konsep pendidikan hadhari inovasi pendidikan...

122
KONSEP PENDIDIKAN HADHARI INOVASI PENDIDIKAN ISLAM ERA MODERN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh: UMI LAILATUL CHOFIFAH NIM: 23010160070 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2020

Upload: others

Post on 12-Feb-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • KONSEP PENDIDIKAN HADHARI

    INOVASI PENDIDIKAN ISLAM ERA MODERN

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan (S.Pd)

    Oleh:

    UMI LAILATUL CHOFIFAH

    NIM: 23010160070

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

    2020

  • KONSEP PENDIDIKAN HADHARI

    INOVASI PENDIDIKAN ISLAM ERA MODERN

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan (S.Pd)

    Oleh:

    UMI LAILATUL CHOFIFAH

    NIM: 23010160070

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

    2020

  • iv

  • v

  • vi

  • vii

    MOTTO

    َ رَ يَ رَ مَ أ ََيَ رلَ س َ ي َوَ َيَ رَ دَ صَ َيَ ل ََحَ رَ اشَ َب

    “Ya Rabb-ku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah urusanku”

    َالَتقلَقدَذهبتَأيامي

    كلَمنَسارَعلىَالدربَوصل

    “Jangan pernah mengatakan hari-hariku telah

    berlalu. Setiap yang berjalan di jalur yang benar pasti sampai.”

    “Jangan tuntut Tuhanmu karena tertundanya

    keinginanmu, tapi tuntut dirimu karena

    menunda adabmu kepada Allah”.

    ~Ibnu Atha’illah As-sakandari~

  • viii

    PERSEMBAHAN

    Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat serta karunia-

    Nya, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

    1. Ayahanda Mashuri dan Ibunda Sumiyatun tercinta yang tidak henti-hentinya

    mendoakan, membimbing, memberikan nasihat, kasih sayang, dan

    memberikan motivasi dalam kehidupanku.

    2. Kakak kandungku Achmad Latifudin, yang tak hentinya memberikan

    bimbingan, doa dan dukungan dari kecil hingga sekarang.

    3. Saudara kandungku adik Ahmad Nur Fajar Sanjaya yang selalu memberikan

    doa dan dukungan.

    4. Keluarga besar Bani H. Sokarno & Hj. Suparmi, Bani Rakiman (Alm.) & Siti

    Sholekhah serta anggota keluarga besar lainnya yang tidak bisa disebutkan

    satu persatu, yang selalu memberikan doa dan restu untuk keberhasilan dan

    kesuksesan penulis.

    5. Bapak K.H Mahyan Ahmad, Ibu Ny. Hj. Marfuah Khasanah, Bapak Ustadz

    Shodiqin Al-Hafidz dan Ibu Ustadzah Khaliyatul Bahiroh Al-Hafidzoh yang

    memberikan doa restu dan tentunya memberikan dukungan dan doa.

    6. Bapak Drs. K.H Nasafi M. Pd. I dan Ibu Ny. Hj. Asfiyah atas barokah ilmu

    dan doanya. Serta keluarga dalem, neng Rina, Gus Rifki, Gus Azmi, Gus

    Edo, Gus Rijal, dan neng Niswa.

    7. Keluarga besar Pondok Pesantren Al-Mansur dan Pondok Nurul Asna yang

    selalu memberikan dukungan.

    8. Teman dekatku Ely Nur Jannah, Umi Sa’adatul Maulidiyah, Rif’ah dan

    munawaroh yang selalu memberikan motivasi dan dukungannya selama ini.

    9. Seluruh teman-temanku santriwan-santriwati Nurul Asna Salatiga, khususnya

    kamar 10 (Rina Zuhriyah, Fajriyatul Muflikhah dan Ulin Nihayati), Thoifatun

    Najjariyah yang selalu ada dan memberikan motivasi dalam suka dan dukaku

    selama ini serta santriwan-santriwati angkatan 2016 yang tidak dapat saya

    sebutkan satu persatu, yang selalu memberikan semangat, motivasi, doa dan

    dukungan.

  • ix

    10. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2016 khususnya jurusan PAI.

    11. Teman-teman PPL MAN Salatiga

    12. Keluarga Mbah Darmi Dondong Magelang dan juga teman-teman KKN

    posko 47.

    13. Orang-orang yang saya sayangi dan cintai.

  • x

    KATA PENGANTAR

    بسم هللا الرمحن الرحمي

    Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu

    memberikan nikmat, karunia, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan

    judul Konsep Pendidikan Hadhari (Inovasi Pendidikan Islam Era Modern) dapat

    terselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita

    baginda Nabi Muhammad SAW, yang menjadikannya suritauladan yang mana

    beliaulah satu-satunya umat manusia yang dapat mereformasi umat manusia dari

    zaman kegelapan menuju zaman terang benerang yakni dengan ajaran agama

    Islam dan yang kita tunggu-tunggu syafa’atnya di yaumul kiamah.

    Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa motivasi, dukungan dan

    bantuan dari berbagai pihak terkait, sehingga kebahagiaan yang tiada tara penulis

    rasakan setelah skripsi ini selesai. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak

    terimakasih setulusnya kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M. Ag selaku rektor IAIN Salatiga.

    2. Bapak Prof. Dr. Mansur, M. Ag Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

    Keguruan IAIN Salatiga.

    3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M. Si selaku ketua jurusan PAI IAIN Salatiga.

    4. Bapak Heru Saputra, S. Pd.I., M.A selaku dosen pembimbing akademik.

    5. Bapak Dr. Imam Sutomo, M. Ag selaku dosen pembimbing skripsi yang

    selalu sabar dan ikhlas dalam membimbing dan memberikan motivasi serta

    arahan dalam proses penyusunan dan penulisan sehingga skripsi ini dapat

    terselesaikan dengan baik.

    6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah membantu selama

    perkuliahan dan penelitian berlangsung.

    7. Bapak Drs. K.H Nasafi, M. Pd. dan Ibu Ny. Hj. Asfiyah atas barokah ilmu

    dan do’anya, beserta keluarga dalem.

    8. Ayahanda Mashuri dan Ibunda Sumiyatun yang tidak henti-hentinya

    mendoa’akan, membimbing, menasehati, dan memberikan motivasi kepada

    penulis.

  • xi

  • xii

    ABSTRAK

    Chofifah, Umi Lailatul. Konsep Pendidikan Hadhari (Inovasi Pendidikan Islam

    Era Modern). Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Fakultas

    Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

    Pembimbing: Dr. Imam Sutomo, M. Ag.

    Kata Kunci: Konsep Pendidikan Hadhari, Inovasi Pendidikan Islam, Modern.

    Penelitian ini membahas tentang Konsep Pendidikan Hadhari (Inovasi

    Pendidikan Islam Era Modern). Tujuan yang hendak dicapai penulis dalam

    penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan mengkaji Konsep Pendidikan Hadhari

    (Inovasi Pendidikan Islam Era Modern). Pertanyaan yang ingin dijawab melalui

    penelitian ini adalah: (1) Bagaimana konsep pendidikan hadhari? (2) Bagaimana

    aktualisasi pendidikan hadhari era modern? (3) Bagaimana inovasi pendidikan

    Islam era modern dengan menggunakan konsep pendidikan hadhari?.

    Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka peneliti menggunakan jenis

    penelitian pustaka yang dilakukan dengan menghimpun dan menganalisis data

    yang bersumber dari perpustakaan, dengan metode library research dan literatur

    yang dilakukan dengan mengumpulkan sumber data primer berupa buku

    pendidikan hadhari sedangkan data sekunder dari internet, jurnal dan artikel.

    Pendekatan yang peneliti gunakan adalah menggunakan pendekatan kualitatif

    deskriptif analisis kritis, karena pengumpulan data dalam skripsi ini bersifat

    kualitatif dan tidak bermaksud untuk menguji hipotesis, dalam arti hanya

    menggambarkan dan menganalisis secara kritis terhadap suatu permasalahan yang

    dikaji oleh peneliti yaitu mengenai inovasi pendidikan Islam era modern.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep pendidikan hadhari adalah

    konsep pendidikan Islam yang memuat nilai-nilai peradaban yang tinggi dan luhur

    atau berkemajuan. Konsep pendidikan hadhari secara komprehensif

    mendeskripsikan tiga wilayah keilmuan Islam yang terbagi dalam tiga entitas

    peradaban atau hadharah, yakni peradaban teks (hadharah al-nash), peradaban

    ilmu (hadharah ‘ilm), dan peradaban falsafah (hadharah al-falsafah). Dalam

    konteks modern konsep ini digunakan sebagai salah satu rujukan atau pedoman

    dalam melakukan inovasi pendidikan guna menjawab berbagi tantangan

    pendidikan islam masa kini dan untuk memperbarui kembali pendidikan Islam

    yang maju serta mampu menjawab isu kontemporer. Teraktualisasi yang

    dinyatakan melaui realisasi tiga dimensi pendidikan Islam era modern sebagai

    wujud pembaharuan yakni inovasi pendidikan Islam pada pengembangan

    manajemen mutu pendidikan, pendidikan damai dan pemberdayaan Sumber Daya

    Manusia (SDM) Melalui Budaya Meneliti (Research-Based Knowledge).

  • xiii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL i

    LEMBAR LOGO IAIN ii

    HALAMAN JUDUL iii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING iv

    PENGESAHAN KELULUSAN v

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN vi

    MOTTO vii

    PERSEMBAHAN viii

    KATA PENGANTAR x

    ABSTRAK xii

    DAFTAR ISI xiii

    BAB I PENDAHULUAN 1

    A. Latar Belakang 1

    B. Rumusan Masalah 5

    C. Tujuan Penelitian 5

    D. Kegunaan Penelitian 6

    E. Definisi Operasional 6

    F. Kajian Pustaka 8

  • xiv

    G. Metodologi Penelitian 11

    1. Pendekatan dan Jenis Penelitian 11

    2. Jenis Data 12

    3. Sumber Data 12

    4. Teknik Pengumpulan Data 13

    5. Teknik Analisis Data 14

    6. Sistematika Penulisan Skripsi 16

    BAB II PENDIDIKAN HADHARI 18

    A. Pengertian Pendidikan Hadhari 18

    B. Pilar-pilar Pendidikan Hadhari 23

    C. Bilik Hadharah Pendidikan Hadhari 34

    BAB III DINAMIKAN PENDIDIKAN ISLAM ERA MODERN 44

    A. Hakikat Pendidikan Islam 44

    B. Dasar-dasar Pendidikan Islam 46

    C. Tujuan Pendidikan Islam 57

    D. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam 62

    E. Tantangan Pendidikan Islam 65

    F. Hakikat Inovasi Pendidikan Islam 68

    BAB IV ANALISIS 74

    A. Pendidikan Hadhari Term Baru 74

    B. Respon Aktual Pendidikan Hadhari 77

  • xv

    C. Urgenisitas Pendidikan Hadhari Sebagai Inovasi Pendidikan Isalam Era

    Modern 81

    1. Pengembangan Manajemen Mutu Pendidikan 85

    2. Pendidikan Damai (Peace Education) 90

    3. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) Melalui Meneliti

    (Research-Based Knowledge) 95

    BAB V PENUTUP 99

    A. Kesimpulan 99

    B. Saran 100

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pada era modern berbagai problem kehidupan menjadi sorotan

    polemik lapisan masyarakat. Terutama yang berkaitan dengan persoalan

    kebudayaan, intelektualitas rendah dan berbagai fenomena politik di belahan

    dunia Islam. Pendidikan merupakan tema urgen yang tidak bisa dipisahkan

    dalam kehidupan manusia, karena pada prinsipnya seluruh proses kehidupan

    adalah pendidikan.

    Pendidikan tidak lain merupakan pusat laboratorium pencerdasan

    masyarakat atau pabrik manusia bermutu dan pedoman kemajuan suatu

    bangsa. Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan

    fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama

    manusia (Hasbullah, 2015: 2). Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun

    2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa

    pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan dalam rangka

    mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

    secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

    spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

    mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

    negara (Sahlan, 2010: 2). Dari pengertian tersebut jelas bahwa pendidikan

    semestinya memiliki peranan penting dalam proses pengembangan mutu

    sumber daya manusia di Indonesia, terutama pendidikan Islam.

  • 2

    Pendidikan Islam dalam teoretik dan praktik selalu mengalami

    perkembangan, hal ini disebabkan karena pendidikan Islam secara teoretik

    memiliki dasar dan sumber rujukan yang tidak hanya berasal dari nalar,

    melainkan juga wahyu. Kombinasi nalar dengan wahyu ini ideal, karena

    memadukan antara potensi akal manusia dan tuntunan firman Allah Swt.

    terkait dengan masalah pendidikan (Assegaf, 2017: 2). Dalam rangka

    pengembangan dan pembaruan pendidikan Islam tidaklah harus berangkat

    dari nol, tetapi bisa menerima hasil-hasil penelitian dan pengembangan

    pendidikan secara umum lalu melakukan dialog keilmuan, sintesis, adaptasi,

    ilmuisasi, ataupun Islamisasi nilai-nilai pendidikan dalam konteks Islam.

    Mengacu pada hal itu, pendidikan Islam menempati posisi yang

    dilematis. Seiring kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi arus

    modernisasi, pendidikan Islam dihadapkan pada tantangan globalisasi yang

    cukup kompleks. Persoalan-persoalan mulai dari masih banyaknya umat

    Muslim yang anti dengan penemuan-penemuan barat sehingga menimbulkan

    pola pikir fiqih oriented, hanya mengedepankan implementasi hubungan

    vertikal dan terjebak dalam arus ritualisasi.

    Pola keberagaman seperti ini dikhawatirkan akan menciptakan

    masyarakat yang selalu dihiasi budaya ritualistik, kaya akan unsur kultur

    Islami tapi miskin nilai spiritual yang berdimensi kemanusiaan.

    Ketidakseimbangan antara konsep hablum minallah dan hablum minannas

    telah mengakibatkan diabaikannya rumusan khalifatullah dalam pendidikan

    (Mas’ud, 2012: 15).

  • 3

    Masalah dikotomi keilmuan pun menjadi persoalan yang tidak pernah

    habisnya diperdebatkan dalam Pendidikan Islam. Dalam bahasan dikotomi

    ini, Ahmad Barizi (2011: 21) menyatakan, ”Dikotomi keilmuan terdapat

    asumsi pemetaan lebih jauh antara apa yang disebut dengan revealed

    knowledge (pengetahuan yang bersumber dari wahyu Tuhan) dan scientific

    knowledge (pengetahuan yang bersumber dan berasal dari analisis pikir

    manusia)”. Islam sendiri tidak mengenal adanya dikotomi karena Islam

    memiliki kaitan yang sangat erat dengan ilmu pengetahuan. Al-Qur’an

    sebagai kitab suci Islam mengandung banyak keterangan-keterangan tentang

    ciptaan-ciptaan Allah. Islam sangat menganjurkan umatnya menyelidiki

    rahasia alam tersebut melalui kegiatan ilmiah. Dalam konteks ilmu dan

    peradaban, Islam bukan sekadar agama yang hanya mengatur aspek spiritual.

    Islam adalah agama sekaligus peradaban.

    Menurut Ahmad Barizi (2011: 32) bahwa orientasi sains dan teknologi

    sesungguhnya merupakan instruksi utama Al-Qur’an bagi terbentuknya ulu

    al-bab. Tidak terlepas dari itu, maka manusia berperan penting dalam

    mengembangkan peradaban melalui proses pendidikan yang seutuhnya.

    Penghargaan atas kebebasan untuk berkembang dan berpikir maju tentu saja

    sangat besar, mengingat manusia merupakan makhluk yang berpikir dan

    memiliki kesadaran.

    Namun, pada kenyataan yang sesungguhnya masih terjadi kesenjangan

    dalam pendidikan Islam. Masih banyak persoalan-persoalan yang dihadapi

    pendidikan Islam seperti persoalan demokrasi, pemerataan pendidikan,

  • 4

    multikulturalisme, pluralisme, globalisasi pendidikan dan lain sebagainya.

    Melihat banyaknya persoalan tersebut, maka diperlukannya pembaharuan

    progresif dalam inovasi pendidikan Islam di era modern ini.

    Islam is progress menjadi kata kunci modernisasi dan visi pendidikan

    Islam yang berorientasi pada pendidikan berkemajuan dan berperadaban

    pada era modern yang dilandasi oleh nilai-nilai keislaman (Kurniawan,

    2009:183). Dengan semakin cepat dan beragamnya menu informasi yang

    menerpa masyarakat modern maka semakin beragam pula tanggapan,

    respons, maupun referensi dari masyarakat. Selain itu mobilitas sosial yang

    semakin meningkat dan tidak mengenal batas geografis telah menyebabkan

    tidak satu pun kelompok masyarakat yang dapat mempertahankan

    homogenitas kulturnya. Kemajemukan kultural menjadi konsekuensi logis

    dari proses modernisasi yang harus selalu menjadi bahan pertimbangan bagi

    dunia pendidikan.

    Pengembangan inovasi pendidikan Islam di era modern bukanlah

    pekerjaan sederhana. Semua action memerlukan adanya perencanaan secara

    terpadu dan menyeluruh yang menjanjikan masa depan sebagai jawaban atas

    tantangan pendidikan Islam di era modern agar tetap eksis keberadaannya.

    Supriyanto dkk (2004: 4) menyatakan, “Sebagai suatu instrumen, inovasi

    akan bekerja dengan baik apabila dilaksanakan dengan mengikuti pola

    tertentu yang dibenarkan secara teoretik maupun diperkaya dengan

    pengalaman empirik.”

  • 5

    Sebab pada hakikatnya inovasi pendidikan adalah suatu perubahan

    yang baru dan bersifat kualitatif, berbeda dari hal sebelumnya serta sengaja

    diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan

    tertentu dalam pendidikan. Dan untuk menghindari dikotomi ilmu, maka

    perlu adanya pendekatan integratif-interkonektif yang lebih menghargai

    keilmuan umum yang sudah ada, karena keilmuan telah memiliki basis

    epistemologi, ontologi, dan aksiologi sambil mencari letak persamaan baik

    metode pendekatan dan metode berpikiran antara keilmuan serta

    memasukkan nilai-nilai Islam ke dalamnya.

    Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik mengangkat

    judul “Konsep Pendidikan Hadhari (Inovasi Pendidikan Islam Era

    Modern)”.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis dapat

    merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

    1. Bagaimana konsep pendidikan hadhari?

    2. Bagaimana aktualisasi pendidikan hadhari era modern?

    3. Bagaimana inovasi pendidikan Islam era modern dengan menggunakan

    konsep pendidikan hadhari?

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memperoleh jawaban dari

    permasalahan di atas. Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam

    penelitian ini adalah:

  • 6

    1. Untuk mengetahui konsep pendidikan hadhari.

    2. Untuk mengetahui aktualisasi pendidikan hadhari era modern.

    3. Untuk mengetahui inovasi pendidikan Islam era modern dengan

    menggunakan konsep pendidikan hadhari.

    D. Kegunaan Penelitian

    Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

    1. Untuk memberikan sumbangan pemikiran dan wawasan pengetahuan

    sebagai khazanah keilmuan dan intelektual dalam ranah pendidikan Islam.

    2. Bagai para pembaca yang mempunyai respons terhadap masalah

    pendidikan Islam, maka penelitian ini sangat berguna sebagai penambah

    wawasan keilmuan tentang pendidikan Islam.

    3. Bagi pihak penulis secara pribadi sangat berguna, karena merupakan yang

    pertama kali dalam penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat

    dalam penyelesaian studi di Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama

    Islam.

    E. Definisi Operasional

    Menurut Sumadi Suryabrata dalam Kuntjojo (2009: 24) definisi

    operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal terdefinisikan

    yang dapat diamati. Hal yang diamati dalam konsep ini membuka

    kemungkinan bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama atau serupa

    sehingga hal yang dilakukan oeh penulis terbuka untuk diuji kembali oleh

    orang lain.

  • 7

    Supaya penelitian pustaka ini tidak terjadi kerancuan makna atau salah

    persepsi, maka penulis mencantumkan definisi dari permasalahan yang

    diangkat di antaranya:

    1. Konsep adalah rancangan atau dapat diartikan ide atau pengertian yang

    abstrak dari suatu penelitian. Secara sederhana konsep ada dua macam,

    yaitu; konkret (konsep-konsep yang memiliki hubungan yang jelas dengan

    objek, yang pada umumnya terdiri atas kata benda konkret) dan abstrak

    (konsep-konsep yang tidak memiliki hubungan yang jelas dengan objek,

    yang pada umumnya terdiri atas kata benda abstrak dan kata sifat (Ratna,

    2016: 189).

    2. Pendidikan hadhari adalah pendidikan Islam yang memuat nilai-nilai

    peradaban yang tinggi dan luhur atau berkemajuan. Pendidikan hadhari

    diharapkan mampu mengembangkan konsep pendidikan yang mengikuti

    zaman, tntunan masa kini dan tantangan masa depan.

    3. Pendidikan Islam adalah rangkaian proses yang tersusun secara sistematis,

    terencana dan komprehensi dalam upaya mentransfer nilai-nilai kepada

    peserta didik, mengembangkan potensi yang ada pada dirinya sehingga

    mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi dengan sebaik-sebaiknya

    sesuai dengan nilai-nilai Ilahiyah yang didasarkan pada ajaran agama (Al-

    Qur’an dan Hadits) pada semua dimensi kehidupannya.

    4. Inovasi pendidikan adalah penemuan yang dimanfaatkan dalam

    pendidikan Islam untuk memecahkan atau membuat sesuatu lebih efisien

  • 8

    dan efektif dalam pencapaian tujuan pendidikan. inovasi selalu terjadi dan

    sengaja dibuat untuk melancarkan operasional pendidikan.

    5. Era modern adalah zaman mutakhir/terbaru, dengan ditandai adanya

    perkembangan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi).

    Dari uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa penulis merasa penting

    tentang bagaimana penerapan inovasi pendidikan Islam dengan menggunakan

    konsep pendidikan hadhari di era yang semua aspek kehidupan semakin maju

    dari segi ilmu pengetahuan maupun ilmu teknologi. Hal ini dilakukan sebagai

    tanggapan mengenai tantangan pendidikan Islam untuk mewujudkan

    pendidikan yang bermutu dan berdaya saing. Maka dari itu, penulis ingin

    melakukan penelitian yang berjudul: Konsep Pendidikan Hadhari (Inovasi

    Pendidikan Islam era Modern).

    F. Kajian Pustaka

    Pendidikan Hadhari dapat dipahami sebagai pendidikan berkemajuan

    dan berperadaban yang dilandasi oleh nilai-nilai ke-Islaman. Hadhari

    semakna dengan madani yang berarti urbanized, citived, dan civilized, atau

    dengan kata lain pendidikan berperadaban dan berkemajuan. Konsep

    pendidikan hadhari ini dipakai penulis sebagai dasar pengembangan inovasi

    pendidikan Islam di era modern. Dalam penyusunan penelitian ini, maka

    harus diketahui apakah ada penelitian terdahulu yang telah membahas hal

    yang serupa dengan penelitian yang sekarang. Maka dari itu diperlukan

    adanya pengkajian penelitian terdahulu, berikut akan dipaparkan tiga kajian

    penelitian terdahulu terkait dengan permasalahan yang diangkat oleh peneliti.

  • 9

    1. Arbain Nurdin, mahasiswa prodi pendidikan agama Islam IAI Jember

    tahun 2016 dengan judul penelitian“Inovasi Pembelajaran Pendidikan

    Agama Islam di Era Information and Communication Technology”

    dalam penelitian ini membahas inovasi Pendidikan Islam yang berbasis

    ICT (Information and Communication Technology) dapat menjadi solusi

    bagi guru PAI yang selama ini mengalami kesulitan dan stagnasi dalam

    proses pembelajaran terutama aspek metode pembelajaran.

    2. Abdul Khobir, dosen Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam

    (STAIN) Pekalongan tahun 2009 dengan jurnal penelitian yang berjudul

    “Pendidikan Agama Islam di Era Globalisasi”. Penelitian ini

    mengungkapkan bahwa pendidikan agama Islam merupakan komponen

    penting dalam menghadapi era globalisasi. Untuk menghadapi tantangan

    globalisasi tersebut diperlukan pembinaan moral dan kemanusiaan

    bangsa yang didasarkan kepada ajaran agama. Jika moralitas dan

    kemanusiaan dalam kehidupan bangsa merupakan komitmen bersama,

    maka rekonstruksi dan reformasi pendidikan agama menjadi kemestian

    dan keharusan bagi segenap kalangan agamawan, tokoh intelektual, dan

    kaum pendidik.

    3. Achmas Masrur, mahasiswa program magister pendidikan agama Islam

    UIN Maulana Malik Ibrahim Malang tahun 2014 dengan Tesis yang

    berjudul “Modernisasi Pendidikan Islam (Telaah Pemikiran Azyumardi

    Azra Tentang Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia)”. Penelitian

    ini menjelaskan tentang menjawab tantangan pendidikan Islam di era

  • 10

    modern yang masih tertinggal dan kalah bersaing dalam banyak segi

    dengan subsistem pendidikan lain dan sering dipandang lebih rendah

    dibandingkan dengan sistem pendidikan lainnya.

    Tujuan modernisasi pendidikan Islam yang ditawarkan

    Azyumardi Azra adalah mencciptakan out-put lembaga pendidikan Islam

    yang mampu menjadi agen of change di tengah masyarakat global dalam

    lima peran, yaitu (1) perubahan sistem nilai, (2) output politik, (3) output

    ekonomi, (4) output social, (5) output cultural. Sehingga di sini annti

    membuat peserta didik memiliki dasar competitive advantage dalam

    lapangan dunia kerja, seperti dituntut di alam globalisasi saat ini.

    Dari uraian di atas, bahwa penelitian yang penulis angkat

    mempunyai persamaan dan perbedaan dengan beberapa penelitian yang

    sudah ada, yakni sama-sama meneliti inovasi pendidikan Islam di era

    modern. Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus kajian yang akan

    diteliti. Pada penelitian pertama mengungkap secara umum tentang

    inovasi pendidikan Islam yang berbasis ICT (Information and

    Communication Technology) dengan menggunakan metode penelitian

    kepustakaan, kemudian pada penelitian kedua lebih memfokuskan pada

    kajian tentang pendidikan agama Islam di era globalisasi melaui metode

    library research, pada penelitian ketiga lebih fokus kepada pemikiran

    Azyumardi Azra tentang modernisasi pendidikan Islam di Indonesia

    dengan menggunakan metode penelitian library research . Perbedaan

    penelitian ini dengan sebelumnya adalah, dalam penelitian ini penulis

  • 11

    lebih menitikberatkan penelitian tentang gagasan konsep Pendidikan

    Hadhari sebagai konsep inovasi pendidikan Islam era modern.

    G. Metodologi Penelitian

    1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

    Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah

    kualitatif deskriptif analisis kritis. Bogdan dan Taylor, sebagaimana

    dikutip oleh Moleong, mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai

    prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

    tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati

    (Moleong, 2017: 4). Penelitian deskripstif tidak dimaksudkan untuk

    menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya

    tentang sesuatu variabel gejala atau kejadian (Arikunto, 2016: 234).

    Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian kepustakaan

    (library research), menurut Arikunto (2016: 244) penelitian kepustakaan

    biasa dilakukan dengan jalur metode dokumentasi di mana dalam

    penelitian mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-

    macam materi yang terdapat dalam kepustakaan (buku) dan berbagai

    dokumentasi, baik manuskrip, memorandum/notulen rapat dan lain

    sebagainya. Penelitian ini merupakan jenis penelitian literal non empirik,

    karena data ini menggunakan berbagai literatur kepustakaan atau artikel

    yang secara relevan membicarakan tentang konsep pendidikan hadhari:

    inovasi pendidikan Islam era modern.

  • 12

    Pendekatan ini digunakan oleh peneliti karena pengumpulan data

    dalam skripsi ini bersifat kualitatif dan tidak bermaksud untuk menguji

    hipotesis, dalam arti hanya menggambarkan dan menganalisis secara kritis

    terhadap suatu permasalahan yang dikaji oleh peneliti.

    2. Jenis Data

    Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data

    berupa dokumen tertulis, baik yang bersifat umum atau pribadi (Ulfatin,

    2013: 176-177). Skripsi ini dalam bentuk kata verbal, bukan dalam bentuk

    angka. Data dalam bentuk kata verbal sering muncul dalam kalimat

    panjang lebar, yang lain singkat melainkan perlu dilacak kembali

    maksudnya, dan banyak lagi ragamnya.

    3. Sumber Data

    Maksud sumber data dalam sebuah penelitian adalah subjek yang

    menjadi tempat atau juga bisa dikatakan subjek dari mana data dapat

    diperoleh. Menurut Sugiyono (2016: 225), sumber data dibagi menjadi

    dua, yaitu pertama data primer, yaitu data yang langsung memberikan

    data kepada pengumpul data; dan data kedua data sekunder, yaitu sumber

    data yang tidak secara langsung memberikan data kepada peneliti.

    Data primer diperoleh dari keterangan-keteranggan yang untuk

    pertama kali dicatat langsung oleh penulis di berbagai buku atau pustaka

    yang membahas tentang konsep pendidikan hadhari dan inovasi

    pendidikan Islam era modern. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh

  • 13

    dari keterangan-keterangan di berbagai media, seperti di surat kabar

    majalah, jurnal dan internet.

    4. Teknik Pengumpulan Data

    Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

    maka teknik pengumpulan data yang tepat dalam penelitian library

    research adalah dengan mengumpulkan buku-buku, makalah, artikel,

    majalah, jurnal dan lain sebagainya. Langkah ini biasa dikenal dengan

    metode dokumentasi.

    Suharsimi Arikunto (2013: 201) berpendapat bahwa metode

    dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang

    berupa catatan, buku-buku, majalah, dokumen, notulen rapat dan

    sebagainya. Adapun secara kronologis, jalannya pengumpulan data

    melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

    a. Tahap Orientasi

    Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan dan membaca data

    secara umum tentang konsep pendidikan hadhari dan inovasi

    penddidikan Islam era modern untuk mencari hal-hal yang perlu

    diteliti. Dari sisi ini, kemudian peneiti menemukan fokus studi atau

    tema pokok bahasan.

    b. Tahap Eksplorasi

    Pada tahap ini, peneliti mulai mengumpulkan data secara

    terarah dan terfokus untuk mencapai pemikiran yang matang tentang

    tema pokok bahasan. Peneliti juga perlu mengetahui para penulis

  • 14

    konsep pendidikan hadhari dan juga memahami pengaruhnya dalam

    pengadaan inovasi pendidikan Islam era modern. Selanjutnya, unsur

    relevan yang terkumpul akan dianalisis untuk dibandingkan dengan

    peneliti lainnya, sehingga peneliti mampu melihat secara obyektif.

    c. Tahap Studi Terfokus

    Pada tahap ini, penulis mulai melakukan studi secara mendalam

    yang terfokus pada keberhasilan, keunikan, dan konsep pendidikan

    hadhari dan pengaruh berpengaruh pada masyarakat khususnya dalam

    pengadaan inovasi pendidikan Islam di era modern. Dalam hal ini,

    peneliti minimal dapat mengetahui pengetahuan cukup banyak tentang

    konsep pendidikan hadhari sehingga dapat mengetahui apa yang

    masih belum diketahui (Furchan dan Maimun, 2005: 47-49).

    5. Teknik Analisis Data

    Penelitian ini menggunakan analisis isi (content analysis) yang

    bersumber dari hasil eksplorasi data kepustakaan. Berdasarkan Ricard

    Budd dalam bukunya, Content Analysis in Communicaton Research yang

    dikutip oleh Imam Suprayogo dan Tobroni (2003: 154) mengemukakan

    anlisis isi adalah teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan

    mengolah pesan, atau alat untuk mengobservasi dan menganalisis

    perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih.

    Penelitian dengan analisis isi digunakan untuk memperoleh

    keterangan dari isi komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lambang

  • 15

    yang terdokumentasi, seperti surat kabar, buku, puisi, peraturan

    perundangan-undangan dan kitab suci.

    Menurut Krippendorff (2004: 27) analisis isi adalah teknik analisis

    untuk membuat kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditiru dengan

    melibatkan kebenaran datanya. Tahapan analisis isi, yaitu: unitizing,

    sampling, recording, recording, reducing, abductively inferring, dan

    naratting.

    a. Unitizing yaitu mengambil data berupa karya-karya yang memuat

    tentang pendidikan hadhari dan inovasi pendidikan Islam di era

    modern yang tepat untuk kepentingan penelitian ini serta dapat diukur

    dengan jelas.

    b. Sampling yaitu penyederhanaan penelitian dengan membatasi analisis

    data sehingga terkumpul data-data yang memiliki tema yang sama

    yaitu pendidikan Islam.

    c. Recording berarti pencataan semua data yang ditemukan dan

    dibutuhkan di dalam penelitian ini yaitu yang berkenaan dengan

    gagasan pendidikan hadhari dan inovasi pendidikan Islam era

    modern.

    d. Reducing adalah penyederhanaan data sehingga dapat memberikan

    kejelasan dan keefisienan data yang diperoleh.

    e. Abductively infering merupakan penganalisisan data lebih dalam utuk

    mencari makna data yang dapat menghubungkan antara makna teks

    dengan kesimpulan penelitian.

  • 16

    f. Narrating ialah penarasian data penelitian untuk menjawab rumusan

    penelitian yang telah dibuat.

    6. Sistematika Penulisan Skripsi

    Sistematika penulisan berfungsi untuk menyatakan garis-garis

    besar dari masing-masing bab, sehingga memudahkan dalam memahami

    tata urutan pembahasan dan kerangka berpikir. Pembahasan dalam skripsi

    ini akan penulis sajikan dalam bentuk bab-bab yang terdiri dari lima bab,

    yang masing-masing diperinci dalam sub-sub bab secara sistematis dan

    saling berkaitan. Adapun perinciannya sebagai berikut.

    Bab I: Pendahuluan. Bab ini merupakan pendahuluan dari

    serangkaian pembahasan berikutnya. Dalam bab ini, menguraikan latar

    belakang masalah penelitian, rumusan pokok masalah dan unsur dasar

    penelitian

    Bab II: Pendidikan Hadhari. Bab ini merupakan kerangka teori

    yang diperoleh dari hasil telaah berbagai literatur yang berhubungan

    dengan konsep pendidikan hadhari.

    Bab III: Dinamika Pendidikan Islam Era Modern. Bab ini

    menguraikan teori yang berhubungan dengan pendidikan Islam dan

    tantangannya pada era modern serta hakikat inovasi pendidikan Islam

    dalam menanggapi tuntutan karakter zaman teknologi saat ini.

    Bab IV: Analisis Pendidikan Hadhari (Inovasi Pendidikan

    Islam Era Modern). Dalam bab ini menguraikan tentang analisis penulis

    tentang pendidikan hadhari (inovasi pendidikan Islam era modern).

  • 17

    Bab V: Penutup. Bab ini merupakan rangkaian terakhir

    pembahasan dalam skripsi ini yang berisi kesimpulan umum dan khusus,

    dan saran.

  • 18

    BAB II

    PENDIDIKAN HADHARI

    A. Pengertian Pendidikan Hadhari

    Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha

    manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

    masyarakat dan kebudayaan (Hasbullah, 2015: 1). Pendidikan akan selalu

    berkembang sejalan dengan zaman, sehingga pemikiran yang berusaha

    membawa perubahan lebih baik bagi pendidikan Islam akan selalu muncul.

    Salah satu pemikiran pendidikan Islam yang merupakan hasil riset adalah

    pendidikan hadhari yang digagas oleh Abd Rachman Assegaf.

    Penamaan konsep pendidikan hadhari memiliki kemiripan nama

    dengan konsep Islam hadhari di Malaysia yang diperkenalkan oleh Tun

    Abdullah Ahmad Badawi. Pengenalan konsep Islam hadhari yang dibawa

    Tun Abdullah Ahmad Badawi merupakan dasar yang komprehensif mengenai

    pembangunan Malaysia dan penjelasan serta panduan mengenai hubungan

    dan ikatan antara Islam dan agenda pembangunan negara menuju sebuah

    negara yang maju dan modern dengan acuan agama (Ubaidah, 2011: 26).

    Islam hadhari berasal dari bahasa Arab yang artinya Islam

    bertamaddun (Civilization Islam). Makna ini bermaksud bahwa ajaran Islam

    membawa fokus kehidupan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat

    dan negara bertamaddun dan mempunyai peradaban yang unggul untuk

    menghadapi tantangan abad baru seperti mudahnya akses internet, kejahatan

  • 19

    dunia maya (cyber crime), ekonomi global, budaya materialisme, krisis

    moral, penjajahan pikiran dan gaya hidup.

    Jadi hakikat istilah Islam hadhari adalah agama Islam yang

    menjunjung tinggi peradaban Islam. Karena sesungguhnya Islam merupakan

    agama yang bertamaddun, di mana pemeluknya melaksanakan ajaran Islam

    mencakup segala aspek kehidupan; ibadah aqidah, muamalat, undang-

    undang, moral dan etika kehidupan dengan berlandaskan Al-Qur’an dan

    Sunnah.

    Secara istilah penamaan hadhari memang sama tapi dengan

    pembawaan konsep yang berbeda. Pendidikan hadhari merupakan pendidikan

    yang menimbulkan peradaban dan kemajuan yang dilandasi oleh nilai-nilai

    keislaman (Assegaf, 2017: 24). Pendidikan hadhari adalah pendidikan Islam

    yang memuat nilai-nilai peradaban yang tinggi dan luhur atau berkemajuan.

    Pendidikan hadhari diharapkan mampu mengembangkan konsep pendidikan

    yang mengikuti zaman, tuntunan masa kini dan tantangan masa depan.

    Perbedaan konsep ini yaitu terletak pada arah pembangunannya, Islam

    hadhari mengarah kepada pembangunan negara atau pemerintah yang

    memiliki prinsip; keimanan dan ketakwaan kepada Allah, kerajaan yang adil

    dan beramanah, rakyat yang berjiwa merdeka, penguasaan ilmu pengetahuan,

    pembangunan ekonomi yang seimbang dan komprehensif, kehidupan yang

    berkualitas, pembekalan hak kelompok minoritas dan wanita, keutuhan

    budaya dan moral, pemeliharaan lingkungan dan kekuatan pemerintahan

    (Ubaidah, 2011: 33-42). Sedangkan pendidikan hadhari diarahkan pada

  • 20

    pembangungan pendidikan kemajuan yang berusha membangun kembali

    peradaban Islam agar tidak ketinggalam zaman, hal ini menanggapi tantangan

    perubahan sosial kontemporer atau modern.

    Pendidikan hadhari meliputi tiga entitas, yaitu hadharah nash yakni

    kemajuan peradaban yang bersumber dari nash (agama), hadharah falsafah

    yakni kemajuan peradaban bersumber dari etika dan falsafah, serta hadharah

    al-ilm (keilmuan) yakni peradaban yang bebasis pada seluruh cabang dan

    struktur keilmuan yang berkembang saat ini, mulai dari social sciences,

    natural sciences sampai ke humaniora, atau kalau dalam skema keilmuan

    Islam meliputi ilmu-ilmu yang diwahyukan (revealed knowledge) yakni ilmu-

    ilmu agama, dan ilmu-ilmu yang dipelajari secara rasional (rational

    knowledge) (Assegaf, 2017: 28-29). Konsep pendidikan hadhari memandang

    perlu menempatkan etik Islam yang bersumber dari nilai-nilai Al-Qur’an dan

    Hadits untuk menjiwai seluruh pembidangan ilm alam, sosial dan humaniora.

    Pendidikan hadhari berkarakteristik universal dan berbasis integratif-

    interkonektif serta tidak dikotomis. Secara epistemologis, pendidikan hadhari

    ilmu yang berasal dari nilai-nilai dan etika Islam yang bersifat objektif.

    Dengan kata lain, terjadi proses objektivikasi dari etika Islam menjadi ilmu

    keislaman yang dapat bermanfaat bagi seluruh manusia (rahmatan lil

    alamin), tanpa membedakan golongan, ras, suku bangsa maupun agama

    sesuai dengan semboyan yang dijunjung tinggi NKRI (Negara Kesatuan

    Republik Indonesia) yaitu Bhineka Tunggal Ika.

  • 21

    Pendidikan hadhari diharapkan dapat memberikan perubahan ke arah

    yang lebih baik. Konsep perubahan ini sesuai dengan yang terkandung dalam

    firman Allah QS. Ar-Ra’d ayat 11:

    Artinya: “Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu

    menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaanya atas

    perintah Allah. Sesungguhnya Allah Swt. tidak mengubah keadaan suatu

    kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka

    sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum,

    maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka

    selain Dia (Allah)” (Ar-Ra’d: 11).

    Dalam firman Allah QS. Al-Ra’d ayat 11 ditekankan bahwa suatu

    perubahan itu diupayakan oleh kaum yang mau berubah ke arah yang lebih

    maju dan memiliki peradaban yang postif. Sehingga dalam menjalankan

    setiap aspek kehidupannya mampu tertata atau terstruktur dengan baik. Hal

    ini memiliki arah yang sama dengan konsep pendidikan hadhari.

    Berdasarkan tiga entitas yang telah disebutkan di atas, penulis akan

    menuangkan peta konsep pendidikan hadhari dalam bagan sebagai berikut:

  • 22

    Bagan 1

    Peta Konsep Pendidikan Hadhari

    PROBLEMA: Lack of Vision, Kesalehan Individual, dikotomi ilmu, dan pola pikir normatif-

    deduktif.

    Renaissance

    Umat

    Reintegrasi Ilmu

    Islamisasi Ilmu

    Hadharah al-Islam

    PENDIDIKAN HADHARI

    -Nilai-nilai Wahyu

    -Tradisi Kenabian

    -Spirit Masa

    -Isu Keemasan

    IsKontemporer

    Hadharah

    al-‘Ilm

    Hadharah

    al-Falsafah Hadharah

    al-Nash

    Visi, Tujuan dan

    Orientasi Konsep

    Belajar, Sistem

    Pendidikan, Metode

    Pembelajaran

    Falsafah

    Manusia,

    Falsafah

    Pendidikan,

    Falsafah Etika

    Tradisi Keilmuan,

    Integrasi Ilmu,

    Research-Based

    Knowledge, Isu

    Kontemporer

    Pendidikan yang

    Visioner

    Pendidikan Integratif-

    Interkonektif

    Keilmuan non-

    Dikotomis dan aktual

  • 23

    Pendidikan hadhari erat kaitannya dengan pendekataan integratif-

    interkonektif sebagai tanggapan atas adanya dikotomi ilmu. Dikatakan

    integratif di sini bukan berarti antara berbagai ilmu tersebut dilebur menjadi

    satu bentuk ilmu yang identik, melainkan karakter, corak dan hakikat antara

    ilmu tersebut terpadu dalam kesatuan dimensi material-spiritual, akal-wahyu,

    ilmu umum-ilmu agama, jasmanai-rohani, dan dunia-akhirat. Sedangkan

    interkoneksitas adalah keterkaitan satu pengetahuan yang lain akibat adanya

    hubungan yang saling mempengaruhi (Muliawan, 2005: 12).

    Pendidikan Islam integratif dan interkonektif berupaya memadukan

    dua hal yang sampai saat ini masih diperlakukan secara dikotomik, yakni

    mengharmonisasikan kembali relasi-relasi antara Tuhan-alam dan akal-

    wahyu, di mana perlakuan secara dikotomik terhadap keduanya telah

    mengakibatkan keterpisahan pengetahun agama dengan pengetahuan umum.

    Tiga entitas pendidikan hadhari yang telah disebutkan di atas harus

    dilaksanakan secara terpadu dan terkait. Hal ini dilakukan supaya pendidikan

    Islam mengalami kemajuan, khususnya dimulai dari lembaga pendidikan

    Islam seperti madarasah, pesantren, sekolah dan lain-lain.

    B. Pilar-pilar Pendidikan Hadhari

    Layaknya sebuah rumah, bila dibangun tanpa tiang penyangga, tak

    akan tegak berdiri. Demikian pula halnya dengan pendidikan Islam, haruslah

    memiliki pilar-pilar yang mampu menopang struktur keilmuannya sekaligus

    menjadi ciri khas dan identitasnya. Pilar utama bagi pendidikan Islam

  • 24

    dimaksud adalah berpusat kepada tauhid, berbasis akhlak, menganut teori

    fitrah dan memperdayakan fungsi masjid (Assegaf, 2017: 35).

    1. Pilar Tauhid

    Dalam bahasa Arab, tauhid berarti beriman pada ke-Esaan Allah

    SWT, al-iman bi wahdaniyatillah atau monotheism. Iman berarti

    pengetahuan (knowledge), percaya (belief, faith), dan yakin tanpa

    bayangan keraguan (to be convinced the least shadow of doubt) (Assegaf,

    2011: 38). Jadi, iman adalah kepercayaan yang muncul akibat

    pengetahuan dan keyakinan. Proses terbentuknya iman itu berawal dari

    pengetahuan (knowledge) tentang sang pencipta, Allah SWT. dari sini

    didapatkan bahwa iman diperoleh dari berpikir dan perenungan

    mendalam, dan bisa dikatakan berfilsafat terhadap alam semesta. Dan

    iman itu tidak tumbuh dengan sendirinya, tapi diasah dan dipertebal

    secara terus menerus menggali rahasia kekuasaan Allah SWT yang ada di

    alam semesta ini melalui proses belajar dan taat kepada-Nya.

    Di dalam proses tauhid, Allah adalah sumber pencipta kebenaran

    (Al Haqq) yang tidak bisa digugat. Tauhid merupakan fondasi seluruh

    bangunan ajaran Islam. Pandangan hidup tauhid bukan saja hanya

    sekadar mengesakan Allah, seperti yang diyakini kaum monoteis,

    melainkan juga meyakini: kesatuan penciptaan (unity of creation),

    kesatuan kemanusiaan (unity of mankind), kesatuan tuntunan hidup (unity

    of guidance), dan kesatuan tujuan dari kesatuan ketuhanan (unity of

    Godhead) (Tasmara, 2000: 228).

  • 25

    Faktor pendidikan bagi terbentuknya tauhid dan iman kepada Allah

    SWT ini merupakan inti dari pendidikan Islam (Assegaf, 2011: 39),

    sedemikian pentingnya sehingga Nabi Muhammad SAW menyatakan:

    ل َ ل ًماَو ع د دَ َاز ن ادًَعَ َُ َاَلَا ََللا ََنَ مَ َدَ د َزَ ي ََمَ اَل َدًَوَ ه ََدَ د َزَ ي ََمَ م

    “Barangsiapa tambah ilmunya tapi tidak tambah petunjuknya

    (imannya), maka bagi Allah orang tersebut tidak tambah apapun kecuali

    semakin jauh (dari petunjuk dan iman) kepada-Nya (HR. Ad-Dailami di

    dalam Musnadnya).

    Setiap manusia terlahir dalam keadaan fitrah, suci dan membawa

    potensi beragama dan bertauhid kepada Allah SWT. Dan tugas orang

    yang ada di sekelilingnya untuk mengembangkan fitrah tersebut ke arah

    posisitf ataupun negatif. Agar potensi setiap individu mengarah kepada

    hal yang positif, maka diperlukan sebuah pendidikan.

    Pilar pendidikan berintikan tauhid dan keimanan ini menjadikan

    manusia mampu memadukan antara fungsi akalnya dengan wahyu.

    Ketika seseorang berhasil menemukan sebuah fakta/rahasia tentang alam

    semesta ini, berhasil pula ia menambah iman kepada Allah SWT. Iman

    itu menuntut ilmu agar tidak digunakan secara pribadi ataupun merusak.

    Apabila tauhid sudah tertanam pada diri seorang muslim maka

    jiwanya akan terlepas dari ketergantungan pada selain Allah. Oleh karena

    itu, setiap individu dari kita harus selalu berusaha lebih memantapkan

    aqidah kepercayaannya/ketauhidannya. Hakikat iman perlu ditanamkan

    sejak dini baik melalui pendidikan formal, informal maupun nonformal,

  • 26

    karena ibarat kertas putih, apa yang pertama kali ditorehkan, itu yang

    akan membentuk karakter seseorang.

    Dengan peran iman dan taqwa diri seseorang akan terlindungi,

    seperti sebuah perisai yang melindungi tubuh dari serangan musuh, atau

    layaknya program anti-virus, iman dan takwa akan memelihara

    kehidupan seseorang menjadi tetap dalam kebaikan, perdamaian dan

    kebahagiaan di dunia dan akhirat.

    2. Pilar Akhlak

    Kata akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaaq, berakar dari kata

    khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (Pencipta),

    makhluq (yang diciptakan), dan khaliq (penciptaan). Dari persamaan kata

    di atas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian

    terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Pencipta) dengan

    perilaku makhluq (manusia). Atau dengan kata lain, tata perilaku

    seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai

    akhlak yang hakiki jika tindakan dan perilaku tersebut didasarkan kepada

    kehendak Khaliq (Tuhan), sehingga akhlak tidak saja merupakan norma

    yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah SWT, namun

    juga dengan alam semesta sekalipun (Assegaf, 2017: 42).

    Ibnu Miskawaih (w.421 H/1030 M) dalam Aminuddin (2006: 94)

    mengatakan bahwa, “Akhlak ialah kondisi jiwa yang senantiasa

    mempengaruhi untuk bertingkah laku tanpa pemikiran dan

    pertimbangan.”

  • 27

    Ibnu Miskawaih menegaskan bahwa pendidikan akhlak didasarkan

    pada doktrin jalan tengah. Menurutnya, jalan tengah diartikan dengan

    keseimbangan, moderat, harmoni, utama, mulia atau posisi tengah antara

    dua ekstrem baik dan buruk yang ada dalam jiwa manusia. Posisi tengah

    jiwa bathiniyah adalah iffah, yaitu menjaga diri dari perbuatan dosa dan

    maksiat. Selanjutnya posisi tengah jiwa al-ghadabiyah adalah al-

    syaja’ah, yaitu keberanian yang dipertimbangkan untung dan ruginya.

    Sementara posisi tengah jiwa nathiqah adalah al-hikmah, yaitu

    kebijaksanaan. Adapun perpaduan dari ketiga posisi tengah tersebut

    keadilan atau keseimbangan. Keempat keutamaan (al-fadhilah akhlak al-

    iffah, al-saja’ah, al-hikmah, dan al-‘adalah) adalah pokok atau induk

    akhlak yang mulia (Gunawan, 2014: 310-311).

    Sedangkan menurut pendapat Imam al-Ghazali yang dikutip oleh

    Yunahar Ilyas (2006: 2):

    Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan

    perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa

    memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Jika sifat itu melahirkan

    perbuatan yang baik menurut akal dan syariat, maka disebut akhlak

    yang baik, dan bila lahir darinya perbuatan yang buruk, maka

    disebut akhlak yang buruk.

    Dari pengertian di atas dapat dimengerti bahwa akhlak adalah

    tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan yang terlatih, sehingga dalam

    jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan

    perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan

    diangan-angankan terlebih dahulu. Akhlak itu harus tertanam kuat/tetap

  • 28

    dalam jiwa dan melahirkan perbuatan selain benar secara akal, juga harus

    benar secara syariat Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits.

    Akhlak ini terjadi melalui satu konsep atau seperangkat pengertian

    tentang apa dan bagaimana sebaiknya akhlak itu harus terwujud. Konsep

    atau seperangkat pengertian tentang apa dan bagaimana sebaiknya akhlak

    itu, disusun oleh manusia di dalam sistem idenya.

    Akhlak atau sistem perilaku dapat dididikkan atau diteruskan

    melalui sekurang-kurangnya dua pendekatan, seperti yang dijelaskan

    Abu Ahmadi dan Moor Salimi yaitu:

    a. Rangsangan-jawaban (stimulus-respons) atau yang yang disebut

    proses mengkondisi sehingga terjadi automatisasi yang dapat

    dilakukan dengan tiga cara melalui latihan, tanya jawab, dan

    mencontoh.

    b. Kognitif yaitu penyampaian informasi secra teoretis yang dapat

    dilakukan melalui dakwah, ceramah, diskusi dan lain-lain (Abu

    Ahmadi dan Noor Salimi, 1991: 199).

    Akhlak bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak

    memerlukan pikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar. Akhlak

    juga dapat dianggap sebagai pembungkus bagi seluruh cabang keimanan

    dan menjadi pegangan bagi seseorang yang hendak menjadi seorang

    muslim yang sejati. Bisa juga dikatakan bahwa akhlak itu bersumber dari

    dalam diri seseorang dan dapat berasal dari lingkungan. Maka, secara

    umum akhlak bersumber dari dua hal yaitu dapat berbentuk akhlak baik

  • 29

    dan akhlak buruk. Dengan demikian akhlak dapat dilatih maupun

    dididikkan. Pendekatan yang dilakukan dalam hal mendidikkan akhlak

    dapat berupa latihan, tanya jawab serta mencontoh dan bisa juga

    dilakukan melalui pengetahuan seperti jalan dakwah, ceramah dan

    diskusi.

    Kedudukan akhlak dalam pendidikan Islam amat penting,

    sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah Saw.:

    قَ َل َاال خ م ك ار َم م ت م َأل ث ت اَُ ع َا نَم

    “Sesungguhnya Aku diutus hanya untuk menyempurnakan

    keutamaan akhlak” (HR Al-Baihaqi). Bahkan, dikatakan bahwa definisi

    agama adalah berakhlak mulia.

    3. Teori Fitrah

    Kata “fitrah” berasal dari kata kerja (fi’il) fathara yang berarti

    “menjadikan”. Secara etimologis fitrah berarti: kejadian, sifat semula

    jadi, potensi dasar, kesucian (Mualimin, 2017: 257). Jadi berkaitan

    dengan fitrah ini maka yang dimaksud adalah ciptaan Allah yang berupa

    agama, agama yang lurus, yang tidak lain adalah agama Islam.

    Sedangkan maksud daripada fitrah manusia adalah kesediaan secara aktif

    dari jiwa manusia untuk menerima fitrah Allah (Thoha, 1996: 184).

    Abdul Mujib mengutip dari Imam al-Qurtubi mengartikan fitrah

    jika dikorelasikan dengan kalimat lain, mempunyai banyak makna; (1)

    fitrah dapat berarti suci (ath-thuhr), (2) fitrah berarti potensi ber-Islam

    (al-din Al-Islamiy), (3) fitrah mengakui keesaan Allah (Tahwid Allah),

  • 30

    (4) fitrah berarti kondisi selamat (al-salamah), dan kontinuitas

    (istiqomah), (5) fitrah berarti perasaan yang tulus (al-Ikhlas), manusia

    dilahirkan membawa potensi baik, (6) fitrah berarti kesanggupan

    menerima kebenaran, (7) fitrah berarti potensi dasar manusia atau

    perasaan untuk beribadah (Mualimin, 2017: 257).

    Jika pengertian ini dikaitkan dengan manusia, fitrah merupakan

    bentuk penciptaan sesuatu untuk pertama kali. Struktur atau ciri ilmiah

    yang melekat dalam setiap manusia yang lahir dari rahim ibunya adalah

    dia selalu memiliki fitrah (Muhammad, 1997: 19). Karena fitrah

    merupakan suatu yang selalu diletakkan kepada manusia dalam

    penciptaannya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa fitrah adalah

    wujud suatu sistem (psiko-fisik) yang terdapat pada manusia dan

    memiliki citra unik yang telah ada sejak penciptaannya manusia. Artinya

    dalam diri manusia secara alami memiliki tabiat dan watak yang

    berpotensi untuk mengarah dan menuju kepada penciptaannya, sehingga

    akualisasi dari fitrah tercermin dalam tingkah laku yang sesuai dengan

    kehendak sang pencipta.

    Dalam pertumbuhannya, manusia itu sendirilah yang harus

    berupaya mengarahkan fitrah tersebut pada iman atau tauhid melalui

    faktor pendidikan, pergaulan dan lingkungan yang kondusif. Bila

    beberapa faktor tadi gagal dalam menumbuhkembangkan fitrah manusia,

    maka dikatakan bahwa fitrah tersebut dikatakan dalam keadaan tertutup.

  • 31

    Sebagai bentuk potensi, fitrah dengan sendirinya memerlukan

    aktualisasi atau pengembangan lebih lanjut. Tanpa aktualisasi, fitrah

    dapat tertutupi oleh polusi yang dapat membuat manusia berpaling dari

    kebenaran. Meskipun setiap orang memiliki kecenderungan ini tidak bisa

    serta merta secara aktual berwujud dalam kenyataan. Karena itu, fitrah

    bisa yazid wa yanqush atau bisa tambah juga bisa kurang. Tambah,

    karena faktor pembinaan dan pendidikan yang kondusif, dan kurang,

    karena faktor negatif yang mempengaruhinya (Assegaf, 2017: 46-47).

    Pilar fitrah ini hendaknya menjadi penyangga pendidikan Islam,

    agar praktik yang dilaksanakan selalu mengarah pada kesucian, Islam,

    iman, dan tauhid, back to fitrah. Allah Swt. menegaskan perintah untuk

    mengikuti agama tauhid dan berpegang teguh pada syariah dan fitrah

    yang sehat itu adalah agama yang lurus; tidak ada kebengkokan dan

    penyimpangan di dalamnya.

    4. Masjid Sebagai Pusat Peradaban

    Dalam pendidikan Islam disyaratkan adanya suatu lingkungan

    pendidikan agar tercapainya tujuan pendidikan. Terdapat tiga lingkungan

    pendidikan utama, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan

    Islam yang ada di lingkungan masyarakat umumnya bersifat nonformal.

    Hasan Langgulung mengemukakan bahwa sarana pendidikan Islam dari

    kaum muslim yang telah melembaga pada masa permulaan Islam adalah

    kuttab (surau), madrasah (sekolah), dan masjid (Abdullah, 2001: 77-78).

  • 32

    Secara bahasa, masjid berarti tempat sujud. Maka bisa dipahami

    bahwa kata “sujud” adalah dalam arti luas. Sujud adalah aktivitas untuk

    mengakui keagungan Tuhan, menghormati-Nya, pengakuan atas

    kesalahan diri sendiri dan kebenaran-Nya, dan sujud juga berarti

    pernyataan ketundukan terhadap semua aturan-aturan Allah SWT

    (Darodjat dan Wahyudiana, 2014 : 6).

    Pada masa awal sejarah Islam, masjid menjadi lembaga

    pendidikan utama. Pada saat itu masjid, dengan segala perlengkapan

    yang ada dipergunakan sebagai sarana mendidik umat Islam. Inilah yang

    dilakukan Rasulullah SAW di masjid Nabawi. Rasulullah di masjid

    tersebut mendidik umat Islam dari segala umur dan jenis kelamin;

    dewasa, remaja, anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Bagi

    orang dewasa, mereka memanfaatkan masjid untuk tempat belajar Al-

    Qur’an, hadits, fikih, dasar-dasar agama, bahasa dan sastra Arab.

    Sementara bagi wanita, mereka mempelajari Al-Qur’an, hadits, dasar-

    dasar Islam dan keterampilan menenun atau memintal, sementara anak-

    anak belajar di serambi masjid dengan materi Al-Qur’an, agama, bahasa

    Arab, berhitung, keterampilan berkuda, memanah dan berenang.

    Bila diilustrasikan antara pusat pendidikan di keluarga,

    masyarakat dan masjid tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

  • 33

    Bagan 2

    Catur Pusat Pendidikan

    Fungsi utama masjid adalah tempat untuk beribadah, selain itu

    masjid juga difungsikan untuk tempat pendidikan bagi semua usia

    (Daulay, 2009: 20-21). Abd Al-Rahman Al-Nahlawi juga menyatakan

    bahwa masjid merupakan pusat pendidikan. Dengan demikian masjid

    difungsikan tidak hanya sebagai tempat ibadah mahdhah semata,

    melainkan juga tempat ibadah sosial (ibadah ijtima’iyyah) salah satunya

    melalui pendidikan sebagai persemaian pengembangan sumber daya

    manusia (human resourcces development) di kalangan umat Islam

    (Qomar, 2015: 61).

    Dengan melihat peran masjid yang sangat besar, maka dapat

    dikatakan bahwa masjid sebagai pusat peradaban, sebab masjid berkaitan

    erat dengan kegiatan sehari-hari umat Islam, bukan hanya sebagai simbol

    namun juga untuk mewujudkan kemajuan peradaban, masyarakat dan

    keruhanian umat. Prinsip pendidikan hadhari adalah memberdayakan

    seoptimal mungkin fungsi masjid bagi pemberdayaan umat dan

    Keluarga

    Masjid

    Masyarakat

    Sekolah

  • 34

    pendidikan Islam. Berawal dari masjidlah banyak lembaga pendidikan

    didirikan di masa keemasan umat Islam.

    C. Bilik Hadharah Pendidikan Hadhari

    Pendidikan hadhari menurut Abd. Rachman Assegaf adalah

    pendidikan berkemajuan yang berusaha membangun kembali peradaban

    Islam agar tidak ketinggalan dengan kemajuan zaman dengan mensinergikan

    ketiga entitas atau bilik hadharah yaitu hadharah al-nash, hadharah al-

    falsafah, dan hadharah al’ilm.

    1. Bilik Hadharah Al-Nash

    Hadharah al-nash menjelaskan bagaimana semestinya pendidikan

    Islam dilaksanakan secara visioner (berwawasan ke depan). Visi berarti

    kemampuan melihat pada inti persoalan dengan penuh wawasan dan

    pandangan yang luas. Pendidikan memerlukan visi yang jelas yaitu

    keinginan atau cita-cita yang hendak dicapai selama dan setelah proses

    pendidikan berlangsung. Untuk menjadikan cita-cita tersebut benar-benar

    terjadi, maka visi pendidikan dinyatakan dalam uraian tujuan yang

    operasional.

    Menurut umar Muhammad al-Toumi al-Syaibani (1979: 422-424),

    tujuan khas pendidikan Islam itu meliputi:

    a. Memperkenalkan kepada generasi muda akan aqidah-aqidah, dasar-

    dasarnya, asal-usul ibadah, dan cara-cara melaksanakannya dengan

    betul dengan membiasakan mereka berhati-hati mematuhi akidah-

    akidah agama dan menjalankan serta menghormati syi’ar-syi’ar agama.

  • 35

    b. Menumbuhkan kesadaran yang betul pada diri pelajar terhadap agama,

    termasuk prinsip-prinsip dan dasar-dasar akhlak yang mulia.

    c. Menanamkan keimanan kepada Allah SWT pencipta alam, dan kepada

    malaikat, Rasul-rasul, kitab-kitab, dan hari akhirat berdasarkan paham

    kesadaran dan keharusan perasaan.

    d. Menumbuhkan minat generasi muda untuk menambah pengetahuan

    dalam adab dan pengetahuan keagamaan, dan untuk mengikuti hukum-

    hukum agama dengan kecintaan dan kerelaan.

    e. Mendidik naluri, motivasi, keinginan generasi muda, membentengi

    dengan akidah dan nilai-nilai, membiasakan mereka menahan motivasi-

    motivasinya, mengatur emosi dan membimbingnya dengan baik. Begitu

    juga mengajar mereka berpegang pada adab kesopanan dalam hubungan

    dan pergaulan mereka, baik di rumah, di sekolah, di jalananan atau di

    lain bidang dan lingkungan.

    Hasil kongres pendidikan Islam sedunia tahun 1980 di Islam abad

    merumuskan bahwa tujuan pendidikan Islam itu harus diarahkan pada

    pertumbuhan yang berkeseimbangan dari kepribadian manusia yang

    menyeluruh melalui latihan spiritual, kecerdasan dan rasio, perasaan dan

    panca indra (Arifin, 1987: 308).

    Oleh karena itu, maka pendidikan harus memberikan pelayanan

    kepada pertumbuhan manusia dalam semua aspeknya, yaitu aspek

    spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah, linguistik; baik secara

    individual maupun kolektif, serta mendorong semua aspek itu ke arah

  • 36

    kebaikan dan pencapaian kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan terletak

    pada sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT pada tingkat

    individual, masyarakat dan pada tingkat kemanusiaan pada umumnya.

    Al-Qur’an sendiri, baik secara langsung atau jelas maupun secara

    tak langsung atau samar, mensinyalisasi beberapa tujuan yang harus

    dicapai oleh manusia di muka bumi ini, atau beberapa tujuan Allah SWT

    menciptakan manusia. Allah SWT menciptakan manusia sebagai khalifah

    di bumi ini (QS. Al-Baqarah ayat 30 dan QS. Al-Faathir ayat 39),

    misalnya mengindikasikan perlunya pendidikan itu diarahkan untuk

    membentuk manusia Muslim sebagai khalifah fi al-ardhi. Seruan agar

    manusia betakwa kepada-Nya dengan sebenar-benar takwa (QS. Ali

    Imran ayat 102) mengindikasikan bahwa pendidikan Islam itu perlu

    diarahkan kepada pembentukan sikap takwa. Diutusnya para Nabi dan

    Rasul, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar

    manusia mau beriman kepada-Nya (QS. Al-Fath ayat 89 dan QS. Al-

    Hadid ayat 8), mengindikasikan bahwa pendidikan Islam itu perlu

    diarahkan kepada pembentukan kesadaran iman kepada Allah SWT.

    2. Bilik Hadharah Al-Falsafah

    Hadharah al-falsafah menjelaskan peradaban diharapkan mampu

    memberikan pencerahan bagi manusia akan eksistensi sebenarnya hidup

    di muka bumi. Falsafah dalam pendidikan hadhari terbagi menjadi lima

    macam di antaranya yaitu, falsafah insaniyah, tarbawiyah,

    eksistensialisme, al-hadhariyah dan al-akhlaqiyah. Namun pada

  • 37

    penelitian ini, penulis membatasi kajian teori yang digunakan sebagai

    rujukan dalam penelitian, yaitu falsafah insaniyah dan falsafah

    tarbawiyah.

    a. Falsafah Insaniyah

    Pemikiran tentang hakikat manusia dibahas dalam falsafah

    manusia (falsafah insaniyah). Filsafah manusia dalam hubungannya

    dengan pendidikan sebagai berikut. Pertama, bahwa pembahasan

    tentang manusia sangat erat kaitannya dengan pendidikan, pendidikan

    dilakukan oleh manusia dan untuk manusia, yakni yang

    menyelenggarakan pendidikan (dalam hal ini pendidik atau guru),

    yang mengelola administrasi pendidikan dan yang menjadi subjek dan

    objek pendidikan (dalam hal ini peserta didik) adalah manusia. Kedua,

    bahwa dalam merumuskan berbagai komponen pendidikan, mulai dari

    visi, misi, tujuan, pengelolaan kurikulum, kompetensi guru, keadaan

    siswa, proses belajar mengajar bertitik tolak pada pada pemahaman

    tentang konsep manusia. Ketiga, bahwa manusia masalah manusia

    adalah masalah yang selalu dibicarakan oleh manusia sendiri dan tak

    habis-habisnya dalam keadaan yang penuh dengan tanda tanya atau

    misterius.

    Zaini dan Seta dalam tulisan M. Syaiful Rahman mengatakan

    bahwa, di dalam Islam banyak digambarkan tentang manusia dan

    makna filosofis dari penciptaannya, tidak ada makhluk lain selain

    manusia yang paling sempurna, manusia mempunyai sifat-sifat

  • 38

    ketuhanan seperti sifat-sifat yang dipunyai oleh Tuhan. Seperti

    berkuasa, berkehendak, berilmu, penyayang, pengasih, melihat,

    mendengar, berkata-kata dan sebagainya. Tetapi sifat-sifat ini tidaklah

    sama. Tuhan adalah pencipta, sedangkan manusia adalah ciptaan-Nya.

    Pencipta dengan ciptaan-Nya tidak sama. Karena itu sifat-sifat Tuhan

    yang ada pada manusia tentulah sesuai dengan kemanusiaannya

    (Rahman, tt: 239).

    Hakikat manusia hidup di muka bumi adalah sebagai makhluk

    liberal, makhluk rasional, makhluk sosial, makhluk progresif aktif,

    dan etico-religius (Assegaf, 2017: 148-150). Walaupun manusia itu

    merupakan makhluk yang mulia terlahir ke dunia dalam keadaan

    fitrah, dan memiliki tanggung jawab sebagai khalifah di muka bumi,

    bukanlah berarti manusia tak berpotensi untuk berbuat kerusakan.

    Agar manusia dapat menjalankan kekhalifahannya dengan

    baik, Allah SWT telah mengajarkan kepada manusia kebenaran dalam

    segala ciptaan-Nya dan melalui pemahaman terhadap hukum-hukum

    yang terkandung dalam ciptaan-Nya, manusia dapat menyusun

    konsep-konsep serta melakukan rekayasa membentuk terwujud baru

    dalam alam kebudayaan.

    Pendidikan Islam jika semata-mata menekankan pembentukan

    pribadi muslim yang sanggup mengabdi, beribadah, dan akhlak al-

    karimah saja, akibatnya pribadi yang terbentuk adalah kesalehan

    individual, maka tidak bisa tidak umat Islam pasti akan tertinggal jauh

  • 39

    dalam kemajuan ilmu dan teknologi di dunia ini, sementara kemajuan

    tersebut akan diambil alih oleh umat yang lain.

    Begitu pula halnya, apabila pendidikan Islam hanya

    memfokuskan perannya sebagai pembentuk khalifah di muka bumi

    yang sanggup menguasai ilmu dan teknologi dan menguak rahasia

    alam untuk dikelola demi kemakmuran hidup di dunia tanpa memberi

    keseimbangan terhadap fungsinya sebagai hamba Allah SWT dan

    fitrahnya, maka manusia sebagai makhluk, pendidik dan si terdidik.

    Sebagai hamba Allah, khalifah fi al-ardi dan fitrah harus dioptimalkan

    melalui proses pendidikan Islam.

    b. Falsafah Tarbawiyah

    Pemikiran edukatif berbeda dengan pemikiran filosofis.

    Pemikiran filosofis dijadikan sebagai dasar dan sumber bagi

    pemikiran edukatif. Esensialiasme, perenialisme, progresivisme,

    rekonstruktivisme dan eksistensialisme merupakan refleksi dari

    pemikiran edukatif yang masing-masing mendasar pada pemikiran

    filosofis, idealisme, realisme, neo-thoimisme, eksperimentalisme atau

    pragmatisme dan eksistensialisme (Assegaf, 2017: 176). Pemikiran

    edukatif yang dikaitkan atau tidak memisahkan diri dari landasan

    pemikiran filosofis akan membentuk falsafah pendidikan.

  • 40

    Bagan 3: Arus Hubungan Antra Aliran Filsafat dengan

    Perkembangan Teori-teori Pendidikan

    Bagan di atas menjelaskan bagaimana terbentuknya teori-teori

    pendidikan bersumber dari aliran filsafat. Filsafat pendidikan Islam

    merupakan kajian filosofis mengenai berbagai persoalan terkait

    dengan pendidikan yang bermuara pada ajaran agama Islam. Dengan

    landasan norma Islam itu pula, kajian filosofis yang digunakan dalam

    falsafah tarbawiyah mengandung arti bahwa filsafat tarbawiyah itu

    merupakan pemikiran secara mendalam, sistematik, radikal dan

    universal dalam rangka mencari kebenaran hakikat pendidikan Islam.

    Secara struktural, suatu kajian teoretis (ilmu) dan kajian

    teknologis suatu bidang ilmu bersumber dari gagasan pada ranah

    Falsafah Teori Pendidikan

    idealisme

    realisme

    positivisme

    neo-skolastik

    pragmatisme

    eksistensialisme

    esensialisme

    behaviorisme

    perenialisme

    rekonstruktivisme futrisme

    progresivisme

    humanisme deschooling

  • 41

    kefilsafatan. Meskipun pada saat ini telah tumbuh berbagai spesifikasi

    ilmu yang berkembang mandiri, bahkan saling tidak terkait anatara

    satu bidang ilmu dengan bidang ilmu lainnya, pada dasarnya satu

    bidang ilmu itu bersumber dari satu cara pandang pada tingkat

    kefilsafatan. Oleh karena itu, jelas bahwa praktik tarbawiyah

    (pendidikan Islam) berhubungan secara historis dan struktural dengan

    ilmu pada tataran teknologi tarbawiyah. Teknologi tarbawiyah

    bersumber dari ilmu tarbawiyah pada tataran teoretis, kemudian ilmu

    tarbawiyah bersumber dari filsafat tarbawiyah, dan filsafat tarbawiyah

    semestinya disusun dari filsafat yang berkembang dalam sejarah

    pemikiran Islam (Mubarok, 2016: 10).

    3. Bilik Hadharah Al-‘Ilm

    Ilmu (pengetahuan) merupakan “a high level of knowledge”.

    Manusia tidak pernah puas dengan begitu saja mengenai apa yang

    diketahuinya dalam kehidupan sehari-hari. Ia selalu ingin tahu lebih jelas

    dan mendalam, untuk mana manusia mengggunakan suatu sistem dan

    metode tertentu. Sasaran yang ingin diketahuinya yaitu hal-hal mengenai

    dirinya sendiri, sesamanya, lingkungannya baik bersifat materiil serta

    yang non materiil, maupun masalah-masalah transenden itulah yang

    kemudian mengejawantah sebagai ilmu (pengetahuan) dengan berbagai

    cabang dan rantingnya seperti ilmu manusia, ilmu masyarakat, ilmu

    lingkungan, ilmu alam, ilmu agama dan masih sekian banyak lagi cabang

    ilmu (Thoha dkk, 1996: 7-8).

  • 42

    Menurut al-Ghazali, hakikat ilmu adalah terhasilkannya salinan

    objek pada mental subjek sebagaimana realitas objek sendiri, yang dalam

    bahasa dinyatakan dalam bentuk proposisi-proposisi yang pasti dan sesuai

    dengan realitas objek berdasarkan metode ilmiah tertentu, untuk kemajuan

    dan kebahagiaan manusia secara abadi (Anwar, 2001: 286).

    Dalam pemikiran Islam, ada dua sumber ilmu, yaitu wahyu dan

    akal. Keduanya tidak boleh dipertentangkan. Manusia diberi kebebasan

    dalam mengembangkan akalnya dengan catatan tetap mengikuti tuntunan

    wahyu dan tidak bertentangan dengan syariat. Atas dasar itu, ilmu terbagi

    dalam dua bagian, yaitu ilmu yang bersifat abadi di mana tingkat

    kebenarannya bersifat mutlak, karena bersumber dari wahyu Allah SWT,

    dan ilmu bersifat perolehan, di mana tingkat kebenarannya bersifat nisbi

    karena bersumber dari akal pikiran manusia.

    Hadharah al-‘ilm memberikan pencerahan pada umat Muslim agar

    unggul dan terkemuka di bidang ilmu pengetahuan. Klasifikasi ilmu yang

    dikembangkan di Barat sampai saat ini membagi ilmu dalam bidang

    sosial, alam dan humaniora. Ilmu-ilmu yang terkait dengan pendidikan

    masuk dalam kategori ilmu sosial, sedang agama dalam humaniora. Posisi

    agama dalam humaniora tersebut jelas mereduksi peran wahyu dalam

    bidang keilmuan.

    Hadharah al-‘ilmu menekankan bahwa dalam peradaban Islam,

    ketiga klasifikasi ilmu di atas yakni sosial, alam dan humaniora,

    dikelompokkan dalam ilmu-ilmu rasional (al-ulum al-aqliyah, rational

  • 43

    knowledge) karena bersumber dari daya nalar manusia. Sedangkan agama

    ternasuk dalam bidang tersendiri, al-ulum al-naqliyah (al-diniyah) atau

    revealed knowledge. Kemajuan ilmu rasional dan wahyu ini harus dicapai

    secara seimbang sehingga membentuk peradaban ilmu atau hadharah al-

    ‘ilm (Assegaf, 2017: 257).

    Dari penjelasan tentang tiga entitas hadharah di atas menggambarkan

    bahwa setiap rumusan ilmu sadar akan kelemahan masing-masing. Oleh

    karena itu perlu saling berdialog dan bekerja sama dan memanfaatkan metode

    dan pendekatan disiplin ilmu lain dan saling melengkapi kekurangan dan

    kelebihan yang melekat pada tiap disiplin ilmu.

  • 44

    BAB III

    DINAMIKA PENDIDIKAN ISLAM ERA MODERN

    A. Hakikat Pendidikan Islam

    Muhammad S.A. Ibrahimy, sebagaimana yang dikutip oleh Syaiful

    (1999: 10) dalam laporan penelitiannya, memberikan definisi bahwa

    pendidikan Islam adalah:

    Islamic education in the true sense of learn, is a system of education

    wich enables a man to lead his life according of the islamic ideology,

    so that be may easily mould his life accordance with tenets of Islam.

    Pendidikan Islam dalam arti sebenarnya belajar, adalah suatu sistem

    pendidikan yang memungkinkan manusia untuk menjalani hidupnya sesuai

    dengan ideologi Islam, sehingga dapat dengan mudah membentuk

    kehidupannya sesuai dengan ajaran Islam.

    Sedangkan Yusuf Qardhawi dalam Umiarso dan Haris Fathoni

    Makmur (2010: 39), mengatakan pendidikan Islam adalah pendidikan

    manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan

    keterampilannya. Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup,

    baik dalam keadaan aman maupun perang, dan menyiapkan untuk

    menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan

    pahitnya.

    Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan

    Islam adalah rangkaian proses yang tersusun secara sistemais, terencana dan

    komprehensif dalam upaya mentransfer nilai-nilai kepada peserta didik,

    mengembangkan potensi yang ada pada dirinya sehingga mampu

  • 45

    melaksanakan tugasnya di muka bumi dengan sebaik-sebaiknya sesuai

    dengan nilai-nilai Ilahiyah yang di dasarkan pada ajaran agama (Al-Qur’an

    dan Hadits) pada semua dimensi kehidupannya.

    Pernyataan ini sesuai dengan firman Allah yang menyatakan manusia

    sebagai khalifatullah dimuka bumi, yaitu pada QS. Al-Baqarah ayat 30:

    Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para

    malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. Mereka berkata,

    “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan

    menumpahkan darah di sana, sedangkan kami vertasbih memuji-Mu dan

    menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa

    yang tidak kamu ketahui” (QS. Al-Baqarah: 30).

    Dalam penciptaannya manusia diciptakan oleh Allah dengan dua

    fungsi yaitu sebagai khalifah di muka bumi dan sebagai makhluk Allah

    yang memiliki kewajiban untuk menyembah Allah SWT. berdasarkan

    firman Allah dijelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk

    membentuk manusia sebagi khalifah fi al-ardhi, hamba Allah yang taat

    beribadah, pembentukan insan kamil dan tujuan pembentukan manusia

    yang bertakwa, beriman dan berakhlak mulia.

    Ketika manusia telah menyadari akan posisinya di muka bumi

    sebagai khalifah yang senantiasa melakukan perbaikan atas dirinya dan

    kehidupannya melalui pendidikan, diharapkan mampu terciptanya

  • 46

    peradaban yang berorientasi pada kemajuan. Sehingga semua dimensi

    kehidupannya dapat berimplikasi terhadap pendidikan itu sendiri.

    Implikasi dimensi itu sendiri, antara lain:

    1. Pendidikan dilakukan oleh pendidik yang benar-benar kompeten

    dbidangnya., tanpa terkelupasnya nilai agama pada dirinya.

    2. Pendidikan dilakukan dengan berdasarkan normatif Ilahiyah.

    3. Pendidikan dilakukan sesuai dengan potensi peserta didik.

    4. Pendidikan tidak hanya sekadar berorientasi pada kehidupan duniawi,

    akan tetapi juga berorientasi pada kehidupan ukhrawi.

    5. Pendidikan harus bertanggung jawab penuh pada perkembangan peserta

    didik, baik kepada masyarakat maupun kepada Allah.

    6. Pendidik harus merencanakan dan melaksanakan kegiatan pendidikan

    sesuai dengan sunatullah.

    7. Proses pendidikan harus melihat semua saluran, baik saluran formal,

    informal, maupun nonformal, dalam upaya mengembangkan pribadi

    peserta didik sehingga mampu menangkal nilai-nilai amoral (Umiarso

    dan Makmur, 2010: 44-45).

    B. Dasar-Dasar Pendidikan Islam

    Pendidikan Islam bersumber pada enam hal, yaitu Al-Qur’an (yang

    merupakan sumber utama dalam ajaran Islam), Sunnah (perkataan, perbuatan

    dan persetujuan Nabi atas perkataan dan perbuatan para sahabatnya),

    kesepakatan para ulama (ijma’), kemaslahatan umat (mashalah al-mursalah),

  • 47

    tradisi atau kebiasaan masyarakat (‘urf) dan ijtihad (hasil para ahli dalam

    Islam) (Sudarto, 2018: 68).

    Keenam sumber tersebut disusun dan digunakan secara hierarkis,

    artinya rujukan pendidikan Islam berurutan diawali dari sumber utama yakni

    Al-Qur’an dan dilanjutkan hingga sumber-sumber yang lain dengan tidak

    menyalahi aau bertentangan dengan sumber utama.

    Sebagaimana yang disebutkan secara eksplisit dalam firman Allah QS.

    An-Nisa’ ayat 59:

    Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah

    Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu. Jika kamu berlainan pendapat

    tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul

    (Sunnahnya), jika kamu benar-benar berman kepada Allah dan hari

    kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

    akibatnya” (QS. An-Nisa’; 59).

    Secara eksplisit, keenam sumber dasar tersebut dapat dideskripsikan

    sebagai berikut:

    1. Al-Qur’an

    Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan-Nya melalui

    perantara malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin

    Abdullah dengan lafal berbahasa Arab dan makna-maknanya yang benar,

    sebagai hujjah atas kerasulannya, menjadi undang-undang bagi manusia

  • 48

    yang mengikuti petunjuknya, dan menjadi sarana pendekatan diri dan

    bernilai ibadah dengan membacanya (Khalaf, 2014: 23).

    Al-Qur’an memiliki perbendaharaan luas dan besar bagi

    pengembangan kebudayaan umat manusia. Al-Qur’an merupakan sumber

    pendidikan terlengkap baik itu pendidikan kemasyarakatan (sosial), moral

    (akhlak), maupun spiritual (kerohanian), serta material (kejasmanian) dan

    alam semesta. Al-Qur’an merupakan sumber nilai yang absolut dan utuh.

    Eksistensinya tidak akan pernah mengalami perubahan, ia merupakan

    pedoman normatif-teoritis bagi pelaksanaan pendidikan Islam yang

    memerlukan penafsiran lanjut bagi operasional pendidikan Islam.

    Apabila melihat begitu luas dan persuasifnya Al-Qur’an dalam

    menuntun manusia, yang kesemuanya merupakan proses pendidikan

    kepada manusia menjadikan Al-Qur’an sebagai kitab dasar utama bagi

    pengembangan ilmu pengetahuan (Umiarso dan Makmur, 2010: 51).

    Pelaksanaan pendidikan Islam harus senantiasa mengacu pada Al-Qur’an

    sebagai sumber rujukan atau pedoman, sehingga pendidikan Islam mampu

    mengarahkan dan mengantarkan manusia bersifat dinamis, kreatif, serta

    mampu mencapai nilai-nilai ubudiyah pada khaliknya.

    Semua proses pendidikan Islam merupakan proses konservasi dan

    transformasi serta internalisasi niali-nilai dalam kehidupan manusia

    sebagaimana yang diinginkan oleh ajaran Islam. Dengan upaya

    penanaman nilai-nilai Islam diharapkan peserta didik mampu hidup secara

  • 49

    serasi dan seimbang, baik dalam kehidupan dunia maupun kehidupan

    akhirat.

    Allah berfirman dalam QS. Al-Alaq ayat 1-5:

    “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan mu yang menciptakan.

    Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah , dan

    Tuhan mu lah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan

    perantaan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak

    diketahuinya”. (QS. Al-Alaq: 1-5).

    Ayat di atas merupakan perkenalan dan petunjuk dari Allah.

    Mengenalkan kepada manusia bahwa segala sesuatu itu adalah ciptaan

    Allah sendiri tanpa bantu siapapun. Al-Qur’an juga merupakan petunjuk,

    bahwa manusia harus dapat membaca dalam konteks yang sesungguhnya

    maupun dalam arti majazi (kiasan). Makna sesungguhnya adalah membaca

    apa yang yang ditulis berupa huruf. Makna majazi adalah membaca sendiri

    dan alam sekitarnya serta latar belakang keduanya itu.

    Sebagaimana sabda Rasulullah SAW (Duryat, 2016: 68), adapun

    dasar atau landasan pendidikan Islam itu yang pertama adalah Al-Qur’an,

    kemudian al-Hadits:

    َت ََنَ ل ََنَ يَ رَ مَ أ ََمَ كَ يَ ف ََتَ كَ رَ ت َ هَ ي َب َنَ َة َنََسَ ,َوَ للا ََابَ ت َاَ:َكَ مَ هَ َُ َمَ ت َكَ سََمَ ات َاَمَ وَ ل َض

    “Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak

    akan tersesat sama sekali, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu

    Kitabullah dan Sunnah-Ku”. (HR. Al-Hakim dan Ibnu Abdil Bar, dari

    Abdullah bin Umar bin ‘Auf, dari ayahnya, dari kakeknya).

  • 50

    2. Sunnah

    Sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an yaitu sunnah.

    Sunnah merupakan jalan atau cara yang pernah dicontohkan Nabi dalam

    perjalanan kehidupannya melaksanakan dakwah. Contoh yang diberikan

    beliau dibagi menjadi tiga bagian yaitu: Hadits qauliyah, fi’liyah dan

    takririyah. Ini merupakan sumber dan acuan yang dapat diguanakan umat

    Islam dalam seluruh aktivitas kehidupannya. Hal ini disebabkan, meskipun

    secara umum bagian terbesar dari syariat Islam telah terkandung dalam Al-

    Qur’an namun muatan hukum tersebut belum mengatur berbagai dimensi

    aktivitas kehidupan umat secara terperinci dan analis.

    Sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an, Sunnah

    memiliki fungsi penting dalam hukum Islam. Secara umum, fungsi Sunnah

    dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi bayan (penjelas apa yang

    terdapat di dalam Al-Qur’an) dan fungsi insya’ atau tasryi’ (menetapkan

    hukum sendiri dalam kasus di mana Al-Qur’an belum menyebutkannya

    sama sekali (Suwarjin, 2012: 67-68).

    Dari sinilah dapat dilihat bagaimana posisi Sunnah atau Hadits

    Nabi sebagai sumber atau dasar pendidikan Islam yang utama setelah Al-

    Qur’an. Eksistensinya merupakan sumber inspirasi ilmu pengetahuan yang

    berisikan keputusan dan penjelasan Nabi dari pesan-pesan Ilahiyah yang

    tidak terdapat dalam Al-Qur’an, maupun yang terdapat dalam Al-Qur’an

    tetapi masih memerlukan penjelasan lebih lanjut secara terperinci.

  • 51

    Kedudukan Sunnah sebagai sumber atau dasar pendidikan dan ilmu

    pengetahuan, dapat dilihat dari firman Allah SWT QS. An-Nisa’ ayat 80

    yang berbunyi:

    Artinya: “Barang siapa yang taat kepada Rasul sesungguhnya

    iapun taat kepada Allah. (QS. An-Nisa’: 80)”

    Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa kedudukan Sunnah atau

    Hadits Nabi merupakan dasar utama yang dapat dipergunakan sebagai

    acuan bagi pelaksanaan pendidikan Islam yang dapat ditiru dan dijadikan

    referensi teoritis maupun praktis.

    Dalam pendidikan Islam acuan tersebut dapat dilihat dari dua

    bentuk, yaitu: pertama, sebagai acuan syar’iyah, yang meliputi muatan-

    muatan pokok ajaran Islam secara tertulis. Kedua, acuan operasional

    apikatif yang meliputi cara Nabi memainkan peranannya sebagai pendidik

    dan sekaligus sebagai evaluator yang profesional, adil dan tetap

    menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam (Umiarso dan Makmur, 2010:

    54). Proses pendidikan Islam yang ditunjukkan Nabi Muhammad SAW

    merupakan bentuk pelaksanaan pendidikan yang bersifat fleksibel (dapat

    menyesuaikan) dan universal sesuai dengan potensi yang dimiliki peserta

    didik, kebiasaan (adat istiadat) masyarakat, serta kondisi alam dimana

  • 52

    proses pendidikan tersebut berlangsung dengan dibalut oleh pilar-pilar

    akidah Islamiyah.

    3. Ijma’

    Secara etimologi, ijma’; mempunyai dua pengertian, yaitu

    kesepakatan aau konsensus dan ketetapan hati untuk melakukan sesuatu

    (Suwarjin, 2012: 69). Secara terminologis Abdul Wahab Khallaf (2014:

    66)mendefinisikan ijma’ dengan; kesepakatan seluruh mujtahid dari

    kalangan umat Islm pada suatu masa setelah wafatnya Rasul atas hukum

    syara’ suatu peristiwa.

    Dalam definisi tersebut hanya disebutkan sesudah Rasulullah SAW

    wafat, karena pada waktu Rasulullah masih hidup, beliaulah yang menjadi

    rujukan satu-satunya pembentukan hukum Islam, sehingga tidak

    dimungkinkan adanya perbedaan dan kesepakatan terhadap hukum syar’i.

    Hal tersebut dikarenakan suatu ijma’ hanya akan terwujud dari beberapa

    orang.

    Pendidikan yang berlangsung pada dini hari dan yang akan datang

    akan selalu mengalami lonjakan atau tantangan. Khususnya pada

    pendidikan Islam seringnya berhadapan dengan masalah-masalah

    kontemporer yang hukum syar’inya tidak terdapat atau tidak tertera pada

    nash Al-Qur’an dan As-sunnah, sehingga dalam pemecahan masalah

    memerlukan ijma’ sebagai pedoman dalam mengambil keputusan.

  • 53

    4. Maslahah Mursalah

    Maslahah mursalah merupakan kata-kata yang diperkenalkan dari

    bahasa Arab dalam bentuk sifat-mausuf, terdiri dari dua kata, yaitu

    maslahah dan mursalah. Jika kedua kata tersebut disandingkan dalam

    bentuk maslahah mursalah atau al-maslahah al-mursalah, dalam bentuk

    atau sebagai sifat-mausuf, maksudnya adalah terlepas atau bebas dari

    keterangan yang menunjukkan boleh atau tidak bolehnya dilakukan

    (Syarifuddin, 1999: 332). Sebelum diuraikan pengertian maslahah

    mursalah secara khusus, terlebih dahulu dilihat maslahah secara umum.

    Secara etimologis, maslahah berasal dari kata salaha yang berarti

    baik. Kata itu ditujukan untuk menunjukkan jika sesuatu atau seseorang

    menjadi baik, tidak korupsi, benar, adil, saleh dan jujur. Atau secara

    alternatif untuk menunjukkan keadaan yang mengandung kebajikan-

    kebajikan tersebut (Rusfi, 2014: 64). Sedangkan secara terminologi,

    maslahah mursalah ialah kemaslahatan yang tidak ditetapkan oleh syara’

    dalam penetapan hukum dan tidak ada dalil yang meyuruh mengambil atau

    menolaknya (Suwarjin, 2012: 138).

    Penempatan kemaslahatan ini sebagai sumber hukum sekunder,

    menjadikan hukum Islam luwes dan fleksibel, sehingga dapat

    diimplementasikan dalam setiap kurun waktu, di setiap lingkungan sosial

    komunitasnya. Namun perlu dicatat bahwa ruang lingkup penerapan

    hukum maslahah ini terbatas pada bidang muamalah, sepanjang masalah

    itu reasonable maka penelusuran terhadap masalah-masalah muamalah

  • 54

    menjadi urgen. Maslahah mursalah tidak