konsep penerimaan pengetahuan dan implikasinya dalam pembelajaran matematika
DESCRIPTION
Makalah Landasan pembelajaranTRANSCRIPT
Makalah Landasan Pembelajaran
KONSEP PENERIMAAN PENGETAHUAN DAN IMPLIKASINYA
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
OLEH:
A. A. GEDE YUDHA PRAWIRA
PANDE GD. SUBIKSA BRAHMA RANDRA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bagian ini akan dibahas tentang karakteristik penerimaan pengetahuan pada
struktur kognitif siswa, yaitu bagaimana karakteristik tersebut dapat diterapkan pada
pengetahuan matematika, dan apa implikasinya dalam pembelajaran matematika. Hal
semacam itu mungkin tidak lagi menarik dalam bidang pendidikan matematika, yang
dibantah bahwa :
- Teori umum tentang pembelajaran atau penerimaan , dari salah satu teori behavioristik
atau teori kognitif, sudah tidak lagi informative terhadap pembelajaran matematika yang
didekati secara spesifik dan difokuskan dalam pengetahuan matematika.
- Disebut sebagai teori umum dalam pembelajaran yang pada faktanya penerimaan
pengetahuan akan aspek-aspek pada kehidupan sehari-hari (misal fisika, biologi dan
psikologi), dan hal itu tidak relevan dengan pemahaman mengenai logika matematika.
- Dalam perkembangannya, ruang lingkup matematika sangatlah unik, sehingga
pembelajaran dalam ruang lingkup ilmu lainnya tidaklah edukatif.
- Sesuatu yang diperoleh untuk menjadi ahli dalam bidang matematika secara umum
berbeda dengan ilmu lainnya, dan juga ruang lingkup dari pengetahuan matematika
diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang berbeda.
Kebanyakan, pendidik matematika setuju bahwa kognisi matematika siswa seperti
sebuah sistem pengetahuan, dimana sebuah pengetahuan yang terorganisir yang terfokus pada
suatu kumpulan objek atau entitas tertentu, dan juga seperti teori sains yang memerlukan
penjelasan yang masuk akal. Sistem penerimaan pengetahuan matematika akan berpengaruh
terhadap sistem pengetahuan lainnya, seperti ilmu fisika, biologi keseharian, dan
perkembangan kemampuan berpikir. Jadi, kita dapat menduga bahwa karakteristik dari sistem
penerimaan pengetahuan dengan kajian tentang struktur kognitif akan membantu pendidik
matematika untuk lebih baik dalam memahami perkembangan kognitif matematika dan
menambah wawasan tentang pengetahuan matematika.
Bahkan jika sistem penerimaan pengetahuan matematika tersebut adalah suatu yang
khas, dan karakteristik yang ditawarkan memberikan beberapa petunjuk langsung dalam
pembelajaran matematika, bahwa sistem pengetahuan dalam hubungannya dengan
penerimnaan pengetahuan secara umum dapat menjelaskannya sebagai aspek yang tunggal,
dan dengan demikian memberikan lagi beberapa dasar yang kuat untuk perkembangan
pengetahuan matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penerimaan Pengetahuan Sebagai Karakteristik dari Kajian Kognitif
Terdapat lima krakteristik yang saling berhubungan tentang penerimaan pengetahuan
jangka panjang oleh manusia. Secara keseluruhan, kelima karakteristik tersebut merupakan
konsep dari penerimaan pengetahuan yang masuk akal, walaupun hal tersebut sudah pasti
menjadi suatu teori (beberapa persyaratan teori haruslah memuat suatu proses penerimaan
pengetahuan dari suatu model, dari karakteristik yang dapat dihasilkan, dan juga penjelasan-
penjelasan untuk suatu model dalam hubungannya dengan pengolahan informasi manusia).
Dalam menurunkan lima karakteristik tersebut, diperlukan keahlian dalam belajar,
pengetahuan sehari-hari, dan pengembangan konsep, lebih baik dari pada belajar
ekperimental di laboratorium, karena tipe pembelajaran yang lebih dahulu itu biasanya
memperhatikan penerimaan pengetahuan yang lazim dalam masyarakat.
Karakteristik yang pertama dari suatu pengetahuan diperoleh dari kontruksi, bukan
dari transmisi saja. Manusia memperoleh pengetahuan lebih dari pengetahuan yang mereka
sajikan dengan, atau menemukan pengetahuan yang belum pernah disajikan. Meskipun
demikian, pengetahuan haruslah dapat dikontruksi, sedikitnya sebagian, bahkan ketika guru
memberikan suatu pengetahuan bagi peserta didik dalam ungkapan kata-kata atau ketika guru
dapat mengawasi peserta didik sehingga tingkah lakunya dapat dikontrol sesuai dengan
tingkah laku yang diharapkan. Pengetahuan dapat ditransmisikan secara luas, tetapi
pengetahuan yang ditransmisikan menjadi berguna dalam berbagai macam pemecahan
masalah hanya setelah pengetahuan tersebut dikontruksi kembali.
Karakteristik yang kedua menyatakan bahwa penerimaan pengetahuan melibatkan
penyusunan kembali, yang mana tidak hanya meningkat dari segi kuantitas pengetahuan
tersebut tetapi juga isi pengetahuan tersebut terorganisir menjadi bagian-bagian dari
pengetahuan yang diperoleh. Perubahan konsep dalam sejarah ilmu dan dalam
pengembangan kognitif dikenal sangan baik sebagai contoh membangun pengetahuan
kembali. Sistem pengetahuan sebelum dan sesudah penyusunan kembali adalah berbeda.
Sebagai contoh salah satu bagian dari pengetahuan barangkali berbeda, sementara bagian lain
dari pengetahuan mungkin dapat digabungkan. Ide yang kuat dari matematika seperti dalam
group teori, menggabungkan banyak bagian-bagian yang berbeda dari pengetahuan
sebelumnya. Sebagai contohnya, suatu penomena yang sama bisa saja dijelaskan melalui cara
yang berbeda, beberapa contoh mungkin menjadi bentuk dasar sebaliknya mungkin menjadi
suatu yang marginal, dan begitu juga seterusnya.
Karakteristik yang ketiga menunjukkan bahwa proses penerimaan pengatahuan
tersebut terbatas. Kontruksi dan perbaikan terus menerus dari suatu pengetahuan mengambil
tmpat dari berbagai batasan sehingga diperoleh suatu pengetahuan yang sering kali sama, jika
tidak identik, hal itu disebabkan individu-individu yang berbeda. Karena batasan tersebut,
yang mengeliminasi dalam memajukan sebagian besar hipotesa logika yang mungkin dan
menafsirkan pemecahan masalah serta penerimaan pengetahuan bagi manusia, orang-ornag
dapat mengambil suatu alasan dengan cepat dari kebanyakan kasus. Singkat kata, batasan
yang sama mungkin memiliki efek yang negatif, karena mereka membuat hal tersebut
menjadi sesuatu yang susah untuk beberapa hipotesa yang benar yang akan dicari. Proses
kontruksi adalah suatu hal yang dibatasi baik secara internal maupun eksternal oleh suatu
budaya sebagai suatu kumpulan benda termasuk bahasa notasi, dan yang lainnya.
Karakteristik yang keempat menunjukkan bahwa pengetahuan tersebut biasanya
diperoleh dari suatu ruang lingkup. Keseluruhan dari pengetahuan manusia dapat dibagi
menjadi beberapa ruang lingkup yang mana kurang lebih memuat sistem pengetahuannya
sendiri dalam pemecahan masalah atau pemahaman yang menempatinya. Pengetahuan
diperoleh melalui pemecahan masalah aktivitas pemahaman yang tersimpan dalam ruang
lingkup tersebut. Untuk menjadikannya berbeda, penerimaan pengetahuan adalah dasar dari
ruang lingkup yang khusus. Kekhususan ruang lingkup tersebut pasti memenuhi kognitif
ekonomi, karena domain tersebut mengijinkan untuk menguji hanya sebuah bagian dari salah
satu dari pengetahuan yang tersimpan dalam pemecahan masalah dan pemahaman, dan juga
menambahkan serta memadukan bagian yang baru dari suatu pengetahuan. Apa yang
diperoleh dalam suatu ruang lingkup mungkin saja ditransfer ke hal yang lain atau
disamaratakan ke berbagai ruang lingkup. Hal tersebut adalah suatu yang mengipotesiskan
bahwa ada suatu disiplin atau teori sistem pengetahuan universal yang nyata yang mendasari
domain tersebut.
Karakteristik yang terakhir mengkhususkan bahwa penerimaan pengetahuan suatu
yang disituasikan dalam konteks. Aktifitas manusia, yang melalui semua pengetahuan yang
diperoleh, terdapat dalam konteks yang khusus, atau menghubungkan antara sesorang dengan
suatu konteks, dan dengan demikian hal itu terkait padanya. Beberapa keunggulan
kontekstual, sebagai contoh tujuan dari suatu aktifitas adalah ke arah langsung, tidak dapat
dipisahkan dari penerimaan pengetahuan yang dituju. Pertumbuhan dari teori sistem
pengetahuan secara khas terdapat dalam konteks argumentasi dan dalam proses penggunaan
sumber konseptual yang produktif dan menyenangkan.
Penerimaan pengetahuan adalah juga disituasikan, yang mana mencerminkan
bagaimana hal itu diperoleh dan bagaimana hal itu telah digunakan. Pengetahuan manusia
yang berproses dalam pikirannya tidak hanya melambangkan suatu yang sifatnya abstrak dan
sosial dari pengalaman kolektif, seperti hukum, rumus-sumus, dan aturan-aturan yang
digambarkan dalam buku bacaan, tetapi juga melambangkan pengalaman pribadi yang nyata
dan alami. Pengetahuan manusia tersebut melibatkan perbandingan pengertian yang paling
luas. Banyak keunggulan-keunggulan dari suatu kontektual menyimpang pada pengetahuan
yng dituju dalam bentuk yang lebih matang. Selanjutnya akan diuraikan setiap karakteristik
sedikit lebih detail. Untuk mendukung hal tersebut, haruslah mengacu pada penemuan
empirik dari kajian terhadap pembelajaran, teori sehari-hari, dan pengembangan konsep,
maupun observasi sehari-hari.
1) Kontruksi Pengetahuan
Pandangan kontruktivis terkait penerimaan pengetahuan itu dipertentangkan hanya
dengan hanya dengan pandangan empirik. Pandangan nativis tidak dianggap sebagai
alternatif dari pandangan kontruktivis, karena 1) mereka tidak cocok dengan pandangan
kontruktivis, dan 2) posisi pada pandangan tersebut terlihat tidak dapat dipertahankan pada
pengetahuan matematika.
Bahwa pengetahuan terkontruksi sebagai akibat dari teori kognitif pada saat ini bahwa
manusia adalah mahluk yang aktif dalam mengolah dan melaksanakan suatu informasi.
Manusia seringkali mengeksplorasi tugas melebihi permintahan atau keperluan dari suatu
pemecahan masalah, dan bahwa lingkungan tidak mengijinkan mengekplorasi terlalu aktif.
Manusia mungkin saja menciptakan suatu permasalah yang nantikan diselesaikan daripada
menyelesaikan suatu permasalahan yang mengakibatkan manusia itu terbebani. Dengan
demikian, mereka seringkali mengkontruksi pengetahuannya sebagai hasil dari spontanitas
mereka atau pemerolehan pemecahan masalah. Lebih rincinya, mereka mendapatkan strategi-
strategi untuk menghindari konsekuensi yang tidak baik dan mencapai suatu konsekuensi
yang baik. manusia juga mengkontruksi pengetahuannya melalui aktivitas pemahaman.
Mereka mencoba untuk menemukan makna atau gambaran yang masuk akal dari observasi
mereka berdasarkan fakta dan prosedur yang efektif, dan usahanya ini kadang-kadang
merupakan hasil dalam pengetahuan yang terkontruksi dari ranah konsep. Kesalahan-
kesalahan pelaksanaan dan miskonsepsi diambil sebagai bagian yang paling kuat dari bukti
untuk ranah kontruksi dari penerimaan pengetahuan, karena hal tersebut sangat tidak
mungkin bahwa siswa mempunyai hal yg diperolehnya dari apa yang diajarkan.
Bahwa suatu pengetahuan diperoleh dari kontruksi dan tidak dapat disangkal bahwa
pengetahuan tersebut dapat ditransmisikan secara luas. Kebanyakan pengetahuan yang kita
miliki telah dipelajari dari orang lain. Sebuah resep memasak itu berguna karena pengetahuan
tersebut dideskripsikan sehingga dapat ditransmisikan. Ketika bagian dari prosedur
pengetahuan dikondisikan dalam bentuk kata-kata yang mana mengarah pada objek eksternal
dan pelaksanaannya, hal tersebut dapat memberikan suatu maksud yang agak akurat. Bahkan
bagian dari suatu konsep pengetahuan dapat ditransmisikan secara luas dan sistem kode
tersebut dari pengirim dan penerima itu haruslah sama.
Dalam ilmu pengetahuan yang lebih kompleks, yang memberikan bagian besar dari
suatu pengetahuan dan terminologi, dapat memudahkan pengetahuan yang sngat sulit melalui
kata-kata atau komunikasi simbol.
Bagaimanapun juga, suatu transmisi tidak bisa selamanya sempurna, karena beberapa
bahasa atau sistem simbol yang lain yang hanya bisa mendeskripsikan bagian dari suatu
pengetahuan yang dituju, melibatkan beberapa kerancuan, dan suatu penafsiran yang
berbeda. Bahkan dalam suatu kasus prosedural dari pengetahuan, suatu pengetahuan yang
ditransmisikan mungkin tidak dapat diaplikasikan dalam hal yang sama pada pengetahuan
yang original. Lebih pentingnya, kebanyakan aktivitas manusia mencoba untuk menafsirkan
dan memperkaya apa yang di transmisikan. Dengan kata lain, untuk mendukung hal tersebut
perlu adanya kontruksi pengetahuan. Bahkan ketika suatu pengetahuan ditransmisikan
dengan efektif, maka peneriman pengetahuan bukan suatu proses yang berlaku hanya sekali.
2) Penerimaan Pengetahuan Melibatkan Penyusunan Kembali
Sebagai salah satu yang memperoleh keahlian dalam domain, pengetahuan tersebut
tidak hanya menjadi sesuatu yang lebih, tetapi juga diorganisasi secara lebih baik. dengan
kata lain, proses dari penerimaan pengetahuan melibatkan penyusunan kembali sebagai
sesuatu yang lebih. Perubahan konsep dapat diperlakukan sebagai suatu bentuk dari
penyusunan kembali, kemungkinannya yang paling radikal, dalam arti bahwa sistem
pengetahuan sebelum dan sesudah perubahan konsep tidak dapat dibandingkan, yang mana
beberapa bagian pengetahuan dari satu sistem tidak dapat diterjemahkan ke dalam hal yang
lain dengan baik.
Pengorganisasian kembali dari suatu sistem pengetahuan menempati posisi-posisi
yang berbeda dari individu sampai masyarakat, dan juga dalam berbagai bentuk. Bagian-
bagian pokok dari suatu pengetahuan, termasuk didalamnya adalah konsep dapat berubah.
Sebagai contoh, beberapa bagian dari pengetahuan dapat digabungkan menjadi satu kesatuan.
Seperti anak-anak dalam mempelajari biologi, mereka mengkombinasikan suatu data bahwa
binatang itu memiliki anak dan tumbuhan memiliki biji/bibit yang nantinya terbentuk suatu
pengetahuan reproduksi dari mahluk hidup. Hubungan diantara bagian pengetahuan atau
komponen dari suatu konsep, seperti misalnya suatu bentuk asli juga dapat berubah. Status
manusia bisa berubah sebagai siswa yang memperoleh suatu pengetahuan lebih mengenai
biologi. Manusia dihormati sebagai mahluk hidup yang khas dengan pengatahuan yang
kurang, tetapi mereka adalah mahluk yang sangat spesial jika mereka banyak mengetahui.
Jadi secara umum, adanya perubahan metakognitif di dalam sistem pengetahuan, seperti pola
dari suatu kesimpulan, cara menjelaskan, dan sebagainya.
3) Adanya Batasan dari Proses Penerimaan Pengetahuan
Berdasarkan teori kognitif yang sekarang, penerimaan pengetahuan dapat dengan
singkat digambarkan sebagai suatu proses mengkontruksi dan mengorganisasikan kembali
pengetahuan dalam berbagai batasan. Dalam hal ini, istilah batasan mengarah pada kondisi
atau faktor-faktor yang memfasilitasi proses penerimaan namun masih dalam lingkup yang
memungkinkan. Sebagai contoh, para peneliti keahlian menekankan pengetahuan dasar
dalam domain yang dituju, orang-orang yang fokus dalam pengembangan konsep dari suatu
batasan alamiah menjadi lebih kritis. Namun, kebanyakan dari para teoritis setuju bahwa
proses kontruksi dibatasi baik dari dalam (batasan kognitif) maupun dari luar( batasan sosial
budaya).
Batasan-batsan kognitif awal. Kajian kognitif terbaru memperlihatkan bahwa anak-
anak yang belum sekolah lebih dapat bersaing. Dengan kata lain anak yang belum sekolah
dapat memproses pengetahuan dan dapat belajar dengan cepat dalam beberapa area tertentu
karena batasan kognitif awal mereka. Keberadaan batasan kognitif awal lebih mengarah pada
penerimaan bahasa, tetapi kita dapat melihat contoh-contoh yang baik dari penerimaan awal
seperti halnya batasan-batasan dari beberapa area lain yang sama baiknya, termasuk juga
lingkup fisika dan biologi yang memfokuskan pada tubuh manusia. Dalam lingkup yang
terakhir ini, anak-anak mengenal perbedaan jiwa raganya pada awal-awal umur mereka dan
mereka tidak sadar akan hubungan sebab akibat yang disengaja untuk penomena di dalam
tubuh manusia secara biologi. Sebagai contoh, anak yang berumur 4 sampai 5 tahun
mengenal bahwa aktivitas organ-organ di dalam, tubuh mereka relatif bebas dari tujuan
mereka. Tambahannya, mayoritas terbesar dari anak-anak jelaslah bahwa perubahan berat
badan disebabkan oleh jumlah makanan yang dimakan daripada tujuan atau keinginan. Inilah
awal perbedaan dari jiwa dan raga yang mungkin difasilitasi oleh kecendrungan dari
pembawaan lahir mereka untuk menentukan beberapa hubungan sebab akibat antara
kejadian-kejadian luar dan reaksi dari fisik manusia.
Pengetahuan dasar sebagai batasan kognitif. Kajian kognitif baru-baru ini telah
menunjukkan bahwa anak-anak dapat memperlihatkan cara-cara pemberian alasan yang lebih
maju dalam beberapa lingkup, dimana mereka bisa mendapatkan banyak pengalaman, dengan
kata lain mereka dapat memproses pengetahuan pokok dan dapat menggunakan pengetahuan
tersebut. Pengetahuan yang mengkhusus dalam suatu domain dapat membantu orang dalam
menyelesaikan suatu permasalahan. Pengetahuan tersebut juga terlihat mempertinggi
penerimaan dari suatu bagian-bagian pengetahuan yang baru dalam domain.
Chi, Hutchinson, dan Robin menemukan bahwa anak-anak yang berusia 4 sampai 7
tahun mengetahui dengan baik tentang pengetahuan terstruktur mengenai dinosaurus dan
dalam menggunakan pengetahuan tersebut, mereka dapat membuat suatu kesimpulan
deduktif bahwa teori piaget diasumsikan hanya anak-anak yang lebih tua yang dapat
membuat kesimpulan tersebut.
Hasil kecerdasan manusia bersama sebagai batasan budaya. Sebagai batasan-batasan
budaya yang dimaksudkan disini adalah hasil kerajinan manusia yang merupakan hasil
kerajinan oleh sebagian besar orang dalam suatu komunitas atau kelompok-kelompok kecil
termasuk fasilitas dan peralatan fisik, lembaga dan organisasi sosial, bagian-bagaian
pengatahuan yang didokumentasikan, pikiran dan kepercayanaan bersama, dan masih banyak
yang lain. Karena batasan tersebut hampir membuang sebagian besar hipotesis yang mungkin
dan tafsiran-tafsiran yang terdahulu, orang-orang biasanya diharapkan dapat menemukan apa
yang bisa mereka lakukan dengan mudah dalam situasi-situasi sehari-hari. Tambahannya lagi,
mereka dapat memperoleh suatu pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan lebih cepat.
Batasan budaya pada dasarnya merupakan hal-hal luar/eksternal dari individu-
individu. Bagaimanapun juga, ketika mereka terlibat dalam suatu latihan yang bersandar pada
batasan-batasan, orang-orang cenderung memandangnya sebagai pengetahuan dalam pikiran
mereka. Banyak dari pengetahuan yang kita peroleh asal-usulnya adalah budaya, dan batasan
budaya secara internal. Sebagai orang-orang yang telah memperoleh keahlian dalam domain
yang diberikan, mereka tidak hanya memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan dalam suatu domain, tetapi juga kepercayaan
metakognitif yang mana bisa dikatakan suatu nilai-nilai dan kriteria evaluasi, yang mana oleh
bersama diperlakukan sebagai domain ahli.
Batasan sosial: interaksi dengan para senior dan kawan sebaya. Istilah dari batasan
sosial ini termasuk dalam tingkah laku orang lain, interaksi dengan mereka, dan konteks
sosial yang dibuat oleh mereka. Kebanyakan dari apa yang kita lakukan dan apa yang kita
peroleh dalam situasi sehari-hari sesungguhnya dipengaruhi oleh orang lain. hal tersebut
mungkin suatu ide empirik bahwa kita meniru pengetahuan secara langsung dari yang lain,
tetapi pembelajaran kami dibatasi oleh orang lain yang setuju bahkan untuk suatu pandangan
kontruktivis.
Seperti yang benar-benar ditunjukkan oleh Vigotsky. Anak-anak dapat dapat
melakukan sesuatu yang lebih dibawah pengawasan orang dewasa atau dengan teman sebaya
mereka. Pada awalnya anak-anak berurusan dengan suatu masalah yang masih biasa dibantu
oleh orang dewasa yang mengawasinya, berangsur-angsur anak tersebut mulai diberikan
tanggung jawab dari masalah yang dihadapinya, dan pada akhirnya anak tersebut akan bisa
menyelesaikan masalah yang dihadapinya oleh dirinya sendiri. Dengan kata lain, pengawasan
orang dewasa membantu anak-anak dalam mereduksi kemungkinan alternatif dari apa yang
akan mereka lakukan selanjutnya dan sebagi hasilnya, membolehkan mereka berhadapan
dengan permasalahan dengan sedikit ketidakpastian. Walaupun demikian rumusan ini dapat
diaplikasikan lebih untuk penerimaan pengetahuan melalui masa belajar atau interaksi
keluarga, pembelajaran di kelas dapat juga dikonsepsikan dalam kebiasaan ini. Anak-anak
belajar dari teman sebayanya yang tidak harus begitu cakap.
Penerimaan pengetahuan biasanya merupakan suatu domain yang mengkhusus.
Kajian kognitif baru-baru ini telah mendemonstrasikan bahwa benar benar adanya berbagai
macam persaingan individu dari satu domain ke domain yang lain. Dalam penelitian yang
mengarah kepada pengembangan konsep,seperti teori tingkatan piaget, yang mana
menjelaskan bahwa subjek-subjek bersaing bergantung pada struktur-struktur logika
matematikanya yang dapat digunakan untuk menjelaskan suatu domain, hal ini telah
ditantang atau bahkan hal tersebut ditolak oleh banyak peneliti yang ada. Peneliti keahlian
telah menyatakan bahwa faktor yang paling kritikal dari suatu persaingan pemecahan
masalah adalah bukan merupakan suatu kecerdasan yang biasanya tetapi hal ini relevan
dalam pengetahuan yang lebih mengkhusus dan juga tambahan keahlian atau pengetahuan
yang terakumulasi hanya dalam domain yang di dalamnya terdapat suatu masalah yang telah
dipecahkan dan hal tersebut dilakukan berulang-ulang. Demikian juga, dalam penelitian yang
mengarah pada kognitif sehari-hari, hal tersebut secara umum telah disetujui bahwa apa yang
diperoleh berhubungan langsung pada aktivitas yang terlibat di dalamnya dan bahwa
penyamarataan dari beberapa pengalaman sangatlah terbatas. Dunia mungkin saja
menggunakan informasi dari semua domain, tetapi Bagaimanapun juga penyelidikan secara
ilmiah atau usaha sehari-hari digunakan untuk memahami hal tersebut, seperti yang diklaim
oleh Fodor (1983), hal tersebut biasanya menempati domain yang khusus. Pengetahuan
diproduksi melalui suatu aktifitas dan juga disatukan hanya dalam domain yang relevan.
Dengan demikian, pengetahuan biasanya diperoleh secara terpisah untuk setiap domain,
walaupun transfer analogi atau generalisasi dari pengetahuan yang didasarkan pada isomorfis
yang diakui yang melewati suatu domain mungkin saja hal itu kadang-kadang terjadi.
Tambahannya, kebanyakan teroritis-teoritis kognitif percaya bahwa rangkaian dan proses dari
suatu pengembangan berubah-ubah dari suatu domain ke domain yang lain. Hal ini terjadi
karena seseorang dapat memperoleh sesuatu untuk menjadi seorang ahli yang berbeda pada
suatu domain-domain yang berbeda, dan setiap domain diharapkan untuk mewujudkan suatu
kumpulan yang berbeda dari batasan-batasan pembawaan lahir.dengan kata lain, pengetahuan
itu diperoleh, pada sebagian, dalam suatu kebiasaan yang khusus dalam setiap domain.
Istilah domain mengacu pada daerah suatu pengetahuan atau tingkah laku yang dapat
dijelaskan sebagai suatu teori yang masuk akal. Dengan demikian, bagaimana suatu domain-
domain itu dibagi adalah dalam sebuah pemikiran dari suatu hasil budaya.
Penerimaan pengetahuan disituasikan dalam konteks. Penerimaan pengetahuan
manusia telah terkonsepsi sebagai sebuah proses dalam menggambarkan suatu pengalaman
dengan sebuah objek, kejadian, atau kesatuan konsep, sehingga penggambaran yang
dihasilkan dapat digunakan dalam pemahaman dan pemecahan masalah nantinya. Dengan
demikian, hal tersebut disituasikan dalam konteks yang mana suatu pengalaman terjadi dan
tidak dapat terjadi, tetapi berpengaruah terhadap berbagai keistimewaan dalam konteks
tersebut. kontekstual itu lebih daripada kognitif sejati, dalam pengertiannya bahwa hal
tersebut mengambil tempat melalui interaksi dalam konteks sosial kultural yang tertanam
dalam seting sejarah budaya yang besar. Penerimaan pengetahuan berlangsung dari tangan ke
tangan dengan berpartisipasi dalam suatu komunitas yang share tentang pengetahuan yang
dituju sehingga hal tersebut didasarkan pada motivasi sosial untuk menjadi bagian yang utuh
dari komunitas tersebut baik pada pemahaman atau persaingan dari motivasi tersebut.
Penerimaan pengetahuan juga disituasikan dalam pengertian bahwa pengetahuan
tersebut di cerminkan melalui sejarah dari penerimaan dan penggunaan pengetahuan tersebut
meliputi keterkaitan dengan konteks. Walaupun buku merupakan ringkasan dari pengetahuan
sebagai seperangkat rencana, pengetahuan individu yang dimiliki dalam pikiran mereka
meliputi penggambaran dari kepribadian yang lebih. Sebagai contoh, pengetahuan dalam
bentuk aturan sering disertai oleh beberapa contoh terpilih, seperti contoh-contoh yang
digunakan ketika aturan pertama kali diperkenalkan dan peserta didik mampu memecahkan
untuk pertamakalinya dengan mengaplikasikan aturan tersebut. pengetahuan juga bisa
dirasakan melalui konteks sosial dari penerimaan pengetahuan tersebut seperti bagaimana
guru menjelaskan pengetahuan dan disertai dengan reaksi siswa. Pengetahuan yang dimiliki
oleh para ahli dalam suatu domain sering tidak dapat dipisahkan keterkaitannya dengan
kepercayaannya dan nilai yang dianut oleh masyarakat dimana ahli tersebut tinggal dan
membagikan pengetahuan tersebut.
B. Penerimaan Pengetahuan Matematika
1) Ranah ganda dari kognisi matematika
Walaupun pengetahuan matematika tidak mengenai ilmu alam misalnya, meskipun
demikian pengetahuan matematika sangat berguna untuk menyelesaikan permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari secara akurat dan efisien. Matematika banyak digunakan manusia
dalam kehidupan sehari-hari, dimana hal tersebut dipelajari secara professional oleh
sekelompok kecil pelajar yang disebut matematikawan. Namun, kedua kelompok tersebut
merupakan sebuah komunitas, karena mereka saling berbagi setidaknya beberapa
perkembangan tentang ilmu pengetahuan yang disebut pengetahuan matematika.
Untuk kebanyakan pengguna pengetahuan matematika, adalah sangat penting untuk
merancang seperangkat alat, yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari. Lebih tepatnya, matematika mengandung prosedur dalam mengubah
masalah dalam kehidupan sehari-hari kedalam representasi matematika dan sebaliknya, serta
prosedur untuk memanipulasi representasi ini untuk menemukan solusi secara matematika.
Kebanyakan ilmuwan juga menggunakan berbagai bentuk dari konsep matematika untuk
menjelaskan, mempresiksi atau bahkan membuat suatu fenomena.
Bagi kebanyakan orang, baik orang awam maupun ilmuwan, memperoleh
pengetahuan matematika nyatanya tidak berbeda dengan memperoleh prosedur-prosedur lain
dalam pemecahan masalah. Mereka ingin belajar, utamanya, bagaimana menggunakan dan
kapan digunakan, prosedur penyelesaian masalah yang telah dibuat. Penerimaan dari sebuah
prosedur bergantung pada kegunaanya sebagai alat, dengan kata lain, seberapa cepat dan
akurat hal tersebut dapat mengarahkan kepada sebuah solusi. Namun, karena prosedur ini
digunakan dalam penyelesaian masalah, mereka mereka mengerti, memahami, seperti halnya
ahli matematika, sehingga mereka akan melalukan, tidak hanya sekedar menggunakan
matematika.
Ahli matematika melakukanya dengan pola atau struktur serta mencari hubungannya.
Mereka mungkin menemukan hal baru dalam bidang matematika yang diakhiri dengan
menerapkan operasi demi operasi. Apa yang para ahli matematika lakukan dengan hal yang
abstrak, sejalan dengan apa yang diturunkan dari kehidupan sehari-hari, dan sering pula
murni merupakan eksplorasi intelektual. Kenyataan dari ilmu matematika pada dasarnya
tidaklah mengenai pengakuan empiris ataupun manfaat fisik, melainkan tentang ketelitian
derivasi dan pembuktian langkah-langkah. Namun, para ahli matematika mengharapkan
untuk menerapkan ilmu matematika kedalam pemecahan masalah sehari-hari, dan membantu
orang untuk bagaimana menerapkannya. Hal ini mendapat perhatian serius dari program
pendidikan matematika. Program yang baik mencoba untuk menambah penerimaan
pengetahuan matematika melalui pemecahan masalah.
2) Penerapan Karakteristik Penerimaan Pengetahuan terhadap Matematika
Sejauh mana kelima karakteristik yang telah dijelaskan dapat memenuhi penerimaan
pengetahuan matematika? Apakah diperlukan adanya modifikasi, kualifikasi dan syarat dari
karakteristik tersebut?
Pertama, dapatkah kita yakin bahwa pemahaman tentang matematika diperoleh secara
konstruktivis, tidak melalui transfer pengetahuan saja? Beberapa orang mungkin masih
meragukannya, walaupun pemahaman matematika merupakan sebuah konstruksi
pengetahuan dari tiap-tiap orang, hal ini dapat ditransfer kepada orang lain ketika sudah
terbentuk suatu pemahaman oleh seseorang. Yang lainya berpandangan bahwa matematika
merupakan seperangkat alat yang dapat ditransmisikan, seperti ilmu pengetahuan prosedural
lainnya. Dapat diakui bahwa pengetahuan matematika yang berupa aturan dan rumus
memang dapat ditrasfer secara langsung. Namun, sebelum peserta didik dapat menggunakan
aturan yang diberikan, terlebih dahulu mereka harus memahami, dan menyesuaikannya
dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Siswa yang mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dapat dilihat dengan jelas
melalui kesalahan prosedural dan miskonsepsi yang ditunjukannya. Dengan kata lain,
kesalahan proseduran dan miskonsepsi tersebut disebabkan karena siswa tidak mengetahui
algoritma atau aturan yang seharusnya tetapi mencoba untuk mengkonstruksinya secara
induktif. Miskonsepsi juga disebabkan oleh peserta didik sendiri melalui usaha untuk
mengerti tentang suatu konsep karena keterbatasan pengalaman.
Jadi, karakteristik pertama dari penerimaan pengetahuan sesuai dengan pengetahuan
matematika. Pengetahuan matematika yang dapat digunakan dalam berbagai situasi sebagai
sebuah sarana intelektual diperoleh melalui sebuah konstruksi pengetahuan, tidak melalui
transmisi semata.
Kedua, apakah penerimaan pengetahuan matematika melibatkan rekonstrukturisasi?
Sejarah matematika sebagai sebuah disiplin ilmu mengungkapkan sesuatu yang lebih dari
sekedar proses tambahan. Ketika revolusi ide mulai bermunculan, terjadi perubahan di
berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sepertinya, ketika siswa belajar tentang matematika,
perkembanganya sering tidak kontinu. Ketika mereka menemukan kuncinya, caranya untuk
menyelesaikan berbagai masalah juga berubah.
Ketiga, bahwa proses dari penerimaan pengetahuan matematika dibatasi dengan jelas.
Namun, kendala-kendala yang memainkan peran yang lebih penting dalam penerimaan
pengetahuan matematika adalah berbeda untuk ruang lingkup lainnya. Lebih lanjut
pengetahuan matematika dapat lebih mudah diperoleh ketika siswa sudah memiliki
pemahaman terhadap konsep sebelumnya. Ini berarti bahwa guru harus lebih memperhatikan
tentang pemahaman awal siswa terhadap suatu konsep matematika. Dalam hal ini
pemahaman awal siswa yang membatasi kemungkinan jawaban dan operasi yang dilakukan
siswa, begitu pula pemahamannya terhadap entitas matematika, seperti bagaimana untuk
menyelesaikan permasalahan matematika yang diberikan, adalah penting untuk penerimaaan
pengetahuan matematika.
Keempat, harus ditekankan bahwa pengetahuan matematika adalah unik karena
sifatnya yang memiliki ruang lingkup yang umum. Adalah benar bahwa matematika sebagai
sebuah disiplin ilmu memebatasi sekat-sekat dari pengetahuan lainnya. Keahlian dalam
matematika tidak hanya bernatung pada ilmu lainnya, tetapi juga dapat merupakan suatu
bakat alami. Namun, matematika sebagai sebuah sarana intelektual dapat diterapkan dalam
berbagai bidang ilmu.
Terakhir, bahwa penerimaan pengetahuan matematika terletak pada konteks yang
dapat dipertahankan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tahap dasar dari
pengetahuan matematika terkait erat dengan konteks penerimaan pengetahuan, misalnya
bagaimana konsep baru matematika diperkenalkan. Bahkan ketika dua atau lebih siswa tahu
tentang sebuah rumus matematika, bagaimana mereka menggunakannya mungkin bervariasi.
Secara umum, pengetahuan matematika yang tinggi tidak lagi berkaitan erat dengan
situasi dari mana awalnya diperoleh. Hal ini dikarenakan pengetahuan yang tinggi
mencerminkan sejarah panjang penggunaanya dan awal penerimaanya, yaitu yang telah
digunakan dalam berbagai situasi. Orang yang tingkat kemampuan matematikanya tinggi
dapat menyesuaikan dengan prosedur yang telah diketahui, bahkan menemukan seuatu yang
baru berdasarkan pemahamannya terhdap suatu konsep. Jadi, bagaimana memperkenalkan
suatu konsep baru dalam matematika adalah penting, tetapi lebih penting lagi untuk mncoba
mengembangkan pemahaman konseptual siswa.
C. Implikasi dari Konsep Kognitif Penerimaan Pengetahuan dalam Pembelajaran
Matematika
Apa implikasi secara praktikal dari karakteristik penerimaan pengetahuan dalam
pembelajaran matematika? Berikut akan dibahas mengenai hal ini.
Partisipasi Aktif Siswa. Ini berasal secara langsung dari item pertama yang telah
dijelaskan, bahwa pengetahuan matematika diperoleh secara konstruktivis. Konstrukstivisme
secara umum menyatakan bahwa siswa mengkonstruksi pengetahuan sendiri, bukan dengan
menerima pngetahuan yang sudah jadi. Jadi, metode tersebut hanya diperlukan siswa untuk
melatih algoritma yang diberikan atau hal tersebut akan menghambat siswa dalam
mengembangkan berbagai idenya.
Mendorong Pembentukan Pemahaman Matematika. Karena restrukturisasi
nampaknya diperlukan untuk kognisi matematika kedepannya, para guru matematika
seharusnya mencoba untuk memfasilitasi kejadiannya. Guru seharusnya membiarkan siswa
untuk merefleksi dan mengkonstruksi ulang pengetahuanya, dan tidak menekan siswa untuk
memperlihatkan perkembangan yang monoton.
Menggunakan Pemahaman Siswa Sebelumnya Sebagai Sebuah Kendala. Konsep
kognitif dari dari penerimaan pengetahuan, khususnya kendala dalam mengungkapkan
gagasan, menyebabkan sejumlah strategi instruksional untuk memfasilitasi proses siswa
dalam menngkonstruksi pemahamannya, walaupun hal tersebut tidak berarti bahwa
perkembangan pemahaman siswa seluruhnya berada dibawah kontrol guru. Disarankan bagi
guru untuk fokus terhadap kendala yang dihadapi siswa.
Menggunakan Kendala Sosiokultural utuk Memfasilitasi Siswa dalam Belajar. Para
guru matematika seharusnya mempertimbangkan untuk memaksimalkan fungsi dari kendala
sosiokultural. Tidak seperti paham Piaget, yang kebanyakan mencoba untuk merangsang
lingkungan secara umum, guru yang terinspirasi dari konsep kognitif lebih aktif melibatkan
diri mereka, dengan terjun secara langsung dalam proses pembentukan pengetahuan
matematika siswa. Misalnya, (a) menerapkan beragam model pembelajaran untuk membantu
pemahaman siswa, (b) memakai sarana untuk mendorong keberhasilan siswa, (c)
memperkuat konsep yang dihasilkan siswa, dan (d) meminta siswa untuk merefleksi apa yang
telah mereka kerjakan.
Mengajar Matematika dalam Kaitannya Dengan Minat Siswa. Bahwa penerimaan
pengetahuan matematika mungkin bukan merupkan ruang lingkup spesifik yang mempunyai
implikasi penting dalam pembelajaran matematika. Tidak terkecuali kemungkinan dari
mengajar matematika murni dengan ruang lingkup tersebut atau mengajar matematika secara
procedural untuk menyelesaikan masalah hanya pada suatu bahasan tertentu, tetapi alternatif
yang lebih bijaksana yaitu mengajar bagaimana menyelesaikan masalah dalam hubunganya
terhadap berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari dalam ruang lingkup selain
matematika, dengan menyatakan masalah tersebut secara matematis, dan kemudian
menggunakan pengetahuan matematika itu sendiri, melalui refleksi dan abstraksi, sedemikian
hingga hal tersebut dapat menjadi sebuah alat untuk menyelsaikan suatu masalah.
Memilih Konteks yang Tepat dalam Memdapatkan dan Mensituasikan Pengetahuan.
Tiga implikasi muncul dari situasi alamiah dari penerimaan pengetahuan matematika.
Pertama, seoarng guru seharusnya menysun konteks yang tepat untuk aktivitas siswa yang
akan membawa penerimaan pengetahuan kepada sasaran dari pengetahuan matematika.
Kedua, karena pengetahuan matematika yang awam erat kaitannya dengan konteks
penerimaan into sendiri, guru harus lebih berhati-hati dalam memberikan pembelajaran,
khususnya bagaimana suatu konsep baru matematika diperkenalkan. Ketiga, guru harus
mengatur urutan dalam memberikan pembelajaran sehingga siswa dapat berpengalaman
menggunakan berbagai konteks untuk disunakan dalam suatu konsep, dan dapat memperoleh
pengetahuan matematika yang berguna. Dengan kata lain, pendidikan matematika seharusnya
mengarah untuk membantu siswa untuk menjadi lebih adaptif, yaitu seseorang yang dapat
menyesuaikan prosedur yang diketahui atau bahkan menemukan suatu hal baru berdasarkan
pemahaman mereka terhdap suatu konsep.
BAB III
PENUTUP
A. Beberapa Saran Untuk Pendidikan Matematika
Melalalui apa yang dipaparkan pada makalah ini, berikut adalah saran-saran yang
dapat disajikan khususnya bagi bidang pendidikan matematika.
1. Buat masalah yang menarik. Jika memungkinkan, dorong siswa untuk membuat
masalahnya sendiri. Masalah sebaiknya mengambil berbagai ide dari siswa, dan juga
memotivasi mereka untuk mengerti dalam menyampaikan idenya yang relevan,
khususnya yang diluar representasi matematika.
2. Buat masalah dengan konteks yang familiar, sampai siswa cukup yakin untuk dapat
menemukan masalahnya secara matematika.
3. Dorong siswa untuk menggunakan pengetahuan yang telah mereka miliki. Coba
untuk mengembangkan kepercayaan diri siswa dengan menghargai gaagasan yang
dikemukakannya. Siswa akan berusaha untuk mengkonstruksi pengetahuanya ketika
mereka memiliki kepercayaan dirinya.
4. Sarankan kepada siswa untuk menggunakan alat-alat yang dapat membantu dalam
menyelesaikan masalah. Dalam hal ini alat berupa kakulator, tabel, dan symbol
matematika.
5. Lakukan pembelajaran kelompok untuk membantu proses pengkonstruksian
pengetahuan siswa. Siswa biasanya dapat memecahkan masalah secara bersama
dibandingkan ketika mereka mengerjakannya secara individu.
6. Ikut turun tangan dalam kegiatan diskusi kelompok saat diperlukan, sepanjang hal
tersebut tidak mengganggu proses pembentukan pemahaman siswa.
7. Berikan cukup kesempatan bagi siswa untuk merefleksi kembali setelah mereka
berhasil menyelesaikan masalah yang diberikan.
8. Teori metakognitif menyatakan bahwa meningkatkan pengetahuan matematika
sebaiknya dicapai melalui pemecahan masalah dan mencermati masalah-masalah
matematika.
9. Letakan masalah secara teratur sehingga solusi yang disajikan siswa secara bertahap
dapat menjadi lebih sempurna.
10. Penting untuk meminta siswa melakukan beberapa latihan yang akan meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Latihan yang diberikan harus
menyenangkan bagi siswa. Hindari pemberian latihan secara terus-menerus, karena
dapat melemahkan logika matematika siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Steffe, Leslie P, dkk.1996.Theories of Mathematical Learning.New Jersey: Lawrence
Erlbaum Associates