klasifikasi karakter rebaban gaya surakarta

13
14 Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang “Bunyi” Volume 14 Nomor 1 Bulan Mei 2014 KLASIFIKASI KARAKTER REBABAN GAYA SURAKARTA Bambang Sosodoro Dosen Jurusan Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Surakarta Abstrak Pada dasarnya, penelitian ini menguji konsep yang terkandung dalam rebaban gaya Surakarta. Istilah yang berhubungan dengan karakter atau rasa rebaban, yaitu seperti: Prasaja, utuh, Alus, anteb, mbranyak, sigrak, tregel, prenes, rongeh, cakrak, dan Berag. Dalam kehidupan musik Jawa hingga saat ini, fenomena istilah masih sering ditemui. Laporan tentang karakter rebaban selalu menunjuk pada seseorang (pengrebab). Contoh Wahyopangrawit, adalah sosok pengrebab cukup populer dan fenomenal dalam masyarakat musikgamelan dengan karakter yang Alus. Demikian pengrebab-pengrebab lain, pasti memiliki karakter rebaban berbeda. Di antara musisi gamelan, umumnya ditemukan karakter rebaban yang merupakan representasi dari karakter pribadi, sifat orang tersebut, atau refleksi dari perilaku sehari-hari mereka. Di sisi lain, karakter rebaban juga merupakan bagian dari tingkah laku sehari- hari. Adalah bagaimana pengrebab berusaha untuk mencocokkan karakter karya musik (lagu/ gending), yang pada dasarnya telah dibangun oleh permainan ricikan, terutama kerja ricikan ngajeng. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan karakter rebaban berdasarkan pandangan oleh pengrawit. Labih Further, karakter ini diklasifikasikan atau dikelompokkan berdasarkan karakteristiknya. Secara garis besar, karakter rebaban dapat dipisahkan menjadi dua keluarga besar, yang ditumpahkan dan mbranyak. Kedua keluarga ini memiliki sub-sub-karakter, yaitu: Prasaja dan Alus dimasukkan pada seluruh wilayah karakter, sementara karakter mbranyak menyertakan karakter: prenes, tregel, cakrak, rongeh, dan Berag. Di antara karakter ini, ada beberapa perbedaan yang besar, tetapi juga ada beberapa karakter yang dapat dikatakan sama, identik, atau sewarna. Media ekspresi Rebaban adalah salah satu dari sekian banyak media di gamelan Jawa. Rebaban juga merupakan ekspresi jiwa seniman, melalui permainan tangan dan jari. Kata kunci: klasifikasi, karakter musik, rebaban Abstract In essence, this study examines a concept contained in rebaban Surakarta style. Ie terms that relate to the character or flavor rebaban, such as: prasaja, whole, Alus, anteb, mbranyak, sigrak, tregel, prenes, rongeh, cakrak, and Berag. In Javanese musical life until today, the phenomenon of the terms are still often encountered. Statements about the character rebaban, always pointing at someone (pengrebab). Wahyopangrawit example, is a fairly popular figure pengrebab and phenomenal musical community with the whole character and Alus. Likewise pengrebab-pengrebab others, certainly has character rebaban different. Among musicians, generally found rebaban character is a representation of a personal character, the nature of the person, or a reflection of their daily behavior. On the other hand, the character rebaban also part of working on. Is how the tenants (pengrebab) seeks to match the character of the musical piece, which basically has been built by the games ricikan, especially ricikan working on ngajeng. This study seeks to formulate characters rebaban based on the views by the musicians. Labih Further, these characters are classified or grouped based on its characteristics. Broadly speaking, the character can rebaban dipilahkan into two large families, which is shed and mbranyak. Both of these families have a sub-sub-characters, namely: prasaja and Alus is entered on the whole character of the area, while the character mbranyak include characters: prenes, tregel, cakrak, rongeh, and Berag. Among these characters, there are some that are highly aggregated, but also there are a number of characters that can be said to be similar, identical, or color. Rebaban medium of expression is one of the many mediums in Javanese gamelan. Rebaban also an expression of the artist’s soul, through the game hands and fingers. Keywords: classification, musichal character, rebaban

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KLASIFIKASI KARAKTER REBABAN GAYA SURAKARTA

1 4

Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang “Bunyi”

Volume 14 Nomor 1 Bulan Mei 2014

KLASIFIKASI KARAKTER REBABAN GAYA SURAKARTA

Bambang SosodoroDosen Jurusan KarawitanFakultas Seni Pertunjukan

ISI Surakarta

Abstrak

Pada dasarnya, penelitian ini menguji konsep yang terkandung dalam rebaban gaya Surakarta. Istilahyang berhubungan dengan karakter atau rasa rebaban, yaitu seperti: Prasaja, utuh, Alus, anteb, mbranyak,sigrak, tregel, prenes, rongeh, cakrak, dan Berag. Dalam kehidupan musik Jawa hingga saat ini, fenomenaistilah masih sering ditemui. Laporan tentang karakter rebaban selalu menunjuk pada seseorang(pengrebab). Contoh Wahyopangrawit, adalah sosok pengrebab cukup populer dan fenomenal dalammasyarakat musikgamelan dengan karakter yang Alus. Demikian pengrebab-pengrebab lain, pastimemiliki karakter rebaban berbeda. Di antara musisi gamelan, umumnya ditemukan karakter rebabanyang merupakan representasi dari karakter pribadi, sifat orang tersebut, atau refleksi dari perilakusehari-hari mereka. Di sisi lain, karakter rebaban juga merupakan bagian dari tingkah laku sehari-hari. Adalah bagaimana pengrebab berusaha untuk mencocokkan karakter karya musik (lagu/gending), yang pada dasarnya telah dibangun oleh permainan ricikan, terutama kerja ricikan ngajeng.Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan karakter rebaban berdasarkan pandangan oleh pengrawit.Labih Further, karakter ini diklasifikasikan atau dikelompokkan berdasarkan karakteristiknya. Secaragaris besar, karakter rebaban dapat dipisahkan menjadi dua keluarga besar, yang ditumpahkan danmbranyak. Kedua keluarga ini memiliki sub-sub-karakter, yaitu: Prasaja dan Alus dimasukkan padaseluruh wilayah karakter, sementara karakter mbranyak menyertakan karakter: prenes, tregel, cakrak,rongeh, dan Berag. Di antara karakter ini, ada beberapa perbedaan yang besar, tetapi juga ada beberapakarakter yang dapat dikatakan sama, identik, atau sewarna. Media ekspresi Rebaban adalah salahsatu dari sekian banyak media di gamelan Jawa. Rebaban juga merupakan ekspresi jiwa seniman,melalui permainan tangan dan jari.

Kata kunci: klasifikasi, karakter musik, rebaban

Abstract

In essence, this study examines a concept contained in rebaban Surakarta style. Ie terms that relate to thecharacter or flavor rebaban, such as: prasaja, whole, Alus, anteb, mbranyak, sigrak, tregel, prenes, rongeh,cakrak, and Berag. In Javanese musical life until today, the phenomenon of the terms are still often encountered.Statements about the character rebaban, always pointing at someone (pengrebab). Wahyopangrawit example, isa fairly popular figure pengrebab and phenomenal musical community with the whole character and Alus.Likewise pengrebab-pengrebab others, certainly has character rebaban different. Among musicians, generallyfound rebaban character is a representation of a personal character, the nature of the person, or a reflection oftheir daily behavior. On the other hand, the character rebaban also part of working on. Is how the tenants(pengrebab) seeks to match the character of the musical piece, which basically has been built by the gamesricikan, especially ricikan working on ngajeng. This study seeks to formulate characters rebaban based on theviews by the musicians. Labih Further, these characters are classified or grouped based on its characteristics.Broadly speaking, the character can rebaban dipilahkan into two large families, which is shed and mbranyak.Both of these families have a sub-sub-characters, namely: prasaja and Alus is entered on the whole character ofthe area, while the character mbranyak include characters: prenes, tregel, cakrak, rongeh, and Berag. Amongthese characters, there are some that are highly aggregated, but also there are a number of characters that can besaid to be similar, identical, or color. Rebaban medium of expression is one of the many mediums in Javanesegamelan. Rebaban also an expression of the artist’s soul, through the game hands and fingers.

Keywords: classification, musichal character, rebaban

Page 2: KLASIFIKASI KARAKTER REBABAN GAYA SURAKARTA

Klasifikasi Karakter Rebaban Gaya Surakarta Bambang Sosodoro

15Volume 14 Nomor 1 Bulan Mei 2014

Pengantar

Klasifikasi merupakan sebuah prosesuntuk mengelompokkan barang-barang yangdianggap mempunyai kesamaan-kesamaantertentu. Maka dari itu, klasifikasi bekerja ke duaarah yang berlawanan. Pertama, mempersatukansatuan-satuan ke dalam suatu kelompok. Kedua,memisahkan kesatuan-kesatuan tersebut darikelompok yang lain.1 Klasifikasi karakter rebabangaya Surakarta dalam studi ini dapat dipahamisebagai upaya mengkelompokkan suatu sifatbunyi yang dianggap sewarna atau identik danmemisahkan kelompok tersebut dari kelompoklain yang dianggap berbeda warna.

Di kalangan seniman karawitan(pengrawit) berkembang istilah-istilah yangdigunakan untuk menyebut dan membedakankarakter rebaban oleh masing-masing pengrebab.Istilah-istilah tersebut antara lain: alus, luruh,prasaja, anteb, prenes, tregel, mbranyak, rongeh, cakrak,bregas/ gagah, dan berag. Pada dasarnya karakter-karakter tersebut ada yang bersifat sangat pilahatau berlawanan, namun juga terdapat beberapayang identik, mirip atau sewarna. Lebih lanjut,setiap karakter rebaban tersebut juga memilikigradasi atau tingkatan tertentu, yang satu samalain adalah berbeda.

Untuk mempermudah melihat klasifikasibeserta gradasi karakter rebaban, terlebih dahuluperlu dibagi menjadi dua kelompok (keluarga)besar. Kelompok pertama adalah karekter yangbersifat halus atau lembut, oleh masyarakatkarawitan sering disebut rebaban alus (halus).Adapun kelompok kedua adalah karakter-karakter yang berlawanan dengan sifat halus ataulembut. Karakter yang dimaksud sering disebutrebaban rongeh atau mbranyak. Untuk dapatmembuat gradasi karakter-karakter rebaban sertamemasukkannya ke dalam dua kelompok besar,maka perlu diuraikan pengertian istilah-istilahtersebut terlebih dahulu. Baik secaraepistimologi kata, pengertian secara umum yangdigunakan dalam kehidupan sehari-hari, maupunpengertian secara musikal.

Luruh, alus, prasaja, rongeh, mbranyak, beragsesungguhnya adalah istilah-istilah yang beradadalam pemahaman lokus budaya Jawa. Sehingga,dalam kesenian Jawa yang merupakan produkdari budaya itu (Jawa), juga mengenal dan

muncul istilah-istilah tersebut. Dalam senipedalangan misalnya, bahwa karakter tokohwayang secara garis besar dibedakan menjadidua, yaitu luruh dan lanyap untuk karakter tokohputra alus, sedangkan untuk tokoh putri adalahoyi dan endhel. Identifikasi mengenai karaktertokoh wayang tersebut jelas dapat dilihat secarafisik. Untuk karakter luruh (atau disebuttumungkul) adalah wayang dengan raut mukamenunduk, contohnya: Janaka, Rama, Puntadewa(tokoh putra), dan Sembadra, Sinta (tokoh putri/oyi). Adapun karakter lanyap (disebut tumenga),yaitu wayang dengan arah pandangan matamendongak, melongok jauh ke depan,contohnya: Samba, Kresna (tokoh putra), danBanowati, Srikandhi (tokoh putri/ endhel).Selanjutnya, di antara karakter luruh dan lanyaptersebut masih terdapat sebuah karakter, yaitutumanduk atau sumuruh, contohnya: Irawan,Abimanyu, Suryatmaja, dan Lesmanawati untuktokoh putri.2

Perlu diketahui, meskipun beberapatokoh memiliki karakter yang dikatakan sama(misalnya luruh), akan tetapi sesungguhnya diantara tokoh tersebut memiliki tingkatan ataugradasi yang berbeda. Hal tersebut dapat dilihatdari perbandingan kedua tokoh yang sama-samaberkarakter luruh yaitu antara Janaka denganPuntadewa. Puntadewa memiliki karakter yanglebih luruh atau semeleh dibandingkan Janaka,karena pengalaman jiwa dan pengalaman tokohkedua tokoh tersebut berbeda.

Hal serupa juga dapat diamati padakarakter tari alusan yang juga dibedakan menjadidua, yaitu alusan luruh dan alusan lanyap. WahyuS.P. seorang seniman tari Surakarta menyatakan,bahwa di luar dua karakter tersebut, juga ditemuikarakter-karakter lain seperti: kenes, berag, prenes,dan tregel. Munculnya karakter-karakter tersebutsemata-mata karena imajinasi dan interpretasiseniman itu sendiri. Misalnya pak Ngalimanketika menarikan tokoh Janaka yang bingkainyaadalah alus-luruh, karena imajinasi daninterpretasinya berkembang lebih luas, mungkinluruhnya bisa mengandung unsur-unsur yang lainyaitu luruh tetapi agak bregas. Berbeda denganluruh-nya pk Maridi yaitu alus-luruh tetapi banyakluwesnya, sehingga kesannya seperti gayaperempuan. Selanjutnya, di antara karakter luruhdan lanyap, terdapat juga istilah luruh maupun

Page 3: KLASIFIKASI KARAKTER REBABAN GAYA SURAKARTA

1 6

Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang “Bunyi”

Volume 14 Nomor 1 Bulan Mei 2014

oyi tanggung dan lanyap maupun endhel tanggung.Contohnya tokoh Banowati adalah berkarakterendhel, akan tetapi endhel-nya tanggung (tengah-tengah), berbeda dengan tokoh Srikandhi yanglebih endhel. Wahyu S.P. juga menambahkan,bahwa patokan-patokan karakter tersebut dapatberkembang dengan ungkapan rasa ketika parapenari sedang membawakan tokoh tertentu.Misalnya, Srikandi-nya bu Darsi lebih kenes ataulebih tregel dibandingkan dengan Srikandinya buNanik.3

Secara singkat dapat dipahami, bahwamunculnya karakter-karakter atau rasa yangberagam tersebut pada dasarnya adalah karenapengembangan imajinasi dan interpretasi olehsetiap penari yang berbeda-beda. Di samping itu,pembawaan atau perilaku oleh penari pada setiapharinya juga menjadi faktor yang cukup kuatuntuk mempengaruhi karakter tersebut.Contohnya penari-penari alusan umumnyadiperankan oleh orang-orang yang jugaberkarakter halus, kalem, dan anteng. Bahkandalam pertunjukan wayang orang, tokoh-tokohalusan juga sering dibawakan oleh perempuan.

Luruh

Ditinjau dari epistimologi kata, luruhmerupakan bahasa Kawi yang artinya adalah:sareh, alon, katon djatmiko.4 Kata sareh kiranya dapatdisejajar dengan kata sabar yang maknanyaadalah tidak tergesa-gesa atau dapat menahanhawa nafsu. Dalam kehidupan sehari-hari, sarehmerupakan bahasa Jawa tengahan (krama ngoko)5

yang masih digunakan oleh sebagian orang Jawa,atau terkadang muncul pada saat tertentu,misalnya sebagai berikut:a) menawi nggulawetah lare menika pancen kedah

langkung sareh;b) sing sareh to pak, sareh;c) Pak lurah menika menawi ngendikan katon sarehTerjemahan Penulis:a) kalau mendidik anak itu memang harus lebih

sabarb) yang sabar pak, sabarc) pak lurah itu kalau berbicara nampak tidak

tergesa-gesa

Kata djatmiko sesungguhya adalahberkenaan dengan tingkah laku/ perilaku

seseorang, yaitu orang yang mengerti sopansatun. Adapun kata alon (krama ngoko) secaraharfiah memiliki makna yang sama dengan katasareh, akan tetapi lazimnya digunakan dalamkonteks yang berbeda. Yaitu lebih spesifikberkaitan tentang kecepatan yang berarti pelan(Jawa: rindik/ ora kesusu), dan berhubungandengan suara yang berarti lirih atau tidak keras,misalnya sebagai berikut:a. yen numpak sepeda alon-alon waeb. yen ngomong sing alon wae, mengko mundak

krungu tangganeTerjemahan penulis:a. kalau naik sepeda pelan-pelan sajab. kalau berbicara jangan keras-keras, nanti

bisa terdengar tetangga

Luruh atau ruruh secara harfiah berartihalus dan berwibawa. Dalam karawitan Jawajuga digunakan untuk menyebut salah satu hasilvokal sindhénan yang berkarakter halus.6

Misalnya, pesindhen-pesindhen yang terkenaldengan karakter luruh antara lain: Bu Tukinem,Bu Tugini, dan Bu Suparni. Pengertian luruhdalam konteks sindhenan tersebut dapatdipahami menyangkut tentang warna suara,pilihan cengkok dan wiledan, serta pembawaanketika menyindhen. Seperti pernyataan Daladi,seorang vokalis dan guru tembang yang menilaisalah satu pesindhen, sebagai berikut. “Butukinem kuwi wiledane lugu, ora aneh-neh, dangampang ditirukan”7(Bu Tukinem itu wiledannyasederhana, tidak macam-macam, dan mudahditirukan).

Di samping itu, luruh juga mengandungmakna tenang dan santun.8 “Tenang” adalahgambaran seperti air laut yang tidakbergelombang, atau sungai yang mengalir tanparintangan. Perumpamaan tersebut jika ditarikdalam persoalan musikal yakni rebaban, dapatdipahami bahwa karakter luruh adalahmengandung unsur-unsur sebagai berikut:1. lagunya (cengkok dan wiledan-nya) relatif

sederhana;2. suaranya datar, tidak banyak (atau bahkan

tidak) bergelombang;3. pergerakan jari (teknik jari) tidak teralu rumit

atau ramai;4. kosokan-nya (gesekannya rebab) mengalir

tenang, lembut dan tanpa dinamik (keras-lirih);

Page 4: KLASIFIKASI KARAKTER REBABAN GAYA SURAKARTA

Klasifikasi Karakter Rebaban Gaya Surakarta Bambang Sosodoro

17Volume 14 Nomor 1 Bulan Mei 2014

5. kosokan-nya relatif minimalis/ tidak banyakmenerapkan teknik kosokan yang bermacam-macam.

6. Rasanya cenderung ringan (entheng), tidakberat (anteb)

Alus

Alus oleh masyarakat Jawa, umumnyadigunakan untuk menyatakan sesuatu danperihal yang menjadi idamannya. Kata alussering muncul dalam pernyataan-pernyataansebagai ungkapan yang bernilai tinggi, misalnya:dalam tutur kata, tingkah laku, karya manusia,dan gerak tubuh.9 Dalam Kamus Jawa Bausastra,kata alus dapat berarti ora kasab (tidak kasar), becik(baik), ora groboh (tidak ceroboh), sarwa tata lansareh (sopan santun dan sabar), ora grusa-grusu(tidak terburu-buru). Penggunaan kata alusdalam keseharian tentu akan berkaitan dantergantung dari konteksnya, misalnya sebagaiberikut:a. mejane alus (mejanya halus)b. tangane alus (tangannya halus)c. ngomonge alus (bicaranya halus)d. piyayine alus (orangnya halus)e. montore suarane alus (motornya suaranya halus)

Jika dibandingkan dengan luruh, kata alusjelas lebih lazim dan memasyarakat, meskipunkeduanya memiliki makna yang identik. Olehmasyarakat Jawa, kata alus dapat digunakansecara lebih luas, misalnya untuk meraba benda,mendengarkan suara, dan melihat tingkah lakuatau gerak seseorang. Adapun luruh lebihcenderung kepada sifat dan kejiwaan seseorang,daripada hal-hal yang berupa fisik.

Istilah alus dalam seni karawitan hamiprselalu digunakan sebagai ungkapan yangmenyangkut tentang konsep keindahan, maupunkualitas garapan oleh masing-masing pengrawitdalam menyikapi ricikan-nya. Garapan yang alusumumnya menjadi sebuah idaman dan kualitasyang dianggap baik. Berikut beberapa contohungkapan yang dimaksud:a. pak Wakijo kendhangane alus (pak Wakijo

kendhangannya halus)b. pak Wahyo rebabane alus (pak Wahyo rebabannya

halus)c. pak Kamso genderane alus (pak Kamso

genderannya halus)d. bu Tukinem sindhenane alus (bu Tukinem

sindenannya halus)

Jika dikaitkan dengan luruh,sesungguhnya alus dapat dikatakan sebagaibagian (sub karakter) dari karakter luruh. Dikalangan orang seni (pertunjukan), alus dan luruhsering disejajarkan dan diartikan sama. Artinya,di antara dua kata tersebut memang digunakansecara bergantian. Maka dari itu, terkadangmuncul suatu ungkapan: “alus kuwi ya luruh” atau“luruh kuwi ya alus” (alus itu juga luruh, luruh itujuga alus). Jika kata alus lebih sering digunakanadalah hal yang sangat wajar, karena katatersebut lebih sering kita dengarkan dalamkehidupan sehari-hari, bahkan kita mengenalnyaketika masih kanak-kanak. Namun demikian adayang berpendapat lain, bahwa: “luruh karo aluskuwi cedhak, tapi ora padha, jarak kedekatannyamemang tidak jelas”10 (luruh dengan alus itudekat, tetapi tidak sama).

Meskipun pernyataan tersebut tidakmemberi penjelasan secara lebih lanjut, tetapipatut mendapat perhatian, karena fakta luruh danalus dalam rebaban adalah berbeda. Luruh itutentu berkarakter alus, akan tetapi alus belumtentu berkarakter luruh. Meskipun secarapengertiannya lebih luas luruh, akan tetapi dalamkonteks karakter rebaban, alus memiliki teba yanglebih luas. Hal ini terbukti dalam ungkapan-ungkapan yang menyatakan, bahwa pengrebabberkarakter alus adalah beragam, yaitu alus dalampengertian alus-prasaja, alus-anteb, alus-mbranyak,alus-tregel, dan sebagainya.

Prasaja

Disebutkan dalam kamus Bausastra Jawa,bahwa kata prasaja juga disebut pasaja adalahberarti becik (baik), tanpa rerenggan11 (tanpahiasan). Dalam budaya Jawa, kata prasaja seringdigunakan sebagai ungkapan (paribahasa), yakniberkaitan dengan pembinaan spiritual,kepercayaan beragaman, budi luhur ataukepribadian. Salah satu contohnya sebagaiberikut: “Urip kang prasaja lan aja mung melikgebyar”. Maksud dari ungkapan tersebut adalah,bahwa orang hidup itu hendaknya sederhana,jangan hanya menginginkan hal-hal yang

Page 5: KLASIFIKASI KARAKTER REBABAN GAYA SURAKARTA

1 8

Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang “Bunyi”

Volume 14 Nomor 1 Bulan Mei 2014

gemerlap. Prasaja secara harfiah berartisederhana (Jawa: lugu). Dalam karawitan Jawajuga digunakan untuk menyebut salah satu hasilgarapan yang umumnya cenderungdihubungkan dengan karakter alus. Namundemikian apabila dicermati, prasaja memilikiunsur khusus, yakni kesederhanaan yangsebenarnya tidak berkaitan dengan alus. Artinya,bahwa prasaja itu belum tentu berkarakter alus.Sebaliknya, alus juga belum tentu prasaja .Sebagaimana telah diutarakan, bahwa alus dapatmengandung unsur mbranyak “lanyap”, anteb,tregel, dan prenes.

Fakta yang ditemui dalam karawitanJawa, bahwa pengrawit atau sindhen yangmendapat predikat atau sebutan karakter prasaja,umumnya adalah individu atau pribadi yanghalus. Dengan demikian kiranya lebih tepat jikakarakter prasaja identik dengan karakter luruh,sehingga dapat dipahami bahwa karakter luruhbisa mengandung unsur prasaja, sedangkanrebaban yang prasaja adalah juga dapat disebutberkarakter luruh. Karakter prasaja tentu jugamemiliki tingkatan tertentu. Diketahui, bahwabu Tukinem cengkok wiledan-nya lebih prasajadibandingkan bu Parni meskipun mereka sama-sama berkarakter luruh.

Karakter prasaja (termasuk karakter yanglain) sesungguhnya merupakan manifestasi darikarakter individu. Buktinya, pengrawit-pengrawit dan pesindhen yang garapan ricikanyaadalah prasaja, umumya adalah orang-orang yangdalam aktifitasnya juga cenderung sederhana,tidak banyak bicara, jika berbicara halus, lembut,dan sering disebut orang yang pendiam.Gambaran mengenai karakter tersebut dapatdilihat pada sosok Mulyono (pak Mul Perot)seorang abdi dalem kraton Surakarta yang mijisebagai pengrebab. Penilaian terhadap Mulyonoyang terkenal dengan rebaban prasaja atau lugu,menempatkannya sebagai pengrebab dengan gayayang tidak seperti pada umumnya. Bahkanmuncul ungkapan seperti berikut.”Pak mulyonokae rebabane lugu banget” (Pak mulyono iturebabannya sederhana sekali). Kata sederhanadalam kalimat tersebut dapat dipahami bahwalagu atau wiledan rebaban yang ditampilkan adalahlugu (ora neka-neka). Di samping itu, juga dapatberarti tidak banyak variasi teknik jari maupunkosokan, serta tidak dinamik (Jawa: ndlujur).

Dari pemaparan mengenai pengertianluruh, alus, dan prasaja, dapat dirumuskansementara, bahwa ketiga karakter tersebutkiranya dapat dijadikan dalam satu kelompok/keluarga. Hal itu didasarkan pada sifat/ rasayang identik, dan pengertian kata dari ketiganyayang memiliki keserasian makna. Dalam studiini, dipilih kata luruh sebagai “induk keluarga”,karena pada dasarnya luruh dapat mencakupkarakter alus dan prasaja. Jika digambarkan dalamsebuah model, akan ditemukan seperti berikut.

Gambar 1. Model kelompok karakter luruh.

Gambar tersebut menunjukkan, bahwaprasaja memiliki skala yang relatif paling kecil,dan berada pada kedalaman karakter luruh.Adapun karakter alus, meskipun merupakan subdari karakter luruh, akan tetapi posisinya beradapada lapisan luar. Artinya sesungguhnya justrulebih kompleks dan luas, karena alus dapatmengandung unsur-unsur karakter lain, yangselanjutnya akan dibahas.

Mbranyak

Mbranyak berasal dari kata dasar branyakyang mengandung pengertian lanyap sartandangak,12 yaitu umumnya dalam hal pandanganmata. Kiranya istilah mbranyak dapat disejajarkandengan pengertian kata lanyap dalam karaktertokoh wayang. Dalam karawitan Jawa, istilahmbranyak lebih lazim digunakan oleh parapengrawit untuk menyebut sebuah karaktertertentu (umumnya rebaban), dibandingkan katalanyap. Sebaliknya, istilah mbranyak menjadi katapengganti atau alternatif dari istilah lanyap, baikdalam karakter tokoh wayang maupun tari.

Prasaja

Luruh

Alus

Page 6: KLASIFIKASI KARAKTER REBABAN GAYA SURAKARTA

Klasifikasi Karakter Rebaban Gaya Surakarta Bambang Sosodoro

19Volume 14 Nomor 1 Bulan Mei 2014

Mereka lebih lazim menyebut dengan katalanyap.

Mbranyak sebagai sebuah karakter rebaban,terkadang (atau sering) muncul dalam ungkapansebagai berikut: “rebabane alus ning rada mbranyak”(terjemahan: rebabannya halus tetapi sedikitmbranyak), seperti tutur Djumadi ketika menilairata-rata karakter rebaban pengrawit dari daerahNggombang Klaten.13 Pernyataan Djumaditersebut dapat dipahami, bahwa mbranyaksesungguhnya dapat dikategorikan alus, akantetapi memiliki gradasi yang berbeda dengan alusluruh seperti pada rebaban Wahyopangrawit. Jikademikian, pengertian mbranyak tentu dapatdisejajarkan dengan kata lanyap, sebagaimanadalam tari alusan dibagi menjadi dua, yaitu alusluruh dan alus lanyap (atau alus mbranyak). Lebihlanjut, hal ini juga diperkuat oleh Wahyu S.P.yang menyatakan “Mbranyak atau lanyap banyakdigunakan dalam tari alus putra maupun putri.Pengertiannya hampir sama. Ada yangmengatakan lanyap, ada yang mbranyak. Mbranyakitu alus tapi lincah.”14

Prenes

Dalam Kamus Jawa Bausastra, kata prenesjuga disebut pernes yaitu “pratingkahan kangginawe-gawe” (tingkah laku yang dibuat-buat),dan “lumrahe ngemu rasa miluta.” Kata milutaartinya adalah menarik hati. Jadi, prenes jugadapat dipahami sebagai tingkah laku yangsengaja menarik hati seseorang atau sekelompokorang. Prenes atau prenesan lazimnya digunakandalam suatu adegan pada cerita wayang.Misalnya adegan Janaka dengan Sembadra dalamlakon “Kangsa Adu Jago”, prenesane adalah:Janaka mencubit Sembadra. Maka, prenessesungguhnya adalah juga bercanda (Jawa:gojekan).

Dalam permainan ricikan (juga dalamvokal), prenes adalah upaya seniman untukmemamerkan diri (Jawa: gemaib) ataumenunjukkan kebolehan, ketrampilan dihadapanaudien. Maka kecenderungannya adalah dekatdengan karakter berag, yaitu memiliki kesanriang, gembira. Fenomena prenes dalam rebabandapat dijumpai dalam wiledan tertentu, yaknimenyangkut tentang tafsir oleh pengrebab itusendiri. Wiledan-wiledan yang dipandang tidak

seperti umumnya, dan terkadang muncul secaraspontan adalah termasuk kategori prenes.Misalnya, terdapat ungkapan: rebabane nyindheni(artinya menirukan cengkok sindhenan). Disamping itu juga ada yang mengatakan: kemaki,kemayu, atau bahkan ndagel, tetapi pada batas-batas tertentu. Wiledan prenes, umumnya seringdipertunjukkan oleh pengrebab yang telahmemiliki virtuositas tinggi.

Prenes dalam konteks karawitan Jawa jugabisa berarti karakter gendhing yang tentu telahdibangun oleh permainan ricikan melaluiinterpretasi para pengrawit terdahulu. Misalnyauntuk menyajkan gendhing-gendhing yang lazimditafsir prenes seperti gendhing Onang-onang danPangkur, maka para pengrawit berusahamenyesuaikan karakter tersebut. Prenes padaakhirnya juga dapat mengarah dan mencapaiklimaknya menjadi karakter gecul sepertiladrang Mandraguna dan Gegot . Tentunya,tergantung oleh penggarapnya. Dengandemikian, prenes sesungguhnya adalah bagiandari garap.

Tregel

Disebutkan dalam kamus Jawa Bausastra,bahwa kata tersebut juga disebut tergal yangartinya adalah grusa-grusu (terburu-buru). Jikamelihat maknanya, kata tregel memang memilikikonotasi negatif, yaitu sesuatu yang dipandangkurang baik oleh masyarakat Jawa, karena bukanmerupakan perilaku yang dianggap ideal atauyang didambakan seperti alus dan prasaja. Namundemikian pengetian tregel dalam karawitan adalahtidak sempit, melainkan berkembang danbermakna lebih luas. Yaitu dapat menyangkuttentang gaya seseorang (khususnya sindhen)dalam membawakan atau melantunkan lagumelalui wiledannya. Seperti yang disampaikanDaladi (seorang vokalis dan guru sindhen),bahwa tregel dalam vokal mengandungpengertian sebagai berikut.- nyuara sing sok cepet, (bersuara yang terkadang

cepat)- cekat- ceket (bergegas/ cekatan), dan- trampil.

Daladi juga menambahkan, bahwa tregeladalah terdapat dalam karakter mbranyak.15

Page 7: KLASIFIKASI KARAKTER REBABAN GAYA SURAKARTA

2 0

Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang “Bunyi”

Volume 14 Nomor 1 Bulan Mei 2014

Artinya merupakan sub karakter mbranyak.Seperti penggunaan teknik gregel dalam sajianvokal, juga dapat menjadikan karakter tregel.Jadi, tregel memang dapat dikategorikan sebagaikarakter mbranyak, akan tetapi karakter mbranyakadalah belum tentu tregel.

Tingkatan-tingkatan tregel dalampenyajian vokal, tentu juga bermacam-macam.Yaitu ada yang tregelnya relatif sederhana atauumum, namun juga bisa sangat tregel. Darsono(vokal) mengidentifikasi, bahwa tregel padadasarnya adalah vibrasi (getaran) tertentu. Iamemberi contoh karakter tregel pada sosoksindhen seperti Tambang Raras dan bu Marmi,yaitu suara yang kedher atau ngetril. Seperti contohbu Tukinem, adalah tidak memiliki tregel,sehingga beliau dikategorikan luruh.16

Berkaitan dengan istilah tersebut,Bambang Suwarno menyatakan bahwa tregelmemiliki kecenderungan sifat-sifat yangumumnya terdapat pada sosok perempuan,seperti: kemewat, nggemeske (menggemaskan)kenes, kemayu (genit). Dalam tokoh wayang putri,sifat-sifat tersebut disebut endel (seperti tokohBanowati dan Srikandhi).17 Juga dalam hal geraktari, tregel adalah pembawaan penari yangmencoba memamerkan erotiknya. Seperti contohtarian bu Laksminta Rukmi ketika menarikanbedhaya, yaitu terdapat unsur tregelnya padagerakan- gerakan tertentu.18 Singkatnya, tregeladalah sifat yang sangat bertolak belakangdengan karakter luruh.

Cakrak

Dalam praktik musikal karawitan Jawa,cakrak adalah sebuah istilah berkaitan dengankarakter tertentu, yang hampir selaludihubungkan dengan kesan rasa gagah dan lugasatau tegas. Sebagian pengrawit juga seringmensejajarkan istilah cakrak dengan bregas atausigrak. Cakrak, bregas atau sigrak memang secarawujud garapan “rebaban” dapat dikatakan sama.Namun demikian jika ditinjau dari arti kata,sesunggunya ketiga istilah tersebut memilikipenekanan makna yang berbeda. Sigrak dalambahasa Jawa adalah sarwa tjoekat (ora aras-arasen),19

artinya tidak lesu atau tidak bermalas-malasan.Sigrak juga mengandung pengertian ramai danbersemangat, sehinga memiliki kesan gembira.

Lain halnya dengan bregas, yaitu identik dengankesan rasa gagah, sedangkan cakrak sekiranyahanya sebagai kata ganti dari sifat yang tegasatau lugas.

Sesungguhnya, kata cakrak, bregas, dansigrak adalah bukan istilah dalam musik,melainkan kata pinjaman yang lazimnyadigunakan untuk menyebut tentang tingkah lakuatau gerak (Jawa: solah bawa) sesorang.Munculnya istilah-istilah tersebut sebagai sebuahkarakter rebaban, tentu semata-mata untukmembedakan keberagaman rasa rebaban olehmasing-masing pengrebab yang satu sama lainadalah berbeda.

Faktanya, di antara ketiga istilah tersebut,adalah bregas yang sering atau umum digunakanolah para pengrawit untuk menyebut karakterrebaban, misalnya: “pak Marto rebabane bregas”, pakWahyo alus ning bregas. Meskipun demikian, istilahcakrak juga terkadang muncul, misalnya: “PakRaji rebabane cakrak”, artinya bahwa wiledan sertapembawaan (Jawa: cak-cakane) rebaban yangditampilkan Suraji adalah tegas dan lugas.Cakrak dalam kalimat tersebut juga mungkinmengandung unsur bregas dan sigrak. Dengandemikian, cakrak, bregas, dan sigrak adalahmemiliki keserasian makna.

Rongeh

Kata rongeh dalam Kamus Jawa Baoesastraberarti “ora anteng” (tidak tenang), “tansah polah”(selalu bertingkah atau banyak gerak).20 Jugadisebutkan oleh Prawiroatmadjo, rongeh berartilincah. Dalam budaya Jawa, kata rongehumumnya memiliki konotasi yang kurang baikatau kurang ideal, yakni berkenaan dengantingkah laku orang yang dianggap melampauibatas-batas norma atau etika. Meskipun jarangditemui dalam bahasa sehari-hari, rongeh adalahmerupakan ungkapan rasa dari seseorang yangmengandung unsur negatif, misalnya sebagaiberikut: “wong wedok kuwi kok rongeh banget,senengane lirak-lirik” (perempuan itu rongeh sekali,kebiasaannya melirik kesana-kesini).

Dalam seni tari misalnya, gerakan ataujoged rongeh juga dipandang memiliki unsur yangnegatif, sehingga dianggap bukan merupakankualitas gerak tari yang ideal atau yang dicita-citakan. Terkecuali, memang memerankan tokoh

Page 8: KLASIFIKASI KARAKTER REBABAN GAYA SURAKARTA

Klasifikasi Karakter Rebaban Gaya Surakarta Bambang Sosodoro

21Volume 14 Nomor 1 Bulan Mei 2014

dalam adegan lawak atau dagelan (misalnya:punakawan, togok-mbilung, dan sebagainya).Berbeda dengan dunia pewayangan, pengertianrongeh yaitu lebih kepada sifat tokoh, bukan fisikdari tokoh. Artinya, tokoh yang berkarakterlanyap belum tentu rongeh. Sebaliknya, tokohraksasa seperti Kumbokarno meskipun bukanberkarakter luruh, akan tetapi sifatnya halus.

Istilah rongeh justru berkembang dan lebihsering digunakan dalam karawitan Jawa, yakniuntuk menyebut suatu karakter (rasa) rebaban.Rongeh dalam konteks karawitan bukanmerupakan hal yang dianggap negatif atau kasar,melainkan lebih luas pengertiannya. Yaitu sebuahungkapan untuk menilai sajian rebaban, seperticontoh berikut:- pak Marto rebabane rongeh banget- pak Cip kae rebabane alus ning rada rongeh,- yen pak Panca kae luwih rongeh saka pak Marto,

Jika menyimak ungkapan-ungkapantersebut, rongeh adalah karakter yangberlawanan dengan karater luruh. Rongeh dalamrebaban setidaknya mengandung unsur-unsursebagai berikut:- wiledane akeh- wiledane macem-macem,- sugih wiledan, (kaya wiledan)- wiledannya tidak umum

Berag

Setelah memahami pengertian tentangistilah mbranyak, prenes, tregel, cakrak, dan rongeh,berikut adalah penjelasan istilah berag sebagaiistilah yang terakhir dalam pembahasan ini.Secara harfiah, berag berarti riang dan sangatgembira. Sebagaimana disebutkan dalam kamusBausastra Jawa, bahwa berag mengandungpengertian: katon seneng, lan bungah, birahi.Sebagian masyarakat karawitan, pada umumnyamemahami berag sebagai sebuah karaktergendhing. Akan tetapi perlu diketahui, bahwaterwujudnya karakter berag pada gendhingadalah terbangun dari permainan ricikan.Artinya bahwa fenomena berag pada gendhingdapat dijumpai garap ricikan, terutama ricikangarap ngajeng (seperti: rebab, kendhang, gender,bonang, dan sindhen). Sebagai contoh:

- Teknik imbal-sekaran dalam bonangan;- Kendhangan ciblon (gambyakan atau kebar);- cengkok-cengkok dalam genderan (misalnya:

onang-onang bagian inggah kenong 1 dan 2 padagatra 3 sebelum andhegan atau mandheg(berhenti) menjelang kenong;

- Wiledan-wiledan pada rebaban (misalnya dalampathetan, wiledan putut gelut, ayu kuning, dansebagainya); serta

- Senggakan-senggakan dalam garap ciblon yangdibawakan oleh vokalis putra (sering disebutgerong). Selain itu, juga termasuk gendhing-gendhing dolanan (seperti: Pedhisil, Koning-koning, Menthok-menthok) yang suasanamusikalnya adalah riang dan gembira.

Selain sebagai karakter/ sifat/ atau rasagendhing, istilah berag juga digunakan untukmenyebut karakter rebaban. Secara mendasar,pengertian berag dalam rebaban adalah dapatmenyangkut dua hal. Pertama berag sebagaipengetahuan pengrebab tentang karaktergendhing, kedua adalah sebagai karakter rebaban(bawaan) yang bersifat sangat individu. Sebagaipengetahuan dimaksudkan bahwa pengrebabdalam menggarap gendhing kaitannya denganmembuat wiledan dan cengkok , terkadangberusaha untuk menyesuaikan karaktergendhingnya, sebagaimana telah disepakati olehmasyarakat karawitan tradisi. Terkait denganhal tersebut, Rahayu Supanggah menjelaskanbahwa karakter gendhing Jawa oleh parapengrawit diklasifikasikan menjadi beberapajenis, antara lain: gendhing regu (wibawa), tlutur(sedih), sigrak (gembira), gecul (lucu), prenes(asmara), gobyok (ramai, dan segar menghibur),dan sereng (marah). Meskipun demikian, mungkinjuga tidak sedikit pengrebab yang “menghiraukan”karakter gendhing tersebut. Artinya merekamenyikapi semua gendhing adalah hampir sama.Seperti contoh rebaban Wahyopangrawit, banyakyang berpendapat bahwa antara gendhing sedih,prenes, gecul, dan regu rasanya ialah hampir sama,yakni alus dan ndlujur (datar). Di sisi lain, beragadalah upaya pengrebab untuk menghidupkangendhing. Dengan potensinya itu, akhirnya jugamenentukan kualitas dari sajian gendhing.

Seperti yang telah disampaikan, bahwaberag juga dapat merupakan karakter bawaan

Page 9: KLASIFIKASI KARAKTER REBABAN GAYA SURAKARTA

2 2

Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang “Bunyi”

Volume 14 Nomor 1 Bulan Mei 2014

yang pada dasarnya bersifat individu. Artinya,bahwa karakter tersebut selalu melekat padapengrebab. Berag dalam hal ini kiranya bukanberarti gembira, melainkan birahi dalam halgarap. Yaitu seperti “pamer” kekayaan garap,sebagaimana garap rebab menjadi acuan garapgenderan dan sindhenan. Pengrebab yangberkarakter berag memang tidak banyakdijumpai, Suraji adalah salah satu contoh pengrebabyang berag dalam garap dimaksud. Selain dalamgarap gendhing, berag juga dapat menyangkut halteknik, yaitu ketrampilan jari dan kosokan,contohnya rebaban Martopangrawi. Jadi secarasingkat dapat dipahami, bahwa birahi atau brahiadalah memiliki nuansa ingin menonjolkan diridan mempertunjukkan sesuatu yang istimewa.

Karakter berag bisa dikatakan sebagaikarakter yang berada pada tingkat atau level“teratas”. Yaitu sifat yang lebih ramai (Jawa:luwih rowa) dari karakter rongeh, meskipunkeduanya jika ditinjau dari pengertian katanyaadalah berbeda. Rongeh adalah belum tentuberkarakter berag, akan tetapi berag mengandungunsur rongeh. Dengan demikian, karakter beragadalah terdapat dalam sub karakter rongeh dandapat digolongkan dalam keluarga karaktermbranyak. Setelah mengupas secara satu persatuistilah-istilah dalam karakter rebaban, selanjutnyadapat dipilah-pilahkan dan diklasifikasikanmenurut sifatnya. Lebih jelasnya, klasifikasikarakter rebaban tersebut dapat diwujudkandalam model di bawah ini.

Gambar 2. Model Klasifikasi Karakter Rebaban.

Pada dasarnya model tersebut adalahwujud penyerdehanaan mengenai klasifikasikarakter rebaban, berdasarkan uraian-uraian yangtelah disampaikan. Pemilihan dua kata antara

luruh dan mbranyak sebagai kepala keluargakarakter, sebenarnya hanya sekedar untukmewakili nama-nama karakter yang telahdipisahkan berdasarkan pengertian dan ciri-cirinya. Kedua kata tersebut dipandang serasisebagaimana pengertian luruh dan lanyap padakarakter tokoh wayang, yaitu luruh (menunduk),lanyap atau mbranyak adalah mendongak. Untukmelihat perbedaan antar karakter khususnyapada kelompok (keluarga) karakter mbranyak,lebih jelasnya dapat dilihat pada rangkuman dibawah ini.

Tabel 1. Daftar Rangkuman Pengertian Karakter-Karakter Rebaban.

Setelah mendapatkan pemahamanmengenai klasifikasi karakter rebaban gayaSurakarta, selajutnya perlu diketahui nama-namapengrebab atau seniman karawitan yang diakui(atau pernah diakui), baik oleh masyarakatkarawitan secara umum maupun pada wilayahatau kelompok tertentu.Karakter Rebaban

MbranyakLuruh

Prasaja AlusTregel

Prenes

Cakrak/Bregas

Rongeh

Berag

Mbranyak Tregel Prenes Cakrak Rongeh Berag 1 2 3 4 5 6

ada unsur alus tetapi lincah, rasanya renyah, lebih sigrak, lanyap sarta ndangak (seperti karakter lanyap dalam tokoh wayang), umumnya dalm hal polatan/ pandangan

merupakan sub dari mbranyak, lincah, ada sifat perempuan, kenes atau kemayu (genit), menggemaskan wiledan sulit ditebak, ada unsur memerkan erotis, cekat-ceket (cekatan), trampil, dan menarik

identik dengan tregel, lincah, rasanya segar, semu gojek (bercanda), bernuansa meledek, memamerkan kemolekan, dan menarik hati

Lugas, tegas, gagah, bregas

Banyak gerak (jari maupun kosokan, banyak ornamen hias (gregel, vibrasi), ada dinamiknya, wiledan tidak seperti umumnya, tidak tertata, terkadang muncul spontan

Birahi/ brahi (senang) memamerkan Wiledan/ ketrampilan jari, garap gendhing, rasanya sangat riang, gembira sekali, bersemangat, ada unsur erotis, lebih ramai dari rongeh,

No Nama Pengrebab

aktifitas/ instansi/ kelompok/ Keterangan

1. Demang Bremara RRI SKA Meninggal 2. Puspalalita RRI SKA Meninggal 3 Pancapangrawit RRI SKA Meninggal 4. Gunapangrawit RRI SKA Meninggal 5. Martopangrawit Kraton-Konser-ASKI Meninggal 6. Mul Waliyem RRI Jakarta Meninggal 7. Ciptasuwarso RRI SKA Meninggal 8 Darso “Cothil” Djagalan Meninggal 9 Wahyopangrawit RRI SKA Meninggal 10 Kamsu RRI Jakarta Meninggal 11 Mulyono Kraton Surakarta Meninggal

12 Ki Mujoko Joko Raharjo Nggombang Klaten Meninggal

13 Ki Sigit Gandadiharjo Klaten Meninggal

14 Dalimin RRI SKA- Mangkunegaran Meninggal

15 Walidi ASKI-SMKI Meninggal 16 Mujiono (PDMN) Mangkunegaran Meninggal

Page 10: KLASIFIKASI KARAKTER REBABAN GAYA SURAKARTA

Klasifikasi Karakter Rebaban Gaya Surakarta Bambang Sosodoro

23Volume 14 Nomor 1 Bulan Mei 2014

Tabel 2. Daftar Nama-nama Pengrebab.

Nama-nama pengrebab yang telahdisebutkan adalah seniman-seniman karawitanyang berdomisili dan beraktifitas (berkarawitan)di wilayah Surakarta, serta beberapa di Jakarta(RRI). Selain nama-nama tersebut, tentu masihterdapat beberapa (atau mungkin banyak)pengrebab yang belum sempat disebutkan.Setidaknya nama-nama tersebut telah mewakilipeta pengrebab gaya Surakarta yang kebanyakanberada di Surakarta dan sekitarnya. Baik darilingkungan akademis maupun seniman alam,bahkan para dalang yang juga diakui sebagaipengrebab handal.

Mencermati tabel tersebut, bahwasebagian besar dari mereka adalah sebagaipegawai atau pengrawit RRI. Di samping itumereka juga mengabdikan diri di KratonSurakarta maupun Pura Mangkunegaran, sebagaiabdi dalem pangrawit. Dalam rangka memenuhikebutuhan hidupnya, sebagian dari mereka jugaberprofesi sebagai seniman praktisi atau pengrebabprofesional. Yaitu mengais rejeki dengan menjadipengrebab pada kelompok-kelompok karawitan,baik karawitan untuk keperluan mandiri(klenengan), maupun sebagai pengrebab dalampertunjukan wayang kulit. Misalnya menjadipengrebab Ki Anom Suroto atau Ki MantebSudarsono. Hal tersebut tentu berbeda denganMartopangrawit, Djumadi dan beberapa lainnyayang lulusan ASKI Surakarta, adalah lebihsebagai guru rebab daripada pemain rebab. Baiksebagai guru di Konservatrori (SMKI), atau diASKI (ISI) Surakarta.

Seperti yang telah diketahui bersama,bahwa setiap pengrebab adalah memiliki karakteratau rasa yang berbeda-beda. Dari sejumlah

pengrebab yang telah disebutkan, terdapatkarakter yang dapat dikatakan mirip atausewarna, namun juga ada yang sangat“bersebrangan”, sebagaimana antara karakterluruh dan rongeh. Beberapa pengrebab dari RRImisalnya, adalah memiliki kecenderungankarakter rebaban yang hampir sama, meskipunsatu sama lain memiiki ciri khas ataukeistimewaan yang berbeda-beda. Hal itusangatlah wajar, karena karakter rebabanseseorang juga dipengaruhi oleh faktorlingkungan (atau kelompok) karawitan. Di sisilain adalah hal yang biasa, seorang pengrebabmengkiblat atau mengidolakan para seniornya.Karena keberagaman karakter individu,akhirnya muncul pribadi-pribadi denganidentitas yang satu sama lain adalah bebeda.Untuk lebih jelasnya, berikut adalah beberapacontoh nama-nama pengrebab dengan karakteralus.

17 Ki Saguh Nggombang/ Condong Raos Hidup

18 Suyadi RRI SKA- Mangkunegaran Hidup

19 Sri Hastanto ASKI Hidup 20 Harjito ASKI/ Amerika Hidup 21 Slamet Suparno ASKI Hidup 21 Supanggah ASKI Hidup 23 Djumadi Kraton Surakarta Hidup 24 Saptono Kraton Surakarta Hidup 25 Gendhon Klaten Hidup 26 Muryono Klaten Hidup 27 Panggyo STSI Surakarta Hidup 28 Suraji STSI Surakarta Hidup 29 Ngahono Sriwedari Surakarta Hidup

Alus-Prasaja Alus- Luruh Alus-Anteb Alus- Mbranyak Alus-Tregel

1 Mulyono 2 Wahyo Pangrawit 3 Demang Bremara 4 Puspalalita 5 Ciptosuwarso 6 Mul Waliyem 7 Ki Mujoko 8 Suyadi 9 Djumadi 10 Darso Cothil 11 Saguh 12 Mujiono 13 Muryono 14 Gendhon

Keluarga Luruh

Keluarga Mbranyak

Tabel 3. Klasifikasi Pengrebab (Kelompok Luruh)Berdasarkan Karakternya Rebabannya.

Seperti yang telah disampaikansebelumnya, bahwa karakter alus pada dasarnyamerupakan sub karakter luruh yang tebanyaadalah relatif luas. Dikatakan demikian, karenafakta dalam karekter alus terdapat “karakter-karakter sisipan” atau penekanan yang beragam,misalnya: alus-prasaja, alus-luruh, alus-anteb, alus-mbranyak; alus-tregel atau alus-prenes.

Beberapa pengrebab yang “mengiblat” paraseniornya, seperti yang telah disinggungsebelumnya, jika diamati akan membentuksemacam rantai, seperti contoh berikut ini: MulWaliyem--> Ciptasuwarso--> Puspalalita-->Demang Bremara. Meskipun karakternya sejenis,

Page 11: KLASIFIKASI KARAKTER REBABAN GAYA SURAKARTA

2 4

Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang “Bunyi”

Volume 14 Nomor 1 Bulan Mei 2014

akan tetapi seperti apa yang nampak pada tabel,bahwa satu sama lain memiliki kecenderunganyang berbeda-beda. Sejumlah pengrebab jugamenunjukkan karakter yang berbeda denganpengrebab-pengrebab tersebut. Seperti Mulyono,Wahyopangrawit, Muryono adalah berkarakteralus luruh, yang juga mengandung unsur ataudekat dengan karakter alus prasaja. Adapunpengrebab-pengrebab yang tidak tercantum dalamtabel karakter keluarga luruh, yaitu mereka yangdipandang berkarakter mbranyak . adalahberkarakter alus luruh, yang juga mengandungunsur atau dekat dengan karakter alus prasaja.Adapun pengrebab-pengrebab yang tidak tercantumdalam tabel karakter keluarga luruh, yaitumereka yang dipandang berkarakter mbranyak.Adalah Pancapangrawit; Martapangrawit;Gunapangrawit; Dalimin; Sri Hastanto;Supanggah; Saptono; dan Suraji. Berikutklasifikasinya berdasarkan karakternya.

digunakan adalah berbeda. Meskipun dikatakanrongeh, sesungguhnya ketiga pengrebab tersebuttetap memiliki unsur alus, sebagaimana bahwakarakter mbranyak adalah juga mengandungunsur alus. Akan tetapi alusnya tersebut tentuberbeda dengan alusnya Wahyopangrawit.

Untuk kolom ke 4 disebut karakter rongeh-berag-bregas, adalah merupakan karakter rebabanyang suasananya “paling ramai”. Pengertianramai adalah menyangkut wiledan, teknik-teknikjari, serta kosokan yang cenderung lebih banyakatau variatif dibandingkan dengan karaktermbranyak-rongeh. Catatan mengenai keduapengrebab tersebut, sering dikatakan bahwarebaban Martapangrawit seirip denganPancapangrawit. Seperti yang dituturkan olehDjumadi, Mungkin Martapangrawit sedikitbanyak dipengaruhi oleh rebaban Pancapangrawit,yang juga diakui sebagai gurunya. Djumadi jugamenambahkan, bahwa Pancapangrawit lebihrongeh-berag dibanding Martopangrawit, danmenyebut rebaban Pancapangrawit memiliki unsurseperti “kamaki”

Pengrebab-pengrebab yang masuk padakolom 3 dan 4, adalah mereka yang karakterrebabannya berada di tengah-tengah antarakarakter mbranyak-rongeh dan rongeh-berag.Dalimin dan Gunapangrawit meskipunkarakternya bisa dikatakan relatif sama (ataumungkin juga tidak), akan tetapi merekamemiliki rasa anteb. Adapun Suraji lebih kepadakarakter cakrak yaitu lugas dan tegas, juga beragdalam hal garap.

Kesimpulan

Demikian pembahasan mengenai keduakeluarga karakter antara luruh dan mbranyak.Pengelompokkan pengrebab berdasarkankarakternya seperti yang telah dijabarkan dalamtabel-tabel tersebut adalah sebuah gambaranglobal. Artinya masih perlu diteliti lebih lanjut.Bahkan, untuk menguak sebuah karakter salahsatu pengrebab saja, perlu kesempatan tersendiri.Klasifikasi tersebut memang bukan merupakansesuatu yang mutlak atau pasti, akan tetapibersifat lunak dan lentur. Artinya, bahwapandangan ini akan sangat mungkindikembangkan lagi oleh para peneliti pada studi-studinya .

Mbranyak-Rongeh Rongeh-Anteb

Cakrak/ Bregas- Berag

Rongeh-Berag- Bregas

1 2 3 4 Supanggah Gunapangrawit Suraji Pancapangrawit Saptono Dalimin Martopangrawit Sri Hastanto

Tabel 4. Klasifikasi Pengrebab (Kelompok Mbranyak)Berdasarkan Karakternya Rebabannya.

Pengelompokan pengrebab berdasarkankarakternya tersebut, hanyalah sekadar upayauntuk memetakan secara garis besarkeberagaman karakter rebaban oleh masing-masing pengrebab. Faktanya, seperti yang telahdisingguh berulangkali bahwa setiap pengrebabmemiliki identitas, gaya, keistimewaan,kelebihan, dan kekhasan yang satu sama lainadalah berbeda. Artinya tidak ada yang samapersis, melainkan yang ada hanya sewarna ataumirip. Seperti contoh pada kolom 1 (yaitu:mbranyak-rongeh), meskipun Supanggah, Saptono,Hastanto berada dalam satu kolom, akan tetapikadar rongehnya adalah berbeda-beda. Di antaraketiga pengrebab tersebut, Hastanto paling rongehkarena karekter rebabannya mirip (ataumengiblat) rebaban Martapangrawit. AdapunSupanggah lebih rongeh dibandingkan Saptono,karena salah satu teknik jari yaitu vibrasi yang

Page 12: KLASIFIKASI KARAKTER REBABAN GAYA SURAKARTA

Klasifikasi Karakter Rebaban Gaya Surakarta Bambang Sosodoro

25Volume 14 Nomor 1 Bulan Mei 2014

Perlu diketahui, meskipun dalampembahasan ini telah mendapatkan rumusantentang klasifikasi karakter rebaban, namunterdapat beberapa catatan penting. Karakter-karakter rebaban pada dasarnya ada yang bersifatsangat pilah, namun juga ada beberapa yangdekat atau identik. Faktanya, banyak dijumpaiperbedaan pendapat mengenai pengertiankarakter-karakter rebaban tersebut olehmasyarakat karawitan. Maka dari itu, studi iniberupaya untuk mencari titik temu dariperbedaan-perbedaan pandangan dimaksud.Persoalan ini memang relatif sangat kompleks.Untuk mempermudah melihat kompleksitasdalam karakter rebaban tersebut, berikutdigambarkan dalam sebuah model

Brinner, B., Knowing Music Making Music. Chicagoand London: The University of ChicagoPress, 1995.

Bantolo, W., “Alusan Pada Tari Jawa”. DalamJurnal Pengkajian & Penciptaan SeniDewa Ruci, Volume 1 No. 3, April 2003

Darsono, “Gendhing-gendhing Bapak SunartoCiptosuwarso”, Laporan Penelitian, STSI,1991.

Humardani, G., Gendhon Humardani PemikiranDan Kritiknya. Surakarta: STSI PRESS,1991.

Keraf, G., Komposisi: Sebuah Pengantar KemahiranBahasa. Flores: Nusa Indah, 1984.

Martopangrawit, Pengetahuan Karawitan I.Surakarta: ASKI, 1972.

Poerwadarminta, Baoesastra Djawa. Batavia:Groningen, 1939.

Sumarsam, Hayatan Gamelan: Kedalaman Lagu,Teori & Perspektif. Surakarta: STSI Press,2002.

Supanggah, R., “Beberapa Pokok Pikiran TentangGarap”. Makalah disajikan dalamdiskusi mahasiswa dan dosen ASKISurakarta. 1983.

_______, Bothèkan Karawitan II. Surakarta: ISI PressSurakarta, 2007.

S.P, Wahyu. “Tari Wireng Gaya Surakarta:Pengkajian Berdasarkan Konsep-Konsep Kridhawayangga danWedhayata”. Dalam Jurnal Pengkajian& Penciptaan Seni. Surakarta: STSI,2002.

Sutardjo, I., Mutiara Budaya Jawa. Surakarta:Jurusan Sastra Daerah, Fakultas SastraUNS, 2006.

Sumardjo, J., Filsafat Seni. Bandung: ITB, 2000.Waridi, “Garap dalam Karawitan Tradisi:

Konsep dan Realitas Praktik”. Makalahdipresentasikan dalam rangka SeminarKarawitan Program Studi S I SeniKarawitan, Program DUE-Like, STSISurakarta, 2000.

NarasumberBambang Suwarno 58, Dosen Jurusan Pedalangan

ISI SurakartaDjumadi, 72 Tahun. Dosen tidak tetap (guru

rebab) di Jurusan karawitan ISISurakarta, (sekarang aktif di kraton

.

Keluarga Luruh

Keluarga Mbranyak

Mbranyak

Prasaja

Berag

Alus Luruh

Rongeh

Cakrak

Tregel Prenes

Anteb

Gambar 3. Peta Global Karakter RebabanGaya Surakarta.

Dua lingkaran tersebut adalah merupakanpeta global karakter rebaban gaya Surakarta. Padadasarnya, setiap keluarga karakter (luruh danmbranyak) memiliki sub-sub karkter tersendiri.Letak sub-sub karakter yang beragam danbervariasi tersebut, adalah gambaran darigradasi atau jarak perbedaan sifat antar karakter.Seperti contoh, berag dan prasaja adalah karakteryang “paling” berlawanan, maka letak danjaraknya adalah paling jauh. Adapun karaktermbranyak dan alus berada pada persimpanganlingkaran, artinya keduanya memiliki kedekatanciri-ciri sifat. Sebagaimana dalam karakterrebaban terdapat alus-mbranyak, alus-tr­egel, alus-prenes, atau mbranyak-rongeh, dan sebagainya.

Kepustakaan

Sumber PustakaBenamou, M., Rasa in Javanese Musical Aesthetics.

USA: UMI, 1998.

Page 13: KLASIFIKASI KARAKTER REBABAN GAYA SURAKARTA

2 6

Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang “Bunyi”

Volume 14 Nomor 1 Bulan Mei 2014

Surakarta sebagai abdi dalempengrawit).

Darsono, 52 Tahun. Dosen tembang pada jurusankarawitan ISI Surakarta, (salah satuvokalis dan guru sindhen ternama diSurakarta

Rusdiyantoro, 52 Tahun. Dosen JurusanKarawitan ISI Surakarta

Suroso Daladi, 74 Tahun. Abdi dalem pengrawitkraton Surakarta, juga dosen tidaktetap di Jurusan karawitan ISI Surakarta(guru tembang).

Saptono, 60 Tahun. Dosen jurusan karawitan diISI Yogyakarta, juga abdi dalempengrawit Kraton Surakarta (pengrebab).

Suyadi, 64 Tahun. Abdi dalem pengrawit kratonSurakarta, aktif di PuraMangkunegaran (pembonang,pengrebab), juga menjadi dosen tidaktetap di Jurusan Karawitan ISISurakarta.

Suharto, 70 Tahun. Dosen tidak tetap (tembang)pada Jurusan Karawitan ISI Surakarta(guru sindhèn).

Wakijo, 72 Tahun. Seniman karawitan Surakarta(pengendhang unggulan danterpopuler di Surakarta dan sekitarnya).

Wahyu S.P, 59 Tahun. Dosen Jurusan Tari ISISurakarta. (penari, koreografer, danpemikir dalam dunianya)

(Endnotes)

1 Keraf, G., Komposisi: Sebuah Pengantar KemahiranBahasa. Flores: Nusa Indah, 1984.

2 Bambang Suwarno, Wawancara 21 Oktober, diSangkrah.

3 Wawancara, 18 Oktober di ISI Surakarta.4 Poerwadarminta, Baoesastra Djawa. Batavia:

Groningen, 1939: 280.5 Poerwadarminta, 1939.6 Waridi, “Tiga Pilar Kehidupan Karawitan Jawa

Gaya Surakarta Masa PascaKemerdekaan Periode 1950-1970-an”. Disertasi untuk mencapai gelar DoktorPascasarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 2005:840.

7 Wawancara, 16 Oktober, di Kediaman SurosoDaladi.

8 Prawiroatmadja, Kamus Bausastra Jawa-IndonesiaJilid 1-2.

9 Bantolo, W.,”Alusan Pada Tari Jawa” dalam JurnalPengkajian dan Penciptaan Seni Dewa Ruci, Volume 1No. 3, April 2003: 426-427.

10 Darsono, Wawancara, 14 Oktober, di kantorJurusan Karawitan.

11 Purwadarminto, 1939: 474.12 Poerwadarminta, 1939: 59.13 Wawancara, 18 Oktober 2010 di kediaman

Djumadi, Baluwarti.14 Wawancara, 18 Oktober di ISI Surakarta.15 Wawancara, 16 Oktober di kediaman Daladi.16 Wawancara, 20 Oktober di kantor Jurusan

Karawitan ISI Surakarta.17 Wawancara, 15 Oktober, di kediaman Bambang

Suwarno, Sangkrah.18 Wawanncara, Wahyu, S.P: 18 Oktober di ISI

Surakarta.19 Purwadarminto, 1939: 562.20 Purwodarminto, 1939: 535.