labiopalatoschizis

36
BAB I PENDAHULUAN Celah palatum (cleft palate) dan celah bibir (cleft lip) adalah salah satu kelainan kongenital orofasial. Kelainan tersebut terjadi karena kegagalan penyatuan prossesus fasialis dengan sempurna sehingga terjadi celah pada bibir atau palatum. Cleft palate dan cleft lip tidak selalu terjadi secara bersamaan 1,2 . Ada tiga jenis kelainan cleft yaitu cleft lip tanpa disertai cleft palate, cleftpalate tanpa disertai cleft lip, cleft lip disertai dengan cleft palate. Celah yang terbentuk tersebut bisa unilateral maupun bilateral. Tingkat pembentukan cleft palate dan cleft lip bervariasi mulai dari ringan yaitu berupa sedikit tarikan hingga berat yaitu celah yang terbentuk sampai nasal dan menuju tenggorokan 3 . Data Internasional menunujukan kasus cleft palate dan cleft lip ditemukan 1 dari 1000 bayi yang lahir. Dari keseluruhan kasus cleft palate dan cleft lip prevalensinya adalah 45%, cleft lip 25% dan cleft palate 35%. Insiden cleft lip sering ditemukan pada anak laki – laki dibanding perempuan dengan 1

Upload: ayurinda

Post on 14-Dec-2015

54 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: labiopalatoschizis

BAB I

PENDAHULUAN

Celah palatum (cleft palate) dan celah bibir (cleft lip) adalah salah satu

kelainan kongenital orofasial. Kelainan tersebut terjadi karena kegagalan

penyatuan prossesus fasialis dengan sempurna sehingga terjadi celah pada bibir

atau palatum. Cleft palate dan cleft lip tidak selalu terjadi secara bersamaan1,2.

Ada tiga jenis kelainan cleft yaitu cleft lip tanpa disertai cleft palate,

cleftpalate tanpa disertai cleft lip, cleft lip disertai dengan cleft palate. Celah yang

terbentuk tersebut bisa unilateral maupun bilateral. Tingkat pembentukan cleft

palate dan cleft lip bervariasi mulai dari ringan yaitu berupa sedikit tarikan hingga

berat yaitu celah yang terbentuk sampai nasal dan menuju tenggorokan3.

Data Internasional menunujukan kasus cleft palate dan cleft lip ditemukan 1

dari 1000 bayi yang lahir. Dari keseluruhan kasus cleft palate dan cleft lip

prevalensinya adalah 45%, cleft lip 25% dan cleft palate 35%. Insiden cleft lip

sering ditemukan pada anak laki – laki dibanding perempuan dengan

perbendingan 1: 2 sedang cleft palate adalah sebaliknya. Hasil penelitian

epidemologi menunjukan bahwa daerah Isana NTT Indonesia merupakan daerah

dengan prevalensi cleft palate dan cleft lip tertinggi di dunia4,5.

Walaupun angka kejadian yang tidak menunjukan sebagai kasus endemic

namun akibat yang ditimbulkan dari cleft palate dan cleft lip membutuhkan

penanganan yang segera. Masalah kesulitan bicara dan kesulitan makan

merupakan masalah utama yang timbul akibat kelainan ini. Komplikasinya

antara lain adalah kekurangan gizi, infeksi, gangguan pertumbuhan wajah,

missing teeth dan supernumery teeth. Akibat yang ditimbulkan biasanya menjadi

masalah terberat adalah mengenai kondisi psikologi anak2.

Penanganan yang tepat harus segera dilakukan baik penanganan fisik

maupun psikologis. Pada kasus cleft palate dan cleft lip memerlukan penanganan

1

Page 2: labiopalatoschizis

multidisiplin karena kasus ini sangat kompleks, variatif, lama dan memerlukan

tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu. Tenaga ahli yang dibutuhkan dalam

penanganan kasus ini antara lain adalah dokter anak, dokter bedah mulut, dokter

bedah plastik, dokter gigi anak, dokter gigi ortodonti, prostodontik, dokter THT, ahli

genetik, psikiater, dan terapis wicara1.

2

Page 3: labiopalatoschizis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi dan Anatomi

Gambar 1. Anatomi normal bibir dan palatum

Perkembangan Wajah

Kepala dan leher dibentuk oleh beberapa tonjolan dan lengkungan antara lain

prosesus frontonasalis, prosesus nasalis medialis dan lateralis, prosesus maksilaris

dan prosesus mandilbularis. Pada awal perkembangan, wajah janin adalah daerah

yang dibatasi di sebelah cranial oleh lempeng neural, di cauda oleh pericardium, dan

di lateral oleh processus mandibularis arcus pharyngeus pertama kanan dan kiri. Di

tengah-tengah daerah ini, terdapat cekungan ectoderm yang dikenal sebagai

stomodeum. Pada dasar cekungan terdapat membrane buccopharyngeal. Pada minggu

keempat, membrane buccopharyngeal pecah sehingga stomodeum berhubungan

langsung dengan usus depan (foregut).4,6,7

3

Page 4: labiopalatoschizis

Perkembangan wajah selanjutnya bergantung pada menyatunya sejumlah

processus penting (teori fusi processus), yaitu processus frontonasalis, processus

maxillariss, dan processsus mandibularis. Processus frontonasalis mulai sebagai

proliferasi mesenchym pada permukaan ventral otak yang sedang berkembang,

menuju ke arah stomodeum. Sementara itu, processus maxillaris tumbuh keluar dari

ujung atas arcus pertama dan berjalan ke medial, membentuk pinggiran bawah orbita.

Processus mandibularis arcus pertama kini saling mendekat satu dengan yang lain di

garis tengah, di bawah stomodeum dan bersatu membentuk rahang bawah dan bibir

bawah.6,7

Gambar 2. Proses perkembangan wajah manusia

Primordium kavum nasi tampak sebagai cekungan pada ujung bawah

processus frontonasalis yang sedang berkembang, membaginya menjadi processus

nasalis medialis dan processus nasalis lateralis. Dengan berlanjutnya perkembangan,

4

Page 5: labiopalatoschizis

processus maxillaris tumbuh ke medial dan menyatu dengan processus nasalis

medialis. Processus nasalis medialis membentuk philtrum pada bibir atas dan

premaxilla. Processus maxillaris meluas ke medial, membentuk rahang atas dan pipi,

dan akhirnya menutupi premaxilla dan menyatu pada garis tenggah. Berbagai

processus yang membentuk wajah menyatu selama dua bulan kedua.6,7

Bibir atas dibentuk oleh pertumbuhan processus maxillaris arcus pharyngeus

pertama pada masing-masing sisi ke arah medial. Akhirnya, processus maxillaris

saling bertemu di garis tengah dan bersatu, juga dengan processus nasalis medialis.

Jadi bagian lateral bibir atas dibentuk oleh processus maxillaris, dan bagian medial

atau philtrum dibentuk oleh processus nasalis medialis dengan bantuan processus

maxillaries pada akhir minggu ke-6 sampai minggu ke-7.6,7

Bibir bawah dibentuk dari processus mandibularis arcus pharyngeus pertama

masing-masing sisi. Processus ini tumbuh ke arah medial di bawah stomodeum dan

bersatu di garis tengah untuk membentuk seluruh bibir bawah. Kulit yang menutupi

processus frontonasalis dan derivatnya mendapat persarafan sensoris dari divisi

ophthalmica n. trigeminus, sedangkan divisi maxillaries n. trigeminus mempersarafi

kulit di daerah processus maxillaris. Kulit yang meliputi processus mandibularis

dipersarafi oleh divisi mandibularis n. trigeminus. Otot-otot untuk ekspresi wajah

berasal dari mesenchym arcus pharyngeus kedua. Saraf yang menyuplai ini adalah

saraf arcus pharyngeus kedua, yaitu nervus kranialis.6,7

Berdasarkan teori di atas, hipotesa terjadinya bibir sumbing yaitu karena

kegagalan fusi antara processus maksilaris dengan processus nasalis medialis dimana

pertama terjadi pendekatan masing – masing processus, setelah processus bertemu,

terjadi regresi lapisan epitel dan pada akhirnya mesoderm saling bertemu dan

mengadakan fusi.4,7

Teori terjadinya labio atau palatoschizis adalah sebagai berikut :

- Labioschizis : perkembangan abnormal dari processus nasomedial dan

maksilaris

- Palatoschizis : kegagalan fusi antara 2 processus palatine

5

Page 6: labiopalatoschizis

2.2 LABIOPALATOSCHIZIS

2.2.1 Palatoschizis

Cleft palate (palatoschizis) adalah suatu kelainan dimana dua plat palatum

yang membentuk palatum keras tidak menyatu dengan sempurna. Palatum lunak

dalam hal ini akan juga mengalami cleft8.

Cleft palate dapat terjadi secara lengkap (dalam palatum keras, palatum

lunak dan juga gap pada rahang) dan tidak lengkap (berupa lubang pada atap

rongga mulut biasanya sebagai palatum lunak saja). Saat terjadi cleft palate, maka

biasanya uvula akan terbagi. Hal ini terjadi oleh karena kegagalan fusi pada

prosessus palatina lateralis, septum nasalis, dan prosessus palatina mediana

(pembentukan palatum sekunder). Lubang pada atap rongga mulut disebabkan

oleh karena adanya hubungan secara langsung antara rongga mulut dengan cavum

nasi.

Akibat dari hubungan terbuka antara rongga mulut dan rongga hidung

disebut sebagai Velopharingeal Inadequency (VPI). Oleh adanya gap tersebut,

maka udara akan memasuki rongga hidung menyebabkan resonansi suara

hipernasal (Hypernasal voice resonance) dan emisi nasal. Efek sekunder dari VPI

diantaranya adalah adanya kekacauan dalam berbicara (speech articulation errors)9.

2.2.2 Labioschizis

Cleft lip(labioschizis) atau lebih dikenal dengan Bibir sumbing adalah

suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya

berlokasi tepat di bawah hidung. Terdapat dua klasifikasi cleft lip yaitu Celah bibir

satu sisi yang meliputi clef lip satu sisi tidak lengkap dan cleft lip satu sisi lengkap.

Clef lip satu sisi tidak lengkap yaitu terjadi celah pada satu sisi dan terlihat

sebagai suatu celah kecil pada bibir. Sedangkan pada cleft lip satu sisi lengkap

yaitu celah yang terbentuk sampai ke lubang hidung dan mengenai prosesus

6

Page 7: labiopalatoschizis

alveolaris. Klasifikasi yang kedua adalah cleft lip dua sisi yang meliputi cleft lip dua

sisi tidak lengkap dan cleft lip dua sisi lengkap4,9.

2.2.3 Epidemiologi

Insiden labioschizis sebanyak 2,1 dalam 1000 kelahiran pada etnis asia,

1:1000 pada etnis Afrika-Amerika. Presentase labioschizis adalah 21% dari seluruh

kasus bibir sumbing. Insiden palatoschizis adalah 1:2000. Hampir 50% kasus

palatoschizis disertai dengan sindrom kelainan bawaan lain. Presentase kasus

sumbing palatum saja adalah 33% dari seluruh kasus sumbing. Bibir sumbing lebih

sering terjadi pada anak laki – laki. Kemungkinan penyebabnya yaitu ibu yang

terpajan obat, kompleks sindrom malformasi, murni – tidak diketahui, atau genetik10.

2.2.4 Etiologi

Penyebab labiopalatoschizis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan

berpendapat bahwa labiopalatoschizis muncul akibat kombinasi dari faktor genetik

Faktor penyebab yang diduga dapat menyebabkannya yaitu :11,12,13

- Genetik

Dia Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan

bahwa 40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labiopalatoschizis

akan mengalami labiopalatoschizis. Kemungkinan seseorang bayi

dilahirkan dengan labiopalatoschizis meningkat bila keturunan garis

pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat

labiopalatoschizis.

Pada penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau Sindroma Patau

dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga

jumlah total kromosom pada setiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal

seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan

gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun

7

Page 8: labiopalatoschizis

kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi

yang lahir.

- Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional

dalam hal kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas

(defisiensi asam folat, vitamin C dan Zn) serta penggunaan vitamin A

dalam bentuk 13-cis-retinoic acid dapat menigkatkan risiko melahirkan

anak dengan labio / palatoschizis.

- Penggunaan obat teratologi termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal

Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin.

Akan tetapi jenis jamu apa yang menyebabkan kelainan kongenital ini

masih belum jelas. Kontrasepsi hormonal pada ibu hamil terutama

hormone estrogen yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya

hipertensi sehingga berpengaruh terhadap sirkulasi fetomaternal. Obat –

obatan seperti thalidomide, kortikosteroid dan obat penenang (diazepam,

phenytoin) juga dapat menyebabkan kelainan ini.

- Infeksi, terutama pada infeksi toksoplasma dan klamidia.

- Faktor usia ibu

Semakin bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka bertambah pula

risiko ketidak sempurnaan pembelahan meiosis.

- Faktor lingkungan

Zat kimia (rokok dan alkohol) karena zat toksik yang terkandung pada

rokok dan alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ selama

masa embrional. Gangguan metabolik seperti diabetes mellitus dan

penyinaran radioaktif juga berpengaruh terhadap tumbuh kembang organ

selama masa embrional.

2.2.5 Patogenesis

Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, celah bibir dan palatum

nyata sekali berhubungan erat secara embriologis, fungsional dan genetik. Prosesnya

8

Page 9: labiopalatoschizis

karena terdapat hipoplasia lapisan mesenkim, menyebabkan kegagalan penyatuan

prosesus nasalis media dan prosesus maksilaris. Celah palatum muncul akibat

terjadinya kegagalan dalam mendekatkan atau mefusikan lempeng palatum.Cacat ini

berupa celah pada bibir atas yang dapat meneruskan diri sampai ke gusi, rahang dan

langitan, sehingga besarnya cacat bervariasi. Juga dapat terjadi pada dua sisi.

Diagnosis dalam bahasa latin tergantung dari cacatnya, misalnya bila mengenai bibir,

gusi dan rahang disebut Labiognatopalatoschizis.12,14

Dua teori yang muncul tentang embryogenesis bibir sumbing :12-14

a) Teori klasik

Kegagalan fusi processus maksila dan processus nasalis medialis selama interval

waktu menghasilkan celah palatum primer.

b) Teori penetrasi mesodermal (dikemukakan oleh Stark)

Penutupan palatum didasari oleh penetrasi mesodermal, tanpa migrasi dan penguatan

oleh mesodermal ini, akan terjadi kerusakan epitel dan bagian yang telah menyatu

(proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali sehingga terjadi pemisahan yang

berakibat adanya celah bibir / palatum.

Masalah yang ditimbulkan cacat ini adaah psikis, fungsi dan estetik, ketiganya

saling berhubungan. Masalah psikis yang mengenai orang tua dapat diatasi dengan

penerangan yang baik. Bila cacat terbentuk lengkap sampai langit – langit, bayi tak

dapat menghisap. ASI harus dimanfaatkan dengan cara lain, dipompa dulu dan

diberikan per sendok atau dengan botol yang lubang dotnya cukup besar. Karena

sfingter pada muara tuba eustachii kurang normal lebih mudah terjadi infeksi ruang

telinga tengah.kemungkinan ini harus selalu diingat supaya tidak sampai terjadi otitis

media perforata.12-14

2.2.6 Klasifikasi 4,12

Unilateral : apabila celah sumbing terjadi hanya pada salah satu bibir

Bilateral : apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir

Bisa tanpa atau disertai belah langit-langit

9

Page 10: labiopalatoschizis

Bisa komplit dan tidak komplit : apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi

bibir dan memanjang hingga ke hidung

Gambar 3. Klasifikasi berdasarkan The Royal College of Surgeons of England (2000)

Celah bibir dapat terjadi dalam berbagai variasi, mulai dari takik kecil pada batas

yang merah terang sampai celah sempurna yang meluas ke dasar hidung.12

- Celah unilateral (lebih sering pada sisi kiri)

- Celah bilateral biasanya melibatkan rigi – rigi alveolus

- Biasanya disertai dengan gigi yang cacat bentuk, gigi tambahan atau bahkan

tidak tumbuh gigi. Celah kartilago cuping hidung – bibir seringkali disertai

dengan defisiensi sekat hidung dan pemanjangan vomer, menghasilkan

tonjolan keluar bagian anterior celah prosesus maksilaris.

- Celah palatum murni terjadi pada linea mediana dan dapat melibatkan hanya

uvula saja atau dapat meluas ke dalam atau melalui palatum molle dan

palatum durum sampai ke foramen incisivus. Apabila celah palatum ini terjadi

bersamaan dengan celah bibir (sumbing), cacat ini dapat melibatkan linea

10

Page 11: labiopalatoschizis

mediana palatum molle dan meluas sampai ke palatum durum pada satu atau

kedua sisi, memaparkan satu atau kedua rongga hidung sebagai celah palatum

unilateral atau bilateral.

2.2.7 Manifestasi Klinis

Labioschizis

Labioschizis terjadi pada satu dari seribu kelahiran, faktor genetik berperan pada

etiologi, selain obat seperti fenobarbital atau difenilhidantoin yang digunakan saat

hamil muda. Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan

mengganggu pada waktu menyusui dan akan mempengaruhi pertumbuhan normal

rahang serta perkembangan bicara. Labioschizis selalu disertai dengan hidung yang

asimetrik karena gnatoschizis dan palatoschizis.4,12

Palatoschizis

Karena terdapat hubungan antara rongga mulut dan hidung pada palatoschizis, anak

pada waktu minum sering tersedak dan suaranya sengau. Koreksi sebaiknya

dilakukan sebelum anak mulai bicara untuk mencegah terganggunya perkembangan

bicara. Penyuluhan bagi ibu si anak sangat penting, terutama dalam cara memberikan

minum agar gizi anak memadai saat akan menjalani bedah rekonstruksi.

Labiognatopalatoschizis merupakan gabungan dari dua kelainan tersebut di atas.

Koreksinya dapat dilakukan bertahap maupun sekaligus.4,12

2.2.8 Diagnosis

Penegakkan diagnosis adanya celah bibir / bibir sumbing maupun celah palatum

terlihat dari tampilan klinis anak tersebut dan dinilai apa saja bagian yang mengalami

defek. Sebanyak 86% anak dengan labioschizis bilateral disertai dengan palatoschizis

dan 68% labioschizis unilateral disertai palatoschizis.13

Labioschisis inkomplit / komplit

Labiognatho schisis

11

Page 12: labiopalatoschizis

Labiognathopalatoschisis

Palatoschisis

Selain pemeriksaan fisik yang dapt dilakukan saat bayi lahir, Labioschizis juga dapat

dideteksi selama kehamilan dengan USG rutin.12

Gambar 4. Antenatal diagnosis pada labioschizis

2.2.9 Komplikasi

Berbagai komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami labiopalatoschizis :2

- Labioschizis dapat menyebabkan masalah kosmetik, serta susunan gigi yang

tidak beraturan

- Palatoschizis dapat menyebabkan mudahnya mengalami penyakit ISPA

(infeksi saluran pernapasan akut) serta berbicara sengau

- Otitis media berulang dan ketulian sering kali terjadi, jarang dijumpai kasus

karies gigi yang berlebihan. Koreksi ortodontik dibutuhkan apabila terdapat

kesalahan penempatan arkus maksilaris dan letak gigi geligi.

- Cacat bicara bisa ada atau menetap meskipun penutupan palatum secara

anatomi telah dilakukan dengan baik. Cacat wicara yang demikian ditandai

dengan pengeluaran udara melalui hidung dan ditandai dengan kualitas

hipernasal jika mebuat suara tertentu. Baik sebelum dan sesudah operasi

12

Page 13: labiopalatoschizis

palatum, cacat bicara disebabkan oleh fungsi otot – otot paltum dan faring

yang tidak adekuat. Selama proses menelan dan saat mengeluarkan suara

tertentu, otot – otot palatum mole dan dinding lateral serta posterior

nasofaring membentuk suatu katup yang memisahkan nasofaring dan

orofaring. Jika katup tersebut tidak berfungsi secara adekuat, orang itu sukar

mencipatkan tekanan yang cukup di dalam mulutnya untuk membuat suara –

sura tertentu. Kemungkinan terapi wicara diperlukan setelah suatu operasi.

2.2.10 Terapi

Masalah yang mendesak adalah proses makan, segera setelah lahir, bayi

dipasangi penutup plastik yang cocok, maksudnya untuk membantu pengendalian

cairan, memberikan bidang referensi untuk pengisapan dan menjaga stabilitas segmen

– segmen arkus lateral. Pertumbuhan arkus gigi yang cepat memerlukan pengukuran

alat penutup yang berulang – ulang setiap beberapa minggu. Putting artificial lunak

dengan lubang yang besar berguna pada penderita celah palatum. Penderita dengan

celah bibir (sumbing) murni mungkin dapat minum ASI.2

Program habilisasi yang menyeluruh untuk anak yang menderita bibir

sumbing atau celah palatum bisa memerlukan pengobatan khusus dalam waktu

bertahun – tahun, dari tim yang terdiri dari dokter ahli anak, ahli bedah atau bedah

plastik, ahli THT, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan rahang dan

giginya serta ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing kemampuan bicara.4

Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschizis yaitu :

1. Tahap sebelum operasi 2,4,9

- Mempersiapkan ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi

Asupan gizi yang cukup, dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia

yang memadai tindakan operasi pertama dikerjakan untuk menutup celah bibirnya,

biasanya pada umur tiga bulan. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten yaitu.

13

Page 14: labiopalatoschizis

Saat melaksanakan tindakan koreksi dianut hukum sepuluh, yaitu berat badan

minimal empat setengah kilo (10 pon), kadar hemoglobin 10 gram persen dan umur

sekurang – kurangnya 10 minggu dan tidak ada infeksi, leukosit dibawah 10.000.

- Edukasi kepada orang tua

Jika bayi belum mencapai rule of ten, ada beberapa nasehat yang seharusnya

diberikan kepada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak

bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika

dot dibalik, susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah optimal artinya tidak

terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak dan tidak terlalu kecil sehingga

membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan lubang khusus ini tidak

tersedia, maka pemberian minum dapat dilakukan dengan bantuan sendok secara

perlahan dengan posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu

melewati langit – langit yang terbelah.

- Celah bibir direkatkan dengan menggunakan plaster khusus non alergenik

Untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibar proses tumbuh

kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kea rah depan (protrusion pre

maksila) akibat dodorngan lidah prolabium, karena jika hasil ini terjadi tindakan

koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang

didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai

waktu operasi tiba.

2. Tahap operasi

Penutupan bibir sumbing secara bedah biasanya dilakukan setelah umur 3 bulan,

ketika anak itu telah menunjukkan kenaikan berat badan yang memuaskan dan

bebas dari infeksi oral, saluran nafas atau sistemik.2,9

Tujuan pembedahan / operasi :2

- Menyatukan bagian – bagian celah

- Mewujudkan bicara yang bagus dan jelas

14

Page 15: labiopalatoschizis

- Mengurangi regurgitasi hidung

- Menghindari cedera pada pertumbuhan maksila

Teknik operasi :9

A. Labioplasty

Cara Millard : “rule of ten” (10 minggu, 10 pound, Hb ≥10 gr%, leukosit <

10.000)

B. Palatoplasty

Dilakukan pada usia ± 20 bulan saat anak mulai belajar bicara

Cara operasi yang umum dipakai adalah cara Millard yang caranya memutar dan

memajukan (rotation and advacement). Teknik operasinya yaitu : 2,9,12

- Dari sisi lateral, mukosa dikupas dari otot orbikularis oris, kemudian otot

orbikularis oris bagian merah bibir dipisahkan dari sisanya.

- Kulit dan subkutis dibebaskan dari otot orbikularis oris secara tajam, sampai

kira – kira sulkus nasolabialis.

- Lepaskan mukosa bibir dari rahang pada lekuk pertemuannya, secukupnya,

kemudian otot dibebaskan dari mukosa hingga terbentuk 3 lapis flap :

mukosa, otot dan kulit.

- Lalu pada sisi medial, mukosa dilepaskan dari otot. Dibuat flap C, kemudian

dibuat insisi 2 mm dari pinggir atap lubang hidung.

- Bebaskan kulit dari mukosa dan tulang rawan alae, menggunakan gunting

halus melengkung.

- Letak tulang rawan alae diperbaiki dengan tarikan jahitan yang dipasang ke

kulit.

- Setelah jahitan terpasang, lekuk atap dan lengkung atas atap lubang hidung

lebih simetris. Kolumela dan rangka tulang rawan dan vomer yang miring dari

depan ke belakang sulit diperbaiki, sehingga masih miring.

15

Page 16: labiopalatoschizis

- Luka dipinggir dalam atap nares dijahit, kemudian mukosa oral mulai dari

cranial, menghubungkan sulkus ginngivo labialis. Jahitan diteruskan sampai

ke dekat merah bibir.

- Setelah itu, otot dijahit lapis demi lapis. Jahitan kulit dimulai dari titik yang

perlu ditemukan yaitu ujung busur Cupido. Diteruskan ke atas dan ke mukosa

bibir. Jaringan kulit atau mukosa yang berlebihan dapat dibuang.

- Terakhir luka operasi ditutup dengan tulle dan kasa lembab selama 1 hari,

untuk menyerap rembesan darah / serum yang masih akan keluar. 1 hari

sesudahnya, barulah luka dirawat terbuka dengan pemberian salep antibiotik.

Gambar 5. Reparasi labioschizis (labioplasti) (A dan B) pemotongan sudut celah

pada bibir dan hidung (C) bagian bawah nostril disatukan dengan sutura (D)

bagian atas bibir disatukan dan (E) jahitan memanjang sampai ke bawah untuk

menutup celah secara keseluruhan

16

Page 17: labiopalatoschizis

Gambar 6. Teknik operasi labioplasty dan palatoplasty

Tindakan selanjutnya adalah menutup langitan (palatoplasti),

dikerjakan sedini mungkin (15 – 24 bulan) sebelum anak mampu bicara

lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara. Kalau

operasi dikerjakan lambat, sering hasil operasi dalam hal kemampuan bicara

atau mengeluarkan suara normal atau tak sengau, sulit di capai.4,12

Perbaikan celah palatum dapat dilakukan dengan teknik :2,12,15

a) Von Langenbeck Palatoplasty

Dasar tehnik ini yaitu memisahkan celah palatum yag terpisah.

Pembedahan dan penjahitan otot merupakan prosedur untuk membuat

sling otot. Skematik palatoplasti Von Langenbeck, melibatkan flap

bipedikel mukoperiosteal untuk menutup celah patum durum dan

molle.

Gambar 7. Von Langenbeck Palatoplasty

17

Page 18: labiopalatoschizis

b) Veau – Wardill – Kilner Pushback palatoplasty (V-Y)

Penutupan mukoperiosteal dibuat dengan W – shaped incison.

Pembebasan mukoperiostal dari palatum disambung ke palatum durum

dan pembukaan tulang secara anterior dan lateral.

Gambar 8. Veau – Wardill – Kilner Pushback palatoplasty (V-Y)

c) Bardach Two flap

Dilakukan pada bibir sumbing bilateral, merupakan modifikasi dari

tehnik Von Langenbeck dimana dilakukan insisi di sepanjang tepi

celah palatum dan tepi alveolar. Penggabungan secara anterior ini,

untuk membebaskan penutupan mucoperiosteal. Palatum molle

diperbaiki pada jahitan garis lurus. Pemotongan dan rekonstruksi m.

levator veli palatine sebagai sling otot dinamakan intravelar

palatoplasty.

18

Page 19: labiopalatoschizis

Gambar 9. Bardach Two flap

d) Furlow Z plasty

Teknik dimana bagian palatum di reposisi dan veli palatine disambung

oleh double opposing (menyilang) secara Z plasty. Operasi plastik cara

ini adalah teknik yang paling sering digunakan; garis jahitan yang

diatur berguna untuk memperkecil takik bibir akibat retraksi jaringan

parut.

Gambar 10. Skema palatoplasti Z plasty. (A) Garis ganda adalah garis insisi dan garis putus-putus adalah garis lipat. (B) Flap kiri terdiri dari otot dan mukosa oral dan flap kanan hanya terdiri dari mukosa oral.

(C) Penutupan akhir Z plastyKarena celah palatum sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan

derajat kerusaknnya; penentuan waktu operasi koreksi seharusnya bersifat

19

Page 20: labiopalatoschizis

individual. Kriteria seperti lebarnya celah, cukupnya segmen palatum yang

ada, morfologi daerah sekitarnya (seperti lebarnya orofaring) dan fungsi

neuromuskuler palatum mulut serta dinding faring mempengaruhi

pengambilan keputusan.2

Cacat celah ini hampir selalu menyilang rigi – rigi alveoulus dan

menganggu pembentukan gigi pada daerah tersebut. Elemen – elemen gigi

yang hilang harus diganti dengan alat – alat prostetik; kemungkinan juga

diperlukan perubahan posisi gigi. Setelah operasi, pada usia anak dapat belajar

bicara dari orang lain, speech therapist dapat diminta mengajar atau melatih

anak bicara yang normal. Bila ini telah dilakukan tetapi suara yang keluar

masi sengau maka dapat dilakukan Faringoplasti. Operasi ini adalah membuat

bendungan pada faring untuk memperbaiki fonasi, biasanya pada umur 6

tahun ke atas.2

Pada umur 8 – 9 tahun dilakukan tindakan operasi penambalan tulang

pada celah alveolus atau maksila untuk memungkinkan ahli ortodonti nanti

mengatur pertumbuhan gigi dikanan kiri celah supaya normal. Graft tulang

diambil dari bagian spongius Krista iliaka. Tindakan operasi terakhir yang

mungkin diperlukan dikerjakan setelah pertumbuhan tulang – tulang muka

mendekati selesai yaitu pada umur 15 – 17 tahun.8

Sering ditemukan hipoplasi pertumbuhan maksila sehingga gigi geligi

depan atas atau rahang atas kurang maju pertumbuhannya. Dapat dilakukan

bedah ortognatik, memotong bagian tulang yang tertinggal pertumbuhannya

dan mengubah posisinya maju ke depan. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis)

kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan

pada saat usia 8 – 9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.2,4

Pengelolaan bibir sumbing langitan merupakan pengelolaan terpadu

(multidisipliner). Dokter umum, biasanya orangtua penderita mengontrol

kesehatan bayi atau anak dan menulis surat rujukan yang perlu. Ahli bedah

plastik memberikan penerangan yang lebih terperinci dan melakukan semua

20

Page 21: labiopalatoschizis

tindakan operasi. Ahli THT mungkin diperlukan bila terjadi gangguan pada

telinga. Speech therapist untuk mengajarkan bicara dan dokter gigi untuk

tindakan ortodonti.2,8

3. Penanganan Prabedah dan Pasca Bedah

Garis jahitan yang terpapar pada dasar hidung dan bibir dapat dibersihkan

dengan kapas yang diberi larutan hydrogen peroksida dan salep antibiotika yang

diberikan beberapa kali perhari. Jahitan dapat diangkat pada hari ke 5-7.

Kecurigaan infeksi merupakan kontraindikasi operasi, jika gizi anak baik, cairan

dan elektrolit seimbang, pemberian makan dapat diijinkan pada hari ke enam

pasca bedah. Selama waktu yang singkat dalam masa pasca bedah, perawatan

khusus sangat diperlukan. Tindakan pengisapan nasofaring yang dilakukan secara

lembut mengurangi kemungkinan komplikasi yang lazim terjadi, sperti atelektasis

dan pneumonia.2

Pertimbangan primer pada perawatan pasca bedah adalah rumatan kebersihan

garis jahitan dan menghindari ketegangan pada jahitan, karenanya bayi diberikan

makan dengan penetes obat dan tangan diikat manset siku. Diet cair atau

setengah cair dipertahankan. selama 3 minggu dan pemberian makanan dilakukan

dengan tetesan atau sendok. Tangan penderita dan mainan juga benda – benda

asing harus dijauhkan dari palatum. Setelah operasi labioplasti, pasien harus

dievaluasi secara periodik terutama status kebersihan mulut dan gigi, pendengaran

dan kemampuan berbicara, dan juga keadaan psikososial.2

2.2.11 Prognosis

Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi

atau disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan

operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secra

signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak

dengan labioschisis yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan

21

Page 22: labiopalatoschizis

bicara yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan hasil

peningkatan yang baik pada masalah-masalah berbicara pada anak labioschsis.14,15

22

Page 23: labiopalatoschizis

BAB III

KESIMPULAN

Secara garis besar baik cleft palate dan cleft lip disebabkan oleh

kegagalan proses penggabungan lempeng palatina lateral untuk bergabung satu

sama lain, dengan septum nasal, atau dengan palatum primer. Celah bibir dan

celah palatum dapat dibedakan berdasarkan abnormalitas kongenital dan keduanya

sering terjadi secara bersamaan.

Perkembangan embriologis pada bibir atas dan hidung membutuhkan

tahapan yang rumit, hal ini telah terprogram secara genetis. Hal yang paling utama

yang menjadi permasalahan adalah fusi (penyatuan) dari 5 jaringan fasial

prominens pada minggu ke-3 hingga ke-8, perkembanan bibir pada usia

kandungan 3 hingga 7 minggu, dan perkembangan palatum pada minggu ke 5

hingga 12. Hal tersebut pada akhirnya akan akan menyebabkan kecacatan pada

palatum dan bibir jika berlangsung secara abnormal.

Pengelolaan bibir sumbing langitan merupakan pengelolaan terpadu

(multidisipliner) yang melibatkan tim yang terdiri dari dokter ahli anak, ahli bedah

atau bedah plastik, ahli THT, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan

rahang dan giginya serta ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing

kemampuan bicara. Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki dengan

berbagai teknik operasi labioplasty seperti teknik Millard untuk dan teknik

palatoplasty seperti teknik Von Langenbeck, V-Y palatoplasty, Bardach two flap

serta Furlow Z Plasty.

23

Page 24: labiopalatoschizis

DAFTAR PUSTAKA

1. The Northern and Yorkshire Cleft Lip and Palate Service. Cleft Lip and Palate. Dalam : Neonatal Network Handout. 2013.

2. Sacharin, Rosa M. Text Book of Pediatric. Edisi ke – 12. Jakarta: EGC. 20023. Zucchero, T.M. et al. 2004 Interferon Regulatory Factor 6 (IRF6) Gene

Variants and the Risk of Isolated Cleft Lip or Palate New England Journal of Medicine 351:769-780 [1] ^ "Cleft palate genetic clue found". BBC News. 2004-08-30. http://news.bbc.co.uk/1/hi/health/3577784.stm.

4. Sadler TW. Wajah Dalam : Embriologi Langman. Edisi ke – 7. Jakarta: EGC; 1997. 334 - 338

5. Sutrisno6. Hidayat dkk. Defisiensi Seng (Zn) Maternal dan Tingginya Prevalensi

Sumbing Bibir / Langit – Langit di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Diunduh dari : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18.ht.ml

7. Shenaq SM, JYS Kim, A Bienstock. Plastic and Reconstructive Surgery. Dalam : Schwartz’s Principles of Surgery. FC Brunicardi, DK Andersen, TR Billiar, DL Dunn, JG Hunter, RE PUllock. Edisi ke 8. Volume 2. Library of Congress Cataloging in Publication Data; 1999. 1796 – 1800.

8. Statistics by country for cleft palate. WrongDiagnosis.com. http://www.wrongdiagnosis.com/c/cleft_palate/stats-country.htm.

9. Sloan GM (2000). "Posterior pharyngeal flap and sphincter pharyngoplasty: the state of the art". Cleft Palate Craniofac. J. 37 (2): 112–22. doi:10.1597/1545-1569(2000)037<0112:PPFASP>2.3.CO;2. PMID 10749049.).

10. Widjoseno, Gardjito. Kelainan Bawaan Kepala dan Leher. Dalam : R Sjamsuhidajat, W De Jong, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke – 2. Jakarta: EGC; 2004. 344 – 345.

11. Converse JM, VM Hogan, JG McCarthy. Cleft Lip and Palate, Introduction. Dalam : Reconstructive Plastic Surgery. Edisi ke – 11. Volume 4. Philadelphia : WB Saunders.

12. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam : Kapita Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aeusculapius. FKUI. 2005

13. Muhammad AH. Cleft Lip and Palate :Etiological Factos, a Review. Indian J Adv (serial online) 2012 June (diakses 4 Juli 2015); 4(2): (8 layar).

24

Page 25: labiopalatoschizis

14. Bisono. Sumbing Bibir / Langitan. Dalam : Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta: Binarupa Aksara. 393 – 396.

25