konflik tanah -...
TRANSCRIPT
i
KONFLIK TANAH
(STUDI ATAS KONFLIK TANAH DALAM PERUMAHAN UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA)
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana (S.Sos)
Oleh:
Ali Imron
1110111000016
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
ii
iii
iv
i
ABSTRAKSI
Skripsi ini menganalisa mengenai konflik tanah di perumahan dosen
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui terjadinya konflik tanah dan mengetahui apa penyebab konflik
yang terjadi antara Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan
penghuni perumahan dosen UIN Jakarta, serta untuk mengetahui apa saja
resolusi-resolusi yang telah dilakukan kedua belah pihak dalam proses
penyelesaian konflik tersebut. Teori yang digunakan adalah teori resolusi konflik.
Teori resolusi konflik digunakan karena mampu menjelaskan cara penyelesaian
konflik yang terjadi di perumahan dosen UIN Jakarta. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan subjek penelitian sebanyak dua puluh satu informan.
Data yang diperoleh melalui wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa munculnya konflik adalah adanya
ketidaksetujuan dari penghuni perumahan dosen UIN atas surat yang diberikan
oleh UIN Jakarta untuk mengosongkan perumahan dosen UIN. Ada tiga penyebab
konflik yang terjadi diperumahan dosen UIN: 1) Perbedaan nominal ganti
rugi,yaitu UIN Jakarta memberikan pergantian ganti rugi uang lima puluh juta
sedangkan penghuni perumahan dosen UIN menginginkan pergantian ganti rugi
uang dan tempat tinggal. 2) Status tanah, yaitu UIN Jakarta menyatakan bahwa
tanah perumahan dosen UIN adalah milik UIN Jakarta sedangkan penghuni
perumahan dosen UIN menyatakan bahwa tanah perumahan dosen UIN adalah
milik YPMII dan milik penghuni perumahan dosen UIN. 3) Status rumah, yaitu
UIN mengatakan bahwa status perumahan dosen UIN sebagai rumah dinas tidak
bisa diturunkan dari golongan dua menjadi golongan tiga sedangkan penghuni
perumahan dosen UIN mengatakan bahwa status perumahan dosen UIN sebagai
rumah dinas bisa diturunkan dari golongan dua menjadi golongan tiga. Adapun
tiga pendekatan resolusi konflik yang telah dilakukan oleh UIN Jakarta dengan
penghuni perumahan dosen UIN sebagai berikut: 1) Negosiasi meliputi
Musyawarah, 2) Mediasi meliputi Kelurahan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Tangerang Selatan, Polsek Ciputat Timur dan, 3) Legal meliputi Pengadilan
Negeri Tangerang, Pengadilan Tinggi Banten dan Mahkamah Agung. Adapun
temuan lain dari penelitian ini adalah terdapat Resolusi sepihak yang dilakukan
oleh UIN Jakarta terhadap penghuni perumahan dosen UIN yaitu dengan
menghadirkan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dan Forum Betawi
Rempuk (FBR).
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdullillahirrabil ‘alamin puji syukur kehadirat Allah SWT penulis
panjatkan atas segala limpahan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam juga tidak lupa
penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para
sahabat, serta para pengikut-Nya hingga akhir zaman.
Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi
pada Program Studi Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dalam
penyusunannya, Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah
semata hasil dari perjuangan penulis secara pribadi. Akan tetapi semua itu
terwujud berkat adanya bantuan, bimbingan, arahan dan do'a dari berbagai pihak
yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih sebanyak-
banyaknya, sedalam-dalamnya, seluas-luasnya kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda saya Drs. Ibrahim Hutagalung dan
Ibunda saya Cikamawati yang tiada hentinya selalu menyayangi,
mendoakan dan mendukung penulis baik moril maupun materil.
2. Bapak Mohammad Hasan Ansori, Ph.D selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing dan
memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Zulkifli, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Cucu Nurhayati, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi.
5. Segenap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah
mengamalkan ilmu pengetahuannya kepada penulis selaku mahasiswa.
6. Bang Jajang Safrijal selaku Staf Akademik.
7. HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), KASOGI (Kajian Sosiologi), yang
memberikan ruang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang luas.
iii
8. Para informan UIN Jakarta, para informan penghuni Perumahan dosen
UIN, informan Kepala Seksi Humas Polsek Ciputat Timur, Bapak Camat
Kecamatan Ciputat Timur beserta para jajarannya dan Bapak Lurah
Kelurahan Pisangan beserta para jajarannya yang mau meluangkan
waktunya untuk memberikan informasi dan membantu menjawab
pertanyaan penulis.
9. Teman-teman sekelas dan seangkatan Sosiologi 2010 yang telah menjadi
rekan diskusi selama ini terutama Egits, Irzan, Kasogi, May, Rusydi,
Sulaiman, Wira dan Yusup. Kalian luar biasa kawan, jangan lupakan
silaturahmi. Sukses dan sehat terus ya.
10. Teman-teman KKN Super terutama Redho dan Legra. Kalian berdua
juga ikut membantu kok, sukses dan sehat terus ya
11. Para mantan pacar yang sempat singgah dalam kehidupan penulis,
terimakasih kalian dulu pernah menemani dan membantu penulis
mengerjakan skripsi ini baik secara pemikiran maupun materil.
12. Pihak-pihak lain baik secara langsung maupun tidak langsung berjasa
bagi penulisan skripsi ini.
Semoga semua kebaikan yang telah kalian berikan kepada penulis dapat
menjadi amal shalih yang diterima dan dibalas oleh Allah SWT
Akhir kata, penulis berdoa kepada Allah SWT semoga harapan skripsi ini
dapat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia khususnya para pembaca dan
menjadi salah satu bentuk pengamalan ilmu dikabulkan oleh Allah SWT. Amin
yaa rabbal alamin.
Jakarta, 24 Mei 2016
Penulis
Ali Imron
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK.......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL.............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah.............................................................. 1
B. Pertanyaan Penelitian........................................................... 7
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian............................ 7
D. Tinjauan Pustaka.................................................................. 8
E. Kerangka Teori..................................................................... 14
F. Definisi Konsep………………………………………….... 21
G. Metodologi Penelitian…………………………………….. 22
H. Sistematika Penulisan…………………………………........ 31
BAB II GAMBARAN UMUM PERUMAHAN DOSEN UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
A. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta……. 33
B. Perumahan Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta............ 38
C. Sejarah Konflik Tanah UIN Jakarta dengan
Penghuni Perumahan Dosen UIN…………………………. 46
BAB III TEMUAN DAN ANALISIS
A. Proses Terjadinya Konflik Tanah Di Perumahan Dosen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta......................................... 49
B. Penyebab Konflik Tanah Di Perumahan Dosen UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta……………………………….. 58
v
1. Perbedaan Nominal Ganti Rugi……………………….. 59
2. Status Tanah…………………………………………… 66
3. Status Rumah……..….………………………………... 74
C. Resolusi Konflik………………………………………….. 77
1. Negosiasi……………………………………………… 78
2. Mediasi……………………………………………….. 86
3. Legal………………………………………………….. 93
D. Resolusi Konflik Sepihak (Unilateral)…………………… 98
1. Inspektorat Jenderal Kementrian Agama……………... 98
2. Forum Betawi Rempuk (FBR)………………………... 101
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................... 105
B. Saran………........................................................................ 108
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………………………
vi
DAFTAR TABEL
Tabel I.A.1 Insiden dan Dampak Kekerasan Akibat Konflik Lahan di 13
Provinsi Pantauan SNPK ........................................................ 3
Tabel I.A.2 Sertifikat Tanah Diperkarakan Pada Lembaga Pengadilan
Periode 1999 s/d 2004………………………………………. 4
Tabel. I.A.3 Jenis Konflik Lahan Antarwarga di NTT (19999-Agustus
2013)........................................................................................ 5
Tabel.I.D.I Matrik Tinjauan Pustaka…………………………………….. 13
Tabel I.E.1.1 Matrik Pendekatan Umum Resolusi Konflk….……..………. 15
Tabel I.E.2.1 Matrik Hasil Resolusi Konflik………………..…………....... 19
Tabel I.E.3.1 Matrik Analisis Untung Rugi…...…………………………... 20
Tabel I.G.2.1 Profil Informan Pihak UIN Jakarta......................................... 25
Tabel I.G.2.2 Profil Informan Pihak Perumahan Dosen UIN……………... 25
Tabel I.G.2.3 Profil Informan Pihak Ketiga……………………..………… 26
Tabel.II.A.3.b.1 Populasi Dosen Tetap Berdasarkan Tempat Tugas dan
Jenis Kelamin………………………………………………. 35
Tabel.II.A.3.b.2 Populasi Dosen Tetap Berdasarkan Tempat Tugas dan
Jenjang Pendidikan…………………………………………. 36
Tabel.II.A.3.b.3 Populasi Dosen Tetap PNS dan Kontrak Menurut Tempat
Tugas………………………………………………………... 37
Tabel II.B.3.a.1 Jumlah Penduduk dan Jabatan Penghuni Perumahan Dosen
UIN…………………………………………………………. 41
Tabel II.B.3.b.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama dan Kepercayaan…. 43
vii
Tabel III.B.1.1 Matrik Penyebab Konflik…………....................................... 59
Tabel III.C.1 Matrik Resolusi Konflik……………………………………. 78
Tabel III.D.1 Matrik Resolusi Konflik Sepihak……………………………. 98
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar III.A.1. Masterplan UIN Jakarta...………………………………….. 52
Gambar III.B.1.3 Peraturan Surat Izin Penghunian (SIP)…..………………… 54
Gambar III.C.1.1 Surat Undangan Musyawarah……………………………... 80
Gambar III.C.2.b.1 Surat Undangan Mediasi DPRD…………………………… 90
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Skripsi ini secara umum fokus pada konflik tanah, dengan mengambil studi
atas konflik tanah dalam perumahan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Secara spesifik, skripsi ini menggambarkan penyebab konflik yang terjadi
antara penghuni perumahan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah dengan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan resolusi-resolusi yang
dilakukan oleh kedua belah pihak dalam proses penyelesaian konflik tersebut.
Konflik adalah bagian dari komponen masyarakat yang akan selalu ada.
Karena manusia merupakan makhluk yang selalu terlibat dalam perbedaan,
pertentangan, dan persaingan baik sukarela maupun terpaksa.Pertentangan ini
dapat berupa ide maupun fisik antara kedua belah pihak berseberangan (Susan,
2009:4). Selanjutnya, Chris Mitchel dikutip Koalisi Pegiat perdamaian Indonesia
(KPII) (2008:10) mengatakan konflik merupakan hubungan antara dua pihak baik
itu individu maupun kelompok yang memiliki maupun merasa memiliki tujuan
yang tidak sama.
Konflik memang diidentikkan dengan suatu yang negatif karena dapat
menciptakan perbedaan, permusuhan, maupun kekerasan. Namun konflik tidak
selalu diidentikkan dengan hal yang negatif, melainkan konflik dapat membantu
menguatkan kembali ikatan kelompok yang terstruktur secara longgar.
Masyarakat yang berkonflik dengan masyarakat yang lain, dapat memperbaiki
2
kepaduan akan integrasi (Ritzer dan Goodman, 2011:159). Seperti yang dikatakan
oleh salah satu tokoh sosiologi Lewis Coser bahwa konflik merupakan proses
yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan
struktur sosial (Poloma, 2004:107). Oleh sebab itu konflik sangatlah penting
dalam kehidupan bermasyarakat mulai dari konflik vertikal (pemerintah dengan
masyarakat) dan konflik horizontal seperti konflik antar suku, kelompok
masyarakat dan sebagainya. Seperti halnya yang dikatakan oleh lewis Coser:
Sungguhpun begitu saya ingin menujukkan bahwa analisa struktural, seperti
cinta, bagaimanapun pentingnya hal ini, tidak cukup. Masalah-masalah
eksklusif dapat menjurus, sengaja atau tidak, pada pengabaian proses sosial.
Faktor-faktor struktural - saya akan menunjukan beberapa contoh kongkrit -
tidak langsung bergerak di atas perilaku sosial, tetapi dijembatani oleh
proses interaksi sosial dimana konflik sosial adalah yang utama, walau sama
sekali bukan merupakan satu-satunya (Poloma, 2004:104)
Selain itu konflik dengan kelompok lain juga dapat berfungsi (1) menciptakan
kohesi melalui aliansi dengan kelompok lain, (2) dapat mengaktifkan peran
individu yang semula terisolasi, dan (3) konflik dapat membantu fungsi
komunikasi (Ritzer, 2011: 159)
Salah satu konflik yang terjadi dimasyarakat adalah konflik mengenai tanah.
Tanah merupakan salah satu sumber daya alami yang dapat menghasilkan barang
dan jasa, merupakan kebutuhan yang hakiki dan berfungsi sangat penting bagi
kehidupan dan penghidupan manusia, bahkan menentukan peradaban suatu
bangsa. Namun dalam perkembangannya tanah menjadi semakin penting, karena
keberadaannya yang terbatas untuk menampung berbagai aktivitas manusia yang
terus berkembang, sehingga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan
mengenai penggunaan dan penguasaannya (Wahid, 2008:1-4). Berdasarkan data
3
SNPK (Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan) sepanjang tahun 2005-Agustus
2013 dalam 13 provinsi yang ada di Indonesia meliputi Aceh, Lampung,
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku, Maluku
Utara, Sulawesi Tengah, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa
Tenggara Barat (NTB), dan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi
(Jabodetabek) terdapat 1.100 insiden kekerasan terkait lahan yang mengakibatkan
200 korban tewas dan 1.419 korban cedera serta 1.205 bangunan rusak.
Tabel I.A.1 Insiden dan Dampak Kekerasan Akibat Konflik Lahan di 13
Provinsi Pantauan SNPK (2005-Agustus 2013)
Provinsi Insiden Dampak
Tewas Cidera Bangunan Rusak
Maluku 194 39 365 348
NTT 179 63 221 143
Lampung 115 25 122 125
NTB 110 10 118 147
Papua 104 4 95 51
Aceh 91 12 54 13
Jabodetabek 87 14 284 268
Kalimantan Barat 66 4 32 28
Kalimantan Tengah 63 15 57 8
Sulawesi Tengah 38 9 42 42
Papua Barat 24 2 20 16
Kalimantan Timur 17 3 7 8
Maluku Utara 12 0 2 8
Total 1.100 200 1.419 1.205
(Sumber: The Habibie Center, 2013:8)
4
Mengenai konflik tanah adapun beberapa kasus yang terjadi seperti di
wilayah Sulawesi Selatan, dalam kasusnya telah berada dalam ranah hukum
dengan menggunakan sertifikat tanah sebagai salah satu instrument pembuktian
kepemilikan tanah. Dari tahun 1999 sampai 2014 terdapat 426 sertifikat hak milik
atas tanah yang diperkarakan di pengadilan terdapat 231 sertifikat diperkarakan di
pengadilan Tata Usaha Milik Negara dan 195 sertifikat lainnya diperkarakan di
pengadilan umum (Tabel I.A.2) Selanjutnya konflik tanah di wilayah NTB dari
tahun 1999 sampai Agustus 2013 terbagi atas jenisnya yang terdiri atas (1) Tanah
Ulayat sebanyak 37 insiden, (2) Lahan Pertanian/ Lahan Garapan sebanyak 48
insiden, (3) Lahan Domestic (Tetangga, Keluarga, Warisan) sebanyak 27 insiden,
(4) Batas Wilayah Desa sebanyak 22 insiden, dan (5) Lain-Lain sebanyak 9
insiden (Tabel I.A.3).
Tabel I.A.2 Sertifikat Tanah Diperkarakan Pada Lembaga Pengadilan
Periode 1999 s/d 2004
No Kabupaten/Kota Pengadilan
TUN
Pengadilan
Umum Jumlah Perkara
1 Kota Makassar 154 74 228
2 Kab. Gowa 19 16 35
3 Kab. Maros 5 9 14
4 Kab. Tanah Toraja 2 16 18
5 Kab. Bone, dll *) 51 80 131
Provinsi Sulawesi selatan 231 195 426
(Sumber: Wahid, 2008: 146)
*) Merupakan jumlah dari seluruh kabupaten dan kota di luar Makassar, Kabupaten
Gowa, Maros dan Tanah Toraja.
5
Tabel I.A.3 Jenis Konflik Lahan Antarwarga di NTT (1999-Agustus 2013)
Pantauan SNPK
Jenis Konflik Lahan Insiden Dampak
Tewas Cedera
Tanah Ulayat 37 29 86
Lahan Pertanian/ Lahan Garapan 48 22 40
Lahan Domestik (Tetangga, Keluarga, Warisan) 27 23 35
Batas Wilayah Desa 22 6 64
Lain-Lain 9 2 17
Total 143 82 242
(Sumber: The Habibie Center, 2013:11)
Terkait dengan masalah konflik tanah, salah satu kasus yang ditemukan oleh
peneliti di sekitar kampus peneliti sendiri yaitu di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta adalah konflik tanah di perumahan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Konflik ini terjadi antara penghuni perumahan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang terdiri dari para
pensiunan dosen, guru besar, dosen, dan para pegawai UIN dengan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berencana untuk menambah sarana dan
fasilitasnya. Rencana tersebut untuk mengembangkan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta sebagai Universitas Riset (Research University) dan Universitas Kelas
Dunia (World Class University) (UIN Jakarta, 2010:14). Namun dalam
perencanaannya tentu membutuhkan lahan untuk mendirikan bangunan sehingga
pihak kampus UIN menggunakaan tanah di perumahan dosen UIN. Untuk
6
mensukseskan perencanaannya, dibuatlah surat teguran yang berisikan
pengosongan rumah dan penyerahan rumah UIN paling lambat tanggal 31
Desember 2012 melalui surat tertanggal 17 Oktober 2011 (Kurniawan, 2011).
Penghuni perumahan dosen UIN kemudian menolak atas didirikannya
sarana diatas tanah perumahan dosen UIN dengan alasan mereka sudah tinggal di
perumahan tersebut semenjak tahun 1967 sampai sekarang ini dengan jumlah
penghuni perumahan sebanyak 171 orang. Adapun 41 rumah diantaranya terdiri
atas pengawai UIN yang masih aktif dan sisanya merupakan para pensiunan
dosen, guru besar, ahli waris dan para pegawai UIN serta mahasiswa yang masih
aktif (Kurniawan, 2011). Dan sampai saat ini konflik antara perumahan dosen
UIN dengan UIN Syarif Hidayatullah masih belum terselesaikan, terlihat masih
ada perumahan yang belum digusur dan warga masih menempati rumah tersebut.
Ketertarikan peneliti untuk mengangkat masalah konflik tanah, dengan
mengambil studi atas konflik tanah dalam perumahan dosen Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta karena (1) Konflik tersebut yang belum
terselesaikan semenjak dikeluarkannya surat pengosongan rumah pada tahun 2011
dan sampai saat ini, terlihat dari masih adanya sebagian bangunan rumah yang
belum diratakan, (2) Meluas dan tersebarnya konflik ini hingga banyak diliput
oleh media, padahal konflik seperti ini merupakan permasalahan internal antara
UIN Jakarta dengan penghuni perumahan dosen UIN Jakarta, (3) Aktor yang
terlibat berkonflik adalah sebagian besar dosen UIN Jakarta karena sebagian besar
penghuni rumah dosen UIN Jakarta adalah dosen di kampus UIN Jakarta sendiri.
7
B. Pertanyaan penelitian
Berdasarkan dari pernyataan diatas, maka peneliti merumuskan beberapa
pertanyaan, yaitu
1. Bagaimana konflik tanah terjadi di lingkungan perumahan dosen UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta?
2. Apa penyebab konflik tanah yang terjadi antara penghuni rumah dosen UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta?
3. Apa saja resolusi yang dilakukan kedua belah pihak dalam proses penyelesaian
konflik tersebut?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, maka penulis mempunyai
beberapa tujuan penelitian yaitu sebagai berikut:
a. Untuk menjelaskan terjadinya konflik tanah di lingkungan perumahan dosen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Untuk menjelaskan apa penyebab konflik yang terjadi antara UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan penghuni perumahan dosen UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
c. Untuk menjelaskan apa saja resolusi yang dilakukan kedua belah pihak dalam
proses penyelesaian konflik tersebut
8
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini yang diharapkan oleh peneliti adalah sebagai
berikut:
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi serta menjadi tambahan
literature review yang berhubungan dengan sosiologi konflik yang mengkaji
tentang Konflik Tanah (Studi atas konflik tanah dalam perumahan dosen
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan fenomena konflik sengketa
tanah dalam bentuk penggusuran yang dilakukan oleh UIN Syarif Hidayatullah
terhadap perumahan UIN Syarif Hidayatullah kepada masyarakat. Selain itu
penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi awal bagi penelitian yang
serupa diwaktu yang akan datang.
D. Tinjauan Pustaka
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian, dibutuhkan perbandingan
dengan penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini:
Lawang (1999) menulis dalam buku yang berjudul “Konflik Tanah di
Manggarai, Flores Barat: Pendekatan Sosiologik”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkapkan permasalahan konflik tanah di Manggarai, dapat memberikan
rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk langkah-langkah kegiatan
berikutnya dalam rangka mengurangi konflik tanah yang akan terjadi, dan
mengatasi masalah tanah sedemikian rupa, sehingga semua pihak yang terlibat
9
tidak merasa kehilangan sesuatu, semuanya menang (win-win solution).
Pendekatan yang dilakukan kuantitatif dan kualitatif. Teori yang digunakan adalah
teori anomi dari paradigma fungsionalisme struktural, teori konflik, teori transisi
budaya dan teori cap. Temuan penelitian menunjukkan bahwa mereka yang
terlibat dalam sengketa tanah cenderung untuk (1) Keluar dari struktur sosial-
budaya Manggarai, berarti menolak cara penyelesaian sengketa tanah melalui
jalan damai, memutuskan hubungan sosial kekerabatan, mempertajam
permusuhan, menanam benih dendam, meningkatkan kecendrungan untuk
membinasakan lawan, singkatnya struktur sosial menjadi kaku. dan (2) Kurang
atau tidak mengetahui konsekuensi dari satu keputusan untuk mengajukan atau
menyelesaikan suatu masalah konflik tanah lewat pengadilan nasional. Sepanjang
sebagian besar tanah di Manggarai belum memiliki bukti kepemilikan sertifikat,
kurangnya bukti-bukti tertulis yang menunjukkan pada hak kepemilikan
seseorang, serta keterbatasan dana yang dibutuhkan untuk suatu proses pengadilan
nasional, mengatasi masalah konflik tanah lewat sistem peradilan nasional,
tampaknya akan menadatangkan bencana bagi kedua belah pihak yang berkonflik.
Wahid (2008) menulis buku yang berjudul “Memaknai Kepastian Hukum
Hak Milik Atas Tanah” yang sekaligus merupakan elaborasi dari disertasinya
yang berjudul “Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik atas Tanah (Suatu
Analisis dengan Pendekatan Terpadu secara Normatif dan Sosiologis)”. Fokus
pembahasan dalam buku ini adalah menganalisis secara menyeluruh mengenai
berbagai ketentuan-ketentuan normatif yang mengatur timbulnya kepastian hak
atas tanah, keadaan senyatanya kesadaran hukum yang terjadi di masyarakat dan
10
peranan masyarakat dalam memperoleh kepastian hukum kepemilikan tanahnya.
Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif melalui kuesioner dan
wawancara dengan analisis deskriptif dan menggunakan teori sosiologi hukum
yang melihat hukum sebagai prilaku (behaviour), hukum sebagai tindakan
(action) dan hukum sebagai realitas (reality). Dari hasil penelitian ini ditemukan
fakta berupa 5 penemuan baru, bahwa (1) terdapat penyakit hukum berkaitan
dengan kepastian hukum hak milik atas tanah, (2) untuk memperkuat sistem
negatif pendaftaran tanah bukan menggunakan lembaga rechtverwerking tetapi
dengan lebih meningkatkan penertiban data administrasi pertahanan, (3)
dibedakan adanya kepastian hukum yang bersifat yudiris-normatif dan kepastian
hukum yang bersifat yudiris-sosiologis, (4) hak original merupakan produk
hukum yang konstitutif bersifat universal dan (5) terjadinya kepastian hukum
pemilikan tanah dan perlindungan hukum oleh masyarakat secara normatif
maupun sosiologis sesuai dengan azas delegalisasi.
Tesis Marlijanto (2010) yang meneliti tentang “Konsinyasi Ganti Rugi
Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (Studi Pengadaan Tanah
Untuk Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo Di Kabupaten
Semarang)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme konsinyasi
ganti rugi, hambatan-hambatan yang timbul dalam mekanisme ganti rugi, proses
pengadaan tanah, serta pengaruhnya terhadap pemilik hak atas tanah yang terkena
proyek atas tanah yang digunakan untuk Pembangunan Proyek Jalan TOL
Semarang – Solo Di Kabupaten Semarang. Penelitiannya menggunakan metode
kualitatif dengan analisis deskriptif dan menggunakan teori yuridis empiris
11
sebagai kerangka teoritis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1)
Mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan untuk Pembangunan
Proyek Jalan TOL Semarang – Solo Di Kabupaten Semarang disebabkan tidak
adanya titik temu, sehingga proses di pengadilan-lah yang bisa menyelesaikan. (2)
Hambatan-hambatan yang timbul dalam mekanisme konsinyasi ganti rugi atas
tanah yang digunakan untuk Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo
Di Kabupaten Semarang adalah ketidaksepakatan tentang besaran ganti kerugian
karena keterbatasan dana dari Pemerintah, (3) Proses pelaksanaan pengadaan
tanah untuk pembangunan jalan tol Semarang-Solo ini sesuai dengan Peraturan
Kepala BPN nomor 3 tahun 2007. Pemegang hak atas tanah menganggap bahwa
ganti-rugi yang ditawarkan kepada mereka tidak sesuai dengan harga pasar
setempat (umum). Adapun pengaruh yang ditimbulkan terhadap pemilik hakatas
tanah yang terkena pembangunan jalan tol Semarang – Solo ini diantaranya
sebagai berikut : (a) Turunnya harga tanah; (b) Menghambat Pertumbuhan
Ekonomi Warga; dan (c) Hilangnya rasa nyaman.
The Habibie Center (2013) yang meneliti “Peta Kekerasan di Indonesia
(Mei-Agustus 2013) dan Konflik Lahan Antarwarga di Provinsi Nusa Tenggara
Timur”. Penelitian ini mencoba untuk menggambarkan pola dan tren kekerasan
yang terjadi di 13 provinsi yang ada di Indonesia meliputi Aceh, Lampung,
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku, Maluku
Utara, Sulawesi Tengah, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa
Tenggara Barat (NTB), dan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi
(Jabodetabek) dalam periode Mei-Agustus 2013 serta membahas isu konflik lahan
12
antarwarga. Metodologi yang digunakan yaitu kuantiatif dan kualitatif dan teori
yang digunakan adalah teori konflik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pada periode Mei-Agustus 2013 tercatat 2.947 insiden kekerasan yang
menyebabkan 353 tewas, 2.532 cedera, 274 korban pemerkosaan, dan 388
bangunan rusak. Kekerasan pada periode ini didominasi oleh kriminalitas (57%),
diikuti oleh konflik Kekerasan (30%). Jenis kekerasan lain yang turut dipantau
diantaranya Kekerasan Dalam Rumah Tangga/KDRT (8%) dan Kekerasan Aparat
(5%). Sedangkan konflik lahan antar warga sepanjang tahun 2005-agustus 2013
menunjukkan kecenderungan meningkat. Tercatat sebanyak 338 insiden
kekerasan terkait konflik lahan antarwarga yang mengakibatkan 92 tewas, 628
cidera, dan 614 bangunan rusak.
Susan dan Wahab (2014) dalam International Journal Sustainable Future
for Human Security, dengan judul “The Causes of Protracted Land Conflict in
Indonesia’s Democracy: The Case of Land Conflict in Register 45, Mesuji
Lampung Province, Indonesia” (Penyebab Konflik Tanah yang Berkepanjangan
dalam Demokrasi di Indonesia: Kasus Konflik Tanah di Register 45, Mesuji
Provinsi Lampung, Indonesia). Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan
bagaimana konflik tanah di Mesuji Provinsi Lampung dapat berlarut-larut oleh
aktor yang saling bertentangan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan
teori yang digunakan adalah teori konflik. Penelitian ini menemukan konflik yang
berlarut-larut terkait dengan strategi kontroversial, seperti kekerasan dan
penindasan. Selain itu, ditemukan bahwa kepentingan dari beberapa aktor yang
strategis untuk mengendalikan "tanah siaga" telah dipromosikan strategi
13
kontroversial ini dengan para aktor yang saling bertentangan. Strategi ini pada
gilirannya telah menciptakan konflik tanah berlarut-larut di Mesuji, Provinsi
Lampung. Kenyataan ini merupakan salah satu kendala terbesar dalam mengubah
konflik tanah dalam pemecahan masalah dengan pendekatan berdasarkan nilai-
nilai demokrasi.
Tabel I.D.1 Matrik Tinjauan Pustaka
• Lawang : Konflik Tanah di Manggarai, Flores Barat: Pendekatan Sosiologik
• Wahid : Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah
• Marlijanto : Konsinyasi Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (Studi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo Di Kabupaten Semarang)
• The Habibie Center : Peta Kekerasan di Indonesia (Mei-Agustus 2013) dan Konflik Lahan Antarwarga di Provinsi Nusa Tenggara Timur
• Susan dan Wahab : Penyebab Konflik Tanah yang Berkepanjangan dalam Demokrasi di Indonesia: Kasus Konflik Tanah di Register 45, Mesuji Provinsi Lampung, Indonesia
Judul
• Lawang : Konflik Tanah
• Wahid : Hak milik atas tanah berdasarkan hukum
• Marlijanto : Konflik Tanah
• The Habibie Center : Konflik Tanah
• Susan dan Wahab : Konflik Tanah
Fokus
• Lawang : Kuantitatif dan Kualitaif
• Wahid : Kualitatif
• Marlijanto : Kualitatif
• The Habibie Center : Kuantitatif dan Kualitatif
• Susan dan Wahab : Kualitaif
Metodologi
• Lawang : Anomi,konflik, transisi budaya dan cap.
• Wahid : Sosiologi hukum
• Marlijanto : Yuridis empiris
• The Habibie Center : Konflik
• Susan dan Wahab : Konflik
Teori
14
Terkait dengan beberapa penelitian sebelumnya terdapat persamaan dan
perbedaan dengan penelitian ini. Berdasarkan dari fokus penelitian, terdapat
kesamaan peneliti dan keempat penelitian sebelumnya yaitu Lawang, Marlijanto,
The Habibie Center, Susan dan Wahab mengangkat tema mengenai konflik tanah,
namun demikian terdapat perbedaan dengan penelitian Wahid yaitu Hak milik
atas tanah berdasarkan hukum. Kemudian dari metodologi penelitian yang
digunakan terdapat persamaan antara peneliti dengan penelitian Wahid,
Marlijianto, Susan dan Wahab yaitu kualitatif, sedangkan penelitian Lawang dan
The Habibie Center menggunakan metodologi penelitian yang berbeda yaitu
kuantiatif dan kualitatif. Selanjutnya dari teori yang digunakan, teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah resolusi konflik, berbeda dengan penelitian
sebelumnya yaitu Lawang menggunakan teori anomi, konflik, transisi budaya dan
cap, Wahid menggunakan teori sosiologi hukum, Marlijanto menggunakan teori
empiris yuridis, The Habibie Center menggunakan teori konflik, Susan dan Wahid
menggunakan teori konflik. Berdasarkan dari lokasi penelitian peneliti yaitu di
Ciputat yang berbeda dari semua penelitian sebelumnya yaitu oleh Lawang di
Manggarai, Marlijanto di Semarang, The Habibie Center di 13 wilayah yang ada
di Indonesia, dan Susan dan Wahab di Lampung.
E. Kerangka Teori
Pendekatan Resolusi Konflik
Weitzman & Weitzman (Suhardono, 2015:4) menjelaskan resolusi konflik
sebagai sebuah usaha pemecahan masalah bersama. Sedangkan Fisher (2015:5)
mengatakan bahwa resolusi konflik merupakan usaha penanganan sebab-sebab
15
konflik dan berusaha menciptakan hubungan baru yang dapat bertahan lama
diantara kelompok-kelompok yang berkonflik. Berdasarkan dari pemaparan
pengertian resolusi konflik dari para ahli diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
resolusi konflik diartikan sebagai sebuah usaha yang dilakukan oleh kedua belah
pihak yang berkonflik untuk dapat menciptakan penyelesaian masalah secara
bersama-sama.
Dalam pendekatan resolusi konflik telah banyak dijelaskan oleh banyak
tokoh, sehingga hal tersebut menjadi umum ketika melihat konflik dengan
menggunakan pendekatan resolusi konflik. Moore dikutip oleh Ansori, Rotinsulu
dan Haryadi dalam The Study on Mining Licence Overlaps mengatakan bahwa
dalam pendekatan resolusi konflik terbagi menjadi empat yaitu Negosiasi,
Mediasi, Albitrasi dan pendekatan Legal.
Tabel I.E.1.1 Matrik Pendekatan Resolusi Konflik
(Sumber: Moore dikutip oleh Ansori, Rotinsulu dan Haryadi, 2013)
• Dua atau lebih orang atau pihak
• Conversation
• Serupa dialog
• Formal dan informal
Negosiasi
• Negoisasi
• Plus Mediator
• Outcome tetap dari kedua belah pihak
• ADR
Mediasi • Arbitrer
• Keputusan ada di tangan arbitrer
• Legally binding (mengikat secara hukum)
• ADR
Albitrasi
• Pengadilan
• Hakim
• Keputusan di tangan hakim
• Legally binding (mengikat secara hukum)
Legal
16
Berdasarkan dari matrik diatas menjelaskan bahwa, pendekatan resolusi konflik
terbagi menjadi empat, yaitu;
a. Negosiasi
Suatu upaya yang dilakukan oleh para pihak (dua pihak atau lebih) yang
berkonflik, dengan mempertemukan para pihak yang berkonflik untuk
menyampaikan keinginan dari para pihak yang berkonflik, sehingga dapat
menciptakan suatu kesepakatan bersama. Hasil yang didapatkan dari negosiasi
adalah win-win solution. Namun ketika tidak terjadi win-win solution maka akan
terjadi impase bahkan kemungkinan jika salah satu pihak tidak memiliki bukti
yang kuat maka pihak tersebut akan dirugikan (win-lose solution).
Ada tiga variabel yang merupakan hal terpenting dalam membentuk
kemungkinan keberhasilan negosiasi. Pertama, kedua belah pihak harus bertindak
untuk mencari solusi. Kedua, pihak perlu memiliki sumber daya manusia,
keuangan dan administrasi untuk mencari resolusi. Ketiga, pihak perlu memiliki
pemahaman yang tinggi dan bebagi. Ketika kedua belah pihak memiliki kemauan
untuk mencari solusi, memiliki sumber daya yang memadai dan pemahaman
bersama (kontekstual dan teknis), mereka cenderung dapat mencapai resolusi
bersama. Namun ketika sebaliknya terjadi yaitu, dimana salah satu atau kedua
belah pihak memiliki keinginan rendah untuk mencari solusi, beberapa sumber
dan/atau pemahaman konflik rendah cenderung memburuk atau meningkat maka
akan ditangguhkan kepada pihak ketiga (Barron, 2004: 30).
17
b. Mediasi
Suatu upaya yang dilakukan oleh para pihak (dua pihak atau lebih) yang
berkonflik, dengan mempertemukan para pihak yang berkonflik untuk
menyampaikan keinginan dari para pihak yang berkonflik, sehingga dapat
menciptakan suatu kesepakatan bersama. Upaya ini dibantu oleh pihak ketiga
sebagai mediator yang bersifat netral yang berfungsi sebagai pihak yang
menjembatani keinginan pihak yang berkonflik dan membantu memecahkan
masalah bersama para pihak yang berkonflik.
Tugas utama pihak ketiga ini adalah untuk bertindak sebagai broker,
penerjemah, dan pembangun jembatan untuk membantu kedua belah pihak yang
berkonflik agar dapat mencapai kesepakatan, kesepakatan mereka (untuk alasan
apa pun) tidak bisa dicapai pada mereka sendiri. Adapun dua hal yang dimiliki
oleh pihak ketiga ini yaitu: pertama, kapasitas mereka yaitu gabungan
pengetahuan lokal mereka dan keterampilan teknis, dan kualitas dan kuantitas
sumber daya manusia, keuangan, administrasi mereka. Kedua, legitimasi mereka
juga penting yang dirasakan kompetensi yang profesional dan ia mewakili
integritas individu dan organisasi, dan sejauh mana keduanya dipandang sebagai
menduduki sesuai peran yurisdiksi (Barron, 2004: 35-36). Namun demikian
kehadiran pihak ketiga ini tidak dapat memberi keputusan, melainkan keputusan
dari kedua pihak melalui mediator yang impartial. Hasil yang didapatkan dari
mediasi adalah win-win solution, namun ketika tidak terjadi win-win solution
maka akan terjadi impase solution.
18
c. Albitrasi
Suatu upaya yang dilakukan oleh para pihak (dua pihak atau lebih) yang
berkonflik, dengan mempertemukan para pihak yang berkonflik serta dibantu oleh
pihak ketiga yang terdiri dari tim sebagai albiter. Fungsi dari pihak ketiga ini
adalah selain sebagai pihak yang menjembatani keinginan kedua belah pihak,
selain itu juga sebagai pihak yang dapat memberi persetujuan dengan menilai
kelebihan dan kekurangan dari pihak yang berkonflik. Sehingga dapat dikatakan
keputusan ada pada pihak ketiga yang impartial dan keputusannya mengikat
secara hukum (legally binding). Hasil yang didapatkan dari albitrasi adalah win-
win solution, namun ketika tidak terjadi win-win solution maka akan terjadi
impase solution.
d. Legal
Pendekatan legal merupakan tahapan akhir ketika negoisasi, mediasi dan
albitrasi sudah tidak mampu menjawab keinginan dari para pihak yang berkonflik.
Cara ini dilakukan dengan mempertemukan para pihak yang berkonflik serta
dibantu oleh pihak ketiga yaitu hakim lembaga pengadilan. Fungsi pihak ketiga
ini sebagai hakim yang memiliki kuasa penuh untuk memutuskan berdasarkan
dari kelebihan dan kekurangan dari para pihak yang berkonflik serta keputusan
dari hakim mengikat secara hukum (legally binding). Hasil dari pendekatakan
legal ini sudah tidak mengedapankan tercapainya keinginan bersama lagi (win-win
solution) melainkan hanya memenangkan keinginan salah satu pihak (win-lose
solution).
19
1. Hasil Resolusi Konflik
Diagram berikut menggambarkan dan menjelaskan secara lebih detail
mengenai win-win, impase dan win-lose solution.
Tabel I.E.2.1 Matrik Hasil Resolusi Konflik
(Sumber: Ansori, Rotinsulu dan Haryadi, 2013)
Berdasarkan dari diagram diatas bahwa, hasil dari resolusi konflik dibagi menjadi
tiga, yaitu; 1) Win-win solution, merupakan bentuk outcome yang dimana
keputusannya dimenangkan oleh kedua pihak yang berkonflik. Tentunya tidak ada
pihak yang merasa dirugikan karena kedua belah pihak mendapat keuntungan dari
keputusan yang telah ditetapkan. 2) Impase solution, adalah bentuk outcome
yang dimana tidak ada pihak yang dimenangkan melainkan hasil keputusannya
berjalan deadlock atau buntuh. 3) Win-Lose solution, merupakan bentuk oucome
yang dimana hanya menguntungkan salah satu pihak karena hanya dapat
memenangkan salah satu pihak yang berkonflik. Sehingga ini dianggap merugikan
Win-Win Solution
• Keduanya dimenangkan
• Menguntungkan keduanya
• Tidak ada yang merasa dirugikan
Impase Solution
• Deadlock, atau buntuh
• Dikalahkan kedua-duanya
Win-Lose Solution
• Dikalahkan salah satunya
• Menguntungkan dan merugikan salah satunya
• Serupa dengan kompromi
Hasil Resolusi Konflik
20
bagi pihak lain karena pihak lain yang dirugikan merupakan pihak yang
dikalahkan.
2. Analisis Untung-Rugi (Cost-Benefit Analysis)
Dalam konteks resolusi konflik secara umum, pendekatan resolusi konflik
dapat ditempatkan dalam kerangkan analisis di bawah ini dengan melihat aspek
kekuarangan dan kelebihan masing-masing.
Tabel I.E.3.1. Matrik Analisis Untung-Rugi
(Sumber: Ansori, Rotinsulu dan Haryadi, 2013)
Negoisasi
•Lebih Informal
•Lebih murah
•Terjaga privasi
•Waktu lebih singkat
•win-win; win-lose; lose-lose
•Keputusan langsung dari kedua pihak
Mediasi
•Lebih Informal
•Lebih murah
•Lebih terjaga privasi
•Waktu lebih singkat
•win-win solution
•Keputusan dari kedua pihak melalui mediator yang impartial
Albitrasi
•Lebih informal
•Tidak terlalu mahal
•Privasi berkurang
•Lebih cepat dari pendekatan legal
•Keputusan dari pihak ketiga yg impartial.
•Win-win solution
•Legally binding
Legal
•Sangat formal
•Sangat mahal
•Tidak ada privasi
•Win-lose solution
•Butuh waktu lama
•Legally binding
Analisis Untung-Rugi
21
Berdasarkan dari diagram list diatas bahwa, dari segi formalitas, pendekatan
negoisasi, mediasi dan albitrasi bersifat informal. Berbeda dengan pendekatan
legal yang bersifat sangat formal. Dari segi ongkos/biaya, pendekatan negosiasi
dan mediasi dianggap paling sedikit mengambil ongkos/biaya dibandingkan
dengan pendekatan albitrasi dan legal. Sedangkan dari aspek privasi, pendekatan
negoisasi dan pendekatan mediasi dianggap lebih penuh privasi bila dibandingkan
dengan pendekatan albitrasi dan pendekatan legal yang sudah terbuka untuk
umum. Selanjutnya dari aspek waktu, pendekatan negoisasi dan mediasi paling
sedikit menghabiskan waktu untuk menyelesaikan konflik bila dibandingkan
dengan pendekatan albitrasi dan pendekatan legal. Dari diagram tersebut, juga
dapat dilihat bahwa pendekatan negosiasi, mediasi dianggap nyaman dan mudah
diterima oleh kedua belah pihak karena keputusannya mereka ambil (win-win
solution) dibandingkan dengan pendekatan albitrasi dan legal yang keputusannya
diambil pihak ketiga.
F. Definisi Konsep
Dalam penelitian ini agar tidak menimbulkan kesalahpahaman antara
keinginan peneliti dengan pembaca, maka perlu diberi batasan pengertiannya:
a. Konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan
berkenaan dengan status, kekuasaan, dan sumber-sumber kekayaan yang
persediaannya tidak mencukupi. Pihak-pihak yang berselisih tidak hanya
bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan melainkan juga
memojokkan, merugikan, atau menghancurkan lawan mereka (Wirawan,
2012:83).
22
b. Konflik tanah merupakan perselisihan pertanahan antara orang
perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum atau
lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas
secara sosio-politis (BPN, 2016)
c. Perumahan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
merupakan perumahan yang hanya dihuni oleh dosen dan karyawan yang
bekerja di UIN Jakarta.
G. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Banyak ahli kualitatif mencoba untuk memberi batasan definisi
mengenai penelitian kualitatif. Creswell berpendapat bahwa
Penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian ilmiah yang lebih
dimaksudkan untuk memahami masalah-masalah manusia dalam konteks
sosial dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang
disajikan, melaporkan pandangan terperinci dari para sumber informasi,
serta dilakukan dalam setting ilmiah tanpa adanya intervensi apa pun dari
peneliti (Herdiansyah, 2012:8).
Selanjutnya menurut Moleong penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian seperti tindakan, perilaku, persepsi, motivasi, dan lain-lain. Secara
menyeluruh dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah
(Moleong, 2009:6).
23
Berdasarkan dari definisi yang dikemukakan oleh para tokoh diatas
mengenai penelitian kualitatif terdapat kesamaan dari para tokoh tersebut yaitu
pendekatan ini lebih memfokuskan kepada penggalian makna (interpretasi)
terhadap fenomena manusia dalam konteks sosial yang meliputi tindakan,
perilaku, persepsi, motivasi, dan lain-lain. Dengan demikian, dalam penelitian ini
peneliti memilih pendekatan kualitatif untuk mendapatkan gambaran informasi
atau data secara mendalam dan menyeluruh mengenai sengketa lahan yang
menyebabkan konflik tanah yang menjadi fokus penelitian ini.
2. Subjek Penelitian
Informan yang dijadikan subjek dalam penelitian ini adalah pihak penghuni
perumahan dosen UIN dan pihak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
menentukan informan peneliti menggunakan teknik purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan
tertentu. Teknik ini bertujuan untuk mendapatkan kasus-kasus yang memiliki
berbagai informasi yang dapat memberikan pemahaman penuh mengenai berbagai
aspek dari fenomena yang diteliti (Sulistyaningsih, 2012:74), dan digunakan
apabila anggota sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan
penelitiannya (Usman, 2008:45). Dalam menentukan purposive sampling, peneliti
hanya menggunakan satu kriteria yaitu informan tersebut terlibat dalam konflik
tanah di perumahan UIN Jakarta.
Selanjutnya dalam memilih informan sebagai subjek penelitian, peneliti
menggunakan cara snowball sampling. Snowball sampling merupakan metode
pemilihan sampel dengan pertama-tama menghubungi seseorang atau sekelompok
24
informan, lalu meminta untuk memberikan saran tentang orang-orang yang
dipandang memiliki informasi penting dan bersedia berpartisipasi dalam
penelitian (Sulistyanigsih, 2012:75). Alasan peneliti dalam penggunaan teknik
snowball sampling bahwa peneliti tidak tahu siapa yang memahami objek
penelitian (Bungin, 2007:77). Walaupun peneliti tidak mengetahui siapa yang
akan dijadikan informan, namun demikian peneliti memiliki kriteria yang telah
disebutkan sebelumnya yaitu bahwa informan adalah orang yang terlibat dalam
konflik tersebut. Berangkat dari kriteria tersebut, peneliti berinisiatif untuk
menemui RTN selaku salah satu ketua perumahan dosen UIN, Kelurahan
Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur, yang merupakan lokasi konflik tanah.
Karena menurut asumsi peneliti, RTN merupakan orang yang paling mengetahui
lingkungannya dibandingkan dengan warga yang lain. Dari situlah pada akhirnya
terkumpul dua puluh satu informan termasuk RTN yang menjadi informan dalam
penelitian ini. Jumlah informan tersebut dirasa cukup oleh peneliti karena “data
sudah tidak dapat lagi menemukan variasi informasi dari informan” (Bungin,
2007: 53). Berikut adalah data mengenai informan yang kemudian peneliti
kategorikan menjadi 3 kelompok:
25
Tabel I.G.2.1 Profil Informan Pihak UIN Jakarta
1. Pihak UIN Jakarta
No Nama Jenis kelamin Agama Jabatan
1. ECP Laki-laki Islam Kasubbag Akutansi Instansi dan
SIMAK BMN Periode 2015-2019
2. FZ Laki-laki Islam Dosen UIN
3. KH Laki-laki Islam Mantan Rektor UIN Periode 2010-
2015
4. MA Laki-laki Islam Biro Administrasi Umum dan
Kepegawaian (BAUK) Kepala
Bagian Umum Periode 2015-2019
5. PO Laki-laki Islam Pensiunan Pusdiklat Depag periode
1997
6. RSN Laki-laki Islam Kepala Bagian Akutansi dan
Pelaporan Keuangan Periode 2015-
2019
7. SBJ Laki-laki Islam Kepala Biro Perencanaan dan
Keuangan (BPK) Periode 2015-2019
Berdasarkan dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa dari pihak UIN terdiri
dari 7 informan yang secara keseluruhan berjenis kelamin laki-laki dan beragama
Islam.
Tabel I.G.2.2 Profil Informan Pihak Perumahan Dosen UIN
2. Pihak Perumahan Dosen UIN
No Nama Jenis Kelamin Agama Jabatan/Status
1. AMZ Perempuan Islam Janda Depag
2. HLM Perempuan Islam Ketua perumahan dosen UIN
3. ZS Perempuan Islam Janda UIN
4. BJD Laki-laki Islam Pensiunan Dosen UIN
5. IP Laki-laki Islam Anak pensiunan Dosen UIN
6. ISK Laki-laki Islam Ketua tim tanah perumahan dosen UIN
7. MK Laki-laki Islam Pensiunan Dosen UIN
8. MH Laki-laki Islam Pensiunan Depag
9. NW Laki-laki Islam Ketua perumahan dosen UIN
10. RTN Laki-laki Islam Ketua perumahan dosen UIN
11 ZA Laki-laki Islam Pensiunan Dosen UIN
26
Dalam temuan di lapangan dapat dikatakan bahwa dari pihak UIN terdiri dari 11
informan yang sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dan secara keseluruhan
beragama Islam. Sementara itu dari segi jabatan/status informan sebagian besar
adalah Pensiunan Dosen UIN, hal ini wajar karena menurut peneliti perumahan ini
memang cenderung diperuntukkan untuk para dosen dan karyawan UIN.
Tabel I.F.2.3 Profil Informan Pihak Ketiga
3. Pihak Ketiga
No Nama Jenis Kelamin Agama Jabatan/Status
1. IDS Laki-laki Islam Kepala Kelurahan Pisangan
Kecamatan Ciputat Timur periode
2015
2. MYN Laki-laki Islam Kepala Seksi Humas Polisi Sektor
(polsek) Ciputat Timur periode 2015
Berdasarkan dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa dari pihak ketiga
terdapat 3 informan yang secara keseluruhan berjenis kelamin laki-laki dan
beragama Islam. Dari segi jabatan masing-masing memiliki jabatan yang berbeda
meliputi kepala Kepala Kelurahan dan Kepala Seksi Humas Kepolisian Sektor
Ciputat yang keduanya terlibat sebagai pihak yang memediasi dalam penyelesaian
konflik tanah yang terjadi di perumahan dosen UIN.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di perumahan dosen UIN Jakarta yang terletak di
Jalan Kertamukti RW 04, Kelurahan Pisangan, Kecamatan Cipuatat Timur,
Kabupaten Tangerang Selatan. Sedangkan waktu yang dibutuhkan dalam
mengumpulkan data melalui wawancara, bahan bacaan, bahan pustaka, laporan-
27
laporan penelitian serta mengolah dan menganalisis data yang berkaitan dengan
penelitian ini adalah enam belas bulan, terhitung mulai dari bulan Januari 2015
sampai Mei 2016.
4. Jenis data
Jenis data dalam penelitian ini merupakan data yang didapat oleh peneliti
selama penyusunan skripsi baik itu dilapangan mapun diluar lapangan yang
meliputi data primer dan data sekunder. Menurut Suyanto (2007:55) jenis data
berdasarkan sumbernya dibagi menjadi dua, yaitu jenis data primer dan sekunder:
Data primer merupakan data yang didapatkan langsung dari objek yang akan
diteliti. Data diperoleh dari hasil wawancara kepada informan selama dilapangan
dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti dan dokumentasi foto peneliti
dapatkan dari informan. Sedangkan, data sekunder merupakan data penelitian
yang diperoleh dari lembaga atau institusi tertentu seperti dokumen-dokumen
akademik, jurnal-jurnal cetak maupun jurnal elektrik, karya-karya ilmiah seperti
skrispsi atau tesis dan buku-buku yang berkaitan dengan konflik tanah atau yang
relevan dengan pembahasan pada penelitian ini.
5. Tehnik Pengumpulan data
Wawancara
Wawancara (interview) merupakan pertemuan dua orang yang bertujuan
untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dibentuk
makna dalam suatu topik yang akan diteliti. Dalam hal ini peneliti akan
mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam
28
menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi (Sugiyono, 2009:231-
232). Adapun wawancara menurut Denzin dan Lincoln
Wawancara merupakan suatu percakapan, seni tanya jawab dan
mendengarkan. Ini bukan merupakan suatu alat yang netral, pewawancara
menciptakan situasi tanya jawab yang nyata. Dalam situasi ini jawaban-
jawaban diberikan. Wawancara menghasilkan pemahaman yang terbentuk
oleh situasi berdasarkan peristiwa-peristiwa interaksional yang khusus.
Metode tersebut dipengaruhi oleh karakteristik individu pewawancara,
termasuk ras, kelas, kesukuan, dan gender (Gunawan, 2013:161).
Dalam proses wawancara terdapat dua pihak dengan kedudukan yang berbeda,
yaitu pihak pertama berfungsi sebagai penanya, yang disebut pula sebagai
interviewer dan pihak kedua berfungsi sebagai pemberi informasi (informan
supplyer), interviewer atau informan (Gunawan, 2013:160-161). Untuk membantu
peneliti dalam proses wawancara agar dapat fokus pada informasi yang berasal
dari informan, peneliti menggunakan alat bantu tape recorder (perekam suara).
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
semiterstruktur (Semistructure Interview) yang tergolong dalam in-dept interview,
yang bertujuan untuk menemukan permasalahan secaara lebih terbuka, dimana
informan tidak hanya menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti saja
melainkan diminta pendapat dan ide-idenya. Wawancara ini sifatnya lebih bebas
dari wawancara terstruktur (Structured Interview) (Sugiyono, 2009:233). Dalam
wawancara semistruktur (Semistructure Interview), peneliti menggunakan
interview guide/ pedoman wawancara yang dibuat berupa daftar pertanyaan, tetapi
tidak berupa kalimat-kalimat yang permanen (mengikat) agar memungkinkan
terjadinya variasi-variasi penyajian pertanyaan sesuai selera berdasarkan situasi
yang ada. Daftar pertanyaan berfungsi sebagai pengontrol relevan tidaknya isi
29
wawancara agar tanya jawab yang diharapkan tidak menyimpang dari
permasalahan yang ingin digali oleh peneliti. Oleh karena itu dalam wawancara
semistruktur dapat memberikan kebebasan kepada informan dalam
mengembangkan pertanyaan dan peneliti dalam memberikan jawaban secara
babas, serta dapat mengontrol kekakuan dan kebekuan dalam proses wawancara
(Rahayu dan Ardani, 2004:79).
Dalam proses wawancara di lapangan peneliti menemui beberapa hambatan
seperti tidak bersedianya beberapa informan yang telah direkomendasikan dari
informan yang telah bersedia untuk diwawancarai sebelumnya untuk
diwawancarai, sehingga peneliti kembali menanyakan kepada informan yang yang
telah bersedia diwawancarai sebelumnya untuk meminta rekomendasi untuk
informan selanjutnya. Selanjutnya dalam mengatur ketersediaannya waktu
informan untuk diwawancarai, sehingga peneliti membutuhkan waktu untuk dapat
mewawancarai informan. Kemudian dalam proses transkip wawancara, peneliti
juga menemukan hambatan seperti dalam menyajikan transkip wawancara secara
utuh, guna untuk menjaga keaslian data yang didapatkan dari para informan.
Selain itu juga untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam seperti
terbatasnya informasi mengenai gambaran perumahan dosen UIN sehingga
peneliti hanya bisa dapatkan dari wawancara dari para informan.
6. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya data diolah dan dianalisis.
Analisis data merupakan proses sistematis pencairan dan pengaturan transkripsi
wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi lain yang telah dikumpulkan
30
untuk meningkatkan pemahaman diri sendiri mengenai materi-materi tersebut dan
untuk memungkinkan menyajikan apa yang sudah ditemukan kepada orang lain.
Analisis melibatkan pekerjaan dengan data, penyusunan, dan pemecahannya ke
dalam unit-unit yang dapat ditangani, perangkumannya, pencarian pola-pola, dan
penemuan apa yang penting dan apa yang perlu dipelajari, dan pembuatan
keputusan apa yang akan anda katakan kepada orang lain (Emzir, 2011:85-86).
Dalam analisis data peneliti menggunakan model analisis Mills dan Hubermas
yang terdiri dari tiga bagian yaitu data reduction/reduksi data, display
data/penyajian data dan verification/kesimpulan (Sugiyono, 2014:91).
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemokusan, penyederhanaan,
abstraksi. Dan pentransformasikan “data mentah” yang terjadi dalam catatan-
catatan tertulis (Emzir, 2011:129). Reduksi data berisi tentang proses
penggabungan dan penyelarasan segala bentuk data yang diperoleh menjadi satu
bentuk tulisan (script) yang akan dianalisis (Herdiansyah, 2012:180).
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah penyajian data. Penyajian
data dilakukan dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data,
maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut (Sugiyono, 2014:95).
Dalam hal ini setelah data primer dan sekunder dipilah maka kemudian data
tersebut peneliti sajikan dalam bentuk teks atau paragraf yang bersifat naratif
disertai dengan matrik dan bagan untuk menjawab pertanyaan penelitian peneliti.
31
3. Kesimpulan
Kesimpulan menjurus pada jawaban dari pertanyaan penelitian yang
diajukan dan mengungkap what dan how dari temuan penelitian tersebut. Dalam
tahap kesimpulan terdiri dari tiga tahap yaitu: 1) menguraikan subkategori tema
dalam tabel kategorisasi dan pengkodean disertai dengan quote verbatim
wawancaranya; 2) menjelaskan hasil temuan penelitian dengan menjawab
pertanyaan penelitian berdasarkan aspek/komponen/faktor/dimensi dari central
phenomenon penelitian; 3) membuat kesimpulan dari temuan tersebut dengan
memberi penjelasan dari jawaban pertanyaan penelitian yang diajukan
(Herdiansyah, 2012:179-181).
H. Sistematika Penulisan
Guna memudahkan pembahasan, maka dalam penulisan skripsi ini dibagi
menjadi empat bab yang terdiri dari:
BAB I Pendahuluan: Membahas Pernyataan Masalah, Pertanyaan Penelitian,
Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian,
Kerangka Teori, dan Sitematika Penulisan.
BAB II Gambaran Umum Perumahan Dosen UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta: Kecamatan Ciputat Timur, dan Perumahan Dosen UIN Syarif
Hidayatullah.
BAB III Temuan dan Analisis: Merupakan bentuk pembahasan dan analisis
dari hasil penelitian berdasarkan data-data yang didapatkan di lapangan, hal ini
meliputi proses terjadinya konflik tanah di perumahan dosen UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, penyebab konflik tanah di perumahan dosen UIN Syarif
32
Hidayatullah Jakarta, dan resolusi yang dilakukan oleh UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan penghuni perumahan dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam
proses penyelesaian konflik.
BAB IV Penutup: Berisi kesimpulan disertai dengan saran.
Daftar Pustaka, dalam halaman ini berisi kepustaka yang digunakan dalam
penulisan penelitian. Baik yang berasal dari media cetak seperti buku, jurnal,
Tesis, maupun dari media elektronik internet seperti artikel, laporan dan jurnal
Lampiran Penelitian, berisikan lampiran-lampiran keterangan pada saat
penelitian.
33
BAB II
GAMBARAN UMUM UIN JAKARTA DAN PERUMAHAN DOSEN UIN
JAKARTA
A. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Sejarah Berdirinya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan salah satu Universitas Negeri di
Indonesia yang sudah melampaui umur setengah abad. Secara singkat sejarah UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dapat dibagi ke dalam beberapa periode, yaitu:
“periode perintisan (1940-an), periode ADIA (Akademi Dinas Ilmu Agama)
(1957-1960), periode Fakultas IAIN al-Jami’ah Yogyakarta (1960-1963), periode
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1963-2002), dan periode UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta (mulai 20 Mei 2002)” (UIN Jakarta, 2010: 5-11).
2. Letak Geografis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki tiga lokasi kampus. Pertama,
Kampus I yang terletak di Jl. Ir. H. Juanda Ciputat. Kedua, Kampus II yang
terletak di Jl. Kertamukti Ciputat. Ketiga, Kampus III yang terletak di Desa
Cikuya, Tigaraksa, Kabupaten Tangerang (UIN Jakarta, 2010: 20).
3. Demografis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Secara demografis, sebenarnya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki
banyak sekali komponen, namun yang menjadi fokus penulis adalah Fasilitas dan
Sarana Pendidikan dan Tenaga Akademik.
34
a. Fasilitas dan Sarana Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
terdiri dari tiga kampus, yang dimana setiap kampus memiliki fasilitas dan sarana
pendidikan masing-masing yang meliputi:
1) Kampus I terdiri dari delapan gedung perkuliahan dan perkantoran dengan
perincian: Kantor Rektorat, Kantor-kantor administrasi Universitas, Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Fakultas Adab dan Humaniora, Fakultas
Syariah dan Hukum, Fakultas Ushuluddin, Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Sains dan Teknologi,
Student Center dan Masjid al-Jami’ah, Pusat Laboratorium Terpadu,
Perpustakaan Utama, Auditorium Prof. Dr. Harun Nasution, Wisma Usaha,
Kantin Dharma Wanita, Bank BNI, Bank Mandiri, Bank BRI, Book Store,
Lab School (Tri Guna), dan Lapangan Olahraga (Sepakbola) (UIN Jakarta,
2010: 20).
2) Kampus II terdiri dari: Fakultas Psikologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Sekolah Pascasarjana,
Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakatan (PPIM), Pusat Bahasa (PB),
Center For the Study of Religion and Culture (CSRC), Nasional Information
and Communication Technology (NICT), Syahida Inn, Kebun Percobaan,
Lab School (TK Ketilang, Madrasah Pembangunan), Komplek Perumahan
Dosen, Asrama Mahasiswa/i, Lapangan Tenis, Ma’had Aly, Kantor
Kopertais dan Pusat Pelatihan PTAIS, Rumah Sakit Syarif Hidayatullah dan
Masjid Fathullah (UIN Jakarta, 2010: 20-21).
35
3) Kampus III direncanakan akan memanfaatkan sebagai laboratorium
agrobisnis dan bisnis indusri (UIN Jakarta, 2010: 21).
b. Tenaga Akademik
Tenaga Akademik adalah tenaga pengajar yang bertanggung jawab dalam
kegiatan belajar mengajar di dalam kelas dan sejenisnya. Tenaga akademik pada
jenjang perguruan tinggi disebut dosen. Dosen tetap di lingkungan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta berjumlah 925 orang (UIN Jakarta, 2014: 14). Berikut adalah
perincian lengkapnya:
Tabel.II.A.3.b.1
Populasi Dosen Tetap Berdasarkan Tempat Tugas dan Jenis Kelamin
NO FAKULTAS LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 Ilmu Tarbiyah dan Keguruan 93 79 172
2 Adab dan Humaniora 59 24 83
3 Ushuluddin 54 12 66
4 Syariah dan Hukum 92 21 113
5 Dakwah dan Komunikasi 52 23 75
6 Dirasat Islamiyah 15 3 18
7 Psikologi 12 21 33
8 Ekonomi dan Bisnis 35 26 61
9 Sains dan Teknologi 55 56 111
10 Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 32 80 112
11 Ilmu Sains dan Ilmu Politik 40 13 53
12 Sumber Daya Alam dan Lingkungan 23 5 28
JUMLAH 562 363 925
(Sumber: Pedoman Akademik Program Strata 1 2014-2015, 2014:14)
36
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah dosen yang terbanyak berada
di fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan jumlah 172 dosen yang terdiri
dari jenis kelamin yakni 93 laki-laki dan 79 perempuan. Hal ini karena fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan merupakan fakultas dengan jurusan terbanyak dari
12 fakultas yang ada di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta, 2010: 37).
Wajar apabila fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan memiliki jumlah dosen yang
terbanyak diantara semua fakultas yang ada di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tabel.II.A.3.b.2
Populasi Dosen Tetap Berdasarkan Tempat Tugas dan Jenjang
Pendidikan
NO FAKULTAS S-1 S-2 S-3 JUMLAH
1 Ilmu Tarbiyah dan Keguruan 15 115 43 173
2 Adab dan Humaniora 1 52 30 83
3 Ushuluddin 1 35 30 66
4 Syariah dan Hukum 2 69 44 115
5 Dakwah dan Komunikasi 0 58 17 75
6 Dirasat Islamiyah 0 9 9 18
7 Psikologi 0 26 7 33
8 Ekonomi dan Bisnis 0 52 17 69
9 Sains dan Teknologi 0 93 18 111
10 Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 12 79 21 112
11 Ilmu Sains dan Ilmu Politik 0 42 11 53
12 Sumber Daya Alam dan Lingkungan 0 18 4 22
JUMLAH 31 648 251 930
(Sumber: Pedoman Akademik Program Strata 1 2014-2015, 2014:15)
37
Berdasarkan dari tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah dosen paling sedikit
berada di fakultas Dirasat Islamiyah dengan jenjang pendidikan yaitu S-1 tidak ada
dosen, S-2 sebanyak 9 dosen dan S-3 sebanyak 9 dosen. Hal ini disebabkan
fakultas Dirasat Islamiyah merupakan satu dari dua fakultas yang ada di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang hanya memiliki satu jurusan (UIN Jakarta, 2010:
37). Wajar apabila fakultas Dirasat Islamiyah memiliki jumlah dosen yang paling
sedikit diantara semua fakultas yang ada di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tabel.II.A.3.b.3
Populasi Dosen Tetap PNS dan Kontrak Menurut Tempat Tugas
NO FAKULTAS PNS Kontrak JUMLAH
1 Ilmu Tarbiyah dan Keguruan 163 10 173
2 Adab dan Humaniora 83 1 84
3 Ushuluddin 66 0 66
4 Syariah dan Hukum 107 0 107
5 Dakwah dan Komunikasi 73 2 75
6 Dirasat Islamiyah 16 2 18
7 Psikologi 31 2 33
8 Ekonomi dan Bisnis 55 11 66
9 Sains dan Teknologi 93 18 111
10 Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 96 16 112
11 Ilmu Sains dan Ilmu Politik 44 9 53
12 Sumber Daya Alam dan Lingkungan 6 18 24
JUMLAH 833 89 922
(Sumber: Pedoman Akademik Program Strata 1 2014-2015, 2014:14-15)
38
Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat dosen tetap PNS dan dosen kontrak
yang mengajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan jumlah keseluruhan
922 dosen. Fakultas yang memiliki jumlah dosen tetap PNS yang paling sedikit
dibandingkan dengan jumlah dosen Kontrak adalah fakultas Sumber Daya Alam
dan Lingkungan dengan jumlah dosen tetap PNS sebanyak 6 dosen dan jumlah
dosen kontrak sebanyak 18 dosen. Hal ini karena berdasarkan dari sejarah
pendiriannya, fakultas Sumber Daya Alam dan Lingkungan merupakan fakultas
termuda dari semua fakultas yang ada di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Wajar
apabila fakultas Sumber Daya Alam dan Lingkungan merupakan fakultas yang
memiliki jumlah dosen tetap PNS yang paling sedikit dibandingkan dengan
jumlah dosen Kontrak.
B. Perumahan Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Sejarah Berdirinya Perumahan Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada sekitar tahun 1959 atau 1960 awal mula berdirinya perumahan dosen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah asrama yang diperuntukkan bagi pegawai
atau guru agama di lingkungan Departemen Agama (saat ini disebut Kementrian
Agama) yang berasal dari wakil-wakil daerah di seluruh Indonesia yang lolos
seleksi di Akademi Dinas Guru Agama (ADIA) di Jakarta. Berdirinya ADIA tidak
terlepas dari keinginan Departemen Agama untuk meningkatkan tingkat
akademisi guru-guru agama (Wawancara dengan PO, Pensiunan Pusdiklat Depag
periode 1997, Ciputat, 13 Mei 2015).
39
Seiring dengan berjalannya waktu pada tahun 1961 atau 1962 ketika ADIA
berubah menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) masih banyak guru-guru
yang dipanggil tugas belajar dari seluruh Indonesia, namun bukan setingkat
akademisi lagi melainkan sudah setingkat Srata 1 (S1). Kemudian setelah
mendapatkan gelar S1, mereka ada yang kembali ditugaskan, ada juga yang tidak
kembali ditugaskan melainkan diangkat menjadi dosen atau menjadi pegawai
(Wawancara dengan PO, Pensiunan Pusdiklat Depag periode 1997, Ciputat, 13
Mei 2015).
Mereka yang diangkat menjadi dosen atau pegawai oleh Departemen Agama
kemudian menempati kembali asrama tersebut dan asrama tersebut kemudian
dikenal sebagai perumahan dosen UIN. Namun demikian tidak semua dari mereka
langsung dapat menempati asrama tersebut, seperti yang diungkapkan PO
(Pensiunan Pusdiklat Depag periode 1997) ketika diangkat menjadi pegawai oleh
Rektor UIN Jakarta:
Orang yang belum dapet komplek tinggal di luar dulu, kaya saya yang
belum dapet komplek saya tinggal diluar dulu. Saya juga menghutan dulu
dua tahun baru tahun enam sembilan saya ditarik dapet rumah itupun saya
hanya dapet satu kamar, karena kamar satu itu sama waktu itu untuk
seorang guru seperti saya juga gitu, saya atas nama itu. Dulu saya satu
rumah itu empat orang, kamar depan dua orang, kamar belakang dua orang
(Wawancara dengan PO, Ciputat, 13 Mei 2015).
Berdasarkan dari ungkapan diatas bahwa, mereka yang diangkat menjadi dosen
atau pegawai oleh Departemen Agama tidak dapat langsung menempati
perumahan dosen UIN. Seperti PO (Pensiunan Pusdiklat Depag periode 1997)
yang baru dapat menempati perumahan dosen UIN pada tahun 1969. Ketika
menempati rumah tersebut juga hanya mendapatkan satu kamar saja.
40
2. Kondisi Geografis dan Struktur Pemerintahan Perumahan dosen UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Secara geografis perumahan dosen UIN memiliki luas sekitar 2,9 Ha yang
terbagi menjadi empat wilayah yang diberi nama; Ibnu Khaldun (1, 2, 3), Ibnu
Taimia (1, 2, 3, 4, 5, 6), Ibnu Rusd (1, 2, 3) dan Ibnu Sina (1, 2, 3, 4) (Wawancara
dengan RTN, ketua perumahan dosen UIN, Ciputat, 30 Maret 2015).
Perumahan dosen UIN secara administrasi terdiri dari 1 Rukun Warga (RW)
yang dijabat oleh bapak Rustan dan 4 Rukun Tetangga (RT) yang dijabat oleh
Mawardi Hasan (RT 1), Nuzul Wibawa (RT 2), Yusuf Hidayatullah (RT 3) dan
Indra (RT 4) (Wawancara dengan RTN, ketua perumahan dosen UIN, Ciputat, 30
Maret 2015).
3. Kondisi Demografis Perumahan dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Secara Demografis perumahan dosen UIN terdiri dari kategori; Jumlah
Penduduk penghuni perumahan dosen UIN, Status Jabatan, Agama, Kegiatan
sosial penghuni perumahan dosen UIN dan, Partisipasi antar penghuni perumahan
dosen UIN.
a. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kartu Keluarga (KK) dan Status Jabatan
Tabel penghuni perumahan dosen UIN dibawah ini menggambarkan
perumahan dosen UIN berdasarkan kategori Jumlah Penduduk dan Status Jabatan.
41
Tabel II.B.3.a.1 Jumlah Penduduk dan Jabatan Penghuni Perumahan Dosen
UIN
N
o
Status
Jabatan
Nama Jalan Jumlah
Ibnu Khaldun Ibnu Taimia Ibnu Rusd Ibnu Sina
1 2 3 1 2 3 4 5 6 1 2 3 1 2 3 4
1 Direk. Mad.
Pemb
1 1
2 Dekan 1 1 2
3 Dosen 1 12 2 6 4 4 4 1 1 5 1 4 4 1 1 51
4 Guru
Madrasah
1 1
5 Janda 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 13
6 Janda Depag 2 2 1 1 2 8
7 Janda UIN 2 2 2 1 2 1 1 1 2 3 1 1 19
8 Karyawan 2 2 1 2 1 8
9 Karyawan Depag
1 4 1 2 1 2 1 12
10 Karyawan
UIN
1 1
11 Ketua Jurusan
Ushuluddin
1 1
12 Pensiunan 2 1 2 2 2 4 13
13 Pensiunan Depag
1 1 3 2 1 1 1 2 2 2 16
14 Pensiunan
UIN
1 1 3 2 3 3 2 1 16
15 Pudek 3 Dakwah
1 1
16 Orang Luar 1 1 1 3
17 Organisasi
HMI
1 1
18 Organisasi IMM
1 1
19 Organisasi
PMII
1 1
20 Goes House UIN
1 1
21 Tidak
berstatus
1 1
Total 6 15 3 9 19 17 12 14 2 5 10 7 14 15 14 9 171
(Sumber: Buku Himpunan Data SIP (Surat Izin Penghunian) Rumah Dinas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004)
Berdasarkan tabel diatas dapat dikatakan bahwa jumlah penghuni yang
menandatangani Surat Izin Penghunian (SIP) pada tahun 2004 sebanyak 171
Kartu Keluarga dan jumlah bangunan perumahan yang ada di perumahan dosen
UIN sebanyak 171 buah. Namun semenjak konflik tanah terjadi banyak penghuni
perumahan dosen UIN yang pindah dari rumah tersebut sehingga jumlah penghuni
42
perumahan UIN sampai tahun 2015 menjadi sebanyak 117 Kartu Keluarga
(Wawancara dengan RTN, ketua perumahan dosen UIN, Ciputat, 30 Maret 2015).
Selanjutnya untuk status jabatan terlihat bahwa dalam perumahan dosen
UIN sebagian besar banyak dihuni oleh dosen dan pegawai UIN yang masih aktif.
Hal ini memang wajar karena berdasarkan dari sejarah berdirinya perumahan
dosen UIN memang ditempati oleh guru-guru yang tidak kembali ditugaskan
tetapi diangkat menjadi dosen atau menjadi pegawai oleh Departemen Agama.
Namun disisi lain perumahan dosen UIN juga dihuni oleh beberapa
pensiunan yang mendapatkan toleransi dari UIN Jakarta. Padahal menurut
Undang-undang perumahan dinas, penghuni yang berhak menempati perumahan
dosen UIN adalah penghuni yang menandatangani Surat Izin Penghunian (SIP).
Namun ketika penghuni tersebut meninggal atau pensiun maka rumah tersebut
harus diserahkan kembali kepada UIN Jakarta dan kemudian ditempati oleh
penghuni baru yang ingin menempati perumahan dosen UIN. (Wawancara dengan
SBJ, Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan UIN Jakarta periode 2015-2019,
Ciputat, 16 April 2015).
b. Agama
Jumlah penduduk berdasarkan agama dan kepercayaan di Kelurahan
Pisangan sebagai berikut:
43
Tabel II.B.3.b.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama dan Kepercayaan
No Agama Jumlah Penduduk
1 Islam 25.255
2 Kristen 3.100
3 Katholik -
4 Hindu 125
5 Budha 76
6 Khonghucu 27
7 Kepercayaan Lain -
Total 28.583
(Sumber: Laporan Kependudukan Tahun 2015 Kecamatan Ciputat Timur)
Dari data diatas menunjukkan bahwa, agama Islam merupakan agama
mayoritas di Kelurahan Pisangan dimana tempat perumahan dosen UIN berada.
Sehingga hal yang wajar apabila agama penghuni di perumahan dosen UIN
Jakarta semuanya beragama Islam. Berdasarkan dari pernyataan RSN (ketua
perumahan dosen UIN) agama pengnhuni perumahan dosen UIN adalah
semuanya beragama Islam (Wawancara dengan RTN, Ciputat, 30 Maret 2015).
Hal tersebut diperkuat oleh ZN (penghuni perumahan dosen UIN) mengatakan
bahwa dari awal mula penghuni perumahan dosen UIN adalah semuanya
beragama Islam, seperti yang diungkapkan olehnya “awal pertama satu komplek
yang muslim semua, disinikan karena awalnya itu mahasiswa Akademi Dinas
Ilmu Agama ADIA awalnya itu. Jadikan semuanyakan muslim, engga ada agama
lain” (Wawancara dengan AMZ, Ciputat, 27 April 2015).
Secara lebih spesifik organinasi Islam yang diikuti oleh penghuni
perumahan dosen UIN adalah Muhammadiyah, Nahdatul Ulama dan Persis.
44
Walaupun organinasi Islam yang dianut oleh penghuni perumahan dosen UIN
berbeda-beda namun perbedaan tersebut tidak membuat mereka terpecah belah
melainkan mereka dapat hidup berdampingan dengan damai. Seperti dalam
praktek keagamaan sholat subuh berjamaah, hari ini imam selaku pemimpin
sholat berjamaah memakai doa qunut kemudian besok tidak memakai doa qunut
tidak menjadi masalah (Wawancara dengan ISK, ketua tim tanah perumahan
dosen UIN, Ciputat, 7 April 2015).
Selanjutnya dalam sholat teraweh pada bulan ramadhan yang mana
kebanyakan dalam pelaksanaan sholatnya adalah dua puluh raka’at, namun di
perumahan dosen UIN dalam pelaksaannya hanya delapan roka’at. Kalau ada
jamaah yang mau melanjutkan menjadi dua puluh raka’at tidak menjadi masalah
dan tidak perlu diulang kembali sholatnya. Kemudian ketika ada penghuni
perumahan dosen UIN yang berorganisasi Islam NU meninggal, penghuni
perumahan dosen UIN yang berorganisasi Islam Muhammadiyah datang untuk
ngelayat dan bahkan ikut tahlilan bersama-sama. Begitu juga ketika penghuni
perumahan dosen UIN yang berorganisasi Muhammadiyah meninggal, kadang-
kadang memakai tahlilan dan itu hanya terjadi di perumahan dosen UIN
(Wawancara dengan ISK, ketua tim tanah perumahan dosen UIN, Ciputat, 7 April
2015).
c. Kegiatan sosial penghuni perumahan dosen UIN
Kegiatan sosial yang dilakukan oleh penghuni perumahan dosen UIN
meliputi seperti hari-hari besar agama Islam diadakannya Mauludan, Ramadhan,
Isra Mijraj. Dalam penyelenggaraannya terdiri dari beberapa pihak yaitu UIN
45
Jakarta, organisasi seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU), Paguyuban
Pasundan, Golongan Karya (Golkar), Himpunan mahasiswa Islam (HMI),
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM) yang bersifat umum. Selanjutnnya ada kegiatan pengajian
yang diadakan khusus untuk ibu-ibu setiap hari minggu dan 3 kali dalam sebulan.
Adapun kegiatan arisan yang diadakan oleh Rukun Tengga (RT) dan Arisan yang
diadakan oleh kumpulan dari seluruh Rukun Tetangga (RT). Selain itu ada Arisan
yang diadakan oleh organisasi seperti Aisyiah dan Muslimat. Serta ada kegiatan
senam jantung sehat (Wawancara dengan RTN, ketua perumahan dosen UIN,
Ciputat, 30 Maret 2015).
Selanjutnya partisipasi antara penghuni perumahan dosen UIN yang satu
dengan penghuni perumahan dosen UIN yang lain terjalin dengan kuat. Ini terlihat
seperti ketika ada salah satu penghuni perumahan dosen UIN ada yang sedang
sakit maka penghuni perumahan dosen yang lain datang bersama-sama untuk
menjenguk. Selain datang bersama-sama untuk menjenguk tidak lupa juga mereka
membawa uang yang telah dikumpulkan seadanya untuk diberi kepada penghuni
perumahan dosen UIN yang ingin dijenguk. Selain itu ketika salah satu penghuni
perumahan dosen UIN ada yang melahirkan maka penghuni perumahan dosen
UIN yang lain datang bersama-sama untuk melihat kondisi penghuni perumahan
dosen UIN yang melahirkan tersebut. Sebelum mereka datang, mereka terlebih
dahulu membeli baju untuk diberikan kepada penghuni perumahan dosen UIN
yang melahirkan tersebut (Wawancara dengan AMZ, penghuni perumahan dosen
UIN, Ciputat, 27 April 2015).
46
Selanjutnya ketika salah satu penghuni perumahan dosen UIN ada yang
meninggal dunia, penghuni perumahan dosen UIN yang lain secara bersama-sama
membantu meringankan beban keluarga penghuni yang meninggal dunia. Mereka
bersama-sama melakukan seperti menggelar karpet dan lain sebagainya dengan
kondisi yang seadanya dirumah penghuni yang meninggal dunia. Kemudian
mereka juga memasak untuk keluarga penghuni yang meninggal dunia dengan
uang yang dikumpulkan seadanya. Upaya tersebut mereka lakukan selama tiga
hari secara bergiliran (Wawancara dengan AMZ, penghuni perumahan dosen
UIN, Ciputat, 27 April 2015).
C. Sejarah Konflik Tanah UIN Jakarta dengan Penghuni Perumahan Dosen
UIN
Sejarah konflik tanah UIN Jakarta dengan penghuni perumahan dosen UIN
sebenarnya sudah dimulai bahkan sejak zaman para Rektor sebelum Komarudin
Hidayat. Seperti yang diungkapkan oleh RSN (Kepala Bagian Akutansi dan
Pelaporan Keuangan Periode 2015-2019) bahwa “Oh dari pak Azzumardi juga
udah mulai, jadi kan UIN itu, berkembang IAIN menjadi UIN kemudian berpikir
untuk pembangunan kampus gitu kan” (Wawancara dengan RSN, Ciputat, 13
April 2015). Namun konflik tersebut mampu diredam seperti yang dingkapkan
oleh MK (penghuni perumahan dosen UIN)
UIN ini kan karena mulai sengketa engga terulang ketika pak Quraisy mau
dipindahkan ke Cikuya udah dibeli tanah itu. Itu seratus hektar tetapi belum
kebayar semua tapi engga jadi pindah dosen engga ada yang mau, siapa
yang mau pergi ngajar ke Tigaraksa engga ada yang mau, saya juga engga
mau, saya juga sudah pergi kesana beberapa kali kalau engga salah dengan
rektor Azumardi Azra, jadi katanya mau dipindahkan dan dibuat perumahan
dosen segala macam lengkap…Tapi kan engga berhasil, kenapa engga
47
berhasil, ya sama saja, itu tanahnya itu duitnya sudah keluar tapi belum
dibayar semua, itu UIN dengan Departemen Agama sama saja (Wawancara
dengan MK, Ciputat, 28 April 2015).
Selanjutnya RTN (ketua perumahan dosen UIN) menambahkan
Ya tahun dua ribu tiga belas, kami katanya ingin memperluas butuh
perluasan kampus, saya pertanyakan kenapa, dulu juga ingin
mengembangkan kampus itu tadi tidak mengusir kita. Kita beli tanah di
Cikuya sana nah tidak konflik (Wawancara dengan RTN, 30 Maret 2015)
Berdasarkan dari ungkapan MK diatas bahwa, konflik yang terjadi antara
penghuni perumahan dosen UIN dengan UIN Jakarta mampu diredam pada zaman
Rektor M. Quraish Shihab dengan membeli tanah yang berada di Cikuya,
Tangerang, untuk merencanakan pembangunan perumahan dosen UIN yang baru.
Karena jarak perumahan dosen UIN tersebut berada jauh dari kampus UIN Jakarta
sehingga sebagian besar dosen UIN tidak bersedia untuk dipindahkan. Disisi lain
juga dalam pembelian tanah tersebut masih belum terselesaikan. Hal tersebutlah
yang sampai saat ini membuat pembangunan perumahan dosen UIN yang baru
tidak dapat direalisasikan.
Namun demikian konflik tanah semakin membesar semenjak Komarudin
Hidayat mengembangkan kampus UIN Jakarta secara masif sebagaimana yang
dicita-citakan oleh para pendahulu UIN Jakarta. Seperti yang diungkapkan oleh
KH (Mantan Rektor UIN Jakarta periode 2010-2015)
UIN itu kelanjutan dari IAIN kelanjutan dari ADIA yg merupakan amanat
sejarah dari umat Islam agar memiliki perguruan tinggi Islam yang besar,
yang dibawa, yang bisa mengangkat harkat kalangan santri…dengan
demikian sebetulnya yang kami lakukan itu meneruskan cita-cita mulia
dari pada pendiri, nah itu cita-cita mulia (Wawancara dengan KH, Ciputat,
20 Mei 2015).
48
Dalam mengembangkan kampus UIN Jakarta ternyata mengalami kendala yaitu
kurangnya lahan yang tersedia, sehingga UIN Jakarta memutuskan untuk
mengalihfungsikan perumahan dosen UIN menjadi bagian dari pengembangan
kampus UIN Jakarta. Seperti yang dingkapkan oleh ECP (Kasubbag Akutansi
Instansi dan SIMAK BMN UIN Jakarta periode 2015-2019) “kita punya tanah
disitu…mau dibikin disitu ruang kelas, gitu, auditorium, lab dan lain-lain, disitu
akan dibuat di komplek perumahan UIN” (Wawancara dengan ECP, Ciputat, 14
April 2015).
49
BAB III
ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN
A. Proses Terjadinya Konflik Tanah Di Perumahan Dosen UIN Jakarta
Proses terjadinya konflik tanah di perumahan dosen UIN Jakarta tidak
terlepas dari adanya keinginan dari para pendiri UIN Jakarta untuk
mengembangkan kampus UIN sebagai perguruan tinggi Islam yang besar. Seperti
yang diungkapkan oleh KH (Mantan Rektor UIN Jakarta periode 2010-2015)
UIN itu kelanjutan dari IAIN kelanjutan dari ADIA yg merupakan amanat
sejarah dari umat Islam agar memiliki perguruan tinggi Islam yang besar,
yang dibawa, yang bisa mengangkat harkat kalangan santri…dengan
demikian sebetulnya yang kami lakukan itu meneruskan cita-cita mulia
dari pada pendiri, nah itu cita-cita mulia (Wawancara dengan KH, Ciputat,
20 Mei 2015).
Cita-cita dari para pendiri UIN terdahulu inilah yang kemudian berusaha
untuk diwujudkan oleh para Rektor yang menjabat di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta sebelumnya dengan melakukan pengembangan dan pembangunan di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Seperti yang diungkapkan oleh RSN (Kepala Bagian
Akutansi dan Pelaporan Keuangan Periode 2015-2019) bahwa “Oh dari pak
Azzumardi juga udah mulai, jadi kan UIN itu, berkembang IAIN menjadi UIN
kemudian berpikir untuk pembangunan kampus gitu kan” (Wawancara dengan
RSN, Ciputat, 13 April 2015).
Namun demikian pengembangan kampus UIN Jakarta baru dapat
dikembangkan secara masif pada zaman Rektor Komarudin Hidayat. Seperti yang
disampaikan oleh mantan Rektor Komarudin Hidayat dalam pidato Wisuda
50
Sarjana ke-67 tahun akademik 2006-2007 yang berisi motto UIN Jakarta yang
pertama kali disampaikan olehnya yaitu Knowledge, Piety dan Integrity, yang
memiliki sebuah spirit untuk menciptakan kampus madani, sebuah kampus yang
berkeadaban, dan menciptakan lulusan yang memiliki kedalaman dan keluasaan
ilmu, ketulusan hati dan kepribadian tokoh. Selain itu UIN juga mempunyai arah
pembangunan untuk mengembangkan diri menjadi Universitas Riset (Research
University) dan Universitas Kelas Dunia (World Class University) (Biro
Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan, 2010:13-14).
Dalam mewujudkan motto UIN yaitu Knowledge, Piety dan Integrity dan
memiliki arah pembangunan untuk mengembangkan diri menjadi Universitas
Riset (Research University) dan Universitas Kelas Dunia (World Class
University) ternyata mengalami berbagai kendala. Salah satu kendalanya adalah
kurangnya fasilitas yang memadai. Seperti kurang luasnya lahan parkiran motor
dan mobil. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa informan
sebagai berikut:
…terlalu kecil IAIN yang ada sekarang ini, padahal perkembangan ilmu
Islam selalu meningkat tuntutan masyarakat juga selalu
meningkat…fasilitas yang ada ini tidak memenuhi standar kampus yang
diharapkan, parkir juga sempit, ruang belajar sempit, rektor engga ada
gedung, semuanya serba sempit. (Wawancara dengan KH, mantan Rektor
UIN Jakarta periode 2010-2015, Ciputat, 20 Mei 2015)
…Kalau perguruan tinggi yang bener, ini punya ruangan yang kaya gini,
ada tempat belajarnya, ada nerima tamunya, ada tempat belajarnya, baru
bisa berpikir tenang dosen, kasian dosen-dosen tuh engga punya tempat
duduk. Sekarang ade tanya Usuludin dan Tarbiyah punya engga ruangan
lima kali lima menurut ketentuan negara, seorang dosen tuh harus punya
ruangan tiga kali tiga segede gini nih yang ideal, artinya dosen tuh baca
buku, nyiapin bukunya, nyipain barangnya. (Wawancara dengan SBJ,
51
Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan UIN Jakarta periode 2015-2019,
Ciputat, 16 April 2015)
UIN ini kan udah dua belas fakultas…kemudian satu gedung berdua,
Syariah dengan Adab, Usuludin dengan Dakwah, Saintek dengan
Ekonomi, nah itukan udah engga bener. (Wawancara dengan RSN,
Kepala Bagian Akutansi dan Pelaporan Keuangan UIN Jakarta periode
2015-2019, Ciputat, 13 April 2015)
…Harun Nasution ini karena sekarang aja ini mahasiswa wisudanya itu
sampe empat kali, kenapa, karena ruangannya yang sempit, kalau
disatukan engga muat. Kita akan coba bawa kesana, disana akan
dibangun gedung auditorium supaya muat sekian ribu orang jadi wisuda
itu cukup sekali satu tahun jadi tidak butuh biaya banyak-banyak lagi.
(Wawancara dengan ECP periode 2015-2019, Kasubbag Akutansi
Instansi dan SIMAK BMN UIN Jakarta, Ciputat, 14 April 2015)
Berbagai pernyataan tersebut menunjukkan bahwa, jelas masih banyak
kekurangan yang dimiliki oleh UIN Jakarta dalam segi fasilitas. Kekurangan
tersebut bukan hanya dari segi lahan parkiran saja, melainkan juga tidak adanya
ruang pribadi untuk dosen, dua fakultas yang berada dalam satu gedung, serta
belum tersedianya auditorium yang mampu untuk menampung seluruh mahasiswa
dalam satu kali wisuda dalam satu tahun. Dengan adanya kekurangan tersebut,
UIN Jakarta belum mampu untuk menjadikan sebuah kampus yang dicita-citakan
oleh para pendahulu UIN Jakarta. Sehingga adalah hal yang wajar apabila para
petinggi UIN Jakarta pada zaman Rektor Komarudin Hidayat merencanakan
banyak pembangunan yang dituangkan ke dalam sebuah masterplan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta periode tahun 2012 sampai tahun 2026.
52
Gambar III.A.1. Masterplan UIN Jakarta
Sumber: Foto yang diambil dari flayer yang ditempel di dinding ruangan
Gedung Pusat Bahasa UIN jakarta
Untuk mewujudkan UIN Jakarta sebagai kampus yang memiliki motto yang
dicita-citakan selama ini, maka dibutuhkan fasilitas-fasilitas baru yang
membutuhkan lahan yang cukup luas. Oleh karena itu UIN Jakarta kembali
melihat aset lahan yang sudah dimiliki sebelumnya dan membangun fasilitas-
fasilitas baru dilahan tersebut. Salah satu lahan yang direncakan untuk digunakan
dalam pengembangan fasilitas adalah perumahan dosen UIN. Seperti yang
diungkapkan oleh ECP (Kasubbag Akutansi Instansi dan SIMAK BMN UIN
Jakarta periode 2015-2019) “kita punya tanah disitu…mau dibikin disitu ruang
kelas, gitu, auditorium, lab dan lain-lain, disitu akan dibuat di komplek
perumahan UIN” (Wawancara dengan ECP, Ciputat, 14 April 2015).
53
Adapun beberapa pertimbangan UIN Jakarta sehingga memutuskan untuk
menggunakan perumahan dosen UIN untuk pengembangan fasilitas UIN Jakarta.
Seperti yang diungkapkan beberapa informan:
UIN mengambil bukan untuk sembarangan, ada SIP nya, SIP itu Surat Izin
Penghunian. Yang dari UIN maupun dari Kementrian Agama. Ada
syaratnya, syaratnya itu rumah itu harus ditempati oleh yang bersangkutan,
tidak boleh dipindahtangankan dan harus diserahkan oleh yang
bersangkutan ketika sudah pensiun. (Wawancara dengan RSN, Kepala
Bagian Akutansi dan Pelaporan Keuangan UIN Jakarta periode 2015-
2019, Ciputat, 13 April 2015)
Nah menurut peraturan kementrian keuangan, bahwa ketika, inikan rumah
jabatan li namanya ya kan, ketika orang itu sudah berhenti dari jabatannya
maka dia harus keluar dari rumah itu, kan gitu mestinya udang-undangnya
tapi ini sampe anaknya yang ngisi, cucunya yang ngisi…Kemudian ini
temuan BPKnya. (Wawancara dengan ECP, Kasubbag Akutansi Instansi
dan SIMAK BMN periode 2015-2019, Ciputat, 14 April 2015)
… kita ditekan oleh BPK bahwa UIN punya utang delapan ratus juta,
iuran rumahnya tidak terbayar… karena bapaknya pensiun. Kan selama ini
kalau yang dia PNS kan uangnya dipotong tiap bulan lewat gaji iuran
rumah itu…Tetapi yang terpenting adalah ada hak orang lain yang berhak
untuk menempati itu…pak Profesor Doktor Fahrurozi nih coba tanya
bagaimana dia ingin tinggal dikomplek sampe sekarang engga tinggal
dikomplek…Maka yang terbaik dikembalikan ke nol, kenapa, udahlah kita
fungsikan semua supaya adil semua orang tinggal diluar komplek.
(Wawancara dengan SBJ, Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan UIN
Jakarta periode 2015-2019, Ciputat, 16 April 2015)
Dari pernyataan beberapa informan diatas terlihat secara jelas bahwa ada beberapa
pertimbangan yang dilakukan oleh UIN Jakarta untuk mengalihfungsikan
perumahan dosen UIN untuk mendirikan fasilitas baru UIN Jakarta. Pertama, UIN
Jakarta tidak mengambil perumahan dosen UIN begitu saja melainkan
berdasarkan peraturan SIP (Surat Izin Penghunian).
54
Gambar III.A.2 Peraturan Surat Izin Penghunian (SIP)
(Sumber: Buku Himpunan Data SIP (Surat Izin Penghunian) Rumah Dinas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Kedua, adanya temuan dari BPK (Badan Pengurus Keuangan) bahwa UIN
Jakarta memiliki utang sebesar Rp.800.000.000,00. Utang tersebut berasal dari
para penghuni perumahan dosen UIN yang tidak lagi membayar iuran setiap
bulannya. Ketiga, banyak tuntutan dari para dosen yang tidak bisa mendapatkan
perumahan dosen UIN karena penghuni perumahan dosen UIN yang sampai saat
ini masih memilih untuk tetap tinggal, seharusnya menurut ketentuan SIP dosen
yang sudah pensiun harus mengembalikan rumah yang dia tempati di perumahan
dosen UIN kepada UIN Jakarta.
Banyaknya tuntutan dari para dosen yang tidak mendapatkan rumah di
perumahan dosen UIN tersebut, dipertegas oleh salah satu dosen. Sebagaimana
yang diungkapkan dibawah ini:
Saya termasuk yang tidak bernasib baik karena termasuk kelas senior
terakhir yang tidak dapat itu. Dijanjikan berulang kali tapi tidak pernah
dapet karena regulasinya tadi tidak jelas, siapa yang berhak, siapa yang
tidak berhak…itu rumah dinas, rumah dinas itu ya selesai dinas harus
diserahkan, kenyataannya tidak. Dihuni oleh keturunan, oleh mantu.
(Wawancara dengan FZ, Ciputat, 27 April 2015)
55
Pernyataan tersebut bukan saja secara umum menopang fakta yang diungkapkan
oleh informan sebelumnya, melainkan juga adanya ketidakjelasan aturan yang
telah dibuat oleh UIN Jakarta sebagai penyedia perumahan dosen UIN kepada
para dosen dan karyawan untuk menjaga kestabilan penghuni agar para dosen
maupun karyawan secara bergantian dapat menempati perumahan dosen UIN
secara bergantian. Hal ini dibenarkan oleh SBJ (Kepala Biro Perencanaan dan
Keuangan UIN Jakarta periode 2015-2019), dia mengatakan
Iya dulunya mungkin, contohnya SIP itu kenapa engga diperbaharui, itu
harusnya diperbaharui, diperbaharui. Saya yakin itu juga lagi-lagi pake
uwoh lah penyebabnya. Seorang pejabat duduk disini negur gurunya pak
tolong ini, akhirnya engga jadi, saya punya dugaan begitu. Termasuk saya
laksanakan tahun Sembilan enam saya engga berhasil, sebagai sebuah
perlengkapan membuat SIP baru tidak berhasil, saya tahun sembilan enam
melakukan itu melindungi bagaimana orang komplek bertahan itu saya.
Iya saya termasuk orang yang berdosa. Itu artinya engga tega gitu ya
udahlah engga usah terlalu keras kita pelan-pelan lama-lama juga nanti
nyerahin tapi engga pernah berhasil. (Wawancara dengan SBJ, Ciputat, 16
April 2015)
Dari pernyataan SBJ tersebut, UIN sebetulnya sudah memiliki aturan hukum
kepada penghuni yang menempati perumahan dosen UIN, namun hanya saja
hukum tersebut tidak mampu terlaksana. Tidak terlaksananya hukum tersebut
disebabkan adanya penghuni perumahan dosen UIN yang merupakan dosen-dosen
dari mereka yang menjabat di UIN Jakarta sekarang ini. Dapat dikatakan bahwa
terjadi percampuran antara hukum dan perasaan emosional dari pelaksana
kebijakan hukum itu sendiri. Sehingga kemudian membuat hukum itu berjalan
sampai saat ini.
Berdasarkan dari pertimbangan yang telah dijelaskan, UIN kemudian
memberitahukan kepada seluruh penghuni perumahan dosen UIN untuk
56
mengembalikan perumahan dosen UIN kepada UIN. Pemberitahuan tersebut
dilakukan pada zaman rektor Komarudin Hidayat dalam bentuk surat yang
dikeluarkan pada tanggal 17 Oktober 2011 mengenai pengembalian perumahan
dosen UIN untuk pengembangan fasilitas kampus yang ditujukan kepada seluruh
penghuni perumahan dosen UIN kepada UIN. Seperti yang diungkapkan oleh ISK
(Ketua Tim Tanah perumahan dosen UIN):
Pemicunya berawal dari surat pengusiran tujuh belas oktober dua ribu dua
belas yang ditandatangani oleh Rektor Komar. Yang intinya isinya
pengusiran memberikan deadline tiga puluh satu desember dua ribu dua
belas harus sudah dikosongkan tanpa ada ganti rugi tanpa ada hal-hal lain
mengatasnamakan rumah dinas dan tanah Negara (Wawancara dengan
ISK, Ciputat, 7 April 2015).
Dari pernyataan ISK tersebut terlihat jelas bahwa pengembalian perumahan dosen
UIN kepada UIN baru terlihat jelas setelah surat itu muncul dan diberikan kepada
penghuni perumahan dosen UIN pada saat Komarudin Hidayat menjadi rektor di
UIN Jakarta
Namun setelah dikeluarkannya surat yang dibuat oleh UIN Jakarta tidak
semua penghuni perumahan dosen UIN menyetujuinya. Hal ini dinyatakan oleh
beberapa informan
Orang tua kami sebagai pendiri IAIN dianggap lebih rendah dari
pemulung, itu kita bisa liat contoh di daerah-daerah kota lain, pemulung
tinggal di suatu lahan sengketa, untuk diusir dari lahan sengketa itu jelas-
jelas waktu dia masuk udah tau itu lahannya sengketa, dia tinggal, bikin
rumah disitu, waktu mau diusir itu jelas dilampirkan surat pengusirannya
dilampirkan surat ketua pengadilan negeri. Nah ini orang tua kami sebagai
pendiri IAIN tinggal disitu dengan memang dulu dipaksa tinggal
disitu...Kalau orang bilang itu tempat jin buang anak dulu disini, nah itu
dipaksa-paksa tinggal disini…ditahan dipaksa untuk mengabdi disini,
(Wawancara dengan ISK, Ciputat, 7 April 2015).
57
Yang namanya orang udah menghuni diatas lima puluh tahun tidak
gampang keluar ya, paling yang ada hubungan dengan IAIN dia masih
dosen, dia masih karyawan, atau anaknya yang dosen harus memberikan
contoh harus keluar dengan diberi uang lima puluh juta, namanya uang
kerohiman. (Wawancara dengan ZS, Ciputat, 28 April 2015).
Berdasarkan dari ungkapan beberapa informan diatas dapat dikatakan bahwa
penghuni perumahan dosen UIN tidak menyetujui karena merasa adanya
ketidakadilan yang diberikan oleh UIN Jakarta atas kebijakan yang dilakukannya
yaitu memberitahukan agar mengembalikan rumah tersebut kepada UIN.
Ketidakadilan yang mereka rasakan adalah mereka sudah lama tinggal disana
selama berpuluh-puluh tahun sampai bahkan ada yang sampai lebih dari 50 tahun.
Dan mereka merasa bahwa dahulu orangtua mereka tidak datang sendiri begitu
saja ke perumahan dosen UIN melainkan UIN sendiri yang meminta untuk
menempati perumahan tersebut. Sehingga tiba-tiba mereka mendapat surat
pengosongan dan tanpa adanya surat eksekusi dari pengadilan. Adapun penghuni
tidak menyetujuinya sebagian merupakan penghuni lama yang sudah lama tinggal
yaitu berpuluh-puluh tahun diperumahan dosen UIN, yang mana statusnya mereka
sudah tidak bekerja lagi di UIN dan tidak memiliki keterikatan dengan UIN
Jakarta. Hal ini diperkuat oleh ECP (Kasubbag Akutansi Instansi dan SIMAK
BMN UIN Jakarta periode 2015-2019)
Sesungguhnya konflik itu baru muncul kemarin itupun mereka duluan
yang mulai, kita hanya bikin surat edaran, edaran misalnya bagi warga
komplek mohon agar segera menyerahkan rumah dinas kepada
Kementiran Agama, itu yang selalu kita sampaikan, mengingatkan bahwa
itu rumah dinas bukan rumah sendiri (Wawancara dengan ECP, Ciputat, 4
Mei 2015).
58
Dari pernyataan ECP tersebut, terlihat bahwa konflik terjadi karena adanya
keinginan UIN Jakarta untuk mengosongkan perumahan dosen UIN dengan cara
memberikan surat kepada penghuni perumahan dosen UIN.
Dengan demikian munculnya konflik yang terjadi di perumahan dosen UIN
adalah adanya ketidaksetujuan dari penghuni perumahan dosen UIN atas surat
yang diberikan oleh UIN Jakarta untuk mengosongkan perumahan dosen UIN.
Hal ini seperti Otomar J Bartos dan Paul Wehr nyatakan bahwa konflik terjadi
karena salah satunya adanya pertentangan (incompatibility) (Syawaludin,2014:3).
Selanjutnya dinyatakan oleh Lewis Coser bahwa konflik terjadi karena perselihan
yang salah satunya mengenai sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak
mencukupi, seperti tanah (Wirawan, 2012:83).
B. Penyebab Konflik Tanah Di Perumahan Dosen UIN Jakarta
Lewis Coser menggambarkan konflik sebagai perselisihan mengenai nilai-
nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kekuasaan, dan sumber-
sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi. Pihak-pihak yang
berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan
melainkan juga memojokkan, merugikan, atau menghancurkan lawan mereka
(Wirawan, 2012:83). Selanjutnya Otomar J bartos dan dan Paul Wehr menyatakan
bahwa, konflik sesungguhnya situasi di mana terjadinya suatu pertentangan dan
permusuhan di antara para aktor dalam mencapai suatu tujuan tertentu, yaitu:
kepentingan. Menurutnya, ada kriteria situasi konflik, yakni: pertentangan
(incompatibility), permusuhan (hostility), dan perilaku konflik (conflict behavior)
(Syawaludin, 2014:3).
59
Dalam konteks konflik tanah yang terjadi di perumahan dosen UIN Jakarta,
penyebab konflik yang terjadi antara UIN Jakarta dan penghuni perumahan dosen
UIN berdasarkan penemuan dilapangan terdapat tiga penyebab konflik, yaitu: 1)
Perbedaan Nominal Ganti Rugi, 2) Status Tanah, 3) Status Rumah.
Tabel III.B.I Matrik Penyebab Konflik
1. Perbedaan Nominal Ganti Rugi
Salah satu penyebab konflik tanah yang terjadi di perumahan dosen UIN
adalah perbedaan nominal ganti rugi. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan
oleh beberapa informan
Konflik itu muncul karena keinginan dia UIN tidak sesuai dengan orang
yang pernah mendiami ini. Kalau tidak kan engga konflik, UIN datang,
kamu pergi nih duit, kan engga ada konflik. Konflik itu muncul karena
kemauan UIN tidak sesuai dengan kemauan orang yang mendiami
ini…nah sekarang bagaimana penyelesaian konflik, ya gampang, kenapa,
ini rumah ini engga usah ditetapkan yang punya, ini diusir dengan yang
wajar, diganti tapi bukan ganti rugi, kalau ganti rugi diganti orangnya rugi
itu ganti rugi namanya, nah ini penggantian yang wajar bukan ganti rugi,
jadi seharusnya Departemen mengganti kerugian. (Wawancara dengan
MK, penghuni perumahan dosen UIN, Ciputat, 28 April 2015).
Nah disini kemudian muncul berapa sikap, ada yang paham dan setuju dan
siap terus keluar, nah satu, karena UIN ini kan bukan untuk pribadi, untuk
umat yang setuju mendukung. Ada yang menawar minta waktu, saya
setuju tapi jangan sekarang. Yang ketiga tak mau tetapi minta pesangon
Penyebab Konflik
Perbedaan
Nominal
Ganti Rugi
Status
Tanah
Status
Rumah
60
yang gede. Yang keempat engga mau, itu merasa miliknya. Ada empat itu.
Problemnya adalah masalah pesangon. (Wawancara dengan KH, mantan
Rektor UIN Jakarta periode 2010-2015, Ciputat, 20 Mei 2015).
Dari pernyataan diatas menjelaskan bahwa, konflik terjadi ketika pemberian
ganti rugi yang diberikan oleh UIN Jakarta tidak sesuai dengan keinginan
penghuni perumahan dosen UIN, sehingga terjadilah konflik. Padahal pemberian
ganti rugi tersebut sudah dianggap tinggi oleh UIN Jakarta dari ketentuan yang
telah ditetapkan. Seperti yang diungkapkan oleh MA (Kepala Bagian Umum Biro
Administrasi Umum dan Kepegawaian UIN Jakarta periode 2015-2019):
Sementara ada beberapa rumah yang sudah diserahkan ke kita karena
mereka tau kalau itu memang bukan milik dia dan dia ngambil lima puluh
juta uang kerohiman. Padahal itu sebenarnya tidak boleh diberikan lima
puluh juta, yang bisa diberikan yang hanya paling tinggi sepuluh juta biaya
pindah itu diperbolehkan tetapi pimpinan UIN merasa ini perlu dia pasang
badan diberikanlah uang kerohiman lima puluh juta coba (Wawancara
dengan MA, Ciputat, 23 April 2015).
Pernyataan tersebut dijelaskan bahwa UIN Jakarta memberikan ganti rugi sebesar
Rp. 50.000.000,00 bagi penghuni perumahan dosen UIN apabila penghuni
tersebut mengembalikan rumah, yang mana ganti rugi tersebut melebihi dari ganti
rugi yang telah ditentukan yaitu Rp. 10.000.000,00
Namun penghuni perumahan dosen UIN tidak menyetujui pemberian ganti
rugi dari UIN Jakarta karena merasa masih terlalu sedikit buat mereka. Seperti
yang diungkapkan oleh RTN (Ketua perumahan dosen UIN)
Hasilnya itulah, kata warga dikasih lima puluh juta mau pindah kemana,
gitu kan. Engga tau pindah kemana, yang kedua uang segitu untuk jaman
sekarang cukup apa kan, lima puluh juta untuk ongkos pindah yang bisa.
Ya itu terserah, saudarakan udah punya anak, ikut anak ke, atau ini uang
bisa dipake untuk uang muka dicicil. Ya macam-macamlah
tanggapannya…Janda di sini banyak ternyata, ada empat puluh dua
orang…dari warga meminta seratus juta yang dianggap pantas bagi
61
warga…Ya itu prinsipnya dari cerita tadi kita tidak bisa menerima.
(Wawancara dengan RTN, Ciputat, 13 April 2015).
Dari pernyataan RTN diatas, penghuni perumahan dosen UIN sebetulnya dapat
menyetujui keinginan UIN Jakarta untuk mengembalikan rumah yang ditempati
mereka selama ini, dengan pertimbangan bahwa UIN Jakarta dapat menyediakan
pergantian sesuai dengan keadaan mereka. Sehingga mereka menginginkan
pergantian uang Rp. 100.000.000,00, karena itu merupakan harga yang sesuai
untuk mereka, melihat keadaan mereka yang berstatus pensiunan dan janda yang
dianggap tidak mampu.
Namun ternyata tidak semua penghuni perumahan dosen UIN menginginkan
pergantian uang sebesar Rp. 100.000.000,00 seperti yang dikatakan informan
RTN sebelumnya, melainkan ada yang meminta pergantian sesuai dengan ukuran
bangunan rumah. Seperti yang dikatakan oleh ZA (penghuni perumahan dosen
UIN)
Berapa sih seratus lima puluh rumah, anggaplah satu miliyar per rumah
jadi hanya seratus lima puluh miliyar saja. Kecil sekali dari segi bisnis
besar, padahal ini berapa lebih kurang lima puluh hektar, seratus meter
berapa tanah disini nilainya, tujuh juta permeter, saya seratus lima puluh
kali tujuh juta berapa, seratus lima tanahnya doang, belum bangunannya.
Bangunan dua juta semeter, bangunan lebih kurang delapan puluh meter
kali seratus enam puluh, luas berapa tadi, nah hampir satu meter kan, kita
rata-ratakan satu em. Cari pihak ketiga banyak yang mau, andai kata UIN
mau win win solusion, tapi kalau mau menang sendiri ya jangan kita juga
manusia (Wawancara dengan ZA, Ciputat, 28 April 2015).
Berdasarkan yang dikatakan oleh ZA, keinginan yang diharapkannya adalah win-
win solution. Menurut dia win-win solution adalah pergantian yang tidak
merugikan UIN Jakarta dan tidak merugikan penghuni perumahan dosen UIN.
Pergantian yang tidak merugikan apabila UIN Jakarta memberikan ganti rugi
62
berdasarkan dari ukuran luas tanah dari masing-masing perumahan dosen UIN
sesuai dengan harga tanah yang ada saat ini, karena dia merasa harga tersebut
tidak sebanding dengan UIN Jakarta dalam pembangunannya juga mendirikan
Economic Center.
Menanggapi permintaan yang telah disampaikan oleh para informan diatas,
hal itu adalah benar, seperti yang dikatakan oleh ECP (Kasubbag Akutansi
Instansi dan SIMAK BMN UIN Jakarta periode 2015-2019):
Kalau orang-orang cuman lima juta, sepuluh juta, ini kasih lima puluh juta
coba, tapi engga mau mereka, mintanya itu dari tiga ratus lima puluh juta
yang terkecil sampai satu koma tiga miliyar. Ada disurat Putusan Tinggi
Negeri disitu ada surat tuntutan dia nuntut disitu si anu rumahnya minta
harganya tujuh ratus dua puluh lima juta kan kamu bisa liat sendirikan
masa Negara beli tanah Negara kan gitu (Wawancara dengan ECP,
Ciputat, 14 April 2015).
Dari pernyataan ECP tersebut, dapat dikatakan bahwa permintaan dari perumahan
dosen UIN bervariasi dari yang terendah Rp. 350.000.000,00 sampai yang
tertinggi Rp. 1.300.000.000,00 yang nilainya melebihi dari apa yang telah
diberikan oleh UIN Jakarta yaitu Rp.50.000.000. Menanggapi keinginan penghuni
perumahan dosen UIN yang telah dijelaskan sebelumnya, UIN Jakarta tidak dapat
menyetujui keinginan dari perumahan dosen UIN tersebut. Seperti yang
dinyatakan oleh KH (mantan Rektor UIN Jakarta periode 2010-2015)
Nah kalau pesangon itu tidak ada rumusnya, ngikutin aturan Negara. UIN
itu waktu itu punya uang banyak tapi kalau kami ngeluarkan saya bisa
kena program BPK, KPK. Sehingga kami memberikan pesangon lima
puluh juta, dimata pemerintah kami itu udah melanggar, dimata penghuni
terlalu kecil. Kami udah mencarikan dana, padahal sesungguhnya kalau
mau ngikutin aturan paling hanya sepuluh juta, tapi kita kasih lima puluh
jadi itu terlalu kecil memang, karena Negara tidak boleh mengeluarkan
uang jeruk makan jeruk, masa Negara mengeluarkan uang Negara
63
membeli miliknya itu engga ada rumusnya. Jadi problemnya itu aja minta
pesangon yang besar, problemnya kami terhambat aturan, uangnya ada
tapi kami terhambat (Wawancara dengan KH, Ciputat, 20 Mei 2015).
Dari pernyataan KH dikatakan bahwa, UIN Jakarta tidak bisa memberikan apa
yang diinginkan oleh penghuni perumahan dosen UIN. Karena UIN Jakarta
merupakan suatu institusi negara yang segala sesuatunya dikelola oleh negara dan
dikuasai oleh negara. Dengan demikian UIN Jakarta tidak bisa mengeluarkan
uang melebihi dari apa yang telah ditentukan oleh negara sebesar Rp.
50.000.000,00.
Asal mula pemberian ganti rugi yang diberikan oleh UIN Jakarta tersebut
tidak tercipta begitu saja, seperti yang dikatakan oleh PO (Pensiunan Pusdiklat
Depag periode 1997)
Ini kenapa uang lima puluh juta, saya disuruh pak Amsal, pak Pur tolong
bikin, ini untuk memberikan santunan ini, pak Pur pantesnya mantan
rektor pak Sadalih dan mantan itu dekan dikasih berapa, saya tunggu
seminggu ya. Saya mikir itu, mantan rektor saya tulis tiga ratus lima puluh
juta, dekan tiga ratus juta, oh engga disetujui oleh Departemen Keuangan,
orang itu tanah negara…Itu waktu konsep saya uang santunan sampai tiga
ratus juta, itu Kementrian Keuangan, saya juga kan Kementrian Keuangan
ya, Dirjen anggaran. Ini pak rektor mau beli tanah negara, gitu, kalau mau
diberikan satu rumah satu juta pak rektor, gitu. Ya kasian pak itu orang-
orang sudah lama menempati disitu. Ya pak rektor mau kasih berapa,
karena waktu IAIN dapet BLU, jadi ada uanglah. Kami hitung aja rata-
rata satu rumah itu seratus meter, satu meter itu lima ratus ribu, jadikan
satu rumah lima puluh juta, kalau bangunannya silahkan mau dibawa
kemana saya bilang gini. Tapi pak rektor harus kordinasi sama KPK sama
BPK supaya pak rektor jangan disalahkan (wawancara dengan PO,
Ciputat, 13 Mei 2015).
Berdasarkan dari pernyataan informan PO diatas, sebelum uang ganti rugi
Rp.50.000.000,00 terbentuk, pada mulanya dia sempat mengajukan permintaan
ganti rugi kepada Departemen Keuangan sebesar Rp. 350.000.000,00 untuk
64
mantan rektor dan Rp. 300.000.000,00 untuk dekan, namun permintaannya tidak
dikabulkan dan hanya bisa memberikan ganti rugi sebesar Rp. 1.000.000,00.
Namun demikian dia memperjuangkan kembali agar ganti rugi bisa diatas Rp.
1.000.000,00 dan terciptalah uang ganti rugi sebesar Rp. 50.000.000,00 dengan
pertimbangan luas masing-masing rumah perumahan dosen UIN seluas 100 meter
dikalikan dengan harga tanah sebesar Rp. 500.000,00.
Adapun selain ganti rugi berupa uang yang telah dijelaskan sebelumnya,
sebagian informan juga yang meminta rumah sebagai ganti rugi. Seperti yang
diungkapkan oleh informan MH (penghuni perumahan dosen UIN) yang
mengatakan “Diberi aja, diganti tempat tinggal lah yang layak itu maunya”
(Wawancara dengan MH, Ciputat, 30 April 2015). Selain itu informan BJD
(penghuni perumahan dosen UIN) mengatakan
Bahwa orang yang tinggal di UIN ini adalah orang yang dari ADIA, IAIN
sampai dari UIN, itu berkat perjuangan beliau-beliau, gitu kan, yang kedua
tolong diuwongke, dimanusiakan, mereka udah pensiun, udah sakit-
sakitan…mereka udah kumpul sekian tahun puluh tahun bermasyarakat
disini, kalau mereka masing-masing bisa hidup biasanya kumpul begini,
ini orang tua itu dengan kumpulnya ibu-ibu, bapak-bapak ketemu temen
ini kan mereka sebagai obat ya, sebagai namanya semangat oh masih
ada…kalau maunya saya itu kalau itu memang mau dimanfaatkan monggo
silahkan tidak masalah, tapi tolong dirislah, dibuatlah perumahan yang
untuk namanya dosen, ya kan, apapun bentuknya ya dosen harus dihargai.
(Wawancara dengan BJD, Ciputat, 6 April 2015).
Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa, sebagian besar informan yang tinggal
diperumahan dosen UIN merupakan pensiunan maupun dari istri pensiunan yang
dahulu bekerja sebagai dosen di UIN Jakarta dan sekarang sudah lanjut usia.
Dengan kondisi mereka yang demikian, mereka ingin dihargai jasa mereka
sebagai dosen yang pernah mengabdi di UIN Jakarta, dihargai dalam bentuk
65
disediakan rumah dengan para tetangga yang merupakan teman-teman mereka
yang dahulunya sama-sama tinggal di perumahan dosen UIN Jakarta.
Menanggapi hal tersebut, UIN Jakarta tidak menyetujui dengan keinginan
penghuni perumahan dosen UIN yang menginginkan rumah sebagai bentuk ganti
rugi. Seperti yang dikatakan oleh KH (mantan Rektor UIN Jakarta periode 2010-
2015)
Engga, sekarang ini kalau bedol desa mau kemana, siapa yang biayai,
tugas siapa, emang dia apa main bayarin mereka, orang ini milik negara
kok, ama negara kok ngasih cuma-cuma. Kalau mau muter balik udah
berapa puluh tahun dia disitu gratis, sementara dosen yang lain itu kontrak.
Kalau ada alasan dosen berapa banyak dosen muda ngontrak sama-sama
ngajar, mereka berpuluh-puluh tahun disitu bukannya terimakasih,
alasannya berjasa banyak kok yang berjasa. Ngasih penghargaan, kurang
menghargai apa bertahun-tahun gratis tuh (Wawancara dengan KH,
Ciputat, 20 mei 2015).
Dari pernyataan tersebut dikatakan bahwa, memberikan ganti rugi dalam bentuk
penyediaan rumah sebagai bentuk penghargaan kepada penghuni perumahan
dosen UIN dirasa tidak adil, karena bila pertimbangan penghargaan karena
mengajar sebagai dosen, banyak dosen-dosen lain yang mengajar dan dosen
tersebut tidak tinggal di perumahan dosen UIN. Dia menganggap bahwa jika
memberikan rumah sebagai bentuk dari penghargaan, dengan mereka penghuni
perumahan dosen UIN menempati rumah tersebut sampai saat ini sudah dianggap
sebagai bentuk dari penghargaan.
Dari pemaparan para informan diatas telah dijelaskan bahwa salah satu
penyebab konflik yang terjadi di perumahan dosen UIN adalah karena tidak
tercapainya kesepakatan mengenai nominal ganti rugi dari kedua belah pihak,
66
yaitu UIN Jakarta hanya mampu memberikan ganti rugi berupa uang sebesar Rp.
50.000.000,00 sedangkan penghuni perumahan dosen UIN menginginkan ganti
rugi berupa uang diatas Rp. 50.000.000,00 dan ganti rugi beupa disediakannya
tempat tinggal yang baru. Hal ini seperti Bartos dan Wehr nyatakan bahwa konflik
terjadi karena salah satunya adanya pertentangan (incompatibility) (Syawaludin,
2014:3)
2. Status Tanah
Status tanah diartikan sebagai kepemilikan seseorang maupun badan
institusi terhadap tanah berdasarkan dari ketentuan-ketentuan yang telah ada
untuk melegalkan bahwa itu adalah tanah kepunyaan miliknya. Terkait mengenai
perumahan dosen UIN, terdapat perbedaan pendapat dari kedua belah pihak yaitu
penghuni perumahan dosen dan UIN Jakarta mengenai status tanah perumahan
dosen UIN. Menurut penghuni perumahan dosen UIN tanah tersebut berdasarkan
sejarah bukan milik UIN Jakarta. Seperti yang diungkapkan oleh MK (penghuni
perumahan dosen UIN Jakarta)
Saya sebelum IAIN sudah ada disini, saya datang kesini tahun lima puluh
sembilan, jadi belum ada IAIN, yang ada ADIA…ADIA itu apa, ADIA itu
adalah lembaga perguruan tinggi yang didirikan oleh Departemen Agama,
itu ADIA, nanti berubah menjadi IAIN, tapi Departemen Agama tidak
punya tempat, mau dikemanain mahasiswanya. Maka kerja samalah
dengan YPMII, tau kepanjangan YPMII, Yayasan Pembangunan
Madrasah Islam dan Ihsan. Jadi ini milik YPMII termasuk IAIN…YPMII
ini sudah bangun ini dari tahun lima puluh tujuh, nah semua ini milik
YPMII…Nah YPMII itu adalah yayasan pendidikan Islam yang tidak
punya apa-apa, Departemen Agama memberikan sumbangan tetapi bukan
pinjaman maka dibangunlah ini…Kalau sini atas nama Departemen
Agama, pembangunan dari milik YPMII, YPMII itu yang beli tanah,
YPMII yang bangun bangunan ini, dan IMB nya YPMII (Wawancara
dengan MK, Ciputat, 28 April 2015).
67
Berdasarkan dari ungkapan informan diatas bahwa, tanah perumahan dosen UIN
tidak terlapas dari adanya keinginan dari Departemen Agama untuk menyediakan
tempat tinggal untuk mahasiswa yang belajar di ADIA, yang mana ADIA
merupakan jelmaan dari UIN Jakarta. Kemudian untuk mendukung keinginannya
tersebut, Departemen Agama bekerjasama dengan YPMII untuk membeli tanah
dan membangun perumahan dosen UIN. Dana untuk membeli tanah dan
membangun perumahan dosen UIN berasal dari sumbangan Departemen Agama
karena YPMII pada waktu itu merupakan yayasan yang tidak memiliki dana untuk
membeli tanah.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh ISK (Ketua tim tanah perumahan dosen UIN)
Posisi YPMII tahun lima tujuh ini adalah independen, tidak dibawah
naungan pemerintah. Kenapa, saya ketemu dengan para-para pendiri
YPMII, yayasan ini didirikan tahun lima tujuh…dulu pada waktu itu partai
komunis lagi sangat berkuasa di Indonesia, jadi kalau dibentuk dibawah
pemerintahan nanti akhirnya pemerintahan dikuasai oleh
komunis…akhirnya dibuatlah YPMII independen sama seperti NU,
Muhammadyah, Persis dan yayasan lain. Makanya dana hibah murni yang
diterima YPMII dari tahun lima tujuh sampai enam puluh selama tiga
tahun, itu dikucurkan dana dari Menteri Keuangan melalui Departemen
Keuangan itu sebesar seratus delapan puluh juta rupiah…akhirnya YPMII
ini membeli tanah di berbagai tempat...Nah karena perjalanan sejarah
IAIN waktu itu masih menumpang kuliah di gedung Muhammadiyah
Limau, akhirnya YPMII mengambil inisiatif yaudahlah ini kita bangunkan
gedung, kami bikinkan asrama, silahkan pindah ke Ciputat. Jadi posisi
ADIA tahun lima sembilan itu dipinjamkan gedung dan asrama
mahasiswa. Yang sekarang jadi komplek UIN itu sejarahnya asrama
mahasiswa (Wawancara dengan ISK, Ciputat, 7 April 2015).
Yayasan Pembangunan Madrasah Islam dan Ihsan (YPMII) merupakan yayasan
yang berdiri sendiri pada tahun 1957. YPMII memutuskan untuk berdiri sendiri
agar YPMII tidak dikuasai oleh komunis. Berkaitan dengan pembelian tanah dan
pembangunan perumahan dosen UIN, YPMII mendapatkan uang hibah dari
68
Menteri Keuangan melalui Departemen Keuangan itu sebesar Rp.
180.000.000,00, yang mana dalam pembelanjaan uang tersebut digunakan untuk
membeli tanah dan mendirikan gedung bangunan dan asrama yang sekarang
menjadi perumahan dosen UIN. Bangunan dan asrama tersebut kemudian
dipinjamkan untuk ADIA pada tahun 1959.
Menanggapi pernyataan yang disampaikan oleh para informan diatas, RSN
(Kepala Bagian Akutansi dan Pelaporan Keuangan UIN Jakarta periode 2015-
2019) tidak menyetujui bahwa YPMII merupakan yayasan yang berdiri sendiri,
dia menyatakan bahwa:
Jadi dulu tahun sekian ya, itu Kementrian Agama mendirikan yayasan
yang namanya YPMII, gitu ron. Mengapa mendirikan YPMII, karena
untuk mendirikan bangunan atau untuk mengelola sesuatu, itu kan
Kementrian Agama itu tidak bisa mengelola langsung. Sampai kemudian
tahun berapa tuh, tahun lapan puluhan ada undang-undang yayasan, kalau
dulukan pemerintah bebas punya yayasan. Makanya dulu waktu zaman itu
pak Harto ada yayasan supersemar, ada apa segala macam, jadi peraturan
itu ada yayasan. TNI punya yayasan koperasi, koperasi itu istilahnya
punya yayasan mereka. Nah termasuk Kementrian Agama untuk
mengembangkan lembaga pendidikan mereka membuat yayasan, kalau di
Jakarta namanya YPMII, Yayasan Pembangunan Madrasah Islam dan
Ihsan (Wawancara dengan RSN, Ciputat, 13 April 2015).
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa, YPMII dapat berdiri sendiri
dikarenakan pada waktu itu Kementrian Agama tidak bisa mengelola langsung
baik itu membangun bangunan atau mengelola sesuatu, sehingga didirikanlah
YPMII. YPMII seperti yayasan pada zaman mantan Presiden Soeharto terdapat
yayasan Supersemar, TNI punya yayasan koperasi, yang mana yayasan tersebut
adalah yayasan milik mereka. Selain itu informan SBJ (Kepala Biro Perencanaan
dan Keuangan UIN Jakarta periode 2015-2019) menambahkan
69
Nah yang dikucurkan itu yang dibawah Kementrian Agama kan, uang
Negara, karena ada unsur politis, karena ketika itu PKI mau nguasai
Indonesia, maka kemudian Islamic Center itu ada di Pademangan, Ciputat
dan di Lampung. Karena yang dikucurkan ke YPMII dalam rangka
menegakkan Islam di Indonesia itulah YMPII yang diberi amanat oleh
Kementian Agama, udah diduga-duga, maka sebagai cinta nasionalisme
ada UI disitu komplek…ada agama inilah UIN paham agama NASAKOM
Nasionalis Agama Komunis…tapi saya mohon maaf itu hanya rangkaian
kata-kata tapi kalau dilihat dari rangkaian Sukarno datang ke sini
benar…Maka kemudian karena ternyata engga amanah pada zaman ex
Sugirwo itu, maka diambil alih karena ada diktum disitu (wawancara
dengan Subarja, Ciputat, 16 April 2015).
Pernyataan diatas dikatakan bahwa, YPMII merupakan yayasan milik kementrian
agama. Yang mana YPMII berdiri hanya menjalankan amanah yang diberikan
oleh kementrian agama untuk menegakkan Islam di Indonesia. Oleh karena itu
adalah hal yang wajar jika YPMII mendapatkan bantuan dana dari kementrian
Agama. Namun seiring berjalannya waktu terjadilah penyalahgunaan amanah
yang dilakukan oleh anggota YMPII, sehingga YPMII diserahkan kembali kepada
Departemen Agama.
Menanggapi apa yang disampaikan oleh SBJ (Kepala Biro Perencanaan dan
Keuangan UIN Jakarta periode 2015-2019) mengenai YPMII diserahkan kepada
Departemen Agama, pihak perumahan dosen UIN tidak menyetujui hal tersebut
karena YMPII yang diserahkan kepada Departemen Agama merupakan YPMII
tandingan. Seperti yang dikatakan ISK (Ketua tim tanah perumahan dosen UIN):
Saksi itu jadi membuktikan bahwa tidak ada kaitan antara YMPII tahun
tujuh delapan dengan YPMII tahun lima tujuh. Setelah dibentuk YPMII
tahun tujuh delapan, sepuluh tahun kemudian YPMII tandingan
menyerahkan aset YPMII kepada Depag. Jadi bukan YPMII tahun lima
tujuh yang menyerahkan aset ke Departemen Agama, YPMII tandingan
tahun tujuh delapan yang menyerahkan. Itu mereka menghakimi
pengadilan, jadi orang fraksi dari Departemen Agama yang melakukan itu,
pak Masudi dari Departemen Agama menjadi saksi dia buka semua bahwa
dia orang boneka dari Depag untuk mengambil alih YPMII dan untuk
70
diambil arsipnya dibalikin, seolah-olah dibalikin. Seolah-olah dia
dikatakan rekayasa tapi kenyataan sebenarnya dia itu namanya
perampokan (Wawancara dengan ISK, Ciputat, 7 April 2015).
Pernyataan diatas menjelaskan bahwa, terdapat dua YPMII, pertama YPMII yang
berdiri pada tahun 1957 yang merupakan yayasan yang independen dan, kedua
YPMII yang berdiri pada tahun 1978 yang merupakan yayasan yang didirikan
oleh Departemen Agama. Jadi dapat dikatakan YPMII yang diserahkan kepada
Departemen Agama adalah YPMII yang didirikan pada tahun 1978. Adanya
YPMII yang didirikan oleh Departemen Agama terkuak setelah salah satu anggota
YPMII tahun 1978 bersaksi dipengadilan.
Adapun selain status tanah dimiliki oleh YPMII yang telah dijelaskan
sebelumnya, informan perumahan dosen UIN mengatakan bahwa status
perumahan dosen UIN adalah milik perumahan dosen UIN. Seperti yang
disampaikan oleh ISK (Ketua tim tanah perumahan dosen UIN)
De fakto, jadi ada dihukum pertanahan, hak memiliki tanah itu ada dua
unsur yang dominan, pertama secara de facto, kedua secara de jure. Secara
de fakto lima puluh persen hukumnya dilindungi undang-undang, secara
de jure itu juga sama lima puluh persen dilindungi undang-
undang…Penempatan diatas dua puluh tahun. PBB, PBB atas nama
pribadi semua. Jadi kalau istilah didaerah itu ada hak garap, diatas dua
puluh tahun bisa diajukan oleh penyidik. Tapi juga ada batasannya
maksimal sengketa…Iya, selama dia tidak diganggu sampai dua puluh
tahun itu dia bisa ajukan ke penyidik. Nah disini lebih dari lima puluh
tahun. Jadi salah satu bukti de fakto ini komplek UIN adalah komplek
tertua di provinsi Banten, dan komplek yang dibangun dengan IMB tertua
di Banten. Waktu itu belum ada IMB di Banten cuman di komplek UIN
aja, boleh dibilang IMB nomor satu. Dulu orang mau bangun, bangun aja
ngga ada yang namanya pake IMB (Wawancara dengan ISK, Ciputat, 7
April 2015).
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa, ada beberapa faktor yang dijadikan
bukti mengapa sebagian kecil informan menganggap bahwa perumahan dosen
71
UIN adalah milik penghuni perumahan dosen UIN. Pertama, hukum pertahanan
yang mengatakan bahwa ada dua unsur yang dijadikan sebagai hak memiliki
tanah yaitu de facto dan de jure dan masing-masing dari kedua unsur tersebut
memiliki kekuatan yang sama besar yaitu 50 persen. Terkait dengan kedua unsur
tersebut, penghuni perumahan dosen UIN memiliki unsur de facto, karena
penghuni perumahan dosen UIN sudah menempati perumahan dosen UIN selama
lebih dari 50 tahun. Kedua, perumahan dosen UIN merupakan perumahan yang
memiliki IMB yang tertua di Banten. Oleh karena itu ISK mengatakan bahwa
IMB perumahan dosen UIN adalah nomor satu, karena pada saat itu jika
seseorang ingin membangun rumah tidak memakai IMB.
Menanggapi apa yang telah disampaikan oleh ISK (Ketua tim tanah
perumahan dosen UIN), RSN (Kepala Bagian Akutansi dan Pelaporan Keuangan
UIN Jakarta periode 2015-2019) tidak menyetujui hal tersebut karena menurutnya
penghuni perumahan dosen UIN menempati perumahan diatas tanah yang sudah
ada pemiliknya yaitu UIN Jakarta. Seperti yang disampaikan olehnya:
Itu mereka yang datang, SIP itu rumahnya udah ada, kemudian dikasih
surat kaya gini, itu artinya apa, meskipun itu katakanlah tahun nabi Adam
tapi dari situ juga itu sudah ada yang punya. Kecuali kalau begini, mereka
tinggal disitu lima puluh tahun dan tidak ada yang punya siapapun, tidak
ada yang ngapain, tidak ada apalah sudah kaya gini, tiba-tiba dua puluh
tahun kemudian atau tiga puluh tahun kemudian ada orang datang, itu
Negara datang gitu loh. Oh anda ini harus keluar dari sini ini milik saya
gitu loh, nah ini dari mulai awal mereka itu datang, udah ada beginiannya.
Kenapa mereka mengklaim, ya emang mereka tinggal disitu karena
kelamaan aja dia tinggal disitu (Wawancara dengan RSN, Ciputat, 13
April 2015).
Berdasarkan dari pernyataan diatas bahwa, penghuni perumahan dosen UIN
menempati perumahan dosen UIN suda ada SIP (Surat Izin Penghunian). Oleh
72
karena itu seberapa lamapun penghuni perumahan dosen UIN menempati rumah
tersebut, tetap saja rumah tersebut adalah milik UIN Jakarta. Selanjutnya ECP
(Kasubbag Akutansi Instansi dan SIMAK BMN UIN Jakarta periode 2015-2019)
menambahkan
Dari tahun, pokoknya setiap tahun surat itu diedarkan disana. Makanya
keluarlah surat SIP ini, ya kan gitu iya kan, terus belakangan karena
mereka membangkang tadi mereka merasa bahwa itu rumah rumah
mereka…sehingga mereka memaksakan diri untuk menguasai tanah
padahal tanah itu padahal tanah itu tanah Negara, dan mereka tidak punya
apapun sebagai barang bukti atau status kepemilikan apa yang dia punya
engga ada kan, ternyata sertifikat ada di kita memang itu tanah kita gitu
loh (Wawancara dengan ECP, Ciputat, 14 April 2015).
Dari pernyataan tersebut dijelaskan bahwa, perumahan dosen UIN tidak memiliki
bukti atau status kepemilikan untuk membuktikan bahwa itu adalah tanah milik
mereka. Yang ada melainkan penghuni perumahan dosen UIN ingin mendapatkan
tanah yang sudah jelas perumahan dosen UIN berdiri diatas tanah negara, yang
nama sertifikat tanah dimiliki oleh UIN Jakarta.
Terkait dengan kepemilikan sertifikat tanah yang dimiliki UIN Jakarta
sebagai bukti kepemilikan tanah, ISK (Ketua tim tanah perumahan dosen UIN)
menganggap bahwa sertifikat tersebut dibuat setelah penghuni perumahan dosen
UIN menempati perumahan dosen UIN, oleh karenanya sertifikat tersebut masih
bisa dipermasalahkan. Seperti yang dinyatakan oleh informan ISK (Ketua tim
tanah perumahan dosen UIN)
Jadi dasar Departemen Agama sertifikat, dasar kami undang-undang,
undang-undang ya diatas sertifikat. Sertifikat itu juga bisa
dipermasalahkan, jadi mungkin tolong ditulis ada filosofi hukum
pertanahan bahwa sertifikat yang terbit itu sama diibaratkan bayi yang
baru lahir. Jadi sertifikat departemen agama ini kan terbit tanggal tiga
73
maret tahun seribu sembilan ratus lapan puluh lapan, sedangkan kami
sudah tinggal tahun lima sembilan, jadi sertifikat Departemen Agama ini,
sertifikat hak pakai disingkat SHP nomor dua tahun seribu sembilan ratus
lapan puluh lapan, terbitnya tanggal tiga maret tahun seribu sembilan ratus
lapan puluh lapan, itu boleh kami simpulkan, boleh kami nyatakan bahwa,
sertifikat itu adalah anak haram, tidak jelas bapak ibunya, tidak jelas kakek
neneknya, itu filosofi pertanahan. Jadi itulah dan ada filosofi hukum,
hukum yang diberlakukan itu tidak terlaku surut, contohnya hukum yang
diterbitkan tahun delapan-delapan, tahun sembilan dua, tahun sembilan
enam yang berkaitan dengan surat-surat yuridis dari Departemen Agama
dan UIN, itu tidak berlaku surut untuk warga kami yang memang sudah
tinggal dari tahun lima sembilan, seperti itu. Jadi boleh hukum UIN itu
diterapkan bagi warga yang baru tinggal delapan sembilan keatas, kami
yang udah tinggal dari tahun lima sembilan itu engga berlaku (Wawancara
dengan ISK, Ciputat, 7 April 2015).
Berdasarkan dari pernyataan informan ISK bahwa, status sertifikat tanah yang
dimiliki oleh UIN Jakarta masih bisa dipermasalahkan. Karena keberadaan
penghuni perumahan dosen UIN lebih dahulu menempati perumahan dosen UIN
pada tahun 1959 dibandingkan dengan sertifikat tanah yang baru ada pada bulan
maret 1988. Jadi dapat dikatakan berdasarkan filosofi pertahanan sertifikat
tersebut ibarat bayi baru lahir yang tidak memiliki kejelasan status bapak dan
ibunya. Selain itu juga berdasarkan dari filosofi hukum mengatakan bahwa hukum
tidak berlaku surut bagi penghuni perumahan dosen UIN, dalam artian hukum
UIN seperti hukum yang diterbitkan pada tahun 1988, 1992, dan 1996 yang
berkaitan dengan surat-surat yuridis dari Departemen Agama dan UIN Jakarta
hanya berlaku kepada penghuni perumahan dosen UIN yang baru menempati
perumahan dosen UIN pada tahun 1989 keatas dan tidak berlaku kepada penghuni
perumahan dosen UIN yang menempati perumahan dosen UIN pada tahun 1959.
Berdasarkan pemaparan para informan diatas telah dijelaskan bahwa salah
satu penyebab konflik yang terjadi di perumahan dosen UIN adalah karena masih
74
belum jelasnya kepemilikan status tanah perumahan dosen UIN, sehingga masing-
masing dari kedua belah pihak yaitu UIN Jakarta dan penghuni perumahan dosen
UIN memiliki penjelasan masing-masing terkait dengan status kepemilikan tanah
tersebut baik itu berdasarkan sejarah maupun berdasarkan bukti yang mereka
miliki. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Coser bahwa penyebab salah satu
konflik itu adalah karena perselisihan perebutan sumber daya alam yang tidak
mencukupi seperti tanah (Wirawan, 2012:83).
3. Status Rumah
Keinginan dari sebagian penghuni perumahan dosen UIN yang
menginginkan agar perumahan dosen UIN dapat dimiliki oleh penghuni
perumahan dosen UIN. Seperti disampaikan oleh RTN (Ketua perumahan dosen
UIN)
Kita ini dari dulu sedang mengusahakan supaya statusnya rubah, status
dari golongan dua ke golongan tiga. Karena menurut peraturan ketetapan
pemerintah bisa dimiliki oleh warga itu kalau statusnya kelas tiga, rumah
ini masih kelas dua. Jadi kita ada yang namanya tim dan tim itulah yang
mengurusi bagaimana ini mengenai persoalan kita ini… Tujuan tim ini
untuk memperjuangkan merubah status golongan dua menjadi golongan
tiga. Padahal waktu itu kementrian agama sudah setuju, pada saat itu pak
kementrian agama adalah pak Qurai Syihab, pak Qurais tau kita tinggal
disini melihat dan menghayati sendiri keperluan kita, dan kita ini sudah
dosen-dosen sesepuh yang situasinya dulu berbeda dengan sekarang
(Wawancara dengan RTN, Ciputat, 13 April 2015).
Berdasarkan dari pernyataan diatas bahwa, sudah sejak lama penghuni perumahan
dosen UIN menginginkan untuk menurunkan status perumahan dosen UIN yang
termasuk dalam golongan kelas 2 menjadi kelas 3 agar dapat menjadi milik
pribadi.
75
Namun demikian ternyata penurunan status perumahan dosen UIN dari
golongan 2 ke golongan 3 ternyata tidak berhasil sampai saat ini. Hal tersebut
dikarenakan perumahan dosen UIN masih berada dalam ruang lingkup kampus
UIN Jakarta. Hal ini dinyatakan oleh MA (Biro Administrasi Umum dan
Kepegawaian Kepala Bagian Umum UIN Jakarta periode 2015-2019)
Jadi itu ini udah berapakali mentok, sebab begini mereka tetep bersikekeh
bahwa bisa dirubah status tanah komplek itu bisa dinaikkan kelasnya
supaya bisa dimiliki gitu, sementara ada peraturan Menteri Agama atau
apa kalau tanah kampus itu satu hamparan tidak boleh dimiliki oleh
pribadi-pribadi didalamnya, coba liat dibagian IKN ada tuh, jadi
sebenernya gini kampus satu dan dua kan satu hamparan, tengah itu ada
perumahan dosen jadi tidak bisa dimiliki oleh pribadi karena masih
dianggap perluasan bagian dari kampus (Wawancara dengan MA, Ciputat,
23 April 2015).
Berdasarkan dari pernyataan diatas bahwa, penurunan status perumahan dosen
UIN dari golongan dua menjadi golongan tiga memang tidak bisa dilakukan. Hal
tersebut dikarenakan menurut peraturan menteri agama perumahan dosen UIN
masih berada dalam ruang lingkup kampus UIN Jakarta, yang mana perumahan
dosen UIN berada ditengah-tengah kampus UIN Jakarta.
MA (Biro Administrasi Umum dan Kepegawaian Kepala Bagian Umum
UIN Jakarta periode 2015-2019) juga mengatakan bahwa asumsi penghuni
perumahan dosen UIN itu berasal dari perumahan dosen UI yang dimiliki oleh
dosen dan karyawan UI, seperti yang diungkapkan olehnya:
Orang-orang komplek selama ini membuat asusmsi…UI kok bsia dmiliki,
kalau UI kan jauh antara salemba dengan depok tidak satu hamparan, ini
bisa dimiliki, bisa dinaikkan statusnya hingga bisa dicicil oleh karyawan
atau dosen UI…Dan itupun satu sertifikat dengan tanah-tanah kita ini
sehingga tidak mungkin sekali dimiliki oleh perorangan, bagaimanapun
caranya engga bisa. Dan kebetulan tiap penghuni komplek itu kan ada
yang namanya SIP (Surat Izin Penghunian), ditandatangani oleh rektor dan
mereka yang menghuni (Wawancara dengan MA, Ciputat, 23 April 2015).
76
Berdasarkan ungkapan diatas dapat dikatakan bahwa, asumsi penghuni
perumahan dosen UIN untuk menurunkan status golongan rumah dari golongan 2
menjadi golongan 3 berasal dari perumahan dosen UI yang bisa dimiliki oleh
dosen dan karyawan UI. Padahal pandangan tersebut tidak bisa dilakukan ke
perumahan dosen UIN, karena perumahan dosen UI berada jauh dari kampus UI
yang berlokasi di Depok dan di Salemba. Jadi hal yang wajar jika perumahan
dosen UI bisa dimiliki oleh dosen beserta karyawan UI. Selain itu juga penghuni
perumahan dosen UIN juga memiliki SIP yang telah ditandatangani oleh penghuni
perumahan dosen UIN sendiri.
Menanggapi mengenai perumahan dosen UIN merupakan bagian dari
kampus UIN Jakarta, ISK (Ketua tim tanah perumahan dosen UIN) tidak
menyetujui hal tersebut karena perumahan dosen UIN terpisah dari kampus UIN
Jakarta. Seperti yang dinyatakan olehnya
Terus juga UIN sama Depag mengklaim bahwa komplek kami ini menyatu
dengan kampus. Kami bilang komplek kami terpisah dengan jalan Ciputat
raya, sekarang jalan Ir. Haji Juanda dengan jalan Kertamukti kampus
dua…lain dengan IKIP Rawamangun itu memang komplek dalem
kampus, iya kan, IKIP Rawamangun itu kan…jalan kompleknya kan jalan
kampus, kalau kami diluar kampus…dari mana dasarnya komplek
ditengah-tengah kampus, yang jelas kita dibatesin jalan Kertamukti sama
jalan Ir. Haji Juanda terpisah komplek kami itu dengan kampus UIN. Satu
jalan desa, satu jalan provinsi, entar diakui lagi itu jalan UIN Ciputat.
Karena kami sempet bicara dengan hakim ya itu, masukan dari berita acara
di Pengadilan Negeri itu bahwa komplek kami ditengah-tengah kampus,
kami bilang kami diluar kampus terbelah jalan provinsi, jalan desa yang
membelah (Wawancara dengan ISK, Ciputat, 7 April 2015).
Berdasarkan dari pernyataan tersebut bahwa, perumahan dosen UIN dengan UIN
Jakarta dipisahkan dengan jalan desa dan jalan provinsi yaitu jalan Kertamukti
dan jalan Ir. H. Juanda. Dengan adanya jalan tersebut dapat dikatakan bahwa
77
perumahan dosen UIN bukan bagian dari UIN Jakarta yang berbeda bila
dibandingkan dengan IKIP Rawamangun yang mana perumahannya berada
didalam kampus IKIP dan jalan perumahannya adalah jalan kampus IKIP.
Dari pernyataan para informan diatas telah dijelaskan bahwa salah satu
penyebab konflik yang terjadi di perumahan dosen UIN adalah karena adanya
pertentangan keinginan dari kedua belah pihak mengenai bisa atau tidaknya
penurunan status perumahan dosen UIN yang dianggap sebagai rumah dinas. Hal
ini seperti Bartos dan Wehr nyatakan bahwa konflik terjadi salah satunya karena
salah satunya adanya pertentangan (incompability) (Syawaludin,2014:3).
C. Resolusi konflik
Pendekatan resolusi konflik yang telah digunakan oleh UIN Jakarta dan
penghuni perumahan dosen UIN dalam menyelesaikan konflik tanah yang terjadi
di perumahan dosen UIN adalah melalui tiga pendekatan yaitu 1) Negosiasi
meliputi musyawarah, 2) Mediasi meliputi Kelurahan, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Tangerang Selatan, Polsek Ciputat Timur dan, 3) Legal meliputi
Pengadilan Negeri Tangerang, Pengadilan Tinggi Banten dan Mahkamah Agung.
78
Tabel III .C.1 Matrik Resolusi Konflik
(Sumber: Ansori, Rotinsulu dan Haryadi, 2013)
1. Negosiasi
Merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh para pihak (dua pihak atau
lebih) yang berkonflik, dengan mempertemukan para pihak yang berkonflik untuk
menyampaikan keinginan dari para pihak yang berkonflik, sehingga dapat
menciptakan suatu kesepakatan bersama. Hasil yang didapatkan dari negosiasi
adalah win-win solution. Namun ketika tidak terjadi win-win solution maka akan
terjadi impase bahkan kemungkinan jika salah satu pihak tidak memiliki bukti
yang kuat maka pihak tersebut akan dirugikan (win-lose solution). Terkait dengan
konflik tanah yang terjadi diperumahan dosen UIN, pendekatan negoisasi yang
digunakan adalah dengan melakukan musyawarah.
Musyawarah merupakan cara yang paling penting digunakan di Indonesia
untuk dapat menyelesaikan konflik. Seperti yang dikatakan oleh Barron bahwa
musyawarah adalah salah satu cara penting dimana penduduk desa di pedesaan
• UIN jakarta
• Penghuni perumahan dosen UIN
• Musyawarah
Negoisasi
• Kelurahan
• DPRD
• Polsek Ciputat Timur
Mediasi
Albitrasi
• Pengadilan Negeri Tangerang
• Pengadilan Tinggi Negeri Banten
• Mahkamah Agung (MA)
Legal
79
Indonesia mencoba untuk menyelesaikan konflik. Musyawarah merupakan proses
diskusi dan membangun konsesus yang digunakan untuk mengatasi berbagai
macam masalah (Barron, 2004: 50)
Secara teori musyawarah merupakan dimana semua suara dapat didengar.
Ketika semua pihak diberi kesempatan untuk berbicara hasilnya akan dihormati,
karena dalam prosesnya dianggap adil. Dalam keadaan ini, bahkan jika
musyawarah tidak menyebabkan hasil yang diinginkan oleh satu kelompok,
hasilnya tetap dihormati berdasarkan proses yang digunakan dalam hasil
pencapaian tersebut. (Barron, 2004: 51-52)
Adapun musyawarah yang dilakukan oleh UIN Jakarta dan penghuni
perumahan dosen UIN, seperti yang diungkapkan oleh KH (mantan Rektor UIN
Jakarta 2010-2015)
Dulu kita undang kumpul-kumpul kita bicarakan yuk, mediasi, kita
bicarakan, apa problemnya, minta pesangon ke Menteri Agama, ayuk kita
fasilitasi…Saya engga hafal, tapi yang pasti kami menawarkan, kan
mediasi mau ketemu siapa saja boleh. Mau ketemu Menteri Agama,
ketemu DPR, Menteri Keuangan, kita sudah sampaikan itu. Saya sudah
membela, menyampaikan tuntutan warga komplek sudah saya sampaikan.
Saya sampaikan ke mentri keuangan dan menteri agama, saya sampaikan
tuntutan warga. Satu untuk memiliki, atau kasih pesangon yang besar,
yang dituntut, dan saya menyatakan UIN punya duit, mereka kan minta
dua ratus lima puluh juta, kami punya, kas kami punya, tapi engga boleh
karena saya bisa masuk penjara. Jadi kami netral aja, tidak menghalangi
(Wawancara dengan KH, Ciputat, 20 Mei 2015).
Adapun SBJ (Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan UIN Jakarta periode 2015-
2019) menambahkan
Oh engga, udah sering ketemu dengan pak rektor, orang tua di Syahida In,
dimana-mana, bahkan diminta kerelaannya setiap pertemuan ngomong,
didalam forum halal bihalal juga ngomong mohon agar diserahkan kepada
UIN seperti didalam forum ada acara-acara…acara seperti halal bihalal
ngomong atau pertemuan tim perumahan dengan rektor waktu dulu pak
Komar (Wawancara dengan SBJ, Ciputat, 16 April 2015).
80
Berbagai pernyataan tersebut menunjukkan bahwa, UIN Jakarta sudah banyak
melakukan musyawarah kepada penghuni perumahan dosen UIN. Seperti
pertemuan dengan pak Rektor, orang tua di Syahida In dan forum halal bihalal,
pertemuan tim perumahan dengan rektor, bahkan UIN Jakarta sendiri menerima
keinginan dari penghuni perumahan dosen UIN. Bahkan ketika UIN Jakarta
menyampaikan keinginan perumahan dosen UIN Jakarta yaitu keinginan meminta
ganti rugi uang, kepada Menteri Agama, namun Menteri Agama menolak
keinginan tersebut. Adapun salah satu musyawarah yang terjadi pada tanggal 19
September 2003.
Gambar III.C.1.1. Surat Undangan Musyawarah
(Sumber: Buku Himpunan Data SIP (Surat Izin Penghunian) Rumah Dinas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Mengenai adanya musyawarah yang dilakukan oleh UIN Jakarta dan para
orangtua penghuni perumahan dosen UIN dibenarkan oleh MK (penghuni
perumahan dosen UIN)
Tapi sebagian engga datang, yang datang cuma sampe protes juga, bukan
mengundang penyelesaian tuh, ngundang ke pengusiran itu berlaku. Kami
kasian kepada bapak-bapak, kami kasih lima puluh juta uang kerohiman,
kerohiman kamu tau kerohiman, uang kasih sayang, masa orang diusir
81
kasih sayang, engga lucu…tapi itu engga, mengundang makan, untuk itu
engga ada, hanya mengundang makan, ngundang apa, jadi diberitahukan
diberitahukan kami akan membangun, kami akan ini, diantaranya ada juga
yang bicara-bicara disitu, ya engga apa-apa bangun tapi kami ketika itu ya
diganti paling kurang lima ratus tapi engga ditanggapi apa-apa
(Wawancara dengan MK, Ciputat, 28 April 2015).
Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa, pertemuan kedua belah pihak antara UIN
Jakarta dengan penghuni perumahan dosen UIN yaitu para orangtua seperti
undangan makan bersama memang telah dilakukan. Pertemuan tersebut
menjelaskan tujuan UIN untuk mengosongkan perumahan dosen UIN dan para
orangtua menginginkan pergantian minimal Rp. 500.000.000,00.
Namun jika melihat dari ungkapakan MK (penghuni perumahan dosen UIN
Jakarta) diatas, dalam musyawarah tersebut terlihat bahwa UIN Jakarta tidak
mengundang semua penghuni perumahan dosen UIN, melainkan hanya penghuni
yang sudah berstatus orangtua dan tim perumahan dosen UIN. Sehingga sebagian
penghuni perumahan dosen UIN merasa bahwa UIN Jakarta tidak melakukan
musyawarah dengan perumahan dosen UIN, hal ini diungkapkan oleh IP
(penghuni perumahan dosen UIN)
Yang ketiga adalah seharusnya adalah Komarudin memberikan surat
pengusiran, nah pengusiran itu kan sebuah bahasa yang sangat kasar dalam
sebuah pola-pola intelektual. Kenapa jadi pengusiran karena sebuah surat
rembukan musyawarah gitu. Komarudin yang mengaku dirinya
budayawan ternyata merupakan simbol kepalsuan. Intinya adalah dia
menerapkan sebuah otoriterian dalam pola-pola kehidupan masyarakatnya,
tidak pernah berdialog kepada masyarakat, kumpul dimana, ngobrol
mengenai ini, apa rancangan UIN, itu akan diomongin. Kalau sebetulnya
jawaban itu dulu diawasin selesai masalah ini…Tapi intinya tidak pernah
ada sebuah dialog, dia kan budayawan, jadi kita kenal selama ini
budayawan dia (Wawancara dengan IP, Ciputat, 31 Maret 2015).
Selanjutnya NBW (ketua perumahan dosen UIN) menambahkan
82
Iya kurang lebih kaya gitulah, adanya duduk bersama terus gitukan,
musyawarah gimana bagusnya segala macem gitukan, ada titik
temunyalah, engga mungkin engga ada titik temunya atau motifnya, apa ya
udah begitu dibentuk ama UIN. Kalau dari warga si jelas maunya
musyawarah gitu kan, kalau misalkan musyawarah juga hasilnya seperti
itu ya seperti ini sekarang gitu (Wawancara dengan NBW, Ciputat, 18
April 2015).
Pernyataan kedua informan diatas menunjukkan bahwa, sebagian penghuni
perumahan dosen UIN merasa kecewa kepada UIN Jakarta karena mereka tidak
diajak musyawarah agar keinginan mereka dapat didengar dan dipenuhi. Tetapi
yang ada mereka hanya diberikan surat saja yang diartikan sebagai sebuah
pengusiran tanpa adanya sebuah musyawarah, yang berbeda dengan background
rektor UIN Jakarta sendiri yang merupakan seorang budayawan yang tidak
mengedepankan sebuah dialog atau musyawarah melainkan dengan pengusiran
yang menurut IP merupakan bahasa yang sangat kasar dalam sebuah pola-pola
intelektual.
Selain melakukan musyawarah yang bertempat di UIN Jakarta, pihak UIN
Jakarta juga pernah melakukan musyawarah ke beberapa penghuni perumahan
dosen UIN dengan mendatangi penghuni langsung diperumahan dosen UIN.
Seperti yang dikemukakan oleh beberapa informan
Waktu itu pak Komar sama saya sekitar tahun dua ribu sebelasan lah,
datang kerumah silaturahmi ngejelasin X, si Y, si D, saya pernah itu liat,
mau kemana nih, mau kerumah ini silaturahmi, cumankan dua orang,
empat orang datang. Cumankan datang ketokoh-tokoh yang memang bisa
tolong dong jelaskan pada ini dan terbuti orang yang didatengin ini cukup
efektif dan akhirnya menyerahkan (Wawancara dengan SBJ, Kepala Biro
Perencanaan dan Keuangan UIN Jakarta periode 2015-2019, Ciputat, 16
April 2015).
Saya juga pernah datang blusukan kesana, saya sendiri yang datang, ada
banyak hal rata-rata mereka itu merasa tidak enak dengan tetangganya,
saya ingin pindah tapi tidak enak dengan tetanga saya gitu, ada yang saya
83
datang terus dia ceramah, marah-marah segala macam, makanya saya
sendiri yang datang, saya sama pak HM sebetulnya. Kecuali rumahnya si
almarhum…kita dateng ngobrol, dia bilang pak terus terang aja saya
melanjutkan armarhum ayah saya, dia bilang pokoknya gini aja pak Rasiin
nanti kalau di pengadilan tinggi banten kalah saya serahkan rumah, eh dua
minggu kemudian turun tuh Putusan Tinggi Banten UIN menang, akhirnya
selang dua sampai tiga minggu diserahkan ke kita (Wawancara dengan
RSN, Kepala Bagian Akutansi dan Pelaporan Keuangan UIN Jakarta
periode 2015-2019, 13 April 2015).
Berbagai pernyataan tersebut menunjukkan bahwa, UIN Jakarta pernah
melakukan musyawarah ke beberapa penghuni rumah di perumahan dosen UIN
untuk dapat menyelesaikan konflik. Seperti pertama, silaturahmi yang dilakukan
oleh SBJ (Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan UIN Jakarta periode 2015-
2019) ke beberapa tokoh yang dianggap bisa diajak bekerjasama untuk
menjelaskan kebeberapa penghuni perumahan dosen UIN agar mereka mau
menyerahkan rumah yang mereka tempati. Dan dari kunjungan SBJ (Kepala Biro
Perencanaan dan Keuangan UIN Jakarta periode 2015-2019) menghasilkan
beberapa penghuni mau menyerahkan rumahnya.
Kedua, silaturahmi yang dilakukan oleh RSN (Kepala Bagian Akutansi dan
Pelaporan Keuangan UIN Jakarta periode 2015-2019) ke beberapa rumah dan
akhirnya menghasilkan tanggapan dari penghuni perumahan dosen UIN seperti
ada penghuni yang tidak mau pindah karena merasa tidak enak dengan
tetangganya, ada yang benar-benar tidak mau pindah. Selanjutnya ada penghuni
yang sebelumnya bertahan namun setelah dilakukan musyawarah akhirnya dia
mau menyerahkan rumah tersebut.
84
Menanggapi mengenai hanya beberapa rumah yang dikujungi oleh UIN
Jakarta untuk melakukan musyawarah dibenarkan oleh AMZ (penghuni
perumahan dosen UIN), dia mengatakan:
Saya tidak pernah didatangi oleh pihak UIN… oh mungkin itu beberapa
tapi saya tidak pernah, ada beberapa orang tertentu kali tapi saya engga.
Saya kira hanya ada beberapa orang yang didatengin, tapi engga tau ada
kawan yang didatangin, kita engga tau (Wawancara dengan AMZ, Ciputat,
27 April 2015).
Selanjutnya ISK (Ketua tim tanah perumahan dosen UIN) menambahkan:
Oh ini tahap penggusuran rumah, tahapannya yang pertama UIN dan
Depag mengutus utusan untuk merayu rumah yang masih ditempati,
biasanya merayu yang pengambil keputusan entah itu dia anak tertua,
entah itu bapaknya, entah itu ibunya. Jadi kalau tidak bisa dirayu,
diintimidasi. Jadi setelah dirayu atau diintimidasi didatangkan rumahnya,
bawa tas dengan isi duit. Ini bicara mayoritas ada satu dua yang engga, itu
biasanya yang dimasukin mayoritas ke rumah-rumah yang memang
keluarga yang kurang mampu, jadinya seperti itu, dan dengan dia sudah
dipelajari dari pihak UIN Depag ini juga banyak utang dimana-mana,
terus digeletakin uang lima puluh juta diatas meja, biasanya yang lebih
besar pasak dari pada tiang bisa luluh (Wawancara dengan ISK, Ciputat, 7
April 2015).
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa, memang benar bahwa UIN Jakarta
pernah melakukan musyawarah ke beberapa rumah penghuni perumahan dosen
UIN. Dalam musyawarah tersebut kemudian menghasilkan beberapa penghuni
perumahan dosen UIN mau menyerahkan rumahnya kepada UIN Jakarta. Namun
demikian, ISK (Ketua tim perumahan dosen UIN) mengatakan cara yang
dilakukan UIN sendiri tidak dianggap baik. Karena cara yang UIN Jakarta
lakukan adalah dengan merayu dan mengintimidasi penghuni perumahan dosen
UIN agar mereka mau menyerahkan rumah tersebut. Selanjunya ia menambahkan,
penghuni perumahan dosen UIN yang diajak musyawarah oleh UIN Jakarta
85
sengaja yang memang berlatar belakang dari keluarga yang tidak mampu dan
banyak memiliki hutang.
Berdasarkan dari pemaparan informan diatas, dapat diliat bahwa memang
musyawarah telah dilakukan dari kedua belah pihak yaitu UIN Jakarta dan
penghuni perumahan dosen UIN, seperti musyawarah yang terjadi di UIN Jakarta
yang dihadiri oleh hanya penghuni perumahan dosen UIN dan tim perumahan
dosen UIN. Namun musyawarah tersebut tidak berhasil melainkan terjadi
deadlock (impase solution) karena tidak menghasilkan kesepakatan bersama dari
kedua belah pihak. Selain itu musyawarah yang dilakukan oleh UIN Jakarta ke
beberapa penghuni perumahan dosen UIN dengan cara mendatangi penghuni
langsung diperumahan dosen UIN. Dari hasil musyawarah tersebut dapat
menghasilkan win-win solution sehingga beberapa penghuni perumahan dosen
UIN dapat menyerahkan rumahnya kepada UIN Jakarta.
Walaupun musyawarah yang dilakukan kedua belah pihak telah
menghasilkan deadlock (impase solution) dan win-win solution, musyawarah yang
terjadi menurut peneliti memiliki kekurangan. Yang mana dalam musyawarah
tersebut tidak melibatkan semua pihak yang berkonflik, seperti musyawarah yang
terjadi di UIN Jakarta yang mana dalam musyawarah tersebut hanya terdiri dari
penghuni perumahan dosen UIN yang sudah pensiun saja yang sudah dianggap
orangtua dan tim perumahan dosen UIN saja, padahal di perumahan dosen UIN
penghuninya tidak hanya para orang tua yang sudah pensiun saja melainkan anak
dari orangtua yang sudah meninggal.
86
Selanjutnya musyawarah yang dilakukan yang dilakukan oleh UIN Jakarta
ke beberapa penghuni perumahan dosen UIN saja tidak dilakukan kesemua
perumahan dosen UIN. Sehingga hal tersebut membuat penghuni perumahan
dosen UIN yang lain kecewa kepada UIN Jakarta karena mereka menganggap
UIN Jakarta tidak mau melakukan musyawarah kepada mereka padahal pada
kenyataannya UIN Jakarta sudah melakukan musyawarah hanya kepada sebagian
penghuni perumahan dosen UIN
2. Mediasi
Suatu upaya yang dilakukan oleh para pihak (dua pihak atau lebih) yang
berkonflik, dengan mempertemukan para pihak yang berkonflik untuk
menyampaikan keinginan dari para pihak yang berkonflik, sehingga dapat
menciptakan suatu kesepakatan bersama. Upaya ini dibantu oleh pihak ketiga
sebagai mediator yang bersifat netral yang berfungsi sebagai pihak yang
menjembatani keinginan pihak yang berkonflik dan membantu memecahkan
masalah bersama para pihak yang berkonflik. Namun demikian kehadiran pihak
ketiga ini tidak dapat memberi keputusan, melainkan keputusan dari kedua pihak
melalui mediator yang impartial.
Hasil yang didapatkan dari mediasi adalah win-win solution , namun ketika
tidak terjadi win-win solution maka akan terjadi impase solution. Terkait dengan
konflik tanah yang terjadi diperumahan dosen UIN, UIN Jakarta dan penghuni
perumahan dosen UIN telah melakukan pendekatan mediasi dengan kehadiran
pihak ketiga sebagai mediator yaitu pihak Kelurahan dan pihak DPRD Tangerang
Selatan.
87
a. Kelurahan
Setelah musyawarah menghasilkan deadlock (impase solution) dan
menghasilkan win-win solution hanya kepada beberapa penghuni perumahan
dosen UIN, Pihak Kelurahan merupakan cara selanjutnya yang ditempuh oleh
UIN Jakarta dan penghuni perumahan dosen UIN untuk dapat menyelesaikan
konflik. Seperti yang diungkapkan IDS (Lurah Kelurahan Pisangan Kecamatan
Ciputat Timur periode 2015):
Kita juga pernah ya, cuman memang masing-masing menyampaikan itu
aja, masing-masing menyampaikan apa adanya. Di satu ruangan dan tidak
memenuhi syarat gitu loh, tidak datang semua, kalau misalnya memang
karena sudah ketemu dari pihak perumahan UIN siapa aja yang
mewakilinya dan pihak UIN siapa saja yang mewakili... Pihak perumahan
malah artinya ganti ruginya yang sepadan gitu. Iya tidak ada ganti rugi
karena melanggar aturan kan gitu, tetapi secara kemanusiaan saya engga
tau dah tuh kan gitu akhirnya, karena memang disitu engga ada ganti rugi
(Wawancara dengan IDS, Ciputat, 11 Mei 2015).
Berdasarkan dari pernyataan tersebut bahwa, UIN Jakarta dan penghuni
perumahan dosen UIN memang pernah mendatangi kelurahan untuk dapat
menyelesaikan masalah yang terjadi. Yang menghasilkan permintaan ganti rugi
yang sesuai dari permintaan penghuni perumahan dosen UIN, namun dari UIN
Jakarta tidak bisa memberikan ganti rugi tersebut.
Dari hasil dari pertemuan tersebut kemudian IDS (Lurah Kelurahan
Pisangan Kecamatan Ciputat Timur periode 2015) memanggil masing-masing
pihak secara pribadi, seperti yang diungkapkan olehnya:
Satu kali, selain itu mah saya memanggil kedua belah pihak tetapi tidak
sama-sama, masing-masing kita panggil kesini. Iya masing-masing saya
panggil, sepihak-sepihak gitu. Tapi yang penah kejadian itu aja sekali.
Artinya saya ingin menyampaikan, memang engga boleh sih ganti sekian
kewarga saya yang harus pindah kan gitu. Kalau dari pihak UIN yang saya
panggil gitu kan, wah ini tidak bisa pak lurah mentok di aturan, kan
88
sebelah-sebelah dipanggilnya kan. Karena warga juga menyadari bahwa
mereka tinggal di perumahan dinas, cuman akhirnya mereka ingin
meminta ganti ruginya sepadan aja, sesuai dengan kebutuhan pada saat
sekarang ini kan gitu. Terus akhirnya karena memang kita tidak ada
kepastian, dia pada arahnya minta diselesaikan ke DPRD terus juga
pengadilan (Wawancara dengan IDS, 11 Mei 2015).
Pernyataan tersebut dijelaskan bahwa, setelah pertemuan dari kedua belah pihak
yaitu UIN Jakarta dan penghuni perumahan dosen UIN menghasilkan deadlock
(impase solution), kemudian IDS bertemu dengan masing-masing pihak yaitu UIN
Jakarta dan penghuni perumahan dosen UIN secara terpisah. Namun demikian
usaha tersebut juga menghasilkan deadlock (impase solution), karena UIN Jakarta
hanya menjalankan aturan dan penghuni perumahan dosen UIN tetap meminta
ganti rugi yang sesuai.
b. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tangerang Selatan.
Setelah penyelesaikan konflik yang dilakukan di pihak Kelurahan
menghasilkan deadlock (impase solution), selanjutnya penghuni perumahan dosen
UIN memutuskan agar konflik dapat diselesaikan di DPRD Tangerang Selatan.
Hal ini diungkapkan oleh ISK (Ketua tim tanah perumahan dosen UIN):
Mediasi sudah ada tanggal dua puluh empat januari dua ribu dua belas,
kita mediasi di DPRD Tangsel. Isi dari mediasi…Alasannya dia
menggunakan terutama setifikat hak pakai nomor dua tahun lapan-lapan,
terus tandatangan warga tahun sembilan dua, yang menyatakan bahwa
yang ditempati warga adalah rumah dinas…Nah disini lebih dari lima
puluh tahun. Jadi salah satu bukti de facto ini komplek UIN adalah
komplek tertua di provinsi Banten, dan komplek yang dibangun dengan
IMB tertua di Banten (Wawancara dengan ISK, Ciputat, 7 April 2015).
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa, mediasi memang sudah dilakukan di
DPRD Tangerang Selatan. Ketika dimediasi oleh DPRD Tangerang Selatan kedua
belah pihak sudah mulai menunjukkan adu bukti kepemilikan untuk membuktikan
89
bahwa siapa yang pantas memiliki hak atas perumahan dosen UIN. Berdasarkan
dari bukti kepemilikan UIN Jakarta memiliki sertifikat tanah nomor 2 tahun 1988
serta tanda tangan dari penghuni perumahan dosen UIN tahun 1992 bahwa
perumahan dosen UIN adalah rumah dinas. Sedangkan penghuni perumahan
dosen UIN memiliki bukti kepemilikan yaitu de facto dengan penempatan
perumahan dosen UIN sudah lebih dari 50 tahun yang dibuktikan melalui IMB
tertua di Banten.
Namun akhirnya mediasi di DPRD Tangerang Selatan menghasilkan
deadlock (impase solution). Seperti yang diungkapkan oleh ISK (Ketua tim tanah
perumahan dosen UIN)
Jadi setelah mediasi itu detlok…warga akhirnya, kita boleh membawa
pertemuan mediasi lanjutan dengan cacatan pihak UIN dan Depag bisa
membawa bukti bahwa Depag ada mata anggaran tahun lima tujuh
membeli tanah di Ciputat seluas enam puluh empat hektar…terus mata
anggaran dari Depag ada mengeluarkan dana untuk pembangunan-
pembangunan rumah tahun lima sembilan…Kalau itu bisa ditunjukan oleh
Depag maka kami siap untuk mediasi lagi (Wawancara dengan ISK,
Ciputat, 7 April 2015).
Berdasarkan pernyataan diatas bahwa, mediasi yang terjadi di DPRD terjadi
deadlock (impase solution). Ketika ingin diadakan mediasi lanjutan, penghuni
perumahan dosen UIN meminta mata anggaran sebagai bukti pembelian tanah di
Ciputat pada tahun 1957 seluas 64 hektar dan bukti mata anggaran dari Depag
bahwa adanya pengeluaran dana untuk pembangunan-pembangunan rumah tahun
1959.
Berbeda dengan apa yang disampaikan oleh ISK (Ketua tim tanah
perumahan dosen UIN), ECP (Kasubbag Akutansi Instansi dan SIMAK BMN
90
UIN Jakarta periode 2015-2019) mengatakan bahwa DPRD justru tidak bisa
membuktikan bahwa perumahan dosen UIN adalah milik penghuni perumahan
dosen UIN, hal ini dinyatakan olehnya
Artinya ini diantaranya ya kan DPRD aja berapa kali noh ini tanggal
berapa dua ribu sebelas, ini dua ribu dua belas iya kan karena dia larinya
ke DPRD minta dukungan dari DPRD kan gitu, DPRD tidak berkuasa
karena itu tanah Negara gitu loh gagal juga, kami juga kalau DPRD waktu
itu saya ikut, kalau ketua DPRD bisa mempertanggungjawabkan ini ke
Negara silahkan kan gitu, wah engga bisa gitu pak kata orang DPRD gitu,
jadi maunya udah serahkan ajalah, sudah bikin surat disitu kan DPRD
bahwa itu tanah orang komplek, angkat tangan mereka waktu rapat disana
(Wawancara dengan ECP, Ciputat, 14 April 2015).
Berdasarkan dari pernyataan ECP (Kasubbag Akutansi Instansi dan SIMAK BMN
UIN Jakarta periode 2015-2019) bahwa, hasil dari mediasi kedua belah pihak
yang dimediasi oleh DPRD menyatakan bahwa perumahan dosen UIN merupakan
milik penghuni perumahan dosen UIN, namun ketika DPRD diminta
bertanggungjawab kepada negara akan hasil ini dalam bentuk pernyataan surat,
DPRD tidak bisa dan mediasi akhirnya menghasilkan deadlock (impase solution).
Adapun mediasi yang dilakukan di DPRD Tangerang selatan terjadi selama dua
kali yaitu pada tanggal 14 November 2011 dan 18 Januari 2012.
Gambar III.C.2.b.1. Surat Undangan Mediasi DPRD
(Sumber: Buku Himpunan Data SIP (Surat Izin Penghunian) Rumah Dinas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
91
c. Polisi Sektor Ciputat Timur
Mediasi yang dilakukan di Polisi Sektor Ciputat terjadi ketika proses
eksekusi pembongkaran sebagian perumahan dosen UIN. Hal tersebut
disampaikan oleh MYN (Kepala Seksi Humas Polisi Sektor Ciputat Timur
periode 2015) “Sebenernya itu sudah eksekusi dalam pengertian begini hanya
penguluran waktu memberikan kebijakan dari pengadilan” (Wawancara dengan
MYN, Ciputat, 6 Mei 2015). Namun pada saat proses eksekusi pembongkaran
yang dilakukan oleh UIN Jakarta sebagian perumahan dosen UIN ternyata tidak
adanya sosialisasi kepada penghuni perumahan dosen UIN sehingga dibawalah ke
Polisi Sektor Ciputat Timur untuk dimediasi, seperti yang ungkapkan oleh RSN
(Ketua perumahan dosen UIN):
Yang dateng kesini yang mau merobohkan itu… Jadi saya datang kesana,
itu apa ini hentikan…baca, saya baca keras, dengarkan, harus
disosialisasikan, woahh ributlah orang… Iya belum sosialiasasi kan udah
mau dibongkar jadi kita tidak setuju akhirnya mereka mengerahkan massa,
mengerahkan FBR, nah kita marah… Untung polisinya bijak, pak dari
pada ribut-ribut disini kita selesaikan dikantor (Wawancara dengan RSN,
Ciputat, 30 Maret 2015).
Berdasarkan dari ungkapan diatas bahwa, proses eksekusi pembongkaran yang
dilakukan oleh UIN Jakarta kepada sebagian perumahan dosen UIN dilakukan
begitu saja tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu kepada penghuni perumahan
dosen UIN, sehingga pihak Polisi Sektor Ciputat Timur melakukan mediasi agar
tidak terjadi keributan. Hal tersebut diperkuat oleh MYN (Kepala Seksi Humas
Polisi Sektor Ciputat Timur periode 2015)
Kontribusi dari kepolisian ini memang memberikan mediasi dalam artian
supaya bisa diselesaikan secara musyarawah, namun demikian ketika itu
tidak tercapai itu bukan tugas kita lagi, karena kita hanya sebatas
memberikan bantuan pengamanan…jadi mereka yang butuh bantuan jadi
92
kami tidak mengajak kemari tetapi mereka yang datang kemari, baik dari
pihak pertama maupun pihak kedua mengambil langkah-langkah apa yang
kira-kira kesepakatan, dalam hal ini kita hanya memfasilitasi dalam artian
namanya tamu datang ya kita tidak bisa tolak ya silahkan saja (Wawancara
dengan MYN, Ciputat, 6 Mei 2015).
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa, pihak polsek Ciputat memang
melakukan mediasi kepada kedua belah pihak yaitu UIN Jakarta dan penghuni
perumahan dosen UIN agar dapat menemukan kesepakatan. Peran dari pihak
Polisi Sektor Ciputat Timur sendiri hanya bersifat memfasilitasi dan memberikan
bantuan keamanan, sehingga ketika tidak terjadi kesepakatan dari kedua belah
pihak bukan menjadi tugas Polisi Sektor Ciputat. Namun ternyata mediasi dari
pihak Polisi Sektor Ciputat Timur berjalan deadlock (impase solution) sehingga
proses eksekusi pembongkaran sebagian perumahan dosen UIN terus berjalan.
Seperti yang disampaikan oleh MYN (Kepala Seksi Humas Polisi Sektor Ciputat
Timur periode 2015) “ternyata berkembang-berkembang, ya berakhirnya kepada
eksekusi itu aja” (Wawancara dengan MYN, Ciputat, 6 Mei 2015).
Berdasarkan dari pemaparan para informan diatas, mediasi memang telah
dilakukan oleh UIN Jakarta dan penghuni perumahan dosen UIN yaitu dengan
menghadirkan pihak Kelurahan Pisangan, pihak DPRD Tangerang Selatan dan
Polisi Sektor Ciputat Timur. Namun dalam mediasi tersebut kehadiran pihak
ketiga sebagai mediator hanya bersifat menjembatani tidak sebagai pihak yang
memutuskan mana pihak yang dimenangkan dan mana pihak yang dikalahkan.
Sehingga mediasi yang sudah dilakukan oleh kedua belah pihak menghasilkan
deadlock/impase solution secara terus menerus baik itu dari pihak kelurahan,
DPRD dan Polsek Ciputat Timur.
93
3. Legal
Pendekatan legal merupakan tahapan selanjutnya ketika negoisasi, mediasi
dan albitrasi sudah tidak mampu menjawab keinginan dari para pihak yang
berkonflik. Cara ini dilakukan dengan mempertemukan para pihak yang
berkonflik serta dibantu oleh pihak ketiga yaitu hakim yang bertempat di lembaga
pengadilan. Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk mengadili (Syarifin, 1999:183), sehingga memiliki kuasa
penuh untuk memutuskan berdasarkan dari kelebihan dan kekurangan dari para
pihak yang berkonflik serta keputusan dari hakim mengikat secara hukum (legally
binding). Hasil dari pendekatakan legal ini sudah tidak mengedapankan
tercapainya keinginan bersama lagi (win-win solution) melainkan hanya
memenangkan keinginan salah satu pihak (win-lose solution).
Terkait dengan konflik tanah di perumahan dosen UIN, setelah pendekatan
mediasi yang dilakukan oleh UIN Jakarta dan penghuni perumahan dosen UIN
dengan menghadirkan pihak ketiga meliputi pihak Kelurahan dan pihak DPRD
Tangerang Selatan menghasilkan impase solution, akhirnya pendekatan yang
digunakan selanjutnya adalah dengan pendekatan legal yaitu Pengadilan Negeri
Tangerang, Pengadilan Tinggi Banten dan Mahkamah Agung. Pendekatan ini
digunakan oleh penghuni perumahan dosen UIN, karena mereka sudah meminta
berkali-kali untuk mediasi kembali kepada UIN Jakarta maupun kepada
Departemen Agama, namun tidak ada tanggapan dari pihak UIN Jakarta maupun
dari Departemen Agama. Seperti yang diungkapkan oleh ISK (Ketua tim tanah
perumahan dosen UIN)
94
Trus mediasi kita lakukan juga setelah bulan Maret kita (waga/prinsipel)
mou dengan Lawyer, pihak Lawyer mengadakan mengundang untuk untuk
mediasi bulan Mei dan bulan Juni, dua kali surat dilayangkan tahun dua
ribu dua belas, mewakili warga prinsipel, Lawyer melayangkan surat
mediasi di bulan Mei dan Juni, dua kali surat ke rektor, dua kali surat ke
Mentri Agama untuk minta mediasi, tapi Alhamdulillah tidak ada jawaban
sama sekali… yaudah kita main hukum aja, mediasi mentok, dedlok,
mainannya ranah hukum (Wawancara dengan ISK, Ciputat, 7 April 2015).
Dari pernyataan diatas dijelaskan bahwa, sebelum menggunakan pendekatan
legal, penghuni perumahan dosen UIN Jakarta sudah meminta untuk mediasi
kembali dengan mengirimkan surat kepada UIN Jakarta dan Departemen Agama
masing-masing sebanyak dua kali, namun tidak ada jawaban dari kedua pihak
tersebut. Sehingga penghuni perumahan dosen UIN menggunakan pendekatan
legal dengan lembaga pengadilan sebagai pihak ketiga.
Setelah dibawa ke lembaga pengadilan, baik dari Pengadilan Negeri
Tengerang sampai Pengadilan Tinggi Banten, berdasarkan keputusannya
dimenangkan oleh UIN Jakarta. Seperti yang dikatakan oleh ECP (Kasubbag
Akutansi Instansi dan SIMAK BMN UIN Jakarta periode 2015-2019):
Karena mereka merasa tidak nyaman akhirnya mereka menggugat ke
pengadilan resmi, kan gitu, paham engga, itu kronologinya. Mengundang
pengadilan negeri, setelah mengundang kepengadilan negeri, karena yang
mereka punya hanya SIP (Surat Izin Penghunian) sama PBB (Pajak Bumi
dan Bangunan). Setelah itu akhirnya mereka kalah dipengadilan negeri,
mereka naik lagi banding di pengadilan tinggi negeri. Karena mereka
engga punya alat bukti yang sah bahwa ini miliki mereka, kalah lagi
mereka. Kemudian mereka naik banding lagi di mahkamah agung, ini
belum selesai urusannya. Jadi intinya bahwa mereka tidak puas artinya
mereka ingin menguasai tanah itu, itu aja (Wawancara dengan ECP,
Ciputat, 4 Mei 2015).
Berdasarkan dari pernyataan tersebut bahwa, hasil keputusan dari Pengadilan
Negeri Tangerang sampai Pengadilan Tinggi Negeri Banten menunjukkan bahwa
95
penghuni perumahan dosen UIN tidak bisa menunjukkan bukti yang sah kalau itu
merupakan tanah milik mereka, melainkan hanya bisa menunjukkan surat izin
penghunian dan pajak bumi bangunan. Oleh karena itu kepemilikan perumahan
dosen UIN dimenangkan oleh UIN Jakarta. Selanjutnya ketika penghuni
perumahan UIN kalah dalam Pengadilan Negeri Tangeran dan Pengadilan Tinggi
Banten, penghuni perumahan dosen UIN mengajukan banding ke tingkat yang
lebih tinggi yaitu Mahkamah Agung.
Menanggapi apa yang disampaikan oleh ECP (Kasubbag Akutansi Instansi
dan SIMAK BMN UIN Jakarta periode 2015-2019) terkait dengan keputusan
pengadilan negeri Tangerang dan pengadilan tinggi Banten, ISK (Ketua tim tanah
perumahan dosen UIN) menyatakan
Jadi gini di pengadilan negeri ada dua fakta yang sangat terang benderang
yang terbongkar, pertama fakta dari fraksi departemen agama pak Masudi
yang menyatakan bahwa YPMII tandingan itu tahun tujuh lapan, jadi yang
menyerahkan aset tahun lapan-lapan adalah YPMII tandingan. Yang
kedua…waktu itu sidang lapangan dilakukan di jalan simpang Ibnu Batuta
dengan Taymia lima itu terbukti…bahwa rumah kami adalah bukan rumah
dinas, karena rumah dinas adalah rumahnya seragam, pager-pagernya
seragam dan dibiayai negara, ini fakta…fakta dilapangan, rumah kami
dilapangan beda, pagar-pagar rumah kami juga beda…Terus kedua,
persimpangan antara jalan Ibnu Batuta dengan jalan Taymia lima bahwa
sertifikat hak pakai nomor dua, namanya catatan kepemilikan itu adalah
mempunyai patok-patok BPN, itu dipersimpangan jalan Ibnu Batuta
dengan Taymia lima bersebelahan dengan tanah warga tidak ada patok-
patok BPN...Tapi fakta yang terang benderang itu kenyataannya kami
dikalahkan juga (Wawancara dengan ISK, Ciputat, 7 April 2015).
Berdasarkan dari apa yang disampaikan oleh ISK (Ketua tim tanah perumahan
dosen UIN) dapat dikatakan bahwa, kekalahan penghuni perumahan dosen UIN di
Pengadilan Negeri Tangerang bukan karena tidak adanya bukti yang sah
melainkan kurang dianggap cukupnya bukti oleh Pengadilan Negeri Tangerang.
96
Padahal penghuni perumahan dosen UIN memiliki beberapa bukti. Yang pertama,
adanya kesaksian dari departemen agama yaitu pak Masudi yang menyatakan
bahwa yang menyerahkan aset YPMII pada tahun 1988 kepada departemen
Agama adalah YPMII yang berdiri tahun 1978 yang merupakan YPMII
tandingan. Kedua, adanya sidang dilapangan membuktikan bahwa perumahan
dosen UIN bukanlah perumahan dinas. Ini terlihat dari bentuk perumahan dan
pagar perumahan dosen UIN yang berbeda-berbeda sedangkan kalau rumah dinas
bentuk perumahan dan pagar seragam. Kemudian persimpangan antara jalan Ibnu
Batuta dengan jalan Taymia V bahwa bersebelahan dengan tanah warga tidak ada
patok BPN, seharusnya jika mengacu kepada surat hak pakai nomor 2 ada patok
BPN. Namun ternyata bukti tersebut tidak cukup kuat untuk memenangkan
penghuni perumahan dosen UIN.
Selanjutnya di Pengadilan Tinggi Negeri Banten, pihak penghuni perumahan
dosen UIN dikalahkan karena adanya kejanggalan keputusan dari pengadilan
tinggi Banten. Seperti yang dinyatakan oleh ISK (Ketua tim tanah perumahan
dosen UIN)
Kejanggalan di Pengadilan Tinggi Negeri harusnya di Pengadilan Tinggi
itu diproses dalam waktu enam bulan, ini UIN dan Depag bisa
mengupayakan dalam waktu empat bulan itu termasuk rekor, itu satu,
kedua ada lagi yang kejanggalan kedua di Pengadilan Tinggi Negeri, dua
minggu sebelum diputuskan oleh Pengadilan Tinggi, UIN sudah
membeberkan di web UIN bahwa keputusan Pengadilan Tinggi Negeri
dimenangkan UIN dan Depag dengan rincian poin satu sampai poin
lima…itulah kami menilai ada kejanggalan…dan karena kami tidak
mendapat keadilan makanya kami banding lagi ke kasasi Mahkamah
Agung (Wawancara dengan ISK, Ciputat,7 April 2015).
97
Berdasarkan pernyataan diatas bahwa, kekalahan penghuni perumahan
dosen UIN di pengadilan tinggi Banten dikarenakan adanya keputusan dari
pengadilan tinggi Banten yang dianggap kejanggalan oleh penghuni perumahan
dosen UIN. Yang pertama, keputusan yang seharusnya keluar dalam waktu enam
bulan menjadi empat bulan. Kedua, adanya kejanggalan bahwa hasil keputusan
pengadilan tinggi Banten yang dimenangkan oleh UIN Jakarta sudah ada di
website UIN Jakarta dua minggu sebelum keputusan pengadilan tinggi Banten.
Berdasarkan alasan itulah kemudian penghuni perumahan dosen UIN mengajukan
banding ke Mahkamah Agung.
Dari berbagai pernyataan informan diatas menjelaskan bahwa, pendekatan
legal yang dilakukan oleh UIN Jakarta dan penghuni perumahan dosen UIN sudah
menunjukkan hasil akhir yaitu pihak mana yang dimenangkan dan pihak mana
yang dikalahkan. Seperti yang terjadi di Pengadilan Negeri Tangerang dan
Pengadilan Tinggi, UIN Jakarta sebagai pihak yang dimenangkan dan penghuni
perumahan dosen UIN sebagai pihak dikalahkan. Karena pihak ketiga dalam
pendekatan legal berbeda dengan pendekatan mediasi yaitu dapat memutuskan
pihak mana yang dimenangkan dan pihak mana yang dikalahkan. Namun
demikian walaupun penghuni perumahan dosen UIN sebagai pihak yang
dikalahkan, itu masih bersifat sementara. Karena penghuni perumahan dosen UIN
masih melakukan langkah banding ke Mahkamah Agung dan sampai saat ini
masih menunggu keputusan dari Mahkamah Agung.
98
D. Resolusi Konflik Sepihak (Unilateral)
Selain resolusi yang telah dilakukan kedua belah pihak, peneliti juga
menemukan bahwa adanya resolusi sepihak yang dilakukan oleh UIN Jakarta
terhadap penghuni perumahan dosen UIN. Resolusi ini dilakukan karena adanya
power yang asimetris/tidak sejajar. Hal ini dinyatakan oleh Wallace dan Wolf
bahwa kekuasan adalah kekuasaan kontrol dan sanksi sehingga memungkinkan
mereka yang memiliki kekuasaan memberi berbagai perintah dan mendapatkan
apa yang mereka inginkan dari mereka yang tidak memiliki kekuasaan (Susan,
2009:49). Adapun resolusi sepihak yang dilakukan oleh UIN Jakarta kepada
penghuni perumahan dosen UIN.
Tabel III.D.1 Matrik Resolusi Konflik Sepihak
1. Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
Pemanggilan dari Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dilakukan
kepada penghuni perumahan dosen UIN Jakarta yang masih memilih bertahan
namun masih berstatus dosen aktif di UIN Jakarta. Seperti yang diungkapkan oleh
Resolusi Konflik
Sepihak
Pemanggilan dari
Inspektorat Jenderal
Kementerian Agama
Kehadiran FBR
99
RSN (Kepala Bagian Akutansi dan Pelaporan Keuangan UIN Jakarta periode
2015-2019)
Berawal dari pertemuan-pertemuan yang beberapa kali kemudian
deadlock, akhirnya BPK manggil gitu karena tanah milik Negara harus
diawasi dan dikendalikan yang tidak boleh untuk kepentingan pribadi gitu
kan, kemudian yang memBAP itu Irjen, nah ketika dipanggil Irjen itu
karena mereka melawan, jadi gitu tanpa surat SP satu, dua, langsung dari
Irjen dari Kementrian Agama (Wawancara dengan RSN, Ciputat, 13 April
2015).
Selanjutnya MA (Biro Administrasi Umum dan Kepegawaian (BAUK) Kepala
Bagian Umum UIN Jakarta periode 2015-2019) menambahkan
Betul, mengundang orang-orang selama ini dianggap agak vokal lah. Jadi
gitu Inspektorat Jendral itu merupakan lembaga semacam inspeksilah,
menginspeksi semua kegiatan yang ada dibawah Departemen Agama, jadi
dia termasuk ikut memediasi memanggilin orang-orang itu. Tapi ya itu
tadi kadang-kadang jawabannya mereka itu ya tadi tetep keras, engga bisa
engga mau. Sehingga kan memanggap sebagai pegawai negeri, kan ada
aturannya, oh berarti anda melawan pemerintah, makanya ada sanksinya
kan dipecat disuruh pecat begitu. Ada aturannya merekapun melakukan
ada dasar hukumnya dong, kita sebagai lembaga abdi Negara kan tidak
mungkin dong melawan pemerintah, kita bagian dari pemerintah gitu
(Wawancara dengan MA, Ciputat,23 April 2015).
Berbagai pernyataan tersebut menunjukkan bahwa, memang benar adanya
pemanggilan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
terhadap penghuni perumahan dosen UIN yang masih bertahan dan masih
berstatus dosen aktif. Pemanggilan tersebut dilakukan setelah beberapa kali
mediasi yang dilakukan oleh UIN Jakarta dan penghuni perumahan dosen UIN
deadlock. Dalam pemanggilan tersebur menghasilkan jawaban dari penghuni
perumahan dosen UIN yang menolak untuk menyerahkan rumah yang mereka
tempati. Sehingga Inspektorat Jenderal Kementerian Agama langsung
memberhentikan mereka dari status pegawai negeri tanpa adanya surat peringatan.
100
Menanggapi apa yang telah disampaikan oleh para informan diatas
mengenai pemanggilan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian
Agama dan pemberhentian dari status pegawai negeri dibenarkan oleh BJD
(penghuni perumahan dosen UIN), sebagai salah satu dosen yang diberhentikan
dari status pegawai negeri seperti yang diungkapkan olehnya:
Ya sudah dipersidangan, sudah MA, bahkan termasuk saya ini dosen-
dosen yang aktif itu sampe diberhentikan…ada dasarnya apa tidak jelas.
Jadi ada beberapa dosen Profesor Doktor SQ, pak SQ, yang dosen bahasa
inggris disitu, bu E, termasuk saya, terus beberapa lagi, jadi kadang-
kadang dasarnya apa engga ngerti. Tapi belum sampe sekarang saya
tunggu, kalau saya tunggu oh tak keluar itu saya petunkan gitu loh, artinya
dasarnya apa kan engga ngerti. Kalau namanya orang diberhentikan
dengan hormat itu kan satu mesti ada panggilan lisan, ada SP 1, SP 2, SP 3
(Wawancara dengan BJD, Ciputat, 6 April 2015).
Selanjutnya RSN (Ketua perumahan dosen UIN) menambahkan:
Tuh ada namanya FS diberhentikan menjadi pegawai…dia menyewakan
kamarnya…disewakan kepada mahasiswa…Profesor SQ juga, kena juga,
karena sudah keluar tapi rumahnya dikontrakkan, menurut mereka masih
dikontrakkan kepada mahasiswa. Satu lagi SQ lagi namanya, SQ juga
dosen tarbiyah karena ibunya, dia ktpnya masih rumah ibunya sini,
padahal dia kawin sudah tidak punya urusan lagi dengan IAIN, ini diteror
karena dosen, dikasih surat…Terakhir istri saya sudah di SK kan oleh
kementrian agama diberhentikan dari dosen…jadi dia ditanya disana di
introgasi tim investigasi inspektorat jendral kementrian agama. Jadi kita
disuratnya itu dikatakan, ibu telah menyalah gunakan rumah dinas kepada
pihak ketiga yaitu disewakan…Yang kedua ibu ikut serta melawan kepada
negara… Pak BJD lagi satu lagi…nah itu menyalahkan, kamu telah
menyalahgunakan rumah dinas di pakai dagang (Wawancara dengan RSN,
Ciputat, 13 April 2015).
Berdasarkan pernyataan diatas bahwa, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
telah memanggil penghuni perumahan dosen UIN yang masih bertahan dan
berstatus sebagai dosen UIN Jakarta. Dalam pemanggilan tersebut kemudian
beberapa dosen yang masih mengajar di UIN Jakarta yang masih tinggal
101
diperumahan dosen UIN diberhentikan statusnya sebagai pegawai aktif di UIN
Jakarta seperti Bapak FS, Bapak SQ, Bapak SQ, Bapak BJD dan Ibu E. Beberapa
penghuni perumahan dosen UIN tersebut diberhentikan begitu saja dengan tidak
adanya surat pernyataan terlebih dahulu dengan alasan telah menyalahgunakan
rumah dinas seperti menyewakan kepada orang lain dan mendirikan tempat usaha
diperumahan dosen UIN.
Melihat penjelasan dari para informan diatas dapat dikatakan bahwa, UIN
Jakarta menggunakan power yang dimiliki dengan menghadirkan Inspektorat
Jendral Kementerian Agama untuk memanggil para penghuni perumahan dosen
UIN yang masih berstatus pegawai aktif di kampus UIN Jakarta yang bertujuan
agar penghuni perumahan dosen UIN yang masih bertatus pegawai aktif di UIN
Jakarta menyerahkan rumah yang ditempati oleh mereka secara paksa, karena jika
tidak menyerahkan rumah yang mereka tempati maka akan dikenakan sanksi
diberhentikan dari pegawai aktif UIN Jakarta. Hal ini Wallace dan Wolf (2009)
menyatakan bahwa kekuasan adalah kekuasaan kontrol dan sanksi sehingga
memungkinkan mereka yang memiliki kekuasaan memberi berbagai perintah dan
mendapatkan apa yang mereka inginkan dari mereka yang tidak memiliki
kekuasaan
2. Forum Betawi Rempuk (FBR)
Selain pemanggilan yang dilakukan oleh direktorat Jenderal kementerian
Agama agar penghuni perumahan dosen UIN mau mengembalikan rumah, UIN
Jakarta juga menghadirkan FBR sebagai bentuk teror untuk mentakut-takuti
102
penghuni perumahan dosen UIN yang masih bertahan. Seperti yang diungkapkan
oleh ZA (penghuni perumahan dosen UIN):
Belum ada pengusiran yang menggunakan FBR, tapi kalau menjaga-
menjaga iya, nakut-nakutin iya.. Pada motor gede lewat-lewat sini malam-
malam, pake gelang-gelang, kita kan ngerasa terganggu kan sebenarnya
(Wawancara dengan ZA, Ciputat, 28 April 2015).
Selanjutnya AMZ (penghuni perumahan dosen UIN) menambahkan
Saya lihat dengan mata kepala saya sendiri, waktu pembongkaran rumah
rame, ini Doktor Amin Kusuma, kan rumahnya tingkat, waktu
pengosongan itu saya liat memang orang-orang yang besar, badannya
gede-gede, serem, mereka kumpul ya pada ngumpul, iya ada beberapa itu
pada dateng, akhirnya saya melihat begitu tuh rasanya takut nak terus
terang aja, apalagi orang yang seperti itu saya takut nak karena saya tidak
terbiasa melihat orang yang beringas-beringas. Saya memang takut,
Masyaallah rasanya tertekan sekali…seharusnya kalau bongkar yang baik-
baik aja, terus kita mengharapkan seperti itu jangan kasarlah ya, uh kalau
bongkar ya nak rame gitu tuh suaranya seroek ngomongnya (Wawancara
dengan AMZ, Ciputat, 27 April 2015).
Berdasarkan dari ungkapan kedua informan diatas bahwa, FBR memang
dihadirkan untuk menakut-nakuti penghuni perumahan dosen UIN. Adapun
tindakan yang dilakukan oleh FBR seperti: 1) FBR yang lewat diperumahan dosen
UIN pada malam hari dengan menggunakan motor yang besar. 2) FBR melakukan
pembongkaran terhadap bangunan rumah yang sudah dikembalikan kepada UIN
Jakarta dengan cara pembongkaran rumah dan penampilan yang membuat
penghuni perumahan dosen UIN menjadi takut.
Menanggapi hal tersebut, ECP (Kasubbag Akutansi Instansi dan SIMAK
BMN UIN Jakarta periode 2015-2019) menyatakan bahwa UIN Jakarta tidak
menggunakan FBR terutama dalam pembongkaran rumah karena yang melakukan
103
pembongkaran rumah adalah penghuni perumahan dosen UIN sendiri. Seperti
yang dinyatakan olehnya
UIN buat apa menyewa FBR, orang kita punya Satpam, punya OB. FBR
itu kan organisasi yang ada dikomplek, rumahnya disitu, situ tinggalnya
dikomplek tuh FBR, dibelakang masjid kan tinggalnya disitu. Saya itu
punya beberapa pengalaman, ada beberapa orang misalnya yang
menyerahkan rumahnya, rumah itu misalnya dibongkar sama tukang atau
dibongkar sama yang punya rumah (Wawancara dengan ECP, Ciputat, 14
April 2015).
Selanjutnya diperkuat oleh KH (mantan Rektor UIN Jakarta periode 2010-2015)
Engga, engga, UIN itu yang ada satpam yang jalan-jalan, kalau atas nama
kelompok-kelompok itu sulit itu debat kusir. Karena kalau baik, itu
mereka mengakui FBR, tapi kalau pas ada masalah, engga itu oknum, kan
gitu kan pimpinannya, engga bisa dipengang itu. Itu oknum jadi engga
bisa dipegang. mereka kalau dikejarkan engga mau atas nama mana surat
kuasanya, mandatnya kan engga ada kan, itukan perintah. Faktualnya ada
kelompok-kelompok tapi kalau ditanya atas nama apa, tau dari mana saya,
engga ada surat kuasa mandatnya itukan jadi debat kusir (Wawancara
dengan KH, Ciputat, 20 Mei 2015).
Berbagai pernyataan diatas menjelaskan bahwa, UIN Jakarta tidak menggunakan
FBR untuk menakut-takuti penghuni perumahan dosen UIN karena FBR sendiri
merupakan organisasi yang tinggal diperumahan dosen UIN, serta UIN Jakarta
sendiri memiliki Satuan Pengaman (SatPam) dan Office Boy (OB).
Pembongkaran yang terjadi diperumahan dosen UIN Jakarta dilakukan oleh
tukang dan penghuni perumahan dosen UIN sendiri. UIN Jakarta memanggap
bahwa itu merupakan ulah dari oknum tertentu.
Berbeda dengan pernyataan dari para informan diatas, SBJ (Kepala Biro
Perencanaan dan Keuangan UIN Jakarta periode 2015-2019) mengatakan bahwa
FBR sendiri yang meminta kepada UIN Jakarta dalam pembongkaran rumah yang
sudah dikembalikan kepada UIN Jakarta. Seperti yang dinyatakan olehnya:
104
Cuma engga langsung mereka. Ade kalau misalkan main dikomplek atau
dimana pasti ada anak muda mereka butuh pekerjaan butuh apa ya biasa
dah dengan begitu kan, kan kita harus bisa mengayomi sana kemari,
mereka juga tinggal diperumahan situ…pak ngapain itu, lagi ngebongkar,
bantuin dong pak, mereka sendiri dalam kondisi yang membutuhkan, dia
perlu rokok perlu apa itu, pergaulan, pertemanan, kenapa pak, lagi ngapain
nih, lagi bongkar, bagi dong bekas barangnya dari pada kemudian bentur
mendingan buat lu dah tuh ambil batanya jualin, dia memang butuh ginian
anak-anak muda yang memang engga ada yang gituin (Wawancara dengan
SBJ, Ciputat, 16 April 2015).
Pernyataan diatas menjelaskan bahwa, kehadiran FBR bukan karena sengaja
dihadirkan oleh UIN Jakarta, melainkan FBR datang dengan sendirinya, karena
FBR memang tinggal diperumahan dosen UIN. Seperti pada saat pembongkaran
rumah yang dilakukan oleh UIN Jakarta, yang mana FBR meminta kepada UIN
Jakarta agar mereka yang melakukan pembongkaran tersebut, akhirnya UIN
Jakarta menyerahkan pembongkaran tersebut kepada FBR.
Berbagai pernyataan dari para informan diatas menjelaskan bahwa memang
benar bahwa UIN Jakarta menghadirkan FBR di perumahan dosen UIN. Namun
demikian UIN Jakarta menghadirkan FBR di perumahan dosen UIN bertujuan
hanya untuk membongkar rumah yang sudah diserahkan kepada UIN Jakarta,
tidak untuk menakut-nakuti penghuni perumahan dosen UIN agar mereka mau
menyerahkan rumah yang mereka huni kepada UIN Jakarta. Karena rumah yang
sudah diserahkan, secara langsung UIN Jakarta memiliki kuasa penuh terhadap
rumah tersebut. Hal ini dinyatakan oleh Wallace dan Wolf (2009) menyatakan
bahwa kekuasan memungkinkan mereka yang memiliki kekuasaan memberi
berbagai perintah dan mendapatkan apa yang mereka inginkan dari mereka yang
tidak memiliki kekuasaan.
105
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Proses terjadinya konflik tanah di perumahan dosen UIN Jakarta tidak
terlepas dari adanya keinginan dari para pendiri UIN Jakarta untuk
mengembangkan kampus UIN sebagai perguruan tinggi Islam yang besar.
Keinginan dari para pendiri UIN terdahulu inilah yang kemudian berusaha untuk
diwujudkan oleh para Rektor yang menjabat di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebelumnya dengan melakukan pengembangan dan pembangunan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, salah satunya adalah mantan Rektor Komarudin Hidayat.
Namun dalam mengembangkan kampus UIN Jakarta membutuhkan lahan yang
cukup luas, sehingga UIN Jakarta memutuskan untuk mengalihfungsikan
perumahan dosen UIN untuk pengembangan kampus UIN Jakarta. Kemudian UIN
Jakarta memberitahukan kepada seluruh penghuni perumahan dosen UIN untuk
mengembalikan perumahan dosen UIN kepada UIN Jakarta dengan bentuk surat.
Namun setelah dikeluarkannya surat yang dibuat oleh UIN Jakarta tidak semua
penghuni perumahan dosen UIN menyetujuinya dan mereka memilih bertahan
untuk tetap tinggal diperumahan dosen UIN. Hal tersebut yang membuat konflik
terjadi antara UIN Jakarta dengan penghuni perumahan dosen UIN.
106
Ada tiga penyebab konflik yang terjadi diperumahan dosen UIN: 1)
Perbedaan nominal ganti rugi. Dalam hal ini, adanya perbedaan kesepakatan
antara penghuni perumahan dosen UIN dengan UIN Jakarta. Yang dimana UIN
Jakarta hanya dapat memberikan ganti rugi uang sebesar Rp.50.000.000,00,
sedangkan para penghuni perumahan dosen UIN meminta ganti rugi dalam
berbagai bentuk yang berbeda dengan yang ditawarkan oleh UIN Jakarta seperti
nominal uang diatas Rp.50.000.000,00 atau tempat tinggal sebagai pengganti. 2)
Status tanah. Dalam hal ini, terjadi perbedaan klaim status tanah antara penghuni
perumahan dosen UIN dengan UIN Jakarta. Penghuni perumahan dosen UIN
menyatakan bahwa tanah perumahan dosen UIN bukan milik UIN Jakarta
melainkan adalah milik YPMII (Yayasan Pembangunan Madrasah Islam dan
Ihsan) atau milik penghuni perumahan dosen UIN sendiri, sedangkan UIN Jakarta
menyatakan bahwa tanah perumahan dosen UIN adalah milik UIN Jakarta. 3)
Status rumah dinas. Dalam hal ini, terdapat perbedaan keinginan antara penghuni
perumahan dosen UIN dan UIN Jakarta mengenai kategori status rumah dinas di
perumahan dosen UIN. Penghuni perumahan dosen UIN menyatakan bahwa
status perumahan dosen UIN adalah golongan 2 yang bisa dirubah menjadi
golongan 3, sedangkan UIN Jakarta menyatakan bahwa status perumahan dosen
UIN adalah golongan 2 yang tidak bisa dirubah menjadi golongan 3.
Adapun tiga resolusi konflik yang sudah dilakukan oleh UIN Jakarta
dengan penghuni perumahan dosen UIN sebagai berikut: 1) Negosiasi. Bentuk
resolusi ini dilakukan dengan cara musyawarah oleh kedua belah pihak yang
berkonflik. Adapun musyarawah yang telah dilakukan seperti pertemuan Rektor
107
UIN Jakarta (Komarudin Hidayat) dengan orang tua di Syahida Inn dalam forum
halal bihalal, pertemuan Rektor UIN Jakarta (Komarudin Hidayat) dengan tim
perumahan dosen UIN dan kunjungan UIN Jakarta ke beberapa penghuni
perumahan dosen UIN. Namun demikian negosiasi dalam bentuk musyawarah ini
menghasilkan win-win solution hanya kepada beberapa penghuni perumahan
dosen UIN dan terjadi impase solution kepada penghuni yang lain. 2) Mediasi.
Bentuk resolusi ini dilakukan dengan menghadirkan pihak ketiga yaitu pihak
Kelurahan dan DPRD Tangerang Selatan. Pada saat mediasi dilakukan di
kelurahan, kedua pihak tetap bertahan pada pendiriannya masing-masing yaitu
penghuni perumahan dosen UIN menginginkan ganti rugi yang sesuai, sedangkan
UIN Jakarta tidak bisa memberikan ganti rugi yang sesuai, sehingga dari mediasi
tersebut menghasilkan deadlock (impase solution). Selanjutnya mediasi yang
dilakukan di DPRD Tangerang Selatan juga menghasilkan deadlock (impase
solution) karena kedua pihak memiliki bukti yang kuat, yaitu penghuni
perumahan dosen UIN memiliki bukti de facto yang menjelaskan kepemilikan
penempatan perumahan dosen UIN selama lebih dari 50 tahun, sedangkan UIN
Jakarta memiliki bukti kepemilikan sertifikat tanah nomor 2 tahun 1988 dan tanda
tangan dari penghuni perumahan dosen UIN tahun 1992. Kemudian mediasi yang
dilakukan di Polsek Ciputat Timur juga menghasilkan deadlock (impase solution).
3) legal. Bentuk resolusi ini dilakukan dengan menghadirkan pihak ketiga yaitu
pengadilan negeri Tangerang, Pengadilan Tinggi Banten dan Mahkamah Agung
yang langsung memutuskan menang dan kalahnya salah satu pihak. Hasil
keputusan pengadilan Negeri Tangerang yang kemudian diajukan banding ke
108
Pengadilan Tinggi Banten memutuskan bahwa UIN Jakarta adalah pihak yang
dimenangkan, namun demikian pihak perumahan dosen UIN masih melakukan
banding di Mahkamah Agung.
Selain resolusi konflik yang dilakukan oleh UIN Jakarta dan penghuni
perumahan dosen, UIN Jakarta juga melalukan resolusi sepihak yaitu dengan cara
menghadirkan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama untuk memanggil
penghuni perumahan dosen UIN yang masih menjadi pegawai aktif di kampus
UIN Jakarta agar mereka mau menyerahkan rumah yang mereka huni secara
paksa, karena jika tidak menyerahkan rumah yang mereka tempati maka akan
dikenakan sanksi diberhentikan dari pegawai aktif UIN Jakarta. Adapun dari
pemanggilan tersebut menghasilkan beberapa penghuni perumahan dosen UIN
diberhentikan dari status aktif sebagai pegawai di kampus UIN Jakarta.
Selanjutnya UIN Jakarta juga menghadirkan Forum Betawi Rempuk (FBR) di
perumahan dosen UIN. Namun kehadiran FBR tersebut hanya untuk membongkar
rumah di perumahan dosen UIN yang sudah diserahkan penghuni kepada UIN
Jakarta.
B. Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk dapat mengkaji lebih dalam
lagi dan disarankan untuk dapat memfokuskan pada aspek hukum, karena
aspek hukum sangat berperan penting terhadap penyelesaian konflik
terutama dalam konflik tanah.
2. Bagi UIN Jakarta disarankan agar dapat memperbaiki manajemen konflik
internal mereka sehingga apabila terjadi konflik internal maka dapat
109
diselesaikan secara tepat dan tidak menimbulkan kegaduhan yang
berujung pada kerugian pihak UIN Jakarta.
3. Bagi penghuni perumahan dosen UIN agar dapat melanjutkan proses
hukum yang telah berjalan di Mahkamah Agung sampai keluarnya
keputusan akhir yang mengikat dan disarankan untuk menerima apapun
keputusan akhir tersebut.
4. Bagi Kementrian Agama disarankan agar dapat membuat kebijakan yang
lebih mensejahterakan dan menghargai nasib para pendidik di lembaga
pendidikan yang berbasis keagamaan yang ada di Indonesia seperti para
guru dan dosen.
110
Daftar Pustaka
Konflik Etno Religious Indonesia Kontemporer. 2003. Jakarta: Departemen
Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Puslitbang
Kehidupan Beragama, Bagian Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan
Hidup Umat Beragama.
Ansori, Mohammad Hasan. Rotinsulu dan Haryadi. 2013. The Study on Mining
Licence Overlaps. Canada: The presidents Delivery Unit for Development
and Oversight (UKP4) and The Departement of Foreign Affairs Trade And
Development Canada
Barron, Patrick dan Madden David. 2004. Violence and Conflict Resolution in
Non-Conflict Regions: The Case of Lampung, Indonesia. Jakarta: World
Bank.
------. Smith, Claire Q dan Woolcock, Michael. 2004. Understanding Local Level
Conflict in Developing Countries: Theory, Evidence and Implications from
Indonesia. Washington, DC: World Bank
Bungin, Burhan. 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman filosofis
dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
------. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Emzir. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Gunawan, Imam. 2013. Metode penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta:
Bumi Aksara
Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu
sosial. Jakarta: Salemba Humanika
Kajian Perdamaian Dan Kebijakan The Habibie Center. 2013. Peta Kekarasan di
Indonesia (Mei-Agustus 2013) Dan Konflik Lahan Antarwarga Di Provinsi
Nusa Tenggara Timur. Jakarta.
Koalisi Pegiat Perdamaian Indonesia (KPPI). 2008. Naskah Akademik Rancangan
Undang-Undang Tentang Penanganan Konflik Sosial. Jakarta.
Lawang, Robert M.Z. 1999. Konflik Tanah di Manggarai, Flores Barat:
Pendekatan Sosiologistik. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
111
Poloma, Margaret M. 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Rahayu, Iin Tri dan Ardani, Tristiadi Ardi. 2004. Observasi dan Wawancara.
Malang: Bayumedia
Ritzer, dan Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.
Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
------. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D: Cetakan ke-13.
Bandung: AlfaBeta.
Suyanto, Bagong. 2007. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Sulistyaningsih. 2012. Metodologi Penelitian Kebidanan: Kualitatif-Kuantitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Susan, Novri. 2009. Sosiologi Konflik Dan Isu-Isu Kontemporer. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
------ dan Wahab, Oki Hajiansyah. 2014. The Causes of Protracted Land Conflict
in Indonesia’s Democracy: The Case of Land Conflict in Register 45,
Mesuji Lampung Province, Indonesia. International Journal Sustainable
Future for Human Security Vol. 2 No. 1 (2014) 39-45.
Tim Penyusun Pedoman Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010.
Pedoman Akademik Program Strata 1 2010-2011. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah.
------. 2014. Pedoman Akademik Program Strata 1 2014-2015. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah.
Usman, Husaini. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Wahid, Muchtar. 2008. Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah.
Jakarta: Republika.
Wirawan, I.B. 2012. Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial,
Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial). Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Sumber dari Internet:
Suhardono, Wisnu. 2015. Konflik Dan Resolusi. Jurnal Sosial dan Budaya Syar’I
Vol. II No. 1 Juni 2015. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Diunduh 27 Juni 2016
(http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/salam/article/view/2236/1657).
112
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional. 2016.
Penanganan Kasus Pertanahan. Jakarta: Badan Pertanahan Nasional.
Diunduh 23 Juni 2016 (http://www.bpn.go.id/Program/Penanganan-Kasus-
Pertanahan).
Kurniawan, Hasan. 2011. “Terancam Digusur, Mantan Guru Besar UIN Ngadu ke
DPRD”. Diunduh 12 Oktober 2014.
(http://news.okezone.com/read/2011/11/02/338/524020/terancam-diusir-
mantan-guru-besar-uin-ngadu-ke-dprd).
Marlijanto, Sonny Djoko. 2010. Konsinyasi Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah
Untuk Kepentingan Umum (Studi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan
Proyek Jalan TOL Semarang – Solo Di Kabupaten Semarang). Tesis
Universitas Diponegoro. Diunduh 12 Oktober 2014
(http://eprints.undip.ac.id/24376/1/SONNY_DJOKO_MARLIJANTO.pdf).
Syawaludin, Mohammad. Memaknai Konflik Dalam Perspektif Sosiologi Melalui
Pendekatan Konflik Fungsional. Universitas Islam Negeri Raden Fatah
Palembang. Diunduh 15 Maret 2016
(http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun/article/download/136/121)
Sumber dari Wawanacara:
Wawancara Pribadi dengan Informan AMZ, Ciputat, 27 April 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan BJD, Ciputat, 6 April 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan ECP, Ciputat, 14 April 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan ECP, Ciputat, 4 Mei 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan FZ, Ciputat, 27 April 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan HLM, Ciputat, 30 April 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan IDS, Ciputat, 11 Mei 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan IP, Ciputat, 31 Maret 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan ISK, Ciputat, 7 April 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan KH, Ciputat, 20 Mei 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan MH, Ciputat, 30 April 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan MK, Ciputat, 28 April 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan MA, Ciputat, 23 April 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan MYN, Ciputat, 6 Mei 2015.
113
Wawancara Pribadi dengan Informan NW, Ciputat, 18 April 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan PO, Ciputat, 13 Mei 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan RSN, Ciputat, 13 April 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan RTN, Ciputat, 30 Maret 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan SBJ, Ciputat, 16 April 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan ZA, Ciputat, 28 April 2015.
Wawancara Pribadi dengan Informan ZS, Ciputat, 10 April 2015.
Wawancara Pribadi dengan Pegawai Kecamatan Ciputat Timur, Ciputat, 11 Mei
2015.
Wawancara Pribadi dengan Pegawai Kelurahan Pisangan, Ciputat, 7 Mei 2015.
114
LAMPIRAN-LAMPIRAN
115
LAMPIRAN 1
PEDOMAN WAWANCARA
116
I. Gambaran Umum Perumahan Dosen UIN
1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui bagaimana sejarah perumahan dosen UIN ini
berdiri?
II. Penyebab konflik
A. Pihak perumahan Dosen UIN
1. Apa yang menyebabkan bapak/ibu bertahan rumah ini sampai saat ini?
2. Saya melihat hanya sebagian warga saja yang bertahan di perumahan uin ini,
mengapa?
3. Menurut bapak/ibu, rumah yang bapak/ibu tempati sebetulnya milik siapa?
Apa bukti yang menguatkan bahwa bapak/ibu mengatakan demikian?
4. Apakah bapak/ibu setuju mengenai tindakan penggusuran yang dilakukan
oleh pihak UIN?
Kalau iya, mengapa?
Kalau tidak, mengapa?
5. Apakah bapak/ibu mengetahui adanya pihak lain yang terlibat dalam konflik
ini?
B. Pihak UIN Jakarta
1. Menurut bapak/ibu, perumahan UIN ini sebetulnya milik siapa? Apa saja
bukti yang menguatkan bahwa bapak/ibu mengatakan demikian?
2. Apakah bapak/ibu mengetahui adanya pihak lain yang terlibat dalam konflik
ini? Kalau iya siapa saja pihak itu?
3. Menurut bapak/ibu kenapa penghuni perumahan dosen UIN memilih
bertahan sampai saat ini?
III. Resolusi Konflik
A. Pihak Perumahan UIN
1. Apakah bapak/ibu mengetahui upaya apa saja yang telah dilakukan oleh
warga penghuni perumahan uin dalam menyelesaikan kasus ini? Kalau iya
seperti apa upaya tersebut?
2. Apakah bapak/ibu mengetahui apa yang ditawarkan oleh pihak UIN Jakarta
sebagai ganti rugi atas digusurnya rumah yang bapak/ibu tempati ini?
Kalau iya, apakah bapak/ibu menyetujuinya? Mengapa?
117
Kalau tidak mengapa?
3. Apa yang bapak/ibu inginkan sebagai ganti rugi atas digusurnya rumah yang
bapak/ibu tempati ini ?
4. Jika keinginan bapak/ibu tidak diterima oleh pihak uin, minimal apa yang
bapak/ibu harapkan sebagai ganti rugi?
5. Apakah bapak/ibu mengetahui adanya kesepakatan bersama yang dibuat
oleh penghuni perumahan uin dengan pihak uin mengenai ganti rugi atas
penggusuran ini?
6. Langkah-langkah apa saja yang sudah dilakukan oleh warga perumahan uin
untuk menyelesaikan kasus ini?
7. Apakah bapak/ibu mengetahui siapa saja orang atau pihak yang menjadi
mediasi dalam menyelesaikan kasus ini?
Kalau iya, siapa saja pihak yang menjadi mediasi tersebut dan langkah apa
saja yang sudah mereka berikan?
B. Pihak UIN
1. Apakah bapak/ibu mengetahui saja langkah-langkah yang telah dilakukan
oleh pihak UIN dalam menyelesaikan kasus penggusuran perumahan UIN?
2. Menurut bapak/ibu mengapa proses penggusuran perumahan UIN ini
berlangsung lama?
3. Apakah bapak/ibu mengetahui apa saja yang ditawarkan oleh pihak UIN
sebagai ganti rugi kepada warga atas apa yang telal mereka tempati selama
ini?
4. Bagaimana cara UIN mensosialisasikan bahwa tanah yang ditempati oleh
warga adalah milik UIN?
5. Apakah bapak/ibu mengetahui siapa saja orang atau pihak yang menjadi
mediasi dalam menyelesaikan kasus ini?
Kalau iya, siapa saja pihak yang menjadi mediasi tersebut dan langkah apa
saja yang sudah mereka berikan?
118
LAMPIRAN 2
TRANSKIP WAWANCARA
119
1. Wawancara dengan Informan KH (Mantan Rektor UIN Jakarta periode
2010-2015)
P : Bagaimana sih pak kronologi konflik yang terjadi antara UIN dengan
perumahan UIN pak?
KH : Kalau kronologi detailnya saya engga bisa cerita ya, anda cerita tanya
pak PO kalau dia punya, tapi kalau inti persoalannya saya bisa
menjelaskan apa, mengapa UIN mengambil itu saya bisa jelaskan tapi
konfliknya saya engga ngikutin detail. Yang pertama adalah satu UIN itu
kelanjutan dari IAIN kelanjutan dari ADIA yg merupakan amanat sejarah
dari umat Islam agar memiliki perguruan tinggi Islam yang besar, yang
dibawa, yang bisa mengangkat harkat kalangan santri, sehingga terlalu
kecil IAIN yang ada sekarang ini, padahal perkembangan ilmu Islam
selalu meningkat tuntutan masyarakat juga selalu meningkat. Nah untuk
memenuhi dinamika keilmuan dimasyarakat maka kampus UIN ini harus
diperuntukkan. Indonesia sebagai masyarakat muslim yang begitu besar
dan UIN Jakarta yang di ibu kota, itu terlalu kecil engga layak, tidak
membanggakan, dengan demikian sebetulnya yang kami lakukan itu
meneruskan cita-cita mulia dari pada pendiri, nah itu cita-cita mulia.
Keduanya fasilitas yang ada ini tidak memenuhi standar kampus yang
diharapkan, parkir juga sempit, ruang belajar sempit, rektor engga ada
gedung, semuanya serba sempit padahal punya aset tanah. Jadi satu cita-
citanya, kedua fasilitasnya sempit, untuk beli tempat lain juga engga
memungkinkan yang ada aset tanah. Nah problemnya tanah itu ditempati
oleh karyawan dan dosen, dan menurut catatan fakta hukum mereka itu
tidak membeli tetapi hanya menempati, karena mereka engga punya
sejarah pembelian itu dari mana karena itu kan milik Negara. Karena milik
Negara dan UIN ini juga Negara dan amanat umat, ya apa salahnya
kemudian kalau mereka ya sudah lama disitu dan difasilitasi, ya serahkan
dong ke UIN biar berkembang, kan gitu logikanya. Nah disini kemudian
muncul berapa sikap, ada yang paham dan setuju dan siap terus keluar, nah
120
satu, karena UIN ini kan bukan untuk pribadi, untuk umat yang setuju
mendukung. Ada yang menawar minta waktu, saya setuju tapi jangan
sekarang. Yang ketiga tak mau tetapi minta pesangon yang gede. Yang
keempat engga mau, itu merasa miliknya. Ada empat itu. Problemnya
adalah masalah pesangon. Nah kalau pesangon itu tidak ada rumusnya,
ngikutin aturan Negara. UIN itu waktu itu punya uang banyak tapi kalau
kami ngeluarkan saya bisa kena program BPK, KPK. Sehingga kami
memberikan pesangon lima puluh juta, dimata pemerintah kami itu udah
melanggar, dimata penghuni terlalu kecil. Kami udah mencarikan dana,
padahal sesungguhnya kalau mau ngikutin aturan paling hanya sepuluh
juta, tapi kita kasih lima puluh juta jadi itu terlalu kecil memang, karena
Negara tidak boleh mengeluarkan uang jeruk makan jeruk, masa Negara
mengeluarkan uang Negara membeli miliknya itu engga ada rumusnya.
Jadi problemnya itu aja minta pesangon yang besar, problemnya kami
terhambat aturan, uangnya ada tapi kami terhambat. Jadi ada juga yang
merasa udah bertahun-tahun miliknya, ya saya bilang saya dukung dulu,
gini aja deh kita selesaikan dengan hukum yuk, anda mau ke DPR boleh,
ke menteri boleh, kemana boleh, kami bisa fasilitasi. Kami udah
mengajukan uang dibebaskan Kementrian Keuangan engga bisa,
Kementrian Agama engga bisa, setelah engga bisa saya sampaikan ini
engga bisa. Jadi saya taat pada hukum, sekiranya itu memang
dimenangkan kepada hukum. Saya juga bilang mereka juga dosen-dosen
saya kok, engga ada problem kok silahkan aja, tapi kalau emang kalah
yang mengakatan kalah itu bukan rektor, itu proses pengadilan. Jadi kalau
mereka mau konflik, konfliknya bukan dengan UIN konfliknya itu
silahkan dengan lembaga pengadilan. UIN itu engga berhak, engga punya
dasar hukum untuk memiliki. Tugas saya itu kan memajukan UIN, amanat
umat, kalau mereka memang milik ya silahkan saja engga akan
menghalangi.
121
P : Mengenai mediasi, apa saja ya pak yang sudah dilakukan sebelum
dibawa kepengadilan?
KH : Dulu kita undang kumpul-kumpul kita bicarakan yuk, mediasi, kita
bicarakan, apa problemnya, minta pesangon ke Menteri Agama, ayuk kita
fasilitasi.
P : Itu bapak bisa ceritakan engga pak itu waktunya kapan?
KH : Saya engga hafal, tapi yang pasti kami menawarkan, kan mediasi mau
ketemu siapa saja boleh. Mau ketemu Menteri Agama, ketemu DPR,
Menteri Keuangan, kita sudah sampaikan itu. Saya sudah membela,
menyampaikan tuntutan warga komplek sudah saya sampaikan. Saya
sampaikan ke mentri keuangan dan menteri agama, saya sampaikan
tuntutan warga. Satu untuk memiliki, atau kasih pesangon yang besar,
yang dituntut, dan saya menyatakan UIN punya duit, mereka kan minta
dua ratus lima puluh juta, kami punya, kas kami punya, tapi engga boleh
karena saya bisa masuk penjara. Jadi kami netral aja, tidak menghalangi.
Dan perlu dinget ya, dulu mereka itu yang pada keberatan bapak yang
udah pada punya rumah dimana-mana, itu engga usah ditulis. Itukan anak-
anaknya, memalukan.
P : Terus pak yang di DPR itu bagaimana hasilnya pak?
KH : Mereka engga mau, mereka langsung kepengadilan kok.
P : Di pengadilan itu bapak bisa ceriatakan engga pak prosesnya seperti apa?
KH : Oh itu saya engga ikut, pengadilan biasalah proses, dipengadilan masing-
masing ada pembelaannya. Lainnya pengadilan dari pihak komplek
menuntut tapi kalah. Kalau kita sih silahkan aja, kalau emang mereka mau
terus banding silahkan aja bagi saya, kalau mereka nanti menang engga
apa-apa, punya hak mereka silahkan aja. Tapi kalau engga, serahkan dong
gitu aja. Bagi saya si hanya dua pilihannya, kalau hak mereka silahkan,
122
kalau engga ya serahkan, karena ini bukan untuk pribadi, untuk umat dan
negara.
P : Apakah masalah ini pernah di mediasi ke kelurahan atau ke Kecamatan
pak?
KH : Dokumen-dokumen itukan urusannya ke dokumen negara, ya kalau
emang mereka punya bukti pembelian ya silahkan aja. Saya engga tau
persis ya, yang diperlukan kan dokumen, kepemilikan ada engga, yang
punya dokumen siapa. Dokumen itu milik siapa, mereka engga punya
dokumen, kapan membeli dan dari siapa. Kalau ada dokumen kan ada di
kelurahan. Kelurahan kan engga punya dokumen kepemilikan mereka.
P : Yang belum saya pahami itu mengenai peran Kementrian Agama pak,
kan yang berkonflik UIN dengan perumahan UIN pak?
KH : Bukan UIN yang bermasalah tapi Kementrian Agama tidak mendukung,
UIN tidak memiliki, yang punya pusat. Jadi kalau mau bermasalah dengan
negara, Departemen Agama. UIN itu hanya pengguna dan menjaga aset,
maka UIN menggunakan dan menjaga aset. Ketika aset itu milik negara,
jangan sampai lepaslah gitu, sampai disitu. Tapi pada akhirnya ya dengan
departemen, karena yang mengizinkan departemen. Departemen telah
diminta, itu Departemen Keuangan yang punya, jadi tanah itu bukan
Departemen Agama, Departemen Agama udah mandat penguasaan,
penguasan secara lembaga UIN tapi kepemilikan itu yang punya
departemen keuangan. Harta keuangan negarakan disana. Jadi Menteri
Agama pun engga bisa menyerahkan sendiri, ya harus izin yang lain.
P : Ada hubungannya engga pak antara pengembangan kampus UIN dengan
penggusuran perumahan UIN yang rata-rata penghuninya bukan penghuni
asli pak?
123
KH : Kalau dikampus lain sudah selesai, kami itu sesungguhnya masih cukup
menjaga persahabatan. Di Malang udah selesai, Jogja udah pada selesai, di
Padang selesai, semuanya ditempat lain sudah selesai.
P : Bedanya di malang, di Jogja, di Padang sama disini apa pak?
KH : Disana lebih mudah menyerahkan, engga ada ngotot. Mungkin di daerah
sana masih murah ya, disini mungkin engga tau ya. Di tempat lain ya udah
serahkan aja sudah selesai, engga ada ribut-ribut, sekedar ya ribut-ribut
gitu aja, Jakarta aja. Mungkin yang tau komoditas tinggi dikontrakkan atau
apa. Yang tau aset kan Jakarta, daerah kan engga begitu menghitung aset.
Itu kalau mau tegas keras karena sengketa hukum, matiin aja listrik, kan
sengketa kan. Kalau sengketa matikan aja listriknya tapi kan kami engga
mau melakukan. Jadi kalau ini sengketa sesungguhnya kosongkan, karena
sengketa kosongkan, listrik matikan beres kok semua, udah kelabakan.
Jadi saya itu wanti-wanti jangan sampe ada bentrok fisik, itu orang tua
kita, saudara kita, kita dorong, kalau ada perlu langkah hukum silahkan,
karena bukan milik kita, milik negara, ya silahkan. Tapi kalau sudah ya
sudahlah serahkan negara, tapi kalau ada keluhan silahkan aja, sampai
dimana terserah saya engga menghalangi.
P : Mengenai penggusuran itu pak, yang ramenya itu pada tahun dua ribu
sebelas itu apa sebelumnya pak?
KH : Ya itu aja puncaknya menurut saya yang rame-rame, ya rame itukan ya
ada orang-orang yang sebetulnya kalau kita mau ngotot, ya negara, itu kan
negarakan kehakimankan, cuman kitakan kasih tau dulu jangan sampai
bentrok kita malu kalo masuk media massa. Nih kalau mau kita katakan,
buldoser aja, listrik matiin.
P : Yang melakukan pengosongan rumah itu siapa ya pak, apa UIN,
Departemen Agama atau dari penghuni perumahan UIN sendiri pak?
124
KH : Macem-macem, ada yang pindah, ada langsung, ada yang bertahan, ada
yang minta undur waktunya, yang tadi saya katakan.
P : Kalau mengenai pembongkaran rumah itu siapa yang melakukan ya pak
,apa dari pihak UIN atau dari pihak perumahan UIIN pak?
KH : Ya dua-duanya, ada mereka sendiri, ada UIN, jadi kita tidak apa ya, ada
yang mereka minta ngambil pintunya silahkan saja ada.
P : Itu bapak inget pak penghuni yang pertama kali keluar itu siapa pak?
KH : Engga inget, tapi dulu pertama pak Harun Nasution. Pertama pak Harun
ninggalkan rumah dinas yang udah beli rumah sendiri sebagai contoh,
sejak dulu pak Nasution itu, almarhum, yang sekarang jadi nama aula itu
kan, buat rumah sendiri. Dia kalau mau ada rumah dinas, cuma dia engga
mau. Banyak temen-temen saya kalau mau dapet rumah dinas tapi engga
mau, andaikan mau itu andai kata, itu pak Azumardi kalau punya hak tapi
kan engga mau.
P : Menurut bapak mereka yang pernah jadi dosen bapak sampai sekarang
masih bertahan karena apa ya pak?
KH : Ya mungkin dulu gini, sebagian itu solidaritas dengan temen-temennya
engga mau tetapi setelah dikasih penjelasan mereka pada mau. Dia dulu
mungkin belum tau aja, udah pada meninggalkan kan, andaikan masih
hidup juga taulah. Tapi bagi saya kalau soal jasa kan digaji, ya saya juga
pernah jadi dosen ngajar mahasiswa, saya engga usah merasa berjasa, saya
jadi dosen juga digaji engga apa-apa, apa jasa saya padahal, engga usah
merasa berjasa deh, digaji kok. Saya itu ingin ya kita berjasa ialah, tapikan
kita kan baik ibadah kita kepada bangsa dan umat dan kita juga digaji kok,
kita ini kan kerja digaji. Kalau bisa sederhana sajalah kalau itu memang
milik mereka silahkan dimiliki, teruskan yang proses hukum silahkan aja,
tapi kalau tidak ya serahkan.
P : Berarti keputusan akhirnya di Mahkamah Agung ya pak?
125
KH : Pengadilan iya silahkan aja, kalau mereka menang syukur tapi kalau
engga ya udah serahkan, kan engga ada perubahan apa-apa. Tapi
problemnya kalau itu menang, gimana, siapa yang berhak punya rumah
itu, saya juga berhak dong karena saya dosen, bahkan saya Rektor, berhak
engga saya punya rumah, ya saya bagian yng mana nanti. Pak Azumardi
Rektor dua kali berhak dong rumah yg mana mau dapet dia, dosen-dosen
muda kan berhak juga rumah, gimana baginya. Kalau alasannya karena
dosen, banyak sekali dosen-dosen UIN, yang merasa berjasa berhak yang
pengen miliki juga, kalau dikabulkan gimana, siapa yang berhak dapat.
Yang udah lama, loh, berapa tahun lamanya, apa syaratnya, panjang
pendeknya apa ukurannya, berapa tahun, aturannya kan diomongin begitu.
P : Mengenai keterlibatan FBR, apakah bapak pernah mendengarnya pak?
KH : Ya mungkin aja, biasalah kita taulah orang-orang Jakarta ada ribut-ribut
ormas-ormas atau lembaga engga anehlah. Tapikan mereka kalau
dikejarkan engga mau atas nama mana surat kuasanya, mandatnya kan
engga ada kan, itukan perintah. Faktualnya ada kelompok-kelompok tapi
kalau ditanya atas nama apa, tau dari mana saya engga ada surat kuasa
mandatnya itukan jadi debat kusir.
P : Apa UIN juga terlibat pak dalam artian itu yang nyuruh pihak UIN?
KH : Engga, engga, UIN itu yang ada satpam yang jalan-jalan, kalau atas
nama kelompok-kelompok itu sulit itu debat kusir. Karena kalau baik, itu
mereka mengakui FBR, tapi kalau pas ada masalah, engga itu oknum, kan
gitu kan pimpinannya, engga bisa dipengang itu. Itu oknum jadi engga
bisa dipegang. Bagi saya kembali ke hukum aja kan, etika, yang ngotot itu
anak-anaknya.
P : Ada engga sih pak pada waktu pengosongan perumahan UIN ada
penghuni yang melarang atas pengosongan rumah itu?
126
KH : Ya ada, ada, kan yang mau disitu kan memperbanyak kawan kan,
sehingga kalau kepalanya berkurang dia engga seneng, jangan keluar dong
nanti aku sendiri dong, udah biasalah orang membangun solidaritas itu
biasa, tapi lama-lama kan tinggal sedikit.
P : Saya kan pernah wawancara penghuni perumahan UIN, bapak setuju
engga pak misalkan mereka didirikan bedol desa, apakah bapak setuju
dengan pendapat mereka pak?
KH : Engga, sekarang ini kalau bedol desa mau kemana, siapa yang biayai,
tugas siapa, emang dia apa main bayarin mereka, orang ini milik negara
kok, ama negara kok ngasih cuma-cuma. Kalau mau muter balik udah
berapa puluh tahun dia disitu gratis, sementara dosen yang lain itu kontrak.
Kalau ada alasan dosen berapa banyak dosen muda ngontrak sama-sama
ngajar, mereka berpuluh-puluh tahun disitu bukannya terimakasih,
alasannya berjasa banyak kok yang berjasa. Ngasih penghargaan, kurang
menghargai apa bertahun-tahun gratis tuh. Jadi kalau menurut, ya siapa
duitnya,dari mana,UIN punya duit tapi urusan KPK dong kalau ngeluarin
duit. Misalnya disitu ada seratus juta rumah, kalau misalnya dua ratus atau
tiga ratus juta kali seratus juta berapa, tiga em kan, ada duitnya, ya saya
masuk KPK nanti.
P : Mengenai tim penyelesaian konflik ini, apakah UIN ada pak timnya?
KH : Ada, dulu ada bagian umum di bawah komando Warek dua pak Hamsal,
biro umum. Komandannya tentu rektor ya tapi operasionalnya warek dua,
karena yang mengamankan aset warek dua, warek-warek administrasi kan
warek dua. Ini IIQI itu milik UIN dipakai tinggal untuk keluarkan, rumah
sakit terganjal. Dulu mau saya bawa kepengadilan, saya masih toleran, itu
kalau engga diizinkan saya bangun kena urusan pidana itu, karena ada
dana dari DKI tp tanahnya itu milik UIN. Dulu saya gugat mau saya tarik
kepengadilan tapi kita negosiasi iya deh tahan dulu berapa lama, itu milik
UIN, dan itu untuk perluasan rumah sakit, rumah sakit udah sempit itu.
127
Buktinya ada, masa tiba-tiba yayasan pribadi disitu nongkrong, kapan
ceritanya. IIQI itu illegal itu, milik UIN itu. Itu kalau mau keras kalah itu
IIQI. Bahkan ditawarin mau dinegerikan dikasih tanah di Sawangan sana,
yayasannya engga mau, yayasan kan pribadi nanti diilangin kekuasaan
oleh sana. Kalau negerikan hilang aset pribadinya. IIQI mau diambil itu,
ya saya dalam proses, saya keburu turun aja padahal dalam proses waktu
itu.
P : Mengenai Yasayan ya pak, kan ada keterikatan dengan YMPII, apakah
bapak tau?
KH : Itu cerita lama, saya engga tau udah berpuluh-puluh tahun, tapi tentukan
milik negara Depag untuk mengelola, tapi yayasan itu juga yang kemudian
bagiannya malah menjual aset negara malah dibekukan, pengurusnya
masuk tahanan, pak PO yang tau, saya engga tau, saya kan pendatang
baru. Kalau saya sederhana saja kalau milik negara kembalikan, kalau
milik pribadi silahkan itu aja. Yang memutuskan siapa, ya hukum,
pengadilan.
P : Dalam pengosongan perumahan UIN, apakah ada keterlibatan polisi juga
pak didalamnya?
KH : Engga instansi, itu masih kekeluargaan pihak UIN ajalah itu, kalau
ngotot-ngotot baru polisi. Kebijakan saya dulu ini kekeluargaanlah jangan
dilibatkan orang luar gitu, baik-baik ajalah gitu, tapi kalau macem-macem
barulah polisi kita kerahkan, sekarang ya terserahlah kebijakan rektor
sekarang.
128
2. Wawancara dengan Informan ISK (Ketua tim tanah perumahan dosen
UIN)
P : Bagaimana pak jalan ceritanya konflik perumahan uin dari awal
pemicunya sampai sekarang ke pengadilan, krologinya seperti apa, dari
tanggal berapa sampe sekarang ini?
ISK : Pemicunya itu berawal dari surat pengusiran tanggal tujuh belas Oktober
dua ribu sebelas yang ditandatangani oleh Rektor Komar. Yang intinya
isinya pengusiran memberikan deadline tiga puluh satu desember dua ribu
dua belas harus udah dikosongkan, tanpa ada ganti rugi tanpa ada hal-hal
lain mengatasnamakan rumah dinas dan tanah Negara.
P : Selanjutnya seperti apa pak?
ISK : Setelah itu kami dari tim komplek, karena kami dari kecil hidup
dikomplek intelektual, kami dibesarkan juga secara intelektual, kami
membentuk dua divisi, satu divisi mediasi (dan) satu lagi divisi advokasi.
P : Selang berapa lama ya pak terbentuknya divisi itu?
ISK : Sebulan kemudian setelah keluarnya surat itu baru dibentuklah divisi ini.
P : Ketuanya bapak sendiri ya pak?
ISK :Iya salah satunya.
P : Kalau bapak tidak keberatan bisa bapak sebutkan tidak terdiri dari siapa
saja anggotanya itu?
ISK : Ya anggotanya ini masuk di tim namanya rutabasika. Rutabasika ini tim
pemuda komplek, mengambil nama dari nama-nama jalan yang ada
dikomplek (yaitu) Rusd, Tamiya, Batuta, Sina, Khaldun.
P : Tugas kedua tim ini apa pak advokasi dan tim mediasi, visi dan misinya?
ISK : Visi (dan) misinya mencari solusi masalah permasalahan.
129
P : Jadi kalau mediasi ini bergerak dalam bagian apa pak? Mediasi dalam hal
apa itu pak?
ISK : Mediasi yang memediasi pihak yang ingin mengusir kita baik itu dari
UIN maupun Departemen Agama.
P : Kalau tim advokasinya pak?
ISK : Advokasi menyiapkan bahan-bahan untuk dipersiapkan untuk pengajuan
digugat kepengadilan. Jadi kita bentuk dua tim, kalau tim mediasi dedlok,
maka kita persiapkan tim advokasi. Karena yang kita sadari tidak semua
mediasi ini mulus. Cuman kadang-kadang, mediasi kadang-kadang
menemukan jalan buntu, kita siapin tim advokasi ini maksudnya kalau
kebuntuan itu muncul, kita sudah siap. Karena untuk mempersiapkan
advokasi ini kita perlu persiapan pendataan segala macam untuk siap
kepengadilan itu perlu waktu sepuluh bulan, karena kita punya dedlain tiga
puluh satu Desember ini.
P : Jadi selang dari sebelum tanggal itu pak udah digugat ya pak, yang
sepuluh bulan itu?
ISK : Iya dari mulai bulan September dua ribu sebelas, kita udah hitung sekitar
bulan September atau Agustus kita sudah persiapkan kalau menemui
kebuntuan.
P : Mediasinya itu apa saja ya pak? apa udah ada mediasi pak sebelum
dibawa kepengadilan dan sampai dipengadilan?
ISK : Mediasi sudah ada tanggal dua puluh empat januari dua ribu dua belas
kita mediasi di DPRD Tangsel.
P : Disana itu ngomongin apa aja ya pak? Mediasinya itu isinya apa aja itu
pak?
130
ISK : Isi dari mediasi, UIN dan Depag berkeras bahwa itu adalah rumah dinas
dan tanah Negara, dan warga juga berkeras bahwa bahwa waga
berpendapat bahwa itu adalah rumah warga dan tanah warga.
P : Alasan UIN dan Depag bersikeras bahwa itu rumah dinas dan tanah
Negara itu apa ya pak?
ISK : Alasannya dia menggunakan terutama setifikat hak pakai nomor dua
tahun lapan-lapan, terus tandatangan warga tahun sembilan dua, yang
menyatakan bahwa yang ditempati warga adalah rumah dinas.
P : Kalau dari pihak perumahan UIN itu dasarnya mempertahankan
rumahnya itu apa pak?
ISK : De fakto, jadi ada dihukum pertanahan, hak memiliki tanah itu ada dua
unsur yang dominan, pertama secara de fakto, kedua secara de jure. Secara
de fakto lima puluh persen hukumnya dilindungi undang-undang, secara
de jure itu juga sama lima puluh persen dilindungi undang-undang.
P : Ada ini juga engga si pak sebagai bukti gitu kaya selembar kertas atau
gimana gitu pak atau emang karena mereka membangkang?
ISK : Penempatan diatas dua puluh tahun. PBB, PBB atas nama pribadi semua.
Jadi kalau istilah didaerah itu ada hak garap, diatas dua puluh tahun bisa
diajukan oleh penyidik. Tapi juga ada batasannya maksimal sengketa.
P : Berarti itu tanpa ada surat apapun itu ya pak?
ISK : Iya, selama dia tidak diganggu sampai dua puluh tahun itu dia bisa
ajukan ke penyidik. Nah disini lebih dari lima puluh tahun. Jadi salah satu
bukti de fakto ini komplek UIN adalah komplek tertua di provinsi Banten,
dan komplek yang dibangun dengan IMB tertua di Banten. Waktu itu
belum ada IMB di Banten cuman di komplek UIN aja, boleh dibilang IMB
nomor 1. Dulu orang mau bangun, bangun aja ngga ada yang namanya
pake IMB.
131
P : Setelah mediasi pertama itu cuma itu aja pak atau ada mediasi yang lain?
ISK : Jadi setelah mediasi itu dedlok, pihak DPRD tangsel menanyakan
solusinya, menanyakan kelanjutan untuk mediasi, dari warga menyatakan
sikap bahwa kami ingin melanjutkan mediasi dengan catatan, UIN dan
Depag, waktu itu mediasi diwakili lima perwakilan dari warga, lima
perwakilan dari UIN, lima perwakilan dari depag di DPRD satu fraksi
yang diketuai komisi A yang diketahui oleh Uhama Ben ketua komisi A
yang mengetuai mediasi pada saat itu.
P : Kalau dari pihak Depag itu siapa aja ya pak?
ISK : Perwakilan dari para Inspektorat.
P : Kalau dari pihak UINnya pak?
ISK :UIN diketuai oleh Profesor Doktor Habudinata.
P : Kalau dari pihak perumahan komplek UIN ini siapa pak?
ISK : Perumahan komplek UIN diketuai oleh Profesor Doktor Khotibul Umam
dan wakilnya Profesor Doktor Mawardi Khotib (pendiri IAIN).
P : Setelah mediasi itu pak ada lagi mediasi selanjutnya?
ISK : Oh ini jadi ketua komisi nanya setelah deadlock gimana maunya UIN,
UIN sama Depag bersikeras untuk itu, pas ditanya pendapat dari warga
maunya gimana, warga akhirnya kita boleh membawa pertemuan mediasi
lanjutan dengan cacatan pihak UIN dan Depag bisa membawa bukti bahwa
Depag ada mata anggaran tahun lima tujuh membeli tanah di Ciputat
seluas enam puluh empat hektar, namanya Departemen kan ada mata
anggarannya, kita minta mata anggaran, bukti mata anggaran pembelian
tanah di Ciputat tahun lima tujuh, terus mata anggaran dari Depag ada
mengeluarkan dana untuk pembangunan-pembangunan rumah tahun lima
Sembilan, karena komplek kami dibangun pada tahun lima sembilan.
Kalau itu bisa ditunjukan oleh Depag maka kami siap untuk mediasi lagi,
132
kalau itu tidak bisa ditunjukkan maka kami keberatan. Buat apa kita
mediasi sama orang yang memang engga ada kompetensinya.
P : Sampai mediasi itu belum ada kelanjutannya lagi ya pak sebelum dibawa
ke pengadilan?
ISK : Terus mediasi kita lakukan juga setelah bulan Maret kita (waga/prinsipel)
mou dengan Lawyer, pihak Lawyer mengadakan mengundang untuk untuk
mediasi bulan Mei dan bulan Juni, dua kali surat dilayangkan tahun dua
ribu dua belas, mewakili warga prinsipel, Lawyer melayangkan surat
mediasi di bulan Mei dan Juni, dua kali surat ke Rektor, dua kali surat ke
Mentri Agama untuk minta mediasi, tapi Alhamdulillah tidak ada jawaban
sama sekali. Jadi posisi Komarudin sebagai Rektor dan posisi Suryadarma
Ali sebagai menteri agama adalah mantan murid dari Profesor Doktor
Khotibul Umam dan Profesor Doktor Mawardi Khatib. Bukan hanya
murid, pembimbing skripsi. Ini termasuk fenomena di Indonesia, murid
mengusir gurunya, anak mengusir orangtuanya.
P: Selanjutnya setelah mediasinya gagal dan semua pihak bersikekeh atas
pendiriannya masing-masing, bagaimana pak?
ISK : Ya kita karena mediasi memang sudah tidak ditanggapi, akhirnya kita
minta perlindungan hukum, perlindungan hukum satu-satunya ya kita liat
peluang hanya di pengadilan, karena kondisi Indonesia seperti ini, kita
mau meminta perlindungan dengan polisi sama jaksa semuakan udah depe
kan, wani piro. Jadi kita pada prinsipnya setelah ada surat pengusiran, kita
memposisikan diri sebagai komplek intelektual, kita engga mau ribut-
ribut, kita engga mau main kasar, yaudah kita main hukum aja, mediasi
mentok dedlok mainannya ranah hukum.
P : Kepengadilannya itu pada tahun berapa pak?
ISK : Kita mulai masuk terdaftar dipengadilan itu Agustus dua ribu dua belas,
awal bersidang September dua ribu dua belas.
133
P : Pengadilan pertama itu dimana itu pak?
ISK : Pengadilan Negeri Tangerang, daerah Cikokol tingkat pertama.
P : Berlangsung berapa lama itu pak pengadilan itu?
ISK : Berlangsung itu dari mulai September, Oktober, November, Desember,
Januari, April aja keputusan pengadilan tinggi, Januari akhir. Semuanya
itu pake paket ekspres semua.
P : Maksud dari pake paket ekspres semua itu apa pak?
ISK : UIN itu ekspres semua.
P : Dalam artian apa itu pak?
ISK : Dalam artian ya tau sendirilah kalau pengadilan pengadilan kita, jadi
tidak ada berkas ngantrilah kalau istilah kita dipengadilan, kalau
dipengadilan kan ada berkasnya.
P : Selanjutnya setelah dibawa pengadilan itu bagaimana pak?
ISK : Ya dipengadilan saksi dari Departemen Agama bersaksi bapak
Dokterandes Masudi, bahwa sahnya beliau menjadi ketua YPMII tahun
tujuh lapan adalah YPMII tandingan (boneka).
P : Kenapa bisa disebut tandingan pak?
ISK : Itu pernyataan dari beliau sendiri, menyatakan sebagai saksi dari
Departemen Agama bahwa itu tandingan. Akhirnya ditanyakan sama
hakim kenapa dibentuk YPMII tandingan, kan YPMII ini awalnya tahun
lima tujuh, dasar dari keributan semua ini adalah dasarnya semua tanah
YPMII gitu. YPMII mungkin bisa ditulis panjangnya Yayasan
Pembangunan Madrasah Islam dan Ihsan (YPMII) ini dibentuk tahun lima
tujuh, posisi YPMII tahun lima tujuh ini adalah independent, tidak
dibawah naungan pemerintah. Kenapa, saya ketemu dengan para-para
pendiri YPMII, yayasan ini didirikan tahun lima tujuh, dulu dipikirkan
134
kalau didirikan dibawah Departemen Agama ada suatu kendala, dulu pada
waktu itu partai komunis lagi sangat berkuasa di Indonesia, jadi kalau
dibentuk dibawah pemerintahan nanti akhirnya pemerintahan dikuasai
oleh komunis, maka yayasan madrasah ini akan menjadi yayasan ajaran
dibalikkan menjadi madrasah ke ajaran komunis. Untuk menghindari
jangan sampai berkaitan dengan politik, suhu politik yang sedang
memanas akhirnya dibuatlah YPMII independen sama seperti NU,
Muhammadyah, Persis dan yayasan lain. Makanya dana hibah murni yg
diterima ypmii dari tahun lima tujuh sampai enam puluh selama tiga tahun,
itu dikucurkan dana dari Menteri Keuangan melalui Departemen
Keuangan itu sebesar seratus delapan puluh juta rupiah, itu harga tanah di
Ciputat waktu itu sebesar satu rupiah. Kalau dari sejarah cikal bakal UIN
dari ADIA. Jadi setelah dibentuk tahun lima tujuh, dapet kucuran dana
sampai seratus delapan puluh juta, akhirnya YPMII ini membeli tanah di
berbagai tempat di padang, di Lampung, di Jakarta, Ciputat, Menteng,
Ancol, itu aset-asetnya banyak, memang waktu itu YPMII sederajat
dengan NU, Muhammadiyah tingkat nasional. Nah karena perjalanan
sejarah IAIN waktu itu masih menumpang kuliah di gedung
Muhammadiyah Limau, akhirnya YPMII mengambil inisiatif yaudahlah
ini kita bangunkan gedung, kami bikinkan asrama, silahkan pindah ke
Ciputat. Jadi posisi ADIA tahun lima sembilan itu dipinjamkan gedung
dan asrama mahsiswa. Yang sekarang jadi komplek UIN itu sejarahnya
asrama mahasiswa. Gedung kampus satu gedung rektorat, gedung yang
pertama, jadi kalau liat sejarah UIN ada kampus dulu nah itu gedung
ADIA ada dua lantai, cuman dibungkus aja, kalau dibuka itu bangunan
lama semua. Berarti sejarahnya, UIN tidak punya tempat itu. Jadi setelah
adia tahun lima sembilan dipinjamkan gedung, dikampus satu. Tahun
enam puluh diubahlah namanya menjadi IAIN. Para pendiri iain adalah
para orangtua kami di komplek UIN ini. Mahasiswa dari seluruh nusantra
di panggil setiap kabupaten, ikatan dinas, makanya ada dari sabang sampe
merauke, ada yang dari aceh sampe makasar semua. Dari NU,
135
Muhammadiyah, Persis ada semua tapi damai. Jadi kalau dilihat komplek
UIN ini seperti bang IP bilang bisa dijadikan percontohan bagaimana suatu
peradaban hidup damai, dari berbagai aliran, suku, itu bisa kumpul dengan
perbedaan bisa hidup damai. Contohnya seperti kalau dimana-mana kalau
sholat imamnya pake doa ada yang setuju ada yang tidak, kalau di IAIN
tidak masalah, imam yang hari ini pake doa qunut besok engga pake doa
qunut tidak ada masalah. Terus salah satunya lagi, perbedaan yang sering
ada gesekan dimasyarakat misalnya imamnya teraweh delapan sama dua
puluh, kalau di masjid Fathullah delapan, delapan, yang mau dua puluh
bisa dilanjutkan, tidak sholat dari awal lagi. Tahlilan, di Indonesia yang
Muhammadiyah pun kadang-kadang meninggalnya pake tahlilan, itu
cuman ada di komplek UIN. Orang NU meninggal, orang Muhammadiyah
dateng ikut tahlilan, seperti itu. Kalau ditempat lainkan Muhammadiyah
dateng tahlilan ketempat ini NU ngelayat, giliran tahlilan pulang, giliran di
komplek UIN ikut, seperti itu. itulah keharmonisan yang sudah terbina dari
tahun enam puluh dikomplek UIN. Tiba-tiba kedamaian kami,
keberhasilan kami mempersatukan seluruh aliran dan suku ingin diusir
begitu saja, jadi yang sekarang kami perjuangkan sampai masuk dalam
ranah pengadilan adalah kami memperjuangkan keadilan. Orang tua kami
sebagai pendiri IAIN dianggap lebih rendah dari pemulung, itu kita bisa
liat contoh di daerah-daerah kota lain, pemulung tinggal di suatu lahan
sengketa, untuk diusir dari lahan sengketa itu jelas-jelas waktu dia masuk
udah tau itu lahannya sengketa, dia tinggal, bikin rumah disitu, waktu mau
diusir itu jelas dilampirkan surat pengusirannya dilampirkan surat ketua
pengadilan negeri. Nah ini orang tua kami sebagai pendiri IAIN tinggal
disitu dengan memang dulu dipaksa tinggal disitu, disini daerah tempat jin
buang anak, ujung aspal dulu tahun enam puluh itu di radio dalem, itu
radio dalem ujung aspalnya dan ini tempat jin buang anak. Kalau orang
bilang itu tempat jin buang anak dulu disini, nah itu dipaksa-paksa tinggal
disini, ya istilahnya kan mereka dateng kesini sekolah ikatan dinas, selesai,
mereka kembali kedaerahnya masing-masing, waktu mereka orangtua
136
kami mau kembali kedaerahnya masing-masing, ditahan dipaksa untuk
mengabdi disini, karena kurang tenaga pengajar, baik di Depag maupun di
IAIN saat itu. Dan juga orang-orang saat itu istilahnya kebanyakan orang
miskin, penghasilan dari hasil mengajar engga cukup, mereka akhirnya
bagi yang mengajar, ngajar dibeberapa tempat, bagi yang masih berat
mengajar habis itu berdagang untuk mencukupi, kebutuhan dan setelah
anak-anaknya saat itu, jadi untuk ngajar disatu tempat tidak cukup.
P : Setelah dari persidangan itu bagaimana pak?
ISK : Saksi itu jadi membuktikan bahwa tidak ada kaitan antara YMPII tahun
tujuh delapan dengan YPMII tahun lima tujuh. Setelah dibentuk YPMII
tahun tujuh delapan, sepuluh tahun kemudian YPMII tandingan
menyerahkan aset YPMII kepada Depag. Jadi bukan YPMII tahun lima
tujuh yang menyerahkan aset ke Departemen Agama, YPMII tandingan
tahun tujuh delapan yang menyerahkan. Itu mereka menghakimi
pengadilan, jadi orang fraksi dari Departemen Agama yang melakukan itu,
pak Masudi dari Departemen Agama menjadi saksi dia buka semua bahwa
dia orang boneka dari Depag untuk mengambil alih YPMII dan untuk
diambil arsipnya dibalikin, seolah-olah dibalikin. Seolah-olah dia
dikatakan rekayasa tapi kenyataan sebenarnya dia itu namanya
perampokan. Sekarang yayasan Indonesia mana sih ada yayasan yang
bersih, semuanya pasti ada masalah keuangannya baik yayasan NU
maupun yayasan Muhammadiyah. Kenapa permasalahan yayasan NU dan
Muhammadiyah ada masalah keuangan tidak diambil oleh sama
pemerintah, tidak disita sama pemerintah, kenapa hanya YPMII, itu yang
kami pertanyakan. Jadi kalau ada pertanyaan oke dulu tahun lima tujuh
tanah yang kami tempati dikomplek UIN ini adalah tanah YPMII, terus
YPMII akhirnya sudah dibubarkan oleh Departemen Agama, tapi catatan
YPMII tandingan yang dibubarkan bukan YPMII tahun lima tujuh, karena
departemen tidak bisa bubarkan yayasan yang independen kan gitu jadi
yang dibubarkan yayasan yang tandingan ini. Jadi kalau bukan punya
137
YPMII bukan juga punya depag, ini peristiwa aja ya, bukan punya YPMII
tahun lima tujuh karena YPMII sudah dibubarkan terus dibikin mati suri
terus juga statusnya sekarang sudah tidak jelas. Asal awal muawalnya ini,
tanah ini punya YPMII bukan punya YPMII tahun lima tujuh bukan punya
Departemen Agama berarti punya siapa, Punya tanah negara, bebas. Itu
sama dengan orang masyarakat melakukan penggarapan dipinggir hutan,
bekas penggarapan dipinggir hutan, karena sudah digarap lebih dari
sepuluh tahun, petani tersebut berhak memiliki tanah tersebut. Jadi kami
berjuang ini ada dasarnya, seperti yang tadi dibilang Undang Undang
agraria seseorang yang tinggal dalam lahan tanah dimuka bumi di
Indonesia tinggal selama lebih dari dua puluh tahun tanpa sengketa warga
negara Indonesia sudah berhak untuk memiliki tanah tersebut, ada lagi
Undang-undang kesra seseorang warga negara Indonesia yang tinggal dia
di bumi Indonesia, tinggal dalam rumah juga di bumi Indonesia lebih dari
dua puluh tahun berhak untuk memiliki rumah tersebut. Jadi kami
perjuangkan dengan Undang-undang, kembali ke dasar perjuangan kami
ini komplek intelektual jadi kami menggugat, berjuang dengan cara
intelektual. Walaupun dasar perjuangan kami banyak dinodai dengan
kampus UIN, dengan para pimpinan oknum UIN, menodai perjuangan
kami dengan memasukkan unsur ormas ke komplek kami. Mengadakan
intimidasi, penekanan, apa, segala macam, pesta mabuk-mabukan dibulan
puasa, contohnya aja ya rumah yang dikontrakkan itu rata-rata yang
dibongkar ada hubungannya sama UIN atau Depag, ditekan mereka,
biasanya anaknya kerja, entah dia orangtuanya, entah emaknya, entah
mantunya, pasti ada semua, diteken semua. Jadi rumah-rumah yang ada di
komplek yang sudah dibongkar itu semua mempunyai kaitan dengan UIN
dan Depag, entah orangtuanya masih aktif, entah anaknya masih aktif
ataupun mantunya yang aktif di UIN atau Depag, semuanya begitu, itu
bisa dibuktikan. Dia kan begitu mau terus bekerja di UIN atau depag atau
mau nyerahin rumah, orang ada surat pemecatan, ada yang sudah keluar,
FDS, E, BS. Ketika ditekan mereka menerima uang juga.
138
P : Kalau boleh tau uangnya berapa ya pak?
ISK : Uang belas kasihan lima puluh juta, untuk ya itungannya beli tanah dua
kali satu lah untuk hari akhir. Jadi dasar Departemen Agama sertifikat,
dasar kami undang-undang, undang-undang ya diatas sertifikat. Sertifikat
itu juga bisa dipermasalahkan, jadi mungkin tolong ditulis ada filosofi
hukum pertanahan bahwa sertifikat yang terbit itu sama diibaratkan bayi
yang baru lahir. Jadi sertifikat departemen agama ini kan terbit tanggal tiga
maret tahun sembilan belas lapan-lapan, sedangkan kami sudah tinggal
tahun lima sembilan, jadi sertifikat Departemen Agama ini, sertifikat hak
pakai disingkat SHP nomor dua tahun Sembilan belas lapan-lapan
terbitnya tanggal tiga maret tahun sembilan belas lapan-lapan itu boleh
kami simpulkan, boleh kami nyatakan bahwa sertifikat itu adalah anak
haram, tidak jelas bapak ibunya, tidak jelas kakek neneknya, itu filosofi
pertanahan. Jadi itulah dan ada filosofi hukum, hukum yang diberlakukan
itu tidak terlaku surut, contohnya hukum yang diterbitkan tahun delapan-
delapan, tahun Sembilan dua, tahun sembilan enam yang berkaitan dengan
surat-surat yuridis dari Departemen Agama dan UIN, itu tidak berlaku
surut untuk warga kami yang memang sudah tinggal dari tahun lima
sembilan, seperti itu. Jadi boleh hukum UIN itu diterapkan bagi warga
yang baru tinggal delapan sembilan keatas, kami yang udah tinggal dari
tahun lima sembilan itu engga berlaku. Itu dasar dua filosofi itulah
makanya kami gugat ke pengadilan. Jadi prinsip kami dalam perjuangan
ini kalau UIN sama depag bisa menghapus dari muka bumi dua filosofi
masalah pertanahan dan masalah hukum itu bisa berlaku surut, kalau UIN
bisa mengubah itu kami akan menyerahkan rumah dengan cuma-cuma,
silahkan memang ini hak kamu nih ambil. Kami minta ketemu mediasi,
contohnya Profesor Doktor Mawardi Khatib, bikin audiensi mau ketemu
SDA, setahun tidak ada jawaban, padahal mahasiswa bimbingan skripsi
dia, waktu dia dilantik, waktu pelaporan Profesor Doktor Mawardi Khatib,
waktu dilantik dia diundang hadir terus pas udah salam-salaman dibilang
139
aduh ini dosen idola saya, dosen favorit saya, panggil istri, mamah mamah
sini, ini tolong nih, ini dosen idola saya, tolong salaman etrus salaman
cium tangan, dawamnya seperti itu tapi hatinya tidak. Ya kita kalau kami
sebagai tim muda di komplek hanya melihat kalau zaman dulu orang-
orang tua kami, Allah banyak memberikan azab di alam kubur dan
diakhirat, kalau sekarang, zaman sekarang, zaman kami Allah memberikan
azab yang masih hiduppun dikasih azab, contohnya Komar lebih senior
dari Anis Baswedan, semua tau Komar itu lebih senior dari Anis
Baswedan tapi Komar sayang sekali bukan siapa-siapa, jabatan strategis
apapun di Indonesia engga dapet, ya itu salah satu bukti azab dari Allah di
dunia ditunjukkan, SDA runtuh dari ketua umum PPP dicopot dari Menteri
Agama, ulama bersih coba-coba durhaka sama gurunya. Itu udah ada
rumah-rumah yang sudah dibongkar, akhirnya orang-orang tuanya masing-
masing tinggal di anaknya, malah sampai ada yang dibelikan rumah
mewah sama anaknya, semua mereka mengeluh dan rata-rata yang sudah
rumahnya dibongkar pindah, sakit, ya hakekat bahwa ya kalau masih yah,
sakit, engga lama mati. Itu sudah terjadi untuk rumah-rumah yang sudah
dibongkar, hampir Sembilan puluh lima persen mengeluh kecuali yang
pendiam, yang biasa biacara Sembilan puluh lima persen ngeluh tinggal
ditempat baru, tinggal ikut anaknya. Karena yang itu seperti bicara tadi
mereka engga dapet lingkungan. Jadi perjuangan kami ini tidak bicara
rupiah rumah dan rupiah tanah.
P : Balik lagi nih pak mengenai pengadilan tadi, bagaimana kelanjutannya
pak?
ISK : Jadi gini di pengadilan negeri ada dua fakta yang sangat terang
benderang yang terbongkar, pertama fakta dari fraksi departemen agama
pak Masudi yang menyatakan bahwa YPMII tandingan itu tahun tujuh
lapan, jadi yang menyerahkan aset tahun lapan-lapan adalah YPMII
tandingan. Yang kedua yang terang benderang di pengadilan ini ada
namanya sidang lapangan, waktu itu sidang lapangan dilakukan di jalan
140
simpang Ibnu Batuta dengan Taymia lima itu terbukti dengan sangat
terang benderang bahwa rumah kami adalah bukan rumah dinas, karena
rumah dinas adalah rumahnya seragam, pager-pagernya seragam dan
dibiayai negara, ini fakta, ini bicara fakta dilapangan, fakta dilapangan,
rumah kami dilapangan beda, pagar-pagar rumah kami juga beda, itu fakta
terang benderang dilapangan. Terus kedua, persimbangan antara jalan Ibnu
Batuta dengan jalan Taymia lima bahwa sertifikat hak pakai nomor dua,
namanya catatan kepemilikan itu adalah mempunyai patok-patok BPN, itu
dipersimpangan jalan Ibnu Batuta dengan Taymia lima bersebelahan
dengan tanah warga tidak ada patok-patok BPN, yang harusnya mengikuti
sertifikat itu harus ada patok ini tidak ada patok, itu yang terang
benderang. Tapi fakta yang terang benderang itu kenyataannya kami
dikalahkan juga, karena kami berjuang ngomong keadilan kami banding di
Pengadilan Tinggi. Jadi kejanggalan di Pengadilan Negeri fakta
kesidangan saksi pak Masudi dengan sidang lapangan., kejanggalan di
Pengadilan Tinggi Negeri harusnya di Pengadilan Tinggi itu diproses
dalam waktu enam bulan, ini UIN dan Depag bisa mengupayakan dalam
waktu empat bulan itu termasuk rekor, itu satu, kedua ada lagi yang
kejanggalan kedua di Pengadilan Tinggi Negeri, dua minggu sebelum
diputuskan oleh Pengadilan Tinggi, UIN sudah membeberkan di web UIN
bahwa keputusan Pengadilan Tinggi Negeri dimenangkan UIN dan Depag
dengan rincian poin satu sampai poin lima, itu isi yang diisi oleh UIN
diweb UIN, itu kalau mau dibuka ada sekitar bulan april tahun dua ribu
tiga belas itu lebih dulu, lebih awal dua minggu sebelum diputuskan oleh
hakim, setelah UIN masukin ke web baru dua minggu kemudian hakim
memutuskan di pengadilan itu, itulah kami menilai ada kejanggalan disitu
indikasinya bahwa UIN mendikte Pengadilan Tinggi, sampe dikte karena
apa, apa semua yang dimasukin web UIN muncul semua tuh putusan
hakim, itu kejanggalan dipengadilan Tinggi, karena kami melihat
kejanggalan dan karena kami tidak mendapat keadilan makanya kami
banding lagi ke kasasi Mahkamah Agung.
141
P : Itu kepengadilan Tinggi Negeri itu pada tanggal berapa pak dan pada
tahun berapa pak?
ISK : Nah itu juga ada kejanggalan begini, harusnya putusan pengadilan negeri
setelah diputuskan itu biasanya paling lama dua minggu, lawyer kami
sudah menerima keputusan, ini kenyataan fakta dilapangan dua bulan
setelah putusan, jadi januari putus bulan maret lawyer kami baru nerima
putusan ketikan putusan, putusan itukan ketikan tandatangan hakim, itu
baru lawyer kami terima bulan maret. Jadi putusan pengadilan itu ada
masa waktu kita untuk banding, dalam masa waktu banding sekitar dua
minggu untuk banding, sedangkan putusannya udah dua bulan, batas
waktu untuk banding dua minggu, putusan pengadilan dikasihnya udah
dua bulan. Untungnya lawyer kami jam terbangnya tinggi jadinya belum
dapet putusan dari hakim dari pengadilan negeri tetep diajukan banding
dengan putusan blank kosong karena kami belum menerima putusan
pengadilan negeri, jadi administrasi sudah memenuhi syarat. Selain lawyer
kita dapet bagus, kita dapet lawyer prabono, free cash lawyer, jadi kita
tidak ada cash lawyernya, jadi yang kami bayar hanya uang administrasi
secara personal aja. Jadi sebagai yang diceritakan, orang-orang tua kami
juga baik UIN kalau hanya ngajar di UIN untuk memenuhi kebutuhan
rata-rata empat orang anak kan engga sanggup, akhirnya ngajar dikampus-
kampus lain, nah setelah masuk kampus lain akhirnya dosen kita ini,
diajarin ama orang-orang tua kami, jadi dikomplek UIN ini ada lima belas
orang yang pernah jadi guru lawyernya. Jadi sekarang murid lawan murid,
murid berbakti melawan murid durhaka.
P: Tapi ada engga si pak wacana sebenernya penggusuran perumahan UIN
untuk apa?
ISK : Itu kalau kita masuk ke gedung rektorat, ruang rektor sama warek itu
dilantai dua, dilantai pertama ada satpam tuh bagian terima tamu rektor-
rektor, itu disebelahnya ada market. Di komplek kami yang namanya kami
142
orang tua dan gurunya yang dulunya dari Rektor yang kemaren, di
komplek kami, orang tua kami gurunya yang akan digusur ingin dibangun
bisnis senter. Awal ada niat itu tapi belum ada market, yang ada market
bisnis senter.
P : Itu bisnis centernya buat apa pak?
ISK : Buat mol, apartemen, namanya juga bisnis senter. Tapi lahan bisnis
centernya kediaman gurunya. Terus juga UIN sama Depag mengklaim
bahwa komplek kami ini menyatu dengan kampus. Kami bilang komplek
kami terpisah dengan jalan Ciputat raya, sekarang jalan Ir. Haji Juanda
dengan jalan Kertamukti kampus dua, tidak ada komplek kami didalem
kampus, lain dengan IKIP Rawamangun itu memang komplek dalem
kampus, iya kan, IKIP Rawamangun itu kan UPN sekarang yang di
Rawamangun itu kan jalan kompleknya kan jalan kampus kalau kami
diluar kampus. Komplek ada ditengah-tengah kampus dari mana dasarnya
komplek ditengah-tengah kampus, yang jelas kita dibatesin jalan
Kertamukti sama jalan Ir. Haji Juanda terpisah komplek kami itu dengan
kampus UIN. Satu jalan desa, satu jalan provinsi, entar diakui lagi itu jalan
UIN Ciputat. Karena kami sempet bicara dengan hakim ya itu, masukan
dari berita acara di Pengadilan Negeri itu bahwa komplek kami ditengah-
tengah kampus, kami bilang kami diluar kampus terbelah jalan provinsi,
jalan desa yang membelah.
P : Balik lagi nih pak ke pengadilan lagi?
ISK : Yang mana negeri, tinggi, atau mahkamah agung, beda yang tinggi
dengan negeri beda, jadi gini pengadilan tingkat satu pengadilan negeri,
yang kedua pengadilan tinggi negeri, dua-duanya negeri semua nih,
pengadilan tinggi negeri, pengadilan negeri tingkat satu. Terakhir kalau
pengadilan di Mahkamah Agung, kalau MK itu uji material, uji materi
undang-undang, uji undang-undang, undang-undang ini masih layak
diberlakukan apa tidak seperti yang dilakukan Yusril, itu namanya uji
143
materi, MK Majelis Konstitusi. Terus kalau dalam pengadilan kalau kita
tidak bisa merasa tidak diberlakukan adil oleh hakim itu bisa kita lapor ke
KY Komisi Yurisial, itu pemantau hakim-hakim. Jadi kalau MK sendiri
dia.
P : Pengadilan tinggi negeri pada tanggal berapa pak?
ISK : Negeri terdaftar Agustus dua ribu dua belas, mulai sidang September ribu
dua belas, putusnya Januari dua ribu tiga belas, pengadilan tinggi nah itu
simpang siur itu lawyer kami baru terima putusan berkasnya Maret, April
sudah putus. Banyak bener rekayasa disitu. Jadi sangat besar andil SDA
dalam perkara kasus ini. Kalau normal apalagi di MK ada yang lima belas
tahun, dua puluh tahun baru putus, yang lamanya itu tumpukan berkas
karena ada ribuan belum ditangani, dari sabang sampe merauke, berarti
kalau sampe setahun dua tahun bisa putus berarti ada kehebatan lagi
diprioritas, kemudian ada ini kalau ada yang terganggu oleh masalah ini
nah itu jadi masuk prioritas,seperti kasus Sutan Batugana sampe sekarang
belum selesai belum putus kan gitu.
P : Mengenai rumah-rumah yang udah digusur pak, dalam penggusurannya
ada berapa tahap pak?
ISK : Oh ini tahap penggusuran rumaah, tahapannya yang pertama UIN dan
Depag mengutus utusan untuk merayu rumah yang masih ditempati,
biasanya merayu yang pengambil keputusan entah itu dia anak tertua,
entah itu bapaknya, entah itu ibunya. Jadi kalau tidak bisa dirayu
diintimidasi. Jadi setelah dirayu atau diintimidasi didatangkan rumahnya,
bawa tas dengan isi duit. Ini bicara mayoritas ada satu dua yang engga, itu
biasanya yang dimasukin mayoritas ke rumah-rumah yang memang
keluarga yang kurang mampu, jadinya seperti itu, dan dengan dia sudah
dipelajari dari pihak UIN Depag ini juga banyak utang dimana-mana, trus
digeletakin uang lima puluh juta diatas meja, biasanya yang lebih besar
pasak dari pada tiang bisa luluh. Setelah itu disuruh tanda tangan tujuh
144
sampai delapan lembar belangko kosong tanda tangan diatas materai,
setelah tanda tangan nah ada dua opsi kalau engga digeletakin dikasih cek,
kalau yang dikasih cek pada saat itu juga setelah tanda tangan tujuh
sampai delapan blangko kosong dianter ke bank untuk pencaiaran cek,
pakai mobil dia diantar ke bank. Jadi memang dalam penyerahan rumah
ini tidak ada satu lembar pun bukti yang dipegang oleh rumah yang
menyerahkan, karena setelah tanda tangan tujuh sampai delapan lembar
diantar oleh pihak UIN atau Depag.
P : Itu kira-kira pada tanggal berapa pak kejadiannya?
ISK : Oh itu variasi karena engga bersamaan, mereka kalau dibilang gerilya
dari rumah kerumah. Pertama Abdurawatib batal baru Khaldun dulu baru
faturahman baru kesana kearah rumah Rustan. Setelah rumah diserahkan
oleh yang tinggal, pembongkarannya melibatkan ormas FBR dan disini
perlu juga jadi cacatan pembongkaran rumah-rumah di komplek UIN ini
yang dilakukan oleh pihak UIN ada waktu itu ditandatangan SK
pembongkarannya oleh Purek dua Profesor Doktor Amsal, itu tidak
mempunyai dasar hukum, karena dalam hukum seseorang yang lagi
perkara, tanah yang sedang berperkara itu tidak boleh diotak atik, namanya
status kuo, nah jadi boleh dikategorikan pembongkaran rumah-rumah
dikomplek termasuk penghilangan barang bukti.
P : Pembongkaran pertama itu dijalan mana itu pak?
ISK : Pembongkaran pertama itu dijalan Ibnu Khaldun dua
P : Itu ada targetnya engga pak dalam pembongkaran rumah itu pak?
ISK : Ada tujuh rumah yah waktu itu, setelah kami masukkan kepengadilan
pembongkaran pertama itu tujuh rumah, perdananya itu ada tiga rumah
dari tujuh rumah targetnya tiga rumah dibongkar.
P : Melibatkan ormas mana aja pak dalam pembongkarannya?
145
ISK : FBR aja. Memang bukti secara yuridis tertulis memang tidak ada, tapi
fakta dilapangan bahwa FBR itu dilibatkan dalam pembongkaran jadi ada
unsur intimidasi.
P : Setelah pembongkaran pertama itu dilanjut kemana itu pak?
ISK : Ya satu-satu dengan pengawalan ormas semuanya, dan saat itu ada
perlawanan dari warga yang mau dibongkar, kita hadang. Waktu itu
pernah melibatkan aparat negara khususnya Polsek Ciputat, itu kita
komplen sama kapolseknya bahwa aparat negara sebagai penegak hukum
harus berdiri netral ditengah, akhirnya tarik pasukan. Itu sampe waktu itu
didatangkan aparat hukum itu tiga puluh dari kepolisian, sembilan dari
koramil trus dari pihak FBR.
P : Itu dalam penghadangan yang dilakukan oleh warga perumahan UIN apa
warga perumahan UIN aja apa melibatkan pihak lain juga pak?
ISK : Engga banyak, orang-orang situ aja orang-orang tua sini.
P : Saya juga habis wawancara juga pak, ternyata ada perbedaan kasus
antara puri intan sama perumahan UIN, kalau puri intan cepet selesai
kasusnya, bagaimana ceritanya pak?
ISK : Kebetulan di puri intan juga saya banyak ikut dirapat-rapat puri intan,
jadi bedanya komplek UIN dengan puri intan, kalau puri intan ini sudah
bersidang sejak tahun lapan puluh tiga, mereka sudah ada putusan
pengadilan dari Mahkamah Agung sudah inkrah tahun dua ribu delapan itu
sudah surat eksekusi, kalau kami baru bersidang dua ribudua belas itu
bedanya. Bedanya kalau dipuri intan surat eksekusi pertama tahun dua ribu
delapan, surat eksekusi kedua januari dua ribu dua belas, eksekusi ketiga
januari dua ribu emapt belas, itu yang membedakan antara komplek UIN
dan puri intan. Kalau suratnya sama sertifikat hak pakai nomor dua tahun
lapan-lapan karena luasnya Sembilan koma enam hektar, komplek UIN,
puri intan sama sedap malam dibelakang keluarahan deket asrama putra.
146
Nah bedanya kalau puri intan baru rata-rata menempati tahun lapan
puluhan, awal lapan puluh, kalau kami komplek UIN sudah menempati
dari tahun lima sembilan dan enam puluh.
P : Mengenai golongan dua dan golongan tiga bapak bisa memberikan
tanggapan engga pak?
ISK : Gini tahun sembilan puluh dua, warga diiming-imingkan oleh Rektor
IAIN pada saat itu Rektor Sadalih mengiming-imingkan bahwa kalau kita
ingin memiliki rumah dikomolek yang kita tempati, kita harus mengurus
lewat prosedur rumah dinas, yuk kita tanda tangani semua bahwa rumah
yang kita tinggalin adalah rumah dinas tahun sembilan dua, nanti ini
skenario dari Rektor Sadalih ngomong ke warga, nanti setelah kita tanda
tangani jadi rumah dinas golongan dua nanti kita perjuangkan jadi
golongan tiga setelah golongan tiga bisa kita miliki, itu iming-iming dari
Rektor Sadalih. Setelah iming-iming itu yang notabennya waktu itu
mayoritas orangtua kami di komplek mayoritas adalah Warek-warek,
Dekan, Wadek-wadek, memang notabendnya mayoritas anak buah rektor,
Rektor yang ngomong komandan seperti itu ya percaya aja, akhirnya
rame-ramelah seratus tujuh puluh rumah tanda tangan warga tahun
sembilan dua itu menyatakan rumah yang kami tinggali adalah rumah
dinas diatas materai. Setelah rame-rame warga menandatangani rumah
dinas tahun sembilan dua, juli tahun sembilan dua baru Menteri Agama
mengeluarkan SK penetapan rumah dinas, tahun sembilan dua. Nah itu
kembali ke cerita saya tadi, hukum tidak berlaku surut, kami sudah tinggal
tahun lima sembilan enam puluh, walaupun ada rekayasa di tahun
sembilan dua, tetep hukum itu tidak berlaku surut. Itu yang saya
komentarin dengan orangtua, akhirnya denger iming-iming rektor itu
bolak-baliklah perwakilan warga ngirimin surat ke Rektor ke menteri,
tolong dong dari golongan dua jadi golongan tiga, ya itu di inbok sana, di
inbok sini, cape saya membuat pernyataan dengan orang-orang tua yang
tanda tangan surat itu yang menyatakan rumah dinas. Ini kalau saya
147
pelajarin surat yang mulai tahun sembilan dua sampai tahun dua ribu
sebelas tolong perjuangkan dari golongan dua ke golongan tiga itu saya
ibaratkan kaya ini namanya membalas pantun. Nah kejanggalan juga itu
yang rumah dinas golongan dua ke golongan tiga, kejanggalannya itu
menteri agama ditahun sembilan dua itu mendatangkan rumah dinas itu
juga melanggar undang-undang, karena pada saat itu undang-undang untk
menyatakan rumah dinas itu tidak bisa ditanda tanganin hanya satu
menteri, menteri yang berkaitan dengan menteri yang membidangi UIN,
pada saat itukan Departemen Agama penandatanganan rumah dinas itu
tidak boleh tanda tangan satu menteri, harusnya ada menteri Keuangan
karena itu berkaitan dengan anggaran negara, harus ada berkaitan dengan
tandangan SK dari menteri PU karena semua pembangunan fisik di
Indoneisa yang menyangkut tanah negara, aset negara itu juga harus
berkaitan dengan PU, berkaitan lagi dengan perumah rakyat, berkaitan lagi
dengan Segnet karena itu berkaiatan dengan aset negara. Jadi Menteri
Agama pada saat itu mewakili empat menteri lainnya menandatangani
rumah dinas, menyatakan bahwa komplek rumah yang kami tinggali ini
adalah rumah dinas, tapi ada pihak UIN bilang itu juga namanya komplek
UIN ya otomatis milik UIN, bukan, komplek kami dinamakan komplek
UIN karena mayoritas itu namanya istilah aja komplek UIN, karena di
komplek kami itu ditinggali warga pertama warga sebagai pengajar,
pejabat di UIN dan Depag, terus ada lagi pejabat di Angkatan Darat,
pejabat di Kepolisian, pejabat di Departemen Kesehatan, jadi ada tuh
orang perumahan Depag, orang departemen kesehatan, ada Departemen
Angkatan Darat, ada Kepolisian, kalau memang itu murni rumah dinas
Departemen Agama UIN itu semuanya orang UIN, ini engga, ada orang
lain disitu.
P : Kan ada tim yang terdiri dari Profesor Doktor Khotibul umam sama tim
anak muda komplek UIN, itu sama aja apa gimana pak?
148
ISK : Mereka orang-orang tua kami, kami bergerak atas, jadi gini prinsip kerja
dari tim muda ini bagaimana dari orang tua, kita kan pembantu, ya orang
tua kan sudah keterbatasan umur, tua secara fisik, tidak heran kamilah
yang bergerak, ya istilahnya kalau kami berpangku tangan istilahnya
engga nanganin kasus ini masa sih udah dari kecil kita dididik orang tua,
segala macam udah orangtua kita udah kakek-kakek udah nenek-nenek
masih kita suruh urus juga kan keterlaluan. Jadi kita ingin berjuang salah
satu bukti bahwa kami berbakti pada orang-orang tua. Karena kami juga
engga mau masuk fenomena yang lagi di Indonesia murid ngusir gurunya,
anak ngusir orang tuanya, kami tidak mau masuk kelompok itu. kami siap
mempertanggung jawabkannya kalau ada pejabat UIN ama Depag ini
komplain mencemarkan nama baik, kami siap dipengadilan, itu coretannya
itu, kami bisa mempertanggungjawabkan.
P : Mengenai nama jalan nih pak, ada nama jalan apa aja pak di komplek
perumahan UIN ini?
ISK : Kalau patokan dilokasi dari mulai sebelah masjid Fathullah komplek
UIN ini sampe perbatesan dengan MP dan Aliyah, kalau Timurnya sampe
ke sini Taymia enam sebelum kampus dua gerbang belakang, selatannya
sampe asrama putra
149
LAMPIRAN 3
FOTO DOKUMENTASI
150
1. Dokumentasi Peneliti bersama Informan KH (Foto sebelah kiri) dan Peneliti
bersama Informan ISK (Foto sebelah kanan) setelah selesai wawancara.
2. Dokumentasi Master Plan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode tahun
2012 sampai tahun 2026.
151
3. Dokumentasi Surat undangan silaturahmi yang diadakan oleh UIN Jakarta
kepada penghuni perumahan dosen UIN.
4. Dokumentasi Surat Undangan Mediasi dari DPRD Tangerang Selatan
Kepada UIN Jakarta dan penghuni perumahan dosen UIN.
152
5. Dokumentasi salah satu bentuk perlawan penghuni perumahan dosen UIN
kepada UIN Jakarta
6. Kondisi salah satu rumah di perumahan dosen UIN yang telah dibongkar
(sebelah kiri) dan yang belum dibongkar (sebelah kanan).
153
LAMPIRAN 4
SURAT PERMOHONAN
PERUBAHAN STATUS
RUMAH DINAS
154
155
LAMPIRAN 5
SURAT IZIN PENGHUNIAN
(SIP)
156
157
158
159
160
161
162
163
164
LAMPIRAN 6
SURAT PENGANTAR
PERMOHONAN
WAWANCARA/MENCARI
DATA
165