kinetika daniel adi sambada 12.70.0135 a4

32
KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun Oleh : Nama: Daniel Adi Sambada NIM: 12.70.0135 Kelompok A4 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN Acara II

Upload: james-gomez

Post on 13-Sep-2015

10 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Pada praktikum ini menggunakan bahan buah apel

TRANSCRIPT

KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun Oleh :

Nama: Daniel Adi SambadaNIM: 12.70.0135Kelompok A4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

20151. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan pengujian Bab kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Hasil Pengujian Fermentasi Minuman Vinegar.

KelPerlakuanWaktuMO tiap petakRata-rata MO tiap petakRata-rata MO tiap CCOD (nm)pHTotal asam (mg/ml)

1234

A1Sari apel + S. cereviciaeN0174488,253,3 x 1070,10903,1410,56

N247154586261,252,45 x 1080,49953,1113,44

N483839303234,751,39 x 1080,64283,2012,67

N723631202728,51,14 x 1081,28123,2412,48

N96212619818,57,4 x 1070,80543,2812,67

A2Sari apel + S. cereviciaeN0581241,6 x 1070,08893,1310,56

N2478809096863,44 x 1080,65783,1112,48

N481271301291261285,12 x 1080,79353,2012,29

N72170185168162171,256,85 x 1081,26313,2512,10

N96180198192183188,257,53 x 1080,64153,2812,48

A3Sari apel + S. cereviciaeN0232128 x 1060,10453,1410,37

N2476647280732,92 x 1080,73673,1313,06

N488077858180,753,23 x 1080,85303,1912,67

N728894909892,53,7 x 1081,16752,9012,48

N96140152177182162,756,51 x 1080,53773,2912,86

A4Sari apel + S. cereviciaeN0422841,6 x 1070,10033,1610,94

N2483961129596,53,86 x 1080,82733,1312,29

N4810615449109104,54,18 x 1080,73863,0912,10

N721071034510389,53,58 x 1081,38323,2312,48

N961071051371311204,8 x 1081,10553,2912,48

A5Sari apel + S. cereviciaeN0445341,6 x 1070,10223,1811,14

N24119835753783,12 x 1080,65393,1412,86

N483636403937,751,51 x 1080,71913,1912,67

N723447454141,751,67 x 1081,32563,2612,10

N9625363726311,04 x 1080,32423,2912,86

Pada Tabel 1. Dapat diketahui bahwa sampel masing-masing kelompok mulai dari kelompok 1 hingga kelompok 5 adalah sama yaitu adanya penambahan starter Saccharomyces cereviceae ke dalam produk sari apel, untuk diamati perubahan yang terjadi terhadap sampel baik secara fisik, maupun mikrobiologis. Proses inkubasi yang dilakukan terhadap sampel untuk mendukung pengujian ini adalah selama 5 hari, yang ditunjukkan dengan lambang N0 hingga N96 yang secara berurutan yaitu hari pertama pengujian hingga hari ke lima. Perhitungan jumlah sel yang ada dilakukan setiap harinya dengan menggunakan haemocytometer per 4 petak. Di atas disebutkan jumlah sel yang nampak pada masing-masing sampel per kelompok setiap harinya, dimana rata-rata jumlah mikroba pada sampel A1 mengalami peningkatan dari N0 sampai N24, namun pada N48 hingga N96 jumlah mikroba yang terdeteksi justru lebih rendah jumlahnya . Berbeda dengan sampel milik kelompok A2 jumlah rata-rata mikroba per petaknya mengalami peningkatan dari N0 sampai N96. Hasil tersebut juga terjadi pada sampel milik kelompok A3 dan A4 yang menunjukkan jumlah rata-rata mikroba dari hari pertama hingga hari terakhir terus mengalami peningkatan. Sampel milik kelompok A5 juga mengalami kondisi yang sama dengan sampel milik kelompok A1 yaitu mengalami peningkatan pada hari pertama dan kedua, namun dari hari kedua hingga hari ke 5 mengalami penurunan. Berdasarkan hasil pengukuran jumlah sel per petak, maka dilakukanlah perhitungan pengukuran jumlah sel per cc sampel, sehingga kenaikan dan penurunan dari jumlah sel per cc berbanding lurus dengan penurunan dan penaikan jumlah sel per rata-rata. Apabila diamati secara keseluruhan pada jumlah sel per cc yang paling besar adalah sebesar 5,12 x 108. Pengujian lainnya yang dilakukan pada sampel cuka apel adalah pengukuran nilai absorbansi dari sampel yang ada. Pada sampel milik kelompok A1, nilai absorbansi mengalami peningkatan dari N0 sampai N72, dan mengalami penurunan nilai absorbansi pada N96. Hal serupa juga terlihat pada hasil pengukuran absorbansi sampel milik kelompok A2 dan A3. Berbeda dengan sampel milik kelompok A4 nilai absorbansinya mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak teratur. Pada sampel milik kelompok A5 yang nampak nilai hasil pengukuran absorbansinya mirip dengan

kelompok A1. Pada praktikum ini, pengujian pH (tingkat keasaman) larutan sampel juga dilakukan, dimana sampel milik masing-masing kelompok menunjukkan pola yang sama yaitu mengalami kenaikan derajat keasaman setiap harinya, meskipun dengan nilai hasil pengujian yang berbeda-beda. Apabila diamati dari nilai total asam yang terukur setiap harinya, terjadi kenaikan setiap harinya.Gambar grafik perbandingan masing-masing hasil pengamatan dapat dilihat sebagai berikut:Hubungan antara jumlah sel dan Lama Waktu Inkubasi dalam proses fermentasi dapat dilihat pada Grafik 1.

Grafik 1. Hubungan Antara Jumlah Sel dan Lama Waktu Inkubasi

Pada grafik 1. dapat diketahui bahwa pada kelompok A2 dan A3 semakin lama waktu inkubasi maka jumlah sel akan semakin meningkat. Sedangkan pada kelompok A1 dan A5 semakin lama waktu inkubasi maka jumlah sel yang terbentuk akan semakin sedikit. Dan pada kelompok A4 peningkatan jumlah sel terjadi pada hari ke 3 dan kemudian pada hari ke 4 turun dan naik kembali pada hari selanjutnya.

Hubungan antara tingkat Absorbansi dengan Waktu dalam proses fermentasi dapat dilihat pada grafik 2.

Grafik 2. Hubungan Antara Absorbansi dan Waktu Inkubasi

Pada grafik 2. dapat dilihat bahwa semakin lama waktu inkubasi maka nilai absorbansi akan semakin meningkat. Akan tetapi pada semua kelompok penurunan absorbansi terjadi pada hari ke 5.Hubungan antara tingkat Jumlah Sel dengan pH dalam proses fermentasi dapat dilihat pada grafik 3.

Grafik 3. Hubungan Antara Jumlah Sel dan pH

Pada grafik 3. dapat dilihat bahwa pada semua kelompok mengalami peningkatan pH disertai dengan peningkatan jumlah sel. Akan tetapi pada kelompok A1 dan A5 ketika pH meningkat maka jumlah sel menurun. Pada kelompok A3 ketika pH menurun, terjadi peningkatan jumlah sel, setelah pH meningkat mendekati 3,3 maka jumlah sel juga ikut meningkat.

Hubungan antara tingkat Jumlah Sel dengan Absorbansi dalam proses fermentasi dapat dilihat pada grafik 4.Grafik 4. Hubungan Antara Jumlah Sel dan Absorbansi

Pada grafik 4. dapat diketahui bahwa semakin tinggi jumlah sel, maka penyerapan cahaya akan menjadi semakin berkurang. Tetapi kelompok A1 dan A5 ketika jumlah sel meningkat maka penyerapan cahaya juga ikut menurun. Hal tersebut juga terjadi pada kelompok A2 dan A5 ketika jumlah sel di atas 5 x 108 maka penyerapan cahaya akan berkurang.Hubungan antara tingkat Jumlah Sel dengan total asam dalam proses fermentasi dapat dilihat pada grafik 5.Grafik 5. Hubungan Antara Jumah Sel dan Total Asam

Pada grafik 5. dapat dilihat bahwa semakin meningkat jumlah bakteri maka total asam yang dihasilkan juga ikut meningkat. Hal tersebut dibuktikan pada kelompk A2 dan A3 dimana ketika bakterik meningkat hingga 6 x 108 maka total asam yang dihasilkan akan ikut meningkat.

2. PEMBAHASANPada praktikum fermentasi produksi minuman vinegar, bahan baku yang digunakan pada praktikum ini adalah apel malang yang telah dihancurkan. Sedangkan starter yang digunakan untuk membuat minuman vinegar apel ini adalah Saccharomyces cereviceae. Menurut Wahono et al. (2011) dalam Jurnal 3, fermentasi merupakan suatu proses metabolisme oleh mikroorganisme untuk memperoleh energi, dimana yang dalam prosesnya akan melibatkan pengubahan gula menjadi glukosa dan fruktosa. Ketika proses fermentasi ini berlangsung, perubahan baik secara kimia maupun fisika akan terjadi, sehingga akan diperoleh modifikasi beberapa komponen pada produk akhir sesuai dengan keinginan. Dalam praktikum ini, produk fermentasi yang diharapkan menjadi vinegar.

Menurut Kwartiningsih & Nuning (2005) dari Jurnal 1, vinegar sendiri berasal dari bahasa Prancis yaitu Vinaigre yang berarti anggur yang telah mengalami proses pengasaman. Namun, hingga kini vinegar bukan hanya dibatasi oleh jenis buah anggur, dimana vinegar adalah suatu produk hasil proses fermentasi dari suatu bahan dengan kandungan gula atau pati yang dapat diubah menjadi alkohol oleh jenis mikrobiologi tertentu, yang selanjutnya akan difermentasi menjadi vinegar dengan kandungan asam asetat minimal sebesar 4 gram/100 ml. Mereka juga menjelaskan bahwa berdasarkan bahan bakunya, vinegar dapat dibagi menjadi berbagai macam jenis, termasuk di dalamnya cider vinegar. Cider vinegar berbahan dasar sari buah apel, dengan hasil akhir produk fermentasi mengandung sebesar 4 gram/100 ml, kadar gula reduksi maksimum 50%, dan jumlah padatan total sebesar 1,6%.

Fermentasi produk vinegar, menurut Yusuf et al. (2012) dari jurnal 2, dapat terjadi karena keterlibatan aktivitas mikrobia tertentu, karena mikrobia tersebut memiliki kemampuan untuk mendegradasi substansi-substansi organik tertentu yang ada di buah-buahan maupun sayuran. Vinegar dapat dibuat dari bahan yang tidak bersifat toksik, seperti jus buah tertentu. Dengan landasan teori tersebut, maka penelitian yang dilakukan praktikan tergolong benar. Menurut Fardiaz (1992), dalam proses fermentasi maka substrat yang dibutuhkan mikroorganisme diharuskan ada, contohnya karbohidrat agar terbentuk modifikasi produk menjadi bahan dengan kandungan asam organik seperti asam asetat, asam laktat, dan asam format. Menurut Krusong & Assanee (2010) dalam Jurnal 4, pada dasarnya untuk produksi vinegar umumnya, akan melibatkan aktivitas dari 2 jenis mikrobia yaitu golongan yeast dan golongan bakteri, misalnya yaitu kerja simultan dari Saccharomyces cereviceae dan bakteri asam asetat berupa Acetobacter sp. Namun dalam praktikum ini, jenis mikrobia yang digunakan hanya berupa yeast berupa S. cereviceae saja tanpa ada penambahan bakteri tertentu. Didukung oleh pernyataan dari Nogueira et al. (2007) dari jurnal 5 bahwa produk fermentasi buah apel atau dikenal dengan cider apel ini dapat terjadi dengan penambahan inokulum dahulu sehingga pada akhirnya akan diperoleh produk cider apel dengan flavor fruity dan ada peningkatan nutrisi.Dalam pembuatan vinegar, menurut Realita & Debby (2010), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan produknya yaitu ketersediaan jumlah gula di dalam substrat yang mencukupi. Hal ini dikarenakan gula tersebutlah yang menjadi sumber nutrisi yang memicu pertumbuhan inokulum yang ditambahkan. Selain itu, faktor eksternal lainnya yang mempengaruhi keberhasilan produksi vinegar adalah kualitas dan varietas dari apel itu sendiri. Wang et al. (2004), menambahkan bahwa faktor lain yang juga mempengaruhi salah satunya adalah penambahan gula. Penambahan konsentrasi gula yang berbeda akan mempengaruhi proses fermentasi yang berlangsung, dimana pada dasarnya, jenis gula terdiri atas fruktosa, glukosa, dan sukrosa. Di antara ketiganya, jenis gula dengan kadar kemanisan tertinggi terdapat pada gula fruktosa, dimana kadar gulanya mencapai 70%. Aplikasi gula fruktosa dalam proses fermentasi dapat memicu terjadinya off-taste, dikarenakan tingginya konsentrasi residu gula yang harus dikonversi yeast, berbeda apabila dalam proses pembuatan cider apel, diberi perlakuan penambahan glukosa, yeast dapat memecah glukosa dengan sempurna.

Dalam pembuatan cider apel, terdapat beberapa titik kritis yang diperhatikan menurut Dolge et al. (2012), salah satunya kontrol aroma cider yang ditentukan oleh jenis dan besarnya konsentrasi komponen aromatik yang terdapat dalam buah itu sendiri. Komponen aromatik ini cenderung muncul selama proses aging, dimana komponen yang mungkin dihasilkan tersebut terdiri atas ester, alkohol, lemak, aldehid, keton, terpene, dan lactone. Disamping itu, keberadaan komponen polifenol pada apel juga dapat mempengaruhi kualitas sensori vinegar pada produk akhir.Pertama-tama buah apel malang, dijus dan diambil sarinya hingga mencapai 250 ml , dan kemudian dimasukkan di dalam labu erlenmeyer 300 liter yang telah disterilisasi. Selanjutnya, sampel dipanaskan di dalam water bath selama 30 menit pada suhu kurang lebih 80oC. Tujuan pemanasan di dalam water bath ini, menurut Potter & Hotchkiss (1995) yaitu untuk memastikan bahan bebas dari bakteri patogen dan mikroba pengkontaminasi lainnya.

Gambar 1. Proses Pengambilan Sari Apel

Dalam praktikum ini, higinietas pengolahan harus selalu dijaga, hal tersebut bertujuan untuk memastikan terbebasnya bahan dari senyawa pencemar lainnya, hal ini didukung oleh Hadioetomo (1993) yang mengungkapkan bahwa dengan teknik aseptik maka organisme pencemar tidak akan tumbuh di dalam produk olahan yang kita harapkan.

Dalam tahapan selanjutnya, sampel yang sudah dipanaskan kemudian didinginkan terlebih dahulu sebelum diberi inokulum/starter vinegar. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menyesuaikan suhu lingkungan (suhu di dalam substrat) dengan suhu pertumbuhan optimal bagi starter, karena apabila suhu terlalu tinggi maka starter justru dapat mati. Pendinginan pada sampel dilakukan dengan merendam sampel pada dalam air dingin dan disertai perlakuan pengipasan, dengan tujuan untuk mempercepat penurunan suhu dari sampel.

Gambar 2. Proses Pendinginan ProdukSetelah sampel agak dingin, kemudian sampel ditambahkan dengan inokulum/starter vinegar berupa yeast Saccharomyces cereviceae. Biakan yeast sebanyak 30 ml dimasukkan ke dalan labu erlenmeyer yang telah berisi susbtrat bagi yeast yaitu jus apel. Dalam proses pemindahan pun dilakukan di dekat api yaitu untuk mencegah kontaminasi yang mungkin terjadi.

Gambar 3. Penambahan biakan yeast S. cereviceae ke dalam jus apel.Yeast S. cereviceae yang digunakan sebagai inokulum dalam praktikum ini, menurut Volk & Wheeler (1990), tergolong khamir murni yang perkembang biakannya terjadi secara seksual yaitu dengan membentuk askospora. Yeast tersebut memiliki kemampuan membentuk alkohol dan CO2 sebagai produk sekunder dari hasil pemecahan pati. Langkah selanjutnya yaitu sampel diinkubasi pada suhu ruang (25oC) selama 5 hari dengan perlakuan pengadukan yang dilakukan dengan alat Shaker. Berdasarkan teori oleh Winarno et al. (1980) dan Said (1987), perlakuan pengadukan ini perlu dilakukan untuk memastikan pertumbuhan yeast maksimal dengan adanya transfer O2 yang tidak terhambat dan untuk memastikan adanya kontak antara sel mikroba dengan substrat yang ada (homogen). Dalam 5 hari penginkubasian, setiap 24 jam sampel sebanyak 10 ml diambil secara aseptis untuk diuji perubahan yang terjadi sepanjang hari. Pengujian yang dilakukan yaitu berupa pengujian kepadatan sel, penentuan total asam, pengukuran pH, dan pengukuran absorbansi.

Dalam pengujian kepadatan sel yang dilakukan, jumlah koloni dalam sampel dapat diamati secara langsung dengan menggunakan teknik Haemocytometer. Pengujian tersebut dilakukan dengan menuangkan larutan sampel ke wadah Haemocytometer yang ditutupi dengan kaca preparat. Namun, sebelum penetesan keaseptisan barang yang digunakan harus tetap dijaga yaitu dengan menyemprotkan alkohol untuk membilas/melap kaca preparat dan wadah Haemocytometer. Gambar 4. (Kiri ke kanan) Hari 1, Hari 2, Hari 3, Hari 4, dan Hari 5

Berdasarkan teori dari Hadioetomo (1993) pada dasarnya perbedaan kaca preparat biasa dengan kaca haemocytometer ini terletak pada keberadaan petak yang berukuran sangat kecil pada dasar kaca yang memungkinkan pengamatnya untuk menghitung jumlah sel di bawah mikroskop, seperti sel darah merah. Keberadaan petak tersebut akan mempermudah penggunanya dalam menghitung jumlah sel yang ada dalam volume spesifik cairan. Secara spesifik haemocytometer digunakan untuk mengukur sel dengan ukuran densitas lebih besar dari 104 sel/ml. Apabila dibandingkan dengan teori oleh Chen (2011), haemocytometer tergolong ke dalam salah satu metode pengukuran jumlah sel secara langsung. Pengukuran secara langsung ini akan mempercepat perlakuan pengujian, dimana sampel tidak perlu lagi harus ditumbuhkan dahulu dengan menggunakan cawan petri dan lain sebagainya, sehingga tergolong lebih praktis dan efisien.

Selain itu kepadatan sel juga diuji dengan prinsip absorbansi menggunakan alat spektrofotometer. Prinsip alat spektrofotometer yaitu semakin tinggi tingkat kekeruhan suatu larutan berarti semakin tinggi pula jumlah sel yang terdapat di dalam larutan tersebut. Dalam aplikasinya, panjang gelombang yang digunakan dalam praktikum ini yaitu sebesar 660 nm. Menurut beberapa teori oleh tokoh seperti Ewing (1985), Wilford (1987), dan Fox (1991), teknik absorbansi ini berhubungan dengan penyerapan intensitas cahaya yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti konsentrasi maupun kejernihan larutan.

Pada praktikum ini dilakukan pula pengujian kadar pH larutan setiap harinya, dan penentuan total asam dilakukan dengan metode titrasi. Dalam tahap titrasi, titran yang digunakan berupa larutan NaOH dengan molaritas 0,1N, dan penambahan larutan indikator pp sebelum berjalannya proses titrasi. Hal ini sesuai dengan teori oleh Kwartiningsih & Nuning (2005), bahwa dalam uji kuantitatif asam, vinegar hasil fermentasi akan dititrasi dengan titrasi alkalimetri yaitu dengan menggunakan larutan NaOH. Titrasi dihentikan ketika larutan sampel mengalami perubahan warna menjadi merah muda.Berdasarkan hasil pengujian maka diperoleh grafik hubungan jumlah sel dengan waktu.

Pada grafik di atas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu inkubasi maka jumlah sel akan meningkat. Akan tetapi pada kelompok A1 dan A5 jumlah sel pada hari ke 3 menurun hingga hari ke 5. Sedangkan pada kelompok A4 jumlah sel meningkat hingga pada hari ke 3 dan pada hari ke 4 menurun dan kemudian meningkat kembali. Apabila dibandingkan dengan teori yang ada, maka hasil pengujian sampel vinegar milik kelompok A4 dinyatakan sesuai dengan teori yang ada, yaitu oleh Triwahyuni et al. (2012). Beliau menjelaskan bahwa mikroba memiliki fase pertumbuhan berupa fase lag (adaptasi), fase log (pertumbuhan), fase stasioner, dan fase kematian. Secara berurutan menurutnya, mikroba akan melalui fase adaptasi awal ketika sampel dimasukkan ke dalam substrat. Kemudian, mikroba akan masuk ke fase pertumbuhan yang akan berlangsung dengan sangat cepat pada waktu 24-48 jam. Kemudian dalam waktu 48 jam ke depan, yeast masih dapat mengalami pertumbuhan. Akan tetapi, ketika yeast terus bertumbuh, tapi susbtrat tidak ditambahkan (jumlah gula terbatas), maka akan timbul persaingan sehingga lama kelamaan jumlah yeast menurun, sel yeast berhenti bertunas, serta laju produksi alkohol akan melambat. Bahkan ketika melebihi waktu 48 jam, yeast akan mengalami kematian.

Ketika diamati secara keseluruhan, hasil pengujian sampel pada setiap kelompok berbeda-beda, bahkan ada yang tetap mengalami pertumbuhan jumlah sel seperti pada kelompok A2. Hal tersebut dapat saja terjadi karena kadar gula dan nutrisi lainnya yang diperlukan yeast untuk tumbuh pada masing-masing sampel berbeda-beda. Sehingga pada beberapa kelompok pertumbuhan yeast masih terdeteksi pertumbuhan bahkan sampai jam ke 96. Namun, berdasarkan pengamatan dengan grafik, nampak bahwa kenaikan jumlah sel tidak signifikan seperti pada jam-jam sebelumnya, sehingga secara garis besar pengujian dianggap benar.

Berdasarkan hasil pengujian sampel antara hubungan Absorbansi dan waktu inkubasi maka diperoleh data sebagai berikut:Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu inkubasi maka nilai absorbansi akan meningkat dan kemudian akan menurun. Hal tersebut terjadi pada semua kelompok dimana pada hari ke 2 hingga hari ke 4 nilai absorbansi meningkat dan pada hari ke 5 nilai absorbansi turun sangat tinggi. Menurut teori oleh Wahono et al. (2011), semakin lama waktu fermentasi seharusnya akan terbentuk semakin banyak gula pereduksi, yang merupakan hasil pemecahan sukrosa selama fermentasi, maka seharusnya kekeruhan larutan meningkat seiring bertambahnya waktu inkubasi. Selain itu daur hidup mikroba yang melalui fase lag, fase log, fase stasioner, dan fase dan fase kematian tergambar jelas pada grafik diatas.Berdasarkan hasil pengujian sampel antara hubungan jumlah sel dan pH maka diperoleh data sebagai berikut:

Pada grafik hubungan jumlah sel dengan pH dapat diketahui pada kelompok A1 dan A5 semakin meningkatnya jumlah mikroba maka nilai pH akan semakin tinggi, sebaliknya pada kelompok A2 dan A3 semakin tinggi jumlah sel yang tumbuh maka nilai pH akan semakin tinggi. Berdasarkan teori oleh Yusuf et al. (2012) dari jurnal 2, secara teoritis, yeast memiliki kemampuan untuk memecah 1 gram glukosa menjadi 0,67 gram asam asetat dalam satu kali metabolisme. Maka diketahui bahwa ketika yeast mengalami pertumbuhan, secara tidak langsung kondisi larutan akan semakin asam, akan tetapi ketika kemampuan yeast memetabolisme gula menurun maka kadar pH akan meningkat/menjadi semakin tidak asam. Teori ini semakin dikuatkan dengan adanya pernyataan dari Winarno et al. (1984) bahwa dalam proses fermentasi maka perubahan komponen gula pada dalam substrat akan dipecah membentuk alkohol dan karbondioksida, selain itu, semakin tinggi kandungan alkohol yang terdapat dalam substrat maka yeast tidak mampu bertahan. Oleh karena fase pertumbuhan yeast yang suatu ketika akan mengalami penurunan, maka kenaikan kadar keasaman lingkungan substrat pun juga menunjukkan tingkat pertumbuhan sel yeast.Berdasarkan hasil pengujian sampel antara hubungan absorbansi dan jumlah sel maka diperoleh data sebagai berikut:

Berdasarkan hubungan antara jumlah sel dengan absorbansi maka dapat diketahui bahwa semakin banyak jumlah mikroba maka intensitas warna yang diserap akan semakin menurun. Menurut teori dari Rahman (1992), perubahan warna dalam pengolahan produk fermentasi tergolong normal karena adanya aktivitas mikroba yang mampu mengubah gula menjadi metabolit lain sehingga warna produk, sehingga larutan akan menjadi semakin keruh. Maka berdasarkan pernyataan tersebut seharusnya semakin tinggi jumlah sel dalam larutan maka semakin besar pula nilai absorbansinya. Akan tetapi pada kelompok A1 dan A5 ketika nilai absorbansi meningkat tetapi jumlah mikroba tetap. Kesalahan dalam pengujian ini bisa saja terjadi dikarenakan beberapa faktor. Di antaranya, karena proses pengadukan yang tidak sempurna, sehingga substrat tertentu dengan densitas yang lebih tinggi akan tenggelam di dasar. Didukung oleh teori dari Rahman (1992), bahwa kecepatan pengadukan sangat berperan pernting terhadap pengujian nilai absorbansi supaya komponen di dalamnya benar-benar homogen. Di samping itu, salah satu faktor penyebab kegagalan lainnya karena tidak meratanya kondisi larutan sebelum pengujian dengan alat spektrofotometer, sehingga memungkinkan tertinggalnya beberapa biomassa sel yeast yang sudah mati yang mengendap di dasar wadah.Berdasarkan hasil pengujian sampel antara hubungan total asam dan jumlah sel maka diperoleh data sebagai berikut:

Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa pada semakin tinggi jumlah sel maka pH dari larutan akan meningkat. Akan tetapi pada kelompok A5 tidak terjadi peningkatan jumlah sel tetapi memiliki pH yang lebih tinggi daripada kelompok lain. Ketika dibandingkan dengan teori oleh Kwartiningsih & Nuning (2005) dari Jurnal 1, menjelaskan bahwa asam yang dihasilkan sel, seperti asam asetat akan meningkat seiring meningkatnya kemampuan metabolisme dari sel yeast. Akan tetapi semakin lama asam asetat memiliki kecenderungan mengalami oksidasi menjadi karbondioksida dan air. Oleh sebab itu pada awalnya nilai total asam akan meningkat pada awalnya, namun lama kelamaan akan mengalami penurunan kembali. Pengukuran total asam yang berbeda-beda dari pengujian tingkat keasaman bisa saja disebabkan oleh ketidaktelitian alat pHmeter yang digunakan. 3. KESIMPULAN Fermentasi adalah proses metabolisme mikroorganisme untuk memperoleh energi, yang di dalamnya akan melibatkan pengubahan gula menjadi glukosa dan fruktosa. Vinegar adalah suatu produk hasil proses fermentasi dari suatu bahan yang memiliki kandungan gula atau pati yang dapat diubah menjadi alkohol oleh jenis mikrobiologi tertentu. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan vinegar adalah ketersediaan jumlah gula di dalam substrat yang mencukupi, kualitas dan varietas dari apel itu sendiri, kadar penambahan gula. Higinietas pengolahan harus tetap dijaga, agar produk bebas bahan dari senyawa pencemar lainnya. Yeast S. cereviceae tergolong khamir murni yang perkembang biakannya terjadi secara seksual yaitu dengan membentuk askospora. Haemocytometer tergolong ke dalam salah satu metode pengukuran jumlah sel secara langsung. Mikroba memiliki fase pertumbuhan berupa fase lag (adaptasi), fase log (pertumbuhan), fase stasioner, dan fase kematian, bergantung dari ada tidaknya nutrisi yang diperlukan. Semakin tinggi kandungan alkohol yang ada dalam substrat maka yeast tidak mampu bertahan. Jumlah sel akan meningkat hingga hari ke 2 (N48) dan akan terus mengalami penurunan hingga hari ke 4 (N96). Nilai OD akan semakin meningkat seiring dengan semakin lama waktu inkubasi karena semakin lama waktu inkubasi, sel yeast akan semakin bertambah banyak. Semakin tinggi jumlah sel tiap cc semakin tinggi pula nilai OD.Semarang, 25 Juni 2015

Praktikan

Asisten Dosen

Daniel Adi Sambada

Bernardus Daniel

12.70.0135

Metta Meliani

Chaterine Meiliani

4. DAFTAR PUSTAKA

Chen, Y. W. and Chiang, P. J. (2011). Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology 58.

Dolge, R. R.; Z. Kruma; and D. Karklina. (2012). Aroma Composition and Polyphenol Content of Ciders Available in Latvian Market. World Academy of Science, Engineering and Technology 67.

Ewing, G.W. (1985).Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Fox, P. F. ( 1991 ). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia Pustaka. Jakarta.

Krusong, Warawut & Assanee Vichitraka. (2010). Jurnal 4 : An Investigation of Simultaneous Pineapple Vinegar Fermentation Interaction Between Acetic Acid Bacteria and Yeast.

Kwartiningsih, Endang & Nuning Sri Mulyati. (2005). Jurnal 1 : Fermentasi Sri Buah Nanas Menjadi Vinegar.

Nogueira, Alessandro, Carolen Mongruel, Deise Risana Simoes, Nina Waszczynskyj, & Gilvan Wosiacki. (2007). Jurnal 5 : Effect of Biomass Reduction on The Fermentation of Cider.

Potter. N.N. & Hotchkiss.J.H. (1995). Food Science 5th.Chapman &Hall.inc. NewYork.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Realita, Tita dan M. Sumanti, Debby. (2010). Teknologi Fermentasi. Penerbit : Widya Padjajaran. Bandung

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Triwahyuni, E.; N. Ariani; H. Hendarsyah; T. Idiyanti. (2012). The Effect Of Dry Yeast Saccharomyces cereviceae Concentration On Fermentation Process For Bioethanol Production From Palm Oil Empty Fruit Bunches. Proceeding of ICSEEA 31 34. Volk, W.A. & M.F. Wheeler. (1990). Mikrobiologi Dasar jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Wahono Hadi Susanto & Bagus Rakhmad Setyohadi. 2011. Jurnal 3 : Pengaruh Varietas Apel (Malus sylvestris) dan Lama Fermentasi oleh Khamir Saccharomyces cerevisiae sebagai Perlakuan Pra-Pengolahan terhadap Karakteristik Sirup.

Wang, D.; Y. Xu; J. Hu; and G. Zhao. (2004). Fermentation Kinetics of Different Sugars by Apple Wine Yeast Saccharomyces cerevisiae. Journal of the Institute of Brewing 110(4), 340346.

Wilford, L. D. R. (1987). Chemistry for First Examinations. Blackie. London.Winarno, F. G. ; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pertanian. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G.; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1984). Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yusuf o. Raji, Mohammed Jibril, Idris M. Misau, & Baba Y. Danjuma. (2012). Jurnal 2 : Production of Vinegar From Pineapple Peel.5. LAMPIRAN

5.1 Perhitungan

Kelompok A1

Rata-rata MO tiap petak

N0 = = 8,25

N24 = = 61,25

N48 = = 34,75

N72 = = 28,5

N96 = = 18,5Rata-rata MO tiap cc

N0 = = 3,3 x 107N24 = = 2,45 x 108N48 = = 1,39 x 108N72 = = 1,14 x 108N96 = = 7,4 x 107Total asam

N0 = = 10,56 mg/mlN24 = = 13,44 mg/mlN48 = = 12,67 mg/mlN72 = = 12,48 mg/mlN96 = = 12,67 mg/ml Kelompok A2

Rata-rata MO tiap petak

N0 = = 4

N24 = = 86

N48 = = 128

N72 = = 171,25

N96 = = 188,25Rata-rata MO tiap cc

N0 = = 1,6 x 107N24 = = 3,44 x 108N48 = = 5,12 x 108N72 = = 6,85 x 108N96 = = 7,53 x 108Total asam

N0 = = 10,56N24 = = 12,48N48 = = 12,29N72 = = 12,10N96 = = 12,48 Kelompok A3

Rata-rata MO tiap petak

N0 = = 2N24 = = 73

N48 = = 80.75N72 = = 92.5N96 = = 162.75Rata-rata MO tiap cc

N0 = = 8,00 x 107N24 = = 29,2 x 107N48 = = 32,3x 107N72 = = 37 x 107N96 = = 65,1 x 107Total asam

N0 = = 10,368 mg/mlN24 = = 13,056mg/mlN48 = = 12,67 mg/mlN72 = = 12,48 mg/mlN96 = = 12,86 mg/ml Kelompok A4Rata-rata MO tiap petak

N0 = = 4

N24 = = 96,5

N48 = = 104,5

N72 = = 89,5

N96 = = 120Rata-rata MO tiap cc

N0 = = 1,6 x 107N24 = = 3,86 x 108N48 = = 4,18 x 108N72 = = 3,58 x 108N96 = = 4,8 x 108Total asam

N0 = = 10,94

N24 = = 12,29

N48 = = 12,10

N72 = = 12,48N96 = = 12,48 Kelompok A5

Rata-rata MO tiap petakN0 = = 4

N24 = = 78

N48 = = 37,75

N72 = =41,75N96 = = 31

Rata-rata MO tiap cc

N0 = = 1,6 x 107N24 = = 3,12 x 108N48 = = 1,51 x 108N72 = = 1,67 x 108N96 = = 1,04 x 108Total asam

N0 = = 11,14

N24 = = 12,86

N48 = = 12,67

N72 = = 12,10N96 = = 12,865.2 Laporan Sementara

5.3 Jurnal

Acara II