kunci sukses bangsa jepang
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Kunci Sukses Bangsa Jepang
Jepang, bersama China dan Korea Selatan sukses menjadi raksasa Asia
dalam teknologi dan ekonomi. Padahal mereka hancur lebur saat kota
Hiroshima dan Nagasaki dibom atom oleh Amerika Serikat pada Perang
Dunia II. Apa saja rahasia sukses mereka?
1. Kerja Keras
Bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di
Jepang adalah 2450 jam/tahun sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika
Serikat (1957 jam), Inggris (1911 jam) dan Perancis (1680 jam. Seorang
pekerja di Jepang bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh
5-6 orang.
Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan "agak memalukan"
di Jepang dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk "yang tidak
dibutuhkan" oleh perusahaan. Fenomena Karoshi (mati karena kerja keras)
mungkin hanya ada di Jepang.
Karena bangsa Jepang tidak menyukai kemalasan, maka jangan heran
apabila mendengar kabar pengemis ditemukan tewas di emperan karena
tidak ada yang memberi sedekah. Bukan berarti mereka pelit, tetapi bangsa
Jepang tidak suka melihat mereka yang hanya ingin "enaknya doang".
Namun mereka akan dengan senang hati memberi bantuan modal dengan
syarat lunak apabila kita ingin bekerja. Ingat, Jepang adalah negara yang
sering memberikan hibah kepada Republik Indonesia.
2. Budaya Malu
Malu adalah budaya turun temurun bangsa Jepang. Harakiri, menjadi
ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dalam pertempuran atau
gagal dalam tugas. Memasuki dunia modern wacananya sedikit berubah ke
makna "mengundurkan diri" bagi pejabat yang terlibat masalah korupsi atau
gagal menjalankan tugas. Efek negatifnya adalah banyak anak-anak usia
sekolah yang bunuh diri karena nilainya jelek atau tidak naik kelas.
Orang Jepang malu terhadap lingkungannya bila melanggar
aturan/norma yang sudah menjadi kesepakatan umum. Mereka secara
otomatis langsung membentuk antrian dalam berbagai situasi seperti beli
tiket. Bahkan untuk memakai toilet umum mereka berjajar rapi walau sudah
kebelet.
3. Hidup Hemat
Bangsa Jepang memiliki semangat hidup hemat. Sikap anti
konsumerisme terlihat dalam berbagai bidang kehidupan di Jepang. Anda
akan terheran-heran kalau melihat supermarket disana ramai antrian pada
pukul 19.30. Ternyata supermarket disana memotong harga sampai
separuhnya pada waktu setengah jam sebelum tutup. Banyak orang Jepang
tidak memiliki mobil bukan karena tidak mampu membeli tapi lebih hemat
menggunakan bus atau kereta untuk bepergian.
4. Loyalitas Tinggi
Loyalitas membuat sisatem karir di sebuah perusahaan berjalan dan
tertata dengan rapi. Tidak seperti di negara lain, sangat jarang ada orang
Jepang yang berpindah-pindah perusahaan. Karena mereka mempunyai
sense of belonging yang tinggi terhadap tempatnya bekerja. Bagi mereka,
terlebih bagi yang terlibat sejak awal berdirinya perusahaan, kesuksesan
perusahaan adalah kesuksesan bagi mereka juga. Oleh karena itu banyak
orang Jepang yang bertahan di sati-dua perusahaan sampai pensiun. Ini
bukan berarti mereka tidak suka suasana baru atau tantangtan baru,
melainkan hanya masalah loyalitas.
5. Inovasi
Bangsa Jepang adalah bangsa penemu, tapi punya keleibihan dalam
"memoles" temuan orang dan memasarkannya dalam bentuk berbeda yang
diminati oleh masyarakat. Ingat saja kesuksesan Walkman produksi Sony
yang legendaris yang merupakan pengejawantahan Radio Tape Casette
dalam bentuk portabel dan bisa dimasukkan ke saku. Atau kereta api yang
bukan mereka penemunya, tetapi merekalah yang pertama menciptakan
Shinkansen (kereta peluru).
6. Pantang Menyerah
Kalau kita menelisik mengenai sejarah Jepang maka kita akan
memaklumi bahwa bangsa Jepang merupakan bangsa yang tahan banting
dan tak pernah menyerah. Berpuluh tahun hidup dibawah kekaisaran
Tokugawa yang menutup semua akses hubungan dengan luar negeri
membuat Jepang sangat tertinggal dalam teknologi dan perekonomian.
Ketika Restorasi Meiji dimulai, Jepang langsung cepat beradaptasi dan
menjadi fast learner yang belajar dengan cepat. Miskkinnya sumber daya
alam yang dikandung tanahnya tidak membuat mereka menyerah. Tidak
hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan
85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia .
Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30%
wilayah Jepang akan gelap gulita Rentetan bencana terjadi di tahun 1945,
dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, disusul dengan kalah
perangnya Jepang, dan ditambahi dengan adanya gempa bumi di Tokyo,
Kobe dan Tsunami besar baru baru ini ternyata Jepang tidak habis. Yang juga
cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan
ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu
kegagalan). Akio Morita dulu mnjadi bahan tertawaan ketika Walkman ke
negara lain tetapi kemudian kita tahu bahwa Sony Walkman menjadi
legenda dan Sony adalah sebuah nama yang menjadi jaminan mutu apabila
kita membicarakan produk-produk hiburan berbasis lektronik.
7. Budaya Membaca
Bangsa Jepang amat gemar membaca dan tidak suka membuang-
buang waktu. Jangan kaget kalau datang ke Jepang dan masuk ke kereta,
sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa terlihat
asyik membaca buku atau koran tidak peduli mereka duduk atau berdiri.
Banyak penerbit yang mulai membuat man-ga (komik bergambar) untuk
materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA. Pelajaran
Sejarah, Biologi, Bahasa, dan lain-lain disajikan dengan menarik membuat
minat baca masyarakat semakin tinggi. Budaya baca orang Jepang juga
didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing
(bahasa Inggris, Perancis dan lain-lain). Biasanya terjemahan buku bahasa
Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya
diterbitkan.
8. Kerjasama Kelompok
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja keras yang terlalu
bersifat individualistik, seperti misalnya klaim hasil pekerjaan, biasanya
ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut. Fenomena ini tidak hanya di
dunia kerja, kondisi kampus dengan lab penelitiannya juga seperti itu,
mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja
dalam kelompok mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepang. Ada
ujar-ujar bahwa "1 orang professor Jepang akan kalah dengan satu orang
professor Amerika, hanya 10 orang professor Amerika tidak akan bisa
mengalahkan 10 orang professor Jepang yang berkelompok" . Musyawarah
mufakat atau sering disebut dengan "rin-gi" adalah ritual dalam kelompok.
Keputusan strategis harus dibicarakan dalam "rin-gi".
9. Kemandirian Dipupuk Sejak Dini
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Anak yang bersekolah
mulai di usia TK harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento
(bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol
besar minuman yang menggantung di lehernya. Di TK setiap anak dilatih
untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap
barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir
sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Mereka bekerja part-
time untuk biaya sekolah dan kebutuhan sehari-hari. Kalaupun kehabisan
uang, mereka "meminjam" uang ke orang tua yang itu nanti mereka
kembalikan di bulan berikutnya.
10. Menjaga Tradisi dan Selalu Menghormati Orang Yang Lebih Tua
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang
kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah
untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini.
Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Kalau suatu hari
anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan kaki, maka jangan kaget
kalau yang kita tabrak malah yang minta maaf duluan.
Pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset penting di Jepang.
Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah,
tidak menyurutkan langkah pemerintah Jepang untuk melindungi para
petaninya. Kabarnya tanah yang dijadikan lahan pertanian mendapatkan
pengurangan pajak yang signifikan, termasuk beberapa insentif lain untuk
orang-orang yang masih bertahan di dunia pertanian. Pertanian Jepang
merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Bahkan dosen saya di kampus
banyak yang merupakan lulusan Fakultas Pertanian di Jepang.