lakip dinkes provinsi kalimantan selatan tahun 2018 filepelaksanaan program dan kegiatan di...
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkat
taufiq dan hidayah-Nya jua Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas
Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan dapat menyelesaikan
penyusunan dokumen Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun
2018. LAKIP merupakan suatu bagian dari pelaksanaan manajemen kinerja
dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Penyusunan
laporan kinerja berpedoman pada Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi (Permenpan) Nomor 53 tahun 2014
tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara
Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Laporan kinerja ini
merupakan informasi kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas kinerja
yang telah dan seharusnya dicapai. Dalam laporan kinerja ini juga
menyertakan berbagai upaya perbaikan berkesinambungan yang telah
dilakukan dalam lingkup Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Selatan, untuk meningkatkan kinerjanya pada masa
mendatang.
Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Selatan, telah menyelesaikan Laporan Kinerja tahun 2018 sebagai bentuk
akuntabilitas perjanjian kinerja yang dibuat pada awal tahun 2018. Secara garis
besar laporan berisi informasi tentang tugas dan fungsi organisasi; rencana
kinerja dan capaian kinerja sesuai dengan Rencana Strategis (Renstra)
Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019, disertai dengan faktor pendukung
dan penghambat capaian, serta upaya tindak lanjut yang dilakukan.
Untuk perbaikan laporan kinerja ini kami harapkan masukan dan saran
membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan penyusunan laporan di
tahun yang akan datang. Semoga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
bagi pihak-pihak yang berkepentingan sebagaimana mestinya.
Banjarmasin, Januari 2018
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Selatan,
Dr. H. Muhamad Muslim, M.Kes
NIP. 19680311 198903 1 003
IKHTISAR EKSEKUTIF
Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokasi Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian
Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah, maka Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan menyusun laporan kinerja sebagai bentuk pertanggung
jawaban kinerja yang telah dilaksanakan pada tahun 2018.
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program
Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi
masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang
didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.
Pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan Bidang Kesehatan Masyarakat
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2018 mengacu pada
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yang ditetapkan
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015.
Laporan kinerja disusun berdasarkan capaian kinerja tahun 2018
sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang terdiri
dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data dalam laporan ini diperoleh dari
Seksi-Seksi di Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2018.
Berdasarkan Perjanjian Kinerja tahun 2018 antara Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat dengan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Selatan, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan memiliki 3 Indikator
Kinerja, (1) Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)
dengan capaian sebesar 77% (target 82%), (2) Persentase ibu hamil
Kurang Energi Kronik (KEK) sebesar 11,6% (target 19,7%), dan (3)
Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan
Lingkungan sebesar 38% (target 35%).
Realisasi anggaran di Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Selatan meliputi anggaran dekonsentrasi kegiatan Pembinaan
Gizi Masyarakat sebesar 78,27%, kegiatan Dukungan Manajemen dan
Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan Kesehatan
Masyarakat sebesar 86,85%, kegiatan Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja dan
Olahraga sebesar 90,58%, kegiatan Pembinaan Kesehatan Keluarga sebesar 82,08%,
kegiatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat sebesar 80,67%, dan
kegiatan Penyehatan Lingkungan sebesar 84,46%. Capaian kinerja penyerapan
anggaran Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat secara keseluruhan sebesar
81,52%. Keseluruhan indikator kinerja utama program kesehatan masyarakat
dilaksanakan di tingkat Puskesmas. Oleh karena itu alokasi anggaran tersebut
bertujuan untuk memastikan indikator tersebut berjalan sebagaimana mestinya
mulai dari level kebijakan, standar, pedoman dan evaluasi.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
IKHTISAR EKSEKUTIF ................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................. v
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Maksud dan Tujuan ............................................................... 2
C. Visi, Misi dan Strategi ................................................................ 2
D. Tugas Pokok dan Fungsi ........................................................ 3
E. Potensi dan Permasalahan ...................................................... 5
F. Sistematika ....................................................................................... 6
BAB II PERJANJIAN KINERJA DAN INDIKATOR KINERJA ............................. 8
A. Perjanjian Kinerja ................................................................. 9
B. Indikator Kinerja ....................................................................... 10
BAB III CAPAIAN KINERJA DAN REALISASI ANGGARAN ........................... 23
A. Capaian Kinerja .............................................................. 23
B. Realisasi Anggaran .............................................................. 59
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 60
A. Kesimpulan ...........................................................................................60
B. Saran ............................................................................................... 61
LAMPIRAN ..................................................................................................... 62
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Indikator Kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat ..................................... 9
Tabel 2. Capaian Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2018 ...11
Tabel 3. Daftar Alokasi PMT bumil KEK Provinsi Kalimantan Selatan Tahun
2018 ............................................................................................................................... 12
Tabel 4. Daftar Alokasi PMT Bumil Sumber APBD Provinsi Kalimantan Selatan
tahun 2018 ......................................................................................................................17
Tabel 5. Hasil Inspeksi Kesling Pasar di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
................................................................................................................................ 24
Tabel 6. Persentase TPM yang memenuhi syarat Kabupaten/ Kota Tahun 2018.. 26
Tabel 7. Persentase RS yang melakukan Pengeluaran Limbah Medis sesuai
StandarTahun 2018 .................................................................................. 31
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Capaian Persalinan di Fasilitas Kesehatan 2015-2018 ............................. 12
Grafik 2.Cakupan Persalinan di Fasilitas Kesehatan (Pf) Tahun 2017.................... 13
Grafik 3. Ibu Hamil yang mendapat PMT tahun 2018 ............................................. 16
Grafik 4. Pencapaian Indikator Ibu hamil KEK yang mendapat PMT tahun 2016-
2018 .............................................................................................................. 16
Grafik 5. Cakupan KN 1 Tahun 2015–2019 .......................................................... 19
Grafik 6. Kunjungan KN 1 Provinsi Kalimantan Selatan ......................................... 21
Grafik 7. Target dan Realisasi Indikator Persentase tempat-tempat umum yang
memenuhi syarat kesehatan tahun 2018 ................................................... 23
Grafik 8. Target dan Realisasi Indikator Persentase Tempat Pengelolaan makanan
yang Memenuhi syarat kesehatan tahun 2018 ……………………………………27
Grafik 9.Realisasi Per Kabupaten/Kota indikator Persentase Tempat pengelolaan
makanan yang memenuhi syarat kesehatan tahun 2018 .......................... 20
Grafik 10. Target dan Realisasi RS yang melakukan pengelolaan limbah Medis
sesuai Standar Tahun 2018………………………………………… 31
Grafik 11. Persentase RS yang melakukan Pengelolaan Limbah medis sesuai
standar Kabupaten/Kota Tahun 2018……………………………………… 31
DAFTAR SINGKATAN
KEK : Kurang Energi Kronik
KN1 : Kunjungan Neonatal Pertama
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Germas : Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
KIE : Komunikasi Informasi Edukasi
PF : Persalinan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
TTD : Tablet Tambah Darah
K4 : Kunjungan ke empat kali selama masa kehamilan
ASI : Air Susu Ibu
PPGBM : Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat
PMT : Pemberian Makanan Tambahan
STBM : Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
Renstra : Rencana Strategis
Fasyankes : Fasilitas Pelayanan Kesehatan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,
senantiasa membangun akuntabilitas yang dilakukan melalui
pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas
dan terukur. Diharapkan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
kesehatan dapat berlangsung dengan bijaksana, transparan, akuntabel, efektif,
dan efisien sesuai dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme.
Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya status
kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit;
(3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya
cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan
kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga
kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem
kesehatan. Berakhirnya pelaksanaan tugas tahun 2018 yang merupakan
awal tahun implementasi Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019 yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK 02.02/Menkes/52/2015 tentang
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan, yang mempunyai visi
“Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan.” Pembangunan kesehatan
pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran
meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui
upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan
perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu
paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan
nasional: 1) pilar paradigma sehat dilakukan dengan strategi
pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan promotif
preventif dan pemberdayaan masyarakat; 2) penguatan pelayanan
kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan
kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi
berbasis risiko. Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan merupakan unit yang sangat berperan dalam
mewujudkan pilar pertama dalam Program Indonesia Sehat.
Pertanggungjawaban pelaksanaan kebijakan dan kewenangan
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Akuntabilitas tersebut salah satunya diwujudkan
dalam bentuk penyusunan laporan kinerja.
Laporan kinerja ini akan memberikan gambaran pencapaian kinerja
Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Selatan dalam satu tahun anggaran beserta dengan hasil capaian indikator
kinerja dari masing-masing Seksi yang ada di lingkungan Bidang Kesehatan
Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan di tahun 2018.
Dengan perubahan Susunan Organisasi baru Permenkes Nomor 64
Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan maka
dilakukan perubahan dalam penyusunan perjanjian kinerja. Perjanjian kinerja
yang ditandatangani Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan
dengan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat terdiri dari 6 sasaran dan
30 indikator kinerja.
B. Maksud dan Tujuan
Penyusunan laporan kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas
Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan merupakan bentuk pertanggung
jawaban kinerja pada tahun 2018 dalam mencapai target dan sasaran program
seperti yang tertuang dalam rencana strategis, dan ditetapkan dalam
dokumen penetapan kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Selatan oleh pejabat yang bertanggung jawab.
C. Visi, Misi dan Strategi
1. Visi
Visi Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan mengikuti visi Gubernur
Kalimantan Selatan yaitu “Kalsel Mapan (Mandiri dan Terdepan) Lebih
Sejahtera, Berkeadilan, Berdikari dan Berdaya Saing.” Visi tersebut
mengandung makna bahwa kondisi Kalimantan Selatan pada Tahun 2021
berada dalam kondisi mapan, yang berarti (baik, tidak goyah, stabil). Dengan
visi Gubernur tersebut diharapkan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Selatan mampu mendorong pembangunan berwawasan kesehatan dan
kemandirian masyarakat dalam mewujudkan lingkungan hidup yang sehat dan
berperilaku sehat serta mampu menggerakkan semua potensi yang ada dalam
menyediakan pelayanan kesehatan yang merata dan bermutu bagi semua
penduduk, guna memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,
sebagai perwujudan hak asasi manusia di bidang kesehatan.
2. Misi
Upaya untuk mewujudkan visi tersebut adalah melalui misi pembangunan,
yaitu :
1. Mengembangkan Sumber Daya Manusia yang agamis, sehat, cerdas dan
terampil,
2. Mewujudkan tatakelola pemerintahan yang profesional dan berorientasi
pada pelayanan publik,
3. Memantapkan kondisi sosial budaya daerah yang berbasis kearifan lokal,
4. Mengembangkan infrastruktur wilayah yang mendukung percepatan
pengembangan ekonomi dan sosial budaya,
5. Mengembangkan daya saing ekonomi daerah yang berbasis sumberdaya
Lokal, dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
3. Tujuan
Terlaksananya pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di
lingkungan Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan dalam rangka terselenggaranya pembangunan
kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna agar meningkatnya
status kesehatan masyarakat.
4. Nilai-nilai
Guna mewujudkan visi dan misi serta rencana strategis pembangunan
kesehatan, Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah
dirumuskan dalam Renstra Kementerian Kesehatan, antara lain:
a. Pro Rakyat;
b. Inklusif;
c. Responsif;
d. Efektif;
e. Bersih.
5. Strategi Pembangunan Kesehatan Masyarakat
Kebijakan pembangunan kesehatan difokuskan pada penguatan
upaya kesehatan dasar (Primary Health Care) yang berkualitas terutama
melalui peningkatan jaminan kesehatan, peningkatan akses dan mutu
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang didukung dengan penguatan
sistem kesehatan dan peningkatan pembiayaan kesehatan.
Strategi pembangunan kesehatan masyarakat tahun 2015-2019, meliputi:
a. Akselerasi Pemenuhan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja, dan
Lanjut Usia yang Berkualitas.
b. Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat.
c. Meningkatkan Penyehatan Lingkungan.
d. Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.
6. Sasaran
Sasaran Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan, adalah meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat.
7. Indikator Kinerja
Indikator kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan, yaitu:
a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF);
b. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK); dan
c. Persentase Kabupaten/Kota yang memenuhi kualitas Kesehatan
Lingkungan.
8. Tugas Pokok dan Fungsi
Sesuai dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 72
Tahun 2016, tugas pokok Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas
Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan adalah melaksanakan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan operasional, mengkoordinasikan, memantau,
mengevaluasi, dan menyusun laporan program Kesehatan Keluarga, Gizi
Masyarakat, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga.
Dalam melaksanakan tugas, Bidang Kesehatan masyarakat
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
1. Peyusunan rencana pelaksanaan tugas bidang kesehatan masyarakat;
2. Penyiapan perumusan kebijakan operasional program kesehatan
keluarga, gizi masyarakat, promosi dan pemberdayaan masyarakat,
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga;
3. Penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional program kesehatan
keluarga, gizi masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat,
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga;
4. Penyiapan bimbingan teknis dan supervisi program kesehatan keluarga,
gizi masyarakat, promosi dan pemberdayaan masyarakat, kesehatan
lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga;
5. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan program kesehatan keluarga, gizi
masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat, kesehatan
lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga;
6. Menghadiri rapat teknis bidang kesehatan masyarakat;
7. Pengevaluasian pelaksanaan tugas bidang kesehatan masyarakat, dan
8. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh kepala dinas.
Fungsi tersebut dilaksanakan oleh organisasi dengan susunan:
a. Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat;
b. Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat;
c. Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga.
9. Potensi dan Permasalahan
Potensi dan permasalahan pembangunan kesehatan akan menjadi input
dalam menentukan arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan. Saat
ini akses ibu hamil, bersalin dan nifas terhadap pelayanan kesehatan sudah
cukup baik, akan tetapi Angka Kematian Ibu masih cukup tinggi.
Kondisi ini kemungkinan disebabkan antara lain karena kualitas pelayanan
kesehatan ibu hamil dan bersalin yang belum memadai, kondisi ibu hamil
yang tidak sehat dan 6ndica determinan lainnya. Penyebab utama kematian
ibu yaitu hipertensi dalam kehamilan dan perdarahan post partum, selain itu
penyebab karena lain-lain juga semakin meningkat. Penyebab ini dapat
diminimalisir apabila kualitas Antenatal Care dilaksanakan dengan baik,
sehingga mampu menskrining kelainan pada ibu hamil sedini mungkin.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kondisi ibu hamil tidak
sehat antara lain adalah, anemia, ibu hamil yang menderita diabetes, hipertensi,
malaria, TB, HIV, Hepatitis B dan empat terlalu (terlalu muda <20 tahun,
terlalu tua >35 tahun, terlalu dekat jaraknya 2 tahun dan terlalu banyak
anaknya > 3 tahun). Sebanyak 54,2 per 1000 perempuan di bawah usia 20 tahun
telah melahirkan, sementara perempuan yang melahirkan usia di atas 40 tahun
sebanyak 207 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini diperkuat oleh data yang
menunjukkan masih adanya umur perkawinan pertama pada usia yang amat
muda (<20 tahun) sebanyak 46,7% dari semua perempuan yang telah kawin.
Potensi dan tantangan dalam penurunan kematian ibu dan anak adalah
jumlah tenaga kesehatan yang menangani kesehatan ibu khususnya bidan
sudah tersebar ke seluruh wilayah Indonesia, namun kompetensi masih belum
memadai. Demikian juga secara kuantitas, jumlah Puskesmas PONED
dan RS PONEK meningkat namun belum diiringi dengan peningkatan
kualitas pelayanan. Peningkatan kesehatan ibu sebelum hamil terutama pada
masa remaja, menjadi faktor penting dalam penurunan AKI dan AKB.
Selain penyakit tidak menular yang mengancam pada usia kerja,
penyakit akibat kerja dan terjadinya kecelakaan kerja juga meningkat. Jumlah
yang meninggal akibat kecelakaan kerja semakin meningkat hampir 10%
selama 5 tahun terakhir. Proporsi kecelakaan kerja paling banyak terjadi
pada umur 31-45 tahun. Oleh karena itu program kesehatan usia kerja
harus menjadi prioritas, agar sejak awal faktor risiko sudah bisa
dikendalikan. Prioritas untuk kesehatan usia kerja adalah mengembangkan
pelayanan kesehatan kerja primer dan penerapan keselamatan dan kesehatan
kerja di tempat kerja, selain itu dikembangkan Pos Upaya Kesehatan Kerja
sebagai salah satu bentuk UKBM pada pekerja dan peningkatan kesehatan
kelompok pekerja rentan seperti nelayan, TKI, dan pekerja perempuan.
Perkembangan masalah gizi di Indonesia semakin kompleks saat ini,
selain masih menghadapi masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan gizi
juga menjadi persoalan yang harus kita tangani dengan serius. Selain itu
kita dihadapi dengan masalah stunting. Stunting terjadi karena
kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kemiskinan dan pola asuh
tidak tepat, yang mengakibatkan kemampuan kognitif tidak berkembang
maksimal, mudah sakit dan berdaya saing rendah, sehingga bisa terjebak dalam
kemiskinan. Seribu hari pertama kehidupan seorang anak adalah masa kritis
yang menentukan masa depannya, dan pada periode itu anak Indonesia
menghadapi gangguan pertumbuhan yang serius. Yang menjadi masalah,
lewat dari 1000 hari, dampak buruk kekurangan gizi sangat sulit diobati.
Untuk mengatasi stunting, masyarakat perlu dididik untuk memahami
pentingnya gizi bagi ibu hamil dan anak balita. Secara aktif turut serta
dalam komitmen global (SUN-Scalling Up Nutrition) dalam menurunkan
stunting, maka Indonesia fokus kepada 1000 hari pertama kehidupan
(terhitung sejak konsepsi hingga anak berusia 2 tahun) dalam
menyelesaikan masalah stunting secara terintegrasi karena masalah gizi tidak
hanya dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan saja (intervensi spesifik)
tetapi juga oleh sektor di luar kesehatan (intervensi sensitif). Hal ini
tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.
10. Sistematika
Sistematika penulisan laporan kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut :
• Kata Pengantar
• Ikhtisar Eksekutif
• BAB I
Penjelasan umum organisasi Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas
Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, penjelasan aspek strategis
organisasi serta permasalahan utama (strategic issued) yang sedang
dihadapi organisasi.
• BAB II
Menjelaskan uraian ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja Bidang
Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan
tahun 2018.
• BAB III
Penyajian capaian kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Selatan untuk setiap pernyataan kinerja sasaran
strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi,
dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut: Membandingkan
antara target dan realisasi kinerja tahun ini; Membandingkan realisasi
kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang
terdapat dalam dokumen perencanaan strategis organisasi; Analisis
penyebab keberhasilan/kegagalan atau peningkatan/penurunan kinerja serta
9ndicator9e solusi yang telah dilakukan; Analisis atas efisiensi penggunaan
sumber daya; Analisis program/kegiatan yang menunjang keberhasilan
ataupun kegagalan pencapaian pernyataan kinerja dan melakukan analisa
realisasi anggaran.
• BAB IV
Pada bab penutup ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja
organisasi serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan
organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.
• LAMPIRAN
Perjanjian Kinerja.
BAB II
PERJANJIAN KINERJA DAN INDIKATOR KINERJA
A. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Selatan telah ditetapkan dalam dokumen penetapan
kinerja yang merupakan suatu dokumen pernyataan kinerja/perjanjian
kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu
dengan didukung sumber daya yang tersedia.
Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan menjadi
kesepakatan yang mengikat untuk dilaksanakan dan dipertanggung jawabkan
sebagai upaya mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada
masyarakat Indonesia. Perjanjian penetapan kinerja tahun 2018 yang telah
ditanda tangani bersama oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan dengan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat berisi
Indikator, antara lain: persentase ibu hamil KEK yang mendapat PMT,
persentase bayi yang mendapat ASI Eksklusif, persentase ibu hamil yang
mendapat TTD 90 tablet selama kehamilan, persentase ibu bersalin di
fasyankes, persentase ibu hamil yang mendapat pelayanan antenatal minimal
4 kali (K4), jumlah Pos UKK yang terbentuk di wilayah kerja puskesmas,
persentase TPM yang dilakukan pengawasan, jumlah TTU yang memenuhi
syarat kesehatan lingkungan, jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan
STBM, jumlah kabupaten/kota sehat, jumlah kabupaten/kota yang
melaksanakan minimal 5 tema germas, persentase posyandu aktif, persentase
desa yang mengalokasikan dana desa untuk UKBM sesuai NSPK.
B. Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat
Indikator kinerja program Kesehatan Masyarakat terdiri dari tiga
10ndicator yang dapat merefleksikan kinerja program, meliputi:
a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)
b. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK)
c. Persentase Kabupaten/Kota yang memenuhi kualitas Kesehatan
Lingkungan
Cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan menggambarkan indikator
pelayanan kesehatan terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan. Indikator PF menjadi penting karena penyebab
kematian ibu di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh karena perdarahan
dan infeksi pada saat persalinan. Menurunkan angka kematian ibu
merupakan bagian dari kesepakatan global terhadap pembangunan kesehatan
berkelanjutan (SDGs).
Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) menggambarkan
risiko yang akan dialami ibu hamil dan bayinya dalam masa kehamilan,
persalinan dan cakupan kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan
lingkungan menggambarkan bahwa kontribusi lingkungan yang sehat sebagai
faktor determinan terbesar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
sesuai dengan teori Bloom.
Ketiga indikator di atas diharapkan dapat menjadi daya ungkit
terhadap keberhasilan dalam pencapaian program kesehatan masyarakat
menurut Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019.
Tabel 2.1. Indikator Kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat
Tahun 2015-2019
Sasaran Indikator Target
2015 2016 2017 2018 2019
Meningkatnya
ketersediaan
dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan
yang bermutu bagi
seluruh
masyarakat
Persentase persalinan di fasilitas
pelayanan kesehatan (PF) 75% 77% 81% 82% 85%
Persentase ibu hamil Kurang Energi
Kronik (KEK) 24,2% 22,7% 21,2% 19,7% 18,2%
Persentase kabupaten/ kota yang
memenuhi kualitas kesehatan
lingkungan
20% 25% 30% 35% 40%
BAB III
CAPAIAN KINERJA DAN REALISASI ANGGARAN
A. Capaian Kinerja
Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak
cukup hanya memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan
dengan efisien. Diperlukan instrumen baru, pemerintahan yang baik (good
governance) untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik.
Selain itu, budaya organisasi turut mempengaruhi penerapan pemerintahan
yang baik di Indonesia. Pengukuran kinerja dalam penyusunan laporan
akuntabilitas kinerja dilakukan dengan cara membandingkan target kinerja
sebagaimana telah ditetapkan dalam penetapan kinerja pada awal tahun
anggaran dengan realisasi kinerja yang telah dicapai pada akhir tahun
anggaran.
Laporan kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan
tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas
penggunaan anggaran. Hal terpenting yang diperlukan dalam penyusunan
laporan kinerja adalah pengukuran kinerja dan evaluasi serta pengungkapan
(disclosure) secara memadai hasil analisis terhadap pengukuran kinerja.
1. Indikator Kinerja Program
Program Kesehatan Masyarakat adalah salah satu program
Kementerian Kesehatan dengan upaya prioritas untuk menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan prevalensi gizi
kurang. Sebagaimana telah termuat dalam dokumen Perjanjian Kinerja
(PK) tahun 2018. Capaian indikator kinerja Program Kesehatan
Masyarakat tahun 2018 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.1. Capaian Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat
Tahun 2018
Sasaran Indikator Target Cakupan Capaian
Meningkatnya
ketersediaan dan
Keterjangkauan
pelayanan
kesehatan yang
bermutu bagi
seluruh
masyarakat
Persentase persalinan di fasilitas
pelayanan kesehatan (PF) 82% 77% 93,9%
Persentase ibu hamil Kurang
Energi Kronik (KEK) 19,7% 11,6% 58,9%
Persentase kabupaten/ kota yang
memenuhi kualitas kesehatan
lingkungan
35% 38% 108,6%
Indikator persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan masih belum mencapai target
(77% dari 82%), sedangkan persentase Bumil KEK merupakan indikator negatif,
dimana target capaian yang diharapkan di bawah target yang ditentukan (11,6%
dari 19,7%). Sementara persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas
kesehatan lingkungan telah memenuhi target (38% dari 35%). Adapun capaian
program dan kegiatan dari masing-masing seksi pada Bidang Kesehatan
Masyarakat diuraikan sebagai berikut :
I. Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat
Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat meliputi kegiatan pembinaan
gizi masyarakat dan pembinaan kesehatan keluarga dengan indikator kinerja
sebagai berikut :
Tabel 3.2. Indikator Kinerja dan Target
Kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat Tahun 2018
No. Indikator Kinerja Target
(%)
Realisasi
(%)
1. % Ibu hamil KEK yang mendapat
tambahan makanan.
95 95,56
2. % Bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat
ASI Eksklusif
50 58,8
3. % Ibu hamil yang mendapatkan TTD
minimal 90 tablet selama masa kehamilan.
98 81,3
4. % Balita kurus yang mendapat makanan
tambahan.
90 98,7
5. % Remaja puteri mendapat TTD 30 45,7
6. % Balita ditimbang yang naik berat
badannya.
80 74,1
7. % Kabupaten/Kota yang melaporkan hasil
Pemantauan Status Gizi
100 100
Tabel 3.3. Indikator Kinerja dan Target
Kegiatan Pembinaan Kesehatan Keluarga Tahun 2018
No. Indikator Kinerja Target Realisasi
1. Jumlah buku saku tentang kespro yang
dicetak dan didistribusikan
- -
2. % Sekolah yang mendapatkan pelayanan
penjaringan kesehatan bagi peserta didik
kelas 1, 7 dan 10
55 69
3. % Ibu bersalin di fasilitas pelayanan
kesehatan (PF)
82 77
4. % Persentase ibu hamil yang
mendapatkan pelayanan antenatal minimal
empat kali (K4)
78 79
5. % Bayi baru lahir yang mendapatkan
pelayanan kunjungan neonatal pertama
(KN1)
85 89
6. % Usia lanjut yang dilayani 30 39
7. Jumlah Buku KIA yang dicetak dan
didistribusikan
- -
a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)
Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) Persalinan
di fasilitas kesehatan merupakan indikator di Renstra 2015-2019. Pada
Renstra sebelumnya lebih dikenal dengan ”persalinan oleh nakes” (Pn).
Perubahan indikator ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir, dalam
kerangka penurunan AKI dan AKB. Apabila setiap ibu bersalin di fasilitas
kesehatan, diharapkan ketika terjadi komplikasi dan atau kegawatdaruratan
42
57
7377
0
20
40
60
80
100
2015 2016 2017 2018
maternal neonatal dapat segera ditangani oleh tim yang kompeten. Dengan
komitmen ini maka akses ibu hamil dan bersalin terhadap pelayanan
kesehatan menjadi sasaran penting bagi Direktorat Kesehatan Keluarga dan
jaringannya dalam mencapai sasaran Renstra ”meningkatnya akses dan
kualitas pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi.” Dan harapannya adalah
setiap ibu bersalin mendapatkan pelayanan sesuai standar yang sehingga
kematian ibu dan bayi dapat diturunkan. Pertolongan persalinan merupakan
proses pelayanan persalinan yang dimulai pada kala I sampai dengan kala IV
persalinan. Indikator PF diukur dari jumlah ibu bersalin yang mendapatkan
pertolongan sesuai standar oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan
dibandingkan dengan jumlah sasaran ibu bersalin dalam setahun dikali 100%.
Hasil Riskesdas menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun
ke tahun. Riskesdas tahun 2007 persalinan di fasyankes menunjukkan angka
sebesar 41,6%, tahun 2010 sebesar 56,8%, dan pada tahun 2013 sebesar
70,4%. Hal ini sejalan dengan data rutin dari Seksi Kesehatan Keluarga dan
Gizi Masyarakat selama 4 tahun terakhir sebagaimana ditunjukkan pada
grafik berikut ini.
Grafik 3.1. Trend Cakupan Persalinan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2018
Dari grafik di atas, dapat dilihat trend realisasi cakupan PF dari Tahun
2015 sampai dengan 2018 memiliki kecenderungan meningkat setiap
tahunnya, dan kondisi awal Renstra tahun 2015 sebesar 42% kemudian pada
tahun 2018 meningkat menjadi 77%. Artinya sebanyak 65.656 ibu hamil
sudah bersalin dengan tenaga kompeten di fasyankes dari total sasaran
sebanyak 85.361 ibu hamil di Kalimantan Selatan.
Dengan melihat trend capaian yang terus meningkat (berdasarkan hasil
Riskesdas dan Data Rutin Dinas Kesehatan), maka dapat dikatakan capaian
PF sudah on the track dan diperkirakan mampu mencapai target di akhir
Renstra 2015-2019 sebesar 85%. Hal ini menggambarkan bahwa kualitas
pelayanan kesehatan ibu di Kalimantan Selatan sudah memadai.
Keberhasilan pencapaian target ini didukung oleh beberapa faktor,
antara lain yaitu :
1) Adanya regulasi yang menegaskan pertolongan persalinan di Fasyankes
yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2016 tentang Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
2) Adanya dasar hukum pemberian pelayanan kesehatan sesuai standar pada
ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014.
3) Adanya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Puskesmas
4) Adanya pemahaman dan kemudahan baik dari segi pencatatan dan
pelaporan untuk persalinan di fasilitas kesehatan.
5) Tersedianya tenaga kesehatan terlatih dan terampil : Asuhan Persalinan
Normal (APN), Kelas Ibu, PPIA, BBLR, ANC Terpadu).
6) Dukungan anggaran yang memadai (APBN, APBD dan dana DAK Non
Fisik Jampersal) untuk mendorong persalinan di Fasyankes.
7) Dukungan dari lintas program dan lintas sektor, Perguruan Tinggi,
Organisasi Profesi (IDI, POGI, IBI, PPNI, Persagi) untuk peningkatan
kompetensi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan
ibu sesuai standar dan mendorong masyarakat bersalin di fasyankes.
8) Dukungan dari Tim Penggerak PKK dan jejaringnya dari tingkat provinsi
hingga desa terkait pemberdayaan keluarga dan masyarakat.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110 101
87 85 83 82 81 80 78 75 72 6965
48
77
PER
SEN
TASE
(%
)
9) Tersedianya tenaga kesehatan PTT (bidan, perawat, gizi dan kesmas)
yang ditempatkan di desa terpencil dan sangat terpencil di wilayah
Kalimantan Selatan.
10) Beberapa kabupaten/kota memiliki inovasi program untuk mendorong
pencapaian target persalinan di fasyankes
11) Memiliki sarana dan prasarana pendukung persalinan yang memadai
12) Dukungan dari perangkat desa dan masyarakat yang peduli terhadap
fasilitas kesehatan yang tersedia.
13) Dukungan pemerintah daerah dalam menerbitkan regulasi serta
memberikan sanksi bagi tenaga kesehatan yang tidak komitmen
memberikan pertolongan persalinan bukan di fasyankes.
Meskipun pencapaian provinsi masih di bawah target, namun bila
dilihat capaian menurut kabupaten/kota tahun 2018 terdapat 3 kabupaten/kota
yang indikator PF di atas target yaitu Banjarbaru (101%), Tanah Laut (87%)
dan Hulu Sungai Utara (85%). Sedangkan 10 kabupaten/kota masih di bawah
target. Terutama berturut-turut 3 kabupaten terendah adalah Banjar (69%),
Tapin (65%) dan Kotabaru (48%). Rincian capaian PF di Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2018 sebagaimana digambarkan pada grafik di bawah ini.
Grafik 3.2. Capaian Persalinan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
Hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target PF di beberapa
kabupaten/kota tersebut, antara lain adalah:
a. Masih ada persalinan ditolong oleh non tenaga kesehatan
b. Keadaan geografis Provinsi Kalimantan Selatan yang memiliki daerah
terpencil, perbatasan dan kepulauan, sehingga sulit akses ke fasyankes
mengakibatkan sasaran memilih bersalin dengan tenaga non kesehatan
atau di non Fasyankes (Rumah, Polindes, RTK).
c. Adanya Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2016 tentang Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dimana di dalamnya Polindes/Poskesdes tidak
termasuk, sementara kondisi sebenarnya masih banyak yang bersalin di
Polindes yang seharusnya tercatat sebagai bersalin di fasyankes.
d. Budaya di masyarakat dimana ibu hamil lebih senang bersalin di rumah
atau di polindes daripada di fasyankes.
e. Tingkat pendidikan ibu yang masih rendah dan kurangnya dukungan
keluarga dan masyarakat.
f. Pemanfaatan dana Jampersal dan RTK dari sebagian kabupaten/kota
masih belum optimal.
Alternatif solusi upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan
untuk pencapaian persalinan di fasilitas kesehatan
1) Daerah-daerah dengan kondisi geografis sulit dimana akses ke fasilitas
pelayanan kesehatan menjadi kendala oleh Direktorat Kesehatan
Keluarga Kemenkes RI menerapkan program Kemitraan Bidan dan
Dukun serta Rumah Tunggu Kelahiran. Para dukun diupayakan bermitra
dengan bidan, sehingga tidak ada lagi persalinan oleh dukun. Apabila
dukun mendapat kasus ibu hamil yang akan bersalin, maka wajib dirujuk
ke bidan. Selain itu, untuk mempermudah akses terhadap fasilitas
kesehatan, pemerintah menyediakan Rumah Tunggu Kelahiran yang
dapat dimanfaatkan oleh ibu hamil dan keluarga selama menunggu proses
persalinan berlangsung sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan.
2) Penguatan pemanfaatan dana Jampersal di kabupaten/kota dan
peningkatan anggaran kabupaten/kota.
3) Meningkatkan pengetahuan, dukungan keluarga dan masyarakat melalui
0102030405060708090
100110120
99,63 100 100
115
100 97,99 95,76100
91,25100 100
61,42
10095,56
kegiatan kelas ibu hamil, dan Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K).
4) Distribusi buku KIA sampai ke masyarakat dan peningkatan pemanfaatan
penggunaan buku KIA
5) Audit Maternal dan Perinatal dan Surveilans kematian Ibu
6) Memperkuat kerjasama lintas sektor dengan Kementerian Agama untuk
meningkatkan pengetahuan calon pengantin tentang kesehatan reproduksi
untuk mendorong calon pengantin memeriksakan kesehatannya ke
fasilitas kesehatan.
7) Memperluas KIE kepada seluruh lapisan masyarakat bekerjasama dengan
tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemimpin wilayah.
b. Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK) yang Mendapat Makanan
Tambahan
Indikator Ibu Hamil KEK yang mendapat makanan tambahan tahun
2018 pada perjanjian kinerja ditargetkan 95%, yang secara provinsi sudah
memenuhi target yaitu sebesar 95,56%. Namun jika dirinci berdasarkan
kabupaten/kota, terdapat 2 kabupaten/kota yang masih di bawah target,
yaitu Tabalong (91,25%) dan Kota Banjarmasin (61,42%) sebagaimana
tergambar pada grafik di bawah ini.
Grafik 3.3. Ibu Hamil KEK yang Mendapat Makanan Tambahan
Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
Adapun faktor pendukung pemberian PMT pada ibu hamil KEK, antara lain
adalah :
a. Tersedianya PMT bumil KEK dari Direktorat Gizi Kemenkes RI dengan total
20.107 dus, yang didistribusikan ke kabupaten/kota dengan rincian
sebagaimana pada tabel berikut ini.
Tabel 3.4. Daftar Alokasi PMT Ibu Hamil KEK Provinsi Kalimantan Selatan
Tahun 2018
No. Kabupaten/Kota Sasaran Jumlah (dus/kotak)
1. Tanah Laut 791 2,119
2. Kotabaru 329 579
3. Banjar 1568 4,408
4. Barito Kuala 465 1,113
5. Tapin 229 510
6. Hulu Sungai Selatan 464 813
7. Hulu Sungai Tengah 373 811
8. Hulu Sungai Utara 492 1,304
9. Tabalong 440 1,072
10. Tanah Bumbu 428 1,070
11. Balangan 437 1,134
12. Banjarmasin 804 2,016
13. Banjarbaru 1076 3,158
Total 7896 20,107
b. Sistem distribusi PMT Ibu Hamil KEK dari Pusat ke Provinsi hingga
Puskesmas dikelola dengan baik.
c. Kapasitas pengelola program gizi di kabupaten/kota dalam pencatatan dan
pelaporan sudah baik walaupun belum tepat waktu.
d. Menerapkan sistem pencatatan dan pelaporan distribusi makanan tambahan di
puskesmas melalui aplikasi e-PPGBM yang langsung dapat diakses oleh
daerah maupun pusat.
e. Daya terima makanan tambahan pada ibu hamil KEK baik, sebagian ibu hamil
dapat menghabiskan makanan tambahan yang diterima dari puskesmas.
f. Petugas kesehatan selalu memberikan penjelasan kepada ibu hamil KEK
sebagai sasaran penerima PMT antara lain: bahaya kurang gizi pada masa
kehamilan, bagaimana cara mencegah kurang gizi, alasan ibu menerim PMT,
manfaat setelah mengkonsumsi PMT dan mematuhi aturan mengkonsumsi
PMT.
Hambatan dan kendala yang dihadapi dalam pemberian makanan tambahan untuk
ibu hamil KEK, antara lain:
a. Masih kurangnya sosialisasi pencatatan dan pelaporan melalui aplikasi e-
PPGBM sehingga petugas kesehatan masih belum memahami mekanisme
pencatatan dan pelaporan dengan baik.
b. Kurangnya integrasi dan koordinasi antara tenaga gizi dan bidan dalam
pemberian makanan tambahan ibu hamil, sehingga masih ditemukan makanan
tambahan bumil KEK yang berlebih di puskesmas.
c. Kurangnya buku pedoman dan sosialisasi pedoman penanggulangan Kurang
Energi Kronik pada ibu hamil oleh pusat.
d. Masalah gudang sebagai tempat penyimpanan, di puskesmas tidak tersedia
gudang khusus tempat penyimpanan PMT sehingga masih tergabung dengan
tempat penyimpanan obat dan alat kesehatan.
e. Masalah tingkat kepatuhan dari sasaran bumil KEK
f. Masalah makanan pendamping dan keberlanjutan pangan PMT di keluarga.
g. Alasan Ibu hamil KEK tidak menghabiskan PMT antara lain: dimakan oleh
anggota keluarga lain, rasa terlalu manis, tidak suka tekstur, ada efek samping
(diare, alergi).
Alternatif pemecahan masalah yang dilakukan adalah :
a. Melakukan konfirmasi data ibu hamil KEK yang mendapat makanan
tambahan.
b. Melakukan konfirmasi ketersediaan makanan tambahan atau pembiayaan
untuk makanan tambahan bagi ibu hamil, misalnya melalui dana BOK berupa
bahan pangan lokal.
c. Melakukan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di Puskesmas dalam
penanganan masalah ibu hamil KEK, serta peningkatan sistem pencatatan dan
pelaporan melalui aplikasi e-PPGBM.
d. Monev suplementasi gizi dengan tujuan memantau distribusi PMT dan
sosialisasi aplikasi monev PMT.
e. Memberikan edukasi pentingnya kepatuhan terhadap konsumsi PMT
sehingga memberi dampak untuk peningkatan status gizi.
c. Persentase Kunjungan Neonatal Pertama (KN1)
Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau yang dikenal dengan sebutan dengan
KN1, merupakan indikator yang menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan
untuk mengurangi risiko kematian pada periode neonatal yaitu 6-48 jam setelah
lahir, dengan cara mendeteksi sedini mungkin permasalahan yang mungkin
dihadapi bayi baru lahir, sekaligus memastikan pelayanan yang seharusnya
didapatkan oleh bayi baru lahir yang diantaranya terdiri dari konseling perawatan
bayi baru lahir, ASI Eksklusif, pemberian Vitamin K1 injeksi (bila belum
diberikan) dan Hepatitis B 0 (nol) injeksi (bila belum dberikan). Kunjungan ini
dilakukan dengan pendekatan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda).
Perhitungan cakupan ini dilakukan dengan cara membandingkan bayi baru
lahir yang mendapatkan kunjungan neonatal pertama dengan jumlah seluruh bayi
baru lahir di wilyahnya yang kemudian dikonversi dalam bentuk persentase.
Target indikator KN 1 di awal Renstra 2015-2019 adalah sebesar 75% (2015),
sedangkan target pada tahun 2018 adalah sebesar 85%. Pencapaian indikator KN 1
tahun 2018 Provinsi Kalimantan Selatan sudah di atas target, yaitu sebesar 89%,
yang berarti sebanyak 71.961 bayi baru lahir di Provinsi Kalimantan Selatan dari
81.296 sasaran bayi telah dilakukan kunjungan neonatal pertama sesuai standar.
Dengan cakupan tersebut maka capaian kinerja Provinsi Kalimantan Selatan
adalah sebesar 104,7%. Namun jika dilihat berdasarkan kabupaten/kota masih
terdapat 5 kabupaten/ kota yang belum mencapai target, yaitu Banjarbaru (84%),
Balangan (83%), Tanah Bumbu (80%), Barito Kuala (78%) dan Kotabaru (69%).
Sebagaimana digambarkan pada grafik berikut ini.
Grafik 3.4. Bayi Baru Lahir yang Mendapatkan Pelayanan Kunjungan
Neonatal Pertama (KN1) Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
Faktor pendukung terlaksananya kegiatan yang menunjang capaian KN1,
diantaranya adalah:
1) Adanya pedoman Neonatal Esensial yang menjadi dasar/standar pelayanan
kesehatan bayi baru lahir yang di dalamnya termasuk adalah kunjungan
neonatal.
2) Dukungan dari organisasi profesi dan lintas program dalam penggerakan
anggotanya untuk melaksanakan KN 1. Dukungan ini diperoleh melalui
advokasi dan sosialisasi yang dilakukan terhadap organisasi profesi, dan
pelibatan organisasi profesi terkait dalam kegiatan.
3) Adanya pedoman teknis untuk fasilitas pelayanan kesehatan dalam bentuk
buku saku. Dengan telah semakin tersebar dan terdistribusinya buku saku
pelayanan neonatal esensial maka cakupan dapat tercapai. Buku ini menjadi
pedoman sekaligus suatu bentuk perlindungan terhadap nakes didalam
melaksanakan Kunjungan Neonatal Pertama.
4) Upaya peningkatan kuantitas dan kualitas pelaksanaan KN 1 diintegrasikan
dengan kegiatan persalinan di fasilitas kesehatan, karena melalui persalinan di
fasilitas kesehatan maka diharapkan bayi yang dilahirkan juga akan
mendapatkan pelayanan sesuai standar.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 91
69
98
78
88 86 89 90 90
80 8390
8489
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
79
64
80
70
84
7175 76 77
7368
92 96
79
5) Peningkatan kapasitas SDM kesehatan
6) Kebijakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan terkait penempatan
tenaga kesehatan PTT bidan/perawat/gizi/kesmas di desa terpencil dan sangat
terpencil
7) Pemenuhan sarana prasarana,
8) Dukungan anggaran,
9) Pembinaan program secara berkala sudah dilakukan (supervisi fasilitatif,
monev, bimbingan teknis program secara terpadu)
d. Persentase Ibu Hamil yang Mendapatkan Pelayanan Antenal Minimal
Empat Kali Selama Kehamilan (K4)
Cakupan K4 Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2018 sudah melebihi target,
yaitu sebesar 79% dari target 78%. Namun jika dirincikan cakupan kabupaten/
kota maka hanya 5 kabupaten/kota yang mencapai target, yaitu Banjarmasin,
Banjarbaru, Tapin, Banjar dan Tanah Laut. Sedangkan 8 kabupaten masih di
bawah target, terutama tiga yang paling rendah adalah Kotabaru (64%), Balangan
(68%) dan Barito Kuala (70%). Cakupan K4 Kabupaten/Kota di Kalimantan
Selatan Tahun 2018 sebagaimana tergambar pada grafik berikut ini.
Grafik 3.5. Persentase Ibu Hamil yang Mendapatkan Pelayanan Antenal
Minimal Empat Kali Selama Kehamilan (K4) Provinsi Kalimantan Selatan
Tahun 2018
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
18,2111,34
82,73
27,7622,54
38,42
24,0219,13 19,96 17,65
40,68
70,3
22,88
38,73
e. Persentase Usia Lanjut yang Dilayani
Usia Lanjut adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Usia
lanjut merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan
akhir dari fase kehidupannya. Target usia lanjut yang dilayani tahun 2018 sebesar
30%, dimana cakupan pelayanan Provinsi Kalimantan Selatan sudah di atas target
yaitu sebesar 38,73%.
Namun jika dirinci berdasarkan kabupaten/kota, hanya terdapat 4 kabupaten/kota
yang melebihi target, yaitu Banjar (82,73), Banjarmasin (70,3%), Balangan
(40,68%) dan Hulu Sungai Selatan (38,42%). Sedangkan 9 kabupaten/kota lainnya
masih di bawah target, sebagaimana ditunjukkan pada grafik berikut ini.
Grafik 3.6. Persentase Usia Lanjut yang Dilayani Tahun 2018
f. Persentase Sekolah yang Mendapatkan Pelayanan Penjaringan Kesehatan
Penjaringan kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan
yang bertujuan untuk mendeteksi dini siswa yang memiliki masalah kesehatan
agar segera mendapatkan pelayanan sedini mungkin.
Penjaringan kesehatan dilakukan pada peserta didik kelas 1 SD/MI, kelas 7
SMP/MTs dan kelas 10 SMA/SMK/MA.
Target dari indikator kinerja persentase sekolah yang mendapatkan
pelayanan penjaringan kesehatan sebesar 55% pada tahun 2018, sedangkan
cakupan dari Provinsi Kalimantan Selatan sudah melebihi target, yaitu sebesar
69%. Sementara jika dirinci menurut kabupaten/kota, seluruhnya telah
mencapai target, sebagaimana digambarkan pada grafik berikut ini.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
68,86 67,7572,54
66,7470,92
62,67 64,56 67,2 67,37 69,4975,47
71,7374,53
69,01
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
62,76 60,4665,02
48,4651,87
71,7767,98
63,79 65,5458,66
69
34,19
51,36
59,39
Grafik 3.7. Persentase Sekolah yang Mendapatkan Pelayanan Penjaringan
Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
g. Persentase Bayi Kurang dari 6 Bulan Mendapat ASI Eksklusif
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja selama enam bulan pertama tanpa
minuman atau makanan tambahan lain. Target persentase bayi kurang dari 6
bulan mendapat ASI Eksklusif sebesar 50%, realisasi kinerja Provinsi
Kalimantan Selatan pada tahun 2018 sebesar 59% atau sudah di atas target.
Jika dirinci menurut kabupaten/kota, maka masih terdapat 2 kabupaten/kota
yang masih belum mencapai target, yaitu Banjarmasin (34%) dan Barito Kuala
(48%) sebagaimana tersaji pada grafik berikut ini.
Grafik 3.8. Persentase Bayi Kurang dari 6 Bulan Mendapat ASI Eksklusif
di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 90,01
63,75
79,78
69,46
84,6
66,21
77,22 77,51
84,46
73,82 72
98,8495,61
81,14
h. Persentase Ibu Hamil yang Mendapat TTD 90 Tablet Selama Kehamilan
Tablet tambah darah atau biasa disebut TTD adalah suplemen penting untuk
ibu hamil dalam mencegah anemia. Pemerintah merekomendasikan konsumsi
tablet tambah darah minimal 90 tablet selama hamil. Anemia pada saat
kehamilan tidak hanya berdampak pada si ibu tetapi juga pada janin. Ibu hamil
yang menderita anemia berat beresiko mengalami perdarahan saat persalinan
dan kematian. Sementara bayinya beresiko lahir dengan berat rendah serta
prematur.
Target persentase ibu hamil yang mendapat TTD 90 tablet selama kehamilan
sebesar 98%, namun realisasi kinerja Provinsi Kalimantan Selatan hanya 81%
atau masih di bawah target. Demikian pula jika dirinci berdasarkan kabupaten/
kota 12 diantaranya masih belum mencapai target, kecuali Banjarmasin yang
sudah mencapai 98,8% sebagaimana tergambar pada grafik berikut ini.
Grafik 3.9. Persentase Ibu Hamil yang Mendapat TTD 90 Tablet Selama
Kehamilan Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
Faktor-faktor yang menjadi penyebab rendahnya realisasi kinerja tersebut,
antara lain adalah :
1) Efek samping minum TTD (mual, muntah dan sembelit)
2) Kurangnya KIE tentang manfaat TTD
3) Kondisi geografis dan akses yang sulit dijangkau, seperti daerah
pegunungan dan kepulauan (Kotabaru 63% dan Hulu Sungai Selatan 66%)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 88,58
100 100 100 10095,4995,3
100 100 100 100 100 100 98,71
Solusi yang dilakukan, antara lain adalah :
1) Menyarankan pemilihan waktu yang tepat minum TTD
2) Meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan dan kader posyandu
3) Memperbaiki strategi komunikasi (perubahan perilaku) sehingga ibu
hamil mendapat informasi yang jelas tentang manfaat TTD.
4) Menggiatkan pusling terpadu untuk menjangkau sasaran di pelosok dan
daerah terpencil.
i. Persentase Balita Kurus yang Mendapat Makanan Tambahan
Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan pada tahun
2018 ditargetkan 90%, sedangkan cakupan Provinsi Kalimantan Selatan sudah
mencapai 98,7% atau telah melampaui target. Namun jika dirinci menurut
kabupaten/kota masih terdapat satu kabupaten yang berada di bawah target, yaitu
Tanah Laut (88,58%), sementara 12 kabupaten/kota yang lain telah memenuhi
target atau di atas 90% sebagaimana tergambar pada grafik berikut ini.
Grafik 3.10. Persentase Balita Kurus yang Mendapat Makanan Tambahan
Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
Adapun faktor pendukung dalam pemberian makanan tambahan pada balita kurus,
antara lain adalah :
a. Tersedianya PMT bumil KEK dari Direktorat Gizi Kemenkes RI dengan total
12.498 dus, yang didistribusikan ke kabupaten/kota dengan rincian
sebagaimana pada tabel berikut ini.
Tabel 3.5. Daftar Alokasi PMT Balita Kurus Provinsi Kalimantan Selatan
Tahun 2018
No. Kabupaten/Kota Sasaran Jumlah
(dus/kotak)
1. Tanah Laut 630 206
2. Kotabaru 446 155
3. Banjar 2423 1,362
4. Barito Kuala 674 248
5. Tapin 335 97
6. Hulu Sungai Selatan 713 239
7. Hulu Sungai Tengah 471 155
8. Hulu Sungai Utara 976 525
9. Tabalong 547 174
10. Tanah Bumbu 183 95
11. Balangan 305 86
12. Banjarmasin 13084 8,249
13. Banjarbaru 1492 907 Total 22279 12,498
b. Sistem distribusi PMT balita kurus sudah dikelola dengan baik.
c. Kapasitas pengelola program gizi di kabupaten/kota dalam pencatatan dan
pelaporan sudah baik.
d. Menerapkan sistem pencatatan dan pelaporan distribusi makanan tambahan di
puskesmas melalui aplikasi e-PPGBM yang langsung dapat diakses oleh
daerah maupun pusat.
e. Daya terima makanan tambahan pada balita kurus, cukup baik
f. Pemberian KIE kepada orangtua balita kurus sebagai sasaran penerima PMT
Hambatan dan kendala yang dihadapi dalam pemberian makanan tambahan untuk
balita kurus, antara lain:
a. Masih kurangnya sosialisasi pencatatan dan pelaporan melalui aplikasi e-
PPGBM sehingga petugas kesehatan masih belum memahami mekanisme
pencatatan dan pelaporan dengan baik.
b. Kurangnya integrasi dan koordinasi antara tenaga gizi dan bidan dalam
pemberian makanan tambahan balita kurus, sehingga masih ditemukan
makanan tambahan balita kurus yang berlebih di puskesmas.
c. Masalah gudang sebagai tempat penyimpanan, di puskesmas tidak tersedia
gudang khusus tempat penyimpanan PMT sehingga masih tergabung dengan
tempat penyimpanan obat dan alat kesehatan.
d. Masalah makanan pendamping dan keberlanjutan pangan PMT di keluarga.
e. Alasan balita tidak menghabiskan PMT antara lain: dimakan oleh anggota
keluarga lain, tidak suka tekstur, ada efek samping (diare, alergi).
Alternatif pemecahan masalah yang dilakukan adalah :
a. Melakukan konfirmasi data balita kurus yang mendapat makanan tambahan.
b. Melakukan konfirmasi ketersediaan makanan tambahan atau pembiayaan
untuk makanan tambahan bagi balita, misalnya melalui dana BOK berupa
bahan pangan lokal.
c. Melakukan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di Puskesmas dalam
penanganan masalah balita kurus, serta peningkatan sistem pencatatan dan
pelaporan melalui aplikasi e-PPGBM.
d. Monev suplementasi gizi dengan tujuan memantau distribusi PMT dan
sosialisasi aplikasi monev PMT.
e. Memberikan edukasi pentingnya kepatuhan terhadap konsumsi PMT sehingga
memberi dampak untuk peningkatan status gizi.
f.
j. Persentase Remaja Putri yang Mendapat Tablet Tambah Darah
Remaja putri perlu mendapat tablet tambah darah karena masa remaja adalah fase
pertumbuhan yang cepat sehingga kebutuhan zat besi meningkat, kehilangan
darah rutin dalam jumlah banyak (haid), remaja putri adalah calon ibu dan untuk
mengatasi defisiensi zat besi.
Target untuk indikator ini adalah sebesar 30%, tahun 2018 Provinsi Kalimantan
Selatan telah mencapai 43%. Jika dirinci menurut kabupaten/kota, masih terdapat
2 kabupaten/kota yang masih di bawah target yaitu Banjarmasin (4%) dan Hulu
Sungai Selatan (28%) sebagaimana disajikan pada grafik berikut ini.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
75,13 74,9871,22
65,07
53,85
66,09 65,38
51,32
61,19
84,84
72,71
84,43
69,2671,93
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
46,49
61,32
85,34
65,54
89,24
28,31
43,4
74,39
35,32
97,2
48,52
4,19
37,9243,1
Grafik 3.11. Persentase Remaja Putri yang Mendapat Tablet Tambah Darah
Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
k. Persentase Balita yang Naik Berat Badannya (N/D)
Persentase balita yang naik berat badannya atau N/D adalah indikator yang
menggambarkan keberhasilan penimbangan, dimana persentase tersebut
diperoleh dengan membagi jumlah balita yang naik berat badannya dengan
seluruh balita yang ditimbang kemudian dikalikan 100.
Target persentase balita yang naik berat badannya pada tahun 2018 sebesar
80%, sementara realisasi kinerja Provinsi Kalimantan Selatan masih di bawah
target yaitu sebesar 71,9%.
Grafik 3.12. Persentase Balita yang Naik Berat Badannya (N/D)
Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
Sementara jika dirinci menurut kabupaten/kota, terdapat 2 kabupaten/kota yang
melampaui target yaitu Tanah Bumbu (84,8%) dan Banjarmasin (84,4%),
sedangkan 11 kabupaten/kota lainnya masih di bawah target sebagaimana
tergambar pada grafik 3.12.
Salah satu faktor penyebab belum tercapainya indikator ini adalah tingkat
pengetahuan ibu balita masih kurang, terutama dalam pemberian ASI dan
makanan pendamping ASI yang sesuai dengan usia balita.
Solusi yang dilakukan adalah peningkatan KIE terutama pada saat kegiatan
posyandu (meja penyuluhan) atau kunjungan rumah.
II. Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga
Tabel 3.6. Indikator Kinerja dan Target Kegiatan Penyehatan Lingkungan
No. Indikator Kinerja Target Realisasi
1. % TPM yang dilakukan pengawasan 26 21
2. Jumlah pasar yang memenuhi syarat
kesehatan yang dilakukan pengawasan
7 2
3. Jumlah TTU yang memenuhi syarat
kesehatan lingkungan (puskesmas, SD/
SMP)
4.220 3.080
4. % Sarana air minum yang dilakukan
pengawasan
40 77,6
5. Jumlah desa/kelurahan yang
melaksanakan STBM (kumulatif)
1.800 1.468
6. Jumlah RS yang melaksanakan
pengelolaan limbah medis
15 14
7. Jumlah Kabupaten/Kota Sehat 6 6
Tabel 3.7. Indikator Kinerja dan Target Kegiatan Upaya Kesehatan
Kerja dan Olahraga
No. Indikator Kinerja Target Realisasi
1. % Jamaah haji yang diperiksa kebugaran
jasmani
80 90,42
2. % Puskesmas melaksanakan kesehatan
olahraga bagi anak SD
60 30
3. Jumlah Pos Upaya Kesehatan Kerja yang
terbentuk di wilayah kerja puskesmas
100 141
4. Jumlah fasilitas pemeriksaan kesehatan
TKI yang memenuhi standar
- -
5. Jumlah perusahaan/tempat kerja
melaksanakan Gerakan Pekerja
Perempuan Sehat Produktif
- 3
a. Indikator Kinerja : Persentase Desa/Kelurahan yang Melaksanakan
STBM
Desa STBM adalah desa yang melaksanakan program STBM yang
memenuhi kriteria minimal adanya natural leader/kelompok kerja STBM
desa, mempunyai rencana kerja tahunan desa/kelurahan dan telah memiliki 1
dusun Stop BAB Sembarangan (Stop BABs). Pendekatan STBM akan
mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat
dengan cara pemicuan. Pendekatan parstisipatif mengajak masyarakat untuk
menganalisa kondisi sanitasi melalui proses pemicuan yang menimbulkan
rasa ngeri dan malu kepada masyarakat tentang pencemaran lingkungan
akibat BABS (Buang Air Besar Sembarangan). Adapun Tujuan dari Program
STBM (Sanitasi Total berbasis Masyarakat) yaitu mewujudkaan akses dan
menggunakan jamban sehat; mencuci tangan pakai sabun (CTPS), mengelola
dan menyimpan air minum dan makanan yang aman; mengelola sampah
dengan baik; serta mengelola limbah rumah tangga.
Grafik 3.13. Desa/Kelurahan yang Melaksanakan STBM
Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
201
52
20
290
135
148
169
219
157
131
135
150
202
124
29
20
185
127
148
57
172
105
119
135
108
134
- 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Barito Kuala
Banjarmasin
Banjarbaru
Banjar
Tapin
HS. Selatan
HS. Tengah
HS. Utara
Balangan
Tabalong
Tanah Laut
Tanah Bumbu
Kotabarudesa/Kel
STBM
Dari grafik di atas Desa STBM Provinsi Kalimantan Selatan sampai tahun
2018 sebesar 1.468 Desa yang telah melaksanakan desa STBM di masing-
masing Kabupaten Kota.
Meskipun capaian kinerja telah tercapai akan tetapi ada beberapa
hambatan untuk pencapaian Universal Access 2019 STBM sebagai
berikut :
• Beberapa Petugas Kesehatan Lingkungan Puskesmas belum melakukan
entry di website STBM dalam laporan desa yang melaksanakan STBM
• Beberapa Puskesmas belum melakukan penganggaran pelaksanaan STBM
di dana Desa dan BOK
• Kabupaten Hulu Sungai Tengah petugas Kesehatan Lingkungan belum
pernah mendapatkan pelatihan STBM dikarenakan Hulu sungai Tengah
Baru tahun 2017 masuk menjadi daerah PAMSIMAS (Penyediaan Air
Minum dan Sanitasi Masyakat)
• Beberapa kecamatan dan desa/kelurahan belum optimal dalam koordinasi
lintas sector dan lintas program.
• Kekurangan cetak jamban/cetak jamban terbatas di kabupaten sehingga
memerlukan waktu lama dalam pembuatan Jamban/WC dikarenakan
pemakaian cetak jamban bergiliran.
Tindak lanjut dalam pencapaian desa yang melaksanakan STBM sebagai
berikut:
a) Meningkatkan Jumlah/Desa kelurahan yang melaksanakan STBM
b) Meningkatkan Jumlah desa/kelurahan SBS terverifikasi.
c) Mengoptimalkan peran kecamatan dan desa/kelurahan dalam pencapaian
wilayah yang terbebas dari perilaku buang air bersih sembarangan.
d) Bagi Kabupaten/kota (Banjarmasin, Tanah Bumbu dan Hulu Sungai
Tengah) yang belum segera membuat regulasi STBM untuk mendukung
percepatan Universal Access 2019.
e) Meningkatkan anggaran STBM dalam APBD kabupaten/kota, BOK
Puskesmas dan memasukan STBM dalam RPJM Desa.
46,5 96,1 98,9 64,8 71,2 79,8 71,1 75,5 86,2 89,6 92,6 78,2 57,8 77,6 -
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
90,0
100,0
Bar
ito K
uala
Ban
jarm
asin
Ban
jarb
aru
Ban
jar
Tap
in
HS
. Sel
atan
HS
. Ten
gah
HS
. Uta
ra
Bal
anga
n
Tab
alon
g
Tan
ah L
aut
Tan
ah B
umbu
Kot
abar
u
Kal
sel
f) Memaksimalkan sinergi dan integrasi pendekatan STBM dalam kegiatan
lintas sektor dan lintass program terkait upaya percepatan universal access
2019.
g) Meningkatkan status kecamatan yang cakupan akses sanitasi di atas 95%
menjadi kecamatan SBS/ODF paling lama di akhir tahun.
h) Memastikan Larangan Buang Air Besar Sembarangan (SBS) di desa /
kelurahan SBS melalui peraturan desa.
i) Melakukan updating progress akses jamban keluarga ke website STBM
secara rutin, setiap ada perubahan data di lapangan.
b. Indikator Kinerja : Persentase sarana Air Minum yang Dilakukan
Pengawasan
Pelaksanaan Pengawasan Kesehatan Air Minum (PKAM) suatu upaya
meningkatkan pelayanan penyediaan air kepada masyarakat yang aman dan
terhindar dari gangguan kesehatan terkait air. Yang bertujuan memberikan
pelayanan kepada masyarakat untuk mendapatkan air yang aman dikonsumsi,
tidak ada perumahan kumuh masyarakat dan sanitasi yang layak bagi seluruh
masyarakat.
Grafik 3.14. Sarana Air Minum Dilakukan Pengawasan
Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
Dari gambar di atas menggambarkan persentase Sarana Air minum
yang dilakukan pengawasan Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
sebesar 77,6% telah memenuhi target Nasional sebesar 40%.
Walaupun sudah tercapat target nasional masih ada kendala dan
74,6 65,6 84,4 70,0 68,0 62,0 61,0 60,8 83,7 80,5 72,3 80,4 62,0 75,2 -
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
90,0
100,0
Bar
ito K
uala
Ban
jarm
asin
Ban
jarb
aru
Ban
jar
Tap
in
HS
. Sel
atan
HS
. Ten
gah
HS
. Uta
ra
Bal
anga
n
Tab
alon
g
Tan
ah L
aut
Tan
ah B
umbu
Kot
abar
u
Kal
sel
masalah yang dihadapi sebagai berikut :
1) Belum maksimal Petugas Sanitarian melakukan pengawasan air
Minum di wilayah kerja masing-masing puskesmas hal ini
disebabkan karena terbatas dana dan peralatan serta ketrampilan
dalam pemeriksaan air minum.
2) Beberapa petugas Sanitarian belum mendapatkan Pelatihan dalam
pengawasan air minum, baik melakukan Inspeksi Kesehatan
Lingkungan Sarana air minum maupun entry pada website
RPKAM.
c. Indikator Kinerja : Persentase Sekolah dan Puskesmas yang Memenuhi
Persyaratan Kesehatan (TTU)
Tempat-tempat umum merupakan tempat kegiatan bagi umum yang
mempunyai tempat, sarana dan kegiatan tetap, diselenggarakan oleh badan
pemerintah, swasta dan atau perorangan yang dipergunakan langsung oleh
masyarakat contoh sekolah, puskesmas, hotel, tempat ibadah, dan lain-lain.
Tujuan Sanitasi tempat-tempat Umum (TTU) untuk memantau tempat-
tempat umum secara berkala serta membina dan meningkatkan peran serta
masyarakat dalam menciptakan lingkungan bersih dan sehat di tempat-tempat
umum. Capaian indikator per kabupaten dapat dilihat pada grafik berikut.
Grafik 3.15. TTU Memenuhi Syarat Kesehatan
Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
6,1 11,0 13,2 14,1 73,0 36,9 32,0 3,1 25,8 15,1 17,5 7,8 17,4 21,0 -
10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0
100,0
Bar
ito K
uala
Ban
jarm
asin
Ban
jarb
aru
Ban
jar
Tap
in
HS
. Sel
atan
HS
. Ten
gah
HS
. Uta
ra
Bal
anga
n
Tab
alon
g
Tan
ah L
aut
Tan
ah B
umbu
Kot
abar
u
Kal
sel
Grafik tersebut menggambarkan persentase tempat-tempat umum (TTU) yang
memenuhi syarat kesehatan Provinsi Kalimantan Tahun 2018 sebesar 75,2%
di atas target nasional 56%.
Walaupun sudah tercapai target nasional, namun masih ada kendala dan
masalah yang dihadapi dalam pengawasan tempat-tempat umum yang belum
memenuhi syarat kesehatan dikarenakan ada beberapa puskesmas yang belum
melaksanakan Inspeksi Santitasi Kesehatan (IKL) TTU (Pasar sehat) dan
masih adanya petugas Sanitarian yang belum dilatih dalam pelaksanaan
penilaian tempat-tempat umum.
d. Indikator Kinerja : Persentase TPM yang dilakukan Pengawasan
Memenuhi Syarat Kesehatan
Higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor
makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang mungkin bisa
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Pengawasan tempat
pengolahan makanan berupa kegiatan penilaian terhadap tempat-tempat yang
memproduksi makanan antara lain rumah makan, restoran, jasa boga, katering,
industri makakan, pedagang kaki lima, warung kopi dam makanan dan depot
air minum. Pengawasan tempat pengolahan makanan menjamin keamanan dan
kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan
makanan yang akan merugikan pembeli mengurangi kerusakan/pemborosan
makanan.
Indikator tersebut dapat dilihat capaian per kabupaten pada gambar berikut :
Grafik 3.16. TPM Memenuhi Syarat Kesehatan
Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
Grafik di atas menggambarkan persentase pengawasan tempat-tempat
umum dilakukan pengawasan Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
sebesar 21 %, di bawah target nasional sebesar 26%. Walaupun di bawah
angka nasional masih ada 3 (tiga) kabupaten di atas target nasional yaitu
Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah.
Sedangkan cakupan yang tertinggi yaitu Kabupaten Tapin. Beberapa
permasalahan yang dihadapi di lapangan yaitu petugas pemeriksa belum
terlatih, beberapa puskesmas yang belum melaksanakan Inspeksi
Kesehatan Lingkungan TPM serta memberikan sertifikat laik sehat hal ini
dikarenakan alat sanitarian kit dan biaya untuk pemeriksaan kimia dan
bakteriologis terbatas.
e. Indikator Kinerja : Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan
Kabupaten Kota Sehat (KKS)
Kabupaten/Kota Sehat adalah suatu kondisi kabupaten/Kota yang
bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai melalui
terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dan kegiatan yang terintegrasi
yang disepakati masyarakat oleh pemerintah daerah. Sasaran kabupaten/kota
yaitu tatanan potensi dan permasalahan pada msing-masing kecamatan di
kabupaten/kota. Penyelenggarakan dilakukan melalui berbagai kegiatan
dengan memperdayakan masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah
kabupaten/kota untuk mewujudkan kabupaten/kota sehat. Tujuan
Kabupaten/kota sehat tercapainya kondisi kabupaten/kota untuk hidup
dengan bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni dan sebagai tempat
bekerja bagi warganya dengan cara terlaksananya berbagai program-program
kesehatan dan sektor lain, sehingga dapat meningkatkan sarana dan
produktivitas dan perekonomian masyarakat.
Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018 dalam menyelenggarakan
Kabupaten/kota sehat sebanyak 6 (enam) Kota yaitu Kota Banjarmasin,
Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Hulu Sungai Selatan, Balangan dan Tanah
Bumbu. Adapun kendala yang dihadapi dalam melaksanakan KKS
dikarenakan oleh beberapa hal :
1. Beberapa kabupaten/kota belum membentuk/Pembuatan SK Tim Pembina
Kabupaten dan Tim Forum Kabupaten Kota Sehat.
2. Kurangnya dukungan dana dari Pemda baik bersumber APBN, APBD
(provinsi dan kabupaten) guna melaksanakan persiapan dan Koordinasi
Tim pembina Kabupaten dan Tim forum Kabupaten melakukan sosialisasi
dan koordinasi dalam pelaksanaan Kabupaten/Kota Sehat untuk
mempercepat pelaksanan kabupaten/kota sehat.
3. Peran Tim Pembina Provinsi dalam melakukan advokasi dan asistensi ke
Pemerintah Daerah Kabupaten/kota.
Persentase Kabupaten/Kota yang memenuhi kualitas kesehatan Lingkungan
yaitu : Banjarmasin, Banjarbaru, HSS, Tanah Bumbu dan Tabalong (4 dari 13
kabupaten/kota atau 38%).
Dikatakan memenuhi “kualitas kesehatan lingkungan” jika kabupaten/kota
minimal mencapai 4 indikator dari 7 indikator, sebagai berikut :
1. Jumlah desa yang melaksanakan STBM,
2. Jumlah pasar yang memenuhi syarat kesehatan yang dilakukan pengawasan,
3. Persentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan
4. Persentase Tempat-tempat Umum yang memenuhi syarat kesehatan
5. Persentase RS yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai standar
6. Persentase Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi syarat
kesehatan
7. Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan tatanan kawasan sehat
Definisi Operasional (DO) Indikator Kesehatan Lingkungan sebagai berikut :
1. Cakupan Sanitasi Total Berbasis Masyarakkat (STBM) adalah
persentase desa yang melaksanakan program STMB yang memenuhi
kriteria sudah dilakukan pemicuan, minimal adanya kelompok kerja STBM
desa, mempunyai rencana kerja tahunan desa/kelurahan dan telah memiliki
1 dusun Stop BAB Sembarangan (Stop BABs)
2. Persentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan adalah
persentase jenis sarana air minum yang dipantau dibagi dengan Jumlah
Sarana air minum yang ada di wilayah tersebut
3. Persentase tempat-tempat umum (TTU) yang memenuhi syarat
kesehatan adalah jumlah TTU yang dibina (TTU yang tidak memenuhi
syarat) dibagi dengan jumlah TTU yang dibina dan telah menjadi TTU sehat
4. Persentase Tempat Pengolahan makanan (TPM) yang memenuhi syarat
Kesehatan adalah jumlah TPM yang diperiksa memenuhi syarat kesehatan
dibagi dengan jumlah TPM yang ada wilayah tersebut.
5. Persentase RS yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai
standar adalah rumah sakit yang melakukan pengelolaan limbah medis
standar dibagi dengan jumlah rumah sakit yang ada di wilayah tersebut.
Rumah Sakit harus mempunyai fasilitas pengelolaan limbah sendiri yang
ditetapkan Kepmenkes Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu:
1. Fasilitas Pengelolaan Limbah padat — Setiap Rumah sakit harus
melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber dan harus mengelola dan
mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya, beracun dan setiap
peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari
pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi
dari pihak yang berwenang.
2. Fasilitas Pengolahan Limbah Cair — Limbah cair harus dikumpulkan
dalam container yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan
radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan penyimpanannya.
Rumah sakit harus memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah sendiri.
6. Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan tatanan Kawasan
Sehat adalah suatu kondisi kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman dan
sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai melalui terselenggaranya
penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi yang
disepakati masyarakat dan pemerintah daerah
7. Persentase jumlah pasar yang memenuhi syarat kesehatan yang
dilakukan pengawasan adalah jumlah pasar yang dipantau dibagi dengan
jumlah pasar yang ada di wilayah tersebut.
a. Indikator Kinerja: Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan
kesehatan kerja dasar
Kesehatan Kerja adalah upaya perlindungan dan pemeliharaan kesehatan fisik,
mental dan sosial tenaga kerja di semua pekerjaan, dan pencegahan gangguan
kesehatan tenaga kerja, baik itu pada pekerja formal maupun pekerja informal.
Indikator ini digunakan untuk mengukur keberhasilan dalam peningkatkan
pelayanan kesehatan pada pekerja, berupa pelayanan pekerja sakit yang
berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan, surveilans kesehatan kerja,
pengukuran kebugaran di tempat kerja, dan pemeriksaan kesehatan pada pekerja.
Target yang ditetapkan pada tahun 2018 untuk jumlah Puskesmas yang
menyelenggarakan kesehatan kerja dasar adalah 70% atau sekitar 164 Puskesmas
di Kalimantan Selatan namun capaian kinerja Tahun 2017 ini telah mencapai
67,23% atau sebanayak 158 Puskesmas sudah menyelenggarakan kesehatan kerja
dasar. Dibandingkan dengan persentase puskesmas yang sudah menyelenggarakan
kesehatan kerja dasar pada tahun 2017, persentase puskesmas sudah
menyelenggarakan kesehatan kerja dasar tahun 2018 meningkat namun masih
belum mencapai target dan sesuai renstra pusat. Jika pada tahun 2017 persentase
puskesmas yang sudah menyelenggarakan kesehatan kerja dasar di seluruh
Kabupaten/Kota se-Kalimantan Selatan hanya sebesar 63,83% dengan target
tahun 2017 sebesar 60%, sedangkan tahun 2018 persentase puskesmas yang sudah
menyelenggarakan kesehatan kerja dasar di seluruh Kabupaten/Kota se-
Kalimantan Selatan sebesar 67,23% dengan target tahun 2018 sebesar 70%
sebagaimana tergambar pada grafik berikut.
0 0 0 1 1 2 411 12 16 19
3441
141
0
20
40
60
80
100
120
140
160
20,83
42,8647,37
53,85
69,2375,00 76,19 78,95 80,77
88,89 89,47 92,86100,00
67,23
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
Grafik 3.17. Persentase Puskesmas yang Menyelenggarakan Kesehatan
Kerja Dasar Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
Selain itu juga Pos Usaha Kesehatan Kerja (UKK) yang terbentuk dan dibina
Puskesmas pada tahun 2018 ini sudah meningkat. Jika pada tahun 2017 sudah
terbentuk sebanyak 113 buah Pos UKK, pada tahun 2018 ini sudah meningkat
menjadi 141 Pos UKK, sedangkan target pada tahun 2018 sebanyak 100 buah.
Diharapkan tahun selanjutnya semua Puskesmas yang ada di kabupaten/kota
sudah bisa membentuk dan membina Pos UKK sebagaimana tergambar pada
grafik berikut ini.
Grafik 3.18. Jumlah Pos UKK di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
b. Indikator Kinerja : Persentase Puskesmas yang melaksanakan kegiatan
kesehatan olahraga pada masyarakat di wilayah kerjanya
Kesehatan Olahraga adalah upaya kesehatan yang memanfaatkan olahraga atau
latihan fisik untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani
melalui aktifitas fisik dan atau olahraga. Target sasaran kesehatan olahraga
adalah masyarakat umum dan prestasi.
Kebugaran jasmani merupakan indikator fungsi organ yang optimal, terutama
fungsi jantung, paru-paru, dan otot rangka yang dapat menggambarkan kualitas
hidup sehari hari. Tingkat kebugaran yang rendah menjadi salah satu faktor
risiko seseorang untuk mengalami penyakit akibat kurang gerak dan dapat
berdampak pada penurunan produktivitas maupun prestasi. Mengetahui tingkat
kebugaran jasmani juga sangat bermanfaat dalam menentukan kegiatan
aktifitas fisik, latihan fisik dan olahraga sesuai dengan kesiapan fisiknya.
Peningkatan Penyakit Tidak Menular (PTM) sangat erat hubungannya dengan
perubahan perilaku dan gaya hidup, seperti pola makan yang tidak seimbang,
kurangnya aktifitas fisik merupakan salah satu dampak negatif dalam masa
perkembangan IPTEK.
Indikator ini digunakan untuk mengukur keberhasilan dalam peningkatkan
pelayanan kesehatan olahraga pada masyarakat, berupa pendataan kelompok
olahraga, pembinaan dan pelayanan kesehatan olahraga dalam bentuk
pengukuran kebugaran masyarakat di Puskesmas, pengukuran kebugaran calon
Jemaah haji, pengukuran kebugaran pekerja dan pengukuran kebugaran anak
sekolah. Target yang ditetapkan pada tahun 2018 untuk jumlah Puskesmas
yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga pada masyarakat di wilayah
kerjanya adalah 50% atau sekitar 117 Puskesmas di Kalimantan Selatan namun
capaian kinerja Tahun 2018 ini telah mencapai 70,64% atau sebanayak 176
Puskesmas sudah melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga pada masyarakat
di wilayah kerjanya.
Pencapaian kinerja indikator ini digambarkan sebagaimana dalam grafik
berikut ini.
20,83
57,14
89,47
58,33
23,08
100,00
66,6773,68
80,77
94,4489,47
92,86100,00
70,64
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
8,33
32,14
57,89
16,67
7,69 7,69
33,33
10,537,69
44,44
15,79
71,43
22,2225,53
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
Grafik 3.19. Persentase Puskesmas yang Melaksanakan Kegiatan
Kesehatan Olahraga pada Masyarakat di Wilayah Kerjanya
Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
Sementara itu, indikator kinerja persentase puskesmas melaksanakan kesehatan
olahraga bagi anak sekolah dasar ditargetkan pada tahun 2018 sebesar 60%,
namun cakupan Provinsi Kalimantan Selatan hanya 25%.
Grafik 3.20. Persentase Puskesmas Melaksanakan Kesehatan Olahraga
bagi Anak SD di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
Namun jika dilihat cakupan per kabupaten/kota, terdapat satu kabupaten yang
melampaui target yaitu Tanah Bumbu (71,43%), sedangkan 12 kabupaten/kota
yang lain masih di bawah target. Penyebab rendahnya cakupan indikator ini
disebabkan beberapa faktor, antara lain sumber daya manusia terbatas (belum
dilatih), kegiatan tidak dianggarkan dalam BOK dan kurangnya sinergi/integrasi
perencanaan dengan kabupaten/kota. Rincian capaian indikator kinerja ini dapat
dilihat pada Grafik 3.20.
Indikator kinerja persentase jemaah haji yang diperiksa kebugaran jasmani pada
tahun 2018 ditargetkan sebesar 80%, dapat direalisasi Provinsi Kalimantan
Selatan sebesar 89% atau capaian 111,25%.
Grafik 3.21. Persentase Jemaah Haji yang Diperiksa Kebugaran Jasmani
Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
Namun jika dirinci per kabupaten/kota, terdapat satu kabupaten yang tidak dapat
mencapai target yaitu Balangan (68%). Penyebabnya rendahnya cakupan ini
adalah keterbatasan SDM di puskesmas dan kurangnya koordinasi dengan
pengelola kabupaten. Rincian capaian indicator kinerja ini dapat dilihat pada
Grafik 3.21.
85
100
90
68
87 92
87 93 91
82 87
97 98 89
-
20
40
60
80
100
120
III. Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat
Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat memegang tanggung jawab
indikator kinerja sebanyak 3 kegiatan, yaitu jumlah kabupaten/kota yang
melaksanakan minimal 5 tema gerakan masyarakat hidup sehat, persentase
posyandu aktif dan persentase desa yang mengalokasikan dana desa untuk UKBM
sebagaimana disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.8. Indikator Kinerja dan Target
Kegiatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
No. Indikator Kinerja Target Realisasi
1. Jumlah Kabupaten/Kota yang
melaksanakan minimal 5 tema kampanye
Germas
6 7
2. % Posyandu aktif 26 27
3. % Desa yang mengalokasikan dana desa
untuk upaya kesehatan berbasis
masyarakat sesuai dengan NSPK
kesehatan
31 32
a. Jumlah Kabupaten/Kota yang Melaksanakan Minimal 5 Tema Kampanye
Germas
Secara umum tema Germas dapat diuraikan sebagai berikut: 1)
Peningkatan Aktifitas Fisik, 2) Penyediaan Pangan Sehat dan Percepatan
Perbaikan Gizi (Konsumsi Sayur/Buah dan Stunting), 3) Peningkatan Pencegahan
dan Deteksi Dini Penyakit (Periksa Kesehatan Berkala), 4) Peningkatan Kualitas
Lingkungan, 5) Peningkatan Perilaku Hidup Sehat, 6) Peningkatan Edukasi Hidup
Sehat.
Dari target 6 kabupaten/kota pada tahun 2018, Provinsi Kalimantan
Selatan dapat mencapai sebanyak 7 kabupaten/kota atau 116%. Kabupaten/kota
tersebut adalah: Tanah Bumbu dan Banjar (lokus 2017), Hulu Sungai Selatan,
Hulu Sungai Tengah dan Hulu Sungai Utara (lokus 2018) ditambah Banjarmasin
dan Banjarbaru.
0 20 40 60 80 100
Kota Banjarmasin
Kota Banjarbaru
Banjar
Tapin
Hulu Sungai Selatan
Hulu Sungai Tengah
Balangan
Tabalong
Tanah Laut
Tanah Bumbu
Kotabaru
Barito Kuala
Hulu Sungai Utara
Provinsi
82,14
71,07
84,44
85
76,61
65,46
88,72
38,49
67,05
52,04
57,67
87,86
79,79
73,24
17,86
28,93
15,56
15
23,39
34,54
11,28
61,51
32,95
47,96
42,33
12,14
20,21
26,76
PERSENTASE (%)Tidak Aktif Aktif
b. Persentase Posyandu Aktif
Posyandu aktif adalah posyandu yang mampu melaksanakan kegiatan
utamanya secara rutin setiap bulan (KIA: ibu hamil, ibu nifas, bayi, balita, KB,
imunisasi, gizi, pencegahan dan penanggulangan diare) dengan cakupan masing-
masing minimal 50% dan melakukan kegiatan tambahan.
Dimana posyandu bertujuan untuk menunjang percepatan penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak
Balita (AKABA) melalui upaya pemberdayaan masyarakat.
Cakupan posyandu aktif Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 27% telah
melampaui dari target pada tahun 2018 sebesar 26% atau capaian 104%.
Sementara jika dilihat per kabupaten/kota, hanya 5 kabupaten/kota yang melebihi
target, yaitu : Tabalong (61,51%), Tanah Bumbu (47,96%), Kotabaru (42,33%),
Hulu Sungai Tengah (34,54%) dan Tanah Laut (32,95%). Rincian persentase
posyandu aktif dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Grafik 3.22. Posyandu Aktif di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
Adapun permasalahan yang masih membuat perkembangan posyandu
masih jalan di tempat dikarenakan urusan Posyandu masih merupakan urusan
kesehatan, sedangkan tujuan utama dibentuknya Posyandu adalah
memberdayakan masyarakat dalam kemandirian agar mau, tahu dan mampu
dalam mengatasi masalah kesehatannya sendiri. Oleh karena itu masih diperlukan
advokasi secara terus-menerus kepada lintas sektor dan lintas program terkait
tentang permasalahan dan manfaat apabila Posyandu berkembang. Perlunya
pendampingan kepada desa sebagai strata pemerintahan terendah dalam
pemanfaatan Dana Desa bagi UKBM terutama Posyandu di bidang pemberdayaan
masyarakat. Peningkatan jumlah Posyandu dan perubahan strata terjadi karena
adanya realisasi dana desa sebagai anggaran penunjang operasional Posyandu.
Berdasarkan strata posyandu di Kalimantan Selatan yang paling besar adalah
Madya (57%) dan Purnama (25%), sedangkan strata Mandiri hanya sebesar 2%.
Provinsi Kalimantan Selatan terus mengupayakan peningkatan strata Pratama dan
Madya menjadi Purnama bahkan Mandiri. Rekapitulasi strata posyandu di
Kalimantan Selatan sebagaimana ditunjukkan pada table berikut ini.
Tabel 3.9. Strata Posyandu di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018
No. Kabupaten/Kota Pratama % Madya % Purnama % Mandiri % Total
1. Banjarmasin 30 8% 292 74% 70 18% 0 0% 392
2. Banjarbaru 33 21% 80 50% 39 25% 7 4% 159
3. Banjar 160 30% 296 55% 75 14% 9 2% 540
4. Tapin 32 15% 155 70% 31 14% 2 1% 220
5. HSS 49 17% 177 60% 68 23% 1 0% 295
6. HST 52 13% 219 53% 138 33% 5 1% 414
7. Balangan 90 46% 83 43% 17 9% 5 3% 195
8. Tabalong 0 0% 107 38% 163 59% 8 3% 278
9. Tanah Laut 29 11% 148 56% 74 28% 13 5% 264
10. Tanah Bumbu 46 23% 56 29% 74 38% 20 10% 196
11. Kotabaru 8 3% 165 55% 110 37% 17 6% 300
12. Barito Kuala 107 28% 233 60% 47 12% 0 0% 387
13. HSU 2 1% 227 79% 58 20% 0 0% 287
Provinsi 638 16% 2238 57% 964 25% 87 2% 3927
c. Persentase Desa yang Mengalokasikan Dana Desa untuk UKBM sesuai
dengan NSPK kesehatan
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa, yang ditransfer melalui APBD
Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahaan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan
2931 32
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
2016 2017 2018
PER
SEN
TASE
(%
)
pemberdayaan masyarakat (Permendagri Nomor 113 Tahun 2014). Desa yang
mengalokasikan Dana Desa untuk UKBM adalah persentase desa yang
memanfaatkan Dana Desa minimal 10% untuk UKBM dengan difasilitasi oleh
puskesmas.
Capaian Provinsi Kalimantan Selatan dari tahun ke tahun terus meningkat
dari tahun 2016 sebesar 29%, meningkat menjadi 31% pada tahun 2017 dan
meningkat menjadi 32% pada tahun 2018. Target pada tahun 2018 sebesar 31%,
artinya capaian Provinsi Kalimantan Selatan sudah di atas target atau 103%.
Pada tiap tahunnya penggunaan dana desa terus meningkat ini dikarenakan
adanya sosialisasi penggunaan dana desa serta adanya pendampingan sarjana
pendamping desa/fasilitator desa. Trend persentase desa yang memanfaatkan dana
desa minimal 10% untuk UKBM dapat digambarkan pada grafik berikut ini.
Grafik 3.23. Trend Persentase Desa yang Memanfaatkan Dana Desa Minimal
10% untuk UKBM Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2016-2018
d.
IV. Administrasi Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
pada Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada
Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat diarahkan untuk penguatan
perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan kegiatan yang terintegrasi antar
pusat dan daerah, antar program dan antar sektor.
Tabel 3.10. Indikator Kinerja dan Target Kegiatan Dukungan Manajemen
dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan
Kesehatan Masyarakat
No. Indikator Kinerja Target
(%)
Realisasi
(%)
1. % Realisasi kegiatan administrasi dukungan
manajemen dan pelaksanaan tugas teknis
lainnya Program Pembinaan Kesehatan
Masyarakat
92 95
Kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis
Lainnya pada Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat dari target 92%
pada tahun 2018 realisasi sebesar 95% atau capaian 103%. Dimana kegiatan
Dukungan Manajemen ini diberikan untuk mendukung kegiatan pada program
teknis, diantaranya adalah Rapat Koordinasi Teknis Program Kesehatan
Masyarakat, Bimbingan Teknis Program Kesehatan Masyarakat ke
kabupaten/kota, Konsultasi Program Kesehatan Masyarakat ke Pusat dan
Evaluasi Pelaporan Program Kesehatan Masyarakat serta Pengelolaan
Keuangan dan BMN.
B. Realisasi Anggaran
Pagu anggaran pada Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat Satker Dinas
Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Anggaran 2018 sebesar
Rp 13.341.313.000,- dan mencapai realisasi sebesar Rp 10.876.086.320,- atau
81,52%. Realisasi anggaran Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat disajikan
pada tabel berikut ini.
Tabel 3.11. Realisasi Anggaran Dekonsentrasi (03) Program Pembinaan
Kesehatan Masyarakat Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Anggaran 2018
No. Jenis Kegiatan Pagu
(Rp)
Realisasi
(Rp)
Realisasi
(%)
1. (2080)
Pembinaan Gizi Masyarakat 3.212.000.000 2.513.979.000 78,27%
2.
(2085)
Dukungan Manajemen dan
Pelaksanaan Tugas Teknis
Lainnya pada Program Layanan
Dukungan Manajemen
900.319.000 781.924.400 86,85%
3. (2089)
Pembinaan Upaya Kesehatan
Kerja dan Olahraga
794.079.000 719.251.100 90,58%
4. (5832)
Pembinaan Kesehatan Keluarga 1.398.178.000 1.147.615.765 82,08%
5. (5833)
Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat
6.065.694.000 4.893.150.055 80,67%
6. (5834)
Penyehatan Lingkungan 971.043.000 820.166.000 84,46%
Total 13.341.313.000 10.876.086.320 81,52
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Capaian indikator kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat Provinsi Kalimantan
Selatan pada tahun 2018 adalah sebagai berikut :
a. Persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) dengan capaian 77 dari target
82%.
b. Persentase Ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) dengan capaian sebesar
11,6% dari target 19,7%.
c. Persentase Kabupaten/Kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan dengan
capaian sebesar 38% dari target 35%.
2. Ketiga indikator tersebut dilaksanakan di tingkat Puskesmas, di mana Provinsi
berperan untuk memastikan indikator tersebut berjalan sebagaimana mestinya melalui
dukungan dari tahap perencanaan (Juknis, Juklak, Pedoman), pelaksanaan
(sosialisasi, orientasi, refreshing) dan monitoring evaluasi.
3. Faktor pendukung keberhasilan pencapaian indikator kinerja program, antara lain adalah
ketersediaan anggaran, kebijakan dari pemerintah pusat, regulasi dari pemerintah
provinsi, integrasi dan sinergi pusat-daerah, serta keakuratan data.
4. Faktor penghambat dalam pencapaian indikator kinerja program, antara lain adalah SDM
yang jumlahnya terbatas dan belum terlatih, tingkat kepatuhan sasaran, masih ada ego
program dan sarana/prasarana belum memadai (gudang penyimpanan khusus PMT tidak
tersedia di puskesmas).
5. Alternatif solusi yang dapat diberikan, antara lain memaksimalkan pembinaan
penyelenggaraan program dan terfokus pada daerah sasaran yang aktif kepada
seluruh pengelola kesehatan di daerah dalam percepatan pencapaian target indikator
program serta memaksimalkan komunikasi aktif.
6. Realisasi anggaran dekonsentrasi (03) Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat
tahun 2018 pada Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan telah mencapai
81,52%. Hal ini dapat dikatakan sejalan dengan capaian indikator kinerja, dimana telah
mencapai target.
B. Saran
1. Dalam menyusun perencanaan tahun yang akan datang diharapkan untuk memperkuat
intervensi spesifik dan sensitif yang terintegrasi pada lokus prioritas dengan
meningkatkan akses pelayanan kesehatan dasar dan upaya promotif dan preventif.
2. Penyusunan perencanaan/anggaran diharapkan sesuai money follow program
berdasarkan pendekatan Holistik, Tematik, Integratif dan Spasial (HITS).
3. Setiap kabupaten/kota diharapkan dapat menindaklanjuti dengan menyusun dan
melaksanakan Rencana Aksi Daerah untuk peningkatan capaian program prioritas.
4. Monitoring dan evaluasi perlu terus dilakukan agar dapat terpantau serta terkendalinya
masalah dan hambatan secara dini sehingga dapat menemukan solusi yang cerdas dan
inovatif dalam pelaksanaan kegiatan.
LAMPIRAN