kondisi geologi dan detail kaldera gunung bawakaraeng - subandi 085242458942

14
LOKAKARYA I RUNTUHNYA DINDI NG KALDERA G. BAWAKARAENG, JANUARI, 2009 1 KONDISI GEOLOGI DAN DETAIL KALDERA GUNUNG BAWAKARAENG DI PROVINSI SULAWESI SELATAN Badan Geologi, Dept. Energi dan Sumber Daya Mineral ABSTRAK Runtuhnya dinding kaldera Gunung Bawakaraeng pada Maret 2004 yang diikuti oleh banjir bandang yang menewaskan dan mencederai puluhan o rang, serta ha ncurnya puluhan rumah telah meng akibatkan ancaman bencana yang berkelanjutan b agi penduduk setempat. Hal ini terbukti ketika banjir bandang kembali melanda daerah yang sama pada Februari 2007 yang menyebabkan terisolirnya ribuan penduduk. Hal ini terulang kembali akibat kurang optimalnya penanganan manajemen mitigasi bencana di daerah te rsebut. Banyak faktor yang menyebabkan daerah Kec. Tinggimoncong dan sekitarnya di mana G. Bawakaraeng terletak ini rentan terhadap be ncana geologi berupa gerakan tan ah dan banjir ba ndang. Mulai dari kondisi geologi, perbedaan sifat fisik antara tanah pelapukan yang meluluskan air dengan batuan dasar yang kurang meluluskan air yang menjadi bidang gelincir longsoran, dan struktur sesar yang melalui daerah tersebut. Lalu morfologi yang curam, curah hujan yang tinggi, serta tata lahan yang tidak sesuai fungsi memperparah kere ntanan dae rah ini terha dap bencana. Ancaman terbesar adalah endapa n material bahan rom bakan hasil longsoran Maret 2004 yang mengganggu kelestarian fungsi waduk Bili-Bili di sebelah hilir G. Bawakaraeng sebagai sumber air bagi penduduk sekitar. Persoalan ini semakin bertambah ketika material bahan rombakan yang bersifat lepas dan labil ini dengan volume sangat besar dapat sewaktu-waktu bergerak menjadi bencana banjir bandang/longsor jika terjadi hujan lebat. Data-data yang didapat d ari peme riksaan tim tanggap daru rat bencana dari Badan Geologi ini dapat digunakan untuk merancang langkah-langkah preventif dalam upaya mitigasi bencana geologi yang pada prosesnya diharapkan dapat membantu banyak pihak sehingga kerugian dapat dihindari dan ditekan seminimal mungkin ketika musibah datang. Kata Kunc i/Keywor d Longsor, Gerakan Tanah, Bencana Geologi, Kaldera Gunu ng Bawakaraeng

Upload: andizulkifli

Post on 19-Jan-2016

174 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kondisi Geologi Dan Detail Kaldera Gunung Bawakaraeng - Subandi 085242458942

LOKAKARYA I RUNTUHNYA DINDING KALDERA G. BAWAKARAENG, JANUARI, 2009

1

KONDISI GEOLOGI DAN DETAIL KALDERA GUNUNG BAWAKARAENG

DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

Badan Geologi, Dept. Energi dan Sumber Daya Mineral

ABSTRAK

Runtuhnya dinding kaldera Gunung Bawakaraeng pada Maret 2004 yang diikuti oleh banjir bandang yang menewaskan dan mencederai puluhan orang, serta hancurnya puluhan rumah telah mengakibatkan ancaman bencana yang berkelanjutan bagi

penduduk setempat. Hal ini terbukti ketika banjir bandang kembali melanda daerah yang sama pada Februari 2007 yang menyebabkan terisolirnya ribuan penduduk. Hal ini terulang kembali akibat kurang optimalnya penanganan manajemen mitigasi bencana di daerah te rsebut.

Banyak faktor yang menyebabkan daerah Kec. Tinggimoncong dan sekitarnya di mana G. Bawakaraeng terletak ini rentan terhadap bencana geologi berupa gerakan tanah dan banjir bandang. Mulai dari kondisi geologi, perbedaan sifat fisik antara tanah pelapukan yang meluluskan air dengan batuan dasar yang kurang meluluskan air yang menjadi bidang gelincir longsoran, dan

struktur sesar yang melalui daerah te rsebut. Lalu morfologi yang curam, curah hujan yang tinggi, serta tata lahan yang tidak sesuai fungsi memperparah kerentanan daerah ini terhadap bencana. Ancaman terbesar adalah endapan material bahan rombakan hasil longsoran Maret 2004 yang mengganggu kelestarian fungsi

waduk Bili-Bili di sebelah hilir G. Bawakaraeng sebagai sumber air bagi penduduk sekitar. Persoalan ini semakin bertambah ketika material bahan rombakan yang bersifat lepas dan labil ini dengan volume sangat besar dapat sewaktu-waktu bergerak menjadi bencana banjir bandang/longsor jika terjadi hujan lebat.

Data-data yang didapat dari pemeriksaan tim tanggap darurat bencana dari Badan Geologi ini dapat digunakan untuk merancang langkah-langkah preventif dalam upaya mitigasi bencana geologi yang pada prosesnya diharapkan dapat membantu banyak pihak sehingga kerugian dapat dihindari dan ditekan seminimal mungkin ketika musibah datang.

Kata Kunci/Keyword

Longsor, Gerakan Tanah, Bencana Geologi, Kaldera Gunung Bawakaraeng

Page 2: Kondisi Geologi Dan Detail Kaldera Gunung Bawakaraeng - Subandi 085242458942

LOKAKARYA I RUNTUHNYA DINDING KALDERA G. BAWAKARAENG, JANUARI, 2009

2

I. PENDAHULUAN

Gunung Bawakaraeng terletak sekitar 75 km dari Kota Makasar dan berada pada posisi 119°56'40" BT

dan 05°19'01" LS. Secara administratif termasuk ke wilayah Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan, (Gbr. 1).

Dengan ketinggian sekitar 2,830 m di atas permukaan laut dan suhu minimum sekitar 17°C hingga maksimum 25°C,

gunung ini adalah hulu sungai Jeneberang yang di hilirnya terdapat waduk Bili-Bili, merupakan daerah tangkapan air

untuk Kabupaten Gowa, Makassar dan Sinjai.

Pada hari Jum’at tanggal 26 Maret 2004, jam 14.30 WITA di G. Bawakaraeng tersebut terjadi gerakan

tanah/longsor berupa runtuhnya dinding kaldera gunung yang diikuti oleh bencana banjir bandang telah

menewaskan dan mencederai puluhan orang, 10 rumah dan 1 (satu) sekolah tertimbun dan hancur, puluhan hektar

sawah tertimbun, puluhan rumah lainnya terancam dan ribuan orang lainnya mengungsi. Kejadian banjir bandang di

daerah ini terulang kembali pada Februari 2007 yang menyebabkan 5 (lima) desa yang berpenduduk ± 13 ribu jiwa

terisolir dan sebuah jembatan terputus, hanyut karena terbawa aliran banjir bandang.

Pada setiap kejadian pihak Badan Geologi menugaskan Tim Tanggap Darurat untuk melakukan

pemeriksaan kondisi bencana dan koordinasi penanggulangan bencana gerakan tanah dan banjir bandang dengan

pemerintah daerah dan masyarakat setempat yang terkena bencana untuk memberikan saran dan cara

penanggulangan tindak lanjut jangka pendek/panjang akibat adanya bencana tersebut.

Gambar 1. Lokasi Gerakan Tanah di G. Bawakaraeng, Kec. Tingi Moncong, Kab. Gowa, Prov. Sulawesi Selatan

Maksud dari pemeriksaan kondisi bencana geologi ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi yang

diperlukan guna mengetahui faktor penyebab terjadinya gerakan tanah dan banjir bandang, arah aliran dan daerah

bahayanya. Tujuannya adalah untuk memberi gambaran secara teknis faktor penyebab serta langkah-langkah

penanggulangannya sehingga instansi yang terkait setempat dapat memanfaatkannya sesuai dengan saran-saran

yang diberikan.

Page 3: Kondisi Geologi Dan Detail Kaldera Gunung Bawakaraeng - Subandi 085242458942

LOKAKARYA I RUNTUHNYA DINDING KALDERA G. BAWAKARAENG, JANUARI, 2009

3

II. METODOLOGI

Metode pemeriksaan yang dilakukan adalah metode langsung, meliputi: pengamatan kondisi geologi

setempat, jenis gerakan tanah dan banjir bandang, dimensi, faktor penyebab terjadinya gerakan tanah dan banjir

bandang, tataguna lahan, kondisi keairan, pengamatan jenis serta sifat fisik tanah dan lain-lain.

III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1. Morfologi

Daerah bencana merupakan lereng baratlaut G. Bawakaraeng dengan relief yang terjal mempunyai

kemiringan lereng antara 30° hingga hampir tegak, dan ketinggian tempat antara 1000 – 2800 meter di atas

permukaan laut. Daerah yang longsor terletak pada bagian atas yang merupakan tebing curam dengan kemiringan

lereng sekitar 70°, sedangkan material longsor menutupi lembah sungai menimpa alur sungai yang merupakan salah

satu hulu Sungai Jeneberang.

3.2. Tata Lahan

Vegetasi sekitar gawir longsoran berupa hutan dengan vegetasi yang kurang (tanaman keras berakar kuat

dan dalam sangat jarang), sedangkan yang terlanda material longsoran berupa kebun campuran, pesawahan dan

setempat terdapat permukiman.

3.3. Geologi

Geologi di sekitar G. Bawakaraeng dibangun oleh Endapan Vulkanik Gunung Lompobatang yang terdiri

dari Lava, tufa Lahar dan breksi vulkanik yang telah mengalami pelapukan pada bagian permukaannya menjadi

lempung lanauan hingga pasir lanauan berwarna kuning kecoklatan hingga coklat kehitaman, bersifat gembur,

dengan ketebalan antara 0,5 – 3 meter. Batuan lainnya yang terdapat di sekitar lokasi bencana antara lain Endapan

Aluvium, Endapan Sumbat, Endapan Erupsi Parasitik, Anggota Breksi, Endapan Vulkanik Baturepe dan Formasi

Camba. Penyebaran formasi batuan dan struktur geologi dapat dilihat pada gambar 2.

Struktur Geologi yang terdapat berupa sesar normal dengan arah relatif utara - selatan dan baratlaut -

tenggara. Gerakan tanah jika dilihat dari arah gawir yang sejajar dengan arah sesar dan luasnya areal yang longsor

diduga ada kaitannya dengan struktur sesar yang merupakan bidang lemah dan bertindak sebagai bidang gelincir.

3.4. Keairan

Daerah sekitar lokasi bencana merupakan alur salah satu hulu Sungai Jeneberang sehingga banyak

dijumpai adanya pemunculan mata air. Kedalaman muka air tanah bebas bervariasi tergantung dari bentuk

topografinya berkisar antara 5 meter hingga >20 meter di bawah permukaan tanah setempat

Curah Hujan di daerah Sulawesi Selatan berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika untuk

bulan Maret 2004 berada di atas normal dengan curah hujan >401 mm/bulan, Sifat hujan seperti ini diperkirakan

akan berlangsung juga pada bulan April 2004, untuk itu diperlukan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya

bencana alam. Curah hujan rata-rata tahunan daerah ini cukup tinggi yaitu di kisaran curah hujan antara 2500 - 3500

mm/tahun (Gbr. 3).

Page 4: Kondisi Geologi Dan Detail Kaldera Gunung Bawakaraeng - Subandi 085242458942

LOKAKARYA I RUNTUHNYA DINDING KALDERA G. BAWAKARAENG, JANUARI, 2009

4

Gambar 2. Peta Geologi daerah G. Bawakaraeng dan Sekitarnya, Kab. Gowa, Sulawesi Selatan

Gambar 3. Curah hujan rata-rata setahun daerah G. Bawakaraeng dan Sekitarnya

Page 5: Kondisi Geologi Dan Detail Kaldera Gunung Bawakaraeng - Subandi 085242458942

LOKAKARYA I RUNTUHNYA DINDING KALDERA G. BAWAKARAENG, JANUARI, 2009

5

3.5. Kondisi Bencana Geologi dan Detail Kaldera

Kejadian bencana yang terletak sekitar 40 km hulu waduk Bili-Bili menghasilkan material sedimen

longsoran diperkirakan lebih dari 300.000.000 m3 dengan ketebalan endapan longsoran 10 – 200 meter. Gawir

longsoran pada kaldera mempunyai panjang berkisar 2000 meter dengan tinggi gawir bervariasi antara 50 – 500

meter, penyebaran material longsoran sekitar 12 kilometer dari gawir longsoran, lebar antara 100 – 500 meter.

Situasi dari citra landsat dan Peta situasi gerakan tanah pada Maret 2004 dapat dilihat pada gambar 4 dan 5.

Pada kejadian pertama, Maret 2004, ada yang menyebutkan bahwa peristiwa ini disebut Guguran

Kelerengan (Slope Collapse), di mana sebagian atau seluruh kelerengan suatu bukit atau dinding kaldera runtuh ke

bawah akibat dari air hujan, perubahan permukaan air tanah atau yang sejenis. Guguran kelerengan termasuk ke

dalam gerakan tanah (landslide) berbeda dengan guguran material gunungapi (mountain collapse) karena guguran

kelerengan ini tidak ada kaitannya dengan aktivitas gunungapi (H. Kusumosubroto, Seminar Diseminasi Teknologi

Sabo, Semarang, 2006). Kondisi kaldera sebelum dan setelah bencana dapat dilihat pada gambar 6 – 10.

Bencana gerakan tanah di G. Bawakaraeng ini bisa kembali mengancam wilayah yang berada di

sekitarnya di masa yang akan datang. Ancaman itu menyusul semakin besarnya volume air yang tertampung di

sejumlah kaldera yang terdapat dalam perut G. Bawakaraeng, Kecamatan Tinggimoncong. Terbentuknya kaldera di

perut G. Bawakaraeng ini diakibatkan oleh gundulnya kawasan hutan di sejumlah tempat. Kondisi ini menyebabkan

terjadinya retakan hingga patahan di badan gunung (Andi Irwan SMP., Direktur Lembaga Bumi Indonesia (LBI)).

Gambar 4. Situasi Gerakan Tanah pada Maret 2004 di Kec. Tingi Moncong, Kab. Gowa, Prov. Sulawesi

Selatan

Page 6: Kondisi Geologi Dan Detail Kaldera Gunung Bawakaraeng - Subandi 085242458942

LOKAKARYA I RUNTUHNYA DINDING KALDERA G. BAWAKARAENG, JANUARI, 2009

6

Dari data yang ada, saat ini ada patahan dan retakan di beberapa tempat di gunung setinggi 2.800 meter

di atas permukaan laut itu. Patahan dan retakan itu kian melebar dari hari ke hari akibat pengikisan oleh aliran anak-

anak Sungai Jeneberang dan curah hujan yang tinggi. Dari pengamatan di sejumlah tempat, di bagian dalam kaldera

bagian barat adalah dinding yang rawan longsor/runtuhan (AM Imran Oemar, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia

(IAGI)). Retakan dan patahan ini yang kemudian bisa menyebabkan longsoran yang diikuti aliran bahan rombakan

berupa banjir bandang di kemudian hari, seperti halnya banjir bandang yang terjadi pada Februari 2007.

Gambar 5. Peta Situasi Gerakan Tanah di Kec. Tingi Moncong, Kab. Gowa, Prov. Sulawesi

Selatan (PVMBG,2004)

Page 7: Kondisi Geologi Dan Detail Kaldera Gunung Bawakaraeng - Subandi 085242458942

LOKAKARYA I RUNTUHNYA DINDING KALDERA G. BAWAKARAENG, JANUARI, 2009

7

Page 8: Kondisi Geologi Dan Detail Kaldera Gunung Bawakaraeng - Subandi 085242458942

LOKAKARYA I RUNTUHNYA DINDING KALDERA G. BAWAKARAENG, JANUARI, 2009

8

Penyebab terjadinya bencana di lokasi ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah :

• Curah hujan yang tinggi sebelum dan saat kejadian bencana.

• Batuan yang menyusun daerah ini merupakan endapan vulkanik Lompobatang yang bagian atas merupakan

endapan lahar yang gembur dan meresapkan air sedangkan pada bagian bawahnya berupa lava yang keras

dan kompak bersifat kedap air (Gbr. 11).

• Kemiringan lereng yang terjal menyebabkan material mudah bergerak.

• Kurangnya vegetasi penutup yang dapat mengikat tanah (Gbr. 12-13).

• Daerah sekitar kaldera (mahkota longsoran) dilalui oleh struktur geologi berupa sesar, sehingga merupakan

bidang lemah yang dapat bertindak sebagai bidang longsoran.

• Pada dinding sebelah tenggara Gunung Bawakaraeng tidak stabil, ditandai dengan adanya retakan dan

rekahan sebelum terjadinya gerakan tanah.

Page 9: Kondisi Geologi Dan Detail Kaldera Gunung Bawakaraeng - Subandi 085242458942

LOKAKARYA I RUNTUHNYA DINDING KALDERA G. BAWAKARAENG, JANUARI, 2009

9

Gambar 11. Kenampakan tanah pelapukan dari batuan lava dan breksi vulkanik di daerah bencana yang

mudah longsor.

Gambar 12. Citra Landsat tahun 1990 memperlihatkan daerah sekitar aliran sungai Jeneberang,

vegetasinya masih hijau dan rimbun.

Page 10: Kondisi Geologi Dan Detail Kaldera Gunung Bawakaraeng - Subandi 085242458942

LOKAKARYA I RUNTUHNYA DINDING KALDERA G. BAWAKARAENG, JANUARI, 2009

10

• Penumpukan material sedimen longsoran pada sungai Jeneberang akibat kejadian pada Maret 2004 (Gbr. 14)

membuat kejadian banjir bandang berulang kembali pada Februari 2007 (Gbr. 15).

• Menurut Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sulawesi Selatan (PVMBG, 1991 dan 2003), daerah bencana

termasuk ke dalam Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi dan aliran S. Jeneberang termasuk daeran rentan

aliran bahan rombakan (banjir bandang), artinya di daerah ini berpotensi terjadi gerakan tanah terutama bila

dipicu oleh curah hujan yang tinggi dan gerakan tanah lama dapat aktif kembali (Gbr. 16).

Gambar 14. Kenampakan penyebaran bekas material banjir bandang pada Maret 2004 di bagian hilir

S. Jeneberang

Gambar 13. Citra Landsat tahun 2000 memperlihatkan daerah sekitar aliran sungai Jeneberang,

sudah banyak lahan yang terbuka dan gundul

Page 11: Kondisi Geologi Dan Detail Kaldera Gunung Bawakaraeng - Subandi 085242458942

LOKAKARYA I RUNTUHNYA DINDING KALDERA G. BAWAKARAENG, JANUARI, 2009

11

Gambar 15. Kenampakan aliran S. Jeneberang yang telah menghanyutkan jembatan Daraha yang

menghubungkan antara Malino di Kec. Tinggimoncong dengan beberapa desa di wilayah Kec. Parigi

pada Februari 2007 (PVMBG, 2007).

Gambar 16. Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sulawesi Selatan

Page 12: Kondisi Geologi Dan Detail Kaldera Gunung Bawakaraeng - Subandi 085242458942

LOKAKARYA I RUNTUHNYA DINDING KALDERA G. BAWAKARAENG, JANUARI, 2009

12

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1. Kesimpulan

1. Bencana alam gerakan tanah terjadi pada lereng baratlaut Gunung Bawakaraeng dengan lereng yang terjal

mempunyai kemiringan lereng antara 30° hingga hampir tegak, dan ketinggian tempatnya antara 1000 – 2800

meter di atas permukaan laut.

2. Bencana terjadi pada hari Jum’at, tanggal 26 Maret 2004, jam 14.30 WITA. Jenis gerakan tanah berupa

guguran/longsoran kelerengan yang diikuti oleh aliran bahan rombakan (banjir bandang). Panjang gawir

longsoran pada kaldera berkisar 2000 meter dengan tinggi bervariasi antara 50 – 500 meter, volume material

longsoran diperkirakan lebih dari 300.000.000 m3. Peristiwa banjir bandang berulang kembali pada hari Kamis,

15 Februari 2007, Jam 16.00 WITA.

3. Gerakan tanah pada Maret 2004 telah menewaskan dan mencederai puluhan orang, 10 rumah, 1 (satu)

sekolah dan puluhan hektar sawah tertimbun, puluhan rumah lainnya terancam dan ribuan orang mengungsi.

Akibat gerakan tanah pada Februari 2007, 5 (lima) desa terisolir dan sebuah jembatan terputus.

4. Penyebab terjadinya gerakan tanah di lokasi ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah: Curah

hujan yang tinggi. Batuan yang menyusun daerah ini berupa batuan vulkanik yang gembur di atasnya dan

meresapkan air sedangkan pada bagian bawahn berupa lava yang keras dan kompak bersifat kedap air.

Daerah sekitar kaldera (mahkota longsoran) dilalui sesar yang merupakan bidang lemah, bertindak sebagai

bidang longsoran. Daerahnya tidak stabil, ditandai dengan adanya retakan dan rekahan sebelum terjadinya

gerakan tanah. Kemiringan lereng yang terjal menyebabkan material mudah bergerak. Kurangnya vegetasi

penutup yang dapat mengikat tanah.

5. Gerakan tanah tidak ada kaitannya dengan aktivitas G. Bawakaraeng karena bukan merupakan gunungapi

aktif, oleh karena itu tidak mungkin ada ancaman letusan.

6. Ancaman terbesar adalah material bahan rombakan hasil longsoran yang bersifat lepas dan labil. Material

bahan rombakan dengan volume sangat besar dapat sewaktu-waktu bergerak jika terjadi hujan lebat (Gbr. 17).

7. Mata air dan alirannya di hulu S. Jeneberang tertutup material longsoran, berdampak berkurangnya debit S.

Jeneberang.

Gambar 17. Kenampakan tumpukan bekas material banjir bandang daerah hulu S. Jeneberang akibat bencana

Maret 2004 dan Februari 2007 lalu masih banyak tersebar pada bagian dasar sungai, dapat berpotensi untuk

terjadinya banjir bandang ulangan (PVMBG 2007).

Page 13: Kondisi Geologi Dan Detail Kaldera Gunung Bawakaraeng - Subandi 085242458942

LOKAKARYA I RUNTUHNYA DINDING KALDERA G. BAWAKARAENG, JANUARI, 2009

13

4.2. Rekomendasi

Rekomendasi dan mitigasi bencana alam gerakan tanah sebagai berikut :

1. Pada alur lembah tempat berakumulasinya bahan rombakan supaya disterilkan dari permukiman dan kegiatan

pertanian,

2. Rumah-rumah yang berada sekitar bantaran sungai tempat berakumukasinya material longsoran harus

direlokasi ke daerah yang aman (Gbr. 18),

3. Penduduk yang bermukim di alur tempat akumulasi material longsoran dan di bagian hilirnya supaya waspada

bila terjadi hujan di bagian hulu,

4. Daerah tempat berakumulasinya bahan rombakan supaya dihutankan dengan tanaman berakar kuat dan

dalam untuk menstabilkan tanah,

5. Perlu ketegasan dalam pemanfaatan lahan di sekitar lokasi bencana, jika daerah tersebut diperuntukkan

sebagai konservasi atau hutan lindung, maka daerah tersebut harus dibebaskan dari aktivitas pertanian atau

permukiman (Gbr. 19),

6. Dilarang membangun bangunan yang mengundang konsentrasi banyak manusia (sekolah, masjid, pasar, dan

sejenisnya) di alur lembah/sungai,

7. Pembuatan sabo dam di beberapa titik pada alur Sungai Jeneberang dapat menampung sebagian material

longsor, sehingga dapat mengurangi pendangkalan pada Bendungan Bili-bili,

8. Berdasarkan kondisi geologi dan topografi di lapangan, daerah sekitar bencana merupakan daerah rawan

bencana gerakan tanah. Untuk itu Pemerintah Kecamatan Tinggimoncong dan Pemerintah Kabupaten Gowa,

harus tetap waspada, khususnya jika dijumpai adanya rekahan di bukit, sedangkan di bawahnya terdapat

kegiatan dan permukiman masyarakat, maka harus segera menghentikan kegiatan dan memindahkan

permukiman masyarakat ke tempat yang lebih aman.

Gambar 18. Pemukiman yang terlanda material longsoran berada di sekitar bantaran sungai. Daerah yang harus

dibebaskan dari pemukiman dan bangunan yang mengundang konsentrasi banyak manusia (PVMBG, 2004).

Page 14: Kondisi Geologi Dan Detail Kaldera Gunung Bawakaraeng - Subandi 085242458942

LOKAKARYA I RUNTUHNYA DINDING KALDERA G. BAWAKARAENG, JANUARI, 2009

14

Gambar 19. Penyebaran material longsoran melanda daerah pesawahan di bagian hilir S. Jeneberang. Daerah yang

harus dibebaskan dari aktivitas pertanian atau permukiman. Sebaiknya diperuntukkan sebagai daerah konservasi

atau hutan lindung (PVMBG, 2004).

V. DAFTAR PUSTAKA

Bishop, A.W, 1960: Stability Coeficients for Earth Slope, Geotechniq 10:129-150

Pangluar dan Suroso, 985: Petunjuk Penyelidikan dan Penanggulangan Gerakan Tanah, Puslitbang Pengairan

Wesley, L.D, 1976, : Mekanika tanah dan batuan, Departemen Pekerjaan Umum, Cetakan ke-Vl.

Laporan Pemeriksaan Gerakan Tanah di G. Bawakaraeng, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2004

(tidak dipublikasikan)

Laporan Pemeriksaan Gerakan Tanah di G. Bawakaraeng, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2007

(tidak dipublikasikan)

http://merapi.combine.or.id/?lang=id&cid=12&sid=0&id=127

http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0502/03/daerah/1538955.htm

http://www.beritakotamakassar.com/view.php?id=21875&jenis=