kurang energi protein

8
KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) Boerhan Hidajat, Roedi Irawan, Siti Nurul Hidajati BATASAN KEP adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan atau kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain. PATOFISIOLOGI KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi. Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila 136 PDT Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya

Upload: fauzan-maulana

Post on 05-Dec-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sdcgbhnjml

TRANSCRIPT

Page 1: Kurang Energi Protein

KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)Boerhan Hidajat, Roedi Irawan, Siti Nurul Hidajati

BATASAN

KEP adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan atau kalori, serta sering

disertai dengan kekurangan zat gizi lain.

PATOFISIOLOGI

KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam makanan sehari-hari

yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya

kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya.

Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada

umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan

dibidang gizi.

Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya

penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan

metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun

dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.

Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan

untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan

karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau

terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat

menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih

diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/”decompensated

malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres

katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-

kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka

akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik/compensated malnutrition).

Dengan demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan

kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan

berbagai sintesa enzim.

GEJALA KLINIS

Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu :

1. Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh, wajah sembab

dan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut

dan rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), bercak

136PDT – Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya

Page 2: Kurang Energi Protein

merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai

penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.

2. Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit, wajah seperti

orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak sumkutan minimal/tidak ada,

perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan diare.

3. Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.

DIAGNOSIS

1. Klinik : anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta penyakit yang

pernah diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai defisiensi

vitamin)

2. Laboratorik : terutama Hb, albumin, serum ferritin

3. Anthropometrik : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur),

LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan),

LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan)

4. Analisis diet

Klasifikasi :

1 .KEP ringan : > 80-90% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)

2 .KEP sedang : > 70-80% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)

3. KEP berat : 70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)

DIAGNOSA BANDING

Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmik-kwashiorkor perlu

dibedakan dengan :

- Sindroma nefrotik

- Sirosis hepatis

- Payah jantung kongestif

- Pellagra infantil

PENATALAKSANAAN

Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :

1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan)

1.1. Penanganan hipoglikemi

1.2. Penanganan hipotermi

1.3. Penanganan dehidrasi

1.4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

1.5. Pengobatan infeksi

137PDT – Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya

Page 3: Kurang Energi Protein

1.6. Pemberian makanan

1.7. Fasilitasi tumbuh kejar

1.8. Koreksi defisiensi nutrisi mikro

1.9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental

1.10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh

2. Pengobatan penyakit penyerta

1. Defisiensi vitamin A

Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum

keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis :

* umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali

* umur 6 – 12 bulan : 100.000 SI/kali

* umur 0 – 5 bulan : 50.000 SI/kali

Bila ada ulkus dimata diberikan :

Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari

Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari

Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali

2. Dermatosis

Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit mengelupas), lesi

ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain

oleh Candida.

Tatalaksana :

1. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-permanganat)

1% selama 10 menit

2. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)

3. usahakan agar daerah perineum tetap kering

4. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral

3. Parasit/cacing

Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik

lain.

4. Diare melanjut

Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan

formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan

penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja

mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.

5. Tuberkulosis

Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Ro-

foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan

TB.

138PDT – Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya

Page 4: Kurang Energi Protein

3. Tindakan kegawatan

1. Syok (renjatan)

Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan

keduanya secara klinis saja.

Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena,

sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.

Pedoman pemberian cairan :

Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar

dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.

Evaluasi setelah 1 jam :

Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status

hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1

jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per

oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula

khusus (F-75/pengganti).

Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan

cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10

ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian

formula (F-75/pengganti)

2. Anemia berat

Transfusi darah diperlukan bila :

Hb < 4 g/dl

Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung

Transfusi darah :

Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.

Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ’packed red cells’ untuk transfusi dengan

jumlah yang sama.

Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.

Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan

distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi

pemberian darah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alleyne G.A.O., Hay R.W., Picau D.I., Stanfield J.P., White head R.G., 1977. The ecology

and pathogenesis of protein–energic malnutrition. Dalam : Alleyne GAO, Hay RW, Picau DI

et al, eds. Protein–energy malnutrition. London : Edward Arnold Ltd, 8-24.

139PDT – Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya

Page 5: Kurang Energi Protein

2. Baker SS, 1997. Protein Energy Malnutrition in The hospitalized Pediatric Patient. In :

(Walker WA, Watkins JP, eds). Nutrition in Pediatrics : Basic Science and Clinical

Applications, 2nd ed : BC.Decker Inc. Publisher; London , 162-168.

3. Barness L.A., Curran J.S., 1996. Nutrition. Dalam : Berhman R.E., Kligman R.M., Jenson

H.B., eds. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke lima belas. Philadelphia : W.B. Saunders

Co, 141-161.

4. Colon RF, 1993. Clinical and laboratory assesssment of the malnourished child. In : Suskind

RM, Suskind LL eds. Textbook of pediatric nutrition, 2nd ed. Raven Press Ltd ; New York :

191-205.

5. Farthing MJG, Keusen GT, 1985. In : Arneil GC, Metcoff J, eds. Pediatric Nutrition 1st ed.

Butterworths. London : 194-218.

6. Golden M.H.N., 2001. Severe malnutrition. Dalam : (Golden MHN ed). Childhood

Malnutrition : Its consequences and management. What is the etiology of kuashiorkor?

Surakarta : Joint symposium between Departement of Nutrition & Departement of

Paediatrics Faculty of Medicine, Sebelas Maret University and the Centre for Human

Nutrition, University of Sheffielob UK, 1278-1296.

7. Kodyat, BA, 1995. Masalah Gizi masyarakat dan program penanggulangannya. Dalam :

Samsudin, Nasar SS, Sjarif DR, ed. Masalah gizi ganda dan tumbuh kembang anak. Naskah

Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXXV; 11-12

Agustus 1995; Balai Penerbit FKUI Jakarta, 12-31.

8. Krause MV, Mohan LK, 1996. Nutritional deficiency disease. In : Krause MV, Mahan LK,

eds. Food, nutrition, and diet therapy. 9th ed. W.B. Saunders Co. Philadelphia : 387-420.

9. Lauque S, Nourhashemi F, Vellas B, 1999. Nutritional evaluation tools in the elderly. Z

Gerontol Geriat 32 : S45-S54.

10. Lees MH, et al, 1965. Relative hypermetabolism in infants with congenital heart disease and

undernutrition. Pediatrics 36 : 183-91.

11. Mc Laren Ds, 1991. Nutritional Assessment and Survellance. In : (Mc Laren et. al. eds). Text

Book of Paediatric Nutrition 3rd ed. Churchill Livingstone. Edinburgh : 309-317.

12. Puone T, Sanders D, Chopra M , 2001. Evaluating the Clinical Management of Severely

Malnourished Children. A Study of Two Rural District Hospital. Afr Med J 22 : 137-141.

13. Soedarmo P., Sediaoetama, A.D., 1977. Penyakit-penyakit gizi salah (Malnutrition). Dalam :

Ilmu gizi : Masalah gizi Indonesia dan perbaikannya. Dian Rakyat Jakarta, 225-248.

14. Wixted, D. Clinical Nutrition Management. [On line] http://www.kabc.o rg/nutrit 2.htm

[Diakses : 20 Maret 2003].

15. World Health Organization, 1983. Measuring in nutritional status : guidelines for assessing

the nutritional impact of supplementary feeding programmes for vulnerable groups. Geneva.

140PDT – Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya