konservasi hutan dan variasi habitat
DESCRIPTION
Konservasi Hutan Dan Variasi HabitatTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di lingkungan sekitar, dapat ditemui berbagai jenis makhluk hidup, baik dari golongan
hewan, tumbuhan, ataupun mikroorganisme. Selain keanekaragaman makhluk hidup, terdapat
pula keanekaragaman faktor abiotik dapat berupa habitat. Masalah kehadiran suatu populasi
dan penyebaran(distribusi) spesies hewan tersebut di muka bumi ini berkaitan dengan
masalah habitat. Habitat secara umum menunjukkan bagaimana corak lingkungan yang
ditempati populasi hewan. Hutan adalah salah satu habitat yang banyak terdapat
keanekaragaman makhluk hidup. Hutan tropis Indonesia yang merupakan salah satu hutan
tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire mempunyai tingkat keragaman hayati
yang sangat tinggi (megadiversity) baik flora maupun faunanya. Menurut World
Conservation Monitoring Comittee (1994) dalam Ramono (2004), kekayaan bumi Indonesia
mencakup 27.500 jenis tumbuhan berbunga (10 % dari seluruh jenis tumbuhan di dunia), 515
jenis mamalia (12 % jenis mamalia dunia), 1.539 jenis burung (17 % seluruh jenis burung di
dunia) dan 781 jenis reptil dan amphibi (16 % dari seluruh reptil dan amphibi di dunia).
Selain itu tingkat endemisitas keanekaragaman hayati di Indonesia juga tinggi. Tingginya
tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi ini sekaligus mencerminkan tingginya potensi
sumber daya genetik yang terkandung di dalamnya. Keanekaragaman hayati juga sangat
penting untuk kelangsungan sistem jejaring kehidupan yang menyediakan kesehatan,
kemakmuran, pangan, energi, dan jasa yang sangat vital bagi kehidupan manusia.
Banyak spesies telah berkembang dan punah sejak kehidupan bermula. Hal ini dapat
ketahui melalui catatan fosil. Tetapi, sekarang ini spesies menjadi punah dengan laju yang
lebih tinggi daripada waktu sebelumnya dalam sejarah geologi, hampir keseluruhannya
disebabkan oleh kegiatan manusia. Di masa geologi yang lalu spesies yang punah akan
digantikan oleh spesies baru yang berkembang mengisi celah atau ruang yang ditinggalkan.
Pada saat sekarang, hal ini tidak akan mungkin terjadi karena banyak habitat telah hilang.
Untuk menekan laju penurunan kualitas kehidupan, maka upaya konservasi keanekaragaman
hayati (biodiversity) berupa konservasi hutan dan variasi habitat perlu dilakukan secara serius
oleh pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat.
1.2. Rumusan masalah
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan konservasi?
1.2.2. Bagaimana melakukan konservasi yang dapat menyelesaikan permasalahan
keanekaragaman hayati?
1.2.3. Apa sajakah macam konservasi?
1.2.4. Bagaimana mengelola konservasi dalam lingkup hutan?
1.2.5. Apa yang dimaksud dengan variasi habitat?
1.2.6. Apa sajakah komponen yang ada dalam suatu habitat?
BAB 2
PEMBAHASAN
Seiring dengan adanya keanekaragaman hayati yang tinggi, terjadi pula peningkatan
kebutuhan manusia yang berimbas pada kepunahan. Beberapa spesies yang rentan terhadap
kepunahan, antara lain :
Spesies pada ujung rantai makanan, seperti karnivora besar (misal macan). Karnivora
besar biasanya memerlukan teritorial yang luas untuk mendapatkan mangsa yang
cukup. Oleh karena populasi manusia terusu merambah areal hutan dan oleh karena
habitatnya menyusut, maka jumlah karnivora yang dapat ditampung juga menurun.
Spesies lokal endemik (spesies yang ditemukan hanya di suatu area geografis) dengan
distribusi yang sangat terbatas.
Spesies dengan populasi kecil yang kronis. Bila populasi menjadi terlalu kecil, maka
menemukan pasangan atau perkawinan mejadi problem yang serius.
Spesies migratori. Spesies yang memerlukan habitat yang cocok untuk mencari
makan dan beristirahat.
Spesies dengan siklus hidup yang sangat kompleks. Bila siklus hidup memerlukan
beberapa elemen yang berbeda pada waktu yang sangat spesifik, maka spesies ini
rentan bila ada gangguan pada salah satu elemen dalam siklus hidupnya.
Spesies spesialis dengan persyaratan yang sangat sempit seperti sumber makanan
yang spesifik, misal spesies tumbuhan tertentu.
Dari permasalahan seputar kepunahan yang ada, diperlukan suatu upaya yang mampu
menanggulangi masalah tersebut. Salah satu upaya tersebut dengan melakukan konservasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan
sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan
mengawetkan (Depdiknas, 2001). Konservasi dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Konservasi Insitu, meliputi metode dan alat untuk melindungi spesies, variasi genetik
dan habitat dalam ekosistem aslinya. Pendekatan insitu meliputi penetapan dan pengelolaan
kawasan lindung seperti: cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam,
hutan lindung, sempadan sungai, kawasan plasma nutfah dan kawasan bergambut. Dalam
prakteknya, pendekatan insitu juga termasuk pengelolaan satwa liar dan strategi perlindungan
sumberdaya di luar kawasan lindung. Di bidang kehutanan dan pertanian, pendekatan insitu
juga digunakan untuk melindungi keanekaragaman genetik tanaman di habitat aslinya serta
penetapan spesies dilindungi tanpa menspesifikasikan habitatnya.
Secara umum, metode konservasi in situ memiliki 3 ciri:
Fase pertumbuhan dari spesies target dijaga di dalam ekosistem di mana mereka
terdapat secara alami;
Tataguna lahan dari tapak terbatas pada kegiatan yang tidak memberikan dampak
merugikan pada tujuan konservasi habitat;
Regenerasi target spesies terjadi tanpa manipulasi manusia atau intervensi terbatas
pada langkah jangka pendek untuk menghindarkan faktor-faktor yang merugikan
sebagai akibat dari tataguna lahan dari lahan yang berdekatan atau dari fragmentasi
hutan. Contoh dari manipulasi yang mungkin perlu pada ekosistem yang telah
berubah adalah regenerasi buatan menggunakan spesies lokal dan pengendalian
gulma secara manual atau pembakaran untuk menekan spesies yang berkompetisi.
Konservasi Eksitu, meliputi metode dan alat untuk melindungi spesies tanaman, satwa
liar dan organisme mikro serta varietas genetik di luar habitat/ekosistem aslinya. Kegiatan
yang umum dilakukan antara lain penangkaran, penyimpanan atau pengklonan karena alasan:
(1) habitat mengalami kerusakan akibat konversi; (2) materi tersebut dapat digunakan untuk
penelitian, percobaan, pengembangan produk baru atau pendidikan lingkungan. Dalam
metode tersebut termasuk: pembangunan kebun raya, koleksi mikologi, museum, bank biji,
koleksi kultur jaringan dan kebun binatang. Mengingat bahwa organisme dikelola dalam
lingkungan buatan, metode eksitu mengisolasi spesies dari proses-proses evolusi.
Upaya lainnya yaitu dengan cara :
Restorasi dan Rehabilitasi, meliputi metode, baik insitu maupun eksitu, untuk
membangun kembali spesies, varietas genetik, komunitas, populasi, habitat dan proses-proses
ekologis. Restorasi ekologis biasanya melibatkan upaya rekonstruksi ekosistem alami atau
semi alami di daerah-daerah yang mengalami degradasi, termasuk reintroduksi spesies asli,
sedangkan rehabilitasi melibatkan upaya untuk memperbaiki proses-proses ekosistem,
misalnya Daerah Aliran Sungai, tetapi tidak diikuti dengan pemulihan ekosistem dan
keberadaan spesies asli.
Pengelolaan Lansekap Terpadu, meliputi alat dan strategi di bidang kehutanan,
perikanan, pertanian, pengelolaan satwa liar dan pariwisata untuk menyatukan unsur
perlindungan, pemanfaatan lestari serta kriteria pemerataan dalam tujuan dan praktek
pengelolaan. Mengingat bahwa tataguna lahan tersebut mendominasi keseluruhan bentuk
lansekap, baik pedalaman maupun wilayah pesisir, reinvestasi untuk pengelolaan
keanekaragaman hayati memiliki peluang besar untuk dapat diperoleh.
Formulasi Kebijakan dan Kelembagaan, meliputi metode yang membatasi
penggunaan sumberdaya lahan melalui zonasi, pemberian insentif dan pajak untuk menekan
praktek penggunaan lahan yang secara potensial dapat merusak; mengaturan kepemilikan
lahan yang mendukung pengurusannya secara lestari; serta menetapkan kebijakan pengaturan
kepentingan swasta dan masyarakat yang menguntungkan bagi konservasi keanekaragaman
hayati.
Kebutuhan manusia mendominasi akan hasil hutan. Kebutuhan tanpa diimbangi
pemanfaatan yang memperhatikan asas kelestarian dapat menyebabkan terjadinya degradasi
hutan yang sangat parah. Kerusakan hutan telah meningkatkan emisi karbon hampir 20 %. Ini
sangat signifikan karena karbon dioksida merupakan salah satu gas rumah kaca yang
berimplikasi pada kecenderungan pemanasan global. Salju dan penutupan es telah menurun,
suhu lautan dalam telah meningkat dan level permukaan lautan meningkat 100-200 mm
selama abad yang terakhir. Bila laju yang sekarang berlanjut, para pakar memprediksi bumi
secara rata-rata 1°C akan lebih panas menjelang tahun 2025. Peningkatan permukaan air laut
dapat menenggelamkan banyak wilayah. Kondisi cuaca yang ekstrim yang menyebabkan
kekeringan, banjir dan taufan, serta distribusi organisme penyebab penyakit diprediksinya
dapat terjadi. Hutan dapat mempengaruhi pola curah hujan melalui transpirasi dan
melindungi daerah aliran sungai. Deforestasi menyebabkan penurunan curah hujan dan
perubahan pola distribusinya. Ini juga menyebabkan erosi dan banjir.
Perlu dilakukan suatu konservasi hutan. Berdasarkan UU Nomor 41/1999 tentang
kehutanan, Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang
mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman hayati serta
ekosistemnya.Kawasan hutan konservasi dibedakan menjadi Kawasan Suaka Alam, Kawasan
Pelestarian Alam dan Taman Buru. Konservasi hutan yang dilakukan dapat dengan cara
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya adalah Tahan
Hutan Raya. Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan
koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli,
yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Rencana pengelolaan taman hutan raya sekurang-
kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya
perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.
Menurut Awang (pers.com, 2006), dalam pembangunan hutan yang berkelanjutan
terdapat tiga komponen dasar yang perlu diperhatikan yaitu : 1) tidak adanya eksploitasi yang
berlebihan, 2) terdapat kawasan yang jelas dan 3) penanaman kembali/replanting SDGTH
untuk kepentingan kayu dan non kayu.
Kawasan hutan konservasi dibedakan menjadi Kawasan Suaka Alam, Kawasan
Pelestarian Alam dan Taman Buru.
Kawasan Suaka Alam adalah hutan yang dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai
fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan.Termasuk dalam
kategori kawasan ini ialah Cagar Alam (CA) dan Suaka Margasatwa. Kedua kategori
kawasan tersebut dilindungi secara ketat, sehingga tidak boleh ada sedikitpun campur tangan
manusia dalam proses-proses alami yang terjadi di dalam kawasan tersebut.Kawasan ini
hanya diperuntukkan bagi keperluan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Saat ini, terdapat 239
unit Cagar Alam Darat dengan total luas 4.330.619,96 hektar, dan 6 unit Cagar Alam perairan
dengan luas sekitar 154.610,10 hektar. sedangkan Suaka Margasatwa darat sebanyak 71 unit
dengan luas 5.024.138,29 hektar serta 4 unit Suaka Margasatwa perairan dengan luas sekitar
5.588,00 hektar. Kawasan Pelestarian Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang
mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya
alam hayati dan ekosistemnya.Termasuk ke dalam kategori kawasan ini adalah Taman
Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Hutan Raya.
Taman Nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli
yang dikelola dengan sistem zonasi untuk keperluan ilmu pengetahuan, pendidikan,
penunjang budidaya tumbuhan dan/atau satwa, pariwisata, dan rekreasi. Pada tahun 2010
telah ada 43 unit Taman Nasional Darat dengan luas 12.328.523,34 hektar dan 7 unit Taman
Nasional Laut dengan luas 4.043.541,30 hektar. Taman Wisata Alam adalah kawasan
pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan
rekreasi alam. Saat ini terdapat 102 unit Taman Wisata Alam Darat dengan total luas sekitar
257.418,85 hektar dan 14 Taman Wisata Laut dengan total luas sekitar 491.248,00 hektar.
Taman Hutan Raya merupakan kawasan pelestarian alam yang ditetapkan untuk tujuan
koleksi tumbuh-tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau bukan alami, dari jenis asli atau
bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
penunjang budidaya tumbuhan dan/atau satwa, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Saat ini
terdapat 22 unit Taman Hutan Raya dengan luas total sekitar 350.090,41 hektar.
Taman Buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata buru. Saat
ini terdapat 13 unit Taman Buru dengan total luas sekitar 220.951,44 hektar.