klausa relatif bahasa jepang

160
TESIS KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG NI LUH GEDE TRISNA DEWI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013

Upload: dangngoc

Post on 10-Dec-2016

391 views

Category:

Documents


43 download

TRANSCRIPT

Page 1: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

TESIS

KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

NI LUH GEDE TRISNA DEWI

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2013

1

Page 2: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

TESIS

KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

NI LUH GEDE TRISNA DEWINIM 1190161065

PROGRAM MAGISTERPRORAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANADENPASAR

2013

2

i

Page 3: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Tesis untuk Memeroleh Gelar MagisterPada Program Magister, Program Studi Linguistik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

NI LUH GEDE TRISNA DEWINIM 1190161065

PROGRAM MAGISTERPRORAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANADENPASAR

2013

3

ii

Page 4: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUITANGGAL 16 DESEMBER 2013

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D. Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum.NIP 19561024 1983031002 NIP 19710318 199403 2001

Mengetahui

Ketua Program Magister LinguistikProgram PascasarjanaUniversitas Udayana,

Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum.NIP 19620310 1985031005

DirekturProgram PascasarjanaUniversitas Udayana,

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) NIP 19590215 198510 2001

4

iii

Page 5: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 16 Desember 2013

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No.: 3407/UN14.4/HK/2013 Tanggal 16 Desember

2013

Ketua : Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D.

Anggota :

1. Dr. Made Sri Satyawati, S.S, M.Hum.

2. Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A.

3. Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum.

4. Dr. I Nyoman Sedeng, M.Hum.

5

iv

Page 6: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ni Luh Gede Trisna Dewi, S.S.

NIM : 1190161065

Program Studi : Linguistik

Judul Tesis : Klausa Relatif Bahasa Jepang

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 16 Desember 2013

Yang membuat pernyataan,

Ni Luh Gede Trisna Dewi

6

v

Page 7: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Ucapan Terima Kasih

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa

karena atas wara nugraha-Nya penulisan tesis sebagai rangkaian akhir dari seluruh

proses pendidikan program magister ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga

menyadari bahwa terselesaikannya tesis ini tidak lepas dari campur tangan berbagai

pihak. Berkenaan dengan hal tersebut, izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih

dan penghargaan yang setinggi-tinginya atas bantuan dan dukungan banyak pihak, di

antaranya sebagai berikut.

1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD

KEMD;

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka

Sudewi, Sp. S(K);

3. Ketua Program Magister Linguistik, Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum.;

4. Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D., selaku pembimbing I atas segala saran

dan bimbingan yang diberikan kepada penulis;

5. Dr. Made Sri Satyawati, S.S, M.Hum., selaku pembimbing II atas segala arahan

dan semangat yang diberikan kepada penulis;

6. Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum.,

Dr. I Nyoman Sedeng, M.Hum., serta para dosen pada Program Magister

Linguistik yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu;

7

vi

Page 8: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

7. Ketua Program Studi Sastra Jepang, Ketut Widya Purnawati, S.S., M.Hum. yang

telah meminjamkan banyak buku kepada penulis, serta seluruh dosen pada

Program Studi Sastra Jepang atas dukungan dan nasihat yang diberikan selama

ini;

8. Seluruh staf pada sekretariat dan perpustakaan Program Magister Linguistik

Universitas Udayana dan Fakultas Sastra Universitas Udayana yang telah

memberikan banyak bantuan selama penulis menempuh pendidikan ini.

9. Rekan-rekan karyasiswa Program Magister Linguistik Universitas Udayana

angkatan 2011 atas kebersamaan, semangat dan kerja samanya selama ini.

Motivasi dari rekan-rekan sangat berperan dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Selain pihak-pihak yang telah disebutkan di atas, penulis juga ingin

mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf dan pengajar SIKI BALI yang telah

memberikan banyak pemakluman berkaitan dengan jadwal kepada penulis selama

menempuh pendidikan ini.

Penulisan tesis ini juga tidak mungkin tanpa adanya dukungan dari

keluarga dan orang-orang terdekat. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan

terima kasih, yang pertama kepada Jro Mangku Suartana, kakek terbaik yang

memberikan kasih sayang begitu besar serta dukungan yang luar biasa dalam setiap

proses pendidikan yang penulis tempuh hingga saat ini. Demikian pula kepada kedua

orang tua tercinta, bapak I Nyoman Bakti dan Ibu Ni Kadek Nastri atas dukungan

untuk terus berusaha menunjukkan yang terbaik serta doa restu yang selalu

mengiringi setiap langkah penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada adik

8

vii

Page 9: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Ni Kadek Sri Wilantari yang selalu ada ketika penulis membutuhkan teman berbagi

suka maupun duka.

Kepada sahabat, kakak, pendamping, I Wayan Wardana yang dengan

kesabaran dan pengertiannya selalu menguatkan penulis hingga mampu menuntaskan

seluruh proses pendidikan ini. Terakhir, terima kasih kepada setiap nama yang tidak

dapat penulis cantumkan satu per satu yang selalu memberikan doa dan

dukungannya.

Sebagai manusia biasa, tentunya penulis masih memiliki banyak kekurangan

pengetahuan dan pengalaman berkaitan dengan topik yang diangkat dalam penelitian

ini. Oleh karena itu, penulis akan sangat senang jika menerima kritik maupun saran

yang sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan tesis di masa

yang akan datang.

Denpasar, Desember 2013

Penulis,

Ni Luh Gede Trisna Dewi

9

viii

Page 10: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti klausa relatif bahasa Jepang, di antaranya unsur yang dapat direlatifkan, strategi perelatifan yang digunakan, peranan nomina inti dan relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif bahasa Jepang. Teori yang dipergunakan adalah Teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional dan Teori Tipologi. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis yang diambil dari dua buah novel berbahasa Jepang yang memuat kalimat-kalimat yang sederhana.

Secara umum metode penelitian yang dipergunakan adalah metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak. Sementara itu, metode distribusional dipergunakan untuk analisis data dan metode formal dan informal dipergunakan untuk penyajian hasil analisis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kalimat bahasa Jepang posisi yang dapat direlatifkan, antara lain subjek, objek, oblik, dan posesor. Berkaitan dengan posisi nomina inti klausa relatif bahasa Jepang termasuk tipe prenominal, yaitu klausa relatif muncul sebelum nomina inti. Semua unsur dalam kalimat bahasa Jepang yang dapat direlatifkan menerapkan strategi gap. Namun, dalam beberapa kasus ditemukan perelatifan tanpa strategi gap. Dalam diagram pohon ada satu unsur yang kosong. Unsur tersebut adalah NP yang sebenarnya dapat diisi oleh nomina lain. Struktur fungsional terlihat lengkap karena satu buah nomina menduduki dua fungsi dalam kalimat. Dalam struktur argumen ada dua buah kelompok argumen yang dapat digambarkan peran tematiknya.

Nomina inti dapat mengisi posisi yang sama di kedua klausa, tetapi bisa juga mengisi posisi yang berbeda di tiap-tiap klausa. Relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif restriktif dalam bahasa Jepang, antara lain (1) SUBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (2) SUBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (3) SUBJ klausa utama sekaligus OBL klausa relatif; (4) OBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (5) OBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (6) OBL klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif, dan (7) OBL klausa utama sekaligus OBL klausa relatif. Sementara itu, relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti klausa relatif non-restriktif, antara lain (1) SUBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (2) OBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (3) OBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif, dan (4) OBL klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif.

Kata kunci : nomina inti, pronomina relatif, klausa relatif, relasi gramatikal, struktur konstituen, struktur fungsional, struktur argumen.

10

ix

Page 11: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

ABSTRACT

This research aims at searching Japanese relative clause, relativised element, relativization strategies, the role of core noun and grammatical relation accepted by core noun. Theory used in this research is Lexical Functional Grammar and Typology Theory. The data is taken from Japanese language novel which contain simple sentences.

Qualitative method is commonly used in this research. Observation method was used as a data collecting method, while distributional method was conducted for data analysis. The result of data analysis was then presented with formal and informal methods.

There are several points discussed in this research. Japanese language has two types of relative clauses, they are restrictive and non-restrictive. However, based on the data obtained, there are more numbers of restrictive relative clauses. Based on the position of the core noun, Japanese relative clauses belong to prenominal type, which is the relative clause appearing before the core noun. In relation with relativization strategies, Japanese relative clauses use gap strategy. However, in some cases, this strategy cannot be applied. Relativization can be applied for subject, object, oblique, and possessor. From those elements, the relativization of subject is found the most. On tree diagram there is one empty function which can actually be filled by another noun. Japanese relative clause has complete functional structure. There are two groups of arguments on argument structure that its thematic role can be described.

Core noun is able to fill the same position in two clauses or two different positions in each clause. Grammatical relation accepted by core noun from restrictive Japanese relative clause are (1) SUBJ of main clause is SUBJ of relative clause; (2) SUBJ of main clause is OBJ of relative clause; (3)SUBJ of main clause is OBL of relative clause; (4) OBJ of main clause is OBJ of relative clause; (5) OBJ of main clause is SUBJ of relative clause; (6) OBL of main clause is SUBJ of relative clasue; (7) OBL of main clause is OBL of relative clause. Grammatical relation accepted by nonrestrictive Japanese relative clause are (1) SUBJ of main clause is SUBJ of relative clause; (2) OBJ of main clause is OBJ of relative clause; (3) OBJ of main clause is SUBJ of relative clause and (4) OBL of main clause is SUBJ of relative clause.

Keywords : core noun, relative pronoun, relative clause, grammatical relation, constituent structure, functional structure, argument structure.

11

x

Page 12: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM i

PRASYARAT GELAR ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT v

UCAPAN TERIMA KASIH vi

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR LAMBANG xv

DAFTAR LAMPIRAN xviii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 6

1.5 Ruang Lingkup 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN MODEL

PENELITIAN 8

2.1 Kajian Pustaka 8

12

xi

Page 13: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

2.2 Konsep 14

2.2.1 Klausa 15

2.2.2 Klausa Relatif 15

2.2.3 Nomina Inti (Head) 15

2.2.4 Perelatif dan Pronomina Relatif 16

2.3 Landasan Teori 16

2.3.1 TLF 17

2.3.2 Teori Tipologi 27

2.4 Model Penelitian 29

BAB III METODE PENELITIAN 31

3.1 Jenis dan Sumber Data 31

3.2 Instrumen Penelitian 32

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 32

3.4 Metode dan Teknik Analisi Data 33

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data 35

BAB IV STRUKTUR KALIMAT DAN FUNGSI GRAMATIKAL DALAM

BAHASA JEPANG 37

4.1 Pengantar 37

4.2 Struktur Frasa 37

4.3 Pemarkah dalam Bahasa Jepang 41

4.3.1 Kakujoushi (Pemarkah Kasus) 42

4.3.2 Fukujoushi 48

13

xii

Page 14: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

4.4 Penentuan Subjek Kalimat 50

4.4.1 Refleksifisasi 51

4.4.2 Honorifikasi Subjek 53

4.5 Fungsi Gramatikal 54

4.6 Urutan Kata dan Scrambling 58

BAB V KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG 64

5.1 Pengantar 64

5.2 Klausa Relatif Bahasa Jepang 64

5.2.1 Posisi Nomina Inti 64

5.2.2 Jenis-Jenis Klausa Bahasa Jepang 65

5.2.2.1 Klausa Relatif Restriktif 65

5.2.2.2 Klausa Relatif Nonrestriktif 68

5.2.3 Strategi Perelatifan dan Aksesibilitas 70

5.2.3.1 Perelatifan Subjek 72

5.2.3.2 Perelatifan Objek 77

5.2.3.3 Perelatifan Posesor 80

5.2.3.4 Perelatifan Oblik 82

5.2.4 Perluasan Unsur Klausa Relatif 84

5.2.5 Perluasan Nomina Inti 87

5.2.5 Perelatifan Tanpa Strategi gap 89

5.3 Peranan Nomina Inti 91

5.4 Relasi Gramatikal 91

14

xiii

Page 15: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

BAB VI STRUKTUR KONSTITUEN, STRUKTUR FUNGSIONAL, DAN

STRUKTUR ARGUMEN 98

6.1 Struktur Konstituen (StKon) 98

6.2 Struktur Fungsional (StFun) 106

6.2.1 Korespondensi 109

6.2.2 Deskripsi Fungsional 111

6.3 Struktur Argumen (StArg) 119

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 122

7.1 Simpulan 122

7.2 Saran 124

DAFTAR PUSTAKA 125

LAMPIRAN 128

15

xiv

Page 16: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

* tidak gramatikal

[ ] klausa relatif

/ atau

_____ posisi yang kosong

-------- lanjutan kalimat (tidak tercantum)

satu nomina mengisi dua buah fungsi

Adj adjektiva

Adv adverbia

AK akusatif

AP adjectival phrase (frasa adjektival)

BIng bentuk ingin

BKau bentuk kausatif

BPeng bentuk pengandaian

BPer bentuk perintah

16

xv

Page 17: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

BPot bentuk potensial

BSmb bentuk sambung

COM complemen

DAT datif

D(et) determiner

DP determiner phrase

GEN genetif

HOR bentuk hormat

I infleksi

IGF interogatif

KKin kala kini

KKinLam kala kini lampau

KKinNeg kala kini negatif

KLam kala lampau

KLamNeg kala lampau negatif

KOP kopula

17

Page 18: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

KRBJ klausa relatif bahasa Jepang

N nomina

NOM nominatif

Nom nominalisator

NP noun phrase (frasa nominal)

OBJ objek

OBL oblik

PAS pasif

POS posesor

PP postposition phrase (frasa posposisi)

PRED predikat

REF refleksif

StArg struktur argumen

StFun struktur fungsional

StKon struktur konstituen

SUBJ subjek

18

xvi

Page 19: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

TOP topik

V verba

VP verb phrase (frasa verbal)

19

xvii

Page 20: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG
Page 21: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karakteristik yang berbeda antara bahasa-bahasa di dunia merupakan objek

kajian yang menarik bagi para linguis. Karakteristik tersebut umumnya berkaitan

dengan struktur kalimat, ada tidaknya pemarkah dalam sebuah bahasa, atau kajian

terhadap peranan verba dalam sebuah kalimat. Unsur-unsur dalam sebuah bahasa,

baik kata, frasa, maupun klausa bisa dikaji dari berbagai sudut dengan berbagai

pendekatan yang ada.

Bahasa Jepang adalah bahasa yang memiliki beberapa perbedaan karakteristik

dengan bahasa Indonesia. Secara tipologi keduanya termasuk bahasa aglutinatif,

tetapi jika dilihat dalam struktur kalimat, kedua bahasa tersebut memperlihatkan

perbedaan. Struktur dasar kalimat bahasa Indonesia SVO, sedangkan struktur dasar

kalimat bahasa Jepang adalah SOV. Seperti halnya bahasa-bahasa lain, verba sebagai

predikat dalam bahasa Jepang memiliki peranan sangat penting dalam kalimat karena

verba merupakan komponen utama pembentukan sebuah klausa. Verba sebagai

predikat menentukan jumlah argumen. Selain itu, umumnya beberapa bahasa

melekatkan atau mengubah bentuk verba ketika mengungkapkan hal-hal, seperti

aspek dan kala. Dengan kata lain, aspek sebuah kalimat dapat diketahui dari bentuk

verbanya. Misalnya, dalam bahasa Jepang verba taberu ‘makan’ menjadi tabete iru

‘sedang makan’, tabemasen ‘tidak makan’, tabemashita ‘sudah makan’, dan bentuk-

Page 22: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

bentuk lainnya. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia verba tidak berubah ketika

dibubuhi penanda kala, seperti sudah makan, sedang makan, atau akan makan.

Perbedaan lainnya, yaitu setiap konstituen dalam kalimat bahasa Jepang

memiliki pemarkah masing-masing, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak.

Misalnya, konstituen subjek dimarkahi oleh partikel wa atau ga dan konstituen objek

dimarkahi oleh partikel o (wo). Pemarkah bahasa Jepang beragam bentuk dan fungsi

sehingga hal itu menimbulkan kesulitan bagi pembelajar yang berminat menekuni

bahasa Jepang karena sebuah pemarkah sering kali memiliki beberapa fungsi.

Perbedaan struktur dasar memengaruhi konstruksi-konstruksi dasar yang lain,

baik frasa maupun klausa. Untuk menunjukkan struktur dasar kalimat bahasa Jepang

dan pemarkah dalam bahasa Jepang, berikut contoh kalimat dari Miyagawa (1989: 9)

Tanaka san ga Ringo wo taberu ‘Tanaka makan apel’ yang digambarkan dengan

diagram pohon di bawah ini.

S

NP NP V

Tanaka san (ga) ringo (wo) taberu

nama apel makan

Berkaitan dengan struktur klausa, perbedaan lain antara bahasa Indonesia dan

bahasa Jepang yang menarik adalah dalam konstruksi klausa relatif. Klausa relatif

bahasa Jepang (selanjutnya KRBJ) tidak ditandai dengan konstituen perelatif seperti

halnya dalam bahasa Indonesia. Klausa relatif bahasa Indonesia bisa dikenali dengan

2

Page 23: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

adanya perelatif ‘yang’. Misalnya, orang yang duduk di sana adalah Mira. Namun,

dalam bahasa Indonesia nomina inti sering dilesapkan, seperti pada contoh siapa

(orang) yang menjemputmu? Verhaar (1988: 40) menyatakan kondisi tersebut sebagai

‘headless’ yang atau perelatif ‘yang’ tanpa nomina inti. Bahasa lain, seperti bahasa

Inggris juga memiliki pronomina relatif who atau whom, seperti pada contoh the

woman who is sitting over there is Mira. Meskipun bahasa Inggris juga memiliki

kalimat tanpa pronomina relatif, seperti pada contoh the book I put on the shelf,

kasusnya tetap berbeda dengan bahasa Jepang. Falk (2001: 165) menyatakan kondisi

tersebut sebagai ‘empty operator’ atau pronomina relatifnya hanya dihilangkan.

Ichikawa (2005: 341) memberikan gambaran mengenai KRBJ seperti berikut

ini.

Meishi Shuushoku Setsu (Klausa relatif) Shuushoku meishi (Nomina inti)

Berikut beberapa contoh klausa relatif dalam bahasa Jepang, dimulai dari

struktur klausa relatif yang sederhana sampai dengan struktur yang lebih kompleks.

1. [asoko de hanashi-te iru] hito wa Kobayashi san da. sana-LOK bicara-KKin orang-NOM Nama-sapaan KOP-KKin ‘Orang yang sedang berbicara di sana adalah Kobayashi’

2. [Watashi ga itsumo i-tte iru] mise wa yuumei desu. saya-NOM selalu datang-KKin toko-TOP terkenal KOP-KKin ‘Toko yang biasa saya datangi terkenal’

3. kore wa [chichi ga kure-ta] tokei desu. ini-TOP ayah-NOM beri-KLam jam KOP-KKin ‘Ini adalah jam yang diberi oleh ayah’

3

Page 24: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

4. [Tanaka san ga kinou depaato de ka-tta] CD wo Nama-sapaan-NOM waktu dep.store-LOK beli-KLam CD-AK ka-shite kudasai pinjamkan-KLam BPer

‘Tolong pinjamkan CD yang dibeli oleh Tanaka di department store kemarin’

5. [Tanaka san no ka-tta] CD wo ka-shite kudasai Nama-sapaan-GEN beli-KLam CD-AK pinjamkan-BPer ‘Tolong pinjamkan CD yang dibeli oleh Tanaka’

Pada contoh (1), nomina hito ‘orang’ dijelaskan oleh verba hanashite iru

‘sedang berbicara’ yang memiliki bentuk asal hanasu ‘bicara’ ditambah dengan

keterangan tempat asoko de ‘di sana’ dan menduduki fungsi subjek. Pada contoh (2)

nomina mise ‘toko’ dijelaskan oleh adverbial itsumo ‘selalu’ dan verba itte iru yang

berasal dari verba iku ‘mendatangi’. Pada contoh (3) dan (4) terdapat subjek dalam

klausa relatif. Ichikawa (2005: 342) menyatakan subjek dalam klausa relatif

dimarkahi oleh partikel ga dan klausa relatif pada contoh tersebut menduduki fungsi

objek sehingga dimarkahi oleh partikel wo. Kemudian, pada contoh (5) antara subjek

klausa relatif dan predikat dihubungkan oleh no yang merupakan penanda genetif.

Dari beberapa contoh di atas terlihat bahwa bahasa Jepang memiliki

konstruksi klausa relatif yang beragam dan variasi konstituen walaupun bahasa

Jepang tidak memiliki perelatif. Beberapa penelitian mengenai KRBJ sudah

dilakukan, di antaranya oleh Inoue dalam Shibatani yang membahas pronomina

refleksif dalam klausa relatif. McCAWLEY dalam Shibatani juga membahas KRBJ,

tetapi terbatas pada definisi klausa relatif. Kedua penelitian mengenai KRBJ tersebut

dipaparkan lebih jelas dalam kajian pustaka.

4

Page 25: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Dari beberapa penelitian mengenai KRBJ yang sudah dilakukan, belum

ditemukan penelitian tentang hal-hal penting lain berkaitan dengan klausa relatif,

seperti peranan nomina inti atau relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari

klausa relatif. Dengan demikian, penelitian tentang hal-hal tersebut merupakan hal

yang penting untuk dilakukan. Selain itu, mengingat seringnya penggunaan klausa

relatif dalam kalimat bahasa Jepang dan melihat beberapa perbedaan antara KRBJ

dengan bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris tersebut, penelitian ini memang

perlu dilakukan untuk melihat karakteristik KRBJ secara lebih mendalam.

Penelitian ini menggunakan teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF) dan

teori mengenai tipologi yang dikemukakan oleh Comrie. Menurut teori TLF fungsi

yang dihadirkan oleh pronomina relatif adalah sebagai TOPIK. Pernyataan tersebut

menjadi menarik jika mengingat bahasa Jepang yang tidak memiliki pronomina

relatif. Teori ini digunakan untuk menganalisis struktur konstituen, struktur

fungsional, dan struktur argumen KRBJ.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas terdapat tiga masalah yang akan dibahas

dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana peranan nomina inti dalam KRBJ?

2. Bagaimana relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari KRBJ?

3. Bagaimana struktur konstituen, struktur fungsional, dan struktur argumen KRBJ?

5

Page 26: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umumnya

adalah untuk mendapat deskripsi mengenai klausa relatif dalam bahasa Jepang

dengan menerapkan teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF). Kemudian,

berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini memiliki tiga tujuan khusus, yaitu

sebagai berikut.

1. Menganalisis peranan nomina inti dalam KRBJ.

2. Menganalisis relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari KRBJ.

3. Menganalisis struktur konstituen, struktur fungsional, dan struktur argumen KRBJ.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dilihat secara teoretis dan praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Sejauh ini belum ditemukan penelitian, khususnya di Indonesia mengenai

KRBJ dengan pendekatan TLF. Jadi, secara teoretis penelitian ini bermanfaat bagi

perkembangan penelitian terhadap linguistik, khususnya linguistik bahasa Jepang di

Indonesia.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tambahan pengetahuan, baik bagi

pengajar maupun pembelajar, dalam proses pembelajaran dan pengajaran bahasa

Jepang, khususnya mengenai klausa relatif. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan

6

Page 27: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai klausa relatif dan

tentu saja memberikan kontribusi bagi peneliti mengenai bahasa Jepang selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini disesuaikan dengan rumusan masalah. Sebelum

masuk ke pembahasan mengenai klausa relatif bahasa Jepang, terlebih dahulu dibahas

mengenai struktur kalimat dan fungsi gramatikal dalam bahasa Jepang. Dibahas pula

pemarkah dalam bahasa Jepang untuk mengetahui fungsi-fungsinya dalam kalimat.

Pembahasan KRBJ dimulai dengan menganalisis peranan nomina inti dalam KRBJ.

Namun, sebelumnya dianalisis unsur atau konstituen dalam kalimat yang dapat

direlatifkan dan strategi perelatifan yang digunakan. Selanjutnya, dianalisis hubungan

gramatikal yang diperoleh nomina inti dari KRBJ. Penelitian dilanjutkan dengan

menganalisis struktur konstituen KRBJ, dimulai dari struktur yang sederhana ke

struktur yang kompleks. Terakhir, penelitian menganalisis struktur fungsional KRBJ

dan strukutur argumen KRBJ sehingga terlihat peran semantis apa saja yang dimiliki

oleh konstituen dalam klausa relatif.

7

Page 28: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan kajian terhadap tulisan-tulisan yang berkaitan

dengan penelitian yang dilakukan. Fungsi kajian pustaka adalah untuk mengetahui

kedudukan penelitian di dalam dunia keilmuan berkenaan dengan topik atau masalah

yang diteliti (Chaer, 2007: 26). Dari beberapa pustaka yang dikaji diketahui bahwa

sudah ada penelitian tentang KRBJ. Selain itu, dipaparkan pula beberapa penelitian di

luar bahasa Jepang yang berkaitan dan dapat dijadikan acuan bagi penelitian ini.

Inoue (1976: 137) membahas KRBJ dalam tulisannya mengenai refleksifisasi

yang menggunakan pendekatan interpretif. Inoue menuliskan bahwa dalam konteks

tertentu KRBJ memiliki hubungan antara refleksif dan frasa nominal. Contohnya :

Yamada sensei wa [ jibun no ie ga yake-ta] gakusei o atsume-taNama-guru-NOM REF-GEN rumah-NOM bakar-KLam murid-AK kumpul-KLam‘Guru Yamada mengumpulkan murid yang rumahnya terbakar’

Penelitian ini terfokus pada penggunaan pronomina refleksif dalam bahasa

Jepang. Pronomina refleksif dibahas dengan sangat lengkap termasuk yang muncul

dalam klausa relatif. Dinyatakan bahwa pronomina refleksif dapat menduduki fungsi

subjek maupun objek dalam klausa relatif. Pembahasan mengenai KRBJ dalam

penelitian ini memang tidak dilakukan secara mendalam, tetapi tetap dapat dijadikan

8

8

Page 29: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

acuan untuk melihat hubungan pronomina refleksif dengan antesedennya, khususnya

dalam kalimat dengan klausa relatif.

McCAWLEY (1976: 295) membahas KRBJ berdasarkan penelitian mengenai

klausa relatif yang dilakukan sebelumnya oleh Kuno. McCAWLEY menyatakan

beberapa hal, antara lain KRBJ, baik klausa relatif restriktif maupun nonrestriktif

terdiri atas kalimat yang dipotong, khususnya kalimat yang kekurangan NP yang

direlatifkan dan pemarkah kasus untuk NP tersebut. Klausa relatif mendahului frasa

nominal (NP) yang dimodifikasinya. Perhatikan contoh berikut.

a. Yamada-san ga saru wo ka-tte iru Nama-sapaan-NOM monyet-AK pelihara-KKin ‘Yamada memelihara monyet’

b. [Yamada san ga ka-tte iru] saru Nama-sapaan-NOM pelihara-Kkin monyet ‘Monyet yang Yamada pelihara’

c. [saru wo ka-tte iru] Yamada monyet-AK pelihara-KKin Nama ‘Yamada yang memelihara monyet’

McCAWLEY juga menyatakan bahwa topik frasa nominal diakhiri oleh

partikel wa dan di beberapa kondisi pronomina dapat muncul dalam klausa relatif.

Pemaparan contoh klausa relatif cukup memberikan gambaran bagaimana sebuah

klausa relatif dibentuk dalam bahasa Jepang. Namun, hal-hal lain menyangkut klausa

relatif, misalnya strategi perelatifan dan relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti

dari klausa relatif belum dibahas oleh McCAWLEY. Oleh karena itu, hal-hal tersebut

masih perlu dipaparkan dalam penelitian ini. Hal-hal yang sudah dibahas dalam

penelitian McCAWLEY ini tetap dapat dijadikan referensi, misalnya mengenai

9

Page 30: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

unsur-unsur yang muncul dalam klausa relatif dan bagaimana sebuah klausa relatif

dibentuk.

Tsujimura (1997: 263--270) menyatakan bahwa nomina dalam bahasa Jepang

dapat dimodifikasi dengan berbagai cara, misalnya dengan adjektiva, nomina

adjektival, nomina atau kalimat. Berikut beberapa contoh yang ditampilkan oleh

Tsujimura.

1. Taroo ga omoshiroi hon wo ka-ita Nama-NOM menarik buku-AK tulis-KLam ‘Taro menulis buku menarik’

2. Ziroo ga kirei-na hana wo Sachiko ni oku-tta Nama-NOM cantik bunga-AK Nama-DAT kirim-KLam ‘Ziroo mengirim bunga yang cantik untuk Sachiko’

3. Hanako ga tomodachi no uchi wo ka-tta Nama-NOM teman-GEN rumah-AK beli-KLam ‘Hanako membeli rumah temannya’

4. Satoo sensei ga [gakusei ga ka-ita] ronbun wo yo-nde iru Nama guru-NOM murid-NOM tulis laporan-AK baca-KKin ‘Guru Satoo sedang membaca laporan yang ditulis muridnya’

Objek langsung kalimat-kalimat di atas dimodifikasi oleh adjektiva omoshiroi

‘menarik’ , kirei na ‘cantik’, dan nomina tomodachi ‘teman’, sedangkan contoh (4)

dimodifikasi oleh kalimat. Tsujimura menyatakan bahwa modifier yang berupa

kalimat itulah disebut dengan klausa relatif. Nomina yang dimodifikasi oleh klausa

relatif ditunjuk sebagai nomina inti dan pada contoh (4) nomina intinya adalah

ronbun ‘laporan’. Tsujimura juga menyatakan bahwa permakah ga dalam klausa

relatif dapat digantikan dengan no tanpa mengubah maknanya. Konversi ga dan no

tidak terbatas untuk NP subjek yang dimarkahi oleh ga. Pemarkah nominatif ga

10

Page 31: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

memarkahi subjek kalimat termasuk subjek klausa relatif. Pemarkah ini memang

dapat digantikan dengan no yang merupakan pemarkah genetif jika didasarkan alasan

bahwa klausa relatif ditambah nomina inti menghasilkan sebuah frasa nominal.

Subjek dalam klausa relatif dianggap sebagai posesor dari nomina yang

pemodifikasinya berupa klausa relatif.

Penelitian yang dilakukan oleh Tsujimura ini sudah menjelaskan perbedaan

antara nomina yang dimodifikasi oleh klausa relatif dan selain klausa relatif. Namun,

hal-hal berkaitan dengan klausa relatif yang belum dibahas dalam penelitian Inoue

dan McCAWLEY juga belum dibahas oleh Tsujimura. Oleh karena itu, penelitian ini

masih perlu untuk dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Tsujimura bisa

dijadikan tolok ukur dalam menentukan klausa relatif sebagai data dalam penelitian

ini.

Partami (2001) meneliti relasi gramatikal dan perelatifan bahasa Buna

menggunakan TLF. Berkaitan dengan klausa relatif, hasil penelitian menunjukkan

klausa relatif bahasa Buna dibedakan atas klausa relatif restriktif dan nonrestriktif.

Berdasarkan posisi inti, klausa relatif bahasa Buna memiliki inti yang terdapat di luar

struktur dengan urutan postnomina. Fungsi-fungsi yang dapat direlatifkan adalah

subjek, objek, dan posesif. Fungsi subjek, objek yang tidak dimarkahi pada verbanya

dapat direlatifkan dengan menerapkan strategi pengosongan (gapping), sedangkan

fungsi objek1 yang dimarkahi pada verbanya dan objek2 dan posesif yang mengisi

fungsi subjek direlatifkan dengan strategi pronominal retensi (retention pronominal).

11

Page 32: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Bahasa Buna memiliki struktur klausa yang sama dengan bahasa Jepang, yaitu

SOV. Namun, KRBJ termasuk tipe prenominal. Memiliki struktur klausa yang sama,

tetapi posisi inti yang berbeda membuat penelitian ini berbeda dari penelitian yang

telah dilakukan oleh Partami. Namun, karena sama-sama menganalisis klausa relatif

dengan menggunakan TLF, penelitian oleh Partami juga dapat dijadikan acuan,

misalnya dalam melihat struktur klausa relatif.

Artawa (2004) membahas perelatifan dalam bahasa Bali. Penelitian ini

menyatakan bahwa dalam bahasa Bali hanya unsur subjek yang dapat direlatifkan.

Unsur lain, seperti oblik dapat direlatifkan apabila sudah dijadikan subjek.

Subjektivisasi ini diikuti dengan perubahan verba misalnya dengan penambahan

sufiks agar kalimat tetap berterima setelah subjek direlatifkan. Strategi perelatifan

yang digunakan adalah verb-coding strategy. Dinyatakan pula bahwa dalam bahasa

Bali ada mekanisme untuk mengembalikan unsur nonsubjek menjadi subjek sehingga

peran lain dalam kalimat dapat direlatifkan. Peran tersebut adalah posesor yang

direlatifkan menggunakan strategi pronomina retensi. Struktur kalimat dan

karakteristik bahasa Bali berbeda dengan bahasa Jepang. Selain itu, bahasa Bali juga

mengenal perelatif, sementara bahasa Jepang tidak. Namun, penelitian ini dapat

dijadikan acuan dalam melihat penerapan strategi perelatifan untuk menentukan unsur

yang dapat direlatifkan.

Partami (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Kostruksi Frasa dengan

Kata Anē dalam Bahasa Bali” mengungkapkan bahwa kata anē selain muncul di

sepuluh pola frasa nominal, juga berfungsi sebagai pronomina relatif, baik dalam

12

Page 33: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

klausa relatif restriktif maupun nonrestriktif. Dalam klausa restriktif terlihat bahwa

anē tidak mewatasi konstituen induk, tetapi hanya memberikan keterangan tambahan

sehingga jika klausa relatif dihilangkan pun, tidak akan mengurangi kejelasan

kalimat. Sebaliknya, pada klausa relatif nonrestriktif, anē mewatasi konstituen induk

sehingga pelesapan klausa relatif akan mengurangi kejelasan kalimat dan menjadi

tidak gramatikal. Ditemukan pula bahwa klausa relatif bahasa Bali termasuk tipe post

nominal, yaitu berada setelah nomina inti.

Kedua penelitian mengenai klausa relatif yang telah dilakukan oleh Partami

(2001 dan 2006) tersebut sangat relevan dengan penelitian ini dan tentu dapat

dijadikan acuan. Namun, seperti bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, bahasa Buna

dan bahasa Bali yang dijadikan objek penelitian juga memiliki perelatif, yaitu na

‘yang’ untuk bahasa Buna dan anē ‘yang’ untuk bahasa Bali. Jadi, penelitian

mengenai KRBJ akan berbeda dan menarik, terutama karena tidak adanya perelatif

seperti banyak bahasa lainnya.

Purnawati (2009) melakukan penelitian dengan judul “Topik dan Fokus dalam

Bahasa Jepang”. Penelitian ini menggunakan teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional

(TLF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi gramatikal yang terdapat dalam

bahasa Jepang terdiri atas fungsi subjek, objek, oblik, posesor, komplemen, dan

ajung. Pemarkahan untuk setiap fungsi gramatikal sangat bergantung pada verba dan

konstituen-konstituen yang dimarkahi. Sebuah pemarkah tidak selalu memarkahi

fungsi gramatikal yang sama. Interaksi antara fungsi gramatikal dan topik

menghasilkan subjek topik, objek topik, oblik topik, posesor topik, dan ajung topik.

13

Page 34: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Fungsi gramatikal yang berfungsi sebagai topik tidak selalu terletak di awal kalimat.

Pemarkahan fungsi gramatikal oleh akusatif wo dan nominatif ga akan berubah

menjadi satu pemarkah, yaitu topik wa apabila fungsi gramatikal yang bersangkutan

juga berfungsi sebagai topik. Penelitian ini dapat dijadikan acuan selain karena sama-

sama menggunakan teori TLF sebagai landasan teori, penelitian ini membahas

pemarkah subjek dan topik dalam bahasa Jepang yang juga berperan dalam klausa

relatif.

Satyawati (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Valensi dan Relasi

Sintaksis Bahasa Bima” juga membahas perelatifan bahasa Bima. Pada penelitian ini

dinyatakan bahwa dalam bahasa Bima yang bisa direlatifkan hanya argumen yang

berfungsi sebagai subjek gramatikal. Argumen yang bisa direlatifkan adalah argumen

yang berada preverbal. Dalam konstruksi yang agennya ditandai dengan pemarkah

OBL aḇ , argumen pasien dapat direlatifkan, sedangkan agen dapat direlatifkan pada

konstruksi yang tidak ditandai dengan a. ḇ Meskipun objek penelitian ini berbeda dan

klausa relatif tidak dibahas secara mendalam, penelitian Satyawati ini tetap bisa

dijadikan tolok ukur dalam menentukan klausa relatif.

2.2 Konsep

Ada empat buah konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu konsep

mengenai klausa, klausa relatif, perelatif dan pronomina relatif, dan nomina inti.

14

Page 35: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

2.2.1 Klausa

Verhaar (1996 : 162) menyatakan bahwa klausa adalah kalimat yang terdiri

atas hanya satu verba atau frasa verbal, disertai satu konstituen atau lebih yang secara

sintaksis berhubungan dengan verba tersebut. Kroeger (2005: 32) menyatakan klausa

sebagai unit gramatikal terkecil yang dapat menunjukkan proposisi yang lengkap.

2.2.2 Klausa Relatif

Lapoliwa (1990: 47) dalam tulisannya membahas klausa pewatasan dalam

bahasa Indonesia. Jika dilihat dari contohnya, klausa pewatasan merupakan nama lain

dari klausa relatif. Klausa pewatasan adalah klausa subordinatif yang kehadirannya

berfungsi mewatasi atau mempertegas makna kata atau frasa yang diikutinya.

Givon (1990: 645) menyatakan bahwa klausa relatif adalah klausa

subordinatif yang disematkan sebagai pemodifikasi nomina di dalam frasa nominal.

Klausa relatif digunakan ketika pembicara menganggap bahwa identitas referen dapat

diakses oleh pendengar, tetapi tidak diakses dengan mudah.

2.2.3 Nomina Inti (Head)

Lapoliwa (1990: 49) menyatakan nomina inti (head) adalah nomina atau frasa

nominal yang diwatasi oleh klausa relatif. Sementara itu, Verhaar (1996: 328)

menyatakan bahwa nomina inti dengan klausa relatif sebagai atribut adalah anteseden

dari klausa relatif.

15

Page 36: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

2.2.4 Perelatif dan Pronomina Relatif

Ada perbedaan antara perelatif (relativizer) dan pronomina relatif. Kroeger

(2004: 178) menjelaskan bahwa pronomina relatif adalah salah satu tipe pronomina

khusus, sedangkan perelatif (relativizer) tidak. Pronomina relatif bergantung pada

beberapa fitur berkaitan dengan nomina inti, seperti gender, jumlah , dan yang

lainnya.

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori Lexical Functional Grammar (LFG) atau

teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF). LFG atau TLF adalah teori yang

muncul berdasarkan penolakan terhadap beberapa asumsi dalam sintaksis

transformasional. Namun, tetap merupakan bagian dari tata bahasa generatif, tepatnya

TLF adalah pendekatan alternatif untuk teori transformasional. TLF berkembang

pada akhir tahun 1970-an dan dikembangkan oleh Kaplan dan Bresnan. Menurut teori

ini, leksikon memiliki peran utama, sedangkan kata fungsional dalam teori ini

mengacu pada fungsi gramatikal, seperti subjek dan objek (Falk, 2001: 2--7).

Dalrymple (2001) menyatakan bahwa teori TLF adalah teori linguistik non-

transformasional yang menganggap bahwa bahasa paling tepat dipaparkan dengan

struktur sejajar yang menggambarkan segi berbeda dari organisasi dan informasi

linguistik. Teori TLF memiliki dua dimensi penting yang membedakannya dengan

teori lain. Pertama, teori ini menyangkut leksikal dan bukan transformasional, yaitu

berpusat pada hubungan antara diathesis verbal yang berbeda dalam leksikon

16

Page 37: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

dibandingkan dengan makna dari transformasi sintaktik. Kedua, teori TLF itu

fungsional dan bukan konfigurasional. Fungsi gramatikal, seperti subjek dan objek

tidak didefinisikan dalam hal konfigurasi struktur frasa atau hubungan struktur

argumen. Bresnan (1982) menyatakan bahwa teori TLF memberikan dua level

deskripsi sintaktik untuk setiap kalimat dalam sebuah bahasa, yaitu struktur

konstituen (c-structure/c-str) dan struktur fungsional (fungtional structure/f-str).

Struktur konstituen sudah dikenal sejak teori transformasional. Seperti halnya dengan

banyak teori generatif lainnya, teori mengenai struktur konstituen dalam teori TLF

juga dikenal dengan teori X-bar (teori X’) (Falk, 2001: 34). Sementara itu, struktur

fungsional yang menyangkut fungsi gramatikal pertama muncul pada teori generatif,

yaitu Relational Grammar (RG) (Falk, 2001: 57). Selain teori TLF, penelitian ini

juga menggunakan teori lain, yaitu teori tipologi yang dikemukakan oleh Comrie.

2.3.1 Teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF)

2.3.1.1 Fungsi Gramatikal

Menurut teori TLF, fungsi gramatikal adalah elemen representasi sintaktik.

Pada level ini, representasi tidak berupa struktur pohon, tetapi berupa fitur dan

elemen yang memiliki fungsi spesifik. Representasi itulah yang disebut dengan

struktur fungsional (f-structure) (Falk, 2001: 10--11).

Dalrymple (2001) menyatakan bahwa fungsi gramatikal yang dikemukakan

oleh teori TLF adalah sebagai berikut.

SUBJect, OBJect, OBJø, COMP, XCOMP, OBLiqueø, ADJunct, XADJunct

17

Page 38: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Label OBJø dan OBLiqueø menggambarkan hubungan yang ditunjukkan oleh

peran semantik yang dengan tanda ø menunjukkan peran semantik yang dihubungkan

oleh argumen. Misalnya, OBJTHEME adalah anggota dari kelompok yang secara

tematik dibatasi oleh OBJø. Fungsi gramatikal dapat diklasifikasikan dengan

beberapa cara. Fungsi gramatikal yang dapat dikuasai, seperti SUBJ, OBJ, OBJø,

COMP, XCOMP, dan OBLø dapat disubkategorikan oleh predikat, sedangkan ADJ

dan XADJ tidak dapat disubkategorikan. Fungsi-fungsi gramatikal tersebut

dikelompokkan lagi berdasarkan beberapa hal, antara lain sebagai berikut.

a. Governable Grammtical Function and Modifier

SUBJ OBJ XCOMP COMP OBJø OBLø ADJ XADJ

Governable Grammtical Function Modifier

b. Term and Non-term

SUBJ OBJ OBJø OBLø XCOMP COMP

TERM NON-TERM

c. Semantically Restricted and Unrestricted Function

SUBJ OBJ OBJø OBLø

SEMANTICALLY UNRESTRICTED SEMANTICALLY RESTRICTED

2.3.1.2 Struktur Konstituen/ c-structure

Falk (2001: 33--35) menyatakan bahwa struktur konstituen adalah organisasi

kata-kata yang membentuk kalimat menjadi unit yang lebih besar, di mana setiap unit

18

Page 39: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

(konstituen) ini memiliki kategori. Falk juga menjelaskan bahwa struktur konstituen

adalah sekelompok kata yang membentuk konstituen atau yang dikenal dengan frasa.

Frasa dapat diidentifikasi dari kemampuannya untuk berada di posisi yang berbeda-

beda dalam kalimat. Inti frasa adalah kategori N, V, A, dan P yang disebut dengan

NP, VP, AP, dan PP (kategori leksikal). Selain kategori leksikal, ada pula kategori

fungsional. Contoh kategori fungsional, yaitu D(eterminer) yang merupakan inti dari

DP dan NP dalam DP adalah komplemen. Kategori fungsional lainnya, yaitu Infl (I)

yang dalam terminologi tradisional disebut dengan pelengkap (auxiliaries). Seperti

halnya determiner dalam frasa nominal, infl (IP) juga berperilaku seperti inti dengan

VP di posisi komplemen (Falk, 2001: 38--39).

Kroeger (2004: 12) menyatakan bahwa struktur konstituen sebuah kalimat

terdiri atas informasi tentang batasan-batasan argumen, urutan linear, dan kategori

sintaktik. Ketika diagram pohon digunakan untuk menggambarkan struktur

konstituen dari unit gramatikal, kategori sintaktik yang digunakan adalah N (nomina),

A (adjektiva), V (verba), P (preposisi), Det (determiner), Adv (Adverbia), dan Conj

(konjungsi), sedangkan frasa, label yang digunakan adalah NP, AP, VP, PP dan S

(sentence/clause). Selain kategori leksikal, terdapat pula kategori fungsional.

Kategori fungsional yang dimaksud berbeda dengan struktur fungsional. TLF

mengemukakan kategori fungsional C (diproyeksikan sebagai CP), I (diproyeksikan

sebagai IP), dan D (diproyeksikan sebagai DP). Kategori fungsional I adalah posisi

yang diisi oleh verba main finite dan auxiliary verb (Dalrymple, 2001: 53). Diagram

di bawah ini adalah contoh kategori I dalam bahasa Inggris.

19

Page 40: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

David is yawning

IP,

NP I’

N I VP

David is yawning

Dalam bahasa Inggris kategori fungsional C diisi oleh complementizer, yaitu

that dan D diisi oleh determiner. Diagram di bawah ini menggambarkan posisi

keduanya.

David knows that Chris yawned

IP

NP I’

N VP

David V’

V CP

knows C’

C IP

that NP I’

N VP

Chris V

The boy

DP

D’

D NP

the N’

N

boy

yawned

Pada banyak bahasa IP berkorespondensi dengan kalimat (S), sedangkan CP

berkorespondensi dengan yang disebut S’, kalimat dengan complementizer atau frasa

pengganti di posisi awal kalimat (Dalrymple, 2001: 60).

20

Page 41: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

2.3.1.3 Struktur Fungsional/ f-structure

Struktur fungsional adalah organisasi sintaktik fungsional yang abstrak dari

kalimat, dikenal dari deskripsi tata bahasa tradisional. Struktur fungsional

merepresentasikan struktur argumen-predikat dan hubungan fungsional subjek dan

objek (Dalrymple, 2001: 7). Falk (2001: 11) menyatakan bahwa struktur fungsional

adalah gambaran fungsi gramatikal. Konsep yang penting di balik struktur fungsional

adalah fungsi gramatikal. Fungsi gramatikal (fungsi argumen) tersebut, antara lain,

SUBJ (subjek), OBJ (objek), OBJ2 (objek kedua), dan OBL (oblique). Fungsi

tambahannya antara lain POSS (possessor) yang digunakan untuk argumen tertentu

dari nomina, COMP (complement). Ada pula fungsi nonargumen, seperti ADJ

(adjunct), FOKUS dan TOPIC (Falk, 2001: 57--58). Contoh struktur fungsional

sederhana untuk ‘David’ dikemukakan oleh Dalrymple (2001: 31) sebagai berikut.

PRED ‘DAVID’NUM SG

Untuk kalimat David yawned, struktur fungsionalnya adalah sebagai berikut.

PRED ‘YAWN <SUBJ>’TENSE PAST

g PRED ‘DAVID’ SUBJ f NUM SG

21

Page 42: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Pada struktur fungsional di atas SUBJ adalah struktur fungsional untuk subjek

kalimat (subjek struktur fungsional) yang diberi label f dan untuk struktur fungsional

kalimat diberi label g. Fitur PRED dalam struktur fungsional adalah fitur yang sangat

penting. PRED tidak hanya mengacu pada predikat (verba). Fitur PRED

menggambarkan sesuatu yang bermakna dan nilainya ditunjukkan secara

konvensional sebagai sebuah kata (Falk, 2001: 13). Fitur PRED dalam struktur

fungsional untuk kalimat the dinosaur doesn’t think that the hamster will give a book

to the mouse dapat dilihat sebagai berikut.

DEF +SUBJ PRED ‘dinosaur’

TENSE PRESNEG +PRED ‘think <SUBJ, COMP>’

DEF +SUBJ PRED ‘hamster’

TENSE FUTUREPRED ‘give <SUBJ, OBJ, OBLgoal OBJ>’

DEF -COMP OBJ PRED ‘book’

OBLgoal OBJ DEF +PRED ‘mouse’

22

Page 43: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

2.3.1.4 Struktur Argumen

Berkaitan dengan label untuk penyebutan peran semantis dalam sebuah

kalimat, Kroeger (2004: 9) menyebutkan bahwa tidak ada satu kelompok penyebutan

yang disetujui oleh semua linguis. Penyebutan peran semantis dalam penelitian ini

akan mengikuti penyebutan yang diajukan oleh Kroeger, yaitu sebagai berikut.

a. AGENT : penyebab atau pemrakarsa sebuah kejadian

b. RECIPIENT : animate yang memeroleh sesuatu.

c. EXPERIENCER : animate yang merasakan sebuah rangsangan atau menunjuk pada

proses mental dan emosi.

d. BENEFICIARY: animate yang memeroleh keuntungan dari tindakan yang dilakukan.

e. INSTRUMENT : benda yang digunakan oleh agen untuk melakukan sebuah tindakan.

f. THEME : sesuatu yang mengalami perubahan lokasi atau milik atau sesuatu yang

lokasinya ditetapkan.

g. PATIENT : sesuatu yang dikenai verba.

h. STIMULUS : objek persepsi, kognisi atau emosi, sesuatu yang dilihat, didengar,

diketahui, diingat, dicintai, dan lain-lain.

i. LOCATION : tempat sebuah kejadian.

j. ACCOMPANIMENT : sesuatu yang menemani atau yang dihubungkan dengan

tindakan.

Informasi semantik lain, seperti waktu, tujuan, dan lainnya tidak termasuk

dalam peran argumen karena elemen-elemen tersebut hampir selalu diekspresikan

sebagai ADJUNCTS dibandingkan dengan argumen.

23

Page 44: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

2.3.1.5 Klausa Relatif

Kroeger (2004 : 165) menyatakan bahwa konstruksi klausa relatif adalah frasa

nominal yang berisikan pemodifikasi klausa. Contohnya dalam bahasa Inggris sebuah

frasa nominal terdiri atas determiner (the), nomina inti (woman), dan klausa yang

memodifikasi (I love), ditandai dengan relativizer atau perelatif (that).

[ The woman [that I love]]NP is moving to Argentina.

Kroeger menyatakan bahwa properti yang menarik dalam konstruksi klausa

relatif adalah nomina inti mengacu pada dua hubungan gramatikal pada waktu yang

bersamaan. Contohnya woman adalah subjek dari predikat moving, tetapi juga

diinterpretasikan menjadi objek dari love di klausa yang memodifikasi. Hubungan

gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa yang memodifikasi mengarah pada

relativized function.

Teori mengenai klausa relatif dalam TLF yang dikemukakan oleh Kroeger

tersebut belum cukup dijadikan landasan untuk menjawab rumusan masalah dalam

penelitian ini. TLF kurang memaparkan secara terperinci mengenai klausa relatif

sehingga diperlukan pemaparan lain mengenai klausa relatif. Dixon (2010: 314)

memaparkan mengenai konstruksi klausa relatif ke dalam beberapa poin, antara lain

sebagai berikut.

a. Konstruksi terdiri atas dua klausa, yaitu klausa utama dan klausa relatif. Konstruksi

tersebut membentuk satu kalimat yang terdiri atas satu unit intonasi.

b. Kedua klausa harus berbagi argumen yang dapat disebut sebagai argumen bersama.

Jadi, argumen klausa utama juga merupakan argumen dalam klausa relatif.

24

Page 45: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

c. Fungsi klausa relatif adalah sebagai pemodifikasi sintaktik argumen bersama di

klausa utama. Pada level semantik akan disediakan informasi tentang argumen

bersama. Ketika fokus pada referen dalam argumen bersama maka merupakan

klausa restriktif, sedangkan jika menambahkan informasi tentang argumen yang

sebenarnya sudah jelas, maka termasuk klausa relatif nonrestriktif.

d. Klausa relatif harus memiliki struktur dasar klausa, yaitu meliputi predikat dan

argumen inti yang diperlukan oleh predikat tersebut.

Dixon (2010: 318) menyebutkan bahwa menyangkut argumen bersama, ada

sejumlah kemungkinan untuk inti dari frasa nominal, antara lain :

a. nomina secara umum;

b. nomina khusus, seperti nama orang atau tempat;

c. demonstratif;

d. generic term, seperti one dalam bahasa Inggris;

e. pronominal.

Pada setiap bahasa perlu diperhatikan tipe inti yang menjadi argumen bersama

dalam konstruksi klausa relatif. Bahasa yang hanya memiliki tipe klausa relatif

restriktif tidak bisa memiliki nomina khusus atau pronomina tunggal sebagai argumen

bersama (Dixon, 2010: 319).

Terkait dengan fungsi sintaktik argumen bersama dalam konstruksi klausa

relatif, Dixon (2010: 320—321) menyatakan bahwa kadang-kadang argumen bersama

memiliki fungsi di tiap-tiap klausa, tetapi di banyak bahasa terbatas satu atau kedua

klausa. Berdasarkan hierarki aksesibilitas yang dikemukakan oleh Keenan dan

25

Page 46: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Comrie, Dixon menuliskan beberapa fungsi argumen bersama yang mungkin, baik

dalam klausa relatif maupun klausa utama, di beberapa bahasa dalam bentuk tabel di

bawah ini.

Fungsi yang mungkin dimiliki oleh argumen bersama

Pada Klausa Utama

Pada Klausa Relatif Contoh Bahasa

Fungsi periferal dan inti

Fungsi peripheral dan inti

Fujian

Fungsi periferal dan inti

S, A, O Jarawara

Fungsi periferal dan inti

S, O Ilocano

Fungsi lokatif, datif, instrumental

S, O Dyrbal

Lokatif, instrumental, S, O

S, O Warekena

S,O S, O Yidin

2.3.2.1 Penanda Klausa Relatif

Ada beberapa cara untuk menandai klausa relatif. Setiap bahasa

mengombinasikan beberapa dari cara tersebut.

a. Dengan intonasi luar melewati konstruksi klausa relatif.

b. Dengan posisi klausa relatif di dalam klausa utama.

c. Dengan prosodi, seperti tekanan, nada.

d. Dengan infleksi pada verba klausa relatif.

e. Dengan penanda klausa relatif, secara umum berupa klitik atau kata gramatikal

pendek.

f. Dengan pronomina relatif.

26

Page 47: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

2.3.2 Teori Tipologi

Comrie (1981: 131—139) menyatakan terdapat dua jenis tipe klausa relatif,

yaitu klausa relatif restriktif (klausa yang sifatnya membatasi) dan klausa relatif non-

restriktif (klausa relatif yang sifatnya tidak membatasi). Contoh klausa relatif

restriktif dalam bahasa Inggris, yaitu that I saw yesterday dalam kalimat the man that

I saw yesterday left this morning. Klausa tersebut membatasi referen yang potensial

untuk kata the man. Pembicara menganggap bahwa kalimat the man left this morning

tidak memberikan informasi yang cukup kepada pendengar untuk mengidentifikasi

the man (pendengar mungkin saja harus bertanya which man?). Jadi, keterangan

tambahan that I saw yesterday ditambahkan untuk menunjukkan secara khusus pria

mana yang sedang dibicarakan dalam kalimat.

Klausa relatif nonrestriktif, misalnya pada contoh the man, who had arrived

yesterday, left this morning atau Fred, who had arrived yesterday, left this morning.

Kalimat ini menunjukkan pembicara menganggap bahwa pendengar dapat

mengidentifikasi pria mana yang sedang dibicarakan, sedangkan pada contoh kedua

pendengar sudah paham bahwa Fred yang dibicarakan dalam kalimat sehingga klausa

relatif dalam kalimat tersebut memberikan sedikit informasi tentang sesuatu yang

sudah teridentifikasi dan tidak untuk mengidentifikasi sesuatu yang sudah

dibicarakan.

Comrie juga menyatakan jika dilihat dari urutan katanya, ada dua tipe klausa

relatif, yaitu tipe postnominal dan tipe prenominal. Tipe postnominal, klausa relatif

mengikuti intinya (seperti dalam bahasa Inggris), sedangkan tipe prenominal, klausa

27

Page 48: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

relatif mendahului inti. Namun, ada juga tipe ketiga, yaitu tipe internal-head, inti

muncul atau terjadi di dalam klausa relatif dan nomina inti diekspresikan di dalam

klausa relatif. Nomina inti dari klausa relatif sebenarnya memainkan peranan di dua

klausa yang berbeda dalam sebuah konstruksi klausa relatif. Di satu sisi memainkan

peranan di klausa utama dan di sisi lain memainkan peranan di klausa yang

membatasi (restricting clause) dalam pengertian klausa relatif yang merupakan

klausa subordinatif. Secara lintas bahasa nomina inti terlihat dalam bentuk yang

dimodifikasi atau diturunkan, bahkan lebih tepatnya dilesapkan di salah satu klausa.

Selanjutnya Comrie menyatakan bahwa secara variasi tipologi, melihat

bagaimana peranan nomina inti dalam kalimat yang dilekati secara lintas bahasa

adalah salah satu parameter penting. Ada empat tipe dalam parameter yang penting

untuk dilihat, yaitu non-reduction, pronoun-retention, relative-pronoun, dan gap.

Tipe non-reduction berarti nomina inti muncul seutuhnya, tidak diturunkan, dalam

posisi yang normal dan atau dengan pemarkah kasus yang biasa untuk frasa nominal

untuk mengekspresikan fungsi khususnya di dalam klausa. Pada tipe pronoun-

retention nomina inti tersisa dalam embedded sentence (kalimat yang disematkan)

dalam bentuk pronomina. Tipe ini ditemukan pada bahasa Inggris nonstandar,

contohnya dari kalimat I know where the road leads dibentuk sebuah klausa relatif

this is the road that I know where it leads. Pronomina it menunjukkan posisi yang

direlativisasi.

Tipe selanjutnya, yaitu relative-pronoun banyak ditemukan dalam bahasa

negara-negara Eropa meskipun secara khusus bukan tipe lintas bahasa yang ada di

28

Page 49: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

dunia. Terdapat pronomina dalam klausa relatif yang menunjukkan nomina inti.

Posisinya yang semula di posisi biasa dipindahkan ke posisi awal. Untuk

menunjukkan peranan nomina inti dalam klausa relatif, harus dipahami bahwa hal

tersebut tidak dapat dilakukan dengan urutan (pronomina pasti di posisi awal) dan

penting untuk menandai pronomina atau setidaknya memiliki tingkat yang sama

seperti frasa nominal dalam klausa utama untuk menunjukkan peranannya. Dalam

bahasa Inggris dibedakan antara nominatif who dan akusatif whom untuk memeroleh

tipe pronomina dalam klausa relatif.

Berkaitan dengan aksesibilitas, Comrie mengemukakan hierarki subjek >

objek langsung > objek tak langsung > oblik > posesor. Artinya, aksesbilitas untuk

formasi klausa relatif, secara intuitif, lebih mudah untuk merelatifkan subjek daripada

merelatifkan posisi lain dan lebih mudah merelatifkan objek langsung daripada

posesor.

2.4 Model Penelitian

Model penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut. Tanda menyatakan

hubungan langsung. Berdasarkan model penelitian berikut, dapat dijelaskan bahwa

penelitian mengenai KRBJ menggunakan dua buah teori, yaitu TLF untuk

menganalisis struktur konstituen, struktur argumen, dan struktur fungsional KRBJ,

sedangkan teori berikutnya, yaitu teori tipologi yang dikemukakan oleh Comrie.

Teori ini digunakan untuk menganalisis tipe KRBJ, peranan inti, dan aksesibilitas.

Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teori tambahan mengenai klausa relatif

29

Page 50: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

yang dikemukakan oleh Dixon. Data dianalisis dengan menggunakan metode

kualitatif sehingga kemudian diperoleh hasil sebagai jawaban dari rumusan masalah.

Hasil

1. Struktur Konstituen

2. Struktur Argumen

3. Struktur Fungsional

Teori Tipologi & Teori oleh Dixon

1. Tipe KRBJ

2. Peranan Nomina inti

3. Aksesibilitas

4. Relasi Gramatikal

Teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional

Metode Kualitatif

Data

Metodologi

30

Page 51: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

BAB III

METODE PENELITIAN

Secara umum penelitian mengenai klausa relatif dalam bahasa Jepang

termasuk penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Kajian kualitatif pada dasarnya

dilakukan untuk menemukan pengetahuan baru atau merumuskan teori baru

berdasarkan data yang dikumpulkan. Kajian dimulai dengan merumuskan masalah,

merumuskan fokus kajian, dilanjutkan dengan pengumpulan data oleh peneliti sendiri

sebagai instrumennya (Chaer, 2007: 11). Metode kualitatif juga didefinisikan sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam

Moleong, 2010: 4). Berikut akan dipaparkan mengenai sumber data, instrumen

penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis serta

metode dan teknik penyajian hasil analisis.

3.1 Sumber data

Jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis.

Setelah mengadakan pengamatan awal terlihat bahwa penggunaan klausa relatif

dalam bahasa lisan bisa dikatakan sama dengan klausa relatif yang muncul dalam

bahasa tertulis. Dengan pertimbangan untuk mengefektifkan waktu penelitian, data

tertulis dijadikan sebagai data utama. Selain itu, data tertulis digunakan untuk

mempermudah proses pengumpulan data. Ada dua buah sumber data tertulis yang

31

31

Page 52: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

digunakan dalam penelitian ini, yaitu dua buah novel berjudul Purezento dan Mata

Aitakute. Novel berjudul Purezento adalah novel setebal 273 halaman yang

mengangkat tema tujuan hidup. Novel ini diterbitkan tahun 2008 dan dikarang oleh

Hoshino Natsu. Novel berikutnya, yaitu Mata Aitakute terdiri atas 250 halaman yang

mengangkat tema persahabatan. Novel ini diterbitkan pada tahun 2006 dan dikarang

oleh Shinka. Kedua novel tersebut ditujukan khususnya untuk anak muda sehingga

menggunakan tata bahasa bahasa Jepang yang sederhana.

Data tambahan yang berupa data lisan juga digunakan sebagai pembanding.

Data tambahan diperoleh melalui beberapa narasumber yang merupakan penutur asli

bahasa Jepang. Narasumber tersebut adalah siswa di sebuah tempat kursus yang

mengajarkan bahasa Indonesia kepada orang asing. Jadi, mereka adalah penutur asli

bahasa Jepang yang tidak menetap di Bali. Data diperoleh melalui pengamatan

selama proses pembelajaran di kelas. Data tersebut khususnya dari siswa yang sudah

mempelajari bahasa Indonesia cukup lama, termasuk mempelajari penggunaan

perelatif ‘yang’. Sebelum mengucapkan kalimat bahasa Indonesia biasanya siswa

akan mengawalinya dengan kalimat bahasa Jepang. Dari situlah data lisan KRBJ

diperoleh.

3.2 Instrumen Penelitian

Pada penelitian kualitatif, peneliti memiliki kedudukan khusus, yaitu sebagai

perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, serta pelapor hasil

penelitiannya (Moleong, 2010: 168). Kedudukan peneliti tersebut menjadikan peneliti

32

Page 53: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

sebagai key instrument atau instrumen kunci yang mengumpulkan data berdasarkan

kriteria-kriteria yang dipahami. Selain itu, terdapat pula instrumen tambahan, berupa

daftar kalimat dengan KRBJ untuk membandingkannya dengan data lisan sebagai

data tambahan.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Secara umum metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah

metode kepustakaan. Disebut metode kepustakaan karena data utama diperoleh tanpa

terjun ke lapangan, tetapi melalui sumber tertulis berupa novel. Proses selanjutnya

adalah melakukan pencatatan data. Data yang telah dicatat kemudian diseleksi

berdasarkan kesesuaiannya dengan penelitian ini, kemudian data dikelompokkan.

Pertama, kelompok data klausa relatif restriktif dan kedua, kelompok data klausa

relatif nonrestriktif. Kelompok data yang termasuk klausa relatif restriktif kemudian

dikelompokkan lagi, misalnya, klausa relatif restriktif yang nomina intinya

menduduki fungsi subjek, klausa relatif restriktif yang nomina intinya menduduki

fungsi objek, klausa relatif restriktif yang nomina intinya menduduki fungsi oblik dan

klausa relatif restriktif yang nomina intinya menduduki fungsi posesor. Begitu juga

dengan data klausa relatif nonrestriktif. Pengelompokkan ini bertujuan untuk

mempermudah dalam penganalisisan data.

33

Page 54: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian ini adalah

metode agih atau metode distribusional. Menurut Sudaryanto (1993 :31), metode agih

memiliki teknik dasar, yaitu teknik bagi unsur langsung. Teknik ini digunakan untuk

membagi suatu konstruksi menjadi beberapa bagian atau unsur. Bagian-bagian atau

unsur-unsur tersebut dipandang sebagai bagian atau unsur yang langsung membentuk

konstruksi yang dimaksud. Teknik ini digunakan untuk membagi antara unsur inti

klausa utama dan klausa relatif.

Contoh :

Suzuki san wa [okaasan ga tsuku-tta] keeki o tabe-te imasu.Nama-sapaan-TOP ibu-NOM buat-KLam kue-AK makan-KKin.‘Suzuki sedang makan kue yang ibunya buat’

(Minna no Nihongo-Bab 22)

Dengan menggunakan teknik bagi unsur langsung kalimat di atas dapat dibagi

menjadi dua bagian atau unsur, yaitu Suzuki san wa tabete imasu ‘Suzuki sedang

makan’ dan klausa relatif okaasan ga tsukutta keeki ‘kue buatan ibunya’. Selain

teknik dasar, penelitian ini juga menggunakan tiga teknik lanjutan dari metode agih,

yaitu teknik lesap, teknik perluas, dan teknik balik. Teknik lesap digunakan untuk

melesapkan klausa relatif sehingga terlihat unsur inti klausa utama. Teknik ini

digunakan ketika membahas data yang memiliki struktur kompleks, misalnya data

yang mengandung dua buah klausa relatif. Tujuannya untuk memperlihatkan unsur

inti klausa utama sekaligus memperlihatkan nomina inti dari klausa relatif.

34

Page 55: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Teknik perluas digunakan untuk mengetes kegramatikalan sebuah kalimat

setelah salah satu unsurnya direlatifkan. Hal tersebut nantinya akan menunjukkan

unsur yang sebenarnya dapat direlatifkan. Berikutnya, teknik balik digunakan untuk

memindahkan konstituen dalam kalimat, khususnya nomina inti ke posisi yang

kosong dalam klausa relatif. Dengan menggunakan teknik ini akan terlihat kategori

konstituen yang direlatifkan. Teknik ini digunakan ketika membahas strategi

perelatifan.

Contoh :

Suzuki san wa [okaasan ga__ tsuku-tta] keeki wo tabe-te imasu. Nama-sapaan-TOP ibu-NOM __ buat-KLam kue-AK makan-KKin. ‘Suzuki sedang makan kue yang ibunya buat’

(Minna no Nihongo-Bab 22)

Nomina inti pada contoh di atas, yaitu keeki ‘kue’ sebenarnya adalah

konstituen yang hilang pada klausa relatif. Jika keeki ‘kue’ dimasukkan ke posisi

yang hilang tersebut, maka klausa relatif akan menjadi kalimat lengkap okaasan ga

keeki wo tsukutta ‘ibu membuat kue’ dengan keeki ‘kue’ menempati posisi objek.

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Terdapat dua macam metode penyajian hasil analisis data, yaitu metode

formal dan informal. Penelitian ini menggunakan kedua metode tersebut. Metode

formal adalah metode penyajian hasil analisis dengan menggunakan kaidah. Kaidah

itu dapat berbentuk rumus, bagan, tabel, dan gambar. Sebaliknya, metode informal

35

Page 56: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

adalah metode penyajian hasil analisis dengan menggunakan kata-kata biasa

(Sudaryanto, 1993: 145). Metode formal dalam penelitian ini salah satu diantaranya

digunakan untuk menggambarkan struktur konstituen KRBJ dengan menggunakan

diagram pohon, sedangkan metode informal digunakan untuk memberikan deskripsi

mengenai klausa relatif berdasarkan rumusan masalah.

36

Page 57: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

BAB IV

STRUKTUR KALIMAT DAN FUNGSI GRAMATIKAL

DALAM BAHASA JEPANG

4.1 Pengantar

Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa dari sedikit bahasa di dunia yang

memiliki struktur dasar kalimat SOV dan disertai pemarkah untuk setiap

konstituennya. Pemarkah tersebut dalam bahasa Jepang dikenal dengan joushi.

Struktur dasar bahasa Jepang berpengaruh pula pada struktur-struktur dasar lainnya,

baik struktur frasa maupun struktur klausa. Berikut dipaparkan mengenai struktur

dasar frasa dan klausa dalam bahasa Jepang, pemarkah (joushi), serta fungsi

gramatikal yang muncul dalam kalimat bahasa Jepang.

4.2 Struktur Frasa

Seperti halnya bahasa lain di dunia, bahasa Jepang juga memiliki konstituen

yang dibentuk dari kategori leksikal, yaitu nomina, verba, adjektiva, dan adposisi.

Kategori leksikal tersebut dapat digabung dengan kategori leksikal lainnya dan

kemudian membentuk unit yang lebih besar yang disebut dengan kategori frasal

(Tsujimura, 1996: 162). Tsujimura juga menjelaskan tentang kata majemuk dalam

bahasa Jepang untuk membedakannya dengan frasa. Pemajemukan dalam bahasa

Jepang bisa dilakukan dengan menggabungkan satu kategori dengan kategori yang

sama atau dengan kategori yang berbeda. Contohnya, adjektiva chikai ‘dekat’ dengan

37

37

Page 58: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

nomina michi ‘jalan’ membentuk sebuah kata baru chika-michi ‘jalan pintas’. Contoh

lain nomina hara ‘perut’ digabung dengan adjektiva itai ‘sakit’ membentuk sebuah

kata hara-ita ‘sakit perut’. Dari contoh tersebut bisa dilihat bahwa kata majemuk

membentuk satu makna baru dari dua buah kata dan dalam prosesnya sering terjadi

pelesapan atau perubahan bunyi pada salah satu kata. Hal tersebut yang membedakan

kata majemuk dengan frasa dalam bahasa Jepang.

Frasa nominal dalam bahasa Jepang menempatkan nomina sesudah kategori

lainnya, yaitu adjektiva. Contoh beserta diagram pohon untuk NP dalam bahasa

Jepang dapat dilihat berikut ini.

(a) Frasa nominal (NP) : takai kaban ‘tas mahal’

A N

NP

A N

takai kaban

Jika kategori leksikal A pada NP (a) dimodifikasi oleh kategori leksikal

adverbia, misalnya totemo ‘sangat’ maka akan membentuk frasa baru, yaitu AP (frasa

adjektival) totemo takai ‘sangat mahal’. Struktur AP dalam bahasa Jepang

menempatkan adjektiva setelah adverbia. Diagram pohonnya dapat dilihat sebagai

berikut.

(b) Frasa adjektival (AP) : totemo takai kaban ‘tas (yang) sangat mahal’

Adv A N

38

Page 59: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

NP

AP N

ADV A kaban

totemo takai

Selain NP dan AP, dalam bahasa Jepang juga ada frasa postposisi (PP) yang

menempatkan postposisi setelah nomina. Contohnya dapat dilihat di bawah ini.

(c) Frasa postposisi (PP) : depaato de ‘di department store’

N P

PP

NP P

N de

depaato

Frasa berikutnya dalam bahasa Jepang, yaitu frasa verbal (VP). Karena

struktur dasar bahasa Jepang SOV, tentu VP menempatkan verba di posisi akhir frasa.

Contohnya sebagai berikut.

(d) Frasa verbal (VP) : takai kaban wo kau ‘membeli tas mahal’

A N V

39

Page 60: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

VP

NP V

AP N kau

A kaban wo

takai

Tsujimura (1996: 173) memberikan aturan urutan frasa sebagai berikut.

a. S’ → S COMP

b. S → NP VP

c. NP → (S) (NP) (AP) N

d. VP → (PP) (NP) (PP) (NP) (S’)V

d. PP → NP P

Dengan menggabungkan contoh NP, AP, PP, dan VP di atas kemudian

menambahkan NP lain sebagai subjek, misalnya watashi ga ‘saya’, akan tersusun

kalimat watashi ga depaato de totemo takai kaban wo kau ‘saya (akan) membeli tas

(yang) sangat mahal di department store’. Jika digambarkan dalam diagram pohon

dengan melihat aturan urutan frasa yang dikemukakan oleh Tsujimura, maka diagram

pohon untuk kalimat tersebut sebagai berikut.

40

Page 61: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

S

NP VP

N PP NP V

Watashi ga NP P AP N kau

N de Adv A kaban wo

depaato totemo takai

4.3 Pemarkah dalam Bahasa Jepang (Joushi)

Bahasa Jepang yang termasuk bahasa aglutinatif memiliki cukup banyak

pemarkah untuk konstituen dalam kalimat. Pemarkah tersebut ada yang berfungsi

hanya untuk memarkahi konstituen dalam kalimat tanpa memiliki arti, ada pula

pemarkah yang memiliki arti. Tsujimura (1996: 165) menyatakan bahwa pemarkah

yang hanya berfungsi untuk menunjukkan fungsi gramatikal yang diikutinya disebut

dengan pemarkah kasus. Sementara itu, pemarkah yang memiliki makna spesifik

disebut dengan posposisi. Tsujimura menyebutkan bahwa yang termasuk pemarkah

kasus, antara lain nominatif ga, akusatif wo, datif ni, genetif no, dan tambahannya

adalah pemarkah topik wa. Ga dianggap sebagai pemarkah kasus nominatif karena

fungsi utamanya adalah memarkahi nomina sebagai subjek. Berbeda dengan

41

Page 62: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Tsujimura, Koizumi (1993: 182) membagi pemarkah dalam bahasa Jepang menjadi

dua, yaitu kakujoushi dan fukujoushi. Sugimoto dan Iwabuchi (1990: 89) menyebut

kakujoushi sebagai pemarkah kasus. Kakujoushi adalah pemarkah kasus yang

menunjukkan peranan nomina ketika nomina tersebut dikontrol oleh verba. Pemarkah

yang termasuk dalam kakujoushi, antara lain ga, wo/o, ni, kara, to, de, e, made, dan

yori. Fukujoushi adalah pemarkah yang fungsinya menambahkan arti yang ada pada

kakujoushi.

4.3.1 Kakujoushi (Pemarkah Kasus)

Pemarkah dalam bahasa Jepang bisa memiliki fungsi atau arti yang berbeda di

kalimat yang berbeda. Begitu pula dengan kakujoushi (pemarkah kasus). Berikut

contoh penggunaan tiap-tiap kakujoushi dalam bahasa Jepang.

A. Pemarkah kasus nominatif ga. Contohnya bisa dilihat di bawah ini.

(1) a. Kodomo ga wara-tta anak-NOM tertawa-KLam ‘Anak (itu) tertawa’

b. Mawari ga shizuka da sekitar-NOM sepi KOP-KKin ‘Lingkungan sekitar sepi’

c. Akiko wa niku ga suki da Nama-TOP daging-NOM suka KOP-KKin ‘Akiko suka daging’

Pemarkah ga pada contoh (1a) menunjuk pelaku, yaitu kodomo ‘anak’ untuk

verba waratta ‘tertawa’. Pemarkah ga pada contoh (1b) menunjuk objek struktur

wajah mawari ‘sekitar’ dengan predikatnya yang berupa adjektiva shizuka ‘sepi’ dan

42

Page 63: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

pemarkah ga pada contoh (1c) menunjuk objek struktur ergatif. Akiko wa ‘Akiko

(nama orang)’ dalam kalimat ini menunjukkan kondisi suki da ‘suka’.

B. Pemarkah kasus akusatif wo

Pemarkah ini menunjukkan tujuan dari tindakan ataupun titik awal. Contoh

penggunaan pemarkah wo, antara lain sebagai berikut.

(2) a. Otto ga tsuma wo nagu-ttasuami-NOM istri-AK pukul-KLam ‘Suami memukul istri’

b. Nihonjin wa shizen wo ai-suru orang Jepang-TOP alam-AK cinta-KKin ‘Orang Jepang mencintai alam’

c. Gyouretsu ga hashi wo wata-tta parade-NOM jembatan-AK seberang-KLam ‘Parade menyebrangi jembatan’

d. (watashi wa) asa hayaku ni ie wo de-ta saya-TOP pagi cepat-DAT rumah-AK keluar-KLam ‘Pagi-pagi keluar rumah’

Pemarkah wo untuk tsuma ‘istri’ pada contoh (2a) menunjukkan tujuan dari

tindakan nagutta ‘memukul’ yang pelakunya adalah otto ‘suami’, sedangkan pada

contoh (2b), pemarkah wo untuk shizen ‘alam’ menunjukkan objek emosi atau

perasaan dari verba aisuru ‘mencintai’ yang subjeknya adalah Nihonjin ‘orang

Jepang’. Selanjutnya pada contoh (2c) pemarkah wo menunjukkan rute dari kegiatan,

yaitu watatta ‘menyeberangi’ dan pada contoh (2d) pemarkah wo menunjukkan titik

awal. Pada contoh (2d) tidak ada subjek gramatikal, tetapi bukan berarti contoh

43

Page 64: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

kalimat tersebut tidak memiliki pelaku. Subjek atau pelaku dalam contoh kalimat

tersebut, yaitu watashi ‘saya’ yang dalam beberapa kalimat bisa dilesapkan.

C. Pemarkah kasus datif ni

(3) a. Tokyo ni ani ga iru Tokyo-DAT kakak laki-laki-NOM ada-KKin ‘Kakak laki-laki ada di Tokyo’

b. Gogo 2ji ni kaigi ga hajima-tta sore 2 jam-DAT rapat-NOM mulai-KLam ‘Pada jam 2 rapat mulai’

c. Kesa Tokyo ni tsu-ita tadi pagi Tokyo-DAT tiba-KLam ‘Tadi pagi tiba di Tokyo’

d. Akiko wa hanashi ni muchuu da-tta Nama-TOP cerita-DAT asyik KOP-Lam ‘Akiko keasyikan dengan cerita’

e. Haruko wa okaasan ni tegami wo da-shita Nama-TOP ibu-DAT surat-AK kirim-KLam ‘Haruko mengirim surat untuk ibunya’

f. Gogo kara kaze ni na-tta sore dari angin-DAT jadi-KLam ‘Angin (berembus) sejak sore’

g. Tsuma wa otto ni nagura-reta istri-TOP suami-DAT pukul-PAS-KLam ‘Istri dipukul oleh suami’

Pemarkah datif ni memang pemarkah yang penggunaannya lebih banyak

dibandingkan dengan pemarkah kasus (kakujoushi) lainnya dalam bahasa Jepang.

Dari contoh di atas terlihat bahwa pemarkah ni digunakan dalam kalimat yang

berbeda-beda dengan fungsi yang berbeda pula. Pada contoh (3a) pemarkah ni

44

Page 65: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

menunjukkan posisi atau lokasi, pada contoh (3b) menunjukkan waktu, pada contoh

(3c) dan (3d) menunjukkan sasaran atau target, pada contoh (3e) menunjukkan

sasaran atau penerima, pada contoh (3f) menunjukkan sasaran yang kemudian

menjadi hasil, dan pada contoh (3g) menunjukkan titik awal tindakan. Contoh (3g)

adalah kalimat pasif sehingga pemarkah ni yang muncul diartikan oleh dalam bahasa

Indonesia.

D. Pemarkah kasus ablatif kara

(4) a. Fune wa Yokohama kara shuppatsu-shita kapal-TOP Yokohama dari berangkat-KLam ‘Kapal berangkat dari Yokohama’

b. Kashu wa Haruko kara hana wo mora-tta penyanyi-TOP Nama dari bunga-AK terima-KLam

‘Penyanyi menerima bunga dari Haruko’

c. Kaigi wa asa no 10 ji kara hajima-tta rapat-NOM pagi-GEN 10 jam dari mulai-KLam ‘Rapat mulai dari jam 10 pagi’

d. Yuujin wa byoki kara shippai-shita teman-TOP sakit karena gagal-KLam ‘Teman gagal karena sakit’ e. Wisukii wa komugi kara tsukura-reru whiskey-TOP gandum dari buat-PAS-KKin ‘Whiskey dibuat dari gandum’

Seperti halnya dengan pemarkah kasus lainnya, kara juga memarkahi

konstituen berbeda dalam kalimat yang berbeda. Pada contoh (a) menyatakan titik

awal, pada contoh (b) menyatakan sumber, pada contoh (c) menyatakan titik awal.

45

Page 66: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Selain itu, pemarkah kasus kara juga digunakan untuk mengungkapkan alasan seperti

pada contoh (d) dan (e).

E. Pemarkah kasus instrumental de

(5) a. Kouen ga koukaidou de okonawa-reta Kuliah-NOM auditorium LOK mengadakan-PAS-KLam ‘Kuliah diadakan di auditorium’ b. Hashi de gohan wo tabe-ru Sumpit dengan nasi-AK makan-KKin ‘Makan nasi dengan sumpit’

c. Kami de origami wo tsuku-tta Kertas dengan origami-AK buat-KLam ‘Membuat origami dengan kertas’

Pemarkah kasus lain, yaitu de juga memiliki beberapa fungsi dalam kalimat

yang berbeda, antara lain menunjukkan lokasi seperti contoh (5a), menunjukkan alat

seperti contoh (5b), dan menunjukkan bahan seperti contoh (5c). Dari contoh yang

ada, diketahui bahwa pemarkah kasus kara pada contoh (4e) menyatakan bahan yang

digunakan untuk membuat sesuatu, tetapi bahan tersebut sudah tidak terlihat lagi pada

benda yang sudah jadi, sedangkan pemarkah kasus de menunjukkan bahan yang

masih terlihat ketika sudah menjadi sesuatu. Pada contoh (5c) benda yang dimaksud

adalah origami (seni melipat kertas di Jepang) dengan bahan kertas. Kertas itu masih

dapat dilihat meskipun sudah dijadikan bermacam-macam bentuk.

46

Page 67: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

F. Pemarkah kasus allatif e

Pemarkah e hanya memiliki satu fungsi, yaitu menyatakan tujuan, seperti pada

contoh di bawah ini.

(6) a. Ashita Nara e i-ku Besok Nara ke pergi-KKin ‘besok pergi ke Nara’

b. Higashi e 30 kiro i-tta Barat ke 30 km pergi-KLam ‘pergi 30 km ke barat’

G. Pemarkah kasus komitatif to

Pemarkah kasus komitatif to adalah pemarkah yang menunjukkan dengan

(orang). Dapat dilihat pada contoh di bawah ini.

(7) a. Kouen de koibito to a-tta taman di pacar dengan bertemu-KLam ‘Bertemu dengan pacar di taman’

b. Koibito to kouen wo aru-ita Pacar dengan taman-AK jalan-KLam ‘Berjalan di taman dengan pacar’

c. Haruko wa Akiko to onaji toshi da Nama-TOP Nama dengan sama umur KOP-KKin ‘Haruko seumuran dengan Akiko’

Pada contoh (7a) dan (7b), to menunjukkan pasangan, sedangkan pada contoh

(7c) menunjukkan kesamaan.

H. Pemarkah kasus penunjuk batasan made

(8) a. Shinkansen wa Hakata made nobi-ta Shinkansen-TOP Hakata sampai memanjang-KLam

47

Page 68: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

‘Shinkansen memanjang sampai hakata’

b. Gogo no 5ji made ma-tte mi-ta sore-GEN 5 jam sampai tunggu coba-KLam ‘Coba menunggu sampai jam 5 sore’

Pemarkah kasus made digunakan menunjukkan batasan, baik itu batasan

waktu maupun batasan tempat.

I. Pemarkah kasus komparatif dan waktu yori

(9) a. Haruko wa Natsuko yori wakai Nama-TOP Nama daripada muda ‘Haruko lebih muda daripada Natsuko’

b. Shi gatsu tsuitachi yori sakura matsuri ga hajima-ru empat bulan tanggal satu pada sakura festival-NOM mulai-KKin ‘Festival sakura akan mulai tanggal satu bulan empat’

Pada contoh (9a) yori menunjukkan perbandingan, dalam hal ini antara

Haruko dan Natsuko, sedangkan pada contoh (9b) menunjukkan waktu.

4.3.2 Fukujoushi

Koizumi (1993: 185) menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam kelompok

fukujoshi adalah pemarkah wa. Pendapat Koizumi yang tidak memasukkan wa ke

dalam kakujoshi memang lebih dapat diterima. Hal tersebut terjadi karena dalam

banyak kasus wa digunakan bersamaan dengan pemarkah lainnya. Fungsinya hanya

menekankan kata yang sudah dimarkahi oleh pemarkah lain (kakujoushi). Contohnya

bisa dilihat berikut ini.

48

Page 69: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

a. Nihon no wakai hahaoya no naka ni wa kodomo no you na hito mo imasu Jepang-GEN muda ibu-GEN dalam-DAT-TOP anak-GEN seperti orang juga ada- KKin‘Di antara ibu-ibu muda ada juga orang yang seperti anak-anak’

(Chuukyuu Kara Manabu: 19)

b. [Onaji mokuhyou ga aru] hito tachi to wa sugu nakayoku na-reru yo ne Sama tujuan-NOM ada orang-orang dengan-TOP segera teman jadi-BPot-Kin ‘Segera ya bisa menjadi teman denga orang yang mempunyai tujuan sama’

(Hoshino: 63)

Sebelum menuju ke penjelasan mengenai pemarkah wa, Koizumi memberikan

contoh kalimat berikut.

(10) a. Ima, ame ga fu-tte imasu sekarang hujan-NOM turun-KKin ‘Sekarang, hujan sedang turun’

b. Kinou, Haruko san ga tazune-te kimashita kemarin, Nama-NOM berkunjung-KLam ‘Kemarin Haruko datang berkunjung’

Pada contoh kalimat (10a) dan (10b) di atas, pemarkah yang digunakan adalah

ga karena termasuk ke dalam kalimat fenomena atau peristiwa yang diamati secara

objektif. Penggunaan ga juga dapat dilihat pada contoh kalimat di bawah ini.

c. Natsuko san ga gakkou wo yasu-nda Nama-NOM sekolah-AK libur-KLam ‘Natsuko libur sekolah’

d. kono kuruma wo itsu kara tsuka-tte imasu ka? ini mobil-AK kapan dari pakai-KKin-IGF ‘Dari kapan memakai mobil ini?’

Pada contoh kalimat (10a) dan (10b), ga tidak dapat digantikan dengan wa.

Sebaliknya, ga pada contoh (10c) dan wo pada contoh (10d) dapat digantikan dengan

49

Page 70: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

wa. Pemarkah wa yang dapat menggantikan tersebut dikenal dengan wa topik dan

nomina yang menggunakan wa sebagai pemarkah dianggap mengalami topikalisasi.

4.4 Penentuan Subjek Kalimat

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pemarkah kasus nominatif

dalam bahasa Jepang adalah ga. Namun, munculnya ga setelah konstituen dalam

kalimat tidak selalu bisa dijadikan patokan bahwa konstituen yang dalam hal ini

berupa NP adalah subjek kalimat. Hal ini terjadi karena dalam bahasa Jepang bisa

saja muncul dua pemarkah ga yang memarkahi dua NP dalam satu kalimat.

Contohnya dapat dilihat sebagai berikut.

(11) Ano hito ga eigo ga suki desu. itu orang-NOM bahasa Inggris-NOM suka-KOP-KKin ‘Orang itu suka bahasa Inggris’

Contoh kalimat di atas tidak bisa dinyatakan memiliki dua buah subjek hanya

karena ada dua pemarkah kasus nominatif. Predikat kalimat tersebut adalah suki yang

memang memerlukan pemarkah nominatif ga sama halnya dengan verba statif

lainnya dalam bahasa Jepang. Namun, pembaca atau pembicara bisa saja langsung

berpikir bahwa subjek kalimat tersebut adalah ano hito ‘orang itu’, bukan eigo

‘bahasa Inggris’ karena subjek untuk suki ‘suka’ harus animate. Tsujimura (1996:

228) memberikan beberapa cara untuk menentukan subjek kalimat dalam bahasa

Jepang, antara lain dengan refleksifisasi dan honorifikasi subjek.

50

Page 71: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

4.4.1 Refleksifisasi

Dalam bahasa Jepang ada dua pronomina refleksif, yaitu jibun dan jibun

jishin. Berbeda dengan bahasa Inggris yang memiliki pronomina refleksif untuk laki-

laki dan perempuan (herself dan himself), pronomina refleksif dalam bahasa Jepang

tidak mengaitkannya dengan hal tersebut. Tsujimura (1996: 230) menyatakan bahwa

kapan pun ditemukan pronomina refleksif jibun dalam kalimat, antesedennya

diidentifikasi sebagai subjek kalimat. Beberapa hal menyangkut pronomina refleksif

dalam bahasa Jepang, antara lain, anteseden untuk jibun harus animate, jibun bisa

muncul di posisi posesor dan anteseden untuk jibun terbatas pada subjek kalimat.

(12) a. Taroo ga Hanako wo jibun no heya de koro-shita Nama-NOM Nama-AK REF-GEN kamar LOK bunuh-KLam ‘Taroo membunuh Hanako di kamarnya sendiri’

Subjek kalimat tersebut adalah Taroo sehingga anteseden dari jibun adalah

Taroo. Tsujimura (1996: 231) juga menyebutkan bahwa jibun bisa mengalami yang

disebut dengan refleksif jarak jauh (long-distance reflexive) dan ketika jibun yang

muncul dalam klausa sematan menemukan antesedennya di klausa utama, orientasi

subjek diperhatikan. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh di bawah ini.

b. Taroo ga Hanako ni [Ziroo ga jibun wo hihan-shita] to i-tta Nama-NOM Nama-DAT [Nama-NOM REF-AK kritik] COM berkata-KLam ‘Taroo mengatakan kepada Hanako bahwa Ziroo mengkritik dirinya’

Pada contoh kalimat di atas, jibun dapat memiliki dua anteseden. Baik Taroo

maupun Ziroo diidentifikasi sebagai subjek. Taroo adalah subjek dari klausa utama,

sedangkan Ziroo adalah subjek klausa sematan. Oleh karena itu, jumlah anteseden

51

Page 72: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

yang mungkin untuk pronomina refleksif sama dengan jumlah subjek yang ada dalam

kalimat. Pada contoh di atas terdapat dua subjek, yaitu subjek klausa utama dan

subjek klausa sematan. Contoh lain yang diberikan untuk melihat bagaimana

refleksifisasi dapat menentukan subjek kalimat dapat dilihat berikut ini.

c. Taroo ga Hanako ga jibun no guruupu de ichiban suki da Nama-NOM Nama-NOM REF-GEN grup LOK paling suka-KOP-KKin ‘Taroo paling suka Hanako di antara (anggota lain) di grupnya’

d. Taroo ni jibun no kimochi ga wakara-nai Nama-DAT REF-GEN perasaan-NOM mengerti-KKinNeg ‘Taroo tidak mengerti perasaanya sendiri’

Pada contoh (12c) ada dua frasa nominal yang dimarkahi oleh pemarkah kasus

ga, yaitu Taroo dan Hanako. Namun, yang menjadi anteseden dari jibun adalah

Taroo. Hal tersebut disebabkan oleh predikat contoh kalimat (c), yaitu suki ‘suka’.

Predikat ini adalah salah satu predikat statif dalam bahasa Jepang yang memang

mengharuskan pola ga (subjek) - ga (objek). Itu berarti bahwa Taroo adalah subjek

kalimat sedangkan Hanako adalah objek. Sementara itu, pada contoh (12d) Taroo

dimarkahi oleh pemarkah kasus datif ni dan kimochi ‘perasaan’ dimarkahi oleh

pemarkah kasus ga. Pronomina refleksif jibun mengambil Taroo sebagai antesedenya

karena anteseden untuk jibun harus animate. Jadi, tanpa memerhatikan tipe pemarkah

yang melekat pada frasa nominal.

52

Page 73: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

4.4.2 Honorifikasi Subjek

Honorifikasi subjek berkaitan dengan bahasa Jepang yang memiliki tiga level

ujaran, yaitu futsuu (biasa), teinei (sopan), dan keigo (halus). Sebuah ujaran dalam

bahasa Jepang dapat diidentifikasi tingkat kehalusannya dari bentuk verba yang

digunakan. Hal ini pula yang dijadikan acuan oleh Tsujimura (1996: 231) untuk

menentukan subjek dalam kalimat bahasa Jepang.

(13) a. Yamada sensei ga gakusei no hon wo o-yomi-ni na-tte iru Nama guru-NOM murid-GEN buku-AK baca-KKin-HOR ‘Guru Yamada membaca buku murid’

Ketika membaca kalimat di atas, pembaca bisa dengan mudah mengenali yang

mana subjek kalimat, terlebih adanya pemarkah kasus ga. Namun, mengingat

pemarkah kasus ga tidak selalu bisa dijadikan acuan, pembaca bisa melihat bentuk

verba yang digunakan. Verba o-yomi-ni natte iru adalah bentuk halus dari yomu

‘membaca’ yang digunakan untuk menyatakan kegiatan seseorang yang dihormati.

Dalam kalimat di atas, orang tersebut adalah Yamada sensei ‘guru Yamada’.

Meskipun kalimat di atas diubah, melihat bentuk verba yang digunakan subjek

kalimat tetap sama. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh di bawah ini.

b. Yamada sensei ni gakusei no kimochi ga o-wakari-ni nara-nai Nama guru-DAT murid-GEN perasaan-NOM mengerti-HOR-KKinNeg ‘Perasaan murid dimengerti oleh Guru Yamada’

Contoh kalimat di atas menunjukkan kembali bahwa konstituen yang

dimarkahi oleh ga tidak selalu subjek kalimat. Bentuk verba o-wakari-ni naranai

adalah bentuk halus dari verba wakaru ‘mengerti’ yang dalam contoh di atas

digunakan karena menghormati pelaku tindakan dalam kalimat tersebut, yaitu Guru

53

Page 74: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Yamada. Jadi, terlihat bahwa honorifikasi subjek memainkan peran untuk

mengidentifikasi subjek dalam bahasa Jepang. Subjek pada contoh (b) merupakan

subjek konstruksi pasif yang memang dimarkahi oleh pemarkah datif ni dan di

terjemahkan oleh dalam bahasa Indonesia. Contoh di atas menunjukkan bahwa dalam

bahasa Jepang ni tidak hanya berfungsi sebagai pemarkah datif, tetapi juga

memarkahi subjek kalimat pasif.

4.5 Fungsi Gramatikal

Fungsi gramatikal yang paling umum dikenal, antara lain subjek dan objek.

Namun, TLF mengemukakan fungsi gramatikal yang ada, antara lain SUBJect,

OBJect, OBJø, COMP, XCOMP, OBLiqueø, ADJunct, XADJunct. Dari fungsi

gramatikal tersebut, yang termasuk argumen adalah subjek, objek, dan oblik.

Sementara ajung dan komplemen adalah nonargumen (Dalrymple, 2001 : 9). Dalam

bahasa Jepang juga ditemukan fungsi gramatikal subjek, objek (obj1 dan obj2), oblik,

komplemen, dan ajung. Di bawah ini adalah contoh fungsi gramatikal yang muncul

dalam bahasa Jepang.

(14) Shin wa sono hi, konbini no mae ni suwa-tte imashita Nama TOP itu hari, konbini GEN depan DAT duduk-KKinLam ‘Shin hari itu duduk di depan konbini (convenience store)’

(Shinka, 2006: 7)

Pada contoh kalimat di atas, muncul wa yang menunjukkan bahwa nomina

yang ada sebelumnya, yaitu Shin (nama orang) mengalami topikalisasi. Selain itu,

dalam kalimat tersebut terdapat obliklokasi, yaitu konbini no mae ‘depan convenience

54

Page 75: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

store’ yang dimarkahi oleh pemarkah datif ni. Pada contoh (14) muncul pula fungsi

gramatikal lainnya, yaitu ajung sono hi ‘hari itu’. Menurut Kroeger (2004: 10), ajung

adalah nonargumen yang memberikan kontribusi terhadap makna kalimat secara

keseluruhan, tetapi tidak pernah diperlukan untuk melengkapi makna predikat.

Dengan kata lain, argumen berhubungan erat dengan makna predikat, sedangkan

ajung tidak. Ajung menunjukkan informasi semantik, seperti waktu, cara, atau sikap,

tujuan, dan yang lainnya. Jadi, pada contoh (14) jika sono hi ‘hari itu’ dihilangkan,

tidak mengurangi makna kalimat karena ajung sifatnya opsional. Contoh obliklokasi

dalam bahasa Jepang dapat pula dilihat pada contoh di bawah ini.

(15) Shin wa Shouta to konbini no mae de dara dara to Nama-TOP Nama dengan konbini-GEN depan LOK berlama-lama hima wo tsubu-shite ita waktu luang-AK mengisi-KKinLam‘Shin melewatkan waktu luang dengan berlama-lama di depan kobini bersama Shouta’

(Shinka, 2006: 9)

Pada contoh (15) muncul dua buah oblik. Pertama, oblikkomitatif, yaitu Shouta

(nama orang) yang dimarkahi pemarkah kasus komitatif to dan kedua obliklokasi, yaitu

konbini no mae ‘depan convenience store’ yang dimarkahi oleh de. Dalam bahasa

Jepang objeklokasi dapat dimarkahi oleh ni dan de. Perbedaannya adalah ni diikuti oleh

verba yang tidak menunjukkan aktivitas, seperti verba suwaru ‘duduk’ pada contoh

(14). Sebaliknya, ketika obliklokasi dimarkahi oleh de, berarti verba yang muncul

menunjukkan aktivitas. Pada contoh (15) verba yang dimaksud, yaitu tsubushite itta

yang merupakan bentuk lampau dari tsubusu ‘melewatkan’.

55

Page 76: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

(16) Shin wa Shouta no moto e modo-tte itta Nama-TOP Nama-GEN asal ke kembali-KKinLam ‘Shin kembali ke asal Shouta’

(Shinka, 2006: 9)

Pada contoh (16) di atas muncul oblikgoal, yaitu moto ‘asal’ yang dimarkahi

oleh e ‘ke’. Pemarkah tujuan e biasanya diikuti oleh verba seperti iku ‘pergi’, kuru

’datang’, kaeru ‘pulang’ dan beberapa verba lainnya. Oblikgoal pada contoh kalimat

(16) bisa juga dimarkahi oleh ni.

(17) Shin wa Shouta to isshoni tabako ni hi wo tsuke-ta Nama-TOP Nama dengan bersama rokok ke api-AK beri-KLam ‘Shin bersama-sama dengan Shouta menyalakan api ke rokok’

(Shinka, 2006: 9)

Fungsi gramatikal yang muncul pada contoh (17), antara lain subjek,

oblikkomitatif, yaitu Shouta (nama orang) yang dimarkahi oleh to, oblikgoal, yaitu

tabako ‘rokok’ dan objek, yaitu hi ‘api’ yang dimarkahi oleh wo.

(18) Shouta wa warai de Shin ni hanashi kake-te kita Nama-TOP tertawa dengan Nama-DAT sapa-KLam ‘Shouta dengan tertawa menyapa (kepada) Shin’

(Shinka, 2006: 9)

Fungsi gramatikal oblik juga muncul pada contoh (18). Oblikinstrumen, yaitu

warai ‘tertawa’ yang dimarkahi oleh de yang dalam contoh (18) berarti dengan.

Selain oblikinstrumen, muncul pula oblikgoal, yaitu Shin (nama orang) yang dimarkahi

oleh ni yang dalam contoh (18) berarti kepada. Contoh oblikinstrumen dalam bahasa

Jepang juga dapat dilihat pada contoh (19) dan (20) berikut ini.

56

Page 77: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

(19) San nin no warai koe de heya ga atata-ku na-ru tiga orang-GEN tertawa suara dengan kamar-NOM hangat-BSmb jadi-KKin ‘Kamar menjadi hangat dengan suara tawa ketiga orang (itu)’

(Hoshino, 2008 :34)

(20) Gakkou wa, ie kara kuruma de nijuuppun kaka-ru sekolah-TOP rumah dari mobil dengan dua puluh menit perlu-KKin ‘(ke) Sekolah perlu dua puluh menit dengan mobil dari rumah’

(Hoshino, 2008 :34)

Pada contoh (19) dan (20) di atas pemarkah yang muncul adalah de yang

menyatakan dengan untuk menunjukkan oblikinstrumen. Tidak hanya instrumen yang

berupa benda seperti pada contoh (20), tetapi juga sesuatu yang muncul dari tubuh

manusia, seperti pada contoh (19).

(21) Okaasan wa byoushitsu kara de-te itte shimatta Ibu TOP kamar pasien dari keluar-KLam ‘Ibu keluar dari kamar pasien’ (Shinka, 2006 :

13)

Contoh kalimat (21) terdiri atas fungsi gramatikal subjek dan obliksumber, yaitu

byoushitsu ‘kamar pasien’ yang dimarkahi oleh kara ‘dari’.

(22) Shin wa, gakkou no sensei ni “sonna asobi bakari yatteru na” Nama-TOP sekolah-GEN guru DAT “ seperti itu bermain melulu melakukan-jangan”

to iwa-rete ita. bahwa katakan-PAS-KLam “Guru mengatakan kepada Shin (bahwa) “jangan bermain melulu”

(Shinka, 2006: 83)

57

Page 78: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Fungsi gramatikal yang muncul pada contoh (22), antara lain subjek, oblikagen,

yaitu gakkou no sensei ‘guru sekolah’ yang dimarkahi oleh ni dan komplemen, yaitu

“sonna asobi bakari yatteru na” to “bahwa “jangan bermain melulu””.

(23) Anzai san ga watashi ni iro iro na koto wo oshie-te kure-ta Nama-NOM saya kepada bermacam-macam hal-AK ajar-KLam ‘Anzai mengajarkan bermacam-macam hal kepada saya’

(Shinka, 2006: 99)

Pada contoh di atas terdapat oblikpenerima, yaitu watashi ‘saya’ yang mendapat

bermacam-macam pengetahuan dari kegiatan yang dilakukan oleh Anzai. Dengan

demikian, dari contoh kalimat (14) sampai dengan (23) terlihat bahwa fungsi

gramatikal yang ada dalam bahasa Jepang, antara lain subjek, objek, oblik,

komplemen, dan ajung. Oblik dalam bahasa Jepang, antara lain obliklokasi, oblikkomitatif,

oblikgoal, obliksumber, oblikagen, oblikinstrumen, dan oblikpenerima.

4.6 Urutan Kata dan Scrambling

Tsujimura (1996: 185) menyatakan bahwa bahasa Jepang memiliki urutan

kata di antara konstituen sebuah kalimat lebih bebas jika dibandingkan dengan bahasa

Inggris. Secara umum, selain posisi verba di akhir kalimat, susunan konstituen lain

dapat diacak. Di bawah ini beberapa contoh kalimat yang memiliki arti sama, tetapi

memiliki sususan yang berbeda di tiap-tiap kalimat.

(24) a. Kinou Taroo ga Ginza de sushi wo tabe-ta kemarin Nama-NOM Ginza LOK sushi-AK makan-KLam

‘Kemarin Taroo makan sushi di Ginza’

b. Taroo ga Ginza de kinou sushi wo tabe-ta Nama-NOM Ginza LOK kemarin sushi-AK makan-KLam

58

Page 79: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

‘Kemarin Taroo makan sushi di Ginza’

c. Kinou sushi wo Taroo ga Ginza de tabe-ta kemarin sushi-AK Nama-NOM Ginza LOK makan-KLam

‘Kemarin Taroo makan sushi di Ginza’

d. Sushi wo kinou Taroo ga Ginza de tabe-ta sushi-AK kemarin Nama-NOM Ginza LOK makan-KLam

‘Kemarin Taroo makan sushi di Ginza’

e. Kinou Ginza de sushi wo Taroo ga tabe-ta kemarin Ginza LOK sushi-AK Nama-NOM makan-KLam

‘Kemarin Taroo makan sushi di Ginza’

Contoh kalimat (24a) sampai dengan (24e) memiliki arti yang sama, yaitu

‘Kemarin Taroo makan sushi di Ginza’. Namun, urutan konstituen tiap-tiap kalimat,

kecuali verba berbeda. Tipe kalimat yang konstituennya tidak dalam urutan kanonikal

subjek-objek disebut dengan kalimat scrambled dan fenomena yang ditunjukkan

disebut dengan scrambling (Tsujimura, 1996: 186). Dengan kata lain scrambling

adalah proses pembentukan kalimat dengan urutan yang tidak kanonikal (bukan

urutan S-O-V dalam bahasa Jepang).

Peranan pemarkah sangat penting dalam bahasa Jepang yang memiliki urutan

konstituen relatif acak. Pemarkah kasus ga secara umum menunjukkan frasa nominal

yang dilekatinya adalah subjek atau pemarkah kasus wo yang menunjukkan bahwa

frasa nominal yang dilekatinya adalah objek. Begitu juga pemarkah lainnya dengan

fungsinya masing-masing. Jadi, pemarkah kasus bekerja dengan fungsi yang spesifik,

yaitu menunjukkan peran dari frasa yang diikutinya dalam kalimat.

4.6.1 Batasan dalam Scrambling

59

Page 80: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Scrambling digunakan untuk menyusun kembali urutan konstituen sebuah

kalimat dan pemarkah kasus berfungsi untuk mengidentifikasi fungsi frasa nominal

yang diikutinya. Namun, tetap ada batasan dalam scrambling. Tsujimura (1996: 205)

memaparkan lima batasan yang harus diperhatikan dalam fenomena scrambling.

A. Semua konstituen dalam kalimat dapat mengalami scrambling, kecuali verba.

Posisi verba dalam kalimat bahasa Jepang tetap di akhir. Pendapat Tsujimura ini

berhubungan dengan struktur dasar kalimat bahasa Jepang, yaitu SOV yang

menempatkan verba di akhir kalimat. Selain itu, jika mengingat peranan penting

sebuah verba dalam kalimat, tentu posisinya dalam kalimat harus mengikuti aturan

yang ada. Berbeda dengan bahasa yang struktur dasarnya menempatkan verba di

tengah kalimat, seperti bahasa Indonesia. Verba dalam bahasa Indonesia,

khususnya verba intransitif bisa diletakkan sebelum atau sesudah konstituen lain

dalam kalimat. Misalnya, kalimat saya bekerja di Jakarta dan di Jakarta saya

bekerja. Verba mengalami scrambling, tetapi kedua kalimat itu dianggap

gramatikal. Berkaitan dengan batasan scrambling yang pertama, perhatikan contoh

di bawah ini.

(25) a. Eita ga honya de manga wo ka-tta Nama-NOM toko buku LOK komik-AK beli-KLam ‘Eita membeli komik di toko buku’

b. Eita ga manga wo honya de ka-tta Nama-NOM komik-AK toko buku LOK beli-KLam

‘Eita membeli komik di toko buku’

c. Manga wo honya de Eita ga ka-tta komik-AK toko buku LOK Nama-NOM beli-KLam

‘Eita membeli komik di toko buku’

60

Page 81: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

d. *Eita ga honya de ka-tta manga wo Nama-NOM toko buku LOK beli-KLam komik-AK

Konstituen pada contoh (25a) sampai dengan (25c) mengalami scrambling,

tetapi tetap dianggap gramatikal. Contoh kalimat (25d) juga mengalami scrambling,

tetapi tidak gramatikal karena menempatkan verba di tengah kalimat.

B. Scrambling tidak berlaku untuk pemarkah kasus. Frasa nominal dan pemarkah

kasus dianggap satu kesatuan sehingga scrambling tidak dapat digunakan untuk

memisahkan frasa nominal dengan pemarkah kasusnya. Hal tersebut dapat dilihat

pada contoh kalimat (a)--(c) berikut ini.

(26) a. Ruka ga sushi wo tabe-ta Nama-NOM sushi-AK makan-KLam ‘Ruka makan sushi’

b. Sushi wo Ruka ga tabe-ta sushi-AK nama-NOM makan-KLam

‘Ruka makan sushi’

c. *Sushi Ruka ga -wo tabe-ta sushi nama-NOM AK makan-Klam

C. Ketika dua frasa nominal atau lebih digabungkan dengan kata to ‘dan’, anggota

dari gabungan frasa nominal tersebut tidak dapat mengalami scrambling.

(27) a. Takeru ga sushi to sashimi wo tabe-ta Nama-NOM sushi dan sashimi-AK makan-KLam ‘Takeru makan sushi dan sashimi’

b. Sushi to sashimi wo Takeru ga tabe-ta sushi dan sashimi-Ak nama-NOM makan-Klam ‘Takeru makan sushi dan sashimi’

61

Page 82: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

c. *Sushi Takeru ga to sashimi wo tabe-ta sushi Nama-NOM dan sashimi-AK makan-KLam

D. Kalimat yang seharusnya berada dalam klausa sematan ataupun klausa relatif tidak

bisa dipindahkan ke klausa utama. Scrambling hanya terbatas di dalam klausa.

Contoh berikut menunjukkan hal tersebut.

(28) a. Takeru ga ashita [kyonen Amerika de a-tta] hito to Nama-NOM besok tahun lalu Amerika LOK bertemu-KLam orang dengan kekkon suru nikah-KKin

‘Takeru besok akan menikah dengan orang yang ditemuinya di Amerika’

b. *Takeru ga kyonen ashita [Amerika de a-tta] hito to Nama-NOM tahun lalu besok Amerika LOK bertemu-KLam orang dengan kekkon suru nikah-KKin

(29) a. Takeru ga [Ruka ga gakkou de tsuku-tta] sushi wo tabe-ta Nama-NOM nama-NOM sekolah di buat-KLam sushi-Ak makan-KLam ‘Takeru makan sushi yang dibuat Ruka di sekolah’

b. *Ruka ga Takeru ga [gakkou de tsuku-tta] shushi wo tabe-ta Nama-NOM nama-NOM sekolah di buat-KLam sushi-AK makan-KLam

Contoh kalimat (28b) dan (29b) dianggap tidak gramatikal karena kyonen

(28b) dan Ruka ga (29b) yang merupakan bagian dari klausa sematan keluar ke

klausa utama. Kyonen dan Ruka ga menjelaskan kejadian dalam klausa sematan

sehingga tidak dapat mengalami scrambling keluar klausa (long-distance

scrambling). Namun, dalam beberapa kasus, long-distance scrambling bisa diterima.

Contohnya dapat dilihat di bawah ini.

62

Page 83: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

(30) a. Takeru ga [Hanako ga imoutou ni neko wo age-ta] to Nama-NOM nama-NOM adik-DAT kucing-AK beri-KLam COMP i-tta berkata-KLam

‘Takeru berkata bahwa Hanako memberi adiknya kucing’

b. Neko wo Taroo ga [Hanako ga imoutou ni age-ta] to kucing-AK Nama-NOM nama-NOM adik-DAT beri-KLam COMP

i-tta berkata-KLam

‘Takeru berkata bahwa Hanako memberi adiknya kucing’

E. Scrambling hanya mengizinkan perpindahan sebelah kiri. Meskipun dalam

beberapa kasus long-distance scrambling diizinkan seperti contoh di atas,

perpindahan objek, yaitu neko wo hanya boleh ke sebelah kiri. Jika perpindahan

tersebut ke sebelah kanan, maka kalimat dianggap tidak gramatikal.

(31) *Taroo ga [Hanako ga imoutou ni age-ta] to neko wo nama-NOM nama-NOM adik-DAT beri-KLam COMP kucing-AK i-tta berkata-KLam

63

Page 84: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

BAB V

KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

5.1 Pengantar

Struktur dasar bahasa Jepang, yaitu SOV juga berpengaruh terhadap struktur

klausa relatif, termasuk posisi nomina inti. Perbedaan lain antara KRBJ dan bahasa

lain, misalnya bahasa Inggris dan bahasa Indonesia adalah tidak adanya perelatif

ataupun pronomina relatif. Meskipun demikian, sama halnya dengan bahasa

Indonesia dan bahasa Inggris, klausa relatif dalam bahasa Jepang terdiri atas klausa

relatif restriktif dan klausa relatif nonrestriktif. Dari data yang terkumpul terlihat

bahwa jumlah klausa relatif restriktif memang lebih banyak, tetapi jumlah klausa

relatif nonrestriktif juga cukup banyak ditemukan.

5.2 Klausa Relatif Bahasa Jepang

5.2.1 Posisi Nomina Inti

Berkaitan dengan posisi nomina inti dari klausa relatif, Comrie (1981: 137)

membagi klausa relatif menjadi tiga tipe, yaitu tipe postnominal (klausa relatif

mengikuti inti), tipe prenominal (klausa relatif mendahului inti), dan tipe internal-

head (nomina inti diekspresikan di dalam klausa relatif). Bahasa yang memiliki

64

64

Page 85: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

struktur SOV cenderung memiliki tipe klausa relatif prenominal. Begitu juga dengan

bahasa Jepang termasuk tipe prenominal, yaitu klausa relatif mendahului inti. Hal ini

sama dengan struktur frasa adjektival bahasa Jepang yang menempatkan adjektiva

sebelum nomina.

Contoh :

Ookii ie → rumah besar

Besar rumah

Ichikawa (2005 : 341) memberikan gambaran mengenai KRBJ seperti berikut.

Meishi Shuushoku Setsu (Klausa relatif) Shuushoku meishi (Nomina inti)

5.2.2 Jenis-jenis Klausa Relatif Bahasa Jepang

Comrie membagi klausa relatif menjadi dua, yaitu klausa relatif restriktif dan

nonrestriktif. Klausa relatif restriktif bersifat membatasi referen yang diacu atau

digunakan ketika nomina inti tidak memberikan informasi yang cukup kepada

pendengar. Sementara itu, klausa relatif nonrestriktif tidak bersifat membatasi karena

hanya memberikan informasi tambahan terhadap referen atau nomina yang

sebenarnya sudah dapat diidentifikasi oleh pendengar.

5.2.2.1 Klausa Relatif Restriktif

Klausa relatif jenis ini lebih banyak ditemukan dalam bahasa Jepang atau

mungkin juga dalam bahasa-bahasa lain. Comrie (1981: 131) memberikan contoh

65

Page 86: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

klausa relatif restriktif dalam bahasa Inggris, the man that I saw yesterday left this

morning. Klausa relatif that I saw yesterday membatasi referen untuk kata the man

dan menunjukkan secara khusus pria mana yang sedang dibicarakan dalam kalimat.

Dalam bahasa Jepang nomina yang mendapat pemodifikasi klausa relatif

restriktif tidak terbatas pada referen animate, tetapi juga inanimate. Nomina yang

dimodifikasi oleh klausa relatif restiktif dalam bahasa Jepang menempati posisi, baik

subjek, objek, posesor, maupun oblik dalam kalimat. Berikut beberapa contoh klausa

relatif restriktif dalam bahasa Jepang.

(32) [Kyoushitsu kara mie-ru] keshiki wa sukkari aki ni kelas dari terlihat-KKin pemandangan-TOP benar musim gugur-DATna-tte ita jadi- KKinLam‘Pemandangan yang terlihat dari kelas benar-benar (sudah) menjadi musim gugur’

(Shinka, 2006: 172)

Contoh (32) termasuk klausa relatif restriktif dan nomina inti yang

dimodifikasi adalah keshiki ‘pemandangan’. Tanpa dimodifikasi oleh klausa relatif,

referen yang dimaksud kurang dapat dipahami karena keshiki ‘pemandangan’ sifatnya

terlalu umum. Oleh karena itu, klausa relatif, yaitu kyoushitsu kara mieru ‘terlihat

dari kelas’ berfungsi menambahkan informasi untuk keshiki agar referen yang

dimaksud lebih jelas dan mudah dipahami. Contoh klausa relatif restriktif dalam

bahasa Jepang yang lain dapat dilihat pada contoh (33) di bawah ini.

(33) Shin wa [Yuu no tsuku-tta] fuku wo jitto mitsume-te iru Nama-TOP nama-GEN buat-KLam pakaian-AK terus pandang-KKin ‘Shin terus memandangi pakaian yang dibuat (oleh) Yuu’

66

Page 87: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

(Shinka, 2006: 187)

Nomina inti untuk contoh (33) adalah fuku ‘pakaian’. Pakaian masih terlalu

umum untuk dapat dipahami oleh pendengar. Tanpa adanya klausa relatif yang

memodifikasi nomina inti, mungkin akan muncul pertanyaan pakaian apa? atau

pakaian siapa? Terlebih lagi ada bermacam-macam jenis pakaian, sehingga nomina

tersebut perlu dijelaskan lagi untuk memberikan pemahaman terhadap pendengar.

(34) Shin wa [jibun wo niramitsuke-ru] onna no ko ni muka-tta Nama-TOP self-AK pandang-KKin perempuan-GEN anak-DAT tuju-KLam ‘Shin menuju ke (arah) anak perempuan yang memandangi dirinya’

(Shinka, 2006: 9)

Klausa relatif restriktif pada contoh (34) memodifikasi nomina inti, yaitu

onna no ko ‘anak perempuan’. Nomina inti onna no ko ‘anak perempuan’ perlu

dijelaskan karena bisa saja dalam sebuah situasi ada beberapa anak perempuan

sehingga klausa relatif diperlukan untuk memberikan batasan referen mana atau anak

perempuan mana yang sebenarnya dimaksud. Muncul pronomina refleksif dalam

klausa relatif pada contoh (34).

Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Tsujimura (1996: 230) bahwa kapan pun

ditemukan pronomina refleksif jibun dalam kalimat, antesedennya diidentifikasi

sebagai subjek kalimat. Karena subjek kalimat adalah Shin, maka anteseden untuk

jibun pada contoh (34) adalah Shin.

(35) Shin wa [itsumo tabako wo ka-u] jidouki ni muka-tta Nama-TOP selalu rokok-AK beli-KKin mesin otomatis-DAT tuju-KLam ‘Shin menuju mesin otomatis di mana (dia) selalu membeli rokok’

(Shinka, 2006: 8)

67

Page 88: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Nomina inti pada contoh (35), yaitu jidouki dianggap belum dapat

memberikan informasi yang jelas tentang referen mana yang sebenarnya dimaksud.

Di Jepang ada banyak sekali jidouki (mesin penjual otomatis) sehingga klausa relatif

diperlukan untuk memberikan informasi tambahan dan untuk membatasi mesin

penjual otomatis mana yang dimaksud dan pada contoh (35) mesin otomatis yang

dimaksud adalah mesin otomatis tempat Shin selalu membeli rokok.

5.2.2.2 Klausa Relatif NonRestriktif

Comrie (1981: 132) memberikan contoh klausa relatif nonrestriktif dalam

bahasa Inggris, yaitu Fred, who had arrived yesterday, left this morning. Klausa

relatif dalam kalimat tersebut, yaitu who had arrived yesterday ‘yang tiba kemarin’

memberikan informasi tentang sesuatu yang sudah teridentifikasi, yaitu Fred. Dalam

bahasa Jepang klausa relatif jenis ini cukup banyak ditemukan. Dari data yang

terkumpul untuk penelitian ini, nomina yang dimodifikasi dengan klausa relatif

nonrestriktif menduduki fungsi subjek, objek, dan oblik dalam kalimat.

(36) [Sakki made damatte ki-ite ita] Yuu ga tachi aga-tta tadi sampai diam-dengar-KKinLam Nama-NOM berdiri-KLam ‘Yuu yang hingga tadi hanya diam mendengar (akhirnya) berdiri’

(Shinka, 2006: 131)

Contoh (36) mirip dengan contoh yang dikemukakan oleh Comrie. Nomina

inti, yaitu Yuu (nama orang) sudah memberikan informasi yang sangat jelas dan

pembicara menganggap bahwa pendengar sudah paham mengenai referen mana yang

68

Page 89: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

dimaksud. Oleh karena itu, klausa relatif pada contoh (36), yaitu sakki made damatte

kite ita ‘(yang) hingga tadi hanya diam mendengar’ hanya memberikan informasi

tambahan mengenai Yuu. Contoh (37) di bawah ini juga termasuk klausa relatif

nonrestriktif. Berbeda dengan contoh (36) yang nomina intinya berupa nama orang,

nomina inti pada contoh (37) adalah pronomina orang pertama, yaitu watashi ‘saya’.

(37) [gakkou kara kae-tte kita] watashi wa yuubin uke ni te wo sekolah dari pulang-KLam saya-TOP surat tempat-DAT tangan-AK ire-ta masukkan-KLam‘(ketika) Saya yang pulang dari sekolah (saya) mengambil surat di tempat surat’

(Hoshino, 2008: 27)

Nomina inti watashi ‘saya’ sudah sangat jelas menunjuk referen yang

dimaksud. Penggunaan saya dalam kalimat tentu menunjukkan pembicara sendiri dan

tentu saja tidak ada dua orang saya. Dengan demikian, klausa relatif pada contoh

(37), yaitu gakkou kara kaette kita ‘pulang dari sekolah’ juga hanya memberikan

informasi tambahan untuk referen yang sebenarnya sudah teridentifikasi dengan jelas.

(38) [uso wo i-tte iru] jibun ga nantonaku kanashiku na-tta bohong-AK katakan REF-NOM entah bagaimana sedih-BSmb jadi-KLam ‘Entah bagaimana diri sendiri yang mengatakan (hal) bohong menjadi sedih’

(Hoshino, 2008:

24)

Pada contoh (38), nomina inti berupa pronomina refleksif jibun. Contoh

kalimat ini menunjukkan bahwa pronomina refleksif dalam bahasa Jepang tidak

selalu muncul di posisi yang sama dalam kalimt. Pronomina refleksif dalam bahasa

69

Page 90: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Jepang bahkan dapat menduduki fungsi posesor, seperti pada contoh jibun no ie

‘rumahnya sendiri’. Pendapat Tsujimura mengenai anteseden dari jibun yang

merupakan subjek kalimat memang benar. Namun, pada contoh (38) jibun itu sendiri

berperan sebagai subjek karena tidak ada nomina lain yang menempati posisi

tersebut. Dapat dikatakan bahwa pronomina refleksif jibun pada contoh (38) sama

dengan nomina inti contoh (37), yaitu watashi ‘saya’. Hanya penggunaan jibun

dikarenakan subjek yang sebenarnya sudah muncul di kalimat sebelumnya. Klausa

relatif pada contoh (37), yaitu uso wo itte iru ‘(yang) mengatakan (hal) bohong’

hanya memberikan informasi tambahan untuk jibun.

(39) (watashi wa) [juku ni kayo-tte iru] anata wo mite, (saya-TOP) les-DAT pulang-pergi-KLam Anda-AK lihat-BSmb,

sugoku ki ni i-tta sangat berkenan di hati- KLam

‘(Saya) sangat senang melihat Anda yang pulang-pergi ke tempat les’ (Hoshino,

2008: 50)

Mirip dengan nomina inti pada contoh (37) dan (38), nomina inti pada contoh

(39) berupa pronomina orang kedua, yaitu anata ‘Anda’. Sama dengan watashi

‘Saya’, anata ‘Anda’ juga sudah cukup untuk menunjuk referen yang dimaksud

dalam kalimat. Klausa relatif, yaitu juku ni kayotte iru ‘(yang) pulang-pergi tempat

les’ hanya memberikan informasi tambahan untuk anata ‘Anda’.

5.2.3 Strategi Perelatifan dan Aksesibilitas

70

Page 91: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Strategi perelatifan adalah cara untuk melihat posisi mana dalam kalimat yang

mengalami perelatifan, sedangkan aksesibilitas berkaitan dengan peranan nomina inti

dalam klausa utama. Keenan (1985: 141) dalam Kroeger (2004: 176) mengemukakan

tiga strategi dasar perelatifan, yaitu gap, resumptive pronoun (pronoun retention), dan

relative pronoun. Sementara itu, Comrie (1981: 140) mengemukakan empat

parameter penting dalam pembentukan klausa relatif. Strategi tersebut adalah

nonreduksi, pronomina retensi, pronomina relatif, dan gap.

Tipe nonreduksi berarti nomina inti muncul secara utuh, tidak ada

pengurangan dalam klausa sematan, dalam posisi normal dan/dengan pemarkah kasus

biasa untuk frasa nomina yang digunakan untuk menunjukkan fungsi khusus dalam

sebuah klausa. Tipe berikutnya, yaitu pronomina retensi berarti nomina inti tersisa

pada klausa sematan dalam bentuk pronomina. Comrie memberikan contoh dalam

bahasa Inggris I know where the road leads dibentuk sebuah klausa relatif this is the

road that I know where it leads. Pronomina it menunjukkan posisi yang direlativisasi.

Tipe pronomina relatif berarti ada pronomina dalam klausa relatif yang menunjukkan

inti. Berkaitan dengan susunan kata, pronomina muncul di posisi awal klausa untuk

menunjukkan hubungan gramatikal.

Strategi perelatifan yang terakhir, yaitu gap (pengosongan) berarti ada

konstituen yang hilang dalam klausa relatif. Konstituen yang hilang tersebut dapat

diisi oleh nomina inti. Kroeger (2004: 165) menyatakan bahwa sebuah klausa relatif

mengandung gap berarti nomina inti diinterpretasikan sebagai sesuatu yang mengisi

kekosongan tersebut. Kroeger mengistilahkan hal tersebut sebagai filler-gap relation.

71

Page 92: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Dari keempat strategi yang dikemukakan oleh Comrie tersebut strategi perelatifan

yang ditemukan dalam bahasa Jepang adalah pronomina retensi, nonreduksi dan gap.

Tipe pronomina relatif tidak ditemukan mengingat bahasa Jepang tidak memiliki

perelatif ataupun pronomina relatif.

Berkaitan dengan aksesibilitas, selain hierarki subjek > objek langsung >

objek tak langsung > oblik > posesor, Comrie dan Keenan (1997) dalam Kroeger

(2004: 183) juga mengajukan dua hal umum mengenai batasan hierarki. Pertama,

setiap bahasa yang memiliki klausa relatif dapat merelatifisasi subjek. Kedua, sebuah

strategi perelatifab dalam sebuah bahasa harus diaplikasikan ke semua segmen dalam

hierarki aksesibilitas.

5.2.3.1 Perelatifan Subjek

Berikut dijelaskan beberapa contoh untuk menunjukkan perelatifan subjek

dalam bahasa Jepang beserta strategi perelatifan yang digunakan.

(40) [messeeji wo mi-ta] Shin wa sugusama byouin ni muka-tta pesan-AK lihat-KLam Nama-TOP segera rumah sakit-DAT tuju-KLam ‘Shin (yang) melihat pesan langsung menuju rumah sakit’

(Shinka, 2006 : 58)

Klausa relatif pada contoh (40) termasuk klausa relatif nonrestriktif karena

nomina inti, yaitu Shin ‘nama orang’ sudah teridentifikasi dengan jelas. Seperti

contoh kalimat dengan klausa relatif pada umumnya, contoh (40) juga terdiri atas dua

buah klausa, yaitu klausa utama dan klausa relatif. Kedua klausa tersebut dapat dilihat

berikut ini.

72

Page 93: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

a. Klausa relatif :

(Shin wa) messeeji wo mi-ta Nama-TOP pesan-AK lihat-KLam ‘(Shin) melihat pesan’

Klausa utama :

b. Shin wa sugusama byouin ni muka-tta Nama-TOP segera rumah sakit-DAT tuju-KLam ‘Shin segera menuju rumah sakit’

Dengan melihat kedua klausa tesebut akan terlihat bahwa klausa relatif pada

contoh (40) kehilangan satu konstituen untuk menjadikannya sebuah kalimat.

Konstituen tersebut adalah subjek karena verba mita ‘melihat’ memerlukan tidak

hanya objek yang pada contoh di atas diisi oleh messeeji ‘pesan’, tetapi juga

memerlukan subjek (pelaku). Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

[ ____messeji wo mi-ta] Shin wa ----------------------- ____pesan-AK lihat-KLam Nama-TOP

Dengan menggunakan strategi gap dapat dijelaskan bahwa konstituen yang

kosong sebenarnya diisi oleh Shin sehingga menjadi Shin wa messeji wo mita ‘Shin

melihat pesan’. Karena konstituen yang hilang adalah subjek dan nomina inti pada

klausa utama yang mengisi posisi tersebut, maka disebut sebagai perelatifan subjek.

Dengan menggunakan strategi yang sama konstituen lain, yaitu objek pada contoh

(40) juga dapat direlatifkan hanya makna kalimat menjadi tidak berterima.

40 (b) *[Shin ga mi-ta] messeeji wa sugusama byouin ni muka-tta Nama-TOP lihat-KLam pesan-AK segera rumah sakit-DAT tuju-KLam ‘Pesan (yang) dilihat Shin langsung menuju rumah sakit’

73

Page 94: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Nomina inti, yaitu messeeji ‘pesan’ direlatifkan setelah dijadikan subjek

kalimat dengan dimarkahi oleh pemarkah topik wa. Sementara itu, subjek klausa

relatif dimarkahi oleh pemarkah nominatif ga. Contoh ini menunjukkan bahwa dalam

satu kalimat ada lebih dari satu konstituen yang dapat direlatifkan, tetapi hanya satu

konstituen yang membuat makna kalimat berterima. Contoh lain perelatifan subjek

dalam bahasa Jepang juga dapat dilihat pada contoh berikut ini.

(41) [senmon kamoku wo oshie-te kure-ta] sensei ga hitori zutsu hana-su keahlian bidang-AK ajar-KLam guru-NOM satu orang per bicara-KKin ‘Guru (yang) mengajarkan bidang keahlian satu per satu bicara’

(Hoshino, 2008: 44)

Berbeda dengan contoh (40), klausa relatif pada contoh (41) termasuk klausa

relatif restriktif. Nomina inti, yaitu guru belum cukup memberikan informasi kepada

pendengar. Tanpa adanya klausa relatif tentu akan timbul kebingungan guru mana

yang dimaksud. Berikut adalah klausa relatif dan klausa utama dari contoh (41).

a. Klausa relatif : (Sensei ga) senmon kamoku wo oshie-te kure-ta guru-NOM keahlian bidang-AK ajar-KLam ‘(guru) mengajarkan bidang keahlian’

b. Klausa utama:

Sensei ga hitori zutsu hana-su guru-NOM satu orang per bicara-KKin ‘guru satu per satu berbicara’

Klausa relatif terdiri dari objek, yaitu senmon kamoku ‘bidang keahlian’ dan

verba oshiete kureta ‘(memberi) pengajaran’. Sama halnya dengan verba mita

‘melihat’ pada contoh (40), verba oshiete kureta ‘mengajarkan’ juga memerlukan dua

74

Page 95: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

buah argumen, yaitu subjek dan objek. Jadi, klausa relatif pada contoh (41) juga

kehilangan satu konstituen, yaitu subjek.

[___senmon kamoku wo oshie-te kure-ta] sensei ga --------------------- ___keahlian bidang-AK ajar-KLam guru-NOM

Posisi subjek tersebut dapat diisi oleh sensei ‘guru’, sehingga contoh (41) juga

termasuk perelatifan subjek dalam bahasa Jepang.

(42) [Mukae ni kure-ta] no wa, rihabiri no Fukui sensei da-tta jemput-DAT beri-KLam-GEN-TOP, rehabilitasi-GEN Fukui Guru-KOP-KLam ‘(Orang) yang menjemput adalah Guru Fukui dari pusat rehabilitasi’

(Hoshino, 2008: 114)

Tsujimura (1996: 264) menyatakan bahwa dalam bahasa Jepang tidak ada

kata yang dapat dikatakan mirip dengan kata which atau who sebagai pronomina

relatif dalam bahasa Inggris. Dari data mengenai klausa relatif yang terkumpul untuk

penelitian ini memang tidak ditemukan satu kata yang bisa dikatakan mirip

penggunaanya dengan pronomina relatif which, who dalam bahasa Inggris atau

perelatif yang dalam bahasa Indonesia. Namun, pada contoh (42) muncul no pada

posisi nomina inti. Tidak ada kata benda dalam bahasa Jepang yang dinyatakan

sebagai no. Dalam bahasa Jepang no adalah salah satu pemarkah kasus yang memiliki

beberapa fungsi dalam kalimat. Pembahasan no sebagai pemarkah kasus sudah

dilakukan pada bab keempat penelitian ini. Selain itu, no juga merupakan salah satu

nominalisator kalimat verbal dalam bahasa Jepang. Seperti pada contoh (43) berikut

ini.

75

Page 96: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

(43) Kanojo to raibu ni iku no wa hajimete da-tta Dia (pr) dengan langsung-DAT pergi-Nom-TOP pertama kali KOP-KLam ‘(Ini) pertama kalinya saya pergi dengan dia secara langsung’

(Shinka, 2006: 34)

Nominalisator no pada contoh di atas menominalisasi kalimat verbal kanojo

to raibu ni iku ‘pergi dengannya secara langsung’ sehingga menjadi frasa nominal

dan menempati posisi subjek. Jika dilihat kembali contoh (42), no pada contoh

tersebut bukan pemarkah kasus. Bukan juga sekadar nominalisator seperti pada

contoh (43) karena no pada contoh (42) menempati posisi nomina inti. Bisa dikatakan

bahwa no menggantikan nomina inti dan klausa relatif pada contoh tersebut, yaitu

mukae ni kureta ‘(memberi) jemputan’ kehilangan satu konstituen, yaitu subjek.

Karena merupakan kalimat langsung, posisi objek diisi oleh pembicara sendiri.

Verba mukae (ru) ‘menjemput’ memerlukan pelaku animate, yaitu orang.

Dengan kata lain no menggantikan nomina inti orang dalam bentuk pronomina

khusus (selain pronomina yang ada dalam bahasa Jepang). Oleh karena itu, dapat

dikatakan strategi perelatifan yang digunakan pada contoh (42) adalah pronomina

retensi. Dari data yang terkumpul no digunakan sebagian besar untuk menggantikan

nomina inti animate, yaitu orang. Namun, bisa juga dinyatakan bahwa no pada

contoh (42) adalah nominalisator yang berperilaku seperti pronomina relatif

selayaknya who dan which dalam bahasa Inggris atau yang dalam bahasa Indonesia.

Jika pendapat kedua ini digunakan, maka dapat dikatakan bahwa strategi perelatifan

yang digunakan pada contoh (43) adalah pronomina relatif.

76

Page 97: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Mengingat beberapa literatur menyatakan bahwa bahasa Jepang tidak

mengenal perelatif apapun, maka pendapat pertama lebih tepat digunakan untuk

menjelaskan contoh (42).

5.2.3.2 Perelatifan Objek

Jika sebelumnya adalah perelatifan subjek, beberapa contoh berikut

memperlihatkan perelatifan objek dalam bahasa Jepang. Objek dalam bahasa Jepang

juga direlatifkan dengan menggunakan strategi gap. Namun, ditemukan pula

penerapan strategi lain.

(44a) Shin wa [Yuu no tsuku-tta] fuku wo mitsume-te ita Nama-TOP Nama-GEN buat-KLam baju-AK pandang-KKinLam ‘Shin terus memandangi baju (yang) Yuu buat’

(Shinka, 2006: 180)

Pada contoh (44a) klausa relatif yang muncul adalah klausa relatif restriktif

dengan nomina inti, yaitu fuku ‘baju’ menempati posisi objek. Contoh kalimat

tersebut jika dibagi unsurnya, maka akan terlihat seperti berikut.

a. Klausa relatif :

Yuu no/ga (fuku wo) tsuku-tta Nama-GEN/NOM baju-AK buat-KLam ‘Yuu membuat (baju)’

b. Klausa utama :

Shin wa fuku wo mitsume-te ita Nama-TOP baju-AK pandang-KKinLam ‘Shin memandangi baju’

77

Page 98: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Klausa relatif, yaitu Yuu no tsukutta ‘Yuu membuat’ kehilangan satu

konstituen. Hal tersebut disebabkan oleh verba tsukutta ‘membuat’ memerlukan dua

buah argumen, yaitu subjek dan objek. Posisi subjek sudah diisi oleh Yuu. Mengingat

kembali apa yang dinyatakan oleh Tsujimura (1996: 264) bahwa ketika klausa relatif

terdiri atas frasa nominal yang dimarkahi oleh no, maka no tersebut dapat diganti

dengan ga sebagai pemarkah kasus nominatif begitu juga sebaliknya. Jadi, klausa

relatif pada contoh (44) dapat dituliskan Yuu ga tsukutta ‘Yuu membuat’. Klausa

relatif tersebut kekurangan objek sehingga terlihat seperti di bawah ini.

Shin wa [Yuu no/ga ___ tsuku-tta] fuku wo --------------------Nama-TOP Nama-GEN___ buat-KLam baju-AK

Posisi yang kosong tersebut dapat diisi oleh nomina inti, yaitu fuku ‘baju’.

Nomina inti tersebut mengisi posisi objek dalam klausa relatif sehingga dikatakan

sebagai perelatifan objek. Strategi perelatifan yang digunakan adalah strategi gap.

Unsur inti contoh (44) dijelaskan berikut ini untuk memperlihatkan bahwa objek

dalam bahasa Jepang memang dapat direlatifkan.

Shin wa fuku wo mitsume-te itaNama-TOP baju-AK pandang-KKinLam‘Shin memandangi baju’

(44b) [Shin ga mitsume-te ita] fuku wa tomodachi no fuku desu Nama-NOM pandang-KKinLam baju-TOP teman-GEN baju-KOP-KKin

‘Baju yang Shin pandangi (adalah) baju kepunyaan teman’

Contoh kalimat (44b) menunjukkan bahwa klausa relatif yang dibentuk dari

unsur inti contoh (44a) kehilangan satu konstituen, yaitu objek. Objek tersebut

78

Page 99: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

sebenarnya diisi oleh nomina inti yang menduduki fungsi subjek (dimarkahi oleh

pemarkah topik) dalam klausa utama contoh (44b). Sementara itu, subjek klausa

relatif dimarkahi oleh ga.

(45) [Yuu ga to-tta] chiketto wa mae kara nibanme no seki da-tta Nama-NOM ambil-KLam tiket-TOP depan dari kedua-GEN kursi KOP-KLam ‘Tiket (yang) diambil Yuu adalah kursi kedua dari depan’

(Shinka, 2006: 34)

Klausa relatif yang muncul pada contoh (45) juga klausa relatif restriktif.

Berbeda dengan nomina inti pada contoh (44), nomina inti contoh (45), yaitu chiketto

‘tiket’ menempati posisi subjek. Verba totta ‘mengambil’ pada klausa relatif

memerlukan subjek dan objek. Posisi subjek sudah diisi oleh Yuu sehingga konstituen

yang kosong adalah objek. Posisi objek dapat diisi oleh nomin inti chiketto ‘tiket’.

[Yuu ga ___to-tta] chiketto wa ------------------------- Nama-NOM ___ambil-KLam tiket-TOP

Contoh (45) dianggap sebagai perelatifan objek karena nomina inti dapat

menempati posisi tersebut dalam klausa relatif.

(46) [Watashi ga ima kono te ni mo-tte iru] no wa kibou no hikari Saya-NOM sekarang ini tangan-DAT bawa-KKin-GEN-TOP harapan-GEN cahaya ‘(Hal) yang saya bawa di tangan ini sekarang adalah cahaya harapan’

(Hoshino, 2008: 140)

Contoh (46) mirip dengan contoh (43), yaitu posisi nomina inti diisi oleh no.

Namun, perbedaannya adalah no pada contoh (43) menggantikan nomina konkret

79

Page 100: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

animate orang, sedangkan no pada contoh (46) menggantikan sesuatu yang sifatnya

abstrak, yaitu hal yang mengacu kepada kibou no hikari ‘cahaya harapan’. Jadi,

contoh (46) juga dapat dikatakan menerapkan strategi perelatifan pronomina retensi.

5.2.3.3 Perelatifan Posesor

Dari data yang terkumpul perelatifan posesor tidak banyak ditemukan. Berikut

contoh yang menunjukkan perelatifan posesor dalam bahasa Jepang.

(47) Gakkou ni narehajime-ta koro, [mada namae wo oboe-te inai] sekolah-DAT terbiasa-mulai-KLam waktu, belum nama-AK ingat-KKinNeg otoko ni hanashi kakera-reta laki-laki-DAT sapa-PAS-KLam

‘Ketika sudah mulai terbiasa di sekolah, (saya) disapa oleh laki-laki (yang) namanya belum saya ingat’

(Hoshino, 2008: 65)

Perelatifan posesor dalam bahasa Jepang juga menerapkan strategi gap. Unsur

inti contoh (47) adalah gakkou ni narehajimeta koro, otoko ni hanashi kakerareta

‘waktu mulai terbiasa di sekolah, (saya) disapa oleh laki-laki. Verba klausa relatif

pada contoh (47), yaitu oboete inai ‘tidak mengingat’ sudah memiliki argumen yang

diperlukan. Argumen yang diperlukan tersebut adalah subjek yang diisi oleh (saya)

dan objek yang diisi oleh namae ‘nama’.

a. Klausa Relatif :

(watashi wa) mada namae wo oboe-te inai(saya-TOP) belum nama-AK ingat-KKinNeg‘(saya) belum ingat nama’

b. Klausa Utama :

80

Page 101: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

(watashi wa) gakkou ni narehajime-ta koro otoko ni (saya-TOP) sekolah-DAT terbiasa-mulai-KLam waktu, laki-laki-DAT hanashi kakera-retasapa-PAS-KLam‘Ketika sudah mulai terbiasa di sekolah, (saya) disapa oleh laki-laki’

Subjek klausa utama memang tidak disebutkan, tetapi pendengar akan

langsung paham bahwa saya lah yang menempati posisi tersebut karena merupakan

kalimat langsung. Subjek klausa utama dan subjek klausa relatif sama sehingga

nomina inti, yaitu otoko ‘laki-laki’ tidak bisa menempati posisi subjek dan objek.

(47a) *[otoko wa mada namae wo oboe-te inai] laki-laki-TOP belum nama-AK ingat-KKinNeg

‘Laki-laki belum ingat nama’

(47b) *[(watashi) wa mada namae otoko wo oboe-te inai] (saya)-TOP belum nama laki-laki-AK ingat-KKinNeg

‘Saya belum ingat laki-laki nama’

Contoh (47a) tidak benar karena posisi subjek sudah diisi oleh watashi (saya)

meskipun tidak disebutkan dalam kalimat. Contoh (47b) tidak benar karena verba

oboeru ‘ingat’ hanya memerlukan satu objek yang sudah diisi oleh namae ‘nama’.

Selain itu, urutan katanya juga salah. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

namae otoko berarti laki-laki nama. Kalimat akan berterima jika otoko ‘laki-laki’

diletakkan sebelum namae ‘nama’ kemudian dihubungkan dengan pemarkah kasus

genetif no menjadi otoko no namae ‘nama laki-laki’. Dalam bahasa Jepang dua buah

nomina harus dihubungkan dengan no sebagai pemarkah genetif yang juga

81

Page 102: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

merupakan pemarkah posesor. Jadi, nomina inti menempati posisi posesor, sehingga

dianggap sebagai perelatifan posesor. Jika digambarkan dengan menggunakan

strategi gap, contoh (47) terlihat seperti di bawah ini.

-------------- [(watashi wa) mada ___namae wo oboe-te inai] otoko ni -------------- (saya-TOP) belum ___Nama-AK ingat-KKinNeg laki-laki-DAT

5.2.3.4 Perelatifan Oblik

(48) [Yuu no i-nai] sekai de, Shin wa zetsubou Nama-GEN ada-KKinNeg dunia-LOK, Nama-TOP kekecewaan dake wo kanji-te ita hanya-AK merasa-KKinLam ‘Shin hanya merasakan kekecewaan di dunia di mana Yuu tidak ada’

(Shinka, 2006: 170)

Comrie mengajukan hierarki subjek > objek langsung > objek tak langsung >

oblik > posesor yang untuk formasi klausa relatif, secara intuitif lebih mudah untuk

merelatifkan subjek daripada merelatifkan posisi lain dan lebih mudah merelatifkan

objek langsung daripada oblik dan seterusnya. Data yang terkumpul menunjukkan

bahwa dalam bahasa Jepang ditemukan pula perelatifan oblik dengan menggunakan

strategi gap seperti contoh (48) yang termasuk klausa relatif restriktif. Sebelum

melihat penerapan strategi gap dalam merelatifkan oblik, berikut diperlihatkan

terlebih dahulu klausa relatif dan klausa utama yang membentuk contoh (48).

a. Klausa Relatif :

Yuu no/ga (sekai de) i-nai Nama-GEN/NOM (dunia-LOK) ada-KKinNeg ‘Yuu tidak ada (di dunia)’

82

Page 103: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

b. Klausa utama :

Sekai de, Shin wa zetsubou dake wo kanji-te ita dunia-LOK, Nama-TOP kekecewaan hanya-AK merasa-KKinLam ‘Di dunia Shin hanya merasakan kekecewaan’

(48). [Yuu no ______i-nai] sekai de, ------------------------- Nama-GEN _____ada-KKinNeg dunia-LOK

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya jika subjek klausa relatif

dimarkahi oleh no, maka bisa digantikan dengan ga sebagai penanda subjek sehingga

Yuu dalam klausa relatif tersebut menduduki posisi subjek. Verba klausa relatif, yaitu

inai yang merupakan bentuk negatif dari iru ‘ada’ adalah salah satu verba statif

bahasa Jepang. Verba tersebut hanya memerlukan satu argumen, yaitu subjek yang

sudah diisi oleh Yuu. Nomina inti, yaitu sekai ‘dunia’ dapat mengisi posisi oblik

dalam klausa relatif dan dimarkahi oleh ni sebagai pemarkah lokatif sehingga disebut

sebagai perelatifan oblik. Jika diterjemahkan, klausa Yuu ga sekai ni inai menjadi

‘Yuu tidak ada di dunia’. Pemarkah de untuk nomina inti berubah menjadi ni ketika

ada dalam klausa relatif. Hal itu terjadi karena dalam bahasa Jepang pemarkah lokatif

ni digunakan untuk verba yang tidak menyatakan aktifitas aktif seperti verba iru

‘ada’.

(49) Watashi wa [Manami san ga i-ru] heya ni i-ku saya-TOP Nama-NOM ada-KKin kamar-DAT pergi-KKin ‘Saya pergi ke kamar di mana ada Manami (di sana)’

(Hoshino, 2008: 32)

83

Page 104: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Contoh (49) juga termasuk klausa relatif restriktif dan verba klausa relatif

sama dengan contoh (48). Dengan menggunakan strategi gap terlihat bahwa nomina

inti, yaitu heya ‘kamar’ dapat menduduki fungsi yang kosong dalam klausa relatif.

Fungsi tersebut adalah oblik sehingga contoh (49) juga termasuk perelatifan oblik.

Watashi wa [Manami san ga________i-ru] heya ni -------------saya-TOP Nama-NOM ________ada-KKin kamar-DAT

Pemarkah ni pada nomina inti juga digunakan ketika mengisi fungsi oblik

dalam klausa relatif. Pemarkah ni setelah nomina inti dapat digantikan dengan

pemarkah e ‘ke’ karena verba iku ‘pergi’ juga memakai pemarkah tersebut.

5.2.4 Perluasan Unsur dalam Klausa Relatif

(50) [Yuu to dea-tta] [konbini de ka-tta] juusu to tabako wo, Nama dengan bertemu-KLam conv.store LOK beli-KLam jus dan rokok-AK, mo-tte, hashi no benchi ni suwa-tta bawa-BSmb jembatan-GEN bangku DAT duduk-KLam ‘(Saya) membawa jus dan rokok yang (saya) beli di conv.store di mana saya

bertemu dengan Yuu dan (kemudian) duduk di bangku jembatan’ (Shinka, 2006: 9)

Pada contoh (50) ada dua buah klausa relatif dalam satu kalimat yang

memodifikasi dua buah nomina inti. Klausa relatif yang pertama, yaitu Yuu to deatta

‘bertemu dengan Yuu’. Nomina inti klausa relatif yang pertama adalah konbini

‘convenience store’. Nomina inti tersebut sekaligus bagian dari klausa relatif yang

kedua, yaitu konbini de katta ‘membeli di convenience store’. Nomina inti klausa

relatif yang kedua, yaitu juusu to tabako ‘jus dan rokok’. Kedua klausa relatif pada

84

Page 105: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

contoh (50) termasuk klausa relatif restriktif. Jika kedua klausa relatif tersebut

dihilangkan, maka contoh (50) tetap merupakan kalimat utuh.

(watashi wa) juusu to tabako wo motte, hashi no benchi ni suwa-tta (saya-NOM) jus dan rokok-AK bawa-BSmb, jembatan-GEN bangku-DAT duduk-KLam‘(Saya) membawa jus dan rokok kemudian duduk di bangku jembatan’.

Meskipun ada dua buah nomina inti, hanya satu saja yang masih terlihat

ketika klausa relatif dilesapkan. Dengan kata lain salah satu nomina inti, yaitu

konbini ‘convenient store’ bukan termasuk unsur inti klausa utama. Hal ini

dikarenakan jika konbini ‘convenient store’ dianggap sebagai unsur inti klausa

utama, makna klausa menjadi tidak berterima.

*(watashi wa) konbini de juusu to tabako wo motte, hashi no (saya-NOM) conv.store jus dan rokok-AK bawa-BSmb, jembatan-GEN benchi ni suwa-tta bangku- DAT duduk-KLam‘(Saya) membawa jus dan rokok di conv.store kemudian duduk di bangku jembatan’

Namun, dengan menggunakan strategi gap tetap terlihat ada dua buah nomina

inti dan ada fungsi yang kosong di tiap-tiap klausa relatif. Fungsi yang kosong

tersebut bisa diisi oleh nomina inti.

(50a) [______Yuu to dea-tta] konbini de --------------------------- ______ Nama dengan bertemu-KLam conv.store-LOK

(50b) [konbini de _____ka-tta] juusu to tabako --------------------------- conv.store-LOK _____beli-KLam jus dan rokok-AK

Nomina inti pada contoh (50a) dapat menduduki fungsi oblik dalam klausa

relatif sehingga disebut dengan perelatifan oblik. Nomina inti pada contoh (50b)

85

Page 106: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

menduduki fungsi objek dalam klausa relatif sehingga termasuk perelatifan objek.

Jadi, pada contoh (50) ada perelatifan oblik dan perelatifan objek. Contoh (50)

menunjukkan bahwa unsur yang ada dalam klausa relatif dapat direlatifkan kembali .

unsur tersebut adalah nomina inti yang tidak termasuk unsur inti klausa utama atau

bisa disebut sebagai perluasan unsur dalam klausa relatif. Pada contoh (50) unsur

OBL yang direlatifkan kembali. Karena bahasa Jepang termasuk tipe prenominal

maka perluasan yang terjadi adalah perluasan ke sebelah kiri.

(51) [Eki no chikaku ni aru] [konbini ni sugo-su] jikan ga stasiun-GEN dekat-DAT ada conv.store-DAT lewat-KKin waktu-NOM fue-te itabertambah-KKinLam‘Waktu yang (saya) lewatkan di convenient store yang ada dekat stasiun bertambah’

(Shinka: 7)

Kedua klausa relatif pada contoh (51) termasuk klausa relatif restriktif. Sama

dengan contoh (50), contoh (51) juga menunjukkan bahwa salah satu unsur dalam

klausa relatif mengalami perelatifan kembali. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan

terlebih dahulu melihat unsur inti klausa utama dari contoh (51) di bawah ini.

(watashi wa) jikan ga fue-te ita(saya-TOP) waktu-NOM bertambah-KKinLam‘Waktu (saya) bertambah

Hanya satu nomina inti, yaitu nomina inti dari klausa relatif pertama (jikan

‘waktu’) yang termasuk unsur inti klausa utama sedangkan nomina inti dari klausa

relatif yang kedua, yaitu konbini ‘convenient store’ tidak. Jadi, konbini yang juga

merupakan unsur dari klausa relatif pertama mengalami perelatifan kembali sehingga

86

Page 107: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

muncul klausa relatif yang kedua. Dengan menggunakan strategi gap tetap terlihat

dua buah nomina inti yang dapat mengisi fungsi kosong dalam dua buah klausa

relatif. Perelatifan yang terjadi adalah perelatifan subjek dan perelatifan objek.

[____eki no chikaku ni aru] konbini ---------------------------- ____ stasiun-GEN dekat-DAT ada conv.store

[(watashi wa) konbini ni ____ sugo-su] jikan -----------------------(saya-NOM) conv.store-DAT ____lewat-KKin waktu

5.2.5 Perluasan Nomina Inti

Subbab ini membahas beberapa contoh klausa relatif yang nomina intinya

mengalami perluasan. Setelah mengalami perluasan, nomina inti tersebut berubah

menjadi posesor. Berikut beberapa contoh yang menunjukkan hal tersebut.

(52) Daidokoro kara wa [Sonoko san ga tsuku-tte iru] miso shiru no ii dapur dari-TOP Nama-NOM buat-KKin miso kuah-GEN bagus nioi ga suru

aroma-NOM melakukan-KKin ‘Dari dapur tercium aroma enak kuah miso (yang) sedang dibuat Sonoko’

(Sinka, 2006: 54)

Contoh (52) termasuk klausa relatif restriktif dan nomina intinya adalah miso

shiru no ii nioi ‘bau enak kuah miso’. Dengan menggunakan strategi gap dapat

digambarkan sebagai berikut.

87

Page 108: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

---------------- [Sonoko san ga _____tsukutte iru] miso shiru *no ii nioi ------------- Nama-NOM _____buat-KKin miso kuah-GEN bagus aroma

Klausa relatif di atas kekurangan satu fungsi, yaitu objek karena verba

tsukutte iru ‘membuat’ memerlukan dua argumen, yaitu subjek dan objek. Fungsi

subjek sudah diisi oleh Sonoko. Namun, tidak keseluruhan nomina inti dapat

menduduki fungsi objek tersebut. Miso shiru no ii nioi ‘bau enak kuah miso’ tidak

bisa menjadi objek karena yang dibuat oleh Sonoko bukan bau enak, tetapi kuah

miso. Oleh karena itu, hanya miso shiru yang dapat menduduki fungsi objek. Dapat

dikatakan bahwa objek klausa relatif mengalami perluasan ketika menjadi nomina inti

klausa utama.

(53) [Ohiru gohan wo tsuku-tte iru] okaasan no senaka ga daisuki desu makan siang-AK buat-Kkin ibu-GEN punggung-NOM paling suka-KOP-KKin

‘(Saya) paling suka punggung ibu (yang) sedang membuat makan siang’(Sinka, 2006: 65)

Sama halnya dengan contoh (52), nomina inti pada contoh (53) juga dianggap

mengalami perluasan. Klausa relatif pada contoh (53) kekurangan fungsi subjek dan

dengan mengunakan strategi gap terlihat seperti berikut.

[______Ohiru gohan wo tsuku-tte iru] okaasan *no senaka ----------------- ______makan siang-AK buat-KKin ibu-GEN punggung-NOM

Nomina inti, yaitu okaasan no senaka ‘punggung ibu’ tidak dapat menduduki

fungsi subjek karena tidak mungkin punggung ibu dapat membuat ohiru gohan

‘makan siang’. Hanya okaasan ‘ibu’ yang bisa menduduki fungsi subjek. Ketika

88

Page 109: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

menjadi nomina inti okaasan ‘ibu’ mengalami perluasan dengan ditambahkannya

senaka ‘punggung’ dan okaasan ‘ibu’ sebagai posesor. Hal yang serupa juga terlihat

pada contoh (54) di bawah ini.

(54) [Kouchan ga su-nde iru] heya no soto ni, sentaku mono ga Nama-NOM tinggal-KKin kamar-GEN luar-DAT, cucian-NOM ho-shite a-tta jemur-KLam ‘Cucian dijemur di luar kamar (yang) ditinggali Kouchan’

(Hoshino, 2008: 24)

Klausa relatif pada contoh (54) kekurangan satu argumen yang diperlukan

oleh verba sunde iru ‘tinggal’, yaitu fungsi oblik. Nomina inti, yaitu heya no soto ni

‘di luar kamar’ tidak bisa mengisi fungsi tersebut.

[Kouchan ga _____su-nde iru] heya *no soto ni, --------------------------------Nama-NOM _____tinggal-KKin kamar-GEN luar-DAT

Kouchan tinggal di kamar bukan di luar kamar sehingga hanya heya ‘kamar’

yang dapat menduduki fungsi oblik tersebut. Heya juga mengalami perluasan dengan

munculnya soto ni ‘di luar’ dan menjadi posesor.

5.2.6 Perelatifan Tanpa Strategi Gap

Tidak semua klausa relatif dalam bahasa Jepang menerapkan strategi gap.

Comrie (1981: 141) menyatakan bahwa bahasa yang digunakan sebagai contoh

memiliki lebih dari satu konstruksi klausa relatif. Misalnya tipe gap dan tipe

pronominal retensi yang muncul dalam bahasa Persia.

89

Page 110: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Dari data yang terkumpul, beberapa data KRBJ memperlihatkan bahwa

strategi perelatifan gap tidak berlaku untuk semua klausa relatif. Hal tersebut juga

dinyatakan oleh Tsujimura (1996: 268). Tsujimura menyatakan bahwa hubungan

semantik dan pragmatik dapat digunakan menganalisis hubungan klausa relatif

dengan nomina intinya. Berikut salah satu contoh yang dikemukakan oleh Kitagawa

(1982) dalam Tsujimura (1996: 267).

[Musuko ga iede-shita] TarooAnak laki-laki-NOM melarikan diri-KLam Nama‘Taroo (yang) anaknya melarikan diri’

Klausa relatif pada contoh di atas sudah merupakan kalimat utuh dan tidak

ada fungsi yang kosong. Nomina inti, yaitu Taroo juga tidak dapat menduduki fungsi

apa pun dalam klausa relatif. Tsujimura menjelaskan bahwa hubungan Taroo dan

musuko ‘anak laki’ sebagai hubungan kekerabatan, yaitu ayah dan anak. Dalam

bahasa Jepang ditemukan contoh sebagai berikut.

(55) Watashi wa [Shin no uta-tte iru] sugata ga suki saya-TOP Nama-GEN nyanyi-KKin sosok-NOM suka ‘Saya suka sosok Shin (yang) sedang menyanyi’

(Shinka, 2006: 111)

Klausa relatif pada contoh di atas Shin no utatte iru ‘Shin menyanyi’.

Pemarkah no pada klausa relatif dapat diganti dengan ga sehingga Shin merupakan

subjek. Verba utatte iru yang merupakan bentuk kini dari utau ‘menyanyi’ tidak

memerlukan objek karena verba tersebut sudah cukup memberikan informasi kepada

pendengar bahwa seseorang menyanyikan sebuah lagu. Oleh karena itu, nomina inti

90

Page 111: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

pada contoh (55), yaitu sugata ‘sosok’ tidak dapat menduduki fungsi apa pun dalam

klausa relatif. Berdasarkan pernyataan Tsujimura, Shin dan sugata ‘sosok’ tentu

memiliki hubungan karena sosok yang dimaksud adalah sosok Shin. Namun, jika

dianalisis berdasarkan strategi perelatifan yang dikemukakan oleh Comrie contoh

(55) dapat dikatakan menerapkan strategi nonreduksi. Strategi ini berarti bahwa

nomina inti muncul secara utuh, tidak ada pengurangan dalam klausa sematan, dalam

posisi normal dan/dengan pemarkah kasus biasa untuk frasa nomina yang digunakan

untuk menunjukkan fungsi khusus dalam sebuah klausa.

5.3 Peranan Nomina Inti

Di awal sudah disebutkan bahwa berdasarkan posisi nomina inti, KRBJ

termasuk tipe prenominal. Klausa relatif muncul sebelum atau di sebelah kiri nomina

inti. Dalam KRBJ nomina inti dapat menduduki fungsi yang sama di klausa utama

dan klausa relatif. Misalnya sebuah nomina menduduki fungsi subjek di klausa utama

sekaligus subjek di klausa relatif. Namun, ada pula nomina inti yang memiliki fungsi

berbeda di klausa utama dan di klausa relatif. Sebuah nomina memiliki fungsi subjek

dalam klausa utama, tetapi menduduki fungsi objek dalam klausa relatif. Begitu juga

sebaliknya.

Mengingat bahasa Jepang memiliki pemarkah untuk tiap-tiap fungsi dalam

kalimat, perubahan fungsi juga mengakibatkan perubahan pemarkah. Misalnya

sebuah nomina yang menduduki fungsi subjek dalam klausa utama dimarkahi oleh

pemarkah nominatif ga dan ketika menduduki fungsi objek dalam klausa relatif

91

Page 112: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

pemarkah ga tersebut berubah menjadi wo yang merupakan pemarkah akusatif dalam

bahasa Jepang. Begitu juga dengan fungsi lainnya.

5.4 Relasi Gramatikal

Relasi gramatikal menyangkut fungsi gramatikal. Fungsi gramatikal (fungsi

argumen) tersebut, antara lain SUBJ (subjek), OBJ (objek), OBJ2 (objek kedua), dan

OBL (oblik). Fungsi tambahannya antara lain POS (posesor) yang digunakan untuk

argumen tertentu dari nomina (Falk, 2001: 57--58). Comrie menyatakan bahwa

nomina inti dari klausa relatif sebenarnya memainkan peranan di dua klausa yang

berbeda dalam sebuah konstruksi klausa relatif. Di satu sisi memainkan peranan di

klausa utama dan di sisi lain memainkan peranan di klausa yang membatasi

(restricting clause) dalam pengertian klausa relatif yang merupakan klausa

subordinatif. Berikut beberapa contoh yang menunjukkan relasi gramatikal yang

diacu oleh nomina inti dalam bahasa Jepang. Sebagian contoh sudah muncul di bab

sebelumnya.

(56) [Soto de tomodachi ni kakoma-rete iru] Shin wo mi-tara luar-LOK teman-DAT kelilingi-PAS-KKin Nama-AK lihat-BPeng sugoku tooi sonzai na ki ga-shita sangat jauh kehadiran rasa-KLam

‘Kalau melihat Shin (yang) sedang dikelilingi temannya, (saya) merasa kehadirannya sangat jauh’

(Shinka, 2006 : 52)

Nomina inti pada contoh di atas adalah Shin ‘nama orang’. Karena dimarkahi

oleh wo, nomina inti tersebut menduduki fungsi objek di klausa utama. Klausa relatif

soto de tomodachi ni kakomarete iru ‘dikelilingi oleh teman di luar’ kehilangan satu

92

Page 113: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

fungsi, yaitu subjek. Fungsi tersebut dapat diisi oleh nomina inti dengan menerapkan

strategi gap.

[____soto de tomodachi ni kakoma-rete iru] Shin wo ---------------------- ____luar-LOK teman-DAT kelilingi-PAS-KKin Nama-AK

Jadi, nomina inti pada contoh di atas merupakan objek klausa utama sekaligus

subjek klausa relatif. Pemarkah wo sebagai pemarkah akusatif kemudian berubah

menjadi ga sebagai pemarkah nominatif.

(57) [Yuu ga to-tta] chiketto wa mae kara nibanme no seki da-tta Nama-NOM ambil-KLam tiket-TOP depan dari kedua-GEN kursi KOP-KLam ‘Tiket (yang) diambil Yuu adalah kursi kedua dari depan’

(Shinka, 2006: 34)

Pada contoh di atas nomina inti, yaitu chiketto ‘tiket’ dimarkahi oleh wa

yang merupakan pemarkah topik. Nomina inti tersebut merupakan subjek klausa

utama yang mengalami topikalisasi. Nomina inti juga dapat mengisi fungsi objek

yang kosong dalam klausa relatif seperti terlihat di bawah ini.

[Yuu ga ____to-tta] chiketto wa ----------------------- Nama-NOM ____ambil-KLam tiket-TOP

Contoh di atas menunjukkan bahwa nomina inti merupakan subjek klausa

utama sekaligus objek klausa relatif. Pemarkah topik wa untuk chiketto di klausa

utama berubah menjadi pemarkah wo untuk chiketto yang menduduki fungsi objek

dalam klausa relatif.

93

Page 114: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

(58) [Watashi ga i-tte ita] juku wa kaigo shisetsu mo saya-NOM pergi-KKinLam tempat les-TOP pemeliharaan sarana juga unei-shite ita kelola-KKinLam ‘Tempat les (yang) saya datangi juga mengelola sarana pemeliharaan’

(Hoshino, 2008: 49)

Nomina inti pada contoh di atas adalah juku ‘tempat les’. Nomina inti tersebut

dimarkahi oleh pemarkah topik wa yang juga menunjukkan subjek klausa utama. Jika

melihat klausa relatif pada contoh di atas maka akan terlihat ada fungsi yang hilang

atau kosong, yaitu fungsi oblik. Verba klausa relatif, yaitu itte ita yang merupakan

bentuk lampau dari iku ‘pergi’ memerlukan dua buah argumen. Argumen tersebut,

yaitu subjek dan oblik (obliklokasi). Fungsi subjek sudah diisi oleh watashi ‘saya’.

[Watashi ga ____ i-tte ita] juku wa ----------------------------- saya-NOM ____ pergi-KKinLam tempat les-TOP

Fungsi oblik yang kosong dalam klausa relatif tersebut dapat diisi oleh

nomina inti, yaitu juku ‘tempat les’. Karena merupakan objek lokasi dengan verba iku

‘pergi’, pemarkah wa untuk juku sebagai subjek klausa utama berubah menjadi ni

atau e. Penggunaan kedua pemarkah ini sudah dibahas pada bab IV penelitian ini.

Contoh di atas menunjukkan bahwa nomina inti merupakan subjek klausa utama dan

sekaligus oblik klausa relatif.

(59) [Happa wo wake-te mora-tte ita] nakama to, Shin wa daun-AK pisahkan-terima-KKinLam teman dengan, Nama-TOP gyangu chiimu wo tsukuru gang tim-AK buat-KKin

94

Page 115: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

‘Shin membuat tim gang dengan teman (yang membantunya) memisahkan daun’ (Shinka, 2006: 194)

Berbeda dengan contoh (58), nomina inti pada contoh (59) menduduki fungsi

oblik, yaitu oblikkomitatif. Oblikkomitatif dalam bahasa Jepang dimarkahi oleh to yang

merupakan pemarkah kasus komitatif. Verba klausa relatif, yaitu wakete moratte ita

yang berasal dari verba wakeru ‘memisahkan’. Verba ini memerlukan dua buah

argumen, yaitu subjek dan objek. Argumen yang kosong adalah subjek. Posisi

tersebut dapat diisi oleh nomina inti, yaitu nakama ‘teman’.

[____happa wo wake-te moratte ita] nakama to, -------------------------- ____daun-AK pisahkan-terima-KKinLam teman dengan

Jadi, nomina inti pada contoh di atas merupakan oblik klausa utama sekaligus

subjek klausa relatif. Subjek klausa utama sudah diisi oleh Shin ‘nama orang’. Ada

pula nomina inti yang memiliki fungsi sama, baik di klausa utama maupun klausa

relatif. Contohnya dapat dilihat berikut ini.

(60) [Kyoushitsu ni hai-tte kita] Shige san wa, Shin-tachi no hou wo mi-te ita

kelas-DAT masuk-KLam Nama-TOP, Nama-jamak-GEN arah-AK lihat- KKinLam‘Shige (yang) masuk ke kelas melihat ke arah Shin dan temannya’

(Shinka, 2006: 24)

[____kyoushitsu ni hai-tte kita] Shige san wa, ----------------------- ____kelas-DAT masuk-KLam Nama-TOP

Klausa relatif pada contoh di atas kehilangan satu fungsi, yaitu subjek. Fungsi

tersebut dapat diisi oleh Shige san ‘nama orang’ yang juga menduduki fungsi subjek

95

Page 116: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

di klausa utama. Pada contoh ini nomina inti hanya memiliki satu fungsi gramatikal,

yaitu subjek, baik di klausa utama maupun klausa relatif. Oleh karena itu, pemarkah

wa tidak berubah atau bisa digantikan dengan ga sebagai pemarkah subjek.

(61) Shin wa [Yuu no tsuku-tta] fuku wo jitto mitsume-te ita Nama-TOP Nama-GEN buat-KLam baju-AK terus pandang-KKinLam ‘Shin terus memandangi baju (yang) dibuat Yuu’

(Shinka, 2006: 180)

Contoh di atas sudah dibahas di bagian perelatifan objek bab ini. Nomina inti,

yaitu fuku ‘baju’ menduduki fungsi objek di klausa utama dan menduduki fungsi

yang sama di klausa relatif. Fungsi objek yang kosong dalam klausa relatif dapat diisi

oleh nomina inti tersebut. Jadi, nomina inti hanya memiliki fungsi gramatikal yang

sama di kedua klausa. Fungsi tersebut adalah objek sehingga pemarkah wo tidak

mengalami perubahan.

Shin wa [Yuu no/ga _____ tsuku-tta] fuku wo --------------------Nama-TOP Nama-GEN _____buat-KLam baju-AK

Satu buah nomina inti memiliki fungsi yang sama di klausa utama dan klausa

relatif juga ditunjukkan oleh contoh berikut ini. Sama dengan contoh sebelumnya,

contoh berikut ini juga sudah digunakan pada bagian perelatifan oblik bab ini.

(62) [Yuu no i-nai] sekai de, Shin wa zetsubou dake wo Nama-DAT ada-KKinNeg dunia-LOK, Nama-TOP kekecewaan hanya-AK kanji-te ita rasa-KKinLam ‘Shin hanya merasakan kekecewaan di dunia di manaYuu tidak ada’

(Shinka, 2006: 170)

96

Page 117: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Nomina inti menduduki fungsi oblik dan dimarkahi oleh de yang merupakan

pemarkah lokatif. Nomina inti tersebut dapat mengisi fungsi yang kosong dalam

klausa relatif, yaitu fungsi oblik (obliklokasi).

[Yuu no ______i-nai] sekai de, ------------------Nama-GEN_____ ada-KKinNeg dunia-LOK

Jadi, nomina inti pada contoh tersebut menduduki fungsi yang sama di kedua

klausa. Fungsi tersebut adalah oblik, yaitu obliklokasi sehingga pemarkah yang

digunakan tidak berubah.

97

Page 118: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

BAB VI

STRUKTUR KONSTITUEN, STRUKTUR FUNGSIONAL,

DAN STRUKTUR ARGUMEN

Bab ini membahas tiga hal penting dalam TLF. Hal tersebut adalah struktur

konstituen, struktur fungsional, dan struktur argumen kalimat bahasa Jepang dengan

klausa relatif di dalamnya.

6.1 Struktur Konstituen

Struktur konstituen/ c-structure (StKon) sudah dikenal sejak linguistik

transformasional. Selain kesamaan, ada pula perbedaan antara StKon dalam TLF dan

StKon dalam teori transformasional. Persamaannya adalah TLF juga menggunakan

teori X-bar, tetapi TLF tidak mengharuskan StKon untuk memuat seluruh properti

sintaktik dari sebuah konstituen. Hal penting di balik Stkon adalah frasa dan kategori

leksikal adalah inti dari frasa tersebut. N merupakan inti dari NP, A merupakan inti

98

Page 119: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

dari AP, V merupakan inti dari VP, dan P merupakan inti dari PP. Frasa yang

memiliki inti dengan kategori yang sama disebut dengan endocentricity.

Selain kategori leksikal, TLF juga mengenal kategori fungsional. Contoh

kategori fungsional, yaitu D(eterminer) yang merupakan inti dari DP dan NP dalam

DP adalah komplemen. Kategori fungsional lainnya, yaitu Infl (I) yang dalam

terminologi tradisional disebut dengan pelengkap (auxiliaries). Infl (IP) berperilaku

seperti inti dengan VP di posisi komplemen (Falk, 2001: 35-39).

Kategori fungsional menekankan perbedaan utama antara StKon dalam TLF

dan StKon dalam teori transformasional. Kategori fungsional I dan D dalam TLF

dinyatakan sebagai sebuah kata, bukan sebuah afiks subleksikal (Falk, 2001: 40).

Dalrymple (2001: 60) menyatakan bahwa pada banyak bahasa IP berkorespondensi

dengan kalimat (S), sedangkan CP berkorespondensi dengan yang disebut S’, kalimat

dengan complementizer atau frasa pengganti di posisi awal kalimat. Berikut aturan

frasa yang dapat dinyatakan dalam bahasa Jepang berdasarkan teori TLF.

a. I’ → IP COMP

b. IP → DP I’

c. DP → (IP) (NP) (AP) N

d. VP → (PP) (DP) (PP) (DP) (I’) V

d. PP → DP P

Berikut digambarkan StKon kalimat bahasa Jepang dengan klausa relatif

sebagai modifier NP. Contoh yang digunakan adalah contoh (44) yang muncul pada

bab sebelumnya.

98

99

Page 120: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

(44) Shin wa [Yuu no/ga tsuku-tta] fuku wo mitsume-te ita Nama-TOP Nama-GEN buat-KLam baju-AK pandang-KKinLam ‘Shin terus memandangi baju (yang) Yuu buat’

(Shinka, 2006: 180)

IP

DP I’

NP DP I

N NP VP

IP N V

Shin wa DP I’ fuku wo mitsumete ita

NP DP I

N NP VP

Yuu no/ga N tsukutta

(……)

Contoh (44) menggunakan strategi gap sehingga dengan diagram pohon juga

terlihat bahwa ada satu konstituen yang kosong dalam klausa relatif. Konstituen

tersebut sebenarnya diisi oleh nomina yang merupakan inti dari NP yang sama. DP

dalam kalimat bahasa Inggris terdiri atas determiner (a atau the) dan NP. Namun,

100

Page 121: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

dalam bahasa Jepang tidak ditemukan determiner sehingga DP hanya terdiri atas NP.

Jadi, NP bukan DP, tetapi NP adalah bagian atau komplemen dari DP.

Dengan menggunakan scrambling yang sudah dibahas pada bab IV, contoh

(44) bisa diubah urutan konstituennya tanpa mengubah arti kalimat. Ada beberapa

kemungkinan, tetapi tidak semua dianggap gramatikal. Berikut beberapa

kemungkinan urutan konstituen untuk contoh (44).

(44a) [Yuu no/ga tsuku-tta] fuku wo Shin wa mitsume-te ita Nama-GEN/NOM buat-KLam baju-AK Nama-TOP pandang-KkinLam ‘Shin memandangi baju yang Yuu buat’

(44b) * Shin wa [Yuu no/ga tsuku-tta] mitsume-te ita fuku wo Nama-TOP Nama-GEN/NOM buat-KLam pandang-KKinLam baju-AK

(44c) * Shin wa mitsume-te ita [Yuu no/ga tsuku-tta] fuku wo Nama-TOP pandang-KKinLam Nama-GEN/NOM buat-KLam baju-AK

(44d) * Yuu ga Shin wa [tsuku-tta] fuku wo mitsume-te ita Nama-NOM Nama-TOP buat-KLam baju-AK pandang-KKinLam

Dari keempat kemungkinan urutan kata untuk contoh (44) di atas, hanya satu

kalimat yang dianggap gramatikal. Kalimat (44b) dan (44c) dianggap tidak

gramatikal karena verba tidak dapat mengalami scrambling. Posisi verba dalam

kalimat bahasa Jepang selalu di akhir. Sementara itu, contoh (44d) dianggap tidak

gramatikal karena konstituen dalam klausa sematan pindah ke klausa utama. Hal

tersebut juga salah satu batasan dalam scrambling, yaitu tidak memperbolehkan

konstituen dalam klausa sematan untuk pindah ke klausa utama. Jadi, hanya contoh

(44a) yang dianggap masih gramatikal. Konstituen yang pindah adalah subjek, yaitu

Shin ‘nama orang’ yang dimarkahi oleh pemarkah topik. Ketika sebuah konstituen

101

Page 122: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

dalam kalimat bahasa Jepang mengalami perpindahan, pemarkah memainkan

peranannya sehingga tetap terlihat fungsi apa yang dimiliki dalam kalimat. Stkon

untuk (44a) dapat dilihat sebagai berikut.

(44a) [Yuu no/ga tsuku-tta] fuku wo Shin wa jitto mitsume-te ita Nama-GEN/NOM buat-KLam baju-AK Nama-TOP terus pandang-KKinLam ‘Baju yang dibuat Yuu, Shin terus memandangnya’

IP

DP I’

NP DP I

IP N NP VP

DP I’ fuku wo N V

NP DP I Shin wa mitsumete ita

N NP VP

Yuu no/ga N tsukutta

(….)

StKon untuk contoh (44) terdiri atas IP, DP, NP, dan VP. Selanjutnya

digambarkan StKon kalimat dalam bahasa Jepang yang di dalamnya terdapat PP.

Berbeda dengan bahasa Inggris ataupun bahasa Indonesia, P dalam P adalah posposisi

karena letaknya sesudah nomina. Contoh yang digunakan belum muncul pada

pembahasan sebelumnya. Masih menggunakan strategi gap, PP yang muncul pada

contoh berikut ini dapat mengisi fungsi subjek yang kosong dalam klausa relatif.

(55a) [Happa wo wake-te mora-tte ita] nakama to, Shin wa wo Daun-AK pisahkan-terima-KKinLam teman dengan, Nama-TOP gyangu chiimu tsuku-ru

102

Page 123: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

gang tim-buat-KKin ‘Shin membuat tim gang dengan teman (yang membantunya) memisahkan daun,’

(Shinka, 2006: 194)

Posposisi pada contoh di atas adalah to ‘dengan’ dan nomina yang dilekatinya

menduduki fungsi oblik dalam kalimat. Berikut Stkon untuk contoh (55).

IP

DP I’

NP VP

103

Page 124: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

N PP VP

Shin wa DP P DP DP V

IP N to NP NP tsukuru

DP I’ tomodachi N N

NP DP I Shin wa gyangu chiimu wo

N NP VP

(……) N V

Happa wo wakete moratte ita

Seperti contoh (44), dengan menggunakan scrambling urutan kata yang masih

dianggap gramatikal adalah sebagai berikut beserta StKon-nya.

(55b) Shin wa [happa wo wake-te mora-tte ita] nakama to gyangu Nama-TOP daun-AK pisahkan-terima-KKinLam teman dengan gang chiimu wo tsuku-ru tim-AK buat-Kkin

‘Shin membuat tim gang dengan teman (yang membantunya) memisahkan daun,’

IP

DP I’

NP VP

N PP VP

Shin wa DP P DP V

IP N to NP tsukuru

DP I’ tomodachi N

104

Page 125: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

NP DP I gyangu chiimu wo

N NP VP

(……) N V

Happa wo wakete moratte ita

6.2 Struktur Fungsional

Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa konsep penting di balik struktur

fungsional (selanjutnya StFun) adalah fungsi gramatikal. Fungsi gramatikal yang

paling dasar adalah fungsi argumen (subjek, objek, dan oblik). Sementara itu, fungsi

nonargumen, antara lain ajung, fokus, dan topik. Dalam StFun ada pula beberapa

batasan. Batasan tersebut merupakan pengertian dari hubungan antara fungsi argumen

yang ditetapkan dalam bentuk leksikal sebuah inti dan fungsi argumen yang muncul

sebagai atribut dalam StFun.

Sebuah StFun yang seluruh fungsi argumennya dipilih oleh inti dianggap

StFun yang lengkap dan sebaliknya jika satu (atau lebih) kehilangan satu argumen,

maka dianggap tidak lengkap. Selain itu, jika seluruh fungsi argumen yang muncul

sebagai atribut sebuah StFun dipilih oleh inti dan cocok dalam struktur argumen,

maka dianggap koheren (Falk, 2001: 60--61).

Di bawah ini adalah StFun yang lengkap, tidak lengkap, dan tidak koheren

dari tiga buah contoh kalimat. Kalimat pertama, yaitu I donate a book to the library

105

Page 126: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

kalimat kedua, yaitu I donate to the library, dan kalimat ketiga, yaitu I donate the

university a book to the library. Dari ketiga contoh kalimat tersebut hanya kalimat

pertama yang dianggap gramatikal. Kalimat kedua dianggap tidak gramatikal karena

ada satu argumen yang hilang, sedangkan contoh kalimat ketiga dianggap tidak

gramatikal karena muncul argumen ekstra. Hal tersebut terlihat pula dalam StFun di

bawah ini.

a. StFun yang lengkap (gramatikal) : I donated a book to the library

SUBJ [“I”]

TENSE PAST

PRED ‘donate <SUBJ, OBJ, OBLGoal OBJ>’

OBJ [“a book”]

PCASE OBLGoal

OBLGoal OBJ [“the library]

b. StFun yang tidak lengkap : *I donated to the library

SUBJ [“I”] ?

TENSE PAST

PRED ‘donate <SUBJ, OBJ, OBLGoal OBJ>’

PCASE OBLGoal

OBLGoal OBJ [“the library”]

c. StFun yang tidak koheren : *I donated the university a book to the library

106

Page 127: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

SUBJ [“I”]

TENSE PAST ?

PRED ‘donate <SUBJ, OBJ, OBLGoal OBJ>’

OBJ [“the university”]

OBJ2 [“a book”]

OBLGoal PCASE OBLGoal

OBJ [“the library”]

Ada dua hal yang dapat dinyatakan untuk menjelaskan StFun yang lengkap,

tidak lengkap, dan tidak koheren tersebut. Pertama, menyangkut kelengkapan. StFun

disebut lengkap kalau seluruh argumen yang dinyatakan dalam nilai sebuah PRED

harus digambarkan dalam StFun lokal. Semua fungsi yang memeroleh peran tematik

harus memiliki fitur PRED. Berkaitan dengan koherensi, seluruh fungsi argumen

dalam StFun harus dipilih oleh PRED lokal. Setiap argumen yang memiliki fitur

PRED-nya sendiri harus diberikan peran tematik (Falk, 2001: 63). Fitur PRED dalam

struktur fungsional tidak hanya mengacu pada predikat (verba). Fitur PRED

menggambarkan sesuatu yang bermakna dan nilainya ditunjukkan secara

konvensional sebagai sebuah kata (Falk, 2001: 13). Berikut adalah StFun untuk

kalimat The hamster will give a falafel to the dinosaur yang sudah mencantumkan

kelengkapan dan koherensi tersebut.

DEF +

SUBJ PRED ‘hamster’

NUM SG

107

Page 128: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

TENSE FUT

PRED ‘give <SUBJ, OBJ, OBLGoal, OBJ>

DEF -

OBJ PRED ‘falafel’

NUM SG

PCASE OBLGoal

OBLGoal DEF +

OBJ PRED ‘dinosaur’

NUM SG

6.2.1 Korespondensi

TLF mengenal hubungan korespondensi antara bagian dalam StKon

danbagian dalam StFun. Contoh bahwa StFun dilisensi oleh StKon terlihat dalam

nilai fitur TENSE yang datang dari I dalam StKon dan nilai PRED muncul dari V

dalam Stkon. Selain itu, atribut SUBJ muncul dari properti yang dimiliki oleh IP,

yaitu DP dan atribut OBJ muncul dari properti VP (Falk, 2001: 66).

Beberapa bagian dari StKon berkorespondensi dengan satu bagian dalam

StFun. Namun, ada pula satu bagian dalam StKon dapat berkorespondesi dengan

seperangkat komponen dalam StFun. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan

yang disebut dengan f-precendence (disimbolkan dengan ƒ). Simbol ƒ digunakan

untuk menandai sebuah variabel yang berkorespondensi dengan pasangan sehingga

dituliskan dengan ƒ1, ƒ2, ƒ3, dan seterusnya. Simbol tersebut dapat digunakan, baik

dalam StKon maupun StFun. Contoh korespondensi antara StKon dan StFun dapat

dilihat sebagai berikut.

108

Page 129: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

The hamster will give a falafel to the dinosaur

IP ƒ1

DP ƒ2 I ƒ7

D’ ƒ3 I ƒ8 VP ƒ9

D ƒ4 NP ƒ5 will V ƒ10 DP ƒ11 PP ƒ16

The N ƒ6 give D’ ƒ12 P ƒ17 DP ƒ18

Hamster D ƒ13 NP ƒ14 to D’ ƒ19

a N ƒ15 D ƒ20 NP ƒ21

falafel the dinosaur

ƒ1 ƒ2ƒ7 ƒ3 DEF +ƒ8 SUBJ ƒ4 PREDƒ9 ƒ5 NUM SGƒ10 ƒ6

TENSE FUT

109

Page 130: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

PRED ‘give <SUBJ, OBJ, OBLGoal OBJ>’

ƒ11ƒ12 DEF -

OBJ ƒ13 PREDƒ14 NUM SGƒ15

ƒ16 PCASE OBLGoalƒ17

ƒ18OBLGoal ƒ19 DEF +

OBJ ƒ20 PRED ‘dinosaur’ƒ21 NUM SGƒ22

6.2.2 Deskripsi Fungsional dan Anotasi Fungsional

Deskripsi fungsional adalah istilah pemetaan antara StKon dan StFun.

Contohnya, ƒ1 dan ƒ7 merupakan StFun yang sama atau dengan kata lain

korespondensi konstituen 1 dan 7 dengan StFun adalah sama. Hal ini dapat

dirumuskan dengan persamaan fungsional (functional equation). Contoh persamaan

fungsional untuk contoh kalimat sebelumnya bisa dilihat sebagai berikut.

a. ƒ1 = ƒ7

b. (ƒ1SUBJ) = ƒ2

ƒ2 = ƒ3

ƒ3 = ƒ4

(ƒ4 DEF) = +

Jika dirumuskan secara keseluruhan, maka deskripsi fungsionalnya akan

sangat panjang. (ƒ1SUBJ) = ƒ2 menunjukkan bahwa ƒ2 adalah DP yang merupakan

anak dari IP yang digambarkan dengan ƒ1 dan begitu seterusnya. Contohnya diagram

untuk anak dari IP berikut ini.

110

Page 131: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

IP ƒ1

(ƒ1 SUBJ) = ƒ2 ƒ1 = ƒ7

DP = ƒ2 I’ = ƒ7

Untuk memperjelas hubungan ini dapat dilakukan dengan mengganti variabel

yang sebenarnya (ƒ1 , ƒ2,…..) dengan variabel untuk variabel yang disebut dengan

metavariabel. Tanda ↑ untuk ibu dan tanda ↓ untuk anak (Falk, 2001: 70--71).

Contohnya sebagai berikut.

IP ƒ1

(↑SUBJ) =↓ ↑= ↓DP ƒ2 I ƒ7 ↑ = ↓

↑ = ↓ ↑= ↓D’ ƒ3 I ƒ8 VP ƒ9

will (↑TENSE) =FUT

↑= ↓ ↑= ↓ ↑= ↓ (↑OBJ)= ↓ (↑OBLGoal) = ↓D ƒ4 NP ƒ5 V ƒ10 DP ƒ11 PP ƒ16

The ↑= ↓ give ↑= ↓ ↑= ↓ (↑OBJ)= ↓(↑DEF) = + N ƒ6 (↑PRED) = ‘<give..> D’ ƒ12 P ƒ17 DP ƒ18

Hamster

(↑PRED) = ‘hamster’ ↑= ↓ ↑= ↓ to ↑= ↓ (↑NUM) = SG D ƒ13 NP ƒ14 D’ ƒ19

a ↑= ↓ ↑= ↓ ↑= ↓ (↑DEF) = - N ƒ15 D ƒ20 NP ƒ21

111

Page 132: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

falafel the Nƒ22 (↑PRED) =’falafel’ (↑DEF) = +

(↑NUM) = SG dinosaur(↑PRED) = ‘dinosaur’

(↑NUM) = SG

Berikutnya adalah pembahasan mengenai StFun kalimat dengan klausa relatif

dalam bahasa Jepang. Namun, perlu dibahas terlebih dahulu mengenai fitur TENSE

dalam bahasa Jepang. Sutedi (2003: 79--85) menyatakan bahwa dalam bahasa Jepang

kala (tense) dan aspek sangat sulit dibedakan karena keduanya sama-sama

mengungkapkan kejadian lampau (selesai), sedang (masih berlangsung), dan akan

(belum dilakukan). Bahasa Jepang hanya menggunakan dua bentuk verba, yaitu

bentuk lampau dan bentuk akan. Verba bentuk lampau mencakup bentuk sopan

-mashita dan -masendeshita dan verba bentuk biasa, yaitu bentuk -ta dan bentuk –

nakatta. Bentuk akan mencakup bentuk sopan –masu dan –masen serta bentuk –te

iru. Sementara itu, ada tiga kala (tense) dalam bahasa Jepang, yaitu kala lampau yang

ditandai dengan verba bentuk –ta (bentuk sopan –mashita), kala mendatang yang

ditandai dengan verba bentuk –ru atau bentuk kamus (bentuk sopan –masu), dan kala

kini yang ditandai oleh dua buah bentuk verba, yaitu bentuk –ru (-masu) dan bentuk –

te iru.

Bahasa Jepang juga mengenal kalimat majemuk yang terdiri atar kalimat inti

(induk kalimat atau klausa utama) dan anak kalimat (klausa subordinatif). Kala

112

Page 133: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

(tense) yang muncul di kedua klausa tersebut tidak selalu sama. Misalnya, verba di

klausa utama dalam bentuk lampau, tetapi verba di klausa subordinatif dalam bentuk

kini dan contoh-contoh lainnya. Pada contoh kalimat (44) Shin wa [Yuu no/ga

tsukutta] fuku wo mitsumete ita ‘Shin memandangi baju yang dibuat Yuu’ verba di

klausa utama, yaitu mitsumete ita ‘memandangi’ dan verba di klausa relatif, yaitu

tsukutta ‘membuat’ sama-sama dalam bentuk lampau. StFun untuk contoh kalimat

(44) adalah sebagai berikut.

DEF +

SUBJ PRED ‘Shin’NUM SG

TENSE PASTPRED ‘mitsumete ita <SUBJ, OBJ>’

DEF +SUBJ PRED ‘Yuu’

NUM SG

TENSE PASTPRED ‘tsukutta <SUBJ, OBJ>’

OBJ DEF --OBJ PRED --

NUM --

DEF +PRED ‘fuku’NUM SG

StFun di atas menunjukkan bahwa contoh kalimat (44) gramatikal dan

StFunnya juga lengkap karena seluruh fungsi argumen, baik dalam klausa utama

113

Page 134: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

maupun klausa relatif, sudah dipilih oleh inti. Fungsi argumen objek dalam klausa

relatif kosong, tetapi dapat diisi oleh argumen objek klausa utama. Jadi, terlihat

bahwa dua buah argumen diambil oleh inti yang sama. Korespondensi antara StKon

dan StFun untuk contoh kalimat (44) dapat dilihat sebagai berikut.

IP ƒ1

DP ƒ2 I’ ƒ5

NP ƒ3 DPƒ6 I ƒ19

N ƒ4 NP ƒ7 VP ƒ20

IP ƒ8 N ƒ18 V ƒ21

Shin wa DP ƒ9 I’ ƒ12 fuku wo mitsumete ita

NP ƒ10 DP ƒ13 I ƒ16

N ƒ11 NP ƒ14 VP ƒ17

Yuu no/ga N ƒ15 tsukutta

(……)

ƒ2 DEF +

114

Page 135: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

ƒ1 SUBJ ƒ3 PRED ‘Shin’ƒ5 ƒ4 NUM SGƒ19ƒ20ƒ21 TENSE PAST

PRED ‘mitsumete ita <SUBJ, OBJ>’

ƒ6 ƒ9 DEF + ƒ7 SUBJ ƒ10 PRED ‘Yuu’ ƒ8 ƒ11 NUM SG ƒ12 ƒ16 ƒ17

ƒ18 TENSE PAST PRED ‘tsukutta <SUBJ, OBJ>’ OBJ ƒ13 DEF -- OBJ ƒ14 PRED -- ƒ15 NUM --

DEF + PRED ‘fuku’

NUM SG

Berikutnya korespondensi di atas digambarkan menggunakan persamaan

fungsional, seperti yang terlihat di bawah ini.

(ƒ1 SUBJ) = ƒ2

ƒ2 = ƒ3

ƒ3 = ƒ4

(ƒ4 DEF) = +

(ƒ4 PRED) = ‘Shin’

(ƒ4 NUM) = SG

ƒ1= ƒ5

ƒ5 = ƒ6

ƒ6 = ƒ7

ƒ7 = ƒ8

115

Page 136: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

(ƒ8 SUBJ) = ƒ9

ƒ9 = ƒ10

ƒ10 = ƒ11

(ƒ11 DEF) = +

(ƒ11 PRED) = Yuu

(ƒ11 NUM) = SG

(ƒ12 OBJ) = ƒ13

ƒ13 = ƒ14

ƒ14 = ƒ15

(ƒ15 DEF) = --

(ƒ15 PRED) = --

(ƒ15 NUM) = --

ƒ16 = ƒ17

(ƒ17 PRED ) = tsukutta <( ƒ17 SUBJ), (ƒ17 OBJ)>

(ƒ17 TENSE) = PAST

(ƒ6 OBJ) = ƒ18

(ƒ18 DEF) = +

(ƒ18 PRED) = ‘fuku’

(ƒ18 NUM ) = SG

ƒ5 = ƒ19

ƒ19 = ƒ20

ƒ20 = ƒ21

(ƒ21 PRED) = mitsumete ita <( ƒ21SUBJ), (ƒ21 OBJ)>

(ƒ21 TENSE) = PAST

Untuk memperjelas hubungan tersebut digunakan metavariabel. Hal tersebut

terlihat seperti berikut ini.

IP ƒ1

116

Page 137: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

(↑SUBJ) = ↓ ↑ = ↓

DP ƒ2 I’ ƒ5

↑ = ↓ (↑OBJ) = ↓ ↑ = ↓

NPƒ3 DPƒ6 I ƒ19

↑ = ↓ ↑ = ↓ ↑ = ↓

N ƒ4 NP ƒ7 VP ƒ20

↑ = ↓ ↑ = ↓ ↑ = ↓

IP ƒ8 N ƒ18 V ƒ21

↑ = ↓

Shin wa ↑ = ↓ ↑ = ↓ fuku wo ↑ = ↓

(↑DEF) = + DP ƒ9 I’ ƒ12 (↑ PRED) = fuku wo mitsumete ita (↑PRED) = Shin ‘nama’ (↑NUM) = SG (↑ PRED) = mitsumete ita

‘memandangi’

(↑NUM) = SG ↑ = ↓ ↑ = ↓ ↑ = ↓ (↑TENSE) = PAST

NP ƒ10 DP ƒ13 I ƒ16

↑ = ↓ ↑ = ↓ ↑ = ↓

N ƒ11 NP ƒ14 VP ƒ17

↑ = ↓ ↑ = ↓ ↑ = ↓

Yuu no/ga N ƒ15 tsukutta (↑DEF) = + (↑ PRED) = tsukutta ‘membuat’

(↑PRED) = Yuu ‘nama’ (……) (↑TENSE) = PAST

(↑NUM) = SG

117

Page 138: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

6.3 Struktur Argumen

Struktur argumen (selanjutnya StArg) adalah ide dasar di balik Lexical

Mapping Theory (LMT) yang merupakan representasi argumen sintaktik dari sebuah

predikat. StArg adalah tempat pemetaan antara peran tematik dan fungsi gramatikal

(Falk, 2001: 100). Berbeda dengan pemetaan antara StKon dan StFun, dengan LMT

pemetaan yang terjadi adalah pemetaan dari representasi semantik atau konseptual

sebuah peran tematik (struktur ) ke representasi fungsi gramatikal. Ɵ

6.3.1 Lexical Mapping Theory (LMT)

LMT adalah teori tentang realisasi sintaktik dari argumen sebuah predikat.

Argumen dapat diidentifikasi berdasarkan peran dalam makna sebuah predikat atau

yang disebut dengan peran tematik. Peran tematik adalah label (agent, patient, theme,

source, dan lain-lain) yang digunakan untuk karakteristik yang tidak tepat dari

sebuah peran konseptual (Falk, 2001: 101).

Menurut Jackendoff ada dua buah aspek tentang bagaimana cara

mengonseptualkan makna verba. Konsep yang pertama adalah sebuah aksi yang

menyertakan suatu tindakan dan yang dikenai tindakan tersebut (actor dan patient/

undergoer). Undergoer dikenai oleh yang disebut dengan beneficiary. Konsep yang

lain adalah konsep yang didasarkan atas keleluasaan, yaitu mengonseptualkan sebuah

elemen dalam hal lokasi atau perpindahan, baik secara fisik maupun tempat atau

ruang yang abstrak (misal : waktu). Sesuatu yang pindah atau dikenai lokasi dikenal

dengan theme dan tempat sepanjang perpindahan disebut dengan path. Perpindahan

118

Page 139: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

kadang-kadang dimulai oleh sebuah elemen yang dikenal dengan instigator. Berikut

adalah StArg dari sebuah verba, yaitu roll dalam kalimat Sisco rolled the ball from

his office.

Roll : [Actor /Instigator]…..[Patient/Theme]…..[Path]

Dalam struktur klausa relatif, termasuk KRBJ ada dua buah verba yang

merupakan predikat klausa utama dan klausa relatif. Kedua verba tersebut

digambarkan secara terpisah. Berikut adalah struktur dari verba Ɵ mita (bentuk

lampau dari miru) ‘melihat’ dan verba mukatta (bentuk lampau dari mukau) ‘menuju’

dalam kalimat berikut ini.

(40) [messeeji wo mi-ta] Shin wa sugusama byouin ni muka-tta pesan-AK lihat-KLam Nama-TOP segera rumah sakit-DAT tuju-KLam ‘Shin (yang) melihat pesan langsung menuju rumah sakit’

(Shinka, 2006 : 58)

Nomina inti, yaitu Shin ‘nama orang’ menduduki dua fungsi yang sama di

kedua klausa, yaitu fungsi subjek. Dengan menggunakan strategi gap terlihat bahwa

dalam klausa relatif ada fungsi yang kosong, yaitu subjek dan nomina inti dapat

mengisi fungsi kosong tersebut. Berikut argumen yang diperlukan untuk masing-

masing verba dalam klausa relatif dan klausa utama dalam contoh (40).

a. Verba klausa relatif : mita ‘melihat’ → [Actor/Agent], [patient]

b. Verba klausa utama : mukatta ‘menuju’ → [Actor/Theme], [Location]

Berikut adalah pemetaan antara struktur , StFunƟ , dan StArg untuk contoh

(40) di atas.

119

Page 140: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Struktur :Ɵ [Actor/Agent]…[Patient] [Actor/Theme]…..[Location]

Struktur A : <x, y> <x, y>

Struktur F :

-------- SUBJ --------

-------- TENSE PAST PRED ‘mita <SUBJ, OBJ>’

-------- SUBJ OBJ --------

-------- -------- --------

-------- TENSE PAST

PRED ‘mukatta <SUBJ, OBL>’

OBLLok -----------

---------

120

Page 141: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan ada beberapa hal yang dapat

disimpulkan. Simpulan ini meliputi tipe klausa relatif beserta posisi nomina inti,

strategi perelatifan beserta relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dan struktur

konstituen, struktur fungsional dan struktur argumen. Hal-hal tersebut dijelaskan

sebagai berikut.

Pertama, berkaitan dengan peranan nomina inti dapat disimpulkan bahwa

sebuah nomina inti dapat mengisi posisi yang sama di kedua klausa, tetapi bisa juga

mengisi posisi yang berbeda di tiap-tiap klausa. Jika sebuah nomina menduduki dua

fungsi yang berbeda di tiap-tiap klausa, maka diikuti pula dengan perubahan

pemarkah. Pemarkah tersebut disesuaikan dengan fungsi yang diduduki sebuah

nomina dalam kalimat bahasa Jepang. Sementara itu, berkaitan dengan posisi nomina

inti KRBJ termasuk tipe prenominal, yaitu klausa relatif muncul sebelum nomina inti.

Hal ini berkaitan dengan struktur frasa nominal bahasa Jepang yang menempatkan

nomina sesudah kategori lainnya. Keduanya dihubungkan karena nomina yang

dimodifikasi oleh klausa relatif juga membentuk sebuah frasa nominal. Secara umum

semua unsur dalam kalimat bahasa Jepang yang dapat direlatifkan menerapkan

strategi gap. Namun, dalam beberapa kasus ditemukan perelatifan tanpa strategi gap.

Selain pendapat Tsujimura yang menyatakan bahwa hubungan semantik dan

122

121

Page 142: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

pragmatik dapat digunakan untuk menganalisis hubungan klausa relatif dengan

intinya, data dalam penelitian ini menunjukkan strategi perelatifan lain, yaitu

pronominal retensi muncul dalam KRBJ. Perelatifan dengan strategi gap dalam

bahasa Jepang tidak mengakibatkan perubahan bentuk verba.

Kedua, relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif

restriktif dalam bahasa Jepang, antara lain (1) SUBJ klausa utama sekaligus SUBJ

klausa relatif; (2) SUBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (3) SUBJ klausa

utama sekaligus OBL klausa relatif; (4) OBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa

relatif; (5) OBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (6) OBL klausa utama

sekaligus SUBJ klausa relatif, dan (7) OBL klausa utama sekaligus OBL klausa

relatif. Sementara itu, relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti klausa relatif non-

restriktif, antara lain (1) SUBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (2) OBJ

klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (3) OBJ klausa utama sekaligus SUBJ

klausa relatif, dan (4) OBL klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif.

Ketiga, berkaitan dengan StKon terlihat bahwa dalam diagram pohon ada satu

unsur yang kosong. Unsur tersebut adalah NP yang sebenarnya ditempati oleh

nomina lain. Hal tersebut digambarkan dengan garis putus-putus untuk menunjukkan

hubungan keduanya. Sementara itu, StFun dari data yang dianalisis terlihat lengkap

karena satu buah nomina menduduki dua fungsi atau mengisi dua buah argumen

dalam kalimat. Dengan kata lain, seluruh argumen dinyatakan dalam nilai sebuah

PRED. Hal tersebut merupakan syarat sebuah StFun dapat dikatakan lengkap.

Berkaitan dengan StArg, ada dua buah kelompok argumen yang dapat digambarkan

122

Page 143: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

peran tematiknya. Kelompok argumen yang pertama merupakan argumen dari verba

klausa relatif dan kelompok argumen kedua merupakan argumen dari verba klausa

utama.

7.2 Saran

Klausa relatif sering sekali muncul, baik dalam bahasa lisan maupun tulisan.

KRBJ yang tidak memiliki pemarkah ataupun pronominal relatif sering menimbulkan

kesulitan bagi pembelajar bahasa Jepang. Mereka khususnya pembelajar yang bahasa

ibunya mengenal adanya pemarkah atau pronomina relatif.

Dalam penelitian ini telah dibahas mengenai strategi gap yang dapat

diterapkan untuk semua unsur yang dapat direlatifkan dalam bahasa Jepang. Strategi

ini nantinya bisa dijadikan acuan untuk lebih mudah dalam memahami KRBJ. Selain

strategi gap penelitian ini menunjukkan ada strategi lain yang dapat digunakan.

Namun, dari data yang terkumpul, hanya sedikit kasus yang tidak menerapkan

strategi gap dalam perelatifan. Oleh karena itu, penelitian mengenai bahasa Jepang,

khususnya KRBJ berikutnya agar menemukan kasus-kasus lain yang tidak

menerapkan strategi gap. Selain itu, karena penelitian ini hanya fokus pada bahasa

Jepang, penelitian mengenai KRBJ berikutnya bisa dilakukan dengan melakukan

perbandingan terhadap bahasa lain. Klausa relatif hanya salah satu dari banyak aspek

dalam bahasa Jepang yang masih bisa dikaji lebih dalam. Semoga penelitian ini

bermanfaat dan dapat memunculkan ide-ide baru berkaitan dengan penelitian bahasa

Jepang selanjutnya.

123

Page 144: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

DAFTAR PUSTAKA

Arka, I Wayan. 2003. Balinese Morphosyntax: A Lexical Functional Approach. Australia: Pacific Linguistics.

Artawa, K. 2004. Balinese Language: A Typological Description. Denpasar: CV Bali Media Adhikarsa.

Bresnan, Joan. 1982. The Mental Representation of Grammatical Relation. London: The MIT Press.

Chaer, Abdul. 2007. Kajian Bahasa Struktrur Internal, Pemakaian, dan Pemelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Comrie, B. 1981. Language Universals and Linguistic Typology: Syntax and Morphplogy. England: Basil Blackwell Publisher Limited.

Dalrymple, Mary. 2001. Lexical Functional Grammar. Xerox Palo Alto Research Center: Academic Press.

Dixon, R.M.W. 2010. Basic Linguistic Theory. New York: Oxford University Press.

Falk, Y.N. 2001. Lexical Functional Grammar: An Introduction to Parallel Constraint-Based Syntax. California: CSLI Publication.

Givon, T. 1990. Sintax: A Functional-Typological Introduction. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company

Ichikawa, Yasuko. 2005. Saishou Nihongo Bunpou To Oshiekata No Pointo. Japan: 3A Corporation.

124

Page 145: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Kesuma, T.M.J. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Carasvatibooks.

Koizumi, Tamotsu. 2002. Nihongo Kyoushi No Tame No Gengogaku Nyuumon. Tokyo: Taishuukan Shoten.

Kroeger, P.R. 2004. Analyzing Syntax: A Lexical Functional Approach. Cambridge: Cambridge University Press.

Kroeger, P.R. 2005. Analyzing Grammar An Introduction. Cambridge: Cambridge University Press.

Lapoliwa, Hans. 1990. Klausa Pemerlengkap dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisus.

Matsuda, Hiroshi. 2009. Chuukyuu Kara Manabu. Japan: Kenkyuusha.

Miyagawa, Shigeru. 1989. Syntax and Sematics: Structure and Case Marking in Japanese. California: Academic Press.

Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nitta, Y. 1997. Nihongo Bunpou Kenkyuu Jousetsu: Nihongo no Kijutsu Bunpou wo Mezashite. Tokyo: Kuroshio Shuppan.

Noda, Hikishi. 2002. Bunpou Serufu Masutaa Shiriizu1 : Wa to ga. Tokyo: Kuroshio Shuppan.

125

Page 146: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Partami, Ni Luh. 2001. “Relasi Gramatikal dan Perelatifan Bahasa Buna” (Tesis). Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Partami, Ni Luh. 2006. Konstruksi Frasa dengan Kata Ane dalam Bahasa Bali. Jakarta: Pusat Bahasa.

Purnawati, Widya. 2009. “Topik dan Fokus dalam Bahasa Jepang” (Tesis). Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Sedeng, I Nyoman. 2010. Morfosintaksis Bahasa Bali Dialek Sembiran. Denpasar: Udayana University Press.

Satyawati, Sri. 2009. “Valensi dan Relasi Gramatikal Sintaksis Bahasa Bima” (Disertasi). Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Shibatani, Masayoshi. 1976. Syntax and Semantics: Japanese Generative Grammar. New Nork: Academic Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sudjianto dan Dahidi, A. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta. Kesaint Blanc.

Sugimoto, T dan Iwabuchi, M. 1990. Nihongogaku Jiten. Tokyo: Sakurakaedesha.

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press.

126

Page 147: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Tsujimura, Natsuko. 1997. An Introduction to Japanese Linguistics. Australia: Blackweel.

Tsutsui, Michio dan Seiichi Makino. 1986. A Dictionary of Basic Japanese Grammar. Japan: The Japan Times.

Verhaar, J.W.M dkk. 1988. Towards A Description of Contemporary Indonesian: Preliminary Studies Part III. Jakarta: NUSA

Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

127

Page 148: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

LAMPIRAN I

DATA

1. KLAUSA RELATIF RESTRIKTIF

1.1 Nomina Inti : SUBJ klausa utama + SUBJ klausa relatif

(1) [Shin no bando no menbaa to na-ru] 5 nin ga hajimete Nama-GEN band-GEN anggota dengan jadi-KKin 5 orang-NOM pertama kali shuuketsu-shita kumpul-KLam ‘Lima orang yang akan menjadi anggota band Shin pertama kali berkumpul’(Shinka: 40)

(2) Kaijou wo deru to, [ouen ni kite kure-ta] minna tempat pertandingan-AK keluar ketika, dukungan-DAT datang-KLam semuaga ma-tte ita -NOM tunggu-KKinLam

128

Page 149: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

‘Ketika keluar tempat pertandingan, semua yang datang mendukung sedang menunggu’(Shinka: 109)

(3) [Shin wo shinpai shite kite kure-ru] nakama wa, minna Shin no yami Nama-Ak khawatir-BSmb-Kin teman-TOP, semua Nama-GEN-sedih- no bubun wo shiranakatta GEN bagian tahu-KLamNeg‘Teman yang menghawatirkan Shi, semuanya tidak tahu bagian sedih lain (dari) Shin’(Shinka: 221)

(4) Ano toki [jibun to onaji kyouguu ni iru] hito ga i-tara Itu waktu REF dengan sama keadaan-DAT ada orang-NOM ada-BPengtasuke-tai bantu-BIng‘Waktu itu ingin menolong jika ada orang yang ada dalam keadaan yang sama dengan diri sendiri’(Hoshino: 38)

(5) Haruko chan ga hanashi oeru to [naite iru] seito ga takusan i-ta Nama-NOM bicara selesai waktu tangis-KKin murid-NOM banyak ada-KLam ‘Ketika Haruko selesai bicara banyak murid yang menangis’(Hoshino: 43)

(6) [Hito ni yaku ni tate-ru] shigoto wa daisukiOrang-DAT berguna-KKin pekerjaan-TOP paling suka ‘(Saya) paling suka dengan pekerjaan yang berguna bagi orang lain’(Hoshino: 52)

(7) [Onaji mokuhyou wo mo-tsu] hitotachi ga na-ku Sama tujuan-AK bawa-KKin orang-orang-NOM ada-KKinNeg-BSmbna-ttara, kanashii koto jadi-BPeng sedih-Nom‘Sedih kalau tidak ada orang-orang yang tidak punya tujuan yang sama’(Hoshino: 69)

(8) [Chairoi futto ni tsusuma-reta] hon wa, watashi no mae de Coklat amplop-DAT bungkus-PAS-KLam buku-TOP, saya-GEN depan-LOKakera-reru koto wa naku, watashi wa kou chan no ie wo buka-PAS-KKin-Nom-TOP bukan, saya-TOP Nama-GEN rumah-AK ato ni shita

129

Page 150: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

nanti- DAT melakukan-KLam‘Buku yang dibungkus dengan amplop cokelat tidak dibuka depan saya, tetapi di rumah Kou chan nanti’(Hoshino: 87)

(9) [Mada ki-tta] kizu ga noko-tte ita Masih potong-KLam luka-NOM tersisa-KKinLam‘Tersisa luka yang masih terpotong’(Hoshino: 11)

1.2 Nomina Inti : SUBJ klausa utama + OBJ klausa relatif

(1) [Yuu ga to-tta] chiketto wa, mae kara ni banme no seki da-tta Nama-NOM ambil-KLam tiket-TOP, depan dari no.2-GEN kursi KO-KLam‘Tiket yang diambil Yuu berada di tempat duduk nomer 2 dari depan’(Shinka: 34)

(2) Shin ni totte, [Yuu to sugoshi-ta] natsu wa tanoshii Nama-DAT bagi, Nama dengan lewat-Klam musim panas-TOP menyenangkanomoide bakari de arukenangan hanya KOP-KKin‘Bagi Shin, musim panas yang dilewati bersama Yuu semuanya kenangan menyenangkan’ (Shinka: 135)

(3) [Manami san ga tsuku-ru] gohan wa sugoku oishii Nama-NOM buat-KKin nasi-TOP sangat enak‘Nasi yang dibuat oleh Manami sangat enak’(Hoshino: 35)

1.3 Nomina inti : SUBJ klausa utama + OBL klausa relatif

(1) [Watashi ga i-tte ita] juku wa, kaigo shisetsu mo unei shi-te ita Saya-NOM pergi-KKinLam tempat les-TOP, perawatan juga atur-KKinLa ‘Tempat les yang saya datangi juga mengatur tempat perawatan’ (Hoshino: 49)

(2) [Shorui ga tsuma-reta] tsukue ga takusan nara-nde ita Dokumen-NOM isi-PAS-KLam meja-NOM banyak jejer-KKinLam

130

Page 151: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

‘Berjejer banyak meja yang berisi dokumen’ (Hoshino: 49)

(3) [Dare mo suwa-tte inai] tsukue ga fue-te itta Siapa juga duduk-KKinLamNeg meja-NOM tambah-KKinLam ‘Meja yang tidak ditempati oleh siapapun semakin banyak’ (Hoshino: 68)

1.4 Nomina Inti : OBJ klausa utama + OBJ klausa relatif

(1) Sono toki, [kangoshi ga i-tta] kotoba wo omoida-su Itu waktu, perawat-NOM berkata-KLam kata-AK ingat-KKin ‘Waktu itu, teringat kata-kata yang diucapkan perawat’(Hoshino: 112)

(2) [Hajimete mora-tta] kyuuryou wo nigiri shime-te na-ita Pertama kali terima-KLam gaji-AK pegang-BSmb tangis-KLam‘Menangis sambil memegang gaji yang diterima pertama kali’(Hoshino: 67)

1.5 Nomina Inti : OBJ klausa utama + SUBJ klausa relatif

(1) [Shiroi teeburu ni o-ite aru] kyappu wo te ni to-tta Putih meja-DAT taruh-KKin cup-AK ambil-KLam‘(Saya) mengambil cup yang terletak di meja putih’(Hoshino: 139)

(2) [Taiin suru] kanja san wo egao de okuru dake janai Keluar RS pasien-AK senyum dengan antar hanya KOP-KKinNeg‘Tidak cuma mengantarkan dengan senyum pasien yang keluar rumah sakit’(Hoshino: 168)

(3) [Koko ni iru] kanja san wo wakari-tai to iu kimochi wa Sini-DAT ada pasien-AK mengerti-Bing COM perasaan-TOP totemo tsuyo-katta sangat kuat- KLam ‘Perasaan ingin mengerti pasien yang ada disini sangat kuat’(Hoshino: 145)

(4) Yuu wa, [namida de hare-ta] me wo kosuri-nagara egao de Nama-TOP air mata-LOK basah-KLam mata-AK husap senyum dengan

131

Page 152: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

kotae-ta jawab- KLamYuu menjawab dengan wajah tersenyum sambil menghusap matanya yang dibasahi air mata’(Shinka: 123)

1.6 Nomina Inti : OBL klausa utama + SUBJ klausa relatif

(1) [Eki no chikaku ni aru] konbini ni sugo-su jikan ga Stasiun-GEN dekat-DAT ada conv.store-DAT lewat-KKin waktu-NOM fue-te itabertambah-KKinLam‘Waktu yang dilewatkan di convenient store yang ada dekat stasiun semakin banyak’(Shinka: 7)

(2) Shin wa [jibun wo niramitsuke-ru] onna no ko ni muka-ttaNama-TOP REF-AK pandang-KKin perempuan-DAT tuju-KLam ‘Shin menuju ke anak perempuan yang memandanginya’(Shinka: 9)

(3) Futari wa [disuniirando e muka-u] shihatsu ressha ni nori ko-nda Dua orang-TOP Disneyland ke tuju-KKin kereta-DAT naik-KLam‘Keduanya menaiki kereta yang menuju disneyland’(Shinka: 55)

(4) Byoushitsu ni hairi, [beddo ni suwa-tte iru] hitori no Ruang rawat-DAT masuk-BSmb, tempat tidur-DAT duduk-KKin seorang-GEN kanja san ni koe o kaketa pasien-DAT sapa-KLam‘Ketika masuk ruang rawat menyapa kepada seorang pasien yang duduk di tempat tidur’ (Hoshino: 145)

1.7 Nomina Inti : OBL klausa utama + OBL klausa relatif

(1) Shin wa, [itsumo tabako wo ka-u] jidouki ni muka-tta Nama-TOP, selalu rokok-AK beli-KKin mesin otomatis-DAT tuju-KLam‘Shin menuju mesin penjual otomatis di mana dia biasa membeli rokok’(Shinka: 8)

132

Page 153: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

(2) [Yuu no i-nai] sekai de, Shin wa zetsubou dake wo Nama-GEB ada-KKinNeg dunia-LOK, Nama-TOP kekecewaan hanya-AKKanji-te ita Merasa-KKinLam‘Di dunia di mana Yuu tidak ada, Shin hanya merasakan kekecewaan’(Shinka: 170)

(3) [Juuken bango ga ka-ite aru] tsukue ni suwa-tta Ujian masuk nomer-NOM tulis-KKin meja-DAT duduk-KLam‘Duduk di meja yang tertuliskan nomer ujian’(Hoshino: 20)

(4) [Onaji mokuhyou ga aru] hito tachi to wa sugu nakayoku na-reru yo ne Sama tujuan-NOM ada orang-orang dengan-TOP segera teman jadi-BPot

‘Segera ya bisa menjadi teman denga orang yang mempunyai tujuan sama’(Hoshino: 63)

2. KLAUSA RELATIF NONRESTRIKTIF

2.1 Nomina Inti : SUBJ klausa utama + SUBJ klausa relatif

(1) [Kyoushitsu ni hai-tte ki-ta] Shige san wa, Shin tachi no hou wo mite Kelas-DAT masuk-KLam Nama-TOP, Nama-dkk-GEN arah-AK lihat-BSmbnikkori to shita tersenyum-KLam‘Shige yang masuk ke kelas melihat ke arah Shin dan teman-temannya lalu tersenyum’ (Shinka: 24)

(2) [Nakama kara misutera-reta] Shin wa, iku michi wo sentaku-shita Teman dari jauhkan-PAS-KLam Nama-TOP, pergi jalan-AK pilih-KLam‘Shin yang dijauhkan dari temannya memilih jalan ke mana dia (akan) pergi’(Shinka: 71)

(3) Sore demo, [chuugakusei na-tta bakari no] Shin wa fuutsuu ni Itu meskipun, SMP jadi-baru saja-GEN Nama-TOP biasa-DAT asobu kane ga hoshi-katta main uang-NOM ingin-KLam

133

Page 154: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

‘Shin yang baru saja menjadi siswa sekolah menengah ingin uang jajan seperti biasa’(Shinka: 71)

(4) Sonna Shin wo, [istumo chikaku ni iru] Yuu wa shinpai sou ni Seperti itu Nama-AK, selalu dekat-DAT ada Nama-TOP khawatir-kelihatanmi-te ita lihat-KKinLam‘Yuu yang selalu ada di dekatnya terlihat khawatir melihat Shin seperti itu’(Shinka: 74)

(5) [Sude ni shinro ga kima-tte ita] Shin wa, Yuu wo disuniirando Sudah tujuan-NOM putuskan-KKinLam Nama-TOP, Nama-AK Disneyland- ni saso-ttaDAT ajak-KLam ‘Shin yang sudah memutuskan tujuan mengajak Yuu ke disneyland’(Shinka: 118)

(6) [Juuken mo owa-tte ita] Shin wa, totemo yuttari to shita Ujian masuk juga selesai-KKinLam Nama-TOP, sangat santai jikan wo sugo-shite ita waktu-AK lewat-KKinLam‘Shin yang sudah menyelesaikan ujian masuk melewatkan waktu dengan sangat santai’(Shinka: 121)

(7) [Soto ni de-te kita] Yuu wa, odoroita kao wo shite ita Luar-DAT keluar-KKinLam Nama-TOP, terkejut muka-AK melakukan-KKinLam ‘Yuu yang keluar menunjukkan wajah terkejut’(Shinka: 129)

(8) Denwa no saki ni wa, [furueru koe de hana-su] Telepon-GEN tadi-DAT-TOP, gemetar suara dengan bicara-KKin Yuu no okaasan ga itaNama-GEN ibu-NOM ada-KLam‘Di telepon ada ibu Yuu yang berbicara dengan suara gemetar’(Shinka: 137)

(9) [Chanto aruke-te iru] jibun ga iya de tamarana-katta Dengan baik jalan-BPot-KKin REF-NOM tidak nyaman-sangat-KLam‘Diri sendiri yang dapat berjalan dengan baik merasa sangat tidak nyaman’(Hoshino: 11)

134

Page 155: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

(10) [Chuugakkou ni itte inai] watashi ni totte wa, gakkou wa konnan daSMP-DAT pergi-KKinNeg saya bagi-TOP, sekolah-TOP menyusahkan-KOP‘Bagi saya yang tidak menempuh pendidikan menengah, sekolah itu menyusahkan’(Hoshino: 17)

(11) [Gakkou kara kae-tte ki-ta] watashi wa, yuubinuke ni te wo ire-ta Sekolah dari pulang-KLam saya-TOP, kotak surat-DAT tangan-AK masukkan‘Ketika saya pulang dari sekolah, (saya) mengambil surat di kotak surat’(Hoshino: 27)

(12) [Yorokonde kure-ru] okaasan no kotoba ga, koe ga, totemo (saya) bahagia-memberi-KKin ibu-GEN kata-NOM, suara-NOM, sangat ureshikute namida guzunde shimasu senang-BSmb air mata buat-KKin‘(saya) senang dengan kata-kata dan suara ibu yang membahagiakan dan membuat air mata bahagia’(Hoshino: 35)

(13) [Kyou ikase-te kure-ru] Anzai san wa, koko de genkan wo ake,Hari ini pergi-BKau-KKin Nama-TOP, sini-LOK pintu masuk-AK buka-BSmboogoe de sake-bu suara besar dengan teriak-KKin‘Anzai yang membiarkan pergi hari ini berteriak dengan suara besar dan membuka pintu masuk’(Hoshino: 52)

(14) [Oko-tte ita] otousan ga shizuka ni kuchi wo aita Marah-KKinLam ayah-NOM sepi-DAT mulut-AK buka-KLam‘Ayah yang marah membuka mulutnya dengan tenang’(Hoshino: 80)

(16) [Origami wo chigiru] Kawamigi san wa odayaka na kao wo shite ita Origami-AK robek-KKin Nama-TOP tenang wajah-AK

melakukan-KKinLam‘Kawagimi yang merobek origami menunjukkan wajah tenang’(Hoshino: 90)

(17) [Beddo no hashi ni suwa-tta] Akita san wa mado no soto wo Tempat tidur-GEN kursi-DAT duduk-KLam Nama-TOP jendela-GEN luar-AKmi-te italihat-KKinLam

135

Page 156: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

‘Akita yang duduk di kursi tempat tidur melihat ke luar jendela’(Hoshino: 149)

(18) [Ima yankii kara bandoman ni na-tta] Shin da ga, shougakusei

Sekarang gang dari anak band-DAT jadi-KLam Nama-KOP-NOM, SD jidai wa zenkoku no taikai mo sanka-shita zaman-TOP seluruh negri-GEN kompetisi juga ikut-KLam‘Shin yang menjadi anak band dan anggota gang tetapi pada zaman sekolah dasar ia mengikuti kompetisi ke seluruh negeri’(Shinka: 61)

(19) [Okane wo da-shite kure-ta] ryoushin wa gakkari-suru Uang-AK keluarkan-KLam orang tua (sendiri)-TOP kecewa-KKin‘Orang tua(sendiri) yang mengeluarkan uang merasa kecewa’(Hoshino: 26)

2.2 Nomina Inti : OBJ klausa utama + OBJ klausa relatif

(1) [Ima made kizu tsuke-te ki-ta] ryoushin wo mata kizu tsuke-ru Sekarang sampai luka memberi-KLam orang tua (sendiri)-AK lagi luka member-KKin ‘(Aku) melukai lagi orang tua (ku sendiri) yang (sering aku) lukai sampai saat ini’ (Hoshino: 83)

2.3 Nomina Inti : OBJ klausa utama + SUBJ klausa relatif

(1) [Kate ni jiko manzoku-shite ita] jibun wo, Shin wa Seenaknya diri sendiri puaskan-KKinLam REF-AK, Nama-TOP fukaku hansei-shitadalam-BSmb sesal-KLam‘Shin sangat menyesali dirinya yang memuaskan diri seenaknya’(Shinka: 53)

(2) Sore demo, [tonari de tanoshisou ni shite iru] Yuu wo mi-te iru to, Itu meskipun, samping-LOK senang-seperti-KKin Nama-AK lihat-KKin waktu

136

Page 157: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

nandaka shiawase na kibun ni na-tta entah kenapa bahagia perasaan-DAT jadi-KLam‘Meskipun begitu, ketika melihat Yuu yang terlihat senang di samping (saya), entah kenapa (saya) jadi bahagia’(Shinka: 55)

(3) [Juku ni kayo-tte ki-e iru] anata wo mite, sugoku ki ni haittaTempat les-DAT pulang-pergi-KKin Anda lihat-BSmb, sangat kena di hati-KLam

‘Sangat senang melihat anda yang pulang-pergi ke tempat les,’ (Hoshino: 50)

(4) Shin jishin, [mada jibun no shiranai] Yuu wo mitome-ta Nama-REF, masih REF-GEN tahu-KKinNeg Nama temukan-KLam ‘Shin menemukan Yuu yang belum tahu dirinya sendiri’ (Shinka: 180)

2.4 Nomina Inti : OBL klausa utama + SUBJ klausa relatif

(1) [kobami wo tsuzuke-te ita] Shin ni, raibu no Musik-AK penolakan-AK lanjut-KKinLam Nama-DAT, langsung-GENhakuryoku wa nanika wo uttae-te ita semangat-TOP sesuatu-AK nyanyi-BPot-KKinLam‘Shin yang melanjutkan penolakannya bisa menyanyikan sesuatu dengan bersemangat’(Shinka: 206)

(2) [Ima made benkyou wo shina-katta] watashi ni wa Sekarang sampai pelajaran-AK melakukan-KLamNEG saya-DAT-TOPtotemo kitsu-kattasangat berat-KLam‘Sangat berat bagi saya yang tidak belajar sampai sekarang’(Hoshino: 16)

(3) [Kanjou ga korokoro kawa-ru] jibun ni, okori to kanashimi wo kanjitaEmosi-NOM sering berubah-KKin REF-DAT, marah dan kesedihan-AK rasa-KLam‘Merasakan kesedihan dan kemarahan pada diri sendiri yang sering berubah emosi’

137

Page 158: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

(Hoshino: 83)

LAMPIRAN II

SUMBER DATA

1. Novel

Judul : Mata Aitakute

Pengarang : Shinka

Tahun : 2006

138

Page 159: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

2. Novel

Judul : Purezento

Pengarang : Hoshino Natsu

Tahun : 2008

LAMPIRAN III

BIODSATA VERIFIKATOR

Nama : Yoshino Kawaguchi

Tempat / tgl. Lahir : Chiba-ken Jepang / 24 Juni 1966

Jenis Kelamin : Perempuan

139

Page 160: KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Alamat : Jl. Badak Agung No.2 Renon Denpasar Bali

Telp : 081 338 061 703

Profesi : Pengajar bahasa Jepang SIKI BALI

Pendidikan :

Maret 1979 SD Kainohana

Maret 1982 SMP Shin-Matsudo-Minami

Maret 1985 SMA Ichikawa-Higashi

Maret 1989 Universitas Shukutoku Jurusan kesejahteraan sosial

140