kk7_kontrasepsi non hormonal
TRANSCRIPT
i
KONTRASEPSI NON HORMONAL
MAKALAH
disusun guna memenuhi tugas presentasi mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VII dosen pengampu: Ns. Ratna Sari H, M.Kep
oleh:
Kelompok 24
Haidar Dwi Pratiwi NIM 112310101012
Dewa Ayu Eka C.M.S NIM 112310101047
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
ii
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kontrasepsi Non
Hormonal”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Keperawatan Klinik VII pada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Jember.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu
Keperawatan Klinik VIIB, Ns. Ratna Sari H., M.Kep. yang telah membimbing
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Terima kasih
pula kepada teman-teman yang secara ikhlas mengerjakan tugas ini dengan
semangat dan kerja sama yang baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka kami menerima
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah
ini.
Jember, Februari 2014
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
PRAKATA ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 2
1.3 Implementasi Keperawatan ........................................................... 2
BAB 2. PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
2.1 Definisi.............................................................................................. 3
2.2 Tujuan Kontrasepsi ........................................................................ 3
2.3 Syarat-Syarat Kontrasepsi ............................................................. 4
2.4 Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Pemilihan Kontrasepsi .. 4
2.5 Macam-Macam Kontrasepsi Non Hormonal ............................... 5
2.5.1 Metode Amenore Laktasi (MAL) ........................................... 5
2.5.2 Kondom................................................................................... 8
2.5.3 Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) ............................. 14
2.5.4 Alat Kontrasepsi Mantap (Tubektomi dan Vasektomi) ........ 20
BAB 3. PENUTUP............................................................................................. 27
3.1 Kesimpulan .................................................................................... 27
3.2 Saran .............................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 28
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Program Keluarga Berencana lebih dari dua dasa warsa terakhir ini menjadi
fokus utama program kependudukan di Indonesia. Program KB dan Kesehatan
Reproduksi dilaksanakan untuk memenuhi hak-hak reproduksi sehingga keluarga
dapat mengatur waktu, jumlah anak, jarak kelahiran anak secara ideal sesuai
dengan keinginan atau tanpa unsur paksaan dari pihak manapun. Dengan
pemenuhan hak-hak reproduksi diharapkan keluarga dapat memiliki anak yang
ideal, kondisi kesehatan seksual dan reproduksi prima dan dapat menikmati nilai
tambah dalam kehidupan sosial dan aktifitas perekonomiannya. Dampak
pemenuhannya hak-hak reprodusi tersebut secara langsung adalah terwujudnya
keluarga kecil sehat dan sejahtera sehingga pada akhirnya dapat terwujud keluarga
yang berkualitas (BKKBN, 2005)
KB merupakan program yang berfungsi bagi pasangan untuk menunda
kelahiran anak pertama (post poning), menjarangkan anak (spacing) atau
membatasi (limiting) jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan keamanan medis
serta kemungkinan kembalinya fase kesuburan. Kontrasepsi merupakan salah satu
upaya dalam Keluarga Berencana untuk menghindari atau mencegah terjadinya
kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel
sperma. Jenis kontrasepsi yang tersedia di Indonesia saat ini meliputi kontrasepsi
hormonal dan kontrasepsi non hormonal. Kontrasepsi hormonal terdiri dari
progestin dan kombinasi, sedangkan kontrasepsi non-hormonal terdiri dari metode
amenore laktasi/MAL, kondom, AKDR, dan kontrasepsi mantap seperti
tubektomi dan vasektomi.
Berdasarkan latar belakang tersebut, kami ingin membahas lebih lanjut
mengenai kontrasepsi non hormonal sehingga masyarakat dapat mengetahui
macam-macam kontrasepsi non hormonal beserta kelebihan dan kekurangannya.
2
1.2 Tujuan
Tujuan disusunnya makalah “Kontrasepsi Non Hormonal” ini adalah
sebagai berikut.
a. Menyelesaikan tugas mata kuliah ilmu keperawatan klinik VII.
b. Mendeskripsikan konsep kontrasepsi.
c. Mendeskripsikan jenis-jenis kontrasepsi non hormonal.
d. Mendeskripsikan konsep teori dari berbagai jenis kontrasepsi non
hormonal.
e. Mendeskripsikan cara penggunaan kontrasepsi non hormonal.
1.3 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dari disusunnya makalah “Kontrasepsi Non
Hormonal” ini adalah sebagai berikut.
a. Menambah perbendaharaan karya tulis ilmiah di Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Jember.
b. Menambah pengetahuan mahasiswa keperawatan dan perawat sebagai
penulis dan pembaca makalah.
c. Melatih mahasiswa keperawatan dalam penulisan karya tulis ilmiah.
3
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan,
sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang
dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi
adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan
antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut (Sarwono dalam Leani,
2011). Kontrasepsi adalah usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu
dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen (Proverawati, 2010).
Kontrasepsi non hormonal adalah kontrasepsi yang tidak menggunakan hormon.
Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kontrasepsi non
hormonal merupakan usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan tanpa
menggunakan hormon.
2.2 Tujuan Kontrasepsi
Tujuan umum dari kontrasepsi adalah pemberian dukungan dan pemantapan
penerimaan gagasan KB yaitu dihayatinya NKKBS. Sedangkan tujuan pokok, yaitu
penurunan angka kelahiran yang bermakna. Hartanto (2010) menjelaskan bahwa
untuk mencapai tujuan tersebut, maka diambil kebijaksanaan dengan
mengkategorikan menjadi 3 fase, yaitu
1) Fase menunda/mencegah kehamilan
Fase menunda kehamilan bagi PUS (Pasangan Usia Subur) dengan usia istri
kurang dari 20 tahun. Prioritas penggunaan kontrasepsi pil oral. Penggunaan
kondom kurang tepat karena pada pasangan muda frekuensi bersenggama masih
tinggi sehingga mempunyai angka kegagalan yang tinggi. Ciri-ciri kontrasepsi
yang diperlukan ialah yang memiliki reversibilitas dan efektifitas yang tinggi.
4
2) Fase menjarangkan kehamilan
Periode usia istri antara 20-35 tahun, merupakan periode yang baik untuk
melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara 2-4 tahun. Alasan
menjarangkan kelahiran karena usia ibu merupakan usia yang terbaik untuk
mengandung dan melahirkan. Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan ialah
reversibilitas efektivitas yang cukup tinggi, dapat dipakai 2-4 tahun (sesuai
dengan jarak kehamilan anak yang direncanakan, tidak menghambat ASI.
3) Fase menghentikan/mengakhiri kehamilan
Periode usia istri diatas 35 tahun, sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah
memiliki 2 orang anak. Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan ialah efektivitas yang
sangat tinggi, dapat dipakai untuk jangka panjang, dan tidak menambah kelainan
yang sudah ada.
2.3 Syarat-Syarat Kontrasepsi
Syarat-syarat pemakaian kontrasepsi menurut Proverawati (2010) dan
Wiknjosastro (2006) adalah sebagai berikut.
1) Aman pemakaiannya dan dipercaya.
2) Tidak ada efek samping yang merugikan.
3) Lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan.
4) Tidak mengganggu hubungan persetubuhan.
5) Tidak memerlukan bantuan medis atau kontrol yang ketat selama
pemakaiannya.
6) Cara pemakaiannya sederhana.
7) Harga murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat.
8) Dapat diterima oleh pasangan suami istri.
2.4 Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Pemilihan Kontrasepsi
Faktor-faktor yang berperan dalam pemilihan kontrasepsi menurut
Proverawati (2010) adalah sebagai berikut.
5
1) Pasangan dan motivasi : umur, gaya hidup, frekuensi senggama, jumlah
keluarga yang diinginkan, dan pengalaman dengan metode kontrasepsi
yang lalu.
2) Kesehatan : status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan
fisik dan panggul.
3) Metode kontrasepsi : efektivitas, efek samping, dan biaya.
2.5 Macam-Macam Kontrasepsi Non Hormonal
BKKBN dan Kemenkes RI (2012) menyebutkan bahwa kontrasepsi non
hormonal terdiri dari empat jenis yaitu Metode Amenore Laktasi (MAL), kondom,
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), dan kontrasepsi mantap (Tubektomi dan
Vasektomi).
2.5.1 Metode Amenore Laktasi (MAL)
a. Definisi
Metode Amenorea Laktasi adalah kontrasepsi yang mengandalkan
pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif. Salah satu manfaat pemberian
ASI secara eklsklusif adalah efek kontrasepsi, terutama pada bulan-bulan
pertama pasca partum. Pemberian ASI eksklusif dianjurkan sebagai salah satu
pilihan metode kontrasepsi yang dikenal dengan Metode Amenore Laktasi yang
merupakan salah satu metode kontraspsi yang bersifat sementara yaitu enam
bulan pertama pasca partum yang menunjang upaya promosi pemberian ASI.
Metode ini mendasarkan pada infertilitas alamiah sebagai hasil pola tertentu
pemberian ASI (Suradi, 2003)
b. Indikasi
Prawirohardjo dalam Sartika (2013) menyebutkan bahwa kontrasepsi
MAL ini dapat digunakan oleh:
1) Ibu yang menyusui secara eksklusif
Bayi disusui secara on demand (menurut kebutuhan bayi). Biarkan bayi
menyelesaikan menghisap dari satu payudara sebelum diberikan pada
6
payudara yang lain, supaya bayi mendapat cukup banyak susu akhir (hind
milk). Bayi hanya mendapatkan sedikit AS1 dari payudara berikut
sehingga ibu dapat memulai menyusui pada payudara berikutnya.
Semakin sering bayi mengisap ASI maka produksi ASI dikedua payudara
semakin banyak hingga dapat menekan ovulasi.
2) Bayi berumur kurang dari 6 bulan
Jika dipakai secara benar, Metode Amenorea Laktasi merupakan metode
kontrasepsi yang dapat dipercaya, yaitu jika ibu tersebut penuh atau
hampir penuh menyusui siang dan malam dan mengalami amenore selama
6 bulan pertama sampai ibu memberikan makanan pendamping.
3) Belum mendapatkan haid setelah melahirkan
Wanita yang tidak menyusui bayinya biasanya mendapat periode
menstruasi pertamanya 6 minggu setelah persalinan. Namun wanita yang
menyusui secara teratur mengalami amenore 25 sampai 30 minggu.
Menyusui merangsang sekresi prolaktin dan terdapat bukti bahwa
prolaktin menghambat sekresi GnRH pada hipofise dan melawan efek
gonadotropin pada ovarium. Ovulasi dihambat dan ovarium menjadi tidak
aktif, sehingga pengeluaran estrogen dan progesteron turun kekadar yang
rendah.
c. Kontraindikasi
BKKBN (2009) menyebutkan bahwa kontrasepsi mal tidak boleh
diberikan kepada:
1) Ibu yang menderita sakit jiwa
2) Ibu yang menderita hepatitis
3) Ibu yang menderita penyakit lepra
d. Waktu penggunaan
Pemberian ASI eksklusif dianjurkan sebagai salah satu pilihan metode
kontrasepsi yang dikenal dengan Metode Amenore Laktasi yang merupakan
salah satu metode kontraspsi yang bersifat sementara yaitu enam bulan pertama
pasca partum yang menunjang upaya promosi pemberian ASI. Metode ini
7
mendasarkan pada infertilitas alamiah sebagai hasil pola tertentu pemberian ASI
(Suradi, 2003)
e. Mekanisme kerja
Selama kehamilan, hormon estrogen dan progesteron mengidentifikasi
perkembangan alveolus dan duktus laktiferus didalam mammae/payudara
dan juga merangsang produksi kolostrum. Namun produksi ASI tidak
berlangsung sampai sesudah kelahiran bayi ketika kadar hormon estrogen
menurun. Penurunan kadar estrogen ini memungkinkan kadar prolaktin yang
berkesinambungan disebabkan oleh menyusui ibu pada mammae ibu (Suradi,
2003).
Kontrasepsi prolaktin meningkat sebagai respons terhadap stimulus
pengisapan berulang ketika menyusui. Dengan intensitas dan frekuensi yang
cukup, kadar prolaktin akan tetap tinggi. Hormon prolaktin yang merangsang
produksi ASI juga mengurangi kadar hormon LH yang perlukan untuk
memelihara siklus menstruasi. Kadar prolaktin yang tinggi menyebabkan
ovarium menjadi kurang sensitif terhadap perangsangan gonadotropin yang
memang sudah rendah, dengan akibat timbulnya inaktivasi ovarium, kadar
estrogen yang rendah dan an-ovulasi. Bahkan pada saat aktivitas ovarium mulai
pulih kembali, kadar prolaktin yang tinggi menyebabkan fase luteal yang
singkat dan fertilitas menurun. Jadi, inti dari cara kerja Metode Amenorea
Laktasi ini adalah dengan penundaan atau penekanan ovulasi (Hidayati dalam
Sartika, 2013).
f. Efek samping
Menurut BKKBN & Kemenkes RI (2012), Metode Amenorea Laktasi
(MAL) tidak memiliki efek samping bagi penggunanya.
g. Keuntungan
Keuntungan Metode Amenorea Laktasi menurut BKKBN & Kemenkes
RI (2012) yaitu sebagai berikut.
8
1) Efektifitas tinggi (keberhasilan 98% pada 6 bulan pertama setelah
melahirkan).
2) Segera efektif.
3) Tidak mengganggu senggama.
4) Tidak ada efek samping secara sistemik.
5) Tidak perlu pengawasan medis.
6) Tidak perlu obat atau alat dan tanpa biaya.
h. Kekurangan
Kekurangan kontrasepsi MAL menurut BKKBN & Kemenkes RI
(2012) yaitu sebagai berikut.
1) Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera menyusui
dalam 30 menit pasca persalinan.
2) Mungkin sulit dilaksanakan karena kondisi sosial.
3) Efektifitas tinggi hanya sampai kembalinya haid atau sampai dengan 6
bulan.
4) Tidak melindungi terhadap IMS termasuk virus hepatitis B/HBV dan
HIV/AIDS
2.5.2 Kondom
a. Definisi
Kondom adalah alat kontrasepsi atau alat untuk mencegah kehamilan
atau penularan penyakit kelamin pada saat bersanggama. Kondom biasanya
dibuat dari bahan karet latex dan dipakaikan pada alat kelamin pria atau wanita
pada keadaan ereksi sebelum bersanggama (bersetubuh) atau berhubungan
suami-istri (Sutantri dalam Ramadhan, 2012).
b. Jenis-Jenis
Ramadhan (2012) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis kondom yaitu
kondom laki-laki dan kondom wanita.
9
1) Kondom laki-laki
Kondom laki-laki merupakan sarung dari latex yang tipis, digunakan
pada penis ketika melakukan hubungan seksual. Kondom berguna
untuk mengumpulkan semen sebelum, selama, dan sesudah masa
ejakulasi dan menghalangi sperma masuk ke vagina. Penggunaan
kondom yang benar dapat mengurangi risiko penularan penyakit
seksual dan dapat juga digunakan sebagai alat kontrasepsi.
Gambar 2.1 Kondom laki-laki
b) Kondom wanita
Terdiri dari bahan polyurethane berbentuk seperti sarung atau kantong
dengan panjang 17 cm (6,5 inci). Bahan ini kurang menyebabkan alergi
dibandingkan dengan latex. Bahan tersebut juga kuat dan jarang robek
(40% lebih kuat dari latex) tetapi tipis sehingga sensasi yang dirasakan
bisa tetap dipertahankan. Kondom wanita ini dapat mencegah kehamilan
dan penularan penyakit seksual termasuk HIV apabila digunakan dengan
benar.
Gambar 2.2 Kondom wanita
10
c. Indikasi
BKKBN (2003) menjelaskan bahwa terdapat indikasi khusus dan
indikasi umum dalam pemakaian kontrasepsi kondom.
1) Indikasi khusus penggunaan kondom yaitu:
(a) Pasangan yang benar-benar sepakat menggunakan cara barier.
(b) Proteksi terhadap PMS dan HIV.
2) Indikasi umum penggunaan kondom yaitu:
(a) Terdapat kontraindikasi medis untuk cara KB lain, sementara
klien belum menginginkan sterilisasi.
(b) Klien tidak sering melakukan hubungan seksual.
(c) Sebagai kontrasepsi sementara pada keadaan-keadaan khusus
yaitu selama amenore laktasional, beberapa waktu setelah
vasektomi, ketika benang IUD tidak terlihat atau teraba, ketika
wanita meminum obat yang mempengaruhi khasiat kontrasepsi
oral (pil), selama menunggu cara lain (misalnya pada prosedur
sterilisasi atau IUD), selama mengamati gejala ginekologis,
sebagai alternatif sementara atau “back up” cara lain, bagi
pengguna cara pemantauan kesuburan, untuk digunakan selama
masa subur.
(d) Untuk perlindungan terhadap PMS dan penyakit HIV.
d. Kontraindikasi
Simbolon (2011) menjelaskan bahwa kontraindikasi pemakaian
kontrasepsi kondom yaitu
1) Pada pria dengan ereksi yang tidak baik atau gangguan ereksi.
2) Pada pasangan yang alergi terhadap karet atau lubrikan dari kondom.
e. Waktu penggunaan
Lubis (2008) menjelaskan waktu penggunaan kondom laki-laki yaitu
sebelum melakukan hubungan seksual setelah penis ereksi, sedangkan pada
11
kondom wanita yaitu sebelum melakukan hubungan seksual saat lubrikasi
vagina dirasa telah cukup.
f. Mekanisme kerja
Mekanisme kerja kondom menurut BKKBN & Kemenkes RI (2012)
yaitu:
1) Menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara
mengemas sperma diujung selubung karet yang dipasang pada penis
sehingga sperma tersebut tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi
perempuan.
2) Mencegah penularan mikroorganisme (IMS termasuk HBV dan
HIV/AIDS) dari satu pasangan kepada pasangan yang lain (khusus
kondom yang terbuat dari lateks dan vinil).
g. Cara penggunaan
Cara penggunaan kondom menurut Lubis (2008) adalah sebagai
berikut.
1) Kondom laki-laki
(a) Selalu menggunakan kondom latex yang baru dan gunakan
sebelum tanggal kadaluarsa.
(b) Buka kemasan kondom dengan hati-hati dan jangan
menggunakan gigi.
(c) Pasang kondom setelah penis ereksi.
(d) Pegang ujung kondom diantara dua jari (menjepit ujungnya)
agar ada tempat untuk mengumpulkan sperma dan hilangkan
udara dari ujung kondom untuk menghindari kondom robek
ketika digunakan.
(e) Pasang kondom dari ujung penis, kemudian ditarik hingga ke
pangkal penis dan ujungnya tetap dijepit
12
(f) Setelah ejakulasi dan sebelum penis menjadi lembek, tarik
keluar penis dengan hati-hati dan pegang bibir kondom agar
sperma tidak tumpah.
(g) Setelah pemakaian, kondom dibungkus dan tidak boleh dibuang
ke dalam toilet.
Gambar 2.3 Cara pemasangan kondom laki-laki
2) Kondom wanita
(a) Buka bungkusan kondom dengan hati-hati.
(b) Pastikan lubrikasinya cukup.
(c) Cincin yang tertutup berada di sebelah bawah dan ujung yang
terbuka dipegang menggantung.
(d) Pegang cincin bagian dalam dengan ibu jari dan jari tengah dan
kemudian masukkan cincin bagian dalam beserta kantongnya ke
dalam vagina.
(e) Cincin bagian luar tetap berada diluar vagina
(f) Untuk mengeluarkan kondom, putar cincin bagian luar dengan
hati-hati dan kemudian tarik kondom keluar dan sperma tetap
berada didalam.
(g) Setelah pemakaian, dianjurkan kondom tersebut tidak digunakan
lagi dan tidak dibuang kedalam toilet.
13
Gambar 2.4 Cara pemasangan kondom wanita
h. Efek samping
BKKBN (2003) menjelaskan bahwa efek samping penggunaan kondom
jarang terjadi. Namun efek samping biasanya yang terjadi berupa alergi
terhadap lateks atau lubrikan atau spermisida yang dipakai atau yang ada
pada kondom.
i. Keuntungan
Keuntungan menggunakan kontrasepsi kondom menurut BKKBN &
Kemenkes RI (2012) yaitu sebagai berikut.
1) Efektif mencegah kehamilan bila digunakan dengan benar.
2) Tidak mengganggu produksi ASI.
3) Tidak mengganggu kesehatan klien.
4) Tidak mempunyai pengaruh sistemik.
5) Murah dan dapat dibeli secara umum.
6) Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus.
7) Metode kontrasepsi sementara bila metode kontrasepsi lainnya harus
ditunda.
14
j. Kekurangan
Kekurangan menggunakan kontrasepsi kondom menurut BKKBN &
Kemenkes RI (2012) yaitu sebagai berikut.
1) Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi.
2) Agak mengganggu hubungan seksual (mengurangi sentuhan langsung).
3) Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seksual.
4) Malu membeli kondom di tempat umum.
5) Pembuangan kondom bekas mungkin menimbulkan masalah dalam hal
limbah
2.5.3 Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
a. Definisi
AKDR adalah bahan inert sintetik (dengan atau tanpa unsur tambahan
untuk sinergi efektifitas) dengan berbagai bentuk, yang dipasangkan ke
dalam rahim untuk menghasilkan efek kontraseptif. AKDR atau IUD atau
Spiral adalah suatu benda kecil yang terbuat dari plastik yang lentur,
mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung hormon dan dimasukkan
ke dalam rahim melalui vagina dan mempunyai benang (BKKBN, 2003).
IUD (Intra Uterin Device) adalah alat kecil terdiri dari bahan plastik yang
lentur yang dimasukkan ke dalam rongga rahim, yang harus diganti jika
sudah digunakan selama periode tertentu.
b. Jenis-Jenis AKDR
1) Lippes Loop
IUD ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya seperti spiral atau
huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang
pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut
ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang
biru), tipe B 27,5 mm 9 (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm
(benang kuning), dan 30 mm (tebal, benang putih) untuk tipe D. Lippes
Loop mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari
15
pemakaian spiral jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang
menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan
plastik. Pada program KB masional IUD jenis ini banyak digunakan
oleh masyarakat.
2) Copper-T
IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelene di mana pada bagian
vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan kawat tembaga
halus ini mempunyai efek antifertilisasi (anti pembuahan) yang cukup
baik. IUD ini melepaskan lenovorgegestrel dengan konsentrasi yang
rendah selama minimal lima tahun. Hasil penelitian menunjukkan
efektivitas yang tinggi dalam mencegah kehamilan yang tidak
direncanakan maupun perdarahan menstruasi. Kerugian metode ini
adalah tambahan terjadinya efek samping hormonal dan amenorhea.
3) Copper-7
IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan
pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32
mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai
luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama seperti halnya lilitan
tembaga halus pada jenis Copper-T.
4) Multi Load
IUD ini terbuat dari dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri
dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjangnya dari ujung atas
ke bawah 3,6 cm. Batangnya diberi gulungan kawat tembaga dengan
luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektivitas.
Ada 3 ukuran multi load, yaitu standar, small (kecil), dan mini.
16
Gambar 2.5 Jenis-jenis IUD
c. Indikasi AKDR
1) Usia reproduktif;
2) Keadaan nulipara;
3) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang;
4) Perempuan menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi;
5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui;
6) Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi;
7) Risiko rendah dari IMS;
8) Tidak menghendaki metoda hormonal;
9) Tidak menyukai mengingat- ingat minum pil setiap hari;
10) Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama;
11) Gemuk ataupun kurus.
Pada umumnya ibu dapat menggunakan AKDR dengan aman dan
efektif. AKDR dapat digunakan pada ibu dalam segala kemungkinan
keadaan misalnya:
1) Perokok;
2) Sedang menyusui;
3) Gemuk ataupun yang kurus;
4) Pasca keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak terlihat
adanya infeksi.
17
d. Kontraindikasi AKDR
AKDR tidak boleh digunakan secara mutlak, apabila:
1) Kehamilan;
2) Perdarahan saluran genital yang tidak terdiagnosis; bila penyebab
didiagnosis dan diobati, AKDR dapat dipasang;
3) Kelainan pada uterus;
4) Alergi terhadap komponen AKDR mis, tembaga;
5) HIV/AIDS karena penurunan sistem imun dan peningkatan risiko
infeksi;
6) Infeksi panggul atau vagina; bila telah diobati, AKDR dapat dipasang.
e. Waktu Penggunaan AKDR
Waktu penggunaan AKDR dapat dilaukan dalam keadaan sebgai
berikut.
1) Hari pertama sampai ke-7 siklus haid.
2) Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak
hamil.
3) Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4
minggu pascapersalinan, setelah 6 bulan apabila menggunakan metode
amonorea laktasi (MAL).
4) Setelah menderita abortus (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila
tidak ada gejala infeksi.
5) Selama 1 sampai 5 hari setelah sanggama yang tidak dilindungi
(Saifuddin, 2006) .
f. Mekanisme Kerja AKDR
Mekanisme Kerja IUD adalah sebagai berikut:
1) Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii;
2) Mempengaruhi fertilitasasi sebelum ovum mencapai kavum uteri;
18
3) AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu,
walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat
reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk
fertilisasi;
4) Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus
(Saifuddin, 2006).
Gambar 2.6 Mekanisme Kerja IUD
g. Efek Samping AKDR
Beberapa efek samping yang ditimbulkan dari pemasangan AKDR
sebagai berikut:
1) Ameora;
2) Kejang;
3) Perdarahan pervaginam yang hebat dan tidak teratur;
4) Keluarnya cairan yang abnormal dari vagina.
h. Keuntungan AKDR
Keuntungan dari IUD ini adalah sebagai berikut:
1) Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi;
2) AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan;
3) Metode jangka panjang;
4) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat- ingat;
19
5) Tidak mempengaruhi hubungan seksual;
6) Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk
hamil;
7) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI;
8) Tidak efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A);
9) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus
(apabila tidak terjadi infeksi);
10) Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid
terakhir) ;
11) Tidak ada interaksi dengan obat-obat ;
12) Membantu mencegah kehamilan ektopik.
i. Kerugian AKDR
1) Efek samping yang umum
(a) Perubahan pada siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan
akan berkurang setelah 3 bulan);
(b) Haid lebih lama dan banyak ;
(c) Perdarahan (spotting) antar menstruasi;
(d) Saat haid lebih sakit.
2) Menimbulkan komplikasi
(a) Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah
pemasangan;
(b) Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang
memungkinkan penyebab anemia;
(c) Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya
benar).
3) Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS
4) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan
yang sering berganti pasangan.
20
2.5.4 Alat Kontrasepsi Mantap (Tubektomi dan Vasektomi)
Kontrasepsi mantap (kontap) adalah suatu tindakan untuk membatasi
keturunan dalam jangka waktu yang tidak terbatas; yang dilakukan terhadap salah
seorang dari pasangan suami isteri atas permintaan yang bersangkutan, secara
mantap dan sukarela (Zietraelmart, 2010).
Jenis- jenis kontrasepsi mantap yaitu tubektomi dan vasektomi.
a. Tubektomi
1) Pengertian
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan
fertilitas (kesuburan) seorang perempuan (Saiffudin,2006). Tubektomi
adalah tindakan oklusi/pengambilan sebagian saluran telur wanita untuk
mencegah proses fertilisasi (Saifuddin, 2006). Tubektomi adalah setiap
tindakan pada kedua saluran telur yang menyebabkan wanita
bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi (Mansjoer, 2001).
Gambar 2.7 Tubektomi
2) Jenis-Jenis Tubektomi
Menurut Hartanto (2004) jenis-jenis tubektomi yaitu
a) Laparotomi
b) Minilaparotomi/Mini-lap
c) Sub-umbilikal/infra-umbilikal: post-partum
d) Supra pubis/Mini-Pfannenstiel: post-abortus, interval
e) Laparoskopi
21
3) Indikasi
Saifuddin (2003) menjelaskan bahwa tubektomi dapat dilakukan pada:
a) Usia lebih dari 26 tahun.
b) Paritas lebih dari dua.
c) Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan
kehendaknya.
d) Pada kehamilannya akan menimbulkan resiko kesehatan yang
serius.
e) Pascapersalinan.
f) Pascakeguguran.
g) Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini.
4) Kontraindikasi
Menurut Saifuddin (2006) yang tidak boleh melakukan tubektomi antara
lain sebagai berikut.
a) Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai).
b) Perdarahan pervaginal yang belum terjelaskan (hingga harus
dievaluasi).
c) Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah itu
disembuhkan atau dikontrol).
d) Tidak boleh menjalani proses pembedahan.
e) Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa
depan.
f) Belum memberikan persetujuan tertulis.
5) Waktu Penggunaan
Menurut Saifuddin (2003) waktu yang tepat dilakukan tubektomi
adalah:
a) Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara
rasional klien tersebut tidak hamil.
b) Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi).
22
c) Pascapersalinan
d) Minilap: di dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12
minggu.
e) Laparoskopi: tidak tepat untuk klien-klien pascapersalinan.
f) Pascakeguguran
g) Triwulan pertama: dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti
infeksi pelvik (minilap atau laparoskopi).
h) Triwulan kedua: dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti
infeksi pelvik (minilap).
6) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja tubektomi yaitu dengan memotong kedua saluran tuba
fallopi yang menghubungkan ovarium dan uterus. Kemudian ujung-
ujungnya ditutup dengan cincin atau dibakar (kauter). Jika tidak
menginginkan dipotong, dapat dengan mengikat atau menjepit saluran tuba
falopi (tubal ring/tubal clip). Dengan demikian sel telur yang diproduksi
tidak dapat bertemu dengan sperma. Karena pada kondisi normal, sel telur
yang telah matang akan berada pada tuba falopi menunggu sperma untuk
dibuahi.
7) Efek Samping
Menurut Saifuddin (2006) efek samping yang ditimbulkan setelah
prosedur bedah biasanya adalah:
a) Nyeri bahu selama 12-24 jam setelah laparoskopi relatif lazim
dialami karena gas (CO atau udara) di bawah diafragma.
b) Periode menstruasi akan berlanjut seperti biasa (apabila
mempergunakan metode hormonal sebelum prosedur, jumlah dan
durasi haid dapat meningkat setelah pembedahan).
23
8) Keuntungan Tubektomi
Menurut Saifuddin (2003) manfaat kontrasepsi tubektomi sebagai berikut:
a) Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun
pertama penggunaan);
b) Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding);
c) Tidak bergantung pada faktor senggama;
d) Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan
yang serius;
e) Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal;
f) Tidak ada efek samping dalam jangka panjang;
g) Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada
produksi hormon ovarium).
9) Kerugian Tubektomi
a) Sifat permanen metode kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan lagi),
kecuali dengan operasi rekanalisasi.
b) Tidak melindungi diri dari IMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS.
c) Klien dapat menyesal di kemudian hari.
b. Vasektomi
1) Pengertian
Kontrasepsi mantap pria atau vasektomi merupakan suatu metode
kontrasepsi operatif minor pria yang sangat aman, sederhana dan sangat
efektif, memakan waktu operasi yang singkat dan tidak memerlukan
anestesi umum (Hartanto, 2004). Vasektomi adalah prosedur klinik
untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan
oklusi vasa deferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan
proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi (Saifuddin,
2006). Vasektomi adalah pemotongan vas deferens, yang merupakan
24
saluran yang mengangkut sperma dari epididimis di dalam testis
vesikula seminalis (Everett, 2008).
Gambar 2.8 Vasektomi
2) Jenis - Jenis Vasektomi
Menurut Saifuddin (2006) macam- macam vasektomi ada 2 yaitu :
a) Vasektomi dengan pisau
b) Vasektomi Tanpa Pisau (VTP)
3) Indikasi Vasektomi
Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas di mana
fungsi reproduksi merupakkan ancaman atau gangguan terhadap
kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan
kualitas keluarga (Saifuddin, 2006).
4) Kontraindikasi Vasektomi
Menurut Hartanto (2004) yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi
vasektomi adalah:
a) Infeksi kulit lokal, misal Scabies
b) Infeksi traktus genitalia.
c) Kelainan skrotum dan sekitarnya
(1) Varicocele
(2) Hydrocele besar
25
(3) Filariasis
(4) Hernia inguinalis
(5) Orchiopexy
(6) Luka parut bekas operasi hernia
(7) Scrotum yang sangat tebal
d) Penyakit sistemik
(1) Penyakit-penyakit perdarahan
(2) Diabetes mellitus
(3) Penyakit jantung koroner yang baru
e) Riwayat perkawinan, psikologis atau seksual yang tidak stabil.
5) Mekanisme Kerja Vasektomi
Mekanisme kerja dari vasektomi yaitu oklusi/pemotongan vas deferens
sehingga menghambat perjalanan sperma dan tidak dapat
menghantarkan sperma di dalam semen/ejakulat (tidak ada penghantaran
sperma dari testis ke penis).
6) Efek Samping Vasektomi
Efek samping yang ditimbulkan kontrasepsi vasektomi menurut Everett
(2008) adalah:
a) Infeksi
b) Hematoma
c) Granula sperma
7) Keuntungan vasektomi
Keuntungan memakai vasektomi menurut Hartanto (2004) antara lain :
a) Efektif
b) Aman, morbiditas rendah dan hampir tidak ada mortalitas.
c) Sederhana.
d) Cepat, hanya memerlukan waktu 5-10 menit.
26
e) Menyenangkan bagi akseptor karena memerlukan anestesi lokal
saja.
f) Biaya rendah.
g) Secara kultural, sangat dianjurkan di negara-negara dimana
wanita merasa malu untuk ditangani oleh dokter pria atau kurang
tersedia dokter wanita dan paramedis wanita.
h) Metode permanen
i) Efektivitas tinggi
j) Menghilangkan kecemasan akan terjadinya kehamilan yang tidak
direncanakan.
8) Kerugian vasektomi
Menurut Hartanto (2004) kerugian yang ditimbulkan dari kontrasepsi
vasektomi adalah :
a) Diperlukan suatu tindakan operatif.
b) Kadang-kadang menyebabkan komplikasi seperti perdarahan atau
infeksi.
c) Kontap pria belum memberikan perlindungan total sampai semua
spermatozoa, yang sudah ada di dalam sistem reproduksi distal
dari tempat oklusi vas deferens, dikeluarkan.
d) Problem psikologis yang berhubungan dengan perilaku seksual
mungkin bertambah parah setelah tindakan operatif yang
menyangkut sistem reproduksi pria.
27
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengertian dari kontrasepsi yaitu tindakan yang membantu individu atau
pasngan untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mengatur interval
kelahiran, mengontrol kartu keturunan dalam hubungan dengan umur pasanngan
suami istri dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004).
Ada berbagai macam kontrasepsi untuk mencegah konsepsi salah satunya
dengan menggunakan kontrasepsi non hormonal yaitu dengan metode amenore
laktasi/MAL, kondom, AKDR, dan kontrasepsi mantap seperti tubektomi dan
vasektomi.
3.2 Saran
3.2.1 Bagi pengguna alat kontrasepsi
a. Pengguna hendaknya mengetahui terlebih dahulu alat kontrasepsi yang akan
di pakai dengan cara bertanya hal yang ingin diketahui ke tenaga kesehatan.
3.2.2 Bagi tenaga kesehatan
a. Sebagai tenaga kesehatan hendaknya meningkatkan keterampilannya
memasang alat kontrasepsi yang baik dan sesuai prosedur.
b. Sebelum memasang alat kontraspsi pada klien jangan lupa untuk melakukan
infomconsent pada klien.
28
DAFTAR PUSTAKA
BKKBN & Kemenkes RI. 2012. Metode Kontrasepsi Berdasarkan Saran Ditjalpem. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
BKKBN. 2009. Metode Amenore Laktasi (MAL) Dalam Program KB Dan Kesehatan Reproduksi. http://nad.bkkbn.go.id/infoprogram/Documents/
MAL.pdf [04 Februari 2014] Hartanto, et al. 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Hartanto, Hanafi. 2003. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: CV. Mulia Sari.
Lubis, Ramona. 2008. Penggunaan Kondom. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Mansjoer, Arif, et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: Media Ausculapius.
Prawirohardjo S, Hanifa W. 2005. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam: Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo. Prawirohardjo, Sarwono. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.
Jakarta: YBP-SP
Proverawati, Atikah, et al. 2010. Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Ramadhan, Ety. 2012. Hubungan Informasi, Motivasi dan Keterampilan Berperilaku dengan Tindakan Penggunaan Kondom pada LSL untuk
Mencegah HIV/AIDS di Wilayah Kerja Klinik Veteran Medan Tahun 2012. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Saefuddin, Abdul Bari. 2004. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
29
Sartika, Dewi. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu
Menyusui Tentang Metode Amenore Laktasi Sebagai Kontrasepsi Di Wilayah Kerja Puskesmas Krueng Mane Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013. Skripsi. Dipublikasikan. Banda Aceh:
STIKes U’Budiyah Banda Aceh.
Simbolon, Siti. 2011. Peran Petugas Kesehatan Dalam Mempromosikan KB Kondom Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia. Skripsi. Dipublikasikan. Medan: Universitas Sumatera Utara
Suradi R, Tobing HKP, 2003. Manajemen Laktasi. Program Manajemen Laktasi
Perkumpulan Perinatologi Indonesia. Jakarta. Wiknjosastro, H., et al. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.