klb & campak
TRANSCRIPT
PENGERTIAN :
1. KLB : SUATU KEJADIAN TIMBULNYA / MENINGKATNYA
KESAKITAN/KEMATIAN YANG BERMAKNA SECARA EPIDEMIOLOGI
DLM WAKTU TERTENTU DIBANDINGKAN KURUN WAKTU
SEBELUMNYA. (Kep.DIRJEN .PPM & PLP. 451-I/PD.03.04-IF/1991)
2. WABAH : PADA DASARNYA = KLB, TETAPI WABAH DITERAPKAN UNTUK
WILAYAH YANG LEBIH LUAS DAN HARUS DITETAPKAN OLEH
MENTERI
Kriteria kerja KLB:
(Kep.Dir.Jen PPM & PLP no.451 th 1991)
Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sbb:
1. Timbul suatu penyakit menular yang sebelumnya tdk ada/ tak dikenal.
2. Peningkatan suatu kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam,hari,minggu)
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya (jam,hari, minggu bulan, tahun)
4. Jumlah penderita baru dalam 1 bualan menunjukan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila
dibandingkan dengan angka rata - rata perbulan tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata perbeluan selama 1 tahun menunjukan kenaikan 2 kali atau lebih
dibandingkan dengan rata-rata perbulan tahun sebelumnya.
6. Case fatality rate dari suatu penyakit dari satu kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan
50 % atau lebih, dibandingkan CFR dari periode sebelumnya.
7. Proporsional rate(PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukan kenaikan dua
kali atau lebih dibanding periode yg sama dan kurun waktu tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus : “Kholera, DHF/DSS”.
- Setiap peningkatan 1 kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis.terdapat 1
atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tsb bebas dari
peny. Bersangkutan)
9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita
- Keracunan makanan
- Keracunan pestisida
- Tet.Neonatorum.
UPAYA PENANGGULANGAN
WABAH
(BAB V, ps.5 ,UU .4 th 1984)
a Penyelidikan Epidemiologi
b. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina
c. Pencegahan dan Pengebalan
d. Pemusnahan Penyebab penyakit
e. Penanganan jenazah akibat wabah
f. Penyuluhan kesehatan masyarakat
g. Upaya penanggulangan lainnya
DASAR HUKUM
UU No. 4/1984 ttg WABAH PENYAKIT MENULAR
(pasal 1) Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian
berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan lazim pd wkt dan daerah ttt serta dpt
menimbulkan mala petaka
(pasal 6) Menteri menetapkan jenis penyakit ttg yg dpt menimbulkan wabah
Permenkes 560/MENKES/PER/VIII/1989
Penyakit potensial wabah:
1. Kholera
2. Pes
3. Demam Kuning
4. Demam Bolak-balik
5. Tifus Bercak wabah
6. DBD
7. Campak
8. Polio
9. Difteri
10. Pertusis
11. Rabies
12. Malaria
13. Influenza
14. Hepatitis
15. Tifus Perut
16. Meningitis
17. Ensefalitis
18. Antraks
Kep. Dirjen PPM&PLP No.451-I/PD.03.04/1991
Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB:
Kejadian Luar Biasa (KLB) Adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang
bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu
Batasan KLB meliputi arti yang luas:
1. Meliputi semua kejadian penyakit, dapat suatu penyakit infeksi akut kronis ataupun
penyakit non infeksi.
2. Tidak ada batasan yang dapat dipakai secara umum untuk menentukan jumlah penderita
yang dapat dikatakan sebagai KLB. Hal ini selain karena jumlah kasus sangat tergantung dari
jenis dan agen penyebabnya, juga karena keadaan penyakit akan bervariasi menurut tempat
(tempat tinggal, pekerjaan) dan waktu (yang berhubungan dengan keadaan iklim) dan
pengalaman keadaan penyakit tersebut sebelumnya.
3. Tidak ada batasan yang spesifik mengenai luas daerah yang dapat dipakai untuk
menentukan KLB, apakah dusun, desa, kecamatan, kabupaten atau meluas satu propinsi dan
negara.
Luasnya daerah sangat tergantung dari cara penularan penyakit tersebut.
4. Waktu yang digunakan untuk menentukan KLB juga bervariasi. KLB dapat terjadi dalam
beberapa jam, beberapa hari atau minggu atau beberapa bulan maupun tahun.
Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di seluruh
dunia yang meningkat sepanjang tahun. Pada tahun 2005 terdapat 345.000 kematian di dunia
akibat penyakit campak dan sekitar 311.000 kematian terjadi pada anak-anak usia dibawah
lima tahun. Pada tahun 2006 terdapat 242.000 kematian karena campak atau 27- kematian
terjadi setiap jamnya (WHO, 2007). Kematian campak yang meliputi seluruh dunia pada
tahun 2007 adalah 197.000 dengan interval 141.000 hingga 267.000 kematian dimana
177.000 kematian terjadi pada anak-anak usia dibawah lima tahun. Lebih dari 95% kematian
campak terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dengan infrastruktur kesehatan lemah
(WHO, 2008) .
Pada sidang WHO (World Health Organization) tahun 1996 menyimpulkan bahwa
campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir
campak hanya manusia. Eradikasi akan dapat dicapai 10-15 tahun setelah di eliminasi. Pada
sidang World Health Assembly (WHA) tahun 1998 menetapkan kesepakatan global salah
satunya adalah reduksi campak dengan cara mengurangi angka kesakitan sebesar 90% dan
angka kematian sebesar 95% dari angka kesakitan dan angka kematian sebelum pelaksanaan
program imunisasi campak. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara
lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak (cakupan imunisasi sangat tinggi dan kasus
campak jarang terjadi) (Depkes RI, 2005).
Menurut regional and global summaries of measles incidence WHO tahun 2008,
angka insidens campak di wilayah South-East Asia (SEARO) adalah 75.770 (WHO, 2008).
Masalah kematian campak di dunia yang dilaporkan pada tahun 2002 sebanyak 777.000 dan
202.000 di antaranya berasal dari negara ASEAN serta 15% dari kematian campak tersebut
berasal dari Indonesia (Depkes RI, 2006). Indonesia termasuk salah satu dari 47 negara
penyumbang kasus campak terbesar di dunia (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2008, angka
absolut campak di Indonesia adalah 15.369 kasus (WHO, 2008). Kematian anak akibat
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) di Indonesia adalah 1,7 juta kematian
dan 5% penyebab kematian anak di bawah lima tahun (Depkes RI, 2006).
Pada anak-anak dalam kondisi garis batas kekurangan gizi, campak sering kali
sebagai pencetus terjadinya kwarshiorkor akut dan eksaserbasi defisiensi vitamin A yang
dapat menyebabkan kebutaan (Depkes RI, 2005). Berdasarkan riset kesehatan dasar
Indonesia tahun 2007, prevalensi nasional campak (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
dan keluhan responden) adalah 1,8% (Depkes RI, 2007).
Indonesia pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan
pencegahan kejadian luar biasa (KLB). Tingkat penularan infeksi campak sangat tinggi
sehingga sering menimbulkan KLB. Jumlah kasus campak menurun pada semua golongan
umur di Indonesia terutama anak-anak di bawah lima tahun pada tahun 1999 s/d 2001, namun
setelah itu insidence rate tetap, dengan kejadian pada kelompok umur < 1 tahun dan 1-4
tahun selalu tinggi daripada kelompok umur lainnya. Pada umumnya- KLB yang terjadi di
beberapa provinsi menunjukkan kasus tertinggi selalu pada golongan umur 1-4 tahun
(Depkes, 2006).
Gambaran ini menunjukkan bahwa balita merupakan kelompok rawan dan perlu
ditingkatkan imunitasnya terhadap campak. Hal ini menggambarkan lemahnya pelaksanaan
dari pemberian satu dosis sehingga perlu dilakukan imunisasi campak pada semua kelompok
umur tersebut di seluruh desa yang mempunyai masalah cakupan imunisasi. Tanpa program
imunisasi, attack rate 93,5 per 100.000 kasus campak dengan gizi buruk akan meningkatkan
CFR (case fatality rate) (Depkes RI, 2006).
Kejadian penyakit campak sangat berkaitan dengan keberhasilan program imunisasi
campak. Indikator yang bermakna untuk menilai ukuran kesehatan masyarakat di negara
berkembang adalah imunisasi campak. Pada tahun 2006 WHO bersama UNICEF (United
Nations Children’s Fund) membuat rencana strategi global maupun regional 2006-2010 yang
memiliki tujuan program pengendalian penyakit campak dengan mengurangi angka kematian
campak sebesar 90% (estimated) pada tahun 2010 dibanding tahun 2000. Untuk mencapai
tujuan tersebut diatas, perlu dilakukan beberapa upaya. Salah satu upayanya adalah
melaksanakan surveilans berbasis individu (case based surveillance) dengan penguatan
strategi imunisasi (Depkes RI, 2008). Bila cakupan imunisasi mencapai 90%, maka dapat
berkontribusi menurunkan angka kesakitan dan angka kematian sebesar 80% - 90%
(Depkes RI, 2004).
Di Indonesia, program imunisasi campak dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam
pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan telah mencapai
UCI (Universal Child Immunization) secara nasional yang berdampak positif terhadap
penurunan insidensi campak pada balita. Selama periode 1992 – 1997 terjadi penurunan dari
20,08 per 10.000 orang menjadi 3,4 per 10.000. Walaupun imunisasi campak telah mencapai
UCI, tetapi di beberapa daerah masih mengalami KLB Campak, terutama di daerah dengan
cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong (Depkes RI, 2006).
2.6. Imunisasi Campak
Virus campak yang mengandung virus yang dilemahkan adalah vaksin pilihan digunakan
bagi semua orang tidak kebal terhadap campak. Pemberian dosis tunggal vaksin campak
hidup (live attenuated) biasanya dikombinasikan dengan vaksin hidup lainnya (mumps,
rubella), dapat diberikan bersama-sama toksoid, dapat memberikan imunitas aktif pada 94-
98% individu-individu yang rentan, kemungkinan kekebalan yang timbul dapat bertahan
seumur hidup, kalaupun terjadi infeksi maka bentuk infeksinya sangat ringan atau infeksi
tidak tampak dan tidak menular (Regina, 2008).
Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi mungkin diberikan lebih
awal pada daerah dimana penyakit terjadi. Karena angka serokonversi pasca imunisasi tidak
100% dan mungkin ada beberapa makin lama imunitasnya berkurang, imunisasi kedua
terhadap campak biasanya diberikan sebagai campak-parotitis-rubella (measles-mumps-
rubella [MMR]), terindikasi. Dosis ini dapat diberikan ketika anak masuk sekolah atau nanti
pada saat masuk sekolah menengah. Remaja yang memasuki perguruan tinggi harus juga
mendapat imunisasi campak yang kedua.
Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum konvalesen,
globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah efektif untuk pencegahan
dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan menggunakan imunoglobulin serum
(gamma globulin) dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam 5 hari
sesudah pemajanan tetapi lebih baik sesegera mungkin. Proteksi sempurna terindikasi untuk
bayi, untuk anak dengan sakit kronis, dan untuk kontak di bangsal rumah sakit dan lembaga-
lembaga anak
2.6.1. Kontraindikasi dan Efek Samping
Vaksin campak dikontraindikasikan pada anak yang menderita penyakit demam akut.
Apabila anak sakit, imunisasi harus ditunda sampai anak sembuh dari penyakitnya. Vaksin ini
juga dikontraindikasikan pada penyakit-penyakit leukemia, penyakit Hodgkin atau susunan
limfoid dan penyakit fagosit ik monuklear. Pada hari ke 7 sampai hari ke 10 setelah
imunisasi, kebanyakan anak menderita sejumlah malaise dan sekitar sepertiga darinya
menderita ruam sepintas dan reaksi demam ringan. Pada anak yang menderita demam setelah
imunisasi campak mungkin menderita campak (Andrianto, 1992).