kontrasepsi pasca persalinan

45
BAB I PENDAHULUAN Sebagian wanita setelah melahirkan tidak menginginkan adanya kehamilan atau menunda kehamilan sampai 2 tahun setelah persalinan. Akan tetapi masih sangat sedikit wanita yang meninggalkan rumah sakit dengan mendapat konseling mengenai metoda kontrasepsi ( Widyastuti, 2011) Konsep mengenai kontrasepsi pasca persalinan bukanlah hal yang baru, akan tetapi tidak banyak perhatian yang diberikan pada masa yang penting dari kehidupan wanita ini. Pada saat sekarang ini perhatian dari pengelola program kesehatan, penyedia jasa pelayanan kesehatan dan pembuat kebijakan semakin meningkat , karena menyadari akan tingginya efektifitas dan keberhasilan program keluarga berencana jika pengenalan kontrasepsi dilakukan pada saat pasca persalinan ( Widyastuti, 2011) Meningkatnya perhatian pemerintah mengenai kontrasepsi pasca persalinan juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan rekomendasi dari the National Meeting on Family Planning Programs pada tahun 2008 , KB pasca persalinan dan pasca keguguran ( KB PP & PK) , merupakan salah satu program utama yang harus tersedia di seluruh 1

Upload: ahmadcaesar

Post on 13-Aug-2015

204 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

kontrasepsi pasca persalinan

TRANSCRIPT

Page 1: kontrasepsi pasca persalinan

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagian wanita setelah melahirkan tidak menginginkan adanya

kehamilan atau menunda kehamilan sampai 2 tahun setelah persalinan.

Akan tetapi masih sangat sedikit wanita yang meninggalkan rumah sakit

dengan mendapat konseling mengenai metoda kontrasepsi ( Widyastuti, 2011)

Konsep mengenai kontrasepsi pasca persalinan bukanlah hal yang

baru, akan tetapi tidak banyak perhatian yang diberikan pada masa yang

penting dari kehidupan wanita ini. Pada saat sekarang ini perhatian dari

pengelola program kesehatan, penyedia jasa pelayanan kesehatan dan

pembuat kebijakan semakin meningkat , karena menyadari akan tingginya

efektifitas dan keberhasilan program keluarga berencana jika pengenalan

kontrasepsi dilakukan pada saat pasca persalinan ( Widyastuti, 2011)

Meningkatnya perhatian pemerintah mengenai kontrasepsi pasca

persalinan juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan rekomendasi dari the

National Meeting on Family Planning Programs pada tahun 2008 , KB

pasca persalinan dan pasca keguguran ( KB PP & PK) , merupakan salah

satu program utama yang harus tersedia di seluruh propinsi. Tujuan dari

program ini sendiri adalah untuk meningkatkan tingkat kesehatan ibu dan

anak disamping untuk meningkatkan angka penggunaan kontrasepsi

(JNPK, 2008) . Namun, studi tentang penggunaan kontrasepsi di kalangan

perempuan pasca persalinan di Indonesia sangat terbatas, kecuali

beberapa studi banding yang dilakukan oleh Thapa et.al(1992), Ross

dan Winfrey (2001), dan Becker dan Ahmed (2001)menggunakan

data DHS dari berbagai Negara. ( Widyastuti, 2011)

Jumlah kelahiran di Indonesia diperkirakan sekitar 4.2-4.5 juta

( BPS 2009) dan 19.7 % merupakan kehamilan yang tidak diinginkan dari

1

Page 2: kontrasepsi pasca persalinan

jumlah kelahiran . mengingat tingginya jumlah kelahiran dan keguguran

maka diperlukan suatu perencanaan kehamilan sehingga kehamilan yang

terjadi merupakan kehamilan yang diinginkan. Salah satu program

strategis untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan menjadi 15%

pada tahun 2014 adalah melalui KB pasca persalinan dan pasca

keguguran. ( Widyastuti, 2011)

2

Page 3: kontrasepsi pasca persalinan

BAB II

KONTRASEPSI PASCA PERSALINAN

A. Definisi

Kontrasepsi adalah cara untuk menghindari/mencegah terjadinya

kehamilan akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel

sperma sehingga dapat mencegah terjadinya kehamilan(JHPIEGO, 2008)

B. Arti penting KB pasca persalinan

Alasan pelaksanaan KB pasca persalinan antara lain termasuk

kembalinya fertilitas dan resiko terjadinya kehamilan, jarak kehamilan

yang dekat , resiko terhadap bayi dan ibu serta ketidaktersediaan

kontrasepsi( Widyastuti, 2011)

1. Ovulasi pertama pasca persalinan terjadi < 6 minggu pada wanita

yang tidak menyusui ( rata-rata 45 hari ), dan bisa berlangsung

lebih lama pada wanita yang menyusui.

2. Masa anovulasi pasca persalinan mempunyai hubungan yang erat

dengan lama menyusui. Kajian yang dilakukan pada 29 wanita

menyusui dan 10 wanita yang tidak menyusui menunjukkan semua

wanita yang menyusui tetap menjadi anovulasi sampai 3 bulan

pasca persalinan dan 96 % diantaranya berlanjut sampai 6 bulan

pasca persalinan. Pada penelitian yang dilakukan di Skotlandia,

tidak menemukan adanya ovulasi pada wanita yang menyusui

secara ekslusif.

3. Pelaksanaan kontrasepsi pasca persalinan mempunyai pengaruh

besar dalam mengatur waktu kehamilan dan memberikan jarak

yang optimal untuk persalinan selanjutnya Dalam rangka

menurunkan resiko terhadap ibu dan luaran bayi, WHO pada tahun

2006 merekomendasikan jarak kehamilan yang optilmal untuk

3

Page 4: kontrasepsi pasca persalinan

kehamilan selanjutnya adalah 24 bulan. Beberapa penelitian

menunjukkan pendeknya interval antara persalinan dan kehamilan

selanjutnya memberikan sumbangan terhadap angka kematian

janin dan anak. Analisa dari survey demografi dan kesehatan pada

17 negara berkembang menunjukkan angka kematian anak dan

janin menurun pada jarak interval kehamilan > 36 bulan. (Rustein

2005). Sebagai tambahan jarak kehamilan yang < 24 bulan juga

meningkatkan angka kematian ibu dan kejadian komplikasi pada

kehamilan (Conde-Agudelo & Belizán, 2000).

4. Komplikasi yang serius dan lebih dari setengah kematian ibu terjadi

pada masa pasca persalinan, terutama di Negara-negara

berkembang Penggunaan kontrasepsi pasca persalinan bisa

menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan anak. (Li et al.

1996; Rivera 1997).

5. Penelitian yang dilakukan oleh Ross dan Frankenberg (1993)

mendapatkan wanita pada periode pasca persalinan memiliki

kebutuhan yang tidak terpenuhi untuk kontrasepsi. Penelitian ini

juga memperlihatkan sebagian besar wanita pasca persalinan

menyatakan keinginan untuk mencegah kehamilan selama 2 tahun

pertama setelah melahirkan tetapi tidak mendapat pelayanan

kontrasepsi. Selain itu menurut itu survey yang dilakukan DHS di

27 negara menunjukkan hanya 3-8 % wanita di sub-Sahara Afrika,

Asia dan Amerika latin menginginkan kehamilan lagi dalam 2 tahun

setelah melahirkan (Ross & Winfrey 2001). Sisanya 92-97 % dari

wanita tersebut , tidak menginginkan anak lagi dalam waktu 2 tahun

setelah melahirkan.

4

Page 5: kontrasepsi pasca persalinan

C. Metoda kontrasepi pasca persalinan

Semua metoda kontrasepsi bisa diberikan pada ibu pada masa

pascapersalinan. Waktu untuk memulai suatu kontrasepsi tergantung dari

status menyusui ibu. Metoda yang bisa digunakan jika pasangan

melakukan hubungan seksual meskipun segera setelah melahirkan

adalah :( LINKAGES,2004; Sumadikarya,2009)

Spermisida

Kondom

Koitus interuptus

Diafragma tidak bisa digunakan hingga setelah 6 minggu pasca

persalinan karena tidak akan menempel dengan sempurna, jika dilakukan

pemasangan segera akan menimbulkan ketidaknyamanan, terutama pada

wanita yang dengan episiotomi.

1. Wanita menyusui

Wanita yang menyusui tidak perlu menggunakan kontrasepsi untuk

minimal 6 minggu pasca persalinan dan 6 bulan jika mereka

menggunakan metoda amenore laktasi. ( gambar 1) menunjukkan waktu

yang direkomendasikan untuk memulai kontrasepsi pada wanita

menyusui.(ABM, 2005; Sumadikarya,2009, Reproline,2011)

5

Page 6: kontrasepsi pasca persalinan

Gambar 1. Metoda kontrasepsi pada wanita menyusui

Jika wanita yang menyusui memutuskan untuk

menggunakan kontrasepsi selain metode amenorea laktasi (MAL),

harus melakukan konsultasi terlebih dahulu mengenai efek yang

mungkin ditimbulkan oleh kontrasepsi terhadap laktasi dan bayi.

Sebagai contoh kontrasepsi hormonal merupakan pilihan terakhir

kontrasepsi pada wanita yang menyusui. Semua pil oral kombinasi,

meskipun dengan dosis rendah ( 30-35 µg EE) menurunkan

produksi ASI, dan dari berbagai penelitian yang menunjukkan efek

pertumbuhan bayi pada minggu 6-8 pasca persalinan. Disarankan

untuk menunda pemakaian kontrasepsi pil setelah kehamilan 8-12

minggu.(LINKAGES,2004; ABM,2005; Reproline, 2011)

2. Wanita tidak menyusui

Meskipun sebagian besar wanita yang tidak menyusui akan

mendapat haid dalam 4-6 minggu pascapersalinan, hanya 1/3 dari

menstruasi pertama yang terjadi ovulasi dan hanya sebagian kecil

6

Page 7: kontrasepsi pasca persalinan

yang terjadi kehamilan. Jika pasangan menginginkan untuk

menghindari terjadinya kehamilan , kontrasepsi harus dimulai

sebelum ( dengan menggunakan KB hormonal, IUD)atau saat

( barrier, spermisida, koitus interuptus) melakukan hubungan

seksual untuk pertama kalinya . Karena gangguan pembekuan

darah yang dipicu oleh kehamilan ( peningkatan faktor koagulasi)

masih terdapat sampai 2-3 minggu pascapersalinan, pil kontrasepsi

kombinasi oral dan injeksi sebaiknya dimulai setelah saat itu.

Sementara itu pil progesteron bisa dimulai segera pasca persalinan

karena tidak meningkatkan terjadinya resiko gangguan pembekuan

darah. Gambar 2 menunjukkan waktu yang direkomendasikan

untuk memulai kontrasepsi pada wanita yang tidak menyusui. .(LINKAGES,2004; ABM,2005; Reproline, 2011)

Gambar 2. Metoda kontrasepsi pada wanita yang tidak menyusuia jika persalinan dilakukan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnnya , insersi IUD pascapersalinan segera ( 48 jam) bisa dilakukan dengan pertimbangan ( konseling dan tenaga yang terlatih

7

Page 8: kontrasepsi pasca persalinan

bVasectomy bisa dilakukan kapan saja cNFP mungkin sulit dilakukan pada wanita yang menyusui karena fungsi ovarium berkuran membuat tanda-tanda kesuburan ( perubahan mucus, suhu tubuh basal ) lebih sulit diinterpretasikan , sehingga NFP membutuhkan jangka waktu yang lebih lama. dSelama 6 bulan pertama postpartum , COCs dan CICS mempengaruhi jumlah air susu dan pertumbuhan bayi. Jika wanita menyusui tetai tidak LAM , bisa menggunakan COCs dan CiCs segera setelah 6 minggu post partum jika metoda lain tiidak bisa digunakan

D. Metode Amenore Laktasi ( MAL)

Metoda amenore laktasi adalah metode kontrasepsi sementara

yang bisa dimulai sejak bayi lahir sampai 6 bulan pasca persalinan jika

pasien memenuhi 3 kriteria yang telah ditetapkan.(LINKAGES,2004; ABM, 2005)

3 kriteria itu adalah

a. Pasien belum menstruasi ( lochia pada 8 minggu awal masa pasca

persalinan tidak dianggap sebagai perdarahan menstruasi. Setelah

perode ini 2 hari perdarahan atau bercak pada pasien dianggap

sebagai menstruasi pasien sudah kembali )

b. Bayi menyusui secara penuh atau hampir penuh, didefinisikan

sebagai

a. Bayi disusui pada saat siang dan malam,

b. Bayi disusui dengan jarak tidak boleh lebih dari 4 jam

c. Bayi tidak mendapat makanan atau minuman tambahan

lainnya

c. Umur bayi kurang dari 6 bulan.

1. Mekanisme kontrasepsi

Mekanisme metoda amenore laktasi adalah stimulasi yang

dihasilkan dari proses penghisapan yang dilakukan oleh bayi akan diubah

menjadi sinyal yang akan diteruskan ke hipotalamus dan hipofisis anterior.

Sinyal yang dikirim akan menyebabkan perubahan kadar FSH dan LH

8

Page 9: kontrasepsi pasca persalinan

yang mencegah terjadinya ovulasi . Kadar hormon tinggi ini dipertahankan

oleh proses penghisapan puting susu yang sering oleh bayi, dengan jarak

antar menyusui tidak lebih dari 4-6 jam . keberhasilan metoda amenora

laktasi sangat dipengaruhi oleh frekuensi menyusui, hal ini dipengaruhi

oleh , penggunaan dot, botol untuk menyusui, pemberian makanan selain

asi, jarak yang panjang diantara menyusui, stress dan penyakit pada ibu

atau anak.(LINKAGES,2004; ABM,2005))

2. Efektifitas

Penelitian yang dilakukan menunjukkan wanita yang memenuhi 3

kriteria metoda amenore laktasi ( amenore, menyusui secara penuh dan

< 6 bulan pascapersalinan) memiliki angka keberhasilan 98% atau lebih

sebagai metoda kontrasepsi. .(LINKAGES,2004; ABM, 2005)

9

Page 10: kontrasepsi pasca persalinan

Gambar 3. Kriteria Metoda Amenore Laktasi

3. Keuntungan

a. Bisa dimulai segera setelah persalinan

b. Sangat efektif

c. Sangat ekonomis dan mudah

d. Tidak mempunyai efek samping hormonal

e. Tidak mempengaruhi hubungan sexual

f. Meningkatkan proses menyusui

10

Page 11: kontrasepsi pasca persalinan

4. Kerugian

a. Metoda jangka pendek ( hingga 6 bulan )

b. Membutuhkan proses menyusui yang mungkin tidak nyaman

bagi sebagian wanita

c. Tidak melindungi wanita dari penyakit menular sexual atau HIV

5. Keuntungan proses menyusui (LINKAGES, 2004; ABM, 2005)

a. Bagi ibu

1. Proses menyusui yang dimulai segera pasca persalinan ,

mengurangi resiko perdarahan pasca persalinan.

Penghisapan yang dilakukan oleh bayi menyebabkan

pelepasan oksitosin yang menyebabkan kontraksi pada

uterus

2. Mengurangi resiko kanker payudara dan kanker ovarium

3. Melindungi wanita dari anemia dan osteoporosis

4. Bisa menjadikan waktu istirahat untuk ibu , karena ibu

tidak bisa melakukan aktifitas lain selama menyusui

b. Bagi bayi

1. Bayi mendapat imunitas dari colostrums dan air susu ibu

2. Proses menyusui memenuhi kebutuhan bayi dengan

nutrisi yang lengap, disamping pertubuhan gigi dan

rahang

3. Merangsang pertumbuhan otak

Disamping itu proses menyusui meningkatkan ikatan antara ibu dan

anak. Selain itu ASI merupakan sumber makanan yang bisa diberikan

kapan saja, bersih dan mudah diberikan pada saat kapanpun.

11

Page 12: kontrasepsi pasca persalinan

E. AKDR ( Alat Kontrasepsi Dalam Rahim )

1. Definisi

Alat Kontrasepsi Dalam Rahim ( AKDR ) atau yang lebih dikenal

dengan IUD ( Intra Uterine Devices ) adalah bahan inert sintetik ( dengan

atau tanpa unsur tambahan untuk sinergi efektifitas) dengan berbagai

bentuk yang dipasangkan de dalam rahim untuk menghasilkan efek

kontraseptif.

2. Mekanisme kerja

. Intra uterine devices (IUD) merupakan benda asing yang

dimasukkan ke dalam rahim. Keberadannya dapat merangsang timbulnya

reaksi tubuh terhadap benda asing berupa fagositosis oleh leukosit,

makrofag dan limfosit. Pemadatan endometrium akibat reaksi fagositosis

menyebabkan blastokis rusak sehingga nidasi terhalangi. Selain itu IUD

juga menimbulkan terjadinya perubahan pengeluaran cairan dan

prostaglandin yang dapat menghalangi kapasitasi spermatozoa. Pada IUD

yang mengandung logam , misalnya tembaga, ion yang dilepaskan oleh

logam akan menganggu gerakan spermatozoa dan mengurangi

kemampuan melakukan konsepsi.

3. Jenis-jenis IUD

Pada saat ini IUD telah memasuki generasi ke-4. karena itu

berpuluh-puluh macam IUD telah dikembangkan. Mulai dari genersi

pertama yang terbuat dari benang sutra dan logam sampai

generasi plastik(polietilen) baik yang ditambah obat maupun tidak.

Menurut bentuknya IUD dibagi menjadi :

1. Bentuk terbuka (oven device)

Misalnya: LippesLoop, CUT, Cu-7. Marguiles, Spring Coil,

Multiload,Nova-T

12

Page 13: kontrasepsi pasca persalinan

2. Bentuk tertutup(closed device)

Misalnya: Ota-Ring, Atigon, dan Graten Berg Ring.

Menurut Tambahan atau Metal

1. Medicated IUD

Misalnya: Cu T 200, Cu T 220, Cu T 300, Cu T 380 A, Cu-7,

Nova T, ML-Cu 375

2. Un Medicated IUD

Misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil, Antigon.

Gambar 4a. Berbagai macam IUD

13

Page 14: kontrasepsi pasca persalinan

Gambar 4b. Berbagai macam IUD

14

Page 15: kontrasepsi pasca persalinan

Gambar 4c. Berbagai macam IUD

4. Jenis Pemasangan IUD pasca persalinan

IUD merupakan pilihan kontrasepsi yang tepat digunakan pada

masa pasca persalinan tanpa melihat status menyusui ibu, karena tidak

mempengaruhi kadar hormonal. (Shulman , 2011)

Pemasangan IUD pasca persalinan bisa dibagi menjadi 3 macam (USAID,

2008)

a. Pemasangan post plasenta

Pemasangan IUD dalam 10 menit setelah lahirnya plasenta pada

persalinan pervaginam. Pemasangan bisa dilakukan dengan

menggunakan ringed forceps atau secara manual. Pada saat ini

serviks masih berdilatasi sehingga memungkinkan untuk

penggunaan tangan atau forsep. Penggunaan inserter IUD interval

tidak bisa digunakan pada pemasangan post plasenta , karena

15

Page 16: kontrasepsi pasca persalinan

ukuran inserter yang pendek sehingga tidak bisa mencapai fundus

selain itu , karena uterus yang masih lunak sehingga

memungkinkan terjadinya perforasi lebih besar dibandingkan

dengan menggunakan ringed forceps atau secara manual.

b. Pemasangan segera pasca persalinan

Pemasangan IUD pada masa ini dilakukan setelah periode post

plasenta sampai 48 jam pasca persalinan. Teknik pemasangan IUD

pada saat ini masih bisa dengan menggunakan ringed forsep ,

karena serviks masih berdilatasi, tetapi tidak bisa dilakukan secara

manual. Penggunaan inserter IUD interval sebaiknya tidak

digunakan, karena kemungkinan terjadinya perforasi yang lebih

tinggi.

c. Pemasangan IUD transcesarian

Pemasangan pada transcesarian dilakukan sebelum penjahitan

insisi uterus. Bisa dilakukan dengan meletakkan IUD pada fundus

uteri secara manual atau dengan menggunakan alat.

Pemasangan IUD setelah 48 jam sampai 4 minggu pasca persalinan tidak

dianjurkan karena angka kejadian ekspulsi yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan pemasangan segera pasca persalinan dan

pemasangan IUD interval. ( WHO 2004)

d. Pemasangan IUD pasca abortus

Merupakan pemasangan IUD setelah terjadinya abortus

o Trimester 1 : bisa dilakukan dengan teknik pemasangan IUD

interval karena serviks berdilatasi minimal dan hanya

inserter IUD yang bisa masuk kedalam kavum uteri. Selain

itu ukuran uterus relatif tidak mengalami perbesaran dan

16

Page 17: kontrasepsi pasca persalinan

lebih kaku sehingga mempunyai angka resiko perforasi yang

kecil .

o Trimester 2 : bisa dilakukan dengan menggunakan teknik

interval atau dengan menggunakan teknik forsep . forsep

digunakan jika serviks cukup berdilatasi.

e. Pemasangan IUD interval

Merupakan pemasangan IUD yang dilakukan lebih dari 4 minggu

pasca persalinan. Pemasangan IUD dilakukan dengan

menggunakan inserter IUD

5. Persiapan alat(USAID,2008)

Alat yang dibutuhkan untuk pemasangan IUD :

Tabel 1 . Alat-alat yang dibutuhkan untuk pemasangan IUD

6. Teknik pemasangan (USAID,2008)

a. Pemasangan dengan menggunakan ringed forsceps

17

Page 18: kontrasepsi pasca persalinan

Pada teknik pemasangan ini dibutuhkan seorang asisten untuk

memastikan tindakan aspesis dan pemasangan IUD yang aman. Tahap –

tahap pemasangan IUD

Palpasi uterus untuk menentukan tinggi fundus dan kuatnya

kontraksi

Lakukan cuci tangan

Gunakan sarung tangan steril

Letakkan duk steril pada abdomen bagian bawah dan di bawah

bokong

Susun semua instrumen yang dibutuhkan pada tempat steril

Pastikan bokong pasien pada ujung meja tindakan , hal ini akan

memudahkan dalam pemasangan spekulum

Pada kasus pemasangan post plasenta, masukan spekulum ke

dalam vagina untuk eksplorasi apakan terdapat laserasi , jika ada

dilakukan penjahitan sebelum pemasangan IUD

Pada pemasangan pasca persalinan , masukkan spekulum ke

dalam vagina untuk menampakkan serviks

Dengan menggunakan tangan yang lain bersihkan serviks dan

dinding vagina dengan menggunakan cairan antiseptik

Jepit serviks anterior dengan menggunakan ring forceps

Asisten membuka IUD dari kemasannya , dan jepit IUD dengan

menggunakan forseps Kelly atau dengan menggunakan penster

yang panjang.

18

Page 19: kontrasepsi pasca persalinan

Gambar 5. Cara menjepit IUD

IUD harus dijepit pada lengan vertikal , dan lengan horizontal

dari IUD diluar dari cincin penjepit. Hal ini akan memudahkan

pelepasan IUD pada fundus dan mengurangi resiko tertariknya

IUD ketika forsep dilepaskan

Gambar 6a. Posisi ringed forsep pada IUD

Letakkan IUD menghadap lingkar dalam forsep kelly dengan

benang menjauhi forsep. Setelah itu setelah forsep

19

Page 20: kontrasepsi pasca persalinan

dilepaskanaka n lebih mudah untuk mengeluarkan forsep

secara menyamping dan benang IUD tidak akan tertarik keluar .

( asisten menahan spekulum ketika operator memasang IUD

dengan forsep kedalam uterus.

Gambar 6b. Posisi ringed forsep pada IUD

Setelah itu , tarik keluar forsep yang memegang servik sampai

servik terlihat

Masukkan forsep yang sedah menjepit IUD kedalam vagina

searah dengan lengkungan tubuh wanita

20

Page 21: kontrasepsi pasca persalinan

Gambar 7a. Posisi ringed forsep saat masuk ke dalam vagina

Setelah forsep yang berisi IUD melewati serviks, asisten

melepaskan spekulum dari vagina

Gambar 7b. Posisi ringed forsep saat masuk ke dalam vagina

21

Page 22: kontrasepsi pasca persalinan

Gambar 7c. Posisi ringed forsep saat masuk ke dalam vagina

Lepaskan forsep yang memegang serviks dan tangan operator

dipindahkan ke abdomen untuk meraba fundus.

Dengan posisi tangan di abdomen, fiksasi uterus dengan

melakukan tekanan pada dinding abdomen, hal ini akan

mencegah uterus bergerak pada saat pemasangan IUD

Gambar 8. Posisi tangan kiri pada fundus

Arahkan forsep yang berisi IUD ke arah fundus

22

Page 23: kontrasepsi pasca persalinan

Gambar 9. Mengarahkan ringed forceps ke arah fundus

Pada pasien dengan bekas sectio sesaria , arahkan forsep ke

posterior untuk mencegah ruptur pada bekas insisi pada SBR

Setelah forsep mencapai fundus, putar forsep 45 derajat

sehingga IUD akan berada pada posisi horizontal

Buka forsep untuk melepaskan IUD , dan lepaskan secara

perlahan forsep dalam keadaan sedikit terbuka.

Setelah forsep dikeluarkan, tekan introitus vagina dengan

menggunakan 2 jari untuk melihat benang IUD, pada uterus yang

berkontraksi dengan baik , benang IUD mungkin terlihat, pada kasus ini

tidak perlu dilakukan tindakan apapun. Pada uterus yang besar sesuai

pada pemeriksaan awal, jika benang IUD terlihat dari serviks , hal ini

menandakan IUD belum mencapai fundus. Dan harus dilakukan

pemasangan ulang IUD dengan menggunakan IUD baru

b. Pemasangan IUD post plasenta secara manual (USAID,2008)

Teknik ini hanya bisa dilakukan dalam 10 menit setelah lahirnya

plasenta

Perbedaan mendasar teknik ini jika dibandingkan dengan teknik yang

menggunakan alat adalah :

23

Page 24: kontrasepsi pasca persalinan

Fungsi forsep digantikan oleh tangan

IUD dijepit diantara jari telunjuk dan jari tengah pada lengan vertikal

Gambar 10. Posisi tangan menjepit IUD

Dengan bantuan spekulum , serviks diidentifikasi dan jepit

dengan menggunakan forsep

24

Page 25: kontrasepsi pasca persalinan

Gambar 11a. Posisi tangan yang menjepit IUD saat masuk vagina

Lepaskan spekulum dan masukkan tangan yang sudah menjepit

IUD, searah dengan lengkung panggul ke dalam vagina sampai

kedalam uterus.

Lepaskan forsep yang menjepit serviks dan letakkan tangan

pada abdomen untuk memfiksasi uterus

25

Page 26: kontrasepsi pasca persalinan

Gambar 11b. Posisi tangan yang menjepit IUD saat masuk vagina

Setelah tangan jari yang memegang IUD mencapai fundus,

putar 45 derajat ke kanan untuk memposisikan IUD pada posisi

horizondal pada fundus uteri

Lepaskan jari yang menjepit IUD dan keluarkan secara perlahan

dan hati-hati untuk mencegah terlepasnya IUD

26

Page 27: kontrasepsi pasca persalinan

Gambar 12. Posisi tangan di dalam uterus

c. Pemasangan IUD pada sectio sesaria

Lakukan masase pada uterus sehingga perdarahan berkurang,

pastikan tidak terdapat sisa jaringan plasenta didalam cavum uteri

Pasang IUD pada fundus secara manual atau dengan

menggunakan alat

Sebelum melakukan penutupan sayatan , letakkan benang IUD

pada segmen bawah rahim, dekat ke OUI . jangan sampai benang

melewati servik karena akan meningkatkan resiko infeksi.

F. Hormonal

27

Page 28: kontrasepsi pasca persalinan

1. Kontrasepsi hormonal kombinasi

Rekomendasi dari Centers for disease control ( CDC) Amerika

Serikat menganjurkan wanita pasca persalinan untuk tidak menggunakan

kontrasepsi hormonal kombinasi pada 21 hari pertama pasca persalinan

karena tingginya angka kejadian trombo emboli vena. Pada hari ke 21

sampai 42 pasca persalinan , kontrasepsi hormonal kombinasi bisa

diberikan pada wanita yang tidak memiliki resiko tromboemboli vena. Dan

setelah 42 hari pasca persalinan kontrasepsi hormonal kombinasi bisa

digunakan. (jhpiego,2008; who,200))

Perubahan hematologi selama kehamilan , termasuk peningkatan

faktor koagulasi dan fibrinogen dan penurunan antokoagulan

menyebabkan resiko terjadinya tromboemboli vena menigkat. Disamping

itu beberapa faktor yang terdapat pada ibu , juga meningkatkan resiko ini

seperti umur >35 tahun , merokok, persalinan dengan sectio sesaria . Hal

ini juga mejadi pertimbangan dalam pemilihan kontrasepsi hormonal

kombinasi pada wanita pasca persalinan , karenaberhubungan dengan

peningkatan resiko Trombemboli vena. (WHO,2010)

Dari tinjauan yang dilakukan oleh WHO dan CDC terhadap 13 studi

yang dilakukan menunjukkan resiko tromboemboli vena pada wanita

dalam 42 hari pasca persalinan adalah 22 sampa 84 kali lebih besar

dibandingkan pada wanita yang tidak hamil pada usia reproduksi. Resiko

tertinggi adalah segera setelah persalinan dan menurun secara cepat

pada 21 hari pertama pasca persalinan tetapi menetap sampai 42 hari

pasca persalinan pada sebagian besar studi yang dilakukan. Penggunaan

kontrasepsi hormonal kombinasi yang bisa meningkatkan resiko

tromboemboli vena pada wanita sehat pada usia reproduksi , resikonya

akan lebih meningkat jika digunakan pada wanita pasca persalinan(WHO,2010)

Rekomendasi dari CDC mengenai penggunaan kontrasepsi

hormonal kombinasi pada perode pasca persalinan pada wanita yang

tidak menyusui seperti pada tabel(WHO,2010)

28

Page 29: kontrasepsi pasca persalinan

Kondisi Kategori* Klarifikasi / evidence

Pasca persalinan ( tidak menyusui )

a. <21 hari 4 Bukti: tidak ada bukti langsung mengenai resiko VTE pada penggunaan

kontrasepsi hormonal kontrasepsi . Resiko VTE meningkat selama kehamilan dan pascapersalinan, resiko ini paling tinggi pada minggu 1 pasca persalinan dan menurun ke normal pada 42 hari pasca persalinan.

b. 21-42 hari a. Dengan resiko lain VTE( >35 th, VTE

sebelumnya, trombofilia, immobilitas, riwayat tranfusi, BMI> 30, HHP, post SC, preeklampsi, atau merokok

b. Tanpa resiko VTE

3

2

Klarifikasi: untuk wanita dengan resiko lain VTE, kategori bisa menjadi 4 ( merokok, DVT/ emboli paru, PPCM)

Bukti: tidak ada bukti langsung mengenai resiko VTE pada penggunaan kontrasepsi hormonal kontrasepsi. Resiko VTE meningkat selama kehamilan dan pascapersalinan, resiko ini paling tinggi pada minggu 1 pasca persalinan dan menurun ke normal pada 42 hari pasca persalinan.

c. > 42 hari 1

VTE: venous tromboembolism, KHK: kontrasepsi hormonal kombinasi; DVT: deep vein thrombosis; Kategori : 1:= tidak ada kontraindikasi penggunaan kontrasepsi; 2= keuntungan penggunaan kontrasepsi lebih besar dari resiko yang ditimbulkan; 3= resiko lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan kontrasepsi ; 4= resiko yang tidak bisa diterima jika kontrasepsi digunakan

29

Page 30: kontrasepsi pasca persalinan

Tabel 2. Rekomendasi penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi pada wanita yang tidak menyusui

30

Page 31: kontrasepsi pasca persalinan

Pada wanita yang kurang dari 21 hari pasca persalinan

penggunaan kontasepsi hormonal kombinasi menunjukkan resiko yang

tinggi dan sebaiknya tidak digunakan ( kategori 4 ). Pada wanita pada 21

hari sampai 42 hari pasca persalinan dan mempunyai resiko lain trombo

emboli vena resiko penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi lebih

tinggi , oleh karena itu sebaiknya tidak digunakan ( kategori 3), sedangkan

pada wanita yang tidak memiliki faktor resiko tromboemboli vena yang lain

, penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi bisa digunakan ( kategori 2

) . Pada wanita > 42 hari pasca persalinan tidak ada halangan untuk

penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi (kategori 1).(WHO,2010)

Rekomendasi terpisah oleh US MEC pada tahun 2010 pada wanita

< 1 bulan pasca persalinan ,pada wanita menyusui penggunaan

kontrasepsi hormonal pasca persalinan termasuk kategori 3. Setelah 1

bulan pasca persalinan penggunaan kontrasepsi hormonal termasuk

kategori 2 pada wanita menyusui. (WHO,2010)

31

Page 32: kontrasepsi pasca persalinan

Kondisi Kategori* Klarifikasi / evidence

Pasca persalinan ( menyusui )Klarifikasi : kementerian kesehatan AS merekomendasikan bayi seharusnya mendapatkan ASI secara eksklusif selama 4-6 bulan pertama, dan dianjurkan selama 6 bulan dan idealnya dilanjutkan sampai 1 tahun.

Bukti: uji klinik yang dilakukan menunjukkan hasil yang berbeda mengenai efek pada produksi ASI pada wanita yang menggunaka KOK ; dan tidak terdapat bukti yang cukup mengenai efek pada berat bayi. Efek samping pada kesehatan bayi karena paparan estrogen tidak bisa dibuktikan. Secara umum uji klinik yang dilakukan memiliki kualitas yang rendah, tidak memiliki standar mengenai defenisi dan luaran mengenai proses menyusui, dan tidak memasukkan bayi premature dan sakit. Kajian ilmiah menunjukkan efek dari KHK pda produksi ASI lebih besar pada awal masa pasca persalinan

a. <21 hari 4 Bukti: tidak ada bukti langsung mengenai resiko VTE pada penggunaan kontrasepsi hormonal kontrasepsi . Resiko VTE meningkat selama kehamilan dan pascapersalinan, resiko ini paling tinggi pada minggu 1 pasca persalinan dan menurun ke normal pada 42 hari pasca persalinan.

32

Page 33: kontrasepsi pasca persalinan

b. 21-30 hari 1. Dengan resiko lain VTE( >35 th,

VTE sebelumnya, trombofilia, immobilitas, riwayat tranfusi, BMI> 30, HHP, post SC, preeklampsi, atau merokok

2. Tanpa resiko VTE

3

3

Klarifikasi: untuk wanita dengan resiko lain VTE, kategori bisa menjadi 4 ( merokok, DVT/ emboli paru, PPCM)

Bukti: tidak ada bukti langsung mengenai resiko VTE pada penggunaan kontrasepsi hormonal kontrasepsi. Resiko VTE meningkat selama kehamilan dan pascapersalinan, resiko ini paling tinggi pada minggu 1 pasca persalinan dan menurun ke normal pada 42 hari pasca persalinan.

c. 30- 42 hari 1. Dengan resiko lain VTE( >35 th,

VTE sebelumnya, trombofilia, immobilitas, riwayat tranfusi, BMI> 30, HHP, post SC, preeklampsi, atau merokok

2. Tanpa resiko VTE

3

2

Klarifikasi: untuk wanita dengan resiko lain VTE, kategori bisa menjadi 4 ( merokok, DVT/ emboli paru, PPCM)

Bukti: tidak ada bukti langsung mengenai resiko VTE pada penggunaan kontrasepsi hormonal kontrasepsi. Resiko VTE meningkat selama kehamilan dan pascapersalinan, resiko ini paling tinggi pada minggu 1 pasca persalinan dan menurun ke normal pada 42 hari pasca persalinan.

d. > 42 hari2

VTE: venous tromboembolism, KHK: kontrasepsi hormonal kombinasi; DVT: deep vein thrombosis; Kategori : 1:= tidak ada kontraindikasi penggunaan kontrasepsi; 2= keuntungan penggunaan kontrasepsi lebih besar dari resiko yang ditimbulkan; 3= resiko lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan kontrasepsi ; 4= resiko yang tidak bisa diterima jika kontrasepsi digunakan

Tabel 3. Rekomendasi penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi pada wanita yang menyusui

33

Page 34: kontrasepsi pasca persalinan

2. Kontrasepsi hormon progesteron

Penggunaan kontrasepsi yang mengandung hormone progesteron

tidak menekan proses laktasi dan bisa digunakan pada wanita pasca

persalinan. Meskipun hormon progesteron bisa melewati air susu akan

tetapi tidak menunjukkan efek pada pertumbuhan bayi. Penggunaan

kontrasepsi yang hanya mengandung hormon progesteron termasuk pil

progesterone, injeksi depot medroxyprogesterone acetate, dan implant

aman digunakan pada wanita pasca melahirkan termasuk wanita yang

menyusui dan bisa diberikan segera pada pasca persalinan (kategori 1

dan 2 ). Penggunaan IUD termasuk yang mengandung levonorgestrel dan

Cu-IUD bisa di pasang pada periode pasca persalinan , termasuk segera

setelah pasca persalian ( kategori 1 dan 2 ). Penggunaan kondom bisa

dilakukan kapan saja ( kategori 1 ) , penggunaan diafragma sebaiknya

pada 6 minggu pasca persalinan ( kategori 1 setelah 6 minggu ) (WHO,2010;

Shulman,2011)

34

Page 35: kontrasepsi pasca persalinan

BAB III

KESIMPULAN

1. Penggunaan kontrasepsi pasca persalinan perlu

mempertimbangkan status menyusui ibu.

2. Metode amenore laktasi sangat efektif pada ibu yang menyusui

secara eksklusif.

3. Efektifitas IUD pasca persalinan sama dengan pemakaian IUD

interval jika dilakukan dengan benar.

4. Penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi paling cepat

diberikan pada hari 21 pasca persalinan pada wanita yang tidak

menyusui

5. Kontrasepsi yang mengandung progesteron bisa diberikan segera

pasca persalinan tanpa melihat status menyusui dari ibu .

35

Page 36: kontrasepsi pasca persalinan

DAFTAR PUSTAKA`

Lesnewski R, Prine L Initiating Hormonal Contraception accessed from www.aafp.org/afp on august 22 nd 2011

Postpartum Contraception accessed from http://www.reproline.jhu.edu/english/6read/6multi/pg/ppc1.htm#Introduction on august 22nd 2011

Shulman LP, Kautniz AM, Postpartum contraception diakses dari http://www.glowm.com/index.html?p=glowm.cml/section_view&articleid=382 pada tanggal 24 november 2011.

Sumadikarya IK, Nugroho AW , Rekomendasi Praktik Pilihan untuk Penggunaan Kontrasepsi ( Selected Practice Recommendation for Contraceptive Use ) Penerbit Buku Kedokteran EGC , Jakarta , 2009

The Academy of Breastfeeding Medicine , Clinical Protocol Number #13 ; Contraception during Breastfeeding 2005

The LINKAGES Project , LAM ( Lactational Amenorrhea Method ) : A Modern Postpartum Contraceptive Method for Women who Breastfeed , Training Module for Health and Family Service Providers , Washington , 2004

USAID- Engender Health / The ACQUIRE Project ., The Postpartum Intrautrine Device, A Training Course for Service Providers , Participant Handbook, 2008

Update to CDC’s U.S. Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use, 2010: Revised Recommendations for the Use of Contraceptive Methods During the Postpartum Period MMWR / July 8, 2011 / Vol. 60 / No. 26

Widyastuti L , Saikia US, Postpartum Contraceptive Use in Indonesia : Recent Patterns and Determinants BKKBN

Workshop on Comprehensive Postpartum Family Planning Care, Jhpiego Baltimore 2008

36

Page 37: kontrasepsi pasca persalinan

World Health Organization , Department of Reproductive Health and Research, Combined hormonal contraceptive use during the postpartum period, Geneva, 2010

37