kti beasiswa ppa (fair value)

23
Remirda Eva Rosandi Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset 1 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN F AIR VALUE (NILAI WAJAR) SEBAGAI DASAR PENGUKURAN ASET REMIRDA EVA ROSANDI 090810301255 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSIT AS JEMBER 2012

Upload: ghozi-abror

Post on 20-Jul-2015

435 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN FAIR VALUE (NILAI WAJAR) SEBAGAI DASAR PENGUKURAN ASET

REMIRDA EVA ROSANDI 090810301255

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JEMBER 2012

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

1

LEMBAR PENGESAHAN

Karya tulis ilmiah ini diajukan sebagai persyaratan pengajuan beasiswa PPA di Fakultas Ekonomi Universitas Jember periode 2012.

Judul Karya Tulis

: Efektivitas Penggunaan Fair Value sebagai Dasar Pengukuran Aset

Nama Penulis NIM Jurusan Semester

: Remirda Eva Rosandi : 090810301255 : S1 Akuntansi : VI (Enam)

Jember, 1 Mei 2012 Menyetujui, Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jember

Penulis

Prof. Dr. Alwan Sri Kustono, SE, M.Si, Ak. NIP. 19720416 200112 1 001

Remirda Eva Rosandi NIM: 090810301255

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul Efektivitas Penggunaan Fair Value sebagai Dasar Pengukuran Aset ini. Karya tulis ilmiah ini membahas mengenai efektivitas penggunaan metode fair value sebagai dasar pengukuran aset, serta pengaruhnya terhadap relevansi informasi laba yang disajikan dalam laporan keuangan oleh perusahaan. Karya ini tidak mempunyai makna sama sekali tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua penulis yang telah mendukung sepenuhnya penyusunan karya ini, baik dukungan material maupun nonmaterial. 2. Prof. Dr. Mohammad Saleh, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Jember yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini. 3. Prof. Dr. Alwan Sri Kustono, SE, M.Si, Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jember yang telah menyetujui karya tulis ilmiah ini. 4. Dra. Yosefa Sayekti, M.Com, Ak. yang telah memberikan pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan karya tulis ilmiah ini. 5. Teman-teman angkatan 2009 yang telah memberi semangat dan inspirasi. Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Jember, 29 April 2012 Penulis

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... KATA PENGANTAR ............................................................................ DAFTAR ISI .......................................................................................... BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1.1 Latar Belakang ................................................................... 1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 1.3 Tujuan dan Manfaat ........................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 2.1 Definisi Fair Value ............................................................ 2.2 Konsep di Belakang Akuntansi Fair Value ......................... BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................ BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................... 4.1 Latar Belakang Munculnya Fair Value ............................... 4.2 Pelaksanaan Nilai Wajar di Indonesia sesuai dengan IFRS . 4.3 Perdebatan mengenai Fair Value ........................................

i ii iii iv 1 1 2 2 3 3 4 5 6 6 8 9

4.4 Pengaruh Penggunaan Fair Value terhadap Penyajian Laba... 14 BAB V PENUTUP .............................................................................. 5.1 Kesimpulan ........................................................................ 5.2 Saran .................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 17 17 18 19

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

4

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang International Financial Reporting Standards (IFRS) adalah sebuah standar yang kerangka dan interpretasinya diadopsi oleh Accounting Standards Board (IASB). Banyak standar IFRS yang diadopsi dari International Accounting Standards (IAS) yang diterbitkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh International Accounting Standards Committee (IASC). Dan pada tanggal 1 April 2001 penyusunan IFRS diambil alih tanggung jawabnya oleh IASB untuk menetapkan Standar Akuntansi Internasional. Kemudian IASB terus mengembangkan standarstandar bari IFRS. IFRS digunakan di banyak bagian dunia, termasuk Uni Eropa, Hong Kong, Australia, Malaysia, Pakistan, negara-negara GCC, Rusia, Afrika Selatan, Singapura, dan Turki. Sejak 27 Agustus 2008, lebih dari 113 negara di seluruh dunia, termasuk seluruh Eropa, saat ini membutuhkan atau mengizinkan pelaporan berdasarkan IFRS. Sekitar 85 negara menggunakan IFRS sebagai pedoman standar pelaporan keuangan perusahaan-perusahaan go public-nya. Sedangkan di Indonesia sendiri IFRS baru mulai diadopsi sejak tahun 2012. Dengan diadopsinya IFRS secara penuh, sebenarnya tidak terlalu banyak perubahan yang terjadi dalam penyesuaian PSAK dengan IFRS. Namun perubahan tersebut tentu akan memberikan dampak tertentu, salah satunya adalah penggunaan fair value (nilai wajar) sebagai dasar pengukuran. Sebelumnya, dasar pengukuran aset yang digunakan di Indonesia adalah Historical Cost (Biaya Historis). Namun karena telah diadopsinya IFRS saat ini, maka pengukuran menggunakan biaya historis sudah tidak digunakan. Metode biaya historis dan nilai wajar sendiri tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kekurangan metode biaya historis melatarbelakangi disusunnya standar baru mengenai penggunaan metode nilai wajar. Namun, penggunaan nilai wajar juga masih kontroversial karena berbagai kekurangan penggunaan metode tersebut. Salah satunya adalah pengaruhnya terhadap laba perusahaan karena

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

5

adanya selisih antara nilai buku dan nilai wajar yang menimbulkan laba atu rugi perusahaan tanpa adanya transaksi perusahaan.

1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini yaitu sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan nilai wajar (fair value)? 2. Bagaimana pengaplikasian nilai wajar sebagai dasar pengukuran aset menurut standar akuntansi yang berlaku? 3. Apa kelebihan dan kekurangan metode nilai wajar dibandingkan dengan metode biaya historis (historical cost)? 4. Apa pengaruh penggunaan nilai wajar sebagai dasar pengukuran aset terhadap relevansi informasi laba yang disajikan oleh perusahaan?

1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan Tujuan dari penyusunan karya tulis ilmiah ini yaitu sebagai syarat pengajuan beasiswa PPA di Fakultas Ekonomi Universitas Jember periode 2012. 1.3.2 Manfaat Manfaat dari karya tulis ilmiah ini yaitu untuk: 1.3.2.1 Mengetahui apa yang dimaksud dengan nilai wajar. 1.3.2.2 Mengetahui bagaimana pengaplikasian nilai wajar sebagai dasar pengukuran aset menurut standar akuntansi yang berlaku. 1.3.2.3 Mengetahui kelebihan dan kekurangan metode nilai wajar dibandingkan dengan metode biaya historis. 1.3.2.4 Mengetahui bagaimana pengaruh

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Fair Value Sesuai dengan PSAK no.10, Nilai wajar (fair value) adalah suatu jumlah yang dapat digunakan sebagai dasar pertukaran aktiva atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang paham (knowledgeable) dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm's length transaction). Sedangkan definisi nilai wajar menurut GAAP (Generally Acepted Accounting Principle) yaitu The fair value of an asset is the amount at which that asset could be bought or sold in a current transaction between willing parties, other than in a liquidation. On the other side of the balance sheet, the fair value of a liability is the amount at which that liability could be incurred or settled in a current transaction between willing parties, other than in a liquidation. If available, a quoted market price in an active market is the best evidence of fair value and should be used as the basis for the measurement. If a quoted market price is not available, preparers should make an estimate of fair value using the best information available in the circumstances. In many circumstances, quoted market prices are unavailable. As a result, difficulties occur when making estimates of fair value. Definisi nilai wajar menurut FASB yaitu Fair value sebagai tingkat harga dimana aset dapat ditukar pada transaksi sekarang di antara pihak-pihak yang mengetahui dan bersedia. Untuk hutang, fair value diartikan sebagai jumlah yang akan dibayarkan untuk mentransfer kewajiban kepada debitor baru. Dan definisi nilai wajar menurut IAS adalah Fair value is defined in terms of a price agreed by a willing buyer and a willing seller in an arms length transaction. Dari seluruh definisi tersebut terdapat persamaan yang mendasar yaitu adanya jumlah yang digunakan sebagai dasar pertukaran, serta adanya pihak yang berkeinginan dan paham (sebagai pembeli dan penjual) untuk melakukan

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

7

transaksi yang wajar. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara umum jumlah yang digunakan sebagai hasil dari pengukuran aktiva menggunakan nilai wajar yaitu jumlah yang digunakan untuk membeli atau menjual aset yang sejenis. Pihak yang berkeinginan menunjukkan bahwa tidak ada transaksi yang benar-benar terjadi.

2.2 Konsep di Belakang Akuntansi Fair Value Meletakkan pada isu pengukuran, akuntansi fair value menyampaikan informasi tentang nilai kekayaan dan kepengurusan manajemen dengan menyatakan semua aset dan kewajiban pada neraca sebagai nilai kepada pemegang saham (Penman, 2007;36) Neraca menjadi sarana utama untuk menyampaikan informasi kepada pemegang saham. Semua aset dan kewajiban dicatat dalam neraca pada fair value, nilai buku dari equity melaporkan nilai equity (Price/Book ratio =1.0). Laporan laba-rugi (profit and loss) melaporkan economic income karena itu hanyalah perubahan nilai atas suatu periode. Mengikuti prinsip ekonomi yang berubah dalam nilai yang tidak meramalkan perubahan-perubahan masa depan, earning tidak bisa meramalkan earning masa depan. Tetapi ini tidak menyangkut untuk penilaian, karena neraca menyediakan penilaian. (unexpected) earning, menjadi kejutan untuk nilai, melaporkan tentang resiko dari investasi ekuitas. Volatility dalam pendapatan adalah informatif nilai pada resiko. Rasio P/E adalah Price/Shock-to-value, adalah realisasi nilai pada resiko (dengan penafsiran yang sangat berbeda untuk hal tersebut pada historical cost). Income melaporkan kepengurusan manajemen dalam menambahkan nilai untuk pemegang saham. Singkatnya, neraca memuaskan tujuan penilaian dan ikhtisar rugi laba menyediakan informasi tentang resiko dan kinerja manajemen.

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

8

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Penyusunan karya tulis ilmiah ini sepenuhnya menggunakan studi literatur dan analisis deskriptif. Seluruh data yang digunakan pada karya tulis ilmiah ini berasal dari data-data sekunder yang kemudian dianalisis sesuai dengan rumusan masalah dalam karya tulis ini. Data-data dalam karya tulis ilmiah ini didapat dari buku-buku referensi dan artikel ilmiah serta data-data yang didapat dari media elektronik (internet) yang berkaitan dengan efektivitas penggunaan metode nilai wajar sebagai dasar pengukuran aset.

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

9

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Latar Belakang Munculnya Fair Value Sebelum digunakannya metode nilai wajar, dasar pengukuran aset yang digunakan di hampir seluruh dunia adalah metode biaya historis. Metode ini merupakan metode yang pada dasarnya mengalokasikan aset perusahaan ke periode-periode dimana aset tersebut digunakan atau dikonsumsi. Sehingga nilai penyusutan aset akan dicatat sebesar estimasi nilai pemakaian aset pada periode tersebut. Cara-cara yang dapat digunakan untuk mengestimasi nilai aset yang dikonsumsi pada periode berjalan berdasarkan metode biaya historis antara lain metode garis lurus, jumlah unit produksi, jumlah angka tahun, dan double decline. Namun seiring perkembangan waktu dan semakin kompleksnya transaksitransaksi ekonomi perusahaan, maka pencatatan dan pengukuran aset

menggunakan metode biaya historis pun semakin tidak relevan. Mulai muncul berbagai argumen yang menganggap bahwa penggunakan biaya historis sebagai dasar pengukuran aset tidak lagi sesuai karena nilai aset yang disajikan pada laporan keuangan tidak lagi merepresentasikan nilai aset yang sebenarnya. Metode biaya historis dianggap hanya memenuhi makna sintaktik saja, namun tidak memenuhi makna semantik. Secara logika dan matematis metode biaya historis memang benar, namun makna yang disajikan pada jumlah aset berdasarkan biaya historis cenderung tidak tercapai karena metode biaya historis tidak mempertimbangkan naik turunnya nilai aset tersebut, hanya mencatat penurunan nilai aset berdasarkan estimasi akuntan dan manajemen perusahaan yang telah ditentukan saat awal pembelian, perolehan atau pembangunan aset tersebut. Namun terdapat pula argumen yang menguatkan digunakannya metode biaya historis sebagai dasar pengukuran aset. Metode biaya historis dianggap metode yang paling reliabel karena didasarkan pada transaksi yang benar-benar

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

10

terjadi sehingga terdapat bukti transaksi yang dapat digunakan sebagai bukti pencatatannya. Kelemahan-kelemahan metode biaya historis inilah yang kemudian mendorong disusunnya standar baru yang dapat menyajikan informasi yang lebih relevan mengenai dasar pengukuran aset perusahaan. Nilai wajar kemudian merupakan jalan keluar bagi relevansi informasi ekonomi terutama sebagai dasar pengukuran aset perusahaan tersebut. Berbeda dengan metode biaya historis yang mengalokasikan estimasi nilai aset yang dikonsumsi pada periode-periode dimana nilai tersebut digunakan, metode nilai wajar lebih menitikberatkan pada makna semantik dari nilai aset yang disajikan dalam informasi keuangan perusahaan. Nilai wajar mengukur aset perusahaan berdasarkan nilai aset yang sejenis pada pasar bebas yang normal pada periode tersebut. Dapat dikatakan bahwa nilai aset yang disajikan berdasarkan nilai wajar adalah nilai jual atau nilai beli aset tersebut atau aset yang sejenis di pasar bebas yang normal (tidak dalam keadaan inflasi atau deflasi yang signifikan) pada periode tersebut. Dengan demikian nilai aset yang disajikan memang mencerminkan nilai sesungguhnya dari aset tersebut pada periode pelaporan. Sebagai contoh, perusahaan A membeli tanah seluas dua hektar dengan harga perolehan Rp 2.000.000 pada tahun 1980. Sedangkan perusahaan B membeli tanah seluas dua hektar, dengan kondisi tanah yang sama dengan tanah perusahaan A, dengan harga perolehan Rp 20.000.000 pada tahun 2012. Perusahaan A akan tetap mencatat nilai tanah sebesar Rp 2.000.000 hingga tahun 2012 (karena tanah tidak disusutkan) dengan metode biaya historis. Sedangkan dengan luas dan kondisi yang sama, nilai tanah yang disajikan pada laporan keuangan perusahaan B adalah Rp 20.000.000. Dengan demikian, dengan aset yang sama, perusahaan B memiliki nilai aset sepuluh kali lipat dibandingkan perusahaan A, dan hal tersebut mengakibatkan misleading information dan pencatatan nilai aset yang terlalu rendah, terutama bila perusahaan memiliki banyak aset yang material dan nilainya terus meningkat. Apabila perusahaan A menggunakan metode nilai wajar, maka nilai tanah yang disajikan akan sama dengan perusahaan B dan hal tersebut menunjukkan relevansi informasi.

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

11

Selain itu metode biaya historis juga cenderung menggunakan prinsip konservatisme dan matching concept. Konservatisme yaitu mengakui adanya kerugian sesegera mungkin saat dianggap terdapat kemungkinan kerugian itu akan terjadi, sedangkan tidak akan mengakui adanya laba sampai transaksi yang menyebabkan laba tersebut benar-benar terjadi. Prinsip tersebut lebih dikarenakan kehati-hatian akuntan dalam menyajikan laba yang terlalu tinggi, namun penggunaan prinsip tersebut mengakibatkan asimetri informasi. Sedangkan yang dimaksud dengan matching concept (konsep pengaitan) yaitu dengan

menandingkan antara beban yang merupakan nilai estimasi aset yang dikonsumsi pada periode akuntansi dengan pendapatan yang dihasilkan oleh pengorbanan aset tersebut. Konsep ini juga sangat sulit untuk dilaksanakan, karena pada kenyataannya sangat sedikit jenis pengeluaran (biaya/cost) yang dapat dikaitkan dengan pendapatan yang dihasilkannya. Sehingga praktek mengenai konsep pengaitan ini pun mulai terpatahkan.

4.2 Pelaksanaan Metode Nilai Wajar Sesuai dengan IFRS di Inonesia Setelah metode biaya historis dianggap tidak relevan karena tidak dapat menunjukkan nilai aset yang sebenarnya, metode nilai wajar pun muncul sebagai pahlawan dan dianggap paling relevan terhadap penyajian nilai aset dan penyajian informasi akuntansi perusahaan. Mendesaknya kebutuhan akan standar mengenai penggunaan metode yang relevan sebagai darar pengukuran aset perusahaan mendorong International Accounting Standard Board (IASB) untuk menyusun standar baru mengenai penggunaan metode nilai wajar sebagai dasar untuk mengukur aset. Dengan diperkenalkannya International Financial Reporting Standard (IFRS) di berbagai belahan dunia, penggunaan metode metode secara benar menjadi sangat penting. Indonesia saat ini juga sudah mengadopsi IFRS sebagai standar penyusunan pelaporan keuangannya. Namun standar-standar IFRS baru akan secara resmi digunakan di Indonesia pada tahun 2013 mendatang. Pengaplikasian metode nilai wajar sebagai dasar penilaian aset di Indonesia memang masih diperdebatkan karena memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun sebagian besar

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

12

akuntan di Indonesia sepakat bahwa penggunaan metode nilai wajar sebagai dasar penilaian aset memang merupakan solusi terbaik untuk mengganti metode biaya historis yang telah terbukti tidak lagi relevan.

4.3 Perdebatan Mengenai Fair Value Metode nilai wajar memang memiliki kelebihan tersendiri, namun metode nilai wajar juga memiliki kekurangan tersendiri. Secara garis besar, penggunaan metode nilai wajar sebagai dasar penilaian aset memiliki kelebihan antara lain: Relevan. Metode nilai wajar memang metode yang paling relevan karena pengukuran yang dihasilkan merupakan pengukuran yang paling dekat dan paling mencerminkan nilai sebenarnya dari aset yang diukur tersebut. Dengan demikian, apabila sebuah laporan keuangan menggunakan metode nilai wajar sebagai dasar pengukurannya, maka nilai-nilai yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut telah mencerminkan nilai perusahaan yang sebenarnya. Penggunaan nilai wajar memang

mencerminkan real world counterparts, sehingga makna semantik dari nilai yang disajikan memang tersaji dengan benar. Dengan demikian, informasi yang disajikan oleh laporan keuangan tersebut sangat berguna dan sangat relevan bagi pengguna laporan keuangan sebagai

pertimbangan untuk mengambil keputusan sesuai dengan tujuan penggunaan laporan keuangan tersebut. Memiliki Makna Semantik. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, metode nilai wajar sebagai dasar pengukuran aset dapat dikatakan merupakan satu-satunya metode yang memiliki makna semantik. Maksudnya, nilai yang disajikan sebagai informasi akuntansi dalam laporan keuangan perusahaan memang mencerminkan nilai sesungguhnya. Sedangkan metode sebelumnya, yaitu metode biaya historis, hanya memiliki makna sintaktik yang hanya sebatas pengalokasian aset ke periode-periode selama umur ekonomis aset tersebut, namun tidak mencerminkan bahwa nilai tersebut memang

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

13

nilai aset yang sebenarnya pada periode pelaporannya. Metode biaya historis lebih menekankan ke pendekatan laporan laba rugi (income statement approach) sedangkan sebaliknya, metode nilai wajar justru lebih menekankan pada pendekatan laporan posisi keuangan (balance sheet approach). Pengukuran aset menggunakan metode nilai wajar memang tidak didasarkan pada kejadian atau transaksi yang benar-benar terjadi pada perusahaan. Namun penilaian tersebut tetap saja memiliki nilai semantik yang sebenarnya merupakan indikator kualitas dari sebuah laporan keuangan. Mengakui adanya kenaikan dan penurunan nilai aset. Kelebihan lainnya dari penggunaan metode nilai wajar sebagai dasar pengukuran aset adalah diakuinya kenaikan atau penurunan nilai aset. Metode biaya historis hanya mengakui adanya penurunan aset, namun tidak mengakui adanya kenaikan nilai aset. Hal tersebutlah yang menjadi salah satu kritik bagi metode biaya historis. Metode biaya historis hanya mengalokasikan nilai perolehan aset tersebut ke dalam periode-periode manfaatnya, namun tidak memperhitungkan adanya kenaikan nilai aset tersebut, padahal tidak seluruh aset nilainya terus menurun. Hal tersebut akan sangat terasa perbedaannya bagi perusahaan yang memiliki aset yang nilainya terus menurun dan yang nilainya terus meningkat. Bagi perusahaan teknologi, nilai dari asetnya cenderung mudah sekali turun karena teknologi memiliki masa pergantian yang cukup cepat. Hanya dalam waktu satu bulan, sebuah teknologi yang sedang nge-trend bisa dengan drastis menjadi teknologi yang jadul. Sehingga nilai aset di bidang teknologi cenderung terus menurun. Sebaliknya, perusahaan di bidang kehutanan misalnya, sebagian besar nilai asetnya akan terus meningkat karena nilai tanah dan tanaman di atasnya akan terus meningkat. Seperti yang kita ketahui, nilai tanah dari tahun ke tahun memang akan selalu meningkat karena semakin meningkatnya populasi dan kemajuan di bidang lainnya (ekonomi, teknologi, bisnis, dan lain). Sedangkan nilai tanaman yang merupakan aset juga terus meningkat seiring dengan semakin berkembangnya tanaman tersebut (misalnya

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

14

pohon jati). Dengan demikian, perlakuan akuntansi untuk mengukur aset dari kedua perusahaan tersebut akan sangat berbeda. Metode nilai wajar dapat menghasilkan informasi yang lebih relevan di banding metode biaya historis terhadap perbedaan sifat aset kedua perusahaan tersebut. Namun metode nilai wajar tentunya juga memiliki kekurangan antara lain: Tidak reliabel. Penggunaan metode nilai wajar memang masih di anggap tidak reliabel. Hal tersebut dikarenakan valuasi aset menggunakan nilai wajar memang tidak didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi di perusahaan. Penggunaan appraisal sebagai penilai yang menentukan nilai aset perusahaan tidak mencerminkan bahwa terjadi transaksi antara

perusahaan dan appraisal tersebut. Sekalipun objektivitas appraisal bisa diasumsi akan lebih baik dibandingkan objektivitas perusahaan (manajemen dan bagian akuntansi) dalam menentukan nilai estimasi penyusutan aset tiap periodenya, namun sejauh mana objektivitas appraisal pun masih dipertanyakan. Tidak mencerminkan kinerja perusahaan yang sebenarnya (bias). Pada akhirnya, selisih antara nilai buku dengan nilai pasar (nilai wajar) akan diakui sebagai penyusutan dan pendapatan oleh perusahaan. Perusahaan akan mengakui selisih tersebut sebagai beban penyusutan jika nilai buku suatu aset lebih tinggi dari nilai wajarnya. Dengan demikian, pembebanan tersebut tentunya akan disajikan dalam laporan keuangan dan mengurangi laba perusahaan. Sebaliknya, perusahaan akan mencatat selisih tersebut sebagai bagian dari pendapatan perusahaan jika nilai buku aset tersebut lebih rendah dari nilai wajarnya. Pendapatan tersebut juga tentunya akan disajikan dalam laporan laba rugi perusahaan dan menambah laba yang diperoleh perusahaan. Bias yang ditimbulkan oleh kejadian tersebut akan sangat terasa jika laba atau rugi yang dipengaruhi oleh valuasi aset tersebut cukup signifikan. Tanpa melakukan operasi atau aktivitas, dengan sendirinya perusahaan bisa saja terlihat rugi atau sebaliknya bisa saja terlihat untung. Padahal rugi atau laba tersebut sama sekali tidak mencerminkan kinerja perusahaan atasRemirda Eva Rosandi Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset 15

operasi utamanya. Hal inilah yang nantinya bisa saja membuat nilai saham perusahaan tidak sepenuhnya mencerminkan kinerja perusahaan tersebut. Mencerminkan kondisi perusahaan saat akan dilikuidasi. Argumen lainnya yang muncul dari metode nilai wajar sebagai dasar pengukuran aset perusahaan adalah penilaian aset berdasarkan harga pasar mencerminkan kondisi perusahaan saat akan dilikuidasi. Metode nilai wajar memang terdengar menentang prinsip going concern apabila dikaitkan dengan likuidasi perusahaan. Prinsip going concern adalah asumsi bahwa perusahaan akan terus berjalan atau beroperasi dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu dekat. Penggunaan nilai pasar biasanya memang digunakan saat perusahaan akan menjual asetnya dan keyaan-kekayaan perusahaan lainnya saat akan dilikuidasi. Meskipun tujuan dari penggunaan nilai wajar adalah untuk mencerminkan nilai yang sesungguhnya, tapi masih terdapat berbagai argumen yang mengatakan bahwa penggunaan nilai pasar tidaklah relevan jika perusahaan tidak bertransaksi dengan pasar tersebut dengan melibatkan aset perusahaan yang divaluasi tersebut. Pasar mana yang digunakan untuk menentukan valuasi. Pertanyaan lainnya yang muncul adalah pasar mana yang digunakan sebagai patokan untuk menentukan nilai aset perusahaan? Memang telah disinggung dalam pengertian nilai wajar di berbagai standar bahwa pasar yang digunakan adalah pasar yang bebas dan normal. Namun pada kondisi yang bebas dan normal sekalipun, terdapat berbagai harga yang biasanya dipakai di Indonesia. Sebagian besar jenis aset perusahaan tentunya memiliki harga yang berbeda antara wilayah satu dengan wilayah lainnya. Misalnya harga persediaan beras di Papua, tentunya akan sangat berbeda dengan di pulau Jawa. Selain itu selisih antar pasar satu dan lainnya di wilayah yang berdekatan sekalipun tentunya juga mempengaruhi penilaian aset perusahaan. Misalnya perusahaan

perdagangan yang bergerak di daerah Jember dan Lumajang. Apabila perusahaan memiliki aset berupa emas murni sebanyak 5 kilogram, maka

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

16

pasar mana yang akan digunakan sebagai dasar pengukuran aset emas murni tersebut jika harga emas di Jember Rp 515.000 per gram sedangkan harga emas murni di Lumajang Rp 615.000. hal tersebut masih belum dijelaskan secara rinci pada standar mengenai nilai wajar. Ada banyak diskusi dalam beberapa waktu terakhir mengenai peran akuntansi dalam penurunan ekonomi baru-baru ini. Sejak krisis keuangan dimulai, perdebatan tentang akuntansi nilai wajar semakin intensif. Bank-bank dan pihakpihak lain berpendapat bahwa akuntansi nilai wajar bertanggung jawab atas kelemahan dan ketidakstabilan yang mereka alami, sedangkan akuntan dan pengacara investor berpendapat bahwa kebenaran (fakta tentang aset milik bankbank) adalah apa yang akhirnya menyebabkan masalah mereka. Pada tahun 1938, Presiden Franklin D. Roosevelt menghapuskan akuntansi Mark To Market (MTM). Milton Friedman menuduh akuntansi MTM sebagai sumber utama yang menyebabkan melemahnya modal yang menyebabkan bankbank dilikuidasi dalam Great Depression (Berry 2008). Pertanyaan berikutnya adalah apakah nilai wajar memainkan peran dalam krisis keuangan baru-baru ini? Untuk memahami implikasi dari nilai wajar, kita harus mulai dengan pentingnya akuntansi terhadap sistem ekonomi kita. Pusat kapitalisme adalah identifikasi harga dan perhitungan laba rugi. Penilaian paling penting yang dibuat oleh manajer adalah apakah keputusan mereka menghasilkan keuntungan (laba) atau kerugian. Apalagi, investor, kreditor, dan partner bisnis menggunakan data akuntansi untuk membuat keputusan untuk alokasi investasi, memperpanjang kredit, dan mengevaluasi kerja sama. Menggunakan akuntansi MTM akan berakibat perubahan yang terusmenerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan penurunan serta laba dan rugi yang dicatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat manajemen atau oleh perubahan yang terjadi di pasar.

Masalah lain muncul saat akan mengubah nilai aset berdasarkan harga pasar. Siapa yang menentukan harga pasar? Ini mungkin pertanyaan yang mendasar, misalnya bagaimana menentukan harga pasar dari hutang obligasi yang dijamin.

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

17

Kubu yang menentang akuntansi berdasarkan nilai pasar menggunakan argumentasi bahwa market value accounting kurang dapat dipercaya dan menjadi halangan utama dalam penerapannya dan kukuh menganggap model biaya historis lebih unggul sebab lebih dapat dipercayai (tingkat reliabilitasnya lebih tinggi). Tetapi ada juga sebagian orang beranggapan bahwa subjectivity selalu menjadi bagian dari akuntansi dan masalah pengukuran dalam melaporkan informasi keuangannya berdasarkan nilai pasar berhasil diterapkan perusahaan, juga ketika penggabungan usaha dengan metode pembelian. Kemungkinan terbaik estimasi konsep relevan adalah bahwa penggunaan estimasi lebih baik ketimbang menggunakan ukuran yang tidak relevan. Masalah yang selalu ada yang tidak dapat dihindari adalah bahwa model akuntansi berdasarkan historical cost tidak mengakui adanya perubahan nilai bersifat ekonomis,;dan cenderung membiarkan perusahaan memilih sendiri apakah dan kapan mengakui adanya perubahan tersebut. Ini mendorong adanya bias dalam pemilihan apa yang dilaporkan, dan memperburuk kompromi Akan tetapi, hal yang cukup menarik adalah bahwa angka-angka yang dilaporkan dengan sistem akuntansi berdasarkan nilai pasar mempunyai korelasi sangat kuat dengan harga saham, dan memberi petunjuk bahwa nilai berdasarkan pasar lebih baik (lebih terpercaya) dari pada nilai berdasarkan biaya historis seperti di AS. Akan tetapi, meskipun mempunyai keunggulan, sistem market value accounting berpotensi rentan terhadap manipulasi dan kesalahan estimasi, tidak ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa angka-angka nilai berdasarkan pasar dikelola untuk menghindari peraturan yang membatasi permodalan. Dapat disimpulkan bahwa, pada akhirnya, penggunaan market value accounting akan memberikan dukungan berharga kepada lembaga-lembaga keuangan.

4.4 Pengaruh Penggunaan Fair Value terhadap Penyajian Laba Perusahaan Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penggunaan metode nilai wajar sebagai dasar penilaian aset memiliki kekurangan utama yaitu menyebabkan bias sehingga laba perusahaan tidak sepenuhnya mencerminkan peningkatan kinerja

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

18

perusahaan. Sebaliknya, rugi perusahaan juga tidak sepenuhnya mencerminkan penurunan kinerja perusahaan. Laba dan rugi yang diakibatkan dari penilaian kembali aset perusahaan membuat laba atau rugi yang disajikan di laporan keuangan perusahaan menjadi blur. Pengaruh tersebut akan sangat terlihat signifikan saat perusahaan memiliki aset yang setiap tahunnya nilainya turun atau naik secara signifikan. Penurunan atau kenaikan yang signifikan yang diakibatkan dari penggunaan metode nilai wajar sebagai dasar penilaian aset tersebut mengakibatkan laba yang disajikan dalam informasi keuangan perusahaan tidak lagi sepenuhnya mencerminkan laba dari aktivitas utama perusahaan. Tanpa melakukan aktivitas operasi sekalipun, perusahaan bisa

mendapatkan keuntungan ataupun kerugian dari penggunaan metode tersebut. Dengan demikian, perusahaan bisa saja mendapatkan keuntungan ataupun kerugian tanpa adanya arus masuk ataupun arus keluar berupa kas, kewajiban, ataupun aset dan liabilitas lainnya. Hal tersebut akan sangat berpengaruh bagi pembagian dividen perusahaan. Pada akhirnya, harga saham perusahaan pun tidak lagi berasal dari pertimbangan kinerja perusahaan karena informasi laba yang disajikan oleh perusahaan tidak lagi sepenuhnya berasal dari aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. Namun kenyataan lainnya justru berkebalikan dengan penjelasan di atas. Dalam praktiknya justru penggunaan nilai wajar diapresiasi lebih oleh para investor (atau calon investor) dan kreditor (atau calon kreditor). Banyak juga stake holders atau share holders yang beranggapan bahwa laporan keuangan perusahaan yang menggunakan nilai wajar lebih menghasilkan informasi yang relevan karena telah menyajikan nilai aset pada posisi yang sebenarnya. Cukup banyak perusahaan yang menggunakan nilai wajar justru nilai sahamnya meningkat (sesuai dengan kinerja perusahaan). Namun ada pula investor yang tetap menganggap bahwa laba perusahaan yang telah bercampur dengan selisih valuasi membuat repot mereka. Namun tentunya dengan adanya penggunaan metode nilai wajar, manajemen perusahaan akan lebih sulit melakukan income

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

19

smoothing dibandingkan dengan perusahaan yang masih menggunakan metode biaya historis. Hal tersebutlah yang biasanya membuat investor dan pengguna laporan keuangan lainnya lebih percaya dengan penggunaan metode nilai wajar karena memperkecil kemungkinan adanya earning management oleh manajemen perusahaan.

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

20

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Dari penjelasan-penjelasan di atas, hal-hal yang dapat disimpulkan dari karya tulis ilmiah ini antara lain adalah: a) Nilai wajar merupakan metode yang dapat digunakan oleh perusahaan sebagai dasar pengukuran asetnya. Pengukuran aset berdasarkan nilai wajar pada dasarnya dilakukan dengan melihat berapa harga jual atau beli aset yang sejenis pada pasar yang bebas dan normal. Indonesia sudah mulai menggunakan metode nilai wajar tersebut dengan mengadopsi standar dari IFRS yang akan diberlakukan sepenuhnya pada tahun 2013 mendatang. b) Latar belakang disusunnya standar mengenai penggunaan nilai wajar sebagai dasar pengukuran aset dan pengukuran kekayaan perusahaan lainnya dikarenakan kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh metode biaya historis yang dianggap sudah lagi tidak relevan dalam penyajian laporan keuangan perusahaan. c) Metode nilai wajar memiliki kelebihan tersendiri antara lain: relevan, memiliki makna semantik, dan mengakui adanya penurunan dan peningkatan nilai aset perusahaan. Sedangkan metode nilai wajar juga memiliki kelemahan antara lain tidak reliabel, tidak mencerminkan kinerja perusahaan sepenuhnya (bias), mencerminkan kondisi

perusahaan saat akan dilikuidasi, dan tidak ada penjelasan mengenai pasar mana yang digunakan sebagai standar valuasi tersebut. d) Penggunaan metode nilai wajar juga mempengaruhi penyajian laba perusahaan. Di satu sisi, penggunaan metode nilai wajar membuat laba (rugi) yang dihasilkan oleh operasi perusahaan menjadi blur dengan laba yang dihasilkan dari valuasi. Di sisi lain, penggunaan metode nilai wajar membuat penyajian laba lebih objektif karena

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

21

penggunaan

metode

tersebut

mempersulit

perusahaan

dalam

melakukan earning management ataupun income smoothing.

5.2 Saran Saran yang dapat diajukan dari karya tulis ilmiah ini antara lain: a) Perlu diadakan diskusi atau penelitian mendalam mengenai pengaruh aplikasi nilai wajar sebagai pengukuran aset perusahaan. b) Perlu diadakan diskusi lebih lanjut mengenai sejauh mana objektivitas dari appraisal dalam menilai aset perusahaan tersebut. c) Perlu diadakan diskusi lebih lanjut mengenai pasar mana yang digunakan sebagai patokan atau standar dalam menentukan nilai wajar aset perusahaan tersebut. d) Perlu diadakan penyuluhan kepada mahasiswa mengenai IFRS tentang nilai wajar karena kebanyakan mahasiswa pada masa transisi ini tidak memahami dengan mendalam mengenai masalah tersebut padahal standar tersebut rencananya akan digunakan sepenuhnya pada tahun 2013 mendatang.

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

22

DAFTAR PUSTAKA

Belkoui, Ahmed Riahi. 2004. Accounting Theory: Teori Akuntansi Edisi 5, Buku Satu dan Buku Dua. Jakarta: Salemba Empat Catty, P. James, Dita Vardon, dan Andrea R.I. 2010. Guide to Fair Value under IFRS. New Jersey: John Wiley and Sons Chairiri, Anis dan Imam Ghozali. 2001. Teori Akuntansi Edisi Pertama. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Godfrey, J., et.al. 1994. Accounting Theory 7th Edition. Sydney: John Wiley and Sons Ikatan Akuntansi Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat Nawangsasi, Haning, Atik Rindarsih, dan Stephanie Giskha Indira. 2010. Pro Kontra Fair Value, Kebaikan dan Keburukan Fair Value sebagai Dasar Pengukuran Aset. (diakses pada 29 April 2012) Penman, Stephen H. 2007. Accounting and Business Research Special Issues: Financial Reporting Quality: is Fair Value a Plus or a Minus. Sonbay, Yolinda Yanti. 2010. Perbandingan Biaya Historis dan Nilai Wajar. ISSN: 1979-4886. Suwardjono. 2010. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta: BPFE Wikipedia. 2008. Fair Value. (diakses pada 29 April 2012)

Remirda Eva Rosandi

Nilai Wajar sebagai Dasar Pengukuran Aset

23