116246720 peran dokter spesialis tesis mm
DESCRIPTION
peran dokter spesialisTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian dari pembangunan
nasional, oleh karena itu pemerintah sebagai institusi tertinggi yang bertanggung
jawab atas pemeliharaan kesehatan harus memenuhi kewajiban dalam penyediaan
sarana pelayanan kesehatan. Sebagaimana diketahui pembangunan kesehatan
merupakan kunci sukses yang mendasari pembangunan lainnya, dengan kata lain
kesehatan merupakan kebutuhan manusia yang utama dan menjadi prioritas yang
mendasar bagi kehidupan.
Pelaksanaan pembangunan di bidang kesehatan melibatkan seluruh warga
masyarakat Indonesia, hal tersebut dapat dimengerti karena pembangunan
kesehatan mempunyai hubungan dengan sektor lainnya. Tetapi pada kenyataannya
derajat kesehatan masyarakat Indonesia terutama masyarakat miskin masih
rendah. Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut
diakibatkan karena sulitnya mendapatkan akses terhadap pelayanan kesehatan.
Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu
faktornya yaitu tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya
kesehatan yang mahal. Untuk itu, pemerintah mengambil kebijakan
menggratiskan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang bernama
Jamkesmas.
Jamkesmas merupakan suatu program yang dibuat pemerintah untuk
menjamin kebutuhan kesehatan bagi masyarakat kurang/tidak mampu. Jamkesmas
1
ini sebenarnya bukan suatu program baru. Program ini melanjutkan program
terdahulunya yaitu askeskin dan kartu sehat yang semuanya memiliki tujuan yang
sama yaitu untuk menjamin pembiayaan kesehatan masyarakat miskin. Jaminan
kesehatan masyarakat (Jamkesmas) dapat menjadi pendorong perubahan-
perubahan mendasar seperti penataan standarisasi pelayanan, standarisasi tarif,
penataan penggunaan obat yang rasional dan meningkatkan kemampuan serta
mendorong manajemen rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya untuk lebih
efisien yang berdampak pada kendali mutu dan kendali biaya. Melalui Jamkesmas
diharapkan dapat memberikan kontribusi meningkatkan umur harapan hidup
bangsa Indonesia, menurunkan angka kematian ibu melahirkan, menurunkan
angka kematian bayi dan balita serta penurunan angka kelahiran, disamping itu
dapat terlayaninya kasus-kasus kesehatan peserta pada umumnya (Kemenkes RI,
2010).
Rumah sakit sebagai wadah pelayanan kesehatan harus mempunyai fungsi
utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan
pemulihan bagi penderita. Sehubungan dengan itu dapatlah dinyatakan rumah
sakit adalah sisi pemberi pelayanan kepada masyarakat dengan segala latar
belakang sosial kulturnya, tanpa pandang bulu sebagai sisi yang mengharapkan
akan menerima pelayanan dengan baik. Dalam mendukung pelaksanaan program
Jamkesmas, rumah sakit memiliki peranan yang sangat penting. Perananannya
adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang menjadi
pengguna atau peserta Jamkesmas.
Komponen utama di dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada
rumah sakit adalah dokter, terutama para dokter spesialis. Para dokter spesialis di
2
rumah sakit ini sangat mewarnai baik buruknya pelayanan medis, dapat
meningkatkan atau justru menurunkan jumlah pasien yang berkunjung di rumah
sakit. Bisa dikatakan bahwa para dokter spesialis di rumah sakit bagaikan
lokomotif yang membawa gerbong-gerbong semua pelayanan rumah sakit. Baik
buruknya pelayanan di rumah sakit sangat dipengaruhi baik buruknya pelayanan
para dokter spesialis ini. Oleh karena itu diperlukan suatu manajemen tersendiri
dalam hal mengelola perilaku dokter spesialis di rumah sakit, agar kualitas
pelayanan medis yang diberikan kepada pasien menjadi lebih baik.
Hubungan antara dokter dan rumah sakit ada saling ketergantungan.
Antara keduanya haruslah ada kerjasama yang menguntungkan kedua belah pihak.
Hubungan antara dokter dengan rumah sakit ini digambarkan dalam bentuk
cojoint staff yaitu suatu istilah yang diperkenalkan oleh sosiolog WR Scott.
Konsep ini menjelaskan bahwa hubungan akan terbina secara intensif apabila para
dokter secara aktif berpartisipasi dalam berbagai aspek manajemen di rumah
sakit.
Paradigma lama menyebutkan bahwa peran dokter adalah paling dominan
dalam sebuah rumah sakit. Dokter cenderung otonom dan otokratik. Profesi lain
di rumah sakit dianggap hanya berfungsi membantu tugas para dokter. Pasien pun
tidak banyak haknya, dan cenderung menurut saja apa pun yang diputuskan
dokter. Dalam perkembangan paradigma baru tentu hal ini telah berubah. Undang-
undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 dan Undang-undang Rumah Sakit No. 44
Tahun 2009 telah secara tegas menyebutkan “hak pasien” yang meliputi hak
informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran dan
hak atas pendapat kedua. Undang-Undang ini juga menyebutkan bahwa tenaga
3
kesehatan termasuk dokter, dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Aditama, 2003
menyebutkan bahwa suatu penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa ada
tujuh keluhan pasien yang sering dikeluhkan terhadap dokternya di rumah sakit.
Keluhan itu meliputi tidak diberi cukup waktu oleh dokter, biaya terlalu tinggi,
keangkuhan dokter, tidak diberi informasi lengkap tentang penyakitnya, tidak
diberi informasi lengkap tentang biaya, waktu menunggu terlalu lama serta tidak
adanya kerjasama antara dokter pribadi dan spesialis yang dikonsul.
Timbulnya paradigma baru, disertai dengan kemajuan teknologi dan
globalisasi akan memaksa rumah sakit dan dokter mendefinisikan kembali
hubungan kerja antara keduanya. Rumah sakit perlu menangani dokter sebagai
salah satu jenis pelanggan mereka dengan berbagai harapan yang ingin
dipenuhinya. Ingerani (1996) menyatakan bahwa dalam hal membina hubungan
antar rumah sakit dan para dokter maka pihak pengelola rumah sakit perlu
memperhatikan beberapa hal. Pengelola perlu mengetahui kebutuhan dokternya,
perlu mendukung dokter yang berminat dan mampu memberi masukan berguna,
turut menjaga integritas dokter dan mampu memenuhi kebutuhan dokter-
dokternya serta melibatkan mereka dalam pembuatan keputusan tanpa
mengurangi otonomi pimpinan rumah sakit. Pihak rumah sakit punya kewajiban
untuk mengadakan seleksi tenaga dokter, mengadakan koordinasi serta hubungan
yang baik antar seluruh tenaga di rumah sakit.
Kendala dalam pelayanan kesehatan Jamkesmas antara lain adalah
keterlambatan implementasi Indonesian Drug Related Grup (INA-DRG) di
beberapa rumah sakit serta masih belum komprehensifnya pemahaman
4
penyelenggaraan pelayanan berbasis paket dengan INA-DRG, terutama oleh
dokter dan petugas pemberi pelayanan langsung sehingga belum terlaksananya
pelayanan yang efisien dan mengakibatkan biaya pembayaran paket seringkali
dianggap tidak mencukupi. Di sisi lain Clinical pathway sebagai instrumen untuk
pemberian pelayanan yang adekuat dan rasional belum digunakan di banyak RS
(Kemenkes RI, 2010).
Tujuan clinical pathway antara lain mengurangi variasi dalam pelayanan,
cost lebih mudah diprediksi, pelayanan lebih terstandarisasi, meningkatkan
kualitas pelayanan (quality of care), meningkatkan prosedur costing,
meningkatkan kualitas dari informasi yang telah dikumpulkan dan sebagai
(counter-check) terutama pada kasus-kasus (high cost, high volume). Keuntungan
membuat clinical pathway dapat mendukung pengenalan evidencebased medicine,
meningkatkan komunikasi antar disiplin ilmu teamwork, menyediakan standar
yang jelas dan baik untuk kegiatan pelayanan, membantu mengurangi variasi
dalam perawatan pasien (melalui standar), meningkatkan proses manajemen
sumber daya, menyokong proses quality improvement secara berkelanjutan,
membantu dalam proses audit klinis, meningkatkan kolaborasi dokter dan
perawat/ profesi kesehatan lainnya serta meningkatkan peran dokter dalam
perawatan. Parameter yang berhubungan dengan implementasi clinical pathway
pada rumah sakit dapat dilihat dari Average Length Of Stay (ALOS) (Devitra,
2011)
Dari hasil penelitian Devitra, 2011 dengan wawancara mendalam dan
telaah dokumen di Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi dapat
disimpulkan bahwa pihak manajemen RSSN Bukittinggi sangat mendukung
5
pelaksanaan clinical pathway. Hal ini tampak dari telah dilakukan sosialisasi
clinical pathway di lingkungan rumah sakit dengan mengeluarkan surat
Keputusan Direktur tentang pembentukan dokter case manajer dan telah
memasukan kegiatan casemix dan clinical pathway dalam Rencana Strategik
Rumah Sakit, namun dalam pelaksanaannya belum ada kebijakan operasional
rumah sakit yang mendukung, sehingga implementasi clinical pathway belum
terlaksana sebagaimana mestinya.
Cara pembayaran klaim Jamkesmas kepada rumah sakit berdasar paket
INA-DRG (telah diperbarui menjadi Ina-CBG's), yakni berdasarkan diagnosis
atau jenis penyakit yang sudah ditentukan tarif masing-masing diagnosis penyakit
tersebut. Paket ini diantaranya memuat jenis penyakit, lama perawatan dan biaya
atau nilai klaim. Paket Ina-CBG's disusun berdasarkan clinical-pathway dari
seluruh RS pemerintah di Indonesia. Paket biaya berlaku sama di seluruh rumah
sakit Indonesia berdasarkan kelas RS. Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas
yang merupakan RS kelas B diuntungkan, oleh karena tarif RS berdasarkan
peraturan daerah (PERDA) pemerintah kabupaten Banyumas yang relatif murah,
walaupun demikian RSUD Banyumas harus berupaya agar biaya riil yang
dikeluarkan tidak lebih besar dari biaya klaim Jamkesmas, terutama pasien
Jamkesmas rawat inap.
Sebagai contoh inefisiensi pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap di RSUD
Banyumas dapat dilihat pada Tabel 1.1. dengan membandingkan klaim
Jamkesmas rawat inap dengan biaya riil rumah sakit.
6
Tabel 1.1. Komparasi Tarif Klaim Jamkesmas Rawat Inap Berdasarkan Biaya Riil RS Dengan Ina-CBG's RSUD Banyumas Bulan Februari 2011.
_____________________________________________________________Diskripsi Diagnosis Biaya Riil RS Klaim Ina-CBG's Selisih / Rugi (Rp) (Rp) (Rp)_____________________________________________________________Pankreas dan Hepar 21.953.268 4.354.655 -17.598.613Intestinal Kompleks 46.927.887 17.171.526 -29.756.361Operasi Caesar 4.414.805 2.083.173 -2.331.632Infark Miokard Akut 8.455.465 5.067.463 -3.388.002 Aritmia 10.535.216 3.346.610 -7.188.606Cellulitis 11.001.803 3.029.139 -7.972.664Gangguan Darah 4.059.295 1.969.524 -2.089.771______________________________________________________________Sumber : Rumah Sakit Banyumas dalam angka (2011)
Data di atas menunjukkan bahwa ada selisih / rugi biaya antara biaya riil RS
dengan biaya yang dibayar oleh Jamkesmas. Hal ini bisa terjadi karena tidak
efisiensinya pelayanan Jamkesmas di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas.
Agar dapat lebih efisien maka ada beberapa cara yang harus dilakukan oleh rumah
sakit Banyumas dalam pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap. Cara-cara
tersebut antara lain dengan kepatuhan pada Standar Pelayanan Medis (SPM),
peresepan sesuai formularium Jamkesmas, pemeriksaan penunjang sesuai standar
medis, memperpendek lamanya rawat inap (LOS). Penulisan diagnosis utama dan
diagnosis tambahan oleh dokter dalam status pasien yang dipulangkan juga
mempengaruhi klaim Jamkesmas. Selain itu, perbedaan persepsi antara dokter
spesialis yang mengisi catatan medik dengan verifikator independen dan
pengetahuan dokter spesialis tentang besaran klaim Jamkesmas untuk kasus yang
ditangani akan berpengaruh terhadap efisiensi.
Hasil penelitian di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tentang
perbandingan biaya pelayanan tindakan medik operatif terhadap tarif INA-DRG
pada program Jamkesmas menunjukkan bahwa 98,6% biaya pelayanan tindakan
7
medik operatif pada pasien Jamkesmas di RSMH tidak sesuai dengan tarif INA-
DRG. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada kecenderungan merugi di
pelayanan tindakan medis operatif pada pasien Jamkesmas di RSMH karena
sebagian besar biaya tindakan tidak sesuai dengan tarif INA-DRG (Septianis D,
dkk, 2010).
Penelitian tentang perbedaan tarif riil dengan tarif paket INA-CBG pada
pembayaran klaim Jamkesmas pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Sukoharjo
menyimpulkan bahwa perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan standar
pembiayaan kesehatan, lama dirawat pasien, penggunaan software, ketepatan
pengodean diagnosa dan prosedur, serta belum adanya clinical pathway di RSUD
Kabupaten Sukoharjo (Wijayanti, 2011).
Peran dokter spesialis terhadap kepatuhan pada SPM adalah mutlak
diharuskan dalam melayani semua pasien, baik pasien umum, pasien askes sosial
maupun pasien Jamkesmas. Kewajiban patuh terhadap SPM ini diatur di dalam
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Undang-
Undang Kesehatan dan Undang-Undang Rumah Sakit. Dokter spesialis di RSUD
Banyumas pada umumnya patuh terhadap SPM yang mereka buat sendiri di
masing-masing kelompok staf medis (KSM). Evaluasi terhadap kepatuhan
mengikuti SPM juga sering dilakukan di komite medik RSUD Banyumas melalui
forum pertemuan audit medik. Tetapi di dalam pengelolaan pasien Jamkesmas
yang serba mengalami pembatasan, apakah semua pasien dikelola sesuai SPM?
Hal ini perlu diteliti.
Peran dokter spesialis terhadap peresepan sesuai formularium Jamkesmas
di RSUD Banyumas, merupakan salah satu faktor agar terjadi efiensi pelayanan
8
pasien Jamkesmas. Kewajiban menuliskan resep sesuai Formularium Jamkesmas
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1445/MENKES/SK/X/2010
tentang Formularium Program Jaminan Kesehatan Masyarakat / Formularium
Jamkesmas. Walaupun demikian masih ada beberapa dokter spesialis yang
menuliskan resep di luar formularium Jamkesmas. Hal ini bisa terjadi karena
ketiadaan persediaan obat di rumah sakit atau memang kasusnya mengharuskan
untuk diberikan obat tertentu yang tidak ada dalam formularium Jamkesmas.
Penulisan resep di luar formularium Jamkesmas menjadi tanggung jawab rumah
sakit. Semakin banyak dan semakin sering para dokter menuliskan resep di luar
formularium Jamkesmas maka beban rumah sakit semakin besar dan terjadi
inefisiensi. Harus dicari dan diteliti faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan
dokter menulis resep di luar formularium Jamkesmas dalam melayani pasien
jamkesmas di RSUD Banyumas.
Peran dokter spesialis terhadap pemeriksaan penunjang sesuai standar
medis pada pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap di RSUD Banyumas masih
kontroversial. Satu pihak kalau pemeriksaan penunjang dilakukan semua,
walaupun sesuai standar medis ini menjadi boros dan tidak efisien. Sebaliknya
apabila pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien Jamkesmas kurang,
maka menyebabkan kualitas pelayanan medis menurun. Seharusnya pemeriksaan
penunjang dilakukan sesuai kebutuhan medis, hal ini sangat tergantung kepada
dokter yang merawat pasien tersebut. Pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap di
RSUD Banyumas dilakukan oleh para dokter spesialis dengan latar belakang
pendidikan, pengalaman, jam terbang dan ketekunan yang berbeda. Demikian
juga apabila pelayanan pasien Jamkesmas ini dikerjakan oleh residen, yaitu siswa
9
didik yang sedang mengambil pendidikan spesialis. Para residen ini juga dengan
jam terbang yang berbeda, mulai dari pendidikan semester 2 sampai dengan senior
yang sudah hampir lulus pendidikan spesialisnya. Mereka ini diberi kewenangan
mengelola pasien Jamkesmas rawat inap di RSUD Banyumas di bawah tanggung
jawab dokter spesialis seniornya.
Peran dokter spesialis terhadap lamanya rawat inap (LOS) pasien
Jamkesmas di RSUD Banyumas perlu diekplor. Lamanya pasien menjalani rawat
inap sudah ada pada standar pedoman Jamkesmas dan pada standar pelayanan
medis. Pada umumnya para dokter spesialis di RSUD Banyumas belum
mengetahui berapa standar LOS untuk masing-masing kasus yang dikelola. Tetapi
dokter akan memulangkan pasien rawat inap apabila pasien sudah merasa nyaman
dan keluhannya sudah menghilang atau berkurang. Pasien yang dipulangkan dari
rawat inap ini masih diwajibkan untuk kontrol di poliklinik untuk melanjutkan
pengobatannya. Makin lama pasien menjalani rawat inap di rumah sakit maka
beban biaya akan semakin membengkak. Demikian juga beban bagi keluarga yang
menunggu. Pada umumnya pasien lebih senang segera pulang ke rumah dari pada
lama mondok di rumah sakit. Pasien miskin Jamkesmas rawat inap di RSUD
Banyumas kadang tidak mau dipulangkan dan minta lebih lama mondoknya di
RS. Di rumah tidak ada yang merawat dan tidak ada jaminan mendapat makan
tiga kali sehari. Keluarga mereka bekerja masing-masing untuk mencari nafkah
sehari-hari. Beberapa kasus yang sering menyebabkan LOS meningkat adalah
kasus stoke, penyakit kencing manis dengan luka menahun, pasien jiwa dan lain-
lain.
10
Diharapkan melalui efisiensi dengan tetap mengedepankan kualitas
pelayanan yang sesuai standar medis, maka rumah sakit dapat mengendalikan
mutu dan biaya. Berdasarkan wacana tersebut peneliti tertarik untuk mengkaji
lebih dalam masalah tersebut dan merumuskan dalam judul : 'Peran Dokter
Spesialis Dalam Efisiensi Pelayanan Pasien Jamkesmas Rawat Inap Di Rumah
Sakit Umum Daerah Banyumas'.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas rumusan masalah pada penelitian ini
adalah bagaimana peran dokter spesialis dalam efisiensi pelayanan pasien
Jamkesmas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas ?
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini ditujukan kepada para dokter spesialis yang merawat pasien
Jamkesmas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas, ketua komite
medik dan manajemen RSUD Banyumas. Masalah pada penelitian ini dibatasi
pada faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas
rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menggambarkan peran dokter spesialis dalam efisiensi pelayanan
pasien Jamkesmas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas.
11
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan peran dokter spesialis dalam mengikuti prosedur standar
pelayanan medis (SPM) terhadap efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas
rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas.
b. Menggambarkan peran dokter spesialis dalam memberikan obat sesuai
standar formularium Jamkesmas terhadap efisiensi pelayanan pasien
Jamkesmas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas.
c. Menggambarkan peran dokter spesialis melakukan pemeriksaan penunjang
sesuai standar pelayanan medis terhadap efisiensi pelayanan pasien
Jamkesmas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas.
d. Menggambarkan peran dokter spesialis memperpendek waktu rawat inap
terhadap efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap di Rumah Sakit
Umum Daerah Banyumas.
E. Manfaat Penelitian
1. Kegunaan Praktis
a. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas.
Dengan efisiensi pelayanan Jamkesmas menyebabkan keuangan Rumah
Sakit membaik dengan margin yang meningkat sehingga jasa yang
diberikan kepada karyawan meningkat.
b. Bagi Rumah Sakit lain
Dapat menjadikan contoh bagaimana pengelolaan pasien Jamkesmas yang
efisien.
c. Bagi Program Pascasarjana Magister Manajemen dan Masyarakat
Akademik.
12
Sebagai sumbangan untuk pengkayaan dan pengembangan ilmu
manajemen rumah sakit tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
tindaan dokter spesialis dalam efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas rawat
inap di rumah sakit.
13
BAB II
TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Telaah Pustaka
1.Pengertian Jamkesmas
Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia oleh Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) Tahun 1948 (Indonesia ikut menandatanganinya) dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada pasal
28 H, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan
semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk
masyarakat miskin. Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan
sosial terus berkembang sesuai amanat pada perubahan UUD 1945 Pasal 34
ayat 2, yaitu menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan
Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimasukkannya Sistem
Jaminan Sosial dalam perubahan UUD 1945, dan terbitnya UU Nomor 40
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), menjadi suatu bukti yang
kuat bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki
komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh
rakyatnya. Karena melalui SJSN sebagai salah satu bentuk perlindungan
sosial pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Berdasarkan konstitusi dan Undang-Undang tersebut, Kementerian
Kesehatan sejak tahun 2005 telah melaksanakan program jaminan kesehatan
sosial, dimulai dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi
14
Masyarakat Miskin /JP- KMM (2005) atau lebih dikenal dengan program
Askeskin (2005-2007) yang kemudian berubah nama menjadi program
Jamkesmas sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang. Kesemuanya
memiliki tujuan yang sama yaitu melaksanakan penjaminan pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat dengan prinsip asuransi kesehatan sosial.
Pelaksanaan program Jamkesmas mengikuti prinsip-prinsip
penyelenggaraan sebagaimana yang diatur dalam UU SJSN, yaitu dikelola
secara nasional, nirlaba, portability, transparan, efisien dan efektif.
Pelaksanaan program Jamkesmas tersebut merupakan upaya untuk menjaga
kesinambungan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak
mampu yang merupakan masa transisi sampai dengan diserahkannya kepada
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sesuai UU SJSN. Program Jamkesmas
Tahun 2010 dilaksanakan dengan beberapa perbaikan pada aspek
kepesertaan, pelayanan, pendanaan dan pengorganisasian. Pada aspek
kepesertaan misalnya, telah dilakukan upaya perluasan cakupan, melalui
penjaminan kesehatan kepada masyarakat miskin penghuni panti-panti
sosial, masyarakat miskin penghuni lapas/rutan serta masyarakat miskin
akibat bencana paska tanggap darurat. Dengan demikian, selain masyarakat
yang ada dalam kuota, peserta Program Keluarga Harapan (PKH),
gelandangan, pengemis dan anak terlantar telah dicakup dalam program
Jamkesmas, sehingga masyarakat miskin yang ada pada ketiga unsur
tersebut telah masuk dalam sasaran sebagai peserta Jamkesmas.
Kementerian Kesehatan saat ini telah mencanangkan Jaminan
Kesehatan Semesta pada akhir Tahun 2014, sehingga nantinya seluruh
15
penduduk Indonesia akan masuk dalam suatu Sistem Jaminan Kesehatan
Masyarakat (universal coverage). Pada aspek pelayanan, pada Tahun 2010
diperkenalkan paket INA-DRG versi 1.6 yang lebih sederhana, lebih
terintegrasi serta mudah dipahami dan diaplikasikan. Selain itu Menteri
Kesehatan telah menandatangani kesepakatan dengan 4 (empat) BUMN
farmasi untuk menjamin ketersediaan obat dan alat yang dibutuhkan oleh
Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Jamkesmas dengan harga yang
terjangkau sebagaimana telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri
Kesehatan.
Pada aspek pengorganisasian dan manajemen, dilakukan penguatan
peran Tim Pengelola dan Tim Koordinasi Jamkesmas di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/kota, terutama peningkatan kontribusi pemerintah daerah di
dalam pembinaan dan pengawasan serta peningkatan sumber daya yang ada
untuk memperluas cakupan kepesertaan melalui Jaminan Kesehatan Daerah
(Jamkesda) dan memberikan bantuan tambahan (suplementasi dan
komplementasi) pada hal-hal yang tidak dijamin oleh program Jamkesmas.
Pada aspek pendanaan, Kementerian Kesehatan melalui Tim Pengelola
Jamkesmas terus melakukan upaya perbaikan mekanisme
pertanggungjawaban dana Jamkesmas, agar dana yang diluncurkan sebagai
uang muka kepada PPK dapat segera dipertanggung jawabkan secara tepat
waktu, tepat jumlah, tepat sasaran, akuntabel, efisien dan efektif.
Disadari meskipun perbaikan terus dilakukan, tentu saja masih
banyak hal yang perlu dibenahi dan belum dapat memenuhi kepuasan semua
pihak, namun begitu diharapkan program Jamkesmas ini semakin mendekati
16
tujuannya yaitu meningkatkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan masyarakat. Hal ini tentu akan tercapai melalui
penyelenggaraan program Jamkesmas yang transparan, akunTabel, efisien
dan efektif menuju good governance.
2. Penyelenggaraan Jamkesmas
a. Jamkesmas adalah bentuk belanja bantuan sosial untuk pelayanan
kesehatan bagi fakir miskin dan tidak mampu serta peserta lainnya yang
iurannya dibayar oleh Pemerintah. Program ini diselenggarakan secara
nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan
kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.
b. Pada hakekatnya pelayanan kesehatan terhadap peserta menjadi
tanggung jawab dan dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota berkewajiban
memberikan kontribusi sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal.
c. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada peserta mengacu pada
prinsip- prinsip:
(1). Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk
semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat miskin.
(2). Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar
pelayanan medik yang cost effective dan rasional.
(3). Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan
ekuitas.
(4). Efisien, transparan dan akuntabel.
17
3.Cara Pembayaran Jamkesmas
a. Kepesertaan
Database peserta Jamkesmas sampai dengan sekarang masih
mengacu pada data makro BPS Tahun 2005, dan ditetapkan by name by
address oleh Bupati/ Walikota Tahun 2008. Dengan demikian banyak
perubahan-perubahan data di lapangan seperti banyaknya kelahiran baru,
kematian, pindah tempat tinggal, perubahan tingkat sosial ekonomi, dll.
Melalui pedoman pelaksanaan Jamkesmas Tahun 2009,
Kementerian Kesehatan meminta seluruh Bupati/walikota untuk
melakukan up dating data sehingga menjadi data kepesertaan Tahun
2009. Tetapi hanya sebagian kecil yang merespons hal tersebut. Karena
kondisi ini diperlukan kebijakan untuk melakukan up dating data peserta
jamkesmas. Badan Pusat Statistik (BPS) pada akhir Tahun 2008 telah
mengeluarkan data baru dimana jumlah masyakat miskin sesuai kriteria,
by name dan by address telah menurun menjadi 60,3 juta jiwa. Data BPS
terbaru ini menjadi dasar acuan untuk diterbitkannya kepesertaan
Jamkesmas yang baru. Sementara sasaran kepesertaan program
Jamkesmas 2010, tetap sama yaitu 76,4 juta jiwa.
b. Pelayanan Kesehatan
Kendala dalam pelayanan kesehatan antara lain adalah
keterlambatan implementasi INA-DRG di beberapa Rumah Sakit (RS)
serta masih belum komprehensifnya pemahaman penyelenggaraan
pelayanan berbasis paket dengan INA-DRG, terutama oleh dokter dan
18
petugas pemberi pelayanan langsung sehingga belum terlaksananya
pelayanan yang efisien dan mengakibatkan biaya pembayaran paket
seringkali dianggap tidak mencukupi. Di sisi lain, clinical pathway
sebagai instrumen untuk pemberian pelayanan yang adekuat dan rasional
belum digunakan di banyak RS. Demikian pula, penugasan Menteri
Kesehatan kepada konsorsium BUMN Farmasi, belum ditindaklanjuti
pada tingkat RS agar terjaminnya ketersediaan obat dan vaksin untuk
pelayanan Jamkesmas.
c. Pendanaan Program
Pertanggungjawaban pendanaan PPK pada pelaksanaan
Jamkesmas 2009 masih ditemukan permasalahan ketidaktepatan waktu,
jumlah dan sasaran. Bahkan masih ditemukan beberapa rumah sakit
belum dapat menggunakan format INA-DRG secara benar, dengan
demikian, perlu kerja keras Rumah Sakit agar pertanggungjawaban
keuangan sesuai dengan pengaturannya.
4.Tata Laksana Pendanaan Jamkesmas
a. Ketentuan Umum
(1). Pendanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
merupakan jenis belanja bantuan sosial.
(2). Pembayaran ke PPK Puskesmas disalurkan langsung dari Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melalui PT. POS,
sedangkan pembayaran ke PPK lanjutan diluncurkan langsung dari
KPPN ke rekening masing-masing PPK lanjutan Jamkesmas
melalui bank.
19
(3). Pertanggungjawaban dana luncuran tetap menggunakan pola
pembayaran dengan INA-DRG dan berlaku untuk seluruh PPK
lanjutan. Pada saatnya apabila semua PPK dan Tim Pengelola
Pusat telah siap, akan dilakukan perubahan pola
pertanggungjawaban dana dengan pola klaim.
(4). Peserta tidak boleh dikenakan iuran biaya dengan alasan apapun.
b. Sumber Dana dan Alokasi
Sumber Dana berasal dari APBN sektor Kesehatan dan APBD.
Pemerintah daerah melalui APBD berkontribusi dalam menunjang dan
melengkapi pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
dan tidak mampu di daerah masing- masing meliputi antara lain:
(1). Masyarakat miskin dan tidak mampu yang tidak masuk dalam
pertanggungan kepesertaan Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas).
(2). Biaya transportasi rujukan dari rumah sakit yang merujuk ke
pelayanan kesehatan lanjutan serta biaya pemulangan Pasien
menjadi tanggung jawab Pemda asal pasien.
(3). Biaya transportasi petugas pendamping pasien yang dirujuk.
(4). Dukungan biaya operasional manajemen Tim Koordinasi dan Tim
Pengelola Jamkesmas Provinsi/Kabupaten/Kota.
(5). Biaya lain-lain di luar pelayanan kesehatan, sesuai dengan spesifik
daerah dapat dilakukan oleh daerahnya.
20
5.Pengendalian Mutu dan Pelayanan Pasien Jamkesmas di Rumah Sakit
Rumah sakit diakui merupakan institusi yang sangat kompleks dan
berisiko tinggi (high risk), terlebih dalam kondisi lingkungan regional dan
global yang sangat dinamis perubahannya. Salah satu pilar pelayanan medis
adalah clinical governance, dengan unsur staf medis yang dominan.
Direktur rumah sakit bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di
rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 UU Nomor 44 Tahun
2009 tentang rumah sakit. Keberadaan staf medis dalam rumah sakit
merupakan suatu keniscayaan karena kualitas pelayanan rumah sakit sangat
ditentukan oleh kinerja para staf medis di rumah sakit tersebut. Kinerja staf
medis akan sangat mempengaruhi keselamatan pasien di rumah sakit.
Rumah sakit perlu menyelenggarakan tata kelola klinis (clinical
governance) yang baik untuk melindungi pasien. Hal ini sejalan dengan
amanat peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kesehatan dan
perumahsakitan.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755 / 2011 dimaksudkan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kinerja komite medis di rumah sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan ini diharapkan akan meluruskan persepsi
keliru yang menganggap komite medik adalah wadah untuk
memperjuangkan kesejahteraan para staf medis. Sejalan dengan semangat
profesionalisme seharusnya komite medik melakukan pengendalian
kompetensi dan perilaku para staf medis agar keselamatan pasien terjamin.
Pemahaman “self governance” seperti yang diatur dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 631/MENKES/SK/IV/2005 tentang
21
Pedoman Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah
Sakit dapat disalah artikan sebagai tindakan pengelolaan (manajemen)
rumah sakit.
Apalagi bila struktur komite medik diletakkan sejajar dengan
kepala/direktur rumah sakit, maka dengan kekeliruan pemahaman “self
governance” di atas dapat terjadi kesimpangsiuran dalam pengelolaan
pelayanan medis. Kondisi semacam itu tentu tidak dapat dibiarkan dan harus
diperbaiki (Depkes RI , 2011).
Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 755 Tahun 2011 tentang Pedoman Peraturan Internal Staf
Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit yang dipakai sebagai acuan
organisasi Komite Medis di Rumah Sakit seluruh Indonesia untuk menyusun
peraturan internal para dokter dengan tujuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan medis di rumah sakit. Di sini dilakukan pengaturan internal yang
mengatur peran dan fungsi pemilik, pengelola dan staf medis.
Setiap rumah sakit wajib menyusun Peraturan Internal Staf Medis
(Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit untuk meningkatkan mutu profesi
medis dan mutu pelayanan medis. Rumah sakit dalam menyusun Peraturan
Internal Rumah Sakit (Medical Staff Bylaws) mengacu pada Pedoman
sebagaimana yang tertuang dalam Lampiran I tentang Tata Cara Penyusunan
Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) dan Lampiran II
tentang Pengorganisasian Staf Medis dan Komite Medis.
22
6.Standar Pelayanan Medis (SPM)
Dalam pelayanan medis seorang dokter wajib mematuhi standar
pelayanan medis (SPM) yang diatur dalam :
a. Pasal 44 dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran,
b. Pasal 24 dan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan,
c. Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit dan
d. Etika Kedokteran serta Disiplin Medis.
Pelanggaran terhadap standar pelayanan medis ini akan berimplikasi
Pidana, Perdata, Pelanggaran Etika Kedokteran dan Pelanggaran Disiplin
Medis. Sehingga seorang dokter dalam melakukan praktik Kedokteran dan
Pelayanan terhadap pasien wajib mematuhi standar-standar ini. Pasal 44
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran,
(1). Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik
kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau
kedokteran gigi.
(2). Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
(3). Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Menteri.
23
Standar pelayanan adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter
atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran. Strata sarana
pelayanan adalah tingkatan pelayanan yang standar tenaga dan peralatannya
sesuai dengan kemampuan yang diberikan. Pasal 50 Undang-Undang
Praktik Kedokteran
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai hak :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar
prosedur operasional.
Standar profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and
professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu
untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara
mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi. Standar prosedur operasional
adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk
menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. Standar prosedur
operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan
konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi
pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar
profesi.
Pasal 24 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus
memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna
24
pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional.
(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.
(3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 55 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
(1) Pemerintah wajib menetapkan standar mutu pelayanan kesehatan.
(2) Standar mutu pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja
sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar
prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien
dan mengutamakan keselamatan pasien.
Standar profesi adalah batasan kemampuan (capacity) meliputi
pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap profesional
(professional attitude) yang minimal harus dikuasai oleh seorang individu
untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara
mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi. Standar pelayanan rumah sakit
adalah pedoman yang harus diikuti dalam menyelenggarakan rumah sakit
antara lain standar prosedur operasional, standar pelayanan medis, dan
25
standar asuhan keperawatan. Standar prosedur operasional memberikan
langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk
melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh
sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi. Etika profesi
adalah kode etik yang disusun oleh asosiasi atau ikatan profesi.
Pasal 2 Kode Etik Kedokteran Indonesia
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya
sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.
Ukuran tertinggi dalam melakukan profesi kedokteran mutakhir,
yaitu yang sesuai dengan perkembangan IPTEK Kedokteran, etika umum,
etika kedokteran, hukum dan agama, sesuai tingkat/jenjang pelayanan
kesehatan, serta kondisi dan situasi setempat.
Ilmu kedokteran yang menyangkut segala pengetahuan dan
ketrampilan yang telah diajarkan dan dimiliki harus dipelihara dan dipupuk,
sesuai dengan fitrah dan kemampuan dokter tersebut. Etika umum dan etika
kedokteran harus diamalkan dalam melaksanakan profesi secara tulus ikhlas,
jujur dan rasa cinta terhadap sesama manusia, serta penampilan tingkah
laku, tutur kata dan berbagai sitat lain yang terpuji, seimbang dengan
martabat jabatan dokter.
ljazah yang dimiliki seseorang, merupakan persyaratan untuk
memperoleh ijin kerja sesuai profesinya (SID (Surat Ijin Dokter)/SP (Surat
Penugasan)). Untuk melakukan pekerjaan protesi kedokteran, wajib dituruti
peraturan perundangundangan yang berlaku (SIP, yaitu: Surat Ijin
Penugasan).
26
Dokter mempunyai tanggung jawab yang besar, bukan saja terhadap
manusia lain dan hukum, tetapi terpenting adalah terhadap keinsyafan
batinnya sendiri, dan akhirnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pasien dan
keluarganya akan menerima hasil usaha dan seorang dokter, kalau Ia
percaya akan keahlian dokter itu dan kesungguhannya, sehingga mereka
tidak menganggap menjadi masalah bila usaha penyembuhan yang
dilakukan gagal. Dengan demikian seorang dokter harus menginsyati betapa
beratnya tanggung jawab dokter. Perlu diperhatikan bahwa perbuatan setiap
dokter, mempengaruhi pendapat orang banyak terhadap seluruh dokter.
Pelayanan yang diberikan kepada pasien yang dirawat hendaknya adalah
seluruh kemampuan sang dokter dalam bidang ilmu pengetahuan dan
perikemanusiaan (Ikatan Dokter Indonesia , 2002).
7.Formularium Obat Jamkesmas
Sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan, maka
ketersediaan obat yang aman, bermanfaat serta bermutu dengan harga yang
terjangkau, dalam jumlah dan jenis yang cukup merupakan tanggung jawab
pemerintah. Penerapan cara pembayaran paket berbasis diagnosa dengan
sistem Indonesia Diagnosis Related Group (INA-DRG) dalam program
Jamkesmas menuntut pemberi pelayanan kesehatan untuk menggunakan
sumber daya termasuk obat secara efisien dan rasional tetapi efektif. Oleh
karena itu, Formularium Jamkesmas merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari INA-DRG sebagai koridor bagi pelaksana untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi peserta Jamkesmas sesuai
dengan kaidah dan standar terapi yang berlaku (Kemenkes RI, 2010).
27
Kendala dalam pelayanan kesehatan Jamkesmas antara lain adalah
keterlambatan implementasi INA-DRG di beberapa Rumah Sakit (RS) serta
masih belum komprehensifnya pemahaman penyelenggaraan pelayanan
berbasis paket dengan INA-DRG, terutama oleh dokter dan petugas pemberi
pelayanan langsung sehingga belum terlaksananya pelayanan yang efisien
dan mengakibatkan biaya pembayaran paket seringkali dianggap tidak
mencukupi. Di sisi lain, clinical pathway sebagai instrumen untuk
pemberian pelayanan yang adekuat dan rasional belum digunakan di banyak
RS. Demikian pula, penugasan Menteri Kesehatan kepada konsorsium
BUMN Farmasi, belum ditindak lanjuti pada tingkat RS agar terjaminnya
ketersediaan obat dan vaksin untuk pelayanan Jamkesmas (Kemenkes RI,
2010) .
Oleh karena cara pembayaran klim Jamkesmas kepada Rumah sakit
berdasar paket INA-DRG, yakni berdasarkan diagnosis atau jenis penyakit
di mana sudah ditentukan tarif masing-masing diagnosis penyakit tersebut,
maka rumah sakit sebagai pelayan pasien Jamkesmas perlu mengadakan
efisiensi di dalam pengelolaan pelayanan tersebut. Paket di sini sudah
termasuk dalam pemberian obat kepada pasien Jamkesmas, baik rawat jalan
maupun rawat inap.
Masih banyaknya pasien Jamkesmas yang menebus obat, telah
membuat manajemen rumah sakit untuk mencari berbagai kiat untuk
membuat hal tersebut tidak terjadi lagi. Surat edaran penggunaan obat
generik sudah diberikan kepada seluruh dokter di rumah sakit. Formularium
pun sudah disusun dengan melibatkan seluruh dokter yang ada di rumah
28
sakit, namun sampai sekarang masih terjadi peresepan obat di luar
formularium.
Mengapa dokter masih menuliskan resep di luar formularium
Jamkesmas? Bagaimana agar dokter memberikan obat sesuai dengan
formularium Jamkesmas?
Komponen utama di dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan
pada rumah sakit adalah dokter, terutama para dokter spesialis. Para dokter
spesialis di rumah sakit ini sangat mewarnai baik buruknya pelayanan
medis, dapat meningkatkan atau justru menurunkan jumlah pasien yang
berkunjung di rumah sakit. Bisa dikatakan bahwa para dokter spesialis di
rumah sakit bagaikan lokomotif yang membawa gerbong-gerbong semua
pelayanan rumah sakit. Baik buruknya pelayanan di rumah sakit sangat
dipengaruhi baik buruknya pelayanan para dokter spesialis ini. Oleh karena
itu diperlukan suatu manajemen tersendiri dalam hal mengelola perilaku
dokter spesialis di rumah sakit, agar kualitas pelayanan medis yang
diberikan kepada pasien menjadi lebih baik. Kepatuhan dokter dalam
memberikan obat sesuai dengan formularium Jamkesmas sangat
berpengaruh terhadap mutu pelayanan dan efisiensi biaya di rumah sakit.
Formularium Jamkesmas disusun untuk digunakan sebagai acuan
nasional bagi rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang
melaksanakan program untuk menjamin ketersediaan dan akses terhadap
obat serta menjamin kerasionalan penggunaan obat yang aman, bermanfaat
dan bermutu bagi masyarakat. Ada empat tujuan khusus formularium
Jamkesmas (Kemenkes RI, 2010) :
29
a.Menjadi acuan bagi tenaga medis untuk menetapkan pilihan obat yang
tepat, paling efficacious, dan aman, dengan harga yang terjangkau.
b. Mendorong penggunaan obat secara nasional sesuai standar, sehingga
pelayanan kesehatan lebih bermutu dengan belanja obat yang terkendali
(cost effective).
c.Mengoptimalkan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien kepada
masyarakat.
d. Memudahkan perencanaan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Standar obat formularium Jamkesmas adalah obat generik yang
telah dibuatkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan, yakni berupa
formularium Jamkesmas tahun 2008 dan telah diperbarui dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor: 1445/MENKES/SK/X/2010 tentang
Formularium Program Jaminan Kesehatan Masyarakat / Formularium
Jamkesmas (Kemenkes RI, 2010). Penggunaan obat generik di rumah sakit
meningkat dari tahun ke tahun, tahun 2009 sebesar 50% dan tahun 2010
sebesar 57% seperti dipaparkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia
pada seminar PERSI tahun 2011 yang lalu (Sedyaningsih, 2011).
Pelayanan obat di Rumah Sakit dengan ketentuan sebagai berikut
(Kemenkes RI, 2008) :
a. Untuk memenuhi kebutuhan obat dan bahan habis pakai di Rumah
Sakit, Instalasi Farmasi/Apotik Rumah Sakit bertanggungjawab
menyediakan semua obat dan bahan habis pakai untuk pelayanan
kesehatan masyarakat miskin yang diperlukan. Agar terjadi efisiensi
30
pelayanan obat dilakukan dengan mengacu kepada Formularium
Jamkesmas.
b. Apabila terjadi kekurangan atau ketiadaan obat sebagaimana diatas
maka Rumah Sakit berkewajiban memenuhi obat tersebut melalui
koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
c. Pemberian obat untuk pasien rawat jalan tingkat pertama dan tingkat
lanjut diberikan selama 3 (tiga) hari kecuali untuk penyakit-penyakit
kronis tertentu dapat diberikan lebih dari 3 (tiga) hari sesuai dengan
kebutuhan medis.
d. Apabila terjadi peresepan obat di luar ketentuan di atas maka pihak RS
bertanggung jawab menanggung selisih harga tersebut.
e. Pemberian obat di RS menerapkan prinsip one day dose dispensing
f. Instalasi Farmasi/Apotik Rumah Sakit dapat mengganti obat dengan
obat-obatan yang jenis dan harganya sepadan dengan sepengetahuan
dokter penulis resep.
Dengan ketentuan ini maka masih dimungkinkan dokter menuliskan
obat di luar formularium Jamkesmas. Masalahnya adalah bagaimana kalau
penulisan resep di luar formularium Jamkesmas terlalu banyak, terlalu
sering, sehingga menyebabkan rumah sakit menanggung kerugian. Kalau ini
bukan pasien Jamkesmas masih dapat dilakukan cost sharing, dengan
membebani pasien kelebihan biaya pengobatan (Lexchin and Grootendorst,
2004).
Tetapi untuk pasien Jamkesmas apabila terjadi peresepan obat di
luar formularium Jamkesmas maka pihak RS bertanggung jawab
31
menanggung selisih harga tersebut. Sehingga peran dokter di sini sangat
penting, dapat memberikan keuntungan bagi rumah sakit apabila patuh
terhadap ketentuan formularium Jamkesmas, sebaliknya dapat merugikan
rumah sakit apabila banyak peresepan di luar formularium Jamkesmas.
Gleason, 2005 memberikan solusi dengan memberikan insentif bagi dokter
yang memberikan keuntungan bagi rumah sakit dengan penulisan resep
berdasarkan formularium.
Ketentuan standar obat dalam Pedoman Jamkesmas tahun 2010
sebagai berikut (Kemenkes RI, 2010):
Penyediaan obat dan vaksin sebagaimana Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 885/Menkes/SK/X/2009 tentang penugasan PT.
Indofarma (Persero) Tbk, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, PT. Phapros Tbk,
dan PT. Biofarma (Persero) sebagai penyedia obat dan vaksin dalam
penyelenggaraan program jaminan kesehatan masyarakat secara menyeluruh
di PPK Jamkesmas perlu ditindaklanjuti pada tingkat RS. Penugasan
tersebut ditindaklanjuti oleh distributor setempat sebagai wakil dari
konsorsium BUMN Farmasi dengan RS dalam bentuk perjanjian kerja sama.
Menjadi kewajiban pihak RS untuk melaksanakan penyediaan obat dan
vaksin program Jamkesmas mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan
tersebut. Untuk memberi kejelasan pelaksanaan penugasan tersebut,
diterbitkan petunjuk teknis khusus untuk hal tersebut agar dapat dipedomani
RS.
Dalam upaya mewujudkan standardisasi dan efisiensi pelayanan
obat dalam program Jamkesmas, maka seluruh fasilitas kesehatan terutama
32
rumah sakit diwajibkan mengacu pada fomulariun obat Jamkesmas, di mana
obat-obatan dalam formularium ini sebagian besar merupakan obat generik.
Hal ini berkaitan dengan keputusan Menteri Kesehatan agar dibudayakan
penggunaan obat generik karena obat generik berkhasiat baik dengan harga
ekonomis (Kemenkes RI, 2011).
Kasus kronis yang memerlukan perawatan berkelanjutan dalam
waktu lama, seperti Diabetes Mellitus, Gagal Ginjal, dan lain-lain, surat
rujukan dapat berlaku selama 1 bulan. Untuk kasus kronis lainnya seperti
kasus gangguan jiwa, kusta, kasus paru dengan komplikasi, kanker, surat
rujukan dapat berlaku selama 3 bulan. Pertimbangan pemberlakuan waktu
surat rujukan (1 atau 3 bulan) didasarkan pada pola pemberian obat
(Kemenkes RI, 2011).
Goldman et al (2004) dalam penelitian tentang pemakaian obat-
obat untuk penyakit kronik menyimpulkan bahwa antihistamin dan NSAID
(Non Steroid Anti Inflamatory Disease) banyak digunakan secara
simptomatik. Sedangkan pemakainan obat antihipertensi, antiasma,
antidepresan, antihiperlipidemik, antiulseran dan antidiabetik secara
signifikan harganya menjadi mahal karena pemakaian lama.
Kebijakan dalam formularium Jamkesmas (Kemenkes RI, 2010):
a.Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, pelaksana pelayanan
kesehatan Program Jamkesmas wajib menggunakan obat yang terdapat
pada Formularium Jamkesmas.
b. Resep obat bernama dagang yang dituliskan oleh dokter, namun
tersedia produk dengan nama generik atau INN (International
33
Nonproprietary Names) , maka petugas instalasi farmasi dapat langsung
mengganti obat tersebut dengan produk dengan nama generik INN
(auto switching), kecuali jika obat bernama dagang tersebut harganya
sama dengan harga obat generik yang telah ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan.
c.Direktur Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, pelaksana
pelayanan kesehatan Program Jamkesmas menandatangani Pakta
Integritas / Komitmen untuk melaksanakan pelayanan kesehatan kepada
peserta Jamkesmas sesuai dengan Formularium Jamkesmas. Demikian
juga komitmen Komed.
d. Untuk program pemerintah yang pelaksanaannya di Rumah Sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, penggunaan obatnya
menyesuaikan dengan standar pengobatan program terkait dan
ketentuan yang berlaku.
e.Harga obat yang digunakan mengacu kepada ketentuan yang ditetapkan
oleh Menteri Kesehatan berdasarkan Kemenkes
No.HK.03.01/Menkes/146/I/2010, tentang Harga Obat Generik atau
perubahannya. Obat yang tidak tercantum dalam Kepmenkes tersebut
mengacu pada standar harga lainnya yang berlaku sampai ditetapkannya
harga untuk obat dalam Formularium Jamkesmas oleh Menteri
Kesehatan secara khusus.
f. Beberapa perusahaan farmasi keberatan dengan harga ini.
g. Alat Medis dan Bahan Habis Pakai yang digunakan dalam pelayanan
Program Jamkesmas tidak diatur dalam Formularium ini, tetapi
34
mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Pedoman Pelaksanaan
Jamkesmas.
Strategi yang dilakukan di rumah sakit adalah dengan restriksi /
pembatasan obat, sebagaimana yang disampaikan Steinman et al (2001)
bahwa pembatasan pemberian obat resep adalah hal yang biasa dilakukan di
rumah sakit agar rumah sakit tidak rugi dan juga agar pasien tidak terlalu
banyak memdapatkan obat yang dapat mengganggu kesehatannya terutama
pada pasien lanjut usia.
Mengapa dokter masih menuliskan resep di luar formularium
Jamkesmas? Apabila terjadi kekurangan atau ketiadaan obat maka Rumah
Sakit berkewajiban memenuhi obat tersebut melalui koordinasi dengan
pihak-pihak terkait Dengan ketentuan ini maka masih dimungkinkan dokter
menuliskan obat di luar formularium Jamkesmas. Masalahnya adalah
bagaimana kalau penulisan resep di luar formularium Jamkesmas terlalu
banyak, terlalu sering, sehingga menyebabkan rumah sakit menanggung
kerugian. Kalau ini bukan pasien Jamkesmas masih dapat dilakukan cost
sharing, dengan membebani pasien kelebihan biaya pengobatan.
Cara cost sharing ini juga diterapkan oleh beberapa negara maju
dengan penghasilan tinggi. Cost sharing ini dilakukan karena beban
pengeluaran obat terus meningkat. Hal ini dilakukan untuk efisiensi dan
kelancaran ekuitas (Gemwill MC et al, 2008)
Dengam cost sharing obat resep menghasilkan efek mengurangi
konsumsi obat bagi pasien, namun pasien tidak selalu beralih kepada obat
35
generik tetapi menurunkan kepatuhan pengobatan terutama kasus-kasus
kronik (Gibson TB. et al, 2005)
Tetapi untuk pasien Jamkesmas apabila terjadi peresepan obat di
luar formularium Jamkesmas maka pihak RS bertanggung jawab
menanggung selisih harga tersebut. Bagaimana agar dokter memberikan
obat sesuai dengan formularium Jamkesmas?
Peran dokter di sini sangat penting, dapat memberikan keuntungan
bagi rumah sakit apabila patuh terhadap ketentuan formularium Jamkesmas,
sebaliknya dapat merugikan rumah sakit apabila banyak peresepan di luar
formularium Jamkesmas. Gleason, 2005 memberikan solusi dengan
memberikan insentif bagi dokter yang memberikan keuntungan bagi rumah
sakit dengan penulisan resep berdasarkan formularium.
8.Pemeriksaan Penunjang Sesuai Standar Pelayanan Medis
Pemeriksaan penunjang medis seperti pemeriksaan laboratorium,
radiologi, rekam jantung, ultrasonografi, CT Scan dal lain-lain
membutuhkan biaya yang cukup besar. Dengan cara efisiensi pemeriksaan
secukupnya maka rumah sakit terjadi penghematan.
Konsil Kedokteran Indonesia, telah memberikan pedoman dalam
praktik kedokteran yang baik, walaupun demikian beberapa pelanggaran
dapat terjadi (Konsil Kedokteran Inndonesia, 2006).
Butir (7) Bentuk Pelanggaran Disiplin Kedokteran.
Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan pasien.
Penjelasan:
36
a. Dokter atau dokter gigi, melakukan pemeriksaan atau
memberikan terapi, ditujukan hanya untuk kebutuhan medik pasien.
b. Pemeriksaan atau pemberian terapi yang berlebihan,
dapat membebani pasien dari segi biaya maupun kenyamanan, dan
bahkan dapat menimbulkan bahaya bagi pasien.
Dasar :
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Pasal 51 huruf a dan Pasal 52 huruf c.
Pasal 51 (a)
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai
kewajiban : memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis
pasien.
Pasal 52 (c)
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran,
mempunyai hak mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
medis.
9. Memperpendek Waktu Rawat Inap
Dokter mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan
efisiensi pelayanan rumah sakit. Sekitar 80% biaya dikontrol dokter
(Sulastomo, 2000). Dokter mampu melakukan efisiensi biaya pasien dengan
melakukan pengobatan sesuai standar pengobatan yang disepakati, memilih
obat-obatan secara rasional dengan mempertimbangkan harga dan efektifitas
37
obat serta mematuhi formularium yang ditetapkan, memilih pemeriksaan
penunjang seperlunya, melakukan metode pengobatan rasional dan
memulangkan pasien secepatnya (Glaser and Wiliam, 1987).
Dengan mempercepat waktu perawatan atau memperpendek waktu
rawat inap akan menyenangkan pasien dan keluarganya, sekaligus
penghematan bagi rumah sakit. Standar memperpendek waktu rawat inap
adalah apabila lebih cepat dipulangkan dari pada standar Jamkesmas.
10. Efisiensi
Efisiensi dalam ilmu ekonomi digunakan untuk merujuk pada
sejumlah konsep yang terkait pada kegunaan pemaksimalan serta
pemanfaatan seluruh sumber daya dalam proses produksi barang dan jasa
(Sullivan, 2003).
Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara suatu kegiatan dengan
hasilnya. Menurut definisi ini, efisiensi terdiri atas 2 unsur yaitu kegiatan
dan hasil dari kegiatan tersebut. Efisiensi merupakan suatu ukuran
keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai
hasil dari kegiatan yang dijalankan. Pengertian efisiensi menurut Mulyamah
(1987;3) yaitu:
“Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan rencana penggunaan masukan dengan penggunaan yang direalisasikan atau perkataan lain penggunaan yang sebenarnya”
SP.Hasibuan (1984;233-4) yang mengutip pernyataan H. Emerson
adalah: “Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara input (masukan)
dan output”. Efisiensi adalah sesuatu yang kita kerjakan berkaitan dengan
menghasilkan hasil yang optimal dengan tidak membuang banyak waktu
38
dalam proses pengerjaannya.efektif belum tentu efisien dan begitu
sebaliknya.
Sebuah sistem ekonomi dapat disebut efisien bila memenuhi kriteria
berikut: Tidak ada yang bisa dibuat menjadi lebih makmur tanpa adanya
pengorbanan ; Tidak ada keluaran yang dapat diperoleh tanpa adanya
peningkatkan jumlah masukan ; Tidak ada produksi bila tanpa adanya biaya
yang rendah dalam satuan unit. Definisi tersebut tidak akan selalu sama akan
tetapi pada umumnya akan mencakup semua ide yang hanya dapat dicapai
dengan sumber daya yang tersedia (Danfar, 2009)
39
B. Kerangka Pikir
Pelayanan Jamkesmas, klaim biaya berdasarkan paket INA-DRG yang
telah diubah menjadi INA-CBG. Klaim biaya tergantung jenis dan diagnosis
penyakit, tidak tergantung banyaknya obat yang diberikan atau pemeriksaan
yang bermacam-macam atau lamanya dirawat, sehingga rumah sakit harus
efisien. Rumah Sakit dapat melakukan efisiensi dengan pengendalian obat,
mempercepat waktu rawat inap dan pemeriksaan penunjang yang tepat,
walaupun demikian tetap harus sesuai dengan standar (SPM / SOP). Apabila
Rumah Sakit melakukan ke empat hal tersebut maka akan terjadi kendali mutu
dan kendali biaya, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. tentang kerangka pikir
penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
40
PELAYANAN JAMKESMAS
KLAIM PAKET
INA-DRG / INA CBG
KENDALI MUTU
KENDALI BIAYA
EFISIENSI
1. SESUAI SPM
/ SOP
2. PENGENDA
LIAN OBAT
3. MEMPERCE
PAT WAKTU RAWAT
BAB III
METODE PENELITIAN DAN TEKNIK ANALISIS DATA
A. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian dan Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah diskriptif kualitatif di mana tiap obyek
hanya diobservasi satu kali saja. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara
holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah. Penelitian kualitatif ini dilakukan dengan pendekatan studi
kasus. Studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar
atau satu orang subyek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu
peristiwa tertentu (Moleong,2011).
2. Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas yang beralamat di Jalan
Rumah Sakit Nomor 1 Banyumas, Jawa Tengah. Rumah Sakit ini adalah
rumah Sakit umum milik pemerintah daerah kabupaten Banyumas, di mana
peneliti bekerja.
41
3. Subyek Penelitian
a. Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh dokter spesialis yang bekerja di
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas sebanyak 27 orang dengan 15
keahlian / spesialisasi.
b. Teknik Pengambilan Informan
Tidak semua populasi dijadikan subyek penelitian, hanya sebagian
dari populasi saja yang dijadikan subyek penelitian yaitu dokter
spesialis yang melayani pasien Jamkesmas rawat inap di Rumah Sakit
Umum Daerah Banyumas. Sampel penelitian diambil dengan cara
pengambilan “Purposive Sampling”. Purposive Sampling yang
dimaksud adalah pemilihan sekelompok subjek atas ciri-ciri atau sifat-
sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat
dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya.
4. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah untuk mengungkap peran dokter
spesialis dalam efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap di
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas, yang meliputi :
a) Peran dokter spesialis dalam mengikuti prosedur standar pelayanan
medis (SPM). Standar pelayanan ini telah dimiliki oleh masing-masing
kelompok staf medis (KSM) dan telah ditanda tangani oleh direktur
serta diberlakukan di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas. Standar ini dibuat oleh masing-masing KSM melalui
42
diskusi kelompok dan mengacu kepada rujukan nasional. Sebelum
diberlakukan dan ditanda tangani direktur dipaparkan melalui komite
medis. Sehingga sudah semestinya akan diikuti oleh semua dokter
yang memberi pelayanan kepada pasien di lingkungan Rumah Sakit
Umum Daerah Banyumas.
b) Peran dokter spesialis dalam memberikan obat kepada pasien
Jamkesmas rawat inap. Formularium Jamkesmas merupakan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1455/MENKES/SK//X/2010. Formularium ini harus diikuti oleh
seluruh dokter di Indonesia yang melayani pasien Jamkesmas. Apabila
resep dokter tidak mengikuti formularium maka ini menjadi
tanggungan rumah sakit yang bersangkutan.
c) Peran dokter spesialis melakukan pemeriksaan penunjang. Standar
pemeriksaan penunjang sudah ada di dalam SPM di masing-masing
kelompok staf medis.
d) Peran dokter spesialis memperpendek waktu rawat inap pasien
Jamkesmas. Di dalam pedoman Jamkesmas telah dicantumkan standar
lamanya pasien dirawat di rumah sakit, demikian juga dalam SPM.
Standar Jamkesmas ini direkap dari rata-rata lamanya merawat pasien
dari masing-masing kasus di seluruh rumah sakit di Indonesia. Dalam
merawat pasien Jamkesmas, dokter dapat merawat lebih lama, sama
atau lebih cepat dari standar Jamkesmas tersebut. Dengan
mempersingkat masa rawat inap pasien Jamkesmas maka akan lebih
efisien.
43
5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dengan pedoman wawancara mendalam dengan
menggunakan acuan empat peran dokter spesialis yang meliputi
kepatuhan terhadap SPM, kepatuhan terhadap formularium Jamkesmas,
kepatuhan terhadap pemeriksaan penunjang dan memperpendak waktu
rawat inap. Wawancara dilakukan sendiri oleh peneliti dengan perekaman
melalui tape-recorder yang sebelumnya telah dimintakan persetujuan
dengan terwawancara. Wawancaara dilakukan di lingkungan RSUD
Banyumas pada waktu luang yang diberikan oleh terwawancara, baik di
ruang kerja, poliklinik, ruang diskusi atau ruang komite medik. Peneliti
juga melakukan pencatatan hal-hal yang perlu dicatat dan persiapan untuk
pertanyaan berikut. Selain itu peneliti sebagai bagian dari instrumen
penelitian yang selama ini bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas dan melayani pasien Jamkesmas rawat inap.
6. Teknik Pengumpulan Data.
a. Data primer dari hasil wawancara mendalam dengan informan dengan
menggunakan pedoman wawancara sampai informasi yang didapat
mencapai saturasi.
b. Data sekunder berasal dari IT dengan cara print out rekapitulasi data
pelayanan Jamkesmas dari masing-masing dokter spesialis yang
melayani Jamkesmas dan dari laporan Rumah Sakit.
44
B. Analisis Data
1. Teknik Analisis Data.
Teknik analisis data menggunakan metode studi kasus yaitu cara
mendapatkan informasi, membuat keputusan, menentukan indikator,
parameter dan lain-lain yang reliabel dengan mengeksplorasi ide dan
informasi dari orang-orang yang ahli dibidangnya, yaitu dengan
menggunakan wawancara yang mendalam sampai informasi yang
diperoleh mencapai saturasi (Saryono, 2010).
Langkah-langkah analisa data dengan metode studi kasus yaitu:
a. Mengorganisir informasi.
b. Membaca keseluruhan informasi dan memberi kode.
c. Membuat suatu uraian terperinci mengenai kasus dan konteknya.
d. Menerapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori.
e. Melakukan interpretasi.
f. Menyajikan secara naratif.
2. Validitas Data
Validitas atau keabsahan data dalam penelitian ini diperiksa dengan
metode triangulasi, adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan suatu yang lain di luar data itu untuk kepentingan
pengecekan dan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong,
2011). Triangulasi menurut Patton (dalam Moleong, 2011) dibagi menjadi
4, yaitu:
1) Triangulasi sumber, yaitu membandingkan dan
melakukan cek balik derajat kepercayaan suatu
45
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam metode kualitatif.
2) Triangulasi metode, yaitu dengan menggunakan dua
strategi, (1) Pengecekan terhadap derajad
kepercayaan penemuan hasil penelitian dengan
beberapa teknik pengumpulan data. (2) Pengecekan
derajad kepercayaan beberapa sumber data dengan
menggunakan metode yang sama.
3) Triangulasi peneliti, yaitu dengan memanfaatkan
peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan
pengecekankembali derajad kepercayaan.
Pengambilan data dilakukan oleh beberapa orang.
4) Triangulasi teori, yaitu melakukan penelitian
tentang topik yang sama dan datanya dianalisa
dengan menggunakan beberapa perspektif teori
yang berbeda.
Variasi teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Triangulasi
Metode yaitu dengan menggunakan dua strategi, (1) Pengecekan
terhadap derajad kepercayaan penemuan hasil penelitian dengan
beberapa teknik pengumpulan data. (2) Pengecekan derajat kepercayaan
beberapa sumber data dengan menggunakan metode yang sama.
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Diskripsi Obyek Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas beralamat di Jl. Rumah Sakit No.
1 Banyumas Telp. (0281) 796182, 796511, 796031, 7621111 Faks. (0281) 796182
Kodepos 53192 Jawa Tengah. RSUD Banyumas adalah rumah sakit tipe B
Pendidikan, sejalan dengan usia rumah sakit banyak kemajuan yang dicapainya
dapat terlihat dari indikator kinerja beberapa parameter pelayanan tahun 2011
sebagaimana Tabel 4.1. berikut:
Tabel 4.1. Indikator Kinerja RSUD Banyumas Tahun 2011 ___________________________________________________________
No. Indikator Pencapaian per Triwulan Standar Kemenkes I II III IV Rata-rata ___________________________________________________________ 1. BOR (75-85%) 86,91 93,26 84,19 83,07 90,73 2. ALOS (6-9 hr) 6,74 6,99 5,73 5,15 6,04 3. TOI (1-3 hr) 0,95 0,46 0,87 0,94 0,54 4. BTO (40-50 kali) 12,39 13,46 16,73 16,59 14,79 5. NDR ( ≤ 25 ‰) 35,76 35,20 29,13 27,34 31,24 6. GDR (≤ 45 ‰) 63,07 54,86 43,78 43,47 49,93 ___________________________________________________________ Sumber: Laporan Tahunan RSUD Banyumas, 2011
Keterangan : BOR : Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tid ALOS : Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat pasien
TOI : Turn Over Interval = Tenggang perputaran BTO : Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur
NDR : Net Death Rate. Adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap- tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
47
GDR : Gross Death Rate. Adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar.
Berdasarkan Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa kinerja RSUD Banyumas
tahun 2011 sudah memenuhi standar Kementerian Kesehatan RI karena capaian
kinerjanya sudah sesuai standar yang ditentukan, bahkan ada yang melebihi.
Angka capaian BOR melebihi standar, artinya angka penggunaan tempat tidur
tinggi sehingga pantas bila dikatakan bahwa tempat tidur pasien sering penuh.
Demikian juga angka TOI yang rendah menunjukkan tenggang perputaran rendah.
Hal ini menunjukkan kepercayaan masyarakat sekitar Banyumas masih tinggi
terhadap RSUD Banyumas.
Visi, Misi, Filosofi dan Motto RSUD Banyumas
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas memiliki Visi yaitu:
1. Menyelenggarakan pelayanan, pendidikan dan riset bidang kesehatan yang
bermutu tinggi, manusiawi dan terjangkau bagi masyarakat.
2. Menyelenggarakan pelayanan, pendidikan dan riset bidang kesehatan yang
seimbang, komprehensif dan terintegrasi.
3. Mengembangkan profesionalisme Sumber Daya Manusia.
4. Meningkatkan kesejahteraan pihak-pihak yang terkait.
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas memiliki Misi adalah :
1. Menyelenggarakan pelayanan, pendidikan dan riset bidang
kesehatan yang bermutu tinggi, manusiawi dan terjangkau bagi
masyarakat.
2. Menyelenggarakan pelayanan, pendidikan dan riset bidang kesehatan yang
seimbang, komprehensif dan terintegrasi.
3. Mengembangkan profesionalisme Sumber Daya Manusia.
48
4. Meningkatkan kesejahteraan pihak-pihak yang terkait.
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas memiliki Filosofi yaitu:
Keselamatan, Kesembuhan dan Kepuasan Pelanggan adalah Kebahagiaan kami.
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas mempunyai Motto:
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas memberikan Pelayanan Terbaik yang
“CEMERLANG” (Cepat, Efektif, Mudah, Efisien, Ramah, Lancar, Aman,
Nyaman, Gairah).
B. Hasil Penelitian
1. Pelayanan Pasien Jamkesmas Rawat Inap di RSUD Banyumas
Di RSUD Banyumas pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap sama
dengan pelayanan pasien non Jamkesmas, alur masuk pasien dari rawat jalan dan
instalasi gawat darurat. Persyaratan administrasi, seperti surat rujukan dan kartu
peserta Jamkesmas dapat diselesaikan dalam waktu 2 x 24 jam, sehingga pasien
yang belum lengkap persyaratan administrasinya pun tetap dapat dilayani, apalagi
bila pasien kaadaan darurat. Hal ini sesuai dengan Motto RSUD Banyumas yaitu
Keselamatan, Kesembuhan dan Kepuasan Pelanggan adalah Kebahagiaan kami.
(Laporan Tahunan,2011)
Pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap di RSUD Banyumas dilayani oleh
dokter spesialis yang dibantu oleh dokter residen (dokter umum yang sedang
menempuh pendidikan spesialis) dan dokter muda (koasisten) dari Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK UGM). Oleh karena RSUD Banyumas
adalah RS tipe B pendidikan maka residen dan koasisten turut serta dalam
pelayanan pasien, walaupun demikian yang bertanggung jawab terhadap
pelayanan pasien adalah dokter spesialisnya.
49
Pasien Jamkesmas sama sekali tidak boleh iuran biaya, membeli obat atau
mengeluarkan uang dalam rangka perawatan penyakitnya. Bahkan apabila rumah
sakit tidak mampu merawat dan kemudian merujuk ke RS lain, biaya ambulans
akan ditanggung oleh RSUD Banyumas. Hal ini sesuai dengan pedoman
pelayanan pasien Jamkesmas dan sering kali ditekankan oleh Kementerian
Kesehatan dalam berbagai kesempatan. Perawatan pasien Jamkesmas sesuai
dengan pedoman pelayanan Jamkesmas yaitu di bangsal kelas 3. RSUD
Banyumas memiliki 9 bangsal perawatan kelas 3 dengan kapasitas 157 tempat
tidur dari 360 tempat tidur yang ada. Hampir semua tempat tidur kelas 3 diisi
pasien Jamkesmas, bahkan ada kebijakan RSUD Banyumas apabila bangsal kelas
3 penuh, dapat dinaikkan ke kelas yang lebih tinggi. Ini artinya bahwa jumlah
pasien Jamkesmas rawat inap di RSUD Banyumas dapat melebihi 157 tempat
tidur yang ada (Laporan RSUD Banyumas Semester I Tahun 2012). Hal ini dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan RSUD Banyumas Januari s/d Mei 2012________________________________________________________________No. PENDAPATAN TARGET REALISASI PROSENTASE (RP) (Rp) (%)__________________________________________________________1. Rawat Inap 18.265.000.000 6.034.713.581 33,042. Rawat Jalan 4.416.500.000 1.443.451.042 32,683. Farmasi 19.030.000.000 5.624.406.584 29,564. Askes 11.880.000.000 6.339.064.026 53,365. Jamkesmas 27.386.500.000 15.721.522.738 57,416. Jamsostek 605.000.000 255.112.380 42,177. Parkir 600.000 17.351.520 2.891,928. Diklat 10.000.000 136.294.500 1.362,959. Jasa Giro 100.000.000 140.616.617 140,6210. Lain-lain 500.000.000 41.427.000 8,29_________________________________________________________________ JUMLAH 82.193.600.000 35.753.959.988 43,50Sumber : Laporan Keuangan RSUD Banyumas bulan Januari s/d Mei 2012 , yang dipresentasikan di komite medis pada tanggal 4 juli 2012.
50
Tabel 4.2. menunjukkan bahwa Jamkesmas adalah salah satu pendapatan
utama di RSUD Banyumas, dan capaian nya melebihi target yang ditentukan.
Pendapatan dari rawat inap targetnya lebih kecil dari pada target Jamkesmas, dan
itupun pencapaiannya di bawah target (selama 5 bulan baru tercapai 33%),
sehingga Jamkesmas menjadi primadona pendapatan RSUD Banyumas.
Pendapatan dari Jamkesmas yang dominan ini ditunjang dengan
banyaknya bangsal rawat inap untuk kelas 3, yakni ada 9 bangsal dengan 157
tempat tidur yang tersebar di berbagai ruangan yang dapat dilihat pada Tabel 4.3.
berikut:
Tabel 4. 3. Daftar Instalasi Rawat Inap RSUD Banyumas
______________________________________________________________ No. Nama Ruang Kelas________________________________________________________________
1. Ruang Anggrek (Pelayanan Rawat Inap Kebidanan dan Kandungan Kelas I, II, III)
2. Ruang Bugenvile (Pelayanan Rawat Inap Penyakit Dalam Wanita Kelas I, II, III)
3. Ruang Cempaka (Pelayanan Rawat Inap Penyakit Dalam Pria Kelas I, II, III)
4. Ruang Dahlia (Pelayanan Rawat Inap Penyakit Bedah Pria kelas I, II, III)
5. Ruang Edelwaise (Pelayanan Rawat Inap Bedah Wanita, THT, dan Mata Kelas I, II, III)
6. Ruang Flamboyan (Pelayanan Rawat Inap Kelas I)7. Ruang Gardena (Pelayanan Rawat Inap Kelas Utama)8. Ruang Kanthil (Pelayanan Rawat Inap Anak, kelas I, II,III)9. Ruang Melati (Pelayanan Rawat Inap Kelas III)10.Ruang Samiaji (Pelayanan Rawat Inap Gangguan Jiwa kelas III)11. Ruang Wijaya Kusuma I dan II (VIP dan Paviliun)12.Ruang Yudistira (Pelayanan Rawat Inap Gangguan Jiwa kelas I dan
II)13.Ruang Teratai (Pelayanan rawat inap kelas III)14. HCU/IMC15. Pelayanan Intensive Care16. Pelayanan Perinatal17. Pelayanan Stroke Terpadu
_________________________________________________________________Sumber: Laporan RSUD Banyumas Semester I tahun 2012
51
Bangsal kelas tiga ada 9 ruangan yang dapat menampung 157 pasien
Jamkesmas. Pedoman Jamkesmas mengatur bahwa pasien rawat inap
Jamkesmas adalah memiliki hak dirawat di kelas 3. Kapasitas bangsal kelas 3
dibanding kelas di atasnya dapat dilihat pada Tabel 4.4. berikut:
Tabel 4. 4. Kapasitas Tempat Tidur per Kelas ______________________________________________________ KELAS JUMLAH TEMPAT TIDUR
_______________________________________________________VVIP : -VIP : 36Kelas I : 85Kelas II : 81Kelas III : 157Kelas Khusus : -Perawatan Intensif : -Total Jumlah Tempat Tidur : 360
Sumber: Laporan RSUD Banyumas Semester I tahun 2012
Dengan total kapasitas tempat tidur 360 buah, kelas III sejumlah 157
tempat tidur (43%) yang terdiri dari 9 bangsal rawat inap kelas III.
2. Diskripsi Informan
Informan penelitian ini sebanyak 14 orang yang terbagi dalam dua
kelompok yaitu informan utama dan informan pendukung. Informan utama
seluruhnya dokter spesialis berjumlah 10 orang dengan umur antara 35 sampai 55
tahun, masa kerja bervariasi antara 5 sampai 20 tahun. Status kepegawaian adalah
PNS dengan jabatan staf medis fungsional. Berdasarkan kelompok staf medis
fungsionalnya terdiri dari dokter spesialis bedah, kandungan, anak, penyakit
dalam, jiwa, saraf. Tugas pokok dan fungsi dokter spesialis dalam pelayanan
pasien terkoordinasi dalam kelompok staf medis (KSM) yang merupakan bagian
dari komite medis Rumah Sakit dan di bawah koordinasi kepala bidang pelayanan
52
medis. Informan pendukung adalah dari manajemen rumah sakit, pejabat yang
berkompeten terhadap kebijakan pelayanan Jamkesmas yaitu Direktur, Wakil
Direktur Pelayanan Medis dan Kepala Bidang Pelayanan Medis, walaupun
demikian kebijakan pelayanan Jamkesmas selalu dikoordinasikan dengan komite
medis dan KSM.
Informan utama yang memiliki jabatan fungsional sebagai dokter spesialis
di RSUD Banyumas bertugas melayani pasien rawat jalan dan rawat inap
termasuk Jamkesmas, dengan masing-masing keahlian dari KSM. Pelayanan yang
diberikan terhadap pasien jamkesmas rawat inap meliputi diagnosis klinis,
perawatan, pemeriksaan penunjang, pemberian obat sampai memulangkan pasien.
Informan pendukung adalah pejabat struktural (manajemen) yang terkait dengan
pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap bertugas membuat kebijakan, memantau
pelaksanaan dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut.
3. Karakteristik Informan
Informan utama dalam penelitian ini sebanyak 10 orang dengan
karakteristik sebagai berikut:
Tabel 4.5. Karakteristik Informan Utama_____________________________________________________________No. Nama * Umur Profesi_____________________________________________________________1. Dr. Imsal 35 tahun Dokter Spesialis2. Dr. Adem 55 tahun Dokter Spesialis3. Dr. Suga 54 tahun Dokter Spesialis4. Dr. Risab 55 tahun Dokter Spesialis5. Dr. Imot 50 tahun Dokter Spesialis6. Dr. Amlih 35 tahun Dokter Spesialis7. Dr. Asab 50 tahun Dokter Spesialis8. Dr. Purwadi 52 tahun Dokter Spesialis9. Dr. Harun 55 tahun Dokter Spesialis10. Dr. Safaat 50 tahun Dokter Spesialis_____________________________________________________________* Nama disamarkan
53
Informan pendukung dalam penelitian ini sebanyak 4 orang dengan
karakteristik sebagai berikut:
Tabel 4.6. Karakteristik informan pendukung_____________________________________________________________No. Nama* Umur Profesi_____________________________________________________________1. Dr. Logem 52 tahun Direktur2. Dr. Tanu 50 tahun Wadir Pelayanan3. Dr. Ayu 45 tahun Kabid Pelayanan4. Dr. Arto 55 tahun Ketua Komed_____________________________________________________________* Nama disamarkan
3.1. Situasi dan profil masing-masing informan
Pada saat dilakukan wawancara dengan informan maka situasi pada waktu
itu akan berpengaruh terhadap isi wawancara, sehingga situasi perlu ditampilkan
dalam penelitian ini. Prosedur wawancara dimulai dengan kesepakatan waktu
dengan informan, tempat wawancara ditentukan oleh informan dan bersedia untuk
direkam. Adapun situasi dan sekilas profil informan adalah sebagai berikut:
1. Dr. Imsal.
Wawancara dengan informan dr. Imsal dilakukan pada tanggal 13
Juli 2012 jam 12.20 – 12.35 bertempat di ruang Komite Medik RSUD
Banyumas. Dr. Imsal seorang yang periang suka diajak bicara dan
sebagai dokter spesialis saraf yang sudah bekerja selama lima tahun di
RSUD Banyumas telah banyak melayani pasien rawat inap termasuk
Jamkesmas. Selain itu dr.Imsal banyak berpengalaman tentang
pengelolan Rumah Sakit karena beliau juga seorang Magister Manajemen
Rumah Sakit lulusan UGM. Wawancara dilakukan dalam suasana riang
dan dengan semangat tinggi dr. Imsal menjelaskan pendapatnya tanpa ada
54
yang ditutupi. Pendapatnya ada beberapa yang cukup keras tentang
pengelolaan pasien Jamkesmas di RSUD Banyumas.
2. Dr. Adem
Wawancara dilakukan pada hari Kamis tanggal 14 Juni 2012 jam
09.00 – 09.15 di ruang kerja peneliti. Dr. Adem adalah seorang dokter
spesialis penyakit dalam yang satu angkatan dengan peneliti, yang sudah
10 tahun bekerja di RSUD Banyumas. Kebetulan pada hari itu selesai
pertemuan ilmiah rutin di bagian penyakit dalam, maka peneliti minta
waktu untuk wawancara dengan Dr. Adem. Oleh karena wawancara
dalam penelitian ini bersifat ilmiah maka situasi ilmiah tetap
dipertahankan dalam wawancara tersebut. Dr. Adem menyampaikan
pendapat-pendapatnya mengenai isi wawancara dengan serius, meskipun
sering diselingi dengan santai dan bercanda. ‘Wah kok wawancaranya
serius, kan dr. Haidar sudah tahu semua apa yang ditanyakan’ ucap dr.
Adem setelah selesai wawancara.
3. Dr. Risab
Wawancara dengan dr. Risab dilakukan pada hari Sabtu tanggal 16
Juni 2012 jam 09.00 – 09.15 di sebelah ruangan Komite Medik RSUD
Banyumas. Kebetulan waktu itu sedang ada pertemuan rutin Komite
Medik (Sabtuan), peneliti minta waktu kepada dr. Risab untuk
diwawancara dan beliau setuju dengan mencari tempat yang lebih
nyaman. Dr, Risab adalah dokter spesialis Jiwa senior yang sudah bekerja
selama 13 tahun di RSUD Banyumas. Selain sebagai dokter spesialis
Jiwa, dr. Risab juga seorang Magister Manajemen alumni Unsoed
55
sehingga wawancara yang peneliti lakukan sangat didukung. Beliau juga
sebagai kepala bagian Jiwa di RSUD Banyumas yang banyak menangani
kasus Jamkesmas rawat inap. Rata-rata melayani 50 pasien Jamkesmas
rawat inap dalam sehari. Informasi yang diberikan oleh dokter Risab
sangat banyak dan mendetail dalam kaitan dengan judul penelitian ini.
4. Dr. Suga
Dr. Suga adalah dokter spesialis bedah – konsultan bedah digestif
yang sudah bekerja selama 10 tahun di RSUD Banyumas. Wawancara
dilakukan pada tanggal 16 Juni 2012 jam 11.00 – 11.15 di ruang kerja dr.
Suga. Beliau ini seorang yang super sibuk karena pasien yang dilayani
sangat banyak. Bersyukur peneliti diberikan waktu untuk wawancara
dengan perjanjian sebelumnya. Pendapat dan pandangan dr. Suga agak
berbeda dengan dokter yang lain dalam melayani pasien Jamkesmas.
Beliau tidak membedakan dan tidak mau tahu apakah yang dilayani
pasien Jamkesmas atau non Jamkesmas, yang penting dilayani dengan
sebaik-baiknya sesuai standar. Mengenai klaim pasien Jamkesmas yang
terbatas dibanding pasien non Jamkesmas itu urusan manajemen. Hanya
pada kasus tertentu dokter Suga melakukan operasi usus besar tanpa
stepler pada pasien Jamkesmas karena harga stepler yang mahal dan tidak
masuk klaim Jamkesmas. Dr. Suga juga telah melakukan efisiensi
pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap dengan cara persiapan yang lebih
matang saat di poliklinik sehingga lamanya dirawat jadi singkat.
56
5. Dr. Amlih
Wawancara dilakukan pada hari Senin tanggal 18 juni 2012 jam
19.00 – 19.15 ditempat praktik sore. Kebetulan dr. Amlih praktik sore
bersama peneliti di Apotik Pramuka Purwokerto, sehingga peneliti minta
waktu untuk wawancara setelah selesai praktik dan dr. Amlih setuju. Dr.
Amlih sebagai dokter spesialis Jiwa yang bersama dokter Risab bekerja di
RSUD Banyumas malayani banyak sekali pasien Jamkesmas rawat inap.
Dalam sehari rata-rata merawat 60-70 pasien jiwa di RSUD Banyumas.
Dr. Amlih seorang wanita yang masih muda dan lembut serta pelan dalam
bicara. Hebatnya beliau ini dikenal sebagai dokter jiwa yang ramai
pasiennya terutama dipraktik pribadi. Bahkan banyak pasiennya yang
jatuh hati pada beliau karena kelembutannya, hal ini tidak didapatkan
pada dokter yang lain. Dalam wawancara dengan dr. Amlih banyak
disampaikan hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan Jamkesmas rawat
inap di RSUD Banyumas. Tidak ada hal-hal yang ditutupi semuanya
disampaikan kepada peneliti. Pada umumnya tidak ada masalah dalam
pelayanan pasien jiwa di RSUD Banyumas.
6. Dr. Imot
Wawancara dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 jam 12.30 –
12.45 bertempat di poliklinik kandungan. Dr. Imot sedang membimbing
koas dan ada beberapa pembantunya diantaranya bidan dan mahasiswa.
Pasien di poliklinik kandungan sudah habis sehingga dr. Imot
memberikan waktunya untuk wawancara. Dalam wawancara dr. Imot
beberapa kali minta masukan dan pendapat bidan yang ada di poliklinik
57
terutama yang berkaitan dengan jumlah pasien, nampaknya para bidan
lebih menguasai kaitannya dengan jumlah pasien Jamkesmas.
7. Dr. Logem
Wawancara dengan dokter Logem tidak dilakukan secara langsung
atau terjadwal tetapi pada saat-saat kesempatan tertentu. Dr. Logem
adalah direktur RSUD Banyumas yang telah menjabat selama 4 tahun,
yang sebelumnya adalah kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas.
Hal-hal teknis berkaitan dengan pelayanan pasien Jamkesmas diserahkan
kepada Wakil Direktur Pelayanan Medis dan Kepala Bidang Pelayanan
Medis. Direktur membuat kebijakan strategik dan apabila bawahannya
ada kesulitan, baru diajukan kepada direktur.
8. Dr. Tanu
Wawancara dengan dr. Tanu juga tidak dilakukan secara khusus
tetapi pada kesempatan tertentu saja. Dr. Tanu adalah Wakil Direktur
Pelayanan Medis RSUD Banyumas yang membawahi pelayanan
Jamkesmas. Jabatan dr. Tanu di jajaran RSUD Banyumas terbilang paling
lama dibanding pejabat lainnya, karena beliau ini sejak masuk di RSUD
Banyumas 10 tahun yang lalu selalu menduduki jabatan di struktural.
Terakhir menjabat sebagai Wakil Direktur Pelayanan Medik sekitar 4
tahun yang lalu. Selain itu jabatan dr. Tanu ini sangat banyak termasuk
diantaranya adalah urusan pendidikan, sehingga berbagai urusan teknis
pelayanan medis diserahkan kepada Kepala Bidang Pelayanan Medik.
58
9. Dr. Ayu
Dr. Ayu adalah Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUD Banyumas
yang telah menjabat selama 3 tahun. Pekerjaan kepala bidang pelayanan
medik di RSUD Banyumas ini sangat banyak dan sering kali
berhubungan dengan para dokter spesialis, demikian juga dengan
pelayanan pasien Jamkesmas. Peneliti paling sering berhubungan dengan
dr. Ayu dalam kaitan dengan penelitian ini. Semua data yang berkaitan
dengan pelayanan medik ada pada dr. Ayu sehingga peneliti selalu minta
data melalui beliau. Wawancara dengan dr. Ayu dilakukan berkali-kali
dengan topik bervariasi tetapi masih berhubungan dengan pelayanan
Jamkesmas. Beliau dengan senang hati melayani peneliti dan selalu
memberikan data apapun yang peneliti minta.
10. Dr. Arto
Dr. Arto adalah Ketua Komite Medik RSUD Banyumas yang
menjabat dua kali periode selama 5 tahun. Wawancara dengan dr. Arto
tidak dilakukan secara khusus tetapi melalui diskusi-diskusi di rapat
Komite Medik. Beliau enak diajak bicara dan membantu teman-taman
apalagi berkaitan dengan penelitian sangat dibantu.
59
4. Peran dokter spesialis dalam mengikuti prosedur standar pelayanan medis
(SPM) terhadap efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap di Rumah
Sakit Umum Daerah Banyumas.
Pendapat tentang peran dokter spesialis dalam mengikuti prosedur standar
pelayanan medis (SPM) terhadap efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas rawat
inap di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas adalah sebagai berikut :
Dr. Imsal:Benar, adalah kewajiban semua dokter yang melakukan praktik kedokteran wajib mengikuti SPM yang mereka buat sendiri. Jumlah pasien Jamkesmas rawat inap di RSUD Banyumas yang dilayani rata-rata 30 pasien sehari. Kasus yang banyak dilayani adalah kasus stroke, cedera kepala. Sudah ada SPM dan sudah dapat diterapkan, tidak ada kesulitan. SPM sudah sesuai dengan guidelines, uptodate / terkini, sesuai dengan evidence based terkini, jadi belum perlu direvisi lagi.
Dr. Adem:Benar, bahwa kita harus mengacu pada SPM yang kita miliki dalam pelayanan pasien, baik Jamkesmas atau non Jamkesmas.Sudah memiliki SPM. Melayani pasien Jamkesmas rawat inap mengacu pada SPM. Ada kesulitan terutama berkaitan dengan obat. Karena harus mengacu pada formularium Jamkesmas. Pada kasus tertentu obatnya tidak ada di formularium.
Dr. Risab:Benar, SPM menjadi acuan setiap dokter dalam melayani pasien. Sudah mempunyai SPM, dapat dipakai dalam melayani pasien Jamkesmas rawat inap. Apakah ada kesulitan dalam menerapkan SPM untuk kasus Jamkesmas Jiwa. Pada umunya tidak ada kesulitan kecuali pasien jiwa yang mengalami gangguan penyakit lain sehingga dirawat bersama dengan bagian lain seperti dengan bagian saraf atau bagian penyakit dalam dan lain-lain. Kasus rawat bersama ini tidak banyak. Pendapatnya untuk kasus yang tidak sesuai dengan SPM, biasaya bukan permasalahannya jiwa tetapi dari bagian lain yang dikonsul tersebut. Kalau dari bagian jiwa sendiri tidak ada masalah dengan penerapan SPM.
Dr. Suga: Benar, pasien Jamkesmas atau non Jamkesmas tidak ada bedanya, semua harus sesuai dengan SPM. Melayani pasien Jamkesmas rawat inap rata-rata lebih dari 50%, jumlahnya 15-20 pasien sehari. Sebagai ahli bedah digestif kasus yang banyak dirawat adalah hernia, apendisitis, apendix perforasi, tumor kolon, tumor gaster, batu empedu, sumbatan empedu, sumbatan esofagus dll. Apakah memiliki SPM, masih mengacu standar bedah umum. Apakah bisa diterapkan untuk pasien Jamkesmas. Sebagian besar bisa. Apakah ada kesulitan dalam menerapkan SPM. Pada kasus-kasus tertentu yang memerlukan alat yang harus dibeli oleh pasien sedangkan pada Jamkesmas tidak boleh membayar. Jadi dilakukan tindakan yang
60
terbaik untuk pasien tetapi tidak optimal, misalnya tumor colon pada Ca recti yang seharusnya dilakukan pemotongan dan distepler. Harga steplernya 5 jt tetapi tidak bisa dilakukan , pasien tidak boleh beli stepler sehingga dibuatkan dubur buatan di dinding perut, padahal kalau pakai stepler masih bisa pakai dubur asli. Apakah kasus-kasus semacam ini sering ditemukan? Hanya sekitar 10%. Apa pendapatnya dengan SPM. Sudah sesuai dan masih relevan. Apakah ada saran perbaikan? Tidak ada.
Dr. Amlih:Iya benar, harus sesuai SPM karena itu berkaitan dengan hukum. Melayani Jamkesmas rawat inap 60-70 pasien per hari pasien Jiwa. Menggunakan SPM, Ada SPM dan bisa diterapkan. Penerapan SPM tidak ada kesulitan dalam pelayanan. Kasus yang banyak schizophrenia, yang lain depressi, bipolar, manic depressi. Kadang organik sedikit.
Dr. Imot:Iya donk, SPM wajib. Melayani pasien Jamkesmas rata-rata 20-30 pasien (90%). Kasus yang banyak adalah operasi sesar, mioma , melahirkan. Apakah memiliki SPM. SPM ada dan dapat diterapkan. Apakah ada kesulitan dalam menerapkan SPM. Kesulitannya adalah biaya plafon terlalu rendah sehingga yang mestinya menggunakan obat yang sesuai SPM tetapi karena keterbatasan ya diberikan seadanya. Diberikan di bawah standar SPM. Selain itu terutama masalah obat. terkadang kasus abortus iminen memerlukan obat progesteron tetapi tidak ada ya dengan obat seadanya saja.
Berdasarkan pada hasil wawancara diketahui bahwa semua dokter
spesialis mengikuti prosedur standar pelayanan medis (SPM) terhadap efisiensi
pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas. Mereka tahu bahwa SPM wajib diterapkan dalam pelayanan medis,
tidak hanya pasien Jamkesmas tetapi untuk semua pasien. Kendala dalam
menerapkan SPM untuk pasien Jamkesmas rawat inap di RSUD Banyumas
terutama berkaitan dengan ketersediaan obat dan alat. Jalan keluar yang mereka
lakukan adalah dengan tetap menuliskan di catatan medisnya sesuai SPM, kalau
obatnya tidak tersedia mereka pakai obat seadanya. Seadanya di sini adalah
karena pemberian obat yang ideal untuk pasien tersebut tidak tersedia maka
diberikan obat alternatif, yang masih diperbolehkan dalam SPM.
61
5. Peran dokter spesialis dalam memberikan obat sesuai standar
formularium Jamkesmas terhadap efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas
rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas.
Pendapat tentang Peran dokter spesialis dalam memberikan obat sesuai
standar formularium Jamkesmas terhadap efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas
rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas adalah sebagai berikut :
Dr. Imsal:Setuju dengan memberikan obat sesuai formularium Jamkesmas. Dalam merawat pasien Jamkesmas obat yang diberikan sesuai dengan SPM karena ada beberapa obat yang ada dalam SPM tetapi tidak masuk formularium Jamkesmas. Tetap ditulis di dalam catatan medik , kalau tidak ada dalam formularium maka perawat akan mengusahakan memintakan persetujuan kepada manajemen. Ada yang dipenuhi ada yang tidak dipenuhi. Seberapa sering, tidak terlalu sering. Apakah ada kesulitan dengan formularium Jamkesmas, terutama apabila tidak tersedia di RSU, padahal pasien Jamkesmas tidak boleh beli sendiri, RS harus menyediakan. Ini menjadi kendala karena obat harus segera diberikan sedangkan RS tidak ada atau tidak ada dalam formularium, minta persetujuam manajeman tidak segera dipenuhi. Bagaimana pendapatnya mengenai formularium Jamkesmas dikaitkan dengan kasus neurology. Ada beberapa yang sudah sesuai , sesuai dengan SPM, sesuai guideline, sesuai evidenbase, tetapi ada beberapa obat yang mungkin perlu dimasukkan dalam formularium tetapi harganya mahal sehingga belum ada, padahal itu sesuai SPM, sesuai evidence based misalnya pada kasus guillaine barre syndome, evidence based nya ada, yakni pemberian IV IG (Immunoglobulin Intravenous), tetapi di paket Ina-CBG's belum mampu menyediakan obat ini karena harganya sangat mahal. Kasus-kasus Guillaine Barre Syndrom (GBS) yang sampai ter blow up secara nasional akhirnya pemerintah baru turun tangan untuk memberikan obat yang ideal. Ini bisa jadi pelajaran bagi saya kalau menemukan kasus GBS akan saya blow up secara nasional agar pemerintah menyediakan obat dalam formulariun Jamkesmas, Jadi pemerintah dalam hal ini Kemenkes harus turun tangan. Saran untuk obat dalam formularium Jamkesmas agar disesuaikan lagi dengan eviden base, tidak hanya mempertimbangkan cost effectiveness saja tetapi pasien Jamkesmas juga mempunyai hak untuk mendapatkan obat sesuai yang dibutuhkan dengan perkembangan teknologi kedokteran terkini.
Dr. Adem:Ya mengacu pada formularium Jamkesmas. Kadang pasien dengan kasus tertentu tidak ada obatnya di dalam formularium sehingga dimintakan ke manajemen, misal: cellcep, tidak masuk dalam formularium Jamkesmas. Padahal kasus yang diobati dengan steroid sudah tidak mempan maka pilihannya adalah cellcep, sehingga harus dimintakan persetujuan manajemen. Apakah ada kesulitan dalam persetujuan manajemen. Kadang dapat tetapi hanya beberapa hari sehingga tidak
62
efektif, kadang tidak dapat. Usul agar isi formularium dilengkapi. Kasus yang sering kesulitan: infeksi, gangguan imunologi.
Dr. Risab:Ya selalu mengacu formularium Jamkesmas, karena di dalam formularium itu sudah sesuai dengan SPM. Apakah selalu ada obatnya. Kadang di RSUD Banyumas obatnya kehabisan, padahal sudah diingatkan tetapi sering kali obat kosong, walaupun sudah sesuai formularium Jamkesmas. Apakah sering menemui kasus yang memberikan obat di luar formularium Jamkesmas. Jarang. Harus melalui rekomendasi manajemen, kadang diberi kadang tidak. Sering ada kesulitan padahal obat tidak mahal sedangkan manajemen menganggap mahal. Tidak mahal karena harga klaimnya masih memadai. Apakah formularium perlu direvisi. Untuk gangguan mental organik perlu ditambahkan, padahal obat generiknya sudah ada tetapi RS belum menyediakan. seperti 'setralin'.
Dr. Suga:Ya sesuai indikasi dan sesuai formularium Jamkesmas. Pada kasus tertentu bahkan diminta obat Meropenem juga dikasih walaupun generik. Pada umumnya semua dipenuhi oleh RS dan memang ada di formularium. Jadi secara umum tidak ada kesulitan. tetapi kadang RS sedang kekosongan obat, walaupun minta obat sesuai formularium terkadang habis. Apakah ada saran berkaitan dengan formularium, pada umumnya sudah cukup, tidak ada saran khusus.
Dr. Amlih:Menggunakan formularium Jamkesmas. Variasi obat cukup memadai. Kecuali kasus khusus dengan komplikasi, dikonsul bagian lain. Kalau obat Jiwa sudah memadai.
Dr. Imot:Ya.Dalam melayani pasien Jamkesmas menggunakan obat sesuai formularium Jamkesmas. Tetapi kadang tidak ada obatnya, kadang antibiotika sudah resisten tetapi ya seadanya. Kalau di luar formularium dimintakan ke manajemen, kadang diberi kadang ditolak, lebih banyak ditolak. Apakah formularium perlu direvisi. Antibiotik sesuai uji resistensi kuman. Untuk abortus iminen tidak ada obatnya, obat anti kanker sangat terbatas. Apa sarannya : perlu dirubah dan ditambah.
Berdasarkan pada hasil wawancara diketahui bahwa semua dokter
spesialis memberikan obat sesuai formularium Jamkesmas. Kendalanya justru
ketersediaan obat di RSUD Banyumas walaupun sudah sesuai formularium.
Selain itu adalah pada permintaan obat yang di luar formularium Jamkesmas
tetapi masih sesuai dengan SPM. Dalam hal ini para dokter tetap menuliskan pada
catatan medis yang selanjutnya dimintakan kepada manajemen, kadang diberi,
63
kadang tidak, kadang diberi sedikit. Menghadapi permasalahan obat semacam ini
para dokter memilih memberikan seadanya saja (tidak ada rotan akarpun jadi),
maksudnya kalau tidak dapat obat yang ideal maka diberikan yang ada yang
masih sama atau mirip.
6. Peran dokter spesialis melakukan pemeriksaan penunjang sesuai standar
pelayanan medis terhadap efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap
di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas.
Pendapat tentang peran dokter spesialis melakukan pemeriksaan
penunjang sesuai standar pelayanan medis terhadap efisiensi pelayanan pasien
Jamkesmas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas adalah sebagai
berikut:
Dr. Imsal:Melakukan pemeriksaan penunjang untuk kasus stroke infark dengan CT scan cukup satu kali, jadi biayanya irit, untuk stroke hemoragik dalam follow up perlu CT scan ulang, jadi cost nya lebih tinggi. Apakah ada kasus yang menyebabkan pemeriksaan penunjang yang banyak atau tidak ada di RS. Sebenarnya sudah sesuai SPM tetapi pada kasus tertentu perlu ada pemeriksaan penunjang yang RS tidak tersedia, misalnya kasus spinal, tumor spinal, HNP perlu pemeriksaan myelografi tetapi di RSUD Banyumas belum ada sehingga belum sesuai SPM. Pada kasus infeksi spinal ada pemeriksaan yang diminta SPM tetapi RS belum tersedia, sehingga perlu diperiksakan keluar untuk mengetahui beberapa penyebab infeksi virus atau bakteri. Jadi pada umumnya pemeriksaan penunjang apakah sesuai SPM atau seperlunya saja atau di luar SPM. RS belum ada aturan tertulis yang mengatur hal ini, tetapi sebagai seorang profesional harus sesuai SPM. Tetap harus dituliskan di dalam catatan medik tentang pemeriksaan yang dimintakan , kalau RS tidak ada atau tidak bisa yang penting sudah sesuai SPM.
Dr. Adem:Berkaitan dengan pemeriksaan penunjang, tergantung kasus yang ditangani tetapi pada umumnya sesuai SPM. Pada kasus tertentu di RSUD Banyumas tidak bisa melakukan pemeriksaan maka diusulkan periksa di luar tetapi minta ijin manajemen. Terutama pada kasus yang harus diperiksa sedangkan RS tidak tersedia, yaitu kasus dengan pemeriksaan gold standar. Tetapi kalau untuk kasus pada umumnya pemeriksaan seperlunya saja. Kalau sekedar memuaskan dokternya atau untuk keperluan ilmiah ya tidak harus diperiksa di luar. Pada umumnya sesuai SPM. Permintaan ditulis di catatan medik, walaupun RSUD
64
Banyumas tidak bisa. Selanjutnya perawat memintakan persetujuan kepada manajemen untuk diperiksa keluar. Kalau tidak bisa ya tidak apa yang penting sudah ada perintahnya.
Dr. Risab:Dilakukan pemeriksaan laboratorium dasar. Masih sesuai dengan SPM. Apakah ada yang di luar SPM atau pemeriksaan di luar RS. Pasien Jiwa sering kali dirawat di RSUD Banyumas ini seperti dibuang oleh keluarganya, tidak ada keluarga yang mengurus, sehingga sering kali dirawat terlalu lama. Bagaimana pendapatnya tentang pemeriksaan penunjang, apakah sesuai SPM, atau seperlunya saja atau di luar SPM. Tergantung kasusnya, yang penting sesuai SPM.
Dr. Suga:Pemeriksaan penunjang bedah digestif Jamkesmas sudah sesuai SPM. Kadang ada beberapa laboratorium yang tidak ada tetapi pada umumnya cukup. Apakah ada kasus yang memerlukan pemeriksaan di luar RS. Ada yang dikirim ke RS Margono untuk Patologi Anatomi. Apakah ada kesulitan mengirim Patologi Anatomi (PA) keluar. Lancar tidak ada kesulitan. Apa pendapatnya untuk pemeriksaan penunjang, sesuai SPM, atau seperlunya saja. Pada umumnya yang dilakukan di RSUD Banyumas lancar semua tidak membedakan pasien Jamkesmas atau umum, tidak melihat berapa besar kuotanya.
Dr. Amlih:Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi, diperiksa sesuai indikasi dan sesuai SPM. tidak ada kesulitan.
Dr. Imot:Pemeriksaan penunjang dimintakan seperlunya saja. Pada umumnya tidak ada kesulitan. USG dan lain bisa dilakukan, ya seperlunya saja. Misalnya untuk periksa kanker perlu laboratorium keluar CA 125 , beta HCG dan lain-lain disiasati dengan cara lain atau tidak diperiksa, tidak ada rotan akarpun jadi. Sebaiknya RS menyediakan pemeriksaa yang diperlukan tetapi RS rugi, jadi seadanya saja
Berdasarkan pada hasil wawancara diketahui bahwa para dokter spesialis
dalam melayani pasien Jamkesmas rawat inap di RSUD Banyumas telah
melakukan pemeriksaan penunjang sesuai standar pelayanan medis. Kendala yang
dihadapi adalah pemeriksaan penunjang tertentu tidak tersedia di RSUD
Banyumas. Selanjutnya ada yang diperiksa keluar dan ditanggung biayanya oleh
RS, tetapi ada juga yang seadanya saja supaya RS tidak rugi karena pemeriksaan
tidak urgen.
65
7. Peran dokter spesialis memperpendek waktu rawat inap terhadap efisiensi
pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas.
Pendapat tentang Peran dokter spesialis memperpendek waktu rawat inap
terhadap efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap di Rumah Sakit Umum
Daerah Banyumas adalah sebagai berikut:
Dr. Imsal:Lamanya rawat inap pasien saraf adalah 5-10 hari. Kasus yang lama dirawat biasanya kasus stroke hemoragik dengan komplikasi DM (Diabetes Melitus) nya tidak terkontol, infeksi, sepsis , tensi tidak terkontrol. Kasus semacam ini biasanya tidak bisa kurang dari 2 minggu, bisa lebih 2 minggu. Kasus stroke atau kasus saraf rata-rata sesuai LOS Jamkesmas walaupun ada beberapa kasus yang lebih lama. Biasanya yang menyebabkan lama dirawat karena INOS (infeksi nosokomial), pasien dengan kesadaran menurun mudah terkena infeksi selama dirawat di RS. Perlu pengendalian INOS. Pasien waktu masuk tidak ada infeksi tetapi selama dirawat timbul infeksi saluran kemih, sepsis sehingga perawatan jadi lama. Yang biasanya tidak terduga justru karena INOS nya
Dr. Adem:Yang menyebabkan lama kadang adalah pemberian obat tidak adekuat karena oleh apotik dibatasi pemberiannya, sehingga menambah lamanya rawat inap. Yang penting secepatnya menegakkan diagnosis, sehingga dapat segera diberikan obat yang sesuai. Dengan cara ini akan mempercepat masa rawat inap pasien Jamkesmas. Saya sangat setuju dengan memperpendek rawat inap, karena ini menyebabkan pasien dan keluarganya juga lebih senang. Pasien cepat sembuh cepat pulang jadi puas
Dr. Risab:Rata rata standarnya 60 hr tetapi di RSUD Banyumas hanya 14 hari. Ada yang lama oleh karena tidak ditunggu keluarga, kalau ditunggu keluarga bahkan bisa 7 hari saja. Apa bedanya ditunggu dengan tidak. Karena kalau ditunggu keluarga , kita dapat segera melakukan terapi kejang listrik dengan persetujuan keluarga. Dengan pengobatan ini pasien jiwa cepat membaik. Jadi perlu persetujuan keluarga. Apakah tahu standar LOS sesuai standar Jamkesmas. Pihak keluarga sudah diberitahu sebelumnya bahwa lama perawatan sekitar 12 hari, tetapi pihak keluarga sudah bosan karena sering dimondokkan sehingga tidak ditengok lagi. Kalau ditunggu paling lama 15 hari pulang. Jumlah pasien Jamkesmas rawat inap pasien jiwa ini sekitar 80% dari kasus yang dirawat. Apakah ada perbedaan LOS jamkesmas dengan non Jamkesmas. Standar LOS sama tetapi pasien Jamkesmas merasa dibuang oleh keluarganya sehingga perawatan jadi lama.Saya sangat setuju dengan memperpendek LOS, tetapi masalahnya pasien jiwa berat seperti dibuang jadi lama.
66
Dr. Suga:Rata-rata pasien dirawat adalah 1 minggu. Kasus yang lama biasanya pada kasus yang kondisinya jelek, dilakukan colostomy gagal, bocor dilakukan operasi ulang dan lain lain, ini bisa agak lama dirawat sampai 20 hari. Kasus ini sekitar 5%. Dalam standar LOS Jamkesmas belum pernah lihat standar LOS tetapi yang penting sesuai klinis. Apakah ada perbedaan LOS pasien Jamkesmas dan non Jamkesmas. tidak ada. Perlakuan sama tidak dibedakan. Bagaimana pendapatnya tentang memperpendek masa rawat inap. Setuju dengan memperpendek rawat inap, sudah dikerjakan caranya dengan mempersiapkan pasien sebelum dimondokkan saat di poliklinik dicek dulu, sehingga masuk sudah siap operasi dan pulang tidak lama. Kalau emergency langsung operasi.
Dr. Amlih:Rata-rata pasien dirawat selama 2 minggu, paling cepat 1 minggu. standarnya 2 minggu. Kalau tidak ada keluarga atau berkasus hukum maka rawat inap lebih lama, kalau ada keluarga panggil keluarga, kalau tidak bisa dihubungi, didatangi dan hubungi kepala desa. Kalau pasien bermasalah seperti merusak atau pernah membunuh seringkali desa tidak mau menerima kembali. Maka bekerjasama dengan panti.
Dr. Imot:Lama rawat inap pasien Jamkesmas rata-rata 4 hari, sekitar 1-15 hari, kasus yang lama kasus kanker cervix utery.Dalam Jamkesmas ada standar LOS tidak tahu. Apakah ada perbedaan LOS jamkesmas dan non jamkesmas, tidak ada perbedaan. Apakah setuju memperpendek LOS, setuju sepanjang tidak membahayakan pasien.
Berdasarkan pada hasil wawancara diketahui bahwa peran dokter spesialis
memperpendek waktu rawat inap terhadap efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas
rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas adalah sudah sesuai standar
pelayanan medis. Kendala yang dihadapi adalah karena komplikasi penyakit,
sepsis, infeksi nosokomial, pemberian obat yang tidak adekuat, tidak adanya
keluarga yang menunggu dan operasi yang gagal. Para dokter spesialis yang
diwawancarai setuju dengan memperpendek masa rawat inap. Berikut ini
ditampilkan data lamanya pasien dirawat (LOS) untuk pasien Jamkesmas rawat
inap di RSUD Banyumas Tahun 2012.
67
Tabel 4.7. Data lamanya pasien Jamkesmas menjalani rawat inap__________________________________________________________________
RUANG ALOS (hari)Anggrek 3Bougenville 6Cempaka 4Dahlia 5Edelwais 4Kantil 6Melati 6Samiaji 18Teratai 3
_________________________________________________________________Sumber: Laporan rawat inap semester I tahun 2012
Lamanya pasien Jamkesmas dirawat di RSUD Banyumas bervariasi antara
3 – 18 hari, dengan masing-masing bagian dan ruangan yang berbeda. Yang
paling lama adalah ruang Samiaji (18 hari) adalah bangsal pasien jiwa. Pasien
jiwa yang dirawat sering lama oleh karena tidak ditunggu keluarga. Ruang
Anggrek (kandungan) dan ruang Teratai (penyakit dalam) paling cepat dalam
merawat pasien Jamkesmas.
8. Para dokter spesialis yang diwawancarai memberikan saran untuk
efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap di RSUD Banyumas, selain
empat hal tersebut adalah sebagai berikut:
Dr. Imsal:Harus ada peraturan internal RS, tidak sekedar formularium Jamkesmas karena ada standar ganda. Kasus yang tidak ada di dalam formularium Jamkesmas harus dimintakan persetujuan, persetujuan ini dimintakan kepada pelayanan medis, ini tergantung siapa yang dimintai persetujuan, kadang bisa, kadang tidak. Dengan standar ganda semacam ini jadi membingungkan yang di lapangan. Belum ada peraturan internal yang khusus yang mengatur penggunaan obat Jamkesmas di RSUD Banyumas. Peraturan yang ada adalah yang sesuai dengan formularium Jamkesmas. Jika tidak sesuai harus persetujuan dari bidang pelayanan medis. Kalau kasus life saving diberikan, padahal kriteria life saving sendiri sangat luas.
Dr. Adem:Diagnosis, perawatan, terutama kasus yang dirawat bersama dengan dokter bagian lain. Ini membebani biaya jasa banyak dokter. Mestinya dokter yang dikonsul
68
tidak harus visite setiap hari, secukupnya saja. Perlu ada koordinasi dalam rawat bersama, perlu dikoordinasikan oleh menajemen dan komite medik.
Dr. Risab:Efisiensi dari RS dan keluarga sesuai SPM, dengan pelayanan seperti sudah dijelaskan. Dapat cepat pulang atau ada yang lama karena keluarga tidak ada. TKL semi blok, 1 minggu. Dengan Blok, 3 hari pulang. Biaya obat, biaya perawatan dan TKL efektif dengan jenis blok. Biaya Blok, biaya TKL 75 rb, obat 20 rb, perawatan 75 rb jadi sekitar 200 rb. Tetapi kalau dirawat 2 minggu, sehari 26 rb kali 15 ditambah obat dan lain. Jadi bisa lebih efisien dengan blok. Berapa biaya riil dibanding klim Jamkesmas. Amat sangat untung, karena klimnya 2,7 jt. Kalau dengan blok habis 300 rb, semi blok habis 450 rb, setengah bulan kira-kira 750 rb. Jadi kesimpulannya rawat inap jiwa sangat menguntungkan RS.
Dr. Amlih:Pasien yang bermasalah dengan hukum , kita bekerja sama dengan kejaksaan. Ada satu kasus yang dirawat sampai 2 tahun, aparat desa tidak mau terima, kejaksaan tidak bisa selesaikan , karena harus melalui mahkamah, ini kasus hukum. Pada umumnya merawat pasien jiwa untung, klaim lebih besar dari biaya riil.
Dr. Imot:Kasus yang perlu dikonsul bagian lain dapat dipulangkan dulu, kontrol di poli. Plafon klaim Jamkesmas rawat inap ditambah atau dinaikkan.
Berdasarkan pada hasil wawancara diketahui bahwa masih ada cara lain
untuk efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap, antara lain sebagai
berikut :
Perlu ada peraturan internal RS, tidak sekedar formularium yang mengatur
tentang pemberian obat bagi pasien Jamkesmas rawat inap di RSUD Banyumas.
Diagnosis, perawatan, terutama kasus yang dirawat bersama dengan dokter bagian
lain perlu diatur agar tidak setiap hari selalu visite bersama karena membebani
biaya jasa visite dokter. Selain itu dapat juga pasien dipulangkan lebih dahulu,
kemudian kontrol di poliklinik bagian yang dikonsul, misalnya pada kasus
kandungan.
Khusus untuk pasien jiwa agar diatur sehingga keluarga pasien selalu
mendampingi sehingga mudah dimintakan persetujuan tindakan, hal ini
69
menyebabkan LOS lebih cepat. Demikian juga sistem perawatan dengan sistem
blok menyebabkan biaya riil lebih murah. Kasus yang berkaitan dengan hukum,
agar bekerja sama dengan aparat desa dan kejaksaan, denngan harapan setelah
selesai perawatan jiwa bisa segera keluar dari RS.
Secara ringkas ada 6 usulan dari informan untuk efisiensi pelayanan pasien
Jamkesmas rawat inap di RSUD Banyumas, sebagai berikut:
1) Peraturan internal RS tentang pemberian obat pasien Jamkesmas
2) Peraturan tentang rawat bersama pasien Jamkesmas rawat inap
3) Model perawatan pasien jiwa dengan semi blok dan blok
4) Pasien yang bermasalah dengan hukum
5) Konsultasi pasien Jamkesmas rawat inap dilakukan di poliklinik
6) Plafon Jamkesmas dinaikkan.
C. Pembahasan
1. Peran dokter spesialis dalam mengikuti prosedur standar pelayanan medis
(SPM) terhadap efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap di Rumah
Sakit Umum Daerah Banyumas.
Standar pelayanan medis (SPM) menjadi pedoman bagi semua dokter di
Indonesia dalam pelayanan medis, demikian juga dengan informan utama dalam
penelitian ini, semua dokter spesialis dalam pelayanan pasien Jamkesmas
mengacu kepada SPM. Kewajiban mematuhi SPM ini diatur di dalam berbagai
ketentuan hukum dan perundang-undangan sebagai berikut:
1) Pasal 44 dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran.
70
2) Pasal 24 dan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan.
3) Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit.
4) Etika Kedokteran serta Disiplin Medis.
Standar pelayanan medis di RSUD Banyumas telah dimiliki jauh sebelum
ada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, yakni
pada waktu akan mengadakan akreditasi rumah sakit pertama kalinya tahun 1997.
SPM ini dilakukan revisi terus menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan
kedokteran dan sesuai dengan evidence base terkini. Hal ini sesuai dengan apa
yang disampaikan beberapa informan dokter spesialis yang diwawancarai, bahwa
mereka menggunakan SPM terkini dan yang sesuai dengan evidence base. Paling
lama dilakukan revisi setiap 3 tahun disesuaikan dengan akreditasi RS berikutnya.
Beberapa informan menyatakan bahwa SPM yang dimiliki masih up to date dan
saat ini belum perlu direvisi.
Standar pelayanan medis disusun oleh masing-masing kelompok staf
medis (KSM) dengan mengacu kepada standar profesi dari Ikatan Dokter
Indonesia (IDI), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, perhimpunan
dokter spesialis, perhimpunan dokter spesialis seminat dan berdasarkan evidence
base terkini. Standar pelayanan medis ini pada umumnya berisi sebagai berikut:
1) Pengertian / definisi tentang penyakit.2) Diagnosis, terdiri dari anamnesis (wawancara) dan pemeriksaan fisik.3) Kriteria diagnosis4) Etiologi (penyebab)5) Jenis kelompok penyakit.6) Deferensial diagnosis (berisi kemungkinan-kemungkinan penyakit lain
yang harus dipikirkan).
71
7) Terapi atau pengobatan.8) Komplikasi.9) Penyulit10) Indikasi rawat inap11) Inform concent (persetujuan tindakan)12) Lama perawatan (LOS)13) Masa Pemulihan14) Tempat perawatan (ICU, HCU, bangsal)15) Wewenang (kompetensi)16) Output17) Patologi anatomi18) Autopsi19) Unit yang menangani (KSM yang menangani)20) Unit terkait (KSM lain yang masih berhubungan)
Tampak di sini bahwa SPM berisi banyak hal yang berkaitan
dengan pelayanan rawat inap, termasuk standar pemeriksaan penunjang,
standar terapi dan lamanya perawatan. Sehingga dokter yang melayani
pasien dengan berpedoman kepada SPM akan aman dari tuntutan hukum.
Hal ini seperti tercantum pada Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa dokter atau dokter gigi dalam
melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak memperoleh
perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional.
Kendala dalam menerapkan SPM pada pelayanan Jamkesmas
adalah berkaitan dengan obat dan alat, walaupun informan telah mengikuti
prosedur standar pemberian obat sesuai SPM tetapi tidak semuanya ada di
RSUD Banyumas. Hal ini disebabkan karena tidak semua yang ada di SPM
ada di standar formularium Jamkesmas, walaupun obat generiknya.
Selanjutnya para dokter spesialis tetap menuliskan obat yang sesuai SPM
dan ditulis di catatan medis pasien Jamkesmas. Apabila obat tidak ada di
72
dalam daftar formularium Jamkesmas maka perawat minta persetujuan
kepada manajemen. Manajemen yang diberi kewenangan untuk memberikan
atau menolak persetujuan obat ini adalah dari bidang pelayanan medis, yaitu
Wakil Direktur Pelayanan Medis, Kepala Bidang Pelayanan Medis dan
kadang didelegasikan kepada bawahannya lagi yaitu kepala seksi.
Permintaan obat melalui persetujuan manajemen ini kadang dapat dipenuhi,
kadang tidak dipenuhi, atau dipenuhi sebagian. Di bagian lain penulisan
yang sudah obat sesuai dengan formularium Jamkesmas dan sesuai SPM,
tetapi terkadang ada kekosongan obat.
Sehubungan dengan tuntutan agar tetap memberikan pelayanan
prima yang sesuai dengan SPM, Michielsen et al (2011) menyarankan agar
pemerintah pro aktif berperan dalam pelaksanaan asuransi kesehatan yang
tetap mengedepankan kualitas prima, seperti penelitian yang dilakukan di
masyarakat miskin India. Peran ini antara lain dengan kebijakan obat dan
pengendalian kualitas pelayanan, sama seperti di Indonesia yang telah
dilaksanakan berupa askes sosial dan Jamkesmas.
2. Peran dokter spesialis dalam memberikan obat sesuai standar
formularium Jamkesmas terhadap efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas
rawat inap di Rumah Sakit Umum Banyumas.
Formularium Jamkesmas disusun untuk digunakan sebagai acuan nasional
bagi rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang melaksanakan
program Jamkesmas, untuk menjamin ketersediaan dan akses terhadap obat serta
menjamin kerasionalan penggunaan obat yang aman, bermanfaat dan bermutu
bagi masyarakat. Pada penelitian ini informan telah mengacu kepada formularium
73
Jamkesmas selain harus mengacu kepada standar pelayanan medis. Pada
umumnya antara SPM dengan formularium Jamkesmas adalah sejalan, hanya saja
pada kasus tertentu maka obat tidak tersedia di dalam formularium Jamkesmas
walaupun sesuai SPM. Hal ini seperti disampaikan oleh informan sebagai berikut:
Dalam merawat pasien Jamkesmas obat yang diberikan sesuai dengan SPM karena ada beberapa obat yang ada dalam SPM tetapi tidak masuk formularium Jamkesmas. Tetap ditulis di dalam catatan medik , kalau tidak ada dalam formularium maka perawat akan mengusahakan memintakan persetujuan kepada manajemen.(Dr. Imsal)
Sesuai dengan SPM, sesuai guideline, sesuai evidence base, tetapi ada beberapa obat yang mungkin perlu dimasukkan dalam formularium tetapi harganya mahal sehingga belum ada, padahal itu sesuai SPM, sesuai evidence base misalnya pada kasus guillaine barre syndome, evidence basenya ada, yakni pemberian IV IG (Imunoglobulin Intra Vena), tetapi di paket Ina-CBG's belum mampu menyediakan obat ini karena harganya sangat mahal.(Dr. Imsal)
Kadang pasien dengan kasus tertentu tidak ada dalam formularium sehingga dimintakan ke manajemen, misal: cellcep, tidak masuk dalam formularium Jamkesmas. Padahal kasus yang diobati dengan steroid sudah tidak mempan maka pilihannya adalah cellcep, sehingga harus dimintakan persetujuan manajemen.(Dr. Adem)
Di dalam pedoman pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat
(Jamkesmas) disebutkan bahwa "apabila terjadi peresepan obat di luar
formularium Jamkesmas maka rumah sakit harus bertanggung jawab". Dengan
ketentuan ini maka masih dimungkinkan dokter menuliskan obat di luar
formularium Jamkesmas. Masalahnya adalah bagaimana kalau penulisan resep di
luar formularium Jamkesmas terlalu banyak, terlalu sering, sehingga
menyebabkan rumah sakit menanggung kerugian. Inilah inti dari penelitian ini.
Peran dokter dalam menuliskan resep Jamkesmas sangat penting, dapat
memberikan keuntungan bagi rumah sakit apabila patuh terhadap ketentuan
formularium Jamkesmas, sebaliknya dapat merugikan rumah sakit apabila banyak
74
peresepan di luar formularium Jamkesmas. Gleason et al (2005) memberikan
solusi dengan memberikan insentif bagi dokter yang memberikan keuntungan
bagi rumah sakit dengan penulisan resep berdasarkan formularium.
Pasien Jamkesmas yang memerlukan obat di luar formularium Jamkesmas,
sebenarnya kasusnya tidak banyak, karena formularium Jamkesmas disusun
berdasarkan masukan dari seluruh rumah sakit di Indonesia dan formularium
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Ina-CBG's, dan berdasarkan clinical
pathway . Hal ini seperti disampaikan informan dr. Risab "bahwa kasusnya jarang
dan obat yang di luar formularium Jamkesmas tidak mahal karena klaimnya masih
memadai". Dr. Suga (informan) menyatakan "bahwa kasus di luar formularium
sekitar 10 %".
Peraturan di RSUD Banyumas apabila dokter menuliskan obat di luar
formularium Jamkesmas maka harus dimintakan persetujuan kepada manajemen.
Manajemen yang mendapat kewenangan adalah dari pelayanan medik. Pelayanan
medik dari wakil direktur pelayanan medik, kepala bidang pelayanan medik atau
kepala seksi yang diberi mandat oleh bidang pelayanan. Prosedurnya adalah
dihubungi lewat telepon atau didatangi dengan membawa catatan medis. Catatan
medis ini disertai permintaan obat yang ditulis sendiri oleh dokter spesialis yang
bersangkutan. Manajemen akan memberikan penilaian dan akan menanyakan
kepada perawat atau dokter tentang pentingnya peresepan tersebut. Kadang
disetujui, kadang tidak, kadang disetujui sebagian. Semuanya ini adalah dalam
rangka efisiensi.
Kalau tidak disetujui maka dokter akan memberikan obat kepada pasien
Jamkesmas seadanya yang masuk dalam formularium Jamkesmas walaupun
75
mungkin tidak sesuai SPM. Hal ini seperti disampaikan oleh informan sebagai
berikut:
Kadang tidak ada obatnya, kadang sudah resisten tetapi ya seadanya. Kalau di luar formularium dimintakan ke manajemen, kadang diberi kadang ditolak, lebih banyak ditolak.(Dr. Imot)
Tetapi kadang RS sedang kekosongan obat, walaupun minta obat sesuai formularium terkadang habis.(Dr. Suga)
Kadang di RSUD Banyumas obatnya kehabisan, padahal sudah diingatkan tetapi sering kali obat kosong, walaupun sudah sesuai formularium Jamkesmas.(Dr. Risab)
Kadang dapat tetapi hanya beberapa hari sehingga tidak efektif, kadang tidak dapat.(Dr. Adem)
Permasalahan obat untuk pasien Jamkesmas memang banyak terjadi di
RSUD Banyumas, dapat dilihat sebagai berikut:
1) Di luar formularium Jamkesmas
2) Sesuai formularium tapi obat kosong
3) Tidak diberikan obat sesuai permintaan dokter.
4) Obat resisten
5) Diberikan obat sebagian
Permasalahan obat Jamkesmas tersebut harus dapat diselesaikan
dengan tetap efisien. Kasus di luar formularium Jamkesmas jumlahnya tidak
banyak, ini dapat disiasati dengan tetap memberikan obat seperti yang
dimintakan dokternya. Bagi dokter yang terlalu sering menuliskan obat di
luar formularium Jamkesmas, akan mengancam kerugian rumah sakit.
Mereka perlu pembinaan oleh komite medik atau dengan dilakukan audit
medik. Di sini peran komite medik dan unsur-unsurnya sangat penting
dalam membantu direktur untuk efisiensi obat Jamkesmas. Sebaliknya
76
dokter yang menguntungkan rumah sakit perlu diberikan penghargaan, dapat
berupa fee keuntungan Jamkesmas atau pembiayaan dalam kegiatan
ilmiahnya. Hal ini seperti disarankan Gleason et al (2005) yang memberikan
solusi yaitu dengan memberikan insentif bagi dokter yang memberikan
keuntungan bagi rumah sakit dengan penulisan resep berdasarkan
formularium.
Rumah Sakit Banyumas belum memiliki data pemakaian obat di
luar formularium Jamkesmas, walaupun peresepan obat di luar formularium
sering ada. Manajemen yang dimintakan persetujuan obat di luar
formularium biasanya memberikan persetujuan atau menolak dengan
menulis di resep itu juga, tetapi tidak mencatat secara khusus.
Kekosongan obat yang terjadi di RSUD Banyumas maka solusinya
adalah seperti disarankan dalam pedoman Jamkesmas yaitu "apabila terjadi
kekurangan atau ketiadaan obat sebagaimana di atas maka Rumah Sakit
berkewajiban memenuhi obat tersebut melalui koordinasi dengan pihak-
pihak terkait". Dalam hal ini perlu koordinasi dengan instalasi farmasi RS
yang harus bertanggung jawab terhadap kekosongan obat. Untuk memenuhi
kebutuhan obat dan bahan habis pakai di Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi/Apotik Rumah Sakit bertanggungjawab menyediakan semua obat
dan bahan habis pakai untuk pelayanan kesehatan masyarakat miskin yang
diperlukan (Pedoman Jamkesmas, 2010)
Pada kasus tertentu dokter yang menuliskan resep pada pasien
Jamkesmas rawat inap, karena kekosongan obat atau karena tidak sesuai
formularium maka manajemen tidak menyetujui atau tidak memberikan obat
77
sehingga dokter terpaksa memberikan obat seadanya. Masalah ini bisa
berdampak terhadap penurunan kualitas pelayanan medis, dengan demikian
pelayanan prima yang diharapkan akan makin jauh. Rumah sakit harus
mengupayakan agar hal semacam ini tidak terjadi. Permintaan obat oleh
dokter yang sudah mengacu kepada SPM atau formularium Jamkesmas
harus diadakan.
Permasalahan adanya resisten terhadap obat (antibiotika) perlu
mendapat perhatian dari manajemen. Sebaliknya dokter juga perlu berhati-
hati dalam memberikan antibiotika. Pemberian antibiotika yang tidak
memenuhi kaidah ilmiah akan mudah memicu resitensi terhadap antibiotika.
Tidak ditemukan data maupun catatan tentang resistensi obat di
Rumah Sakit Banyumas, baik pada manajemen, apotik maupun dokter yang
bersangkutan. Pemeriksaan untuk memastikan resistensi antibiotika dengan
culture & sensitivity test belum dikerjakan di RSUD Banyumas.
Permintaan obat untuk pasien Jamkesmas rawat inap yang di luar
formularium Jamkesmas, diberikan sebagian oleh pihak manajemen akan
mimicu resistensi terhadap antibiotika. Selain itu pemberian obat yang tidak
adekuat akan menyulitkan kesembuhan pasien dan memperlama masa rawat
inap. Pihak manajemen yang bermaksud menghemat terhadap pemberian
obat, yang terjadi justru boros dan tidak efektif karena lama perawatan
menjadi panjang.
78
3. Peran dokter spesialis melakukan pemeriksaan penunjang sesuai standar
pelayanan medis terhadap efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap
di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas.
Pemeriksaan penunjang yang dimintakan oleh dokter adalah dalam rangka
menegakkan diagnosis penyakit pasien. Tidak semua pasien yang menjalani rawat
inap harus dilakukan pemeriksaan secara lengkap. Pemeriksaan penunjang medis
diatur di dalam standar pelayanan medis. Mana yang perlu pemeriksaan
penunjang, jenis pemeriksaan penunjang adalah menjadi kewenangan dokter yang
merawat. Pasien yang sudah jelas diagnosisnya barangkali tidak lagi memerlukan
pemeriksaan penunjang yang berlebihan. Pemeriksaan penunjang yang berlebihan
juga menyebabkan pemborosan dan ketidak nyamanan pasien. Pasien Jamkesmas
rawat inap klaimnya berdasarkan Ina CBG's , artinya semakin banyak dilakukan
pemeriksaan penunjang maka rumah sakit makin terbebani, sebaliknya makin
hemat pemeriksaan penunjang maka RS makin untung, sehingga yang dianjurkan
adalah pemeriksaan penunjang seperlunya, sesuai indikasi, sesuai SPM.
Pemeriksaan penunjang pada penelitian ini telah dilakukan oleh informan
dokter spesialis di RSUD Banyumas sesuai SPM dan sesuai indikasi. Kendala
yang dihadapi adalah pemeriksaan penunjang tertentu tidak tersedia di RSUD
Banyumas. Selanjutnya ada yang diperiksa keluar dan ditanggung biayanya oleh
RS, tetapi ada juga yang seadanya saja supaya RS tidak rugi karena pemeriksaan
tidak urgen.
Pada penelitian ini peran dokter spesialis melakukan pemeriksaan
penunjang sudah sesuai standar pelayanan medis sehingga terjadi efisiensi
pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah
79
Banyumas. Untuk pemeriksaan penunjang yang di RSUD Banyumas belum ada
maka cukup diperiksa keluar, tidak perlu harus menyediakan sendiri demi
efisiensi. Beberapa pemeriksaan penunjang medis yang belum dapat dilakukan di
RSUD Banyumas adalah CA 125 untuk pemeriksaan kanker leher rahim, Beta
HCG untuk keganasan kandungan, Myelografi spinal untuk kasus tulang belakang
(spinal) dan beberapa pemeriksaan patologi anatomi. Di dalam pedoman standar
pelayanan medik RSUD Banyumas tahun 2009, pemeriksaan tersebut dapat
diperiksa pada kasus-kasus tertentu (RSUD Banyumas, Pedoman Diagnosa dan
Terapi, 2009)
Kasus ini tidak sering ada, sehingga kalau suatu saat kasusnya ada maka
dapat diperiksakan keluar Rumah Sakit dan biayanya menjadi tanggungan RSUD
Banyumas. Hal ini seperti disampaikan oleh informan sebagai berikut:
Dr. Imsal:Tetapi pada kasus tertentu perlu ada pemeriksaan penunjang yang RS tidak tersedia, misalnya kasus spinal, tumor spinal, HNP perlu pemeriksaan myelografi tetapi di RSUD Banyumas belum ada. Tetapi sebagai seorang profesional harus sesuai SPM. Tetap harus dituliskan di dalam catatan medik tentang pemeriksaan yang dimintakan, kalau RS tidak ada atau tidak bisa yang penting sudah sesuai SPM.
Dr. Adem: Tergantung kasus yang ditangani tetapi pada umumnya sesuai SPM. Pada
kasus tertentu di RSUD Banyumas tidak bisa melakukan pemeriksaan maka diusulkan periksa di luar tetapi minta ijin manajemen. Terutama pada kasus yang harus diperiksa sedangkan RS tidak tersedia, yaitu kasus dengan pemeriksaan gold standar.
Dr. Suga: Kadang ada beberapa laboratorium yang tidak ada tetapi pada umumnya
cukup. Apakah ada kasus yang memerlukan pemeriksaan di luar RS. Ada yang dikirim ke RS Margono untuk Patologi Anatomi.
Rumah Sakit Banyumas belum memiliki data pemeriksaan penunjang
yang dikerjakan di luar RS. Pemeriksaan penunjang yang dikerjakan di luar RS
80
biasanya tanpa melalui manajemen, tetapi melalui perawat ke laboratorium RSUD
Banyumas yang selanjutnya dibawa keluar.
4. Peran dokter spesialis memperpendek waktu rawat inap terhadap efisiensi
pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas.
Dokter mempunyai peran penting dalam efisiensi pelayanan pasien
Jamkesmas rawat inap, diantaranya dengan memperpendek rawat inap. Dengan
mempercepat waktu perawatan atau memperpendek waktu rawat inap akan
menyenangkan pasien dan keluarganya, sekaligus penghematan bagi rumah sakit.
Cepat lambatnya pasien dipulangkan dari rawat inap tergantung banyak hal,
diantaranya adalah jenis penyakit, komplikasi, adanya penyulit, lamanya masa
pemulihan, keterlambatan diagnosis, keterlambatan pemberian obat, tidak adekuat
pengobatan dan lain-lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan dokter merawat pasien
Jamkesmas rawat inap, lamanya pasien dirawat sesuai dengan SPM. Pada
umumnya para dokter setuju dengan upaya memperpendek rawat inap. Hanya ada
sedikit kekhawatiran kalau terjadi perburukan setelah pasien dipulangkan.
Kendala yang menyebabkan lamanya pasien dirawat menjadi panjang
dalam penelitian ini seperti yang disampaikan informan pada saat wawancara
adalah sebagai berikut:
1) Infeksi nosokomial
2) Pemberian obat tidak adekuat
3) Tidak ditunggu keluarga.
4) Kasus hukum.
81
5) Kondisi pasien jelek, sehingga operasi gagal, perlu diulang.
Infeksi nosokomial (INOS) sering terjadi pada pasien yang menjalani rawat
inap di Rumah Sakit. Perawatan di Rumah Sakit yang lama, durasi pemasangan
kateter yang lama, kolonisasi yang hebat pada tempat penusukan kateter intra
vena, tempat tusukan pada vena yugularis. Selain itu prosedur tindakan yang tidak
adekuat, lingkungan yang tidak mendukung, perilaku petugas, peralatan yang
digunakan tidak standar, kondisi pasien dan kondisi petugas juga berpengaruh
terjadinya infeksi nosokomial di Rumah Sakit.(Purwaningsih, 2012) Infeksi yang
di dapat di Rumah Sakit selama perawatan pada pasien rawat inap ini akan
menambah lamanya pasien menjalani rawat inap dan hal ini akan menyebabkan
inefisiensi pelayanan.
Pemberian obat yang tidak adekuat ini disebabkan karena obat diberikan
hanya sebagian, tidak diberikan obat sesuai permintaan dokter atau karena
kekosongan obat. Pemberian obat yang tidak adekuat ini akan menyebabkan
lamanya pasien dirawat makin panjang sehingga tidak efisien.
Pasien yang tidak di tunggu keluarganya menyebabkan lama perawatan
meningkat karena persetujuan tindakan medik belum didapat oleh petugas Rumah
Sakit, sehingga tidak bisa dilakukan tindakan medik. Persetujuan tindakan medik
dari keluarga ini sangat dibutuhkan oleh petugas Rumah Sakit karena hal ini
diatur di dalam standar prosedur tindakan medik RSUD Banyumas. Selain itu
peraturan inform consent ini juga diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No 290/MENKES/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Medis.
82
Kasus hukum pada pasien yang dirawat terutama di bagian jiwa menimbulkan
masalah dan memperpanjang masa rawat inap karena adanya berbagai
kepentingan. Pasien yang sudah selesai menjalani rawat inap yang seharusnya
dapat segera dipulangkan tetapi tidak ada yang bersedia menampung. Kasus
semacam ini biasanya pada pasien jiwa yang membunuh atau merusak sehingga
keluarga dan masyarakat sekitar takut menerima kembali, maka jalan keluarnya
adalah bekerja sama dengan panti. Hal ini seperti disampaikan informan sebagai
berikut:
Kalau pasien bermasalah seperti merusak atau membunuh seringkali desa tidak mau menerima kembali, maka bekerja sama dengan panti.(Dr. Amlih)
Kasus lain yang berkaitan dengan hukum adalah pasien titipan dari
penegak hukum yang dirawat di bagian jiwa untuk keperluan diagnostic pada
pasien yang diragukan sakit jiwa atau memang sungguh sakit jiwa. Pasien jiwa
semacam ini jadi terbengkalai karena tidak ada yang bertanggung jawab, seperti
disampaikan informan sebagai berikut:
Dr. Amlih:Pasien yang bermasalah dengan hukum , kita bekerja sama dengan kejaksaan. Ada satu kasus yang dirawat sampai 2 tahun, aparat desa tidak mau terima, kejaksaan tidak bisa selesaikan , karena harus melalui mahkamah, ini kasus hukum.
Pada kasus operasi emergency, pasien datang pada kondisi yang jelek dan
harus segera dilakukan operasi, tanpa ada waktu persiapan untuk memperbaiki
lebih dahulu. Menghadapi kasus semacam ini memang dilema, kalau tidak segera
dilakukan operasi maka pasien akan meninggal, tetapi kalau dilakukan operasi
83
segera dengan kondisi yang jelek ini sangat berisiko saat operasi atau sesudah
operasi, termasuk operasi gagal.
5. Peran dokter spesialis dalam efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas rawat
inap di RSUD Banyumas.
Efisiensi pasien Jamkesmas rawat inap selain dengan mengikuti SPM,
sesuai formularium obat Jamkesmas, pemeriksaan penunjang standard an
memperpendek masa rawat inap, ternyata masih ada cara lain seperti diusulkan
informan dalam penelitian ini.
Secara ringkas ada 6 usulan dari informan untuk efisiensi pelayanan pasien
Jamkesmas rawat inap di RSUD Banyumas, sebagai berikut:
1) Peraturan internal RS tentang pemberian obat pasien Jamkesmas
2) Peraturan tentang rawat bersama pasien Jamkesmas rawat inap
3) Model perawatan pasien jiwa dengan semi blok dan blok
4) Pasien yang bermasalah dengan hukum
5) Konsultasi pasien Jamkesmas rawat inap dilakukan di poliklinik
6) Plafon Jamkesmas dinaikkan.
Peraturan internal Rumah Sakit tentang pemberian obat bagi pasien
Jamkesmas terutama rawat inap, perlu diatur agar tidak ada standar ganda
dalam pemberian obat yang tidak masuk formularium Jamkesmas.
Peraturan ini dapat dikeluarkan oleh Direktur atau dibuat oleh Komite
Medik sebagai acuan bagi para dokter yang merawat pasien Jamkesmas,
bagi manajemen yang memberikan persetujuan pemberian obat atau bagi
perawat yang melayani pasien Jamkesmas rawat inap.
84
Peraturan tentang rawat bersama untuk pasien Jamkesmas rawat
inap perlu segera dibuat oleh Komite Medik di dalam peraturan internal
Komite Medik. Pasien Jamkesmas yang dirawat bersama dengan beberapa
dokter spesialis akan membebani biaya jasa medis, padahal klaim
Jamkesmas adalah berdasarkan Ina CBG’s ini tidak bertambah biayanya
walau dirawat banyak dokter. Sebaiknya rawat bersama ini diatur dengan
aturan agar dokter utama (DPJP) yang visite rutin sedangkan dokter
konsulen hanya visite seperlunya saja.
Model perawatan perawatan pasien jiwa dengan semi blok dan
model blok, dalam penghitungan lebih efisien, sehingga perlu
dipertimbangkan. Pasien yang bermasalah dengan hukum terutama pasien
jiwa perlu ada aturan tersendiri dengan perjanjian kepada yang mengirim
pasien tersebut.
Konsultasi pasien Jamkesmas rawat inap dapat dilakukan di
poliklinik setelah pasien dipulangkan. Kasus yang dirawat dengan
penyakit tertentu dan saat perawatan ditemukan penyakit lain yang tidak
ada indikasi rawat inap, maka dapat dipulangkan dahulu selanjutnya
control di poliklinik bagian lain. Hal ini akan mengurangi lamanya masa
rawat inap.
Plafon biaya Jamkesmas sudah ditentukan berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Besarnya plafon klaim Jamkesmas
disesuaikan dengan jenis penyakit dan kelas Rumah Sakit. Menentukan
besaran tarif Jamkesmas juga didasarkan pada clinical pathway dari kasus
yang dilayani. Pada umumnya biaya kasus Jamkesmas yang dirawat oleh
85
dokter bedah atau yang memerlukan operasi cenderung merugi, sebaliknya
kasus non operatif cenderung untung.
Para dokter yang merawat pasien Jamkesmas rawat inap sangat
berperan dalam efisiensi pembiayaan. Dokter yang telah melakukan
efisiensi dan menguntungkan Rumah sakit perlu diberikan penghargaan
berupa insentif. Insentif keuangan untuk dokter ini juga disarankan oleh
Tisnantoro, 2009 sebagai berikut:
Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, tidak dapat dihindari
adanya insentif keuangan untuk dokter dan tenaga kesehatan lain. Hal ini
terutama terjadi pada sistem pembayaran fee-for-service yaitu dokter
dibayar berdasarkan tindakan yang dilakukan. Berbagai hal penting yang
perlu ditekankan dalam etika bisnis, pertama, insentif keuangan untuk
dokter sebaiknya tidak terlalu tinggi. Disadari bahwa pernyataan
normative ini masih sangat kabur karena tinggi atau tidaknya masih
tergantung pada jenis dokter spesialis, tempat dan waktu tindakan medik,
serta ada-tidaknya asuransi kesehatan. Dalam hal ini peranan ikatan
profesi dan lembaga konsumen masyarakat dibutuhkan untuk mencari
bagaimana standar insentif yang tepat.
Hal penting kedua dalam etika bisnis, pemberian insentif sebaiknya
dilakukan berdasarkan kriteria mutu tertentu. Hal ini perlu dipikirkan
untuk mencegah adanya supplier-induced-demand. Harus ada kriteria yang
benar-benar jelas mengapa ada insentif untuk tindakan yang dilakukan.
Ketiga, insentif seharusnya dipergunakan untuk mempengaruhi dokter
agar berperilaku baik. Dalam suatu sistem manajemen yang baik
86
diharapkan ada suatu sistem insentif bagi mereka yang berperilaku baik
dan disinsentif (pengurangan penghargaan) bagi yang kurang baik. Adalah
suatu hal yang memprihatinkan apabila dalam suatu sistem kompensasi
dokter yang sering meninggalkan pasien di rumah sakit untuk bekerja di
tempat lain justru mendapat kompensasi tinggi karena senioritas, bukan
pada jumlah dan mutu pekerjaan (Trisnantoro, 2009).
87
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Dokter spesialis sangat berperan dalam mengikuti prosedur standar
pelayanan medis (SPM) terhadap efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas
rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Semua dokter
spesialis menerapkan SPM dalam melayani pasien Jamkesmas rawat inap,
bahkan tidak hanya Jamkesmas tetapi untuk semua pasien. Standar
pelayanan medis sudah sesuai dengan evidence base dan update, sudah
sesuai dengan guideline yang ada. Kendala dalam menerapkan SPM untuk
pasien Jamkesmas rawat inap di RSUD Banyumas terutama berkaitan
dengan ketersediaan obat dan alat. Selanjutnya para dokter spesialis tetap
menuliskan obat yang sesuai SPM dan ditulis di catatan medis pasien
Jamkesmas.
2. Dokter spesialis sangat berperan dalam memberikan obat sesuai standar
formularium Jamkesmas terhadap efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas
rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Kendalanya justru
ketersediaan obat di RSUD Banyumas walaupun sudah sesuai
formularium. Selain itu adalah pada permintaan obat yang di luar
formularium Jamkesmas tetapi masih sesuai dengan SPM. Permasalahan
obat untuk pasien Jamkesmas rawat inap masih banyak terjadi di RSUD
Banyumas antara lain: obat di luar formularium Jamkesmas, sesuai
88
formularium tetapi obat kosong, tidak diberikan obat sesuai permintaan
dokter, obat resisten, diberikan obat sebagian. RSUD Banyumas belum
memiliki data pemakaian obat di luar formularium Jamkesmas, data
resitensi obat (antibiotika).
3. Dokter spesialis sangat berperan dalam melakukan pemeriksaan penunjang
sesuai standar pelayanan medis terhadap efisiensi pelayanan pasien
Jamkesmas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Kendala
yang dihadapi adalah pemeriksaan penunjang tertentu tidak tersedia di
RSUD Banyumas, misalnya myelography spinal, pemeriksaan
laboratorium CA 125 dan beta HCG. RSUD Banyumas tidak memiliki
data pemeriksaan penunjang keluar RS.
4. Dokter spesialis sangat berperan dalam memperpendek waktu rawat inap
terhadap efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap di Rumah Sakit
Umum Daerah Banyumas. Para dokter spesialis yang diwawancarai setuju
dengan memperpendek masa rawat inap. Kendala yang menyebabkan
lamanya rawat inap menjadi panjang dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: infeksi nosokomial, pemberian obat tidak adekuat, tidak ditunggu
keluarga, kasus hukum, kondisi pasien jelek sehingga operasi gagal dan
perlu diulang.
89
B. Saran
Berdasarkan pada kesimpulan dapat disarankan sebagai berikut:
1. Penulisan resep Jamkesmas rawat inap yang sudah sesuai
dengan SPM dan atau sesuai dengan formularium Jamkesmas
harus diberikan secara penuh oleh manajemen, walaupun untuk
kasus tertentu rugi tetapi masih banyak yang untung untuk
sebagian besar kasus lain.
2. Rumah sakit perlu memiliki data pemakaian obat di luar
formularium Jamkesmas, data resistensi antibiotika, data LOS
yang panjang, data pemeriksaan penunjang yang keluar RS.
3. Perlu ada peraturan internal RS, tidak sekedar formularium
yang mengatur tentang pemberian obat bagi pasien Jamkesmas
rawat inap di RSUD Banyumas. Diagnosis, perawatan, terutama
kasus yang dirawat bersama dengan dokter bagian lain perlu
diatur agar tidak setiap hari selalu visite bersama karena
membebani biaya jasa visite dokter. Selain itu dapat juga pasien
dipulangkan lebih dahulu, kemudian kontrol di poliklinik bagian
yang dikonsul, misalnya pada kasus kandungan.
4. Khusus untuk pasien jiwa agar diatur sehingga keluarga
pasien selalu mendampingi sehingga mudah dimintakan
persetujuan tindakan, hal ini menyebabkan LOS lebih cepat.
Demikian juga sistem perawatan dengan sistem blok
menyebabkan biaya riil lebih murah. Kasus yang berkaitan dengan
hukum, agar bekerja sama dengan aparat desa dan kejaksaan,
90
denngan harapan setelah selesai perawatan jiwa bisa segera keluar
dari RS.
5. Perlu dipikirkan suatu cara tersendiri dalam pembagian jasa
medis atau fee bagi dokter yang merawat pasien Jamkesmas.
Karena klaim Jamkesmas berdasarkan INA-CBG’s berupa paket,
maka jasa dokter juga diperhitungkan secara paket. Cara yang
tepat adalah dengan prosentase dalam penghitungan jasa dokter
setelah dikurangi pengeluaran rumah sakit. Dengan cara ini
diharapkan akan terjadi efisiensi yang dikendalikan oleh dokter
yang merawat pasien itu sendiri. Dokter akan memperhitungkan
berapa banyak obat yang telah dia berikan, berapa banyak
pemeriksaan penunjang yang telah dimintakan, berapa lama
pasien dirawat. Kalau terjadi kelebihan dalam biaya riil yang
dikeluarkan rumah sakit maka dokter tidak mendapat jasa medis,
sebaliknya apabila biaya riil jauh lebih kecil dari klaim
Jamkesmas maka jasa dokter yang diberikan lebih besar.
C. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan kesimpulan dan saran tersebut di atas, maka
keterbatasan dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini hanya menggunakan populasi dokter spesialis yang
bekerja di Rumah Sakit Umum Banyumas saja, tidak pada dokter-
dokter lainnya atau di dalam rumah sakit lainnya karena tidak
hanya dokter spesialis dan Rumah Sakit Umum Banyumas saja
91
yang menerima pasien Jamkesmas melainkan dokter lainnya dan
rumah sakit lainnya.
2. Penelitian ini hanya membahas mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi efisiensi pelayanan pasien Jamkesmas rawat inap di
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas saja tidak membahas
mengenai kualitas pelayanan dokter spesialis, sehingga tidak
diketahui apakah efisiensi pelayanan yang dihasilkan dalam
penelitian ini berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan
pasien di Rumah Sakit Umum Banyumas atau tidak.
92
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T.Y. 2003. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Universitas Indonesia, Jakarta.
Carl E. Speicher, Jack W. Smith, Jr. 1996. Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif Choosing Effective Laboratory Tests, Penerbit Buku Kedokteran EGC, ed 2, Jakarta.
Danfar. 2009. Definisi / Pengertian Efisiensi. Education, Business, Communication and Information.
Devitra A. 2011. Analisis Implementasi Clinical Pathway Kasus Stroke Berdasarkan INA-CBG's di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2011. Program Pasca Sarjana Universitas Andalas, Program Studi Kesehatan Masyarakat Tahun 2011. Jurnal Penelitian.
Gemwill MC, Thomson S, Mossialos E. 2008. What Impact do Prescription Drug Charges Have on Efficiency and Equity? Evidence from High-Income Countries. International J for Equity in Health, 7:12.
Gibson TB, Ozminkwski RJ, Goetzel RZ. 2005. The Effect of Prescription Drug Cost Sharing: a Review of the Evidence. Am J Manag Care, Nov 11 (11).
Glaser, Wiliam A. 1987. Paying the Hospital. Josey-Bass Publishers. San Francisco.
Gleason PP, Gunderson BW, Gericke KR. 2005. Are incentive-based formularies inversely associated with drug utilization in managed care? Ann Pharmacother. Feb;39(2):339-45.
Goldman DP, Joyce GF, Escarce JJ, Pace JE, Solomon MD, Laouri M, Landsman PB, Teutsch SM. 2004. Pharmacy Benefits and the Use of Drugs by the Chronically Ill. JAMA . May 19;291(19):2344-50.
Lexchin J, Grootendorst P. 2004. Effects of Prescription Drug User Fees on Drug and Health Services Use and on Health Status in Vulnerable Populations: A Systematic Review of the Evidence. Int J Health Serv.;34(1):101-22.
Ingerani. 1996. Hubungan Dokter dan Rumah sakit Dalam Pelayanan Kesehatan. Kongres PERSI VII 1996, Jakarta.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 2002. Pedoman Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta.
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). 2006. Pedoman Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia. Jakarta.
Kuspriatni L. 2008. Perilaku Kelompok Dan Interpersonal dalam Perilaku Keorganisasian. Universitas Gunadarma, Jakarta.
Michielsen J , Criel B, Devadasan N, et al. 2011. Can health insurance improve access to quality care for the Indian poor? International Journal for Quality in Health Care.; pp. 1–16.
Moleong, LJ. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif, Ed Revisi, cet 29, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Purwaningsih S. 2012. Pencegahan Infeksi Pada Tindakan Invasive. Seminar Sehari Program Pengendalian Infeksi, Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas.
93
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas, 2009. Pedoman Diagnosa Dan Terapi, 2009. (Tidak Dipublikasikan).
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas, 2011. Laporan Tahunan 2011. (Tidak Dipublikasikan).
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas, 2012. Laporan Semester I Tahun 2012. (Tidak Dipublikasikan).
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas, 2012. Laporan Keuangan Januari s/d Mei 2012. (Tidak Dipublikasikan).
Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Bidang Kesehatan. Nusa Medika, Jogyakarta.
Sedyaningsih, ER 2011. Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Berkeadilan. Seminar Nasional XI PERSI, Seminar Tahunan V Patient Safety dan Hospital Expo XXIV, Jakarta, 19 Oktober 2011.
Septianis D, Misnaniarti, Alwi M. 2010. Perbandingan Biaya Pelayanan Tindakan Medik Operatif Terhadap Tarif INA-DRG Pada Program Jamkesmas di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Jurnal Manajemen Pelayanan kesehatan. Vol 13 No. 03 Sept, Hal 133 – 139.
Steinman MA, Sands LP, Covinsky KE. 2001.Self-restriction of Medikations due to Cost in Seniors without Prescription Coverage. J Gen Intern Med. Dec;16(12):793-9.
Sulastomo. 2000. Manajemen Kesehatan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Trisnantoro L. 2009. Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi Dalam Manajemen
Rumah Sakit. Etika Bisnis Rumah Sakit. Gadjah Mada University Press, Jogyakarta.
Wijayanti AI. 2011. Analisis Perbedaan Tarif Riil Dengan Tarif Paket INA-CBG Pada Pembayaran Klaim Jamkesmas Pasien Rawat Inap Di RSUD Kabupaten Sukoharjo. Skripsi; Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
UNDANG-UNDANGRepublik Indonesia. Undang- Undang No. 39 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.Republik Indonesia. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Republik Indonesia. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran.
PERATURAN MENTERI KESEHATANKementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 755 / MENKES / PER / IV / 2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 631/MENKES/SK/IV/2005 Tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staf Bylaws) di Rumah Sakit.
94
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI Nomor HK 00.06.1.4.2895 tanggal 23 Mei 2007 tentang Fungsi, Tugas dan Wewenang Komite Medis di Rumah Sakit.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 290/MENKES/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medis.
PEDOMAN JAMKESMASKementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2008.Pedoman Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), Jakarta.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pedoman Pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), Jakarta.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), Jakarta.
95