempercepat tersedianya prasarana jalan di Daerah Tingkat II dan di pedesaan, sehingga mempermudah hubungan antara pusat produksi dan pusat pemasaran. Hal ini mendorong tumbuhnya kegiatan perekonomian di pedesaan, baik di sektor pertanian maupun sektor industri kerajinan rakyat, di samping mempermudah pergerakan orang. Selanjutnya hal ini juga memberi peluang penambahan lapangan kerja yang lebih besar di sektor produksi maupun jasa.

Program Pembangunan Daerah Tingkat I dimulai pada tahun 1974/75. Program ini ditujukan untuk memacu dan meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam pembangunan yang sesuai dengan prioritas dan potensi daerah masing-masing dan terdiri atas: (1) Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I atau Inpres Dati I, (2) Program Bantuan Peningkatan Jalan Propinsi (IPJP) dan (3) Program Pengembangan Wilayah (PPW).

Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I atau Inpres Dati I bertujuan utama untuk meningkatkan keselarasan antara pembangunan sektoral dan regional, meningkatkan keserasian pertumbuhan antar daerah dan meningkatkan partisipasi daerah dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Dalam kerangka itu jumlah bantuan yang diterimakan secara keseluruhan terus meningkat dari sebesar Rp 2 miliar pada akhir Repelita II menjadi sebesar Rp 22,5 miliar pada tahun keempat Repelita V atau lebih dari 11 kali lipat. Bantuan ini terutama diarahkan untuk kegiatan operasi dan pemeliharaan bangunan pengairan dan jalan propinsi. Mulai tahun 1976/77 Bantuan kepada Daerah Tingkat I dikembangkan lebih lanjut dengan Program Bantuan Sarana Reboisasi yang dilaksanakan pada kawasan hutan negara. Selanjutnya sejak tahun 1989/90 Program Bantuan Peningkatan Jalan Propinsi mulai dilaksanakan sebagai upaya untuk memperlancar pengangkutan barang dan meningkatkan aksesibilitas lalu lintas antar kabupaten.

Dalam upaya mengurangi tingkat kemiskinan di daerah, sejak tahun 1989/90 telah dilaksanakan Program Pengembangan Kawasan Terpadu (PKT) yang merupakan program untuk pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang pada umumnya berlokasi di kawasan-kawasan yang relatif terisolasi dan masih kurang tersentuh program pembangunan. Pada tahun anggaran 1989/90 telah dialokasikan dana sebesar Rp 2,35 miliar untuk membiayai 12 lokasi/kawasan proyek percontohan di

I/89

Page 97: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

12 propinsi. Pada tahun 1990/91 alokasi dana program PKT ditingkatkan menjadi Rp 30,7 miliar untuk menangani 112 kawasan di 97 kabupaten di 26 propinsi di luar DKI Jakarta. Pada tahun 1991/92 alokasi dana bagi pro-gram PKT ditingkatkan lagi menjadi Rp 73,4 miliar untuk menangani, 241 kawasan di 147 kabupaten di 27 propinsi termasuk di kawasan perkotaan. Pada tahun 1992/93 alokasi dana program PKT meningkat menjadi Rp 154,2 miliar untuk menangani 480 kawasan di 248 kabupaten di 27 propinsi. Dengan demikian secara total melalui program PKT telah ditangani sekitar 850 kawasan yang mencakup kurang lebih 4.100 desa dan memberi manfaat langsung bagi sebanyak 210 ribu KK, sedangkan secara tidak langsung memberikan pula manfaat kepada 140 ribu KK penduduk di sekitar desa-desa yang memperoleh bantuan program. Dampak langsung dari program PKT yang dapat dirasakan oleh masyarakat antara lain berku-rangnya jumlah wilayah yang terisolasi.

Dalam pada itu didorong oleh kenyataan tingginya laju pertumbuhan kota-kota disebabkan urbanisasi dan semakin meningkatnya kegiatan diversifikasi ekonomi di daerah perkotaan penanganan pembangunan perkotaan ditingkatkan. Di samping berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, kota-kota juga berfungsi sebagai pusat pelayanan sosial dan penggerak modernisasi dan inovasi. Semua fungsi itu menuntut penanganan kota yang terpadu sebagai bagian dari pembangunan daerah dan nasional. Untuk itu telah dilaksanakan berbagai program pembangunan perkotaan khususnya pembangunan prasarana kota secara terpadu, peningkatan kemampuan keuangan dan kelembagaan daerah serta penanggulangan kemiskinan. Dalam Strategi Pembangunan Perkotaan Nasional dalam Repelita III telah disusun hirarki dan kategori kota dalam sistem perkotaan yang kemudian dijadikan landasan kebijaksanaan pembangunan prasarana perkotaan nasional. Dalam Repelita IV, dalam tahun 1981-1985 kemudian berhasil disusun konsep pembangunan perkotaan terpadu. Atas dasar tersebut kemudian pada tahun anggaran 1986/87 mulai dilaksanakan penyiapan Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT) yang dikoordinasikan oleh Tim Koordinasi Pembangunan Perkotaan (TKPP) dan meliputi program pembangunan di tujuh sektor yaitu penyediaan air bersih, pengendalian banjir, pengelolaan persampahan, pengelolaan sanitasi lingkungan, perbaikan kampung dan perbaikan prasarana lingkungan pasar. Pada tahun keempat Repelita V jumlah kota besar dan kecil yang termasuk dalam program P3KT seluruhnya mencapai 123 buah dan hampir seluruh kota yang telah memiliki PJM tersebut sudah memasuki tahap pelaksanaan.

I/90

Page 98: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Upaya penanggulangan kemiskinan di daerah perkotaan banyak diarahkan pada program peremajaan lingkungan permukiman kumuh atau KIP (Kampong Improvement Program) yang dimulai sejak Repelita I. Pada tahun keempat Repelita V penanganan permukiman kumuh telah mencakup sebanyak 386 kota.

Dengan dilaksanakannya program pembangunan perkotaan, selain telah memberikan dampak bagi peningkatan penyediaan prasarana perkotaan juga telah memberikan pengaruh positif pada pelaksanaan desentralisasi dan koordinasi pembangunan perkotaan di daerah.

Dalam periode 5 tahun terakhir, usaha-usaha peningkatan pembangunan daerah telah lebih ditingkatkan lagi dengan melaksanakan penataan ruang daerah di seluruh Indonesia. Sebagai salah satu cara untuk mewadahi kegiatan pembangunan nasional secara lebih efisien dan dalam nafas pembangunan yang berkelanjutan melalui pelestarian lingkungan dan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, upaya penataan ruang telah dipandang sebagai suatu keharusan dan perlu terus dimasyarakatkan.

Sejalan dengan maksud untuk memanfaatkan ruang secara efisien dan optimal, serta untuk meningkatkan produktivitas dan mutu kegunaan tanah sebagai salah satu sumber daya alam, program penataan pertanahan juga semakin ditingkatkan. Program penataan pertanahan telah berhasil meningkatkan penyelesaian registrasi dan sertifikasi tanah di seluruh tanah air. Demikian pula penataan pertanahan melalui konsolidasi tanah, pemetaan penggunaan tanah di pedesaan dan perkotaan serta penertiban administrasi land reform telah meningkat dengan pesat ditunjang oleh sistem pendataan pertanahan yang komprehensif dan terinci dengan penggunaan teknologi terbaru.

Program pembinaan aparatur pemerintahan dalam pembangunan daerah telah dimulai sejak Repelita I dan diarahkan untuk meningkatkan keterampilan personil dan mematangkan fungsi lembaga dalam kerangka otonomi dan desentralisasi. Kegiatan dalam program ini meliputi kegiatan pendidikan dan pelatihan, penambahan jumlah tenaga terampil, penyempurnaan lembaga pemerintahan yang ada dan pembentukan lembaga baru serta penyediaan prasarana penunjang kelembagaan tersebut. Kegiatan ini tentu ditingkatkan dari tahun ke tahun dan telah menunjukkan hasil nyata seperti dicerminkan dari meningkatnya kemampuan aparatur pemerintah

I/91

Page 99: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

daerah dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan-kegiatan pembangunan di daerah.

Keberhasilan pembangunan tergantung pula pada kemampuan aparatur pemerintah dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan umum dan pem-bangunan. Sebab itu sejak Repelita I pendayagunaan aparatur pemerintah ditempatkan sebagai bagian tak terpisahkan dari strategi pembangunan nasional, serta dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Pendayagunaan aparatur diarahkan pada perbaikan struktur kelembagaan; penyempurnaan ketatalaksanaan; perbaikan administrasi kepegawaian termasuk peningkatan kesejahteraan dan kualitas sumber daya manusia; perbaikan sistem perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian; serta peningkatan tertib hukum dan disiplin aparatur, baik pada aparatur pusat maupun aparatur daerah dan desa.

Di bidang kelembagaan, langkah-langkah yang telah dilaksanakan antara lain mencakup pembentukan, penghapusan dan penyempurnaan susunan organisasi departemen dan lembaga non departemen serta lembaga pemerintahan lainnya. Dalam Repelita I, Keputusan Presidium Kabinet Nomor 15 dan Nomor 75 Tahun 1966 dijadikan dasar penataan organisasi. Kemudian, pada tahun pertama Repelita II diganti dengan Keppres No. 44 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Organisasi Departemen dan Keppres No. 45 Tahun 1974 Tentang Susunan Organisasi Departemen. Menghadapi Repelita IV diterbitkan Keppres No. 15 Tahun 1984 tanggal 6 Maret 1984 Tentang Susunan Organisasi Departemen yang merupakan penyempurnaan dari Keppres No. 45 Tahun 1974. Selanjutnya dalam kurun waktu lima tahun terakhir telah dilakukan peninjauan kembali terhadap peraturan perundangan mengenai penyerahan sebagian urusan pemerintah pusat kepada Daerah Tingkat II. Dalam rangka meningkatkan ketertiban dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan mewujudkan keserasian pelaksanaan pembangunan, maka ditetapkan PP No. 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah yang memberi wewenang kepada Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Kepala Daerah Tingkat II untuk melakukan koordinasi kegiatan instansi vertikal dan dinas-dinas daerah. Selanjutnya untuk lebih memantapkan pelaksanaan otonomi daerah yang bertitik berat pada Dati II telah diterbitkan PP No. 2 Tahun 1992.

Di bidang kepegawaian, langkah-langkah pendayagunaan ditujukan

I/92

Page 100: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

untuk mewujudkan pegawai negeri sipil yang memiliki kemampuan profesional dan kesejahteraan yang memadai, semangat pengabdian dan disiplin yang tinggi dalam mengemban tugas, serta didukung sistem administrasi dan informasi kepegawaian yang mantap. Langkah-langkah tersebut meliputi antara lain penyusunan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan kepegawaian, perbaikan sistem administrasi dan tata usaha kepegawaian, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan baik penjenjangan maupun non penjenjangan, pengembangan analisis jabatan, pengembangan jabatan fungsional, penerapan analisis jabatan dan analisis kebutuhan dalam penentuan formasi pegawai, serta penyempurnaan sistem gaji dan perbaikan penghasilan.

Di bidang ketatalaksanaan telah dilakukan langkah-langkah penyem-purnaan, baik di bidang administrasi umum maupun di bidang administrasi kebijaksanaan pembangunan. Sejak Repelita I sampai dengan tahun keempat Repelita V hasil-hasil yang telah dicapai di bidang administrasi umum antara lain meliputi: penyempurnaan administrasi keuangan dan administrasi pengadaan barang pemerintah, baik untuk kegiatan rutin maupun untuk pelaksanaan proyek pembangunan termasuk inventarisasi kekayaan milik negara, dilakukan pula perbaikan administrasi umum yang terarah pada peningkatan efisiensi saling hubungan dan pelayanan aparatur sampai ke daerah-daerah. Di bidang administrasi kebijaksanaan hasil yang telah dicapai antara lain berupa langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang seperti penanaman modal, perdagangan, perhubungan, industri pengolahan, perpajakan dan perbankan. Langkah-langkah tersebut ditujukan untuk menghilangkan sumber-sumber ekonomi biaya tinggi, meningkatkan daya saing komoditi ekonomi non migas, menciptakan iklim yang mendorong prakarsa dan inisiatif masyarakat dalam kegiatan pembangunan, serta meningkatkan penerimaan negara.

Sementara itu, pembinaan aparatur Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus ditingkatkan melalui perubahan status hukum, dan penyempurnaan sistem organisasi dan manajemennya. Upaya pendayagunaan tersebut dimaksudkan untuk lebih meningkatkan mutu dan jangkauan serta efisiensi pelayanan BUMN kepada masyarakat, meningkatkan penerimaan negara, serta menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah, termasuk pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah.

I/93

Page 101: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

Di bidang sistem administrasi perencanaan, pembiayaan dan peman-tauan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan, langkah-langkah pen-dayagunaan yang telah dilaksanakan meliputi antara lain: penyempurnaan sistem perencanaan, penyempurnaan pedoman pelaksanaan APBN, pengembangan sistem dan peningkatan pelaksanaan pemantauan. Hasil yang telah dicapai antara lain: lembaga-lembaga perencanaan yang makin mantap, baik pada aparatur pusat maupun daerah-daerah termasuk Bappeda Tingkat I dan Bappeda Tingkat II sehingga makin menunjang terpadunya proses perencanaan dari bawah dan dari atas, format DIP yang semakin sederhana dari 6 halaman menjadi 3 halaman dan terakhir menjadi 2 halaman tanpa mengurangi kelengkapannya sebagai dokumen perencanaan dan anggaran serta sebagai peralatan pengawasan preventif (pre-audit), penyempurnaan administrasi pengadaan barang dan jasa dengan ditetapkannya Keppres. No. 29 Tahun 1984 dan disempurnakan lagi melalui Keppres. No. 6 Tahun 1988; penyederhanaan prosedur revisi DIP, dan perubahan aturan penggunaan sisa anggaran pembangunan (SIAP). Selain. itu, dalam rangka meningkatkan dayaguna dan hasil guna proyek-proyek pembangunan dengan dana luar negeri telah dibentuk Tim P4DLN (Tim Pendayagunaan Pelaksanaan Proyek-Proyek dengan Dana Luar Negeri) dengan Keppres No. 2 Tahun 1986 yang disempurnakan dengan Keppres No. 10 Tahun 1988. Di samping itu, dilakukan pula penyempurnaan administrasi dan pena-tausahaan dana luar negeri yang diatur oleh Menteri Keuangan dan Menteri Negara PPN/Ketua Bappenas dengan Surat Keputusan Bersama No. 48/KMK.012/1987 dan No. Kep. 004/Ket/1/1987 tanggal 27 Januari 1987 tentang Tatacara Pelaksanaan dan Penatausahaan Pinjaman dan atau Hibah Luar Negeri Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Agar sasaran pembangunan dapat tercapai sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sejak Repelita I, dilakukan pemantauan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan yang sistemnya tentu disempurna-kan dengan mengikutsertakan unsur aparatur pusat dan daerah yang terkait dengan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan. Penda- yagunaan sistem pemantauan proyek-proyek tersebut ditujukan untuk mem- peroleh informasi mengenai perkembangan pelaksanaan proyek. secara tepat, lengkap dan cermat. Sistem pemantauan pelaksanaan proyek yang digunakan dalam lima tahun terakhir ini, tetap didasarkan pada Keppres No. 29 Tahun 1984, dengan memperhatikan perkembangan realisasi fisik dan pembiayaan, serta masalah-masalah yang menghambat kelancaran pelaksanaan proyek.

Sejak awal Repelita V pelaksanaan pemantauan juga dilakukan dengan

I/94

Page 102: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta

menggunakan laporan realisasi keuangan berdasarkan SPM yang diterima dari Pusat Pengolahan Data dan Informasi Anggaran, Direktorat Jenderal Anggaran, Bandung. Pemantauan pelaksanaan proyek-proyek dengan dana luar negeri didayagunakan antara lain melalui peningkatan komunikasi dan perbaikan sistem informasi mengenai realisasi disbursement (pencairan dana) dari Pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PPHLN) dan dari laporan bulanan Departemen Teknis/LPND yang bersangkutan.

Sejak Repelita I, sistem dan pelaksanaan pengawasan terus diting-katkan dan dikembangkan, meliputi baik pengawasan melekat, pengawasan fungsional, pengawasan legislatif, maupun pengawasan masyarakat. Mulai tahun 1988 pendayagunaan pengawasan ditingkatkan lagi dengan lebih dikembangkannya pengawasan melekat melalui Inpres No. 2 Tahun 1988 tentang Pengawasan Melekat/Waskat, dan Inpres No. 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Waskat. Hal tersebut ditindaklanjuti dengan penye-lenggaraan penataran waskat, penyusunan program waskat, pemantauan pelaksanaan waskat, serta evaluasi tindak lanjut waskat baik di pusat maupun di daerah-daerah. Waskat dimaksudkan sebagai instrumen peng-awasan penting, yang terpadu langsung ("built in") dengan sistem manajemen setiap unsur aparatur pemerintah. Dalam pada itu sejak tahun 1988/89 telah pula dibuka Tromol Pos 5000 di Kantor Wakil Presiden sebagai sarana pengawasan masyarakat sehingga lebih memantapkan lagi upaya-upaya pengawasan. Selain itu dikembangkan pula sistem Peradilan Tata Usaha Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986. Sejalan dengan itu, pelaksanaan dan mutu pengawasan legislatif oleh anggota DPR juga semakin meningkat. Dengan langkah-langkah tersebut dan dilengkapi dengan upaya untuk meningkatkan kemampuan pelaksanaan pengawasan operasional (manajemen audit) dan pengawasan paska pelaksanaan (post audit), maka pelaksanaan pengawasan telah dapat ditingkatkan menjadi makin sistematis, tertib dan intensif dengan hasil-hasil yang meningkat pula. Tindak lanjut hasil-hasil pengawasan berupa langkah-langkah penertiban operasional di lingkungan instansi pemerintah, baik yang berupa tindakan administratif, hukum, maupun yang berupa perbaikan-perbaikan kelembagaan juga meningkat. Dengan demikian pelaksanaan pengawasan dan penertiban yang dilakukan selama PJPT I khususnya dalam lima tahun terakhir ini merupakan langkah maju menuju terwujudnya aparatur pemerintahan yang bersih, berwibawa, berdaya guna dan berhasil guna.

I/95

Page 103: LAMPIRAN - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewSampai dengan tahun keempat Repelita V telah diselesaikan peta dasar untuk seluruh wilayah dalam skala 1:250.000, berbagai peta