konsep kuasa michel foucault untuk analisis wacana kritis

20
1. Michel Foucault dan Pemikirannya a. Riwayat Hidup Michel Foucault MICHEL FOUCAULT lahir di Poitiers, Perancis, tahun 1926. Ia berasal dari kalangan medis. Ayahnya adalah seorang ahli bedah, juga saudara dan kakeknya. Berbeda dengan Foucault yang lebih tertarik ada studi filsafat, sejarah, dan psikologi. Meski begitu kita bisa melihat pemikiran Foucault berkaitan erat dengan bidang medis, khususnya psikopatologi. Setelah menyelesaikan pendidikan di Ecole Normale Superiore pada 1946, ia memperdalam lagi bidang filsafat hingga meraih lisensi pada 1948. Dua tahun kemudian ia memperoleh lisensi dalam bidang psikologi. Ia juga mendapat diploma dalam psikopatologi. Ia sempat terjun ke dunia politik dan bergabung dengan Partai Komunis Perancis hingga 1951. Michel Foucault adalah salah satu tokoh postrukturalis dan posmodernis terkemuka. Dia dikenal sebagai seorang intelektual yang cukup produktif dalam melakukan penelitian dan menerbitkannya sebagai buku. Bukunya yang pertama berjudul Maladie Mentale et Personalitte (Penyakit Mental dan Kepribadian), terbit pada 1954 dan habis terjual di pasaran. Setelah itu, ia mengerjakan penelitian untuk disertasi yang kemudian diberi judul Folie et deraison. Historie de la folie a I’age classique (Kegilaan dan Ketaksadaran. Sejarah Kegilaan dalam Periode Klasik) yang diterbitkan menjadi buku Historie de la Folie (Sejarah Kegilaan). 1

Upload: andalusia-neneng-permatasari

Post on 16-Jun-2015

9.273 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Konsep Kuasa Michel Foucault untuk Analisis Wacana Kritis

1. Michel Foucault dan Pemikirannya

a. Riwayat Hidup Michel Foucault

MICHEL FOUCAULT lahir di Poitiers, Perancis, tahun 1926. Ia berasal dari

kalangan medis. Ayahnya adalah seorang ahli bedah, juga saudara dan kakeknya.

Berbeda dengan Foucault yang lebih tertarik ada studi filsafat, sejarah, dan

psikologi. Meski begitu kita bisa melihat pemikiran Foucault berkaitan erat

dengan bidang medis, khususnya psikopatologi.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Ecole Normale Superiore pada 1946, ia

memperdalam lagi bidang filsafat hingga meraih lisensi pada 1948. Dua tahun

kemudian ia memperoleh lisensi dalam bidang psikologi. Ia juga mendapat

diploma dalam psikopatologi. Ia sempat terjun ke dunia politik dan bergabung

dengan Partai Komunis Perancis hingga 1951.

Michel Foucault adalah salah satu tokoh postrukturalis dan posmodernis

terkemuka. Dia dikenal sebagai seorang intelektual yang cukup produktif dalam

melakukan penelitian dan menerbitkannya sebagai buku. Bukunya yang pertama

berjudul Maladie Mentale et Personalitte (Penyakit Mental dan Kepribadian),

terbit pada 1954 dan habis terjual di pasaran. Setelah itu, ia mengerjakan

penelitian untuk disertasi yang kemudian diberi judul Folie et deraison. Historie

de la folie a I’age classique (Kegilaan dan Ketaksadaran. Sejarah Kegilaan dalam

Periode Klasik) yang diterbitkan menjadi buku Historie de la Folie (Sejarah

Kegilaan).

Karier akademisnya diawali ketika ia menjadi staf pengajar pada Universitas

Uppsala (Swedia) untuk bidang sastra dan kebudayaan Perancis. Kemudian ia

menjadi dosen di berbagai universitas di Perancis, hingga akhirnya mendirikan

Universitas Paris Vincennes, sebuah universitas eksperimental.

Karya-karya Foucault memengaruhi pemikiran dan pengajaran di berbagai

bidang, seperti kedokteran, sastra, psikologi, kriminologi, studi gender, teori

poskolonial, dan kajian multikultural. Pemikirannya cenderung kontroversial

tetapi memberi kontribusi terhadap teori sosial dan kebudayaan dengan

menggeser fokus dari teori-teori besar, analisis kelas dan basis ekonomi kepada

1

Page 2: Konsep Kuasa Michel Foucault untuk Analisis Wacana Kritis

hal-hal kecil yang terpinggirkan oleh paradigma positivisme. Oleh karena itu,

Foucault disebut seorang “pemikir marginal”.

Foucault juga memberikan perhatian yang besar pada permasalahan

kebudayaan. Ia sempat menjadi direktur Pusat Kebudayaan Perancis di Warsawa

(Polandia) dan Hamburg (Jerman). Karya-karya Foucault yang lain adalah The

Birth of The Clinic, Archeology of Human Sciences, Diciplines and Punish, serta

trilogy The History of Sexuality.

Ada beberapa inti dari pemikiran Foucault yaitu wacana, diskontinuitas, kuasa

dan pengetahuan serta episteme. Foucault meninggal dunia tahun 1984, dalam

usia 57 tahun karena penyakit AIDS.

b. Wacana

Istilah wacana (discours, discourse) dipopulerkan oleh Foucault dan merupakan

konsep penting dalam pemikirannya (Akhyar Yusuf, 2009: 6). Wacana dalam

perspektif Foucault bukanlah sebagai rangkaian kata atau proposisi dalam teks,

melainkan sesuatu yang memproduksi sesuatu yang lain. Oleh karena itu, dalam

analisis wacana hendaknya mempertimbangkan peristiwa bahasa dengan

melihat bahasa dari dua segi yaitu segi arti dan referensi. Hal ini bertentangan

dengan strukturalisme yang hanya melihat bahasa sebagai sistem dan tidak

mempertimbangakn pengalaman berbicara sebagai peristiwa bahasa.

Dalam sebuah wacana terdapat pernyataan (proposisi) yang bertujuan untuk

menyatakan sesuatu (arti/ makna), akan tetapi juga mengatakan sesuatu tentang

sesuatu (referensi). Referensi inilah yang memperluas dimensi makna bahasa

dan memengaruhi sistem sosial budaya sampai pikiran manusia. Oleh sebab

itulah, maka wacana harus dilihat dalam satu kesatuan yang utuh. Foucault

mengatakan bahwa sementara wacana dikonstruksi oleh bentuk diskursif atau

episteme (Akhyar Yusuf, 2009: 15).

c. Diskontinuitas

2

Page 3: Konsep Kuasa Michel Foucault untuk Analisis Wacana Kritis

Foucault menolak teori mengenai sejarah yang berjalan linier dan kontinyu

“continous history”, karena itu dia mengajukan konspe diskontinuitas sejarah. Hal

ini dipengaruhi oleh analisis geneologi dari Friedrich Nietzche. Konsep Foucault

ini mengeliminasi analisis sejarah tradisional yang cenderung mempertanyakan

strata dan peristiwa mana yang harus diisolasi dari yang lain, jenis hubungan

yang harus dikontruksi serta kriteria periodisasi. Cara analisis sejarah

tradisional ini seperti halnya madzhab methodique yang terkenal dengan ciri

khasnya yaitu “sejarah orang-orang besar”.

Sedangkan analisis Foucault lebih tertarik pada kejadian biasa atau peristiwa

kecil yang diabaikan oleh ahli sejarah, sebagaimana dilakukan oleh para peneliti

sejarah aliran LES ANNALES. Akhirnya, dapat dirasakan dalam sejarah ilmu

pengetahuan, sejarah filsafat, dan sejarah kesusastraan tidak lagi berbicara

tentang kesatuan seperti periode atau abad, akan tetapi berbicara tentang

fragmen-fragmen tertentu (diskontinuitas).

d. Pengetahuan dan Kekuasaan

Pengetahuan dan kekuasaan adalah konsep Foucault yang menarik, karena

Foucault mendefinisikan kuasa agak berbeda dengan para ahli yang lain. Kuasa

oleh Foucault tidak diartikan “kepemilikan”. Kuasa, menurut Foucault tidak

dimiliki tetapi dipraktikkan dalam suatu ruang lingkup tertentu di mana ada

banyak posisi yang secara strategis berkaitan satu sama lain (Eriyanto, 2001:

65).

Foucault tidak seperti para ahli lain yang memusatkan perhatian mengenai

kuasa pada Negara, dalam struktur sosial-politik, struktur kapitalis-proletar,

hubungan tuan-budak, hubungan pusat-pinggiran, akan tetapi lebih memusatkan

pada individu atau subjek yang lebih kecil. Selain itu Foucault juga lebih

berbicara mengenai bagaimana kuasa dipraktikkan, diterima, dan dilihat sebagai

kebenaran dan berfungsi dalam bidang tertentu.

Pemikiran mengenai kuasa Foucault dipengaruhi oleh Nietzche yang disebut

olehnya sebagai seorang filosof kekuasan (philosopher of power). Akan tetapi

Foucault memiliki kekhasan yaitu dia senantiasa selalu mengaitkan kuasa dan

pengetahuan. Bagi Foucault, kekuasaan selalu terakulasikan melalui

3

Page 4: Konsep Kuasa Michel Foucault untuk Analisis Wacana Kritis

pengetahuan, dan pengetahuan selalu punya efek kuasa. Konsep Foucault ini

membawa konsekuensi untuk mengetahui bahwa untuk mengetahui kekuasaan

dibutuhkan penelitian mengenai produksi pengetahuan yang melandasi

kekuasaan (Eriyanto, 2001: 66). Karena setiap kekuasaan disusun dan

dimapankan oleh pengetahuan dan wacana tertentu.

Oleh karena itu, dalam menentukan kebenaran bagi Foucault tidak dipahami

sebagai sesuatu yang datang begitu saja (konsep yang abstrak). Kebenaran

menurut Foucault diproduksi oleh setiap kekuasaan. “ Kekuasaan menghasilkan

pengetahuan. Kekuasaan dan pengetahuan secara langsung saling

memperngaruhi…tidak ada hubungan kekuasaan tanpa ada konstitusi korelatif

dari bidang pengetahuannya…” (Michel Foucault, 1979: 27).

Apa yang hendak dibongkar oleh Foucault adalah bagaimana orang-orang

mengatur atau meregulasi diri mereka sendiri dan orang lain dengan

menciptakan klaim kebenaran (sebuah pembakuan atau pemutlakan benar-

salah, baik-buruk, indah-jelek) dapat dibuat teratur, tetap, dan stabil. Oleh

karena itu, Foucault meyakini bahwa kuasa tidak bekerja melalui represi, tetapi

melalui normalisasi dan regulasi. Kuasa tidak bekerja secara negatif dan represif,

tetapi melainkan dengan cara positif dan produktif.

Kekuasaan dalam pandangan Foucault disalurkan melalui hubungan sosial,

dengan memroduksi benuk-bentuk kategorisasi perilaku seperti baik dan buruk

sebagai bentuk pengendalian perilaku. Jadi khalayak ditundukkan dengan

wacana dan mekanisme berupa prosedur, aturan, tata cara, dan sebagainya.

Bukan dengan cara kontrol yang bersifat langsung dan fisik. Masalah ini

diuraikan jelas dalam bukuya Discipline and Punish.

e. Arkeologi Pengetahuan dan Episteme

Istilah arkeologi ini tidak sama dengan istilah yang dipakai oleh para ahli dalam

ilmu purbakala. Usaha untuk menggali dan mengeksplisitkan episteme yang

menentukan pada suatu periode oleh Foucault disebut dengan analisis

arkeologis. Hal ini dadasari oleh pemikirannya tang menyatakan bahwa setiap

jaman memiliki episteme atau “sistem pemikiran” yang mengarahkan praktik

ilmu pengetahuan pada jaman itu.

4

Page 5: Konsep Kuasa Michel Foucault untuk Analisis Wacana Kritis

Analisis arkeologi ini berbeda dengan sejarah pemikiran. Arkeologi bertujuan

untuk memperlihatkan perbedaan, sedangkan sejarah pemikiran cenderung

sebaliknya yaitu menutup perbedaan. Oleh karena itu Foucault membedakan tiga

jama episteme: Abad Renaisan, Abad Klasik, dan Abad Modern. Abad Renaisan

menekankan pada resemblance (kemiripan), Abad Klasik menekankan pada

representation (representasi), dan Abad Modern lebih menekankan pada

signification (signifikasi) atau pemaknaan.

2. Wacana: Perspektif Foucault

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, wacana dalam perspektif Foucault

bukanlah sebagai rangkaian kata atau proposisi dalam teks, melainkan sesuatu

yang memproduksi sesuatu yang lain. Studi analisis wacana bukan sekedar

mengenai pernyataan, tetapi juga struktur dan tata aturan dari wacana. Sebelum

membahas mengenai struktur diskursif tersebut, perlu diketahui bagaimana

keterkaitan antara wacana dengan kenyataan (realitas). Realitas itu sendiri

menurut Foucault tidak bisa didefinisikan jika kita tidak memiliki akses dengan

pembentukan struktur diskursif tersebut. Karena, menurut Foucault pandangan

kita tentang suatu objek dibentuk dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh

struktur diskursif yaitu pandangan yang mendefinisikan sesuatu bahwa yang ini

benar dan yang lain tidak.

Wacana membatasi bidang pandangan kita, mengeluarkan sesuatu yang berbeda

dalam batas-batas yang telah ditentukan. Pernyataan yang diterima akan

dimasukkan dan mengeluarkan pandangan yang tidak diterima tentang suatu

objek. Objek bisa saja tidak berubah, tetapi struktur diskursif yang dibuat dapat

mengubah objek. Misalnya seperti bakteri di lautan yang dicontohkan Sara Mills.

Pendefinisian bakteri sebagai hewan ataukah tumbuhan bukan karena ada

perubahan dari bakteri itu. Akan tetapi, karena memang struktur diskursif yang

dibuat mengarahkan dan membatasi kita melihat bakteri di satu sisi sebagai

hewan, di sisi lain dengan struktur diskursif yang berbeda melihatnya menjadi

tumbuhan.

Wacana Terpinggirkan (marginalized)

5

Page 6: Konsep Kuasa Michel Foucault untuk Analisis Wacana Kritis

Menurut Foucault, ciri utama wacana adalah kemampuannya untuk menjadi

suatu himpunan wacana yang berfungsi membentuk dan melestarikan

hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu masyarakat (Eriyanto, 2001: 76).

Contohnya yang ditunjukkan oleh Foucault adalah konsep gila dan tidak gila,

sehat dan sakit, benar dan salah, bukan konsep abstrak yang ada begitu saja

tetapi dibentuk oleh wcana yang berkaitan dengan bidang psikiatri, ilmu

kedokteran, serta ilmu pengetahuan pada umumnya.

Dalam suatu masyarakat terdapat berbagai wacana yang berbeda-beda. Ada

yang dominan ada yang terpinggirkan. Wacana dominan adalah wacana yang

dipilih dan didukung oleh kekuasaan, sedangkan wacana lainnya yang tidak

didukung akan terpinggirkan (marginalized) atau terpendam (submerged).

Misalnya saja wacana mengenai PKI (Partai Komunis Indonesia) yang dibangun

oleh Orde Baru sebagai partai yang memberontak dan anti Tuhan menyingkirkan

wacana lainnya yang menunjukkan PKI sebagai partai yang paling radikal dan

gigih melawan kolonialisme. Wacana mengenai PKI sebagai pemberontak dan

anti Tuhan disebut wacana dominan. Adapun PKI sebagai partai yang paling

gigih melawan kolonialisme dapat dikatakan sebagai wacana yang terpinggirkan.

3. Teks Media sebagai Wacana yang Tidak Terlepas dari Relasi Kuasa

Dalam tulisan ini sengaja untuk mengurut terlebih dahulu buah pikir dan alur

pemikiran dari seorang Michel Foucault, yang pada bagian ini penulis mencoba

untuk lebih fokus menyoroti konsep wacana dan relasi pengetahuan serta

kekuasaan yang akan menimbulkan kebenaran yang dikehendaki oleh sebagian

pihak.

Dalam hal ini penulis mencoba menghubungkannya dengan salah satu konsep

dalam ilmu linguistik yaitu mengenai analisis wacana. Dewasa ini, ilmu linguistik

mengalami perkembangan dengan tidak hanya melihat wacana sebagai tataran

linguistik yang lengkap mulai dari frasa sampai kalimat sehingga memberikan

informasi, tetapi juga melihat wacana sebagai bagian dari konstruksi sosial yang

akan melanggengkan kuasa. Jadi, wacana tidak hanya ada begitu saja tetapi

6

Page 7: Konsep Kuasa Michel Foucault untuk Analisis Wacana Kritis

bagian dari struktur diskursif yang ada, yang dikenal sebagai Analisis Wacana

Kritis (Critical Discourse Analysis).

Salah satu objek kajian untuk Analisis Wacana Kritis ini adalah teks media. Teks

media sebagaimana diketahui terbentuk dengan beberapa tahap proses. Mulai

dari peliputan wartawan, penulisan berita, pengeditan, sampai berakhir di

tangan pembaca. Tentu saja, teks media tidak luput dari berbagai kepentingan:

baik itu kepentingan si wartawan, redaktur, pemilik modal, ataupun pembaca

dalam memaknainya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa teks media

bukanlah wacana yang bebas nilai. Teks media juga salah satu contoh bagaimana

sesuatu diabsahkan atau diklaim salah dan benar, baik dan buruk, tanpa

kekerasan dan seolah terjadi begitu saja.

Sebagai contoh misalnya saja, dalam pemberitaan konflik Palestina dan Israel

kepentingan (keberpihakan) wartawan, editor, redaktur, dan pemilik modal

akan membedakan masing-masing dari pemberitaan, ada yang lebih

menekankan posisi Palestina sebagai korban, ada juga yang lebih menekankan

Palestina sebagai militan dan fundamentalis yang merusak perdamaian, tentu

saja ada juga yang lebih menekankan pada pembangunan dua Negara dalam satu

tanah sebagai konsekuensi perdamaian.

a. Analisis Wacana Kritis: Perkembangan Analisis Wacana dalam Ilmu

Linguistik

Istilah analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai banyak disiplin ilmu

dengan berbagai pengertian. Ilmu linguistik sendiri mengartikan analisis wacana

berpusat pada pengertian dari wacana secara tradisional. Wacana adalah

rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi satu dengan

yang lain, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklan makna yang serasi

di antara kalimat-kalimat itu (J.S Badudu: 2000). Jika mengacu pada pengertian

wacana tersebut, maka analisis wacana hanya melihat apakah pernyataan yang

dilontarkan sudah benar secara semantik atau sintaksis.

Akan tetapi, dewasa ini ilmu linguistik memandang wacana tidak hanya sebagai

tataran linguistik yang terlengkap dan tertinggi saja. Dengan meminjam

paradigma kritis, analisis wacana menekankan pada konstelasi kekuatan yang

7

Page 8: Konsep Kuasa Michel Foucault untuk Analisis Wacana Kritis

terjadi pada proses dan reproduksi makna (Eriyanto, 2001: 6). Dengan

pandangan semacam ini wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan

kekuasaan, terutama dalam pembentukkan subjek dan berbagai tindakan

representasi yang terdapat dalam masyarakat. Karena memakai perspektif kritis

maka dinamailah Analisis Wacana Kritis.

Analisis wacana kritis sebagaimana halnya analisis wacana biasa yang

menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis. Akan tetapi bahasa dianalisis

tidak hanya menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga

menghubungkan dengan konteks. Konteks di sini berarti bahasa dipakai untuk

tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik kekuasaan.

Fairclough dan Wodak mengatakan bahwa analisis wacana kritis menyelidiki

bagaimana melalui bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan

mengajukan versinya masing-masing tanpa terlihat dengan nyata, karena seperti

yang dikatakan Foucault sudah menjadi bagian dari regulasi sehingga seakan

normal apa adanya.

Ada beberapa karakteristik Analisis Wacana Kritis, yaitu sebagai berikut:

a) Tindakan

Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tindakan. Sebagaimana yang

dikatakan Foucault bahwa wacana adalah sesuatu yang memproduksi sesuatu

yang lain. Dengan pemahaman seperti ini, ada beberapa yang konsekuensi

bagaimana wacana harus dipandang. Pertama, wacana dipandang sebagai

sesuatu yang bertujuan: untuk memengaruhi, membujuk, bereaksi, dan

sebagainya. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara

sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan di luar

kesadaran.

b) Konteks

Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana seperti latar,

situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana di sini dipandang diproduksi, dimengerti,

dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Wacana kritis mendefinisikan teks

8

Page 9: Konsep Kuasa Michel Foucault untuk Analisis Wacana Kritis

dan percakapan pada situasi tertentu: wacana berada dalam situasi sosial

tertentu. Ada beberapa konteks yang penting karena berpengaruh terhadap

produksi wacana yaitu partisipan wacana dan setting sosial tertentu. Oleh

karena itu, wacana harus dipahami dan ditafsirkan dari kondisi dan lingkungan

sosial yang mendasarinya.

c) Historis

Salah satu aspek penting untuk bisa memahami wacana adalah dengan

menempatkan wacana iitu dalam konteks historis tertentu. Oleh karena itu, ada

waktu melakukan analisis perlu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang

berkembang atau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa digunakan seperti

itu, dan seterusnya.

d) Kekuasaan

Analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen kekuasaan dalam

analisisnya. Di sini setiap wacana tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah,

wajar, dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Kekuasaan

dalam hubungannya dengan wacana penting untuk melihat apa yang disebut

kontrol. Kontrol tidak selalu bersifat fisik, tapi bisa juga mental atau psikis.

Misalnya kelompok dominan membuat kelompok yang lain bertindak sesuai

dengan yang diinginkannya, karena kelompok dominan ini memiliki akses

dibanding kelompok yang tidak dominan. Bentuk kontrol ini pun kadang tidak

terasa karena telah dibuat senormal mungkin (biasa).

Bentuk kontrol terhadap wacana bisa berupa kontrol atas teks, misalnya dalam

lapangan berita, politisi yang posisinya kuat menentukan sumber mana atau

bagian mana yang harus diliput atau dilarang diliput. Lalu bentuk yang lainnya

adalah mengontrol struktur wacana. Seseorang yang memiliki kekuasaan yang

lebih besar dari yang lainnya tidak hanya memiliki kekuatan untuk menentukan

mana yang boleh ditampilkan mana yang tidak, tetapi juga memiliki kekuasaan

untuk menentukan bagaimana ia ditampilkan. Dalam teks terlihat misalnya dari

penonjolan dan pemakaian kata-kata tertentu.

e) Ideologi

9

Page 10: Konsep Kuasa Michel Foucault untuk Analisis Wacana Kritis

Ideologi adalah konsep sentral dalam analisis wacana kritis. Hal ini karena teks,

percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan

dari ideologi tertentu. Dalam pandangan semacam ini, wacana dipahami

mengandung ideologi untuk mendominasi dan berebut pengaruh. Oleh karena

itu, analisis wacana tidak bisa menempatkan bahasa secara tertutup, tetapi harus

melihat konteks terutama bagaimana ideologi dari kelompok-kelompok yang ada

berperan dalam membentuk wacana. Dalam teks berita misalnya, dapat

dianalisis apakah teks yang muncul pencerminan ideologi seseorang (wartawan,

redaktur, dan pemilik modal), apakah dia feminis, antifeminis, kapitalis, sosialis,

dan sebagainya.

b. Kesesuaian Perspektif Foucault dengan Teknik Analisis Teun. A. Van

Dijk

Analisis wacana kritis kerap melakukan kajiannya pada teks media. Seperti yang

telah dikatakan sebelumnya bahwa teks media adalah teks yang tidak bebas nilai

(kepentingan). Untuk analisis wacana kritis ini dipengaruhi oleh beberapa

pemikiran dari para tokoh. Foucault untuk konsep wacana dan kuasanya, Louis

Althusser untuk konsep ideologinya bahwa ideologi tidak hanya membutuhkan

subjek tapi juga menciptakan subjek. Dan, teks media selalu menyapa seseorang

dan menempatkan seseorang ketika harus membaca sebuah teks.

Selanjutnya Antonio Gramsci untuk konsep hegemoninya, yang menekankan

bagaimana penerimaan kelompok yang didominasi pada kelompok dominan

berlangsung dalam proses yang damai, dalam artian tanpa kekerasan dan

berjalan seolah normal. Hal ini sesuai dengan apa yang hendak dibongkar

Foucault bahwa klaim kebenaran mengenai baik dan buruk, benar dan salah,

indah dan jelek, normal dan tidak, dibuat dengan teratur dan stabil.

Ada beberapa tokoh dalam analisis wacana kritis, yaitu Roger Fowler dan

kawan-kawan, Norman Fairclough, Theo Van Leeuwen, Sara Mills, dan Teun. A.

Van Dijk. Dari tokoh-tokoh ini yang merupakan sarjana dan ahli linguistik adalah

Teun. A. Van Dijk.

Sesuai dengan pemikiran Foucault mengenai aspek sosial wacana, bahwa

wacana pun diatur oleh faktor-faktor sosial dan sejarah yang diadopsi secara

10

Page 11: Konsep Kuasa Michel Foucault untuk Analisis Wacana Kritis

tidak sadar, maka Van Dijk berusaha untuk menyambungkan wacana dengan

konteks sosialnya. Dia membuat sebuah model analisis yang menyambungkan

elemen besar berupa struktur sosial (struktur makro) dengan elemen wacana

seperti gaya bahasa, kalimat, dan lain-lain (struktur mikro) yang disebut dengan

kognisi sosial.

Wacana oleh Van Dijk dikatakan memiliki tiga dimensi: teks, kognisi sosial, dan

konteks. Inti analisisnya adalah bagaimana menggabungkan ketiga dimensi

wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis.

Dalam dimensi teks (struktur mikro), seperti yang dikatakan Foucault mengenai

episteme abad modern yang diterangkan dengan signifikasi atau pemaknaan.

Maka, Van Dijk pun dalam dimensi teks ini meneliti dan mencoba memaknai

bagaimana struktur teks dan strategi wacana secara kebahasaan (bentuk

kalimat, pilihan kata, metafora yang dipakai, dan lain-lain) dipakai untuk

menegaskan suatu tema tertentu.

Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan

kognisi individu dari wartawan. Sedangkan pada level konteks (struktur makro)

mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam suatu masyarakat akan

suatu masalah.

Pada intinya Van Dijk tidak hanya menganalisis wacana dari satuan struktur

kebahasaan saja. Karena, Van Dijk pun menyadari dan meyakini bahwa makna

suatu wacana tidak hanya terepresentasikan dengan menganalisis struktur

kebahasaan semata, tapi juga harus melihat konteks lahirnya dan bagaimana

wacana itu diproduksi. Terutama untuk teks media yang dapat dengan mudah

memberi pengabsahan pada sesuatu senormal mungkin.

c. Contoh Analisis Sederhana

Penulis ambil contoh mengenai kasus konflik Palestina dan Israel. Dalam harian

Kompas terdapat metafora yang dipilih sebagai judul “Roket-roket yang

Menghujam Israel”. Dengan metafora tersebut tertangkap makna bahwa roket-

roket Palestina membuat banyak warga Israel sengsara, seperti halnya ungkapan

11

Page 12: Konsep Kuasa Michel Foucault untuk Analisis Wacana Kritis

“menghujam dengan pisau” yang menunjukkan kesakitan. Judul teks tersebut

juga menggunakan kalimat aktif yang menonjolkan “subjek”. Subjek dalam

kalimat tersebut adalah roket-roket. Meski tidak dikatakan pemilik roket

tersebut, tetapi dengan menempatkan Israel sebagai objek memperlihatkan

bahwa pemilik roket adalah Palestina. Pertanyaannya mengapa roket Palestina

yang ditonjolkan sedangkan Israel memiliki senjata-senjata yang jauh lebih

mematikan? Apalagi jika dilihat dari tubuh wacana itu yang hampir isinya

memaparkan berbagai macam roket Palestina tanpa sedikit pun menyentil apa

saja senjata Israel.

Ini baru sampai pada tahap analisis teks, jika menggunakan model analisis Van

Dijk maka kecurigaan peneliti (dalam hal ini peneliti analisis wacana kritis tentu

saja akan subjektif) harus dapat dibuktikan dengan temuan dalam level makro

yaitu konteks sosial ketika teks lahir: pandangan masyarakat, para ahli, sekaligus

sejarah media itu sendiri. Tidak lupa diselaraskan juga dengan analisis kognisi

sosial yang akan menjadi benang merah untuk analisis level mikro dan makro,

yaitu dengan mewawancarai wartawan yang berkompeten untuk menjawab

tema yang diangkat.

4. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan ini adalah bahwa pemikiran

atau teori Foucault mengenai wacana dan kekuasaan menjadi salah satu fondasi

dari teknik analisis wacana yang sedang berkembang sekarang ini, yaitu teknik

analisis wacana kritis. Terutama pada kajian-kajiannya terhadap teks media

sebagai salah satu contoh wacana yang tidak bebas nilai, dan senantiasa dipakai

sarana untuk mengabsahkan apa yang dianggap benar oleh kelompok dominan

tanpa menggunakan represi atau kekerasan. Seolah itu hanyalah realitas yang

terjadi apa adanya dan diterima apa adanya.

Oleh sebab itu, analisis wacana kritis tidak hanya memokuskan pada struktur

wacana secara kebahasaan saja tetapi juga menyambungkannya dengan konteks

dan melihat secara historis, dengan menambahkan aspek kognisi sosial yang

12

Page 13: Konsep Kuasa Michel Foucault untuk Analisis Wacana Kritis

akan membantu untuk menemukan ideologi pada media. Dalam tulisan ini

disebutkan salah satu tokoh analisis wacana kritis beserta analisis sederhananya.

DAFTAR PUSTAKA

Agger, Ben. 2003. Teori Sosial Kritis (Kritik, Penerapan, dan Implikasinya).

Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Althusser, Louis. 2004. Tentang Ideologi. Yogyakarta dan Bandung: Jalasutra.

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana. Yogyakarta: LKiS.

13

Page 14: Konsep Kuasa Michel Foucault untuk Analisis Wacana Kritis

Foucault, Michel. 2002. Pengetahuan dan Metode (Karya-Karya Penting Foucault).

Yogyakarta dan Bandung: Jalasutra.

Foucault, Michel. 1979. Discipline and Punish. Harmondsworth: Penguin.

Foucault, Michel. The Discourse on Language Critical Theory. (E-book).

Kaelan. 2006. Perkembangan Filsafat Analitika Bahasa dan Pengaruhnya

Terhadap Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Paradigma.

St. Sunardi. 2006. Nietzsche. Yogyakarta: LKiS.

Storey, John. 2004. Teori Budaya dan Budaya Pop. Yogyakarta: Qalam.

Yusuf, Akhyar. 2009. Politik Pengetahuan, Episteme, dan Kematian Manusia:

Refleksi Pemikiran Posmodernisme Michel Foucault. Materi Kuliah Pascasarjana

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia: tidak diterbitkan.

14