bab ii landasan teorisc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/bab21413324020.pdf · 2019. 3. 18. ·...

25
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dzikir 2.1.1 Pengertian Dzikir Dzikir atau dzikrullah ialah mengingat Allah Swt. atas keagungan-Nya, kasih sayang-Nya, kemurahan-Nya, rahmat-Nya, perlindungan-Nya dan lain sebagainya baik melalui ucapan-ucapan, maupun renungan dalam hati sesuai petunjuk Rasulullah Saw (Yahya, 2000: 41): a. Allah telah berfirman: ِ ونُ رُ فْ كَ تَ َ ي وِ وا لُ رُ كْ اشَ وْ مُ كْ رُ كْ ذَ ي أِ ونُ رُ كْ اذَ ف“Ingatlah kamu sekalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat kepadamu.”(QS.Al- Baqarah: 152) يِ فَ كّ بَ رْ رُ كْ اذَ وِافَ غْ الَ نِ مْ نُ كَ تَ َ وِ الَ صْ اَ وِ وُ دُ غْ الِ بِ لْ وَ قْ الَ نِ مِ رْ هَ جْ الَ ونُ دَ وً ةَ يفِ خَ ا وً عْ رَ ضَ تَ كِ سْ فَ نَ ينِ “Dan berdzikirlah kepada Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan tidak mengeraskan suara baik di waktu pagi maupun petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”(QS. Al-A’raaf : 205) Dari ayat di atas, jelaslah bahwa kita harus selalu ingat kepada Allah Swt. dalam artian selalu mengadakan komunikasi pribadi sebagai seorang hamba dengan Khaliknya Rabbul-‘izzati melalui tasbih, tahmid, takbir, taqdis dan bacaan-bacaan lain sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah Saw (Yahya, 2000: 42). Dzikir itu sendiri, sudah pasti akan mendatangkan ketenangan, ketentraman dan kesejukan di dalam jiwa kita sebagai hamba Allah Swt. yang selalu merasa dekat kepada-Nya (Yahya, 2000: 42).

Upload: others

Post on 10-Feb-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1 Dzikir

    2.1.1 Pengertian Dzikir

    Dzikir atau dzikrullah ialah mengingat Allah Swt. atas keagungan-Nya, kasih

    sayang-Nya, kemurahan-Nya, rahmat-Nya, perlindungan-Nya dan lain sebagainya

    baik melalui ucapan-ucapan, maupun renungan dalam hati sesuai petunjuk

    Rasulullah Saw (Yahya, 2000: 41):

    a. Allah telah berfirman:

    فَاذُْكُرونِي أَذُْكْرُكْم َواْشُكُروا ِلي َوََل تَْكفُُرونِ

    “Ingatlah kamu sekalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat kepadamu.”(QS.Al-

    Baqarah: 152)

    ِ َواْْلَصاِل َوََل تَُكْن ِمَن اْلغَافِ َواذُْكْر َربََّك فِي ًعا َوِخيفَةً َودُوَن اْلَجْهِر ِمَن اْلقَْوِل بِاْلغُدُو ِِلينَ نَْفِسَك تََضرُّ

    “Dan berdzikirlah kepada Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri

    dan rasa takut dan tidak mengeraskan suara baik di waktu pagi maupun petang

    dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”(QS. Al-A’raaf : 205)

    Dari ayat di atas, jelaslah bahwa kita harus selalu ingat kepada Allah Swt.

    dalam artian selalu mengadakan komunikasi pribadi sebagai seorang hamba

    dengan Khaliknya Rabbul-‘izzati melalui tasbih, tahmid, takbir, taqdis dan

    bacaan-bacaan lain sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah Saw (Yahya, 2000: 42).

    Dzikir itu sendiri, sudah pasti akan mendatangkan ketenangan, ketentraman

    dan kesejukan di dalam jiwa kita sebagai hamba Allah Swt. yang selalu merasa

    dekat kepada-Nya (Yahya, 2000: 42).

  • 2.1.2 Macam-macam Dzikir

    Dzikir dalam arti khusus ini terbagi dua, yakni dzikir jahr dan dzikir khafi

    (Alba, 2012: 99).

    a. Dzikir jahr

    Dzikir jahr adalah melafalkan kalimat tayibah yakni “Lailaha illallah” secara

    lisan dengan suara keras dan dengan cara-cara tertentu.

    b. Dzikir khafi

    Dzikir khafi adalah ingat kepada Allah dengan mengingat nama “Allah” secara

    sirr di dalam hati. Orang yang melakukan dzikir khafi atau dzikir hati akan

    merasakan kehadiran Allah, jika hendak melakukan suatu tindakan ataupun

    perbuatan ia meyakini dalam hatinya yang paling dalam bahwa Allah senantiasa

    bersamanya.

    2.1.3 Syarat-syarat Berdzikir

    Pertama, hendaklah orang yang akan berdzikir mempunyai wudu secara

    sempurna. Kedua, hendaklah ia berdzikir dengan suara keras sehingga hasil cahaya

    dzikir terpancar di dalam hati pelakunya. Akibat cahaya ini, maka hati menjadi

    hidup abadi hingga ke kehidupan ukhrawi (Alba, 2012: 106).

    Untuk lebih jelasnya, syarat dzikir dimaksud dijelaskan dalam kitab Miftah as-

    sudur dan dalam kitab Tanwir al-Qutub sebagai berikut (Alba, 2012: 106-107):

    Artinya: syarat-syarat berdzikir ada tiga macam: 1.) Hendaklah orang yang

    berdzikir mempunyai wudu yang sempurna. 2.) Hendaklah orang yang berdzikir

    melakukannya dengan gerakan yang kuat. 3.) Berdzikir dengan suara keras

    sehingga dihasilkan cahaya dzikir di dalam batin orang-orang yang berdzikir dan

    menjadi hiduplah hati-hati mereka.

    Di dalam kitab Tanwir al-Qulub, disebutkan bahwa etika berdzikir itu adalah

    sebagai berikut (Alba, 2012: 108):

    1. Bersih dari hadas dan najis

    2. Berdzikir di tempat yang sepi dari keramaian

    3. Khusu dalam pelaksanaannya sehingga engkau beribadah kepada Allah seakan-akan

    engkau melihat Allah, jika kamu tidak melihat Allah maka yakinilah bahwa Allah

    melihat engkau

    4. Orang-orang yang hadir mengikuti dzikir mendapat izin dari Syekh Mursyidnya

    (telah ditalqin)

  • 5. Menutup pintu supaya tidak ada gangguan

    6. Memejamkan dua mata dari awal hingga akhir

    7. Bersungguh-sungguh dalam mengenyahkan segala macam ganguan hati sehingga

    hatinya hanya konsentrasi kepada Allah

    8. Duduk tawarruk dengan tuma’ninah.

    2.1.4 Faedah Dzikir

    Di dalam kitab Miftah as-sudur disebutkan bahwa di antara faedah dzikir itu ialah

    (Alba, 2012: 110-114):

    1. Memperbaharui iman

    2. Mengusir syaitan dari diri kita

    3. Mendapatkan ketenangan, ketenteraman dan sekaligus menghilangkan

    kebimbangan, lupa dan gundah gulana

    4. Memerangi hawa nafsu

    5. Mendatangkan khusu’ dan dumu’

    6. Menyembuhkan berbagai penyakit hati

    7. Diampuni dosa

    Menurut para ulama, faedah dzikir lebih dari seratus macam, di antaranya adalah

    sebagai berikut (Alba, 2012: 117):

    Bahwa Dzikrullah berpengaruh positif kepada pelakunya. Allah berfirman:

    “Berdzikirlah kamu kepada-Ku niscaya Kami pun mengingatmu” (al-Baqarah: 152).

    Sekiranya tidak ada lagi faedah dzikir kecuali ini, maka cukuplah yang satu ini sebagai

    bukti kemuliaan dan keutamaan dzikrullah (Alba, 2012: 117).

    2.2 Pengertian Efektivitas

    Menurut Bungkaes efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan.dalam

    artian efektivitas merupkan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan

    prosedur dari oraganisasi mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam pengertian

    teoritis atau praktis, tidak ada persetujuan yang universal mengenai apa yang

    dimaksud dengan “Efektivitas”. Bagaimana definisi efektivitas terkait dengan

    pendekatan umum. Bila ditelusuri efektivitas berasal dari kata dasar efektive yang

    artinya: 1. Ada efekrnya (pengaruhnya, akibatnya, kesannya) seperti: manjur,

  • mujarab, mempan. 2. Penggunaan metode/ cara, sarana/alat dalam melaksanakan

    aktivitas sehingga berhasil guna (mencapai hasil yang optimal). 1

    2.3 Pengertian Istighosah

    Kata “istighotsah” استغاثة berasal dari “al-ghouts” الغوث yang berarti pertolongan.

    Dalam tata bahasa Arab kalimat yang mengikuti pola (wazan) "istaf’ala" استفعل atau

    "istif'al" menunjukkan arti pemintaan atau permohonan. Maka istighotsah berarti

    meminta pertolongan. Seperti kata ghufron غفران yang berarti ampunan ketika

    diikutkan pola istif'al menjadi istighfar استغفار yang berarti memohon ampunan.2

    Jadi istighotsah berarti "thalabul ghouts" طِلب الغوث atau meminta pertolongan.

    Para ulama membedakan antara istghotsah dengan "istianah" استعانة, meskipun secara

    kebahasaan makna keduanya kurang lebih sama. Karena isti'anah juga pola istif'al dari

    kata "al-aun" العون yang berarti "thalabul aun" طِلب العون yang juga berarti meminta

    pertolongan.3

    Istighotsah adalah meminta pertolongan ketika keadaan sukar dan sulit.

    Sedangkan Isti'anah maknanya meminta pertolongan dengan arti yang lebih luas dan

    umum.4

    Baik Istighotsah maupun Isti'anah terdapat di dalam nushushusy syari'ah atau

    teks-teks Al-Qur'an atau hadits Nabi Muhammad SAW. Dalam surat Al-Anfal ayat 9

    disebutkan: 5

    إِذْ تَْستَِغيثُوَن َربَُّكْم فَاْستََجاَب َلُكمْ

    "(Ingatlah wahai Muhammad), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu

    lalu Dia mengabulkan permohonanmu." (QS Al-Anfal:9)

    Ayat ini menjelaskan peristiwa ketika Nabi Muhammad SAW memohon bantuan

    dari Allah SWT, saat itu beliau berada di tengah berkecamuknya perang badar dimana

    kekuatan musuh tiga kali lipat lebih besar dari pasukan Islam. Kemudian Allah

    1

    https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/8733/Bab%202.pdf?sequence=10

    diakses 03/03/2019 jam 02.29 WIB 2 KH A. Nuril Huda. 2009 .http://www.nu.or.id/post/read/16743/makna-istighotsah. Makna Istighosah

    3 Ibid 4 Ibid 5 Ibid

    https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/8733/Bab%202.pdf?sequence=10http://www.nu.or.id/post/read/16743/makna-istighotsah

  • mengabulkan permohonan Nabi dengan memberi bantuan pasukan tambahan berupa

    seribu pasukan malaikat.6

    Dari cuplikan ayat di atas dapat disimpulkan bahwa istighotsah adalah memohon

    pertolongan dari Allah SWT untuk terwujudnya sebuah "keajaiban" atau sesuatu yang

    paling tidak dianggap tidak mudah untuk diwujudkan.7

    Istighosah sebenarnya sama dengan berdoa akan tetapi bila disebutkan kata

    istighotsah konotasinya lebih dari sekedar berdoa, karena yang dimohon dalam

    istighotsah adalah bukan hal yang biasa biasa saja. Oleh karena itu, istighotsah sering

    dilakukan secara kolektif dan biasanya dimulai dengan wirid-wirid tertentu, terutama

    istighfar, sehingga Allah SWT berkenan mengabulkan permohonan itu.8

    Istighotsah juga disebutkan dalam hadits Nabi,di antaranya :

    يَْوَم اْلِقيَاَمِة َحتَّى َيْبِلَُغ اْلعََرُق نِْصَف اْْلُذُنِ إنَّ الشَّْمَس تَدْنُوْ د , فَبَْيَنَما ُهْم َكذَِلَك اْستَغَاثُْوا بِآدََم ثُمَّ ِبُمْوَسى ثُمَّ بُِمَحمَّ

    Matahari akan mendekat ke kepala manusia di hari kiamat, sehingga keringat

    sebagian orang keluar hingga mencapai separuh telinganya, ketika mereka berada pada

    kondisi seperti itu mereka beristighotsah (meminta pertolongan) kepada Nabi Adam,

    kemudian kepada Nabi Musa kemudian kepada Nabi Muhammad (H.R. Bukhari).9

    Hadits ini juga merupakan dalil dibolehkannya meminta pertolongan kepada

    selain Allah dengan keyakinan bahwa seorang nabi atau wali adalah sebab. Terbukti

    ketika manusia di padang mahsyar terkena terik panasnya sinar Matahari mereka

    meminta tolong kepada para Nabi. Kenapa mereka tidak berdoa kepada Allah saja dan

    tidak perlu mendatangi para nabi tersebut? Seandainya perbuatan ini adalah syirik

    niscaya mereka tidak melakukan hal itu dan jelas tidak ada dalam ajaran Islam suatu

    perbuatan yang dianggap syirik.10

    Sedangkan isti'anah terdapat di dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:11

    الَةِ ْبِر َوالصَّ َواْستَِعينُواْ بِالصَّ

    “Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat.” (QS Al-Baqarah: 45)

    6 Ibid 7 Ibid 8 Ibid 9 Ibid 10 Ibid

  • 2.4 Metode Dakwah

    2.4.1 Pengertian Dakwah

    Menurut Ahmad Warson Munawwir ditinjau dari segi bahasa, dakwah berasal

    dari bahasa Arab “da’wah” artinya menyeru, memanggil, mengajak, mengundang,

    mendorong, mendo’akan (Aziz, 2004: 6).

    Sedangkan arti dakwah menurut para ahli sebagai berikut (Munir, 2003: 7):

    a. Pendapat Bakhial Khauli, dakwah adalah satu proses menghidupkan peraturan-

    peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada

    keadaan lain.

    b. Pendapat Syekh Ali Makhfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk

    mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik

    dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaan

    dunia dan akhirat.

    Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, Dakwah kegiatan

    mengajak, memanggil atau menyerukan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia

    untuk mengerjakan kebaikan dan melarang dari perbuatan yang mungkar, yang

    sesuai dengan Al-quran dan as-sunnah Rasulullah Saw sehingga dapat mencapai

    kebahagiaan dunia dan akhirat.

    2.4.2 Dasar Hukum dan Tujuan Dakwah

    a. Dasar Hukum

    Dakwah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam Islam. Dengan

    dakwah, Islam dapat tersebar dan diterima oleh manusia. Dakwah berfungsi

    menata kehidupan yang agamis menuju terwujudnya masyarakat yang harmonis

    dan bahagia. Ajaran Islam yang disiarkan melalui dakwah dapat menyelamatkan

    manusia dan masyarakat pada umumnya dari hal-hal yang dapat membawa pada

    kehancuran (Aziz, 2004: 37).

    Hal ini berdasarkan firman Allah Swt :

    اِدْلُهم بِالَّتِي ِهَي أَْحَسُن إِنَّ َربََّك ُهَو أَْعلَُم بَِمن َضلَّ َعناْدُع إِِلى َسبِيِل َربَِِّك بِاْلِحْكَمِة َواْلَمْوِعَظِة اْلَحَسنَِة َوجَ

    َسبِيِلِه َوُهَو أَْعلَُم بِاْلُمْهتَِدينَ

    11 Ibid

  • “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang

    baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu

    Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya

    danDialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S.

    An-Nahl:125)

    Dari ayat tersebut memerintahkan kaum muslimin untuk berdakwah sekaligus

    memberi tuntunan yakni dengan cara yang baik yang sesuai dengan petunjuk

    agama (Aziz, 2004: 38).

    Firman yang lain:

    ة أُْخِرَجْت ِلِلنَّاِس تَأُْمُروَن بِاْلَمْعُروِف َوتَْنَهْوَن َعِن اْلُمْنَكِر َوتُْؤِمنُوَن بِالِلَِّه ۗ َولَْو آَمَن أَْهُل اْلِكتَاِب لََكانَ ُكْنتُْم َخْيَر أُمَّ

    َخْيًرا لَُهْم ۚ ِمْنُهُم اْلُمْؤِمنُوَن َوأَْكثَُرُهُم اْلفَاِسقُونَ

    “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh

    kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.

    Sekiranya Ahli Kitab beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang

    fasik (QS. Ali-Imron: 110).

    Pada ayat di atas ditegaskan bahwa umat Muhammad (umat Islam) adalah

    umat yang terbaik di bandingkan umat-umat yang sebelumnya. Kelebihan di atas

    disebabkan umat Islam memiliki tiga ciri sekaligus tugas pokok yaitu (Aziz,

    2004:39):

    1) Beramr ma'ruf (mengajak kepada kebaikan)

    2) Bernahi mungkar (mencegah kemunkaran)

    3) Beriman kepada Allah untuk landasan utama bagi segalanya

    Allah Swt berfirman:

    اَلةَ َويُؤْ َواْلُمْؤِمنُوَن َواْلُمْؤِمنَاُت بَْعُضُهْم أَْوِليَاُء بَْعض ۚ يَأُْمُروَن بِاْلَمْعُروِف َويَْنَهْوَن َعِن اْلُمْنَكِر وَ تُوَن يُِقيُموَن الصَّ

    ئَِك َكاةَ َويُِطيعُوَن الِلَّهَ َوَرُسولَهُ ۚ أُولََٰ َسيَْرَحُمُهُم الِلَّهُ ۗ إِنَّ الِلَّهَ َعِزيٌز َحِكيمٌ الزَّ

  • Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian

    mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh

    (mengerjakan)yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikanshalat,

    menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan

    diberi rahmat oleh Allah;Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha

    Bijaksana”. (QS. At-Taubah: 71)

    Tugas dakwah adalah tanggung jawab bersama diantarakaum muslimin, oleh

    karena itu mereka harus saling membantu dalam menegakkan dan menyebarkan

    ajaran Allah serta bekerjasama dalam memberantas kemungkaran (amar ma'ruf

    nahi munkar) (Aziz, 2004: 39).

    Di samping ayat-ayat al-Qur’an, hadits nabi yang mewajibkan umatnya untuk

    amr ma’ruf nahi munkar, antara lain (Aziz, 2004:40):

    Hadits riwayat Imam Muslim:

    “Dari Abi Sa’id Al-Khudhariyi ra. Berkata; Aku telah mendengar Rasulullah

    bersabda: Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, maka hendaklah

    dia mencegah dengan tangannya (dengan kekuatan atau kekerasan); jika ia tidak

    sanggup dengan demikian (sebab tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan); maka

    dengan lidahnya; dan jika (dengan lidahnya) tidak sanggup, maka cegahlah

    dengan hatinya, dan dengan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.

    (HR. Muslim)

    Mengenai kewajiban menyampaikan dakwah kepada masyarakat penerima

    dakwah, para ulama berbeda pendapat mengenai status hukumnya (Aziz, 2004:40).

    Pendapat pertama, menyatakan bahwa berdakwah itu hukumnya fardhu ain.

    Maksudnya setiap orang Islam yang sudah dewasa, kaya-miskin, pandai-bodoh,

    semuanya tanpa kecuali wajib melaksanakan dakwah. Pendapat kedua,

    mengatakan bahwa berdakwah itu hukumnya tidak fardhu ain melainkan fardhu

    kifayah. Artinya apabila dakwah sudah disampaikan oleh sekelompok atau

    sebagian orang maka gugurlah kewajiban dakwah itu dari kewajiban seluruh

    kaum muslimin, sebab sudah ada yang melaksanakan walaupun oleh sebagian

    orang (Aziz, 2004:40-41).

  • Perbedaan ulama ini karena perbedaan penafsiran terhadap Al-qur’an surat Ali

    Imran ayat 104:

    ئِ ةٌ يَْدُعوَن إِلَى اْلَخْيِر َويَأُْمُروَن بِاْلَمْعُروِف َويَْنَهْوَن َعِن اْلُمْنَكِر ۚ َوأُولََٰ َك ُهُم اْلُمْفِلُحونَ َوْلتَُكْن ِمْنُكْم أُمَّ

    “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada

    kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;

    merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS Ali Imran: 104)

    Perbedaan penafsiran ini terletak pada kata minkum, “min” yang dalam

    penulisan bahasa Arab disebut dengan lil bayin berarti kamu semua, sehingga

    menunjukkan kepada hukum fardhu ain. Sedangkan pendapat lainnya

    mengartikan “min” dengan littab’idh yang berarti sebagian dari kamu, sehingga

    menunjukkan kepada hukum fardhu kifayah (Aziz, 2004 : 42 ).

    b. Tujuan Dakwah

    Tujuan dakwah adalah tujuan diturunkan ajaran Islam bagi umat manusia,

    yaitu untuk membuat manusia memiliki kualitas akidah, ibadah, serta akhlak yang

    tinggi (Aziz, 2004: 60). Bisri Afandi mengatakan bahwa yang diharapkan oleh

    dakwah adalah terjadinya perubahan dalam diri manusia, baik kelakuan adil

    maupun aktual, baik pribadi maupun keluarga masyarakat, way of thinking atau

    cara berpikirnya berubah, way of life atau cara hidupnya berubah menjadi lebih

    baik ditinjau dari segi kualitas maupun kuantitas. Yang dimaksud adalah bahwa

    kebaikan yang bernilai agama itu semakin dimiliki banyak orang dalam segala

    situasi dan kondisi (Aziz, 2004: 60).

    Menurut Jamaluddin Kafie, tujuan dakwah perspektif psikologi dakwah

    dikelompokkan menjadi empat macam yaitu:12

    1. Tujuan Utama

    Tujuan utama dakwah adalah memasyarakatkan akhlak dan mengakhlakkan

    masyarakat, sesuai dengan misi besar Nabi Muhammad SAW. Akhlak akan

    menjadi landasan memimpin dalam tiga besar fungsi psikis manusia yaitu

    12Jafar. 2010. Tujuan Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur’an Mempertajam Fokus Dan Orientasi Dakwah

    Ilahi. jurnalmiqotojs.uinsu.ac.id/index.php/jurnalmiqot/article/download/208/200

  • berpikir, berkehendak, dan perasaan. Akhlak seseorang akan membentuk

    akhlak masyarakat, negara, dan umat seluruhnya

    2. Tujuan Hakiki

    Dakwah bertujuan langsung untuk mengajak manusia mengenal Tuhannya dan

    mempercayai-Nya sekaligus mengikuti jalan petunjuknya.

    3. Tujuan umum

    Seruan kepada umat manusia untuk mengindahkan seruan Allah swt dan

    Rasulnya agar mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

    4. Tujuan khusus

    Dakwah menginginkan dan berusaha bagaimana membentuk tatanan

    masyarakat Islam yang utuh dan komprehensif.

    2.4.3 Unsur-unsur Dakwah

    Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat dalam

    setiap kegiatan dakwah, unsur-unsur dakwah di antaranya:

    a. Da’i (subjek dakwah)

    Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan ataupun

    perbuatan dan baik secara individu, kelompok, berbentuk organisasi atau lembaga

    (Aziz, 2004:75-76).

    Da’i perlu tahu apa yang disajikan dakwah adalah tentang Allah, alam

    sesmesta, dan kehidupan serta yang disajikan itu untuk memberikan solusi

    terhadap problema kehidupan yang dihadapi manusia, serta metode-metode yang

    digunakan untuk menjadikan agar pemikiran dan perilaku manusia tidak salah dan

    melenceng dalam syari’at islam (Aziz, 2004:78).

    b. Mad’u (objek dakwah)

    Mad’u adalah yang menjadipenerima dakwah, baik sebagai individu maupun

    kelompok, baik manusia yang beragama islam maupun tidak, dengan kata lain

    manusia secara keseluruhan. Kepada manusia yang belum beragama islam, dakwah

    bertujuan untuk mengajak manusia mengikuti agama islam, sedangkan kepada

    orang-orang yang beragama islam dakwah bertujuan untuk meningkatkan kualitas

    iman, islam dan ihsan (Aziz, 2004:90).

  • Al-qur’an mengenalkan kepada kita beberapa tipe mad’u, di mana secara umum

    mad’u terbagi menjadi tiga, yaitu: mukmin, kafir dan munafik. Dari ketiga

    klasifikasi di atas tadi, orang mukmin bisa dibagi menjadi tiga,

    yaitu: dzalim linafsih, muqtashid dan sabiqun bil khairat. Sedangkan kafir dibagi

    menjadi kafir zimmi dan kafir harbi (Aziz, 2004:90).

    Mad’u terbagi menjadi beberapa golongan manusia diantaranya: (Aziz, 2004:91).

    · Dari segi sosiologi.

    · Dari struktur kelembagaan.

    · Dari segi tingkatan usia.

    · Dari segi profesi.

    · Dari segi tingkatan sosial

    ekonomi.

    · Dari segi kelamin.

    · Dari segi khusus.

  • c. Maddah (Materi Dakwah)

    Maddah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan da’i kepada

    mad’u. Secara garis besar maddah dari dakwah dapat dikelompokkan sebagai berikut

    (Aziz, 2004:94):

    1. Akidah, yang meliputi enam rukun iman.

    2. Syari’ah, yang meliputi ibadah dan muamallah.

    3. Akhlak, yang meliputi akhlak terhadap khaliq dan akhlak terhadap makhluk.

    4. Ada beberapa materi dakwah yang diisyaratkan dalam al-qur’an, diantaranya:

    - Dakwah kepada syari’at Allah.

    - Dakwah agar berinfak fisabilillah.

    - Dakwah untuk berjihad.

    - Dakwah untuk masuk agama islam.

    - Dakwah untuk menerapkan hukum yang terdapat dalam al-qur’an.

    - Dakwah untuk melaksanakan shalat.

    - Dakwah untuk mengikuti ajaran da’i.

    - Dakwah untuk mengingatkan orang yang tidak respon kepada para da’i yang

    menyeru kepada agama Allah.

    d. Wasilah (Media Dakwah)

    Media dakwah adalah alat atau instrumen yang digunakan untuk

    menyampaikan materi dakwah kepada mad’u. Semakin tepat dan efektif wasilah

    yang dipakai semakin efektif pula upaya pemahaman ajaran islam pada

    masyarakat yang menjadi sasaran dakwah (Aziz, 2004:120).

    Menurut Hamzah Ya’qub wasilah dibagi menjadi lima macam, yaitu

    lisan, tulisan, lukisan, audio visual dan akhlak. Dari segi pesan penyampaian

    dakwah dibagi menjadi tiga golongan, yaitu (Aziz, 2004:121):

    1. The Spoken Words (bentuk ucapan) yang hanya bisa ditangkap oleh telinga,

    seperti telepon, radio, dan sejenis lainnya.

    2. The Printed Writing (yang berbentuk tulisan) barang-barang cetak seperti

    majalah, buku, surat kabar, brosur, pamfhlet, dan sebagainya.

    3. The Audio Visual (yang berbentuk gambar hidup) penggabungan dari

    golongan di atas seperti, film, televisi, video, dan sebagainya.

  • e. Thariqah (Metode Dakwah)

    Metode dakwah adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da’i untuk

    menyampaikan pesan-pesan dakwahnya serta dapat mencapai suatu tujuan (Aziz,

    2004:122).

    Menurut (Aziz, 2004: 165) thariqah dakwah pada garis besarnya dibagi

    menjadi tiga yaitu:

    1. Dakwah qouliyah (oral) yaitu dakwah yang berbentuk ucapan atau lisan dan

    dapat didengar oleh mitra dakwah (dakwah bil lisan), dakwah qouliyah ini

    meliputi:

    a) Khutbah ceramah retorika yaitu penyampaian dakwah secara lisan di depan

    beberapa orang. Bentuk thariqah ini antara lain, ceramah agama, pengajian

    khutbah, mauidhoh hasanah, dan lain sebagainya.

    b) Mujadalah (diskusi) yaitu penyampaian dakwah dengan topik tertentu dan

    dengan cara pertukaran pendapat diantara beberapa orang dalam satu

    pertemuan.

    c) Tanya jawab yaitu penyampaian dakwah dengan cara da’i memberikan

    pertanyaan atau memberi jawaban terhadap persoalan-persoalan yang diajukan

    satu pihak atau kedua pihak.

    2. Dakwah kitabiyah (tulis) yaitu penyampaian dakwah melalui tulisan. Thariqah

    kitabiyah (bilqolam) ini biasa disalurkan melalui media massa, buku-buku atau

    kitab-kitab agama, gambar, lukisan, dan lain sebagainya.

    3. Dakwah alamiyah (dakwah bil hal) yaitu penyampaian dakwah dengan tidak

    menggunakan kata-kata lisan maupun tulisan, tetapi tindakan yang nyata.

    Dakwah bil hal ini biasa berupa uswatun hasanah, perkawinan, dan sebagainya.

    f. Atsar (Efek Dakwah)

    Atsar dapat diartikan sebagai sisa, tanda atau keadaan setelah dakwah

    berlangsung. Pentingnya pemahaman tentang atsar adalah untuk dievaluasi,

    dianalisa yang akan mengacu pada tindakan dakwah berikutnya. Kebanyakan

    mereka menganggap bahwa setelah dakwah disampaikan maka selesailah dakwah.

  • Padahal, atsar sangat besar untuk diartikan dalam penentuan langkah-langkah

    dakwah selanjutnya (Aziz, 2004:138).

    Apa saja seharusnya dievaluasi dari pelaksanaan dakwah tidak lain adalah

    seluruh komponen dakwah yang dikaitkan dengan tujuan dakwah yang ingin

    dicapai. Dalam upaya mencapai tujuan dakwah maka kegiatan dakwah selalu

    diarahkan untuk memengaruhi tiga aspek perubahan diri objeknya, yakni

    perubahan pada aspek pengetahuan (knowledge), aspek sikap (attitude), dan aspek

    perilaku (behavioral) (Aziz, 2004:139).

    Anwar Arifin dalam buku Strategi Komunikasi memperjelas efek dakwah

    dalam proses (Aziz, 2004:140):

    a. Proses mengerti (proses kognitif)

    b. Proses menyetujui (proses objektif)

    c. Proses pembuatan (proses sencemotorik)

    Atau dapat dikatakan melalui proses:

    a. Terbentuknya suatu pengertian atau pengetahuan (knowledge).

    b. Proses suatu sikap menyetujui atau tidak menyetujui (attitude).

    c. Proses terbentuknya gerak pelaksanaan (practice).

    2.5 Metode Dakwah

    Seorang da’i dalam penyampaian dakwah Islam memerlukan pengetahuan dan

    kecakapan dalam bidang metode, dengan mengetahui metode dakwah penyampaian

    dakwah dapat mengena sasaran dan dakwah dapat diterima mad’u.

    2.5.1 Pengertian Metode Dakwah

  • Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan “hodos”

    (jalan, cara), demikian dapat diartikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang

    harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain menyebutkan bahwa

    metode berasal dari bahasa Jerman methodica, artinya ajaran tentang metode. Dalam

    bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa

    Arab disebut thariq. Metode berarti cara yang telah diatur dan melalui proses

    pemikiran untuk mencapai suatu maksud (Munir, 2003: 6).

    Arti dakwah menurut pandangan beberapa pakar atau ilmuwan sebagai berikut

    (Munir, 2003: 7):

    a. Pendapat Bakhial Khauli, dakwah adalah suatu proses menghidupkan peraturan-

    peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada

    keadaan lain.

    b. Pendapat Syekh Ali Makhfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk

    mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik

    dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mend apat kebahagiaan

    dunia dan akhirat.

    Metode dakwah berarti cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i

    (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan

    kasih sayang. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu

    pada suatu pandangan human oriented menempatkan penghargaan yang mulia atas

    diri manusia (Munir, 2003: 7).

    Dari pengertian-pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa metode

    dakwah merupakan jalan atau cara yangdilakukan oleh seorang da’i kepada mad’u

    untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan dalam kegiatan dakwah tersebut.

    2.5.2 Macam-macam Metode Dakwah

    Metode dakwah sebenarnya dapat diklasifikasikan menjadi berbagai macam

    metode tergantung dari segi tinjauannya, landasan umum mengenai metode dakwah.

    Allah Swt berfirman (Q.S An-Nahl : 125) (Munir, 2003: 7) :

  • أَْعلَُم بَِمن َضلَّ َعن اْدُع إِِلى َسبِيِل َربَِِّك بِاْلِحْكَمِة َواْلَمْوِعَظِة اْلَحَسنَِة َوَجاِدْلُهم بِالَّتِي ِهَي أَْحَسُن إِنَّ َربََّك ُهوَ

    َسبِيِلِه َوُهَو أَْعلَُم بِاْلُمْهتَِدينَ

    “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik

    dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang

    lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih

    mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl:125)

    Pada ayat tersebut terdapat metode dakwah yang akurat, kerangka dasar tentang

    metode dakwah yang terdapat pada ayat tersebut meliputi tiga cakupan, yaitu (Munir,

    2003: 7):

    a. Bi Al-Hikmah

    Hikmah diartikan pula sebagai al’adl (keadilan), al-haq (kebenaran), al-hilm

    (ketabahan), al’ilm (pengetahuan), dan an Nubuwwah (kenabian). Di samping itu, al-

    hikmah juga diartikan sebagai menempatkan sesuatu pada proporsinya (Munir, 2003:

    9).

    Prof. DR. Toha Yahya Umar, M.A., menyatakan bahwa Hikmah berarti

    meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan berpikir, berusaha menyusun dan

    mengatur dengan cara yang sesuai keadaan zaman tidak bertentangan dengan

    larangan Tuhan (Munir, 2003: 9).

    Al-Hikmah juga berarti pengetahuan yang dikembangkan dengan tepat sehingga

    menjadi sempurna. Menurut pendapat ini, al-hikmah termanifestasikan ke dalam

    empa thal: kecakapan manajerial, kecermatan, kejernihan pikiran dan ketajaman

    pikiran (Munir, 2003: 10).

    Sebagai metode dakwah, al-hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia,

    dada yang lapang, hati yang bersih, dan menarik perhatian orang kepada agama

    Tuhan (Munir, 2003: 10).

    Ibnu Qoyim berpendapat bahwa pengertian hikmah yang paling tepat adalah

    seperti yang dikatakan oleh Mujahid dan Malik yang mendefinisikan bahwa hikmah

    adalah pengetahuan tentang kebenaran dan pengamalannya. Hal ini tidak bisa dicapai

  • kecuali dengan memahami al-Qur’an, dan mendalami Syariat-syariat Islam serta

    hakikat iman (Munir, 2003: 10).

    Orang yang memiliki hikmah disebut al-hakim yaitu orang yang memiliki

    pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu. Kata hikmah juga sering

    dikaitkan dengan filsafat, karena filsafat juga mencari pengetahuan haikikat segala

    sesuatu (Munir, 2003: 9).

    Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa hikmah adalah

    merupakan kemampuan dan ketepatan da’i dalam memilah, memilih dan

    menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u. Al-hikmah merupakan

    kemampuan da’i dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada

    dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif (Munir, 2003: 11).

    b. Al-Mau’idzah al-Hasanah

    Secara bahasa, mau’idzah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu mau’idzah dan

    hasanah. Kata mau’idzah berasal dari kata wa’adza-ya’idzu-wa’dzan-‘idzatan yang

    berarti: nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan, sementara hasanah

    merupakan kebalikan dari sayyi’ah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan (Munir,

    2003: 15).

    Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara lain (Munir, 2003:

    15):

    1. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh H.Hasanuddin

    adalah sebagai berikut (Munir, 2003: 15):

    Artinya: al-Mauizhah al-Hasanah adalah (perkataan-perkataan) yang tidak

    tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki

    manfaat kepada mereka atau dengan al-Quran.

    2. Menurut Abd. Hamid al-Bilali al-Mau’izhah al-Hasanah merupakan salah satu

    manhaj (metod ge) dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan

    memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah lembut agar mereka mau

    berbuat baik (Munir, 2003: 15).

    Mau’izhah hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur

    bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-

  • pesan positif (wasiat) yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar

    mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.

    Dari beberapa definisi di atas, mau’izhah hasanah tersebut bisa diklasifikasikan

    dalam beberapa bentuk (Munir, 2003: 16):

    a. Nasihat atau petuah

    b. Bimbingan, pengajaran (pendidikan)

    c. Kisah-kisah

    d. Kabar gembira dan peringatan (al-Basyir dan al-Nadzir)

    e. Wasiat (pesan-pesan positif)

    Jadi, kesimpulan dari mau’idzatul hasanah, akan mengandung arti kata-kata yang

    masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan

    penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab

    kelemah-lembutan dalam menasihati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras

    dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada

    larangan dan ancaman (Munir, 2003: 17).

    c. Al-Mujadalah

    Al-Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara

    sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima

    pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara

    satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya

    berpegang kepada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima

    hukuman kebenaran tersebut (Munir, 2003: 19).

    2.6 Istighosah sebagai Komunikasi Kelompok

    2.6.1 Pengertian Komunikasi Kelompok

    Kelompok adalah sekumpulan orang-orang yang terdiri dari dua atau tiga orang

    bahkan lebih. Kelompok memiliki hubungan yang intensif di antara mereka satu sama

    lainnya, terutama kelompok primer, intensitas hubungan di antara mereka merupakan

    persyaratan utama yang dilakukan oleh orang-orang dalam kelompok tersebut.

    Kelompok memiliki tujuan dan aturan-aturan yang dibuat sendiri dan merupakan

    konstribusi arus informasi di antara mereka sehingga mampu menciptakan atribut

  • kelompok sebagai bentuk karakteristik yang khas dan melekat pada kelompok itu

    (Bungin, 2006: 270).

    Kelompok yang baik adalah kelompok yang dapat mengatur sirkulasi tatap muka

    yang intensif di antara anggota kelompok, serta tatap muka itu pula akan mengatur

    sirkulasi komunikasi makna di antara mereka, sehingga mampu melahirkan sentimen-

    sentimen kelompok serta kerinduan di antara mereka (Bungin, 2006: 270).

    Kelompok juga memiliki tujuan-tujuan yang diperjuangkan bersama, sehingga

    kehadiran setiap orang dalam kelompok diikuti dengan tujuan-tujuan pribadinya.

    Dengan demikian, kelompok memiliki dua tujuan masing-masing pribadi dalam

    kelompok dan tujuan kelompok itu sendiri. Setiap tujuan individu harus sejalan

    dengan tujuan kelompok, sedangkan tujuan kelompok harus memberi kepastian

    kepada tercapainya tujuan-tujuan individu (Bungin, 2006: 272).

    Kelompok juga memberi identitas terhadap individu, melalui identitas ini setiap

    anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan satu sama lain. Melalui

    identitas ini individu melakukan pertukaran fungsi dengan individu lain dalam

    kelompok. Pergaulan ini akhirnya menciptakan aturan-aturan yang harus ditaati oleh

    setiap individu dalam kelompok sebagai sebuah kepastian hak dan kewajiban mereka

    dalam kelompok. Aturan-aturan inilah bentuk lain dari karakter sebuah kelompok

    yang dapat dibedakan dengan kelompok lain dalam masyarakat (Bungin, 2006: 272).

    Ada empat elemen kelompok yang dikemukakan oleh Adler dan Rodman, yaitu

    interaksi, waktu, ukuran dan tujuan (Bungin, 2006: 272).

    a. Interaksi dalam komunikasi kelompok merupakan faktor yang penting, karena

    melalui interaksi inilah, kita dapat melihat pebedaan antara kelompok dengan

    istilah yang disebut dengan coact. Coact adalah sekumpulan orang yang secara

    serentak terikat dalam aktivitas yang sama namun tanpa komunikasi satu sama

    lain. Misalnya, mahasiswa yang hanya secara pasif mendengarkan suatu

    perkuliahan, secara teknis belum dapat disebut sebagai kelompok. Mereka dapat

    dikatakan sebagai kelompok apabila sudah mulai mempertukarkan pesan dengan

    dosen atau rekan mahasiswa yang lain.

    b. Sekumpulan orang yang berinteraksi untuk jangka waktu yang singkat, tidak

    dapat digolongkan sebagai kelompok. Kelompok mempersyaratkan interaksi

  • dalam jangka waktu yang panjang, karena dengan interaksi ini akan dimiliki

    karakteristik atau ciri yang tidak dipunyai oleh kumpulan yang bersifat sementara.

    c. Ukuran atau jumlah partisipan dalam komunikasi kelompok. Tidak ada ukuran

    yang pasti mengenai jumlah anggota dalam suatu kelompok.

    d. Elemen terakhir adalah tujuan yang mengandung pengertian bahwa keanggotaan

    dalam suatu kelompok akan membantu individu yang menjadi anggota kelompok

    tersebut dapat mewujudkan satu atau lebih tujuannya.

    2.6.2 Karakteristik Komunikasi Kelompok

    Karakteristik komunikasi dalam kelompok ditentukan melalui dua hal, yaitu

    norma dan peran. Norma adalah kesepakatan dan perjanjian tentang bagaimana

    orang-orang dalam suatu kelompok berhubungan dan berperilaku satu dengan lainnya.

    Severin dan Tankard (2005: 220, Reno, Cialdini dan Kallgren, 1993) mengatakan,

    norma-norma sosial (social norm) terdiri dari dua jenis; deskriptif dan perintah.

    Norma-norma deskriptif menentukan apa yang pada umumnya dilakukan dalam

    sebuah konteks, sedangkan norma-norma perintah (injunctive norm) menentukan apa

    yang pada umumnya disetujui oleh masyarakat. Keduanya mempunyai dampak pada

    tingkah laku manusia, namun norma-norma perintah tampaknya mempunyai dampak

    yang lebih besar (Bungin, 2006: 273).

    Norma oleh para sosiolog disebut juga dengan ‘hukum’ (law) ataupun ‘aturan’

    (rule), yaitu perilaku-perilaku apa saja yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan

    dalam suatu kelompok. Ada tiga kategori norma kelompok, yaitu norma sosial,

    prosedural, dan tugas. Norma sosial mengatur hubungan di antara para anggota

    kelompok. Sedangkan norma prosedural menguraikan dengan lebih rinci bagaimana

    kelompok harus beroperasi, seperti bagaimana suatu kelompok harus membuat

    keputusan, apakah melalui suara mayoritas ataukah dilakukan pembicaraan sampai

    tercapai kesepakatan. Dari norma tugas memusatkan perhatian pada bagaimana suatu

    pekerjaan harus dilakukan (Bungin, 2006: 273).

    Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang

    melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia

    menjalankan suatu peran (Soekanto, 2002: 242). Peran dibagi menjadi tiga, yaitu

    peran aktif, peran partisipatif, dan peran pasif. Peran aktif adalah peran yang

  • diberikan oleh anggota kelompok karena kedudukannya di dalam kelompok sebagai

    aktivis kelompok, seperti pengurus, pejabat, dan sebagainya. Peran partisipatif adalah

    peran yang diberikan oleh anggota kelompok pada umumnya kepada kelompoknya,

    partisipasi anggota macam ini akan memberi sumbangan yang sangat berguna bagi

    kelompok itu sendiri. Sedangkan peran pasif adalah sumbangan anggota kelompok

    yang bersifat pasif, di mana anggota kelompok menahan diri agar memberi

    kesempatan kepada fungsi-fungsi lain dalam kelompok dapat berjalan dengan baik.

    Dengan cara bersikap pasif, seseorang telah memberi sumbangan kepada terjadinya

    kemajuan dalam kelompok atau memberi sumbangan kepada kelompok agar tidak

    terjadi pertentangan dalam kelompok karena adanya peran-peran yang kontradiktif

    (Bungin, 2006: 273-274).

    Peran juga mencakup tiga hal: (a) peran meliputi norma-norma yang dihubungkan

    dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, dengan demikian peran

    berfungsi membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan; (b) peran adalah

    suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat

    sebagai organisasi; (c) peran juga menyangkut perilaku individu yang penting bagi

    struktur sosial masyarakat (Bungin, 2006: 274).

    2.6.3 Fungsi Komunikasi Kelompok

    Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-

    fungsi yang akan dilaksanakannya. Semua fungsi ini dimanfaatkan untuk kepentingan

    masyarakat, kelompok, dan para anggota kelompok itu sendiri, antara lain (Bungin,

    2006: 273):

    a. Hubungan sosial, dalam arti bagaimana suatu kelompok mampu memelihara dan

    memantapkan hubungan sosial di antara para amggotanya, seperti bagaimana

    suatu kelompok secara rutin memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk

    melakukan aktivitas yang informal, santai dan menghibur.

    b. Pendidikan adalah bagaimana sebuah kelompok secara formal maupun informal

    bekerja untuk mencapai dan mempertukarkan pengetahuan. Melalui fungsi

    pendidikan ini, kebutuhan-kebutuhan dari para anggota kelompok, kelompok itu

    sendiri, bahkan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Namun demikian, fungsi

  • pendidikan tergantung pada tiga faktor, yaitu jumlah informasi baru yang

    dikonstribusikan, jumlah partisipan dalam kelompok, serta frekuensi interaksi di

    antara para anggota kelompok. Fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika

    setiap anggota kelompok membawa pengetahuan yang berguna bagi kelompoknya

    tanpa pengetahuan baru yang disumbangkan masing-masing anggota, mustahil

    fungsi edukasi ini akan tercapai.

    c. Fungsi persuasi, seorang anggota kelompok berupaya memersuasi anggota

    lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Seseorang yang terlibat

    usaha-usaha persuasif dalam suatu kelompok, membawa risiko untuk tidak

    diterima oleh para anggota lainnya. Misalnya, jika usaha-usaha persuasif tersebut

    terlalu bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok, maka justru

    orang yang berusaha memersuasi tersebut akan menciptakan suatu konflik,

    dengan demikian malah membahayakan kedudukannya dalam kelompok.

    d. Fungsi problem solving, kelompok juga dicerminkan dengan kegiatan-

    kegiatannya untuk memecahkan persoalan dan membuat keputusan-keputusan.

    Pemecahan masalah (problem solving) berkaitan dengan penemuan alternatif atau

    solusi yang tidak diketahui sebelumnya; sedangkan pembuatan keputusan

    (decision making) berhubungan dengan pemilihan antara dua atau lebih solusi.

    Jadi, pemecahan masalah menghasilkan materi atau bahan untuk pembuatan

    keputusan.

    e. Fungsi terapi. Kelompok terapi memiliki perbedaan dengan kelompok lainnya,

    karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan. Objek dari kelompok terapi adalah

    membantu setiap individu mencapai perubahan personalnya.

    2.6.4 Tipe Kelompok

    Soeryono Soekanto menjelaskan, bahwa kelompok secara umum terdiri dari

    beberapa rumpun; pertama adalah kelompok teratur, yaitu kelompok yang dapat

    dijelaskan strukturnya maupun norma dan perannya seperti in group dan out group,

    kelompok primer dan kelompok sekunder, paguyuban dan patembayan, kelompok

    formal dan kelompok informal, membership group dan reference group, kelompok

    okupasional dan volunter. Kedua, kelompok yang tidak teratur yaitu kerumunan

  • (crowd) dan publik. Ketiga, masyarakat (community) perkotaan dan masyarakat

    pedesaan. Keempat, kelompok kecil (small group) (Bungin, 2006: 275).

    Ronald B. Adler dan George Rodan, membagi kelompok dalam tiga tipe, yaitu

    kelompok belajar (learning group), kelompok pertumbuhan (growth group), dan

    kelompok pemecahan masalah (problem solving group). Penjelasan ketiga tipe

    kelompok itu adalah sebagai berikut (Bungin, 2006: 278).

    a. Kelompok Belajar (Learning Group)

    Kata ‘belajar’ atau learning, tidak tertuju pada pengertian pendidikan di sekolah,

    namun juga termasuk belajar dalam kelompok (learning group), seperti kelompok

    bela diri, kelompok sepak bola, kelompok keterampilan, kelompok belajar, dan

    sebagainya. Tujuan dari learning group ini adalah meningkatkan informasi,

    pengetahuan, dan kemampuan diri para anggotanya.

    b. Kelompok Pertumbuhan (Growth Group)

    Kelompok pertumbuhan memusatkan perhatiannya kepada permasalahan pribadi

    yang dihadapi para anggotanya. Wujud nyata dari growth group ini adalah

    kelompok bimbingan perkawinan, kelompok bimbingan psikologi, kelompok

    terapi, serta kelompok yang memusatkan aktivitasnya kepada pertumbuhan

    keyakinan diri, yang biasa disebut consciousnessraising group. Karakteristik yang

    terlihat dalam tipe kelompok ini adalah growth group tidak mempunyai tujuan

    kolektif yang nyata, dalam arti bahwa seluruh tujuan kelompok diarahkan kepada

    usaha membantu para anggotanya mengidentifikasi dan mengarahkan mereka

    untuk peduli dengan persoalan pribadi yang mereka hadapi untuk perkembangan

    pribadi mereka.

    c. Kelompok Pemecahan Masalah (Problem Solving Group)

    Kelompok ini bertujuan untuk membantu anggota kelompok lainnya memecahkan

    masalahnya (problem solving). Sering kali seseorang tak mampu memecahkan

    masalahnya sendiri, karena itu ia menggunakan kelompok sebagai sarana

    memecahkan masalahnya. Kelompok akan memberi akses informasi kepada

    individu sehubungan dengan problem yang dialaminya, berupa pengalaman

    anggota kelompok lain ketika menghadapi masalah yang sama, atau informasi

    lain yang dapat membantu individu memecahkan masalahnya. Kelompok juga

  • memberi kekuatan emosional kepada individu dalam membuat keputusan dan

    melakukan sebuah tindakan untuk mengatasi masalah individu.

    2.7 Pengertian Ketenangan Jiwa

    Menurut Kartini Kartono. Jiwa secara harfiah berasal dari bahasa sansekerta “jiv”

    yang berarti lembaga hidup (levensbbeginsel) atau “daya hidup” (levenskracht). Oleh

    karena, jiwa itu merupakan pengertian yang abstrak, tidak dapat dilihat dan belum

    bisa diungkapkan secara jelas maka, jiwa yaitu bentuk tingkah laku manusia (segala

    aktivitas, perbuatan, penampilan diri) sepanjang hidupnya (Jumantoro, 2001:27).

    Pengertian efek atau dampak menurut KBBI adalah benturan, pengaruh yang

    mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada

    dan timbul dari sesuatu (orang/benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau

    perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan di mana ada hubungan timbal

    balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang

    dipengaruhi.13

    Ketenangan jiwa dalam pandangan al-Ghazali memang bukan sebuah fenomena

    yang tetap, stabil dan permanen, akan tetapi lebih merupakan capaian prestasi

    psikologis yang diistilahkan dengan ahwal setelah mencapai proses pendidikan dan

    pelatihan riyadah tertentu. Dengan intuisi yang cerdas dalam merasakan dan

    menemukan yang hakiki itulah tercipta kondisi jiwa yang tenang. Sedangkan secara

    tazkiyat alnafs ditempuh dengan: pengalaman ibadah-ibadah shar‘iyah,

    memperbanyak dzikir pada tuhan dan menjauhkan diri dari keterikatan pada dunia. 14

    Dengan cara demikian manusia dapat mencapai ma’rifat yang sempurna tentang

    Tuhan. Artinya manusia dapat mengenal Tuhan melalui Tuhan, artinya langsung

    dengan daya rasa. Praktik Tazkiyat al-nafs dalam pandangan al-Ghazali ditentukan

    oleh kondisi manusia sendiri, dapat dilakukan secara kolektif dan dapat pula

    dijalankan secara individual. Namun begitu al-Ghazali mencanangkan perlu adanya

    13 Ayu.2015.https://brainly.co.id/tugas/6071751. 14 Abdul Syakur. 2007. Metode Ketenangan Jiwa.

    https://www.researchgate.net/publication/286414657_Metode_Ketenangan_Jiwa_Suatu_Perbandingan_antara_al-

    Ghazali_dan_Sigmund_Freud

  • seorang mursyid yang dipatuhi bimbingannya secara mutlak. Artinya, kegiatan dan

    prosesnya tidak berdasarkan inisiatif individu sendiri.15

    15 Ibid