kti sri wulandari - digilib.stikeskusumahusada.ac.id · aplikasi jurnal dalam asuhan keperawatan...
TRANSCRIPT
PEMBERIAN DZIKIR KHAFI UNTUK MENURUNKAN TINGKAT KECEMASAN
PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN PRA OPERASI HERNIA DI
RUANG ANGGREK RSUD Dr. SOEDIRAN MANGUN WONOGIRI
DI SUSUN OLEH :
SRI WULANDARI
P.12 113
PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
PEMBERIAN DZIKIR KHAFI UNTUK MENURUNKAN TINGKAT KECEMASAN
PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN PRA OPERASI HERNIA DI
RUANG ANGGREK RSUD Dr. SOEDIRAN MANGUN WONOGIRI
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Progam Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
SRI WULANDARI
P.12 113
PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
2
ii
3
iii
4
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah dengan Judul “Pemberian Dzikir Khafi Untuk Menurunkan Tingakt
Kecemasan Pada Asuhan Keperawatan Tn. S Dengan Pre Operasi Hernia Di Ruang
Angrek RSUD. Dr. Soediran Mangun Sumarmo“
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapati
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan pengembangan setinggi-tingginya kepada
yang terhormat :
1. Ns. Atiek Murhayati, M.Kep, selaku Ketua Prodi Studi DIII Keperawatan yang
telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma
Husada Surakarta.
2. Ns. Meri Oktariani, M.Kep, selaku Sekretaris Prodi Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu diSTIKes
Kusuma Husada Surakarta, dan selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, dan perasaan nyaman
dalam membimbing serta memfasilitasi demi sempurnanya karya tulis ilmiah
ini.
3. Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M.Kep, selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, dan
perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi demi sempurnanya
karya tulis ilmiah ini.
4. Ns. Joko Kismanto, S.Kep selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, dan perasaan nyaman
dalam membimbing serta memfasilitasi demi sempurnanya karya tulis ilmiah
ini.
5. Semua dosen Prodi Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan bimbingan
dengan sabar dan wawasan serta ilmu yang bermanfaat.
v
2
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan Karya Tulis
Ilmiah ini, oleh karena itu penulis sangat mengarapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan Karya Tulia Ilmiah ini.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawtan dan kesehatan. Amin
Surakarta, Mei 2015
Penulis
vi
3
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ......................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Tujuan Penulis .......................................................................................... 4
C. Manfaat Penulis ........................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Teori ......................................................................................... 6
1. Hernia ................................................................................................. 6
2. Kecemasan ........................................................................................ 16
3. Dzikir................................................................................................. 26
B. Kerangka Teori........................................................................................ 29
C. Kerangka Konsep ................................................................................... 30
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset ............................................................................. 31
B. Tempat dan Waktu .................................................................................. 31
C. Media dan Alat yang Digunakan............................................................. 31
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ..................................... 31
E. Alat Untuk Evaluasi dari Aplikasi Riset ................................................. 32
vii
4
BAB IV LAPORAN KASUS
A. IdentitasPasien ......................................................................................... 36
B. Pengkajian ............................................................................................... 36
C. Perumusan Masalah Keperawatan .......................................................... 42
D. Perencanaan Keperawatan ....................................................................... 43
E. Implementasi Keperawatan ..................................................................... 44
F. Evaluasi Keperawatan ............................................................................. 48
BAB VPEMBAHASAN
A. Pengkajian ............................................................................................... 50
B. Diagnose Keperawatan............................................................................ 53
C. Perencanaan Keperawatan ...................................................................... 54
D. Implementasi Keperawatan ..................................................................... 58
E. Evaluasi ................................................................................................... 61
BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................. 63
B. Saran ................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
5
DAFTAR TABEL
halaman
1. Tabel 2.1 Kuesioner HARS........................................................................... 24
2. Tabel 3.1 Kuesioner HARS .......................................................................... 33
ix
6
DAFTAR GAMBAR
halaman
1. Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan ..................................................... 20
2. Gambar 2.2 Kerangka Teori ......................................................................... 29
3. Gambar 2.3 Kerangka Konsep ..................................................................... 30
4. Gambar 4.1 Genogram .................................................................................. 37
x
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1Jurnal Utama
2. Lampiran 2Pendelegasian
3. Lampiran 3Log Book Surat
4. Lampiran 4 Lembar Konsul
5. Lampiran 5Lampiran Daftar Riwayat Hidup
6. Lampiran6Asuhan Keperawatan
7. Lampiran 7Skor HRS-A pasien
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawat mempunyai kontak paling lama dalam menangani persoalan
pasien dan peran perawat dalam upaya penyembuhan pasien menjadi sangat
penting. Seorang perawat dituntut bisa mengetahui kondisi dan kebutuhan
pasien, salah satunya dalam perawatan pasien saat pre operasi. Perawatan pre
operasi dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir
saat pasien dikirim ke meja operasi. Perawatan pre operasi yang efektif dapat
mengurangi resiko post operasi, salah satu prioritas keperawatan pada periode
ini adalah mengurangi kecemasan pasien (Smeltzer & Bare, 2002).
Kecemasan dapat terjadi pada semua pasien yang akan menjalani
operasi. Kecemasan juga dapat terjadi pada pasien yang akan menjalani
operasi hernia. Hernia adalah penonjolan diskus atau sebagian dari viskus
melaluicelah yang abnormal pada selubungnya (Grace & Borley, 2007). Salah
satu layanan yang ada di Rumah Sakit adalah layanan pengobatan melalui
operasi. Tujuan dari operasi hernia ini adalah untuk hernia, mengeksisi
kantungnya, dan memperbaiki defek dinding abdomen yang ada (Cook, 1995).
Salah satu efek pembedahan hernia berupa nyeri dan infeksi pada bekas luka
operasi. Komplikasi dari salah satu jenis pembedahan hernia skrotalis yaitu
hematoma dan infeksi luka pada skrotum menjadi konsekuensi post operasi
hernia terhadap fungsi seksual pasien hernia skrotalis (Grace & Borley, 2007).
1
2
Berdasarkan data yang terdapat dibagian Rekam Medis RSUD Kudus,
pada tahun 2010 terdapat 221 pasien yang menjalani operasi hernia.
Sedangkan untuk tahun 2011 terdapat 219 pasien yang menjalani operasi
hernia. Berdasarkan catatan keperawatan ruang bedah Cempaka I dan
Cempaka III RSUD Kudus, penderita yang akan dilakukan tindakan
pembedahan pada kasus diatas, 10% dilakukan penundaan karena peningkatan
kecemasan. Data rekam medik RSUD Dr. Soediran Mangun Wonogiri, pada
tahun 2014 dan 2015 didapatkan total 252 pasien yang mengalami Hernia.
Kemungkinan seperti ini muncul karena kecemasan yang dapat menimbulkan
peningkatan tekanan darah, sehingga apabila tetap dilakukan operasi akandapat
mengakibatkan penyulit terutama dalam menghentikan perdarahan dan bahkan
setelah operasi pun akan mengganggu proses dari penyembuhan (Sjamsuhidajat
& Jong, 2005).
Kecemasan dapat ditimbulkan dari peristiwa sehari-hari yang dapat
dialami manusia dan dapat juga dialami oleh siapapun (Fausiah, 2005).Cemas
merupakan suatu keadaan emosi tanpa suatu objek yang spesifik dan
pengalaman subjektif dari individu serta dan tidak dapat diobservasi dan
dilihat secara langsung. Cemas berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa
takut adalah adanya suatu objek sumber yang spesifik dan dapat diidentifikasi
serta dapat dijelaskan oleh individu sedangkan kecemasan diartikan sebagai
suatu kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan
penyebab atau objek yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak
menentu dan tidak berdaya. Sebagai contoh kekhawatiran menghadapi operasi
3
atau pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi kecacatan),
kekhawatiran terhadap anestesi atau pembiusan (misalnya takut terjadi
kegagalan anestesi atau meninggal, takut tidak bangun lagi) dan lain-lain
(Suliswati, 2005)
Perawat sebagai tenaga kesehatan di rumah sakit memiliki peran yang
sangat penting dalam membantu pasien mengatasi kecemasannya sehingga
perlu adanya pelayanan keperawatan yang berkualitas termasuk didalamnya.
Salah satu metode untuk menurunkan kecemasan adalah menggukan dzikir
khafi. Menurut Saleh (2010) dzikir khafi merupakan dzikir dengan
mengkonsentrasikan diri pada suatu makna (di dalam hati) yang tidak tersusun
dari rangkaian huruf dan suara. Hasil penelitian Hannan (2014), menyatakan
bahwa dzikir khafi efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan pada lansia.
Doa kesembuhan adalah pernyataan sikap ketika berbicara kepada Tuhan
dengan bersuara ataupun mengucapkannya dalam hati meminta
kesembuhan. Ketika berdoa akan menimbulkan rasa percaya diri, rasa
optimisme (harapan kesembuhan), mendatangkan ketenangan, damai, dan
merasakan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa sehingga mengakibatkan
rangsangan ke hipotalamus untuk menurunkan produksi CRF (Corticotropin
Releasing Factor). CRF ini selanjutnya akan merangsang kelenjar pituitary
anterior untuk menurunkan produksi ACTH (Adreno Cortico Tropin Hormon).
Hormon ini yang akan merangsang kortek adrenal untuk menurunkan sekresi
kortisol. Kortisol ini yang akan menekan sistem imun tubuh sehingga
mengurangi tingkat kecemasan (Rosalind, 2001)
4
Berdasarkan pengkajian diatas, maka penulis tertatik untuk melakukan
aplikasi jurnal dalam asuhan keperawatan yang tertuang dalam karya Tulis
Ilmiah dengan judul “ Pemberian Dzikir Khafi Untuk Menurunkan Tingkat
Kecemasan Pada Asuhan Keperawatan Tn. S Dengan Pre Operasi Hernia di
Ruang Anggrek RSUD Dr. Soediran Mangun Wonogiri“.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Melaporkan pemberian terapi dzikir khafi untuk menurunkan tingkat
kecemasan pre operasi pada Tn. S dengan hernia di ruang anggrek RSUD
Dr. Soediran mangun wanogiri.
2. Tujuan Khusus
a) Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. S dengan hernia
inguinalis lateralis
b) Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. S dengan
hernia inguinalis lateralis
c) Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn. S
dengan hernia inguinalis lateralis
d) Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. S dengan hernia
inguinalis lateralis
e) Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn. S dengan hernia
inguinalis lateralis
5
f) Penulis mampu menganalisa hasil terapi dzikir khafi untuk menurunkan
tingkat kecemasan pre operasi pada Tn. S dengan hernia di ruang
anggrek RSUD Dr. Soediran Mangun Wonogiri.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis
Karya tulis ini dapat menambah wacana keilmuan terutama di
bidang keperawatan dalam kaitannya terapi dzikir khafi untuk
menurunkan tingkat kecemasan pre operasi hernia.
2. Bagi pembaca
Menambah pengetahuan wawasan dan referensi bagi para
pembaca tentang terapi dzikir khafi untuk menurunkan tingkat kecemasan
pre operasi hernia.
3. Bagi perawat
Karya tulis ini dapat menambah wacana keilmuan terutama di
bidang keperawatan dalam kaitannya pasien pre operasi hernia guna
menurunkan tingkat kecemasan.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil karya tulis ini dapat digunakan sebagai acuan untuk
penelitian dan pengembangan lebih lanjut mengenai terapi dzikir khafi
untuk menurunkan tingkat kecemasan pre operasi hernia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Hernia
a. Definisi Hernia
Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang
memungkinkan isi abdomen (seperti peritoneum, lemak, usus atau
kandung kemih) memasuki defek tersebut, sehingga timbul kantong
berisikan material abnormal (Tambayong, 2000).
Jong (2004), berpendapat hernia iguinalis lateralis adalah suatu
keadaan dimana sebagian usus masuk melalui sebuah lubang pada
dinding perut ke dalam kanalis inguinalis. Kanalis inguinalis adalah
saluran berbentuk tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya testis
(buah zakar) dari perut ke dalam skrotum (kantung zakar) sesaat
sebelum bayi dilahirkan.
b. Etiologi
Hal yang mengakibatkan hernia menurut Dermawan (2010) adalah :
1) Kelemahan abdomen lemahnya dinding abdomen bisa disebabkan
karena cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir dan
usia dapat mempengaruhi kelemahan dinding abdomen (semakin
bertambah usia dinding abdomen semakin melemah).
2) Peningkatan tekanan intra abdomen mengangkat benda berat, batuk
kronis kehamilan, kegemukan dan gerak badan yang berlebihan.
6
7
3) Bawaan sejak lahir pada usia kehamilan 8 bulan terjadi penurunan
testis melalui kanalis inguinal menarik peritoneus dan disebut
plekus vaginalis, peritoneal hernia karena kanalis inguinal akan
tetap menutup pada usia 2 bulan.
4) Kebiasaan mengangkat benda yang berat (heavy lifting).
5) Kegemukan (marked obesity).
6) Batuk
7) Terlalu mengedan saat buang air kecil atau besar.
8) Ada cairan dirongga perut (asites).
9) Peritoneal dialysis
10) Ventriculoperitoneal shunt
11) PPOK (penyakit paru obstruktif kronik)
12) Riwayat keluarga yang menderita hernia.
c. Klasifikasi Hernia
Menurut Stead (2003), Secara umum hernia diklasifikasikan
menjadi:
1) Hernia eksterna yaitu jenis hernia dimana kantong hernia menonjol
secara keseluruhan (komplit) melewati dinding abdomen seperti
hernia inguinal (direk dan indirek), hernia umbilicus, hernia
femoral dan hernia epigastrika.
2) Hernia intraparietal yaitu kantong hernia berada didalam dinding
abdomen.
8
3) Hernia interna adalah hernia yang kantongnya berada didalam
rongga abdomen seperti hernia diafragma baik yang kongenital
maupun yang didapat.
4) Hernia reponibel (reducible hernia), yaitu apabila isi hernia dapat
keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk
lagi jika berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada keluhan
nyeri atau gejala obstruksi usus.
5) Hernia ireponibel (inkarserata), yaitu apabila kantong hernia tidak
dapat kembali ke abdomen. Ini biasanya disebabkan oleh
perlengkatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Hernia
ini disebut hernia akreta, merupakan jenis hernia ireponibel yang
sudah mengalami obstruksi tetapi belum ada gangguan
vaskularisasi.
6) Hernia strangulasi adalah hernia yang sudah mengalami gangguan
vaskularisasi.
d. Manifestasi Klinis
1) Pasien merasa tidak enak di tempat penonjolan
2) Ada penonjolan di salah satu lokasi abdomen misalnya inguinal,
femoralis dan lain-lain. Benjolan timbul saat mengedan BAB,
mengangkat beban berat ataupun saat aktivitas berat dan hilang
pada waktu istirahat baring.
3) Kadang-kadang perut kembung.
9
4) Apabila terjadi perlengketan pada kantung hernia dan isi hernia
maka tidak dapat dimasukkan lagi (ireponibel).
e. Patofisiologi Hernia
Menurut Oswari, (2000). Pada umumnya hernia terjadi akibat dari
kekuatan integritas otot dinding abdomen dan terjadi peningkatan
tekanan intra abdomen. Kerusakan atau kelemahan otot-otot dinding
abdomen, karena kelemahan college atau pelebaran tempat dari lubang
ligament inguinal, kelemahan ini biasa terjadi karena proses penuaan.
Peningkatan intra abdomen dapat menyebabkan dinding abdomen
menjadi lemah. Oleh karena itu dapat mengakibatkan penurunan isi
abdomen ke dalam rongga tubuh seperti halnya pada skrotum.
Penurunan isi abdomen tersebut disebabkan oleh banyak hal
diantaranya yaitu pekerjaan berat, batuk yang menaun. Hal tersebut
akan mempermudah masuknya masa abdomen kedalam rongga tubuh,
sehingga menjadi hernia atau penonjolan suatu organ tubuh sehingga
tidak terjepit akan menimbulkan rasa sakit di daerah terdapatnya
benjolan tersebut yang juga menimbulkan rasa mual dan apabila batuk,
mengejan hernia akan bertambah besar.
f. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat timbul, menurut Carpenito
(2001) sebagai berikut :
1) Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong
hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali.
10
Keadaan ini disebut hernia inguinalis ireponibel. Pada keadaan ini
belum ada gangguan penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering
menyebabkan keadaan ireponibel adalah omentum, karena mudah
melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar
karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan
ireponibel daripada usus halus.
2) Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat makin banyaknya
usus. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus diikuti
dengan gangguan vaskular (proses strangulasi). Keadaan ini
disebut hernia inguinalis strangulasi. Pada keadaan strangulasi
akan timbul gejala illeus, yaitu perut kembung, muntah, dan
obstipasi. Pada strangulasi nyeri yang timbul lebih hebat dan
kontinyu, daerah benjolan menjadi merah, dan pasien menjadi
gelisah.
Komplikasi lain :
a) Perlekatan/ hernia akreta
b) Hernia irreponibel
c) Jepitan vaskularisasi terganggu iskhemi gangrene nekrosis
d) Infeksi
e) Obstipasi obstruksi / konstipasi
f) Hernia inkarserata illeus
g) Hematoma skrotalis
h) Hidrokel
11
g. Penatalaksanaan
Menurut Romi (2006), penanganan bisa dengan pengobatan
konservatif maupun tindakan definitif berupa operasi.
1) Tindakan konservatif antara lain:
a) Tindakan konservatif terbatas pada tindakan melalui reposisi
dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk
mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Jika reposisi
tidak berhasil, dalam waktu 6 jam harus dilakukan operasi
segera.
b) Pada anak-anak dengan hernia indirect irreponibel diberi terapi
konservatif dengan:
(1) Obat penenang (valium)
(2) Posisi trandelenburg
(3) Kompres es
2) Tindakan Operatif:
Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi,
hernioplasti serta herniografi.
a) Herniotomi: pembebasan kantung hernia sampai pada lehernya,
kantung dibuka dan isi hernia dibebaskan
b) Hernioplasti: memperkecil annulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
c) Herniografi: membuat plasty di abdomen sehingga LMR
(Locus Minorus Resisten) menjadi kuat.
12
3) Penanganan pasca operasi:
a) Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah
terjadinya hematoma.
b) Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring
dengan lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
c) Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis serta
mengejan.
d) Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
e) Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang
dapat menaikkan tekanan intra abdomen.
Setelah dilakukannya tindakan pembedahan maka
dilakukan perawatan luka dan penderita makan dengan diit tinggi
kalori dan protein.
h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien hernia
adalah :
1) Laboratorium darah: hematology rutin, BUN, kreatinin dan
elektrolit darah.
2) Radiologi, foto abdomen dengan kontras barium, flouroskopi.
3) Foto rontagen dengan barium (Dermawan, 2010)
i. Asuhan Keperawatan
1) Fokus pengkajian yang harus ditanyakan :
a) Tanda dan gejala yang dirasakan oleh pasien.
13
b) Apakah pasien mengalami nyeri pada daerah perut bagian
bawah?
c) Kapan nyeri timbul?
d) Apakah pernah ada riwayat sakit seperti ini sebelumnya?
e) Apakah pernah melakukan pembedahan sebelumnya?
f) Faktor pekerjaan seperti apa yang sering dilakukan misalkan
bekerja terlalu berat, sering mengedan.
2) Pemeriksaan fisik dan tanda yang diketahui selam pemeriksaan
fisik :
a) Nyeri tekan abdomen
b) Adanya luka insisi
c) Perubahan warna
d) Tugor kulit dan tidak adanya gangguan.
e) Lamanya waktu dimana gejala saat ini hilang dan metode yang
digunakan oleh pasien untuk mengatasi gejal, serta efeknya
juga diidentifikasi (Bare & Smeltzer, 2002).
j. Menurut Doenges (1999), data pengkajian yang diperoleh :
1) Aktivitas
Gejala: Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat,
duduk yang terlalu lama.
Tanda: Atrosi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan
dalam benjolan.
14
2) Eliminasi
Gejala: Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi.
3) Intergritas Ego
Gejala: Ketakutan akan timbulnya paralitik, ansietas masalah
pekerja financial keluarga.
Tanda: cemas, depresi, menghindar dari keluarga.
4) Neurosensori
Gejala: kesemutan, ketakutan, kelemahan.
Tanda: kelemahan otot, nyeri tekan atau spasme otot paravertebalis
5) Nyeri
Gejala: nyeri seperti tertusuk pisau
Tanda: perubahan cara berjalan. Berjalan dengan terpincan-pincang
k. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan
kondisi hernia atau intervensi pembedahan.
Intervensi:
a) Kaji dan catat nyeri
b) Beritahu pasien untuk menghindari mengejan, meregang, batuk
dan mengangkat benda yang berat.
c) Ajarkan bagaimana bila menggunakan dekker (bila
diprogramkan).
15
d) Ajarkan pasien pemasangan penyokong skrotum atau kompres
es yang sering diprogramkan untuk membatasi edema dan
mengendalikan nyeri.
e) Berikan analgesik sesuai program.
2) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan sekunder post operasi
Intervensi:
a) Kaji karakteristik nyeri
b) Ajarkan pasien teknik relaksasi panas dalam
c) Atur posisi yang nyaman
d) Monitor tanda – tanda vital
e) Kolaburasi dokter untuk pemberian analgetik
3) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Intervensi
a) Bantu pasien dalam melakukan ROM aktif dan pasif
b) Bantu dalam hal pemenuhan kebutuhan pasien
c) Kaji tingkat kemampuan pasien
d) Anjurkan pasien untuk beraktifitas
4) Ansietas ketidaktahuan tentang prognosa pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.
Intervensi
a) Kaji tingkat ansietas.
b) Berikan penentraman hati dan kenyamanan.
16
c) Beri penjelasan yang jelas pada pasien tentang perkembangan
penyakitnya.
d) Libatkan keluarga dalam perbaikan rasa nyaman pasien.
e) Bina hubungan saling percaya.
f) Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaannya.
2. Kecemasan
a. Pengertian
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan
menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya. Keadaan ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kecemasan
dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara personal.
Kecemasan adalah respon emosional dan merupakan penilaian
intelektual terhadap suatu bahaya (Stuart, 2007). Definisi lain
menjelaskan kecemasan merupakan respon emosi tanpa objek yang
spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara
interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada
sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan
dihubungkan dengan perasaan yang tidak menentu dan tidak berdaya
(Suliswati, 2005).
Stuart & Laraia (2005) mengartikan kecemasan sebagai
kekhawatiran yang tidak jelas menyebar dialam pikiran dan terkait
17
dengan perasaan ketidakpastian dan ketidakberdayaan, tidak ada objek
yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus kecemasan.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecemasan
Faktor yang dapat menjadi pencetus seseorang merasa cemas
dapat berasal dari diri sendiri (faktor internal) maupun dari luar dirinya
(faktor eksternal). Pencetus ansietas menurut Asmadi (2008), dapat
dikelompokan ke dalam dua kategori yaitu :
1) Ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidak mampuan
fisiologis atau gangguan dalam melakukan aktifitas sehari-hari
guna pemenuhan terhadap kebutuhan dasarnya.
2) Ancaman terdapat sistem diri yaitu adanya sesuatu yang dapat
mengancam terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan status
atau peran diri, dan hubungan interpersonal.
c. Tingkat Kecemasan
Menurut Peplau (2005), mengidentifikasi ada empat tingkat
kecemasan yang dialami oleh individu yaitu :
1) Tingkat kecemasan ringan, dihubungkan dengan ketegangan yang
dialami sehari-hari. Individu masih waspada serta lapang
persepsinya meluas, menajamkan indra. Dapat memotivasi
individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara
efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.Pada tingkat
ini, biasanya menimbulkan beberapa respon seperti:
18
a) Respon fisiologi: sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah
naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir ber-
getar.
b) Respon kognitif: lapang persepsi melebar, mampu menerima
rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah, men-
jelaskan masalah secara efektif.
c) Respon prilaku dan emosi: tidak dapat duduk tenang, tremor
halus pada tangan, suara kadang-kadang meninggi.
2) Tingkat kecemasan sedang, individu terfokus hanya pada pikiran
yang menjadi perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan persepsi,
masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain. Pada
tingkat ini, biasanya menimbulkan beberapa respon seperti:
a) Respon fisiologi: sering nafas pendek, nadi (ekstra systole) dan
tekanan darah naik, mulut kering, anorexia, diare atau konsti-
pasi, gelisah.
b) Respon kognitif: lapang persepsi menyempit, rangsan luar tidak
mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian.
c) Respon prilaku dan emosi: gerakan tersentak-sentak (meremas
tangan), bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, perasaan
tidak aman.
3) Tingkat kecemasan berat
Kecemasan pada tingkat berat lapangan persepsi individu
sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detil yang kecil (spesifik)
19
dan tidak dapat berfikir tentang hal-hal lain. Seluruh prilaku
dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak
perintah atau arahan untuk terfokus pada area lain. Pada tingkat ini,
menunjukkan respon seperti:
a) Respon fisiologi: nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,
berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan.
b) Respon kognitif: lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu
menyelesaikan masalah.
c) Respon perilaku dan emosi: perasaan ancaman meningkat, ver-
balisasi cepat, blocking.
4) Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang.
Karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun
meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik,
berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain,
penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak
mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan
disorganisasi kepribadian. Tahap panikini, akan menunjukkan
beberapa respon seperti:
a) Respon fisiologi: nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi,
sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah.
b) Respon kognitif: lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat
berfikir logis.
20
c) Respon perilaku dan emosi: agitasi, mengamuk dan marah,
ketakutan, berteriak-teriak, blocking, kehilangan kendali atau
kontrol diri, persepsi kacau.
Gambar 2.1. Rentang Respon Kecemasan
Respon Respon
Adaptif Maladaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
d. ManifestasiKlinis Kecemasan
Manifestasi respon kecemasan dapat mempengaruhi kondisi
tubuh seseorang, respon kecemasan menurut Suliswati (2005) antara
lain:
1) Respon fisiologis terhadap kecemasan
Secara fisiologis respon tubuh terhadap kecemasan adalah
dengan mengaktifkan sistem saraf otonom (simpatis maupun para-
simpatis). Sistem saraf simpatis akan mengaktivasi proses tubuh,
sedangkan sistem saraf parasimpatis akan meminimalkan respon
tubuh. Reaksi tubuh terhadap kecemasan adalah “fight” atau
“flight”. Flight merupakan reaksi isotonik tubuh untuk melarikan
diri, dimana terjadi peningkatan sekresi adrenalin kedalam sirkulasi
darah yang akan menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan
tekanan darah sistolik, sedangkan fight merupakan reaksi agresif
21
untuk menyerang yang akan menyebabkan sekresi noradrenalin,
rennin angiotensin sehingga tekanan darah meningkat baik sistolik
maupun diastolic. Korteks otak menerima rangsang akan dikirim
melalui saraf simpatis ke kelenjar adrenal yang akan melepaskan
adrenalin atau epinefrin sehingga efeknya antara lain napas men-
jadi lebih dalam dan nadi meningkat. Darah akan tercurah terutama
ke jantung, susunan saraf pusat dan otot. Dengan peningkatan
glikogenolisis maka gula darah akan meningkat.
2) Respon Psikologis terhadap Kecemasan
Kecemasan dapat mempengaruhi aspek interpersonal mau-
pun personal. Kecemasan tinggi akan mempengaruhi koordinasi
dan gerak refleks. Kesulitan mendengarkan akan mengganggu
hubungan dengan orang lain. Kecemasan dapat membuat individu
menarik diri dan menurunkan keterlibatan dengan orang lain.
3) Respon kognitif
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik
proses pikir maupun isi pikir, diantaranya adalah tidak mampu
memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunnya
lapang persepsi, dan bingung.
4) Respon afektif
22
Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam bentuk
kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap
kecemasan.
e. Penatalaksanaan kecemasan
1) Penatalaksanaan farmakologi pengobatan untuk anti kecemasan
terutama benzodiazepine, obat ini digunakan untuk jangka pendek,
dan tidak dianjurkan untuk jangka panjang karena pengobatan ini
menyebabkan toleransi dan ketergantungan. Obat anti kecemasan
nonbenzodiazepine, seperti buspiron (Buspar) dan berbagai
antidepresan juga digunakan (Isaacs, 2005).
2) Penatalaksanaan non farmakologi
a) Distraksi
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan
kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-hal
lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami.
Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan
endorfin yang bisa menghambat stimulus cemas yang
mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan
ke otak (Potter & Perry, 2005).
Salah satu distraksi yang efektif adalah dengan
memberikan dukungan spiritual (membacakan doa sesuai
agama dan keyakinannya), sehingga dapat menurunkan
hormon-hormon stressor, mengaktifkan hormon endorfin
alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan
23
perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki
sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta
memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan
aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam
atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan
ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan
metabolisme yang lebih baik.
b) Relaksasi
Terapi relaksasi yang dilakukan dapat berupa relaksasi,
meditasi, relaksasi imajinasi dan visualisasi serta relaksasi
progresif (Isaacs, 2005).
f. Alat Ukur Kecemasan
Menurut Hawari (2013) untuk mengetahui sejauh mana derajat
kecemasan seseorang dapat menggunakan alat ukur (instrument) yang
dikenalkan dengan nama Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A).
Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang lebih spesifik, 14 di-
antaranya meliputi :
24
Tabel: 2.2 Kuesioner HARS
No Gejala kecemasan Nilai Angka (Skor)
0 1 2 3 4
1 Perasaan kecemasan
a. Cemas
b. Firasat buruk
c. Takut akan pikiran sendiri
d. Mudah tersinggung
2 Ketegangan
a. Merasa tegang
b. Lesu
c. Tidak bisa istirahat tenang
d. Mudah terkejut
e. Mudah menangis
f. Gemetar
g. Gelisah
3 Ketakutan
a. Pada gelap
b. Pada orang lain
c. Ditinggal sendiri
4 Gangguan tidur
a. Sukar tidur
b. Terbangun malam hari
c. Tidur tidak nyenyak
d. Bangun dengan lesu
e. Banyak mimpi-mimpi (mimpi bu-
ruk)
5 Gaguan kecerdasan
a. Sukar kosentrasi
b. Daya ingat menurun
c. Daya ingat buruk
6 Perasaan depresi (murung)
a. Hilangya minat
b. Sedih
c. Bangun dini hari
d. Perasaan berubah-ubah
7 Gejala somatik/fisik (otot)
a. Sakit dan nyeri di otot
b. Kaku
c. Kedutan otot
d. Gigi gemerutuk
e. Suara tidak stabil
8 Gejala somatik/fisik (sensorik)
a. Tinitus (telinga berdenging)
b. Penglihatan kabur
c. Muka merahatau pucat
d. Merasa lemas
25
No Gejala Kecemasan NILAI ANGKA (SKOR)
0 1 2 3 4
9 Gejala kardiovaskular (jantung dan
pembuluh darah)
a. Takikardia (denyut antung cepat) b. Berdebar-debar c. Nyeri di dada d. Denyut nadi mengeras
e. Rasa lesu/lemas seperti mau
pingsan
10 Gejala respiratory (pernafasan)
a. Rasa tertekan atau sempit dada
b. Rasa tercekik
c. Sering menarik nafas
d. Nafas pendek /sesak
11 Gejala gastrointestinal
a. Sulit menelan
b. Perut melilit
c. Gangguan pencernaan
d. Nyeri sebelum atau sesudah makan
e. Rasa penuh dan kembung
f. Buang air besar lembek atau kon-
stipasi
12 Gejala urogenital (perkemihan)
a. Sering buang air seni
b. Tidak dapat menahan air seni
13 Gejala autonomy
a. Mulut kering
b. Muka merah
c. Mudah berkeringat
d. Kepala terasa berat
14 Tingkah laku
a. Gelisah
b. Tidak tenang
c. Jari gemetar
d. Keut kening
e. Muka tegang
f. Otot tegang/mengeras
Masing–masing nilai angka (score) dari 14 kelompok gejala
dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat
kecemasan seseorang, yaitu :
Total nilai (score) =
1. Kurang dari 14 : tidak ada kecemasan
2. 14 – 20 : kecemasan ringan
26
3. 21 – 27 : kecemasan sedang
4. 28 – 41 : kecemasan berat
5. 42 – 56 : kecemasan panik
3. Dzikir
a. Pengertian
Dzikir adalah mengingat Allah dengan segala sifat-sifatNya,
pengertian dzikir tidak terbatas pada bacaan dzikir itu sendiri (dalam
arti sempit), melainkan meliputi segala bacaan, shalat, ataupun
perilaku kebaikan lainnya sebagaimana yang diperintahkan dalam
agama (Hawari, 2008).
b. Manfaat Dzikir
Di antara fadhilah dzikir seperti yang dinukilkan oleh Ibnu
Qoyyim dalam kitab Al Wabil Ash-Shayyib Minal Kalimatil Thayyib,
ia menjelaskan:
1) Mampu mengusir setan yang merongrong kalbu manusia
2) Mendapatkan ridha dari Yang Maha Rahmat
3) Melenyapkan kecemasan dan kegelisahan kalbu
4) Menghidupkan mahabbah dengan ruhul Islam
5) Mewariskan inabah kembali kepada Allah
6) Kesibukan lisan karena dzikir yang bersambungan, maka ia
terhindar dari kesibukan yang membawa dosa
7) Melenyapkan rasa cemas dalam hati karena persoalan dunia yang
tidak terpecahkan
27
c. Langkah-Langkah Melakukan Relaksasi Dzikir
Langkah-langkah relaksasi dzikir ini merupakan modifikasi
dari teknik relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan dari Benson
(2000), yaitu:
1) Memilih kata atau frase yang sesuai dengan keyakinan kata
tertentu digunakan sebagai fokus atau pengantar meditasi, dan kata
sebaiknya memiliki arti khusus terutama frase yang dapat
menimbulkan munculnya kondisitransen-densi, diharapkan dengan
kata tertentu tersebut dapat meningkatkan respon relaksasi pasien
dengan memberikan kesempatan untuk memilih faktor keyakinan
tertentu yang dapat memberikan pengaruh, contoh: dengan
istighfar atau menyebut menyebut dengan takbir. Pemilihan frase
sebaiknya cukup singkat agar dapat diucapkan dalam hati ketika
menghembuskan nafas secara normal, metode yang akan
digunakan adalah frase “yaa Allah” karena frase ini singkat dan
langsung menuju kepada objek transendensi.
2) Atur posisi tubuh yang nyaman sebelum memulai relaksasi carilah
posisi duduk yang nyaman sehingga posisi tidak mengganggu
pikiran. Posisi dapat dilakukan misalnya dengan bersila atau
duduk di sofa. Lingkungan diatur sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu proses relaksasi misalnya suhu, kebisingan, pakaian
yang terlalu ketat dan bau-bauanyang tidak enak.
28
3) Memejamkan mata pejamkan mata secara perlahan dan pejamkan
secara wajar. Karena pemaksaan untuk memejamkan akan
membuat otot-otot mata tidak rileks.
4) Lemaskan otot-otot mulailah melemaskan otot dari kaki,
kemudian betis, paha, dan perut seterusnya hingga kepala.
Caranya dengan merasakan otot yang akan di rilekskan kemudian
otot tersebut di perintahkan untuk rileks misalnya akan
melemaskan otot kaki; dengan memerintahkan pada kaki
“lemas..lemas..” sambil merasakan dan membiarkan otot-otot kaki
untuk lemas.
5) Perhatikan napas dan mulailah menggunakan kata fokus yang
berakar dari keyakinan. Bernapaslah perlahan-lahan dan wajar,
tanpa memaksakan iramanya tahap ini mulailah mengulang-ulang
dalam hati kata atau frase yang dipilih sambil mengambil dan
mengeluarkan napas.
6) Pertahankan sikap pasif selain pengulangan kata atau frase, sikap
pasif adalah aspek penting untuk membangkitkan respon
relaksasi. Saat mulai duduk dan mengulang-ulang frase berbagai
macampikiran akan bermunculan yang akan mengalihkan
perhatian frase yang diulang-ulang. Teknik untuk menghindari
gangguan ini adalah dengan tidak memperdulikan dan tidak
memaksa menghilangkan gangguan tersebut. Selain itu bila
muncul rasa nyeri akibat duduk terlalu lama bersikap pasif saja
29
tidak perlu dilawan, ketika rasa nyeri itu muncul katakan pada diri
sendiri “baiklah” dan kembali mengulang frase atau kata yang
digunakan.
B. Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Sumber: Syamsuhidayat (2000)
Batuk kronik, hipertrofi prostat,
konstipasi mengangkat tekanan
berat, kehamilan atau kegemukan
asites, mengejan
Peningkatan tekanan intra abdomen
Usia
Proses degerasi otot muskulus
Kelemahan otot
Kelemahan otot transversalis dasar
kanalis inguinalis
Isi abdomen yang merupakan isi hernia masuk
melalui analis inguinalis ke dalam dexstra
Hernia
Tindakan operatif Tindakan kooperatif
- Reposisi
- Makanan
Herniotomi Herniorafi
Diskontinuitas
Jaringan
Informasi
kurang
Ketidak adekuatan
metode koping
Kruang
pengetahuan Nyeri
Tindakan relaksasi
dzikir khafi
Cemas
30
C. Kerangka Konsep
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
Cemas Cemas
Variabel Independen
Relaksasi Dzikir Khafi Relaksasi Dzikir Khafi
Variabel Dependen
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek aplikasi riset
Subyek dari aplikasi riset adalah pemberian dzikir khafi untuk menurunkan
tingkat kecemasan pre operasi pada Tn. S dengan hernia inguinalis lateralis.
B. Tempat dan waktu
Aplikasi riset ini dilakukan di RSUD Dr. Soediran mangun wonogiri diruang
anggrek pada tanggal 9-21 Maret 2015.
C. Media dan alat yang digunakan
Tempat tidur.
D. Prosedur Tindakan berdasarkan aplikasi riset
Langkah-langkah relaksasi dzikir ini merupakan modifikasi dari teknik
relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan dari Benson (2000), yaitu:
a. Memilih kata atau frase yang sesuai dengan keyakinan kata tertentu
digunakan sebagai fokus atau pengantar meditasi, dan kata sebaiknya
memiliki arti khusus terutama frase yang dapat menimbulkan munculnya
kondisitransen-densi, diharapkan dengan kata tertentu tersebut dapat
meningkatkan respon relaksasi pasien dengan memberikan kesempatan
untuk memilih faktor keyakinan tertentu yang dapat memberikan
pengaruh, contoh: dengan istighfar atau menyebut menyebut dengan
takbir. Pemilihan frase sebaiknya cukup singkat agar dapat diucapkan
dalam hati ketika menghembuskan nafas secara normal, metode yang akan
31
b. digunakan adalah frase “yaa Allah” karena frase ini singkat dan langsung
menuju kepada objek transendensi (ketuhanan).
c. Atur posisi tubuh yang nyaman sebelum memulai relaksasi carilah posisi
duduk yang nyaman sehingga posisi tidak mengganggu pikiran. Posisi
dapat dilakukan misalnya dengan bersila atau duduk di sofa. Lingkungan
diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu proses relaksasi
misalnya suhu, kebisingan, pakaian yang terlalu ketat dan bau-bauan yang
tidak enak.
d. Memejamkan mata pejamkan mata secara perlahan dan pejamkan secara
wajar. Karena pemaksaan untuk memejamkan akan membuat otot-otot
mata tidak rileks.
e. Lemaskan otot-otot mulailah melemaskan otot dari kaki, kemudian betis,
paha, dan perut seterusnya hingga kepala. Caranya dengan merasakan otot
yang akan dirilekskan kemudian otot tersebut diperintahkan untuk rileks
misalnyaakan melemaskan otot kaki; dengan memerintahkan pada kaki
“lemas..lemas..” sambil merasakan dan membiarkan otot-otot kaki untuk
lemas.
f. Perhatikan napas dan mulailah menggunakan kata fokus yangberakar dari
keyakinan. Bernapaslah perlahan-lahan dan wajar, tanpa memaksakan
iramanya tahap ini mulailah mengulang-ulang dalam hati kata atau frase
yang dipilih sambil mengambil dan mengeluarkan napas.
g. Pertahankan sikap pasif selain pengulangan kata atau frase, sikap pasif
adalah aspek penting untuk membangkitkan respon relaksasi. Saat mulai
33
duduk dan mengulang-ulang frase berbagai macam pikiran akan
bermunculan yang akan mengalihkan perhatian frase yang diulang-ulang.
Teknik untuk menghindari gangguan ini adalah dengan tidak
memperdulikan dan tidak memaksa menghilangkan gangguan tersebut.
Selain itu bila muncul rasan yeri akibat duduk terlalu lama bersikap pasif
saja tidak perlu dilawan, ketika rasa nyeri itu muncul katakan pada diri
sendiri “baiklah” dan kembali mengulang frase atau kata yang digunakan.
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset
Tabel: 3.1 Kuesioner HARS
No Gejala kecemasan Nilai Angka (Skor)
0 1 2 3 4
1 Perasaan kecemasan
a. Cemas
b. Firasat buruk
c. Takut akan pikiran sendiri
d. Mudah tersinggung
2 Ketegangan
a. Merasa tegang
b. Lesu
c. Tidak bisa istirahat tenang
d. Mudah terkejut
e. Mudah menangis
f. Gemetar
g. Gelisah
3 Ketakutan
a. Pada gelap
b. Pada orang lain
c. Ditinggal sendiri
4 Gangguan tidur
a. Sukar tidur
b. Terbangun malam hari
c. Tidur tidak nyenyak
d. Bangun dengan lesu
e. Banyak mimpi-mimpi (mimpi buruk)
5 Gaguan kecerdasan
a. Sukar kosentrasi
b. Daya ingat menurun
c. Daya ingat buruk
34
No
Gejala Kecemasan
Nilai Angka skor
0 1 2 3 4
6 Perasaan depresi (murung)
a. Hilangya minat
b. Sedih
c. Bangun dini hari
d. Perasaan berubah-ubah
7 Gejala somatik/fisik (otot)
a. Sakit dan nyeri di otot
b. Kaku
c. Kedutan otot
d. Gigi gemerutuk
e. Suara tidak stabil
8 Gejala somatik/fisik (sensorik)
a. Tinitus (telinga berdenging)
b. Penglihatan kabur
c. Muka merahatau pucat
d. Merasa lemas
9 Gejala kardiovaskular (jantung dan
pembuluh darah)
a. Takikardia (denyut antung cepat)
b. Berdebar-debar
c. Nyeri di dada
d. Denyut nadi mengeras
e. Rasa lesu/lemas seperti mau pingsan
10 Gejala respiratory (pernafasan)
a. Rasa tertekan atau sempit dada
b. Rasa tercekik
c. Sering menarik nafas
d. Nafas pendek /sesak
11 Gejala gastrointestinal
a. Sulit menelan
b. Perut melilit
c. Gangguan pencernaan
d. Nyeri sebelum atau sesudah makan
e. Rasa penuh dan kembung
f. Buang air besar lembek atau konstipasi
35
No Gejala Kecemasan Nilai Angka Skor
0 1 2 3 4
12 Gejala urogenital (perkemihan)
a. Sering buang air seni
b. Tidak dapat menahan air seni
13 Gejala autonomy
a. Mulut kering
b. Muka merah
c. Mudah berkeringat
d. Kepala terasa berat
14 Tingkah laku
a. Gelisah
b. Tidak tenang
c. Jari gemetar
d. Keut kening
e. Muka tegang
f. Otot tegang/mengeras
Masing–masing nilai angka (score) dari 14 kelompok gejala
dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat
kecemasan seseorang, yaitu :
Total nilai (score) =
1. Kurang dari 14 : tidak ada kecemasan
2. 14 – 20 : kecemasan ringan
3. 21 – 27 : kecemasan sedang
4. 28 – 41 : kecemasan berat
5. 42 – 56 : kecemasan panik
36
BAB IV
LAPORAN KASUS
Bab ini menjelaskan tentang asuhan keperawatan kecemasan pada Tn. S
dengan hernia inguinalis lateralis yang dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2015
sampai 11 Maret 2015. Asuhan keperawatan yang terdiri dari identitas klien,
pengkajian, perumusan masalah keperawatan, perencanaan keperawatan,
implementasi dan evaluasi keperawatan.
A. Identitas Pasien
Hasil pengkajian data diantara lain, nama pasien Tn. S, usia 68 tahun,
agama islam, pendidikan terakhir sarjana pendidikan guru (SPG), pekerjaan
sebagai pensiunan, alamat di Belik Promantoro, dirawat di RSUD Wonogiri
dengan diagnosa medis Tn. S hernia iguinalis lateralis dexstra. Identitas
penanggung jawabnya adalah, Tn. G berusia 36 tahun, pendidikan terakhir
sarjana pendidikan agama islam, pekerjaan wiraswasta, alamat di Belik
Promantoro, hubungan dengan pasien adalah anak.
B. Pengkajian
Keluhan utama pasien saat dikaji, pasien mengeluh Nyeri. Riwayat
penyakit sekarang pasien masuk pada tanggal 9 maret 2015 pukul 23.15 WIB
pasien mengeluh nyeri pada lipatan paha kana nada benjolan. Benjolan ini
sudah terjadi 3 tahun yang lalu, dari IGD tangan kanan pasien terpasang
infuse RL 20 tpm dan injeksi cetorolac 30 mg dan ranitidine 50 mg. Hasil
36
37
pengkajian tanggal 10 maret 2015 diperoleh : tekanan darah 151/85 mmHg,
nadi 88 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu 36,8 oC.
Riwayat penyakit dahulu, istri pasien mengatakan Tn. S 6 tahun yang
lalu pernah mengalami penyakit syaraf, pasien tidak pernah mengalami
kecelakaan maupun operasi. Pasien tidak mempunyai alergi terhadap makanan
maupun obat-obatan.
Pengkajian riwayat kesehatan kelurga
Keterangan :
: laki - laki
: perempuan
/ : meninggal
: keturunan
: hubungan
: tinggal satu rumah
: pasien
Gamabar 4.1 genogram
Tn.S 68 tahun
38
Riwayat kesehatan keluarga, istri pasien mengatakan bahwa di dalam
keluarganya maupun keluarga pasien tidak ada penyakit keturunan seperti
diabetes mellitus, jantung, dan hipertensi. Riwayat kesehahatan lingkungan,
istri pasien mengatakan lingkungan rumahnya bersih, terdapat ventilasi, ada
tempat pembuangan sampah, jauh dari sungai atau pabrik.
Hasil pengkajian menurut pola gordon, pada pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan pasien mengatakan bahwa sehat itu penting dan
berharga, menurut pasien sakit merukan sesuatu yang tidak nyaman, apabils
ada anggota keluarganya yang sakit segera diperiksakan ke puskesmas atau
dokter.
Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit pasien makan 3x sehari
dengan nasi, sayur, lauk, teh atau air putih, pasien tidak memiliki keluhan dan
makan satu porsi habis dengan menu nasi, lauk – pauk dan sayur, pasien tidak
alergi dengan jenis makanan apapun. Minumnya setiap pagi teh manis 1 gelas
dam 6-7 gelas air putih, selama sakit pasien mengatakan, tidak mengalami
gangguan makanan, bisa menghabiskan 1 porsi dengan menu rumah sakit,
nasi, sayur dan buah. Minum 7-8 gelas air putih.
Pola eliminasi BAB, baik sebelum sakit maupun selama sakit pasien
tidak memiliki keluhan.Pasien BAB 1x sehari dengan konsistensi lunak, bau
khas, dan warna kuning kecoklatan. Pada pola eliminasi BAK, sebelum sakit
pasien mengatakan BAK 4-6x sehari ± 1500cc sekali BAK dengan warna
kuning jernih, bau amoniak, dan tidak ada keluhan. Selama sakit mampu BAK
39
5-7 x sehari ± 2500 cc sekali BAK dengan keluhan kuning jernih, bau obat,
dan tidak ada keluhan.
Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mampu melakukan
perawatan diri secara mandiri (skor 0). Selama sakit untuk makan atau
minum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi
atau ROM, pasien memerlukan bantuan orang orang lain (skor 2)
Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien mengatakan dapat tidur
dengan nyeyak dan baik malam maupun siang hari, tidur malam ±7-8 jam dan
siang hari ± 2 jam. Selama sakit pasien mengatakan tidur malam selama ± 5-6
jam tidak nyenyak dan sering terbangun karena merasakan nyeri dilipatan
pahanya dan memikirkan operasi yang akan segera dilakukan.
Pola kognitif – perseptual sebelum sakit pasien mampu berbicara
dengan normal, pendengaran dan penglihatan baik, pasien juga mampu
berjalan dengan normal. Selama sakit pasien mengalami gangguan pada
lipatan paha kaki kanannya, pasien mengatakan nyeri karena ada benjolan,
nyeri seperti kram skala nyeri 4, nyeri terasa di lipatan paha kanan, nyeri
muncul saat kaki bergerak. Pasien mengatakan cemas dalam menghadapi
operasi, berdasarkanhasil pemeriksaan HRS-A diperoleh skore 28 termasuk
dalam kategori kecemasan berat.
Pola persepsi konsep diri, gambaran diri pasien menerima dengan
keadaan sakit saat ini, ideal diri pasien ingin segera sembuh dan pulang ke
rumah agar bisa melakukan aktivitas kembali, harga diri pasien tidak merasa
rendah diri dengan penyakitnya, peran diri pasien seorang kepala rumah
40
tangga dan saat ini tidak mampu bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, sedangkan identitas diri pasien berjenis kelamin laki dengan usia 68
tahun.
Pola hubungan peran, pasien mengetakan sebelum sakit maupun
selama sakit hubungan dengan keluarga, saudara, tetangga-tetangganya baik
dan tidak ada masalah. Pola seksual reproduksi, pasien berusia 68 tahun sudah
menikah dan mempunyai 3 anak.
Pola mekanisme koping, pasien mengatakan untuk menghilangkan
kepenatannya dengan beristirahat dan berkumpul bersama keluarga atau
tetangga, apabila ada masalah selalu dibirakan dengan keluarga, jika ada
anggota keluarganya yang sakit selalu diperiksakan kepuskesmas atau dokter.
Pola nilai dan kenyakinan, pasien beragama islam menjalankan sholat 5
waktu, tetapi selama sakit klien hanya bisa sholat diatas tempat tidur dan
menerima penyakitnya sebagai ujian dari Allah SWT.
Pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan keadaan pasien lemas dengan
kesadaran composmetis, tekanan darah 151/85 mmHg, nadi 88 x/menit teraba
kuat dan irama cepat, respirasi 20 x/menit irama teratur, da suhu 36,8 oC.
Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih. Rambut kuat, hitam, sedikit
beruban, dan tidak ketombe. Hasil pemeriksaan mata, didapatkan data mata
simetris kanan kiri, fungsi penglihatan baik, konjungtiva tidak anemis, dan
sclera tidak ikterik. Hasil periksaan hidung, bersih, tidak ada polip, dan tidak
terdapat secret. Mulut simetris, bersih, dan mukosa bibir lembab. Gigi sejajar
dan bersih. Telingga simetris, tidak ada serumen, dan tidak mengalami
41
gangguan pendengaran. Hasil pemeriksaan leher tidak tedapat pembesaran
tyroid.
Pemeriksaan fisik paru, didapatkan hail inspeksi: bentuk dada simetris,
palpasi: vocal fremitus kanan dan kiri sama, perkusi: sonor, auskultasi: suara
vesikuler dan irama teratur. Pemeriksaan fisik jantung, didapatkan hasil
inspeksi: icturs cordis tidak tampak, palpasi: ictus cordis teraba kuat di SIC V,
perkusi: pekak, auskultasi: bunyi jantung I dan II sama, tidak ada suara
tambahan, irama regular. Hasil pemeriksaan abdomen didapatkan inspeksi:
perut simetris dan tidak ada jejas, auskeltasi: bising usus 20 x/menit, perkusi:
redup di kuadran I dan tympai di kuadran 2,3,4, palpasi: terdapat nyeri tekan
pada perut kanan bawah.
Pemeriksaan genetalia, didapatkan hasil genetalia bersih dan tidak ada
jejas.Begitu juga pada rektum. Pemeriksaan ekstremitas bagian atas
didapatkan hasil kekuatan otot tanga kanan dan kiri 5 (bergerak bebas), tangan
kiri mampu bergerak bebas tetapi tangan kanan gerakan terbatas karena
terpasang infuse RL 20 tpm, perubahan akral hangat, tidak ada oedema, dan
capilary refill <2 detik. Pemeriksaan ekstremitas bagian bawah diperoleh hasil
kekuatan otot kaki kiri 5 (bergerak bebas), kaki kanan kekuatan otot 3
(bergerak terbatas), perabaan akral hangat, capilary refill <2 detik
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10 maret 2015 diperoleh hasil:
GDS 96 mg/dl (nilai normal 76-120), SGOT 35 u/L (nilai normal 0-25),
SGPT 23 u/L (nilai normal 0-29), ureum 28 mg/dl (nilai normal 10-50),
42
keratin 1,21 mg/dl (nilai normal 0,5-1,3), hemoglobin 14,0 g/dl (nilai normal
13,5-17,5), gol darah O.
Selama dirawat di Anggrek, pasien mendapatkan therapy infuse RL 20
tpm untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi, asering 20
tpm untuk pengobatan asidosis yang berhubungan dehidrasi dan kehilangan
ion alkali dari tubuh, dan injeksi ranitidine 50 mg/12 jam untuk pengobatan
tukak lambung dan duodenum akut, hipersekresi paska bedah, ketorolac 30
mg/8 jam untuk pengolahan nyeri kronis atau akut sedang dalam jangka
panjang.
C. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian dan observasi di atas, penulis melakukan
analisa data dan merumuskan diagnosa keperawatan. Data subyektif pasien
dikaji tentang karakteristik nyeri ditemukan P (provocate) adalah nyeri pada
benjolan lipatan paha kanan, Q (quality) rasa seperti kram, R (regio) adalah
pada lipatan paha kanan, S (skala) nyeri dirasakan sedang yaitu 4, T (time)
dirasakan saat kaki bergerak. Data obyektif yang didapatkan data pada lipatan
paha kanan ada benjolan, pasien tampak lemah dan tekanan darah 151/85
mmHg, nadi 88 x/menit.
Data subyektif : pasien mengatakan sulit tidur dan tidur tidak nyeyak
sering terbangun, sedangkan data obyektif yang diperoleh berdasarkan HARS
diperoleh score 28 atau kecemasan berat, pasien tampak cemas dan tekanan
darah 151/85 mmHg, nadi 88x/menit, suhu 36,8 oC. Data diatas tidak ada di-
pengkajian saya tambahan untuk memperkuat data.
43
Berdasarkan data di atas maka penulis merumuskan masalah
keperawatan adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis dan
kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
D. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan diagnosa pertama nyeri berhubungan dengan agen cedera
biologis, maka penulis menyusun rencana keperawatan dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan selama 2x24 jam nyeri berkurang atau hilang dengan
kriteria hasil mampu mengontrol nyeri dengan teknik non farmakologi,
melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan manajemen nyeri
(skala nyeri 2), mampu mengenali nyeri, menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang.
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah kaji
nyeri (PQRST) dengan rasional nyeri merupakan respon subyektif yang dapat
dikaji dengan menggunakan skala nyeri, berikan posisi yang nyaman atau atur
posisi imobilisasi paha dengan rasional imobilisasi yang adekuat dapat
mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsure utama penyebab
nyeri, berikan kesempatan waktu israhat jika terasa nyeri dengan rasional
istirahat akan melaksanakan semua jaringan sehingga meningkatkan
kenyamanan, ajarkan teknik non farmakologi (kompres dingin) dengan
rasional teknik non farmakologi mudah dipelajari pasien sehingga saat nyeri
muncul klien mampu mengontrol nyeri secara mandiri, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian analgetik (ketorolac 30 mg/8jam) dengan rasional
analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akut berkurang.
44
Perencanaan untuk mengatasi masalah pada diagnosa keperawatan
kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, diharapkan
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam masalah
keperawatan kecemasan dapat teratasi, dengan kriteria hasil, antara lain pasien
tidak gelisah, tidak khawatir, tidak tegang, berdasarkan kuesioner HARS
tingkat kecemasan dalam rentang ringan (7-14), tekana darah normal 120/80
mmHg, nadi normal 80 x/menit.
Rencana keperawatan yang dapat diberikan, antara lain observasi
tingkat cemas pasien menggunakan kuesioner HARS dan tanda-tanda vital
dengan rasional untuk mengetahui tingkat cemas pasien, ajarkan relaksasi
nafas dalam (dzikir khafi) dengan rasional untuk menurunkan tingkat
kecemasan pasien, berikan penkes tentang keadaan pasien dengan rasional
untuk mengalihkan perhatian dan mengurangi kecemasan, berikan dukungan
pada keluarga untuk selalu menemani pasien dengan rasional untuk
meningkatkan perhatian pada keluarga untuk pasien, berikan lingkungan
nyaman dengan rasional agar pasien tenang.
E. Implentasi Keperawatan
Tindakan keperawatan pada diagnosa pertama nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera biologis pada hari selasa, 10 Maret 2015
pukul 09.00 WIB mengobservasi keadaan umum, tingkat nyeri, dan tingkat
kecemasan pasien dengan respon subyektif P: pasien mengatakan nyeri pada
benjolan lipatan paha kanan, Q: nyeri seperti kram, R: nyeri dilipatan paha
kanan (selakangan), S: nyeri 4 (sedang), T: saat kaki digerakan. Respon
45
obyektif pasien tampak cemas, meringis menahan sakit, tekanan darah 151/85
mmHg, nadi 88x/menit, berdasarkan kuesoiner diperoleh nilai 28 dengan
tingkat kecemasan sedang. Pukul 09.10 WIB mengajarkan teknik relaksasi
nafas dalam dengan respon subyektif pasien mengatakan nyeri dan bersedia
diajarkan relaksasi nafas dalam. Respon obyektif pasien tampak mengikuti
aba-aba. Pukul 09.30 WIB mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian
analgetik ketorolac 30 mg/8 jam dengan respon subyektif pasien mengatakan
bersedia untuk disuntik lewat selang infuse. Respon obyektif obat analgetik
ketorolac 30 mg masuk via selang infus. Pukul 12.30 WIB membantu pasien
saat mobilisasi dan pemenuhan kebutuhan, respon subyektif pasien
mengatakan ingin duduk dan makan. Respon obyektif pasien terlihat setengah
duduk dan makan dengan dibantu istri.
Tindakan keperawatan yang dilakukan hari kedua, kamis 11 Maret
2015 pukul 07.30 WIB diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan
agen cedera biologis. Mengobservasi keadaan umum, tingkat nyeri, dan
tingkat kecemasan pasien, dengan respon subyektif P (Provocate) pasien
mengatan nyeri pada benjolan lipatan paha kanan berkurang, Q (quality) nyeri
melilit, R (regio) nyeri di lipatan paha kanan, S (scale) nyeri 2, T (time) saat
ditekan. Respon obyektif pasien tampak sedikit gelisah dan sedih, tekanan
darah 122/80 mmHg, nadi 82 x/menit. Pukul 07.05 WIB mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam dengan respon subyektif pasien mengatakan nyeri dan
bersedia diajarkan relaksasi nafas dalam. Respon obyektif pasien tampak
mengikuti aba-aba. Pukul 08.50 WIB mengkolaborasi dengan dokter dalam
46
pemberian analgetik ketorolac 30 mg/8 jam dan ranitidine 50 mg/12jam
dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk disuntik lewat
selang infus agar cepat sembuh. Respon obyektif obat analgetik ketorolac 30
mg dan ranitidine 50 mg masuk via selang infus. Pukul 09.00 WIB
memberikan posisi yang nyaman, respon subyektif pasien mengatakan
bersedian diposisikan yang nyaman. Respon obyektif paisen terlihat tenang
ketika kaki ditinggikan.
Hari pertama selasa, 10 Maret 2015 pukul 09.00 WIB diagnosa kedua
kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan mengobservasi
keadaan umum. Respon obyektif pasien tampak cemas, meringis menahan
sakit, tekanan darah 151/85 mmHg, nadi 88x/menit. Pukul 09.20 WIB
mendukung pasien atau keluarga untuk memandang keterbatasan yang realitas
atau membantu pasien ketika cemas dengan respon subyektif keluarga pasien
mengatakan mau membantu pasien dalam keterbatasan pasien. Respon
obyektif keluarga pasien tampak membantu menjaga pasien. Pukul 09.30 WIB
mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik ketorolac 30 mg/8
jam dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk disuntik lewat
selang infuse. Respon obyektif obat analgetik ketorolac 30 mg masuk via
selang infus. Pukul 09.45 WIB mengobservasi tingkat kecemasan
menggunakan kuesioner HARS dengan respon subyektif pasien mengatakan
cemas terhadap keadaan sekarang dan memikirkan tindakan operasi yang
akian segera dilakukan. Respon obyektif berdasarkan koesioner HARS
diperoleh nilai 28 dengan dengan tingkat kecemasan berat, tekanan darah
47
151/85 mmHg, nadi 88x/menit. Pukul 10.00 WIB mengajarkan relaksasi nafas
dalam (dzikir khafi) selama 30 menit, dengan respon subyektif pasien
mengatakan bersedia. Respon obyektif pasien tampak mengikuti perintah.
Pukul 11.45 WIB memberikan posisi yang nyaman, respon subyektif pasien
mengatakan bersedian diposisikan yang nyaman. Respon obyektif paisen
terlihat tenang ketika kaki ditinggikan. Pukul 12.30 WIB membantu pasien
saat mobilisasi dan pemenuhan kebutuhan, respon subyektif pasien
mengatakan ingin duduk dan makan. Respon obyektif pasien terlihat setengah
duduk dan makan dengan dibantu istri. Pukul 13.05 mengobservasi tingkat
kecemasan menggunakan kuesioner HARS, dengan respon subyektif pasien
mengatakan perasaannya sedikit tenang. Respon obyektif berdasarkan
kuesoiner diperoleh nilai 26 dengan tingkat kecemasan sedang, tekanan darah
151/85 mmHg, nadi 84 x/ menit.
Hari kedua rabu, 11 Maret 2015 pukul 07.40 WIB diagnosa kedua
kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, mengobservasi
tingkat kecemasan menggunakan kuesioner HARS, dengan respon subyektif
pasien mengatakan takut dengan tindakan operasi yang akan dilakukan siang
ini. Respon obyektif berdasarkan kuesioner HARS yang diperoleh 21 dengan
tingkat kecemasan sedang, tekanan darah 122/80 mmHg, nadi 82 x/menit.
Pukul 08.00 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam (dzikir khafi)
selama 30 menit, dengan respon subyektif pasien mengatakan bisa melakukan
relaksasi nafas dalam. Respon obyektif diperoleh pasien tampak melakukan
dengan mandiri. Pukul 08.50 WIB mengkolaborasi dengan dokter dalam
48
pemberian analgetik ketorolac 30 mg/8 jam dan ranitidine 50 mg/12jam
dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk disuntik lewat
selang infus agar cepat sembuh. Respon obyektif obat analgetik ketorolac 30
mg dan ranitidine 50 mg masuk via selang infus. Pukul 09.00 WIB
memberikan posisi yang nyaman, respon subyektif pasien mengatakan
bersedian diposisikan yang nyaman. Respon obyektif paisen terlihat tenang
ketika kaki ditinggikan. Pukul 09.45 WIB mengobservasi tingkat kecemasan
menggunakan kuesioner HARS, dengan respon subyektif pasien mengatakan
perasaannya tenang. Respon obyektif berdasarkan kuesioner HARS yang
diperoleh 15 dengan tingkat kecemasan ringan, tekanan darah 122/80 mmHg,
nadi 82 x/menit.
F. Evaluasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis kemudian
dilakukan evaluasi pada hari selasa, 10 maret 2015 jam 13.20 WIB.
Menggunakan metode SOAP pada diagnosa keperawatan nyeri berhubungan
dengan agen cidera biologis didapatkan data subyektif P: pasien mengatakan
nyeri diselakangan kanan, Q: nyeri seperti kram (kaku), R: nyeri dilipatan
paha kanan, S: skala nyeri 4, T: saat kaki digerakan. Obyektif pasien tampak
gelisah, pasien tamapak meringis menahan sakit, TD: 151/85 mmHg. Analisis
masalah belum teratasi. Planning lanjut intervensi seperti kaji skala nyeri,
monitor tanda-tanda vital, keadaan umum, ajarkan relaksasi nafas dalam, dan
kolaborasi pemberian analgetik.
49
Hari kedua rabu, 11 Maret 2015 jam 13.00 dengan metode SOAP pada
keperawatan nyeri berhubunngan dengan agen cidera biologis didapatkan data
subyektif P: pasien mengatakan nyeri berkurang tidak seperti kemarin lagi, Q:
nyeri melilit, R: nyeri dilipatan paha kanan, S: skala nyeri 2, T: saat lipatan
paha kanan ditekan. Obyektif pasien tampak meringis menahan sakit, TD:
122/80 mmHg, N: 82x/ menit. Analisis masalah belum teratasi. Planning
lanjutkan intervensi seperti kaji skala nyeri, monitor tanda-tanda vital,
kolaborasi pemberian analgetik.
Hari pertama selasa, 10 Maret 2015 jam 13.40 WIB dengan metode
SOAP pada diagnosa keperawatan kecemasan berhubungan dengan perubahan
status kesehatan didapatkan data subyektif pasien mengatakan cemas dan
sedih dengan keadaan sekarang. Obyektif pasien tampak cemas, gelisah, TD:
151/85 mmHg, N: 88x/ menit . Analisis masalah belum teratasi. Planning
lanjutkan intervensi seperti observasi tingkat kecemasan, observasi keadaan
umum, monitor tanda-tanda vital, ajarkan relaksasi nafas dalam (dzikir khafi),
berikan lingkungan nyaman dan tenang.
Hari kedua rabu, 11 Maret 2015 jam 12.55 WIB dengan metode SOAP
pada keperawatan kecemasan berhungan dengan perubahan status kesehatan
didapatkan data subyektif pasien mengatakan semalam tidur tidak nyenyak.
Observasi pasien tampak segar bugar, TD: 122/80 mmHg, dan N: 82x/ menit.
Analisis masalah teratasi.
50
BAB V
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang
bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional pada saat ini dan
waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respons pasien saat ini dan
waktu sebelumnya (Carpenito, 2005). Pengkajian dilakukan dengan
menggunakan metode alloanamnesa dan autoanamnesa, dimulai dari biodata
pasien, riwayat kesehatan, pengkajian pola kesehatan Gordon, pengkajian
fisik, dan didukung dengan hasil laboratorium dan hasil pemeriksaan
penunjang. Metode dalam pengumpulan data adalah observasi yaitu dengan
mengamati perilaku dan keadaan pasien untuk memperoleh data tentang
masalah–masalah yang dialami pasien. Selanjutnya data dasar tersebut
digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan untuk mengatasi
masalah–masalah pasien (Darmawan, 2012).
Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 pukul 08.50 WIB
dengan keluhan utama pasien mengatakan nyeri pada lipatan paha kanan.
Tournaire dan Theau–Yonneau (2007) dalam judha, dkk (2012), nyeri
tersebut timbul karena setelah terjadi adanya benjolan akan mengakibatkan
terjadinya spasme otot yang menambah rasa nyeri. Riwayat penyakit
sekarang yaitu Tn. S Riwayat penyakit sekarang pasien masuk pada tanggal 9
maret 2015 pukul 23.15 WIB pasien mengeluh nyeri pada lipatan paha kanan
50
51
ada benjolan. Benjolan ini sudah terjadi 3 tahun yang lalu, dari IGD tangan
kanan pasien terpasang infuse RL 20 tpm dan injeksi cetorolac 30 mg dan
ranitidine 50 mg. Kemudian pasien di rawat inap di ruang anggrek dengan
keluhan nyeri dilipatan paha kanan.
Keluhan utama yang dirasakan yaitu pada nyeri hebat pada lipatan
paha kanan. Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan yang dapat dialami
oleh setiap orang. Rasa nyeri dapat menjadi peringatan terhadap adanya
ancaman yang bersifat aktual maupun potensial, namun nyeri bersifat
subyektif dan sangat individual. Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi
oleh faktor jenis kelamin, budaya dan lain sebagainya (Andarmoyo, 2013).
Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mampu melakukan
perawatan diri secara mandiri (skor 0), selama sakit untuk makan atau
minum, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi atau
ROM, pasien memerlukan bantuan orang lain dan untuk toileting
memerlukan bantuan orang lain dan alat (skor 2). Data diatas disimpulkan
bahwa Tn.S total di bantu keluarga. Adanya nyeri dan gerak yang terbatas
menyebabkan semua bentuk aktivitas pasien menjadi berkurang dan pasien
butuh banyak bantuan orang lain (Muttaqin, 2008).
Pola kognitif–perseptual sebelum sakit pasien mampu berbicara
dengan normal, pendengaran dan penglihatan baik, pasien juga mampu
berjalan dengan normal. Selama sakit pasien mengalami gangguan pada
lipatan paha kaki kanannya, pasien mengatakan nyeri karena ada benjolan,
nyeri seperti kram skala nyeri 4, nyeri terasa di lipatan paha kanan, nyeri
52
muncul saat kaki bergerak. Pasien mengatakan cemas dalam menghadapi
operasi, berdasarkan hasil pemeriksaan HRS-A diperoleh score 28 termasuk
dalam kategori kecemasan berat. Pengkajian nyeri meliputi PQRST. P
(Provocate) yang berarti penyebab atau stimulus-stimulus nyeri, Q (Quality)
yang berarti kualitas nyeri yang dirasakan, R (Region) yang berarti lokasi
nyeri, S (Severe) yang berarti tingkat keparahan nyeri, T (Time) yang berarti
awitan, durasi, dan rangkaian nyeri (Prasetya, 2010).
Pemeriksaan ekstremitas bagian atas didapatkan hasil kekuatan otot
tanga kanan dan kiri 5 (bergerak bebas), tangan kiri mampu bergerak bebas
tetapi tangan kanan gerakan terbatas karena terpasang infuse RL 20 tpm,
perubahan akral hangat, tidak ada oedema, dan capilary refill <2 detik.
Pemeriksaan ekstremitas bagian bawah diperoleh hasil kekuatan otot kaki kiri
5 (bergerak bebas), kaki kanan kekuatan otot 3 (bergerak terbatas), perabaan
akral hangat, capilary refill <2 detik
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10 maret 2015 diperoleh hasil:
GDS 96 mg/dl (nilai normal 76-120), SGOT 35 u/L (nilai normal 0-25),
SGPT 23 u/L (nilai normal 0-29), ureum 28 mg/dl (nilai normal 10-50),
keratin 1,21 mg/dl (nilai normal 0,5-1,3), hemoglobin 14,0 g/dl (nilai normal
13,5-17,5), gol darah O.
53
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang respons
individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual,
potensial atau proses kehidupan (Potter dan Perry, 2005). Diagnosa pertama
yang diangkat penulis adalah nyeri akut yang berhubungan dengan agen
cedera biologis. Nyeri yang dialami Tn. S merupakan nyeri akut karena
memiliki awitan yang saat cepat dan dirasakan kurang dari satu hari. Hal ini
sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa nyeri akut memiliki awitan yang
cepat dengan intensitas yang bervariasi dan berlangsung dari beberapa detik
sampai enam bulan (Andarmoyo, 2013).
Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subyektif pasien dikaji
tentang karakteristik nyeri ditemukan nyeri pada benjolan lipatan paha kanan,
rasa seperti kram, pada lipatan paha kanan, skala nyeri 4 kategori nyeri
sedang, dirasakan saat kaki bergerak. Data obyektif yang didapatkan data pada
lipatan paha kanan ada benjolan, pasien tampak lemah dan tekanan darah
151/85 mmHg, nadi 88 x/menit. Respon perilaku terhadap nyeri yang
ditunjukan oleh pasien sangat beragam. Salah satunya dapat dilihat dari
ekspresi wajah yaitu meringis kesakitan, menggeletukan gigi, mengernyikan
dahi, menggigit bibir, menutup mata, dan mulut dengan rapat, serta membuka
mata dan mulut dengan lebar (Andarmoyo, 2013).
Diagnosa kedua yang diangkat penulis yaitu kecemasan berhubungan
dengan perubahan status kesehatan. Kecemasan adalah respon emosional dan
merupakan penilaian intelektual terhadap suatu bahaya (Stuart, 2007). Saat
54
dilakukan pengkajian diperoleh data subyektif pasien mengatatakan sulit tidur
dan tidur tidak nyenyak sering terbangun. Data obyektif yang diperoleh
berdasarkan HARS diperoleh score 28 atau kecemasan berat, pasien tampak
cemas, gelisah dan tekanan darah 151/85 mmHg, nadi 88x/menit, suhu 36,8
oC. Batasan karakteristik kecemasan menurut (Nanda NIC NOC, 2013) yaitu
perilaku meliputi: gelisah, mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan
dalam peristiwa hidup, affektif meliputi: gelisah distres, ketakutan, perasaan
tidak adekuat, bingung, khawatir, fisiologis meliputi: wajah tegang,
peningkatan ketegangan, simpati meliputi: peningkatan tekanan darah.
Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera biologis sebagai diagnosa yang prioritas dan aktual. Secara verbal
pasien mengalami nyeri akan melaporkan adanya ketidaknyamanan berkaitan
dengan nyeri yang dirasakan. Hal ini sesuai dengan teori hierarki Maslow
yang menyebutkan bahwa nyeri termasuk dalam kebutuhan fisiologis.
Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang mutlak dipenuhi manusia untuk
bertahan hidup dan harus dipenuhi terlebih dahulu daripada kebutuhan yang
lain (Mubarak, 2008).
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan dituliskan sesuai rencana dan kriteria hasil
berdasarkan NIC (Nursing Intervension Clasification) dan NOC (Nursing
Outcome Clasivication). Intervensi keperawatan disesuaikan dengan kondisi
55
pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana keperawatan dapat
diselesaikan dengan Spesifik (jelas atau khusus).
Berdasarkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
fisik maka penulis menyusun rencana keperawatan dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam nyeri dapat berkurang
dengan kriteria hasil pasien mampu mengontrol nyeri (menggunakan teknik
non farmakologi). Metode pereda nyeri non farmakologi biasanya memiliki
resiko yang sangat rendah, tindakan tersebut diperlukan untuk mempersingkat
episode nyeri yang berlangsung (Brunner & Suddart, 2002).
Kriteria hasil yang diharapkan dari diagnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik yaitu skala nyeri 1. Menurut Andarmoyo (2013),
skala nyeri menentukan seberapa berat nyeri yang dirasakan oleh pasien,
skala juga dapat menjelaskan tingkat keparahan nyeri yaitu dengan melihat
intensitas skala nyeri, untuk intensitas skala nyeri 0 menunjukkan tidak ada
nyeri, skala nyeri 1-3 menunjukkan nyeri ringan, skala nyeri 7-9
menunjukkan nyeri hebat dan skala nyeri menunjukkan nyeri paling hebat.
Kriteria hasil yang selanjutnya pada diagnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik adalah pasien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang. Ketika nyeri sudah berkurang belum tentu pasien sudah merasa
nyaman, dan kriteria hasil selanjutnya adalah tanda-tanda vital dalam batas
normal. Peningkatan tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu memperanguhi
tingkat nyeri pada pasien. Kriteria hasil yang disusun penulis sesuai dengan
teori Nurarif dan Kusuma (2013).
56
Intervensi pertama pada diagnosa nyeri akut berhungan dengan agen
cidera fisik yaitu observasi nyeri (PQRST) dengan tujuan untuk mengetahui
karakteristik nyeri. Menurut Andarmoyo (2013), observasi nyeri dilakukan
untuk membantu pasien dalam mengutarakan masalah atau keluhannya secara
lengkap, pengkajian yang bisa dilakukan untuk mengkaji karakteristik nyeri
bisa menggunakan analisis symptom. Komponen pengkajian analisis symptom
meliputi (PQRST): P (Paliatif/Profocatif = yang menyebabkan timbulnya
masalah), Q (Quantity/Quality) = Kualitas dan kuantitas nyeri yang
dirasakan), R (Region = Lokasi nyeri), S (Severity = keparahan), T (Time =
waktu).
Intervensi yang kedua yaitu berikan posisi semi fowler dengan tujuan
agar pasien dapat beristirahat dengan nyaman. Lingkungan yang asing,
tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktivitas yang tinggi di
lingkungan tersebut dapat memperberat nyeri (Mubarak & Chayatin, 2008).
Berikan kesempatan waktu israhat jika terasa nyeri dengan rasional
istirahat akan melaksanakan semua jaringan sehingga meningkatkan
kenyamanan, ajarkan teknik non farmakologi (kompres dingin) dengan
rasional teknik non farmakologi mudah dipelajari pasien sehingga saat nyeri
muncul klien mampu mengontrol nyeri secara mandiri. Memberikan kompres
dingin adalah menghilangkan rasa nyeri akibat oedema atau trauma, mem-
persempit pembuluh darah mengurangi arus darah lokal, dan menurunkan re-
spon inflamasi jaringan (Istichomah, 2007)
57
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik (ketorolac 30
mg/8jam) dengan rasional analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri
akut berkurang. Ketorolac 30 mg/8 jam untuk pengolahan nyeri kronis atau
akut sedang dalam jangka panjang (Iso, 2013).
Perencanaan untuk mengatasi masalah pada diagnosa keperawatan
selanjutnya kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan,
diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam masalah
keperawatan kecemasan dapat teratasi, dengan kriteria hasil berdasarkan NOC
(Nursing Outcomes Classification): tidak gelisah, tidak khawatir, tidak tegang,
berdasarkan kuesioner HARS tingkat kecemasan dalam rentang ringan (7-14),
tekanan darah normal 120/80 mmHg, nadi normal 80 x/menit. Berdasarkan
tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis menyusun intervensi
keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intervetion Classification): observasi
tingkat cemas pasien menggunakan kuesioner HARS dan tanda-tanda vital
dengan rasional untuk mengetahui tingkat cemas pasien. Menurut Hawari
(2013) observasi kecemasan untuk mengetahui sejauh mana derajat kecema-
san seseorang dapat menggunakan alat ukur (instrument).
Ajarkan relaksasi nafas dalam (dzikir khafi) dengan rasional untuk
menurunkan tingkat kecemasan pasien. Respon relaksasi yang melibatkan
keyakinan yang dianut akan mempercepat terjadinya keadaan relaks, dengan
kata lain kombinasi respon relaksasi dengan melibatkan keyakinan akan
gandakan manfaat yang didapat dari respon relaksasi (Benson, 2000). Berikan
penkes tentang keadaan pasien dengan rasional untuk mengalihkan perhatian
58
dan mengurangi kecemasan, berikan dukungan pada keluarga untuk selalu
menemani pasien dengan rasional untuk meningkatkan perhatian pada
keluarga untuk pasien, berikan lingkungan nyaman dengan rasional agar
pasien tenang.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah komponen dari proses keperawatan
yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diperkirakan dari
asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter and Perry, 2005).
Dalam melakukan tindakan keperawatan selama hari yaitu pada tangal
10, 11 Maret 2015 penulis tidak mengalami hambatan, penulis melakukan
implementasi berdasarkan intervensi yang telah dibuat. Diagnosa keperawatan
kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Tindakan
keperawatan yang dilakukan pada hari selasa, 10 Maret 2015 Jam 09.30 WIB
mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik ketorolac 30 mg/8
jam untuk penatalaksanaan jangka pendek (maksimal 2 hari) terhadap nyeri
akut derajat sedang-berat (Informasi Spesialite Obat, 2012). Respon subyektif
pasien mengatakan bersedia untuk disuntik lewat selang infuse. Respon
obyektif obat analgetik ketorolac 30 mg masuk via selang infuse. Jam 09.45
WIB mengobservasi tingkat kecemasan menggunakan kuesioner HARS
dengan respon subyektif pasien mengatakan cemas terhadap keadaan sekarang
dan memikirkan tindakan operasi yang akian segera dilakukan. Respon
59
obyektif berdasarkan koesioner HARS diperoleh nilai 28 dengan dengan
tingkat kecemasan berat, tekanan darah 151/85 mmHg, nadi 88x/menit. Res-
pon fisiologi pada seseorang yang mengalami kecemasan berat yaitu nafas
pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, pengliha-
tan kabur, ketegangan (Popplau, 2005)
Instrumen dalam penelitian ini adalah kuisioner berpedoman pada
Hamilton Anxiety Rating Scale untuk melihat tingkat keparahan terhadap
gangguan kecemasan seorang pasien (Norman, 2005) dalam (Kusumadewi,
2008). Pengukuran dilakukan pada hari ke-1 dan ke-2 pada kelompok
perlakuan maupun kontrol. Jam 10.00 WIB mengajarkan relaksai nafas dalam
(dzikir khafi) selama 30 menit, dengan respon subyektif pasien mengatakan
bersedia. Respon obyektif pasien tampak mengikuti perintah. Relaksasi dzikir
khafi merupakan penggerakan emosi perasaan, dzikir ini muncul melalui rasa,
yaitu rasa tentang penzahiran keagungan dan keindahan Allah SWT, sehingga
akan dapat pula mempengaruhi pola koping seseorang dalam menghadapi
sressor, sehingga stress respon yang berbeda. Koping yang adaptif akan
mempemudah seseorang mengatasi kecemasan dan sebaliknya pola koping
yang yang maladaptive akan menyulitkan sesorang mengatasi kecemasan
(Hannan, 2014).
Pukul 11.45 WIB memberikan posisi yang nyaman, respon subyektif
pasien mengatakan bersedian diposisikan yang nyaman. Respon obyektif
paisen terlihat tenang ketika kaki ditinggikan. Jam 13.05 mengobservasi
tingkat kecemasan menggunakan kuesioner HARS, dengan respon subyektif
60
pasien mengatakan perasaannya sedikit tenang. Respon obyektif berdasarkan
kuesoiner diperoleh nilai 26 dengan tingkat kecemasan sedang, tekanan darah
151/85 mmHg, nadi 84 x/ menit.
Tindakan keperawatan yang dilakukan hari kedua, rabu 11 Maret 2015
diagnosa kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Jam
07.40 WIB mengobservasi tingkat kecemasan menggunakan kuesioner
HARS, dengan respon subyektif pasien mengatakan takut dengan tindakan
operasi yang akan dilakukan siang ini. Respon obyektif berdasarkan kuesioner
HARS yang diperoleh 21 dengan tingkat kecemasan sedang, tekanan darah
122/80 mmHg, nadi 82 x/menit. Jam 08.00 WIB mengajarkan teknik relaksasi
nafas dalam (dzikir khafi) selama 30 menit, dengan respon subyektif pasien
mengatakan bisa melakukan relaksasi nafas dalam. Respon obyektif diperoleh
pasien tampak melakukan dengan mandiri. Jam 08.50 WIB mengkolaborasi
dengan dokter dalam pemberian analgetik ketorolac 30 mg/8 jam dan
ranitidine 50 mg/12jam dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia
untuk disuntik lewat selang infus agar cepat sembuh. Respon obyektif obat
analgetik ketorolac 30 mg dan ranitidine 50 mg masuk via selang infus. Jam
09.00 WIB memberikan posisi yang nyaman, respon subyektif pasien
mengatakan bersedian diposisikan yang nyaman. Respon obyektif paisen
terlihat tenang ketika kaki ditinggikan. Jam 09.45 WIB mengobservasi tingkat
kecemasan menggunakan kuesioner HARS, dengan respon subyektif pasien
mengatakan perasaannya tenang. Respon obyektif berdasarkan kuesioner
61
HARS yang diperoleh 15 dengan tingkat kecemasan ringan, tekanan darah
122/80 mmHg, nadi 82 x/menit.
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahapan terakhir dari proses
keperawatan untuk mengukur respons pasien terhadap tindakan keperawatan
dan kemajuan pasien ke arah pencapaian tujuan (Potter dan Perry, 2006).
Hasil evaluasi diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
biologis pada hari selasa, 10 Maret 2015 pukul 13.30 WIB dengan metode
SOAP pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
Subyektif pasien mengatakan nyeri diselakangan kanan, nyeri seperti kram
(kaku), nyeri dilipatan paha kanan, skala nyeri 4, saat kaki digerakan. Obyektif
pasien tampak gelisah menahan rasa nyeri, TD: 151/85 mmHg, N: 88x/ menit.
Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjut intervensi seperti kaji skala
nyeri, monitor tanda-tanda vital, keadaan umum, ajarkan relaksasi nafas
dalam, dan kolaborasi pemberian analgetik.
Evaluasi hari kedua rabu, 11 Maret 2015 pukul 13.00 WIB dengan
metode SOAP. Subyektif pasien mengatakan nyeri berkurang tidak seperti
kemarin lagi, nyeri melilit, nyeri dilipatan paha kanan, skala nyeri 2, saat
lipatan paha kanan ditekan. Obyektif pasien tampak menahan sakit, TD:
122/80 mmHg, N: 80x/ menit. Analisis masalah belum teratasi. Planning
lanjutkan intervensi seperti kaji skala nyeri, monitor tanda-tanda vital,
kolaborasi pemberian analgetik.
62
Evaluasi hari pertama selasa, 10 Maret 2015 jam 13.40 WIB penulis
juga melakukan evaluasi untuk diagnosa keperawatan kecemasan
berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Subyektif pasien
mengatakan cemas dan sedih dengan keadaan sekarang. Obyektif pasien
tampak cemas, gelisah dan lemas, TD: 151/85 mmHg, N: 88x/ menit, hasil
pengukuran tingkat kecemasan HRS-A skor 26 termasuk dalam tingkat
kecemasan sedang. Analisis maslah belum teratasi. Planning lanjutkan
intervensi seperti observasi tingkat kecemasan, observasi keadaan umum,
monitor tanda-tanda vital, ajarkan relaksasi nafas dalam (dzikir khafi), berikan
lingkungan nyaman dan tenang.
Hasil evaluasi hari kedua rabu, 11 Maret 2015 jam 12.55 WIB penulis
juga melakukan evaluasi untuk diagnosa kecemasan berhungan dengan
perubahan status kesehatan. Subyektif pasien mengatakan semalam tidur tidak
nyenyak. Observasi pasien tampak lesu, TD: 122/80 mmHg, N: 80X/ menit,
hasil pengukuran tingkat kecemasan HRS-A skor 15 termasuk dalam tingkat
kecemasan ringan. Analisis masalah teratasi.
63
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa,
intervensi, implementasi, dan evaluasi tentang pemberian dzikir khafi untuk
menurunkan tingkat kecemasan pada asuhan keperawatan Tn. S dengan pra
operasi hernia di ruang angrek RSUD Dr. Soediran mangun wonogiri secara
metode studi kasus, maka dapat ditarik kesimpulan:
A. Kesimpulan
1. Pengkajian terhadap masalah kecemasan pada Tn. S telah dilakukan secara
komprehensif dan diperoleh hasil yaitu dengan keluhan utama nyeri akut
pasien mengatakan nyeri pada benjolan lipatan paha kanan, rasa seperti
kram, pada lipatan paha kanan, nyeri dirasakan sedang yaitu 4, dirasakan
saat kaki bergerak, pasien tampak lemah, gelisah dan tekanan darah
151/85 mmHg, nadi 88 x/menit, pasien mengatatakan sulit tidur dan tidur
tidak nyeyak sering terbangun, berdasarkan HARS diperoleh score 28 atau
kecemasan berat, pasien tampak cemas, gelisah dan tekanan darah 151/85
mmHg, nadi 88x/menit, suhu 36,8 oC pasien mengatakan makan/minum,
berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM, toileting
di bantu keluarga, pasien tampak lemas, kesulitan bergerak, dan tangan
kiri di pasang infus.
63
64
2. Diagnosa yang muncul pada Tn. S yang pertama yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis dan kecemasan berhubungan
dengan perubahan status kesehatan.
3. Rencana keperawatan yang disusun untuk diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis yaitu observasi karakteristik
nyeri meliputi PQRST, observasi tanda-tanda vital, berikan perubahan
posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam , kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian obat analgesik. Rencana keperawatan
untuk diagnosa kecemasan berhubungan dengan perubahan status
kesehatan observasi tingkat cemas pasien mrnggunakan kuesioner HARS
dan tanda-tanda vital, ajarkan relaksasi nafas dalam (dzikir khafi), berikan
penkes tentang keadaan pasien, berikan lingkungan nyaman.
4. Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan implementasi dari
rencana keperawatan yang telah disusun.
5. Evaluasi keperawatan yang dilakukan selama tiga hari sudah dilakukan
secara komprehensif dengan acuan rencana asuhan keperawatan hasil
evaluasi keadaan klien dengan kriteria hasil belum tercapai, maka nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Subyektif pasien
mengatakan nyeri berkurang tidak seperti kemarin lagi, nyeri melilit, nyeri
dilipatan paha kanan, skala nyeri 2, saat lipatan paha kanan ditekan.
Obyektif pasien tampak menahan sakit. Analisis masalah belum teratasi.
Planning lanjutkan intervensi seperti kaji skala nyeri, monitor tanda-tanda
vital, kolaborasi pemberian analgetik. Diagnosa kecemasan berhubungan
65
dengan perubahan status kesehatan. Subyektif pasien mengatakan semalam
tidur tidak nyenyak. Observasi pasien tampak lesu. Analisis masalah
teratasi.
6. Hasil analisa kondisi Tn. S tingkat kecemasan membaik dari skor 28
(kecemasan berat) menjadi skor 15 (kecemasan ringan) setelah diberikan
relaksasi dzikir khafi untuk menurunkan kecemasan selama 2 hari dengan
durasi 30 menit sebanyak 2 kali sehari hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Hannan (2014), bahwa pemberian relaksasi dzikir khafi untuk
menurunkan tingkat kecemasan sangat efektif untuk menurunkan tingkat
kecemasan pada pasien pre operasi hernia.
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan institusi mampu meningkatkan mutu pendidikan sehingga
menghasilkan perawat yang profesional dan inovatif, terutama dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien pre operasi hernia.
2. Bagi Perawat
Perawat mampu memberikan dan meningkatkan kualitas pelayanan
dalam memberikan asuhan keperawatan terutama pemberian tindakan
kebersihan diri kepada pasien khususnya pasien pre operasi hernia, serta
mampu melakukan asuhan keperawatan kepada pasien yang sesuai
dengan Standart Operasional Prosedur (SOP).
66
3. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
baik serta menyediakan fasilitas atau sarana dan prasarana yang memadai
untuk penyembuhan pasien, khususnya pasien dengan pre operasi hernia.
4. Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan para perawat memiliki keterampilan dan tanggung jawab
yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan, serta mampu
menjalin kerjasama dengan tim kesehatan lain dan keluarga pasien dalam
membantu proses penyembuhan pasien khususnya pada pasien pre
operasi hernia.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica
Aesculpalus, FKUI, Jakart
Andarmoyo, S. 2013. Persalinan Tanpa Nyeri Berlebihan. Ar – Ruzz:
Yogyakarta
Anonim.2013, Informasi Spesies.http://www.plantamlor.com/index.
php?plant=1433. Pada tanggal 28 Mei 2013.
Asmadi. 2008. Konsep Keperawatan Dasar.Jakarta: EGC.
Bare, Smeltzer. 2002. Keperawatan Medikan Bedah. Jakarta : EGC
Benson, Herbert. MD., 2000. Dasar-dasar Respon Relaksasi: Bagaimana
menggabungkan respon Relaksasi dengan Keyakinan Pribadi Anda
(terjemahan). Bandung: Mizan
Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah, Edisi 8.,
Jakarta: EGC.
Bayumi, Syaikh Muhammad. 2005. Hidup Sehat dengan Dzikir & Doa. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar.
Carpenito, L.J., 2001. Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta
Carpenito, Lynda Juall.2007. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.
Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Edisi 2. EGC: Jakarta.
Coakes S.J., Steed L.G.. 2003. SPSS Analysis without Anguish Version 11.0 for
Windows, Chicago: John Wiley. p: 66 – 73.
Dermawan, Deden dan Tutik Rahayuningsih. 2010. Keperawatan Medikal Bedah.
Gosyen Publishing: Yogyakarta.
Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka
Kerja. Gosyen Publising: Yogyakarta.
Djamaluddin Ahmad Al Bunny. 2001. Menatap Akhlaqush Shufiyah. Surabaya
:Pustaka Hikmah Perdana, hlm. 171.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta.
Faradisi, Firman. 2012. Efektivitas Terapi Murottal da Terapi Musik Klasik Ter-
hadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi di Pekalongan.
http.//www.journal.stikesmuh-pkj.ac.id Diakses tanggal 16 April 2015.
Fauziah Ani, 2005, Pengaruh Pengawasan Kerja dan Disiplin Kerja terhadap
Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Produksi Pelindingan di Perusahaan
Rokok Kretek Sukun Mc. Wartono Kudus.
Grace,Pierce A, neil R. Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.
Jakarta: Erlangga.
Hawari dadang. 2008. Manajemen stress, cemas dan depresi, Jakarta : FKUI
Herman, T Heather. 2009-2011. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klafikasi.
EGC: Jakarta.
Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3., Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
ISO. 2013. Handbook of Quality Standards and Compliance. New Jersey :
Prentice-Hall
Jhon, Cook. (1995). Penatalaksanaan Bedah, Obsgin, Orthopedi & Traumatologi
di Rumah Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. App 152-154.
Judha, 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Nuha Medika:
Yogyakarta.
Mubarak. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam
Praktik. EGC: Jakarta
Mubarak dan Chayantin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dasar Manusia
Teori Dan Aplikasi Dalam Praktik. EGC: Jakarta.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. EGC: Jakarta.
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi pada
Praktik Klinik Keperawatan. EGC: Jakarta.
Nanda Internasional. 2011. Nanda International; Diagnosa Keperawatan;
Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Penerbit Buku Kedokteran. EGC
NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications
2012-2014. Jakarta : EGC
Nugroho, W. 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. EGC:Jakarta
Nur Arif dan Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Nanda
NIC-NOC. Edisi 4 EGC: Jakarta.
Oswari, E. 2000. Bedah dan Keperawatannya. PT Gramedia : Jakarta.
Prasetya, S. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Patricia A. Potter, anne G. Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Edisi ke 4.
Jakarta : EGC
Potter & Perry. 2006. Buku Ajaran Fundamental Keperawatan: Konsep Proses
dan Praktikk. Edisi 4 EGC: Jakarta.
Romi Satria Wahono. 2006. Apek dan Kriteria Penilaian Median Pembelajaran.
Diaskses melelui http://romisatriawahono.Net/ pada 18/2/15 1:21 PM
Sadili Samsudin. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: CV
Pustaka Setia
Siswatinah. 2011. Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Kecemasan Pasien Gagal
Ginjal Kronik Yang Dilakukan Tindakan Hemodialisa Di RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan.http://www.jtptunimus_gdl_siswantinah. Diakses
16 April 2015
Sjamsuhidayat, Wim de jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC
Saleh, 2010, Berzikir untuk Kesehatan Saraf, Penerbit Zaman : Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Alih bahasa oleh
Agung Waluyo…(dkk). Jakarta : EGC.
Srisugati Syamsuhidayat. 2000. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Citrus
Aaurantium. Jakarta: Bakti Husada.
Stuart, Gall W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC
Stuart & Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Jakarta: EGC
Suliswati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Tournaire. M, Theau-Yonneau, A. 2007. Complementary and Alternative to Pain
Relief During Labor. CAM 2007: 4 (4), 409-417. Advance Access
Publication 15 Maret 2007. http://www.creativecommons.orgllicenses/by-
nc/2.0/uw.
Wilkinson. Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC: Jakarta.
Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC