kliping media cetakkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung...4 mongabay.co.id padang...

23

Upload: trinhthu

Post on 03-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KLIPING MEDIA CETAK KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT No.

Tanggal

Media

Berita

1 17 April 2018 Jawa Pos Polda Periksa Dua Menteri soal Reklamasi

2 17 April 2018 Jawa Pos Jajaki Perluasan Are Tambak Garam

3 17 April 2018 antaranews.com Petani garam harapkan Kadin suarakan pengetatan impor

4 17 April 2018 mongabay.co.id Padang Lamun di Teluk Bogam, Rumah Makan Kawanan Dugong

5 16 April 2018 mongabay.co.id/ Kisah Para Pemburu Dugong di Teluk Bogam

6 16 April 2018 republika.co.id Upaya Penyelundupan Sirip Hiu di Soekarno-Hatta Digagalkan

7 16 April 2018 inews.id Keputusan Impor Pemerintah Bikin Harga Garam Lokal Anjlok

8 16 April 2018 inilahkoran.com Pembudidaya Garam di Karawang Lebih Pilih Menyetok Ketimbang Menjual

9 16 April 2018 wartaekonomi.co.id Nelayan Keluhkan Mahalnya Garam untuk Produksi Ikan Asin

10 16 April 2018 timlo.net Harga Garam Melonjak, Pengusaha Ikan Asin Sambat

11 16 April 2018 cendananews.com/ Pengusaha Ikan Asin Karawang Keluhkan Tingginya Harga Garam

12 8 April 2018 beritasatu.com Sulsel Kampanye Larangan Restoran Sediakan Masakan Hiu

Penyusun

Tim Humas

Mengetahui, a.n Kepala Bagian Humas dan Kerjasama

Ka. Sub Bagian Humas

Hery Gunawan Daulay

Berikut kami sampaikan Ringkasan Pemberitaan PRL 17 April 2018 Media Cetak dan Online No Media Judul Ringkasan

1 Jawa Pos Polda Periksa Dua Menteri soal Reklamasi

Penyidik Polda Metro Jaya terus memeriksa saksi soal kasus reklamasi. Bahkan, polisi sudah memeriksa Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti dan Menko Bidang Maritim Luhut Binsar Pandjaitan. "Ini terkait pencabutan moratorium reklamasi oleh Pak Luhut waktu itu. Saya lupa kapan waktu tersebut," kata Direskrimsus Polda Metro Jaya Kombespol Adi Deriyan

2 Jawa Pos Jajaki Perluasan Are Tambak Garam

Permintaan garam rakyat dan industri diprediksi meningkat, terutama pada momen Ramadan dan Lebaran. Karena itu, pasokan garam harus dipastikan aman.

3 antaranews.com Petani garam harapkan Kadin suarakan pengetatan impor

Petani garam di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, berharap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ikut menyuarakan aspirasi petani garam agar pemerintah melakukan pengetatan aturan impor garam untuk melindungi petani garam lokal.

4 mongabay.co.id Padang Lamun di Teluk Bogam, Rumah Makan Kawanan Dugong

Sebagai pengendali ekosistem di laut, lamun menjadi habitat yang penting dan sebagai tempat bagi biota laut mengasuh dan membesarkan anaknya, serta tempat mencari makan bagi ikan-ikan karang, seperti kakap dan satwa laut berukuran besar seperti penyu dan duyung.

5 mongabay.co.id/ Kisah Para Pemburu Dugong di Teluk Bogam

Keberadaan Dugong di alam sangatlah penting. Perannya sebagai pengendali ekosistem laut tidak bisa digantikan oleh biota laut lainnya. Sebagai pemakan lamun, Dugong biasa memakannya dengan cara mengaduk substrat yang ada di bawah pasir laut. Cara tersebut membantu siklus nutrien di alam dan menyuburkan tanah yang ada di bawah perairan.

6 republika.co.id Upaya Penyelundupan Sirip Hiu di Soekarno-Hatta Digagalkan

Balai Besar Karanita Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jakarta 1 Bandara Soekarno - Hatta Tangerang, Banten, menggagalkan penyelundupan sirip ikan hiu. Kepala Balai Besar Karanita Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jakarta 1 Bandara Soetta, Habrin Yake di Tangerang

7 inews.id Keputusan Impor Pemerintah Bikin Harga Garam Lokal Anjlok

Kebijakan impor garam oleh pemerintah pusat terus menuai polemik. Sejumlah pihak menilai kebijakan impor garam untuk memenuhi kebutuhan garam industri kurang tepat lantaran mengancam keberadaan garam lokal.

8 inilahkoran.com Pembudidaya Garam di Karawang Lebih Pilih Menyetok Ketimbang Menjual

Harga jual garam hasil petambak di Kabupaten Karawang masih cukup tinggi. Yakni, di kisaran Rp 3.000 per kilogramnya. Sayangnya, para petambak belum tergiur untuk menjual hasil panen mereka.

9 wartaekonomi.co.id Nelayan Keluhkan Mahalnya Garam untuk Produksi Ikan Asin

Garam dari petani itu menjadi bahan baku pengolahan ikan asin. Jadi tidak mungkin kami mengurangi garam, meski saat ini harganya cukup tinggi," kata Firman, salah seorang pelaku usaha pengolahan ikan asing di wilayah pesisir utara Karawang,

10 timlo.net Harga Garam Melonjak, Pengusaha Ikan Asin Sambat

Pelaku usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, mengeluhkan tingginya harga garam yang merupakan salah satu bahan baku pengolahan ikan asin. “Garam dari petani itu menjadi

bahan baku pengolahan ikan asin

11 cendananews.com/ Pengusaha Ikan Asin Karawang Keluhkan Tingginya Harga Garam

Pelaku usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, mengeluhkan tingginya harga garam yang merupakan salah satu bahan baku pengolahan ikan asin.

12 beritasatu.com Sulsel Kampanye Larangan Restoran Sediakan Masakan Hiu

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan dan Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Makassar terus menyosialisasikan dan mengampanyekan larangan restoran menyediakan masakan hiu dan pari manta yang terancam punah.

KLIPING MEDIA CETAK

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT

Bagian Kerjasama Humas dan Pelayanan

Media : Jawa Pos Tanggal : 18 April 2018

Halaman : 18

Judul : Polda Periksa Dua Menteri soal Reklamasi

Ringkasan : Penyidik Polda Metro Jaya terus memeriksa saksi soal kasus reklamasi. Bahkan, polisi sudah memeriksa Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti dan Menko Bidang Maritim Luhut Binsar Pandjaitan. "Ini terkait pencabutan moratorium reklamasi oleh Pak Luhut waktu itu. Saya lupa kapan waktu tersebut," kata Direskrimsus Polda Metro Jaya Kombespol Adi Deriyan

KLIPING MEDIA CETAK

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT

Bagian Kerjasama Humas dan Pelayanan

Media : Jawa Pos Tanggal : 18 April 2018

Halaman : 6

Judul : Jajaki Perluasan Are Tambak Garam

Ringkasan : Permintaan garam rakyat dan industri diprediksi meningkat, terutama pada momen Ramadan dan Lebaran. Karena itu, pasokan garam harus dipastikan aman.

Petani garam harapkan Kadin suarakan pengetatan impor

Antara Jateng, 17 Apr 2018

Petani garam di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, berharap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ikut menyuarakan aspirasi petani garam agar pemerintah melakukan pengetatan aturan impor garam untuk melindungi petani garam lokal. "Petani garam lokal tidak terlalu mempermasalahkan kebijakan impor. Akan tetapi, pemerintah juga perlu mengawasi agar tidak sampai merembes ke pasar garam konsumsi," kata salah seorang petani garam di Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Rasmani ketika menerima kunjungan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto dengan didampingi Agus Purwanto Sunu di Rembang, Senin.

Ia mendapatkan informasi garam impor saat ini telah merembes ke pasar konsumsi sehingga merugikan petani lokal. Untuk itu, dia berharap, kehadiran Kadin Pusat ke Rembang bisa ikut menyuarakan aspirasi petani garam. "Keinginan petani garam, impor garam harus melalui satu pintu," ujarnya. Jika melalui banyak pihak, kata dia, petani garam lokal dipastikan akan mengalami kerugian karena importir dipastikan akan berlomba–lomba menjual garam dengan harga yang semurah–murahnya. Dampaknya, lanjut dia, perang harga garam antar importir tentu bisa merugikan petani garam.

Petani garam lainnya, Sujoko mengakui, meskipun harga jual garam impor lebih tinggi dari garam lokal, petani tetap dirugikan. Harga jual garam impor di pasaran, katanya, sebesar Rp3.000 per kilogram, sedangkan garam lokal sebesar Rp2.500/kg. Hanya saja, kata dia, garam impor ketika diproses menjadi garam konsumsi bisa langsung dikemas tanpa melalui tahapan pencucian maupun pengeringan.

Sementara garam lokal, katanya, masih harus melalui proses pencucian dan pengeringan sehingga mengalami penyusutan hingga 35 persen. Akibatnya, kata dia, produsen garam konsumsi yang menggunakan bahan baku garam lokal tentunya tidak bisa bersaing dengan produsen lain yang menggunakan garam impor.

"Seharusnya, garam impor digunakan untuk kepentingan industri dan tidak boleh digunakan untuk

garam konsumsi karena merugikan petani lokal," ujarnya. Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto mengungkapkan pihaknya akan mencoba berkomunikasi dengan Kementerian Perdagangan terkait keinginan petani garam di Rembang tersebut. "Pemerintah memang perlu meningkatkan pengawasan agar garam impor tidak sampai mengganggu stabilitas harga garam petani," ujarnya.

https://jateng.antaranews.com/berita/192389/petani-garam-harapkan-kadin-suarakan-pengetatan-impor

Padang Lamun di Teluk Bogam, Rumah Makan Kawanan

Dugong

17 April 2018

Desa Teluk Bogam di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Rabu (11/4/2018) siang terlihat sepi. Aktivitas warga desa pada waktu tersebut, tak nampak memperlihatkan kesibukan. Hanya sesekali saja, warga berlalu lalang di jalan raya yang membelah desa tersebut. Kawasan pantai yang di hari libur atau akhir pekan selalu dipenuhi wisatawan lokal ataupun mancanegara, pada siang hari tersebut juga terlihat lengang. Hanya beberapa wisatawan dari sekitar desa saja yang tampak menikmati pantai. Suasana tersebut, didukung oleh cuaca yang pada saat itu tidak terasa terik.Di bibir pantai yang sebagian besar sudah terkena abrasi, tertambat sebuah perahu kecil berukuran tak lebih dari 5 gros ton (GT). Perahu milik nelayan desa setempat itu, tertambat di perairan yang letaknya persis di belakang rumah Kepala Desa Teluk Bogam Syahrial. Perahu tersebut berikutnya akan menjadi kendaraan saya bersama rombongan Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) untuk mencapai kawasan perairan Gosong Beras Basah.

Sebuah perahu berada di atas padang lamun di perairan Gosong Beras di Desa Teluk Bogam di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah. Foto : DSCP Indonesia/Mongabay Indonesia

Untuk mencapai kawasan yang menjadi habitat lamun di Teluk Bogam itu, diperlukan waktu sekitar 30 menit. Saat kami sudah berada di atas perahu, perjalanan langsung dilakukan tanpa ada penundaan. Demi mengejar tujuan utama untuk melihat padang lamun di bawah perairan Teluk Bogam, perahu berhenti sekitar 500 meter sebelum pasir timbul Gosong Beras Basah.

Saat rasa penasaran masih menyergap kami karena perahu berhenti, sekelompok orang yang sebagian ada di atas perahu dan sebagian lagi di air, terlihat tak jauh dari kami. Usut punya usut, kelompok orang tersebut, tidak lain adalah tim survei DSCP yang sedang memantau kondisi lamun di perairan tersebut. Tim tersebut terdiri dari ilmuwan dan praktisi dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak, Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Antakusuma – Pangkalan Bun, dan WWF Indonesia.

Tak lama, seorang pria berkulit gelap langsung menghampiri kami yang sedang berada di atas perahu. Pria yang memilih tetap ada di air dengan kedalaman sekitar 150 centimeter itu tanpa canggung langsung memberitahu kami bahwa ada padang lamun yang cukup luas di bawah perairan. Sontak saja, kami semua langsung berebut untuk terjun ke air demi melihat dan merasakan lamun secara langsung.

“Airnya dangkal. Jadi aman untuk kita lalui,” ucap pria yang kemudian diketahui bernama Juraij Bawazier itu setengah berteriak dari samping perahu.

Padang lamun di pesisir pantai Auki. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

Setelah sebagian besar dari kami berada di air, Juraij yang juga menjabat Sekretaris Yayasan Lamun Indonesia (Lamina) itu menerangkan tentang kondisi lamun di perairan tersebut. Menurutnya, lamun di Gosong Beras Basah kondisinya masih cukup baik dan terbagi kepada beberapa spesies. Tetapi, dari semua spesies yang ada, lamun halus yang memiliki ketinggian sekitar 10 centimeter, disebutkan sebagai lamun kesukaan Dugong (Dugong dugon), mamalia laut yang langka karena populasinya terus menyusut.

Juraij menyebut, lamun halus tersebut jenisnya adalah Halophila dan Halodule. Kedua jenis lamun tersebut, disukai Dugong karena teksturnya halus dan ukurannya kecil. Dengan demikian, saat mulut mamalia laut tersebut memakannya, lamun bisa mudah dicerna. Saat sedang makan, kata dia, Dugong biasanya akan membentuk pola memanjang seperti traktor sedang membajak sawah. Pola tersebut besar kecilnya bisa berbeda untuk setiap kali makan.

“Jika polanya memanjang, besar, dan dalam, itu hampir dipastikan bahwa yang memakan adalah Dugong dewasa dan dilakukan dalam kondisi nyaman, waktu yang panjang dan tidak terburu-buru,” jelasnya.

Feeding Trail

Tentang jejak makan Dugong yang membentuk pola tersebut, Juraij mengatakan bahwa itu biasa disebut dengan istilah feeding trail. Jejak makan Dugong tersebut, menjadi bukti otentik bagi para ilmuwan untuk mengukur secara detil fisik mamalia laut tersebut. Kata dia, pengukuran paling akurat sebenarnya tetap dengan cara mengukur tubuh Dugong secara langsung.

“Tetapi, jangankan untuk mengukur langsung, melihat mereka saja susahnya setengah mati. Dugong itu mamalia paling pemalu di laut. Kita kalau mau melihat mereka, sebisa mungkin harus senyap untuk beberapa saat,” jelas dia.

Mangrove di atas air, dan padang lamun di bawahnya, kombinasi kekuatan untuk menyimpan karbon dunia. Foto: Keith Elienbogen@iLCP

Di perairan Gosong sendiri, menurut Juraij, sedikitnya terdapat 10 spesies lamun yang tumbuh subur. Dari 10 jenis, 7 jenis tercatat ditemukan di perairan Gosong Beras Basah. Sementara sisanya, ditemukan di perairan sekitar Gosong lainnya. Jumlah spesies tersebut diketahui, setelah pada 2016 tim DSCP melakukan survei dan menelitinya secara ilmiah.

Adapun 7 spesies lamun yang ada di Gosong Beras Basah itu, adalah Cymodeocea rotundata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila decipiens, Halophila minor, Halophila ovalis, dan Thalassia hemprichii.

Selain pada 2016, Juraij mengemukakan, penemuan serupa juga didapat pada survei yang dilakukan sepanjang 2017. Selain 7 spesies lamun yang kembali ditemukan, juga ditemukan jejak makan di atas padang lamun. Jejak tersebut, semakin menguatkan fakta bahwa perairan tersebut menjadi habitat Dugong sejak lama hingga sekarang.

Jejak makan Dugong yang ditemukan, menurut Site Manager WWF Indonesia Kotawaringin Barat (Kobar) untuk DSCP Idham Farsha, panjangnya mencapai 9 meter dengan kedalaman hingga 6 sentimeter. Pola kedalaman tersebut menjelaskan tentang pola makan Dugong yang selalu mengeruk pasir dengan sayapnya.

“Jika sampai enam sentimeter kedalamannya, itu menandakan bahwa jejak tersebut berasal dari Dugong yang sudah dewasa,” tegas dia.

Selain melakukan survei di habitat utama di Gosong Beras Basah, Juraij menerangkan, tim juga melakukan survei di Gosong Senggora, Sepagar dan perairan beberapa desa, seperti Teluk Bogam, dan Sungai Bakau. Semuanya masih satu wilayah dalam Kecamatan Kumai, Kotawaringin Barat. Di sela melakukan survei, beberapa kali tim melihat Dugong sedang berenang.

“Dugong di sini masih sangat liar. Jadi mereka masih berusaha menghindar kepada manusia. Waktu terbaik untuk melihat Dugong, adalah pada malam hari. Biasanya, Dugong akan datang ke padang lamun untuk mencari makanan,” jelasnya.

Dugong yang membutuhkan padang lamun sebagai habitatnya. Foto: WWF-Indonesia/Tutus Wijanarko

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) Luky Adrianto, menyebut, riset dugong dan padang lamun perlu ditingkatkan karena selama ini masih tertinggal bila dibandingkan dengan riset terumbu karang dan mangrove. Salah satu upaya penyelamatan yang bisa dilakukan, kata Luky, adalah dengan melibatkan masyarakat di dalamnya. Menurut dia, cara tersebut diyakini akan lebih efektif karena sudah terbukti dalam penyelamatan satwa laut ikan hiu dan pari manta.

Seperti diketahui, dugong adalah salah satu dari 35 jenis mamalia laut di Perairan Indonesia yang biasa ditemui di habitat padang lamun. Dugong dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7/1999.

Selain itu, dugong sudah masuk dalam Daftar Merah oleh the International Union on Conservation of Nature (IUCN) dunia sebagai satwa yang “rentan terhadap kepunahan”. Tak cukup itu, dugong juga

masuk dalam Apendiks I oleh the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES),

Dengan perlindungan berlapis tersebut, Dugong dinyatakan sebagai satwa laut yang dilindungi penuh dan tidak dapat diperdagangkan atau dimanfaatkan dalam bentuk apapun.

Fakta Lamun

DSCP merilis resmi fakta tentang lamun (seagrass) dan menyebutkan bahwa itu adalah tumbuhan berbunga yang tumbuh di dasar perairan pesisir. Biasanya, lamun dapat membentuk hamparan yang disebut padang lamun. Di Indonesia, lamun dikenal dengan sebutan berbeda di sejumlah daerah. Di Teluk Banten, lamun disebut dengan nama yang sama: lamun. Di Kepulauan Riau, lamun dikenal dengan sebutan rumput setu atau setu laut. Di Kepulauan Seribu, lamun disebut dengan nama rumput pama, oseng, atau samo-samo.

Kemudian, di Sulawesi Selatan, lamun dikenal dengan istilah samo-sam dan atau rumput anang. Di Maluku, lamun dikenal dengan sebutan lalamong, samo-samo, pama, dan atau ilalang laut. Sementara, d Maluku Utara, lamun terkenal dengan sebutan rumput gussumi, guhungiri, dan alinumang. Di Sulawesi Tenggara, lamun dikenal dengan nama rumput lelamong dan rumput lela. Kemudian di Pulau Maratua, Kalimantan Timur, lamun terkenal dengan sebutan rumput unas.

Untuk diketahui, DSCP menjelaskan bahwa lamun bukanlah rumput laut. Lamun adalah tumbuhan sejati yang memiliki daun, rimpang/ batang yang menjulur (rhizome), dan akar sejati, sedangkan rumput laut (seaweed) adalah ganggang (algae).

Sebagai tumbuhan laut, lamun biasanya tumbuh terendam di dalam air laut yang bersubstrat pasir atau campuran pasir, lumpur, dan pecahan karang, sampai ke kedalaman air laut yang tidak lagi terkena penetrasi sinar matahari. Di Indonesia, lamun umumnya tumbuh di daerah pasang surut dan sekitar pulau-pulau karang.

Sebagai pengendali ekosistem di laut, lamun menjadi habitat yang penting dan sebagai tempat bagi biota laut mengasuh dan membesarkan anaknya, serta tempat mencari makan bagi ikan-ikan karang, seperti kakap dan satwa laut berukuran besar seperti penyu dan duyung.

Di Indonesia, terdapat 13 jenis lamun dari total 60 jenis lamun di seluruh dunia. Meski cukup banyak, namun DSCP mengingatkan bahwa lamun berpotensi bisa terkena penyakit diakibatkan air laut yang tercemar. Biasanya, itu dipengaruhi dari kesadaran warga pesisir untuk bisa menjaga laut dari pencemaran.

Dengan menjaga laut dari pencemaran, maka manfaat dan fungsi lamun akan bisa bekerja dengan baik. Lamun adalah tanaman bisa mengolah karbon dioksida dan mengubahnya menjadi energi dalam bentuk biomassa yang dimanfaatkan oleh biota-biota laut seperti ikan-ikan.

Selain manfaat dan fungsi di atas, lamun juga berperan sebagai pemerangkap sedimen di laut. Daun lamun yang lebat akan memperlambat arus dan ombak yang dapat menyebabkan erosi. Kemudian, daun dan sistem akar lamun dapat memerangkap sedimen dan mengendapkannya di dasar, sehingga air menjadi lebih jernih dan terjaga kualitasnya.

http://www.mongabay.co.id/2018/04/17/padang-lamun-di-teluk-bogam-rumah-makan-kawanan-dugong/

Kisah Para Pemburu Dugong di Teluk Bogam

16 April 2018

Pandangan Murah menerawang jauh seperti kembali ke masa lalu saat dirinya masih remaja. Tak ada keraguan, apalagi ketakutan yang tergambar dari sorot mata pria 71 tahun itu. Hanya kebahagiaan dan kebanggaan yang terlihat dari pancaran mata pria yang menghabiskan seluruh hidupnya di Desa Teluk Bogam, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah itu.

Meski usia sudah menggerogoti tubuh kekarnya, Murah masih berusaha memperlihatkan jejak keperkasaan dirinya saat berada di atas laut di peraian Teluk Bogam. Dengan mengenakan kemeja batik hem berwarna putih dengan corak biru dan violet, pria yang menyebut dirinya sebagai generasi ketiga dalam silsilah keluarganya, kemudian bercerita kepada media yang menemuinya di Teluk Bogam, pekan lalu.

Sambil sesekali membetulkan peci berwarna putih yang menutup kepalanya, Murah bercerita tentang kebiasaan di desanya yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Kebiasaan tersebut, tidak lain adalah berburu mamalia laut Dugong (Dugong dugon), salah satu biota laut yang banyak ditemui di perairan Teluk Bogam. Tak main-main, dia menyebut kebiasaan itu menjadi hobi bagi warga di desanya.

“Kami itu dari dulu sudah biasa menangkap duyung. Kemudian, kami bawa ke desa dan dimasak. Setelah itu dimakan secara bersama dengan warga desa,” katanya menyebut sebutan Dugong dengan kata Duyung.

Dugong yang terpantau di wilayah perairan Kabupaten Alor, NTT. Foto: WWF-Indonesia/Tutus Wijanarko

Dengan keriput yang menghiasi wajah dan seluruh tubuh, Murah menceritakan tentang kebiasaan tersebut sebagai kebanggaan bagi warga desa. Dulu, saat dirinya masih remaja, Dugong bisa dengan mudah ditemukan di pesisir Teluk Bogam dan jumlahnya bisa mencapai puluhan. Mamalia laut tersebut mendatangi kawasan pesisir di sana, karena di dasar perairan tersebut terdapat tanaman lamun yang menjadi makanan favorit Dugong.

Di saat Dugong masih tersedia sangat banyak, Murah mengatakan, warga di desanya tak banyak yang tertarik untuk menangkapnya. Bukan karena tidak suka, melainkan karena untuk menangkap Dugong membutuhkan keahlian khusus disertai bakat alam. Dengan dua syarat yang dibutuhkan tersebut, saat itu tak banyak warga desa yang berani menjadi pemburu Dugong.

“Padahal, dari dulu juga warga desa itu mayoritas adalah menjadi nelayan. Mereka biasa melaut untuk mencari ikan di perairan dangkal ataupun dalam. Tapi, untuk menangkap Dugong mereka tak berani,” tuturnya.

Memanfaatkan momen tersebut, Murah kemudian memberanikan diri untuk menjadi pemburu Dugong. Kebetulan, sang Ayah lebih dulu menggeluti profesi tersebut sejak masih muda. Dengan

demikian, dia menjadi generasi ketiga yang menasbihkan diri sebagai pemburu Dugong. Selain Ayah dan dirinya, sang kakek buyut juga tercatat di desanya sebagai pemburu Dugong.

“Saya hanya belajar otodidak saja dengan melihat Ayah berburu. Keahlian turun temurun ini, menjadi warisan yang tak bisa dibeli dengan apapun,” ucapnya.

Seekor Dugong (Dugong dugon) alias duyung yang tertangkap tak sengaja (bycatch) dengan jaring permukaan

(gillnet) di perairan Pulau Laut, Natuna, Kepulauan Riau, Selasa (30/01/2018). Foto : Dinas Kelautan dan

Perikanan (DKP) Pulau Laut / Mongabay Indonesia

Walau sudah sejak remaja ikut berburu Dugong, tetapi Murah bercerita, dirinya baru memulai profesi resminya tersebut pada 1965 atau 53 tahun lalu. Sepanjang menjadi pemburu Dugong, dia mengingat tidak banyak yang berhasil ditangkap. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak 1965, seingatnya hanya sekitar 10 ekor saja yang pernah ditangkapnya sendiri. Tetapi, dia buru-buru menambahkan bahwa jumlahnya bisa saja lebih.

Pemburuan yang berakhir pada 1995 itu, menurut Murah, terjadi karena saat itu dirinya mulai mengetahui kalau Dugong adalah mamalia laut yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia. Selain itu, menjelang pensiun dari profesinya sebagai pemburu Dugong, dia menyebut kalau mamalia laut itu sudah mulai sedikit ada di Teluk Bogam.

“Saat itu, saya berburu Dugong juga sebagai hobi saja. Jadi tidak setiap hari berburu. Biasanya saya mencari ikan saja dalam keseharian. Tetapi, meski saya jarang berburu Dugong, tak banyak warga di desa yang mengikuti jejak saya ini,” jelasnya.

Seekor Dugong (Dugong dugon) alias duyung yang tertangkap tak sengaja (bycatch) dengan jaring permukaan

(gillnet) menjadi tontonan masyarakat di perkampungan nelayan di Pulau Laut, Natuna, Kepulauan Riau, Selasa

(30/01/2018). Foto : Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pulau Laut / Mongabay Indonesia

Perburuan Pamungkas

Lain Murah lain pula Syahrial. Kepala Desa Teluk Bogam itu bercerita tentang pengalamannya menjadi pemburu Dugong. Meski berbeda generasi dengan Murah, namun dia memastikan bahwa kebiasaan tersebut memiliki kesamaan dan bahkan tidak banyak berubah dibandingkan dengan generasi di atasnya. Namun, dia mengaku hobi berburu Dugong tidak lama dilakoni mengingat perburuan tersebut dinilai ilegal.

Di teras belakang rumahnya yang menghadap langsung ke pantai Teluk Bogam, Syahrial bercerita bahwa aksi berburu Dugong yang paling diingatnya adalah menjelang pergantian tahun 2016 ke 2017. Perburuan paling berkesan tersebut, tak hanya menyimpan rasa bahagia, namun juga rasa takut. Saat itu, selama sembilan malam dia bersama beberapa nelayan melakukan perburuan Dugong di perairan Teluk Bogam, khususnya kawasan Gosong Beras Basah yang menjadi habitat lamun yang subur.

“Saat itu, setelah sembilan malam, kita pulang ke rumah dengan membawa tiga ekor Duyung. Itu adalah tangkapang paling banyak selama saya menjadi pemburu,” ungkapnya.

Dia mengingat, saat tiba di rumah, perasaannya diselimuti kebahagiaan yang tidak terhingga karena bisa menangkap hewan laut yang sangat disukai warga Teluk Bogam. Saat itu dia berpikir, warga pasti senang karena bisa kembali memakan daging yang sangat lezat dan tak bisa ditandingi oleh daging merah atau daging dari biota laut lain. Daging tersebut juga sangat langka, karena tidak diperjualbelikan dan penangkapannya pun sangat susah.

“Tetapi, saat perasaan senang itu sedang menyelimuti saya, tiba-tiba saya didatangi oleh pemerintah dan kepolisian. Mereka kemudian menjelaskan tentang status Duyung yang saya tangkap adalah dilindungi oleh Negara. Saat itu saya diancam bisa masuk penjara,” jelasnya.

Duyung atau dugong (Dugong dugon) terkena jaring nelayan di perairan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara,

tepatnya Desa Motui, Kecamatan Motui, Jumat (16/2/18). Foto: dokumen warga

Setelah mendapat penjelasan itu, Syahrial mengaku langsung merasa takut dan tak ingin mengulangi perbuatannya. Dia berjanji akan ikut menjaga mamalia laut yang populasinya semakin turun itu. Di Teluk Bogam, Dugong saat ini semakin sulit dijumpai dan itu diakui juga oleh Syahrial. Penurunan itu, bisa terjadi karena berbagai faktor.

Selain faktor penangkapan, Syahrial menyebut, populasi Dugong di Teluk Bogam semakin terancam, karena faktor jalur pelayaran perahu nelayan yang biasa berlalu lalang dari dan menuju Teluk Bogam. Tak lupa, dia menyebut, ancaman lain juga karena faktor alat tangkap yang biasa digunakan nelayan seperti jaring dan pukat harimau (trawl).

“Kalau jaring, biasanya disebar di air dan kemudian ditinggalkan semalaman. Saat diangkat, terkadang ada Duyung yang terjerat dan biasanya sudah mati karena tak bisa bernafas. Sementara,

kalau trawl, itu mengancam karena akan merusak lamun yang ada di dasar air. Lamun adalah makanan Duyung,” jelasnya.

Sekretaris Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Laut Indah Hairussalam yang dijumpai di Teluk Bogam, mengatakan bahwa kebiasaan warga sejak lama memang menangkap dan mengonsumsinya secara bersama. Tetapi, dia menjamin kebiasaan tersebut sudah berhenti saat ini dan semua warga berjanji untuk menjaga mamalia laut Dugong.

Walau sudah ada komitmen warga, Hairussalam tidak menampik masih ada ancaman terhadap Dugong dari warga desa dan warga luar desa. Ancaman itu, terutama karena berasal dari perilaku warga dalam melakukan penangkapan ikan di perairan sekitar Teluk Bogam. Selain alat penangkapan ikan (API) seperti trawl, ancaman juga berasal dari perilaku warga dalam membuang sisa oli kapal ke perairan langsung.

“Masyarakat belum semua sadar, jadi masih ada yang belum paham. Kita akan terus sosialisasi tentang Dugong ini. Untuk nelayan yang pakai trawl, kita hanya akan melaporkannya ke aparat saja. Karena kita tidak ada kewenangan untuk menangkap,” ucapnya.

Pelepasan seekor duyung di Perairan Meko, Flores Timur, NTT pada Senin (06/11/2017). Duyung tersebut

ditemukan oleh seorang nelayan di perairan Selat Lewoleba, pada Jumat (03/11/2017). Foto : WCU WCS/DKP

Flores Timur

Untuk memberi semangat kepada warga supaya meninggalkan kebiasaan berburu dan mengonsumsi Dugong, Hairussalam menyebut kalau saat ini sudah ada inisiasi dari Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) untuk mencari penghasilan yang lebih menjanjikan. Inisiasi itu, mencakup pengembangan ekowisata dan ekonomi kerakyatan.

Untuk ekonomi kerakyatan, Site Manager Kotawaringin Barat WWF Indonesia Idham Farsha, menyebut pengembangan mencakup perikanan budidaya dan pertanian di lahan milik warga. Untuk spesifikasi produk, pengembangan mencakup usaha budidaya rumput laut dan tanaman obat bernama ujung atap (Baeckea frutescens). Terakhir, pengembangan juga dilakukan melalui produksi spirulina atau makanan nutrisi dengan kandungan sangat tinggi.

Diketahui, kehadiran DSCP di Kotawaringin Barat (Kobar) menjadi bagian dari proyek konservasi Dugong dan Lamun di Indonesia. Selain di Kobar, program juga dijalankan di Bintan (Kepulauan Riau), Toli-Toli (Sulawesi Tengah), dan Alor (Nusa Tenggara Timur). Program tersebut berjalan berkat inisiasi yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Selain KKP, DSCP juga melibatkan WWF-Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Keempat lembaga tersebut bekerja dalam kurun waktu dua tahun sejak program dilaksanakan pada 2016 hingga September 2018.

Fakta Dugong

Dugong adalah mamalia laut yang sudah dikenal di masyarakat Indonesia sejak lama. Hewan laut itu tubuhnya bisa mencapai antara 2,4 hingga 3 meter dengan rentang berat badan dari 230 hingga 908 kilogram. Sebagai mamalia laut yang bertubuh besar, Dugong termasuk lambat dalam reproduksinya. Untuk bisa mendapatkan satu anakan Dugong, waktu yang diperlukan bisa mencapai 14 bulan kehamilan dengan rentang waktu antar kelahiran rerata 2,5 hingga 5 tahun.

Menurut Ketua Yayasan Lamun Indonesia (Lamina) Aditya Hikmat Nugraha, anakan Dugong akan disusui selama 14 bulan dan akan terus bersama induk betina hingga berusia 7 tahun. Setelah itu, anakan Dugong akan dilepas oleh induk untuk kawin. Selanjutnya, Dugong akan menjadi dewasa dan hidup mencapai rerata hingga 70 tahun.

Sebagai negeri kepulauan, Indonesia diuntungkan karena menjadi negeri habitat bagi Dugong. Dari barat di Aceh hingga timur di Papua, populasi Dugong dinyatakan ada. Ilmuwan spesialisasi laut, Mark Spalding pernah memaparkan bahwa populasi Dugong di Indonesia sebagian besar ada di Indonesia Timur, khususnya di perairan Arafura, Papua, perairan Nusa Tenggara (Lesser Sunda), Paparan Sunda, dan selat Makassar.

Keberadaan Dugong di alam sangatlah penting. Perannya sebagai pengendali ekosistem laut tidak bisa digantikan oleh biota laut lainnya. Sebagai pemakan lamun, Dugong biasa memakannya dengan cara mengaduk substrat yang ada di bawah pasir laut. Cara tersebut membantu siklus nutrien di alam dan menyuburkan tanah yang ada di bawah perairan.

Menyadari peran penting tersebut, Pemerintah Indonesia memasukkan Dugong sebagai satu dari 20 spesies prioritas yang dilindungi dan tercatat dalam Undang-Undang No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Selain itu, Dugong juga masuk dalam UU No.31/2004 tentang Perikanan. Selain itu, Dugong juga ada dalam Peraturan Pemerintah No.7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Di level internasional, Dugong juga sudah mendapat perlindungan setelah resmi masuk dalam daftar Global Red List of IUCN dengan status rentan (Vulnerable/VU). Kemudian, Dugong juga masuk dalam daftar The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dengan status Appendix I atau dilarang memperdagangan bagian tubuhnya dalam bentuk apapun.

http://www.mongabay.co.id/2018/04/16/kisah-para-pemburu-dugong-di-teluk-bogam/

Upaya Penyelundupan Sirip Hiu di Soekarno-Hatta Digagalkan Senin 16 April 2018 19:25 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Balai Besar Karanita Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jakarta 1 Bandara Soekarno - Hatta Tangerang, Banten, menggagalkan penyelundupan sirip ikan hiu. Kepala Balai Besar Karanita Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jakarta 1 Bandara Soetta, Habrin Yake di Tangerang, Senin (16/4), mengatakan, pengungkapan ini berawal dari kecurigaan petugas terhadap isi paket boks. Setelah diperiksa oleh petugas, diketahui isi barang bawaan tersebut adalah sirip ikan hiu. Dari kasus tersebut, pihaknya yang dibantu oleh Avsec Bandara Soetta mengamankan enam pelaku. Keenam pelaku yang diamankan adalah ES, SF, MS, MR, SY, dan MA. Seluruh pelaku baru tiba dari Portugal. Keenam orang itu merupakan anak buah kapal. "Kasusnya kemudian kini ditangani kepolisian untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan barang yang kami temukan telah disita," kata Habrin, Senin. Habrin Yake juga menjelaskan, kasus serupa pernah terjadi pada 25 Maret 2018. Pelaku yang diamankan yakni berinisial YD dan berupaya melakukan penyelundupan ikan hiu. Pelaku saat itu akan pergi menuju Makasar dan berupaya menipu petugas dengan membuat dokumen palsu. "Ternyata isi boks itu adalah hiu hitam seberat 90 kilogram," paparnya. http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/04/16/p7a2is409-upaya-penyelundupan-sirip-hiu-di-soekarnohatta-digagalkan

Keputusan Impor Pemerintah Bikin Harga Garam Lokal Anjlok Senin, 16 April 2018 SUMENEP, iNews.id - Kebijakan impor garam oleh pemerintah pusat terus menuai polemik. Sejumlah pihak menilai kebijakan impor garam untuk memenuhi kebutuhan garam industri kurang tepat lantaran mengancam keberadaan garam lokal.

Meski menuai polemik, pemerintah tetap mengimpor garam untuk memenuhi kebutuhan garam industri dalam negeri. Kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2018.

Dampak impor garam yang dirasakan oleh para petani garam adalah anjloknya harga garam lokal. Setiap musimnya petani terpaksa menjual garam dengan harga miring.

Sementara itu, sejumlah pihak menilai kebijakan impor garam terlalu dipaksakan. Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur meminta pemerintah mengkaji kembali kebijakan tersebut mengingat tahun ini produksi garam dalam negeri cukup tinggi.

Data dari Kemeterian Industri menyebutkan kebutuhan garam nasional sekitar 3,7 juta ton. Namun tidak sedikit pula yang meragukan validasi jumlah kebutuhan garam industri tersebut. Sementara itu pada 2018, petani garam lokal mampu memproduksi garam sebanyak 1,7 juta ton.

https://www.inews.id/multimedia/read/93749/keputusan-impor-pemerintah-bikin-harga-garam-lokal-anjlok?sub_slug=video

Pembudidaya Garam di Karawang Lebih Pilih Menyetok Ketimbang Menjual 16 April 2018

INILAH, Karawang - Harga jual garam hasil petambak di Kabupaten Karawang masih cukup tinggi. Yakni, di kisaran Rp 3.000 per kilogramnya. Sayangnya, para petambak belum tergiur untuk menjual hasil panen mereka. Mereka, justru memilih menyimpan garam hasil panennya ketimbang harus terburu-buru menjualnya ke pasaran. Alasan mereka, tak lain ingim menunggu peruntungan lain. Siapa tahu, harga yang akan datang lebih bagus lagi dari saat ini. Ketua Forum Komunikasi Kelompok Usaha Garam Rakyat (FK Kugar) Kabupaten Karawang, Aep Suhardi membenarkan terkait hal tersebut. Menurutnya, sebagian besar petambak garam di wilayahnya tak tergesa-gesa menjual hasil panennya, kendati harga garam sedang tinggi dari biasanya. "Banyak petani yang lebih menahan diri untuk tak menjual garamnya. Salah satunya, petani di Desa Ciparage Jaya, Kecamatan Tempuran," ujar Aep, Senin (16/4/2018). Menurutnya, alasan pembudidaya lebih memilih menyimpan dulu garamnya, karena mereka berharap kedepan harganya bisa lebih bagus. Misalnya, harganya naik dengan selisih Rp 200 sampai Rp 500. Bisa juga, kata dia, alasan lainnya mereka akan menjual stok garam ini saat mendekati panen raya. Supaya, harga garam tetap stabil dan tidak terjadi penurunan drastis. Mengingat, selama ini jika sedang panen raya, harga garam akan melonjak tajam. Harganya bisa sampai titik terendah Rp 150 per kilogram. Hal inilah, yang mungkin jadi alasan pembudidaya garam melakukan pengaturan dalam penjualan hasil panennya. Supaya, dalam setahun ini tidak terjadi kekosongan stok garam. Dengan adanya stok ini, diharapkan harga garam tetap stabil. Seperti bila panen raya, petani berharap harganya dikisaran Rp 1.500 sampi Rp 2.500 per kilogram. "Saat ini, stok garam di Desa Ciparage Jaya masih ada sekitar 50 ton lagi," ujarnya. Sementara itu, salah satu pembudidaya garam setempat, Sugandi (45) berpendapat, dalam hal ini mungkin bukan menahan untuk tidak menjual garam. Tetapi, lebih pada mengatur penjualan. Jadi, saat panen raya tidak semua garam dilepas (dijual). Melainkan, disisakan untuk jadi stok. "Kita tahan, buat stok. Karena, dalam setahun, kita produksi garam itu hanya empat bulan. Jadi, delapan bulannya kita harus menata penjualan, supaya harga garam tetap tinggi dan stabil," ujarnya. Terkait masa tanam 2018 ini, menurutnya akan di mulai pada awal Mei mendatang. Adapun garam yang diproduksi petani di Karawang, lebih difokuskan untuk memenuhi kebutuhan lokal. Salah satunya, memenuhi kebutuhan pengolahan ikan. Jadi, bukan untuk industri.[jek]

http://www.inilahkoran.com/berita/jabar/77661/pembudidaya-garam-di-karawang-lebih-pilih-menyetok-ketimbang-menjual

Nelayan Keluhkan Mahalnya Garam untuk Produksi Ikan Asin

Pelaku usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, mengeluhkan tingginya harga garam yang merupakan salah satu bahan baku pengolahan ikan asin. "Garam dari petani itu menjadi bahan baku pengolahan ikan asin. Jadi tidak mungkin kami mengurangi garam, meski saat ini harganya cukup tinggi," kata Firman, salah seorang pelaku usaha pengolahan ikan asing di wilayah pesisir utara Karawang, Senin. Ia mengatakan, sebelumnya harga garam cukup terjangkau, hanya mencapai Rp300-500 per kilogram. Tetapi sekarang ini, harganya naik signifikan hingga mencapai Rp3.000 per kilogram. Menurut dia, garam menjadi bahan utama dalam memproduksi ikan asin. Karena itu, para pelaku usaha pengolahan ikan asin tidak mungkin mengurangi takaran garamnya, karena itu akan mempengaruhi kualitas produksi. Untuk mengantisipasi kenaikan bahan baku berupa garam itu, para pelaku usaha pengolahan ikan asin menaikkan harga jual. Seperti ikan asin jenis teri kini dijual Rp38 ribu per kilogram atau naik dari harga sebelumnya Rp30 ribu per kilogram. "Harga ikan asin yang kita produksi harus dinaikkan untuk menambal kenaikan bahan baku," kata dia. Sekretaris Dinas Perikanan Karawang Sari Nurmiasih, sebelumnya mengatakan, harga garam yang diproduksi para petani di wilayah pesisir utara Karawang melonjak hingga mencapai Rp3.000 per kilogram seiring dengan perbaikan kualitas komoditas tersebut. "Sebelumnya, harga garam yang diproduksi petani Karawang hanya mencapai Rp300-Rp500 per kilogram. Sekarang sudah melonjak hingga Rp3.000 per kilogram," katanya. Ia mengatakan, tingginya harga garam itu menjadi kabar baik bagi ratusan petani garam yang berada di wilayah pesisir utara Karawang. Pihaknya berharap tingginya harga garam itu bertahan lama agar mampu menyejahterakan mereka. Menurut dia, kenaikan harga garam yang cukup signifikan itu terjadi setelah dilakukan perbaikan kualitas garam yang dihasilkan dari Karawang. Saat ini, warna garam yang dihasilkan tidak lagi kusam, tapi berwarna putih bersih. "Ada penggunaan teknologi dalam memproduksi garam itu, sehingga kualitasnya bagus yang tentunya berdampak terhadap tingginya harga garam yang dihasilkan," kata Sari.

https://www.wartaekonomi.co.id/read177777/nelayan-keluhkan-mahalnya-garam-untuk-produksi-ikan-asin.html

Harga Garam Melonjak, Pengusaha Ikan Asin Sambat

Timlo, 16 Apr 2018

Pelaku usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, mengeluhkan tingginya harga garam yang merupakan salah satu bahan baku pengolahan ikan asin. “Garam dari petani itu menjadi bahan baku pengolahan ikan asin. Jadi tidak mungkin kami mengurangi garam, meski saat ini harganya cukup tinggi,” kata Firman, salah seorang pelaku usaha pengolahan ikan asing di wilayah pesisir utara Karawang, Senin (16/4). Ia mengatakan, sebelumnya harga garam cukup terjangkau, hanya mencapai Rp 300–500 per kilogram. Tetapi sekarang ini, harganya naik signifikan hingga mencapai Rp 3.000 per kilogram.

Menurut dia, garam menjadi bahan utama dalam memproduksi ikan asin. Karena itu, para pelaku usaha pengolahan ikan asin tidak mungkin mengurangi takaran garamnya, karena itu akan mempengaruhi kualitas produksi. Untuk mengantisipasi kenaikan bahan baku berupa garam itu, para pelaku usaha pengolahan ikan asin menaikkan harga jual. Seperti ikan asin jenis teri kini dijual Rp 38 Ribu per kilogram atau naik dari harga sebelumnya Rp30 ribu per kilogram.

“Harga ikan asin yang kita produksi harus dinaikkan untuk menambal kenaikan bahan baku,” kata dia. Sekretaris Dinas Perikanan Karawang Sari Nurmiasih, sebelumnya mengatakan, harga garam yang diproduksi para petani di wilayah pesisir utara Karawang melonjak hingga mencapai Rp 3.000 per kilogram seiring dengan perbaikan kualitas komoditas tersebut. “Sebelumnya, harga garam yang diproduksi petani Karawang hanya mencapai Rp 300–Rp 500 per kilogram. Sekarang sudah melonjak hingga Rp 3.000 per kilogram,” katanya.

Ia mengatakan, tingginya harga garam itu menjadi kabar baik bagi ratusan petani garam yang berada di wilayah pesisir utara Karawang. Pihaknya berharap tingginya harga garam itu bertahan lama agar mampu menyejahterakan mereka. Menurut dia, kenaikan harga garam yang cukup signifikan itu terjadi setelah dilakukan perbaikan kualitas garam yang dihasilkan dari Karawang. Saat ini, warna garam yang dihasilkan tidak lagi kusam, tapi berwarna putih bersih. “Ada penggunaan teknologi dalam memproduksi garam itu, sehingga kualitasnya bagus yang tentunya berdampak terhadap tingginya harga garam yang dihasilkan,” kata Sari.

http://www.timlo.net/baca/68719762829/harga-garam-melonjak-pengusaha-ikan-asin-sambat/

Pengusaha Ikan Asin Karawang Keluhkan Tingginya Harga Garam

Cendana News, 16 Apr 2018

Pelaku usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, mengeluhkan tingginya harga garam yang merupakan salah satu bahan baku pengolahan ikan asin. “Garam dari petani itu menjadi bahan baku pengolahan ikan asin. Jadi tidak mungkin kami mengurangi garam, meski saat ini harganya cukup tinggi,” kata Firman, salah seorang pelaku usaha pengolahan ikan asing di wilayah pesisir utara Karawang, Senin (16/4/2018). Ia mengatakan, sebelumnya harga garam cukup terjangkau, hanya mencapai Rp300–500 per kilogram. Tetapi sekarang ini, harganya naik signifikan hingga mencapai Rp3.000 per kilogram.

Menurut dia, garam menjadi bahan utama dalam memproduksi ikan asin. Karena itu, para pelaku usaha pengolahan ikan asin tidak mungkin mengurangi takaran garamnya, karena itu akan mempengaruhi kualitas produksi. Untuk mengantisipasi kenaikan bahan baku berupa garam itu, para pelaku usaha pengolahan ikan asin menaikkan harga jual. Seperti ikan asin jenis teri kini dijual Rp38 ribu per kilogram atau naik dari harga sebelumnya Rp30 ribu per kilogram.

“Harga ikan asin yang kita produksi harus dinaikkan untuk menambal kenaikan bahan baku,” kata dia. Sekretaris Dinas Perikanan Karawang Sari Nurmiasih, sebelumnya mengatakan, harga garam yang diproduksi para petani di wilayah pesisir utara Karawang melonjak hingga mencapai Rp3.000 per kilogram seiring dengan perbaikan kualitas komoditas tersebut.

“Sebelumnya, harga garam yang diproduksi petani Karawang hanya mencapai Rp300–Rp500 per kilogram. Sekarang sudah melonjak hingga Rp3.000 per kilogram,” katanya. Ia mengatakan, tingginya harga garam itu menjadi kabar baik bagi ratusan petani garam yang berada di wilayah pesisir utara Karawang. Pihaknya berharap tingginya harga garam itu bertahan lama agar mampu menyejahterakan mereka.

Menurut dia, kenaikan harga garam yang cukup signifikan itu terjadi setelah dilakukan perbaikan kualitas garam yang dihasilkan dari Karawang. Saat ini, warna garam yang dihasilkan tidak lagi kusam, tapi berwarna putih bersih. “Ada penggunaan teknologi dalam memproduksi garam itu, sehingga kualitasnya bagus yang tentunya berdampak terhadap tingginya harga garam yang dihasilkan,” kata Sari (Ant).

https://www.cendananews.com/2018/04/pengusaha-ikan-asin-karawang-keluhkan-tingginya-harga-garam.html

Sulsel Kampanye Larangan Restoran Sediakan Masakan Hiu 8 April 2018

Makassar - Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan dan Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Makassar terus menyosialisasikan dan mengampanyekan larangan restoran menyediakan masakan hiu dan pari manta yang terancam punah. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan Sulkaf S Latief di Makassar, Minggu (8/4), mengatakan pihaknya sejak awal berkomitmen untuk mengatasi ancaman kepunahan ikan hiu dan pari manta yang mengkhawatirkan. "Kami siap berkoordinasi dengan kementerian untuk menyosialisasikan kondisi hiu dan pari manta yang terancam punah. Untuk kampanye ke restoran juga dilakukan," katanya menanggapi rencana kementerian memperkuat koordinasi dengan daerah untuk mengatasi ancaman kepunahan hiu di Tanah Air. Kepala BPSPL Makassar Andry Yusuf mengatakan kampanye menghentikan promosi kuliner dan penjualan makanan berbahan baku hiu di restoran-restoran akan terus dilakukan. "Kita menjelaskan jika mengonsumsi sirip ikan hiu secara berlebihan itu ada dampak negatifnya. Kita terus menyosialisasikan bagaimana dampaknya terhadap ekosistem laut jika sampai hiu punah," jelasnya. Ia menjelaskan, untuk jenis hiu memang tidak seluruhnya dilarang untuk dikonsumsi namun terbatas. Meskipun demikian tetap tidak dianjurkan jika dikonsumsi atau diperjualbelikan dalam jumlah besar. Ia menjelaskan, beberapa jenis hiu itu memiliki aturan yang berbeda, yakni ada yang telah dalam perlindungan penuh, perlindungan terbatas, larangan menangkap, dan larangan keluar atau ekspor. Untuk jenis hiu yang dalam perlindungan penuh dan tidak bisa dikonsumsi, yakni hiu paus yang sesuai dengan Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 18 Tahun 2014, sedangkan jenis ikan hiu yang dilarang keluar atau ekspor seperti ikan hiu koboi dan hiu martil. "Beberapa jenis hiu memang masih diperbolehkan dikonsumsi secara terbatas. Untuk itu kuotanya dibatasi agar tidak ikut terancam punah," ujarnya. http://www.beritasatu.com/nasional/487138-sulsel-kampanye-larangan-restoran-sediakan-masakan-hiu.html