kondisi habitat dan kaitannya dengan jumlah penyu …

10
195 Kondisi Habitat dan Kaitannya ..... Berau-Kalimantan Timur (Dharmadi & N.N.Wiadnyana) KONDISI HABITAT DAN KAITANNYA DENGAN JUMLAH PENYU HIJAU (Chelonia mydas) YANG BERSARANG DI PULAU DERAWAN, BERAU-KALIMANTAN TIMUR Dharmadi 1) dan Ngurah Nyoman Wiadnyana 1) 1) Peneliti pada Pusat Riset Perikanan Tangkap, Ancol-Jakarta Teregristrasi I tanggal: 24 Oktober 2007; Diterima setelah perbaikan tanggal: 30 Januari 2008; Disetujui terbit tanggal: 7 April 2008 ABSTRAK Chelonia mydas merupakan spesies penyu yang paling umum dari 6 spesies yang ditemukan di Indonesia. Dewasa ini, jumlah penyu hijau banyak mengalami penurunan, karena berbagai faktor seperti ada perburuan dan pengambilan telur penyu secara ilegal, serta terjadi degradasi habitat. Dalam penelitian ini dipelajari kondisi habitat peneluran dan fluktuasi jumlah penyu hijau (Chelonia mydas) yang mendarat di Pulau Derawan, Kabupaten Berau-Kalimantan Timur, yang diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pengelolaan habitat penyu. Penelitian yang dilakukan pada bulan Maret dan September 2006 menggunakan metode survei dan pengamatan langsung di lapangan. Deskripsi dari habitat penyu bertelur adalah daratan luas dan landai yang terletak di atas bagian pantai dengan rata-rata kemiringan 30° serta di atas pasang surut antara 30 sampai dengan 50 m. Kondisi pantai berpasir tidak kurang dari 90% dan sisa debu maupun tanah liat dengan diameter butiran halus sampai dengan sedang. Jumlah penyu yang mendarat di Pulau Derawan 408 ekor pada tahun 2004 menurun menjadi 168 ekor pada tahun 2005. Penurunan jumlah penyu hijau (Chelonia mydas) yang mendarat di Pulau Derawan disebabkan oleh menurunnya kondisi lingkungan pantai akibat meningkatnya aktivitas masyarakat, berkurangnya kerapatan vegetasi pantai akibat abrasi, dan berkurangnya ruang tempat peneluran karena pembangunan rumah wisata di pinggir pantai di Pulau Derawan. KATA KUNCI: habitat, penyu hijau, Pulau Derawan, Kalimantan Timur ABSTRACT: Habitat condition and its relation to the number of green turtle (Chelonia mydas) nesting in Derawan Island, Berau-East Kalimantan. By: Dharmadi and Ngurah N. Wiadnyana Green turtle is a most common of six turtles species found in Indonesia. Actualy, this turtle population has much decreased, due to some factors, such as turtle hunting and turtle eggs taking illegally as well as habitat degradation occurrence. The current work studied the condition of nesting habitat and the fluctuation of green turtle (Chelonia mydas) population landed in Derawan Island, Berau District in East Kalimantan, with hope that the results are usefull as input for better management of sea turtle habitat. The study that was conducted on March and September 2006 used survey methods and direct observation in the field. Habitat description of green turtle (Chelonia mydas) shows that the area for nesting is the sandy coast of less than 30° slope, silt as well as compacted beach with small and medium grains diameter, and the difference between low and high tide is 30 to 50 cm. Green turtle (Chelonia mydas) number in the nesting area of Derawan Island was 408 individuals in 2004 and decreased to about 168 individuals in 2005. This condition might be caused by the degradation of nesting habitat environment due to the increase of human activity, decrease of coastal vegetation density by coastal abration, and decrease of nesting habitat caused by the builts of housing and resort in the coastal area of Derawan Island. KEYWORDS: nesting habitat, green turtle, Derawan Island, Berau, East Kalimantan PENDAHULUAN Seperti yang dikatakan oleh pakar di bidang penyu bahwa di dunia terdapat 7 jenis penyu dan 6 jenis antara lain dapat ditemukan di perairan Indonesia yaitu penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu lekang ( Lepidochelys olivacea ), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu tempayan (Caretta caretta), penyu pipih (Natator depressus), dan penyu hijau (Chelonia mydas). Beberapa jenis penyu tersebut ditemukan juga di perairan negara-negara ASEAN (Abdullah et al., 2005). Salah satu jenis penyu yang paling banyak ditemukan di perairan Samudera Hindia, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur adalah penyu hijau (Chelonia mydas) (Suwelo, 2005). ___________________ Korespondensi penulis: Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur-Jakarta 14430, Telp. (021) 64711940, Fax. (021) 6402640, E-mail: [email protected]

Upload: others

Post on 14-Mar-2022

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

195

Kondisi Habitat dan Kaitannya ..... Berau-Kalimantan Timur (Dharmadi & N.N.Wiadnyana)

KONDISI HABITAT DAN KAITANNYA DENGAN JUMLAH PENYU HIJAU(Chelonia mydas) YANG BERSARANG DI PULAU DERAWAN,

BERAU-KALIMANTAN TIMUR

Dharmadi1) dan Ngurah Nyoman Wiadnyana1)

1) Peneliti pada Pusat Riset Perikanan Tangkap, Ancol-Jakarta

Teregristrasi I tanggal: 24 Oktober 2007; Diterima setelah perbaikan tanggal: 30 Januari 2008;

Disetujui terbit tanggal: 7 April 2008

ABSTRAK

Chelonia mydas merupakan spesies penyu yang paling umum dari 6 spesies yang ditemukan diIndonesia. Dewasa ini, jumlah penyu hijau banyak mengalami penurunan, karena berbagai faktorseperti ada perburuan dan pengambilan telur penyu secara ilegal, serta terjadi degradasi habitat.Dalam penelitian ini dipelajari kondisi habitat peneluran dan fluktuasi jumlah penyu hijau (Cheloniamydas) yang mendarat di Pulau Derawan, Kabupaten Berau-Kalimantan Timur, yang diharapkandapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pengelolaan habitat penyu. Penelitian yang dilakukanpada bulan Maret dan September 2006 menggunakan metode survei dan pengamatan langsung dilapangan. Deskripsi dari habitat penyu bertelur adalah daratan luas dan landai yang terletak di atasbagian pantai dengan rata-rata kemiringan 30° serta di atas pasang surut antara 30 sampai dengan50 m. Kondisi pantai berpasir tidak kurang dari 90% dan sisa debu maupun tanah liat dengandiameter butiran halus sampai dengan sedang. Jumlah penyu yang mendarat di Pulau Derawan 408ekor pada tahun 2004 menurun menjadi 168 ekor pada tahun 2005. Penurunan jumlah penyu hijau(Chelonia mydas) yang mendarat di Pulau Derawan disebabkan oleh menurunnya kondisi lingkunganpantai akibat meningkatnya aktivitas masyarakat, berkurangnya kerapatan vegetasi pantai akibatabrasi, dan berkurangnya ruang tempat peneluran karena pembangunan rumah wisata di pinggirpantai di Pulau Derawan.

KATAKUNCI: habitat, penyu hijau, Pulau Derawan, Kalimantan Timur

ABSTRACT: Habitat condition and its relation to the number of green turtle (Chelonia mydas)nesting in Derawan Island, Berau-East Kalimantan. By: Dharmadi and Ngurah N.Wiadnyana

Green turtle is a most common of six turtles species found in Indonesia. Actualy, this turtle populationhas much decreased, due to some factors, such as turtle hunting and turtle eggs taking illegally as wellas habitat degradation occurrence. The current work studied the condition of nesting habitat and thefluctuation of green turtle (Chelonia mydas) population landed in Derawan Island, Berau District inEast Kalimantan, with hope that the results are usefull as input for better management of sea turtlehabitat. The study that was conducted on March and September 2006 used survey methods and directobservation in the field. Habitat description of green turtle (Chelonia mydas) shows that the area fornesting is the sandy coast of less than 30° slope, silt as well as compacted beach with small andmedium grains diameter, and the difference between low and high tide is 30 to 50 cm. Green turtle(Chelonia mydas) number in the nesting area of Derawan Island was 408 individuals in 2004 anddecreased to about 168 individuals in 2005. This condition might be caused by the degradation ofnesting habitat environment due to the increase of human activity, decrease of coastal vegetationdensity by coastal abration, and decrease of nesting habitat caused by the builts of housing andresort in the coastal area of Derawan Island.

KEYWORDS: nesting habitat, green turtle, Derawan Island, Berau, East Kalimantan

PENDAHULUAN

Seperti yang dikatakan oleh pakar di bidang penyubahwa di dunia terdapat 7 jenis penyu dan 6 jenisantara lain dapat ditemukan di perairan Indonesiayaitu penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyulekang (Lepidochelys olivacea), penyu sisik(Eretmochelys imbricata), penyu tempayan (Caretta

caretta), penyu pipih (Natator depressus), dan penyuhijau (Chelonia mydas). Beberapa jenis penyu tersebutditemukan juga di perairan negara-negara ASEAN(Abdullah et al., 2005). Salah satu jenis penyu yangpaling banyak ditemukan di perairan Samudera Hindia,Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan KalimantanTimur adalah penyu hijau (Chelonia mydas) (Suwelo,2005).

___________________Korespondensi penulis:Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur-Jakarta 14430, Telp. (021) 64711940, Fax. (021) 6402640, E-mail: [email protected]

196

Jenis penyu hijau (Chelonia mydas) yang dapatmencapai ukuran panjang 90 cm dengan bobot 150kg, adalah yang paling banyak diburu karenamempunyai nilai ekonomis paling tinggi antara lain 6jenis penyu lain. Berdasarkan pada PeraturanPemerintah No.7 tahun 1999 tentang pengawetanjenis tumbuhan dan satwa dan Peraturan PemerintahNo.8 tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhandan satwa liar, penyu hijau (Chelonia mydas) barudimasukan dalam daftar yang dilindungi. Hal ini,disebabkan oleh kenyataan di lapangan bahwa jumlahpenyu hijau (Chelonia mydas) mengalami penurunansecara drastis akibat perburuan secara terus-menerusbahkan seringkali tertangkap nelayan yangmenggunakan pancing maupun jaring. Tingkateksploitasi yang tinggi dan perburuan secara intensifserta kerusakan habitat menyebabkan jumlah penyuhijau (Chelonia mydas) cenderung menurun setiaptahun. Jumlah produksi telur yang semakin rendahdari tahun ke tahun dan semakin sedikit jumlah penyubetina yang bertelur di berbagai lokasi peneluranmerupakan kenyataan yang terjadi di lapangan (Nuitja,1992).

Kebiasaan penyu adalah selalu bermigrasi darisatu pulau ke pulau lain (migratory species) karenahampir seluruh siklus hidup dihabiskan di laut lepas,mengarungi samudera luas melintasi batas teritorialsuatu negara. Pada periode tertentu ketika musimbertelur tiba, kadang-kadang penyu betina akanmencari lokasi peneluran di pantai-pantai yang sesuaitermasuk di perairan pantai pulau-pulau kecil yangterletak di daerah perbatasan satu negara dengannegara lain.

Pulau Derawan merupakan salah satu pulau yangmemiliki habitat yang menarik bagi penyu untukmelakukan aktivitas bertelur. Dalam pembagianwilayah, pulau ini termasuk dalam PemerintahanDaerah Kabupaten Berau, Kalimantan Timur yangterkenal sebagai daerah peneluran terbesar penyu hijau(Chelonia mydas) di Indonesia. Karena terjadipeningkatan penangkapan dan pengambilan telurpenyu secara ilegal di Kepulauan Derawanmenyebabkan berkurangnya jumlah biota tersebut.Selain itu, penurunan jumlah penyu dapat jugadiakibatkan oleh kondisi habitat peneluran yangsemakin mengkhawatirkan karena dampak dariberbagai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakatsetempat. Perburuan penyu semakin meningkat sejak2 dekade terakhir, tidak hanya untuk memenuhikebutuhan sehari-hari melainkan karena alasankomersial seperti permintaan konsumsi daging danpemanfaatan bagian lain untuk ekspor yaitu daridaerah Bali, Ambon, dan Ujung Pandang (Salm &

Halim, 1984; Schulz, 1984). Informasi tentangkarakteristik habitat peneluran dan jumlah penyu hijausampai dengan saat ini relatif sedikit, oleh karena itupenelitian ini dilakukan dengan tujuan untukmempelajari kondisi habitat peneluran dan fluktuasijumlah penyu hijau (Chelonia mydas) yang bersarangdi Pulau Derawan, Kabupaten Berau-KalimantanTimur. Kajian ini diharapkan dapat dijadikan sebagaibahan masukan bagi pengelolaan habitat penyu,khususnya di Pulau Derawan dan sekitar.

BAHAN DAN METODE

Pengamatan lapangan untuk pengumpulan datahabitat penyu dilakukan pada bulan Maret (yangmewakili musim penghujan) dan bulan September(yang mewakili musim kemarau) tahun 2006 diDerawan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur(Gambar 1). Metode penelitian yang digunakan adalahsurvei melalui pengamatan langsung di lapangan.Untuk mengetahui karakteristik habitat dilakukanpencatatan kondisi sekitar pantai lokasi peneluranpenyu hijau (Chelonia mydas) yang meliputi topografipantai, jenis-jenis tanaman pantai, dan kondisilingkungan sekitar pantai. Sedangkan untukmengetahui jumlah penyu yang mendarat untukbertelur dilakukan pencatatan data harian yangdiperoleh dari petugas lapangan (observer) danberdasarkan pada data sekunder yang dihimpun dariStasiun Pengawasan Hutan dan Perlindungan Alam,Dinas Perikanan dan Kalautan Kabupaten Berau yangbekerjasama dengan The Nature Conservation. Datayang dihimpun mencakup periode tahun 2004 dan2005 dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN BAHASAN

Kondisi Habitat Peneluran

Topografi Pantai

Berdasarkan pada hasil pengamatan langsung dilapangan, tampak bahwa di Pulau Derawan terdapatbeberapa titik lokasi peneluran penyu hijau (Cheloniamydas) yang berada dalam kisaran jarak antara 30sampai dengan 50 m di atas batas pasang surut.Panjang pantai peneluran di daerah ini sekitar 1sampai dengan 2 km. Kondisi pantai yang landai danmemiliki pasir halus dapat memudahkan penyumenuju daratan untuk mencari lokasi dan membuatlubang sebagai tempat peneluran. Menurut Suwelo &Somantri (1989) untuk tempat bertelur, penyu memilihdataran pasir yang agak miring dengan lebar antara30 sampai dengan 60 m dari pasang terendah danbanyak ditumbuhi pohon pandan, Pandanus tectorius.

J. Lit. Perikan. Ind. Vol.14 No.2 Juni 2008: 195-204

197

Gambar 1. Lokasi penelitian penyu hijau (Chelonia mydas) di Pulau Derawan, Berau-Kalimantan.Figure 1. Research location of green turtle (Chelonia mydas) in Derawan Island, Berau-Kalimantan.

Kemiringan pantai sangat berpengaruh padabanyak penyu yang akan mendarat dan membuatsarang. Menurut Burstad vide Nuitja (1992) semakincuram pantai, akan semakin menyulitkan bagi penyuuntuk melihat obyek yang lebih jauh di depan karenamata penyu hanya mampu melihat dengan baik padasudut 150°ke arah bawah. Suwelo (2005) mengatakanbahwa habitat penyu yang digunakan untukmengeluarkan telur adalah daratan luas dan landaidengan rata-rata kemiringan 30° dan di atas pasangsurut antara 30 sampai dengan 80 m. Di daerahsubtidal ditemukan tumbuhan algae dan rumput lautyang menjadi pakan penyu. Daerah intertidal yangmendapat pasang surut air laut jarang ditemukansarang penyu, sedangkan pada daerah supratidalmerupakan daerah yang baik dan cocok bagipengeraman dan penetasan telur penyu hijau(Chelonia mydas) (Nuitja, 1992).

Vegetasi Pantai

Faktor ekologi yang dapat mempengaruhi penyuhijau (Chelonia mydas) untuk melakukan penelurandi pantai yaitu ada jenis vegetasi pandan laut dankondisi hutan pantai yang cukup rimbun. Jenisvegetasi yang terdapat pada daerah pantai PulauDerawan sebagai tempat bertelur penyu adalahbintaro (Tournefortia argenta), pandan laut (Pandanustectorius), waru laut (Hibiscus tiliaceus), ketapang(Terminalia catappa), nyamplung (Calophyllum),

lampeni (Ardisia humilis), dan tumbuhan merambatseperti rumput kakawatan (Cynodon dactylon), danrumput angin (Spinifex littoralis). Menurut Suwelo(1988) tekstur pasir yang relatif halus, vegetasi pantaiyang didominasi oleh jenis tanaman kangkung laut(Ipomea pescaprae) yang merambat, pandan laut(Pandanus tectorius), serta waru laut (Thespesiapopulnea) merupakan habitat yang disukai oleh penyuhijau (Chelonia mydas) sebagai lokasi peneluran.Kondisi vegetasi di Pulau Derawan adalah dijumpaibeberapa jenis vegetasi tersebut di atas dengankerapatan antara 2 sampai dengan 3 m. MenurutSuwelo et al. (1985) kondisi vegetasi pantai yang utuhakan memberikan kesuburan perairan melaluirembesan dari serasah dari air hujan sehingga rumputlaut tumbuh subur dan akan mengundang penyumenuju tempat tersebut. Sedangkan vegetasi pantaiyang rusak menyebabkan erosi pasir pantai danmemacu pertumbuhan tanaman menjalar dansehingga makin mempersempit lokasi peneluran.

Kondisi Lingkungan Sekitar Pantai

Kondisi pantai sebagai lokasi bertelur penyu hijau(Chelonia mydas) di Pulau Derawan terdapattumbuhan vegetasi pantai atau tanaman kelapa ataubahkan di beberapa lokasi yang juga merupakantempat bertelur penyu hijau (Chelonia mydas) tidakdijumpai tanaman sama sekali. Hal ini, menunjukkanbahwa pantai yang terdapat atau tidak ada tanamansama sekali bukan merupakan faktor penghalang bagi

Kondisi Habitat dan Kaitannya ..... Berau-Kalimantan Timur (Dharmadi & N.N.Wiadnyana)

198

penyu untuk bertelur, khususnya yang terjadi di PulauDerawan.

Berdasarkan pada pengamatan langsung daninformasi dari staf WWF yang bertugas untukmemonitor kegiatan peneluran penyu, bahwa di PulauDerawan penyu hijau (Chelonia mydas) dapat bertelurpada berbagai kondisi yang berbeda. Prosespeneluran dapat dilakukan di dekat pohon kelapa,sekitar tanaman pantai yang rimbun, di bawahrongsokan perahu, bahkan dapat dilakukan dipelataran pantai (Gambar 2). Lokasi peneluran penyuhijau (Chelonia mydas) di Pulau Derawan juga dijumpaidi depan halaman rumah yang dibangun di pinggiranpantai. Gambar tersebut merupakan lokasi peneluranyang telah diambil telur oleh petugas untukdipindahkan ke lokasi penetasan yang terkontrol(Gambar 3). Kondisi yang demikian mencerminkanbahwa tingkah laku penyu relatif tidak berubahterhadap habitat yang ada di mana penyu-penyu telahmelakukan aktivitas bertelur.

Di lokasi yang berbeda, Fitriyanto (2006)mengatakan bahwa di Pulau Sangalaki yang lokasinyaberdekatan dengan Pulau Derawan, terjadi tingkahlaku penyu hijau (Chelonia mydas) dalam kondisitertentu menyebabkan biota tersebut menjadi tidakmenghiraukan halangan yang ada di depan dan terusbergerak ke arah lokasi peneluran walaupun menaikibongkahan kayu. Kondisi demikian dapat terjadiapabila penyu berada dalam keadaan terdesak dansegera mengeluarkan telur. Idealnya dalam prosespengeluaran telur penyu ada beberapa faktor yangdapat mendukung aktivitas tersebut seperti suasanayang sunyi, tidak terdapat penyinaran dan tidak adaaktivitas pergerakan yang dapat mengganggu penyumenuju ke pantai. Longdy (2003) mengatakan bahwaapabila di pantai ada aktivitas manusia yang dapatmengganggu kegiatan penyu untuk bertelur, makapenyu akan mencari daerah pantai lain yangdirasakan aman bagi penyu untuk membuat sarangdan melakukan peneluran. Menurut Nuitja (1992)penyu betina yang akan melakukan proses bertelursangat peka terhadap cahaya.

Gambar 2. Kondisi pantai lokasi bertelur penyu hijau (Chelonia mydas) di Pulau Derawan, KabupatenBerau-Kalimantan Timur.

Figure 2. Nesting area condition of green turtle (Chelonia mydas) in Derawan island, Berau Regency-East Kalimantan.

J. Lit. Perikan. Ind. Vol.14 No.2 Juni 2008: 195-204

199

Gambar 3. Penyu hijau (Chelonia mydas) dan tempat penetasan telur.Figure 3. Green turtle (Chelonia mydas) and nesting area.

Daerah peneluran sebagai ruang tempat bertelurbagi penyu hijau (Chelonia mydas), mempunyaikarakteristik yang menarik naluri penyu untukmembuat sarang. Suwelo et al. (1985) mengatakanbahwa penyu hijau (Chelonia mydas) bertelur padaberbagai tipe pantai dengan persyaratan sebagaiberikut mudah dicapai dari laut, tidak dapat dicapaioleh air laut saat pasang, pantai berpasir dengantersedia udara dan kelembaban yang cukup sertadengan suhu antara 20 sampai dengan 27°C agarselama dalam proses pembuatan sarang tidak terlalumengalami penurunan. Bustard vide Nuitja (1992)mengatakan bahwa penyu hijau (Chelonia mydas)menyukai pantai berpasir tebal yang landai denganbutiran pasir yang halus berdiameter antara 0,28sampai dengan 0,31 mm dengan latar belakang hutanlebat. Lebih lanjut Nuitja (1992) mengatakan bahwapenyu hijau (Chelonia mydas) pada umumnya memilihpantai peneluran yang cukup luas dan landai dengankemiringan rata-rata 30° dan berada di daerah berjarak30 sampai dengan 80 m di atas batas pasung surut.Selain itu, secara naluriah penyu memilih pasir yangmudah digali dan cukup lembab serta memilikidiameter butiran pasir tertentu untuk meletakkan telur-telur (Gambar 4). Penyu hijau (Chelonia mydas)cenderung membuat sarang di bawah naungan pohonpandan laut, karena sistem perakaran pandan lautmeningkatkan kelembaban pasir, memberikan

kestabilan pada pasir, dan memberi rasa aman padapenyu saat melakukan penggalian sarang (Suwelo etal., 1985).

Semakin curam pantai, semakin sulit bagi penyuuntuk melihat obyek yang berada jauh di depan karenamata penyu mampu melihat dengan baik pada sudut150° ke arah bawah (Bustard dalam Nuitja (1992).Suhu pasir juga sangat berpengaruh terhadap prosespeneluran dan penetasan penyu, suhu pasir yangterlalu tinggi (>35°) akan menyulitkan penyu untukmembuat sarang, sedang apabila suhu terlalu rendah(<25°) akan berpengaruh terhadap masa inkubasi dantingkat keberhasilan telur menetas. Ackerman videYasuda et al. (2005) mengatakan bahwa di Thailandpenyu hijau (Chelonia mydas) dapat mentolerir suhuantara 25 sampai dengan 27°C dan 33 sampai dengan35°C. Suhu antara 31 sampai dengan 33°Cmenghasilkan lebih dari 96% telur yang menetas.Sedangkan suhu di bawah 25°C dan di atas 33°Ctidak sesuai bagi penyu hijau (Chelonia mydas) untukmenetaskan telur (Abdullah & Ismail, 2004). MenurutMrosovsky & Yntema dalam Liew et al. (2002)perubahan suhu 1 sampai dengan 2°C dapatmemberikan pengaruh perbedaan pada rasio kelaminsaat proses penetasan. Ada beberapa faktor yangdapat mempengaruhi perubahan kisaran suhu padapenetasan penyu hijau (Chelonia mydas) yaitu kondisi

Kondisi Habitat dan Kaitannya ..... Berau-Kalimantan Timur (Dharmadi & N.N.Wiadnyana)

200

Gambar 4. Lubang penetasan dan tukik yang baru menetas.Figure 4. Nesting lobe and just nesting of baby turtle.

iklim, pasir dan karakter pantai, vegetasi, stabilitasair, dan pemanasan saat proses metabolisme padatelur.

Suhu rendah terjadi karena intrusi air laut akibattergenang air pasang dan curahan hujan yangberlebihan. Tidak semua pasir dapat digunakan untukbertelur, tempat yang diinginkan memiliki butiran pasirtertentu yang mudah digali dan secara naluriahdianggap aman untuk bertelur. Susunan tekstur daerahpeneluran berupa pasir tidak <90% dan sisa debumaupun liat dengan diameter butiran berbentuk halusdan sedang. Tipe pantai untuk syarat bertelur yaitumudah dicapai dari laut, tidak dapat dicapai oleh airpasang, pantai berpasir, tersedia udara dankelembaban yang cukup, serta pantai tidakmengalami penurunan atau longsor selamapembuatan sarang. Semua jenis penyu menyukaibagian laut yang dangkal dan terdapat tumbuhan.Bagian laut tidak dalam dan terbuka, dasar pantaiditumbuhi jenis rumput laut, sedikit berbatu yangdigunakan untuk tempat istirahat (Bjorudal, 1995).

Jumlah Penyu yang Bersarang di PulauDerawan

Jumlah penyu di Pulau Derawan Kabupaten Berau-Kalimantan Timur disajikan pada Gambar 5 yangmemperlihatkan fluktuasi bulanan jumlah penyu yangmendarat dan bertelur di pantai ke-2 pulau tersebutdari tahun 2003 sampai dengan 2005. Pada gambardijelaskan bahwa penyu hijau (Chelonia mydas) yangmendarat ke pantai dan melakukan peneluran terjadisetiap bulan, rata-rata penyu mendarat pada periodeberbeda adalah sama yaitu 8,3% atau 50 ekor perbulan (tahun 2004) dan 24 ekor per bulan (tahun 2005)dari jumlah total penyu betina yang mendarat. Musimpeneluran penyu laut berbeda antara satu spesiesdengan spesies lain (Phan, 2003). Puncak musimbertelur penyu di Pulau Derawan berlangsung padabulan April sampai dengan Juni. Jumlah penyu yang

mendarat di pantai Pulau Derawan untuk keperluanbertelur tercatat 408 ekor pada tahun 2004 danmenurun menjadi 168 ekor pada tahun 2005.Berdasarkan pada laporan masyarakat di PulauDerawan selama 5 tahun terakhir aktivitaspenangkapan penyu yang dilakukan secara sengajaoleh nelayan pendatang terjadi 3 sampai dengan 4kali. Aktivitas penangkapan ikan di lokasi sekitarhabitat penyu yang dilakukan dengan menggunakanbahan berbahaya seperti bom, mengakibatkanterjadinya kematian penyu per bulan 1 sampai dengan2 ekor. Bahkan informasi terakhir tentang pencurianpenyu di perairan Indonesia telah dilakukan oleh kapalCina yang menangkap penyu secara sengaja diperairan Pulau Maratua Kabupaten Berau yang terjadipada tanggal 8 Mei 2007, hasil tangkapan penyu 387ekor terdiri atas 296 ekor penyu sisik (Eretmochelysimbricata), 90 ekor penyu hijau (Chelonia mydas),dan 1 ekor penyu tempayan (Caretta caretta) (DinasKelautan dan Perikanan Kabupaten Berau, 2008).Aktivitas tersebut telah melanggar PeraturanPemerintah berdasarkan pada Undang-Undang No.31tahun 2004 tentang perikanan (pasal 81) yaitupelarangan menangkap udang atau ikanmenggunakan potasium atau racun, setrum listrik,bahan peledak, dan alat lain yang merugikan ataumembahayakan kelestarian sumber daya ikan sesuaiperaturan atau perundangan yang berlaku.

Menurunnya jumlah penyu hijau (Chelonia mydas)yang bersarang di Pulau Derawan juga disebabkanoleh beberapa faktor lain yaitu ada bangunan di tepipantai yang diperuntukan bagi wisatawan yang akanmelihat langsung proses peneluran dan penetasanpenyu hijau (Chelonia mydas). Bangunan-bangunantersebut secara langsung akan mengurangi lahantempat peneluran. Ada lokasi penambatan perahunelayan yang berdekatan dengan lokasi pendaratanpenyu hijau (Chelonia mydas) dan terdapatbongkahan-bongkahan kayu yang terdampar di pinggirpantai yang dapat menghalangi penyu hijau (Chelonia

J. Lit. Perikan. Ind. Vol.14 No.2 Juni 2008: 195-204

201

mydas) untuk membuat sarang dan bertelur. Selainitu, berkurangnya vegetasi pantai akibat abrasi jugadapat mempengaruhi penyu hijau (Chelonia mydas)untuk bersarang. Jumlah penyu hijau (Chelonia mydas)yang bersarang juga dapat dipengaruhi olehkeberadaan predator alami seperti kadal, biawak,tikus, kepiting, burung laut, dan ikan karnivora. Karenabeberapa jenis biota tersebut seperti kadal, biawak,dan tikus dapat mendeteksi keberadaan telur-telurpenyu dan memangsanya meskipun tertutup atautertimbun pasir. Sedangkan tukik (anak penyu) yangbaru dilepas ke laut untuk tujuan pengkayaan stok

terancam oleh burung laut, kepiting, maupun ikan-ikan karnivor. Sehingga semua jenis predator tersebutmerupakan ancaman bagi kelangsungan hidup.Ahmad & Kamarrudin (2003) mengatakan bahwapersentase kematian tukik yang baru menetas yangdipelihara dalam ruang terkontrol, karena pemangsaankepiting antara 22 sampai dengan 50%. SedangkanWitzell vide Ahmad & Kamarruddin (2003)mengatakan bahwa tukik yang baru dilepas ke habitatalami akan mudah dimangsa oleh ikan kerapu(Promicrops Iancelotus) selama periode adaptasi dilaut.

Gambar 5. Fluktuasi bulanan jumlah penyu hijau (Chelonia mydas) yang mendarat di Pulau Derawan,tahun 2004 sampai dengan 2005.

Figure 5. Monthly fluctuation number of green turtle (Chelonia mydas) that landed at Derawan Islandduring, 2004 to 2005.

Secara umum, beberapa penyebab penurunanjumlah penyu dapat dikelompokkan menjadi 3(Anonimus, 2003) sebagai berikut 1) terjadipengambilan penyu dewasa terutama untukdiperdagangkan di Bali; 2) ada aktivitas perikanan,hal ini karena banyak komunitas masyarakat pesisirdi Indonesia yang tergantung dari sumber daya lautsebagai sumber pendapatan dan dari penyu yang matiatau terluka pada saat aktivitas penangkapan ikanatau biota lain, termasuk ada informasi masyarakatyang menemukan penyu mati dalam jaring nelayan;dan 3) penggunaan jaring trawl juga merupakan salahsatu penyebab menurun jumlah penyu di laut.

Penurunan jumlah penyu hijau (Chelonia mydas)yang bersarang di Pulau Derawan dari tahun 2004dan 2005, ternyata juga diikuti oleh penurunanpersentase telur yang menetas pada periode yangsama (Gambar 6). Persentase bulanan telur yang

menetas relatif stabil yaitu berkisar antara 55 sampaidengan 73% pada tahun 2004 dan 47 sampai dengan67% pada tahun 2005. Beberapa faktor yangmempengaruhi keberhasilan dalam proses penetasantelur penyu adalah suhu, kelembaban dan kondisilingkungan, salinitas, predasi, dan abrasi pantai(Ibrahim et al., 2003; Ali et al., 2004), microorganisms(Frick vide Merwe et al., 2003) dan faktor penanganantelur dalam hatcheri (Limpus et al. vide Merwe et al.,2003).

Faktor lain yang diduga dapat mengakibatkankegagalan penetasan telur penyu adalah curah hujandan lokasi sarang. Lokasi peneluran yang dijumpai dibawah pohon pandan yangrimbun, kemungkinan besarakan mengalami kegagalan dalam proses penetasan.Hal ini, disebabkan karena sarang telur penyu tersebutkurang mendapat sinar matahari dan jika musim hujanakan mendapat curah hujan secara berlebihan

Kondisi Habitat dan Kaitannya ..... Berau-Kalimantan Timur (Dharmadi & N.N.Wiadnyana)

202

sehingga akan mempengaruhi kestabilan suhu.Menurut Nuitja (1992) suhu mempunyai peranansangat penting dalam menentukan lama atau tidakmasa inkubasi telur penyu. Sarang telur penyu dengan

masa inkubasi lama (lebih dari 50 sampai dengan 60hari) akan memperkecil persentase keberhasilanpenetasan.

Gambar 6. Persentase jumlah telur menetas pada penyu hijau (Chelonia mydas) di Pulau Derawanselama tahun 2004 dan 2005.

Figure 6. Percentage number of egg nesting green turtle (Chelonia mydas) at Derawan Island during2004 and 2005.

Pelestarian penyu sebagai binatang reptilia khasKabupaten Berau perlu mendapat perhatian,khususnya untuk pelestarian jumlah dan peningkatanproduksi telur. Untuk menjaga dan meningkatkankelangsungan hidup tukik di laut yang seringterancam oleh predator alami, perlu diambil langkah-langkah yang tepat seperti pembuatan tempat-tempatpenetasan buatan yang bersifat semi alami (Gambar3) dan penebaran tukik di perairan yang berkarangsehingga tukik yang baru dilepaskan dapatbersembunyi. Upaya ini telah dilakukan olehPemerintah Daerah Kabupaten Berau yang telahmelakukan penebaran tukik di Pulau Balikukup dekatPulau Manimbora di Karang Mangkalasa perairanPulau Derawan masing-masing 1.000 ekor. Disamping itu, untuk mendukung program pelestarianpenyu, beberapa peraturan dan keputusan daerahtelah dikeluarkan seperti Peraturan Bupati BerauNo.31 tahun 2005 tentang kawasan konservasi LautBerau, di mana telah ditetapkan perairan pesisir danlaut Kabupaten Berau seluas 1,2 juta ha telahditetapkan sebagai kawasan konservasi laut dan S.K. Mentan No.604/Kpts/um/1982 tentang penetapanPulau Sangalaki dan Pulau Semama sebagaikawasan konservasi laut sebagai taman laut dancagar alam laut (Pemerintah Daerah Berau, 2002).

KESIMPULAN

Secara fisik, pantai Pulau Derawan memungkinkansebagai tempat pembuatan sarang dan peneluran

penyu hijau (Chelonia mydas). Jumlah penyu yangmendarat mengalami penurunan, pada tahun 2004tercatat 408 ekor kemudian menurun menjadi 168ekor pada tahun 2005. Secara ideal, dalam prosespengeluaran telur penyu ada beberapa faktor yangdapat mendukung aktivitas tersebut seperti suasanayang sunyi, tidak terdapat penyinaran dan tidak adaaktivitas pergerakan yang dapat mengganggu penyumenuju ke pantai. Pada kondisi apabila penyu beradadalam keadaan terdesak dan segera mengeluarkantelur, kadang-kadang faktor tersebut tidak menjadihalangan dan penyu akan terus bergerak ke arah lokasipeneluran kendati menghindari bongkahan kayu yangterdampar di pantai.

SARAN

Untuk memulihkan jumlah penyu hijau (Cheloniamydas) yang bersarang di Pulau Derawan, disarankanPemerintah Daerah setempat perlu mengupayakanbeberapa hal sebagai berikut:

1. Mengurangi penerangan lampu bangunan wisatapada malam hari, karena cahaya lampu dapatmengganggu aktivitas penyu untuk mendarat.

2. Melakukan kegiatan secara rutin denganmembersihkan pantai dari barang-barang yangterdampar seperti bongkahan kayu dan sampah-sampah organik lain sehingga tidak menghalangipenyu untuk mencari tempat bertelur.

J. Lit. Perikan. Ind. Vol.14 No.2 Juni 2008: 195-204

203

3. Merelokasi perahu-perahu nelayan yangmenambatkan perahu di wilayah yang berdekatandengan wilayah habitat peneluran penyu.

4. Secara periodik, melakukan penyuluhan padamasyarakat setempat maupun masyarakat sekitarpulau tersebut akan pentingnya pelestarian penyudan melakukan pengawasan habitat penyu diperairan Pulau Derawan dan sekitar dari aktivitaspenangkapan ikan atau biota lain secara illegal.

PERSANTUNAN

Kegiatan dari hasil riset inventarisasi mamalia air(pesut), penyu, dan labi-labi, T.A. 2006, di Pusat RisetPerikanan Tangkap, Ancol-Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. & M. Ismail. 2004. Temperaturedependent sex determination and hatchingperformance of green turtles (Chelonia mydas) atChendor Rookery on the east coast of PeninsularMalaysia. Proceedings of the InternationalSymposium on SEASTAR2000 and BiologgingScience. Bangkok. 11-15 p.

Abdullah, S., T. Zulkifli, & I. Mazlan. 2005. Taggingstudy of green turtles (Chelonia mydas) on the EastCoast of Peninsular Malaysia. Procedings of the2nd International symposium on SEASTAR2000and Asean Biologging Science (The 6 th

SEASTAR2000 Workshop). Bangkok. p. 89-92.

Ahmad, A. & I. Kamarruddin. 2003. Crab predationon green turtle (Chelonia mydas) eggs incubatedon a natural beach and in turtle hatcheries.Proceedings of the 3rd Workshop onSEASTAR2000. Bangkok. p 95-100.

Ali, A, K. K. K. Yaacob, S. A. Razak, & Z. Talib. 2005.Individual nest site preference of green turtle(Chelonia mydas) on Mak Kepit beach and itsrelation with hatching emergence success.Proceedings of the International Symposium onSEASTAR2000 and Biologging Science. Bangkok.45-49 p.

Anonimus. 2003. Pedoman pengelolaan konservasipenyu dan habitatnya. Direktorat Konservasi danTaman Nasional. Direktorat Jenderal Pesisir danPulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan danPerikanan. 45 hal.

Bjorudal, K.A. 1995. Biology and Conservation of SeaTurtle. Journal Smiotsonian Institution Press.Washington, D. C. 615 p.

Fitriyanto,A. 2006. Studi habitat penyu hijau (Cheloniamydas) dan upaya pelestariannya di PulauSangalaki, Kabupaten Berau-Kalimantan Timur.Laporan Praktek Integrasi. Program StudiTeknologi Pengelolaan Sumber Daya PerairanJurusan Teknologi Pengelolaan Sumber DayaPerairan. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta. 65hal.

Ibrahim, K., Jason V. de M., & W. Joan. 2003. Full orsplit clutches-which strategy should be adoptedin managing marine turtle hatchling production?Proceedings of the 3 rd Workshop onSEASTAR2000. Bangkok. p. 111-114.

Liew, H. C., K. Tatsukawa, S. L. Chan, E. H. Chan,M. Charuchinda, & K. Ibrahim. 2002. Clutch sizeand incubation temperatures of green turtle eggs.Proceedings of the 3 rd Workshop onSEASTAR2000. Bangkok. 101-104 p.

Longdy, V. 2003. Sea turtle distribution and nestingground in Cambodia. Proceedings of the 3rd

Workshop on SEASTAR2000. Bangkok. p. 121-123.

Merwe, J., I. Kamarruddin, I. Michaela, & W. Joan.2003. Effects of hatchery nest density on theemergence success and qualityof Chelonia mydashatchling. Proceedings of the 3rd Workshop onSEASTAR2000. Bangkok. p. 115-120.

Nuitja. 1992. Biologi dan ekologi pelestarian penyulaut. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Phan, H. D. 2003. The challenges and oppotunitiesfor research, management, and conservation onsea turtles in Vietnam. Proceedings of the 3rd

Workshop on SEASTAR2000. Bangkok. p.13-21.

Pemerintah Daerah Berau. 2002. LaporanPengawasan dan Pengamanan Konservasi Penyu.BAPELDA. Berau.

Salm, R. & M. H. Halim. 1984. Marine conservationdata atlas Indonesia. Planning of the Survival ofIndonesia’s Seas and Ccoasts. IUCN/WWFProject 3108 Marine Conservation. Prepared forDirectorate General of Forest Protection andNature Conservation. Bogor. Indonesia. 29 maps.Text.

Kondisi Habitat dan Kaitannya ..... Berau-Kalimantan Timur (Dharmadi & N.N.Wiadnyana)

204

Schuld. 1984. Turtle conservation strategy inIndonesia. Field Report. No.6. MarineConservation. Bogor. 99 p.

Suwelo, I. S., A. Somantri, & U. M. Hasan. 1985.Usaha rehabilitasi penyu di Pangumbahan denganpenetasan telur. Departemen Kehutanan. PusatPendidikan dan Pelatihan Kehutanan. Bogor. 11hal.

Suwelo, I. S. 1988. Hawksbill turtle protection andutilization. Paper Presented at the Workshop onSea Turtle Ranching. Japan. 1-3 August 1988. 5hal.

J. Lit. Perikan. Ind. Vol.14 No.2 Juni 2008: 195-204

Suwelo, I. S. 2005. Kumpulan tulisan ilmiah atau semiilmiah tentang konservasi penyu dan habitatnya.Yayasan Kelestarian Penyu Indonesia.

Wiadnyana, N. N., M. Boer, F. Satria, Mahiswara, &R. T. Mahulette. 2007. Estimasi hasil tangkapanpenyu laut yang tidak sengaja oleh perikanan tunalong line di perairan Indonesia (in preparition).

Yasuda, T., K. Kongkiat, K. Winai, & Nobuaki. 2005.Seasonal nesting of green turtles at Huyong Island,Thailand. Procedings of the 2nd InternationalSymposium on SEASTAR2000 and AseanBiologging Science (The 6 th SEASTAR2000workshop). Bangkok. p. 51-54.