kritik mimetik cerpen harmoni: harmoni di era 1960

8
Harmoni di Era 1960 karya: Vanny Andriani Judul : Air Karya : Ras Siregar Penerbit : PT Pustaka Karya Grafika Utama Tempat Terbit : Jakarta Tahun Terbit : 1987 (cetakan kedua) Air merupakan karya pertama sastrawan Ras Siregar lewat kumpulan cerita pendeknya, Harmoni. Lewat karyanya ini, kita dapat banyak melihat permasalahan di berbagai bidang yang diangkat oleh Bung Ras. Tanpa penggambaran yang jelas dan tepat lewat penokohannya, angan-angan beliau untuk menunjukkan permasalahan tersebut tidak akan tercapai. Maka pada cerita pendek Air ini, beliau menulis cerita pendeknya sedemikian rupa sehingga suasana kehidupan di kota Harmoni terasa realistis oleh para pembaca. Media yang digunakan Bung Ras untuk menyempurnakan cerita pendeknya adalah gambaran profil tokoh. Gambaran profil tokoh yang digunakan beliau pun tak tanggung- tanggung, meliputi dimensi fisiologis (penampakan), dimensi sosiologis, dan dimensi psikologis secara lengkap Tentunya dimensi tersebut memperjelas realita kehidupan Harmoni yang ingin diangkat Bung Ras. Pada cerita pendek ini, Bung Ras memfokuskan fenomena sosial yang ingin diangkat dan salah satunya adalah masalah air bersih di kawasan ibu kota Jakarta, tepatnya di Harmoni yang merupakan kawasan elit. Untuk memperjelas realita bahwa

Upload: vanny-andriani-huang

Post on 20-Jun-2015

631 views

Category:

Education


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kritik Mimetik Cerpen Harmoni: Harmoni di Era 1960

Harmoni di Era 1960

karya: Vanny Andriani

Judul : Air

Karya : Ras Siregar

Penerbit : PT Pustaka Karya Grafika Utama

Tempat Terbit : Jakarta

Tahun Terbit : 1987 (cetakan kedua)

Air merupakan karya pertama sastrawan Ras Siregar lewat kumpulan cerita pendeknya,

Harmoni. Lewat karyanya ini, kita dapat banyak melihat permasalahan di berbagai bidang

yang diangkat oleh Bung Ras. Tanpa penggambaran yang jelas dan tepat lewat

penokohannya, angan-angan beliau untuk menunjukkan permasalahan tersebut tidak akan

tercapai. Maka pada cerita pendek Air ini, beliau menulis cerita pendeknya sedemikian rupa

sehingga suasana kehidupan di kota Harmoni terasa realistis oleh para pembaca. Media yang

digunakan Bung Ras untuk menyempurnakan cerita pendeknya adalah gambaran profil

tokoh. Gambaran profil tokoh yang digunakan beliau pun tak tanggung-tanggung, meliputi

dimensi fisiologis (penampakan), dimensi sosiologis, dan dimensi psikologis secara lengkap

Tentunya dimensi tersebut memperjelas realita kehidupan Harmoni yang ingin diangkat Bung

Ras.

Pada cerita pendek ini, Bung Ras memfokuskan fenomena sosial yang ingin diangkat dan

salah satunya adalah masalah air bersih di kawasan ibu kota Jakarta, tepatnya di Harmoni

yang merupakan kawasan elit. Untuk memperjelas realita bahwa Harmoni merupakan

kawasan elit namun tetap tersinkron pada fenomena air bersih, Bung Ras mencoba

menyisipkan gambaran profil tokoh dengan dimensi sosiologis. Dimensi sosiologis ini

tergambar pada kutipan cerita pendek (Siregar, 1987: 28) berikut ini

Beberapa tahun yang lalu, aku pernah tinggal di daerah Kemayoran. Airnya setetes-setetes. Kalau aku mandi lebih dari lima gayung, induk semangku akan bermuka masam. Lantas, ketika aku pindah ke Petojo, airnya mengucur sebesar kencing monyet. Tapi tetap, jika aku mandi lebih dari lima gayung, induk semangku akan mengomel panjang. Katanya air mahal! Ketika aku tinggal di Grogol hanya mandi dengan air sumur. Coklatnya memang tidak secoklat Kali Ciliwung. Gerutuan tetap saja sama. Air mahal! Maksudnya tentu air minum! Lebih dari itu, mereka merasa

Page 2: Kritik Mimetik Cerpen Harmoni: Harmoni di Era 1960

iri dengan orang yang sudah hidup dengan air ledeng. Kecuali daerah elite Menteng dan Kebayoran Baru, semua orang menggerutu tentang air.

Dari kutipan tersebut, Bung Ras mencoba menggambarkan peranan dan aktivitas sosial tokoh

dengan dimensi sosiologis tersebut. Tidak hanya sekedar mencoba menggambarkan, kutipan

tersebut juga serta merta memperlihatkan kita pada realita bahwa setelah sekitar 20 tahun

Indonesia merdeka pun, di daerah ibukota Jakarta saja masih banyak orang hidup tanpa air

ledeng mengaliri. Merupakan penggambaran situasi saat itu yang sangat baik.

Penggambaran situasi dengan baik dilakukan lagi oleh Bung Ras saat membahas pengaruh

air bersih itu sendiri pada kehidupan masyarakat Indonesia. Berikut kutipan cerita pendek Air

karya Ras Siregar (1987: 29)

Indonesia penuh dengan air. Tapi akhirnya diharuskan membeli air dari pemikul-pemikul dengan harga tinggi. Ini pun biasa! Seperti harga barang naik, mulanya menggerutu, protes kiri dan kanan, akhirnya protes itu ditelan keprotesan massa. Lantas jadi biasa.

Dimensi sosiologis kembali digunakan Bung Ras pada kutipan di atas. Dimensi tersebut

terlihat pada kehidupan pribadi dan aktivitas masyarakat saat memberikan kontra pada

fenomena ini. Melalui kutipan di atas, pembaca dapat mengetahui bagaimana dampak

permasalahan air bersih ini pada masyarakat Indonesia. Masyarakat yang memberi protes

kontra pada akhirnya harus menelan kenyataan dan membiasakan diri. Realita masalah air

bersih di era 1960-an pun makin terkuak dengannya.

Penggambaran realita dampak masalah air bersih dipaparkan Bung Ras tidak hanya

dilakukan lewat dimensi sosiologis tokoh saja, juga lewat dimensi lainnya yaitu dimensi

psikologis. Dimensi psikologis tersebut disisipkan dengan baik oleh beliau pada kutipan

berikut

Ketika aku pulang dari kantor, kudengar isteri rekan serumah dan isteriku sedang bertengkar.“Kamu, sih, buka air besar-besar!” bentak istri rekan.“Habis!”“Habis apa? Mandi semaunya! Make air sesukanya!”“Bayarnya sama saja,” balas isteriku kalam.“Mentang-mentang suamimu mampu!”

Page 3: Kritik Mimetik Cerpen Harmoni: Harmoni di Era 1960

“Terlalu! Make air semaunya! Kalau sudah distop, eh-eh, malah sok tenang!” gerutu isteri rekan dengan berani.

“Kalian yang mandi berapa? Kami kan hanya berdua! Tapi, bayaran jumlah kamu semua dan kami berdua, yah sama saja! Jadi, yang royal itu, bukan kami,” kataku kalam (Siregar, 1987: 35 – 36).

Temperamen, mentalitas, perasaan, dan sikap tokoh yang menjadi bagian dimensi psikologis

tergambar sempurna pada kutipan ini. Kutipan tersebut membantu kita untuk bernalar bahwa

pada lingkup yang lebih kecil, masalah air bersih ini pun dapat memicu pertengkaran atau

kebersitegangan antar masyarakat. Temperamen yang tinggi memberikan penggambaran

pada pembaca bagaimana perasaan tertekan akan keadaan oleh masyarakat akibat

permasalahan air bersih ini. Kali ini, Bung Ras menggambarkan situasi pada saat itu secara

implisit atau tidak langsung. Artinya, beliau menyampaikan maksud penulisannya secara

tersirat namun dengan tetap tidak mengurangi nilai estetika pada cerita pendeknya.

Selain percik tengkar permasalahan air bersih di atas, Bung Ras juga memperlihatkan

realita lainnya yaitu adanya kesenjangan sosial di masa itu. Kali ini Bung Ras menggunakan

kombinasi dimensi antara sosiologis dan psikologis untuk membantu penyampaian maksud

tulisannya. Berikut kutipan cerita pendek Air karya Ras Siregar (1987: 31 – 32)

…. Terkadang kami pernah berdebat soal penggunaan kaporit dan pemakaiannya. Tapi aku merasa tidak senang sebab dia sendiri tidak tahu, apa dan bagaimana kegunaan kaporit. Dia tak tahu soal kaporit tetapi mengajak berdebat soal kaporit. Dan dari nada debatnya, aku melihat watak berikutnya. Ia kini merasa telah punya segala, berarti ia boleh bicara tentang apa saja.

Sejak itu sikapku kepadanya dingin saja. Aku berusaha menghindarkan pertemuan dan percakapan dengannya karena pembicaraannya akan lebih banyak merupakan percakapan sok kuasa.

Dari kutipan tersebut, kita dapat memahami bahwa maksud penulisan Bung Ras adalah

kesenjangan sosial dapat mempengaruhi kondisi psikologis seseorang. Secara rinci,

kesenjangan sosial (dimensi sosiologis) yang dimaksud dalam kutipan ini meliputi status

sosial –si kaya dan si miskin– dan kehidupan sosial lewat interaksi sosial. Sedangkan pada

Page 4: Kritik Mimetik Cerpen Harmoni: Harmoni di Era 1960

dimensi psikologis, Bung Ras secara implisit mengkondisikan tokoh pada mentalitas, norma

dan nilai, serta temperamen. Pada saat kedua dimensi tersebut dikombinasikan, pembaca

dapat melihat dengan jelas dan alami kesenjangan sosial tersebut sebagai suatu realita.

Merupakan penggambaran dunia sosial yang sangat baik.

Di samping penggunaan dimensi sosiologis dan psikologis, Bung Ras tak lupa

mengikutsertakan dimensi fisiologis pada gambaran profil tokoh. Hal ini dimanfaatkan beliau

untuk memperjelas realitas yang ingin diangkatnya. Berikut kutipan bukti penggunaan

dimensi fisiologis (Siregar, 1987: 33)

Isteriku merengut. Wajahnya penuh kekesalan akan ketidakadilan sedangkan aku tenang-tenang saja. Rencananya untuk membeli kain putih bakal persiapan kehadiran penghuni baru jadi pudar oleh air.

Dari kutipan tersebut, dimensi fisiologis tokoh disampaikan Bung Ras secara eksplisit. Hal

ini dilihat dari pemaparan raut wajah dan jenis kelamin tokoh. Dimensi fisiologis ini juga

digunakan beliau pada kutipan cerita pendek lainnya (Siregar, 1987: 36) yang

menyatakan,”Dari wajah mereka aku dapat menduga bahwa mereka kehilangan segala.”

Realita yang ingin disampaikan Bung Ras pun makin mudah diterima pembaca.

Selain memperlihatkan fenomena air bersih dan kesenjangan sosial, Bung Ras lewat cerita

pendeknya ini juga mencoba menyampaikan bagaimana kondisi kehidupan keluarga di era

1960-an, tepatnya di kawasan Harmoni. Agar maksud penulisan tersampaikan dengan baik

pada pembaca, beliau kembali menggunakan dimensi sosiologis pada tokoh. Berikut kutipan

cerita pendek Air untuk dimensi sosiologis pada fenomena kehidupan keluarga (Siregar,

1987: 30)

Kemudian keluarga bertambah. Aku kawin. Rekan serumah didatangi penghuni baru, si bayi. Jadi, kini anaknya delapan. Ditambah ayah dan ibu anak-anaknya itu, berarti mereka punya sepuluh jiwa. Dua belas jiwa ditambah jiwaku dan isteriku. Sewa bertambah menjadi tiga ratus perak. Dan tetap separuh seorang karena masing-masing merasa sebagai kepala keluarga. Namun air tetap mengalir deras.

Dari kutipan tersebut, terpaparkan dengan baik bahwa pada kehidupan keluarga tokoh ‘Aku‘

sempat memiliki keresahan tersendiri di awal pernikahannya. Keresahannya ini disulut oleh

naiknya harga sewa rumah yang jika dibandingkan pendapatannya menjadi tidak seimbang.

Page 5: Kritik Mimetik Cerpen Harmoni: Harmoni di Era 1960

”Sewanya 250 perak bagi dua per bulan. Sebesar honorarium sebuah cerita pendek.“, tulis

Bung Ras pada cerita pendeknya (Siregar, 1987: 30). Kutipan tersebut menjadi bukti

perbandingan pendapatan oleh tokoh ‘Aku’ sebelum kenaikan harga sewa.

Namun, di penghujung cerita pendek ‘Air’ ini memiliki sedikit kejanggalan. Kejanggalan

ini terdapat pada tahap penyelesaian konflik cerita pendek. Tertulis pada cerita pendek

Diam-diam, di suatu hari, aku menghadap ke seorang teman yang bekerja di perusahaan air minum itu. Dengan perantaranya maka segel dibuka. Lalu di sore hari yang sepi, air pun mengucur kembali (Siregar, 1987: 37).

Bila dinalar menurut realita, akan lebih baik jika si tokoh ’Aku‘ lebih cepat menemui

temannya di perusahaan air minum itu. Bukan malah menunggu waktu berlalu sedemikian

lamanya. “Dua bulan akhirnya lewat.” tulis Bung Ras (Siregar, 1987: 37). Kejanggalan ini

juga serta merta menutup cerita pendek ini dengan kurang menarik dan dapat saja membuat

pembaca merasa kecewa akan alur cerita yang dipasang beliau pada cerita pendek ini.

Dari uraian di atas, dapat diketahui secara keseluruhan penulisan dan penceritaan konflik

sesuai kenyataan pada cerita pendek Air karya Ras Siregar ini terbilang baik. Hanya saja pada

akhir cerita terdapat sedikit kejanggalan yang dapat membuat pembaca merasa kecewa.

Lewat cerita pendeknya ini, Bung Ras mengangkat permasalahan sosial yang dialami

masyarakat Indonesia di era 1960an meliputi masalah air bersih, kesenjangan sosial, dan

kehidupan berkeluarga. Ketiga fokus fenomena ini merujuk pada proses sistem perencanaan

pembangunan sosial yang pada tahun 1960an (era Orde Lama) tersendat-sendat. Perencanaan

pembangunan sosial yang tersendat ini membawa ekonomi Indonesia pada titik yang paling

suram (http://dhanusoftware.blogspot.com/2012/06/jelaskan-strategi-dan-pembangunan.html,

diunduh pada 17 Februari 2013). Diharapkan lewat cerita pendek ini nantinya oleh pembaca

dapat dilihat kembali pengalaman Indonesia di era 1960an. Pengalaman ini selanjutnya dapat

dipelajari dan diambil positifnya serta diaplikasikan pada kehidupan mendatang.

Kusuma, Dhanu. 2012. ”Jelaskan strategi dan pembangunan nasional indonesia dari masa sesudah kemerdekaan sampai reformasi”. http://dhanusoftware.blogspot.com/2012/06/ jelaskan-strategi-dan-pembangunan.html diunduh pada 17 Februari 2013