kondisi tenaga kerja di indonesia

7
Kondisi Tenaga Kerja Di Indonesia Bab I A. Latar Belakang Permasalahan tenaga kerja di Indonesia semakin berat. Bagaimana tidak berat, angka pengangguran saja sudah mencapai 38,3 juta jiwa. Dari angka itu tercatat 8,1 juta yang menganggur total atau tidak bekerja sama sekali dan tidak memiliki penghasilan. Sementara yang 30,2 juta, itu setengah menganggur, atau mereka yang bekerja di bawah 35 jam. Bahkan, bila ada buruh yang dibayar UMR, meski bekerja selama 40 jam, tak cukup untuk memenuhi standar hidupnya. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang. Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang. Bab II A. Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia 1. Pengangguran dan pendidikan rendah Masalah di atas pada akhirnya tali temali menghadirkan implikasi buruk dalam pembangunan hukum di Indonesia. Bila ditelusuri lebih jauh keempat masalah di atas dapatlah disimpulkan bahwa akar dari semua masalah itu adalah karena ketidakjelasan politik ketenagakerjaan nasional. Sekalipun dasar-dasar konstitusi UUD 45 khususnya pasal 27 dan pasal 34 telah memberikan amanat yang cukup jelas bagaimana seharusnya negara memberikan perlindungan terhadap buruh/pekerja. Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja. Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain: perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan dalam proses ekspor impor, dll. Menurut data BPS angka pengangguran pada tahun 2002, sebesar 9,13 juta penganggur terbuka, sekitar 450 ribu diantaranya adalah yang berpendidikan tinggi. Bila dilihat dari usia penganggur sebagian besar (5.78 juta) adalah pada usia muda (15- 24 tahun). Selain itu terdapat sebanyak 2,7 juta penganggur merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (hopeless). Situasi seperti ini akan sangat berbahaya dan mengancam stabilitas nasional. Masalah lainnya adalah jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari jam kerja normal 35 jam per minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja pada

Upload: spellcaster

Post on 23-Jan-2016

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ytf

TRANSCRIPT

Page 1: Kondisi Tenaga Kerja Di Indonesia

Kondisi Tenaga Kerja Di IndonesiaBab I

A. Latar Belakang

Permasalahan tenaga kerja di Indonesia semakin berat. Bagaimana tidak berat, angka pengangguran saja

sudah mencapai 38,3 juta jiwa. Dari angka itu tercatat 8,1 juta yang menganggur total atau tidak bekerja sama

sekali dan tidak memiliki penghasilan. Sementara yang 30,2 juta, itu setengah menganggur, atau mereka yang

bekerja di bawah 35 jam. Bahkan, bila ada buruh yang dibayar UMR, meski bekerja selama 40 jam, tak cukup

untuk memenuhi standar hidupnya.

Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan

ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan

kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan

pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama

kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat

pembangunan dalam jangka panjang.

Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan

potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong

peningkatan keresahan sosial dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.

Bab II

A. Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia

1. Pengangguran dan pendidikan rendah

Masalah di atas pada akhirnya tali temali menghadirkan implikasi buruk dalam pembangunan hukum di

Indonesia. Bila ditelusuri lebih jauh keempat masalah di atas dapatlah disimpulkan bahwa akar dari semua

masalah itu adalah karena ketidakjelasan politik ketenagakerjaan nasional. Sekalipun dasar-dasar konstitusi

UUD 45 khususnya pasal 27 dan pasal 34 telah memberikan amanat yang cukup jelas bagaimana seharusnya

negara memberikan perlindungan terhadap buruh/pekerja.

Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari

jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang

efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja. Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan

terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain: perusahaan yang menutup/mengurangi

bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat

inventasi; hambatan dalam proses ekspor impor, dll.

Menurut data BPS angka pengangguran pada tahun 2002, sebesar 9,13 juta penganggur terbuka, sekitar 450

ribu diantaranya adalah yang berpendidikan tinggi. Bila dilihat dari usia penganggur sebagian besar (5.78 juta)

adalah pada usia muda (15-24 tahun). Selain itu terdapat sebanyak 2,7 juta penganggur merasa tidak mungkin

mendapat pekerjaan (hopeless). Situasi seperti ini akan sangat berbahaya dan mengancam stabilitas nasional.

Masalah lainnya adalah jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari jam kerja normal 35 jam per

minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja pada

jabatan yang lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang mengakibatkan produktivitas rendah.

Dengan demikian masalah pengangguran terbuka dan setengah penganggur berjumlah 38 juta orang yang

harus segera dituntaskan.

Keadaan Angkatan Kerja dan Keadaan Kesempatan Kerja

Masalah pengangguran dan setengah pengangguran tersebut di atas salah satunya dipengaruhi oleh besarnya

angkatan kerja. Angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2002 sebesar 100,8 juta orang. Mereka ini didominasi

oleh angkatan kerja usia sekolah (15-24 tahun) sebanyak 20,7 juta. Pada sisi lain, 45,33 juta orang hanya

berpendidikan SD kebawah, ini berarti bahwa angkatan kerja di Indonesia kualitasnya masih rendah.

Page 2: Kondisi Tenaga Kerja Di Indonesia

Keadaan lain yang juga mempengaruhi pengangguran dan setengah pengangguran tersebut adalah keadaan

kesempatan kerja. Pada tahun 2002, jumlah orang yang bekerja adalah sebesar 91,6 juta orang. Sekitar 44,33

persen kesempatan kerja ini berada disektor pertanian, yang hingga saat ini tingkat produktivitasnya masih

tergolong rendah. Selanjutnya 63,79 juta dari kesempatan kerja yang tersedia tersebut berstatus informal.

Dan selama hampir 25 tahun lebih pemerintah Indonesia percaya, dengan jenis investor ini, sampai kemudian

disadarkan oleh kenyataan pahit bahwa jenis industri seperti itu adalah jenis industri yang paling gemar

melakukan relokasi. Pemindahan lokasi industri ke negara yang menawarkan upah buruh yang lebih kecil,

peraturan yang longgar, dan buruh yang melimpah. Mereka diberikan gelar industri tanpa kaki (foot loose

industries), karena kemudahan mereka melangkah dari satu negara ke negara lainnya.

Indonesia yang mendapat era reformasi tahun 1998 secara ambisius meratifikasisemua konvensi dasar ILO (a

basic human rights conventions) yaitu; kebebasan berserikat dan berunding, larangan kerja paksa, penghapusan

diskriminasi kerja, batas minimum usia kerja anak, larangan bekerja di tempat terburuk. Ditambah dengan

kebijakan demokratisasi baru dibidang politik, telah membuat investor tanpa kaki ini kuatir bahwa demokratisasi

baru selalu diikuti dengan diperkenalkannya

Undang-undang baru yang melindungi dan menambah kesejahteraan buruh. Bila ini yang terjadi maka

konsekuensinya akan ada peningkatan biaya tambahan (labor cost maupun overheadcost). Bagi perusahaan

yang masih bisa mentolerir kenaikan biaya operasional ini, mereka akan mencoba terus bertahan, tetapi akan

lain halnya kepada perusahaan yang keunggulan komparatifnya hanya mengandalkan upah murah dan

longgarnya peraturan, mereka akan segera angkat kaki ke negara yang menawarkan fasilitas bisnis yang lebih

buruk.

Itulah sebabnya sejak tahun 1999-2002 diperkirakan jutaan buruh telah kehilangan pekerjaan karena

perusahaannya bangkrut atau re-lokasi ke Cina, Kamboja atau Vietnam. Jenis indusri seperti ini sudah lama

hilang dari negara-negara industri maju, karena sistem perlindungan hukum dan kuatnya serikat buruh telah

membuat industri ini hengkang ke negara lain.

Investor yang datang ke sektor ini adalah investor yang berbisnis dengan memanfaatkan potensi sumber daya

alam kita, bukan karena sumber daya manusia yang melimpah. Industri ini juga tidak mengenal re-Iokasi (kecuali

kaJau sudah habis masa eksplorasi). Karena tidak di semua tempat ada tersedia sumber daya alam yang

melimpah. Mengandalkan terus-menerus industri ke sektor padat karya manufaktur, akanhanya membuat buruh

Indonesia seperti hidup seperti dalam ancaman bom waktu.

Rentannya hubungan kerja akibat buruknya kondisi kerja, upah rendah. PHK semenamena dan perlindungan

hukum yang tidak memadai, sebenarnya adalah sebuah awal munculnya rasa ketidakadilan dan potensi

munculnya kekerasan. Usaha keras dan pembenahan radikal harus dilakukan untuk menambah percepatan

investor baru. Saya sangat sedih mendengar berita tentang minimnya atase perdagangan Indonesia yang

mempromosikan potensi keunggulan ekonomi kita. Indonesia dengan penduduk 210 juta Singapura, dengan

penduduk 4 juta memiliki 125 atase perdagangan, Thailand dengan penduduk 60 juta punya 75 atase, Malaysia

80, Philippine 45. Bagaimana mungkin negara lain tahu ada potensi kita bila tenaga yang mempromosikannya

hanya 25 orang.

Potensi investasi di banyak negara berkembang juga dapat kita temukan di web-site khusus mereka, yang

disediakan untuk menarik investor asing potensial. Di dalam situs itu bisa ditemukan (bahkan infofmasi setiap

daerah) potensi bisnis apa yang layak dikembangkan. Indonesia sejauh yang saya ketahui tidak punya situs

informasi secanggih itu. Selain itu, poIitik nasional kita juga tidak memiIiki komitmen sungguh-sungguh untuk

meningkatkan kualitas SDM, terbukti dengan minimnya alokasi dana APBN yang disepakati politisi dan

pemerintah untuk anggaran pendidikan. Rasio anggaran pendidikan Indonesia untuk untuk pendidikan hanya

1.6% dari PDB. Sementara itu Thailand 3,6. Singapura 2.3 dan India 3.3. Itu sebabnya banyak sekolah SD yang

tidak mempunyai guru atau hanya mempunyai 1 atau 2 orang guru yang mengajar semua kelas 1 sampai kelas

6.

Page 3: Kondisi Tenaga Kerja Di Indonesia

2. Minimnya perlindungan hukum dan rendahnya upah

Dalam kamus modern serikat buruh, hanya ada dua cara melindungi buruh yaitu; Pertama, melalui undang-

undang perburuhan. MeIalui undang-undang buruh akan terlindungi secara hukum, mulai dari jaminan negara

memberikan pekerjaan yang layak, melindunginya di tempat kerja (kesehatan dan keselamatan kerja dan upah

layak) sampai dengan pemberian jaminan sosial setelah pensiun.

Kedua, melalui serikat buruh. Sekalipun undang-undang perburuhan bagus, tetapi buruh tetap memerlukan

kehadiran serikat buruh untuk pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB ). PKB adalah sebuah dokumen

perjanjian bersama antara majikan dan buruh yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hanya

melalui serikat buruhlah – bukan melalui LSM ataupun partai politik – bisa berunding untuk mendapatkan hak-

hak tambahan (di luar ketentuan UU) untuk menambah kesejahteraan mereka.

3. Penurunan Pekerja Sektor Formal

Jumlah orang yang bekerja di sektor formal terus mengalami penurunan semenjak tahun 2000 dan terus turun

hingga lebih dari 1 juta lapangan kerja yang hilang di tahun 2003. Kondisi ini terutama terlihat sekali pada

kelompok pekerja kasar. Di lain pihak, pekerja di sektor informal menunjukkan gejala yang terus meningkat.

Pada tahun 2003 terdapat peningkatan sekitar 400.000pekerja. Jumlah pekerja di sektor pertanian, dimana

kebanyakan berada pada sektor informal, juga kembali meningkat dari 40 persen pada tahun 1997 menjadi

sekitar 46,3 persen pada tahun 2003. Kecenderungan ini merupakan gambaran bahwa pekerjaan yang lebih

produktif, dengan sistem jaminan socials yang memadai sedang mengalami penurunan, digantikan dengan

pekerjaan yang kurang produktif dan tanpa proteksi sosial.

Penciptaan lapangan kerja yang mengecewakan saat ini amat berbeda jauh dengan pengalaman Indonesia di

masa lalu. Sebelum krisis pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh ekspor dengan investasi tinggi merupakan

sumber utama penyerapan tenaga kerja. Antara tahun 1990 hingga 1995, industri berorientasi ekspor beserta

berbagai industri pendukungnya diperkirakan telah menyediakan separuh dari total pekerjaan yang ada.

B. Solusi masalah ketenagakerjaan di Indonesia

Secara umum kita dapat mengatasi berbagai masalah ketenagakerjaan melalui berbagai upaya praktis seperti

berikut:

1.  Mendorong Investasi

Mengharapkan investasi dari luar negeri kenyataannya belum menunjukkan hasil yang berarti selama tahun

2006 lalu. Para investor asing mungkin masih menunggu adanya perbaikan iklim investasi dan beberapa

peraturan yang menyangkut aspek perburuhan. Kalau upaya terobosan lain tidak dilakukan, khawatir masalah

pengangguran ini akan bertambah terus pada tahun-tahun mendatang.

Hasil survei menunjukkan bahwa selain stabilitas makroekonomi, investor juga menyoroti masalah kebijakan

yang tidak pasti dan korupsi. Selain itu regulasi masalah tenaga kerja juga seringkali menjadi perhatian utama.

Peningkatan investasi membutuhkan serangkaian reformasi struktural, termasuk menurunkan tingkat korupsi,

memperbaiki sistem dan administrasi perpajakan, mendorong terciptanya kepastian hukum serta menyediakan

infrastruktur yang memadai. Sudah barang tentu reformasi semacam ini membutuhkan waktu yang cukup

panjang agar dapat memberikan hasil yang optimal. Namun demikian, dengan memperkenalkan kebijakan-

kebijakan yang kredibel serta mengambil langkah-langkah yang menunjukkan komitmen pada reformasi, akan

mendorong kepercayaan dan meningkatkan investasi secara lebih cepat.

Hal ini dapat dilihat dari catatan Badan Pusat Statistk tahun 2005, bahwa setiap 1% kenaikan pertumbuhan

ekonomi dari kontribusi UMKM akan mampu diserap sekitar 512 ribu angkatan kerja baru. Oleh karena itu, maka

kita harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui investasi oleh UMKM. Bagaimana mendorong

investasi di sektor UMKM dan pada sektor mana saja yang perlu mendapatkan perhatian. Dari data BPS

tersebut terungkap bahwa beberapa sektor yang memberikan kontribusi besar dalam pembentukan PDB yang

pertanian, khususnya sub-sektor agribisnis dan agroindustri, seperti minyak nilam, industri olahan dari produk

kelapa, seperti sabut kelapa, tempurung kelapa, VCO Virgin Coconut Oil, dan berbagai produk kelapa lainnya.

Page 4: Kondisi Tenaga Kerja Di Indonesia

Beberapa produk perikanan dan kelautan juga sangat potensial untuk dikembangkan seperti udang, ikan kerapu

dan rumput laut dan beberapa jenis budidaya perikanan dan kelautan lainnya. Sektor industri manufaktur dan

kerajinan, khususnya untuk industri penunjang - supporting industries seperti komponen otomotif, elektronika,

furnitur, garmen dan produk alas kaki juga memberikan kontribusi besar dalam pertumbuhan dan penyerapan

tenaga kerja. Penulis juga mencermati banyak sekali produkproduk IT dan industri manufaktur yang sangat

dibutuhkan, baik untuk pasar domestik, maupun untuk pasar ekspor. Di samping kedua sektor tersebut, sector

jasa keuangan, persewaan, jasa konsultasi bisnis dan jasa lainnya juga memiliki prospek baik untuk

dikembangkan.

2. Memperbaiki daya saing

Daya saing ekspor Indonesia bergantung pada kebijakan perdagangan yang terus menjaga keterbukaan,

disamping menciptakan fasilitasi bagi pembentukan struktur ekspor yang sesuai dengan ketatnya kompetisi

dunia. Dalam jangka pendek, Indonesia dapat mendorong ekspor dengan mengurangi berbagai biaya yang

terkait dengan ekspor itu sendiri serta meningkatkan akses kepada pasar internasional. Kebijakan yang dapat

dipakai untuk mengontrol biaya-biaya tersebut diantaranya i) Menjaga kestabilan dan daya saing nilai tukar ii)

Memastikan peningkatan tingkat upah yang moderat sejalan dengan peningkatan produktifitas iii) Akselerasi

proses restitusi PPn dan restitusi bea masuk impor bagi para eksportir dan iv) Meningkatkan kemampuan

fasilitas pelabuhan dan bandara dan infrastruktur jalan untuk mengurangi biaya transportasi.

Selanjutnya, pemerintah dapat berupaya lebih keras lagi dalam menegosiasikan akses yang lebih besar ke pasar

internasional pada pembicaraan perdagangan multilateral Putaran Doha terbaru. Karena Indonesia telah

mempunyai kebijakan rezim perdagangan yang sangat terbuka, pemerintah dapat meminta pemotongan bea

masuk dan pembebasan atas berbagai pengenaan bea masuk bukan ad-valorem oleh negara-negara maju,

dengan dampak yang kecil bagi kebijakan proteksi Indonesia sendiri.

Hal yang juga harus menjadi perhatian bagi Indonesia adalah penyelesaian berbagai masalah yang dihadapi

oleh buruh migran, baik di dalam maupun diluar negeri. Meski buruh migran harus dilihat sebagai solusi

sementara untuk mengatasi persoalan pengangguran, Indonesia masih dapat melakukan banyak hal dalam

meningkatkan akses lapangan pekerjaan di luar negeri bagi warga negaranya. Lebih khusus lagi pemerintah

dapat menggunakan forum Putaran Doha untuk meminta akses yang lebih baik bagi pekerja Indonesia di luar

negeri. Di saat bersamaan pemerintah juga harus berusaha meningkatkan kesejahteraan pekerja migran

tersebut.

3. Meningkatkan Fleksibilitas tenaga kerja

Indonesia memiliki aturan ketenagakerjaan yang paling kaku serta menimbulkan biaya paling tinggi di Asia

Timur. Sebagai contoh, biaya untuk mengeluarkan pekerja sangatlah tinggi; pesangon yang harus dibayarkan

mencapai 9 bulan gaji. Tentunya kebijakan pasar tenaga kerja harus berimbang antara penciptaan pasar tenaga

kerja yang fleksibel dengan kebutuhan untuk memberikan perlindungan dan keamanan bagi tenaga kerja.

Memang akan sulit menjaga keseimbangan antara keinginan pengusaha dengan pekerja, namun perundang-

undangan ketenagakerjaan yang barubaru ini disahkan2, memberi kemungkinan untuk terciptanya consensus

diantara pengusaha dan serikat pekerja.

Meski demikian, beberapa undang-undang yang belum disetujui dapat berpotensi meningkatkan biaya usaha

yang tidak perlu. Padahal pemberian perlindungan bagi hak-hak pekerja dapat ditempuh dengan cara lain.

Misalnya, ketimbang membatasi atau melarang outsourcing, pemerintah dapat menempuh jalan lain dengan cara

menegakkan hak-hak pekerja pada perusahaan-perusahaan yang menjadi sub-kontraktor. Tidak adanya

kejelasan mengenai Rencana Undang-Undang Sistem Kesejahteraan Sosial yang akan disahkan, juga

menambah tingkat ketidakpastian bagi investor. Hal ini dapat berpengaruh buruk pada keputusan untuk

mempekerjakan tenaga kerja baru di tingkat perusahaan. Oleh karena itu, pelaksanaan berbagai peraturan

perburuhan dan RUU Perlindungan sosial memerlukan persiapan yang matang dan melibatkan masyarakat

Page 5: Kondisi Tenaga Kerja Di Indonesia

secara luas. Langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan fleksibilitas tenaga

kerja antara lain:

• Menyelesaikan pelaksanaan perundang-undangan tenaga kerja dan berkonsentrasi pada dua isu utama yang

mendapat perhatian para pengusaha yaitu: i) keleluasaan dalam mempekerjakan pekerja kontrak dan ii)

keleluasaan dalam melakukan outsourcing, dengan menekankan para sub-kontraktor untuk memenuhi hak-hak

pekerja mereka.

• Menciptakan peradilan tenaga kerja, sebagaimana yang diatur dalam undang-undang perselisihan hubungan

industrial. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat proses penyelesaian perselisihan tenaga kerja.

• Membentuk tim ahli dalam menentukan tingkat upah minimum. Pemerintah pusat dapat menjalankan

kewenangan untuk membatasi peningkatan upah minimum di daerah.

• Jika diperlukan, merevisi Undang-undang mengenai Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional yang baru disahkan

dan membentuk komisi tingkat tinggi yang bertugas mendesain sistem kesejahteraan nasional. Sistem ini harus

dapat dilaksanakan dan mendukung penciptaan lapangan pekerjaan.

4. Peningkatan Keahlian Pekerja

Pemerintah seharusnya dapat meningkatkan kemampuan angkatan kerja. Lemahnya kemampuan pekerja

Indonesia dirasakan sebagai kendala utama bagi investor. Rendahnya keahlian ini akan mempersempit ruang

bagi kebijakan Indonesia untuk meningkatkan struktur produksinya. Walaupun pada saat sebelum krisis

pendidikan di Indonesia mencapai kemajuan yang luar biasa, dalam segi kuantitas, kualitas pendidikan masih

tertinggal dibandingkan dengan negara-negara pesaing lainnya. Pemerintah harus lebih menekankan

pencapaian tujuan di bidang pendidikan formal dengan mereformasi sistem pendidikan, sesuai dengan prinsip

dan manfaat dari proses desentralisasi.

Di lain pihak sektor swasta juga dapat berperan dalam peningkatan mutu pendidikan dan meningkatkan keahlian

angkatan kerja. Dalam hal ini, perusahaan-perusahaan di Indonesia belum menunjukkan partisipasi yang cukup

aktif dibandingkan dengan negara- negara lain. Hanya sekitar 23 persen perusahaan di Indonesia yang

menawarkan pelatihan formal kepada pekerja mereka dibandingkan dengan 42 persen di Malaysia dan 69

persen di China. Pengurangan pajak yang dikenakan pada biaya pelatihan merupakan salah satu langkah

pemerintah untuk meningkatkan kualitas angkatan kerja.

Bab III

Kesimpulan

Kondisi ketenagakerjaan di indonesia amatlah kurang dari harapan. Angka pengangguran masih sangat tinggi,

kualitas pekerja yang kurang memadai dan berbagai factor lain yang turut memburuk kondisi tenaga kerja di

Indonesia. Kebijakan pemerintah berkenaan dengan ketenagakerjaan Indonesia belumlah cukup untuk

mengentaskan para pekerja dari kemiskinan.

Saran

Pemerintah dilarang mengambil keuntungan apapun dari Jamsostek, bahkan sebaliknya. Pemerintah yang

bertanggungjawab, harus memberikan kontribusi setiap tahun, sehingga buruh bisa hidup layak. Pemerintah

harus segera merubah sistem jaminan sosial ketenagakerjaan, sehingga buruh korban PHK danburuh pensiunan

akan mendapat tunjangan layak dari Jamsostek. Sistem Jaminan sosial ketenagakerjaan yang baik akan

mengurangi kriminalitas sosial. Diberikan jaminan penegakan hukum dan kepastian berusaha terhadap investor,

sehingga investor tidak bingung terhadap banyaknya prosedur “tidak resmi” dalam proses pengurusan usaha,

dan biaya-biaya yang tidak tercatat. Faktor inilah membuat pengusaha enggan berusaha di Indonesi sehingga

menyulitkan dalam menyalurka tenaga kerja

http://bayumusty.blogspot.com/2011/12/kondisi-tenaga-kerja-di-indonesia.html