korelasi dimensi vertikal oklusi menggunakan pengukuran
TRANSCRIPT
KORELASI DIMENSI VERTIKAL OKLUSI
MENGGUNAKAN PENGUKURAN WAJAH
DENGAN ANTROPOMETRI PANJANG
JARI KELINGKING PADA SUKU
BATAK DAN SUKU JAWA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
NABILA AZ-ZAHRA
NIM : 160600040
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
Universitas Sumatera Utara
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Prostodonsia
Tahun 2020
Nabila Az-zahra
Korelasi Dimensi Vertikal Oklusi Menggunakan Pengukuran Wajah dengan
Antropometri Panjang Jari Kelingking pada Suku Batak dan Suku Jawa
xvi + 72 halaman
Edentulus lengkap merupakan suatu kondisi hilangnya seluruh gigi asli pada
rongga mulut. Kehilangan gigi dapat memengaruhi fungsi estetik, fungsi
pengunyahan, status gizi, dan fungsi bicara karena terjadi perubahan anatomis,
fisiologis, dan fungsional. Perawatan prostodonsia diperlukan untuk memperbaiki
serta mempertahankan fungsi gigi melalui pembuatan gigi tiruan lengkap. Penentuan
dimensi vertikal oklusi (DVO) merupakan salah satu prosedur dalam pembuatan gigi
tiruan lengkap dan merupakan tahap penting dalam prosedur klinis yang memberikan
informasi tentang hubungan vertikal dari mandibula terhadap maksila. Terdapat
banyak metode untuk menentukan DVO, tetapi tidak ada metode yang sepenuhnya
akurat. Walaupun begitu, metode pengukuran wajah yaitu mengukur DVO dari titik
subnasion ke gnathion merupakan metode yang sering digunakan pada praktik klinik.
Namun, terdapat beberapa kelemahan dalam metode pengukuran wajah yaitu sulitnya
menentukan titik landmark pada kulit wajah sehingga memungkinkan terjadinya bias
pada penentuan DVO, serta terdapat perubahan dari jaringan keras dan jaringan lunak
wajah akibat kehilangan gigi. Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil yang akurat
dianjurkan beberapa metode pengukuran DVO karena hasil pengukuran satu metode
belum tentu sama dengan metode lainnya. Metode lain yang dikembangkan dalam
penentuan DVO adalah antropometri. Salah satunya yaitu antropometri jari
kelingking. Setiap suku memiliki DVO dan panjang jari kelingking yang berbeda.
Suku Batak dan suku Jawa merupakan suku yang populasinya terbanyak di provinsi
Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai rerata, korelasi, dan
persamaan regresi yang akan menunjukkan nilai prediksi DVO menggunakan
Universitas Sumatera Utara
pengukuran wajah dan panjang jari kelingking pada laki-laki dan perempuan suku
Batak dan suku Jawa. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan
menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah
mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang bersuku Batak atau suku Jawa. Sampel
penelitian ini diambil dengan metode purposive sampling, yaitu sampel dipilih sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Penelitian ini melibatkan 48 orang subjek
penelitian. Hasil penelitian diperoleh nilai rerata DVO menggunakan pengukuran
wajah pada laki-laki adalah 64,84 mm, sedangkan pada perempuan adalah 59,13 mm.
Nilai rerata DVO menggunakan pengukuran wajah pada suku Batak adalah 61,37
mm, sedangkan pada suku Jawa adalah 62,60 mm. Nilai rerata panjang jari
kelingking pada laki-laki adalah 64,85 mm, sedangkan pada perempuan adalah 58,48
mm. Nilai rerata panjang jari kelingking pada suku Batak adalah 61,11 mm,
sedangkan pada suku Jawa adalah 62,22 mm. Ada korelasi DVO menggunakan
pengukuran wajah dengan antropometri panjang jari kelingking pada laki-laki dan
perempuan suku Batak dan suku Jawa dengan nilai koefisien korelasi adalah r=
0,951. Nilai korelasi berdasarkan jenis kelamin yaitu pada laki-laki r=0,938 dan
perempuan r= 0,883. Nilai korelasi berdasarkan suku, yaitu suku Batak r=0,970 dan
suku Jawa r= 0,937. Persamaan regresi pada laki-laki dan perempuan suku Batak dan
suku Jawa adalah [DVO = 8,402 + 0,869 x PJK]. Pada laki-laki persamaan regresinya
yaitu [DVO = 8,649+ 0,867 x PJK], sedangkan pada perempuan [DVO = 10,960+
0,824 x PJK]. Pada suku Batak persamaan regresinya yaitu [DVO = 11,993+ 0,808 x
PJK], sedangkan pada suku Jawa [DVO = 4,300+ 0,937 x PJK]. Maka dapat
disimpulkan bahwa ada korelasi DVO menggunakan pengukuran wajah dengan
antropometri panjang jari kelingking pada laki-laki dan perempuan suku Batak dan
suku Jawa dan antropometri panjang jari kelingking dapat digunakan sebagai metode
pembanding untuk menentukan DVO.
Daftar Rujukan : 56 (2005-2020)
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 23 Desember 2020
Pembimbing Tanda Tangan :
Eddy Dahar, drg., M.Kes
NIDK : 8975600020 ………………………..
Universitas Sumatera Utara
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 23 Desember 2020
TIM PENGUJI
KETUA : Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph. D., Sp. Pros (K)
ANGGOTA : 1. Eddy Dahar, drg., M.Kes
2. Siti Wahyuni, drg., MDSc
Universitas Sumatera Utara
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga skripsi ini selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua
orang tua tercinta, yaitu ayahanda Yusuf, S.Ag dan ibunda Nurhayati, S.Ag yang
telah membesarkan, memberikan kasih sayang, doa, nasihat, semangat, dan dukungan
kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada adik penulis
Muhammad Fathan Aziz, Muhammad Fikran Zidan, dan Muhammad Hafiz Yazid
yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama
penulisan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan pengarahan,
bimbingan, saran serta doa dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat disusun
dengan baik. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Eddy Dahar, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing penulis yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dukungan, dan semangat
kepada penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai.
2. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG (K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Haslinda Z. Tamin, drg., M.Kes., Sp.Pros (K) selaku Koordinator
Skripsi yang telah turut memberikan bantuan dan arahan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Syafrinani, drg., Sp.Pros (K) selaku Ketua Departemen Prostodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen
penasehat akademik yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
vii
5. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros (K) selaku ketua tim
penguji skripsi, Siti Wahyuni, drg., MDSc selaku anggota tim penguji yang telah
memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen Prostodonsia dan
Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas
bantuan dan motivasi sehingga skripsi ini berjalan dengan lancar.
7. Prana Ugiana Gio, M.Si dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sumatera Utara yang telah meluangkan waktu untuk membantu
penulis dalam analisis statistik.
8. Teman satu bimbingan penulis dalam menyelesaikan skripsi : Dalila
Ramadhanty Siregar dan Purnama Sri Wahyuni yang telah bersama-sama berjuang,
memberi semangat dan membantu dalam tahap penyelesaian skripsi.
9. Sahabat-sahabat terbaik penulis Dienda Yunidra, Aisyah Putri Harun, Tiya
Wira Agustini Lubis, Nadya Nabilla, Debora Lovelisa Hinson Simbolon, Aulia Dwi
Zahara dan seluruh teman-teman FKG USU stambuk 2016 yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu atas segala bantuan, perhatian, dukungan, doa, dan dorongan
semangat kepada penulis selama perkuliahan dan penulisan skripsi.
10. Teman-teman yang melaksanakan penulisan skripsi di Departemen
Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara: Aci, Annur,
Astri, Chindy, Dea, Elisa, Erika, Faiz, Felycia, Fitri, Hana, Ingrid, Ismail, Nadine,
Masna, Michael, Mimi, Nahiyatul, Nindy, Rafly, Rani, Sahara, Susan, Tessya, Vina,
Windy, Yudha, serta para residen PPDGS Prostodonsia FKG USU atas motivasi,
dukungan, dan bantuannya selama penulis mengerjakan skripsi.
11. Seluruh subjek penelitian yang telah meluangkan waktunya dan
berpartisipasi pada penelitian ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan dan memberikan
kemudahan kepada kita. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
terdapat banyak kekurangan oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-
besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan skripsi ini. Dengan
Universitas Sumatera Utara
viii
kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan
pikiran yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, 23 Desember 2020
Penulis,
Nabila Az-zahra
NIM: 160600040
Universitas Sumatera Utara
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ..........................................................
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Permasalahan............................................................................... 5
1.3 Rumusan Masalah ....................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
1.5.1 Manfaat Teoritis ................................................................ 7
1.5.2 Manfaat Praktis ................................................................. 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Edentulus ................................................................................... 8
2.1.1 Pengertian Edentulus .......................................................... 8
2.1.2 Jenis Edentulus .................................................................. 8
2.1.2.1 Edentulus Sebagian ................................................ 8
2.1.2.2 Edentulus Lengkap ................................................. 9
2.2 Perawatan Prostodonsia ............................................................. 9
2.2.1 Perawatan Prostodonsia untuk Edentulus Sebagian ............ 9
2.2.2 Perawatan Prostodonsia untuk Edentulus Lengkap ............. 10
2.3 Gigi Tiruan Lengkap ................................................................... 10
2.4 Penentuan Hubungan Rahang ..................................................... 11
2.5 Dimensi Vertikal Oklusi ............................................................. 11
2.5.1 Definisi Dimensi Vertikal Oklusi ....................................... 11
2.5.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Dimensi Vertikal Oklusi 11
2.5.2.1 Panjang Ramus ...................................................... 11
2.5.2.2 Sudut Gonial Mandibula ........................................ 13
Universitas Sumatera Utara
x
2.5.2.3 Erupsi Gigi ............................................................. 14
2.5.3 Metode Penentuan Dimensi Vertikal Oklusi ....................... 14
2.5.3.1 Mekanis ................................................................. 14
2.5.3.1.1 Relasi Linggir .......................................... 15
2.5.3.1.2 Pengukuran Gigi Tiruan Sebelumnya ....... 16
2.5.3.1.3 Praekstraksi ............................................. 16
2.5.3.1.3.1 Profil Foto .............................. 16
2.5.3.1.3.2 Profil Siluet ............................ 17
2.5.3.1.3.3 Profil Radiografi..................... 18
2.5.3.1.3.4 Model Artikulasi .................... 18
2.5.3.1.3.5 Pengukuran Wajah ................. 18
2.5.3.1.3.6 Metode Willis ......................... 19
2.5.3.1.3.7 Face Mask .............................. 19
2.5.3.2 Fisiologis ............................................................... 20
2.5.3.2.1 Power Point ............................................. 20
2.5.3.2.2 Wax Oklusal Rim .................................... 21
2.5.3.2.3 Posisi Istirahat Fisiologis ......................... 22
2.5.3.2.4 Fonetik .................................................... 23
2.5.3.2.5 Estetik...................................................... 24
2.5.3.2.6 Penelanan ................................................ 24
2.5.3.2.7 Sensasi Taktil........................................... 24
2.5.3.2.8 Persepsi Kenyamanan Pasien ................... 25
2.5.4 Penentuan Dimensi Vertikal Oklusi secara Antropometri ... 25
2.5.4.1 Titik Landmark Wajah ........................................... 26
2.5.4.2 Panjang Jari Tangan ............................................... 28
2.5.4.2.1 Ibu Jari..................................................... 29
2.5.4.2.2 Jari Telunjuk ............................................ 29
2.5.4.2.3 Jari Tengah .............................................. 29
2.5.4.2.4 Jari Manis ................................................ 30
2.5.4.2.5 Jari Kelingking ........................................ 30
2.5.4.3 Faktor yang Memengaruhi Panjang Jari Tangan ..... 32
2.5.4.3.1 Jenis Kelamin .......................................... 32
2.5.4.3.2 Usia ......................................................... 33
2.5.4.3.3 Ras .......................................................... 35
2.5.4.3.3.1 Suku Batak ............................. 35
2.5.4.3.3.2 Suku Jawa .............................. 36
2.5.5 Akibat Kesalahan Penentuan Dimensi Vertikal Oklusi pada
Gigi Tiruan Lengkap.......................................................... 37
2.5.5.1 Dimensi Vertikal Oklusi yang Terlalu Tinggi ......... 37
2.5.5.2 Dimensi Vertikal Oklusi yang Terlalu Rendah ....... 37
2.6 Kerangka Teori ............................................................................ 38
2.7 Kerangka Konsep ........................................................................ 39
2.8 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 40
Universitas Sumatera Utara
xi
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................... 41
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................... 41
3.2.1 Lokasi Penelitian ................................................................ 41
3.2.2 Waktu Penelitian ................................................................ 41
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................. 41
3.3.1 Populasi ............................................................................. 41
3.3.2 Sampel Penelitian............................................................... 42
3.3.2.1 Kriteria Inklusi ....................................................... 42
3.3.2.2 Kriteria Eksklusi .................................................... 42
3.3.2.3 Jumlah Sampel Penelitian....................................... 42
3.4 Variabel dan Definisi Operasional .............................................. 43
3.4.1 Variabel Bebas ................................................................... 43
3.4.2 Variabel Terikat ................................................................. 43
3.4.3 Variabel Terkendali ........................................................... 44
3.4.4 Variabel Tidak Terkendali .................................................. 44
3.4.5 Definisi Operasional .......................................................... 44
3.5 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................... 45
3.5.1 Alat Penelitian ................................................................... 45
3.5.2 Bahan Penelitian ................................................................ 46
3.6 Prosedur Penelitian ..................................................................... 46
3.7 Analisis Data .............................................................................. 48
3.8 Kerangka Operasional ................................................................. 49
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1 Nilai Rerata Dimensi Vertikal Oklusi Menggunakan Pengukuran
Wajah pada Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Suku
Jawa .......................................................................................... 51
4.2 Nilai Rerata Panjang Jari Kelingking pada Laki-Laki dan
Perempuan Suku Batak dan Suku Jawa ...................................... 52
4.3 Korelasi Dimensi Vertikal Oklusi Menggunakan Pengukuran
Wajah dengan Antropometri Panjang Jari Kelingking pada
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Suku Jawa .......... 53
4.4 Nilai Prediksi Dimensi Vertikal Oklusi Menggunakan Panjang
Jari Kelingking pada Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan
Suku Jawa.................................................................................. 55
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Nilai Rerata Dimensi Vertikal Oklusi Menggunakan Pengukuran
Wajah pada Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Suku
Jawa .......................................................................................... 57
Universitas Sumatera Utara
xii
5.2 Nilai Rerata Panjang Jari Kelingking pada Laki-Laki dan
Perempuan Suku Batak dan Suku Jawa ...................................... 59
5.3 Korelasi Dimensi Vertikal Oklusi Menggunakan Pengukuran
Wajah dengan Antropometri Panjang Jari Kelingking pada
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Suku Jawa .......... 61
5.4 Nilai Prediksi Dimensi Vertikal Oklusi Menggunakan Panjang
Jari Kelingking pada Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan
Suku Jawa.................................................................................. 63
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan................................................................................. 65
6.2 Saran .......................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 67
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Hasil pengukuran antropometri wajah pada subpopulasi Arab
Saudi oleh Majeed MI dkk. .................................................................... 27
2 Definisi operasional variabel bebas ........................................................ 44
3 Definisi operasional variabel terikat ....................................................... 44
4 Definisi operasional variabel terkendali .................................................. 45
5 Definisi operasional variabel tidak terkendali ......................................... 45
6 Nilai rerata dan standar deviasi dimensi vertikal oklusi menggunakan
pengukuran wajah pada laki-laki dan perempuan suku Batak dan
suku Jawa .............................................................................................. 51
7 Nilai rerata dan standar deviasi panjang jari kelingking pada laki-laki
dan perempuan suku Batak dan suku Jawa ............................................. 52
8 Korelasi dimensi vertikal oklusi menggunakan pengukuran wajah
dengan antropometri panjang jari kelingking pada laki-laki dan
perempuan suku Batak dan suku Jawa .................................................... 53
9 Korelasi dimensi vertikal oklusi menggunakan pengukuran wajah
dengan antropometri panjang jari kelingking berdasarkan
jenis kelamin .......................................................................................... 54
10 Korelasi dimensi vertikal oklusi menggunakan pengukuran wajah
dengan antropometri panjang jari kelingking berdasarkan suku .............. 55
11 Persamaan regresi dimensi vertikal oklusi menggunakan pengukuran
wajah dengan panjang jari kelingking pada laki-laki dan perempuan
suku Batak dan suku Jawa ...................................................................... 55
12 Hasil uji One Way Anova antara nilai prediksi DVO dengan
panjang jari kelingking ........................................................................... 56
Universitas Sumatera Utara
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Gigi tiruan lengkap ................................................................................ 10
2 Seseorang dengan ramus pendek memperlihatkan tinggi wajah
bagian bawah yang lebih panjang dibandingkan tinggi wajah
bagian tengah ......................................................................................... 12
3 Seseorang dengan ramus panjang memperlihatkan tinggi wajah
bagian bawah yang lebih pendek dibandingkan tinggi wajah
bagian tengah ......................................................................................... 12
4 Perbedaan tinggi wajah bagian bawah dan sudut dataran mandibula
karena perbedaan panjang ramus dan besar sudut gonial mandibula ....... 13
5 Pengukuran jarak papila insisivus ke insisivus rahang bawah ................. 15
6 Pengukuran gigi tiruan sebelumnya ........................................................ 16
7 Profil siluet sebelum pencabutan untuk menentukan DVO ..................... 17
8 Metode radiografi sefalometri ................................................................ 18
9 Pengukuran DVO dari titik subnasion ke gnathion ................................. 19
10 Metode face mask .................................................................................. 20
11 Metode power point ............................................................................... 21
12 Gulungan wax ........................................................................................ 22
13 a = b+c. Dimensi vertikal istirahat sama dengan penjumlahan dari
DVO+ free way space ............................................................................ 23
14 Silverman closest speaking space ........................................................... 23
15 (a) Penentuan hubungan rahang menggunakan sensasi taktil;
(b) central bearing point; (c) central bearing plate ................................ 25
16 Titik landmark pengukuran wajah dari 1-15 ........................................... 27
17 Anatomi tangan ...................................................................................... 28
18 Pengukuran panjang jari kelingking ....................................................... 32
Universitas Sumatera Utara
xv
19 Pembentukan tulang tangan. a. Masa bayi, b. Masa balita,
c. Prapubertas, d. Early and mild puberty, e. Late puberty,
f. Post puberty ........................................................................................ 34
20 Kaliper digital ........................................................................................ 45
21 Pengukuran dimensi vertikal oklusi ..................................................... 47
22 Pengukuran panjang jari kelingking ....................................................... 48
Universitas Sumatera Utara
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1 Surat keterangan Ethical Clearance
2 Surat pengantar izin penelitian di Departemen Biologi Oral FKG USU
3 Surat izin penelitian di Departemen Biologi Oral FKG USU
4 Surat keterangan selesai penelitian di Departemen Biologi Oral FKG USU
5 Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian
6 Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent)
7 Lembar pemeriksaan
8 Surat keterangan selesai konsultasi uji statistik
9 Data hasil penelitian
10 Nilai prediksi DVO menggunakan panjang jari kelingking
11 Analisis statistik
Universitas Sumatera Utara
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Edentulus lengkap merupakan suatu kondisi hilangnya seluruh gigi asli pada
rongga mulut.1 Penyebab terbanyak kehilangan gigi adalah adanya karies, penyakit
periodontal, dan trauma.2 Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 melaporkan bahwa
penduduk Indonesia yang mengalami kehilangan seluruh giginya sebesar 1,3%.3
Kehilangan gigi dapat memengaruhi fungsi estetik, fungsi pengunyahan, status gizi,
dan fungsi bicara karena terjadi perubahan anatomis, fisiologis, dan fungsional.2
Perawatan prostodonsia diperlukan untuk memperbaiki serta mempertahankan fungsi
gigi melalui pembuatan gigi tiruan lengkap (GTL) sebagai pengganti gigi asli yang
telah hilang.4 Pembuatan GTL perlu memperhatikan hubungan posisi mandibula
terhadap maksila. Hal ini secara signifikan tidak boleh terabaikan supaya fungsi
optimal dan estetik dapat tercapai.2,5 Hubungan posisi mandibula terhadap maksila
dapat dilihat dalam dua arah yaitu secara vertikal dan secara horizontal. Hubungan
secara vertikal disebut dimensi vertikal sedangkan hubungan secara horizontal dapat
dilihat melalui relasi sentrik.6
Menurut Glossary of Prosthodontic Terms, dimensi vertikal adalah jarak antara
dua titik anatomi yang dipilih, yaitu satu titik pada maksila dan satu titik pada
mandibula.7 Dimensi vertikal terdiri atas dimensi vertikal oklusi dan dimensi vertikal
istirahat. Dimensi vertikal oklusi (DVO) adalah tinggi sepertiga wajah bagian bawah
yang diukur dari titik subnasion ke gnathion pada posisi interkuspasi maksimum,
sedangkan dimensi vertikal istirahat merupakan tinggi sepertiga wajah bagian bawah
yang diukur di antara dua titik anatomi ketika mandibula dalam keadaan posisi
istirahat fisiologis.8
Dalam pembuatan GTL, penentuan DVO yang tepat merupakan salah satu
tahap penting dalam prosedur klinis yang memberikan informasi tentang hubungan
vertikal dari mandibula terhadap maksila.9 Terdapat beberapa faktor yang
Universitas Sumatera Utara
2
memengaruhi DVO yaitu panjang ramus, sudut gonial mandibula, dan erupsi gigi.10
Penentuan DVO pada pasien edentulus tergantung pada kondisi klinis pasien,
keterampilan, dan pengalaman dokter gigi.11,12
Pasien yang sudah kehilangan seluruh giginya berarti sudah kehilangan bidang
oklusal, dimensi vertikal dan oklusi sentrik. Penentuan DVO yang tepat bukanlah
suatu hal yang mudah, tetapi hal ini tidak dapat diabaikan apabila fungsi dan estetika
yang optimal ingin dicapai.5 Dokter gigi bertanggung jawab untuk menentukan nilai
DVO yang tepat dalam melakukan perawatan.13 Kesalahan dalam menentukan DVO
dapat berupa dimensi vertikal yang terlalu tinggi atau dimensi vertikal yang terlalu
rendah. Dimensi vertikal yang terlalu tinggi mengakibatkan GTL menjadi kurang
stabil, tidak nyaman dipakai dan otot mastikasi menjadi lelah, profil pasien menjadi
jelek, terjadi bunyi kliking pada gigi (horse sound), dapat terjadi luka pada jaringan
pendukung, resorpsi tulang dan gangguan pada sendi rahang. Dimensi vertikal yang
terlalu rendah akan mengakibatkan efisiensi pengunyahan berkurang, ekspresi wajah
terlihat lebih tua karena bibir kehilangan kepadatan dan terlalu tipis, sudut mulut
menjadi turun dan melipat, dapat terjadi costen syndrome dengan gejala-gejala tuli
yang ringan, sering pusing, tinnitus, nyeri saat pergerakan sendi dan nyeri bila
ditekan.14,15
Terdapat dua metode dalam menentukan DVO, yaitu dengan menggunakan
metode mekanis dan fisiologis. Metode mekanis antara lain menentukan relasi
linggir, pengukuran gigi tiruan sebelumnya, pengukuran catatan praekstraksi yang
terdiri dari profil foto, profil siluet, profil radiografi, model pada artikulasi,
pengukuran wajah, metode Willis, dan face mask. Metode fisiologis termasuk
penentuan posisi istirahat fisiologis, estetik, fonetik, power point, menggunakan wax
oklusal rim, ambang batas penelanan, sensasi taktil, dan persepsi kenyamanan
pasien.6,16 Semua hasil perkiraan pengukuran DVO secara mekanis dan fisiologis
dianggap sebagai nilai sementara sampai dilakukan observasi fonetik dan estetik.5,17
Penentuan DVO bukanlah sesuatu yang mudah terutama pada pasien usia lanjut
yang telah lama mengalami edentulus. Timbulnya permasalahan dalam penentuan
DVO disebabkan karena hasil pengukuran yang berbeda dari metode-metode
Universitas Sumatera Utara
3
tersebut.18 Beragam metode telah diterapkan untuk mengukur DVO, namun belum
terdapat kesimpulan mengenai metode apa yang lebih akurat untuk diterapkan.
Walaupun begitu, metode pengukuran wajah yaitu mengukur DVO dari titik
subnasion ke gnathion merupakan metode yang sering digunakan pada praktik klinik,
karena metode ini sederhana, tidak invasif, dan tidak memerlukan peralatan yang sulit
didapatkan.14,19 Namun, terdapat beberapa kelemahan dalam metode pengukuran
wajah yaitu sulitnya menentukan titik landmark pada kulit wajah sehingga
memungkinkan terjadinya bias pada penentuan DVO, serta terdapat perubahan dari
jaringan keras dan jaringan lunak wajah akibat kehilangan gigi.15,20 Oleh karena itu,
untuk memperoleh hasil yang akurat dianjurkan beberapa metode pengukuran DVO
karena hasil pengukuran satu metode belum tentu sama dengan metode lainnya.5
Metode lain yang dikembangkan dalam penentuan DVO adalah pengukuran
antropometri.21 Leonardo da Vinci menyatakan terdapat hubungan antara DVO
dengan berbagai pengukuran antropometri. Pengukuran wajah digunakan untuk
menentukan DVO, salah satunya proporsi wajah yaitu tinggi sepertiga wajah bagian
bawah. Pada saat ini, penggunaan antropometri jari tangan banyak diteliti sebagai
pembanding dalam penentuan DVO salah satunya panjang jari kelingking.5 Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Ladda R dkk (2013)13, Kalra D dkk (2015)18, Nazir S
dkk (2015)22 mengenai pengukuran DVO dengan beberapa antropometri jari tangan,
disimpulkan bahwa panjang jari kelingking mempunyai nilai korelasi yang lebih erat
dengan DVO dari antropometri jari tangan yang lain. Hal ini didukung dengan adanya
penelitian yang menunjukkan pertumbuhan struktur dentofasial sejalan dengan
pertumbuhan tulang carpal, metacarpal, dan phalangeal yang dibuktikan dengan
hand-wrist radiography.5,23 Selain itu, pengukuran panjang jari relatif lebih mudah
dalam menentukan titik acuan, sehingga kesulitan yang ditemukan dalam penentuan
DVO dengan metode pengukuran wajah dapat teratasi.5 Jika ditemukan korelasi DVO
menggunakan pengukuran wajah dengan antropometri panjang jari kelingking maka
akan mengurangi waktu secara signifikan dalam prosedur penentuan DVO.11
Hasil penelitian Bandhari AJ dkk (2012) di populasi India menunjukkan
terdapat hubungan yang bermakna (p=0,000) antara DVO dengan panjang jari
Universitas Sumatera Utara
4
kelingking dengan kekuatan korelasi sangat kuat (r=0,84). Penelitian ini dilakukan
pada laki-laki dan perempuan. Baik pada laki-laki maupun perempuan diperoleh
korelasi yang kuat antara DVO dengan panjang jari kelingking (p=0,000) dengan
nilai korelasi r=0,78 pada laki-laki dan r=0,69 pada perempuan.24 Di Indonesia,
penelitian antropometri jari tangan telah dilakukan oleh Elisabeth (2016) pada suku
Batak Toba. Hasil penelitian tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara panjang jari telunjuk, jari kelingking, dan jarak ujung ibu jari
sampai jari telunjuk pada suku Batak Toba, sehingga antropometri jari tangan dapat
digunakan sebagai metode pembanding dalam menentukan DVO dengan
menggunakan persamaan regresi yang ada.25 Penelitian yang serupa juga telah
dilakukan oleh Chairani CN (2016) yang meneliti hubungan DVO dengan panjang
jari kelingking pada subras Deutro Melayu. Hasil penelitian menunjukkan terdapat
hubungan yang bermakna (p=0,000) antara hasil pengukuran DVO dengan panjang
jari kelingking dengan nilai korelasi r=0,768. Dari penelitian Chairani CN juga
diketahui, DVO dan panjang jari kelingking laki-laki lebih besar dibanding
perempuan. Hasil ini sesuai dengan teori seksual dimorfisme yang menyatakan bahwa
laki-laki memiliki nilai pengukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan
perempuan.5
Secara umum, proses tumbuh kembang akan berakhir pada usia 18 tahun,
sehingga ukuran tulang pada usia tersebut merupakan ukuran maksimal dan tidak
mengalami perubahan ukuran lagi. Panjang jari tangan juga mengalami pertumbuhan
dan perkembangan.25 Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya yaitu
jenis kelamin, usia, dan ras.5,26,27 Secara garis besar terdapat tiga ras utama di dunia
yaitu ras Kaukasoid, Mongoloid, dan Negroid. Sebagian besar penduduk Indonesia
termasuk dalam kelompok ras Malayan Mongoloid. Ras Malayan Mongoloid terdiri
atas Proto Melayu dan Deutro Melayu. Penduduk Indonesia yang termasuk ras Proto
Melayu yaitu suku Batak, Nias, Mentawai, Dayak, Sasak, Toraja, dan Ambon.
Sedangkan Deutro Melayu terdiri atas suku Aceh, Minangkabau, Jawa, Melayu,
Aceh, Betawi, dan Sunda.5,28 Suku Batak dan suku Jawa merupakan suku yang
populasinya terbanyak di provinsi Sumatera Utara. Menurut Badan Pusat Statistik
Universitas Sumatera Utara
5
tahun 2010, suku Batak berjumlah 5.785.716 jiwa (44,75%), sedangkan suku Jawa
berjumlah 4.319.719 jiwa (33,41%).29
Perbedaan asal-usul dari berbagai suku akan menyebabkan keanekaragaman
genetik yang dapat dilihat dari variasi fenotip. Abeysekera dan Shahnavaz
mengungkapkan bahwa berbeda populasi berbeda pula antropometrinya, tidak
menutup kemungkinan bahwa perbedaan antropometri juga terjadi pada suku yang
berbeda pula walaupun berasal dari satu negara. Perbedaan suku merupakan salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap variasi antropometri.27 Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ismianti dkk (2019), terdapat perbedaan hasil pengukuran
antropometri pada suku Batak dan suku Jawa.30 Oleh karena itu, peneliti tertarik
melakukan penelitian mengenai korelasi DVO menggunakan pengukuran wajah
dengan antropometri panjang jari kelingking pada suku Batak dan suku Jawa.
1.2 Permasalahan
Edentulus lengkap merupakan suatu kondisi hilangnya seluruh gigi asli pada
rongga mulut. Kehilangan gigi dapat memengaruhi fungsi estetik, fungsi
pengunyahan, status gizi, dan fungsi bicara karena terjadi perubahan anatomis,
fisiologis, dan fungsional. Perawatan prostodonsia diperlukan untuk memperbaiki
serta mempertahankan fungsi gigi melalui pembuatan gigi tiruan lengkap. Penentuan
DVO merupakan salah satu prosedur dalam pembuatan gigi tiruan lengkap dan
merupakan tahap penting dalam prosedur klinis yang memberikan informasi tentang
hubungan vertikal dari mandibula terhadap maksila. Terdapat banyak metode untuk
menentukan DVO, tetapi tidak ada metode yang sepenuhnya akurat. Walaupun
begitu, metode pengukuran wajah yaitu mengukur DVO dari titik subnasion ke
gnathion merupakan metode yang sering digunakan pada praktik klinik. Namun,
terdapat beberapa kelemahan dalam metode pengukuran wajah yaitu sulitnya
menentukan titik landmark pada kulit wajah sehingga memungkinkan terjadinya bias
pada penentuan DVO, serta terdapat perubahan dari jaringan keras dan jaringan lunak
wajah akibat kehilangan gigi. Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil yang akurat
dianjurkan beberapa metode pengukuran DVO karena hasil pengukuran satu metode
Universitas Sumatera Utara
6
belum tentu sama dengan metode lainnya. Leonardo da Vinci menyatakan terdapat
hubungan antara DVO dengan berbagai pengukuran antropometri salah satunya yaitu
antropometri jari kelingking. Setiap suku memiliki DVO dan panjang jari kelingking
yang berbeda. Suku Batak dan suku Jawa merupakan suku yang populasinya
terbanyak di provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian Ismianti dkk (2019) terdapat
perbedaan hasil pengukuran antropometri pada suku Batak dan suku Jawa.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti korelasi DVO
menggunakan pengukuran wajah dengan antropometri panjang jari kelingking pada
suku Batak dan suku Jawa.
1.3 Rumusan Masalah
1. Berapa nilai rerata DVO menggunakan pengukuran wajah pada laki-laki dan
perempuan suku Batak dan suku Jawa?
2. Berapa nilai rerata panjang jari kelingking pada laki-laki dan perempuan
suku Batak dan suku Jawa?
3. Apakah ada korelasi DVO menggunakan pengukuran wajah dengan
antropometri panjang jari kelingking pada laki-laki dan perempuan suku Batak dan
suku Jawa?
4. Berapa nilai prediksi DVO menggunakan panjang jari kelingking pada laki-
laki dan perempuan suku Batak dan suku Jawa?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui nilai rerata DVO menggunakan pengukuran wajah pada
laki-laki dan perempuan suku Batak dan suku Jawa.
2. Untuk mengetahui nilai rerata panjang jari kelingking pada laki-laki dan
perempuan suku Batak dan suku Jawa.
3. Untuk mengetahui korelasi DVO menggunakan pengukuran wajah dengan
antropometri panjang jari kelingking pada laki-laki dan perempuan suku Batak dan
suku Jawa.
Universitas Sumatera Utara
7
4. Untuk mengetahui nilai prediksi DVO menggunakan panjang jari kelingking
pada laki-laki dan perempuan suku Batak dan suku Jawa.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi klinisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
korelasi DVO menggunakan pengukuran wajah dengan antropometri panjang jari
kelingking pada suku Batak dan suku Jawa.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan
ilmu pengetahuan khususnya di bidang Prostodonsia.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk
melakukan penelitian lebih lanjut.
1.5.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dokter gigi sebagai salah satu
metode pembanding dalam menentukan DVO pada suku Batak dan suku Jawa.
Universitas Sumatera Utara
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Edentulus
2.1.1 Pengertian Edentulus
Kata edentulus berasal dari bahasa Latin, yaitu e yang berarti hilang dan dent
yang berarti gigi.31 Secara definitif, edentulus merupakan suatu keadaan hilangnya
satu atau lebih gigi dalam rongga mulut. Kejadian hilangnya gigi biasa terjadi pada
anak-anak mulai usia 6 tahun yang mengalami hilangnya gigi sulung dan kemudian
digantikan oleh gigi permanen. Kehilangan gigi permanen pada orang dewasa
sangatlah tidak diinginkan terjadi, biasanya kehilangan gigi terjadi akibat penyakit
periodontal, trauma, dan karies.32
2.1.2 Jenis Edentulus
Terdapat dua jenis edentulus, yaitu edentulus sebagian dan edentulus lengkap.
2.1.2.1 Edentulus Sebagian
Edentulus sebagian adalah kondisi hilangnya satu atau lebih gigi pada lengkung
gigi tetapi tidak semua gigi yang hilang dalam rongga mulut.33 Kehilangan sebagian
gigi mengakibatkan terjadinya migrasi dan rotasi dari gigi yang tersisa. Hilangnya
kesinambungan pada lengkung gigi dapat menyebabkan pergeseran, miring atau
berputarnya gigi, karena gigi tidak lagi menempati posisi yang normal untuk
menerima beban yang terjadi pada saat pengunyahan makan akan mengakibatkan
kerusakan struktur periodontal. Gigi yang miring sulit dibersihkan, sehingga aktivitas
karies meningkat. Untuk menghindari dampak yang tidak diinginkan akibat hilangnya
sebagian gigi maka diperlukan pemakaian gigi tiruan.34
Universitas Sumatera Utara
9
2.1.2.2 Edentulus Lengkap
Edentulus lengkap merupakan keadaan hilangnya seluruh gigi permanen pada
rahang atas dan rahang bawah di dalam rongga mulut.35 Edentulus terjadi pada
sepersepuluh sampai seperlima populasi di dunia, setengah dari populasi tersebut
berusia lebih dari 65 tahun. Hilangnya seluruh gigi pada rahang atas dan rahang
bawah akan memengaruhi kualitas hidup seseorang karena dapat menyebabkan
gangguan pada fungsi mastikasi, fonetik, dan estetis. Untuk menghindari dampak
kehilangan seluruh gigi, dapat dilakukan perawatan berupa pembuatan gigi tiruan
lengkap.36
2.2 Perawatan Prostodonsia
Menurut Glossary of Prosthodontic, prostodonsia adalah salah satu cabang ilmu
kedokteran gigi yang mempelajari diagnosis, rencana perawatan, rehabilitasi dan
pemeliharaan dalam rongga mulut, dengan mempertimbangkan kenyamanan,
penampilan atau estetika, dan kondisi kesehatan pasien sehubungan dengan adanya
kehilangan gigi atau kerusakan pada jaringan maksilofasial, dengan cara
menggantikannya dengan alat tiruan yang biokompatibel yaitu gigi tiruan cekat, gigi
tiruan implan, protesa maksilofasial ataupun gigi tiruan lepasan baik gigi tiruan
lengkap maupun gigi tiruan sebagian lepasan.7 Hal ini sesuai dengan filosofi
perawatan prostodonsia yaitu restore what is missing but also must preserve what is
remains (memulihkan apa yang sudah hilang sambil melestarikan apa yang masih
ada), sehingga perawatan prostodonsia yang dilakukan oleh dokter gigi tidak hanya
untuk menggantikan struktur yang hilang tetapi tetap memelihara struktur rongga
mulut yang masih ada.37
2.2.1 Perawatan Prostodonsia untuk Edentulus Sebagian
Pada pasien yang mengalami edentulus sebagian dibutuhkan suatu perawatan
rehabilitasi prostetik meliputi pembuatan gigi tiruan rahang atas maupun rahang
bawah. Terdapat beberapa perawatan prostodonsia untuk edentulus sebagian yaitu
gigi tiruan cekat, gigi tiruan sebagian lepasan, dan implan.38
Universitas Sumatera Utara
10
2.2.1 Perawatan Prostodonsia untuk Edentulus Lengkap
Perawatan prostodonsia untuk menggantikan seluruh gigi asli yang telah hilang
yaitu gigi tiruan lengkap. Gigi tiruan ini dapat dilepas pasang sendiri oleh pasien.38
2.3 Gigi Tiruan Lengkap
Gigi tiruan lengkap (GTL) adalah gigi tiruan yang menggantikan seluruh gigi
geligi asli dan struktur pendukungnya baik pada rahang atas maupun rahang bawah
(Gambar 1). Gigi tiruan tersebut terdiri dari anasir gigi yang dilekatkan pada basis
gigi tiruan. Basis pada gigi tiruan itu memperoleh dukungan melalui kontak yang erat
dengan jaringan mulut dibawahnya.6
Terdapat tiga fungsi GTL yaitu:6
1. Estetis, gigi tiruan lengkap mengembalikan kontur wajah dan dimensi
vertikal yang hilang
2. Mastikasi, gigi tiruan lengkap mengembalikan fungsi pengunyahan dan harus
memiliki keseimbangan oklusi yang baik untuk meningkatkan stabilisasi gigi tiruan
3. Fonetik, salah satu fungsi gigi tiruan yang paling penting adalah
mengembalikan fungsi bicara pasien.
Salah satu prosedur pembuatan GTL adalah penentuan hubungan rahang.
Ketidaktepatan dalam menentukan hubungan rahang akan menyebabkan
ketidaknyamanan pada pasien.6
Gambar 1. Gigi tiruan lengkap39
Universitas Sumatera Utara
11
2.4 Penentuan Hubungan Rahang
Menurut Glossary of Prosthodontic, hubungan rahang adalah hubungan posisi
mandibula terhadap maksila.7 Hubungan rahang dapat dilihat dalam dua arah yaitu
secara vertikal dan secara horizontal. Hubungan rahang secara vertikal adalah
dimensi vertikal yang pengukurannya dilakukan pada wajah dengan dua titik acuan,
sedangkan hubungan rahang secara horizontal adalah relasi sentrik. Pada pasien yang
sudah kehilangan seluruh giginya berarti sudah kehilangan bidang oklusal, dimensi
vertikal, dan oklusi sentrik.2,6
2.5 Dimensi Vertikal Oklusi
2.5.1 Definisi Dimensi Vertikal Oklusi
Dimensi vertikal oklusi (DVO) adalah tinggi sepertiga wajah bagian bawah
yang diukur dari titik subnasion ke gnathion pada posisi interkuspasi maksimum.8
2.5.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Dimensi Vertikal Oklusi
Terdapat tiga faktor yang memengaruhi DVO selama masa pertumbuhan dan
perkembangan yaitu panjang ramus, sudut gonial mandibula, dan erupsi gigi.10
2.5.2.1 Panjang Ramus
Selama ramus tumbuh dan berkembang, gigi melanjutkan proses erupsi untuk
mempertahankan oklusi. Perbedaan signifikan pada panjang ramus, berdampak pada
tinggi wajah anterior atau vertikal dimensi. Pada perkembangan ramus yang normal
atau ideal, tinggi wajah bagian tengah yang diukur dari glabella sampai dasar hidung,
seharusnya ukurannya mendekati tinggi wajah bagian bawah yang diukur dari dasar
hidung sampai ujung dagu pada pertumbuhan yang sudah selesai. Pada panjang
ramus yang berbeda, maka tinggi wajah anterior dan tampilan gigi pun akan berbeda.
Seseorang yang memiliki ramus yang pendek dengan erupsi gigi posterior yang
normal akan memiliki tinggi wajah anterior yang lebih besar dan open bite anterior.
Umumnya seseorang dengan ramus yang pendek memperlihatkan tinggi wajah bagian
bawah yang lebih panjang dibandingkan tinggi wajah bagian tengahnya dan tampilan
Universitas Sumatera Utara
12
gingiva yang berlebihan (Gambar 2). Seseorang yang memiliki ramus yang panjang
dan erupsi gigi posterior normal, akan memiliki bentuk wajah yang berkebalikan
dengan orang yang memiliki ramus pendek. Umumnya, orang tersebut memiliki
wajah bagian bawah yang pendek dibanding wajah bagian tengahnya, gigi bagian
maksila yang tidak terlihat seluruhnya dan tampilan wajah yang kotak (Gambar 3).10
Perbedaan panjang ramus dipengaruhi oleh faktor hormonal. Secara genetik,
laki-laki didominasi oleh hormon testosteron yang berfungsi untuk meningkatkan
kecepatan sintesis protein dalam tubuh untuk pembentukan matriks organik tulang
yang disekresikan oleh osteoblas saat proses mineralisasi tulang pada proses
pertumbuhan dan pembentukan massa tulang sehingga tulang pada laki-laki menjadi
Gambar 2. Seseorang dengan ramus pendek memperlihatkan tinggi wajah bagian
bawah yang lebih panjang dibandingkan tinggi wajah bagian tengahnya10
Gambar 3. Seseorang dengan ramus panjang memperlihatkan tinggi wajah bagian
bawah yang lebih pendek dibandingkan tinggi wajah bagian tengahnya10
Universitas Sumatera Utara
13
lebih besar ukurannya. Sementara pada perempuan didominasi oleh hormon estrogen
yang berfungsi dalam mengatur siklus menstruasi dan reproduksi serta menstimulasi
proliferasi sel epitel kelenjar payudara, sedangkan perannya untuk proses
pertumbuhan tulang, hormon estrogen bertanggung jawab dalam penyatuan epifisis
sehingga pertumbuhan tulang akan berhenti lebih cepat pada perempuan dan
menyebabkan tulang pada perempuan ukurannya lebih kecil daripada laki-laki karena
sudah tidak terjadi pertambahan ukuran akibat sudah menutupnya epifisis. Dengan
demikian, panjang ramus pada perempuan lebih kecil daripada laki-laki.40
2.5.2.2 Sudut Gonial Mandibula
Sudut gonial seseorang juga memengaruhi vertikal dimensi anterior wajahnya.
Orang yang memiliki sudut gonial yang lancip memiliki kecenderungan bentuk wajah
seperti bentuk wajah ramus yang panjang, yaitu bentuk wajah kotak dan wajah bagian
bawah yang pendek dibanding wajah bagian tengahnya. Umumnya memiliki sudut
dataran mandibula yang datar. Orang yang memiliki sudut gonial yang tumpul
memiliki kecenderungan bentuk wajah seperti bentuk wajah ramus yang pendek,
yaitu bentuk wajah yang panjang, gigi yang terlihat jelas sampai gusi dan wajah
bagian bawah yang lebih tinggi dibanding wajah bagian tengahnya. Umumnya
dataran mandibulanya curam (Gambar 4).10
Gambar 4. Perbedaan tinggi wajah bagian bawah dan sudut dataran mandibula
karena perbedaan panjang ramus dan besar sudut gonial mandibula10
Universitas Sumatera Utara
14
2.5.2.3 Erupsi Gigi
Pada tumbuh kembang yang normal, gigi pada maksila dan mandibula erupsi
untuk mempertahankan kontak oklusi selama pertumbuhan wajah dan kepala. Bisa
saja terjadi variasi erupsi gigi yang memengaruhi tinggi wajah bagian bawah. Pada
hubungan rahang kelas I Angle, posisi kondilus mandibula berada di sentral fossa
glenoidalis, sedangkan pada hubungan rahang kelas II Angle, posisi kondilus
mandibula lebih ke posterior dari fossa glenoidalis, dan pada hubungan rahang kelas
III Angle, posisi kondilus mandibula lebih ke anterior dari fossa glenoidalis. Hasil
penelitian Qamar dkk menunjukkan bahwa orang dengan hubungan rahang kelas II
Angle memiliki tinggi wajah yang lebih pendek dibandingkan orang dengan
hubungan rahang kelas I Angle. Hal ini disebabkan karena pada hubungan rahang
kelas II Angle, terjadi rotasi pertumbuhan mandibula berlawanan arah jarum jam
yang akan mengarahkan mandibula tumbuh ke atas sehingga tinggi wajah bawah
cenderung lebih pendek. Pada orang dengan hubungan rahang kelas III Angle
memiliki tinggi wajah yang lebih tinggi dibandingkan orang dengan hubungan rahang
kelas I Angle. Hal ini disebabkan karena pada hubungan rahang kelas III Angle,
terjadi rotasi pertumbuhan mandibula searah arah jarum jam yang akan mengarahkan
mandibula tumbuh ke bawah sehingga tinggi wajah bawah cenderung lebih
tinggi.10,41
2.5.3 Metode Penentuan Dimensi Vertikal Oklusi
Terdapat beberapa metode dalam menentukan dimensi vertikal oklusi, yaitu
metode mekanis, fisiologis, dan antropometri.6,14-16
2.5.3.1 Mekanis
Metode mekanis merupakan metode yang tidak memerlukan pergerakan
fungsional dan menggunakan alat mekanis yang sederhana. Metode mekanis terdiri
atas pengukuran relasi linggir, pengukuran gigi tiruan sebelumnya, dan praekstraksi.
Universitas Sumatera Utara
15
2.5.3.1.1 Relasi Linggir
Relasi linggir merupakan hubungan posisi antara linggir mandibula terhadap
linggir maksila. Relasi linggir dapat diukur dengan menggunakan dua metode yaitu:
a. Jarak antara papila insisivus ke insisivus rahang bawah
Papila insisivus merupakan tanda yang stabil sehingga tidak mengalami
perubahan yang begitu besar hanya karena resorpsi linggir alveolar. Jarak papila
insisivus terhadap tepi insisal gigi insisivus sentral maksila yaitu 6 mm. Biasanya
overbite antara insisivus maksila dan mandibula adalah 2 mm. Oleh karena itu, jarak
antara papila insisivus dan insisivus mandibula kurang lebih 4 mm. Berdasarkan
penilaian ini, DVO dapat dihitung (Gambar 5).
b. Kesejajaran linggir
Mandibula sejajar terhadap maksila hanya pada saat beroklusi dan mandibula
pasien dapat disejajarkan dengan maksila. Hal ini dapat digunakan untuk menentukan
DVO. Posisi ini berhubungan dengan pembukaan rahang sebesar 5⁰ pada sendi
temporomandibula yang menjadi petunjuk besarnya jarak antar rahang yang tepat.
Pada pasien yang telah melakukan ekstraksi gigi mandibula dan maksila secara
bersamaan, linggir alveolarnya akan sejajar karena panjang mahkota klinis gigi
anterior dan posterior hampir sama. Namun, metode ini tidak dapat digunakan pada
pasien yang mempunyai penyakit periodontal dan pasien yang telah kehilangan
Gambar 5. Pengukuran jarak papila insisivus ke insisivus
rahang bawah6
Universitas Sumatera Utara
16
gigi pada interval waktu yang tidak teratur.
2.5.3.1.2 Pengukuran Gigi Tiruan Sebelumnya
Gigi tiruan milik pasien sebelumnya dapat digunakan untuk menentukan DVO.
Alat ukur Boley’s gauge digunakan untuk mengukur jarak antara batas maksila dan
mandibula pada gigi tiruan dalam keadaan oklusi (Gambar 6). Pengukuran ini
digunakan untuk menentukan DVO.
2.5.3.1.3 Praekstraksi
Pencatatan sebelum pencabutan berfungsi untuk memberikan informasi DVO
pasien ketika masih memiliki gigi geligi. Terdapat berbagai cara pencatatan sebelum
pencabutan yaitu profil foto, profil siluet, profil radiografi, model artikulasi,
pengukuran wajah, metode Willis, dan face mask.
2.5.3.1.3.1 Profil Foto
Profil foto wajah saat gigi geligi masih ada atau sebelum dilakukan pencabutan
gigi dapat membantu dalam menentukan DVO. Penentuan DVO dengan profil foto
wajah diambil pada saat pasien oklusi maksimum karena pasien dapat dengan mudah
mempertahankan posisi ini selama prosedur fotografi. Profil foto wajah harus dapat
diperbesar sesuai dengan ukuran wajah sebenarnya dari pasien dan jarak antara
landmark anatomi harus dapat diukur dan dibandingkan dengan pasien untuk
Gambar 6. Pengukuran gigi tiruan
sebelumnya42
Universitas Sumatera Utara
17
menghindari ketidaktepatan. Pencatatan sebelum pencabutan untuk menentukan DVO
ini harus dicatat sehingga dapat digunakan nantinya.
Perbesaran pada profil foto dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
berikut:
Y = b/a*x
Keterangan :
a = Jarak inter-pupillary pada profil foto
b = Jarak inter-pupillary pada pasien
x = Jarak alis – dagu pada profil foto
Y = Jarak alis – dagu pasien
2.5.3.1.3.2 Profil Siluet
Kata siluet artinya garis besar (outline). Profil siluet dapat dibuat secara akurat
dengan menggunakan karton atau kontur dengan kawat menggunakan profil foto
milik pasien. Profil siluet ini dapat digunakan sebagai template, karena siluet diambil
dari foto sebelum pencabutan gigi yang menunjukkan dimensi vertikal saat istirahat.
Ini merupakan posisi wajah pasien saat menentukan DVO. Dagu setidaknya harus
berada 2 mm di atas tingkat batas bawah dari profil siluet (Gambar 7).
Gambar 7. Profil siluet sebelum pencabutan untuk menentukan DVO6
Universitas Sumatera Utara
18
2.5.3.1.3.3 Profil Radiografi
Radiografi sefalometri dapat digunakan untuk menentukan hubungan dimensi
vertikal oklusi. Titik referensi yang dipilih untuk menentukan DVO adalah spina
nasalis anterior (SNA), spina nasalis posterior (SNP), titik gonion (Go) dan titik
gnathion (Gn). Penentuan DVO dilakukan dengan cara mengukur sudut antara bidang
bispinal yang melalui titik SNA ke SNP dengan bidang mandibula yang melalui titik
Go ke Gn. Cara ini memiliki keterbatasan karena ketidakakuratan teknik yaitu adanya
bias dari radiasi (Gambar 8).6,14
2.5.3.1.3.4 Model Artikulasi
Dimensi vertikal ditentukan dengan menggunakan model gigi geligi yang
dipasang pada artikulator. Metode ini bisa digunakan untuk menentukan ruang
linggir yang dibutuhkan untuk gigi dan ukurannya.
2.5.3.1.3.5 Pengukuran Wajah
Pengukuran wajah dilakukan dengan memposisikan kepala pasien dengan tegak
sejajar dengan bidang frankfurt horizontal dan nyaman di kursi dental dan ditetapkan
pengukuran menggunakan dua titik yaitu dari titik subnasion ke gnathion.15 Titik
subnasion merupakan titik tengah dari dasar kolumela tempat septum hidung
Gambar 8. Metode radiografi sefalometri14
Universitas Sumatera Utara
19
membentuk sudut dengan filtrum, sedangkan titik gnathion merupakan titik paling
inferior dan anterior pada mandibula.43 Kedua titik ini dipilih pada daerah yang tidak
mudah bergerak akibat otot ekspresi dan diukur dengan menggunakan kaliper digital,
menyentuh permukaan wajah tanpa ada tekanan (Gambar 9).15
2.5.3.1.3.6 Metode Willis
Metode ini diperkenalkan oleh Willis pada tahun 1935. Metode Willis
merupakan metode yang menunjukkan bahwa jarak dari dasar hidung ke titik
paling bawah pada mandibula yang dipotong oleh bidang median sagital adalah
sama dengan jarak dari pupil mata ke rima oris. Pengukuran pada metode ini
menggunakan alat ukur gauge Willis.
2.5.3.1.3.7 Face Mask
Sebelum pencabutan gigi, face mask dibuat dengan akrilik setelah mencetak
wajah dengan alginat. Pencetakan dilakukan pada bagian bawah wajah pasien
menggunakan alginat dalam keadaan istirahat. Cetakan dibuat menjadi sebuah plat
akrilik yang berbentuk seperti masker. Lalu, hasil cetakan dievaluasi terhadap wajah
Gambar 9. Pengukuran DVO dari titik
subnasion ke gnathion12
Universitas Sumatera Utara
20
pasien. Pasien diminta untuk mengoklusikan gigi, lalu diobservasi jarak antara titik
plat akrilik dan tepi dagu (Gambar 10).
2.5.3.2 Fisiologis
Metode fisiologis merupakan metode yang pengukurannya menggunakan
gerakan fisiologis dari pasien. Metode fisiologis terdiri atas power point,
menggunakan wax oklusal rim, posisi istirahat fisiologis, fonetik, estetik, penelanan,
sensasi taktil atau persepsi neuromuskular, dan persepsi kenyamanan pasien.
2.5.3.2.1 Power Point
Plat metal (central bearing plate) ditempelkan pada basis pencatat rahang atas.
Bimeter ditempelkan pada basis pencatat rahang bawah. Bimeter ini mempunyai
arloji yang menunjukkan jumlah tekanan yang bekerja padanya.
Basis pencatat dimasukkan ke dalam mulut pasien dan pasien diminta untuk
menggigit basis pencatat pada derajat pembukaan rahang yang berbeda. Hasil
kekuatan gigitan ditransfer dari central bearing point ke bimeter. Kemudian dicatat
tekanannya. Nilai tertinggi tekanan disebut power point (Gambar 11).
Gambar 10. Metode face mask6
Universitas Sumatera Utara
21
2.5.3.2.2 Wax Oklusal Rim
Jarak vertikal antar kedua rahang yang ditentukan di dalam mulut dengan
bantuan oklusal rim dan dipasang di artikulator merupakan DVO dari pasien tersebut.
Hubungan pendahuluan ini ditentukan dan dipertahankan dengan oklusal rim.
Ekspresi wajah dan estetik digunakan untuk penilaian akhir.
Prosedur:
a. Catat dimensi vertikal istirahat dan jarak antara hidung dan dagu.
b. Perkiraan DVO, kurang 2-5 mm dari dimensi vertikal istirahat. Ekspresi
wajah juga dapat digunakan sebagai panduan untuk menentukan nilai ini.
c. Permukaan oklusal pada oklusal rim rahang atas dilapisi dengan petroleum
jelly dan dimasukkan ke dalam mulut. Bubuk adesif gigi tiruan dapat digunakan
apabila retensi tidak adekuat.
d. Gulungan wax tipis dengan bentuk segitiga dilunakkan dalam water bath
dengan suhu 130°F dan diletakkan di atas oklusal rim rahang bawah dengan
puncaknya mengarah ke oklusal rim rahang atas (Gambar 12).
e. Wax yang ditambahkan dilunakkan lagi dengan torch dan oklusal rim rahang
bawah dimasukkan ke dalam mulut.
f. Pasien diminta untuk menutup mulut perlahan dan berhenti pada posisi yang
nyaman sesuai dengan rasa taktilnya. Hal ini menentukan DVO.
g. Wax dibiarkan dingin dalam mulut pasien.
h. Wax tersebut dibuang dan diartikulasikan dalam relasi sentrik.
Gambar 11. Metode power point6
Universitas Sumatera Utara
22
2.5.3.2.3 Posisi Istirahat Fisiologis
Metode posisi istirahat fisiologis disebut juga dengan metode Niswonger.
Keterbatasan dari metode ini yaitu metode ini tidak dianggap sebagai metode yang
akurat karena memerlukan kerja sama dari pasien, dan perubahan posisi rahang dapat
terjadi selama prosedur ini.
Prosedur:
a. Pasien diminta untuk duduk tegak dengan kepala yang rileks dan mata
melihat lurus kedepan.
b. Oklusal rim yang telah dimodifikasi berdasarkan petunjuk klinis dimasukkan
dan pasien diminta menelan dan rileks.
c. Ketika pasien rileks, bibir perlahan terbuka dan terdapat ruang antar oklusal
rim. Ruang ini disebut free way space.
d. Jarak antar oklusal rim saat rahang atas dan bawah pada posisi istirahat
kurang lebih 2-4 mm.
e. Rumus “DV istirahat = DV oklusi + free way space” digunakan untuk
menghitung DVO (Gambar 13).
f. Jika free way space lebih dari 4 mm, DVO rendah dan jika kurang dari 2 mm
maka DVO terlalu tinggi.
Gambar 12. Gulungan wax6
Universitas Sumatera Utara
23
2.5.3.2.4 Fonetik
Metode fonetik merupakan metode yang mengamati pergerakan jaringan mulut
selama berbicara dan menganalisis ucapan pasien. Maksila dan mandibula
menunjukkan karakteristik hubungan selama berbicara. Hal tersebut dapat digunakan
untuk menentukan dimensi vertikal. Salah satu metode yang umum digunakan untuk
menentukan dimensi vertikal melalui metode fonetik yaitu Silverman’s closest
speaking space.
Silverman’s closest speaking space diperkenalkan oleh Silverman. Menurutnya
jarak bicara terdekat untuk mengukur dimensi vertikal yaitu pada saat mandibula
berfungsi. Idealnya, pada saat mengucapkan huruf ch, s, dan j, insisivus mandibula
akan bergerak mendekati dan hampir menyentuh insisivus maksila. Jarak antara
insisivus mandibula dan maksila disebut Silverman’s closest speaking space. Jika
jaraknya terlalu jauh, berarti DVO terlalu kecil, sedangkan jika gigi anterior
bersentuhan serta mengunci secara bersamaan ketika suara dihasilkan kemungkinan
DVO terlalu besar (Gambar 14).
Gambar 13. a = b+c. Dimensi vertikal istirahat sama dengan penjumlahan dari
DVO+ free way space6
Gambar 14. Silverman closest speaking space6
Universitas Sumatera Utara
24
2.5.3.2.5 Estetik
Estetik dapat digunakan untuk membantu menentukan dimensi vertikal yang
tepat. Metode estetik ini dapat dilakukan dengan pemilihan gigi dengan ukuran yang
sama dengan gigi asli dan penilaian sisa linggir resorpsi. Penentuan DVO dengan
mengamati kulit, yaitu jika dimensi vertikal terlalu tinggi, kulit pipi terlihat tertarik
dan lipatan nasolabial tidak terlihat, sudut nasolabial tinggi. Estetik dari bibir untuk
menentukan DVO yaitu kontur dan bibir yang terlihat penuh dipengaruhi oleh
ketebalan labial flange. Oklusal rim berfungsi untuk mengkontur dan mendukung
bibir. Penampilan bibir yang flat menunjukkan dukungan yang tidak adekuat pada
bibir.
2.5.3.2.6 Penelanan
Pada awal penelanan, gigi rahang atas dan rahang bawah hampir berkontak.
Faktor ini dapat digunakan sebagai panduan dalam menentukan DVO. Oklusal rim
yang berbentuk kerucut yang terbuat dari soft wax diletakkan di atas basis pencatat
rahang bawah. Basis pencatat atas dan bawah dimasukkan ke dalam mulut pasien.
Pada keadaan saliva pasien terstimulasi, pasien diminta untuk menelan. Tinggi dari
oklusal rim berkurang karena tekanan ketika rahang bawah menutup selama
penelanan. Hal tersebut memungkinkan rahang bawah mencapai ketinggian DVO.
Hasil yang diperoleh dari pengukuran ini dipengaruhi oleh lama perlakuan dan
tingkat kelunakan dari wax yang digunakan.
2.5.3.2.7 Sensasi Taktil
Sensasi taktil pasien digunakan sebagai acuan untuk menentukan DVO. Metode
ini menggunakan central bearing screw. Central bearing screw dimasukkan ke
central bearing plate. Central bearing plate dilekatkan pada oklusal rim rahang atas
dan central bearing screw dipasang pada oklusal rim rahang bawah (Gambar 15).
Universitas Sumatera Utara
25
2.5.3.2.8 Persepsi Kenyamanan Pasien
Metode persepsi kenyamanan pasien merupakan metode yang paling mudah
dan sederhana untuk menetapkan dimensi vertikal. Basis pencatat pada oklusal rim
yang terlalu tinggi dimasukkan ke dalam mulut pasien dan wax yang berlebih
dibuang sampai pasien merasa tinggi oklusal rim sudah nyaman. Kelemahan dari
metode ini yaitu tergantung pada kekooperatifan pasien untuk menentukan dimensi
vertikal yang akurat.
2.5.4 Penentuan Dimensi Vertikal Oklusi secara Antropometri
Kata antropometri berasal dari bahasa Yunani, yaitu anthropos yang berarti
manusia dan metren yang berarti ukuran. Secara definitif, antropometri merupakan
studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia.27
Leonardo da Vinci dan McGee telah menghubungkan DVO dengan berbagai
pengukuran antropometri. Menurut mereka, DVO yang sebenarnya hampir mirip
dengan jarak dua kali panjang mata, jarak dari outer canthus ke inner canthus, tinggi
vertikal dari telinga, jarak horizontal antara pupil, dan tinggi vertikal dari hidung
(subnasion ke glabella). Pengukuran antropometri telah digunakan untuk menentukan
proporsi bagian tubuh semenjak zaman kuno, ketika pematung dan matematikawan
menggunakan golden proportion dengan nilai rasio 1.618:1.13
Dalam beberapa penelitian, antropometri panjang jari yang digunakan untuk
dibandingkan dengan DVO antara lain panjang ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, jari
Gambar 15. (a) Penentuan hubungan rahang menggunakan sensasi taktil; (b) Central bearing
point; (c) Central bearing plate6
Universitas Sumatera Utara
26
manis, dan jari kelingking. Hasil penelitian tersebut menunjukkan pengukuran
panjang jari kelingking dianggap memenuhi kriteria sehingga dapat digunakan untuk
menentukan DVO.5
2.5.4.1 Titik Landmark Wajah
Pengukuran titik landmark wajah telah luas didiskusikan di berbagai literatur
sebagai metode untuk menentukan DVO. Majeed MI dkk (2018) melakukan
penelitian tentang antropometri pengukuran wajah dan hubungannya dengan DVO
pada subpopulasi Arab Saudi. Penelitian ini menggunakan 15 titik landmark wajah
untuk menentukan DVO, yaitu (Gambar 16):44
1. Jarak dari vertex ke trichion
2. Jarak dari trichion ke batas atas garis alis kanan
3. Jarak dari trichion ke nasion
4. Jarak dari nasion ke ala nasi
5. Jarak dari garis alis mata kanan ke ala nasi kanan
6. Jarak antara chelion kanan ke chelion kiri mengikuti lekukan mulut
7. Jarak dari outer canthus mata kanan ke komisura bibir kanan
8. Jarak dari pupil ke chelion
9. Jarak antarpupil
10. Jarak dari outer canthus ke inner canthus
11. Jarak dua kali outer canthus mata kanan ke inner canthus mata kanan
12. Jarak dua kali inner canthus mata kanan ke inner canthus mata kiri
13. Jarak antara outer canthus dan telinga
14. Panjang dari auricular
15. Jarak dari subnasion ke gnathion
Universitas Sumatera Utara
27
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata DVO pada laki-laki adalah 69,25 ±
5,54 mm, sedangkan nilai rata-rata DVO pada perempuan adalah 57,41 ± 5,32 mm.
Hasil pengukuran 15 parameter antropometri tersebut pada laki-laki dan perempuan
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengukuran antropometri wajah pada subpopulasi Arab Saudi oleh
Majeed MI dkk.
No. Landmark Wajah Rerata ± SD (mm)
Laki-Laki Perempuan
1. Jarak dari subnasion ke gnathion 69,25 ± 5,54 57,41 ± 5,32
2. Jarak dari vertex ke trichion 113,15 ± 12,63 85,58 ± 13,76
3. Jarak dari trichion ke batas atas garis
alis kanan 61,34 ± 8,65 61,82 ± 7,94
4. Jarak dari trichion ke nasion 65,30 ± 9,38 65,00 ± 8,50
5. Jarak dari nasion ke ala nasi 61,83 ± 4,25 63,32 ± 4,91
6. Jarak dari garis alis mata kanan ke ala nasi kanan
63,22 ± 4,30 63,10 ± 4,85
7. Jarak antara chelion kanan ke chelion
kiri mengikuti lekukan mulut 65,01 ± 5,59 62,45 ± 5,99
8. Jarak dari outer canthus mata kanan ke komisura bibir kanan
75,52 ± 4,45 70,50 ± 4,02
9. Jarak dari pupil ke chelion 64,42 ± 2,92 64,86 ± 3,78
10 Jarak antarpupil 65,87 ± 4,40 57,79 ± 4,14
11. Jarak dari outer canthus ke inner canthus
67,51 ± 4,06 57,00 ± 5,04
12. Jarak dua kali outer canthus mata
kanan ke inner canthus mata kanan 69,22 ± 5,43 49,51 ± 11,16
13. Jarak dua kali inner canthus mata
kanan ke inner canthus mata kiri 66,37 ±6,77 54,37 ± 12,13
14. Jarak antara outer canthus dan telinga 67,59 ± 4,34 68,05 ± 4,54
15. Panjang dari auricular 62,44 ± 3,50 61,82 ± 4,44
Gambar 16. Titik landmark pengukuran wajah dari 1-1544
Universitas Sumatera Utara
28
Penelitian ini menunjukkan bahwa parameter antropometri yang mempunyai
nilai paling dekat dengan DVO pada pasien laki-laki adalah jarak dua kali outer
canthus mata kanan ke inner canthus mata kanan. Nilai DVO pada pasien perempuan
yang paling dekat dengan parameter antropometri adalah jarak horizontal antara
pupil.44
2.5.4.2 Panjang Jari Tangan
Panjang jari tangan telah luas digunakan sebagai pengukuran antropometri
dalam bidang kedokteran untuk karakterisasi individu dan perbedaan gender. Akhir-
akhir ini, panjang jari tangan telah digunakan di bidang kedokteran gigi untuk
memprediksikan DVO. Panjang jari tangan yang digunakan sebagai pengukuran
antropometri yaitu panjang ibu jari, panjang jari telunjuk, panjang jari tengah,
panjang jari manis, dan panjang jari kelingking.45
Secara umum, tangan manusia memiliki struktur anatomi yang kompleks yang
terdiri atas tulang, otot-otot, kulit, dan hubungan yang kompleks di antara ketiganya.
Tulang tangan terdiri atas tiga bagian yaitu carpal, metacarpal, dan phalangs.46 Pada
aspek palmar, terdapat tiga lipatan yaitu lipatan palmar digital, lipatan distal palmar,
dan lipatan proximal palmar (Gambar 17).47
Gambar 17. Anatomi tangan47
Universitas Sumatera Utara
29
2.5.4.2.1 Ibu Jari
Ibu jari (Digitus I manus) merupakan jari yang hanya memiliki dua phalangs,
yaitu phalangs proksimal dan distal, sehingga ibu jari hanya memiliki satu sendi.48
Ibu jari telah digunakan untuk memprediksi DVO. Nazir S dkk (2015) meneliti
korelasi antara DVO dengan panjang jari tangan pada populasi Kashmiri. Dari hasil
penelitian tersebut diketahui nilai korelasi antara DVO dengan ibu jari yaitu 0,536
pada laki-laki dan 0,126 pada perempuan. Nilai tesebut menunjukkan adanya
hubungan antara DVO dengan ibu jari. Cara pengukuran panjang ibu jari yaitu pada
aspek palmar dari ujung ibu jari ke titik paling jauh pada lipatan palmar digital,
ketika tangan pada posisi supinasi.22
2.5.4.2.2 Jari Telunjuk
Jari telunjuk (Digitus II manus) merupakan jari kedua pada tangan. Jari
telunjuk, jari tengah, jari manis, dan jari kelingking memiliki tiga phalangs, yaitu
phalangs proksimal, medial, dan distal.48 Nazir S dkk (2015) melakukan penelitian
mengenai korelasi DVO dengan panjang jari tangan pada populasi Kashmiri. Hasil
penelitian menunjukkan nilai korelasi antara DVO dengan panjang jari telunjuk yaitu
0,804 (p=0,000) pada laki-laki dan 0,073 (p= 0,702) pada perempuan. Cara
pengukuran panjang jari telunjuk yaitu pada aspek palmar dari ujung jari telunjuk
ke titik paling jauh pada lipatan palmar digital, ketika tangan pada posisi
supinasi.22
2.5.4.2.3 Jari Tengah
Pada umumnya, jari tengah (Digitus III manus) merupakan jari yang paling
panjang. Jari tengah telah digunakan untuk memprediksi DVO. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Kalra D dkk (2015) mengenai korelasi antara DVO dengan panjang
jari tangan, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara DVO dengan panjang jari
tengah dengan nilai korelasi 0,406 pada laki-laki dan 0,395 pada perempuan. Panjang
jari tengah diukur pada aspek palmar dari ujung jari tengah ke titik paling
jauh pada lipatan palmar digital, ketika tangan pada posisi supinasi.18
Universitas Sumatera Utara
30
2.5.4.2.4 Jari Manis
Jari manis (Digitus IV manus) terletak di antara jari tengah dan jari kelingking.
Dalam bahasa latin jari manis disebut Digitus medicinalis (jari pengobatan), Digitus
annularis (jari cincin), dan Digitus quartus (jari keempat). Alhajj NM dkk (2016)
melakukan penelitian mengenai korelasi antara DVO dan panjang jari tangan pada
wanita dewasa Sudan. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat
hubungan antara DVO dengan panjang jari manis dengan nilai korelasi 0,183. Cara
pengukuran panjang jari manis yaitu pada aspek palmar dari ujung jari manis ke titik
paling jauh pada lipatan palmar digital, ketika tangan pada posisi supinasi.49
2.5.4.2.5 Jari Kelingking
Jari kelingking terletak paling ujung dari tangan. Anatomi jari kelingking yang
normal mempunyai carpal, metacarpal, dan tiga phalangs. Panjang jari kelingking
dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk memprediksi DVO. Leonardo da
Vinci menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara DVO dengan antropometri,
salah satunya panjang jari kelingking.5 Panjang jari kelingking dipilih karena dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Ladda R dkk (2013)13, Kalra D dkk (2015)18,
Nazir S dkk (2015)22 mengenai pengukuran DVO dengan beberapa antropometri jari
tangan, disimpulkan bahwa panjang jari kelingking mempunyai nilai korelasi yang
lebih erat dengan DVO dari antropometri jari tangan yang lain dan DVO dapat
diprediksi menggunakan panjang kelingking dengan rumus persamaan regresi. Selain
itu, terdapat hubungan antara jarak DVO dan jari tangan dilihat dari waktu selesainya
pertumbuhan. Penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan struktur dentofasial
sejalan dengan pertumbuhan tulang carpal, metacarpal, dan phalangeal yang
dibuktikan dengan hand-wrist radiography.5,23
Korelasi adalah suatu nilai yang mengukur seberapa erat hubungan antara dua
variabel dan dapat diketahui arah hubungannya. Kekuatan hubungan dua variabel
antara nilai DVO menggunakan pengukuran wajah dan antropometri panjang jari
kelingking dapat dilihat berdasarkan nilai koefisien korelasi (r) yang menyatakan
derajat keeratan antar dua variabel. Keterangan interpretasi nilai r menurut Colton:50
Universitas Sumatera Utara
31
- r = 0,00-0,25 : tidak ada hubungan/hubungan lemah
- r = 0,26-0,50 : hubungan sedang
- r = 0,51-0,75 : hubungan kuat
- r = 0,76-1,00 : hubungan sangat kuat/sempurna
Dengan mengetahui adanya korelasi DVO menggunakan pengukuran wajah
dengan antropometri panjang jari kelingking, maka nilai DVO dapat diprediksi
dengan menggunakan antropometri panjang jari kelingking. Nilai DVO
menggunakan pengukuran wajah dan panjang jari kelingking digunakan sebagai data
untuk memprediksi DVO dengan panjang jari kelingking. Untuk memperoleh nilai
prediksi DVO menggunakan panjang jari kelingking digunakan analisis uji regresi
linier. Persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:25,40
Keterangan :
Y = Dimensi Vertikal Oklusi (DVO)
X = Panjang Jari Kelingking (PJK)
a = Konstanta regresi DVO
b = Faktor pengali panjang jari kelingking
Pada penelitian ini, panjang jari kelingking yang diukur adalah pada aspek
palmar dari ujung jari kelingking ke titik paling jauh pada lipatan palmar digital,
ketika tangan pada posisi supinasi. Panjang jari kelingking diukur dengan
menggunakan kaliper digital (Gambar 18).24
Y = a +bX
Universitas Sumatera Utara
32
2.5.4.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Panjang Jari Tangan
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi panjang jari tangan, yaitu jenis
kelamin, usia, dan ras.5,26,27
2.5.4.3.1 Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang memengaruhi panjang jari
tangan. Perempuan cenderung memiliki jari yang lebih pendek dibandingkan laki-
laki. Penelitian yang dilakukan oleh Bhandari AJ dkk (2012) pada populasi India
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil pengukuran antara panjang jari
kelingking laki-laki dan perempuan pada rentang usia 20 – 30 tahun. Laki-laki
memiliki jari tangan yang lebih panjang dari perempuan. Nilai rata-rata pengukuran
panjang jari kelingking pada laki-laki adalah 60,47 mm sedangkan pada perempuan
adalah 56,22 mm.24 Perbedaan hasil antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan
disebabkan oleh seksual dimorfisme. Seksual dimorfisme merupakan suatu
karakteristik yang dimiliki makhluk hidup, yang ditandai dengan adanya perubahan
dimensi pada sebagian jaringan yang disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin.
Perubahan dimensi ini merujuk kepada perbedaan ukuran, bentuk, warna, ketinggian,
serta paras rupa antara laki-laki dan perempuan.5
Gambar 18. Pengukuran panjang jari kelingking24
Universitas Sumatera Utara
33
2.5.4.3.2 Usia
Pertumbuhan manusia dimulai sejak dalam kandungan. Osifikasi dari tulang
tangan terus mengalami perubahan selama masa pertumbuhan. Pada laki-laki
percepatan pertumbuhan tulang tangan (adolescent growth spurt) berlangsung lebih
lama dibandingkan perempuan sehingga laki-laki cenderung memiliki panjang jari
yang lebih besar daripada perempuan. Pertumbuhan dan perkembangan dari tulang
tangan memiliki karakteristik pada setiap usia kronologisnya. Terdapat enam kategori
utama masa pembentukan tulang spesifik yang dapat memprediksi maturitas tulang,
yaitu (Gambar 19):26
1. Masa bayi
Pada bayi perempuan, masa bayi dimulai dari lahir sampai dengan usia 10
bulan, sedangkan pada laki-laki dari lahir sampai dengan usia 14 bulan. Selama masa
bayi, usia tulang tangan dapat ditentukan dari ada atau tidaknya osifikasi capitates,
hamate, dan epifisis distal jari-jari tangan. Capitate selalu muncul sedikit lebih awal
dari hamate, dan kemudian diikuti dengan munculnya epifisis.
2. Balita
Masa balita perempuan dimulai dari usia 10 bulan sampai dengan usia 2 tahun,
sedangkan pada laki-laki yaitu dari usia 14 bulan sampai dengan usia 3 tahun. Pada
tahap ini, usia tulang ditentukan dari jumlah epifisis yang dapat dikenali di phalangs
dan metacarpal.
3. Prapubertas
Prapubertas pada perempuan dimulai dari usia 2 tahun sampai dengan usia 7
tahun, sedangkan pada laki-laki dari usia 3 tahun sampai dengan usia 9 tahun.
Penilaian usia tulang berdasarkan tingkat perbedaan lebar antara epifisis yang lebih
kecil dan metafisis yang lebih besar pada middle dan distal phalangs.
4. Early and Mild Puberty
Early and mild puberty pada perempuan dimulai dari usia 7 tahun sampai
dengan usia 13 tahun, sedangkan pada laki-laki dari usia 9 tahun sampai dengan usia
14 tahun. Pada tahap ini, penilaian usia tulang sama seperti pada tahap prapubertas
dan late pubertal, yaitu berdasarkan distal dan middle phalangs.
Universitas Sumatera Utara
34
5. Late Puberty
Late puberty pada perempuan dimulai dari usia 13 tahun sampai dengan usia 15
tahun, sedangkan pada laki-laki dari usia 14 tahun sampai dengan usia 16 tahun.
Penilaian maturitas skeletal pada tahap ini berdasarkan tingkat penyatuan epifisis
pada distal phalangs.
6. Post puberty
Post puberty pada perempuan dimulai dari usia 15 tahun sampai dengan usia 17
tahun, sedangkan pada laki-laki dari usia 16 tahun sampai dengan usia 19 tahun. Pada
tahap ini, semua carpal, metacarpal, dan phalangs telah terbentuk sempurna.
Penilaian maturitas skeletal pada tahap ini berdasarkan tingkat penyatuan epifisis,
ulna dan radius. Pada tahap ini osifikasi tulang-tulang tangan seluruhnya telah selesai
dengan demikian pertumbuhan skeletal telah selesai. Oleh karena itu, usia yang
digunakan pada penelitian ini yaitu minimal usia 19 tahun.
c.
d. e. f.
Gambar 19. Pembentukan tulang tangan. a. Masa bayi, b. Masa balita, c.
Prapubertas, d. Early and mild puberty, e. Late puberty, f. Post
puberty26
b. a.
Universitas Sumatera Utara
35
2.5.4.3.3 Ras
Variasi dimensi tubuh dapat terjadi karena pengaruh ras. Antropologi mengenal
tiga klasifikasi ras di dunia, yaitu ras Negroid, Mongoloid, dan Kaukasoid. Ras
Negroid memiliki ciri-ciri fisik, yaitu pigmentasi kulit yang kuat (kulit hitam), rambut
keriting, dan mata berwarna coklat sampai hitam, sedangkan ras Kaukasoid memiliki
mata biru, berkulit putih, dan ukuran badan yang relatif besar. Ciri-ciri fisik ras
Mongoloid, yaitu berkulit sawo matang, ukuran badannya relatif sedang, berambut
hitam lurus, dan bundaran biji mata hitam.27
Penduduk Indonesia terdiri dari berbagai macam ras yang secara turun temurun
membentuk variasi suku. Terdapat lebih dari 300 kelompok suku yang berbeda,
perbedaan suku ini menimbulkan pertanyaan apakah ada perbedaan antropometri
pada suku yang berbeda pula. Abeysekera dan Shahnavaz mengungkapkan bahwa
berbeda populasi berbeda pula antropometrinya, tidak menutup kemungkinan bahwa
perbedaan antropometri juga terjadi pada suku yang berbeda pula walaupun berasal
dari satu negara.27 Perbedaan antropometri dapat disebabkan karena adanya
perbedaan kebiasaan, nutrisi, dan sosial ekonomi.30 Selain itu, perbedaan sistem
kekerabatan dan pola perkawinan akan menghasilkan variasi genetik yang berbeda
secara turun-temurun. Pola perkawinan yang berbeda di dalam kelompok suku akan
menciptakan identitas baru dan khas dengan gambaran antropometri berbeda-beda.51
Menurut para ahli sejarah, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari subras
Proto Melayu dan Deutro Melayu. Suku Batak termasuk dalam subras Proto Melayu,
sedangkan suku Jawa termasuk dalam subras Deutro Melayu.27 Dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Ismianti dkk (2019) mengenai studi antropometri mahasiswa
Indonesia bersuku Batak dan Jawa, didapatkan hasil adanya perbedaan panjang jari
tangan antara suku Batak dan suku Jawa. Panjang jari tangan suku Jawa memiliki
dimensi yang lebih besar daripada suku Batak.30
2.5.4.3.3.1 Suku Batak
Suku Batak adalah penduduk asli di provinsi Sumatera Utara dan termasuk ke
dalam subras Proto Melayu. Dari perbedaan dialek yang dipergunakan dalam
Universitas Sumatera Utara
36
kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak secara khusus terdiri dari enam
subsuku, yaitu Karo, Simalungun, Pakpak, Toba, Angkola, dan Mandailing. Setiap
subsuku Batak memiliki batas-batas wilayah kebudayaan yang jelas. Pada tahun 1961
orang Karo mendiami suatu wilayah paling utara di Sumatera Utara yang wilayahnya
meliputi daerah induk dataran tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu,
dan sebagian kabupaten Dairi. Di sebelah selatan dan tenggara wilayah orang Karo
didiami oleh Batak Simalungun yang menempati daerah induk Simalungun,
sedangkan di sebelah barat orang Karo didiami suku Batak Pakpak menempati daerah
induk Dairi di bagian wilayah paling selatan dari propinsi Sumatera Utara merupakan
lokasi orang Batak Angkola dan Mandailing. Orang Angkola mendiami daerah induk
Angkola dan Sipirok, sedangkan suku Mandailing mendiami daerah induk
Mandailing, Ulu, Pakatan, dan bagian selatan Padang lawas. Sementara itu, wilayah
orang Batak Toba paling luas meliputi kawasan tepi danau Toba, pulau Samosir,
dataran tinggi Toba, daerah Asahan Silindung, daerah antara Barus dan Sibolga.
Sejak tahun 1979 dengan diberlakukannya UU No.5 tahun 1979, wilayah orang
Batak Toba berada dalam kabupaten Tapanuli Utara, kabupaten Deli Serdang, dan
kabupaten Asahan.52
2.5.4.3.3.2 Suku Jawa
Suku Jawa merupakan kelompok suku bangsa yang terbesar di Indonesia
dengan populasi sebanyak 95,2 juta jiwa atau sekitar 40,2% dan termasuk ke dalam
subras Deutro Melayu. Suku Jawa tidak hanya tinggal di pulau Jawa, orang-orang
dari suku ini juga menyebar ke seluruh pelosok Indonesia. Sebagai contoh
perpindahan orang-orang Jawa dari desa ke kota, seperti dari sebuah desa di Jawa
Tengah-Jawa Timur ke Jakarta; dari desa di Jawa Tengah-Jawa Timur ke luar pulau
Jawa, seperti ke Sitiyung (Sumatera Barat), Lampung dan Deli Serdang (Sumatera
Utara).53 Oleh karena itulah suku Jawa terdapat di Sumatera Utara dan termasuk
dalam suku terbanyak ke dua di provinsi Sumatera Utara (33,41%). Suku Jawa
terdiri dari suku Jawa, Osing, Tengger, Samin, Bawean/Boyan, Naga, dan
Nagaring.29
Universitas Sumatera Utara
37
2.5.5 Akibat Kesalahan Penentuan Dimensi Vertikal Oklusi pada Gigi
Tiruan Lengkap
Penentuan DVO merupakan tahap penting dalam pembuatan GTL, karena
kesalahan dalam menentukan DVO merupakan tanda pertama dari ketidaknyamanan
pasien. Tidak jarang terjadi kesalahan pada penentuan DVO sehingga DVO dapat
menjadi lebih tinggi atau rendah dari DVO yang sebenarnya.6
2.5.5.1 Dimensi Vertikal Oklusi Terlalu Tinggi
DVO yang terlalu tinggi dapat menyebabkan meningkatnya risiko trauma
pada jaringan di bawah gigi tiruan karena hilangnya free way space yang
menyebabkan terjadinya clenching gigi geligi. GTL menjadi kurang stabil, tidak
nyaman dipakai, sakit pada mukosa dan otot terutama otot masseter dapat
dijadikan sebagai tanda DVO terlalu tinggi. Saat gigi berkontak akan menimbulkan
suara (horse sound) pada saat berbicara dan mengunyah. Estetik menjadi buruk
karena terjadi peningkatan tinggi wajah bagian bawah, otot wajah menjadi
tegang seperti otot orbicularis oris, jika terus berlanjut ada kemungkinan
berkembang menjadi gangguan sendi temporomandibula.6,54
2.5.5.2 Dimensi Vertikal Oklusi Terlalu Rendah
Ketika DVO terlalu rendah, dapat menyebabkan lipatan yang dalam pada sudut
mulut. Lipatan yang dalam di sudut mulut memungkinkan saliva untuk keluar dari
mulut, saliva cenderung terkumpul di daerah tersebut sehingga menciptakan
lingkungan yang lembab dan kondusif bagi pertumbuhan jamur atau bakteri. Hal ini
akan menyebabkan angular cheilitis. Costen syndrome dapat terjadi dengan gejala-
gejala tuli yang ringan, sering pusing, tinnitus, nyeri saat pergerakan sendi dan nyeri
bila ditekan. Gejala fungsional yang ditemukan yaitu kelelahan (fatigue) pada otot
rahang, kesulitan dalam menahan saliva di dalam mulut, dan kesulitan menelan.
Tanda-tanda estetik yang terjadi yaitu sepertiga bawah wajah lebih pendek dari
seharusnya, komisura bibir lebih luas dari seharusnya, bibir bawah protrusi, cuping
hidung terdorong ke atas dan keluar, dan ekspresi wajah lebih tua.6,54
Universitas Sumatera Utara
38
2.6 Kerangka Teori
Korelasi Dimensi Vertikal Oklusi Menggunakan Pengukuran Wajah dengan
Antropometri Panjang Jari Kelingking pada Suku Batak dan Suku Jawa
Metode Penentuan DVO
DVO
Edentulus Lengkap
Panjang Jari
Tangan
Titik Landmark Wajah
Ibu Jari
Jari Telunjuk
Jari Tengah
Jari Manis
Jari Kelingking
Akibat Kesalahan
Penentuan DVO
DVO Terlalu Tinggi
DVO Terlalu Rendah
Faktor yang Memengaruhi
Panjang Jari Tangan
Proto Melayu Deutro Melayu
Suku Batak Suku Jawa
Ras
Jenis Kelamin
Usia
Faktor yang memengaruhi DVO
Panjang Ramus
Sudut Gonial Mandibula
Erupsi Gigi
Mekanis Fisiologis Antropometri
Power Point
Wax Oklusal Rim
Posisi Istirahat Fisiologis
Fonetik
Estetik
Penelanan
Sensasi Taktil
Persepsi Kenyaman Pasien
Relasi Linggir
Pengukuran GT Sebelumnya
Praekstraksi
Pengukuran Wajah
Profil Foto
Profil Siluet
Profil Radiografi
Model Artikulasi
Face Mask
Metode Willis
Perawatan Prostodonsia
GTL
Penentuan Hubungan Rahang
Universitas Sumatera Utara
39
2.7 Kerangka Konsep
Pengukuran Wajah
Metode Penentuan DVO
Antropometri Jari
Kelingking
Korelasi Dimensi Vertikal Oklusi Menggunakan Pengukuran Wajah dengan
Antropometri Panjang Jari Kelingking pada Suku Batak dan Suku Jawa
Suku Batak Suku Jawa
Proto Melayu Deutro Melayu
Faktor yang Memengaruhi
Panjang Jari Tangan
Ras
Jenis Kelamin
Usia Sulit untuk menentukan
titik landmark wajah
Universitas Sumatera Utara
40
2.8 Hipotesis Penelitian
Ho = Tidak ada korelasi dimensi vertikal oklusi menggunakan pengukuran
wajah dengan antropometri panjang jari kelingking pada suku Batak dan suku
Jawa.
Ha = Ada korelasi dimensi vertikal oklusi menggunakan pengukuran wajah
dengan antropometri panjang jari kelingking pada suku Batak dan suku Jawa.
Universitas Sumatera Utara
41
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik
dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian deskriptif
analitik adalah penelitian yang menjelaskan dan menganalisa hubungan antar
variabel. Pada penelitian ini, peneliti ingin menjelaskan ada atau tidaknya korelasi
DVO menggunakan pengukuran wajah dengan antropometri panjang jari kelingking
pada suku Batak dan suku Jawa. Penelitian dengan rancangan cross sectional
merupakan penelitian di mana sampel hanya diobservasi satu kali tanpa diberi
perlakuan dan variabel-variabel diukur menurut keadaan atau status sewaktu
diobservasi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan
pemeriksaan klinis.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan September 2020 sampai selesai.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang
bersuku Batak atau suku Jawa.
Universitas Sumatera Utara
42
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini diambil dengan metode purposive sampling, yaitu sampel
dipilih sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
3.3.2.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian yang memenuhi
kriteria penelitian. Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini, yaitu:
1. Subjek sehat
2. Suku Batak atau suku Jawa yaitu dua generasi sebelumnya
3. Usia subjek penelitian 19-23 tahun
4. Hubungan rahang kelas I Angle
5. Memiliki minimal 28 gigi geligi yang telah erupsi sempurna
3.3.2.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian yang tidak
memenuhi kriteria penelitian. Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini, yaitu:
1. Tidak terdapat kerusakan pada wajah dan jari kelingking
2. Open bite atau deep bite
3. Anomali bentuk dan jumlah gigi
4. Gigi atrisi
5. Memakai gigi tiruan/crown/bridge
6. Memiliki kelainan sendi temporomandibula
7. Memiliki riwayat trauma maksilofasial
8. Sedang atau pernah melakukan perawatan ortodonti
9. Pernah melakukan bedah orthognathic
3.3.2.3 Jumlah Sampel Penelitian
Data yang digunakan untuk menghitung jumlah sampel diperoleh dari
penelitian Rege JJ dkk (2017).11 Jumlah sampel dalam penelitian ini dihitung dengan
menggunakan rumus uji hipotesis beda rata-rata berikut:
Universitas Sumatera Utara
43
n = 2s2[Z1−α/2+Z1−β]
2
(𝜇1−𝜇2)2
Keterangan :
n = Jumlah sampel minimal
s2 = Varians gabungan, sebesar 20,97
Z1-α/2 = Derivate baku alfa 5% (Zα=1,96)
Z1-β = Derivate baku beta 10% (Zβ=1,28)
𝜇1 = Estimasi rata-rata kelompok 1
𝜇2 = Estimasi rata-rata kelompok 2
Hasil perhitungan:
n = 2s2[Z1−α/2+Z1−β]
2
(𝜇1−𝜇2)2
n = 2 x 20,97[1,96+1,28]2
(58,927−54,306)2
n= 22
Berdasarkan perhitungan, dibutuhkan 22 sampel untuk masing-masing suku.
Untuk menghindari terjadinya bias maka jumlah sampel ditambahkan 10% dari
sampel yang ditentukan. Oleh karena itu, jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 24 orang suku Batak dan 24 orang suku Jawa.
3.4 Variabel dan Definisi Operasional
3.4.1 Variabel Bebas
Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan yang bersuku Batak dan suku Jawa dengan usia 19-23 tahun.
3.4.2 Variabel Terikat
1. Dimensi vertikal oklusi (DVO)
2. Panjang jari kelingking
Universitas Sumatera Utara
44
3.4.3 Variabel Terkendali
1. Peneliti
2. Alat ukur
3.4.4 Variabel Tidak Terkendali
Kejujuran subjek penelitian dalam menjawab pertanyaan
3.4.5 Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi Operasional Variabel Bebas
No. Variabel Bebas Definisi
Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
1. Mahasiswa USU
berjenis kelamin
laki-laki dan
perempuan yang
bersuku Batak
dengan usia 19-
23 tahun
Mahasiswa USU
yang bersuku
Batak (Karo,
Simalungun,
Pakpak, Toba,
Angkola, dan
Mandailing)52
minimal dua
generasi
sebelumnya (ayah,
ibu, kakek, nenek)
Kuesioner Jenis kelamin:
Laki-laki
/Perempuan
Suku: Batak
Usia : tahun
Kategorik
2. Mahasiswa USU
berjenis kelamin
laki-laki dan
perempuan yang
bersuku Jawa
dengan usia 19-
23 tahun
Mahasiswa USU
yang bersuku Jawa
(Jawa, Osing,
Tengger, Samin,
Bawean/Boyan,
Naga, Nagaring)29
minimal dua
generasi
sebelumnya (ayah,
ibu, kakek, nenek)
Kuesioner Jenis kelamin:
Laki-laki
/Perempuan
Suku: Jawa
Usia : tahun
Kategorik
Tabel 3. Definisi Operasional Variabel Terikat
No. Variabel
Terikat
Definisi
Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Dimensi Vertikal
Oklusi
Jarak yang diukur
dari subnasion ke
gnathion
Kaliper
digital mm Numerik
2. Panjang jari
kelingking
Jarak vertikal yang
diukur pada aspek
palmar dari ujung
jari kelingking ke
Kaliper
digital mm Numerik
Universitas Sumatera Utara
45
titik paling jauh
pada lipatan
palmar digital,
ketika tangan pada
posisi supinasi.
Tabel 4. Definisi Operasional Variabel Terkendali
No. Variabel
Terkendali
Definisi
Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Peneliti Peneliti yang
melakukan
penelitian adalah
peneliti yang sama
- - -
2. Alat ukur Alat ukur yang
digunakan dalam
penelitian adalah
alat yang sama
- - -
Tabel 5. Definisi Operasional Variabel Tidak Terkendali
No. Variabel Tidak
Terkendali
Definisi
Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Kejujuran subjek
penelitian dalam
menjawab
pertanyaan
Hasil jawaban
subjek penelitian
terhadap kuesioner
yang diberikan
- - -
3.5 Alat dan Bahan Penelitian
3.5.1 Alat Penelitian
1. Tiga serangkai (kaca mulut, sonde, pinset)
2. Nirbeken
3. Gunting kuku
4. Pulpen
5. Kaliper digital (Gambar 20)
Gambar 20. Kaliper digital
Universitas Sumatera Utara
46
3.5.2 Bahan Penelitian
1. Lembar pemeriksaan
2. Masker
3. Sarung tangan
4. Alkohol 70%
5. Kapas
6. Tisu
3.6 Prosedur Penelitian
A. Persiapan Penelitian
1. Peneliti terlebih dahulu melakukan observasi terhadap populasi yaitu
mahasiswa USU.
2. Peneliti mengurus surat ethical clearance dari Komisi Etik Bidang Kesehatan
dan izin melakukan penelitian di Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
3. Subjek penelitian diperoleh melalui pengisian lembar pemeriksaan.
4. Subjek penelitian yang terpilih diberi penjelasan mengenai penelitian yang
akan dilakukan.
5. Apabila subjek bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian maka subjek
diminta untuk menandatangani informed consent.
B. Pengukuran DVO :
1. Subjek diminta untuk duduk di kursi dalam posisi tegak dan kepala lurus ke
arah depan.
2. Setelah subjek duduk dengan nyaman, pastikan garis ala nasi-tragus subjek
dipertahankan dalam posisi horizontal selama pengukuran.
3. Subjek diminta untuk mengatupkan rahang pada keadaan oklusi sentrik
sambil menelan ludah dalam keadaan mulut tertutup.
4. Peneliti berdiri di depan subjek untuk menentukan titik subnasion dan
gnathion dan ditandai dengan menggunakan pulpen tinta.
Universitas Sumatera Utara
47
5. Salah satu ujung dari kaliper digital ditempatkan di titik gnathion dengan
tepat, dan ujung lainnya ditempatkan di titik subnasion (Gambar 21).
6. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali oleh peneliti yang sama dengan
hasil pengukuran dirata-ratakan selanjutnya dicatat.
C. Pengukuran Panjang Jari Kelingking :
1. Sebelum melakukan pengukuran, kuku subjek yang panjang dipotong
terlebih dahulu.
2. Subjek diminta untuk meletakkan tangan pada posisi lurus, terlentang, dan
datar di atas meja.
3. Panjang jari kelingking diukur pada aspek palmar dari ujung jari kelingking
ke titik paling jauh pada lipatan palmar digital, ketika tangan pada posisi supinasi
(Gambar 22).
4. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali oleh peneliti yang sama, kemudian
hasil pengukuran dicatat.
Data yang diperoleh ditabulasi kemudian dianalisis secara komputerisasi.
Gambar 21. Pengukuran dimensi
vertikal oklusi
Universitas Sumatera Utara
48
3.7 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini meliputi:
1. Analisis deskriptif multivariat untuk melihat nilai rerata dan standar deviasi
DVO menggunakan pengukuran wajah pada laki-laki dan perempuan suku Batak dan
suku Jawa.
2. Analisis deskriptif multivariat untuk melihat nilai rerata dan standar deviasi
panjang jari kelingking pada laki-laki dan perempuan suku Batak dan suku Jawa.
3. Analisis korelasi DVO menggunakan pengukuran wajah dengan
antropometri panjang jari kelingking pada laki-laki dan perempuan suku Batak dan
suku Jawa dengan uji korelasi Pearson.
4. Uji regresi linier untuk memprediksi nilai DVO berdasarkan antropometri
panjang jari kelingking pada laki-laki dan perempuan suku Batak dan suku Jawa.
5. Uji One Way Anova untuk melihat perbedaan nilai prediksi DVO dengan
panjang jari kelingking
Gambar 22. Pengukuran panjang jari kelingking
Universitas Sumatera Utara
49
3.8 Kerangka Operasional
Mengurus surat izin penelitian dari FKG USU dan
Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan
Pemeriksaan klinis subjek untuk menyesuaikan dengan
kriteria inklusi
Pengisian kuesioner untuk mengetahui subjek yang
memenuhi kriteria inklusi
Menjelaskan mengenai penelitian yang akan dilakukan kepada
subjek penelitian
Subjek penelitian menandatangani informed consent
(Surat ketersediaan menjadi subjek penelitian)
Melakukan pengukuran DVO
Melakukan pengukuran jari kelingking
Pencatatan data
Pengolahan data
Analisis data
Universitas Sumatera Utara
65
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Nilai rerata DVO menggunakan pengukuran wajah pada laki-laki adalah
64,84 mm, sedangkan pada perempuan adalah 59,13 mm. Nilai rerata DVO
menggunakan pengukuran wajah pada suku Batak adalah 61,37 mm, sedangkan pada
suku Jawa adalah 62,60 mm.
2. Nilai rerata panjang jari kelingking pada laki-laki adalah 64,85 mm,
sedangkan pada perempuan adalah 58,48 mm. Nilai rerata panjang jari kelingking
pada suku Batak adalah 61,11 mm, sedangkan pada suku Jawa adalah 62,22 mm.
3. Ada korelasi DVO menggunakan pengukuran wajah dengan antropometri
panjang jari kelingking pada laki-laki dan perempuan suku Batak dan suku Jawa
dengan keeratan hubungan yang sangat kuat r=0,951 (p=0,000). Nilai korelasi
berdasarkan jenis kelamin yaitu pada laki-laki r=0,938 dan perempuan r= 0,883. Nilai
korelasi berdasarkan suku, yaitu suku Batak r=0,970 dan suku Jawa r= 0,937.
4. Nilai prediksi DVO menggunakan panjang jari kelingking diperoleh dari
persamaan regresi. Persamaan regresi pada laki-laki dan perempuan suku Batak dan
suku Jawa yaitu [DVO = 8,402 + 0,869 x PJK]. Berdasarkan jenis kelamin, pada laki-
laki persamaan regresinya yaitu [DVO = 8,649+ 0,867 x PJK], sedangkan pada
perempuan [DVO = 10,960 + 0,824 x PJK]. Berdasarkan suku, pada suku Batak
persamaan regresinya yaitu [DVO = 11,993 + 0,808 x PJK], sedangkan pada suku
Jawa [DVO = 4,300 + 0,937 x PJK].
Universitas Sumatera Utara
66
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai korelasi DVO
menggunakan pengukuran wajah dengan antropometri panjang jari kelingking pada
suku lain di Indonesia.
2. Perlu dilakukan penelitian dengan metode penentuan DVO lainnya dan
dihubungkan dengan pengukuran panjang jari kelingking.
Universitas Sumatera Utara
67
DAFTAR PUSTAKA
1. Lee DJ, Saponaro PC. Management of edentulous patients. Dent Clin N Am
2019; 63(2): 249.
2. Zahra AF, Soesetijo A, Djati FK. Perbandingan dimensi vertikal oklusal
sebelum dan setelah insersi gigi tiruan lengkap dengan metode Niswonger dan
radiografi sefalometri. J Ked Gigi Unpad 2019; 31(1): 48.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Laporan Nasional RISKESDAS 2018. Jakarta, 2018:
209.
4. Mokodompit RI, Siagian KV, Anindita PS. Persepsi pasien pengguna gigi
tiruan lepasan berbasis akrilik yang menggunakan jasa dokter gigi di
Kotamobagu. J e-Gigi 2015; 3(1) : 217.
5. Chairani CN, Rahmi E. Korelasi antara dimensi vertikal oklusi dengan
panjang jari kelingking pada sub-ras Deutro Melayu. Maj Ked Gi 2016; 2(3):
157. 6. Nallaswamy D. Textbook of Prosthodontic ed 2. New Delhi: Jaypee Brothers,
2017: 168-76.
7. The Academy of Prosthodontic. The glossary of prosthodontic terms. J
Prosthet Dent 2017; 117 (5S): 56, 73, 90.
8. Rebibo M, Darmouni L, Jouvin J, Orthlieb JD. Vertical dimension of
occlusion: the keys to decision We may play with the VDO if we know some
game’s rules. J Stomat Occ Med 2009; 2: 148.
9. Basker RM, Davenport JC, Thomason JM. Prosthetic treatment of the
edentulous patient. 5th ed. New Delhi. India: Blackwell Publishing Ltd: 2011:
68, 150.
10. Spear FM. Approaches to vertical dimension. Advanced esthetic &
interdisciplinary dent 2006; 2(3): 2-4.
Universitas Sumatera Utara
68
11. Rege JJ, Gosavi SS, Gosavi SY, Tewary S, Kore A. Evaluation of the
correlation between the vertical dimension of occlusion and the length of the
ear, nose, and little finger: An Anthropometric Study. Int J Prosthodont Restor
Dent 2017; 7(1):1-7.
12. Miran FA, Mahmood KA. The correlation between the right little finger, eye -
ear distance and vertical dimension of occlusion among students of Faculty of
Medical Sciences in University of Sulaymani. J of Dent and Med Sciences
2015; 14(12): 49. 13. Ladda R, Bhandari AJ, Kasat VO, Angadi GS. A new technique to determine
vertical dimension of occlusion from anthropometric measurements of
fingers. Indian J Dent Res 2013; 24(3): 316-8. 14. Nurung M, Dharmautama M, Jubhari EH, Erwansyah E. Perbandingan antara
teknik two dot dengan analisis sefalometri pada pengukuran dimensi vertikal
oklusi. J Dentofasial 2014; 13(3): 142.
15. Amiruddin M, Thalib B. Vertical dimension measurement directly on the face
and indirectly by cephalometric analysis. Makassar Dent J 2019; 8(1): 28. 16. Prakash V, Gupta R. Concise prosthodontics. ed 2.New Delhi: Elsevier, 2017:
105-10.
17. Zarb GA, Bolender CL, Eckert SE, Jacob RF, Fenton AH, Mericske-Stern R.
Prosthodontic treatment for edentulous patient: complete dentures and implant
supported prostheses 13th ed. St Louis, MO: Mosby; 2013. 190-2.
18. Kalra D, Kalra A, Goel S. Determination of vertical dimension of occlusion
from anthropometric measurements of fingers. J of Enhanced Res in Med &
Dent Care 2015; 2(2): 10-4.
19. Pereira DPL, Thais S. Techniques to determine vertical dimension of
occlusion: A literature review. https://epostersonline.com/aps2017/node/169
24 Desember 2019.
20. Basnet BB, Parajuli PK, Singh RK, Suwal P, Shrestha P, Baral D. An
anthropometric study to evaluate the correlation between the occlusal vertical
Universitas Sumatera Utara
69
dimension and length of the thumb. Clin Cosmetic Investigational Dent 2015;
7: 33-9.
21. Majeed MI, Malik A, Afzal M. Determination of occlusal vertical dimension
by correlating hand, thumb and index finger length with craniofacial
measurement. Med Forum 2015; 26(2): 8-10. 22. Nazir S, Zargar NM, Khurshaid SZ, Shah AF, Naz F, Malik M. Correlation
between vertical dimension of occlusion and finger length in Kashmiri
population. J Orofac Res 2015;5(2):37-9.
23. Sidlauskas A, Zilinskaite L, Svalkauskiene V. Mandibular pubertal growth
spurt prediction. Part one: Method based on the hand-wrist radiographs. Stom,
Baltic Dent Maxillofacial J 2005; 7(1):16-20.
24. Bhandari AJ, Ladda R, Bhandari AJ. Correlation between vertical dimension
of occlusion and length of little finger. Pravara Med Rev 2012; 4(4): 10-4.
25. Ginting R, Abidin T, Dennis D, Saragih E. Convertion values of vertical
dimension occlusion height to length of right hand fingers among Batak Toba
ethnic. J of Dent and Med Sciences 2016; 15 (16): 40-6.
26. Gilsanz V, Ratib O. Hand bone age : A digital atlas of skeletal maturity.
Berlin: Springer, 2005: 9-17.
27. Zetli S, Fajrah N, Paramita M. Perbandingan data antropometri berdasarkan
suku di Indonesia. J Rekayasa Sistem Industri 2019; 5(1): 24.
28. Rivani R, Syukriani Y, Rusman AA, Linasari D. Perbandingan indeks sefalik
antara populasi Batak dan populasi Sunda di Bandung. In: Proceeding Annual
Scientific Meeting. Pekanbaru, 2017: 245–51.
29. Badan Pusat Statistik. ewarganegaraan, suku bangsa, agama dan bahasa
sehari-hari penduduk indonesia hasil sensus penduduk 2010. Jakarta, 2011:
36-41.
30. Ismianti, Herianto, Ardiyanto A. Studi antropometri mahasiswa Indonesia
bersuku Batak dan Jawa. J Ergonomi Ind 2019; 5(2): 48-55.
31. The Merriam Webster Dictionary. Edentulous. https://www.merriam-
webster.com/ditionary/edentulous 17 Januari 2020.
Universitas Sumatera Utara
70
32. Anshary MF, Arya CIW. Gambaran pola kehilangan gigi sebagian pada
masyarakat Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar. Dent J Ked Gi 2014;
2(2): 139.
33. Jeyapalan V, Krishnan CS. Partial edentulism and its correlation to age,
gender, socio-economic status and incidence of various Kennedy’s classess: A
literature review. J of Clin and Diagnostic Res 2015; 9(6): 14.
34. Siagian KV. Kehilangan sebagian gigi pada rongga mulut. J e-Clin 2016;
4(1): 1-6.
35. Nagaraj E, Mankami N, Madalli P, Astekar D. Socioeconomic factors and
complete edentulism in North Karnataka population. J Indian Prosthodont Soc
2014;14(1):24-8.
36. Sipayung NV, Nasution ID. Hubungan bentuk lengkung rahang dan wajah
berdasarkan jenis kelamin pada pasien edentulus penuh. J Ked Gi Unpad
2019; 31(2): 129
37. Carr AB, Brown DT. McCraken’s removable partial prosthodontic. 13th ed.
Elsevier: St Louis, 2016: 188.
38. Wahjuni S, Mandanie SA. Pembuatan protesa kombinasi dengan castable
extracoronal attachments (Prosedur laboratorium). J of Vocational Health
Studies 2017; 1(2): 75-7.
39. Richards D. Limited available evidence suggests that a one step impression
techniques is sufficient for the majority of edentulous patient.
https://www.nationalelfservice.net/publication-types/systematic-review/ 17
Januari 2020.
40. Ginting R, Simbolon DLH. Correlation of the vertical dimension of occlusion
with five distances between facial landmarks among those of Batak Toba
ethnicity. Maj Ked Gi 2020; 53(1): 30-5. 41. Ifwandi, Rahmayani L, Maylanda A. Proporsi tinggi wajah pada relasi molar
klas I dan klas II divisi 2 Angle mahasiswa fakultas kedokteran gigi
Universitas Syiah Kuala. J Syiah Kuala Dent Soc 2016; 1(2): 153-60.
Universitas Sumatera Utara
71
42. Norton K. Vertical jaw relation in complete denture.
https://www.slideshare.net/ mobile/ Kelly Norton4/ vertical- jaw- relation- in
complete-dentures-kelly/ 29 Februari 2020.
43. Fawehinmi HB, Ligha AE. Subnasale to gnathion distance and nasal index of
children with homozygous sickle cell disease in Port-Harcourt. Eur J Gen
Med 2010; 7(2): 199.
44. Majeed MI, Haralur SB, Khan MF, Al Ahmari MA, Al Shahrani NF, Shaik S.
An anthropometric study of cranio-facial measurements and their correlation
with vertical dimension of occlusion among Saudi Arabian subpopulations
2018: 1-6.
45. Alhajj MN, Khalifa N, Anduo J, Amran AG, Ismail IA. Determination of
occlusal vertical dimension for complete dentures patients: an updated review
2017; 44(11): 905.
46. Rhee T, Neumann U, Lewis JP. Human hand modeling from surface anatomy
2013: 3.
47. Henley N. Hand surface anatomy-language of hand and arm surgery series.
https://www.noelhenley.com/228/hand-surface-anatomy/ 23 Januari 2020.
48. American Society for Aurgery of the Hand. Finger joints.
https://handcare.assh.org/Anatomy/Joints 17 Desember 2019.
49. Alhajj MN, Musaad NJ, Ismail IA. Correlation between finger length and
occlusal vertical dimension in adult Sudanese women. Bull Tokyo Dent Coll
2016; 57(4): 215-20.
50. Sabri L, Hastono SP. Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers, 2014: 157-
65.
51. Al-Jassim NH, Fathallah ZF, Abdullah NM. Anthropometric measurements of
human face in Basrah. Bas J Surg 2014 : 29-40.
52. Sugiyarto. Menyimak (kembali) integrasi budaya di tanah Batak Toba. J
Ilmiah Kajian Antropologi 2017; 1(1): 35.
53. Darmoko. Budaya Jawa dalam diaspora: Tinjauan pada masyarakat Jawa di
Suriname. J Ikad Budi 2016; 5(12):2.
Universitas Sumatera Utara
72
54. Wirahadikusumah A. Analisis foto digital untuk memprediksi dimensi
vertikal fisiologis. Tesis: Jakarta: Universitas Indonesia, 2012: 7-8.
55. Fernandez E, Jaramillo P, Gonzalez H, Nakouzi J, Padilla T. Occlusal vertical
dimension by anthropometry of fingers validation of Ladda’s anthropometric
method. Rev Clin Periodoncia Implantol Rehabil Oral 2017; 10(3): 149-52. 56. Puspitasari L. Dimorfisme seksual berdasarkan ukuran mesiodistal gigi pada
sampel etnis Jawa dan Tionghoa. Surabaya: Universitas Airlangga, 2017: 2.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Yth, Saudara/i
Saya Nabila Az-zahra, mahasiswa FKG USU yang sedang menjalani penelitian
di Departemen Prostodonsia FKG USU sebagai salah satu kegiatan dalam
menyelesaikan tugas akhir di Program Pendidikan Kedokteran Gigi, Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Bersama ini saya mohon kesediaan
Saudara/i untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul “Korelasi
Dimensi Vertikal Oklusi Menggunakan Pengukuran Wajah dengan
Antropometri Panjang Jari Kelingking pada Suku Batak dan Suku Jawa”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengukuran dari panjang jari
kelingking bisa digunakan sebagai metode alternatif dalam pengukuran dimensi
vertikal oklusi (DVO). Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi
DVO menggunakan pengukuran wajah dengan antropometri panjang jari kelingking.
Saudara/i akan diberikan lembar identitas diri yang dapat diisi sesuai dengan
identitas. Kemudian Saudara/i akan diminta untuk mengisi kuesioner yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan penelitian. Setelah itu, peneliti akan
melakukan pemeriksaan untuk memperoleh subjek penelitian sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan. Saudara/i yang terpilih menjadi subjek penelitian,
diinstruksikan untuk duduk di kursi dengan posisi tegak. Kemudian dilakukan
pengukuran dimensi vertikal oklusi sebanyak tiga kali, serta pengukuran panjang jari
kelingking sebanyak tiga kali dengan menggunakan kaliper digital. Penelitian ini
membutuhkan 48 subjek penelitian, dengan jangka waktu keikutsertaan masing-
masing subjek sekitar ± 10 menit. Biaya dalam penelitian ini ditanggung oleh peneliti
dan pada penelitian ini Saudara/i tidak akan dikenakan biaya (gratis) serta tidak
mengurangi pelayanan kesehatan yang akan Saudara/i terima dan saya akan
memberikan tanda terima kasih kepada Saudara/i atas kesediaannya menjadi subjek
dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
Pada kesempatan ini, saya ingin Saudara/i mengetahui dan memahami tujuan
serta manfaat penelitian, sehingga memahami apa yang akan dilakukan, diperiksa,
dan didapatkan sebagai hasil penelitian ini. Dengan demikian saya berharap Saudara/i
bersedia ikut dalam penelitian sebagai subjek penelitian dan saya percaya bahwa
partisipasi ini bermanfaat bagi Saudara/i. Jika Saudara/i bersedia, Surat Pernyataan
Kesediaan Menjadi Subjek Penelitian terlampir di lembar berikutnya yang dapat
Saudara/i tandatangani dan kembalikan kepada saya. Perlu diketahui bahwa surat
kesediaan tersebut tidak mengikat sehingga Saudara/i dapat mengundurkan diri dari
penelitian ini kapan saja selama penelitian ini berlangsung. Apabila ada hal yang
ingin ditanyakan pada peneliti, Saudara/i dapat menghubungi saya pada nomor di
bawah ini :
Nama : Nabila Az-zahra
Nomor HP : 089677636671
Demikian penjelasan mengenai penelitian ini saya sampaikan. Semoga
informasi yang saya berikan dapat dimengerti dan atas kesediaan Saudara/i untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih.
Peneliti
Nabila Az-zahra
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama :
Alamat :
Telepon/HP :
Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian dan telah memahami akan
apa yang dilakukan, diperiksa, dan didapatkan pada penelitian yang berjudul:
“Korelasi Dimensi Vertikal Oklusi Menggunakan Pengukuran Wajah dengan
Antropometri Panjang Jari Kelingking pada Suku Batak dan Suku Jawa”
Maka dengan surat ini saya menyatakan dengan penuh kesadaran dan tanpa
paksaan bersedia berpartisipasi menjadi subjek dalam penelitian ini pada masa
pandemi Covid-19.
Medan,
Yang menyetujui,
Subjek Penelitian
( )
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7
LEMBAR PEMERIKSAAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
DEPARTEMEN PROSTODONSIA
KORELASI DIMENSI VERTIKAL OKLUSI MENGGUNAKAN
PENGUKURAN WAJAH DENGAN ANTROPOMETRI PANJANG JARI
KELINGKING PADA SUKU BATAK DAN SUKU JAWA
Nama Pemeriksa : No. Kartu :
Tanggal Pemeriksaan :
1. DATA UMUM
1. Identitas Responden
1. Nama :
2. NIM :
3. Usia :
4. Jenis Kelamin :
5. Alamat :
6. No.Telp/HP :
7. Suku (2 generasi) :
2. PEMERIKSAAN KLINIS
2.1 Pemeriksaan Intra Oral
1. Relasi rahang Klas I Angle
Ya Tidak
2. Memiliki minimal 28 gigi yang telah erupsi sempurna
Ya Tidak
3. Oklusi
Normal Openbite Deepbite
4. Anomali bentuk dan jumlah gigi
Ada Tidak Ada
Universitas Sumatera Utara
5. Gigi atrisi
Ada Tidak Ada
6. Memakai gigi palsu/crown/bridge
Ya Tidak
7. Sedang atau pernah melakukan perawatan ortodonti
Ya Tidak
2.2 Pemeriksaan Ekstra Oral
1. Deformitas pada wajah
Ada Tidak ada
2. Kelainan sendi temporomandibular
Ada Tidak ada
3. Riwayat trauma maksilofasial
Ada Tidak ada
4. Pernah melakukan bedah orthognathic
Ada Tidak ada
2.3 Pemeriksaan Jari Kelingking
Deformitas pada jari kelingking
Ada Tidak ada
Kesimpulan Hasil Pemeriksaan :
Memenuhi kriteria
Tidak memenuhi kriteria
3. HASIL PENGUKURAN
3.1 PENGUKURAN DVO (mm)
Hasil pengukuran I :
Hasil pengukuran II :
Hasil pengukuran III :
Rata-rata hasil pengukuran :
Universitas Sumatera Utara
3.2 PENGUKURAN PANJANG JARI KELINGKING (mm)
Hasil pengukuran I :
Hasil pengukuran II :
Hasil pengukuran III :
Rata-rata hasil pengukuran :
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9
HASIL PENGUKURAN DIMENSI VERTIKAL OKLUSI MENGGUNAKAN
PENGUKURAN WAJAH DAN PANJANG JARI KELINGKING
No. Suku Jenis Kelamin Usia (tahun) DVO (mm) PJK (mm)
1 Batak Laki-Laki 21 66,32 67,06
2 Batak Laki-Laki 21 65,82 69,48
3 Batak Laki-Laki 21 63,79 64,40
4 Batak Laki-Laki 22 60,83 61,20
5 Batak Laki-Laki 21 63,2 62,49
6 Batak Laki-Laki 22 63,64 64,4
7 Batak Laki-Laki 22 64,67 65,03
8 Batak Laki-Laki 22 64,70 64,35
9 Batak Laki-Laki 22 60,98 58,75
10 Batak Laki-Laki 22 70,00 70,19
11 Batak Laki-Laki 21 61,06 61,17
12 Batak Laki-Laki 23 64,26 63,83
13 Batak Perempuan 21 54,93 53,28
14 Batak Perempuan 22 59,86 59,44
15 Batak Perempuan 22 56,53 54,61
16 Batak Perempuan 22 57,55 55,48
17 Batak Perempuan 21 59,84 57,23
18 Batak Perempuan 22 54,86 54,53
19 Batak Perempuan 21 59,58 58,32
20 Batak Perempuan 21 63,03 64,02
21 Batak Perempuan 20 56,82 57,29
22 Batak Perempuan 21 66,23 66,03
23 Batak Perempuan 22 55,78 54,53
24 Batak Perempuan 20 58,6 59,58
25 Jawa Laki-Laki 19 69,39 68,13
26 Jawa Laki-Laki 22 71,40 71,56
27 Jawa Laki-Laki 21 64,32 63,3
28 Jawa Laki-Laki 21 63,00 63,47
29 Jawa Laki-Laki 23 65,02 64,69
30 Jawa Laki-Laki 21 64,98 64,97
31 Jawa Laki-Laki 20 64,11 64,16
32 Jawa Laki-Laki 20 63,87 63,26
33 Jawa Laki-Laki 19 65,52 64,63
Universitas Sumatera Utara
34 Jawa Laki-Laki 22 69,71 69,35
35 Jawa Laki-Laki 22 61,83 62,70
36 Jawa Laki-Laki 22 63,76 63,75
37 Jawa Perempuan 20 62,84 60,72
38 Jawa Perempuan 21 55,06 53,04
39 Jawa Perempuan 21 64,09 64,70
40 Jawa Perempuan 22 61,73 58,24
41 Jawa Perempuan 21 58,49 58,43
42 Jawa Perempuan 21 56,66 55,79
43 Jawa Perempuan 21 63,19 62,14
44 Jawa Perempuan 22 59,05 58,56
45 Jawa Perempuan 22 63,20 61,39
46 Jawa Perempuan 21 60,41 60,73
47 Jawa Perempuan 21 55,40 55,03
48 Jawa Perempuan 19 55,36 60,52
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10
Nilai Prediksi DVO Menggunakan Panjang Jari Kelingking
No. Suku Jenis
Kelamin
PJK
(mm) Persamaan Regresi
Nilai
Prediksi
(mm)
1 Batak Laki-Laki 67,06
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 66,68
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 66,79
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 66,18
2 Batak Laki-Laki 69,48
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 68,78
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 68,89
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 68,13
3 Batak Laki-Laki 64,40
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 64,37
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 64,48
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 64,03
4 Batak Laki-Laki 61,20
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 61,58
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 61,71
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 61,44
5 Batak Laki-Laki 62,49
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 62,71
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 62,83
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 62,48
6 Batak Laki-Laki 64,4
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 64,37
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 64,48
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 64,03
7 Batak Laki-Laki 65,03 Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 64,91
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 65,03
Universitas Sumatera Utara
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 64,54
8 Batak Laki-Laki 64,35
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 64,32
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 64,44
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 63,99
9 Batak Laki-Laki 58,75
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 59,46
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 59,59
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 59,46
10 Batak Laki-Laki 70,19
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 69,40
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 69,50
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 68,71
11 Batak Laki-Laki 61,17
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 61,56
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 61,68
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 61,42
12 Batak Laki-Laki 63,83
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 63,87
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 63,99
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 63,57
13 Batak Perempuan 53,28
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 54,70
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 54,86
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 55,04
14 Batak Perempuan 59,44
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 60,06
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 59,94
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 60,02
15 Batak Perempuan 54,61
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 55,86
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 55,96
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 56,12
16 Batak Perempuan 55,48 Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 56,61
Universitas Sumatera Utara
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 56,68
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 56,82
17 Batak Perempuan 57,23
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 58,13
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 58,12
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 58,23
18 Batak Perempuan 54,53
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 55,79
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 55,89
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 56,05
19 Batak Perempuan 58,32
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 59,08
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 59,02
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 59,12
20 Batak Perempuan 64,02
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 64,04
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 63,71
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 63,72
21 Batak Perempuan 57,29
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 58,19
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 58,17
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 58,28
22 Batak Perempuan 66,03
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 65,78
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 65,37
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 65,35
23 Batak Perempuan 54,53
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 55,79
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 55,89
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 56,05
24 Batak Perempuan 59,58
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 60,18
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 60,05
Batak DVO = 11,993 + 0,808 x PJK 60,13
Universitas Sumatera Utara
25 Jawa Laki-Laki 68,13
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 67,61
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 67,72
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 68,14
26 Jawa Laki-Laki 71,56
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 70,59
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 70,69
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 71,35
27 Jawa Laki-Laki 63,3
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 63,41
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 63,53
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 63,61
28 Jawa Laki-Laki 63,47
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 63,56
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 63,68
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 63,77
29 Jawa Laki-Laki 64,69
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 64,62
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 64,74
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 64,91
30 Jawa Laki-Laki 64,97
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 64,86
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 64,98
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 65,18
31 Jawa Laki-Laki 64,16
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 64,16
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 64,28
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 64,42
32 Jawa Laki-Laki 63,26
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 63,37
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 63,50
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 63,57
33 Jawa Laki-Laki 64,63 Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 64,57
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 64,68
Universitas Sumatera Utara
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 64,86
34 Jawa Laki-Laki 69,35
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 68,67
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 68,78
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 69,28
35 Jawa Laki-Laki 62,70
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 62,89
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 63,01
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 63,05
36 Jawa Laki-Laki 63,75
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 63,80
Laki-Laki DVO = 8,649 + 0,867 x PJK 63,92
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 64,03
37 Jawa Perempuan 60,72
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 61,17
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 60,99
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 61,19
38 Jawa Perempuan 53,04
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 54,49
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 54,66
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 54,00
39 Jawa Perempuan 64,70
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 64,63
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 64,27
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 64,92
40 Jawa Perempuan 58,24
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 59,01
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 58,95
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 58,87
41 Jawa Perempuan 58,43
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 59,18
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 59,11
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 59,05
42 Jawa Perempuan 55,79 Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 56,88
Universitas Sumatera Utara
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 56,93
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 56,58
43 Jawa Perempuan 62,14
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 62,40
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 62,16
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 62,53
44 Jawa Perempuan 58,56
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 59,29
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 59,21
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 59,17
45 Jawa Perempuan 61,39
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 61,75
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 61,55
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 61,82
46 Jawa Perempuan 60,73
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 61,18
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 61,00
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 61,20
47 Jawa Perempuan 55,03
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 56,22
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 56,30
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 55,86
48 Jawa Perempuan 60,52
Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Jawa DVO = 8,402 + 0,869 x PJK 60,99
Perempuan DVO = 10,960 + 0,824 x PJK 60,83
Jawa DVO = 4,300 + 0,937 x PJK 61,01
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11
Nilai Rerata DVO dan PJK pada Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan
Suku Jawa
Descriptive Statistics
Suku Jenis Kelamin Mean Std. Deviation N
DVO Batak Laki-Laki 64.1058 2.59709 12
Perempuan 58.6342 3.38282 12
Total 61.3700 4.06312 24
Jawa Laki-Laki 65.5758 2.96688 12
Perempuan 59.6233 3.41254 12
Total 62.5996 4.36149 24
Total Laki-Laki 64.8408 2.82831 24
Perempuan 59.1288 3.36121 24
Total 61.9848 4.21590 48
PJK Batak Laki-Laki 64.3625 3.34877 12
Perempuan 57.8617 3.93659 12
Total 61.1121 4.87846 24
Jawa Laki-Laki 65.3308 2.80406 12
Perempuan 59.1075 3.28727 12
Total 62.2192 4.36257 24
Total Laki-Laki 64.8467 3.06078 24
Perempuan 58.4846 3.60340 24
Total 61.6656 4.61226 48
Uji Normalitas Data
Tests of Normality
Jenis Kelamin
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
DVO Laki-Laki .183 24 .037 .903 24 .052
Perempuan .129 24 .200* .933 24 .114
PJK Laki-Laki .226 24 .003 .933 24 .116
Perempuan .106 24 .200* .963 24 .494
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Universitas Sumatera Utara
Tests of Normality
Suku
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
DVO Batak .117 24 .200* .967 24 .594
Jawa .147 24 .194 .944 24 .200
PJK Batak .128 24 .200* .960 24 .429
Jawa .139 24 .200* .975 24 .790
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Korelasi Dimensi Vertikal Oklusi Menggunakan Pengukuran Wajah dengan
Antropometri Panjang Jari Kelingking pada Laki-Laki dan Perempuan Suku
Batak dan Suku Jawa
Correlations
DVO PJK
DVO
Pearson Correlation 1 .951**
Sig. (2-tailed) .000
N 48 48
PJK
Pearson Correlation .951** 1
Sig. (2-tailed) .000 N 48 48
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Korelasi Dimensi Vertikal Oklusi Menggunakan Pengukuran Wajah dengan
Antropometri Panjang Jari Kelingking pada Laki-Laki
Correlations
DVO PJK
DVO Pearson Correlation 1 .938**
Sig. (2-tailed) .000
N 24 24
PJK Pearson Correlation .938** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 24 24
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Universitas Sumatera Utara
Korelasi Dimensi Vertikal Oklusi Menggunakan Pengukuran Wajah dengan
Antropometri Panjang Jari Kelingking pada Perempuan
Correlations
DVO PJK
DVO Pearson Correlation 1 .883**
Sig. (2-tailed) .000
N 24 24
PJK Pearson Correlation .883** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 24 24
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Korelasi Dimensi Vertikal Oklusi Menggunakan Pengukuran Wajah dengan
Antropometri Panjang Jari Kelingking pada Suku Batak
Correlations
DVO PJK
DVO Pearson Correlation 1 .970**
Sig. (2-tailed) .000
N 24 24
PJK Pearson Correlation .970** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 24 24
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Korelasi Dimensi Vertikal Oklusi Menggunakan Pengukuran Wajah dengan
Antropometri Panjang Jari Kelingking pada Suku Jawa
Correlations
DVO PJK
DVO Pearson Correlation 1 .937**
Sig. (2-tailed) .000
N 24 24
PJK Pearson Correlation .937** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 24 24
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Universitas Sumatera Utara
Persamaan Regresi Laki-Laki dan Perempuan Suku Batak dan Suku Jawa
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 8.402 2.587 3.248 .002
PJK .869 .042 .951 20.773 .000
a. Dependent Variable: DVO
Universitas Sumatera Utara
Persamaan Regresi Laki-Laki
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 8.649 4.441 1.947 .064
PJK .867 .068 .938 12.665 .000
a. Dependent Variable: DVO
Universitas Sumatera Utara
Persamaan Regresi Perempuan
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 10.960 5.470 2.004 .058
PJK .824 .093 .883 8.822 .000
a. Dependent Variable: DVO
Universitas Sumatera Utara
Persamaan Regresi Suku Batak
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 11.993 2.641 4.541 .000
PJK .808 .043 .970 18.753 .000
a. Dependent Variable: DVO
Universitas Sumatera Utara
Persamaan Regresi Suku Jawa
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 4.300 4.635 .928 .364
PJK .937 .074 .937 12.607 .000
a. Dependent Variable: DVO
Universitas Sumatera Utara
Uji One Way Anova
Laki-Laki Suku Batak
Tests of Normality
Panjang Jari Kelingking
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Nilai Prediksi
Keseluruhan .172 12 .200* .956 12 .723
Laki-Laki .171 12 .200* .956 12 .720
Batak .171 12 .200* .956 12 .725
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Test of Homogeneity of Variances
Nilai Prediksi
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.023 2 33 .977
ANOVA
Nilai Prediksi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.325 2 .662 .082 .921
Within Groups 266.428 33 8.074 Total 267.752 35
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Nilai Prediksi Tukey HSD
(I) Panjang Jari Kelingking
(J) Panjang Jari Kelingking
Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Keseluruhan Laki-Laki -.11667 1.16000 .994 -2.9631 2.7297
Batak .33583 1.16000 .955 -2.5106 3.1822
Laki-Laki Keseluruhan .11667 1.16000 .994 -2.7297 2.9631 Batak .45250 1.16000 .920 -2.3939 3.2989
Batak Keseluruhan -.33583 1.16000 .955 -3.1822 2.5106
Laki-Laki -.45250 1.16000 .920 -3.2989 2.3939
Universitas Sumatera Utara
Laki-Laki Suku Jawa
Tests of Normality
Panjang Jari Kelingking
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Nilai Prediksi
Keseluruhan .258 12 .027 .866 12 .058
Laki-Laki .258 12 .027 .866 12 .058
Jawa .258 12 .027 .866 12 .058
a. Lilliefors Significance Correction
Test of Homogeneity of Variances
Nilai Prediksi
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.042 2 33 .959
ANOVA
Nilai Prediksi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .709 2 .354 .057 .945
Within Groups 206.326 33 6.252 Total 207.035 35
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Nilai Prediksi Tukey HSD
(I) Panjang Jari Kelingking
(J) Panjang Jari Kelingking
Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Keseluruhan Laki-Laki -.11667 1.02081 .993 -2.6215 2.3882
Jawa -.33833 1.02081 .941 -2.8432 2.1665
Laki-Laki Keseluruhan .11667 1.02081 .993 -2.3882 2.6215 Jawa -.22167 1.02081 .974 -2.7265 2.2832
Jawa Keseluruhan .33833 1.02081 .941 -2.1665 2.8432
Laki-Laki .22167 1.02081 .974 -2.2832 2.7265
Universitas Sumatera Utara
Perempuan Suku Batak
Tests of Normality
Panjang Jari Kelingking
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Nilai Prediksi
Keseluruhan .164 12 .200* .895 12 .137
Perempuan .165 12 .200* .895 12 .138
Batak .165 12 .200* .895 12 .137
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Test of Homogeneity of Variances
Nilai Prediksi
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.028 2 33 .972
ANOVA
Nilai Prediksi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .068 2 .034 .003 .997
Within Groups 355.919 33 10.785 Total 355.987 35
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Nilai Prediksi Tukey HSD
(I) Panjang Jari Kelingking
(J) Panjang Jari Kelingking
Mean Difference
(I-J)
Std. Error
Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Keseluruhan Perempuan .04583 1.34074 .999 -3.2441 3.3357
Batak -.06000 1.34074 .999 -3.3499 3.2299
Perempuan Keseluruhan -.04583 1.34074 .999 -3.3357 3.2441 Batak -.10583 1.34074 .997 -3.3957 3.1841
Batak Keseluruhan .06000 1.34074 .999 -3.2299 3.3499
Perempuan .10583 1.34074 .997 -3.1841 3.3957
Universitas Sumatera Utara
Perempuan Suku Jawa
Tests of Normality
Panjang Jari Kelingking
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Nilai Prediksi
Keseluruhan .166 12 .200* .968 12 .891
Perempuan .167 12 .200* .968 12 .889
Jawa .167 12 .200* .968 12 .891
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Test of Homogeneity of Variances
Nilai Prediksi
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.096 2 33 .908
ANOVA
Nilai Prediksi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .071 2 .035 .004 .996
Within Groups 274.938 33 8.331 Total 275.009 35
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Nilai Prediksi Tukey HSD
(I) Panjang Jari Kelingking
(J) Panjang Jari Kelingking
Mean Difference (I-
J)
Std. Error
Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Keseluruhan Perempuan .10250 1.17838 .996 -2.7890 2.9940
Jawa .08250 1.17838 .997 -2.8090 2.9740
Perempuan Keseluruhan -.10250 1.17838 .996 -2.9940 2.7890 Jawa -.02000 1.17838 1.000 -2.9115 2.8715
Jawa Keseluruhan -.08250 1.17838 .997 -2.9740 2.8090
Perempuan .02000 1.17838 1.000 -2.8715 2.9115
Universitas Sumatera Utara