komplikasi sirosis hepatis

43
Pendahuluan Penyakit hepar stadium akhir dan hipertensi porta lanjut menyebabkan sirkulasi splanchic masuk dalam sirkulasi sistemik tanpa didetoksifikasi secara adekuat oleh hepar. Ditambah lagi, hepar yang mengalami kerusakan dapat menjadi sumber mediator abnormal atau kegagalan untuk memproduksi metabolit esensial. Konsekuensi dari perubahan ini adalah paparan organ-organ perifer terhadap perubahan komposisi dalam darah. Ensefalopati hepatic, sindroma hepatopulmoner, dan hipertensi portopulmoner adalah hasil dari paparan perubahan milieu terhadap otak dan paru. Bersama dengan perdarahan variceal, ascites, dan sindroma hepatorenal, gejala-gejala ini merupakan manifestasi mayor dari penyakit hepar lanjut dan dapat menyebabkan perubahan signifikan dari kualitas hidup, morbiditas, dan mortalitas. Terapi medis dapat mengatasi gejala atau menunda progresifitas dari komplikasi, 1

Upload: andrewsiahaan90

Post on 17-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

HE

TRANSCRIPT

PendahuluanPenyakit hepar stadium akhir dan hipertensi porta lanjut menyebabkan sirkulasi splanchic masuk dalam sirkulasi sistemik tanpa didetoksifikasi secara adekuat oleh hepar. Ditambah lagi, hepar yang mengalami kerusakan dapat menjadi sumber mediator abnormal atau kegagalan untuk memproduksi metabolit esensial. Konsekuensi dari perubahan ini adalah paparan organ-organ perifer terhadap perubahan komposisi dalam darah. Ensefalopati hepatic, sindroma hepatopulmoner, dan hipertensi portopulmoner adalah hasil dari paparan perubahan milieu terhadap otak dan paru. Bersama dengan perdarahan variceal, ascites, dan sindroma hepatorenal, gejala-gejala ini merupakan manifestasi mayor dari penyakit hepar lanjut dan dapat menyebabkan perubahan signifikan dari kualitas hidup, morbiditas, dan mortalitas. Terapi medis dapat mengatasi gejala atau menunda progresifitas dari komplikasi, namun transplantasi hepar merupakan terapi definitifnya.

Anatomi dan Histologi HeparHepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.Macam-macam ligamennya:1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sblh prox ke hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.4. Ligamentum Coronaria Anterior kika dan Lig coronaria posterior ki-ka :Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.5. Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis bukan scr anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.Secara MikroskopisHepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain . Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli tdp 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar).Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris.Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar , air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.

Fisiologi HeparHati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fung hati yaitu :1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidratPembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemakHati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :1. Senyawa 4 karbon KETON BODIES2. Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)3. Pembentukan cholesterol4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol .Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang globulin hanya dibentuk di dalam hati.albumin mengandung 584 asam amino dengan BM 66.0004. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darahHati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitaminSemua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K6. Fungsi hati sebagai detoksikasi Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitasSel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin sebagai imun livers mechanism.8. Fungsi hemodinamik Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.

Definisi dan klasifikasiEnsefalopati hepatic (EH) merupakan sindroma disfungsi neuropsikiatri disebabkan oleh shunt vena portosistemik, dengan atau tanpa penyakit hepar intrinsik. Pada pasien dengan EH umumnya terdapat perubahan status mental yang bervariasi, dari gangguan psikologis yang ringan sampai koma.2 EH hanya dapat ditegakkan apabila pasien dengan disfungsi hepar telah disingkirkan penyebab gangguan neuropsikiatri lainnya. EH merupakan komplikasi umum dari sirosis lanjut. Pasien dengan EH umumnya memiliki manifestasi dari penyakit hepar stadium akhir, seperti ascites, ikterik, atau pendarahan variceal dari saluran cerna.2EH dapat diklasifikasikan berdasarkan empat faktor berikut :1. Berdasarkan penyakit penyebabnya, EH dibagi menjadi1 Tipe A: Ensefalopati yang disebabkan oleh gagal hepar akut (ALF) Tipe B: Ensefalopati yang disebabkan oleh baypass sistem portosistemik, tanpa adanya penyakit hepatoseluler Tipe C: Ensefalopati yang disebabkan oleh sirosis dan hipertensi portal Manifestasi klinis dari tipe B dan C adalah sama, sedangkan tipe A memiliki gejala yang berbeda, dan yang paling penting, berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial dan mempunyai resiko untuk terjadinya herniasi serebral.32. Berdasarkan tingkat keparahan manifestasi3Terdapat beberapa jenis kriteria, namun Wesh Haven Criteria (WHC) paling umum digunakan (Tabel 1)

Tabel 1. West Haven CriteriaTingkatGejala Klinis

0Tidak ada kelainan

1Kesadaran mulai berkurangCemas atau euforiaKurangnya perhatianGangguan pada hitungan penambahan

2Letargi atau apatiDisorientasi pada tempat dan waktuPerubahan kepribadianTingkah laku yang tidak sesuaiGangguan pada hitungan pembagian

3Somnolens atau semi stupor yang masih respon terhadap stimulus verbalKebingunganDisorientasi berat

4Koma

Tabel 2. ISHEN CriteriaKategoriGambaran Klinis

CovertAdanya perubahan dalam hasil test psikometrik dan neuropsikologis tanpa adanya perubahan status mental yang dapat diamati secara klinis (disebut juga ensefalopati hepatikum minimal (MEH)).

Perubahan tingkat kesadaran yang kurang berarti

Euforia atau anxietas

Penurunan perhatian

Gangguan dalam kemampuan menjumlah atau mengurangi

Perubahan ritme tidur

OvertLetargis atau apatis

Disorientasi waktu

perubahan kepribadian yang jelas

perilaku yang tidak semestinya

Dyspraxia

Asterixis

gangguan kesadaran (somnolen, stupor, koma)

confused

Disorientasi yang sangat jelas

Kelakuan bizzare

3. Berdasarkan waktu, EH dibagi menjadi3 EH Episodik EH Rekuren, adalah EH yang muncul kembali setelah interval waktu 6 bulan atau kurang. EH persisten, adalah tipe EH dimana terjadi perubahan kepribadian pasien (EH minimal, WHC I) yang selalu ada dan diselingi oleh relaps EH yang berat (WHC II/III/IV) 4. Berdasarkan ada/tidaknya faktor presipitasi

Gambaran KlinisEH menghasilkan manifestasi psikiatri dan neurologis nonspesifik yang sangat luas spekturmnya. Seiring dengan berkembangnya EH, perubahan kepribadian, seperti apatis, iritabilitas, dan disinhibisi, dapat dilaporkan oleh kerabat pasien, dan perubahan yang jelas pada tingkat kesadaran dan fungsi motoric. Gangguan waktu tidur-terjaga dengan keluhan mengantuk sepanjang siang hari sering ditemukan.Pada pasien EH non-koma, abnormalitas system motoric, seperti hypertonia, hyper-refleksia, dan tanda Babinski positif dapat ditemukan. Berlawanan dengan itu, reflex tendon dalam dapat berkurang sampai hilang dalam koma, meskipun tanda pyramidal masih dapat dilihat. Jarang terjadi, defisit neurologi fokal transien dapat kita temukan. Kejang jarang sekali terjadi pada EH.Disfungsi ekstrapiramidal, seperti hipomimia, rigiditas muskuler, bradikinesia, hipokinesia, monotoni dan lambat dalam berbicara, dyskinesia dengan penurunan gerakan volunteer, sangat umum ditemui.Asterixis atau flapping tremor umumnya ada pada stage awal sampai pertengahan pada EH, mendahului stupor atau koma dan bukan merupakan tremor tapi mioklonus negative yang disebabkan oleh hilangnya tonus postural. Tanda ini sangat mudah dilihat apabila pasien melakukan aktivitas yang memerlukan tonus postural, seperti hiperekstensi pergelangan tangan dengan jadi yang dijauhkan satu dengan yang lainnya.atau apabila melakukan gerakan ritmik meremas tangan pemeriksa. Asterixis juga dapat diamati pada bagian tubuh yang lain seperti kaki, tungkai bawah, lengan, lidah dan kelopak mata. Asterixis bukan tanda patognomonis dari EH karena dapat juga ditemukan pada penyakit lain (contohnya uremia).Mielopati hepatic (MH) merupakan pola utama dari EH, dikarenakan oleh adanya shunt portocaval dalam waktu yang lama, ditandai dengan adany gangguan motorik yang berat melampaui disfungsi mental. Laporan kasus adanya paraplegia dengan spastisitas dan kelemahan tungkai bawah ditambah hiper-refleksia dan perubahan status mental persisten yang cenderung ringan menunjukkan respon yang kurang baik terhadap respon terapi standar, termasuk penurunan ammonia, namun dapat membaik dengan transplantasi hepar.EH persisten dapat muncul bersamaan dengan gejala prominen ekstapyramidal dan/atau pyramidal, tumpang tindih secara parsial dengan MH, dimana hasil pemeriksaan post-mortem menunjukkan adanya trofi otak. Parkinson yang disebabkan oleh sirosis ini tidak responsive terhadap terapi penurunan ammonia, dapat terjadi pada 4% pasien dengan kerusakan hepar stadium lanjut..Diluar dari manifestasi yang jarang terjadi pada EH, secara umum telah diakui dalam praktek klinis semua bentuk dari EH dan manifestasinya adalah rversibel, dan asumsi ini masih menjadi dasar operasional dari strategi penatalaksanaan. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan terhadap pasien yang telah dilakukan transplantai hepar dan pasien yang telah berulang kali mengalami Overt EH (WHC grade II-IV) menghasilkan keraguan akan adanya perbaikan total.

2.6 DiagnosisKarakteristik gejala neuropsikiatri pada EH termasuk pemendekan kemampuan untuk berkonsentrasi, abnormalitas tidur, dan inkoordinasi motorik, berkembang dari letargis sampai stupor dan koma. Gejala psikiatris, terutama anxietas dan depresi adalah uum terjadi. EH tipe B, dalam praktek sangat jarang ditemukan. Pada EH tipe C, gejalanya berfluktuasi, berjalan progresif dan relatif lambat. EH tipe A berhubungan dengan gagal hepar, gangguan neurologisnya dapat berupa perubahan, status mental sampai koma dalam hitungan hari, kejang dapat terjadi, dan angka mortalitasnya tinggi. Pada pasien dengan tipe ini, kematian umumnya disebabkan oleh herniasi otak yang disebabkan oleh edema serebri dan hipertensi intrakranial3Pada pasien dengan EH episodik atau perburukan, merupakan hal esensial untuk mengidentifikasi potensi faktor presipitasi dan inisiasi terapi secepatnya. Faktor presipitasi yang umunya terjadi adalah perdarahan gastrointestinal, hipovolemia, hiponatremia, hipoksia, hipoglikemia, infeksi dan penggunaan obat sedative.4Diagnosis dari EH pada gagal hepar kronik adalah berdasarkan pada kriteria klinis dan laboratoris diikuti oleh pengeliminasian penyebab lain yang dapat menyebabkan disfungsi neuropsikiatris. Untuk mencari diagnosis banding maka dibutuhkan penggunaan CT scan untuk menyingkirkan penyebab lain yang dapat menyebabkan ensefalopati seperti cedera otak traumatik, tumor, atau edema.3Grading dari EH pada praktek klinis secara umum menggunakan West Haven Criteria (Tabel 1), yang dapat menilai status mental dari skala I sampai IV berdasarkan tingkat kesadaran, fungsi intelektual, dan perubahan kepribadian.5Asterixis atau flapping tremor (umum terjadi pada pasien stage II dan III) menunjukkan adanya gerakan fleksi dan ektensi involunter dari pergelanga tangan saat pasien diminta untuk melakukan gerakan dorsifleksi secara daktif dengan jari-jari ekstensi. Flapping tremor juga dapat dilihat saat protrusi lidah atau dorsifleksi pedis. Pasien dengan stage IV menurut West Haven Criteria sebaiknya dinilai dengan Glasglow Coma Scale (table 2).3

Tabel 2. Glasgow Coma ScaleResponNilai

Mata

Membuka spontan4

Membuka dengan perintah suara3

Membuka dengan rangsang nyeri2

Tidak ada respon1

Verbal

Orientasi baik5

Bingung disorientasi tempat dan waktu4

Hanya mengeluarkan kata-kata tanpa arti3

Mengerang2

Tidak ada respon1

Motorik

Mengikuti perintah6

Melokalisir nyeri5

Withdraw4

Fleksi abnormal (dekortikasi)3

Ekstensi abnormal (deserebrasi)2

Tidak ada respon1

Tes Psikometrik umumnya digunakan untuk menilai kuantitas gangguan fungsi neurologis, terutama untuk EH ringan atau minimal. Tes yang biasanya digunakan terdiri dari Number Connection Test (NCT) dan pengukuran waktu reaksi terhadap stimulus visual atau auditorik. Psycometric Hepatic Encephalopathy Score (PHES) merupakan penilaian yang terdiri dari rangkaian tes psikometrik, termasuk NCT-A, NCT-B, line tracing test, tes symbol digit, dan tes serial dotting. Kumpulan tes ini digunakan untuk mengamati kemampuan persepsi visual, konstuksi, dan orientasi visuospasial, dengan tambahan kecepatan motoric, akurasi, perhatian, dan fungsi memori.5Perubahan gelombang pada elektroensefalografi (EEG) dimulai dari penurunan frekuensi gelombang bilateral yang sinkron, peningkatan amplitudo, dan hilangnya irama alfa yang normal. Analisa dengan menggunakan Computer assisted spectral EEG dapat membantu mengukur rerata frekuensi dominan EEG dan mengurangi variabilitas interoperator.3

PatogenesisSejumlah hipotesis telah diuslkan untuk menjelaskan perkembangan ensefalopati hepatik pada pasien dengan sirosis.Beberapa peneliti berpendapat bahwa terjadinya ensefalopati hepatik adalah akibat dari gangguan fungsi astrosit.Jumlah astrosit adalah sekitar sepertiga dari volume kortikal.Astrosit memainkan peran kunci dalam regulasi blood-brain barrier.Astrosit terlibat dalam mempertahankan homeostasis elektrolit dan dalam memberikan nutrisi dan prekursor neurotransmiter untuk neuron, selain itu juga berperan dalam detoksifikasi dari sejumlah bahan kimia, termasuk ammonia.Ensefalopati hepatikum juga dapat dianggap sebagai gangguan yang merupakan hasil akhir dari zat neurotoksik terakumulasi dalam otak.Neurotoksin putatif yang meliputi asam lemak rantai pendek; mercaptans, neurotransmitter palsu, seperti tyramine, octopamine, dan beta phenylethanolamines, mangan, amonia, dan asam gamma-aminobutyric (GABA).Teori dari patogenesis utama ensefalopati hepatikum adalah senyawa nitrogen dari usus yang mempengaruhi fungsi otak. Senyawa ini dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik karena penurunan fungsi hepar atau pirau portal sistemik. Senyawa ini di otak akan mempengaruhi kesadaran atau tingkah laku. Abnormalitas dari jalur neurotransmitter glutamin, serotonin, asam gamma-aminobutirat (GABA) dan katekolamin.1 Dukungan tambahan untuk hipotesis amonia berasal dari pengamatan klinis bahwa perawatan yang menurunkan kadar ammonia dapat memperbaiki gejala ensefalopati hepatikum.Amonia adalah produk metabolisme dari senyawa yang memilki kandungan nitrogen. Konsentrasi amonia yang berlebihan memiliki efek toksik dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Amonia dikeluarkan dari dalam tubuh melalui pembentukan urea di dalam hepar. Metabolit non-toksik ini akan dikeluarkan melalui ginjal.3Biasanya, amonia didetoksifikasi dalam hati dengan konversi menjadi urea oleh siklus Krebs-Henseleit.Amonia juga digunakan dalam konversi glutamat menjadi glutamin, reaksi yang tergantung pada aktivitas enzim gutamin sintetase.Dua faktor dianggap berkontribusi terhadap hiperamonemia yang terlihat pada sirosis.Pertama, ada penurunan fungsi hepatosit, hal ini mengakibatkan detoksifikasi amonia oleh hati juga akan berkurang sehingga kadar amonia akan meningkat.Kedua, pirau porto-sistemik dapat mengalihkan darah yang mengandung amonia dari hati ke sirkulasi sistemik.Sel-sel normal otot rangka tidak terlibat dalam proses enzimatik dari siklus urea tetapi otot rangka mempunyai enzim glutamin sintase.Kegiatan enzim glutamin sintetase meningkatkan dalam keadaan sirosis dan pirau porto-sistemik.Dengan demikian, otot rangka adalah tempat penting untuk metabolisme amoniak pada sirosis.Namun, pada penderita sirosis yang lanjut dapat terjadi keadaan muscle wasting yang berpotensi mengakibatkan hiperamonia.Astrosit merupakan sel utama di otak yang dapat memetabolisme amonia. Enzim glutamin sintase yang berada di retikulum endoplasma otak bertanggung jawab untuk mengubah glutamat dan amonia menjadi glutamin. Pada ensefalopati hepatikum level dari glutamin intraselular di astrosit meningkat dikarenakan meningkatnya amonia dikarenakan gagal hati. Konsentrasi glutamin yang tinggi menyebakan keadaan hiperosmolar di dalam astrosit. Hal ini mengakibatkan air akan masuk ke dalam astrosit dan mengakibatkan sel menjadi bengkak akibatnya akan terjadi edema serebral dan tekanan intrakranial5. pembengkakan astrosit juga mengakibatkan defek di regulasi neurotransmitter, gangguan di transport substrat kunci antara astrosit dan neuron dan akhirnya menyebabkan disfungsi neuron dan ensefalopati.6

Gambar 1. Mekanisme hiperamoniaAmonia sendiri tidak dapat menjelaskan semua perubahan neurologis yang terjadi pada penderita ensefalopati hepatikum. Sepsis menjadi salah satu pencetus terjadinya ensefalopati hepatikum pada penderita sirosis hepatis. Peningkatan TNF yang terjadi selama proses inflamasi akan meningkatkan difusi dari amonia untuk masuk kedalam astrosit.5 Salah satu pendapat terhadap hipotesis amonia adalah dalam pengamatan bahwa sekitar 10% dari pasien dengan ensefalopati signifikan memiliki tingkat serum amonia normal.Selain itu, banyak pasien dengan sirosis memiliki tingkat amonia tinggi tanpa bukti untuk ensefalopati.Juga, amonia tidak merangsang terbentuknya perubahan elektroensefalografik klasik (EEG) ensefalopati hepatikum ketika diberikan pada pasien dengan sirosis.Teori lain yang menjelaskan terjadinya ensefalopati hepatikum adalah teori GABA. GABA adalah zat inhibisi neuron yang diproduksi di saluran pencernaan.Dari semua ujung saraf otak, 24-45% mungkin merupakan reseptor GABAergik.Selama 20 tahun, dipostulasikan bahwa ensefalopati hepatikum merupakan hasil dari peningkatan reseptor GABAergik pada otak. Namun, berbagai percobaan ekperimental telah mengubah persepsi mengenai kegiatan kompleks reseptor GABA pada pasien sirosis.Kompleks reseptor GABA berisi tempat terikatnya GABA, benzodiazepines, dan barbiturat.Dipercaya bahwa terdapat peningkatan kadar GABA dan benzodiazepin endogen dalam plasma.Bahan kimia ini kemudian akan melintasi sawar darah-otak.Pengikatan GABA dan benzodiazepin dengan komplek reseptor GABA akan mengakibatkan masuknya ion klorida ke dalam neuron postsinap, yang akan menyebabkan penghambatan potensial aksi neuron postsinap.Dalam model eksperimental, neurotoksin, seperti amonia dan mangan, meningkatkan produksi dari reseptor benzodiazepine tipe perifer (PTBR) di astrocytes. PTBR, pada gilirannya, merangsang konversi kolesterol untuk pregnenolon menjadi neurosteroids.Neurosteroids ini kemudian dilepaskan dari astrosit tersebut danmampu berikatan dalam kompleks reseptor GABA neuronal dan dapat mengakibatkan penghambatan neurotransmisi.

PenatalaksanaanPada saat ini hanya overt EH (OEH) yang secara rutin diterapi. EH minimal sulit ditemukan dalam pemeriksaan klinis dan umumnya baru ditemukan dengan menggunakan pemeriksaan-pemeriksaan khusus. Meskipun memiliki gejala yang ringan, namun EH minimal bias menyebabkan efek signifikan terhadap kehidupan sehari-hari pasien. Beberapa kondisi khusus dapat menjadi indikasi untuk menangani pasien minimal EH (contohnya gangguan dalam kemampuan mengemudi, performa kerja, atau keluhan kognitif).Pasien dengan EH grade tinggi yang memiliki resiko atau tidak dapat mrmpertahankan jalan napasnya membutuhkan perhatian intensif dan idealnya dirawat di ruang rawat intensif. Secara teknis, jika terdapat penyebab lain dari ensefalopati, maka episode ensefalopati tersebut tidak dikatakan sebagai EH. Dalam praktek klinis, yng terjadi adalah baik non-EH dan EH tetap diterapi keduanya.Mengendalikan faktor presipitasI dalam mengelola Overt EH adalah hal yang terpenting, karena hampir 90% paien dapat diterapi dengan hanya mengoreksi faktor presipitasi. Perhatian terhadap hal ini masih merupakan dasar dari manajemen EH.Dalam menangani Overt EH dikenal empat cabang pendekatan, yang terdiri dari inisiasi pelayanan pada pasien dengan gangguan kesadaran, penyebab lain dari perubahan status mental harus dicari dan diterapi, identifikasi fraktor presipitasi dan koreksinya, memulai terapi empiris EH.Sebagai tambahan dari empat cabang pendekatan terapi EH, terapi obat spesifik merupakan bagian dari tatalaksana. Kebanyakan obat belum diujicoba dengan penelitian kontrol acak, dan digunakan berdasarkan observasi sirkumstansial. Agen yang dipakai termasuk disakarida non absorbable, contohnya laktulosa, dan antibiotik, contohnya rifaximin. Terapi lain seperti asam amino rantai cabang oral (BCAAs), L-Ornithine L-aspartat intravena (LOLA), probiotik dan antibiotic lain, juga telah digunakan. Di rumah sakit, selang nasogastric dapat digunakan untuk memberi terapi oral pada pasien yang tidak dapat menelan atau memiliki resiko aspirasi.Pembatasan protein pada saat ensefalopati akut dengan secara bertahap menaikkan jumlahnya untuk menilai toleransi klinis merupakan landasan klasik terapi. Pembatasan nitrogen berlarut-larut dapat menyebabkan kekurangan gizi dan memperburuk prognosis. Di sisi lain, keseimbangan nitrogen positif akan memiliki efek positif pada ensefalopati dengan mempromosikan regenerasi hati dan meningkatkan kapasitas otot untuk detoksifikasi amonia. Dengan demikian, manajemen nutrisi termasuk efek intrinsik dari komponen makanan serta efek jangka panjang pada organ yang mengalami disfungsi, berkontribusi pada patogenesis EH. Peningkatan aktivitas katabolik pada sirosis menyebabkan kebutuhan protein yang disarankan adalah 1-1,5 g/kg/hari. Dalam menghitung asupan nitrogen yang cukup adalah sulit. Sayuran dan susu adalah sumber yang lebih baik dari protein hewani, karena makanan tersebut memberikan kalori yang lebih tinggi dalam rasio nitrogen dan , jenis makanan tersebut mengandung serat yang tidak dapat diserap, yang menjadi substrat penting untuk bakteri-bakteri usus dan kolon dalam melakukan proses pengasaman selanjutnya.Zinc, kofaktor enzim siklus urea, kurang jumlahnya pada pasien sirosis, terutama jika dikaitkan dengan kekurangan gizi. Suplemen seng meningkatkan aktivitas siklus urea dalam model eksperimental sirosis. Satu penelitian telah mengevaluasi efek dari seng dalam waktu yang singkat (sampai seminggu), tanpa perbaikan besar. Pada sebuah penelitian yang menghasilkan hasil yang positif, pada penelitian ini diberikan zinc selama 3 bulan, meskipun penelitian ini tidak acak. Pasien dengan defisiensi zinc harus menerima suplemen zinc oral.Pada ensefalopati akut, asupan protein dapat ditiadakan untuk hari pertama. Nutrisi enteral jangka pendek ( 4 hari ) belum terbukti bermanfaat bagi pasien sirosis dirawat di rumah sakit .Pada manajemen kronis. Peningkatan toleransi protein dapat dicapai dengan meningkatkan asupan protein dengan kombinasi dengan langkah-langkah terapi lain, seperti disakarida nonabsorbable. Pergantian protein hewani dengan nabati dan/atau protein susu harus ditinjau, dengan difasilitasi oleh konsultasi dengan ahli gizi. Formulasi oral asam amino rantai cabang dapat menyediakan sumber protein yang ditoleransi lebih baik pada pasien dengan ensefalopati kronis dan intoleransi protein. Seng asetat dapat diberikan sebagai 220 mg dua kali sehari. Ini dapat mengurangi penyerapan kation divalen lainnya (misalnya , tembaga).

Gambar 2. Alur Tatalaksana EH Tipe CPembersihan Usus .Karena racun yang bertanggung jawab untuk EH timbul dari usus, pembersihan usus adalah terapi utama. Selain itu, EH sendiri dapat mengakibatkan waktu transit yang lambat. Pembersihan kolon mengurangi kadar ammonia luminal, mengurangi jumlah bakteri kolon, dan menurunkan kadar amonia darah pada pasien sirosis.Berbagai obat pencahar dapat digunakan, tetapi disakarida nonabsorbable lebih disukai, karena golongan ini menghasilkan efek tambahan yang mempotensiasi eliminasi atau mengurangi pembentukan senyawa nitrogen. Administrasi enema mungkin diperlukan pada pasien dengan gangguan kesadaran. Atau, pembersihan usus juga dapat dicapai setelah irigasi usus melalui per oral melalui sebuah tabung. Irigasi dengan 5 L larutan isotonik manitol, 1 g / kg, telah dibuktikan efeknya dalam uji coba terkontrol untuk mencegah ensefalopati setelah perdarahan saluran cerna.Disakarida non absorbableLaktulosa secara umum digunakan dalam pengobatan inisial Overt EH. Dosis laktulosa harus dimulai saat tiga elemen pertama dari empat cabang pendekatan tatalaksana telah dilakukan, dengan 25 mL syrup laktulosatiap 12 jam sampai setidaknya dua kali buang air besar lembek atau pergerakan usus tanpa hambatan ditemukan perharinya. Kemudian dosis dititrasi untuk menghasilkan pefrgerakan usus dua sampai tiga kali perhari. Pengurangan dosis ini harus diimplementasikan. Terdapat kesalahan pandangan bahwa kurangnya efek laktulosa pada dosis kecil dikoreksi dengan memberikan dosis yang besar. Terdapat bahaya dalam menggunakan laktulosa berlebihan yang dapat menyebabkan komplikasi, seperti aspirasi, dehidrasi, hypernatremia, iritasi berat perianal, dan penggunaan laktulosa berlebihan dapat mempredipitasi EH.

Antibiotikkeuntungan dari neomisin, obat yang paling sering digunakan, adalah dikarenakan efeknya terhadap bakteri kolon. Disisi lain, neomisin juga mempengaruhi mukosa usus halus, dan dapat menggangu aktivitas glutaminase di vili intestinal. Metronidazol, mempengaruhi populasi bakteri yang berbeda dengan neomisin, juga dapat mengobati ensefalopati. Infeksi dari Helicobacter pylori diusulkan sebagai penyebab ensefalopati dikarenakan ammonia yang dihasilkan organisme yang mengandung urease ini. Toksisitas yang berhubungan dengan penggunaan antibiotik dapat menghambat penggunaannya jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Meskipun penyerapan neomisin buruk, penggunaan neomisin kronik dapat menyebabkan kehilangan kemampuan pendengaran dan gagal ginjal. Pasien disarankan untuk memeriksa kemampuan pendengarannya sekali setahun jika neomisin dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Malabsorbsi intestinal dapat mengakibatkan diare yang mirip penyakit sprue. Untuk EH akut dapat diberikan neomisin (3-6 g/hari) selama 1 -2 minggu. Untuk dosis pemliharaannya dapat diberikan sebanyak 1-2 g/hari dengan pemeriksaan ginjal dan auditorik tahunan. Metronidazole dapat dimulai degan dosis 250 mg dua kalo sehari. Obat yang mempengaruhi neurotansmisiFlumazenil dan bromocriptine memiliki efek langsung pada otak. Peningkatan tonus GABA-ergik berkontribusi pada pengembangan ensefalopati. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa "benzodiazepin endogen" mungkin ada pada pasien dengan EH dan memberi efek neuroinhibitory melalui pengikatan reseptor GABA. Antagonisme efek GABA-ergik oleh flumazenil telah diuji pada pasien dengan ensefalopati akut dan Perubahan status mental yanag berat. Dalam sebuah uji coba klinis besar dengan 560 pasien uji coba, pemberian flumazenil intravena bolus meningkatkan kondisi mental pada sekitar 15 % dari pasien, dibandingkan dengan 3 % dari kontrol yang diobati dengan plasebo. Meskipun hasil ini tidak mencolok, flumazenil dapat diberikan kepada pasien dengan HE dan diduga mengonsumsi benzodiazepine. Preparat oral sayangnya tidak tersedia untuk administrasi jangka panjang dan kronis.Pengamatan baru-baru ini akumulasi mangan di ganglia basal pasien dengan sirosis telah menghidupkan kembali kemungkinan perubahan dopamin neurotransmisi. Perubahan ini mungkin mendasari temuan seringnya gejala ekstrapiramidal muncul pada pasien dengan penyakit hati. Perbaikan dari tanda-tanda ekstrapiramidal telah dilaporkan ketika bromocriptine telah ditambahkan ke terapi konvensional.Pada saat ini, rekomendasi resmi tentang penggunaan obat ini tidak dapat dilakukan atas dasar data berbasis bukti . Flumazenil (1 mg bolus iv) diindikasikan untuk pasien dengan EH dan diduga dipresipitasi benzodiazepine. Meskipun flumazenil telah dilaporkan sesekali menyebabkan kejang, temuan tersebut belum dijelaskan pada pasien dengan EH. Bromokriptin (30 mg po bid) diindikasikan untuk pengobatan ensefalopati kronik pada pasien tidak responsif terhadap terapi lain. Bromokriptin dapat menyebabkan peningkatan kadar prolaktin.

1