komunikasi organisasi : teori menyangkut kasus prita - 2009
DESCRIPTION
Berikut ini merupakan kumpulan teori Komunikasi Organisasi, terkait dengan kasus Ibu Prita Mulyasari VS Undang - Undang ITE pasal 27 ayat 3, mengenai kebebasan berpendapat di Milist InternetTRANSCRIPT
1. LANGKAH - LANGKAH YANG AKAN SAYA LAKUKAN
Langkah – langkah yang saya akan lakukan, jika penulis
diposisikan sebagai korban Undang – Undang Nomor 11 tahun
2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang - undang
ITE Pasal 27 ayat 3) yang dialamatkan kepada Ibu Prita Mulyasari,
setelah melihat dan mengamati di berbagai media cetak, dan elektronik
selama ini, antara lain adalah:
Saya akan belajar menggunakan bahasa tutur, kata – kata yang
lebih baik di masa depan, dan lebih menggunakan bahasa
“Universal Fake”, agar saat kita ingin mengeluarkan statement,
dimana statement yang akan kita utarakan tidak akan dibantah /
terbantahkan, bahkan tidak menyakiti perasaan orang lain / pihak
lain secara langsung.
Saya akan terus memperjuangkan hak saya sebagai warga Negara
dalam mengutarakan kebebasan berpendapat di muka publik,
maupun di media private. Sebagai catatan UU ITE ini, saya
anggap sebagai selimut bagi siapa saja yang berkuasa, untuk
menutupi aib dan kesalahan – kesalahannya.
Saya akan meminta pengusutan dan proses lebih lanjut
mengenai Jaksa yang membuat surat penahanan kepada Ibu
Prita, dan mempertanyakan ada apa di balik semua ini?.
© M. ERIC HARRAMAIN (KOMUNIKASI ORGANISASI 2009 – PRITA DI DALAM BERITA)
Saya akan meminta MK (Mahkamah Konstitusi), ataupun
DPR RI, untuk meninjau ulang mengenai pemberlakuan
Undang – Undang ITE ini, mengacu kepada model teori
komunikasi, yaitu Developmental model, dimana hubungan dalam
membuat undang – undang atau kebijakan, diharapkan pemerintah
melakukan fase – fase seperti pembentukan (forming), kemudian
dilanjutkan dengan perdebatan dan diskusi (storming), lalu
pembentukan norma (norming), lalu dilanjutkan dengan
penyesuaian, melihat tanggapan masyarakat mengenai kebijakan
ini (conforming), dan akhirnya jika tidak ada lagi keberatan di
tengah masyarakat, barulah masuk ke fase permainan /
memberlakukan undang – undang tersebut (performing).
Saya akan meminta pemerintah khususnya DPR RI, untuk serius
mempertanggungjawabkan pernyataan mereka beberapa minggu
lalu, untuk meninjau ulang izin Rumah Sakit Internasional
OMNI, bahkan sampai usaha penutupan tempat tersebut.
Saya akan meminta kepada khalayak, untuk saat ini mulailah
berhati – hati dalam mengutarakan pendapat kepada pihak
lain, baik itu berupa kritik, keluhan dan lain sebagainya, selama
undang – undang ITE ini masih tetap diberlakukan, jangan sampai
masyarakat menjadi korban seperti saya.
2/7
© M. ERIC HARRAMAIN (KOMUNIKASI ORGANISASI 2009 – PRITA DI DALAM BERITA)
Saya akan mencari jalan terbaik untuk kedua belah pihak, baik
melalui musyawarah seperti pada Teori Pengambilan Keputusan
emergensi (Decision Emergence Theory), ataupun proses
pengadilan yang sedang berjalan, dan saya yakin pada akhirnya
“kebenaran pasti akan memenangkan kasus ini”.
2. KUMPULAN TEORI PRITA DI DALAM BERITA
Kumpulan teori yang akan di jelaskan secara singkat oleh penulis,
dan sebagai catatan bahwa, penulis tidak akan memakai teori – teori yang
kebanyakan telah di diskusikan selama perkuliahan. Semoga tambahan
teori – teori yang dipergunakan ini, dapat sesuai dengan konteks yang
sedang didiskusikan saat ini, dan menjadi berguna untuk kedepannya.
Berikut berbagai kumpulan teori tersebut:
Teori Strukturasi Adaptif (Adaptive Structuration Theory)
Teori ini dikemukakan pertama kali oleh Gary Dickson, Scott Pole,
dan Geradin DeSanctis, tahun 1992. Teori ini digunakan terkait
dengan kasus prita, dimana teori ini menjelaskan masalah –
masalah stabilitas, dan perubahan – perubahan yang terjadi di
dalam masyarakat, dimana dalam mengaplikasikan teori ini sudah
mengadopsi teknologi modern, baik mengenai upaya pemecahan
masalah.
3/7
© M. ERIC HARRAMAIN (KOMUNIKASI ORGANISASI 2009 – PRITA DI DALAM BERITA)
Teori Pengambilan Keputusan emergensi (Decision Emergence Theory)
Teori yang tergolong small group context ini, dikemukakan pertama
kali oleh Fisher pada tahun 1968. teori ini menjelaskan mengenai
proses komunikasi yang kompleks, dimana dalam menyelesaikan
masalah menggunakan musyawarah mencapai mufakat dalam
proses pengambilan suatu keputusan.
Terkait dengan kasus Ibu Prita, teori ini sangat cocok untuk kedua
belah pihak, dalam proses penyelesaian masalah melalui
musyawarah, agar tindakan pelaporan sampai kepada pihak yang
terwajib dapat terhindarkan.
Model Pengembangan (Developmental Models)
Teori ini, saat ini telah berubah menjadi model komunikasi, yang
pertama kali dikembangkan oleh team performance model –
Drexter / Sibber, dan Tuchman pada tahun 1965. Model ini
dipergunakan untuk meramalkan, dan membantu menjelaskan pola
hubungan antar masyarakat, dimana dalam menjalankan tahapan –
tahapan model ini, perlu adanya langkah – langkah untuk mencapai
tujuan akhir yang mampu memuaskan khalayak ramai, walau tidak
semuanya dapat terpuaskan, setidaknya sebagian besar
masyarakat dapat merasakan dampak dari teori ini, jika dikaitkan
dengan pembentukan kebijakan atau undang – undang yang
nantinya akan diberlakukan pemerintah di tengah masyarakat.
4/7
© M. ERIC HARRAMAIN (KOMUNIKASI ORGANISASI 2009 – PRITA DI DALAM BERITA)
Teori Tekanan – Tekanan Dialektika (Dialectical Tensions Theory)
Nama lengkap dari teori ini adalah Teori Tekanan – Tekanan
Dialektika di Dalam Kelompok (Dialectical Tensions in Task
Groups). Teori ini dikemukakan pertama kali oleh Laurence Frey
dan Kevin Berge pada tahun 1998.
Teori ini penulis gunakan dalam kasus Ibu Prita dalam berita, dari
sudut pandang masyarakat yang menyaksikan, dan bersimpati atas
apa yang dialami si korban.
Teori Tekanan Dialektika, menekankan pada sebuah penjelasan
mengenai apa yang akan dilakukan oleh anggota masyarakat, jika
mereka berada di kondisi tersebut (proses memposisikan diri
sebagai si korban).
Teori Fantasi / Teori Pertemuan Simbolik (Fantacy Theme Analysis / Symbolic Convergence Theory)
Teori ini dikemukakan pertama kali pada tahun 192, oleh Ernest
Bormann dalam Communication capstone 2001, theory workbook.
Teori Fantasi adalah suatu metode yang digunakan untuk
mengintensifkan dinamika kelompok yang didasarkan pada
komunikasi yang memperbolehkan proses saling berbagi informasi,
pengalaman, dan lain sebagainya dalam suatu kelompok, dan
bertujuan untuk mendinamisasikan kehidupan dalam kelompok
tersebut.
5/7
© M. ERIC HARRAMAIN (KOMUNIKASI ORGANISASI 2009 – PRITA DI DALAM BERITA)
Terkait dengan kasus Ibu Prita, kasus ini berawal akibat proses
pembagian pengalaman yang kurang menyenangkan berupa
informasi, yang dilakukan oleh kepada teman – teman Ibu Prita
melalui media E-mail / Milis di Internet, yang berdampak kepada
penuntutan RS OMNI atas tulisan beliau di E-mail / Milis tersebut.
Teori Kelompok Pembenci (Group Hate Theory)
Teori ini merupakan teori terakhir yang akan dibahan oleh penulis,
dimana teori ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1981, oleh
S. M. Sorensen.
Teori ini menjelaskan tentang pengalaman seseorang dalam suatu
kehidupan bermasyarakat, dimana dalam proses kehidupannya
mengalami hal - hal yang tidak menyenangkan atau memuakkan
(loathsome), dan menjadi pembicaraan banyak orang.
Terkait lagi dengan kasus Ibu Prita, melalui teori ini melalui contoh
nyata, akibat dari pengalaman yang kurang menyenangkan di
masa lalu, atau sedang terjadi saat ini terhadap suatu kelompok .
instansi terkait, maka akan mengakibatkan kebencian atau
ketidaksukaan, serta setidaknya berprasangka tidak baik terhadap
kelompok yang melakukan tindak yang semena - mena atau dalam
hal ini Opini Publik yang menjadi negatif kepada pihak RS. OMNI
Internasional.
6/7
© M. ERIC HARRAMAIN (KOMUNIKASI ORGANISASI 2009 – PRITA DI DALAM BERITA)
Lampiran 1. SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : M. Eric Harramain
NIM : 200822320003
Program Studi : Magister Ilmu Komunikasi
TA/ Semester : 2008-2009 Periode II / Satu
Judul karya : Prita di Dalam Berita
Dengan penuh kesadaran menyatakan bahwa :
1. Karya tulis / Makalah / Paper yang kami serahkan adalah benar-
benar merupakan hasil karya intelektual yang orisinil.
2. Jika dikemudian hari terdapat kekeliruan, kesalahan, dan
ditemukan praktek penjiplakan disengaja ataupun tidak, maka
karya ilmiah tersebut dapat dibatalkan sepihak oleh pihak
program dan segala konsekuensinya sepenuhnya menjadi
tanggung jawab siswa yang bersangkutan.
Jakarta, 18 Juni 2009
Yang membuat karya ilmiah,
(M. Eric Harramain)
7/7