klasifikasi iklim mohr

7
1. Klasifikasi Iklim MOHR (1933) Klasifikasi iklim di Indonesia yang didasrakan curah hujan agaknya di ajukan oleh Mohr pada tahun 1933. Klasifikasi iklim ini didasarkan oleh jumlah Bulan Kering (BK) dan jumlah Bulan Basah (BB) yang dihitung sebagai harga rata-rata dalam waktu yang lama. Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi). Bulan Kering (BK) : Bulan dengan curah hujan kurang dari 60 mm (jumlah curah hujan lebih kecil dari jumlah penguapan). Tahap-tahap penentuan kelas iklim menurut Mohr : 1. Ambil data curah hujan bulanan dari jangka waktu lama (30 tahun). 2. Jumlahkan curah hujan pada bulan yang sama selama jangka pengamatan. 3. Cari curah hujan rata-rata bulanan. 4. Dari harga rata-rata curah hujan bulan itu pilih BK dan BB nya. 5. Dari kombinasi BK dan BB itu dapat ditentukan kelas iklimnya. Klasifikasi Iklim Bohr (1933) Jadi contoh perhitungan di atas BK=3, BB=6 berarti termasuk kelas iklim III, berarti “daerah dengan masa kering yang sedang”. 2. Sistem Klasifikasi Mohr Klasifikasi Mohr didasarkan pada hubungan antara penguapan dan besarnya curah hujan, dari hubungan ini didapatkan tiga jenis pembagian bulan dalam kurun waktu satu tahun dimana keadaan yang disebut bulan basah apabila curah hujan >100 mm per bulan, bulan

Upload: nur-wakhid-hidayat

Post on 05-Aug-2015

3.450 views

Category:

Documents


116 download

TRANSCRIPT

Page 1: Klasifikasi Iklim Mohr

1. Klasifikasi Iklim MOHR (1933)

Klasifikasi iklim di Indonesia yang didasrakan curah hujan agaknya di ajukan oleh Mohr pada

tahun 1933. Klasifikasi iklim ini didasarkan oleh jumlah Bulan Kering (BK) dan jumlah Bulan Basah

(BB) yang dihitung sebagai harga rata-rata dalam waktu yang lama.

Bulan Basah (BB)  :  Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan

melebihi angka evaporasi).

Bulan Kering (BK)  :  Bulan dengan curah hujan kurang dari 60 mm (jumlah curah hujan lebih kecil

dari jumlah penguapan).

Tahap-tahap penentuan kelas iklim menurut Mohr :

1. Ambil data curah hujan bulanan dari jangka waktu lama (30 tahun).

2. Jumlahkan curah hujan pada bulan yang sama selama jangka pengamatan.

3. Cari curah hujan rata-rata bulanan.

4. Dari harga rata-rata curah hujan bulan itu pilih BK dan BB nya.

5. Dari kombinasi BK dan BB itu dapat ditentukan kelas iklimnya.

Klasifikasi Iklim Bohr (1933)

Jadi contoh perhitungan di atas BK=3, BB=6 berarti termasuk kelas iklim III, berarti “daerah dengan

masa kering yang sedang”.

2. Sistem Klasifikasi Mohr

Klasifikasi Mohr didasarkan pada hubungan antara penguapan dan besarnya curah hujan, dari

hubungan ini didapatkan tiga jenis pembagian bulan dalam kurun waktu satu tahun dimana keadaan

yang disebut bulan basah apabila curah hujan >100 mm per bulan, bulan lembab bila curah hujan

bulan berkisar antara 100 – 60 mm dan bulan kering bila curah hujan < 60 mm per bulan (Anon, ?).

Sistem klasifikasi Mohr ditentukan dengan cara membuat tabel dengan kolom-kolom bulan, CH

per tahun, CH rerata, dan derajat kebasahan bulan (DKB). Semua data dimasukkan ke dalam tabel,

kemudian dihitung curah hujan rerata dari bulan-bulan sejenis. Ditentukan derajat kebasahan bulan

masing-masing curah hujan rerata kemudian dimasukkan ke dalam kolom DBK. Dari kolom DBK,

dihitung jumlah bulan kering (BK), bulan lembab (BL), dan bulan basah (BB). Tipe iklim daerah

setempat ditentukan menurut penggolongan iklim Mohr. Sistem klasifikasi Schmidt-Fergusson

ditentukan dengan cara membuat tabel dengan kolom-kolom bulan, CH per tahun dengan kolom DBK

pada setiap kolom tahun. Semua data dimasukkan ke dalam tabel, ditentukan DBK tiap data dan

Page 2: Klasifikasi Iklim Mohr

dimasukkan ke dalam kolom DBK. Jumlah BK, BL, dan BB dihitung selama 10 tahun. Nilai Q

dihitung dengan menggunakan rumus:

Q= Rerata BKRerata BB

Ditentukan tipe iklim daerah setempat menurut penggolongan iklim Sistem Schmidt dan

Fergusson. Sistem klasifikasi Oldeman ditentukan dengan cara membuat tabel dengan kolom-kolom

seperti tabel sistem klasifikasi Mohr. Semua data dimasukkan ke dalam tabel, ditentukan DKB tiap

data menurut kriteria Mohr. Jumlah rerata BK, BL, dan BB dihitung ke dalam bentuk angka bulat.

Berdasarkan pembulatan tersebut, ditentukan tipe iklim daerah setempat dengan menggunakan

“sistem klasifikasi Agroklimat”. Sedangkan untuk klasifikasi Koppen, dilakukan dengan menghitung

rerata BB, BL, dan BK. Selain itu untuk klasifikasi Koppen dibutuhkan tabel identifikasi tipe iklim

untuk menentukan suatu tipe iklim.

Contoh :

Nama Stasiun : Kalisari (Kota Semarang)

Letak Lintang : 6° 50’ – 7° 10’ Lintang Selatan (LS) dan 109° 50’ – 110° 35’ Bujur Timur (BT).

Elevasi : 90,56 - 348 MDPL

DATA CURAH HUJAN (mm)

bulan 2.001 2.002 2.003 2.004 2.005 rata-rata

ch t ch t ch t ch t ch t ch tjanuari 271 27 304 27 301 27 321 27 222 27 284 27februari 536 27 473 27 544 26 427 27 196 27 435 27maret 288 27 180 27 173 28 121 27 144 27 181 27april 299 28 125 28 174 27 320 28 159 28 216 28mei 189 29 97 29 134 28 187 29 82 29 138 29juni 200 27 6 28 118 28 48 28 265 28 127 28juli 31 27 0 27 0 28 73 27 26 28 26 27agustus 7 27 3 28 1 27 0 28 36 28 9 27september 102 28 7 28 67 28 62 28 61 28 60 28oktober 125 28 19 29 256 29 15 29 61 28 95 28november 197 28 370 28 165 28 272 28 110 28 223 28desember 206 27 272 27 306 27 272 27 299 27 271 27Rata2 lima tahun terakhir

204 27 155 28 187 27 176 28 138 28 172 28

jumlah 2.452 329 1.855 332 2.239 330 2.117 332 1.662 333

Page 3: Klasifikasi Iklim Mohr

Klasifikasi Mohr

Mohr melakukan klasifikasi berdasarkan derajat kebasahan suatu bulan.

Bulan Kering (BK) : Bulan dengan CH < 60 mm

Bulan Lembab (BL) : Bulan dengan 60 mm ≤ CH ≤ 100 mm

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan CH > 100 mm

Tabel Data Curah Hujan Bulanan (mm)

bulan 2.001 2.002 2.003 2.004 2.005 rata-rata

Ch t ch t ch t ch t ch t ch tjanuari 271 27 304 27 301 27 321 27 222 27 284 27februari 536 27 473 27 544 26 427 27 196 27 435 27maret 288 27 180 27 173 28 121 27 144 27 181 27april 299 28 125 28 174 27 320 28 159 28 216 28mei 189 29 97 29 134 28 187 29 82 29 138 29juni 200 27 6 28 118 28 48 28 265 28 127 28juli 31 27 0 27 0 28 73 27 26 28 26 27agustus 7 27 3 28 1 27 0 28 36 28 9 27september 102 28 7 28 67 28 62 28 61 28 60 28oktober 125 28 19 29 256 29 15 29 61 28 95 28november 197 28 370 28 165 28 272 28 110 28 223 28desember 206 27 272 27 306 27 272 27 299 27 271 27Rata2 lima tahun terakhir

204 27 155 28 187 27 176 28 138 28 172 28

jumlah 2.452 329 1.855 332 2.239 330 2.117 332 1.662 333

Keterangan :

Jumlah Bulan Kering (BK) :

Jumlah Bulan Lembab (BL):

Jumlah Bulan Basah (BB) :

Menurut Mohr, iklim daerah Banjarmasin termasuk iklim golongan I yaitu daerah basah dengan CH

melebihi penguapan selama 12 bulan, hampir tanpa periode kering (BL antara 1 – 6).

Page 4: Klasifikasi Iklim Mohr

Sistem klasifikasi iklim menurut Mohr ditentukan oleh jumlah bulan basah dan bulan kering

suatu tempat untuk tiap-tiap bulan. Mohr mengklasifikasikan bulan sebagai BK (bulan dengan CH<60

mm), BL (bulan dengan 100>CH>60mm), BB (bulan dengan CH>100 mm). Bulan basah merupakan

bulan yang curah hujannya dalam 1 bulan lebih dari 100 mm. Untuk lokasi Banjarmasin, hujan terjadi

hampir tiap bulan berkisar mulai 61,6 mm sampai 353,5 mm. Hasil tersebut adalah rata-rata setiap

bulan untuk periode tahun 1980 sampai tahun 1989. Berdasarkan klasifikasi ini, maka hasil

pengamatan curah hujan di stasiun pengamatan Banjarmasin mendapatkan hasil bahwa jumlah BK=0,

BL=3, dan BB=9; sebagaimana terlihat dalam tabel di bahwa ini:

Tabel Penentuan BK, BL, dan BB berdasarkan Klasifikasi Iklim Mohr

1980-1989 Jan. Feb. Mar Apr. Mei Jun Juli Agust.

Sept

. Okt. Nov. Des.

Rerata353,5

287,

1302,1 243,3 238,2 100,0 150,8 61,6 73,3 172,4 239,0 333,1

Derajat BB BB BB BB BB BL BB BL BL BB BB BB

Berdasarkan metode Mohr dapat diketahui bahwa daerah Banjarmasin,termasuk golongan I

yaitu daerah dengan CH melebihi penguapan selama 12 bulan, hampir tanpa periode kering (BL

antara 1-6). Dengan metode Mohr ini, pengklasifikasian iklim hanya didasarkan pada penguapan dan

besarnya curah hujan. Jadi cara ini cukup praktis untuk mengamati iklim suatu daerah selama 10

tahun. Data curah hujan bulanan dapat dijadikan acuan pergeseran iklim tiap bulan. Namun demikian

sistem pengklasifikasian dengan cara ini juga memiliki kekurangan. Kekurangannya adalah

pengklasifikasiannya didasarkan hanya pada rata-rata bulanan sehingga kurang sesuai untuk memberi

gambaran secara sempurna mengenai keadaan iklim Indonesia, tidak mengikutsertakan sifat fisis

suatu tanah yang juga dapat memberi pengaruh pada penentuan iklim. Padahal dalam menentukan

keadaan suatu iklim diperlukan beberapa parameter yang dapat menunjang hasil pengamatan suatu

iklim di suatu daerah. Selain itu, dengan metode klasifikasi ini, tidak dapat diketahui pergeseran

iklim tiap tahun, dasar penentuannya hanya dari curah hujan sehingga hanya dapat digunakan untuk

menentukan iklim di daerah dengan curah hujan stabil maupun periodik.

Page 5: Klasifikasi Iklim Mohr

I. KESIMPULAN

1. Iklim merupakan gabungan kondisi cuaca sehari-hari atau merupakan rata-rata curah hujan,

yaitu selama 30 tahun. Klasifikasi ini dapat dibedakan secara genetis dan secara empirik.

2. Digunakan berbagai macam anasir cuaca untuk menentukan klasifikasi iklim seperti curah

hujan, radiasi matahari, ataupun berdasar atas suatu vegetasi.

3. Pengklasifikasian iklim dapat diketahui melalui sistem klasifikasi iklim menurut Mohr,

menurut Schmidt dan Fergusson, menurut Oldeman, dan menurut Koppen.

4. Klasifikasi iklim untuk wilayah Banjarmasin:

Menurut Mohr adalah golongan I, yaitu daerah basah, daerah dengan CH melebihi

penguapan selama 12 bulan, hampir tanpa periode kering (BL antara 1-6)

Menurut Schmidt- Fergusson adalah tipe iklim golongan B, daerah basah, vegetasi hutan

hujan tropis.

Menurut Oldeman adalah golongan C3, yaitu periode bero tidak dapat dihindari, namun

penanaman 2 tanaman bergantian masih mungkin dilakukan.

Menurut Koppen beriklim Aw, yaitu iklim hujan tropis

5. Klasifikasi yang cocok untuk Indonesia adalah Mohr dan Schmidt- Fergusson.

Daftar Rujukan

Irianto, G. 2003. Model Prediksi Anomali Iklim untuk Mengurangi Resiko Pertanian.

http://www.baitklimat.litbang.deptan.go.id.

Khomarudin, M. R. 2002. Mengenali Pola Hujan di Berbagai Kawasan di Indonesia.

http://www.rudyet.topcities.com/pps7071034/khomarudin.html.