kti esti rita dian arieswati anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik)...

74
PEMBERIAN WATER TEPIDSPONGETERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUHPADA ASUHAN KEPERAWATAN An. Y DENGAN HIPERTERMIA DI RUANG ANGGREK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SALATIGA DISUSUN OLEH : ESTI RITA DIAN ARIESWATI NIM.P.13023 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

Upload: lyhanh

Post on 26-May-2018

242 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

PEMBERIAN WATER TEPIDSPONGETERHADAP PENURUNAN

SUHU TUBUHPADA ASUHAN KEPERAWATAN An. Y DENGAN

HIPERTERMIA DI RUANG ANGGREK RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH KOTA SALATIGA

DISUSUN OLEH :

ESTI RITA DIAN ARIESWATI

NIM.P.13023

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2016

Page 2: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

i

PEMBERIAN WATER TEPIDSPONGETERHADAP PENURUNAN

SUHU TUBUHPADA ASUHAN KEPERAWATAN An. Y DENGAN

HIPERTERMIA DI RUANG ANGGREK RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH KOTA SALATIGA

Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DISUSUN OLEH :

ESTI RITA DIAN ARIESWATI

NIM.P.13023

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2016

Page 3: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Esti Rita Dian Arieswati

NIM : P. 13023

Program Studi : Diploma III Keperawatan

Judul Karya Tulis Ilmiah : Pemberian Water Tepid Sponge terhadap

Penurunan Suhu Tubuh pada Asuhan

Keperawatan An. Y dengan Hipertermia di

Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Salatiga.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini

benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan

atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah

hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai

dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Surakarta, 11 Mei 2016

Yang Membuat Pernyataan

Esti Rita Dian Arieswati

P.13023

Page 4: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh:

Nama : Esti Rita Dian Arieswati

NIM : P. 13023

Program Studi : Diploma III Keperawatan

Judul Karya Tulis Ilmiah : Pemberian Water Tepid Sponge terhadap

Penurunan Suhu Tubuh pada Asuhan

Keperawatan An. Y dengan Hipertermia

di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Salatiga.

Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah

Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Ditetapkan : STIKes Kusuma Husada Surakarta

Hari / Tanggal : Jumat, 27 Mei 2016

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ns. Amalia Senja, M.Kep ( )

NIK. 201189090

Penguji I : Ns. Siti Mardiyah, S.Kep ( )

NIK: 201183063

Penguji II : Ns. Amalia Senja, M.Kep ( )

NIK. 201189090

Mengetahui,

Ketua Program Studi DIII keperawatan

STIKES Kusuma Husada Surakarta

Ns. Meri Oktariani, M.Kep

NIK. 200981037

Page 5: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena

berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Water Tepid Sponge Terhadap Penurunan

Suhu Tubuh pada Asuhan Keperawatan An. Y dengan Hipertermia di Ruang

Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga”.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada yang terhormat:

1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M. Kep selaku ketua STIKes Kusuma Husada

Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di

STIKes Kusuma Husada Surakarta.

2. Ns. Meri Oktariani, M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan

yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes

Kusuma Husada Surakarta.

3. Ns. Alfyana Nadya R, M. Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII

Keperawatan yag telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat

menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

4. Ns. Amalia Senja, M. Kep selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai

penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-

masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi

demi sempurnanya studi kasus ini.

5. Ns. Siti Mardiyah, S.Kep selaku dosen penguji yang telah membimbing

dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman

dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada

Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya

serta ilmu yang bermanfaat.

Page 6: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

v

7. Pihak RSUD Kota Salatiga beserta staff keperawatan yang telah memberikan

ijin dan kesempatan bagi penulis untuk mengambil data guna menyelesaikan

Karya Tulis ini.

8. Ns. Intan Maharani Batu Bara, S. Kep selaku pembimbing akademik yang

telah memberikan masukan- masukan, semangat dan inspirasi selama saya

menjadi mahasiswa di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

9. Kasmirah S. Kep selaku pembimbing klinik dalam pengambilan kasus Karya

Tulis Ilmiah yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-

masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi

demi sempurnanya studi kasus ini

10. Kedua orang tuaku (Bapak Muhadi dan Ibu Suwarni)yang selalu menjadi

inspirasi dan memberikan semangat serta dukungan untuk menyelesaikan

pendidikan.

11. Kakak- kakak saya Ririn Handayani, Doni Duwi Cahyono, Elsa Nela Sari dan

adik-adik saya Deby Yanuar, Fadillah Dini Wijayanti yang selalu memberikan

dukungan dan semangat.

12. Sahabat- sahabat saya Frizka Surya Pratama, Rovi Fibhyanisfha, Yunita Diyan

Ningrum, Yesi Nugrahani PP yang selalu memberikan semangatdan

dukungan.

13. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma

Husada Surakarta dan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril

dan spiritual.

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

keperawatan dan kesehatan. Amin

Surakarta, 11 Mei 2016

Penulis

Page 7: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ..................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Tujuan ........................................................................................ 4

C. Manfaat ...................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori ............................................................................. 6

1. Konsep Hipertermia ............................................................ 6

2. Konsep Suhu ........................................................................ 15

3. Water Tepid Sponge ............................................................ 17

4. Asuhan Keperawatan Hipertermia ...................................... 19

B. Kerangka Teori .......................................................................... 22

BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

A. Subyek Aplikasi Riset ............................................................... 23

B. Tempat dan Waktu Penelltian ................................................... 23

C. Media dan Alat yang digunakan ................................................ 23

D. Prosedur Pelaksanaan Berdasarkan Aplikasi Riset ................... 24

E. Alat Ukut Evaluasi .................................................................... 25

BAB IV LAPORAN KASUS

A. Identitas Klien ........................................................................... 26

B. Pengkajian ................................................................................. 26

C. Perumusan masalah keperawatan .............................................. 35

D. Perencanaan ............................................................................... 35

Page 8: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

vii

E. Implementasi ............................................................................. 37

F. Evaluasi ..................................................................................... 42

BAB V PEMBAHASAN

A. Pengkajian ................................................................................. 45

B. Diagnosa Keperawatan .............................................................. 47

C. Rencana Keperawatan ............................................................... 49

D. Implementasi ............................................................................. 52

E. Evaluasi ..................................................................................... 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................ 59

B. Saran .......................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 9: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

viii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 USULAN JUDUL

LAMPIRAN 2 LEMBAR KONSULTASI

LAMPIRAN 3 SURAT PERNYATAAN

LAMPIRAN 4 JURNAL

LAMPIRAN 5 ASUHAN KEPERAWATAN

LAMPIRAN 6 LOG BOOK

LAMPIRAN 7 PENDELEGASIAN

LAMPIRAN 8 LEMBAR OBSERVASI

LAMPIRAN 9 SOP WATER TEPID SPONGE

LAMPIRAN 10 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 10: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang dihasilkan

tubuh dengan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar.Panas yang

dihasilkan dikurangi panas yang hilang merupakan apa yang disebut dengan

suhu tubuh (Potter & Perry, 2010). Suhu tubuh merupakan tanda atau suatu

ukuran penting yang dapat memberi petunjuk mengenai keadaan tubuh

seseorang. Suhu normal tubuh adalah 36,5-37,5 0C (Huda, 2013). Pada

keadaan tertentu suhu tubuh dapat meningkat yang disebut dengan

hipertermia.

Hipertermia adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu tubuh diatas

kisaran normal (Herdman,2012).Hipertermia dapat disebabkan oleh virus dan

mikroba. Mikroba serta produknya berasal dari luar tubuh adalah bersifat

pirogen eksogen yang merangsang sel makrofag, lekosit dan sel lain untuk

membentuk pirogen endogen. Pirogen seperti bakteri dan virus menyebabkan

peningkatan suhu tubuh (Widagdo, 2012).

Jumlah penderita hipertermi di Indonesia dilaporkan lebih tinggi

angka kejadiannya dibandingkan dengan negara-negara lain yaitu sekitar

80%-90%, dari seluruh hipertemia yang dilaporkan adalah hipertermia atau

demam sederhana. Angka kejadian tahun 2010 di wilayah Jawa Tengah

Page 11: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

2

sekitar 2%-5% terjadi pada anak (Dinkes Jawa Tengah, 2009 dalam

Widyastuti, 2013).

Penatalaksanaan yang digunakan untuk menurunkan suhu tubuh yang

mengalami hipertermi diantaranya adalah dengan tindakan farmakologis

maupun non farmakologis. Tindakan farmakologis untuk menurunkan suhu

tubuh adalah dengan cara pemberian antipiretik. Pemberian antipiretik ini

berfungsi menghambat produksi prostaglandin, menyebabkan anak

berkeringat dan vasodilatasi (Totapally, 2005).Selain pemberian antipiretik,

dapat juga dilakukan tindakan non farmakologis yaitu seperti memberikan

baju yang tipis pada anak, menyuruh anak untuk banyak minum air putih,

istirahat, dan memberikan water tepid sponge (Budi, 2006 dalam Hartini,

2012).

Hipertermia sering menjadi alasan mengapa orang tua membawa anak

mereka mengujungi pemberi layanan kesehatan.Umumnya keluhan

hipertermia pada anak membingungkan dan menimbulkan satu kecemasan

orang tua.Kecemasan orang tua tersebut diakibatkan oleh kurangnya

pengetahuan tentang hipertermia dan akhirnya memicu mereka untuk

melakukan tindakan yang cenderung berlebihan dalam mengatasi hipertermia

pada anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik)

dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya

(Sodikin, 2012).Banyak Ditemukan di lapangan pelaksanaan water tepid

sponge jarang dilakukan oleh perawat.Perawat cenderung lebih sering

Page 12: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

3

langsung memberikan antipiretik ketika anak mengalami hipertermi

(Hartini, 2012).

Water tepid sponge adalah sebuah teknik kompres blok pada

pembuluh darah supervisial dengan teknik seka (Setiawati, 2009). Water tepid

sponge merupakan alternatif teknik kompres hangat yang marak diteliti di

negara maju maupun berkembang lainnya (Alves, 2008). Teknik ini

menggunakan kompres blok tidak hanya di satu tempat saja, melainkan

langsung di beberapa tempat yang memiliki pembuluh darah besar

(Hartini, 2010). Menurut Suprapti (2008), water tepid sponge efektif dalam

mengurangi suhu tubuh pada anak dengan hipertermia dan juga membantu

dalam mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan. Hal ini juga diungkapkan

Bartlomeus (2012), bahwa ada pengaruh penurunan suhu tubuh anak yang

mengalami hipertermia yang setelah dilakukan water tepid sponge.

Dampak yang ditimbulkan apabila hipertermia tidak segera ditangani

adalah dehidrasi, terjadi karena peningkatan pengeluaran cairan tubuh

sehingga dapat menyebabkan tubuh kekurangan cairan.Hipertemia juga dapat

menyebabkan peningkatan frekuensi denyut jantung (1-12 menit/10 C) dan

metabolisme energi.Hal ini menimbulkan rasa lemah, nyeri sendi dan sakit

kepala, gelombang tidur yang lambat (berperan dalam perbaikan fungsi otak),

dan pada keadaan tertentu dapat menimbulkan gangguan kesadaran dan

persepsi (delirium karena demam) serta kejang. Keadaan yang lebih berbahaya

lagi ketika suhu inti tubuh mencapai 400 C, pusat pengatur suhu otak tengah

Page 13: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

4

akan gagal dan pengeluaran keringat akan berhenti. Akibatnya akan terjadi

disorientasi, sikap apatis dan kehilangan kesadaran (Hartini, 2012).

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk menyusun

Karya Tulis Ilmiah berupa aplikasi riset yang berjudul pemberianwater tepid

sponge terhadap penurunan suhu tubuh anak dengan hipertermi.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengaplikasikan pemberian water tepid sponge terhadap penurunan suhu

tubuh pada An. Y dengan hipertermia di Ruang Anggrek Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Salatiga.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan anak dengan

hipertermia.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan anak dengan

hipertermia.

c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan anak dengan

hipertermia.

d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan anak dengan

hipertermia.

e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan anak dengan

hipertermia.

Page 14: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

5

f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian teknik water tepid

sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada An. Y dengan

hipertermia.

C. Manfaat

1. Bagi Penulis

Menambah wawasan dalam memberikan asuhan keperawatan pada

pasien anak dengan hipertermia.

2. Bagi Pendidikan

Manfaat penulisan ini dimaksudkan memberikan kontribusi laporan kasus

bagi pengembangan praktik keperawatan dan pemecahan masalah dalam

bidang atau profesi keperawatan.

3. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan pertimbangan oleh pihak rumah sakit untuk membuat

kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan asuhan

keperawatan pada pasien anak dengan hipertermia.

4. Bagi Tenaga Kesehatan

Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien anak dengan

hipertermi dan sebagai pertimbangan perawat dalam penatalaksanaan

kasus sehingga perawat mampu memberikan tindakan yang tepat kepada

pasien.

Page 15: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Konsep Hipertermi

a. Definisi Hipertermia

Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh diatas rentang

normal yang tidak teratur, disebabkan ketidakseimbangan antara

produksi dan pembatasan panas (Sodikin, 2012).

Hipertermia adalah kondisi kegagalan pengaturan suhu

tubuh (termoregulasi) akibat ketidakmampuan tubuh melepaskan

atau mengeluarkan panas atau produksi panas yang berlebihan oleh

tubuh dengan pelepasan panas dalam laju yang normal

(El Radhi, 2009).

b. Etiologi Hipertermia

Hipertermia dapat disebabkan oleh virus dan mikroba.

Mikroba serta produknya berasal dari luar tubuh adalah bersifat

pirogen eksogen yang merangsang sel makrofag, lekosit dan sel lain

untuk membentuk pirogen endogen. Pirogen seperti bakteri dan virus

menyebabkan peningkatan suhu tubuh (Widagdo, 2012).

Menurut El-Radhi, (2009), Penyebab hipertermia dapat

dibagi menjadi 2:

Page 16: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

7

1) Hipertermia yang disebabkan karena produksi panas

a) Hipertermia maligna

Hipertermia maligna biasanya dipicu oleh obat-obatan

anesthesia. Hipertermia ini merupakan miopati akibat mutasi

gen yang diturunkan secara autosomal dominan (Nybo, 2008).

Pada episode akut terjadi peningkatan kalsium intraselular

dalam otot rangka sehingga terjadi kekakuan otot dan

hipertermia (Curran, 2005).

b) Exercise-Induced hyperthermia (Exertional heat stroke)

Hipertermia jenis ini dapat terjadi pada anak

besar/remaja yang melakukan aktivitas fisik intensif dan lama

pada suhu cuaca yang panas (Dalal, 2006).

c) Endocrine Hyperthermia (EH)

Kondisi metabolic atau endokrin yang menyebabkan

hipertermia lebih jarang dijumpai pada anak dibandingkan

dengan pada dewasa. Kelainan endokrin yang sering

dihubungkan dengan hipertermia antara lain hipertiroidisme,

diabetes mellitus, phaeochromocytoma, insufisiensi adrenal

dan ethiocolanolone suatu steroid yang diketahui sering

berhubungan dengan demam (merangsang pembentukan

pirogen leukosit).

Page 17: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

8

2) Hipertermia yang disebabkan oleh penurunan pelepasanpanas

a) Hipertermia neonatal

Peningkatan suhu tubuh secara cepat pada hari kedua

dan ketiga kehidupan bisa disebabkan oleh:

(1) Dehidrasi

Dehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh

kehilangan cairan atau paparan oleh suhu kamar yang

tinggi.Hipertermia jenis ini merupakan penyebab kenaikan

suhu ketiga setelah infeksi dan trauma lahir.Sebaiknya

dibedakan antara kenaikan suhu karena hipertermia dengan

infeksi. Pada demam karena infeksi biasanya didapatkan

tanda lain dari infeksi seperti leukositosis atau leucopenia,

CRP yang tinggi, tidak berespon baik dengan pemberian

cairan, dan riwayat persalinan premature atau resiko

infeksi.

(2) Overheating

Overheating adalah pemakaian alat-alat

penghangat yang terlalu panas, atau bayi atau anak

terpapar sinar matahari langsung dalam waktu yang lama

(Curran, 2005).

Page 18: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

9

c. Manifestasi Klinis Hipertermia

Beberapa tanda dan gejala pada hipertermi menurut Huda (2013)

1) Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal

2) Konvulsi (kejang)

3) Kulit kemerahan

4) Pertambahan RR

5) Takikardi

6) Saat disentuh tangan terasa hangat

7) Fase – fase terjadinya hipertermia

a) Fase I : awal

(1) Peningkatan denyut jantung.

(2) Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan.

(3) Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat.

(4) Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi.

(5) Merasakan sensasi dingin.

(6) Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi.

(7) Rambut kulit berdiri.

(8) Pengeluaran keringat berlebih.

(9) Peningkatan suhu tubuh.

b) Fase II : proses demam

(1) Proses menggigil lenyap.

(2) Kulit terasa hangat / panas.

(3) Merasa tidak panas / dingin.

Page 19: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

10

(4) Peningkatan nadi & laju pernapasan.

(5) Peningkatan rasa haus.

(6) Dehidrasi ringan sampai berat.

(7) Mengantuk , delirium / kejang akibat iritasi sel saraf.

(8) Lesi mulut herpetik.

(9) Kehilangan nafsu makan.

(10) Kelemahan, keletihan dan nyeri ringan pada otot

akibat katabolisme protein.

c) Fase III : pemulihan

(1) Kulit tampak merah dan hangat.

(2) Berkeringat.

(3) Menggigil ringan.

(4) Kemungkinan mengalami dehidrasi.

d. Patofisiologi Hipertermia

Perubahan pengaturan homeostatis suhu normal oleh

hipotalamus dapat diakibatkan dari infeksi bakteri, virus, tumor,

trauma, dan sindrom malignan dan lain-lain bersifat pirogen

eksogen yang merangsang sel makrofag, lekosit dan sel lain untuk

membentuk pirogen endogen. Pirogen seperti bakteri dan virus

menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Saat bakteri dan virus

tersebut masuk ke dalam tubuh, pirogen bekerja sebagai antigen

akan mempengaruhi sistem imun (Widagdo, 2012).

Page 20: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

11

Saat substansi ini masuk ke sirkulasi dan mengadakan

interaksi dengan reseptor dari neuron preoptik di hipotalamus

anterior, dan menyebabkan terbentuknya prostaglandin E2. IL-2

yang bertindak sebagai mediator dari respon demam, dan berefek

pada neuron di hipotalamus dalam pengaturan kembali

(penyesuaian) dari thermostatic set point. Akibat demam oleh

sebab apapun maka tubuh membentuk respon berupa pirogen

endogen termasuk IL- 1, IL-6, tumor necrotizing factor (TNF)

(Widagdo, 2012).

Oleh karena itu, sel darah putih diproduksi lebih banyak

lagi untuk meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi.Selain

itu, substansi sejenis hormon dilepaskan untuk selanjutnya

mempertahankan melawan infeksi. Substansi ini juga mencetuskan

hipotalamus untuk mencapai set point. Untuk mencapai set point

baru yang lebih tinggi tubuh memproduksi dan menghemat panas.

Dibutuhkan beberapa jam untuk mencapai set point baru dari suhu

tubuh. Selama periode ini, orang tersebut menggigil, gemetar dan

merasa kedinginan, meskipun suhu tubuh meningkat

(Potter & Perry, 2010).

Fase menggigil berakhir ketika set point baru yaitu suhu

yang lebih tinggi tercapai. Selama fase berikutnya, masa stabil,

menggigil hilang dan pasien merasa hangat dan kering. Jika set

point baru telah “melampaui batas”, atau pirogen telah

Page 21: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

12

dihilangkan, terjadi fase ketiga episode febris. Set point

hipotalamus turun, menimbulkan respons pengeluaran panas. Kulit

menjadi hangat dan kemerahan karena vasodilatasi.Diaforesis

membantu evaporasi pengeluaran panas (Potter & Perry, 2010).

e. Komplikasi Hipertermia

Kerugian yang bisa terjadi pada bayi yang mengalami

demam dan hipertermia adalah dehidrasi, karena pada keadaan

demam terjadi pula peningkatan pengeluaran cairan tubuh

sehingga dapat menyebabkan tubuh kekurangan cairan. Pada

kejang demam, juga bisa terjadi tetapi kemungkinannya sangat

kecil (Hartini, 2012)

Silbernagl, (2007) dalam patofisiologinya menjelaskan

akibat yang ditimbulkan oleh demam adalah peningkatan

frekuensi denyut jantung (1-12 menit/1oC) dan metabolisme

energi.Hal ini menimbulkan rasa lemah, nyeri sendi dan sakit

kepala, gelombang tidur yang lambat (berperan dalam perbaikan

fungsi otak), dan pada keadaan tertentu dapat menimbulkan

gangguan kesadaran dan persepsi (delirium karena demam) serta

kejang.

Keadaan yang lebih berbahaya lagi ketika suhu inti tubuh

mencapai 40oC karena pada suhu tersebut otak sudah tidak dapat

lagi mentoleransi. Bila mengalami peningkatan suhu inti dalam

waktu yang lama antara 40oC-43

oC, pusat pengatur suhu otak

Page 22: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

13

tengah akan gagal dan pengeluaran keringat akan berhenti.

Akibatnya akan terjadi disorientasi, sikap apatis dan kehilangan

kesadaran (Hartini, 2012).

f. Diagnosis Hipertermia

Setelah melakukan pengumpulan data secara lengkap dan

terarah berupa masalah-masalah yang terungkap dari anamnesis

serta temuan-temuan yang didapatkan dari pemeriksaan fisik dan

laboratorium atau penunjang, misalnya leukosit, CRP,

prokalsitonin dan pemeriksaan penunjang yang lain. Tahap

berikutnya adalah menetapkan diagnosis (Hartini, 2012).

Salah satu tindakan yang perawat atau dokter lakukan

adalah pengukuran suhu tubuh yang benar pada area yang tepat

dan menggunakan termometer yang akurat.Untuk menentukan

apakah klien terjadi hipertermia atau tidak, perawat harus

mengetahui terlebih dahulu standart normal suhu tubuh baik

melalui aksila, rektal, oral dan telinga.Selain itu perawat juga

harus mengetahui penyebab dari hipertermia klien, apakah karena

terpapar oleh kuman dan virus penyebab infeksi sebelumnya,

apakah klien selesai melakukan aktivitas olah raga jantung atau

mengalami kekurangan cairan atau bahkan karena cuaca bahkan

penyakit yang menyertainya (Hartini, 2012).

Page 23: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

14

g. Penatalaksanaan Hipertermia

1) Tindakan farmakologis

Tindakan menurunkan suhu mencakup intervensi

farmakologik yaitu dengan pemberian antipiretik.Obat yang

umum digunakan untuk menurunkan demam dengan berbagai

penyebab (infeksi, inflamasi dan neoplasama) adalah obat

antipiretik.Antipiretik ini bekerja dengan mempengaruhi

termoregulator pada sistem saraf pusat (SSP) dan dengan

menghambat kerja prostaglandin secara perifer (Hartini, 2012).

Obat antipiretik antara lain asetaminofen, aspirin, kolin

dan magnesium salisilat, kolin salisilat, ibuprofen, salsalat dan

obat-obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Asetaminofen

merupakan obat pilihan, aspirin dan salisilat lain tidak boleh

diberikan pada anak-anak dan remaja. Ibuprofen,

penggunaannya disetujui untuk menurunkan demam pada

anak-anak yang berusia minimal 6 bulan.Hindari pemakaian

aspirin atau ibuprofen pada pasien-pasien dengan gangguan

perdarahan (Hartini, 2012).

Beberapa ibuprofen yang tidak disetujui

penggunaannya untuk anak-anak adalah nuprin, motrin IB,

medipren.Pemberian antipiretik yang berlebihan perlu

diperhatikan, karena dapat menyebabkan keracunan

(Totapally, 2005).

Page 24: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

15

2) Tindakan non farmakologis

Tindakan non farmakologis tersebut seperti menyuruh

anak untuk banyak minum air putih, istirahat, serta pemberian

water tepid sponge. Penatalaksanaan lainnya anak dengan

demam adalah dengan menempatkan anak dalam ruangan

bersuhu normal dan mengusahakan agar pakaian anak tidak

tebal (Budi (2006)dalam Setiawati (2009).

2. Konsep Suhu

a. Pengertian

Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang

dihasilkan tubuh dengan jumlah panas yang hilang ke lingkungan

luar.Panas yang dihasilkan dikurangi panas yang hilang adalah suhu

tubuh (Potter & Perry, 2010). Suhu normal tubuh adalah 36,5-37,50C

(Huda, 2013).

b. Pengaturan suhu

Suhu tubuh manusia diatur oleh suatu mekanisme umpan

balik yang berada dipusat pengaturan suhu yaitu hipotalamus.

Pengaturan suhu suatu mekanisme, pada saat pusat temperatur di

hipotalamus mendeteksi adanya suhu adanya suhu tubuh yang terlalu

panas, maka tubuh akan melakukan umpan balik. Mekanisme umpan

balik ini akan terjadi bila suhu inti tubuh sudah melewati ambang

Page 25: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

16

batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, atau yang disebut

titik tetap (Sodikin, 2012).

Set point (titik tetap) tubuh aan dipertahankan supaya suhu

inti tubuh tetap konstan pada kisaran 37oC. Pada saat suhu meningkat

melebihi titik tetap, maka keadaan ini akan merangsang hipotalamus

untuk melakukan berbagai mekanisme agar suhu mampu

dipertahankan dengan cara menurunkan produksi panas dan

meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik

tetap. Sedangkan bila suhu inti dibawah titik tetap, tubuh akan

menjalankan suatu mekanisme untuk meningkatkan produksi panas

dan menurunkan laju penurunan panas tubuh dari lingkungan

(Sodikin, 2012).

c. Produksi panas

Aliran darah yang diatur oleh susunan saraf memiliki peran

penting dalam mendistribusikan panas dalam tubuh. Suhu lingkungan

yang panas atau adanya peningkatan suhu tubuh, pusat pengaturan

suhu di hipotalamus akan mempengaruhi serabut eferen pada sistem

saraf autonom untuk melebarkan pembuluh darah. Peningkatan aliran

darah dikulit menyebabkan pelepasan panas dari pusat tubuh melalui

permukaan tubuh melalui permukaan kulit ke sekitarnya dalam bentuk

keringat (Sodikin, 2012).

Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek

peningkatan suhu tubuh yang melewati batas kritis.Pengeluaran

Page 26: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

17

keringat menyebabkan peningkatan pengeluaran panas melalui

evaporasi. Peningkatan suhu tubuh sebesar 10 C akan menyebabkan

pengeluaran keringat yang cukup banyak sehingga mampu membuang

panas tubuh yang dihasilkan dari metabolisme basal 10 kali lebih

besar (Sodikin, 2012).

d. Kehilangan panas

Menurut Sodikin (2012), proses kehilangan panas melalui 4 cara

yaitu:

1) Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke

permukaan objek lain tanpa keduanya bersentuhan.

2) Konveksi adalah perpindahan panas karena gerakan udara atau

cairan yang melindungi permukaan kulit.

3) Konduksi adalah perpindahan panas antara 2 objek secara

langsung pada suhu yang berbeda.

4) Evaporasi atau penguapan adalah penguapan air dari kulit yang

dapat memfasilitasi perpindahan panas tubuh, misalnya

berkeringat.

3. Water Tepid Sponge

a. Pengertian

Water tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat

yang menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah

besar superfisial dengan teknik seka (Alves, 2008).

Page 27: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

18

b. Tujuan Water Tepid Sponge

Water Tepid Sponge bertujuan untuk membuat pembuluh

darah tepi melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori-pori

akan membuka dan mempermudah pengeluaran panas (Hartini,

2012).

c. Manfaat Water Tepid Sponge

Menurunkan suhu tubuh, memberikan rasa nyaman,

mengurangi nyeri dan ansietas (Sodikin, 2012).

d. Teknik Water Tepid Sponge

Tahap-tahap pelaksanaan tepid water sponge (Rosdahl & Kowalski,

2008)

1) Tahap persiapan

a) Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga

caratepid water sponge.

b) Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air

hangat (35°C), lap mandi/ wash lap 6 buah, selimut mandi

1buah, handuk mandi 1 buah, perlak besar 1 buah,

termometer, selimut hipotermi.

2) Pelaksanaan

a) Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan

water tepid sponge.

Page 28: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

19

b) Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu

pemberian antipiretik pada klien.

c) Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan perlak.

d) Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian

basahkan wash lap atau lap mandi letakkan lap mandi di dahi,

aksila, dan pangkal paha. Lap ekstermitas selama 5 menit,

punggung dan bokong selama 10-15 menit. Lakukam melap

tubuh klien selama 20 menit.

e) Pertahankan suhu air (35°C).

f) Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali

dengan air hangat lalu ulangi tindakan seperti diatas.

g) Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau

segera setelah suhu tubuh klien mendekati normal. Selimuti

klien dengan selimut mandi dan keringkan. Pakaikan klien

baju yang tipis dan mudah menyerap keringat.

h) Catat suhu tubuh klien sebelum dan sesudah tindakan

4. Asuhan Keperawatan Hipertermia

a. Pengkajian

Observasi manisfestasi klinis dari hipertermia

1) Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal

2) Kulit kemerahan

3) Kulit hangat bila disentuh

Page 29: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

20

4) Tampak mengkilat

5) Peningkatan frekuensi pernafasan

6) Takikardi

7) Kejang

b. Diagnosa Keperawatan

Hipertermia berhubungan dengan peningkatan produksi panas

c. Intervensi

Kriteria hasil: mempertahankan suhu dalam batas normal, suhu tubuh

dapat dikurangi sampai batas yang dapat diterima.

Intervensi

1) Observasi tanda-tanda vital secara berkala

Rasional : memantau tanda-tanda vital

2) Observasi warna kulit

Rasional: mengamati tanda-tanda hipertermi

3) Berikan water tepid sponge

Rasional: pembuluh darah akan terbuka dan mengeluarkan panas.

4) Berikan air minum yang banyak

Rasional: mempertahankan cairan tubuh.

5) Kolaborasi dengan dokter pemberian antipiretik

Rasional : mengatasi hipertermi dengan cara farmakologis,

menghindari pasien mengigil.

d. Implementasi

1) Mengobservasi tanda-tanda vital secara berkala

Page 30: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

21

2) Mengobservasi warna kulit

3) Memberikan water tepid sponge

4) Memberikan air minum yang banyak

5) Mengkolaborasi dengan dokter pemberian antipiretik

e. Evaluasi

Evaluasi menggunakan SOAP

Sumber: Potter & Perry, 2006

Page 31: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

22

B. Kerangka Teori

(Alves, 2008; El Radhi, 2009; Hartini, 2012; Sodikin, 2012; Widagdo, 2012).

Etiologi :

- Virus, bakteri, trauma

- Obat-obatan anesthesia

- Aktifitas fisik intensif pada cuaca panas

- Metabolik

- Dehidrasi

- Overheating

Hipertermia

Farmakologi

Pemberian antipiretik

Non farmakologi

Water Tepid Sponge

Penurunan suhu

tubuh

Page 32: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

23

BAB III

METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

A. Subjek Aplikasi Riset

Subjek dalam aplikasi riset ini adalah pasien An. Y umur 10 tahun yang

mengalami hipertermia.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Pelaksanaan aplikasi riset ini dilakukan di Ruang Anggrek Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Salatiga pada tanggal 5-7 Januari 2016.

C. Media dan Alat yang Digunakan

1. Media

Air hangat (35°C),

2. Alat

a. Baskom untuk tempat air hangat (35°C),

b. Lap mandi/ wash lap 6 buah

c. Selimut mandi 1buah

d. Handuk mandi 1 buah

e. Perlak besar 1 buah

f. Termometer

g. Selimut hipotermi.

Page 33: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

24

D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset

Tahap-tahap pelaksanaan tepid water sponge (Rosdahl & Kowalski, 2008)

1. Tahap persiapan

a. Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga caratepid

water sponge.

b. Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air hangat

(35°C), lap mandi/ wash lap 6 buah, selimut mandi 1buah, handuk

mandi 1 buah, perlak besar 1 buah, termometer, selimut hipotermi.

2. Pelaksanaan

a. Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan water

tepid sponge.

b. Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu pemberian

antipiretik pada klien.

c. Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan perlak.

d. Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian basahkan

wash lap atau lap mandi letakkan lap mandi di dahi, aksila, dan

pangkal paha. Lap ekstermitas selama 5 menit, punggung dan

bokong selama 10-15 menit. Lakukam melap tubuh klien selama

20 menit.

e. Pertahankan suhu air (35°C).

f. Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali dengan

air hangat lalu ulangi tindakan seperti diatas.

Page 34: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

25

g. Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau segera

setelah suhu tubuh klien mendekati normal. Selimuti klien dengan

selimut mandi dan keringkan. Pakaikan klien baju yang tipis dan

mudah menyerap keringat.

h. Catat suhu tubuh klien sebelum dan sesudah tindakan.

E. Alat Ukur Evaluasi

Alat ukur evaluasi dilakukan dengan cara mengukur suhu dengan

menggunakan thermometer digital.

Page 35: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

26

BAB IV

LAPORAN KASUS

A. Identitas Klien

Pengkajian dilakukan pada tanggal 5 Januari 2016 jam 09.00 WIB,

klien masuk rumah sakit pada tanggal 5 Januari 2016 jam 05.00 WIB. Pada

kasus ini pengkajian diperoleh dengan caraautoanamnesa dan alloanamnesa,

pengamatan dan observasi secara langsung, pemeriksaan fisik, menelaah

catatan medis, catatan perawat. Dari data pengkajian tersebut didapat hasil

identitas klien, bahwa inisial klien An. Y, umur klien 10 tahun, klien

beragama kristen, alamat Jl. Patimura No. 70 Salatiga, klien duduk di bangku

sekolah dasar, nomor register 16117, di rawat di bangsal Anggrek RSUD

Kota Salatiga, diagnosa medis obs. febris. Penanggung jawab klien adalah

Ny. W, umur 53 tahun, pekerjaan swasta, alamat Jl. Patimura No. 70 Salatiga,

hubungan dengan klien adalah ibu angkat.

B. Pengkajian

1. Riwayat kesehatan klien

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa riwayat

kesehatan sekarang klien, keluhan utama yang dirasakan klien adalah

badan panas.Pasien datang ke IGD RSUD Kota Salatiga pada tanggal 5

Januari 2016 pukul 05.00 WIB. Pasien datang dengan keluhan badan

panas sejak 3 hari yang lalu, pasien mengeluh pilek, tidak enak badan

Page 36: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

27

buang air besar cair sudah 2 kali, muntah sudah 2 kali. Ibu pasien

mengatakan pasien sudah diberi parasetamol sirup, namun demam pasien

tidak turun. Saat di IGD suhu tubuh pasien 380 C, nadi 100 kali per

menit, berat badan 34 kilogram. Saat di IGD pasien mendapat terapi

cairan infus ringer laktat dengan neurosanbe 20 tetes per menit,

ondansentron 2 ml, tremensa 1 tablet (650 mg), parasetamol 1 tablet (250

mg).

Pasien dipindah ke ruang rawat inap anak yaitu ruang anggrek

pada pukul 05.30 WIB. Saat di ruang anggrek suhu tubuh klien 380 C,

nadi 140 kali per menit, pernafasan 24 kali per menit, terapi cairan masih

dilanjutkan. Pengkajian yang dilakukan pada pukul 09.30 WIB, pasien

masih mengeluh badan terasa panas, muntah sudah 2 kali, dan buang air

besar cair sudah 2 kali, pasien tampak gelisah, pasien terlihat menangis,

kulit kemerahan, konjungtiva berwarna merah muda, kulit teraba hangat,

suhu tubuh 39,50 C, nadi 100 kali per menit, pernafasan 24 kali per menit,

terpasang infus ringer laktat dengan neurosanbe 20 tetes per menit, pasien

mengkonsumsi parasetamol dan tremensa sudah 4 jam yang lalu.

2. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat kehamilan tidak terkaji. Riwayat kelahiran klien adalah

pasien lahir pada tanggal 2 September 2006 dengan cara spontan, berat

badan lahir 2600 gram, lahir di Kota Salatiga. Ibu pasien mengatakan

pasien belum pernah sakit parah sehingga harus di rawat di rumah

sakit.Ibu pasien mengatakan pasien tidak mempunyai riwayat penyakit

Page 37: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

28

menular seperti hepatitis maupun HIV. Pasien tidak pernah mengalami

cidera dan operasi. Pasien terlihat menangis saat di bawa ke rumah sakit

dan di ruang anggrek.Pasien tidak mempunyai alergi terhadap obat

maupun makanan dan minuman. Pasien terpasang infus ringer laktat +

Neurosanbe 20 tetes per menit, parasetamol 3 x 250 mg, tremensa 3 x 650

mg. Ibu pasien mengatakan pasien sudah mendapatkan imunisasi

sebanyak 3 kali namun ibu pasien lupa jenis dan waktu pemberiannya.

3. Pertumbuhan dan Perkembangan

Berat badan lahir 2600 gram, berat badan saat ini adalah 34

kilogram.Pasien tidak mempunyai masalah pertumbuhan gigi dan gigi

pasien sudah lengkap.Pasien dapat berjalan dan duduk dengan

normal.Pasien sekarang berumur 10 tahun dan duduk di kelas empat

sekolah dasar.Pasien termasuk anak yang supel dan sering berinteraksi

ataupun bermain dengan teman sebaya. Saat di sekolah pasien mengikuti

kegiatan pramuka setiap hari kamis sore. Interaksi pasien dengan

lingkungan sekitar baik dan pasien berbicara sopan dengan orang yang

lebih tua. Pasien menggunakan bahasa indonesia dengan lancar saat

berkomunikasi sehari- harinya. Penggunaan kosa kata dalam bahasa

indonesia sudah baik dan lancar.

4. Kebiasaan dan Pola Aktivitas

a. Pola Tingkah Laku

Pasien tidak mempunyai pola tingkah laku yang tidak biasa.Pasien

adalah anak yang baik dan selalu menurut dengan orang tua.

Page 38: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

29

b. Aktivitas Istirahat

Pasien mengatakan sebelum sakit pasien dapat tidur nyenyak

kurang lebih 8 jam saat malam hari, dan kurang lebih 2 jam saat siang

hari. Selama sakit pasien dapat tidur nyenyak kurang lebih 8 jam saat

malam hari, dan kurang lebih 2 jam saat siang hari dan tidak ada

keluhan. Pola eliminasi, sebelum sakit pasien mengatakan dapat

buang air besar 2 kali sehari karakteristik lembek kuning, jumlah

kurang lebih 200 gram, tidak ada keluhan.Selama sakit pasien buang

air besar cair 2 kali, jumlah kurang lebih 600 cc, karakteristik cair

kuning, keluhan buang air besar cair. Pasien mengatakan sebelum

sakit pasien dapat buang air kecil kurang lebih 7 kali sehari, jumlah

kurang lebih 700 cc, karakteristik kuning jernih, tidak ada keluhan.

Selama sakit pasien dapat buang air kecil kurang lebih 7 kali sehari,

jumlah kurang lebih 700 cc, karakteristik kuning jernih, tidak ada

keluhan.

c. Pola Aktivitas Klien

Pasien dapat melakukan aktivitas makan, minum, toileting,

mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi ROM secara

mandiri, sedangkan untuk aktivitas mandi dan berpakaian dibantu

orang lain.

5. Riwayat Nutrisi dan Cairan

Sejak bayi pasien tidak mendapat pemberian ASI. Pasien

diberikan susu formula sejak masih bayi umur 3 hari namun ibu pasien

Page 39: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

30

lupa nama produk yang di gunakan. Pasien saat ini diberi cairan ekstra

yaitu jus.Pasien tidak mempunyai riwayat pemberian makanan sereal

maupun vitamin.

Nafsu makan sebelum sakit pasien makan tiga kali sehari satu

porsi penuh dengan nasi, lauk, sayur, buah, dan susu, jus, minum air putih

kurang lebih delapan gelas sehari, dan tidak ada keluhan. Selama sakit

pasien makan tiga kali sehari satu porsi penuh dengan nasi, lauk, sayur,

buah, dan susu, jus, minum air putih kurang lebih delapan gelas sehari,

dan keluhan muntah sudah 2 kali. Makanan favorit pasien adalah ayam

goreng. Pasien tidak mempunyai kebiasaan makan makanan manis.

Balance cairan pada tanggal 5 Januari 2016 dari masuk rumah sakit pukul

05.00 WIB sampai pukul 09.00 WIB adalah + 41 . Input makanan 400 cc,

minuman 500 cc, cairan intravena 500 cc. Output urine 150 cc, feses 400

cc, muntah 300 cc, insessible water loss 511 cc.

6. Riwayat Kesehatan Keluarga

Genogram

(An. Y, 10 tahun)

Page 40: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

31

Keterangan :

: sudah meninggal

: sudah meninggal

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Garis pernikahan

: Garis Keturunan

: Tinggal Satu Rumah

Pasien dan ibu pasien mengatakan dalam keluarga pasien tidak

ada riwayat penyakit keturunan seperti diabetes melitus maupun

hipertensi.Ibu pasien mengatakan dalam lingkungan tempat tinggal pasien

tidak ada yang melakukan kebiasaan yang menyimpang seperti merokok,

minum minuman beralkohol maupun obat- obatan terlarang.

7. Riwayat sosial

Struktur keluarga, ayah dan ibu kandung pasien sudah

meninggal.Pasien mempunyai kakak laki-laki berusia 28 tahun dan sudah

berkeluarga.Saat ini pasien tinggal di panti asuhan bersama dengan ibu

angkatnya yang sebagai pengurus panti asuhan tersebut.Lingkungan

Page 41: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

32

tempat tinggal pasien bersih, sanitasi baik, ventilasi baik. Pasien

beragama kristen dan pasien selalu diajarkan untuk beribadah rutin.

8. Fungsi Keluarga

Interaksi antar anggota linkungan panti asuhan baik. Saat

membuat keputusan dan saat ada masalah maka akan dimusyawarahkan.

Komunikasi antar anggota lingkungan panti asuhan baik.Antar penghuni

panti asuhan tidak segan dalam mengutarakan perasaan yang dirasakan.

9. Riwayat seksual

Pasien berjenis kelamin laki-laki dan masih berumur 10 tahun

10. Pengukuran dan pertumbuhan

Panjang badan 132 cm, lingkar dada 62 cm, berat badan 34 kilogram,

lingkar lengan 19 cm, lingkar kepala 52 cm.

11. Pemeriksaan tanda- tanda Vital

Suhu tubuh 39,50 C, pernafasan 24 kali per menit, denyut nadi 100 kali

per menit, tekanan darah tidak terkaji.

12. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum lemah, keadaan nutrisi baik.Perkembangan

normal tidak ada gangguan. Kulit berwarna kemerahan dan teraba hangat,

turgor elastis. Warna rambut hitam, bersih, tidak ada ketombe.Kuku

berwarna merah muda, bersih dan tidak dicat.Tidak ada pembesaran

kelenjar limfe.Bentuk kepala mesochepal simetris.Warna sklera tidak

ikterik, warna konjungtiva merah muda, reaksi cahaya positif, posisi mata

simetris, gerakan mata normal.Telinga bersih tidak ada serumen.Hidung

Page 42: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

33

simetris tidak ada polip.Bentuk mulut simetris, warna bibir merah muda,

membran mukosa lembab.Pada leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

dan distensi vena leher.

Pemeriksaan dada paru-paru, saat inspeksi tidak ada retraksi,

palpasi pengembangan paru kanan dan kiri sama, bunyi perkusi paru

sonor, auskultasi suara paru vesikuler tidak ada suara tambahan.

Pemeriksaan jantung, saat inspeksi ictus cordis tidak tampak, saat palpasi

ictus cordis teraba di SIC IV, bunyi pekak saat diperkusi, pada saat

diauskultasi bunyi jantung I dan II murni tidak ada bising. Pemeriksaan

abdomen, inspeksi perut simetris tidak ada jejas, herniasi maupun

pembesaran umbilikus, auskultasi bising usus 30 kali per menit, saat di

palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi kuadran I pekak, kuadran II, III, IV

tympani.Pemeriksaan anus dan genetalia bersih dan tidak ada kelainan.

Pemeriksaan ekstermitas atas ROM kanan terbatas skala 4 dapat

bergerak melawan hambatan ringan terpasang infus, ROM kiri normal,

kekuatan otot kanan kiri normal skala 5 bebas bergerak melawan

hambatan, perabaan akral hangat, tidak ada piting edema. Ekstermitas

bawah ROM kanan dan kiri normal skala 5 bebas bergerak melawan

hambatan, kekuatan otot kanan kiri nomal skala 5 bebas bergerak

melawan hambatan, perabaan akral hangat, tidak ada piting edema.

13. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada tanggal 5 Januari 2016 pukul

18.00 WIB yaitu hematologi, leukosit 7,73 ribu/ uL( Normal 4,5 – 11

Page 43: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

34

ribu/ uL), eritrosit 4,79 juta/ uL ( Normal 4 – 5 juta/ uL), hemoglobin 12,3

gr/dL (Normal 14 – 18 gr/dL),hematokrit 36,1 % ( Normal 38 – 47 %),

MCV 75,3 fl ( Normal 86 – 108 fl), MCH 25,7 pg ( Normal 28 – 31 pg),

MCHC 34,1 gr/dL ( Normal 30 – 35 gr/dL). Trombosit 535 ribu/ uL(

Normal 150 – 450 ribu/ uL). Laju endap darah I 7 ( Normal 3 – 8 ), laju

endap darah II 25 ( Normal 5 – 8), Golongan darah O, Hitung jenis,

eosinofil 0,9 ( Normal 1 – 5), basofil 0,2 ( Normal 0 – 1), limfosit 6,9 (

Normal 22 – 40), monosit 3,2 ( Normal 4 – 8), Netrofil 88,8.

Imunoserologi, Salmonella typhi O negative, salmonella paratyphi AO

negative, salmonella paratyphi BO negative, salmonella paratyphi CO 1/

320, salmonella typhi H negative, salmonella paratyphi AH negative,

salmonella paratyphi BH negative, salmonella paratypphi CH 1/ 80.

14. Terapi

Terapi pada tanggal 5 Januari 2016 yaitu per oral tremensa 3 x

650 mg, parasetamol 3 x 250 mg (jika demam), L-Bio 1 x 1 sachet.

Parenteral ondansentron 2 mg, infus RL + neurosanbe 20 tetes per

menit.Tanggal 6 Januari 2016 terapi per oral tremensa 3 x 650 mg tablet,

parasetamol 3 x 250 mg (jika demam).Parenteral ondansentron 3 x 2 mg,

cefotaxim 2 x 750 mg, infus ringer laktat 18 tetes per menit.Tanggal 7

Januari 2016 terapi per oral tremensa 3 x 1 tablet, parasetamol 3 x 250 mg

(jika demam). Parenteral ondansentron 3 x 2 mg, cefotaxim 2 x 750 mg,

infus RL 18 tetes per menit.

Page 44: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

35

C. Perumusan Masalah

Diagnosa yang pertama adalah hipertermi berhubungan dengan

proses penyakit (Thypoid). Data yang menunjang dengan diagnosa tersebut

adalah data subyektif pasien mengeluh badan terasa panas.Ibu pasien

mengatakan pasien mengalami demam sejak 3 hari yang lalu sebelum di bawa

ke rumah sakit. Data obyektif kulit pasien teraba hangat, kulit tampak

kemerahan, suhu tubuh 39,5 0C, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan

bakteri salminella paratyphi CH positive 1/ 80, bakteri salmonella typhi H

positif 1/ 320.

Diagnosa yang ke dua adalah resiko kekurangan volume cairan

berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.Data yang menunjang dari

diagnosa yang ke tiga adalah data subyektif pasien mengatakan mengalami

muntah 2 kali, dan buang air besar cair 2 kali. Data obyektifnya adalah suhu

tubuh 39,50C, pasien pagi ini baru minum air putih 2 gelas.

D. Perencanaan

Intervensi atau rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan

berdasarkan ONEK ( Observasi, Nursing, Edukasi, Kolaborasi). Rencana

tindakan keperawatan pada diagnosa yang pertama hipertermi berhubungan

dengan proses penyakit (Thypoid), penulis mempunyai tujuan setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam masalah keperawtan

hipertermi dapat teratasi dengan criteria hasil suhu tubuh dalam

rentangnormal (36,50 C- 37,5

0 C), nadi dalam rentang normal, pernafasan

Page 45: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

36

normal, kulit tidak kemerahan, kulit tidak teraba hangat. Rencana tindakan

dalam mengatasi masalah keperatawan hipertermia adalah observasi suhu

tubuh klien, rasional mengukur suhu tubuh pasien merupakan acuan untuk

mengetahui keadaan pasien. Monitor tanda- tanda vital klien, rasional

merupakan acuan untuk mengetahui keadaan pasien. Monitor warna kulit,

rasional warna kulit dapat menjadi tanda dari ganguan suhu tubuh. Berikan

water tepid sponge, rasional water tepid sponge menyebabkan pembuluh

darah tepi melebar dan mengalami vasodilatai sehingga pori-pori akan

membuka dan mempermudah pengeluaran panas. Anjurkan pada pasien untuk

minum air putih cukup, rasional peningkatan suhu tubuh menyebabkan

peningkatan penguapan pada tubuh sehingga perlu diimbangi dengan asupan

cairan yang cukup.Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian yang

tipis dan menyerap keringat, rasional menjaga kenyamanan pasien dan

mengurangi penguapan tubuh.Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga

tentang peningkatan suhu tubuh, rasional pasien dan keluarga perlu

mengetahui tentang peningkatan suhu tubuh dan membantu mengurangi rasa

cemas.Berikan terapi sesuai advice(kolaborasi pemberian antipiretik),

rasional meneruskan pengobatan yang sudah diberikan, antipiretik sebagai

tindakan farmakologi untuk menurunkan suhu tubuh.

Intervensi atau rencana tindakan keperawatan untuk diagnosa yang

ke tiga resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

cairan aktif, penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24 jam masalah keperawatan resiko kekurangan

Page 46: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

37

volume cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil membrane mukosa lembab,

turgor kulit elastis, suhu tubuh normal, intake minum tercukupi, pasien tidak

mengalami muntah dan buang air besar cair. Rencana tindakan keperawatan

untuk mengatasi masalah keperawatan resiko kekurangan volume cairan

antara lain yaitu monitor status hidrasi, rasional memantau status hidrasi

klien. Monitor tanda- tanda vital, rasional tanda- tanda vital sebagai tolak

ukur untuk mengetahui keadaan klien. Anjurkan pada klien untuk makan dan

minum sedikit tapi sering, rasional memenuhi kebutuhan nutrisi klien dengan

baik.Berikan terapi sesuai advice(Pemberian terapi cairan intravena), rasional

meneruskan pengobatan yang sudah diberikan dan mencegah kehilangan

cairan.

E. Implementasi

Implementasi keperawatan atau tindakan keperawatan dilakukan

selama tiga hari. Tanggal 5 Januari 2016 pada pukul 09.15 WIB

mengobservasi suhu tubuh klien, respon subyektif pasien mengatakan badan

terasa panas, respon obyektif suhu tubuh 39,50 C. Perawat memonitor tanda-

tanda vital pasien pada pukul 09.30 WIB, respon subyektif pasien

mengatakan bersedia untuk diperiksa tanda- tanda vitalnya, respon obyektif

suhu 39,50 C nadi 100 kali per menit, pernafasan 24 kali per menit.

Selanjutnya perawat memonitor warna kulit pada pukul 09.35 WIB, respon

subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di periksa, respon obyektif

warna kulit tampak kemerahan. Perawat memonitor status hidrasi pada pukul

Page 47: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

38

09.40 WIB, respon subyektif pasien mengatakan mengalami muntah 2 kali

dan BAB cair 2 kali, respon obyektif membran mukosa lembab, suhu 39,50 C,

turgor kulit elastis. Selanjutnya perawat memberikan water tepid sponge pada

pukul 09.55 WIB, respon subyektif An. Y mengatakan bersedia untuk

diberikan water tepid sponge, respon obyektif pasien tampak tenang, pasien

berkeringat, suhu tubuh turun dari 39, 50 C menjadi 37, 6

0 C. Perawat

menganjurkan klien untuk minum air putih yang cukup pada pukul 10.30

WIB, respon subyektif pasien mengatakan akan minum air putih yang cukup,

respon obyektif pasien tampak minum air putih 200 cc setiap 2 jam.

Perawat mengobservasi suhu tubuh klien pada pukul 10.50 WIB,

respon subyektif pasien mengatakan badan terasa panas, respon obyektif suhu

tubuh pasien 38,50 C. Perawat memberikan water tepid sponge pada pukul

10.55 WIB, respon subyetif pasien mengatakan bersedia untuk diberikan

water tepid sponge, respon obyektif saat di berikan water tepid sponge pasien

tampak tenang, pasien berkeringat, suhu tubuh turun dari 380 C menjadi 37,4

0

C. Selanjutnya perawat memonitor tanda- tanda vital pada pukul 11.15 WIB,

respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk diperiksa tanda- tanda

vitalnya, respon obyektif suhu 37,4 0 C, nadi 140 kali per menit, pernafasan

24 kali per menit. Perawat menganjurkan pada klien untuk memakai pakaian

yang tipis dan menyerap keringat pada pukul 11.20 WIB, respon subyektif

pasien mengatakan akan memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat,

respon obyektif pasien tampak mengganti pakaiannya dengan pakaian

yangtipis dan menyerap keringat. Perawat memberikan penjelasan pada

Page 48: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

39

pasien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh pada pukul 11.30 WIB,

respon subyektif pasien dan keluarga mengatakan mengerti dengan apa yang

telah dijelaskan, respon obyektif pasien dan keluarga tampak mengerti

dengan apa yang telah dijelaskan.

Selanjutnya pada pukul 13.30 WIB perawat memonitor suhu tubuh

pasien, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untukk diperiksa suhu

tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh pasien 370 C. Perawat mengobservasi

suhu tubuh pasien pada pukul 15.30 WIB, respon subyektif pasien

mengatakan bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya, respon obyektif suhu

tubuh 37,40 C. Selanjutnya perawat memonitor tanda-tanda vital pada pukul

16.30 WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di periksa

tanda- tanda vitalnya, respon obyektif suhu tubuh 36,70 C, nadi 120 kali per

menit, pernafasan 24 kali per menit. Perawat mengobservasi suhu tubuh

pasien kembali pada pukul 18.30 WIB, respon subyektif pasien mengatakan

bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 36,60 C.

Pukul 21.00 WIB mengobservasi suhu tubuh pasien, respon subyektif pasien

mengatakan bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya, respon obyektif suhu

tubuh 36,70 C. Perawat mengobservasi suhu tubuh pasien lagi pukul 23.00

WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di ukur suhu

tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 36,50 C.

Implementasi hari ke dua tanggal 6 Januari 2016 pukul 01.00 WIB

mengobservasi suhu tubuh pasien, respon subyektif pasien mengatakan

bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 36,40 C.

Page 49: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

40

Selanjutnya perawat mengobservasi suhu tubuh pasien pada pukul 03.00

WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di ukur suhu

tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 360 C. Perawat memonitor tanda-tanda

vital pukul 05.00 WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di

periksa tanda- tanda vitalnya, respon obyektif suhu tubuh 360 C, nadi 100 kali

per menit, pernafasan 24 kali per menit. Perawat memonitor status hidrasi

pada pukul 07.00 WIB, respon subyektif pasien mengatakan sudah tidak

mengalami buang air besar cair dan muntah lagi, respon obyektif membran

mukosa lembab, suhu 360 C, akral hangat, turgor kulit elastis. Perawat

mengobservasi suhu tubuh pasien pada pukul 07.30 WIB, respon subyektif

pasien mengatakan bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya, respon obyektif

suhu tubuh 36,2 0 C. Perawat menganjurkan klien minum air putih yang

cukup pada pukul 08.30 WIB, respon subyektif pasien mengatakan sudah

minum 4 gelas pagi ini, respon obyektif pasien minum 4 gelas air putih pagi

ini.

Perawat memonitor tanda- tanda vital klien pada pukul 11.00 WIB,

respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di periksa tanda- tanda

vitalnya, respon obyektif suhu tubuh 36,5 0 C, nadi 110 kali per menit,

pernafasan 24 kali per menit. Selanjutnya perawat mengobsevasi suhu tubuh

pada pukul 13.00 WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk

diukur suhu tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 360 C. Perawat

menganjurkan pasien untuk istirahat 13.10 WIB, respon subyektif pasien

mengatakan akan mengikuti yang telah disarankan, respon obyektif pasien

Page 50: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

41

tampak berbaring untuk istirahat. Perawat mengobservasi suhu tubuh pasien

pukul 15.00 WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di ukur

suhu tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 360 C. Pearawat mengobservasi

suhu tubuh pasien kembali pada pukul 17.00 WIB, respon subyektif pasien

mengatakan bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya, respon obyektif suhu

tubuh 36,10 C. Perawat mengobservasi suhu tubuh pasien lagi pada pukul

19.00 WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di ukur suhu

tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 36,40 C.

Perawat mengobservasi suhu tubuh pasien ada pukul 20.00 WIB,

respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya,

respon obyektif suhu tubuh 360 C. Perawat mengobservasi suhu tubuh pasien,

pada pukul 22.00 WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di

ukur suhu tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 36,60 C. Perawat

mengobservasi suhu tubuh pasien pada pukul 24.00 WIB, respon subyektif

pasien mengatakan bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya, respon obyektif

suhu tubuh 36,30 C.

Implementasi pada tanggal 7 Januari 2016 pukul 02.00 WIB

perawat mengobservasi suhu tubuh pasien, mengobservasi suhu tubuh pasien,

respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya,

respon obyektif suhu tubuh 360 C. Perawat memonitor tanda- tanda vital

klien pada pukul 05.00 WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia

untuk di periksa tanda- tanda vitalnya, respon obyektif suhu tubuh 36,5 0 C,

nadi 100 kali per menit, pernafasan 24 kali per menit. Sealanjutnya perawat

Page 51: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

42

memonitor status hidrasi pada pukul 07.00 WIB, respon subyektif pasien

mengatakan sudah tidak mengalami buang air beasar cair dan muntah lagi,

respon obyektif membran mukosa lembab, suhu 36 0 C, akral hangat, turgor

kulit elastis. Perawat mengobservasi suhu tubuh pasien pada pukul 07.10

WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di ukur suhu

tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 360 C. Perawat menganjurkan klien

minum air putih yang cukup pada pukul 08.30 WIB, respon subyektif pasien

mengatakan sudah minum 4 gelas pagi ini, respon obyektif pasien minum 4

gelas air putih pagi ini.Perawat mengobsevasi suhu tubuh pada pukul 09.00

WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk diukur suhu

tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 360 C.

Implementasi pada pukul 11.00 WIB memonitor tanda- tanda vital

klien, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di periksa tanda-

tanda vitalnya, respon obyektif suhu tubuh 360 C, nadi 100 kali per menit,

pernafasan 24 kali per menit. Perawat mengobservasi tanda- tanda vital pada

pukul 13.00 WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk diukur

tanda- tanda vitalnya, respon obyektif suhu tubuh 36,50 C.

F. Evaluasi

Evaluasi diagnosa pertama hipertermi berhubungan dengan proses

penyakit (thypoid) pada tanggal 5 Januari 2016 jam 21.00 WIB, subyektif

pasien mengatakan badan sudah tidak terasa panas lagi. Obyektif turgor kulit

elastis, kulit teraba hangat, kulit tidak kemerahan lagi, nadi 120 kali per

Page 52: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

43

menit, suhu 360 C. Analisa masalah teratasi sebagian.Planning intervensi

dipertahankan, observasi suhu tubuh klien, monitor tanda- tanda vital,

monitor warna kulit, berikan water tepid sponge jika suhu tubuh diatas

normal, anjurkan pada klien untuk minum air putih yang cukup, anjurkan

pada klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap jika suhu

tubuh diatas normal. berikan terapi sesuai advice.

Evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang ke dua resiko

kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif pada

tanggal 5 Januari 2016 jam 21.20 WIB yaitu subyektif pasien mengatakan

sudah tidak mengalami muntah dan buang air besar cair. Obyektif turgor kulit

elastis, membran mukosa lembab, suhu tubuh 360 C. Analisa masalah

teratasi.Planning pertahankan intervensi, monitor status hidrasi, monitor

tanda- tanda vital, anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi

sering, berikan terapi sesuai advice.

Evaluasi diagnosa pertama hipertermi berhubungan dengan proses

penyakit (thypoid) pada tanggal 6 Januari 2016 jam 21.00 WIB, subyektif

pasien mengatakan badan sudah tidak terasa panas lagi. Obyektif turgor kulit

elastis, kulit teraba hangat, kulit tidak kemerahan lagi, nadi 100 kali per

menit, suhu 370 C. Analisa masalah teratasi sebagian.Planning intervensi

dipertahnkan, observasi suhu tubuh klien, monitor tanda- tanda vital, monitor

warna kulit, berikan water tepid sponge jika suhu tubuh diatas normal,

anjurkan pada klien untuk minum air putih yang cukup, anjurkan pada klien

Page 53: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

44

untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerapa keringat jika suhu

tubuh diatas normal, berikan terapi sesuai advice.

Evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang kedua resiko

kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif pada

tanggal 6 Januari 2016 jam 21.20 WIB yaitu subyektif pasien mengatakan

sudah tidak mengalami muntah dan buang air besar cair. Obyektif turgor kulit

elastis, membran mukosa lembab, suhu tubuh 36 0 C. Analisa masalah

teratasi.Planning pertahankan intervensi, monitor status hidrasi, monitor

tanda- tanda vital, anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi

sering, berikan terapi sesuai advice.

Evaluasi diagnosa pertama hipertermi berhubungan dengan proses

penyakit (thypoid) pada tanggal 7 Januari 2016 jam 21.00 WIB, subyektif

pasien mengatakan badan sudah tidak terasa panas lagi. Obyektif turgor kulit

elastis, kulit teraba normal/ lembab, kulit tidak kemerahan lagi, nadi 100 kali

per menit, suhu 36 0 C.Analisa masalah teratasi.Planning intervensi

dihentikan.

Evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang kedua resiko

kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif pada

tanggal 7 Januari 2016 jam 21.20 WIB yaitu subyektif pasien mengatakan

sudah tidak mengalami muntah dan buang air besar cair. Obyektif turgor kulit

elastis, membran mukosa lembab, suhu tubuh 36 0 C. Analisa masalah

teratasi.Planning hentikan intervensi.

Page 54: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

45

BAB V

PEMBAHASAN

Pada Bab ini penulis akan membahas tentang studi kasus asuhan

keperawatan anak dengan hipertermia di ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga.

Ruang lingkup pembahasan ini meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan,

rencana keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian

Tahap pertama yang dilakukan penulis adalah pengkajian kepada

pasien.Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data

untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Lyer et al.,

1996 dalam Setiadi 2012). Pada kasus ini data diperoleh dengan

caraautoanamnesa dan alloanamnesa, pengamatan dan observasi secara

langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis, catatan perawat.

Pengkajian yang dilakukan penulis pada An. Y yang mengalami

hipertermia didapatkan keluhan utama mengeluh badan terasa panas. Ibu

pasien mengatakan pasien mengalami demam sudah 3 hari yang lalu, pasien

mengeluh pilek, tidak enak badan, BAB cair sudah 2 kali, muntah sudah 2

kali. Pasien menunjukan keadaan umum lemah, pasien tampak gelisah, kulit

teraba hangat, kulit tampak kemerahan. Dari hasil pengkajian diatas, dapat

dilihat bahwa tanda dan gejala pada pasien sesuai dengan referensi yang

menyebutkan manisfestasi yang terjadi pada pasien dengan hipertermia

Page 55: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

46

adalah kenaikan suhu diatas rentang normal, kulit kemerahan, saat disentuh

kulit terasa hangat, pertambahan respiratory rate, takikardi, konvulsi (Huda,

2013).

Pemeriksaan fisik adalah mengukur tanda- tanda vital dan head to

toe. Pemeriksaan fisik head to toe yaitu menggunakan teknik (Inspeksi)

menggunakan indra penglihatan, memerlukan bantuan pencahayaan yang

baik dan pengamatan yang teliti, (Palpasi) menggunakan serabut, saraf

sensoris di permukaan tangan untuk mengetahui kelembaban, suhu, tekstur,

adanya massa, penonjolan, lokasi dan ukuran organ, serta pembengkakan,

(Perkusi) pemeriksaan ini menggunakan prinsip vibrasi dan getaran udara di

lakukan dengan mengetuk permukaan tubuh dengan tangan pemeriksa, dan

(Auskultasi) menggunakan indera pendengaran bisa menggunakan stetoskop

ataupun tidak (Dermawan, 2012).

Dari hasil pemeriksaan fisik keadaan umum An. Y tampak lemah,

pada pemeriksaan kulit teraba hangat, kulit tampak kemerahan. Pada

pengukuran tanda- tanda vital suhu 39,50 C, respiratory rate 24 kali per

menit, nadi 100 kali per menit.

Secara teoritis hipertermia adalah keadaan dimana terjadi kenaikan

suhu tubuh diatas kisaran normal yaitu 36,5 – 37,5 0 C (Huda, 2013).

Hipertermia akan menimbulkan respon pengeluaran panas sehingga akan

menyebabkan kulit teraba hangat dan terlihat kemerahan (Potter Perry, 2010).

Pemeriksaan penunjang pada An. Y pada tanggal 5 Januari 2016

didapatkan Salmonella typhi O negative, salmonella paratyphi AO negative,

Page 56: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

47

salmonella paratyphi BO negative, salmonella paratyphi CO 1/ 320,

salmonella typhi H negative, salmonella paratyphi AH negative, salmonella

paratyphi BH negative, salmonella paratypphi CH 1/ 80.

Hipertermia dapat disebabkan oleh virus dan mikroba. Mikroba serta

produknya berasal dari luar tubuh adalah bersifat pirogen eksogen yang

merangsang sel makrofag, lekosit dan sel lain untuk membentuk pirogen

endogen. Pirogen seperti bakteri dan virus menyebabkan peningkatan suhu

tubuh (Widagdo, 2012).

B. Diagnosa Keprawatan

Diangnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon

individu, keluarga daan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar

seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan

sesuai dengan kewenangan perawat Setiadi (2012).Dalam merumuskan

diagnosa keperawatan terdiri dari 3 komponen yaitu respon manusia

(problem), faktor yang berhubungan (etiologi), tanda dan gejala (simpton)

(Setiadi, 2012).

Pada An. Y penulis menegakkan 2 diagnosa yaitu hipertermi

berhubungan dengan proses penyakit (thypoid) dan resiko kekurangan

volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. Diagnosa

keperawatan utama yang diangkat oleh penulis dalam pengelolaan kasus An.

Y adalah diagnosa keperawatan hipertermia berhubungan dengan proses

Page 57: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

48

penyakit (thypoid). Hipertermia adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu

tubuh diatas kisaran normal (Herdman, 2012).

Batasan karakteristik yang muncul pada pasien dengan hipertermia

adalah kulit kemerahan, suhu tubuh diatas rentang normal 36,50 C – 37,5

0 C,

kulit teraba hangat, pernafasan meningkat, nadi meningkat (Herdman, 2014).

Data pengkajian yang mendukung diagnosa hipertermi mencakup

data subyektif dan data obyektif.Data subyektif pasien mengeluh badan terasa

panas.Ibu pasien mengatakan pasien mengalami demam sejak 3 hari yang lalu

sebelum di bawa ke rumah sakit. Data obyektif kulit pasien teraba hangat,

kulit tampak kemerahan, suhu tubuh 39,5 0C, hasil pemeriksaan laboratorium

menunjukan bakteri salmonella paratyphi CH positive 1/ 80, bakteri

salmonella typhi H positif 1/ 320.

Penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan hipertermia karena

merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi, hal ini didasarkan

pada teori kebutuhan dasar manusia Hierarki Maslow yaitu masuk dalam

kebutuhan tingkat yang kedua mencakup kebutuhan keamanan dan

keselamatan (fisik dan psikologis) yang merupakan kebutuhan paling dasar

kedua yang harus diprioritaskan (Potter dan Perry, 2005).

Dampak demam jika tidak segera mendapatkan penanganan antara

lain dehidrasi sedang hingga berat, kerusakan neurologis hingga kejang

demam (El- Radhi, 2009). Oleh karena itu penanganan hipertermia harus

segera dilaksanakan dan menjadi prioritas yang pertama.

Page 58: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

49

Diagnosa keperawatan yang kedua yang diangkat perawat yaitu

resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan

aktif.Resiko kekurangan cairan adalah keadaan beresiko mengalami dehidrasi

vaskuler, selular, atau intraselular.Batasan karakteristik resiko kekurangan

volume cairan yaitu kehilangan berlebih melalui rute normal, kurang

pengetahuan, kehilangan volume cairan aktif (Herdman, 2012).

Diagnosa ini muncul karena pada saat dilakukan pengkajian pada

An. Y ditemukan data- data yang menunjang seperti data subyektif dan data

obyektif.Data subyektif pasien mengatakan mengalami muntah 2 kali, dan

BAB cair 2 kali.Data obyektifnya adalah suhu tubuh 39,50C, pasien pagi ini

baru minum air putih 2 gelas.

Menurut teori kebutuhan dasar Hierarki Maslow resiko kekurangan

volume cairan masuk dalam prioritas yang pertama namun belum

aktual.Penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan resiko kekurangan

volume cairan sebagai diagnosa yang kedua karena diagnosa resiko belum

aktual.

C. Rencana Keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian

dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan

keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah

atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Perencanaan yang tertulis dengan baik

akan memberi petunjuk dan arti pada asuhan keperawatan, karena

Page 59: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

50

perencanaan adalah sumber informasi bagi semua yang terlibat dalam asuhan

keperawatan klien. Rencana ini merupakan sarana komunikasi yang utama,

dan memelihara continuitas asuhan keperawatan klien bagi seluruh anggota

tim (Setiadi, 2012).

Proses perencanaan keperawatan meliputi penetapan tujuan

perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi yang tepat, dan

rasionalisasi dari intervensi dan mendokumentasikan rencana perawatan

(Setiadi, 2012).

Suatu hasil merupakan perubahan status klien yang dapat diukur

dalam berespon terhadap asuhan keperawatan, hasil adalah respon yang

diinginkan dari respon kondisi klien dalam dimensi fisiologis, sosial,

emosional, perkembangan atau spiritual.Pedoman penulisan kriteria hasil

berdasarkan SMART (Spesific, Meassurable, Aciveble, Reasonable, dan

Time).Spesfic adalah berfokus pada klien, meassurable adalah dapat diukur,

dilihat, diraba, dirasakan, dan dibau.Achiveble adalah tujuan yang harus

dicapai, sedangkan Reasonable meupakan tujuan yang harus dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.Time adalah batasan pencapaian dalam

rentang waktu tertentu, harus jelas batasan waktunya (Dermawan, 2012).

Pembahasan dari intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan

tindakan yaitu pada diagnosa keperawatan hipertermia berhubungan dengan

proses penyakit, gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit

terkait, dan resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

cairan aktif.

Page 60: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

51

Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (thypoid). Pada

kasus An. Y penulis melakukan tindakan keperawatan selama 1 kali 24 jam

diharapkan masalah hipertermia dapat teratasi dengan kriteria hasil suhu

dalam rentang normal 36,50 C- 37,5

0 C, nadi dalam rentang normal, kulit

tidak kemerahan, kulit tidak teraba hangat, konjungtiva normal atau tidak

kemerahan (Sodikin, 2012). Rencana keperawatan dalam mengatasi masalah

keperawatan hipertermia yaitu observasi suhu tubuh klien, rasional mengukur

suhu tubuh pasien merupakan acuan untuk mengetahui keadaan pasien.

Monitor tanda- tanda vital klien, rasional merupakan acuan untuk mengetahui

keadaan pasien. Monitor warna kulit, rasional warna kulit dapat menjadi

tanda dari gangguan suhu tubuh.

Berikan water tepid sponge, rasional water tepid sponge

menyebabkan pembuluh darah tepi melebar dan mengalami vasodilatasi

sehingga pori-pori akan membuka dan mempermudah pengeluaran panas.

Anjurkan pada pasien untuk minum air putih cukup, rasional peningkatan

suhu tubuh menyebabkan peningkatan penguapan pada tubuh sehingga perlu

diimbangi dengan asupan cairan yang cukup.Anjurkan pada klien untuk

menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat, rasional menjaga

kenyamanan pasien dan mengurangi penguapan tubuh.Berikan penjelasan

pada pasien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh, rasional pasien dan

keluarga perlu mengetahui tentang peningkatan suhu tubuh dan membantu

mengurangi rasa cemas. Berikan terapi sesuai advice(kolaborasi pemberian

antipiretik), rasional meneruskan pengobatan yang sudah diberikan dan

Page 61: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

52

antipiretik sebagai tindakan farmakologi untuk menurunkan suhu tubuh

( Sodikin, 2012).

Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

cairan aktif. Pada diagnosa kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan cairan aktif perawat melakukan tindakan keperawatan selama 3

kali 24 jam diharapkan masalah resiko kekurangan volume cairan dapat

teratasi dengan kriteria hasil membran mukosa lembab, suhu tubuh dalam

rentang normal, intake minum tercukupi dengan baik (Moorhead, 2013).

Rencana keperawatan pada diagnosa keperawatan resiko kekurangan volume

cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif antara lain yaitu monitor

status hidrasi, rasional memantau status hidrasi klien. Monitor tanda- tanda

vital, rasional tanda- tanda vital sebagai tolak ukur untuk mengetahui keadaan

klien. Anjurkan pada klien untuk makan dan minum sedikit tapi sering,

rasional memenuhi kebutuhan nutrisi klien dengan baik.Berikan terapi sesuai

advice(Pemberian terapi cairan intravena), rasional meneruskan pengobatan

yang sudah diberikan dan mencegah kehilangan cairan (Bulechek, 2013).

D. Implementasi

Implementasi adalah serangkaian pelaksanaan rencana tindakan

keperawatan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi status kesehatan yang lebih baik

yang menggambarkan kriteria hasil dalam rentang yang diharapkan

(Dermawan, 2012).

Page 62: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

53

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan

hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (thypoid) yaitu

mengobservasi suhu tubuh klien. Memonitor tanda- tanda vital

klien.Memonitor warna kulit.Memberikan water tepid sponge.Menganjurkan

pada pasien untuk minum air putih cukup.Menganjurkan pada klien untuk

menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat.Memberikan

penjelasan pada pasien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh.

Memberikan terapi sesuai advice( kolaborasi tentang pemberian antipiretik).

Tindakan keperawatan mengobservasi suhu tubuh dan memonitor

tanda- tanda vital dengan tujuan mengetahui keadaan pasien, sedangkan

memonitor warna kulit bertujuan untuk mengetahui gangguan suhu tubuh

karena kulit dapat dijadikan sebagai tanda dari adanya gangguan suhu tubuh

(Sodikin, 2012). Tindakan keperawatan memberikan water tepid sponge

bertujuan untuk menyebabkan pembuluh darah tepi melebar dan mengalami

vasodilatasi sehingga pori-pori akan membuka dan mempermudah

pengeluaran panas. Water tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat

yang menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah besar

superfisial dengan teknik seka (Alves, 2008). Water tepid sponge dapat

menurunkan suhu tubuh, memberikan rasa nyaman, mengurangi nyeri dan

ansietas (Sodikin, 2012).

Berikut ini adalah tahap-tahap pelaksanaan water tepid sponge

(Rosdahl & Kowalski(2008), dalam Setiawati(2009).Tahap persiapan,

jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga caratepid water

Page 63: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

54

sponge.Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air hangat

(35°C), lap mandi/ wash lap 6 buah, selimut mandi 1buah, handuk mandi 1

buah, perlak besar 1 buah, termometer, selimut hipotermi. Pelaksanaan, beri

kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan water tepid

sponge.Ukur suhu tubuh klien dan catat.Catat jenis dan waktu pemberian

antipiretik pada klien.Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan

perlak.Tutup tubuh klien dengan handuk mandi.Kemudian basahkan wash lap

atau lap mandi letakkan lap mandi di dahi, aksila, dan pangkal paha.Lap

ekstermitas selama 5 menit, punggung dan bokong selama 10-15

menit.Lakukam melap tubuh klien selama 20 menit. Pertahankan suhu air

(35°C).Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali dengan air

hangat lalu ulangi tindakan seperti diatas.Hentikan prosedur jika klien

kedinginan atau menggigil atau segera setelah suhu tubuh klien mendekati

normal.Selimuti klien dengan selimut mandi dan keringkan.Pakaikan klien

baju yang tipis dan mudah menyerap keringat.Catat suhu tubuh klien sebelum

dan sesudah tindakan.

Dalam pemberian water tepid sponge perlu dicatat obat apa saja yang

telah di berikan. Pada An.Y telah diberikan pamol 1 tablet (250 mg) dan

terpasang infuse ringer laktat dengan neurosanbe dari IGD 4 jam yang lalu.

Setelah di obsevasi sampai jam 09.35 WIB suhu tubuh pasien belum turun

dan pasien mengeluh merasa panas.

Pasien diukur suhu tubuhnya pada pukul 09.35 WIB dengan hasil

suhu tubuh 39,50C. Tindakan water tepid sponge dilakukan pada pukul 09.55

Page 64: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

55

WIB memberikan water tepid sponge dengan respon subyektif An. Y

mengatakan bersedia untuk diberikan water tepid sponge, respon obyektif

pasien tampak tenang, suhu tubuh turun dari 39, 50 C menjadi 37, 6

0 C.

Perawat melakukan tindakan memonitor suhu tubuh 2 jam sekali selama 24

jam. Selang 2 jam setelah pemberian water tepid sponge suhu tubuh pasien

diukur kembali dan hasilnya suhu tubuh 380 C. Perawat memberikan tindakan

water tepid sponge kembali selama 20 menit dengan respon subyektif An. Y

mengatakan bersedia untuk diberikan water tepid sponge, respon obyektif

pasien tampak tenang, suhu tubuh turun dari 380 C menjadi 37,4

0 C.

Dalam pemberian water tepid sponge merupakan upaya memberikan

rangsangan pada hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat

yang dibawa oleh darah ini menuju hipotalamus akan merangsang

hipotalamus mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh system efektor. Sinyal

ini akan menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh yang lebih banyak

melalui dua mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan berkeringat

(Potter dan Perry, 2006).

Pemberian water tepid spongedilakukan mengelap tubuh selama 20

menit lalu diukur suhu tubuhnya, prosedur water tepid sponge dilakukan

hingga suhu tubuh mendekati normal. Hal ini telah sesuai dengan prosedur

pelaksanaan water tepid sponge oleh Rosdahl & Kowalski (2008), dalam

Setiawati (2009) dan membuktikan bahwa pemberian water tepid sponge

pada An. Y yang mengalami hipertermia efektif sebagai alternative untuk

menurunkan suhu tubuh pasien karena setelah diberikan water tepid sponge

Page 65: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

56

suhu tubuh An. Y turun dari 39,50 C menjadi 37,6

0 C dan dari 38

0 C menjadi

37,40 C.

Tindakan keperawatan yang selanjutnya adalah menganjurkan pada

pasien untuk minum air putih cukup dengan tujuan mencukupi asupan cairan

yang cukup sehingga tidak terjadi kekurangan volume cairan dengan alasan

karena minum air cukup dapat mencegah terjadinya dehidrasi akibat

berkeringat (Carpenito Lynda Juall, 2010).Tindakan keperawatan yang

selanjutnya adalah menganjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian

yang tipis dan menyerap keringat dengan tujuan menjaga kenyamanan pasien

dan mengurangi penguapan tubuh (Carpenito Lynda Juall, 2010).Tindakan

keperawatan memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang

peningkatan suhu tubuh dengan tujuan agar pasien dan keluarga mengetahui

tentang peningkatan suhu tubuh dan membantu mengurangi rasa cemas

(Carpenito Lynda Juall, 2010).Tindakan keperawatan memberikan terapi

sesuai advice dengan tujuan melanjutkan terapi yang memang sudah

diberikan.

Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan resiko

kekurangan volume cairan berhubungan denga kehilangan cairan aktif adalah

memonitor status hidrasi.Memonitor tanda- tanda vital.Menganjurkan pada

klien untuk makan dan minum sedikit tapi sering.Memberikan terapi sesuai

advice(Pemberian terapi cairan intravena)(Carpenito Lynda Juall, 2010).

Tindakan keperawatan dilakukan pada tanggal 5 – 7 Januari

2016.Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu memonitor status hidrasi

Page 66: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

57

dengan tujuan mengetahui status hidrasi klien.Selanjutnya adalah memonitor

tanda- tanda vital klien dengan tujuan untuk mengetahui keadaan

klien.Tindakan keperawatan yang selanjutnya adalah mengajurkan klien

untuk minum dan makan sedikit tapi sering dengan tujuan untuk mencukupi

kebutuhan nutrisi dengan baik (Carpenito Lynda Juall, 2010).

E. Evaluasi

Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana

tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan

dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga

kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien

dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap

perencanaan (Setiadi, 2012).

Evaluasi yang digunakan sesuai teori yaitu SOAP (Subyektif,

Obyektif, Assessment, Planning) yang mana terdiri dari Subyektif adalah

pernyataan dari pasien atau keluarga pasien tentang perkembangan kesehatan

pasien, Obyektif adalah data yang didapat atau hasil dari pemberian tindakan

keperawatan kepada masalah kesehatan pasien, Assessment merupakan

kesimpulan dari tindakan keperawatan yang dilakukan, Planning adalah

rencana selanjutnya untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien.

Hasil perkembangan dari diagnosa keperawatan hipertermia

berhubungan dengan proses penyakit (thypoid) didapatkan data subyektif

pasien mengatakan badan sudah tidak terasa panas lagi. Data obyektif turgor

Page 67: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

58

kulit elastis, kulit teraba hangat, kulit tidak kemerahan lagi, nadi 100 kali per

menit, suhu 36 0 C.Analisa masalah teratasi.Planning intervensi dihentikan.

Hasil perkembangan dari diagnosa keperawatan resiko kekurangan

volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif didapatkan data

subyektif subyektif pasien mengatakan sudah tidak mengalami muntah dan

buang air besar cair. Data obyektif turgor kulit elastis, membran mukosa

lembab, suhu tubuh 360 C. Analisa masalah teratasi.Planning hentikan

intervensi.

Page 68: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

59

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa,

implementasi dan evaluasi tentang pemberian water tepid sponge terhadap

penurunan suhu tubuh pada An. Y dengan hipertermia di Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Salatiga pada tanggal 5 Januari 2016 sampai 7 Januari 2016

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengkajian

Hasil pengkajian di dapatkan keluhan utama mengeluh badan terasa

panas. Ibu pasien mengatakan pasien mengalami demam sudah 3 hari yang

lalu, pasien mengeluh pilek, tidak enak badan, BAB cair sudah 2 kali,

muntah sudah 2 kali. Pada pemeriksaan fisiknya pasien menunjukan

keadaan umum lemah, kulit teraba hangat, kulit tampak kemerahan,

mukosa bibir An. Y tampak lembab. Pada pengukuran tanda- tanda vital

suhu 39,50 C, respiratory rate 24 kali per menit, nadi 142 kali per menit.

Pemeriksaan penunjang pada An. Y pada tanggal 5 Januari 2016

didapatkan Salmonella typhi O negative, salmonella paratyphi AO

negative, salmonella paratyphi BO negative, salmonella paratyphi CO 1/

Page 69: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

60

320, salmonella typhi H negative, salmonella paratyphi AH negative,

salmonella paratyphi BH negative, salmonella paratypphi CH 1/ 80.

2. Diagnosa Keperawatan

Pada An. Y penulis menegakkan 2 diagnosa yaitu hipertermi

berhubungan dengan proses penyakit (Thypoid) dan resiko kekurangan

volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

3. Rencana Keperawatan

Intervensi keperawatan yang diambil untuk menyelesaikan masalah

keperawatan hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (thypoid)

yaitu observasi suhu tubuh klien. Monitor tanda- tanda vital klien. Monitor

warna kulit. Berikan water tepid sponge.Anjurkan pada pasien untuk

minum air putih cukup.Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian

yang tipis dan menyerap keringat.Berikan penjelasan pada pasien dan

keluarga tentang peningkatan suhu tubuh.Berikan terapi sesuai advice

(kolaborasi pemberian antipiretik).

Intervensi keperanwatan yang diambil untuk menyelesaikan

masalah keperawatan resiko kekurangan volume cairan berhubungan

dengan kehilangan cairan aktif yaitu monitor status hidrasi. Monitor tanda-

tanda vital. Anjurkan pada klien untuk makan dan minum sedikit tapi

sering.Berikan terapi sesuai advice(Pemberian terapi cairan intravena).

4. Implementasi Keperawatan

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan

hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (thypoid) yaitu

Page 70: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

61

mengobservasi suhu tubuh klien. Memonitor tanda- tanda vital

klien.Memonitor warna kulit.Memberikan water tepid

sponge.Menganjurkan pada pasien untuk minum air putih

cukup.Menganjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian yang tipis

dan menyerap keringat.Memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga

tentang peningkatan suhu tubuh.Memberikan terapi sesuai advice.

Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan

resiko kekurangan volume cairan berhubungan denga kehilangan cairan

aktif adalah memonitor status hidrasi.Memonitor tanda- tanda

vital.Menganjurkan pada klien untuk makan dan minum sedikit tapi

sering.Memberikan terapi sesuai advice.

5. Evaluasi

Evaluasi dari diagnosa keperawatan hipertermia berhubungan

dengan proses penyakit (thypoid) didapatkan data subyektif pasien

mengatakan badan sudah tidak terasa panas lagi. Data obyektif turgor kulit

elastis, kulit teraba lembab atau normal, kulit tidak kemerahan lagi, nadi

100 kali per menit, suhu 360 C.Analisa masalah teratasi.Planning

intervensi dihentikan.

Evaluasi dari diagnosa keperawatan resiko kekurangan volume

cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif didapatkan data

subyektif subyektif pasien mengatakan sudah tidak mengalami muntah

dan buang air besar cair. Data obyektif turgor kulit elastis, membran

Page 71: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

62

mukosa lembab, suhu tubuh 360 C. Analisa masalah teratasi.Planning

hentikan intervensi.

6. Analisa Kasus

Pemberian water tepid sponge pada An. Y yang mengalami hipertermia

efektif sebagai alternative untuk menurunkan suhu tubuh pasien karena

setelah diberikan water tepid sponge suhu tubuh turun dari 39,50 C

menjadi 37,60 C dan dari 38

0 C menjadi 39

0 C.

B. Saran

Setelah penulis melakukan keperawatan pada pasien dengan hipertermia

maka penulis akan memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya

dibidang kesehatan antra lain:

1. Bagi Institusi Pendidikan

Agar dapat memotivasi mahasiswa untuk lebih membangun ilmu

pengetahuan melalui aplikasi jurnal yang lebih inovasif dan dapat

melakukan asuhan keperawatan yang komperhensif.

2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat

Hendaknya perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan yang baik

dan selalu berkoordinator dengan tim kesehatan lain dalam memberikan

asuhan keperawatan khususnya pada asuhan keperawatan anak.

3. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)

Rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan

hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun dengan pasien,

Page 72: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

63

sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang

optimal.

Page 73: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

64

DAFTAR PUSTAKA

Alves, J. G. B., & Almeida, C. D. C. M. 2008.Tepid Sponge Plus Dipyrone versus dipyrone

alone for reducing body temperature in febrile children. Sao Paulo: Medical Journal.

Http://www.scieolo.br diunduh tanggal 17 November 2015

Bartolomeus, dkk.2012. Pengaruh Kompres Tepid Sponge Hangat Terhadap Penurunan

Suhu Tubuh Pada Anak Umur 1-10 Tahun Yang Mengalami

Hipertermi.Http://portalgaruda.ac.id/ diunduh tanggal 17 November 2015

Bulechek et.al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Elsevier: The

United State of America

Carpenito, Lynda Juall. 2010. Nursing Diagnosis Aplication to Clinical Practice. J.B.

Lippicott Company: Philadelpia

Curran AK, Xia L, Leiter CJ, Bartlett D Jr. 2005. Elevated body temperature enhances the

laryngeal chemoreflex in decerebrate piglets. J Appl Physiol.

Http://m.jap.phisiology.orgdiunduh tanggal 17 November 2015

Dalal, S., Zhukovsky, D.S. 2006.Pathophysiology and Management of Fever.JSupport

Oncol.Http://d.yimg.com diunduh tanggal 17 November 2015

Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja.

Gosyen Publising: Yogyakarta

El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. 2009. Clinical manual of fever in children.Edition

9. Berlin: Springer-Verlag; 1-24.Http://www.spinger.com diunduh tanggal 17

November 2015

Hartini. 2012. Aplikasi Model Konservasi Myra E. Levine Dalam Asuhan Keperawata n Pada

Anak Dengan Demam Di Ruang Rawat Infeksi Anak RSUP Dr. Cipto

Mangunkusuma. Skripsi.Http://lib.ui.ac.id diunduh tanggal 17 November 2015

Herdman, T. H. 2012. NANDA Internasional: Diagnosis keperawatan: Definisi dan

klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC

Huda Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan

NANDA. Yogyakarta: Mediaction Publishing

Moorhead et.al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Sixth Edition. Elsevier: The

United State of America

Nybo, L. 2008. Hyperthermia and fatigue.J Appl Physiol, 104, 871–878.

Http://m.jap.phisiology.orgdiunduh tanggal 17 November 2015

Potter, P. A. & Perry, A. G. (2005).Buku Ajar Fundamental Keperawatan vol.1.Jakarta :

EGC

Page 74: KTI ESTI RITA DIAN ARIESWATI anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik) dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya (Sodikin, 2012).Banyak

65

Potter, P. A. & Perry, A. G. (2006).Buku Ajar Fundamental Keperawatan vol.2.Jakarta :

EGC

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010).Fundamentals of nursing: fundamental keperawatan;

buku 2 edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.

Rosdahl, C b., & Kowalski, M.T. 2008.Texbook Of Basic Nursing Edisi 9. Philadelphia:

Wolters Kluwer Health- Lippincoth William & Wilkins

Setiadi. 2012. Konsep dan Penulisan DokumentasiAsuhan Keperawatan Teoridan Praktik.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Setiawati, T. (2009).Pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan

kenyamanan pada anak usia pra sekolah dan sekolah yang mengalai demam di

ruang perawatan anak Rumah Sakit Muhammadiyah. Bandung: Universitas

Indonesia Fakultas Ilmu Keperawatan. . Http://lib.ui.ac.id diunduh tanggal 17

November 2015

Silbernagl, S., & Lang, F. 2007.Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Jakarta:EGC.

Sodikin. 2012. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Suprapti.2008. Perbedaan Pengaruh Kompres hangat dengan Kompres Dingin terhadap

penurunan suhu tubuh pada pasien anak karena infeksi di BP RSUD Djojonegoro

Temanggung.http://diligib.unimus.ac.id/diunduhtanggal 17 desember 2015

Widyastuti.2013. Asuhan Kebidanan pada balita dengan febris di BPM Siti Nuraini Ngunut

Tohkuning KarangPandan Karanganyar.Http://diligib.stikeskusumahusada.ac.id

diunduh tanggal 17 november 2015