[kimia dasar] konsep materi dan atom

29
1. Penemuan Partikel Fundamental A. Penemuan Elektron Setelah John Dalton (1766-1844) pada tahun 1803 mengemukakan teori atom yang pertama kali, maka tidak lama setelah itu dua orang ilmuwan yaitu Sir Humphry Davy (1778-1829) dan muridnya Michael Faraday (1791-1867), menemukan metode elektrolisis, yaitu cara menguraikan senyawa menjadi unsur-unsurnya dengan bantuan arus listrik. Dengan metode baru itulah akhirnya mereka menemukan bahwa atom mengandung muatan listrik. Sejak pertengahan abad ke-19, para ilmuwan banyak meneliti daya hantar listrik dari gas-gas pada tekanan rendah. Tabung lampu gas pertama kali dirancang oleh Heinrich Geissler (1829-1879) dari Jerman pada tahun 1854. Rekannya, Julius Plucker (1801-1868),membuat eksperimen sebagai berikut. Dua pelat logam ditempatkan pada masing- masing tabung Geissler yang divakumkan, lalu tabung gelas itu diisi dengan gas pada tekanan rendah. Salah satu pelat logam (disebut anode) membawa muatan positif, dan pelat yang satu lagi (disebut katode) membawa muatan negatif. Ketika muatan listrik bertegangan tinggi dialirkan melalui gas dalam tabung, muncullah nyala berupa sinar dari katode ke anode. Sinar yang dihasilkan ini disebut sinar katode. Plucker ternyata kurang teliti dalam pengamatannya dan menganggap sinar tersebut hanyalah cahaya listrik biasa. Pada tahun 1875, William Crookes (1832-1919) dari Inggris, mengulangi eksperimen Plucker tersebut dengan lebih teliti dan mengungkapkan bahwa sinar katode

Upload: dian-rahmawati-dhichan

Post on 03-Aug-2015

137 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

1. Penemuan Partikel Fundamental

A. Penemuan Elektron

Setelah John Dalton (1766-1844) pada tahun 1803 mengemukakan teori atom

yang pertama kali, maka tidak lama setelah itu dua orang ilmuwan yaitu Sir Humphry

Davy (1778-1829) dan muridnya Michael Faraday (1791-1867), menemukan metode

elektrolisis, yaitu cara menguraikan senyawa menjadi unsur-unsurnya dengan bantuan

arus listrik. Dengan metode baru itulah akhirnya mereka menemukan bahwa atom

mengandung muatan listrik.

Sejak pertengahan abad ke-19, para ilmuwan banyak meneliti daya hantar listrik

dari gas-gas pada tekanan rendah. Tabung lampu gas pertama kali dirancang oleh

Heinrich Geissler (1829-1879) dari Jerman pada tahun 1854. Rekannya, Julius Plucker

(1801-1868),membuat eksperimen sebagai berikut. Dua pelat logam ditempatkan pada

masing-masing tabung Geissler yang divakumkan, lalu tabung gelas itu diisi dengan

gas pada tekanan rendah. Salah satu pelat logam (disebut anode) membawa muatan

positif, dan pelat yang satu lagi (disebut katode) membawa muatan negatif. Ketika

muatan listrik bertegangan tinggi dialirkan melalui gas dalam tabung, muncullah nyala

berupa sinar dari katode ke anode. Sinar yang dihasilkan ini disebut sinar katode.

Plucker ternyata kurang teliti dalam pengamatannya dan menganggap sinar tersebut

hanyalah cahaya listrik biasa.

Pada tahun 1875, William Crookes (1832-1919) dari Inggris, mengulangi

eksperimen Plucker tersebut dengan lebih teliti dan mengungkapkan bahwa sinar

katode merupakan kumpulan partikel-partikel yang saat itu belum dikenal.

Hasil-hasil eksperimen Crookes dapat dirangkum sebagai berikut.

1. Partikel sinar katode bermuatan negatif sebab tertarik oleh pelat yang bermuatan

positif.

2. Partikel sinar katode mempunyai massa sebab mampu memutar baling-baling dalam

tabung.

3. Partikel sinar katode dimiliki oleh semua materi sebab semua bahan yang digunakan

(padat, cair, dan gas) menghasilkan sinar katode yang sama.

Partikel sinar katode itu dinamai “elektron” oleh George Johnstone Stoney

(1817 – 1895) pada tahun 1891. Pada masa itu para ilmuwan masih diliputi

kebingungan dan ketidaktahuan serta ketidakpercayaan bahwa setiap materi memiliki

elektron karena mereka masih percaya bahwa atom adalah partikel terkecil penyusun

suatu materi. Kalau atom merupakan partikel terkecil, maka di manakah keberadaan

elektron dalam materi tersebut?

Pada tahun 1897, Joseph John Thompson (1856 – 1940) dari Inggris melalui

serangkaian eksperimennya berhasil mendeteksi atau menemukan elektron yang

dimaksud Stoney. Thompson membuktikan bahwa elektron merupakan partikel

penyusun atom, bahkan Thompson mampu menghitung perbandingan muatan terhadap

massa elektron , yaitu 1,759 × 108 coulomb/gram.

Selanjutnya, fisikawan Amerika Robert Andrew Millikan (1868-1953) berhasil

membuktikan dengan percobaan yang cerdas adanya partikel kelistrikan ini. Percobaan

yang disebut dengan percobaan tetes minyak Millikan. Tetesan minyak dalam tabung

jatuh akibat pengaruh gravitasi. Bila tetesan minyak memiliki muatan listrik,

gerakannya dapat diatur dengan melawan gravitasi dengan berikan medan listrik.

Gerakan gabungan ini dapat dianalisis dengan fisikan klasik. Millikan menunjukkan

dengan percobaan ini bahwa muatan tetesan minyak selalu merupaka kelipatan 1,6×10-

19 C. Fakta ini berujung pada nilai muatan elektron sebesar 1,6 x 10-19 C.

Rasio muatan/massa partikel bermuatan yang telah diketahui selama ini sekitar

1/1000 (C/g). Ratio yang didapatkan Thomson jauh lebih tinggnilai tersebut (nilai

akurat yang diterima adalah 1,76 x108 C/g), dan penemuan ini tidak masuk dalam

struktur pengetahuan yang ada saat itu. Partikel ini bukan sejenis ion atau molekul,

tetapi harus diangap sebagai bagian atau fragmen atom.

B. Penemuan Proton

Dengan ditemukannya elektron oleh Thomson, para ahli semakin yakin bahwa

atom tersusun oleh partikel-partikel yang lebih kecil. Pada tahun 1886, Eugen Goldstein

melakukan percobaan dengan memodifikasi tabung sinar katode. Percobaan Goldstein

tersusun atas:

1. Elektroda negatif (katoda) yang menutup rapat tabung sinar katoda sehingga ruang

dibelakang katoda gelap

2. Lempeng katoda dilubangi dan diisi dengan gas hidrogen bertekanan rendah

3. Radiasi yang keluar dari lubang tabung katoda akibat aliran listrik bertegangan

tinggi menyebabkan gas yang berada dibelakang katoda berpijar

4. Radiasi tersebut disebut radiasi/sinar kanal atau sinar positif

Sinar kanal secara mendetail dihasilkan dari tahapan berikut yakni ketika sinar

katoda menjala dari katoda ke anoda maka sinar katoda ini menumbuk gas hidrogen

yang berada didalam tabung sehingga elektron gas hidrogen terlepas dan membentuk

ion positif. Ion hidrogen yang bermuatan positif selanjutnya bergerak menuju kutub

negatif (katoda) dengan sebagian ion hidrogen lolos dari lubang katoda. Berkas sinar

yang bermuatan positif disebut sinar kanal atau sinar positif.

Penelitian selanjutnya mendapatkan hasil bahwa gas hidrogen menghasilkan

sinar kanal dengan muatan dan massa terkecil. Ion hidogen ini selanjutnya disebut

sebagai proton. Beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa sinar kanal

merupakan partikel dasar yang bermuatan positif dan berada dalam inti atom dan massa

proton sama dengan massa ion hidrogen dan berharga 1 sma.

Rutherford berikutnya menembak gas nitrogen dengan sinar alfa untuk

membuktikan bahwa proton berada didalam atom dan ternyata proton juga dihasilkan

dari proses tersebut. Reaksi yang terjadi adalah :

Beberapa sifat sinar kanal/sinar positif adalah:

a. Sinar kanal merupakan radiasi partikel- sinar kanal dibelokkan ke arah kutub negatif

apabila dimasukkan kedalam medan listrik atau medan magnet-sinar kanal

bermuatan positif.

b. Sinar kanal mempunyai perbandingan harga muatan elektron dan massa (e/m) lebih

kecil dari perbandingan harga muatan elektron dan massa (e/m) elektron.

c. Sinar kanal mempunyai perbandingan harga muatan elektron dan massa (e/m) yang

tergantung pada jenis gas dalam tabung.

Massa 1 proton = 1 sma = 1,66 × 10-24 gram

Muatan 1 proton = +1 = 1,6 × 10-19 C

Pada tahun 1910, Ernest Rutherford bersama dua orang asistennya, yaitu Hans

Geiger dan Ernest Marsden, melakukan serangkaian percobaan untuk mengetahui

kedudukan partikel-partikel di dalam atom. Percobaan mereka dikenal dengan

hamburan sinar alfa terhadap lempeng tipis emas.

Dari pengamatan mereka, didapatkan fakta bahwa partikel yang ditembakkan

pada lempeng logam emas yang tipis, sebagian besar diteruskan, dan ada sebagian kecil

yang dibelokan bahkan ada juga beberapa di antaranya yang dipantulkan. Hal tersebut

sangat mengejutkan bagi Rutherford. Penemuan ini menyebabkan gugurnya teori atom

Thomson. Partikel yang terpantul tersebut diperkirakan telah menabrak sesuatu yang

padat di dalam atom. Dengan demikian atom tersebut tidak bersifat homogen seperti

digambarkan oleh Thomson. Bahkan menurut pengamatan Marsden, diperoleh fakta

bahwa satu di antara 20.000 partikel akan membelok dengan sudut 90o bahkan lebih.

Berdasarkan gejala-gejala tersebut, diperoleh beberapa kesimpulan antara lain:

1. Atom bukan merupakan bola pejal, karena hampir semua partikel diteruskan.

Berarti, sebagian besar volume atom merupakan ruang kosong.

2. Partikel yang mengalami pembelokan ialah partikel yang mendekati inti atom. Hal

tersebut disebabkan keduanya bermuatan positif.

3. Partikel yang dipantulkan ialah partikel yang tepat menabrak inti atom.

Berdasarkan fakta-fakta yang didapatkan dari percobaan tersebut, Rutherford

mengusulkan model atomnya yang menyatakan bahwa atom terdiri atas inti atom yang

sangat kecil dan bermuatan positif yang dikelilingi oleh elektron yang bermuatan

negatif. Jumlah proton dalam inti sama dengan jumlah elektron ynag mengelilingi inti,

sehingga atom bersifat netral. Rutherford juga menduga bahwa di dalam inti atom

terdapat partikel netral yang berfungsi untuk mengikat partikel-partikel positif agar

tidak saling menolak. Dari percobaan tersebut, Rutherford dapat memperkirakan jari-

jari atom kira-kira 10–8 cm dan jari-jari inti kira-kira 10-13cm.

C. Penemuan Neutron

Eksperimen Rurherford mengawali penemuan neutron. Dalam eksperimennya,

Rutherford berusaha untuk menghitung jumlah muatan positif dalam inti atom dan

massa inti atom. Ia berharap massa muatan positif sama dengan massa atom mengingat

massa elektron sangat kecil. Akan tetapi, ia mendapati bahwa massa inti atom hanya

setengah dari massa atom.

Di tahun 1920, ahli fisika Amerika William Draper Harkins menduga adanya

partikel lain dalam inti atom selain proton. Partikel tersebut mempunyai massa yang

hampir sama dengan proton, tetapi tidak bermuatan. Ia menamakan partikel tersebut

neutron.Oleh karena partikel tersebut tidak bermuatan, maka keberadaannya sulit

dibuktikan. Baru pada tahun 1932, James Chadwick dari Inggris berhasil membuktikan

keberadaan partikel neutron.

Chadwick melakukan percobaan dengan melakukan Penembakan partikel α ke

pelat berilium yang menghasilkan suatu radiasi yang tidak bermuatan. Apabila materi

padat yang mengandung banyak atom hidrogen seperti lilin parafin ditempatkan

sebagai penghalang, maka radiasi tidak bermuatan tersebut akan mengakibatkan proton

dalam atom hidrogen terlempar keluar. Chadwick menunjukkan bahwa radiasi tidak

bermuatan mengandung partikel-partikel tidak bermuatan yang memiliki massa 1.675 ×

10-27 kg, yang hampir sama dengan massa proton (1.675 × 10-27 kg).

Dengan penemuan neutron ini, struktur atom menjadi semakin jelas. atom

tersusun dari inti atom yang dikelilingi oleh elektron yang bermuatan negatif. Inti atom

sendiri terdiri dari proton yang bermuatan positif dan neutron yang tidak bermuatan.

Kedua partikel penyusun atom ini disebut nukleon. Oleh karena atom bersifat netral,

maka jumlah proton yang bermuatan positif harus sama dengan jumlah elektron yang

bermuatan negatif.

2. Penemuan Atom

Sejarah penemuan atom bermula sejak zaman dahulu kala. Namun, baru pada

sekitar tahun 450 SM seorang filsuf Yunani bernama Democritus, menciptakan istilah

átomos yang berasal dari bahasa Yunani: ἄτομος, yang berarti "tidak dapat dipotong"

ataupun "tidak dapat dibagi-bagi lagi" .

Kemajuan lebih jauh pada pemahaman mengenai atom dimulai dengan

berkembangnya ilmu kimia. Pada tahun 1661, Robert Boyle mempublikasikan buku The

Sceptical Chymist yang berargumen bahwa materi-materi di dunia ini terdiri dari berbagai

kombinasi "corpuscules", yaitu atom-atom yang berbeda. Hal ini berbeda dengan

pandangan klasik yang berpendapat bahwa materi terdiri dari unsur-unsur udara, tanah,

api, dan air. Pada tahun 1789, istilah element (unsur) didefinisikan oleh seorang

bangsawan dan peneliti Perancis, Antoine Lavoisier, sebagai bahan dasar yang tidak dapat

dibagi-bagi lebih jauh lagi dengan menggunakan metode-metode kimia.

Pada tahun 1803, John Dalton mengembangkan konsep atom modern pertama.

Dalam buku karangannya yang berjudul New System of Chemical Philosophy, Ia

menyatakan bahwa materi terdiri atas atom yang tidak dapat dibagi lagi. Tiap-tiap unsur

terdiri atas atom-atom dengan sifat dan massa identik, dan senyawa terbentuk jika atom

dari berbagai unsur bergabung dalam komposisi yang tetap.

Pada tahun 1808, Dalton mengemukakan teori atom sebagai berikut :

a. Setiap unsur tersusun dari partikel kecil yang disebut atom.Semua atom dalam suatu

unsur adalah sejenis,mempunyai ukuran,massa,dan sifat kimia yang sama.Sementara

itu,atom dari suatu unsur berbeda dengan atom dari unsur yang lain.

b. Senyawa adalah materi yang tersusun oleh paling sedikit dua jenis atom dari unsur yang

berbeda dengan perbandingan yang tetap dan tertentu.

c. Atom tidak dapat dimusnahkan.Reaksi kimia hanyalah penataan ulang atom – atom

yang bereaksi.

Walaupun teori Dalton cukup untuk menjelaskan keberadaan atom, namun struktur

atom masih belum dijelaskan dan alasan mengapa elemen yang berbeda memiliki sifat dan

ciri yang berbeda masih belum terjawab.

Lalu pada tahun 1897 berdasarkan hasil penelitian J. J. Thomson terhadap sinar

katode, menemukan elektron dan sifat-sifat subatomiknya. Hal ini meruntuhkan konsep

atom sebagai satuan yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Thomson percaya bahwa elektron-

elektron terdistribusi secara merata di seluruh atom, dan muatan-muatannya

diseimbangkan oleh keberadaan muatan positif dalam atom yang berupa bola pejal. Teori

ini digambarkan sebagai roti kismis, dimana elektron yang terdistribusi merata di seluruh

atom tersebut adalah kismis yang merata di dalam roti sebagai bola pejal atom.

Namun pada tahun 1909, para peneliti di bawah arahan Ernest Rutherford

menembakkan ion helium ke lembaran tipis emas, dan menemukan bahwa sebagian kecil

ion tersebut dipantulkan dengan sudut pantulan yang lebih tajam dari yang apa yang

diprediksikan oleh teori Thomson. Sehingga Rutherford kemudian mengajukan pendapat

bahwa muatan positif suatu atom dan kebanyakan massanya terkonsentrasi pada inti atom,

dengan elektron yang mengitari inti atom seperti planet mengitari matahari, dan sebagian

besar bagian atom, antara inti atom dan elektron adalah ruang kosong. Muatan positif ion

helium yang melewati inti padat ini haruslah dipantulkan dengan sudut pantulan yang

lebih tajam.

Namun terdapat kelemahan dalam teori atom Rutherford tersebut. Dalam ilmu

fisika klasik terdapat asas bahwa “Setiap benda yang bergerak akan mengeluarkan energi

dan membentuk lintasan spiral hingga akhirnya jika energi yang dimiliki benda tersebut

habis, maka benda tersebut akan jatuh ke dalam inti benda tersebut.”. lalu bagaimana

elektron bisa tetap berada pada lintasannya bila elektron tersebut terus bergerak?

Lalu, pada tahun 1913 fisikawan Niels Bohr mengkaji ulang model atom

Rutherford dan mengajukan pendapat bahwa elektron-elektron terletak pada orbit-orbit

yang terkuantisasi, dan selama elektron tersebut berada pada orbitnya maka elektron

tersebut tidak kehilangan energinya. Sehingga elektron tidak bebas bergerak atau

berpindah dari satu lintasan ke lintasan lain, dan jika elektron berpindah ia akan menyerap

atau melepaskan energi tertentu. Sesuai dengan postulat Bohr yang berbunyi:

Jika elektron mengeluarkan radiasi atau energi, maka elektron akan berpindah lintasan

mendekati inti (emisi).

Jika elektron menyerap energi, maka elektron akan berpindah lintasan menjauhi inti

(eksitasi).

Ikatan kimia antar atom kemudian pada tahun 1916 dijelaskan oleh Gilbert Newton

Lewis sebagai interaksi antara elektron-elektron atom tersebut. Atas adanya keteraturan

sifat-sifat kimiawi dalam tabel periode kimia,kimiawan Amerika Irving Langmuir tahun

1919 berpendapat bahwa hal ini dapat dijelaskan apabila elektron-elektron pada sebuah

atom saling berhubungan atau berkumpul dalam bentuk-bentuk tertentu. Sekelompok

elektron diperkirakan menduduki satu set kelopak elektron di sekitar inti atom.

Percobaan Stern-Gerlach pada tahun 1922 memberikan bukti lebih jauh mengenai

sifat-sifat kuantum atom. Ketika seberkas atom perak ditembakkan melalui medan magnet,

berkas tersebut terpisah-pisah sesuai dengan arah momentum sudut atom (spin). Oleh

karena arah spin adalah acak, berkas ini diharapkan menyebar menjadi satu garis. Namun

pada kenyataannya berkas ini terbagi menjadi dua bagian, tergantung dari apakah spin

atom tersebut berorientasi ke atas ataupun ke bawah.

Pada tahun 1926, dengan menggunakan pemikiran Louis de Broglie bahwa

partikel berperilaku seperti gelombang, Erwin Schrödinger mengembangkan suatu model

atom matematis yang menggambarkan elektron sebagai gelombang tiga dimensi daripada

sebagai titik-titik partikel. Konsekuensi penggunaan bentuk gelombang untuk menjelaskan

elektron ini adalah bahwa adalah tidak mungkin untuk secara matematis menghitung

posisi dan momentum partikel secara bersamaan. Hal ini kemudian dikenal sebagai prinsip

ketidakpastian, yang dirumuskan oleh Werner Heisenberg pada 1926. Menurut konsep ini,

untuk setiap pengukuran suatu posisi, seseorang hanya bisa mendapatkan kisaran nilai-

nilai probabilitas momentum, demikian pula sebaliknya. Walaupun model ini sulit untuk

divisualisasikan, ia dapat dengan baik menjelaskan sifat-sifat atom yang terpantau yang

sebelumnya tidak dapat dijelaskan oleh teori mana pun. Oleh sebab itu, model atom yang

menggambarkan elektron mengitari inti atom seperti planet mengitari matahari digugurkan

dan digantikan oleh model orbital atom di sekitar inti di mana elektron paling

berkemungkinan berada.

3. Mekanika Kuantum

Dalam fisika klasik, partikel memiliki posisi dan momentum yang jelas dan

mengikuti lintasan yang pasti. Akan tetapi, pada skala atomik, posisi dan momentum atom

tidak dapat ditentukan secara pasti. Hal ini dikemukakan olehWerner Heisenberg pada

tahun 1927 dengan Prinsip Ketidakpastian (uncertainty principle) (Oxtoby, Gillis,

Nachtrieb).

Menurut Heisenberg, metode eksperimen apa saja yang digunakan untuk

menentukan posisi atau momentum suatu partikel kecil dapat menyebabkan perubahan,

baik pada posisi, momentum, atau keduanya. Jika suatu percobaan dirancang untuk

memastikan posisi elektron, maka momentumnya menjadi tidak pasti, sebaliknya jika

percobaan dirancang untuk memastikan momentum atau kecepatan elektron, maka

posisinya menjadi tidak pasti.

Untuk mengetahui posisi dan momentum suatu elektron yang memiliki sifat

gelombang, maka pada tahun 1927, Erwin Schrodinger, mendeskripsikan pada sisi

elektron tersebut dengan fungsi gelombang (wave function) yang memiliki satu nilai pada

setiap posisi di dalam ruang. Fungsi gelombang ini dikembangkan dengan notasi ϕ (psi),

yang menunjukkan bentuk dan energi gelombang elektron). Model atom mekanika

kuantum menerangkan bahwa elektron-elektron dalam atom menempati suatu ruang atau

“awan” yang disebut orbital, yaitu ruang tempat elektron paling mungkin ditemukan.

Beberapa orbital bergabung membentuk kelompok yang disebut subkulit. Jika orbital kita

analogikan sebagai “kamar elektron”, maka subkulit dapat dipandang sebagai “rumah

elektron”. Beberapa subkulit yang bergabung akan membentuk kulit atau “desa elektron”.

o Satu kulit tersusun dari subkulit-subkulit

o Satu subkulit tersusun dari orbital-orbital

o Satu orbital menampung maksimal dua elektron

o Hubungan Subkulit, Orbital, dan Jumlah Elektron Maksimum

Jenis Subkulit Jumlah Orbital Elektron Maksimum

Subkulit s 1 orbital 2 elektron

Subkulit p 3 orbital 6 elektron

Subkulit d 5 orbital 10 elektron

Subkulit f 7 orbital 14 elektron

Subkulit g 9 orbital 18 elektron

Subkulit h 11 orbital 22 elektron

Subkulit i 13 orbital 26 elektron

o Orbital-orbital dalam satu subkulit mempunyai tingkat energi yang sama, sedangkan

orbital-orbital dari subkulit berbeda, tetapi dari kulit yang sama mempunyai tingkat

energi yang bermiripan.

o Susunan kulit, subkulit, dan orbital dalam suatu atom berelektron banyak

disederhanakan seperti pada gambar

4. Lahirnya Mekanika Kuantum

a. Dualisme Partikel

Di paruh pertama abad 20, mulai diketahui bahwa gelombang elektromagnetik,

yang sebelumnya dianggap gelombang murni, berperilaku seperti partikel (foton).

Fisikawan Perancis Louis Victor De Broglie (1892-1987) mengasumsikan bahwa

sebaliknya mungkin juga benar, yakni materi juga berperilaku seperti gelombang.

Berawal dari persamaan Einstein, E = cp dengan p adalah momentum foton, c

kecepatan cahaya dan E adalah energi, ia mendapatkan hubungan:

E = hν =ν = c/λ atau hc/ λ = E, maka h/ λ= p … (2.12)

De Broglie menganggap setiap partikel dengan momentum p = mv disertai

dengan gelombang (gelombang materi) dengan panjang gelombang λ didefinisikan

dalam persamaan (2.12) (1924). Tabel 2.2 memberikan beberapa contoh panjag

gelombang materi yang dihitung dengan persamaan (2.12). Dengan meningkatnya

ukuran partikel, panjang gelombangnya menjadi lebih pendek. Jadi untuk partikel

makroskopik, particles, tidak dimungkinkan mengamati difraksi dan fenomena lain

yang berkaitan dengan gelombang. Untuk partikel mikroskopik, seperti elektron,

panjang gelombang materi dapat diamati. Faktanya, pola difraksi elektron diamati

(1927) dan membuktikan teori De Broglie.

Tabel 2.2 Panjang-gelombang gelombang materi.

partikel massa (g) kecepatan (cm s-1)Panjang gelombang

(nm)

elektron (300K) 9,1×10-28 1,2×107 6,1

elektron at 1 V 9,1×10-28 5,9×107 0,12

elektron at 100

V9,1×10-28 5,9×108 0,12

He atom 300K 6,6×10-24 1,4×105 0,071

Xe atom 300K 2,2×10-22 2,4×104 0,012

b. Dualisme Cahaya

Gejala-gejala interferensi dan difraksi memperlihatkan sifat gelombang yang

dimiliki cahaya, dilain pihak cahaya memperlihatkan sifat sebagai paket-paket energi

(foton). Timbul suatu gagasan apakah foton itu dapat diartikan sebagai partikel-partikel.

Untuk menjawab pertanyaan ini A.H. Compton mempelajari tumbukan-tumbukan

antara foton dengan elektron. Kesimpulan yang diperolehnya menunjukkan bahwa

foton dapat berlaku sebagai partikel dengan momentum. Tidak ada keraguan lagi

bahwa cahaya memiliki sifat kembar, sebagai gelombang dan sebagai partikel.

Hipotesa De Broglie : Jika cahaya yang memiliki sifat gelombang, memiliki

sifat partikel, maka wajarlah bila partikel-partikel seperti elektron memiliki sifat

gelombang, demikian hipotesa yang dikerjakan oleh de Broglie (tahun 1892). Panjang

gelombang cahaya dengan frekwensi dan kecepatannya mempunyai hubungan sebagai

berikut :

Menurutcompton   ;  

Hubungan ini berlaku pula bagi partikel,

demikian usul de Broglie. Menurut de Broglie, jika

ada partikel yang momentumnya p, maka partikel itu dapat bersifat sebagai gelombang

dengan panjang gelombang :

λ = Panjang gelombang partikel.

p = Momentum partikel.

c. Prinsip ketidakpastian

Dari yang telah dipelajari tentang gelombang materi, kita dapat mengamati

bahwa kehati-hatian harus diberikan bila teori dunia makroskopik akan diterapkan di

dunia mikroskopik. Fisikawan Jerman Werner Karl Heisenberg (1901-1976)

menyatakan tidak mungkin menentukan secara akurat posisi dan momentum secara

simultan partikel yang sangat kecil semacam elektron. Untuk mengamati partikel,

seseorang harus meradiasi partikel dengan cahaya. Tumbukan antara partikel dengan

foton akan mengubah posisi dan momentum partikel.

Heisenberg menjelaskan bahwa hasil kali antara ketidakpastian posisi x dan

ketidakpastian momentum p akan bernilai sekitar konstanta Planck:

x p = h (2.13)

Hubungan ini disebut dengan prinsip ketidakpastian Heisenberg.

d. Persamaan Schrödinger

Fisikawan Austria Erwin Schrödinger (1887-1961) mengusulkan ide bahwa

persamaan De Broglie dapat diterapkan tidak hanya untuk gerakan bebas partikel, tetapi

juga pada gerakan yang terikat seperti elektron dalam atom. Dengan memperuas ide ini,

ia merumuskan sistem mekanika gelombang. Pada saat yang sama Heisenberg

mengembangkan sistem mekanika matriks. Kemudian hari kedua sistem ini disatukan

dalam mekanika kuantum.

Dalam mekanika kuantum, keadaan sistem dideskripsikan dengan fungsi

gelombang. Schrödinger mendasarkan teorinya pada ide bahwa energi total sistem, E

dapat diperkirakan dengan menyelesaikan persamaan. Karena persamaan ini memiliki

kemiripan dengan persamaan yang mengungkapkan gelombang di fisika klasik, maka

persamaan ini disebut dengan persamaan gelombang Schrödinger.

Persamaan gelombang partikel (misalnya elektron) yang bergerak dalam satu

arah (misalnya arah x) diberikan oleh:

(-h2/8π2m)(d2Ψ/dx2) + VΨ = EΨ … (2.14)

m adalah massa elektron, V adalah energi potensial sistem sebagai fungsi koordinat,

dan Ψ adalah fungsi gelombang.

POTENSIAL KOTAK SATU DIMENSI

Contoh paling sederhana persamaan Schrödinger adalah sistem satu elektron

dalam potensial kotak satu dimensi. Misalkan enegi potensial V elektron yang terjebak

dalam kotak (panjangnya a adalah 0 dalam kotak (0 < x < a) dan ∞ di luar kotak.

Persamaan Schrödinger di dalam kotak menjadi:

d2Ψ/dx2 = (-8π2mE/h2)Ψ … (2.15)

Ψ= 0 di x = 0 dan x = a … (2.16)

Persamaan berikut akan didapatkan sebagai penyelesaian persamaan-persamaan di

atas:

Ψ(x) = (√2/a)sin(nπx/a) … (2.17)

Catat bahwa n muncul secara otomatis. Persamaan gelombang Ψ sendiri tidak

memiliki makna fisik. Kuadrat nilai absolut Ψ, Ψ2, merupakan indikasi matematis

kebolehjadian menemukan elektron dalam posisi tertentu, dan dengan demikian sangat

penting sebab nilai ini berhubungan dengan kerapatan elektron. Bila kebolhejadian

menemukan elektron pada posisi tertentu diintegrasikan di seluruh ruang aktif, hasilnya

harus bernilai satu, atau secara matematis:

∫Ψ2dx = 1

Energinya (nilai eigennya) adalah

E = n2h2/8ma2; n = 1, 2, 3… (2.18)

Jelas bahwa nilai energi partikel diskontinyu.

ATOM MIRIP HIDROGEN

Dimungkinkan uintuk memperluas metoda yang digunakan dalam potensial

kotak satu dimensi ini untuk menangani atom hidrogen dan atom mirip hidrogen

secara umum. Untuk keperluan ini persamaan satu dimensi (2.14) harus diperluas

menjadi persamaan tiga dimensi sebagai berikut:

(-h2/8π2m)Ψï¼»(∂2/∂x2) + (∂2/∂y2) +(∂2/∂z2)ï¼½+V(x, y, z)Ψ = EΨ … (2.19)

Bila didefinisikan ∇2 sebagai:

(∂2/∂x2) + (∂2/∂y2) +(∂2/∂z2) = ∇2 … (2.20)

Maka persamaan Schrödinger tiga dimensi akan menjadi:

(-h2/8π2m)∇2Ψ +VΨ = EΨ … (2.21)

atau ∇2Ψ +(8π 2m/h2)(E -V)Ψ = 0 … (2.22)

Energi potensial atom mirip hidrogen diberikan oleh persamaan berikut dengan

Z adalah muatan listrik.

V = -Ze2/4πε0r … (2.23)

Bila anda substitusikan persamaan (2.23) ke persamaan (2.22), anda akan

mendapatkan persamaan berikut.

∇2Ψ+(8π2m/h2)ï¼»E + (Ze2/4πε0r)ï¼½Ψ = 0 … (2.24)

Ringkasnya, penyelesaian persamaan ini untuk energi atom mirip hidrogen cocok

dengan yang didapatkan dari teori Bohr.

BILANGAN KUANTUM

Karena elektron bergerak dalam tiga dimensi, tiga jenis bilangan kuantum (Bab 2.3(b)),

bilangan kuantum utama, azimut, dan magnetik diperlukan untuk mengungkapkan fungsi

gelombang. Dalam Tabel 2.3, notasi dan nilai-nilai yang diizinkan untuk masing-masing

bilangan kuantum dirangkumkan. Bilangan kuantum ke-empat, bilangan kuantum magnetik

spin berkaitan dengan momentum sudut elektron yang disebabkan oleh gerak spinnya yang

terkuantisasi. Komponen aksial momentum sudut yang diizinkan hanya dua nilai, +1/2(h/2π)

dan -1/2(h/2π). Bilangan kuantum magnetik spin berkaitan dengan nilai ini (m s = +1/2 atau -

1/2). Hanya bilangan kuantum spin sajalah yang nilainya tidak bulat.

Tabel 2.3 Bilangan kuantum

Nama (bilangan kuantum) simbol Nilai yang diizinkan

Utama n 1, 2, 3,…

Azimut l 0, 1, 2, 3, …n – 1

Magnetik m(ml) 0, ±1, ±2,…±l

Magnetik spin ms +1/2, -1/2

Simbol lain seperti yang diberikan di Tabel 2.4 justru yang umumnya digunakan. Energi

atom hidroegn atau atom mirip hidrogen ditentukan hanya oleh bilangan kuantum utama dan

persamaan yang mengungkapkan energinya identik dengan yang telah diturunkan dari teori

Bohr.

Tabel 2.4 Simbol bilangan kuantum azimut

nilai 0 1 2 3 4

simbol s p d f g

d. Orbital

Fungsi gelombang elektron disebut dengan orbital. Bila bilangan koantum utama n = 1, hanya

ada satu nilai l, yakni 0. Dalam kasus ini hanya ada satu orbital, dan kumpulan bilangan

kuantum untuk orbital ini adalah (n = 1, l = 0). Bila n = 2, ada dua nilai l, 0 dan 1, yang

diizinkan. Dalam kasus ada empat orbital yang didefinisikan oelh kumpulan bilangan

kuantum: (n = 2, l = 0), (n = 2, l = 1, m = -1), (n = 2, l = 1, m = 0), (n = 2, l = 1, m = +1).

Singkatan untuk mendeskripsikan orbita dengan menggunakan bilangan kuantum utama dan

simbol yang ada dalam Tabel 2.4 digunakan secara luas. Misalnya orbital dengan kumpulan

bilangan kuantum (n = 1, l = 0) ditandai dengan 1s, dan orbital dengan kumpulan bilangan

kuantum (n = 2, l = 1) ditandai dengan 2p tidak peduli nilai m-nya.

Sukar untuk mengungkapkan Ψ secara visual karena besaran ini adalah rumus matematis.

Namun, Ψ2 menyatakan kebolehjadian menemukan elektron dalam jarak tertentu dari inti.

Bila kebolhejadian yang didapatkan diplotkan, anda akan mendapatkan Gambar 2.5. Gambar

sferis ini disebut dengan awan elektron.

Bila kita batasi kebolehjadian sehingga katakan kebolehjadian menemukan elektron di dalam

batas katakan 95% tingkat kepercayaan, kita dapat kira-kira memvisualisasikan sebagai yang

ditunjukkan dalam Gambar 2.6.

KONFIGURASI ELEKTRON ATOM

Bila atom mengnadung lebih dari dua elektron, interaksi antar elektron harus

dipertimbangkan, dan sukar untuk menyelesaikan persamaan gelombang dari sistem yang

sangat rumit ini. Bila diasumsikan setiap elektron dalam atom poli-elektron akan bergerak

dalam medan listrik simetrik yang kira-kira simetrik orbital untuk masing-masing elektron

dapat didefinisikan dengan tiga bilangan kuantum n, l dan m serta bilangan kunatum spin m s,

seperti dalam kasus atom mirip hidrogen.

Energi atom mirip hidrogen ditentukan hanya oleh bilangan kuantum utama n, tetapi untuk

atom poli-elektron terutama ditentukan oleh n dan l. Bila atom memiliki bilangan kuantum n

yang sama, semakin besar l, semakin tinggi energinya.

PRINSIP EKSKLUSI PAULI

Menurut prinsip eksklusi Pauli, hanya satu elektron dalam atom yang diizinkan menempati

keadaan yang didefinisikan oleh kumpulan tertentu 4 bilangan kuantum, atau, paling banyak

dua elektron dapat menempati satu orbital yang didefinisikan oelh tiga bilangan kuantum n, l

dan m. Kedua elektron itu harus memiliki nilai ms yang berbeda, dengan kata lain spinnya

antiparalel, dan pasangan elektron seperti ini disebut dengan pasangan elektron.

Kelompok elektron dengan nilai n yang sama disebut dengan kulit atau kulit elektron. Notasi

yang digunakan untuk kulit elektron diberikan di Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Simbol kulit elektron.

n 1 2 3 4 5 6 7

simbol K L M N O P Q

Tabel 2.6 merangkumkan jumlah maksimum elektron dalam tiap kulit, mulai kulit K sampai

N. Bila atom dalam keadaan paling stabilnya, keadaan dasar, elektron-elektronnya akan

menempati orbital dengan energi terendah, mengikuti prinsip Pauli.

Tabel 2.6 Jumlah maksimum elektron yang menempati tiap kulit.

n kulit l simbol Jumlah

maks elektron

total di kulit

1 K 0 1s 2 (2 = 2×12)

2 L 0 2s 2 (8 = 2×22)

    1 2p 6  

3 M 0 3s 2 (18 = 2×32)

    1 3p 6  

    2 3d 10  

4 N 0 4s 2 (32 = 2×42)

    1 4p 6  

    2 4d 10  

    3 4f 14  

Di Gambar 2.7, tingkat energi setiap orbital ditunjukkan. Dengan semakin tingginya energi

orbital perbedaan energi antar orbital menjadi lebih kecil, dan kadang urutannya menjadi

terbalik. Konfigurasi elektron setiap atom dalam keadaan dasar ditunjukkan dalam Tabel 5.4.

Konfigurasi elektron kulit terluar dengan jelas berubah ketika nomor atomnya berubah. Inilah

teori dasar hukum periodik, yang akan didiskusikan di Bab 5.

Harus ditambahkan di sini, dengan menggunakan simbol yang diberikan di Tabel 2.6,

konfigurasi elektron atom dapat dungkapkan. Misalnya, atom hidrogen dalam keadaan dasar

memiliki satu elektron diu kulit K dan konfigurasi elektronnya (1s1). Atom karbon memiliki 2

elektron di kulit K dan 4 elektron di kulit L. Konfigurasi elektronnya adalah (1s22s22p2).

KONSEP MATERI DAN ATOM

NAMA : DIAN RAHMAWATI

NIM :3315126585

PENDIDIKAN KIMIA NON REGULER

KIMIA – FMIPA

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2012

DAFTAR PUSTAKA

http://kimiasman7pwr.wordpress.com/2009/04/05/12/

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_sma1/kelas-2/teori-mekanika-kuantum/

http://tutung50.blogspot.com/2010/11/penemuan-neutron.html

http://rihartadi.blogspot.com/2011/03/percobaan-percobaan-yang-membuktikan.html

http://cakrawalas.blogspot.com/2011/08/sejarah-penemuan-atom.html

http://pandri-16.blogspot.com/2011/09/sejarah-penemuan-konsep-model-atom.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Atom

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/struktur_atom1/penemuan-elektron/

http://cemistry-family.blogspot.com/2011/11/penemuan-partikel-dasar-penemuan.html

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-sma-ma/tabel-periodik-unsur-dan-struktur-

atom/penemuan-partikel-dasar-penemuan-proton-dan-neutron/

http://gipeng.blogspot.com/2012/07/penemuan-proton.html

http://tuanpitri.com/x/partikel-dasar-penyusun-atom-elektron-proton-inti-atom-neutron

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/struktur_atom1/kelahiran-mekanika-

kuantum/

http://blog.uad.ac.id/pantarmochtar/2011/12/31/dualisme-gelombang-pertikel/

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_sma1/kelas-2/teori-mekanika-kuantum/