konversi sawah yang berakibat kepada masyarakat petani

16
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alih fungsi lahan sawah di Jawa yang terus berlangsung dan sulit dihindari, berdampak serius terhadap penyediaan beras nasional. Lahan pertanian yang semulanya berfungsi sebagai sektor pertanian berubah fungsi menjadi lahan nonpertanian, seperti kompleks perumahan, kawasan industri, kawasan perdagangan, dan sarana publik dapat menimbulkan dampak negatif secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Bagi ketahanan pangan nasional, konversi lahan sawah merupakan ancaman yang serius, mengingat konversi lahan tersebut sulit dihindari, sementara dampak yang ditimbulkan terhadapmasalah pangan bersifat permanen, kumulatif, dan progresif. Di Indonesia, angkanya memang sangat mencengangkan. Selama tahun 2000-2002, luas konversi lahan sawah yang ditujukan untuk pembangunan nonpertanian, seperti kawasan perumahan, industri, perkantoran, jalan, dan sarana publik lainnya rata-rata sebesar 110.160 hektar per tahun (Sutomo, 2004). Ini berarti, terdapatsekitar 3000 hektar sawah per hari yang beralih fungsi ke nonpertanian. Di daerah Jawa Barat, laju konversi sawah irigasi rata-rata 5.000-7.000 hektare per tahun. 1

Upload: karya-komputer-birayang

Post on 24-Nov-2015

23 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

MAKALAH

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangAlih fungsi lahan sawah di Jawa yang terus berlangsung dan sulit dihindari, berdampak serius terhadap penyediaan beras nasional. Lahan pertanian yang semulanya berfungsi sebagai sektor pertanian berubah fungsi menjadi lahan nonpertanian, seperti kompleks perumahan, kawasan industri, kawasan perdagangan, dan sarana publik dapat menimbulkan dampak negatif secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Bagi ketahanan pangan nasional, konversi lahan sawah merupakan ancaman yang serius, mengingat konversi lahan tersebut sulit dihindari, sementara dampak yang ditimbulkan terhadapmasalah pangan bersifat permanen, kumulatif, dan progresif. Di Indonesia, angkanya memang sangat mencengangkan. Selama tahun 2000-2002, luas konversi lahan sawah yang ditujukan untuk pembangunan nonpertanian, seperti kawasan perumahan, industri, perkantoran, jalan, dan sarana publik lainnya rata-rata sebesar 110.160 hektar per tahun (Sutomo, 2004). Ini berarti, terdapatsekitar 3000 hektar sawah per hari yang beralih fungsi ke nonpertanian. Di daerah Jawa Barat, laju konversi sawah irigasi rata-rata 5.000-7.000 hektare per tahun. Itu terjadi di Karawang, Bandung, Garut, dan Cianjur. Sementara sekitar 8.000 hektare sawah beririgasi di Bekasi berubah jadi areal industri dan perumahan.Konversi lahan dapat diartikan sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan danpotensi lahan itu sendiri (Utomo dkk, 1992).Menurut Kustiawan (1997), alih fungsi lahan berarti alih fungsi atau mutasi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Sejalan dengan itu Sinaga (2006), mengartikan alih fungsi lahan sebagai transformasi dalam bentuk pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya, namun secaraterminology dalam kajian land economic, pengertiannya terutama difokuskan pada proses dialihfungsikannya lahan dari lahan pertanian ke bentuk penggunaan lainnya, khususnya dalam sektor industri. Menurut Zarmawis Ismail (2000:8), Sebagaimana diketahui, bahwa problema kemiskinan bersifat multi dimensional, karena pada umumnya kondisi kemiskinan selain berhubungan dengan persoalan-persoalan struktural (seperti ketersediaan sarana dan prasarana) dan ekonomi, juga berkaitan dengan masalah-masalah non ekonomi, seperti masalah sosio-kultural.Konversi lahan merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya. Menurut statistika BPS (1989) setiap tahun kita kehilangan sampai sekitar10.000 hektar sawah yang berpengairan. [1]Tahun 2008, luas lahan pertanian yang tersisa di Indonesia adalah sebesar 7,7 juta hektar dengan laju konversi 110.000 hektar sawah pertahun. [2] Konversi lahan pada dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi, namun pada kenyataannya konversi lahan menjadi masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif. Berbagai peraturan telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk membatasi terjadinya fenomena alih fungsi lahan, namun upaya ini tidakbanyak berhasil karena adanya kemudahan untuk merubah kondisifisik lahan sawah, peraturan yang bertujuan untuk mengendalikan konversi lahan secara umum hanya bersifat himbauan dan tidak dilengkapi sanksi yang jelas, serta ijin konversi merupakan keputusan kolektif sehingga sulit ditelusuri pihak mana yang bertanggung jawab atas pemberian ijin konversi lahan (Irawan et. al., 2000). [3]

1.2 Perumusan MasalahLahan pertanian semakin tergusur. Rencana proyek pembangunan jalan tol trans-Jawa dalam kontek kebutuhan nasional merupakan sebuah rencana pembangunan yang sembrono dan cenderung serampangan. Di dalamnya seolah tidak dibuat skala prioritas dahulu mana kebutuhan primer dan mana yang sekunder. Pola pembangunansemacam ini jelas menyalahi sistem dan etika pembangunan. Sebab, dengan tidak dipetakannya kebutuhan dan prioritas kepentingan, pembangunan justru akan menimbulkan dampak negatif yang sangat destruktif. Ahli-ahli hendak membangun, tetapi justru merusak. Dengan adanya konversi lahan persawahan di daerah Jawa untuk dijadikan jalan tol-trans Jawa, akan mengakibatkan lahan sawah di Indonesia berkurang, menyebabkan pendapatan petani berkurang dan berdampak serius terhadap penyediaan beras Nasional. Barangkali ini sebuah ancaman bagi kelangsungan pangan di Indonesia. Lahan pertanian, yang merupakan ujung tombak bagi ketahanan pangan dalam negeri, kini mulai tergerus. Seperti yang diberitakan Kompas (17/11/2008) menerangkan bahwa pembangunan jalan tol trans-Jawa sepanjang 652 kilometer dari Cikampek, Jawa Barat sampai Surabaya, Jawa Timur memakan 4.264 lahan di luar lahan perkebunan dan kehutanan yang sebagian besar sawah. Padahal pulau Jawa yang luas daratannya hanya 6,5 persen dari daratan Indonesia memasok 43 persen kebutuhan pangan nasional. Alih fungsi lahan yang terjadi saat ini pada dasarnya terjadi akibat politik pembangunan yang tidak jelas arahnya dan tidak terintegrasi sehingga kebijakan pembangunannya cenderung pragmatis. Dalam hal ini sangat diperlukan ketegasan dari pemerintah dan perencanaan dalammembuat peta penggunaan lahan yang sesuai dengan potensi dan daya dukungnya, yang selanjutnyabisa dijadikan dasar dalam bagi Rencana Umum Tata Ruang (RUTR). Dengan adanya RUTR tersebut akan lebih memudahkan pemerintah dalam mengetahui lahanyang cocok untuk pengembangan pertanian.Pembangunan jalan tol trans-Jawa akan menimbulkan perubahan-perubahan tersendiri bagi masyarakat yang menggantungkanhidupnya pada sektor pertanian. Berdasarkan hal tersebut, maka masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah:1. Bagaimana konsep pendekatan untuk mengatasi konversi lahan di daerah yang teralokasi?2. Apakah perlu kebijakan berupa undang-undang terhadap konversi lahan didaerah-daerah yang teralokasi?

1.3 TujuanBerdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk :1) Mengetahui dan menganalisis resiko terhadap konversi sawah yang berakibat kepada masyarakat petani di daerah Jawa yang di sekitar pembangunan trans-Jawa.2) Mengetahui cara mengatasi masalah tersebut. memandang prosfek masa depan pertanian ke depannya tanpa harus memikirkan keadaan sesaat saja. Dan lebih mengerti dengan kebutuhan wilayah Jawa dengan menggunakan akal sehat yang dapat memikirkan kebutuhan masyarakat banyak. 1.4 ManfaatKegunaan penelitian ini yaitu sebagai masukan dan pertimbanganbagi pemerintah dan perusahaan, pada saat menghadapi risiko dan mengambil suatu keputusan. Sebagai masukan bagi pembaca untuk memperluas wawasan dan menambah informasi sekaligus untuk membantu petani-petani yang selalu menjadi imbas dari semua masalah ini. Serta tulisan ini bertujuan untuk memenuhi tugas ahir saya di semester tiga dalam mata kuliah Berfikir Menulis Ilmiah. Kiranya tulisan saya ini memberikan manfaat bagi setiap kalangan yang membacanya.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Konsep AgrariaSitorus (2002) mengemukakan bahwa konsep agraria merujuk pada berbagai hubungan antara manusia dengan sumber-sumber agraria serta hubungan antar manusia dalam rangka penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Sitorus (2002) juga mengemukakan bahwa subjek agraria dapat dibedakan menjadi tiga yaitu komunitas, pemerintah dan swasta. Masing-masing subjek agraria tersebut memiliki hubungan yang dapat dilihat melalui gambar berikut:

2.2 Konversi Lahan Utomo dkk (1992) mendefenisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan danpotensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan berarti perubahan/ penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.Sihaloho (2004) membagi konversi lahan kedalam tujuh pola atau tipologi, yaitu:1. Konversi gradual berpola sporadis; dipengaruhi olehdua faktor utama yaitu lahan yang kurang/ tidak produktif dan terdesakan ekonomi pelaku konversi.2. Konversi sistematik berpolaenclave dikarenakan lahankurang produktif, sehingga konversi dilakukan secara serempakuntuk meningkatkan nilai tambah.3. Konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population growth driven land conversion); lebih lanjut disebut konversi adaptasi demografi, dimana denganmeningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan terkonversi untuk memenuhi kebutiuhan tempat tinggal.4. Konversi yang disebabkan oleh masalah social (social problem driven land conversion); disebabkan oleh dua faktor yakni keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan.5. Konversi tanpa beban; dipengaruhi oleh faktor keinginan untuk mengubah hidup yang lebih baik dari keadaansaat ini dan ingin keluar dari kampung6. Konversi adaptasi agraris; disebabkan karena keterdesakan ekonomi dan keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan tujuan meningkatkan hasil pertanian.7. Konversi multi bentuk atau tanpa bentuk; konversi dipengaruhi oleh berbagai faktor, khususnya faktorperuntukan untukperkantoran, sekolah, koperasi,perdagangan, termasuksistem waris yang tidak dijelaskan dalam konversi demografi.

Sumaryanto (1994) dalam Furi (2007) memaparkan bahwa jika suatu lokasi terjadi konversi lahan pertanian, segera lahan-lahan disekitarnya akan terkonversi dan sifatnya cenderung progresif.Kegunaan dari lahan itu sendiri dapat dianalisis dalam tiga aspek yaitu (1) Kesesuaian, (2) Kemampuan, dan (3) Nilai Lahan.Kesesuaian menyangkut satu penggunaan tertentu/ penggunaan khusus. Sebagai contoh, kesesuaianuntuk lapangan golf, perkebunan kelapa sawit, padi, dan sebagainya. Kemampuan menyangkut serangkaian/ sejumlah penggunaan. Sebagai contoh, untuk pertanian, kehutanan, atau rekreasi. Jadi ruang lingkupnya lebih luas.

2.3. Dampak Negatif konversilahan pertanianPembangunan jalan tol trans-Jawa sepanjang 652 kilometer dari Cikampek hingga Surabaya dianggap kunci perkembangan ekonomi di Pulau Jawa, khususnya sektor industri. Para perencana danpengambil keputusan menganggap,saat ini prasarana transportasi jalan raya tidak mendukung perkembangan industri untuk bersaing global. Kondisi jalan raya di Pulau Jawa dianggap penghambat daya saing sektor industri. Namun, apakah pembangunan jalan tol trans-Jawa menjadi solusi terbaik perkembangan ekonomi di Pulau Jawa? Tol trans-Jawa akan mengonversi 655.400 hektar lahan pertanian. Di titik ini, kebijakan mengenai konversi lahan pertanian dan kehutanan menjadi berhenti sebagai macan kertas saja. Membangun Tanpa Arah. Di daerahJawa Barat, laju konversi sawah irigasi rata-rata 5.000-7.000 hektar/ tahun. Terjadi di Karawang, Bandung, Garut, dan Cianjur. Sementara sekitar 8.000 hektar sawah beririgasi di Bekasi berubah jadi areal industri dan perumahan. Membangun pabrik, rumah, jalan, pasar, dan fasilitas lainnya sudah pasti membutuhkan lahan. Di sini, penting sekali adanya kebijakan politik pembangunan yang terarah, terpadu, dan konsisten. Saat ini, ilmu perencanaan pengembangan wilayah sudah maju pesat. Kalau ada yang cocok untuk pertanian, hampir dipastikan cocok pula untukperumahan dan yang lainnya. Tapi,belum tentu sebaliknya. Sangat logis bahwa semakin tinggi produktivitas lahan sawah yang terkonversi, semakin tinggi pula kerugian yang terjadi. Berdasarkan data empiris selama ini, kerugian itu berupa hilangnya kesempatan kapasitas untuk memproduksi padi antara 4,5 12,5 ton hektar/ tahun, tergantung pada kualitas lahan sawah yang bersangkutan. Angka-angka ini merupakan kerugian yang sifatnya langsung.Dampak negatif lain akibat konversilahan lahan sawah merupakan akibat lanjutan dari rusaknya ekosistem sawah. Mengakibatkan pendapatan petani akan semakin sedikit dan akan mengalami kesulitan untuk membiayai kebutuhan sehari-harinya. Pada saat yang sama, terjadi pula perubahan budaya dari masyarakatagraris ke budaya urban. Yang mengakibatkan peningkatan kriminalitas. Oleh karena kriminalitaspada hakekatnya juga merupakan biaya social yang harus ditanggungoleh komunitas yang bersangkutan maka hal itu berarti net social benefit turun. Sampai saat ini memang belum ada suatu penelitian yang secara komprehensif mengkajipersoalan ini.

2.4.Pengaturan/ Pengendalian Konversi LahanPertanian ke Non PertanianDalam konversi lahan pertanian terdapat beberapa aturan, antara lain:1. Peraturan Menteri Dalam Negeri no.5 Tahun 1974 tentang Ketentuan ketentuan Mengenai Penyediaan dan PemberianTanah untuk Keperluan Perusahaan.2. Keppres No. 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri, antara lain ditegaskan bahwa untuk kawasan industri tidak boleh menggunakan tanahsawah dan tanah pertaniansubur lainnya. Dalam pelaksanaannya, larangan ini telah diberlakukan pula untuk perumahan, jasa dan lain sebagainya.3. Keppres No. 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah Kawasan Industri4. Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum

BAB IIIPENUTUP

3.1. KesimpulanSetelah terjadinya konversi lahan, akan mengakibatkan banyaknya lahan pertanian yang berubah fungsi dan semakin sedikitnya lahanyang dapat digunakan untuk bersawah. Seperti di daerah Jawa Barat, laju konversi sawah irigasi rata-rata 5.000-7.000 hektar/ tahun. Itu terjadi di Karawang, Bandung, Garut, dan Cianjur. Sementara sekitar 8.000 hektar sawah beririgasidi Bekasi berubah jadi areal industri dan perumahan. Membangun pabrik, rumah, jalan, pasar, dan fasilitas lainnya sudah pasti membutuhkan lahan. Di sini, penting sekali adanya kebijakan politik pembangunan yang terarah, terpadu, dan konsisten. Hal ini juga mengakibatkan taraf hidup rumahtangga petani yang diukur melalui tingkat pendapatan rumahtangga, kondisi tempat tinggal, tingkat pendidikan, kondisi kesehatah, dan tingkat kepemilikan asset mengalami perubahan.

DAFTAR PUSTAKA Furi, D.R. 2007 . Implikasi Konversi Lahan Terhadap Aksebilitas Lahan dan Kesejahteraan Masyarakat Desa. [Sripsi] Fkultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.Pasandaran, Effendi. 2006. AlternatifKebijakan Pengendalian Konversi Lahan Sawah Beririgasi di Indonesia dalam Jurnal Litbang Pertanian 25(4) 2006.Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan. Forum Agro Ekonomi 23(1): 1-18.Sihaloho, Martua. 2004. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria. [Tesis] Fakultas Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.Sitorus, MT. F. 2002: Lingkup Agraria dalam Menuju Keadilan Agraria : 70 Tahun Gunawan Wiradi, Penyunting Endang, Suhendar et al. Yayasan AKATIGA, Bandung.Ismail Z.2000.Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Perkampungan Kumuh Di Yogyakarta: Kasus Kelurahan Keparakan.Jakarta: Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan-LIPI (PEP-LIPI).Pakpahan, A. Sumaryanto, S. Friyatno. 1994. Analisis Kebijaksanaan Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian. Laporan Penelitian Tahun I, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir. 1992. Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung.

4