kumpulan tulisan lukisan kaca

8
Kumpulan Artikel Lukisan Kaca Contributed by Halimi Saturday, 14 July 2007 Last Updated Thursday, 06 March 2008 (DIKUMPULKAN DARI BERBAGAI MEDIA ONLINE) Maestro Pelukis Kaca Cirebon Menyusuri Masa Depan Oleh Matdon Yang masih bertahan dari kesenian tradisional Cirebon selain sintren dan tarling, tampaknya hanya lukisan kaca, meskipun harus diakui pula para seniman lukisan kaca Cirebon sama saja dengan seniman Cirebon lainnya, megap- megap dan memprihatinkan. Seni tradisi melukis dengan media kaca sebenarnya sudah berkembang beberapa abad yang lalu, dan mengalami perkembangan pasang surut, di mana kemudian para senimannya menemukan beberapa gaya gambar kaca yang khas. Konon lukisan kaca ini berasal dari China yang dibawa oleh para pedagang ke wilayah Cirebon , namun secara pasti tidak ada yang mengetahui sejarahnya. Di keraton dan beberapa rumah penduduk Cirebon ditemukan gambar kaca yang diduga dibuat awal abad ke-19. Menurut Haryadi Suadi, seorang pengamat lukisan kaca Cirebon, tema dan gaya lukisan kaca Cirebon dipengaruhi budaya China, Islam dan cerita wayang. Pengaruh China sangat kuat lantaran sejak abad ke-16 Kota Udang ini telah disinggahi para pedagang dari China yang tanpa sengaja telah memperkenalkan ragam seni kepada penduduk pribumi, sehingga timbul gagasan di kalangan perupa tradisional untuk membuat gambar di atas kaca dan menirunya. Pengaruh Islam yang disebarkan oleh para wali juga menjadi ciri dari lukisan kaca Cirebon . Bahkan setelah pengaruh China , gambar-gambar yang dihasilkan seniman tradisional selalu berhubungan dengan Islam seperti gambar kabah, masjid dan kaligrafi berisi ayat-ayat Alquran atau Hadis. Adapun pengaruh cerita wayang berasal dari pertunjukan wayang yang diperagakan para wali untuk menyebarkan agama Islam. Kuatnya kepercayaan tokoh wayang yang baik, membuat para pengrajin lukisan kaca selalu menampilkan tokoh seperti Kresna, Arjuna, Rama, Lesmana, dan lain-lain. Menuju Masa Depan Seni gambar kaca mengalami pasang surut. Zaman keemasan sejak abad ke-19 sampai awal abad ke-20 atau hingga tahun 1950-an, menurut Haryadi, pernah dialami. Ini bisa dibuktikan pada masa itu hampir semua rumah di Cirebon terdapat gambar kaca, bukan hanya untuk hiasan melainkan berfungsi dan diyakini sebagai penolak bala. Dan sejak 1960-an nasib mereka pun mulai merana. Namun awal 1980-an, kembali lukisan kaca menggeliat dan mengalami perkembangan yang bagus, terhitung sejumlah seniman kaca mulai menyadari bahwa seni tradisional ini perlu dikembangkan dan dilestarikan. Dua di antara maestro pelukis kaca Cirebon adalah Rastika dan Sugro, yang saat ini tengah melakukan pameran berdua di Galeri Adira Jl Kiaracondong 33 c Bandung sejak 3 Agustus hingga akhir bulan. Pameran ini mengundang perhatian sejumlah pengamat dan perupa di Bandung . Pameran ini tidak lepas dari jasa Haryadi yang kesengsem dengan lukisan kaca. Pengamat dari FSRD ITB ini pernah menyuguhkan lukisan kaca ini di Bentara Budaya Jakarta tahun 1989. Di Bandung, sejumlah pengamat berdecak kagum melihat kepiawaian dua maestro ini. Betepa tidak, konon karena dua maestro ini gambar kaca Cirebon kembali naik ke panggung seni yang agung, popularitasnya mulai diperhitungkan kembali. Saat ini terdapat nama-nama seniman gambar kaca Cirebon antara lain Bahendi, Astika, Eryudi, Dedi Sukandi, Kasman, Raffan Hasyim, Sartono Ciptanto, Salim Hasyim, Toto Sunu, Masaji, Lipi, dan lain-lain. Mengamati seni lukis kaca Cirebon atau gambar kaca ini, kita bisa melihat keindahan yang dahsyat, apalagi jika ditanyakan kesulitan-kesulitan cara membuatnya. Tentu dibutuhkan latihan yang serius dan telaten agar menghasilkan gambar yang rapi, indah, dan bermakna. Melalui pameran dua maestro ini diharapkan seni lukis kaca Cirebon dapat lebih berkembang dan diperhatikan sebagai sebuah warisan budaya leluhur, lepas dari persoalan pengaruh China dan Islam, untuk masa depan seni tradisi tentunya.n Penulis adalah seniman, tinggal di Bandung SUARA PEMBARUAN DAILY Lukisan Kaca Makin Kaya Tema Lukisan kaca diperkirakan sudah berkembang pada akhir abad ke-19. Tema yang dipilih biasanya tokoh-tokoh wayang atau kaligrafi. Meskipun tidak lagi berfungsi sebagai pajangan saja, lukisan kaca masih terpaku pada pakem dan tradisi. Kini lukisan kaca bisa mewakili ekspresi pelukis bahkan keadaan zaman. Fenomena itulah yang terlihat dari pameran lukisan di atas kaca yang digelar di Bentara Budaya Jakarta , Jl Palmerah Selatan 17, Jakarta Pusat. Pameran yang bertema "Tradisi dan Perkembangannya" ini berlangsung hingga 17 Juli 2004. Pameran ini diikuti oleh sejumlah seniman dari Cirebon , Bandung , Yogyakarta, dan Bali . Keberagaman tema terlihat pada sejumlah karya meskipun pelukisnya berasal dari daerah yang sama. Fenomena ini makin menarik jika dilihat dari pilihan tema. Mereka tampaknya tidak lagi berkutat pada tradisi. Para pelukis mulai menaruh minat pada tema-tema yang lebih bebas. Tak terkecuali politik, kritik sosial dan humor. Sebagian dari mereka mungkin malah lebih berani dan nakal dari pelukis kanvas. Cirebon Glass Painting http://durian19-arts.com Powered by Joomla! Generated: 29 August, 2008, 10:51

Upload: doddie-yulianto

Post on 04-Aug-2015

389 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kumpulan Tulisan Lukisan Kaca

Kumpulan Artikel Lukisan Kaca Contributed by HalimiSaturday, 14 July 2007Last Updated Thursday, 06 March 2008

(DIKUMPULKAN DARI BERBAGAI MEDIA ONLINE)  Maestro Pelukis Kaca Cirebon Menyusuri Masa Depan OlehMatdon

Yang masih bertahan dari kesenian tradisional Cirebon selain sintren dan tarling, tampaknya hanya lukisan kaca,meskipun harus diakui pula para seniman lukisan kaca Cirebon sama saja dengan seniman Cirebon lainnya, megap-megap dan memprihatinkan.Seni tradisi melukis dengan media kaca sebenarnya sudah berkembang beberapa abad yang lalu, dan mengalamiperkembangan pasang surut, di mana kemudian para senimannya menemukan beberapa gaya gambar kaca yangkhas. Konon lukisan kaca ini berasal dari China yang dibawa oleh para pedagang ke wilayah Cirebon , namun secarapasti tidak ada yang mengetahui sejarahnya.Di keraton dan beberapa rumah penduduk Cirebon ditemukan gambar kaca yang diduga dibuat awal abad ke-19.Menurut Haryadi Suadi, seorang pengamat lukisan kaca Cirebon, tema dan gaya lukisan kaca Cirebon dipengaruhibudaya China, Islam dan cerita wayang.Pengaruh China sangat kuat lantaran sejak abad ke-16 Kota Udang ini telah disinggahi para pedagang dari China yangtanpa sengaja telah memperkenalkan ragam seni kepada penduduk pribumi, sehingga timbul gagasan di kalanganperupa tradisional untuk membuat gambar di atas kaca dan menirunya.Pengaruh Islam yang disebarkan oleh para wali juga menjadi ciri dari lukisan kaca Cirebon . Bahkan setelah pengaruhChina , gambar-gambar yang dihasilkan seniman tradisional selalu berhubungan dengan Islam seperti gambar kabah,masjid dan kaligrafi berisi ayat-ayat Alquran atau Hadis. Adapun pengaruh cerita wayang berasal dari pertunjukanwayang yang diperagakan para wali untuk menyebarkan agama Islam. Kuatnya kepercayaan tokoh wayang yang baik,membuat para pengrajin lukisan kaca selalu menampilkan tokoh seperti Kresna, Arjuna, Rama, Lesmana, dan lain-lain.

Menuju Masa DepanSeni gambar kaca mengalami pasang surut. Zaman keemasan sejak abad ke-19 sampai awal abad ke-20 atau hinggatahun 1950-an, menurut Haryadi, pernah dialami. Ini bisa dibuktikan pada masa itu hampir semua rumah di Cirebonterdapat gambar kaca, bukan hanya untuk hiasan melainkan berfungsi dan diyakini sebagai penolak bala.Dan sejak 1960-an nasib mereka pun mulai merana. Namun awal 1980-an, kembali lukisan kaca menggeliat danmengalami perkembangan yang bagus, terhitung sejumlah seniman kaca mulai menyadari bahwa seni tradisional iniperlu dikembangkan dan dilestarikan.Dua di antara maestro pelukis kaca Cirebon adalah Rastika dan Sugro, yang saat ini tengah melakukan pameranberdua di Galeri Adira Jl Kiaracondong 33 c Bandung sejak 3 Agustus hingga akhir bulan. Pameran ini mengundangperhatian sejumlah pengamat dan perupa di Bandung .Pameran ini tidak lepas dari jasa Haryadi yang kesengsem dengan lukisan kaca. Pengamat dari FSRD ITB ini pernahmenyuguhkan lukisan kaca ini di Bentara Budaya Jakarta tahun 1989.Di Bandung, sejumlah pengamat berdecak kagum melihat kepiawaian dua maestro ini. Betepa tidak, konon karena duamaestro ini gambar kaca Cirebon kembali naik ke panggung seni yang agung, popularitasnya mulai diperhitungkankembali. Saat ini terdapat nama-nama seniman gambar kaca Cirebon antara lain Bahendi, Astika, Eryudi, DediSukandi, Kasman, Raffan Hasyim, Sartono Ciptanto, Salim Hasyim, Toto Sunu, Masaji, Lipi, dan lain-lain.Mengamati seni lukis kaca Cirebon atau gambar kaca ini, kita bisa melihat keindahan yang dahsyat, apalagi jikaditanyakan kesulitan-kesulitan cara membuatnya. Tentu dibutuhkan latihan yang serius dan telaten agar menghasilkangambar yang rapi, indah, dan bermakna.Melalui pameran dua maestro ini diharapkan seni lukis kaca Cirebon dapat lebih berkembang dan diperhatikan sebagai sebuah warisan budaya leluhur, lepas dari persoalan pengaruh China dan Islam, untuk masa depan seni tradisi tentunya.n

Penulis adalah seniman, tinggal di Bandung SUARA PEMBARUAN DAILY Lukisan Kaca Makin Kaya Tema

Lukisan kaca diperkirakan sudah berkembang pada akhir abad ke-19. Tema yang dipilih biasanya tokoh-tokoh wayangatau kaligrafi. Meskipun tidak lagi berfungsi sebagai pajangan saja, lukisan kaca masih terpaku pada pakem dan tradisi.Kini lukisan kaca bisa mewakili ekspresi pelukis bahkan keadaan zaman.

Fenomena itulah yang terlihat dari pameran lukisan di atas kaca yang digelar di Bentara Budaya Jakarta , Jl PalmerahSelatan 17, Jakarta Pusat. Pameran yang bertema "Tradisi dan Perkembangannya" ini berlangsung hingga 17 Juli2004. Pameran ini diikuti oleh sejumlah seniman dari Cirebon , Bandung , Yogyakarta, dan Bali .

Keberagaman tema terlihat pada sejumlah karya meskipun pelukisnya berasal dari daerah yang sama. Fenomena inimakin menarik jika dilihat dari pilihan tema. Mereka tampaknya tidak lagi berkutat pada tradisi. Para pelukis mulaimenaruh minat pada tema-tema yang lebih bebas. Tak terkecuali politik, kritik sosial dan humor. Sebagian dari merekamungkin malah lebih berani dan nakal dari pelukis kanvas.

Cirebon Glass Painting

http://durian19-arts.com Powered by Joomla! Generated: 29 August, 2008, 10:51

Page 2: Kumpulan Tulisan Lukisan Kaca

Simak saja, karya pelukis Subandi Giyanto yang berjudul Melik Nggendong Lali. Pelukis kelahiran Yogyakarta 22 Juni1958 ini memang masih menaruh minat pada dunia pewayangan. Tetapi Giyanto cukup kreatif dengan kritik sosialterhadap penguasa. Objek lukisan Giyanto menampilkan tokoh ningrat duduk di kursi sambil memangku duaperempuan, dengan pongah.

Lain lagi, lukisan karya Maryono. Meskipun hanya tamatan SMP, pelukis kelahiran 12 Juli 1938 ini tampaknya cukupakrab dengan kritik sosial. Judul Obral Janji sedikit banyak menjelaskan pandangannya terhadap aktivitas politikus. Dilukisan itu, dia menggambar tokoh politik berpidato di hadapan orang-orang yang sedang tertidur.

Lukisan lain karya Maryono tak kalah pedas. Lewat judul Rebutan Dhingklik Ongklak-angklik (Berebut Kursi ), diamenyindir konflik seputar pemilihan presiden. Maryono sekaligus mewakili perkembangan baru atau pergeseran minatseniman lukis kaca terhadap pilihan tema. Padahal, banyak pelukis kaca yang mempertahankan pakem dan unsurtradisi yang telah diwariskan selama bertahun-tahun.

Menurut kurator Ipong Purnama Sidhi, dalam katalog, sebuah lukisan pada selembar kaca ternyat abisa menjadi wadahyang menampung uneg-uneg, usaha mengkritik. Tak ubahnya sebuah karikatur yang dimuat pada sebuah surat kabar.Bedanya, karikatur bisa mencerminkan kredo, sikap, visi dan misi serta karakter sebuah surat kabar. Sementara lukisankaca adalah murni pikiran sang pelukis yang acapkali dianggap kenthir atau agak kurang waras.

Ipong menambahkan corak, gaya termasuk tema terus mengalami pertumbuhan, pembaruan juga pergeseran. Namunberangkat dari satu titik bernama kreativitas. Kreatif dalam mengolah, menyeleksi, menuangkan ide, mengeksekusidalam teknik gambar yang prima. Kreativitas juga menjadikan lukisan kaca terus mengalami perkembangan.

Saat ini, kata Ipong, muncul semangat revivalitas (kebangkitan kembali) lukisan di atas kaca yang berkembangterengah-engah dan kembang kempis karena kurangnya kegiatan pameran lukisan jenis ini dan minimnya promosi danapresiasi.

Di balik selembar kaca, orang bisa menikmati keelokan garis, warna, pola hias yang memukau. Ada pula suasana segarlewat gambar-gambar tyang lucu penuh humor, sinis. Tetapi menyapa secara santun dengan kritik-kritik yang tepatsasaran.

Teknik melukis di atas kaca memang tak semudah melukis di kanvas. Kalau ada kesalahan di atas kanvas bisa ditimpadengan cat, tapi kalau di atas kaca harus dihapus semuanya, dan agar jangan sampai kering. Melukis di atas kacaberarti melukis terbalik. Kaca di bagian depan memperlihatkan detail-detail lukisan yang indah. Di bagian, itulahditampilkan panorama alam, tokoh pewayangan, kaligrafi, dan satwa. Lukisan yang terdapat pada akaca itu lalu diberibingkai yang berukir dengan warna kuning emas. Sementara kaca bagian belakang tempat menggoreskan kuas yangsudah dibubuhi cat ditutup dengan tripleks.

"Melukis di atas kaca tingkat kesulitannya cukup tinggi," kata Toto Sunu (43) alias Priyanto Sunu, pelukis kelahiranPurwokerto, Jateng yang kini bermukim di Cirebon .

Menurut Toto Sunu, teknik melukis di atas kaca telah ditekuninya selama puluhan tahun. Dia terbiasa melukis di ataskaca berukuran sekitar 1,5 meter lebih. Bakat melukisnya memang menonjol sejak masih kanak-kanak. Awalnyamelukis objek pemandangan dan potret, dan mulai menekuni lukisan kaca.

Pelukis kaca senior Rastika (62) belajar melukis dengan media kaca sejak dia berusia 10 tahun. Rastika belajar melukisdari dalang Sudarga Lesek, dan kemudian melukis di atas kaca di bawah binbingna dalang Maruna. Selain dia belajarmenyungging wayang dan memahat.

"Saya sekarang punya sekolah khusus melukis di atas kaca dan memahat kayu. Di sini saya juga membuka bimbinganTari Topeng," tutur Rastika yang hanya sekolah sampai di kelas V SD.

Selain pelukis senior kelahiran Cirebon , Rastika juga membuka cakrawala baru bagi para pelukis yunior. Pertemuannyadengan Menparpostel (waktu itu) Joop Ave dan pelukis Hariadi Sutadi dari ITB membuka kesempoatan untukberpameran bersama sejumlah pelukis lain. Tahun 1984 berpameran di Bentara Budaya Jakarta dan diulang kembalitahun 1996.

  Kamis, Januari 30, 2003 Humor dalam Lukisan Kaca Cirebon Rastika Sumber: Yayasan Seni Rupa Indonesia |Januari 2003

Setelah puluhan tahun menjelejah dan mengulang tema lama: wayang, kaligrafi, binatang paksi nagaliman, hinggaburaq, kini seniman Rastika (60) dari desa Gegesik Kulon, Cirebon , dengan lukisan kacanya merambah tema baru:humor.

Nampak beberapa dari 40-an karya terbarunya yang kebanyakan buatan tahun 2002, digelar secara tunggal di Galeri

Cirebon Glass Painting

http://durian19-arts.com Powered by Joomla! Generated: 29 August, 2008, 10:51

Page 3: Kumpulan Tulisan Lukisan Kaca

Candrika-Yayasan Seni Rupa Indonesia (YSRI) 11-19 Januari 2003, Rastika menampilkan cerita Petruk sedangnenggak minuman didepan gerbang kraton Cirebon, sambil memangku perempuan molek. Lukisan lain mengisahkanbandakawan sedang ngamen tarling.

Dalam dunia pewayangan Cirebon, bandakawan terdiri dari 9 tokoh, 4 diantaranya sama sama dengan tokohpunakawan dalam wayang purwa, Semar, Gareng, Petruk (alias Cungkring) dan Bagong, selebihnya Curis, Bitarota, Ceblok, Duala, Bagalbuntung. Jumlah 9 melambangkan jumlah walisanga.

"Kalau saya menggambar orang mabok, atau ngamen, itu tidak bermaksud mengeritik siapapun. Saya hanyamenanggapi keadaan akhir-akhir ini saja," ungkap Rastika.

Boleh jadi sense of humor Rastika ini adalah suatu bentuk katarsis, pembebasan. Oleh karena tema itu belum lazimdalam pakem seni lukis kaca Cirebon - yang pada awalnya adalah media dakwah Islam - maka secara visual, belumsemantap lukisan-lukisan kaca yang menjadi trade mark dia selama ini, yaitu wayang. Pada wayang, Rastika benar-benar telah mencapai kemampuan seorang empu. Seperti dikatakan oleh peneliti dan pengamat lukisan kaca, Drs Eddy Hadi Waluyo, M Hum, Rastika mampu mengambarkan bentuk-bentuk yang luwes, elegan, dengan detil-detailyang rumit, kaya dan indah. Tapi Rastika mengaku, pada lukisan humir itu ia tetap mempertahankan ciri lukisan kacaCirebon selama ini, yaitu motif wadasan dan mega mendung

Lima tahun belakangan ini, tata visual lukisan Rastika memang beda dibanding dengan sebelumnya. Seperti yangdiakui sendiri, bahwa setiap lukisannya selalu digarap bersama anaknya, Kusdono (20), yang sedang dikader.Kusdono, drop out SMP yang lumpuh kaki dan kemana-mana menggunakan kursi roda, bertugas mewarnai lukisan,yang pola dasarnya dibuat ayahnya. Meskipun pakem pewarnaan telah diajarkan, hasil akhirnya tidak lepas dari sifatKusdono yang perasa dan lembut. Mungki disitulah kunci, mengapa tata visual lukisan kaca visual Rastika sekarang,berbeda dengan misalnya 10-20 tahun lalu, yang semuanya dikerjakan Rastika sendiri.

Diluar humor, hal lain yang menarik dari pameran ini, Rastika untuk pertama kali mengetengahkan lukisan repro seriBarikan dari Gegesik yang terdiri dari 16 bingkai atas inisiatif Iwan Ramlan dari Fortune selalu pemrakarsa pameran. Iamerepro dari repro offset Lontar dengan ukuran 100 X 10 Cm; dari karya asli pelukis Gegesik Sitisiwan (1865-1948)sepanjang 10 meterX 90 cm, koleksi TL Cooper. Lukisan ini mengangkat cerita rakyat Cirebon : Lukas Baurna putraJaka Larang, Raja Jin Tanjung Karoban dengan Rara Bulan, putri Laut Selatan. Jaman dulu lukisan ini dipajang dirumahorang hajatan (nikah, sunatan, dan lain-lain). Dikalangan penonton pameran, lukisan ini menimbulkan pro kontra. Adayang menuduh plagiat, dan tidak sedikit yang bilang tidak. Pasalnya, antara lain, mediumnya berbeda. Kalau sudahmenyangkut hak cipta, memang kita tidak bisa humor memang. (Yusuf Susilo Hartono)

 

Sementara Noto Carito (53), kelahiran Purwokerto belajar melukis sungging wayang di Solo, Yogya dan Purwokerto.Kemudian dia mendapat bimbingan dari dalang terkenal Banyumas, Soegito Purbo Carito. Noto Carito seringberpameran dalam acara pekan wayang nasional di Jakarta. (FA/U-5)   GUNUNGAN DALAM WAYANG  Dalam setiappergelaran wayang baik wayang golek maupun wayang kulit selalu ditampilkan gunungan. Disebut gunungan karenabentuknya seperti gunung yang berisi mitos sangkan paraning dumadi, yaitu asal mulanya kehidupan ini dan disebutjuga kayon.

Gunungan bagian muka menyajikan lukisan bumi, gapura dengan dua raksasa, halilintar, hawa atau udara, dan yangasli ada gambar pria dan wanita. Tempat kunci atau umpak gapura bergambarkan bunga teratai, sedang diatas gapuradigambarkan pepohonan yang banyak cabangnya dengan dedaunan dan buah- buahan. Di kanan-kiri pepohonan terlihat gambar harimau, banteng, kera, burung merak, dan burung lainnya. Di tengah-tengah pepohonan terdapatgambar makara atau banaspati ( wajah raksasa dari depan).

Di balik gunungan terlihat sunggingan yang menggambarkan api sedang menyala. Ini merupakan sengkalan yang berbunyi geni dadi sucining jagad yang mempunyai arti 3441 dibalik menjadi 1443 tahun Saka. Gunungan tersebutdiciptakan oleh Sunan Kalijaga pada tahun 1443 Saka.

Fungsi dari gunungan ada 3 yakni:1. Dipergunakan dalam pembukaan dan penutupan, seperti halnya layar yang dibuka dan ditutup pada pentas sandiwara.2. Sebagai tanda untuk pergantian jejeran (adegan/babak).3. Digunakan untuk menggambarkan pohon, angin, samudera, gunung, guruh, halilintar, membantu menciptakan efektertentu (menghilang/berubah bentuk).

Kata kayon melambangkan semua kehidupan yang terdapat di dalam jagad rayayang mengalami tiga tingkatan yakni:1. Tanam tuwuh (pepohonan) yang terdapat di dalam gunungan, yang orang mengartikan pohon Kalpataru, yang mempunyai makna pohon hidup.

Cirebon Glass Painting

http://durian19-arts.com Powered by Joomla! Generated: 29 August, 2008, 10:51

Page 4: Kumpulan Tulisan Lukisan Kaca

2. Lukisan hewan yang terdapat di dalam gunungan ini menggambarkan hewan- hewan yang terdapat di tanah Jawa.3. Kehidupan manusia yang dulu digambarkan pada kaca pintu gapura pada kayon, sekarang hanya dalam prologdalang saja.

Makara yang terdapat dalam pohon Kalpataru dalam gunungan tersebut berarti  Brahma mula, yang bermakna bahwabenih hidup dari Brahma. Lukisan bunga teratai yang terdapat pada umpak (pondasi tiang) gapura,  mempunyai artiwadah (tempat) kehidupan dari Sang hyang Wisnu, yakni tempat pertumbuhan hidup.

Berkumpulnya Brahma mula dengan Padma mula kemudian menjadi satu dengan empat unsur, yaitu sarinya api yangdilukiskan sebagai halilintar, sarinya bumi yang dilukiskan dengan tanah di bawah gapura, dan sarinya air yangdigambarkan dengan atap gapura yang menggambarkan air berombak.

Gunungan atau kayon merupakan lambang alam bagi wayang, menurut kepercayaan hindu, secara makrokosmosgunungan yang sedang diputar-putar oleh sang dalang, menggambarkan proses bercampurnya benda-benda untukmenjadi satu dan terwujudlah alam beserta isinya. Benda-benda tersebut dinamakan Panca Maha Bhuta, lima zat yakni:Banu (sinar-udara-sethan), Bani (Brahma-api), Banyu (air), Bayu (angin), dan Bantala (bumi-tanah).

Dari kelima zat tersebut bercampur menjadi satu dan terwujudlah badan kasar manusia yang terdiri dari Bani, Banyu,Bayu, dan Bantala, sedang Banu merupakan zat makanan utamanya.

Makna kayon adalah hidup yang melalui mati, atau hidup di alam fana. Kayon dapat pula diartikan pohon hidup ataupohon budhi tempat Sang Budha bertapa. Kayon dapat disamakan dengan pohon kalpataru atau pohon pengharapan.Dapat pula disebut bukit atau gunung yang melambangkan sumber hidup dan penghidupan.   Tampil Beda Dengan ArtGlass

Seni lukis kaca kini menjadi salah satu pilihan masyarakat dalam dekorasi interior rumah agar tampil beda. Di sampingmemiliki nilai artistik, kesannya juga lebih hidup karena umumnya berupa flora dan fauna.

Art glass banyak diterapkan pada panel jendela, pintu, partisi pada bangunan rumah tinggal, dinding penyekat, kacahiasan dan kaca untuk pencahayaan (terutama untuk rumah bertingkat) serta bangunan arsitektural lain yangmenonjolkan seni pada elemen kacanya.

Seperti di Rumah Makan Pawakha di Jl Jafri Zam Zam Banjarmasin, kaca lukis terdapat pada dinding penyekat untukmemisahkan dua tempat. Kaca berlukiskan kehidupan air itu memberikan kesan sejuk dan terasa lebih hidup, warnanyaserasi sehingga enak dipandang mata. Dalam prakteknya, art glass terbagi dalam empat macam, yakni kaca patri, kacaukir, kaca lukis dan kaca befel (kaca yang bagian pinggirnya dipoles).

Kaca patri merupakan mozaik kaca warna yang membentuk berbagai pola natural, tradisionil maupun geometris yangdigabungkan menggunakan timah sebagai pengikatnya.

Kaca patri ini sudah dikenal di Indonesia puluhan tahun yang lalu, dimana elemen interior ini menjadi bagian melekatdari gaya arsitektur bangunan pada masa itu yang kini dikenal dengan nama art deco.

Kaca patri bisa dilihat pada bangunan peninggalan Belanda yang saat ini masih berdiri, dimana kaca patri menjadielemen yang tidak terpisahkan. Seiring dengan berjalannya waktu, kaca patri kini kembali digemari lagi. Konsepdesainnya tidak terpaku pada gaya lama, desain seni grafis pun turut mendukung perkembangannya.

Oleh karenanya, motif pada kaca patri tidak melulu terikat oleh pola tradisional/antik atau geometris tapi ke polanatural/alami dan abstrak ekspresif.

Begitu juga dengan kaca lukis dan kaca ukir, desainnya bervariasi mengikuti perkembangan, namun tak lepas dariobjeknya berupa flora dan fauna sehingga memberikan kesan natural dan alami.

Untuk mendapatkan lukisan kaca kini tidaklah sulit, karena telah banyak pelukis kaca yang beroperasi. Salah satunyaHariyanto di Jl Banua Anyar RT 6 No 10 Banjarmasin.

Pria kelahiran Banyuwangi, 12 Oktober 1973 itu sejak kecil memang sudah memiliki bakat melukis. Bakatnya itu barutersalurkan selepas sekolah yang ketika itu mengambil jurusan teknik mesin.

Untuk mengasah ilmunya tersebut, bapak satu anak ini tahun 1991 bekerja di Surabaya dalam bidang art glass. Mulaidari pengukuran kaca hingga proses produksi (finishing) dilakoninya. Dalam jangka enam bulan, semua jenis pekerjaan yang berhubungan dengan art glass dikuasainya. Dengan bekal keahlian yang dimiliki itulah ia mulai kerja mandiri.

Tahun 2000, dia membuka usaha di Banjarmasin karena melihat peluangnya cukup baik. Di bawah bendera usahaBerkah art Glass, usaha yang digelutinya makin menanjak, hal itu terlihat dari banyaknya order yang masuk maupun

Cirebon Glass Painting

http://durian19-arts.com Powered by Joomla! Generated: 29 August, 2008, 10:51

Page 5: Kumpulan Tulisan Lukisan Kaca

luasnya pasaran. Sekarang ini, pasarannya sudah menyeluruh di wilayah Kalsel dan Kalteng.

Para pelanggan umumnya dari kalangan menengah atas yang mengandalkan kualitas dan kepercayaan. Dalam hal ini, ketepatan waktu sangat diperhatikan, ia juga memberikan garansi apabila terjadi kerusakan. "Pokoknya kepuasanpelanggan menjadi prioritas," tandasnya.

Untuk kaca patri dipatok seharga Rp1,5 juta/m2 dengan jaminan tidak akan lepas sepanjang masa. Sedang kacaukir/lukis Rp450 ribu/m2 hingga Rp4 juta/m2, tergantung dari bahan dan jenis pengerjaannya.

Bahan baku (kaca) yang digunakan untuk kaca patri diimpor, namun untuk kaca lukis dan lainnya produk dalam negeri.Cat yang digunakan pun anti gores sehingga tidak akan mengelupas.

Tak sedikit pengusaha dan pejabat yang menjadi pelanggannya. Salah satunya di Grand Palace , semua art glass yangada merupakan hasil karyanya. darti ks Copyright © 2003 Banjarmasin Post Interpretasi Baru Lukisan Kaca

SENIMAN lukis kaca dari Jateng dan Yogyakarta , yaitu dari Wonosobo, Wonogiri, Solo, Magelang , Gunungkidul, danBantul, ikut meramaikan ajang ''Pameran Lukisan di Atas Kaca''.

Kegiatan di Bentara Budaya Jakarta , Jl Palmerah Selatan Jakarta Pusat itu dimulai Kamis (8/7) malam kemarin hingga17 Juli mendatang.

Dengan mengusung tema ''Tradisi Dan Perkembangannya,'' pameran itu juga diramaikan oleh para pelukis kaca dari Cirebon dan Bali .

Menurut Ipong Purnama Sidhi, salah seorang dewan kurator pameran, acara tersebut ditujukan untuk menjaga danmerangsang perkembangan lukisan di atas kaca yang cenderung kurang mendapat perhatian publik.

''Menjaga dan merangsang sebuah wilayah kesenian yang tidak populer di dunia global sekarang ini, adalah bukanperkara mudah," ujarnya dalam pembukaan pameran.

Namun, lanjut dia, dalam kasus lukisan di atas kaca, di dalam kesunyian justru tumbuh sebuah revitalitas ataukebangkitan kembali sebuah karya yang meliputi corak, gaya, dan tema, yang terus mengalami pertumbuhan,pembaruan, dan pergeseran, sehingga menghasilkan teknik gambar yang prima dan baru.

Ya, lihatlah para pelukis kaca dari Jateng dan Yogyakarta , seperti Tries Ponowady yang melukis di atas permukaanbotol kaca. Benyamin Adrianto, Lisa Novianti, Hani Handoko, Barden Kurnianto, Bandi, Wartono Gino, Dwi Sunaryo,Retno Lawiyani, Hermin Istiariningsih, Waged, Nugroho, Maryomo, Sulasno, Sagio, dan Subandi Giyanto,memamerkan karyanya dengan interpretasi baru.

Baru? ''Berbeda dengan lukisan kaca tempo dulu yang berobjek tokoh pewayangan, kereta keraton, dan masjid. Ataudalam bahasa sederhana, seragam. Kini, para seniman muda menggubah karya sesuai dengan fenomena terkini,'' kataIpong, sembari menunjuk karya Maryono dari Muntilan berjudul ''Rebutan Dhingklik Ongklak-Ongklik'' (berebut kursi).

Lukisan Kaca Cirebon

Berbeda dengan pelukis kaca dari Jateng (Solo) yang biasa melukis di atas kaca dari depan dan mengandaikan kacalayaknya kanvas, pelukis kaca dari Cirebon justru melukis kaca dari belakang.

Dan sebagaimana pelukis kaca dari Jateng dan Yogyakarta, perkembangan lukisan kaca di Cirebon pun mengalamairevitalisasi. ''Pada abad ke-19, lukisan kaca Cirebon cenderung mengambil tema wayang, kereta singa barong, paksinaga liman, pola mega mendung, kaligrafi Islam, gambar masjid, buroq, dan sejenisnya,'' terang Ipong, sembarimenyebut Cirebon adalah pusat lukisan kaca di Indonesia.

Lalu mengapa lukisan kaca dapat tumbuh pesat di Cirebon ? ''Karena di Cirebon, lukisan kaca tidak hanya berfungsisebagai elemen pajangan, namun juga menyatu dengan tradisi budaya dan sebagai media ekspresi para pelukisnya.Sehingga, lukisan kaca berubah menjadi pendokumentasian kehidupan seni budaya, sosial keagaamaan, danspiritualitas masyarakat Cirebon ,'' tambahnya.

Dia menyebut Rastika sebagai sesepuh lukisan kaca Cirebon , dan Toto Sunu sebagai pelukis kaca terbaik dariCirebon saat ini.Memang, lukisan kaca -yang menurut Mira Sidharta, pemerhati lukisan kaca, dan mulai tumbuh padaabad IX di Eropa- sungguh menawarkan keindahan tersendiri. (Benny Benke-81a) Minggu, 11 Juli 2004 Tak SekadarBerkaca pada Lukisan Kaca

DAHULU lukisan bermedium kaca selalu identik dengan wayang. Itu antara lain karena secara historis hampir di setiapkultur di mana lukisan ini tumbuh senantiasa diawali dengan menggambar wayang. Sebutlah misalnya daerah seperti

Cirebon Glass Painting

http://durian19-arts.com Powered by Joomla! Generated: 29 August, 2008, 10:51

Page 6: Kumpulan Tulisan Lukisan Kaca

Cirebon , Jawa Barat (Jabar), atau Nagasepaha, Buleleng, Bali . Sejak tahun 1927 ketika Jro Dalang Diah mengembangkan lukisan kaca di Nagasepaha , ia sudah menggambar wayang. Dan tradisi itu dilanjutkan sampai kinioleh anak-cucunya.

Lukisan kaca Cirebon yang diperkirakan lahir sekitar abad ke-15 juga bermula dari penggalan-penggalan kisahpewayangan yang lalu dimanfaatkan sebagai media peneguhan agama. Selain tentu terdapat lukisan di atas kacabermotif kaligrafi dengan pesan yang sama.

Pada galibnya kemudian medium kaca dalam sejarah seni rupa di Indonesia hampir identik dengan gambar-gambarklasik dengan dunia wayang sebagai sumber inspirasinya. Tetapi cobalah menyimak pameran "Lukisan di Atas KacaTradisi dan Perkembangannya", 8-17 Juli 2004, di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), stereotipe pikiran tadi tidak sepenuhnya benar.

Para pelukis Cirebon dipelopori pelukis Toto Sunu (43) mengembangkan motif-motif naturalistik dengan pencapaianteknik yang pantas dicatat. Dalam pameran ini Toto menampilkan tiga lukisannya yang berjudul Ketika ManusiaBerubah, Rumah Kumuh, dan Ikan Koi. Kemudian yang terasa fantastik, selain karya ini rata-rata berukuran besar 245 x141 cm, Toto Sunu memamerkan teknik tiga dimensi dengan kaca. Ia memang belum sampai pada tingkatanmenjadikan kaca sebagai ilusi optik, sebagaimana banyak dimanfaatkan dalam sulap, tetapi pada lukisan Ikan Koimisalnya, kita seolah-olah sedang benar-benar berhadapan dengan sebuah kolam dengan teratai dan ikan-ikan yang cantik.

Teknik yang "ditemukan" Toto Sunu sangat sederhana. Ia hanya perlu melukis pada tiga bidang kaca yang kemudiandisusun secara depan-belakang. Maka yang tampak kemudian kaca terdepan sebagai bidang permukaan, kaca tengahuntuk memberi dimensi kedalaman, dan kaca ketiga memberi latar belakang. "Karena sifat kaca yang tembus pandang,maka ketika kita memandang lurus saja seperti sudah mendapatkan dimensi yang lain," kata Toto Sunu.

Eksplorasi Toto Sunu sejak awal tahun 90-an silam tak berhenti di situ. Ia kemudian menemukan teknik memakaiairbrush atau menggunakan cat thiner pada permukaan kaca. Sebelumnya para pelukis kaca di Cirebon , termasukpengembangannya oleh Rastika, seolah tak bisa beranjak dari cat Kuda Terbang, ini sejenis cat untuk besi. Bahkan,secara agak demonstratif saat memeragakan melukis di atas kaca, Kamis (8/7) malam di BBJ, Toto Sunu menyulutsemprotan cat piloks dengan korek api. Api tiba-tiba seperti disemprotkan dari dalam kaleng untuk kemudian membakarbidang kaca. "Ini kan hanya untuk pertunjukan saja, walau sebenarnya api itu bermanfaat untuk mengeringkan cat," kataToto Sunu.

APA yang dilakukan Toto Sunu memang kemudian seperti menjadi patron golongan pelukis muda Cirebon . Merekatidak hanya mengikuti berbagai teknik yang ditemukan Toto Sunu, tetapi juga banyak yang kemudian mencobameneladani sikap kepelukisannya. Sikap ini amat penting karena berpengaruh sangat kuat terhadap cara pandangseniman terhadap karyanya sendiri. Dalam istilah Toto Sunu, banyak seniman Cirebon yang masih memandangkaryanya sebagai kerajinan belaka.

"Jadi karya bukan sebagai ekspresi pribadi, tetapi masih ada saja yang masih melukis dengan cara meniru bentuk-bentuk lukisan yang sudah ada," kata Toto Sunu.

Sikap semacam inilah yang tampaknya masih kental pula melanda para pelukis Nagasepaha. Mereka terbiasa menjadikan karya orang sebagai mal untuk kemudian ditiru persis sebagaimana adanya. Lantaran itu eksplorasi secarateknik dan tematik seperti tak berjalan. Pelukis seperti I Ketut Santosa, tak lain dari keponakan Jro Dalang Diah,memang mencoba memasukkan peristiwa kontemporer ke dalam karyanya. Sebutlah lukisan berjudul Cewek Cafemisalnya, kehidupan yang dikisahkan Santosa merupakan kisah-kisah masa kini, namun tetap mengguratkan figur-figurwayang. Karya serupa ia ulangi lagi pada lukisan berjudul Pemilu, di mana manusia-manusia berpadu dengan manusiawayang.

I Ketut Samudra mungkin sedikit lebih maju. Dalam lukisan berjudul Ramayana, ia melukiskan potret seorang gadis Balipada permukaan bidang kacanya, kemudian di belakang digambarkan tokoh Rama dan Laksamana sedang mengejarkijang emas. Kendati Samudra lebih realistik, toh ia tetap setengah hati melepaskan diri dari tema dan figur wayang.Tokoh Rama dan Laksamana tetap saja digambarkan sebagaimana kita saksikan dalam pewayangan yang dua dimensi.

Begitu pun pelukis senior seperti Maryono asal Magelang, hanya melakukan eksplorasi secara tematik. Ia tetapmenggarap figur punakawan dalam pewayangan seperti Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong.

Dalam kondisi seperti itu tak salah jika disebut Toto Sunu telah melakukan pembaruan secara teknik dan tematikterhadap lukisan-lukisan di atas kaca. Sesungguhnya ia tidak saja seorang perupa yang bisa begitu cepat bekerja diatas bidang kaca, Toto Sunu sebenarnya seorang pendesain yang piawai. Ia pernah membuat semacam maket kilang minyak Balongan di Indramayu dengan bahan-bahan bekas. Maket itu pun banyak diminati para kolektor.

Cirebon Glass Painting

http://durian19-arts.com Powered by Joomla! Generated: 29 August, 2008, 10:51

Page 7: Kumpulan Tulisan Lukisan Kaca

Menurut dia, media kaca tetap terbuka terhadap berbagai eksplorasi teknik. "Cuma sekarang saya belum lagimenemukan yang baru. Tapi suatu kali pasti dan itu waktunya tidak bisa diduga," tutur dia.

Sekarang kalau kita berdiri di hadapan lukisan Toto Sunu, kita tidak sekadar menghadapi bayang sendiri yang dipantulkan permukaan kaca. Namun, lukisan itu seakan merangkul seluruh tubuh kita untuk kemudian menjadi bagiandi dalamnya. (CAN) Rabu, 2 Februari 2000

Lukisan Wayang Kaca Nagasepaha KADEK Nurining (32), seorang ibu setengah baya asal Desa Nagasepaha,Buleleng (Bali), sejak usia lima tahun belajar melukis dari kakeknya. Sampai ia menghasilkan ratusan lukisan dengan media kaca dan motif wayang, Nurining masih tak yakin bisa hidup dari melukis. Ia masih tetap nyambi bekerjamembantu suaminya di ladang.

Begitu pula sepupunya, Ketut Santosa (25), meski sehari-hari melukis, ia juga tetap bekerja di sawah. Padahal, dalamkeluarga besar Jro Dalang Diah-kakek mereka yang menurunkan keterampilan melukis di atas kaca-terdapat sebuahpersekutuan dagang, yakni UD Disain Baru. Usaha dagang ini tidak hanya bergerak di bidang lukisan, tetapi jugamembuat wayang kulit, ukiran, serta melukisi kaca-kaca rumah.

"Kami anggap tidak cukup dengan melukis saja. Kita juga ambil pekerjaan seperti mengukir rumah," tutur Santosaketika ditemui pekan lalu di sela-sela kunjungan tahunan Gubernur Bali Dewa Made Beratha ke desa-desa. Kelompokusaha keluarga ini berkesempatan memamerkan produknya di hadapan gubernur. ***

TAMPAKNYA ada kekeliruan mendasar dalam memandang lukisan kaca Nagasepaha. Sejak tiga tahun terakhir,lukisan wayang kaca Nagasepaha ditangani oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. "Makanya kemudiankelompok ini berstatus usaha dagang, katanya sih biar gampang dapat kredit dari bank," ujar peneliti lukisan wayang kaca Nagasepaha, Hardiman.

Para pelukis hanya dianggap sebagai perajin. Cara pandang seperti ini berimbas jauh pada penghargaan terhadapkarya seniman. Harga "barang kerajinan", tentu berbeda dari "barang seni".

Nurining membeli selembar kaca seharga Rp 4.000. Jika lukisan dikerjakan dalam dua hari maka diperhitungkanupahnya 2 x Rp 8.000. "Maka harga lukisan di situ berkisar pada angka Rp 20.000," ujar Hardiman. Namun, belakanganberkat binaan dari Jurusan Seni Rupa Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Singaraja, para senimanNagasepaha perlahan mulai menetapkan harga yang wajar pada hasil karyanya. Untuk lukisan ukuran 40 x 50 cmmisalnya, mereka memberi harga Rp 200.000.

Hardiman mengatakan, pihaknya setiap waktu berupaya menanamkan rasa kesenimanan terhadap para senimanNagasepaha. Bahwa mereka pencipta, bukan sekadar perajin. Bulan April 2000 mendatang misalnya mereka akanberpameran di Museum Puri Lukisan Ubud. "Ini salah satu cara menanamkan rasa kesenimanan pada mereka. Jangan merasa sebagai perajin," kata Hardiman. ***

LUKISAN kaca bukan barang baru di Indonesia . Di daerah Yogyakarta dan Cirebon sejak dulu banyak terdapatpelukis jenis ini. Jika perkembangan lukisan kaca di kedua daerah ini dipercaya berkembang sejak masuknya Islam keJawa, di Nagasepaha sejarahnya berbeda. Menurut penelitian Hardiman, melukis di atas kaca di Bali pertama kalidilakukan oleh seorang dalang bernama Jro Dalang Diah alias I Ketut Negara (91) pada tahun 1927.

Kisahnya, pada tahun 1927 seorang bernama Wayan Nitia memesan lukisan kaca bermotif wayang kepada DalangDiah di Desa Nagasepaha. Nitia membawa contoh sebuah lukisan di atas kaca hadiah seorang temannya dari Jepang.Lukisan itu menggambarkan seorang perempuan Jepang dengan pakaian kimono.

Saking bingungnya, Dalang Diah mengerik lukisan perempuan Jepang itu. "Katanya ia bermaksud untuk mengetahuicara melukis di atas permukaan kaca," ujar Hardiman. Jro Dalang Diah memang akhirnya berhasil melukis wayang diatas kaca. Namun, salah satu tangan dari tokoh wayang yang digambarnya hilang. "Waktu itu Jro Dalang menyamakanantara melukis di kaca dengan melukis di kertas. Sampai kini lukisan itu masih disimpan," kata Hardiman.

Sejak saat itulah, selain mendalang Jro Dalang Diah juga membuat lukisan dari kaca. Di Nagasepaha kini terdapatsekitar 18 pelukis wayang kaca. Sayangnya, keahlian ini hanya ditekuni keluarga Jro Dalang Diah. Sementaramasyarakat sekitar tampak tidak tertarik. Padahal Gubernur Dewa Made Beratha berkali-kali menekankan agar potensi-potensi kultural seperti lukisan kaca ini menjadi andalan masyarakat desa untuk ambil bagian dalam hiruk-pikukpariwisata Bali .

Lukisan Nagasepaha bisa memperkaya khasanah lukisan kaca, dari yang selama ini dikenal masyarakat, yaitu lukisankaca dari Yogyakarta dan Cirebon , Jawa Barat. (putu fajar arcana)

 

Cirebon Glass Painting

http://durian19-arts.com Powered by Joomla! Generated: 29 August, 2008, 10:51

Page 8: Kumpulan Tulisan Lukisan Kaca

 

Cirebon Glass Painting

http://durian19-arts.com Powered by Joomla! Generated: 29 August, 2008, 10:51