komunikasi efektif
DESCRIPTION
hTRANSCRIPT
![Page 1: Komunikasi Efektif](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022073120/55cf8f23550346703b9945b4/html5/thumbnails/1.jpg)
Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif antara dokter dengan pasien dapat didefinisikan dengan
pengembangan hubungan dokter-pasien secara efektif yang berlangsung secara efisien,
dengan tujuan utama penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang diperlukan
dalam rangka membangun kerja sama antara dokter dengan pasien.
Komunikasi yang efektif memerlukan suatu cara atau teknik komunikasi, yaitu
pengetahuan dan keterampilan mengenai komunikasi yang mengikuti langkah-langkah
komunikasi yaitu memberi perhatian, membuka dialog, mencari solusi atau alternatif
pemecahan masalah, dan menyimpulkan hasilnya.
Dalam profesi kedokteran dan kedokteran gigi, komunikasi antara dokter dengan
pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang dokter atau dokter
gigi. Suatu komunikasi dapat menentukan keberhasilan suatu rencana perawatan dalam
penyelesaian masalah kesehatan pasien. Tetapi, dewasa ini, cukup banyak dokter atau dokter
gigi yang mengabaikan pentingnya komunikasi. Bahkan, sebagian dokter dan dokter gigi
merasa bahwa menjalin komunikasi dengan pasien hanya lah membuang-buang waktu.
Padahal, umumnya, pasien merasa berada dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter
(superior-inferior), sehingga takut bertanya dan bercerita dan hanya menjawab sesuai dengan
pertanyaan dokter saja.
Suatu diagnosis yang akurat dan tepat dapat diperoleh dari hasil anamnesa yang baik
pula. Untuk dapat melakukan anamnesa dengan baik, perlu adanya kepercayaan dan saling
keterbukaan antara dokter dengan pasien. Rasa kepercayaan ini akan dimiliki oleh pasien jika
pasien merasa nyaman dengan dokter, dan rasa nyaman ini dapat diperoleh jika terjalin
komunikasi yang baik dan efektif antara dokter dengan pasien. Kemudian, komunikasi yang
efektif ini dapat mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan keputusan tentag rencana
tindakan selanjutnya, sedangkan komunikasi yang tidak efektif hanya akan mengundang
masalah.
Dari proses komunikasi yang efektif, dapat terjadi hal-hal positif dalam hubungan
antara dokter dengan pasien, seperti:
Pasien merasa dokter menjelaskan keadaannya sesuai tujuannya, yaitu untuk berobat.
Berdasarkan pengetahuannya tentang kondisi kesehatannya, pasien pun mengerti
anjuran dokter, misalnya perlu mengatur diet, minum atau menggunakan obat
![Page 2: Komunikasi Efektif](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022073120/55cf8f23550346703b9945b4/html5/thumbnails/2.jpg)
secara teratur, melakukan pemeriksaan (laboratorium, foto/rontgen, scan) dan
memeriksakan diri sesuai jadwal, memperhatikan kegiatan (menghindari kerja berat,
istirahat cukup, dan sebagainya).
Pasien memahami dampak yang menjadi konsekuensi dari penyakit yang dideritanya
(membatasi diri, biaya pengobatan), sesuai penjelasan dokter.
Pasien merasa dokter mendengarkan keluhannya dan mau memahami keterbatasan
kemampuannya lalu bersama mencari alternatif sesuai kondisi dan situasinya,
dengan segala konsekuensinya.
Pasien mau bekerja sama dengan dokter dalam menjalankan semua upaya
pengobatan/perawatan kesehatannya.
Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien
pun percaya sepenuhnya kepada dokter.
Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh dokter sehingga akan patuh
menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin bahwa semua yang
dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya.
Sedangkan komunikasi yang tidak efektif, dapat menimbulkan dampak negatif, yaitu
berupa:
Pasien tetap tidak mengerti keadaannya karena dokter tidak menjelaskan, hanya
mengambil anamnesis atau sesekali bertanya, singkat dan mencatat seperlunya,
melakukan pemeriksaan, menulis resep, memesankan untuk kembali, atau
memeriksakan ke laboratorium/foto rontgen, dan sebagainya.
Pasien merasa dokter tidak memberinya kesempatan untuk bicara, padahal ia yang
merasakan adanya perubahan di dalam tubuhnya yang tidak ia mengerti dan karenanya
ia pergi ke dokter. Ia merasa usahanya sia-sia karena sepulang dari dokter ia tetap tidak
tahu apa-apa, hanya mendapat resep saja.
Pasien merasa tidak dipahami dan diperlakukan semata sebagai objek, bukan
sebagai subjek yang memiliki tubuh yang sedang sakit.
Pasien ragu, apakah ia harus mematuhi anjuran dokter atau tidak.
Pasien memutuskan untuk pergi ke dokter lain.
Pasien memutuskan untuk pergi ke pengobatan alternatifatau komplementer atau
menyembuhkan sendiri (self therapy).
![Page 3: Komunikasi Efektif](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022073120/55cf8f23550346703b9945b4/html5/thumbnails/3.jpg)
Dengan adanya komunikasi yang efektif antara pasien dengan dokter, maka akan
didapatkan manfaat-manfaat berupa:
1. Meningkatnya kepuasan pasien dalam menerima pelayanan medis dari dokter atau
institusi pelayanan medis.
2. Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasar hubungan
dokter-pasien yang baik.
3. Meingkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.
4. Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal dalam
menghadapi penyakitnya.
Menurut Kurtz (1998), terdapat dua macam pendekatan komunikasi yang ada dalam
dunia kedokteran, yaitu:
1. Disease centered communication style atau doctor centered communication style,
yaitu komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis,
termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.
2. Illness centered communication style atau patient centered communication style, yaitu
komunikasi berdasatkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara
individu merupakan pengalam unik, termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya,
harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yang dipikirannya.
Kurtz juga mengatakan bahwa opini mengenai menjalin komunikasi dengan pasien
hanyalah membuang-buang waktu itu tidak benar. Jika seorang dokter telah menguasai
kemampuan berkomunikasi, dokter tersebut akan terampil dan mengetahui dengan cepat
kebutuhan pasien. Dengan kemampuan ini, patient-centered communication style tidak akan
memerlukan waktu lebih lama daripada doctor-centered communication style.
Pada dasarnya, komunikasi berbocara tentang cara menyampaikan dan menerima
pikiran-pikiran, informasi, perasaan, dan bahkan emosi seseorang, sampai pada titik
tercapainya pengertian yang sama antara penyampai pesan dengan penerima pesan. Dalam
komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, diperlukan adanya empati yang dapat
dikembangkan apabila dokter memiliki keterampilan mendengar dan berbicara.
Empati sendiri dapat berarti kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti
kebutuhan pasien; menunjukkan afektifitas atau sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien;
![Page 4: Komunikasi Efektif](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022073120/55cf8f23550346703b9945b4/html5/thumbnails/4.jpg)
serta kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan atau menyampaikan empatinya
kepada pasien.
Komunikasi yang efektif ini dapat diterapkan dalam melakukan pendekatan terhadap
pasien lanjut usia (lansia). Terdapat beberapa cara komunikasi yang tepat untuk berbagai
kondisi tertentu, yaitu:
1. Pasien yang cemas
Dalam kondisi tertentu, terkadang pasien akan merasa cemas terhadap penyakit yang
dialaminya serta cemas akan kegagalan yang mungkin terjadi dalam perawatannya. Cirri-
ciri pasien yang cemas adalah:
• Pasien berkeringat, gemetar, dan juga gelisah.
• Cara berbicaranya cepat dan cenderung tak terkendali.
• Pasien menuntut akan jaminan dalam pelayanan yang berlebihan pada operator.
Sikap dokter gigi dalam menghadapi pasien dengan rasa cemas ialah:
• Dokter gigi harus sabar serta memberikan waktu pada pasien sepenuhnya
• Dokter gigi menjelaskan bahwa rasa cemas ini merupakan hal yang normal dan
kebanyakan pasien juga mengalami kecemasan. Dokter gigi menjelaskan pada
pasien bahwa kebanyakan pasien juga mengalami kecemasan.
• Dokter gigi bisa mengarahkan pasien untuk berbicara secara “ to the point”. Hal ini
disebabkan kebanyakan pasien yang cemas berbicara berbelt-belit
• Menjelaskan informasi apa yang dibutuhkan dan mengapa kita membutuhkannya.
2. Pasien yang Mudah Marah
Pada beberapa kasus, akan ditemukan pasien yang melakukan kekerasan kepada
operator sebagai bentuk kemarahannya terhadap sesautu yang telah dilakukan oleh
operator. Untuk mengatasi ini, dokter gigi atau operator dapat menggunakan bahasa
verbal dengan tujuan memutus lingkaran kemarahan, dan agresifitas pada pasien serta
mengurangi ancaman pada setiap orang.
Kemarahan atau agresifitas pasien dapat ditangani melalui beberapa cara, yaitu:
• Operator mau mendengarkan keluh kesah pasien
• Jaga jarak aman dengan pasien, tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh.
![Page 5: Komunikasi Efektif](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022073120/55cf8f23550346703b9945b4/html5/thumbnails/5.jpg)
• Jangan memotong saat pasien sedang berbicara.
• Perhatikan pemilihan kata-kata untuk berbicara kepada pasien.
• Jangan menjanjikan sesuatu hal yang belum pasti.
• Membantu pasien untuk merasa bahwa ia masih memiliki pilihan.
• Jangan membelakangi pasien saat berbicara. Hal tersebut dapat menyinggung
perasaan pasien karena pasien akan merasa tidak dihargai.
• Jangan mengancam pasien.
• Jangan menyinggung masalah pribadi pasien sebabakan menimbulkan suasana yang
kurang menyenangkan.
3. Pasien dengan Masalah Pendengaran dan Berbicara
Antara dokter gigi dengan pasien diperlukan suatu komunikasi yang efektif dan baik
agar perawatan dapat berlangsung dengan baik. Terkadang akan ditemukan pula pasien
lansia yang memiliki masalah pendengaran dan berbicara. Untuk menghadapi pasien ini,
operator dapat menggunakan bahasa non verbal atau da[at juga dengan bahasa isyarat.
Ada beberapa hal yang tidak boleh kita lakukan untuk menanggapi pasien dengan
masalah komunikasi, antara lain adalah:
• Tidak boleh mudah marah, operator harus memiliki kesabaran.
• Jangan mengulangi kata-kata kepada seorang pasien dengan masalah kegagapan.
• Jangan berbicara keras-keras, sebab akan membuat pasien merasa bahwa kita kasar.
• Menawarkan sesuatu yang tidak berarti kepada pasien. Contohnya dengan
mengatakan “jangan khawatir, kami akan menyelesaikan semuanya”.
• Jangan meninggalkan pasien ketika pasien tidak memahami apa yang dikatakan oleh
perawat.
4. Pasien dengan masalah dalam proses belajar dan ingatan
Masalah lain yang biasa ditemukan pada pasien lansia ialah semakin menurunnya
efektifitas belajar, serta penurunan ingatan pasien. Oleh karena itu, dokter gigi harus
memberikan suatu perhatian khusus dengan tujuan terhindarnya salah engertian atau
miskomunikasi dalam perawatan.
a. Menyusun pesan yang akan disampaikan secara terstruktur. Prosedur untuk home
care harus dijelaskan secara step-by-step.
![Page 6: Komunikasi Efektif](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022073120/55cf8f23550346703b9945b4/html5/thumbnails/6.jpg)
b. Jangan memberikan informasi terlalu banyak dalam satu waktu. Dokter gigi harus
menghindari memberikan seluruh instruksi home care dan prosedur dalam satu
kunjungan.
c. Dokter gigi menyiapkan waktu yang lebih banyak untuk mendengarkan keluhan
pasien, mendiskusikan rencana perawatan yang akan dilakukan serta mengulang
pesan apabila pasien belum mengerti sepenuhnya. Dokter gigi memberikan waktu
pada pasien untuk bertanya ada setiap tahap rencana perawatan yang dijelaskan
sebelumnya.
d. Dokter gigi sebaiknya menuliskan instruktur yang telah dijelaskan sebelumnya.
Pendekatan ini juga berguna dalam meringankan masalah berkurangnya informasi
yang diingat, seiring penurunan kualitas penglihatan dan pendengaran karena usia.
5. Pasien dengan masalah penglihatan
Seiring berjalannya waktu, pasien lansia tentunya akan mengalami penurunan fungsi
penglihatannya. Pasien lansia mengalami kesulitan dalam membaca suatu tulisan,
padahal instruktur secara tertulis adalah cara yang tepat sebagai pengingat untuk pasien
dalam hal meminum obat, pola makan dan lainnya. Pendekatan yang tepat ialah:
Penulisan dengan huruf yang besar, warna menarik dan kontras.
Ditulis dengan bahasa yang singkat, padat dan jelas.
Teknik komunikasi lainnya yang perlu diperhatikan dalam melakukan perawatan pada
pasien lansia adalah:
1. Menunjukkan Hormat dan Keprihatinan
Didasari pada rasa hormat kepada pasien dan memahami serta mengapresiasi setiap
pasien sebagai sosok manusia yang unik.
Rasa hormat ditunjukkan dengan sapaan formal.
Pandangan mata menunjukkan apresiasi.
Sentuhan lembut di tangan, lengan, atau pundak menunjukkan rasa turut prihatin dan
perhatian.
2. Memastikan bahwa Pasien Didengar dan Dipahami
Mempertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci
komunikasi efektif antara pasien lanjut usia dan dokter.
Membiarkan pasien lanjut usia untuk berbicara beberapa menit tentang masalahnya
tanpa interupsi akan memberikan lebih banyak informasi.
![Page 7: Komunikasi Efektif](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022073120/55cf8f23550346703b9945b4/html5/thumbnails/7.jpg)
Berbicara pelan, jelas, dan keras tanpa berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat
yang singkat dan sederhana. Karena pasien lanjut usia umumnya lebih sedikit
bertanya dan menunggu untuk ditanya.
3. Menghindari Ageism
Ageism, suatu istilah yang pertama disampaikan oleh Robert Butler, berupa
prasangka diskriminasi terhadap seseorang karena mereka berusia lanjut. Ageism adalah
hal yang lazim pada perawatan kesehatan dan dapat direfleksikan berupa:
Meremehkan masalah medis.
Menggunakan bahasa yang bersifat merendahkan.
Menggunakan panggilan yang bernada menghina.
Menghabiskan lebih sedikit masalah psikososial.
Untuk menghindarkan ageism, tenaga kesehatan dapat melakukan hal berikut:
Kenali pasien lanjut usia sebagai satu pribadi dengan riwayat dan penyelesaian yang
jelas.
Pendekatan ini memungkinkan dokter untuk menemui setiap pasien lanjut usia
sebagai individu yang unik dengan pengalaman seumur hidup yang berharga bukan
orang tua yang tidak produktif dan lemah.
4. Mengenal Kultur dan Budaya
Mengenal latar belakang kultur dan budaya pasien akan mempengaruhi persepsi
pasien terhadap baik dan berkualitasnya pelayanan kesehatan yang diberikan tenaga
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Da Silva J, Mitchell D, Mitchell L, Mitchell D. Oxford American Handbook of Clinical
Dentistry. Oxford: Oxford University Press; 2008.
Gehrig J, Willmann D. Patient assessment tutorials. Philadelphia: Wolters Kluwer
Health/Lippincott Williams & Wilkins; 2013.
Lamster I, Northridge M. Improving oral health for the elderly. New York, NY: Springer;
2008.
![Page 8: Komunikasi Efektif](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022073120/55cf8f23550346703b9945b4/html5/thumbnails/8.jpg)
Silverman J, Kurtz S, Draper J, Kurtz S. Skills for communicating with patients. Oxford:
Radcliffe Pub.; 2005.
Thompson L, Brennan L. Geriatric dentistry.