konsentrasi pendidikan dokter spesialis terpadu …

66
TESIS IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO MORTALITAS SEPSIS PADA ANAK IDENTIFICATION OF RISK FACTORS FOR SEPSIS MORTALITY IN CHILDREN RAHMAWATI P1507212140 KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

TESIS

IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO MORTALITAS SEPSIS PADA ANAK

IDENTIFICATION OF RISK FACTORS FOR SEPSIS MORTALITY INCHILDREN

RAHMAWATIP1507212140

KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADUPROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2017

Page 2: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO MORTALITAS SEPSIS PADA ANAK

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi Biomedik

Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu

Disusun dan diajukan oleh

RAHMAWATI

Kepada

KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU

PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 3: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …
Page 4: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …
Page 5: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : RAHMAWATI

No. Stambuk : P1507212140

Program Studi : Biomedik

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan

tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat

dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya

bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, September 2017

Yang menyatakan

Rahmawati

Page 6: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha

Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan hasil penelitian ini.

Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan dalam rangka

penyelesaian Program Pendidikan Dokter Spesialis di IPDSA (Institusi

Pendidikan Dokter Spesialis Anak) pada Pascasarjana Kedokteran Program

Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu (Combined Degree) Universitas

Hasanuddin, Makassar.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hasil penelitian ini

tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus

kepada Dr. dr. Idham Jaya Ganda SpA(K) sebagai pembimbing materi yang

dengan penuh perhatian dan kesabaran senantiasa membimbing dan

memberikan dorongan kepada penulis sejak awal penelitian hingga penulisan

hasil penelitian ini.

Ucapan terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada Prof.

Dr. dr. H.Dasril Daud,SpA (K) sebagai pembimbing metodologi yang di tengah

kesibukannya telah memberikan waktu dan pikiran beliau untuk membantu

penulis dalam menyelesaikan penulisan hasil penelitian ini. Penulis juga

mengucapkan banyak terima kasih kepada para penguji yang telah

memberikan banyak masukan dan perbaikan untuk tesis ini, yaitu dr.

Burhanuddin Iskandar, SpA(K), Dr. dr. Martira Maddeppungeng, SpA(K),

dan dr. St. Aisyah Lawang, M.Kes, SpA(K).

Page 7: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

ii

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada :

1. Ibu Rektor, Direktur Program Pascasarjana dan Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin atas kesediaannya menerima penulis

sebagai peserta pendidikan di Program Pascasarjana Universitas

Hasanuddin.

2. Ibu Koordinator Program Pendidikan Dokter Spesialis I Universitas

Hasanuddin yang senantiasa memantau dan membantu kelancaran

pendidikan penulis.

3. Ibu Ketua Bagian dan Ibu/Bapak Ketua serta sekertaris Program Studi Ilmu

Kesehatan Anak beserta seluruh staf pengajar (supervisor) atas bimbingan

dan asuhannya selama penulis menjalani pendidikan.

4. Bapak Direktur Rumah Sakit dr. Wahidin Sudirohusodo atas kesediaannya

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani pendidikan di

rumah sakit tersebut.

5. Semua teman sejawat peserta Pendidikan Pascasarjana di Bagian Ilmu

Kesehatan Anak atas bantuan, kebersamaan dan kerjasama yang baik

selama penulis menjalani pendidikan.

6. Semua paramedis di RS dr. Wahidin Sudirohusodo dan rumah sakit satelit

yang lain atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis menjalani

pendidikan.

7. Semua staf administrasi di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, bagian

PPDS dan Program Pascasarjana FK UNHAS atas bantuan dan

kerjasamanya selama masa pendidikan penulis.

Page 8: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

iii

8. Orang tua tercinta, H. Hanafing dan Hj. Hajerah yang senantiasa

mendukung dalam doa, memberikan dorongan dan semangat yang sangat

berarti bagi penulis selama mengikuti pendidikan.

9. Teman – teman satu angkatan Januari 2013, Adriana susanti, Zaidatul

Amalia, Merry Sabir, Fitrya Idrus, Nurhudayah, Indra, Raedy ruwanda,

Meisy Grania, Anugrah santikala, Akima ramadhani, Milda, Nur ayu lestari

yang bersama-sama melalui pendidikan dan berbagi suka-duka di DIKA

tercinta ini.

10. Akhirnya dari lubuk hati yang dalam penulis ucapkan terima kasih yang

tulus untuk suami tercinta, Rahmat Nurdin SH, atas pengertian,

pengorbanan, dukungan dan kesabaran yang tak ternilai kepada penulis

saat menjalani pendidikan ini serta ananda tercinta Azizah Almahyra

Rahmat sebagai pemacu semangat penulis agar dapat menyelesaikan hasil

penelitian ini.

11. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang turut

membantu menyelesaikan hasil penelitian ini.

Dan akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan

manfaat bagi perkembangan Ilmu Kesehatan Anak di masa mendatang.

Tak lupa penulis mohon maaf untuk hal-hal yang tidak berkenan dalam

penulisan ini karena penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hasil

penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan

Makassar, September 2017

Rahmawati

Page 9: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

iv

Page 10: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

v

Page 11: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………… i

ABSTRAK……………………………………………………………………………… iv

ABSTRACT……………………………………………………………………………. v

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. vi

DAFTAR TABEL………………………………………………………………………. x

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………….. xi

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………….. xii

DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………………… xiii

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang masalah…………………………………………………. 1

I.2. Rumusan Masalah……………………………………………………….. 6

I.3. Tujuan Penelitian…………………………………………………………. 6

I.3.1. Tujuan Umum…………………………………………………………… 6

I.3.2. Tujuan Khusus…………………………………………………………. 6

I.4. Hipotesis…………………………………………………………………… 7

I.5. Manfaat Penelitian……………………………………………………….. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi Sepsis………………… ……………………………………….. 10

II.2. Insiden…………………………………………………………………… 12

II.3. Etiologi……………………………………………………………………. 14

II.4. Patofisiologi……………………………………………………………… 15

II.4.1 Cedera seluler yang diinduksi oleh mediator inflamasi…………… 18

II.4.2 Kelaianan hemostasis koagulasi dan fibrinolysis pada sepsis…… 26

Page 12: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

vii

II.4.3 Nitrat oksida dan efek potensial terhadap respirasi sel

pada sepsis…………………………………………………............... 28

II.5. Disfungsi organ pada sepsis………………………………………….. 29

II.6. Diagnosis………………………………………………………………… 35

II.7. Penatalaksanaan………………………………………………………. 38

II.8. Evaluasi disfungsi organ dan prognosis……………………………… 41

II.9 Faktor risiko mortalitas sepsis…………………………………………. 41

II.8. KERANGKA TEORI……………………………………………………. 47

BAB IV. KERANGKA KONSEP…………………………………………………… 48

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN…………………………………………… 49

IV.1. Desain penelitian………………………………………………………. 49

IV.2. Tempat dan Waktu penelitian………………………………………… 49

IV.3. Populasi penelitian……………………………………………………. 49

IV.4. Sampel dan cara pengambilan sampel……………………………… 49

IV.5. Perkiraan besar sampel……………………………………………….. 50

IV.6. Kriteria inklusi dan eksklusi…………………………………………… 51

IV.6.1. Kriteria inklusi………………………………………………………… 51

IV.6.2. Kriteria eksklusi……………………………………………………… 51

IV.7. Izin penelitian dan ethial clearance…………………………………. 51

IV.8. Cara kerja……………………………………………………………. 52

IV.8.1. Alokasi subjek……………………………………………………… 52

IV.8.2. Cara penelitian……………………………………………………… 52

IV.8.2.1. Prosedur penelitian……………………………………………… 52

IV.8.2.2. Skema alur penelitian…………………………………………… 53

IV.8.2.3. Prosedur pemeriksaan…………………………………………… 53

IV.9. Identifikasi dan klasifikasi variabel…………………………………… 56

Page 13: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

viii

IV.9.1. Identifikasi variabel………………………………………………… 56

IV.9.2. Klasifikasi variabel…………………………………………………. 56

IV.10. Definisi operasional dan kriteria objektif………………………… 57

IV.10.1. Definisi operasional………………………………………………. 57

IV.10.1. Kriteria objektif…………………………………………………… 59

IV.11. Pengolahan dan analisis data……………………………………… 62

IV.11.1. Analisis univariat………………………………………………… 63

IV.11.2. Analisis bivariat………………………………………………….. 63

IV.11.3. Analisis multivariat………………………………………………. 64

BAB V. HASIL PENELITIAN

V.1. Jumlah sampel………………………………………………………… 66

V.2 Karakteristik sampel……………………………………………………. 66

V.3. Penjaringan Faktor-Faktor risiko mortalitas sepsis………………… 68

V.4. Identifikasi Faktor-faktor Risiko sepsis pada anak…………………. 78

V.4.1. Analisis Bivariat……………………………………………………… 78

V.4.2. Analisis Multivariat…………………………………………………… 78

BAB VI. PEMBAHASAN……………………………………………………………. 82

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………. 95

VII.1. Kesimpulan…………………………………………………………….. 95

VII.2. Saran…………………………………………………………………… 95

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………… 97

LAMPIRAN………………………………………………………………………….. 105

Page 14: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

ix

DAFTAR TABEL

NOMOR HALAMAN

1. Tabel 1. Tanda vital dan laboratorium pasien sepsis 11

2. Tabel 2. Penilaian skor PELOD 2 37

3. Tabel 3 Karakteristik sampel penelitian 66

4. Tabel 4 Hubungan antara jenis kelamin dengan outcome

penderita sepsis pada anak dapat 68

5. Tabel 5 Hubungan usia dengan outcome

penderita sepsis pada anak berdasarkan kelompok umur 69

6. Tabel 6 Hubungan antara status gizi dengan outcome

penderita sepsis pada anak 70

7. Tabel 7 Hubungan gangguan tingkat kesadaran dengan outcome

penderita sepsis pada anak 71

8. Tabel 8 Hubungan antara hipotensi dengan outcome

penderita sepsis pada anak 72

9. Tabel 9 Hubungan antara pemakaian ventilator mekanik

dengan outcome penderita sepsis pada anak 73

10.Tabel 10 Hubungan antara kadar trombosit dengan outcome

penderita sepsis pada anak 74

11.Tabel 11 Hubungan antara kadar kreatinin dengan outcome

penderita sepsis pada anak 75

12.Tabel 12 Hubungan antara kadar ANC dengan outcome

penderita sepsis pada anak 76

Page 15: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

x

13.Tabel 13 Hubungan antara kadar prokalsitonin dengan outcome

penderita sepsis pada anak 77

14.Tabel 14 Hasil analisis regresi ganda logistik faktor risiko

mortalitas sepsis pada anak. 78

15.Tabel 15 Probabilitas mortalitas berdasarkan faktor risiko yang ada 80

Page 16: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

xi

DAFTAR GAMBAR

NOMOR HALAMAN

1. Gambar 1. Mekanisme pengenalan Tool like Receptor 16

2. Gambar 2. Mekanisme kerja imunitas adatif 18

3. Gambar 3. Patogenesis sepsis yang disebabkan gram positif 19

dan gram negatif

4. Gambar 4. Keterlibatan komplemen dan sitokin proinflamasi 20

5. Gambar 5. Aktivasi neutrophil terhadap infeksi 23

6. Gambar 6. Aktivasi faktor koagulasi pada sepsis 26

7. Gambar 7. Cedera alveolus pada fase akut ALI dan ARDS 30

8. Gambar 8. Acute kidney injury pada sepsis 33

9. Gambar 9. Disfungsi neurologis pada sepsis 34

10.Gambar 10. Alur penegakan diagnosis sepsis 38

Page 17: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

xii

DAFTAR LAMPIRAN

NOMOR HALAMAN

1. Naskah penjelasan pada orang tua/keluarga 105

2. Formulir persetujuan mengikuti penelitian 107

3. Rekomendasi etik 108

4. Persetujuan izin penelitian 109

5. Data dasar penelitian 110

Page 18: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

xiii

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Arti dan keterangan

µl : mikroliter

ALI : Acute lung injury

ANC : Absolute neutrophil count

APC : Antigen presenting cell

ARDS : Acute respiratory distress syndrome

CI : Confidenct Interval

CNS : Central nervous system

COR : Crude Odds Ratio

DIC : Disseminated intravascular coagulation

EGDT : Early goal directed therapy

GCS : Glascow Coma Scale

g : gram

IFN : Interferon

Kg : Kilogram

L : Liter

LBP : Lipopolysaccharide binding protein

LPS : Lipopolisakarda

MAP : Mean arteria pressure

mg : miligram

ml : mililiter

mmHg : millimeter merkuri

mmol : milimol

MODS : Muti organ disyfunction syndrome

NF-KB : Nuclear factor kappa B

NO : Nitrit okside

OR : Odds Ratio

PCR : polymerase chain reaction

Page 19: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

xiv

PCT : Prokalsitoin

pH : potential of hydrogen

PICU : Pediatric Intensive Care Unit

ROS : Reactive Oxygen Spesies

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

RSWS : Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo

SIRS : Systemic inflammatory response syndrome

TLR : Toll Like receptor

TNF : Tumor necrosis factor

Page 20: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Sepsis adalah penyakit mengancam jiwa yang disebabkan oleh reaksi

tubuh yang berlebihan dalam melawan infeksi. Sepsis merupakan salah satu

penyebab morbiditas dan mortalitas (50-60%) anak yang dirawat di ruang

rawat inap dan ruang rawat intensif. Sepsis berat lebih sering dialami anak

dengan komorbiditas yang mengakibatkan penurunan sistem imunitas.

Kematian pada pasien sakit kritis berhubungan erat dengan sindrom disfungsi

organ multipel (Papadakos PJ, Szalados JE, 2005).

Studi epidemiologi pada tujuh negara bagian (24% populasi total) di

Amerika Serikat, menunjukkan angka kejadian sepsis berat 0,56 kasus per-

1000 populasi pertahun. Insiden tertinggi ditemukan pada kelompok usia bayi

(5,16 kasus per-1000 populasi) dan menurun dengan tajam pada kelompok

usia 10-14 tahun (0,2 kasus per-1000 populasi). Studi tersebut juga

menemukan lebih dari 4383 kematian per tahun atau 10,3% dari total

kematian pada anak yang disebabkan oleh sepsis berat (Mayr FB, 2014).

Di Indonesia belum didapatkan data yang akurat tentang sepsis.

Insidens sepsis di beberapa rumah sakit rujukan berkisar 15–37,2%,

sedangkan mortalitas 37-80%. Di RS Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta,

Page 21: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

2

19,3% dari 502 pasien anak yang dirawat mengalami sepsis dengan angka

mortalitas 54%, lebih banyak pada anak usia kurang dari satu tahun dan laki-

laki memiliki risiko lebih tinggi dibanding perempuan (Yuniar et al., 2010). Di

RS Dr. Sardjito Yogyakarta, rerata jumlah kasus tiga tahun terakhir sekitar 275

pertahun (25,8%) dan angka mortalitas 72,9% (Hendra et al.,, 2010). Di S.

Wahidin Sudirohusodo Makassar pada bulan Januari-Desember 2015

didapatkan insiden sepsis 46% dengan angka mortalitas 36% dari total 596

pasien (Rekam medik RSWS, 2015).

Beberapa faktor yang berperan terhadap mortalitas sepsis pada anak

meliputi faktor pejamu, mikroorganisme penyebab serta tata laksana yang

diberikan. Respons pejamu terhadap sepsis bergantung pula terhadap

kematangan sistem imunitas. Tahap perkembangan sistem imun menunjukkan

bahwa semakin muda usia, semakin sedikit tingkat kematangan sistem imun

yang telah dicapai (Rismawati D, 2014). Beberapa penelitian tidak melaporkan

usia sebagai faktor risiko yang berperan terhadap mortalitas sepsis pada

anak. Namun, beberapa studi epidemiologi menemukan risiko mortalitas yang

lebih tinggi pada anak dibawah usia 3 tahun (Matt et al., 2007).

Malnutrisi terutama gizi buruk juga merupakan salah satu penyulit yang

cukup banyak ditemukan pada pasien anak dengan sepsis. Kondisi malnutrisi

pada anak dengan sepsis dapat mengenai seluruh sistem, seperti

menurunkan respon imun, atrofi, dan mempermudah terjadinya translokasi

Page 22: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

3

bakteri saluran cerna. Beberapa studi menemukan anak dengan gizi buruk

lebih banyak pada kelompok pasien sepsis yang meninggal (tidak survive)

atau mengalami kerusakan sistem organ lebih banyak. Faktor risiko jenis

kelamin dalam hal mortalitas sepsis masih beragam. Schroeder et al (2001)

menemukan pada pasien dewasa bahwa jenis kelamin perempuan

mempunyai prognosis yang lebih baik dalam menghadapai komplikasi sepsis.

Hal ini disebabkan karena hormon progesteron berfungsi sebagai

immunomodulator (Anthony et al., 2010). Pada penilitian lain, insiden sepsis

terdapat pada perempuan yang memiliki risiko lebih tinggi dibanding laki-laki

(61% : 39%) Namun, pada beberapa penelitian didapatkan tidak ada

perbedaan bermakna pada jenis kelamin dalam hal mortalitas sepsis.

Neutrofil merupakan fagosit terbanyak dalam tubuh dan memiliki

respon yang cepat bila terjadi infeksi. Neutrofil menghasilkan enzim proteolitik,

oksigen metabolit toksik dan produk metabolisme asam arakidonat. Bila

jumlah neutrofil berkurang, maka proses fagositosis bakteri akan terhambat

sehingga pertumbuhan mikroba meningkat. Trombositopenia pada sepsis

dapat terjadi akibat adanya aktivasi trombosit, secara langsung oleh

endotoksin atau sitokin proinflamasi. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan

konsumsi trombosit dan polipeptida faktor koagulasi serta meluasnya

trombosis dan deposit fibrin pada mikrovaskular. Trombosis mikrovaskular dan

Page 23: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

4

iskemik akan memberikan kontribusi terjadinya cedera jaringan dan sindrom

disfungsi organ multipel (Fouz F, 2013).

Adanya induksi oleh endotoksin yang dihasilkan bakteri selama infeksi

sistemik serta pelepasan sitokin TNFα dan IL6 merangsang pelepasan

prokalsitonin (PCT). PCT berfungsi menghambat prostaglandin dan sintesis

tromboksan pada limfosit in vitro dan mengurangi hubungan stimulasi LPS

terhadap produksi TNF. Konsentrasi prokalsitonin juga berkorelasi dengan

derajat disfungsi organ. Serum prokalsitonin yang meningkat berkaitan

dengan keparahan respon sistemik dan dapat memprediksi prognosis pada

pasien penyakit kritis (Fioretto JR, 2005).

Organ tersering yang merupakan infeksi primer adalah paru, otak,

saluran kemih, kulit dan abdomen. Kegagalan respirasi merupakan jenis

disfungsi yang paling sering (74,4%) dan menyebabkan mortalitas yang tinggi

(65,6%) dengan jumlah pasien yang memakai alat ventilasi mekanik 32 dari

120 pasien (26,7%) (Marlina L et al., 2008). Peran sitokin pro inflamasi yang

disertai adanya apoptosis mempunyai peran penting dalam menentukan

derajat kerusakan jaringan dan kegagalan multi organ. Pada sepsis, NO (nitric

oxide) dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik dan

bersama dengan TNF-α dan IL-1β, berperan mendepresi fungsi miokardium.

Buruknya perfusi dengan sendirinya akan berpengaruh pada sistem organ

lain. Disfungsi kardiovaskuler memberikan manifestasi hipotensi, aritmia,

Page 24: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

5

perubahan frekuensi jantung dan henti jantung (Bochud PY et al., 2003).

Organ ginjal rentan terhadap kerusakan jaringan yang diperantarai leukosit

melalui produksi protease dan ROS. Kerusakan ginjal dapat diketahui dengan

adanya peningkatan kreatinin serum, dan penurunan volume urin

(oliguria/anuria). Berdasarkan uraian diatas mengenai sepsis yang dapat

menyebabkan kerusakan organ multipel, maka penelitian ini penting

dilakukan untuk mengetahui faktor risiko mortalitas sepsis pada anak.

Pencegahan menjadi langkah yang utama dan terpenting pada sepsis.

Manajemen pasien MODS bersifat suportif, sedangkan terapi spesifik

diarahkan untuk mengidentifikasi dan tatalaksana penyakit dasar. Saat ini

tatalaksana yang makin baik telah menurunkan mortalitas akibat MODS.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, perlu dilakukan penelitian tentang

faktor risiko mortalitas pada anak. Hasil penelitian diharapkan dapat

mengidentifikasi faktor risiko mortalitas sepsis, sehingga apabila kita dapat

memprediksi luaran penderita sepsis sejak awal, maka penderita dapat

diterapi lebih progresif sehingga dapat menurunkan angka kematian pada

sepsis.

Penelitian ini belum pernah dilakukan terutama di Sulawesi Selatan.

Meskipun telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui faktor

risiko mortalitas sepsis, namun pada penelitian ini kami menggunakan

berbagai parameter baik dari segi faktor penjamu, keadaan klinis maupun

Page 25: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

6

laboratorium. Sehingga diharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan

pengetahuan dan gambaran mortalitas sepsis yang ada di Sulawesi Selatan.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Faktor-faktor risiko apakah yang berpengaruh terhadap mortalitas sepsis

pada anak?

2. Seberapa besar pengaruh faktor-faktor risiko terhadap mortalitas sepsis

pada anak?

I. 3. Tujuan penelitian

I. 3. 1. Tujuan umum

Mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang berperan terhadap mortalitas

sepsis pada anak.

I. 3. 2. Tujuan khusus

1. Menentukan angka kejadian mortalitas sepsis pada anak.

2. Membandingkan distribusi usia penderita sepsis yang tidak survive dan

penderita sepsis yang survive

3. Membandingkan distribusi status gizi pada penderita sepsis yang tidak

survive dan penderita sepsis survive

4. Membandingkan distribusi jenis kelamin pada penderita sepsis yang tidak

survive dan penderita sepsis yang survive

Page 26: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

7

5. Membandingkan frekuensi penurunan tingkat kesadaran pada penderita

sepsis yang tidak survive dan penderita sepsis yang survive

6. Membandingkan frekuensi hipotensi pada penderita sepsis yang tidak

survive dan penderita sepsis yang survive

7. Membandingkan frekuensi penggunaan ventilator mekanik pada penderita

sepsis yang tidak survive dan penderita sepsis yang survive

8. Membandingkan frekuensi trombositopenia pada penderita sepsis yang

tidak survive dan penderita sepsis yang survive

9. Membandingkan frekuensi peningkatan kadar kreatinin pada penderita

sepsis yang tidak survive dan penderita sepsis yang survive

10.Membandingkan frekuensi neutropenia pada penderita sepsis yang tidak

survive dan penderita sepsis yang survive

11.Membandingkan frekuensi peningkatan kadar prokalsitonin ≥ 10 mg/dl

pada penderita sepsis yang tidak survive dan penderita sepsis yang

survive

12.Menentukan besarnya pengaruh masing-masing faktor tersebut dengan

terjadinya mortalitas sepsis pada anak.

I. 4 HIPOTESIS

1. Frekuensi usia kurang dari 5 tahun lebih tinggi pada penderita sepsis

yang tidak survive dibandingkan dengan penderita sepsis yang survive

Page 27: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

8

2. Frekuensi gizi buruk lebih tinggi pada penderita sepsis yang tidak survive

dibandingkan dengan penderita sepsis yang survive

3. Frekuensi anak laki-laki lebih tinggi pada penderita sepsis yang tidak

survive dibandingkan dengan penderita sepsis yang survive

4. Frekuensi gangguan kesadaran berat (Glasgow Coma Scale 3 – 8) lebih

tinggi pada pada penderita sepsis yang tidak survive dibandingkan

dengan penderita sepsis yang survive

5. Frekuensi hipotensi lebih tinggi pada penderita sepsis yang tidak survive

dibandingkan dengan penderita sepsis yang tidak survive

6. Frekuensi penggunaan ventilator mekanik lebih tinggi pada penderita

sepsis yang tidak survive dibandingkan dengan penderita sepsis yang

survive.

7. Frekuensi trombositopenia berat lebih tinggi pada penderita sepsis yang

tidak survive dibandingkan dengan penderita sepsis yang survive

8. Frekuensi kadar kreatinin yang meningkat lebih tinggi pada penderita

sepsis yang tidak survive dibandingkan dengan penderita sepsis yang

survive

9. Frekuensi neutropenia lebih tinggi pada penderita sepsis yang tidak

survive dibandingkan dengan penderita sepsis yang survive

Page 28: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

9

10.Frekuensi kadar prokalsitonin ≥10 ng/ml lebih tinggi pada penderita

sepsis yang tidak survive dibandingkan dengan penderita sepsis yang

survive

I.5 MANFAAT PENELITIAN

1. Memberikan informasi ilmiah tentang faktor-faktor risiko terjadinya

mortalitas sepsis pada anak.

2. Sebagai bahan pertimbangan terhadap kasus anak dengan sepsis agar

dapat dideteksi dan ditangani secepatnya secara komprehensif sehingga

dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penelitian lebih lanjut,

terutama dalam bidang patomekanisme genetik, mikro-organisme

penyebab sepsis dan tata laksana yang berperan terhadap mortalitas

sepsis pada anak.

Page 29: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.2.1. DEFINISI SEPSIS

Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam kehidupan (life-

threatening organ dysfunction) yang disebabkan oleh disregulasi imun

terhadap infeksi (Vincent JL, 2013).

Sepsis diawali oleh proses infeksi. Hal ini yang membedakan dengan

inflamasi sistemik steril akibat trauma, luka bakar, atau pankreatitis. Infeksi

dapat menimbulkan sepsis yang ditandai dengan disfungsi organ akibat

disregulasi respon imun (Zhao H, 2012).

Sepsis berat merupakan keadaan sepsis yang disertai dengan disfungsi

organ, hipoperfusi atau hipotensi. Gangguan perfusi ini mungkin juga disertai

dengan asidosis laktat, oliguri, atau penurunan status mental secara

mendadak. Syok sepsis yaitu adanya sepsis yang menyebabkan kondisi syok

dengan hipotensi walaupun telah dilakukan resusitasi cairan. Bila keadaan

syok septik tidak segera ditangani dengan baik maka dapat berlanjut menjadi

kondisi klinis yang lebih parah yaitu MODS yang berarti munculnya penurunan

fungsi sejumlah organ.

Page 30: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

11

Tabel1. Tanda vital dan laboratorium spesifik menurut umur pada pasien

sepsis (Denyut jantung, pernafasan, tekanan darah sistole persentil 5th,

jumlah leukosit)

Disfungsi kardiovaskular adalah walaupun diberikan bolus cairan

isotonik intravena ≥ 40 ml/kgBB dalam 1 jam

- Penurunan tekanan darah (hipotensi) < 5 th persentil menurut umur atau

tekanan darah sistolik <2SD dibawah normal menurut umur atau,

- Membutuhkan obat vasoaktif untuk mempertahankan tekanan darah

agar tetap dalam rentang normal (dopamin >5 µg/kgBB/menit atau

dobutamin, epinefrin atau norepinefrin pada dosis berapa saja) atau,

- Terdapat 2 dari:

Asidosis metabolik yang tidak diketahui penyebabnya: base deficit> 5,0

mEq/L

Peningkatan kadar laktat darah arteri > 2 kali batas atas nilai normal

Oligouria: urine output < 0,5 ml/kgBB/jam

Pemanjangan Capillary Refill time > 5 detik

Page 31: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

12

Perbedaan core temperatur dengan peripheral temperature > 3 oC

(Goldstein, 2005)

Berikut nilai diastol normal menurut umur:

1 bulan-1 tahun : 53-66 mmHg

2-5 tahun : 53-66 mmHg

6-12 tahun : 57-71 mmHg

>12 tahun : 66-80 mmHg

Syok bermanifestasi sebagai nadi cepat dan lemah, perfusi jaringan

yang jelek (CRT> 3 detik), penyempitan tekanan nadi (≤ 20mmHg) atau

hipotensi (WHO, 2011).

II.2 INSIDEN

Insiden sepsis lebih tinggi pada kelompok neonatus dan bayi <1 tahun

dibandingkan usia >1-18 tahun. Pasien sepsis berat, sebagian besar berasal

dari infeksi infeksi saluran nafas (36-42%), bakteremia dan infeksi saluran

kemih (Randolph AG, 2014).

Penelitian Sepsis Prevalence Outcomes and Therapies (SPROUT)

pada tahun 2015 mengumpulkan data PICU dari 26 negara, memperoleh data

penurunan prevalensi global sepsis berat dari 10,3% menjadi 8,9%. Usia

rerata penderita sepsis berat 3 tahun (0,7-11,0), infeksi terbanyak pada sistem

respirasi (40%) dan 67% kasus mengalami disfungsi multi organ (Weiss SL,

2015).

Page 32: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

13

Risiko terjadinya sepsis berbanding terbalik dengan umur. Penelitian

yang dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo pada periode April-Agustus 2011,

insiden sepsis terbanyak pada kelompok usia 1 bulan – 1 tahun sebesar 62%,

Sebagian besar subjek memiliki status gizi kurang sebanyak 57,61%.

(Saraswati et al, 2014). Insiden kematian pada sepsis ditemukan lebih banyak

pada anak laki-laki, sebanyak 58% dan 42% pada anak perempuan, dengan

perbandingan 1,3 : 1 (Daniela LM 2010), sedangkan penelitian yang

dilakukan di Prancis ditemukan predominan pada anak perempuan (Tattevin

P., Michelet C, 2004).

Penelitian di Amerika Serikat dengan mengumpulkan data selama 4

tahun (2006-2009) angka kejadian sepsis ditemukan 3% bayi baru lahir, 34%

pada usia 1-12 bulan, 30% usia 1-3 tahun , 21% usia pra sekolah, 8% usia 7-

12 tahun dan 4% usia 12-16 tahun. Tidak ada predileksi jenis kelamin dalam

terjadinya sepsis, kecuali urospesis, yang sering terjadi pada wanita dan laki-

laki yang tidak sirkumsisi (Daniela LM, 2010).

Pada populasi anak dibawah usia 16 tahun di Amerika Serikat, pada

tahun 2000 didapatkan kasus sebanyak 42.999, sebanyak 4.400 kasus

(sekitar 10%) meninggal karena sepsis (Angus D,2001).

Page 33: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

14

II.3 ETIOLOGI

Sepsis disebabkan oleh respon imun yang dipicu oleh infeksi. Mayoritas

kasus sepsis disebabkan oleh infeksi bakteri, beberapa disebabkan oleh

infeksi jamur, dan sangat jarang disebabkan oleh penyebab lain (virus dan

protozoa). Mikroorganisme penyebab sepsis sangat berhubungan dengan

umur dan status imunitas anak. Anak dengan gangguan imunitas dapat

mengalami sepsis yang disebabkan oleh berbagai kuman, bahkan oleh kuman

yang tidak biasa (IDAI, 2010).

Pola mikroorganisme penyebab sepsis berbeda setiap negara dan

tempat perawatan, selain itu juga sangat berhubungan dengan umur dan

imunitas anak. Pada anak yang lebih besar sepsis banyak disebabkan oleh

kuman staphylococcus pneumonia, Haemophilus influenza tipe B, Neisseria

meningitidis, salmonella dan streptococcus spp. hal ini berbeda dengan

penelitian lain yang mengatakan bahwa sepsis pada anak umumnya

disebabkan oleh adanya infeksi bakteri yang terdiri dari 19% infeksi

nosocomial dan bakteremi pada 49% penderita yaitu gram negatif sebanyak

52% dan gram positif 48% (Morgan BL, 2001). Penelitian di PICU RSCM

menunjukkan kuman penyebab sepsis terbanyak adalah klebsiella pneumonia

(26%), serratia marcesnens (14%) dan Burkholderia cepacia (14%), sebagian

besar kuman yang ditemukan adalah kuman gram negatif. Ditemukan pula

hasil kultur jamur termasuk candida sp. Selain infeksi bakteri dan jamur,

Page 34: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

15

marshall dan taneeja menyebutkan bahwa virus pernah diisolasikan dari

penderita sepsis dengan gejala mirip dengan sepsis yang disebabkan oleh

infeksi kuman gram negatif (Trzeciak, 2005).

II. 4 PATOFISIOLOGI

Inflamasi sesungguhnya merupakan upaya tubuh untuk menghilangkan

dan eradikasi organisme penyebab. Aktivasi respon inflamasi sistemik pada

sepsis dibutuhkan tubuh sebagai pertahanan tubuh terhadap agen infeksi.

Berbagai jalur inflamasi diaktifkan pada awal sepsis dengan tujuan untuk

menghambat invasi bakteri. Mekanisme ini termasuk pengeluaran sitokin,

aktivasi neutrofil, monosit, makrofag dan perubahan sel endothel, serta

aktivasi sistem komplemen, koagulasi, fibrinolisis dan sistem kontak (Morgan

BL, 2001).

Respon host pada sepsis terdiri dari beragam mekanisme imunitas.

Sebagian besar berasal dari sitem imunitas bawaan dan imunitas adatif.

Komponen dari imunitas bawaan termasuk sel fagositik, seperti neutrofil dan

makrofag yang dapat menelan dan menghilangkan patogen sedangkan

imunitas adatif merupakan imunitas yang spesifiik tehadap patogen dan

mempunyai memori imunologik untuk mencegah infeksi ulangan (Hotchkiss R

and Karl L, 2003).

Page 35: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

16

Imunitas bawaan (innate immunity)

Sistem imunitas bawaan merupakan respon awal tubuh terhadap bakteri

patogen dengan aktivasi cepat. Sel neutrophil dan makrofag yang

berperan dalam fase ini memiliki Pattern Recognition Receptors (PRRs)

yang segera mengenali Pathogen-Associated Molecular patterns (PAMPs)

yang terdapat pada bakteri gram positif. Mekanisme pengenalan ini

memicu sekresi berbagai sitokin yang salah satunya adalah TNF-α. TLRs

dilibatkan dalam pertahanan penjamu terhadap invasi patogen, berfungsi

sebagai sensor utama dari produk mikrobial dan mengaktifkan jalur

signaling yang menginduksi ekspresi gen imun dan proinflamasi ( Russel J,

2006; Rudringer et al., 2009).

Gambar 1. Mekanisme pengenalan Tool like Receptor mengenali berbagaiPAMPs (Russel J, 2006)

Page 36: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

17

Selain mekanisme pengenalan PAMPs, monosit juga akan

mengaktivasi faktor transkripsi seperti PPRs intraseluler, NOD1 dan NOD2

yang akan mengaktivasi sistem imunitas tubuh melalui NF-KB ketika

berikatan dengan molekul patogen yang difagositnya (Paterson, 2000).

Imunitas adatif (Adaptiv immunity)

Sistem imunitas adatif berfungsi menghasilkan respon yang spesifik

terhadap patogen dan menghasilkan protektif terhadap re-infeksi oleh

organisme yang sama. Makrofag yang memfagosit patogen asing (bakteri

dan virus) akan memunculkan protein permukaan dari mikroorganisme

tersebut pada tempat pengikatan major histocompatibility complex (MHC),

MHC ini selanjutnya akan menampilkan protein untuk menarik sel T

spesifik yang berperan dalam akivasi sitokin serta antibodi yang sesuai

(Abbas, A. K dan Lichtman, A. H, 2015).

Limfosit B (sel B) menghasilkan berbagai macam antibodi dan

pengenalan antigen oleh reseptor atau menginduksi survival dari sel T

yang terlibat sehingga dapat menimbulkan memori imunologik. Sel T-

Helper (Th) yang terbagi menjadi 2 tipe (Th1 dan Th2) berfungsi untuk

melawan infeksi, produksi antibodi (terutama pada respon IgE) dan

patogenesis reaksi hipersensitivitas (Abbas, A. K dan Lichtman, A. H,

2015).

Page 37: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

18

Pada kondisi syok sepsis, ditemukan adanya peningkatan sel T

regulator yang berfungsi memodulasi pematangan sel imun untk

membatasi respon adatuf serta apoptosis limfosit dan sel dendritik.

Hilangnya sel-sel ini (limfosit dan dendritik) menyebabkan kerusakan pada

imunitas adatif. Pada fase awal respon imunitas tubuh, Th1 mendominasi

karena berkaitan dengan infeksi patogen, selanjutnya terjadi pergeseran

menuju Th2 ketika makrofag dan sel dendritik memfagosit produk

apoptosis sel imun dan kemudian menghasilkan berbagai sitokin

.Pergeseran Th1 menjadi Th2 berdampak pada terjadinya imunoparesis.

Gambar 2. Mekanisme kerja imunitas adatif. (Russel J, 2006)

II.4.1 Cedera seluler yang diinduksi oleh mediator inflamasi

Pada sepsis terjadi respon inflamasi pejamu yang meningkat dan

menyimpang. Sitokin yang bersifat proinflamasi (TNF α, IL-1, IFN-γ) maupun

Page 38: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

19

anti inflamasi (IL-1ra, IL-4, IL-10) terlibat pada sepsis. Ketidakseimbangan

antara kedua jenis sitokin tersebut akan memberikan efek yang merugikan

bagi tubuh (Elena dkk, 2006, Guntur., 2006).

Mediator inflamasi berperan penting dalam patogenesis renjatan septik.

Bakteri gram positif dan gram negatif menyebabkan pelepasan berbagai

mediator proinflamasi, termasuk sitokin. Sitokin berperan penting dalam

memulai sepsis dan renjatan yang dapat mengakibatkan kematian (Guntur,

2006).

Gambar 3. Patogenesis sepsis yang disebabkan gram positif dan gram negatif(Russel J,2006)

Pada sepsis, aktivasi dari imunitas tubuh alami, khususnya sel fagosit

mononuklear, bereaksi terhadap endotoksin yang dinamakan lipopolisakarida

Page 39: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

20

(LPS). LPS adalah komponen dari dinding sel bakteri gram negatif. Pada

sirkulasi, LPS berikatan dengan lipopolysaccharide binding protein (LBP)

(Paterson, 2000).

Gambar 4. Keterlibatan komplemen dan sitokin proinflamasi ( Russel J,2006)

Sebagai respon terhadap LPS terjadi aktivasi sel imun non spesifik

(innate immunity) yang didominasi oleh sel fagosit mononuklear. Pada

sirkulasi, LPS terikat pada protein pengikat lipopolisakarida. Kompleks ini

dapat mengikat reseptor CD14 makrofag dan monosit yang bersirkulasi.

Eksotoksin dari bakteri gram positif maupun produk aktivasi sistem

komplemen seperti C5α juga dapat merangsang proses yang sama seperti di

atas. Molekul CD14 harus berikatan lagi dengan kelompok molekul yang

disebut Toll Like Reseptor (TLR). Kini telah diketahui bahwa molekul TLR2

Page 40: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

21

lekosit berperan terhadap pengenalan bakteri gram positif dan TLR4 untuk

pengenalan endotoksin bakteri gram negatif (Hotchkiss dkk, 2003). Kemudian

reseptor TLR menerjemahkan sinyal ke dalam sel dan terjadi aktivasi regulasi

protein (Nuclear Factor Kappa B/NFkB). NFkB mengontrol ekspresi sitokin

inflamasi dari masing – masing gen.Kadar yang tinggi pada pasien sepsis

dikaitkan dengan keluaran yang buruk. Setelah pengenalan ikatan tersebut

akan terjadi aktivasi produksi sitokin (Short, 2004).

Respon tubuh terhadap sepsis yaitu melalui limfosit T yang

mengeluarkan substansi dari Th1 yang mengeluarkan sitokin proinflamatori,

sementara Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL5, IL9 IL10 IL13. IFN γ akan

merangsang makrofag mengeluarkan IL1 dan TNF α. IFN γ, IL1 dan TNF α

merupakan sitokin proinflamatori, maka pada sepsis terjadi peningkatan kadar

sitokin tersebut. Selain itu, peningkatan kadar prokalsitonin (PCT) pada

sirkulasi sistemik dirangsang oleh paparan dari material dinding sel bakteri

baik bakteri gram positif (proteoglikan) maupun bakteri gram negatif

(endotoksin) dan juga rangsangan dari sitokin proinflamasi (TNF α maupun

IL1).

Bila sampai 24 jam paparan mikroorganisme, produksi sitokin kurang

diimbangi oleh sitokin antiinflamasi maka akan terjadi ketidakseimbangan.

Pada situasi ini, infeksi menyebar keseluruh tubuh, muncul inflamasi sistemik

dan penderita mengalami sepsis. Dalam 24-48 jam dari paparan

Page 41: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

22

mikroorganisme, karena pengaruh berbagai mediator dan sitokin, serta ROS,

menyebabkan endotel semakin tertekan, dinding vaskuler kehilangan fungsi

dan elastisitasnya, jantung mengalami disfungsi miokard, secara klinis akan

muncul pertanda syok septik (Nasronuddin, 2011).

Perubahan fungsi kardiovaskular akibat pemberian endotoksin sama

dengan yang diakibatkan sepsis, ditandai dengan depresi miokard yang

reversible dan dilatasi ventrikel. Depresi miokard berhubungan dengan jumlah

mikroorganisme. Bakteri gram positif menyebabkan kelainan yang sama

dengan gram negatif. TNF menyebabkan pemendekan sel miokard yang

dimulai setelah 10 menit pemberiannya, depresi miokard yang terjadi

berhubungan dengan konsentrasi TNF. Pada penelitian oleh parillo, terjadi

pemendekan sel miokard pada pasien sepsis dengan fase akut syok sepsis

jika dibandingkan dengan fase recovery atau pasien tanpa sepsis (p<0,001).

(Parillo,1993).

Sejumlah besar abnormalitas vascular telah dideskripsikan pada

pasien dengan syok sepsis. Agregasi platelet dan neutrofil dapat menurunkan

aliran darah. Migrasi neutrofil melepaskan banyak mediator dan migrasi

neutrofil ke jaringan. Neutrofil dapat menyebabkan active oxygen spesies

yang akan merusak sel. Vasodilatasi yang disebabkan oleh TNF berhubungan

produksi nitrit oxide oleh endotel, yang merupakan vasodilator kuat.

Page 42: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

23

Pada keadaan normal, endotel sangat sedikit berinteraksi dengan

leukosit, tetapi bila distimulasi oleh TNF α atau IL1 atau endotoksin, akan

terjadi inflamasi luas dan memicu adhesi neutrofil. Neutrofil ini kemudian

mengalami migrasi melalui endotel, terjadi agregasi jaringan yang mengalami

kerusakan, serta terjadi perluasan inflamasi. Sel endotel semakin teraktivasi,

meningkatkan produksi nitrit oxide/ radikal oksigen di endothelium, yang akan

menyebabkan vasodilatasi, penurunan tonus vaskuler. Kerusakan endotel ini

memicu pelebaran celah sehingga menjadi semakin permeabel dan

menyebabkan kebocoran vaskuler. Peningkatan permeabilitas pembuluh

darah akan menyebabkan perembesan plasma (plasma leackage) dari ruang

intravaskuler keruang interstitial sehingga terjadi renjatan (Abbas, A. K. dan

Lichtman, A.H, 2005; Nasronuddin, 2011) .

Gambar 5. Aktivasi neutrophil terhadap infeksi (Rudinger A., Statz M.,andSinger M, 2008)

Page 43: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

24

Pada disfungsi endotel dan dampak sekresi mediator, melibatkan 4

kaskade: komplemen, kalikrein-kinin, koagulasi dan fibrinolitik. Komponen

komplemen, terutama anafilaktoksin C3a dan C5a menyebabkan vasodilatasi

akibat dilepaskannya histamine dari sel mast. (Nasronuddin, 2011). C5a dan

produk lain hasil aktivasi komplemen akan meningkatkan aktivasi reaksi

neutrofil misalnya kemotaksis, agregasi, degranulasi dan produksi oksigen

radikal. C5a terbukti menginduksi terjadinya pulmonary vasoconstriction,

neutropenia dan kebocoran vaskuler karena kerusanan endotel (Suharto,

2011). Aktivasi sistem kinin mengasilkan bradkikin sebagai vasodilator yang

sangat kuat. Mekanisme koagulasi berakibat terbentuknya trombosis

mikrovaskuler (Angus, 2013; Nasronuddin, 2011). Pada tingkat lokal, dengan

adanya proses tersebut infeksi diharapkan dapat terlokalisasi ditempat

tersebut dengan terbentuknya trombus lokal, sehingga invasi kuman dapat

dicegah (Suharto, 2011). Namun, apabila berlangsung terus menerus

akibatnya terjadi gangguan pada mikrosirkulasi dan iskemia organ.

Mekanisme fibrinolitik teraktifasi sehingga terjadi kecenderungan pembekuan

dan akhirnya terjadi DIC (Angus, 2013; Nasronuddin, 2011).

TNF α meningkatkan ekspresi olekul adhesi pada permukaan endotel

pembuluh darah yaitu intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-I), vascular cell

adhesion molecule-1 (VCAM-I) selectin dan integrin ligand, dan pada

permukaan leukosit yairtu selectin ligand dan integrin (Abbas, A.K. dan

Page 44: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

25

Lichtman, A. H., 2015). Adanya ICAM-1 menyebabkan neutrofil mudah

mengalami adhesi. Neutrofil yang mengalami adhesi di endotel akan

mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding endotel lisis, sehingga

endotel terbuka. Neutrofil juga membawa superoksidan atau radikal bebas

dan mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMP akibat

proses ini endotel mengalami kerusakan, sehingga terjadi gangguan vaskuler,

kerusakan organ multiple dan syok sepsis. (Nasronuddin, 2011) kenaikan

ICAM-1 Berkorelasi dengan intensitas dan beratnya syok, demikian juga

dengan kegagalan organ dan outcome penyakit. Mediator TNF dan IL6 juga

dapat menstimulasi peningkatan kadar prokakalsitonin (PCT) dalam darah.

PCT berfungsi menghambat prostaglandin dan sintesis tromboksan pada

limfosit invitro dan mengurangi hubungan stimulasi LPS terhadap produksi

TNF (Suharto, 2011).

Banyak alat tubuh yang mengalami kerusakan akibat sepsis.

Mekanisme yang mendasari sangat mungkin adalah terjadinya vascular

endothelial injury yang sangat luas, disamping ekstravasasi cairan dan

mikrotrombi yang akan menurunkan utilisasi oksigen dan bahan lain oleh

jaringan yang bersangkutan (Suharto, 2011).

Page 45: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

26

II.4.2 Kelainan homeostasis koagulasi dan fibrinolisis pada sepsis

Ketidakseikmbangan mekanisme homeostasis menyebabkan

disseminated intravascular coagulation (DIC) dan trombosis mikrovaskular

sehingga dapat terjadi disfungsi organ dan kematian. Mediator inflamasi

menyebabkan cedera langsung pada endotel pembuluh darah. Sel endotel

melepaskan tissue factor (TF), memicu kaskade koagulasi ekstrinsik dan

mempercepat produksi trombin. Produk akhir dari jalur koagulasi adelah

produksi thrombin yang mengubah fibrinogen larut menjadi fibrin. Fibrin

terlarut bersama dengan agregasi trombosit membentuk bekuan intravaskular

(Herwanto, 2009).

Gambar 6. Aktivasi faktor koagulasi pada sepsis (Rudringer A., StatzM., and Singer M, 2008)

Page 46: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

27

Sitokin inflamasi, seperti IL-1 a, IL-1 b, dan TNF-α memulai koagulasi

dengan aktifasi TF, yang merupakan penggerak utama koagulasi. TF

berinteraksi dengan faktor VIIa, membentuk faktor kompleks VIIa-TF, yang

mengaktifkan faktor X dan IX. Aktivasi koagulasi sepsis telah dikonfirmasi oleh

peningkatan yang ditandai dalam kompleks thrombin antitrombin dan adanya

D-dimer dalam plasma, yang menunjukkan aktivasi sistem pembekuan darah

dan fibribolisis. Tissue plasminogen activator (t-PA) memfasilitasi konversi

plasminogen menjadi plasmin (Abbas, A. K. dan Lichtman, A. H., 2015).

Endotoksin meningkatkan aktivitas inhibitor fibrinolisis yaitu

plasminogen activator inhibitor (PAI-1) dan thrombin activatable fibrinolysis

inhibitor (TAFI). Selain itu, tingkat protein C dan endogenous activated protein

C juga menurun pada sepsis. Endogenous activated protein C penghambat

proteolitik yang penting dari koagulasi kofaktor Va dan VIIa. Trombin melalui

thrombomodulin actvated mengaktifkan protein C berfungsi sebagai

antitrombosis di microvascular tersebut. Endogenous activated protein C juga

meningkatkan fibrinolisis dengan menetralkan PAI-1 dan dengan

mempercepat lisis bekuan t-PA-dependen (Abbas, A. K. dan Lichtman, A. H.,

2015).

Ketidakseimbangan antara inflamasi, koagulasi, dan hasil fibrinolisis

menghasilkan koagulopati sistemik, trombosis mikrovaskular dan penekanan

fibrinolisis sehingga menyebabkan disfungsi beberapa organ dan kematian.

Page 47: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

28

II.4.3.Nitrat oksida dan efek potensial terhadap respirasi sel pada sepsis.

Dominasi sitokin proinflamatori akan menyebabkan munculnya

manifestasi klinis panas atau hipotermi, peningkatan neutrofil imatur. Respon

imun yang berlebihan tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan kapiler,

iskemia jaringan, hipoksia jaringan, hipoksia seluler, dan akhirnya kerusakan

organ. Ditingkat sel, hipoksia seluler akan memicu mitokondria untuk

memproduksi radikal bebas, serta kerusakan DNA melalui apoptosis. Hipoksia

pada sepsis memicu terbentuknya reactive oxygen species (ROS). NO secara

normal dihasilkan dari eNOS dan nNOS dalam jumlah kecil. Namun dengan

paparan sitokin proinflamasi (misalnya, interleukin-1, tumor necrosis factor)

dan lipopolisakarida (LPS), akan menginduksi iNOS untuk menghasilkan NO

dalam jumlah besar. NO dapat beraksi dengan O2- untuk membentuk ONOO-

(peroxynitrat) yang dapat bertindak sebagai oksidan kuat. NO pada

konsentrasi tinggi mudah bergabung dengan oksidan lain untuk membentuk

reaktif nitrogen spesies, yang dapat merusak berbagai target seluler seperti

DNA dan protein. Hal ini akhirnya dapat menyebabkan apoptosis.

Pembentukan ROS / RNI memainkan peran penting dalam sistem kekebalan

tubuh. Fagosit, termasuk makrofag dan neutrofil, mampu menghasilkan

sejumlah besar ROS dan RNI. Radikal bebas ini penting untuk fagosit,

antimikroba dan tumoricidal, juga telah diketahui bahwa penambahan ROS

atau RNI dapat menyebabkan kematian sel baik oleh apoptosis atau nekrosis.

Page 48: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

29

Pada sepsis terjadi aktivasi dari iNOS pada makrofag, otot polos vascular,

hepatosit, dan miosit jantung. Mekanisme NO pada apoptosis termasuk

aktivasi Fas melalui regulasi ekspresi Fas-ligan, produksi peroxynitrite,

penghambatan sintesis ATP mitokondria dan inaktivasi beberapa enzim

antioksidan (Gautam P dan Jain SK, 2007).

Ekspresi iNOS pada sel endotel akan menghasilkan NO yang

berimplikasi pada manifestasi renjatan sepsis seperti vasoplegia, kehilangan

kontraktilitas miokardium, kerusakan hepar, dan hiperpermeabilitas vascular

dan intestinal (Bochud PY dan Calandra, 2003). Maka peran sitokin

proinflamatori yang disertai adanya apoptosis mempunyai peran penting

dalam menentukan derajat kerusakan jaringan dan kegagalan multi organ,

serta cepat lambatnya menjadi syok septik (Nasronuddin 2011).

II.5 Disfungsi organ pada sespis

Sistem respirasi, kardiovaskuler, ginjal, hati, hematologi, dan neurologi

merupakan 6 sistem organ yang paling sering dievaluasi pada Sindrom

disfungsi organ multipel.

Disfungsi respirasi sering terjadi pada pasien SIRS. Kira – kira 35%

pasien sepsis akan mengalami Acute Lung Injury (ALI) dan 25% mengalami

komplikasi penuh menjadi Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS).

Disfungsi respirasi bermanifestasi sebagai takipnea, perubahan status

Page 49: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

30

oksigenasi yang terlihat dari hipoksemia, penurunan rasio PaO2/FiO2 atau

kebutuhan suplementasi oksigen. Disfungsi respirasi juga ditunjukkan dengan

jumlah positive end-expiratory pressure (PEEP) dan/atau penggunaan

ventilasi mekanik. Jika disfungsinya berat, dapat berkembang menjadi acute

lung injury (ALI) dengan komplikasi ARDS pada 60% kasus syok sepsis.

Diagnosis ARDS ditegakkan bila rasio PaO2/FiO2 <200 mmHg dan bentuk

yang lebih ringan yaitu ALI didiagnosis bila rasio PaO2/FiO2 <300 mmHg

(Gautam P, 2007).

Gambar 7. Cedera alveolus pada fase akut ALI dan ARDS (sisi kanan).(Brealey D and Singer M, 2000)

Page 50: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

31

Pada fase akut (sisi kanan), terdapat peluruhan sel epitel bronkial dan

alveolar dengan disertai pembentukan membran hialin kaya ptotein pada

membran basalis terdenudasi. Neutrofil ditunjukkan menempel pada endotel

kapiler yang cedera dan bergerak melalui interstitium ke rongga udara, yang

dipenuhi oleh cairan edema kaya protein. Pada rongga udara, makrofag

alveolar mengeluarkan sitokin, IL 1, 6 ,8, dan 10 dan TNF yang bekerja lokal

untuk merangsang kemotaksis dan mengaktivasi neutrofil. Makrofag juga

mensekresi sitokin lainnya, termasuk interleukin 1, 6 dan 10. IL 1 juga dapat

menstimulasi produksi matriks ekstraselular melalui fibroblast. Neutrofil dapat

melepaskan oksidan, protease, leukotriens dan molekul proinflamatorik

lainnya seperti faktor aktivasi trombosit (PAF). Beberapa mediator anti

inflamatorik juga terdapat pada milieu alveolar, termasuk antagonis reseptor

interleukin-1, reseptor faktor nekrosis tumor soluble, autoantibodi terhadap

interleukin 8 dan sitokin-sitokin seperti interleukin 10 dan 11. Masuknya cairan

edema kaya protein ke dalam alveolus telah menyebabkan terjadinya

inaktivasi surfaktan ( Brealey D and Singer M, 2000).

NO (nitric oxide) berperan menyebabkan disfungsi kardiovaskuler. NO

berperan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik pada MODS

dan bersama dengan TNF-α dan IL-1β, berperan mendepresi fungsi

miokardium. Buruknya perfusi dengan sendirinya akan berpengaruh pada

sistem organ lain. Selain itu, kerusakan endotel menyebabkan hilangnya

Page 51: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

32

fungsi barier endotel sehingga terjadi edema dan redistribusi cairan. Disfungsi

kardiovaskuler memberikan manifestasi hipotensi, aritmia, perubahan

frekuensi jantung, henti jantung, perlunya dukungan inotropik atau

vasopressor, serta meningkatnya tekanan vena sentral atau tekanan kapiler

pulmonal (Rudringer A., Statz M., and Singer M, 2008).

Seperti jaringan lainnya, ginjal rentan terhadap kerusakan jaringan

yang diperantarai leukosit melalui produksi protease dan ROS. Hipovolemia,

curah jantung yang rendah, obat-obatan nefrotoksik, peningkatan tekanan

intra abdomen dan rabdomiolisis semuanya berperan menyebabkan disfungsi

ginjal. Peningkatan kreatinin serum, penurunan volume urin (oliguria/anuria),

atau adanya penggunaan terapi pengganti ginjal (seperti dialisis) dapat

digunakan untuk memantau adanya disfungsi ginjal (Leclerc F, Leteutre S,

2005).

Page 52: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

33

Gambar 8. Acute kidney injury pada sepsis (Rudringer A., Statz M., andSinger M. 2008)

Disfungsi hati didiagnosis dengan adanya ikterus atau

hiperbilirubinemia, peningkatan transaminase serum, laktat dehidrogenase,

atau fosfatase alkali, hipoalbuminemia, dan perpanjangan waktu protrombin.

Adanya trombositopenia, leukositosis atau leukopenia, manifestasi

koagulopati dengan perpanjangan waktu protrombin, waktu tromboplastin

parsial, produk degradasi fibrin, atau tanda koagulasi intravaskuler diseminata

lain, perdarahan yang banyak, serta ekimosis merupakan petunjuk adanya

disfungsi hematologi (Leclerc F, Leteurtre, 2005).

Page 53: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

34

Gambar 9. Disfungsi neurologis pada sepsis (Rudringer A., Statz M.,and Singer M. 2008)

Sedangkan disfungsi neurologis terutama ditandai dengan gangguan

kesadaran dan fungsi serebral. Tanda perubahan fungsi sistem saraf pusat

meliputi penurunan Glasgow Coma Scale (GCS), obtundasi, confusion, dan

psikosis. Polineuropati dan polimiopati dapat terjadi pada kondisi MODS.

Patofisiologi polineuropati melibatkan degenerasi aksonal primer akibat

mediator proinflamasi. Dibutuhkan 3-6 bulan untuk perbaikan akson. Fakta ini

dapat menjelaskan ketergantungan ventilator yang lama pada pasien-pasien

sakit berat (Herwanto, 2009).

Page 54: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

35

II.6 DIAGNOSIS

Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan adanya :

1. Infeksi, meliputi (a) Faktor predisposisi infeksi, (b) Tanda atau bukti

infeksi yang sedang berlangsung, (c) Respon inflamasi

2. Tanda disfungsi/gagal organ

Faktor-faktor predisposisi infeksi, meliputi faktor genetik, usia,

status nutrisi, status imunitas, komorbiditas ( asplenia, penyakit kronis,

transplantasi, keganasan, kelainan bawaan), dan riwayat terapi ( steroid,

antibiotik, tindakan invasiv)

Tanda infeksi berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium.

Secara klinis ditandai oleh demam atau hipotermi, atau adanya fokus

infeksi. Secara laboratorium digunakan penanda infeksi yaitu

pemeriksaaan tepi ( leukosit, trombosit, rasio neutrofil : limfosit, shift to the

left), pemeriksaan morfologi darah tepi (granulasi toksik, dohles body dan

vakuola dalam sitoplasma memiliki sensitivitas 80% untuk memprediksi

infeksi). C-reactive protein (CRP) dan prokalsitonin, dengan pemeriksan

berkala/berulang sesuai dengan keputusan klinisi dan ketersediaan

fasilitas pelayanan di tiap rumah sakit. Sepsis memerlukan pembuktian

adanya mikroorganisme yang dapat dilakukan melalui pemeriksaan

apusan garam, hasil kultur (biakan) atau polymerase chain reaction (PCR).

Page 55: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

36

Pencarian fokus infeksi lebih lanjut dilakukan dengan pemeriksan analisis

urin, feses rutin, lumbal punksi, dan pencitraan sesuai indikasi.

Secara klinis respon inflamasi terdiri dari :

1. Demam (suhu inti > 38 atau suhu aksila > 37 atau hipotermia (suhu inti

< 36)

2. Takikardia : rerata denyut jantung di atas normal sesuai usia tanpa

terdapat stimulus eksternal, obat kronis dan nyeri. Atau peningkatan

denyut jantung yang tidak dapat dijelaskan lebih dari 0,5 sampai 4 jam

3. Bradikardia (pada anak < 1 tahun) : rerata denyut jantung kurang dari

normal sesuai usia tanpa adanya stimulus vagal eksternal, beta bloker,

dan penyakit jantung kongenital, atau penurunan denyut jantung yang

tidak dapat dijelaskan lebih dari 0,5 jam

4. Takipneu : rerata frekuensi nafas diatas normal

Page 56: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

37

Tabel 2. Penilaian skor PELOD-2

Tanda disfungsi organ meliputi disfungsi sistem kardiovaskular,

respirasi, hematologi, sistem saraf pusat dan hepatik. Disfungsi organ

ditegakkan berdasarkan skor PELOD 2. Diagnosis sepsis ditegakkan bila skor

≥ 11 (atau ≥ 7)

Page 57: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

38

Gambar 10. Alur penegakan diagnosis sepsis

II.7. PENATALAKSANAAN

Tatalaksana sepsis ditujukan ada penanggulangan infeksi dan disfungsi

organ.

1. Tatalaksana infeksi

a. Antibiotik

Pemilihan antibiotik empirik sesuai dengan dugaan etiologi infeksi,

diagnosis kerja yang telah ditegakkan, usia dan predisposisi penyakit.

Apabila penyebab belum jelas, antibiotik diberikan dalam 1 jam pertama

sejak diduga sepsis, dengan sebelumnya dilakukan pemeriksaan kultur

darah. Upaya awal terapi sepsis adalah dengan menggunakan antibiotik

Page 58: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

39

tunggal spektrum luas. Setelah bakteri penyebab diketahui, terapi

antibotik definitif diberikan sesuai pola kepekaan kuman.

Apabila antibiotik diberikan kombinasi, harus dipertimbangkan kondisi

klinis, usia, kemungkinan etiologi dan tempat terjadinya infeksi,

mikroorganisme penyebab, pola kuman di RS, predisposisi pasien dan

efek farmakologi dinamik serta kinetik obat.

b. Anti jamur

Pasien dengan predisposisi infeksi jamur sistemik memerlukan terapi anti

jamur. Penggunaan anti jamur pada sepsis disesuaikan dengan data

sensitivitas lokal. Bila tidak ada data, dapat diberikan lini pertama berupa

amphotericin B atau fluconazole, sedangkan lini kedua adalah micafungin.

2. Tatalaksanan disfungsi organ

a. Pernafasan, meliputi pembebasan jalan nafas (non invasiv dan invasiv

dan pemberian suplementasi oksigen)

b. Resusuitasi cairan dan tatalaksana hemodinamik, meliputi akses

vascular secara cepat, resusitasi cairan dan pemberian obat-obatan

vasoaktif. Resusitasi cairan harus memperhatikan aspek fluid

responsiviness dan mengiindari kelebihan cairan > 15% per hari

Page 59: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

40

c. Transfusi darah

- Transfusi packed red cell, diberikan bila sturasi vena cava superior

ScvO2 <70% atau Hb <7 gr/dl)

- Transfusi konsentrat trombosit, profilaksis pada kadar trombosit

<10.000/mm3 tanpa perdarahan aktif atau <20.000/mm3 dengan risiko

bermakna perdarahan aktif, bila pasien akan menjalani pembedahan

atau prosedur invasiv, kadar trombosit dianjurkan >50.000/mm3. Terapi

diberikan pada kadar trombosit <100.000/mm3 dengan perdarahan aktif.

- Transfusi plasma

d. Kortikosteroid

Hidrokortison suksinat 50 mg/m2/hari diindikasikan untuk pasien syok

refrakter katekolamin atau terdapat tanda-tanda insufisiensi adrenal

e. Kontrol glikemik

Gula darah dipertahankan 50-180 mg/dl. Apabila gula darah >180

mg/dl, glucose infusion rate (GIR) diturunkan sampai 5 mg/kgbb/menit.

Bila gula darah >180 mg/dl, dengan GIR 5 mg/kgbb/menit, GIR

dipertahankan dan titrasi rapid acting insulin 0,05-0,1 IU/kg

Page 60: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

41

f. Nutrisi

Nutrisi diberikan setelah respirasi dan hemodinamik stabil, diutamakan

secara enteral dengan kebutuhan fase akut 65 kcal/kg/hari

g. Mengilangkan sumber infeksi

Melakukan debridement, mengeluarkan abses dan pus, membuka alat

dan kateter yang berada dalam tubuh merupakan bagian dari eradikasi

sumber infeksi.

II.8 EVALUASI DISFUNGSI ORGAN DAN ROGNOSIS

Perbaikan disfungsi organ dan prognosis dinilai dengan skor pelod 2

dan prokalsitonin (PCT) menggunakan panduan derajat keparahan

penyakit

a. Derajat ringan : Skor PELOD 2 nilai 0-3 dan kadar PCT 0,5-1,99

ng/ml

b. Derajat sedang : Skor PELOD 2 nilai > 3-9 dan kadar PCT 2,0-0,99

ng/ml

c. Derajat berat : Skor PELOD 2 nilai > 9 dan kadar PCT 10 ng/ml

II.8. FAKTOR RISIKO MORTALITAS SEPSIS1. Usia

Respons pejamu terhadap sepsis bergantung pula terhadap

kematangan sistem imunitas. Tahap perkembangan sistem imun

menunjukkan bahwa semakin muda usia, semakin sedikit tingkat

Page 61: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

42

kematangan sistem imun yang telah dicapai, sehingga semakin rendah

pula kemampuan membunuh patogen. Hal tersebut dapat meningkatkan

risiko kematian pada anak dengan usia muda yang mengalami sepsis

(wyatt, 2010).

Penelitian oleh desy D et al (2014) membagi variabel usia menjadi

kelompok kurang dari 5 tahun dan lebih sama dengan 5 tahun, didapatkan

kedua kelompok usia tidak mempunyai perbedaan sebagai faktor risiko

yang berperan terhadap mortalitas sepsis pada anak. Penelitian lain oleh

Maat et al (2007) menemukan risiko mortalitas yang lebih tinggi pada anak

di bawah usia 3 tahun.

2. Status gizi

Keadaan malnutrisi terutama gizi buruk dapat meningkatkan

kerentanan pejamu terhadap penyakit terutama pada anak, serta

menimbulkan imunodefisiensi sekunder. Ditambah lagi, infeksi sendiri

dapat menimbulkan malnutrisi terutama gizi buruk pada pejamu akibat

meningkatnya metabolisme (khan et al., 2012).

Komplikasi malnutrisi pada anak dengan sepsis dapat mengenai

seluruh sistem, seperti menurunkan respon imun, atrofi, dan

mempermudah terjadinya translokasi bakteri saluran cerna akibat

peningkatan permeabilitas barier intestinal. Pada akhirnya, anak akan

Page 62: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

43

mengalami masa penyembuhan luka yang lebih lama, infeksi lain atau

reinfeksi, dan meningkatkan angka kematian.

3. Jenis kelamin

Faktor risiko jenis kelamin dalam hal mortalitas sepsis masih

kontroversial. Penelitian oleh Hendra melaporkan dari 37 anak, sekitar 20

(54,1%) laki-laki dan tidak ditemukan perbedaan bermakna pada kedua

jenis kelamin. Penelitian kohort, perempuan dengan sepsis berat atau syok

sepsis lebih tinggi angka mortalitasnya (Anthony P, 2010). Penelitian oleh

martin GS, didapatkan jenis kelamin laki-laki merupakan prediktor

independent kematian sepsis.

Beberapa literatur menyebutkan jenis kelamin perempuan mempunyai

prognosis yang lebih baik dalam menghadapi komplikasi sepsis. Hal ini

disebabkan karena hormon progesteron berfungsi sebagai

imunomodulator (Schroeder dkk, 2001).

4. Hipotensi

Hipotensi yang diinduksi sepsis dihasilkan dari maldistribusi

menyeluruh dari aliran darah dan volume darah. Hipovolume yang terjadi

menyebabkan kebocoran kapiler difus dari cairan intravaskular. Pada awal

syok septik, tahanan vaskuler sistemik biasanya meningkat dan cardiac

output kemungkinan rendah (Morgan B.L, 2001).

Page 63: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

44

5. Penurunan kesadaran

Perubahan status mental mungkin mencerminkan perfusi ke otak.

perubahan status mental dapat berhubungan dengan hipoksik iskemik

susunan saraf pusat. Status mental yang normal dapat dipertahankan

pada pasien syok jika tekanan darah di susunan saraf pusat tersebut

cukup, meskipun dengan cara mengurangi perfusi di perifer. Gangguan

mikrosirkulasi berperan pada cedera organ yang terjadi pada sindrom

sepsis. Penurunan jumlah fungsional kapiler menyebabkan

ketidakmampuan untuk mengambil oksigen secara maksimal, kompresi

intrinsik dan ekstrinsik kapiler dapat menyebabkan permeabilitas endotel

kapiler. Peningkatan permeabilitas endotel menyebabkan edema jaringan

luas disebabkan oleh perpindahan kaya protein ke jaringan. Jika hal ini

terjadi, dapat menyebabkan perubahan status mental. Gejala dapat

bervariasi mula dari agitasi, confussion, delirium dan koma (Brealey D and

Singer M, 2000).

6. Pemakaian ventilator mekanik

Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi

pada sepsis berat, kejadiannya hampir 85% kasus. Disfungsi endotel yang

disebabkan oleh infiltrasi neutrofil pada paru adalah proses utama yang

mengarah ke peningkatan protein dan ekstravasasi cairan ke dalam

interstitium paru dan ruang alveolar. IL-8 diproduksi oleh makrofag alveolar

Page 64: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

45

meningkat berhubungan dengan cedera paru pada pasien sepsis.

Disfungsi respirasi bermanifestasi sebagai takipnea, perubahan status

oksigenasi yang terlihat dari hipoksemia, penurunan rasio PaO2/FiO2 atau

kebutuhan suplementasi oksigen misalnya ventilator mekanik (Herwanto V,

Zulkifli. 2009).

7. Peningkatan kreatinin

Sepsis diketahui sebagai faktor risiko berkembangnya gagal ginjal akut.

Ginjal hipoperfusi pada sepsis terutama disebabkan oleh vasodilatasi

sistemik dan hipovolemik relatif. Peningkatan kreatinin >0,3 mg/dl dari nilai

sebelumnya atau peningkatan >50%, serta oliguri < 0,5 cc/kgbb/jam lebih

dari 6 jam menandakan gangguan gagal ginjal akut.

8. Trombositopenia

Pada sepsis dapat terjadi aktivasi trombosit, yang dapat secara

langsung oleh endotoksin atau sitokin proinflamasi. Trombosit juga dapat

teraktivasi oleh faktor koagulasi seperti trombin, aktivasi ini terjadi akibat

sekresi protein proinflamasi (Trzeciak S, 2005). Pada sepsis berat endotel

mikrovaskuler dapat mengalami kerusakan oleh berbagai faktor, termasuk

perfusi jaringan yang buruk, hipoksia, dan asidosis. Hal ini menyebabkan

perlekatan trombosit pada kolagen, peningkatan aktivasi, agregasi dan

konsumsi trombosit. Sehingga pada sepsis rangkaian interaksi yang

komplek tersebut seringkali pada akhirnya meningkatkan terjadinya

Page 65: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

46

trombositopenia. Trombosis mikrovaskular dan iskemik akan memberikan

kontribusi terjadinya cidera jaringan dan sindrom disfungsi organ multipel.

9. Kadar absolute neutrophil count (ANC)

Neutrofil merupakan fagosit terbanyak dalam tubuh dan memiliki

respon yang cepat bila terjadi infeksi. Bila jumlah neutrofil berkurang maka

proses fagositosis bakteri akan terhambat sehingga pertumbuhan mikroba

meningkat dan akan merangsang fagosit lain seperti makrofag. Respon

yang terjadi adalah produksi zat yang akan menghancurkan bakteri dan

sitokin proinflamasi. Jumlah ANC yang rendah memiliki peningkatan risiko

infeksi. Sedangkan jumlah ANC lebih dari normal menandakan terjadinya

infeksi akut (Al-Gwaiz, L.A., Babay, H.H. 2007).

10.Kadar prokalsitonin (PCT)

Pada sepsis PCT berfungsi menghambat prostaglandin dan sintesis

tromboksan pada limfosit in vitro dan mengurangi hubungan stimulasi LPS

terhadap produksi TNF. Kadar prokalsitonin dalam serum yang ditemukan

sangat berhubungan dengan keparahan infeksi bakteri dan SIRS. Infeksi

yang terjadi terbatas di organ tunggal tanpa ada tanggap sistemik reaksi

inflamasi, kadar prokalsitonin rendah atau sedang (Hatheril M, 1999).

Sepsis memiliki nilai PCT > 2 μg/l dan < 10 μg/l, severe sepsis/syok sepsis

> 10 μg/l. Marker ini dapat digunakan untuk membedakan sepsis yang

disebabkan oleh bakteri (Ari L Runtunuwu, 2008).

Page 66: KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU …

47

II.8 KERANGKA TEORI

DIC

ARF

Gram(+),gram (-),virus ,jamur

TLR

Aktivasimakrofag/monosit,PMN,NK cell

fagositosis

ANC

Aktivasikomplemen

antibodi Limfosit B

C3a,C5a

Sistemkinin

Aktivasis sistemkoagulasi

bradikinin

PCTHipotalamusprostaglandin

vasodilatasiAdhesi neutrofil

LisosimLisisendotel

Aktivasi selendotel

Th1 :TNFa,IFNγ,IL1,IL3,IL6,IL8,IL12

Limfosit T APC

Th2:IL4,IL5,IL9,IL10,IL13

Disfungsi endotel

Plasma leackage

NO

Pemendekan miosit

Disfungsimiokard

Syokagregasitrombosit

Depositfibrin

Thrombosismikrovaskular Kerusakan

sel nefron

Ggn. Fungsi ginjal

Hipoperfusisinusoidal

Iskemia selhepar

Kegagalanhepatoseluler

Ekstravasasicairan r.intersalveoler

Kolaps alveoli

ALI/ARDS

Penurunanperfusi serebral

ensefalopati

apoptosis

Hipoperfusi jaringan

MODS

SURVIVE TIDAK SURVIVE

Ventilator mekanikGangguan tingkat

kesadaranPeningkatan Kreatinin

HipotensiTrombositopenia

Gizi,usia,jeniskelamin

DisfungsiBBB