khusus untuk anggota buletin ginsi jateng...

19
Buletin GINSI Jateng 1 Edisi September 2017 BULETIN JATENG GINSI Edisi September 2017 : 892 TAHUN KE - XXXIX KHUSUS UNTUK ANGGOTA Sekretariat : Jl. Abdul Rahman Saleh No. 226 H Semarang Telp/Fax : 024 – 76432943 Email : [email protected] // Website : www.ginsijateng.com

Upload: lamtuyen

Post on 18-May-2018

229 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Buletin GINSI Jateng 1

Edisi September 2017

BULETIN

JATENG GINSI Edisi September 2017 : 892 TAHUN KE - XXXIX

KHUSUS UNTUK ANGGOTA

Sekretariat : Jl. Abdul Rahman Saleh No. 226 H Semarang Telp/Fax : 024 – 76432943 Email : [email protected] // Website : www.ginsijateng.com

Buletin GINSI Jateng 2

Edisi September 2017

SEPTEMBER 2017 NOMOR : 892 TAHUN KE - XXXIX

DAFTAR ISI Perlukah Survey Petikemas Impor Berbasis Teknologi Dijalankan Saat Ini ? ………………….……... 3 Impor buah RI meningkat 200 persen di Agustus, termasuk kelengkeng dari Thailand ………… 4 BPS Catat Impor Agustus 2017 Turun 2,88 Persen ……………………………………………………………... 5 Ada Kesalahan Paradigma Impor di Indonesia ……………………………………………………………………. 6 Ini Sederet Manfaat Peraturan Impor Barang Kiriman Terbaru ………………………………………….. 7 Surplus Neraca Perdagangan Indonesia Berpotensi Tetap Terjaga ……………………………………… 8 Penjelasan Menko Polhukam soal Isu Impor 5.000 Senjata Ilegal ………………………………………… 9 Pemerintah Keluarkan Peraturan Baru Tata Cara Pembayaran Dan Penyerahan ………………… 10

Barang Eksim …………………………………………………………………………………………………………………….. *** dihimpun dari berbagai sumber

BULETIN GINSI JATENG

Buletin GINSI Jateng 3

Edisi September 2017

LIPUTAN KHUSUS :

PerluKAH Survey Petikemas Impor Berbasis Teknologi Dijalankan Saat Ini ?

Sudah bukan rahasia umum jika sampai saat ini masih banyak perusahaan pelayaran yang juga pemilik depo kosongan (depo empty). Mereka menetapkan uang jaminan, mereka mensurvey kerusakan, seolah-olah ada pihak sendiri yang mensurvey, dan mereka sendiri juga yang menerapkan tarif perbaikan, dimana tarif tersebut tidak ada standart pantokannya, dan mereka juga yang memotong biaya perbaikan dari uang jaminan.

Claim kerusakan selalu saja dibebankan kepada penyewa/pemakai atau dalam hal ini adalah importir, padahal proses kontainer dari mulai dimuat isinya (stuffing) di pelabuhan asal sampai kontainer kosongannya dikembalikan ke depo pelayaran di negara tujuan. Ada beberapa pihak yang telibat, yakni : 1. Pelayaran 2. Terminal asal (pelabuhan) 3. Terminal tujuan 4. Trucking (importir) 5. Depo kosongan

Harusnya dilakukan survey oleh surveyor independen saat barang keluar dari pelabuhan dan juga dilakukan survey di depo kosongan saat petikemas dikembalikan ke pelayaran.

Hal ini penting untuk menelusur apakah kerusakan terjadi saat petikemas dalam tanggung jawab importir atau bukan.

Tapi terlepas dari semua itu, ada praktek bisnis yang curang dan tidak dibenarkan dalam perihal tersebut, antara lain : 1. Pelayaran memiliki usaha depo kosongan,

sementara tidak ada pihak independen di dalamnya untuk meniadakan kecurangan

2. Pelayaran masih saja mengutip uang jaminan, padahal sudah ada aturannya untuk tidak mengutip uang jaminan

3. Survey dilakukan oleh pelayaran ataupun depo (ada konflik of interest)

4. Penetapan biaya perbaikan yang tidak fair karena ditetapkan sendiri oleh pelayaran

5. Bagi depo yang bukan milik pelayaran, jika melakukan perbaikan, dibayar oleh pelayaran jauh di bawah dari yang ditagihkan ke importir oleh pelayaran

Terkait hal ini pemerintah dengan aparatur tim satgas harus turun tangan sampai ke masalah ini. Karena ini salah satu biang tingginya cost logistic yang tidak terendus karena terbungkus bisnis yang wajar.

Buletin GINSI Jateng 4

Edisi September 2017

Impor Buah RI Meningkat 200 Persen di Agustus, termasuk Kelengkeng dari Thailand

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai

impor Indonesia pada Agustus 2017 mencapai USD 13,49 miliar, menurun 2,88 persen dibandingkan Juli 2017 sebesar USD 13,89 miliar. Turunnya nilai impor ini dikarenakan menurunnya impor nonmigas sebesar 4,8 persen mencapai USD 580,6 juta.

Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan, peningkatan impor nonmigas terbesar pada Agustus 2017 dibanding Juli 2017 adalah golongan buah-buahan sebesar USD 63,6 juta, angka ini meningkat hingga 277,73 persen dari Juli 2017.

"Buah sudah kita lacak, yang diimpor memang yang tidak ada di sini. Seperti longan, seperti kelengkeng dari Thailand, itu banyak. Buah itu kan tidak produksi di sini. Itu yang paling besar kita catat. Mungkin karena konsumsi buah memang

tinggi," kata Suhariyanto di kantornya, Jakarta, Jumat (15/9).

Sementara itu, penurunan terbesar adalah golongan perhiasan dan permata sebesar USD 184,1 juta atau menurun 71,77 persen dibandingkan Juli 2017. Menurut Suhariyanto, hal ini memang wajar mengingat nilai impor golongan ini bisa naik bisa turun.

Meski demikian, dia mengaku tidak terlalu khawatir dengan adanya impor golongan yang mengalami peningkatan atau penurunan. Sebab, jika dilihat dari bulanan, nilai impor cenderung naik turun. Namun, jika dilihat secara kumulatif, maka nilai impor masih stabil.

"Misal dulu korma naik di bulan puasa, ya dimaklumi. Memang pada bulan-bulan tertentu ada komoditas yang naik. Ya tergantung kebutuhan industri juga," imbuhnya.

Buletin GINSI Jateng 5

Edisi September 2017

BPS Catat Impor Agustus 2017 Turun 2,88 Persen

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor Indonesia pada Agustus 2017 mencapai USD 13,49 miliar, menurun 2,88 persen dibandingkan Juli 2017 sebesar USD 13,89 miliar. Namun, jika dibandingkan Agustus 2016, nilai impor ini meningkat 8,89 persen.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan secara kumulatif (Januari-Agustus 2017), nilai impor Indonesia mencapai USD 99,6 miliar atau meningkat 14,06 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.

"Impor di Agustus ini menurun dibandingkan Juli 2017. Tapi kalau year to year nilai impor ini masih positif," kata Suhariyanto di kantornya, Jakarta, Jumat (15/9).

Dia menambahkan, turunnya nilai impor ini dikarenakan menurunnya impor nonmigas sebesar 4,8 persen mencapai USD 580,6 juta. Namun dari impor migas mengalami peningkatan 10,16 persen menjadi USD 180,8 juta.

Secara kumulatif, baik impor migas maupun impor nonmigas sama-sama mengalami peningkatan. Yakni sebesar 27,94 persen untuk impor migas dan sebesar 11,85 persen untuk impor nonmigas.

"Impor migas naik karena naiknya impor hasil mintak sebesar UsD 2,84 miliar dan gas sebesar USD 605,8 juta. Namun impor minyak mentah turun menjadi USD 96 juta," imbuhnya.

Buletin GINSI Jateng 6

Edisi September 2017

Ada Kesalahan Paradigma Impor di Indonesia

JAKARTA - Munculnya peraturan larangan dan pembatasan (Lartas) impor bahan baku industri seperti garam, jagung, tembakau dan beberapa bahan baku lainnya membuat khawatir para pelaku industri. Hal ini mengingat komoditas-komoditas tersebut merupakan bahan baku utama bagi industri.

Benny Wahyudi dari Asosasi Gula Rafinasi menyampaikan bahwa ketersediannya bahan baku sangat penting bagi keberlanjutan dan pertumbuhan industri. Hal ini disampaikannya dalam diskusi yang diadakan Forum Diskusi Ekonomi Politik (FDEP), dengan tema Kebijakan Impor Bahan Baku Industri di Jakarta, Kamis (24/8/2017).

Senada dengan Benny Wahyudi, Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Hasan Aoni Aziz US meminta pemerintah mesti perhatikan regulasi soal impor.

“Seluruh regulasi yang mengatur soal industri harus mengedepankan soal reward bukan punish, regulasi harus menyesuaikan tingkah laku konsumen,” ujar Hasan Aoni.

Pengamat ekonomi dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri

mengatakan, ada kesalahan paradigma yang cukup luas di Indonesia.

“Ini perlu ada perubahan paradigma bahwa impor itu jelek. Impor itu adalah bagian dari produksi, saat ini kita tidak bisa menempatkan impor itu jelek", ungkapnya.

Lebih jauh Yose Rizal menyampaikan, semakin tinggi impor content, semakin tinggi pula ekspornya. Sebaliknya demikian.

Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Bambang dalam kesempatan yang sama menyatakan, petani dan industri harus sinergis. Kebijakan importasi ini bertujuan untuk melindungi negara kita yang agraris. Lartas bertujuan untuk mencari titik temu keseimbangan. “Apabila ada jenis yang belum mampu diproduksi, monggo di impor”, ujarnya.

Menanggapi isu dalam kebijakan lartas ini, Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman menyampaikan bahwa jika akan mengeluarkan regulasi, penting sekali untuk mengajak bicara industri. Apalagi terkait bahan baku industri.

"Tanpa dukungan bahan baku yang memadai, hal ini akan berdampak pada penurunan daya saing industri," katanya.

Buletin GINSI Jateng 7

Edisi September 2017

Ini Sederet Manfaat Peraturan Impor Barang Kiriman Terbaru

Implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terbaru yang mengatur Ketentuan Impor Barang Kiriman telah dijalankan sejak Januari 2017. Upaya ini dilakukan, salah satunya untuk mendukung paket ekonomi XIV yang telah dijalankan oleh Pemerintah. Dalam paket ekonomi tersebut, pemerintah berusaha untuk mendorong pertumbuhan dan kelancaran perdagangan e-commerce.

Implementasi peraturan tersebut juga selaras dengan international best practice di mana sesuai dengan World Customs Organization Procedures on Consignment Goods bahwa penetapan batasan layanan berdasarkan nilai bukan berdasarkan berat. Direktur Teknis Kepabeanan, Direktorat Jenderal Bea Cukai, Oza Olavia mengungkapkan, “untuk menyelaraskan hal tersebut kami juga menaikkan batas pembebasan

barang kiriman impor di mana sebelumnya USD 50 menjadi USD 100,” ungkapnya.

Dengan pengimplementasian peraturan ini, seluruh barang kiriman yang diimpor harus dinyatakan di dalam pemberitahuan pabean. Proses ini bertujuan untuk menciptakan data yang valid sehingga menciptakan tertib administrasi. “Dari proses ini kami dapat melihat kepatuhan para pengirim barang dalam menyampaikan data dalam pemberitahuan pabean sehingga dapat meningkatkan kepatuhan para pengguna jasa,” jelas Oza.

Perkembangan e-commerce yang terus menggeliat di Indonesia serta didukung dengan peraturan terbaru terkait ketentuan impor barang kiriman ini diharapkan dapat menciptakan persaingan usaha yang sehat dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Buletin GINSI Jateng 8

Edisi September 2017

Surplus Neraca Perdagangan Indonesia Berpotensi Tetap Terjaga

JAKARTA - Chief Economics Skha Institute for Global Competitiveness (SIGC) Eric Sugandi menyatakan, surplus neraca perdagangan hingga akhir tahun akan berada di kisaran USD10-13 miliar. Hal ini mengingat neraca perdagangan Indonesia dalam beberapa bulan mencatatatkan surplus besar.

Seperti bulan Agustus, surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai USD1,72 miliar. Surplus ini merupakan tertinggi sejak tahun 2013. "Saya expect surplus neraca perdagangan akan sustainable sampai akhir tahun 2017. Jadi sepanjang tahun ini bisa surplus antara USD10-13 miliar," kata dia kepada Sindonews, Jakarta, Minggu (17/9/2017).

Menurut dia, salah satu pendorong surplus dari Januari- Agustus 2017 yakni memang kenaikan harga komoditas terutama nonmigas yang harganya berangsur pulih di pasar dunia. "Namun ini tidak pada setiap bulan karena ada pada bulan-bulan tertentu harga komoditas turun," katanya.

Terlebih lagi, perbaikan kinerja ekspor Indonesia terjadi pada ekspor migas dan nonmigas, didorong oleh cenderung membaiknya harga komoditas dan kenaikan volume karena peningkatan demand. "Maka hingga akhir tahun, saya rasa neraca perdagangan kita akan surplus besar dan tetap terjaga di angka tersebut," pungkasnya.

Sebelumnya Badan Pusat Stataistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia Agustus 2017 mencapai USD15,21 miliar atau meningkat 11,73% dibanding ekspor Juli 2017. Demikian juga dibanding Agustus 2016 meningkat 19,24%.

Ekspor nonmigas Agustus 2017 mencapai USD13,93 miliar, naik 11,93% dibanding Juli 2017, demikian juga dibanding ekspor Agustus 2016 naik 19,94%. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari hingga Agustus 2017 mencapai USD108,79 miliar atau meningkat 17,58% dibanding periode yang sama tahun 2016, sedangkan ekspor nonmigas mencapai USD98,77 miliar atau meningkat 17,73%.

Buletin GINSI Jateng 9

Edisi September 2017

Penjelasan Menko Polhukam soal Isu Impor 5.000 Senjata Ilegal

JAKARTA - Menteri Koordinator bidang

Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto buka suara terkait isu pembelian atau impor 5.000 pucuk senjata ilegal yang dipesan bukan oleh TNI dan Polri dan mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurut Wiranto, isu tersebut tidak pada tempatnya dihubungkan dengan masalah keamanan. "Karena ternyata hanya adanya komunikasi antar institusi yang belum tuntas," ujar Wiranto saat jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Minggu (24/9/2017).

Terkait isu ini, Wiranto mengaku pihaknya sudah mendapatkan konfirmasi dari Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN dan instansi terkait bahwa memang ada pengadaan senjata yakni 500 pucuk senjata laras pendek buatan Pindad, bukan 5.000 senjata standar TNI.

Dia mengakui, senjata itu dipesan oleh BIN. "Untuk keperluan pendidikan Intelijen," ucap Wiranto.

Wiranto menjelaskan, pengadaan ini mekanismenya tidak melalui izin Mabes TNI, melainkan Mabes Polri. Sehingga pengadaan ini tidak spesifik memerlukan kebijakan presiden.

"Berdasarkan penjelasan ini diharapkan tidak ada lagi polemik dan politisasi atas kedua isu," tandasnya.

Panglima TNI Diminta Hati-hati Berkomentar

Wakil Ketua Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengatakan pernyataan Panglima TNI

Jenderal Gatot Nurmantyo mengenai adanya impor ilegal 5 ribu pucuk senjata yang mencatut nama Presiden Joko Widodo bersifat sensitif dan meresahkan masyarakat.

TB Hasanuddin meminta Panglima TNI untuk mengklarifikasi terlebih dahulu informasi itu di kalangan internal penegak hukum sebelum menyampaikan ke media massa dan masyarakat.

Karena menurutnya pernyataan Panglima TNI belum jelas dan justru menimbulkan keresahan di masyarakat.

"Informasi itu bisa saja akurat, tapi sebaiknya diselesaikan terlebih dahulu saja dengan aparat dan instansi lainnya terkait keamanan negara. Kalau belum ada kepastian dan kejelasan seperti itu hanya menimbulkan keresahan di masyarakat," kata Hasanuddin, Minggu (24/9/2017).

Ia menilai informasi yang disampaikan Panglima TNI bersifat rancu dan meresahkan.

"Kalau impor untuk TNI dan Polri kan jelas untuk meningkatkan keamanan negara, kalau disebut ilegal tujuan untuk apa dan dipakai oleh siapa kan tidak jelas. Karena lima ribu senjata itu kekuatannya setara 4 sampai 5 batalyon tempur," kata Hasanuddin.

"Setahu saya informasi seperti itu sebaiknya diklarifikasi terlebih dahulu dengan instansi lainnya seperti Kementerian Pertahanan, Kapolri, Kepala BIN, Kemenkopolhukam, dan kalau perlu langsung ke Presiden. Sehingga bila terindikasi ada penyelewengan bisa langsung ditindak," tegasnya.

Pada Jumat (22/9/2017) lalu di Mabes TNI Cilangkap, Panglima Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan ada institusi yang memesan lima ribu pucuk senjata secara ilegal dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo di Indonesia.

Sayangnya pernyataan Panglima TNI itu tidak diikuti informasi detail mengenai instansi yang dimaksud serta jenis senjatanya.

Buletin GINSI Jateng 10

Edisi September 2017

Pemerintah Keluarkan Peraturan Baru Tata Cara Pembayaran Dan Penyerahan Barang Eksim

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Pemerintah menetapkan Peraturan tentang Cara Pembayaran Barang dan Cara Penyerahan Barang dalam Kegiatan Ekspor dan Impor dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2017 tentang Cara Pembayaran dan Cara Penyerahan Barang dalam Kegiatan Ekspor dan Impor yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 21 Juli 2017 lalu.

Lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi cara pembayaran barang, cara penyerahan barang, dan pengawasan. Menurut PP ini, pembayaran barang dalam kegiatan ekspor dapat menggunakan cara pembayaran tunai, Letter of Credit (L/C) atau cara pembayaran barang dalam bentu lainnya.

Pembayaran barang untuk barang ekspor tertentu wajib menggunakan cara Letter of Credit (L/C). sedangkan pembayaran barang untuk barag ekspor alat pertahanan dan keamanan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai barang ekspor tertentu menggunakan Letter of Credit (L/C) diatur dengan Peraturan Menteri.

Adapun pembayaran barang dalam kegiatan impor dapat menggunakan cara pembayaran imbal dagang atau cara pembayaran barang dalam bentuk lainnya.

Pembayaran barang untuk barang impor tertentu wajib menggunakan cara pembayaran imbal dengan berupa barter, imbal beli, buyback dan offset. Sedangkan pembayaran barang untuk barang impor alat peralatan pertahanan dan keamanan dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, dimana sesuai Pasal 6 ayat (4) berbunyi “Ketentuan mengenai barang impor tertentu yang menggunakan barter, imbal beli,

buyback, dan offset sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan Menteri.”

Penyerahan barang dalam kegiatan ekspor dapat menggunakan cara penyerahan free on board (FOB), cost and freight (CFR), serta cost, insurance and freight (CIF) atau cara penyerahan barang dalam bentuk lainnya. Sementara penyerahan barang untuk barang ekspor tertentu wajib menggunakan cara penyerahan cost, insurance and freight (CIF). Ketentuan mengenai barang ekspor tertentu yang menggunakan cost, insurance, and freight (CIF) ini diatur dengan Peraturan Menteri.

Adapun penyerahan barang dalam kegiatan impor, menurut PP ini dapat menggunakan free on board (FOB), cost and freight (CFR), serta cost insurance and freight (CIF) atau penyerahan barang dalam bentuk lainnya. Sedangkan penyerahan barang untuk barang impor tertentu wajib menggunakan cara penyerahan free on board (FOB). Ketentuan mengenai barang impor tertentu yang menggunakan free on board (FOB) menurut PP ini diatur dalam Peraturan Menteri, sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan cara pembayaran barang tertentu dalam kegiatan ekspor dan impor dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perhubungan, Gubernur Bank Indonesia, menteri teknis dan/atau pimpinan lembaga terkait sesuai dengan kewenangannya.

Selanjutnya pelanggaran terhadap ketentuan PP tersebut dikenai sanksi administrative, yang dapat berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan, denda admisitrative, pembekuan perizianan, dan /atau pencabutan perizinan. Sanksi administrative dikenakan oleh menteri atau pimpinan lembaga sesuai dengan kewenangannya.

Buletin GINSI Jateng 11

Edisi September 2017

KEGIATAN BPD GINSI JATENG PERIODE AGUSTUS 2017

1. Sertijab Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Tj. Emas (2 Agust

Acara ini diselenggarakan oleh Balai Karantina Pertanian Kelas I Semarang pada tanggal 2 Agustus 2017 di Hotel Fovere Semarang.

Acara tersebut diselenggarakan sehubungan dengan pergantian Kepala Balai Karantina yang sebelumnya yaitu Bp. Ir. Heru Wahyupraja, M.Sc menjadi Bp. drh. Wawan Sutian, M.Si

Adapun isi acara yaitu pisah sambut Kepala Balai Karantina yang dilanjutkan dengan ramah tamah dan makan siang.

2. Penyerahan Surat Kesepakatan Pemeriksaan Kontainer

Kegiatan ini diselenggarakan di kantor KSOP tanggal 24 Agustus 2017 sebagai tindak lanjut dari serangkaian pelaksanaan Go Live program Survey Independen Pemeriksaan Kontainer Impor.

Dihadiri oleh Kepala KSOP Tj. Emas, GINSI Jateng, INSA Semarang, TPKS, dan KSO SCI SI Kontainer.

Merupakan acara dimana penyerahan surat kesepakatan program Pemeriksaan Kontainer Impor diberikan secara simbolis, yang

sebelumnya telah dilaksanakan penandatangan surat kesepakatan tersebut.

3. KADIN Jateng Award Tahun 2017

Acara diselenggarakan oleh Kadin Jateng sebagai acara rutin yang selalu digelar oleh kadin sebagai bentuk apresiasi atas kinerja asosiasi-asosiasi yang berada di bawah naungan Kadin Jateng.

Dilaksanakan di Hotel Patrajasa Semarang pada tanggal 31 Agustus 2017.

Pada acara tersebut BPD GINSI Jateng masuk dalam nominasi penerima award, namun pada tahun ini GINSI Jateng belum mendapat kesempatan untuk meraih award. Hal ini menjadikan BPD GINSI Jateng untuk tetap terus

meningkatkan kinerja dan pelayanan kepada anggota, serta lebih meningkatkan kerjasama dengan para stakeholder.

Buletin GINSI Jateng 12

Edisi September 2017

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR PM 72 TAHUN 2017 TENTANG

JENIS, STRUKTUR, GOLONGAN DAN MEKANISME PENETAPAN TARIF JASA KEPELABUHANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa dalam mendorong iklim investasi dan menciptakan tarif jasa kepelabuhanan yang efisien dan kompetitif,perlu dilakukan penataan kembali jenis, struktur,golongan dan mekanisme penetapan tarif jasa kepelabuhanan;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan

Menteri Perhubungan tentang Jenis, Struktur, Golongan dan Mekanisme Penetapan Tarif Jasa Kepelabuhanan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5731);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5108) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208);

4. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

5. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75);

6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 62 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 130 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 62 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1400);

7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan Batam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 47 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan Batam;

8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 35 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan Utama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 628);

9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 135 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun

2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1401);

10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 311) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 146 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1867);

11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 189 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1844) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 44 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 189 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 816);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG JENIS, STRUKTUR, GOLONGAN DAN MEKANISME PENETAPAN TARIF JASA KEPELABUHANAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan

dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.

2. Pelabuhan Laut adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani kegiatan angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan yang terletak di laut atau di sungai.

3. Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang.

4. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.

5. Barang adalah semua jenis komoditi termasuk hewan yang dibongkar/dimuat dari dan ke kapal.

6. Penyelenggara Pelabuhan adalah Otoritas Pelabuhan, Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, dan Unit Penyelenggara Pelabuhan.

7. Otoritas Pelabuhan (P o rt A u th ority ) adalah lembaga Pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial.

8. Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan adalah Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementerian Perhubungan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, koordinasi kegiatan pemerintahan di pelabuhan serta pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial.

9. Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga Pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan, dan pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.

10. Badan Usaha Pelabuhan yang selanjutnya disingkat BUP adalah badan usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya.

11. Menteri adalah Menteri Perhubungan.

Buletin GINSI Jateng 13

Edisi September 2017

12. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Laut.

Pasal 2 Jenis tarif pelayanan kegiatan pengusahaan di Pelabuha terdiri atas : a. jenis tarif pelayanan jasa kepelabuhanan; dan b. jenis tarif pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan.

BAB II

JENIS TARIF PELAYANAN JASA KEPELABUHANAN Pasal 3

(1) Jenis tarif pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a merupakan suatu pungutan atas setiap pelayanan yang diberikan oleh Penyelenggara Pelabuhan dan BUP kepada pengguna jasa kepelabuhanan.

(2) Jenis tarif pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. tarif pelayanan jasa Kapal; b. tarif pelayanan jasa Barang; dan c. tarif pelayanan jasa penumpang.

Pasal 4

(1) Tarif pelayanan jasa Kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a terdiri atas: a. tarif pelayanan jasa labuh; b. tarif pelayanan jasa pemanduan; c. tarif pelayanan jasa penundaan; d. tarif pelayanan jasa tambat; e. tarif pelayanan jasa penggunaan alur-pelayaran; dan f. tarif pelayanan jasa kepil (m oorin g Services).

(2) Tarif pelayanan jasa Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b terdiri atas: a. tarif jasa barang umum di Terminal serbaguna (multi purpose

terminal!); b. tarif pelayanan jasa peti kemas di Terminal peti kemas; c. tarif pelayanan jasa Barang curah cair/gas di terminal curah cair/gas; d. tarif pelayanan jasa curah kering di Terminal curahkering; e. tarif pelayanan jasa kendaraan di Terminal kendaraan (car terminal)', f. tarif pelayanan jasa bongkar muat Barang di Terminal terapung; g. tarif pelayanan jasa peti kemas di Terminal daratan (dry port)\ dan h. tarif pelayanan bongkar muat kendaraan danBarang secara Ro-Ro (R

oli O n -R oll Ofj) di terminal Ro-Ro. (3) Tarif pelayanan jasa penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

ayat (2) huruf c terdiri atas pas penumpang dan barang bawaan penumpang.

BAB III

JENIS TARIF PELAYANAN JASA TERKAIT DENGAN KEPELABUHANAN

Pasal 5 Jenis tarif pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b merupakan suatu pungutan atas setiap pelayanan yang diberikan oleh orang perserorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha kepada pengguna jasa kepelabuhanan.

Pasal 6

(1) Penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan meliputi:

a. penyediaan fasilitas penampungan limbah; b. penyediaan depo peti kemas; c. penyediaan pergudangan; d. jasa pembersihan dan pemeliharaan gedung kantor; e. pelayanan jasa air bersih dan distribusi listrik; f. pelayanan pengisian air tawar dan minyak; g. penyediaan perkantoran untuk kepentingan pengguna jasa

Pelabuhan; h. penyediaan fasilitas gudang pendingin; i. perawatan dan perbaikan kapal; j. pengemasan dan pelabelan; k. pelayanan jasa penimbangan berat kotor peti kemas (verified gross

mass) l. fumigasi dan pembersihan/perbaikan kontainer; m. angkutan umum dari dan ke Pelabuhan; n. tempat tunggu kendaraan bermotor; o. kegiatan industri tertentu; p. kegiatan perdagangan; q. kegiatan penyediaan tempat bermain dan rekreasi; r. jasa periklanan; s. perhotelan, restoran, pariwisata, pos, dan telekomunikasi; t. pelayanan jasa alat;

u. tanda masuk (pas) Pelabuhan; v. pelayanan sampah limbah Kapal; w. pelayanan kendaraan dan Barang secara Ro-Ro (R oli O n-R oll OfJ]; x. in te r term in al transfer, y. hi-co sca n ; z. hi-co scan with behandle;

aa. over stack tambat Kapal; bb. trucking (dari stock file ke conveyor); cc. penumpukan plus gerakan ekstra (stack awal) dd. batal transaksi; ee. after closing time\ ff. administrasi IT system untuk e -payment; gg. pindah lokasi penumpukan (PLP); dan/atau hh. jasa penimbangan.

(2) Pelayanan jasa air bersih dan distribusi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e termasuk biaya penggunaan biaya air bersih dan listrik.

(3) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha.

BAB IV

STRUKTUR TARIF PELAYANAN JASA KEPELABUHANAN DAN TARIF PELAYANAN JASA TERKAIT DENGAN

KEPELABUHANAN Pasal 7

Struktur tarif pelayanan jasa kepelabuhanan dan tarif pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan merupakan kerangka tarif dikaitkan dengan tatanan waktu dan satuan ukuran dari setiap jenis pelayanan jasa dalam 1 (satu) paket pungutan.

Pasal 8 Kerangka tarif pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, pada setiap jenis pelayanan jasa kepelabuhanan terdiri atas: a. tarif pelayanan jasa Kapal dibedakan untuk Kapa angkutan laut dalam

negeri dan luar negeri, meliputi: 1. tarif pelayanan jasa labuh; 2. tarif pelayanan jasa pemanduan, terdiri atas:

a) melayani pemanduan Kapal di perairan wajib pandu; b) melayani pemanduan Kapal di perairan pandu luar biasa; dan c) melayani pemanduan Kapal di luar batas perairan wajib pandu dan

perairan pandu luar biasa. 3. tarif pelayanan jasa penundaan, terdiri atas:

a) di dalam daerah perairan Pelabuhan; dan b) di luar daerah perairan Pelabuhan.

4. tarif pelayanan jasa tambat, terdiri atas: a) tambatan dermaga; b) tambatan brea sting dolphin/ pelampung; dan c) tambatan pinggiran tallud.

5. tarif pelayanan jasa penggunaan alur-pelayaran; 6. tarif pelayanan jasa kepil (m oorin g Services); dan 7. tarif pelayanan tambahan.

b. tarif pelayanan jasa Barang dibedakan untuk kegiatan ekspor dan impor serta antarpulau, meliputi: 1. tarif pelayanan jasa Barang umum di Terminal serbaguna (m u lti p u

rp o s e term inal), terdiri atas kegiatan: a) dermaga; b) stevedoring; c) cargodoring; d) penumpukan; e) m onitoring/ supervisi; f) stripping/ stuffing; g) receiving / delivery; h) clea n in g/ trim m in g/ sw eeping; dan i) pelayanan tambahan.

2. tarif pelayanan jasa peti kemas di Terminal peti kemas, terdiri atas kegiatan: a) operasi Kapal, terdiri atas:

1) dermaga; 2) steved on n g; 3) haulage/ tru cking menumpuk ke lapangan atau sebaliknya; 4) sh ifting; 5) buka/tutup palka; dan 6) kegiatan operasi kapal lainnya.

b) operasi lapangan, terdiri atas: 1) penumpukan; 2) lift on/ lift off; 3) gerakan ekstra; 4) relokasi angsur; dan

Buletin GINSI Jateng 14

Edisi September 2017

5) kegiatan operasi lapangan lainnya. c) operasi con ta in er fre ig h t station, terdiri atas:

1) stripping/ stuffin g; 2) penumpukan; 3) penerimaan/penyerahan; dan 4) kegiatan operasi con ta in er fre ig h t station lainnya.

d) kegiatan pelayanan tambahan, terdiri atas: 1) biaya administrasi nota; 2) biaya in ter term in a l transfer, 3) biaya Surat Penyerahan Peti kemas (SPP); 4) biaya kartu ekspor; 5) biaya hi-co scan; 6) biaya hi-co scan w ith behandle; 7) biaya sta ck awal (biaya penumpukan plus gerakan ekstra); 8) biaya batal transaksi; 9) biaya a fter closin g tim e; 10) biaya administrasi IT system untuk e-paym ent; 11) biaya Pindah Lokasi Penumpukan (PLP); 12) biaya site office; dan 13) biaya monitoring/supervisi.

3. tarif pelayanan jasa Barang curah cair/gas di Terminal curah cair/gas, terdiri atas kegiatan: a) operasi Kapal, terdiri atas:

1 ) dermaga; 2) p lu g g in g /u n p lu ggin g (flexib le hose); 3) pipa; 4) pompa; 5) pemanas; 6) & monitoring/ supervisi; 7) cleaning; dan 8) trucking.

b) operasi lapangan, terdiri atas: 1) penumpukan (tangki); 2) pengisian dari tangki ke tru ck tangki; 3) pembongkaran dari tru ck ke tangki; dan 4) pemanas.

c) pelayanan tambahan, terdiri atas: 1) biaya administrasi nota; 2) biaya administrasi IT system untuk e-payment; 3) biaya transfer; dan 4) biaya monitoring/supervisi.

4. tarif pelayanan jasa curah kering di Terminal curah kering, terdiri atas kegiatan: a) operasi Kapal, terdiri atas:

1) dermaga; 2) conveyor/ pipa/ excavator/ grab; 3) plugging / unplugging ; 4) monitoiing/supervisi; 5) pompa; 6) ramp door/ moveable bridge; 7) grab dan hooper; 8) trimming; dan 9) cleaning.

b) operasi lapangan, terdiri atas: 1) penumpukan (stock p ile); 2) bagging / u n ba ggin g; 3) hooper; 4) trim m ing; dan 5) bongkar/ muat dari/ke truck.

c) pelayanan tambahan, terdiri atas: 1) biaya administrasi nota; 2) biaya administrasi IT system untuk e-payment; 3) biaya transfer, dan 4) biaya monitoring/supervisi.

5. tarif pelayanan jasa kendaraan di Terminal kendaraan (ca r term inal), terdiri atas kegiatan: a) dermaga; b) penumpukan; c) fla t bed on tire; d) steved orin g; e) perencanaan lapangan; f) monitoring/supervisi; g) cleanin g; h) car wash, i) minor repair, j) teknologi informasi; k) glosing; l) receiving / delivery; m)pas tiket masuk ca rg o;

n) p a in tin g ; o) tug m aster, p) labeling; dan q) pelayanan tambahan.

6. tarif pelayanan jasa bongkar muat Barang di Terminal terapung, terdiri atas kegiatan: a) bongkar muat; b) m ooring m aster, c) persewaan fe n d e r, d) hose; e) oil sp ill response; i) surveyor, g) incid en t oil spill response; h) ship chandler, i) penanganan limbah kapal; j) service boat; dan k) blend ing muatan.

7. tarif pelayanan jasa peti kemas di Terminal daratan (dry p ort), terdiri atas kegiatan: a) operasi lapangan; b) pelayanan pergudangan; c) pelayanan penerimaan/penyerahan; dan d) pelayanan tambahan.

8. tarif pelayanan bongkar muat kendaraan dan Barang secara Ro-Ro (R oli O n-R oll Ofj) di Terminal Ro-Ro, terdiri atas kegiatan: a) dermaga; b) naik/turun kendaraan; c) penumpukan/penyimpanan di lapangan; d) stevedoring\ e) perencanaan lapangan; f) monitoring/supervisi; g) timbangan; dan h) pelayanan tambahan.

c. tarif pelayanan jasa penumpang di Terminal penumpang, terdiri atas: 1. pelayanan ruang tunggu dan fasilitas penunjang penumpang; dan 2. penanganan barang bawaan penumpang.

Pasal 9

Tatanan waktu dan satuan ukuran dari setiap jenis pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ditetapkan sebagai berikut: a. pelayanan jasa Kapal, terdiri atas:

1. labuh, dihitung berdasarkan ukuran Kapal dalam G ross Ton nage (GT) dengan satuan GT per kunjungan Kapal;

2. pemanduan, dihitung berdasarkan ukuran Kapal yang dipandu dalam G ross T on nage (GT) dengan satuan GT per gerakan dikaitkan dengan jarak pemanduan dan tingkat resiko dengan rumusan: (GT x tarif variabel) + tarif tetap) x gerakan;

3. penundaan, dihitung berdasarkan jumlah Kapal yang menunda dikali ukuran Kapal yang ditunda dalam G ross Ton nage (GT) dengan satuan GT per jam, dengan rumusan: ((GT x tarif variabel) + tarif tetap) x jam x unit kapal tunda));

4. tambat, dihitung berdasarkan ukuran Kapal dalam G ross Ton nage (GT) dengan satuan GT per etmal;

5. penggunaan alur-pelayaran yang diusahakan, dihitung dengan ketentuan: a) untuk Kapal kosong berdasarkan ukuran Kapal dalam G ross T on

nage (GT) dengan satuan GT per sekali lewat; dan b) untuk Kapal isi muatan berdasarkan ukuran Kapal dalam G ross

Ton nage (GT) dengan satuan GT per sekali lewat atau berdasarkan muatan Kapal dengan satuan ton /m3 / b ox perkunjungan;

6. pelayanan jasa kepil (m oorin g services), dihitung berdasarkan satuan per gerakan; dan

7. pelayanan tambahan, terdiri atas: a) biaya administrasi nota, dihitung berdasarkan satuan per nota; dan b) biaya administrasi IT system untuk e-payment, dihitung

berdasarkan satuan per nota. b. pelayanan jasa Barang, terdiri atas:

1. pelayanan jasa Barang umum di Terminal serbaguna (multipurpose terminal): a) jasa dermaga, dihitung berdasarkan:

1) satuan per ton/m3 untuk Barang umum; 2) satuan per box untuk peti kemas; 3) satuan per ekor untuk hewan; 4) satuan per ton/m3 ton/kilo liter/Million Metric British

Thermal Unit (MMBTU) / Million Standard Cubic Feet (MMSCF) untuk curah cair/gas;

5) satuan per ton/m3 untuk curah kering; dan 6) satuan per unit/m3 untuk kendaraan.

Buletin GINSI Jateng 15

Edisi September 2017

b) jasa stevedoring, dihitung berdasarkan: 1) satuan per ton/m3 per pelayanan untuk barang umum; 2) satuan per box per pelayanan untuk petikemas; 3) satuan per ekor per pelayanan untuk hewan; 4) satuan per ton/m3 ton/kilo liter/Million Metric British

Thermal Unit (MMBTU)/ Million Standard Cubic Feet (MMSCF) untuk curah cair/gas;

5) satuan per ton/m3 per pelayanan untuk curah kering; dan 6) satuan per unit/m3 per pelayanan untuk kendaraan.

c) jasa cargodoring, dihitung berdasarkan: 1) satuan per ton/m3 per pelayanan untuk barang umum; 2) satuan per box per pelayanan untuk peti kemas; 3) satuan per ekor per pelayanan untuk hewan; 4) satuan per ton/m3 ton/kilo liter/Million Metric British

Thermal Unit (MMBTU)/ Million Standard Cubic Feet (MMSCF) untuk curah cair/gas;

5) satuan per ton/m3 per pelayanan untuk curah kering; dan 6) satuan per unit/m3 per pelayanan untuk kendaraan.

d) jasa monitoring/supervisi, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/unit/kegiatan per jam;

e) jasa stripping/ stuffing, dihitung berdasarkan: 1) satuan per ton/m3 per pelayanan untuk barang pecah

(breakbulk) dan curah kering; 2) satuan per ekor per pelayanan untuk hewan; 3) satuan per unit/m3 per pelayanan untuk kendaraan; dan 4) satuan per box untuk per pelayanan untuk peti kemas.

f) jasa receiving/ delivery, dihitung berdasarkan: 1) satuan per ton/m3 per pelayanan untuk barang umum; 2) satuan per box per pelayanan untuk petikemas; 3) satuan per ekor per pelayanan untuk hewan; 4) satuan per ton/m3 ton/kilo liter/Million Metric British

Thermal Unit (MMBTU) / Million Standard Cubic Feet (MMSCF) untuk curah cair/gas;

5) satuan per ton/m3 per pelayanan untuk curah kering; dan 6) satuan per unit/m3 per pelayanan untuk kendaraan.

g) jasa cleaning/ trimming/ sweeping, dihitung berdasarkan satuan per ton /m3 /kilo liter/unit per pelayanan;

h) jasa pelayanan tambahan, terdiri atas: 1) biaya administrasi nota, dihitung berdasarkan satuan per nota; 2) biaya in ter term in a l transfer, dihitung berdasarkan satuan

per ton /m3/ box/ unit; 3) biaya stack awal (biaya penumpukan plus gerakan ekstra),

dihitung berdasarkan satuan per ton /m3/ box/ unit; 4) biaya administrasi IT system untuk e-paym ent, dihitung

berdasarkan satuan per nota; 5) biaya haulage, dihitung berdasarkan satuan per

ton/m3/unit/box; 6) biaya monitoring/ supervisi, dihitung berdasarkan satuan per

ton/m3/unit/box/ekor per kegiatan; dan 7) biaya site office, dihitung berdasarkan satuan per m2/unit/box.

2. pelayanan jasa peti kemas di Terminal peti kemas terdiri atas: a) kegiatan operasi Kapal, terdiri atas:

1) dermaga, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/box/unit per pelayanan;

2) stevedoring, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/box/unit per pelayanan;

3) haulage/ trucking, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/box/unit per pelayanan;

4) shifting, dihitung berdasarkan satuan perton/m3/box/unit per pelayanan;

5) buka/tutup palka, dihitung berdasarkan satuan per unit per pelayanan; dan

6) lift on /lift off, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/box/unit per pelayanan.

b) kegiatan operasi lapangan, terdiri atas: 1) penumpukan, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/ box/

unit per hari; 2) lift on/ lift o f f dihitung berdasarkan satuan per

ton/m3/box/unit per pelayanan; 3) gerakan ekstra, dihitung berdasarkan satuan per ton /m3/

box/ unit perpelayanan; 4) relokasi, dihitung berdasarkan satuan perton /m3/ box/ unit

per pelayanan; dan 5) angsur, dihitung berdasarkan satuan perton/m3/ box/ unit per

pelayanan. c) kegiatan operasi con ta in er fre ig h t station, terdiri atas:

1) stripping/ stuffing, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/unit/ box perpelayanan;

2) penumpukan, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/ box/ unit per hari; dan

3) penerimaan/ penyerahan, dihitung berdasarkan satuan per ton /m3/ box/ unit per pelayanan.

d) kegiatan pelayanan tambahan, terdiri atas: 1) biaya administrasi nota, dihitung berdasarkan satuan per nota; 2) biaya in ter term in a l transfer, dihitung berdasarkan satuan

per ton /m3/ box/ unit; 3) biaya Surat Penyerahan Peti kemas (SPP), dihitung

berdasarkan satuan per box; 4) biaya kartu ekspor, dihitung berdasarkan satuan per box; 5) biaya hi-co scan, dihitung berdasarkan satuan per box; 6) biaya hi-co sca n w ith behandle, dihitung berdasarkan satuan

per ton /m3 /unit /box; 7) biaya sta ck awal (biaya penumpukan plus gerakan ekstra),

dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/unit/ box; 8) biaya batal transaksi, dihitung berdasarkan satuan per

ton/m3/unit/box; 9) biaya a fter closin g tim e, dihitung berdasarkan satuan per

ton/m3/unit/ box; 10) biaya administrasi I T system untuk e-payment, dihitung

berdasarkan satuan per nota; 11) biaya Pindah Lokasi Penumpukan (PLP), dihitung

berdasarkan satuan per ton/m3/ unit /box; 12) biaya site office, dihitung berdasarkan satuan per

m2/unit/box; dan 13) biaya monitoring/supervisi, dihitung berdasarkan satuan per

ton /m3 /unit /box per kegiatan. 3. pelayanan jasa Barang curah cair/gas di Termina curah cair/gas,

terdiri atas: a) dermaga, dihitung berdasarkan satuan per per ton/m3 ton/kilo

liter/Million Metric British Thermal Unit (MMBTU)/ Million Standard Cubic F eet (MMSCF);

b) penumpukan (tangki), dihitung berdasarkan satuan per kapasitas tangki/ton/m3 ton/kilo liter Million Metric British Thermal Unit (MMBTU)/ Million Standard Cubic F eet (MMSCF); per hari;

c) plugging / unplugging (flexible hose), dihitung berdasarkan satuan per kegiatan per kapal;

d) monitoring/supervisi, dihitung berdasarkan satuan ton/m3 ton/kilo liter / Million Metric British Thermal Unit (MMBTU)/ Million Standard Cubic F eet (MMSCF); per kegiatan;

e) pipa, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3 ton/kilo liter / Million Metric British Thermal Unit (MMBTU)/ Million Standard Cubic F eet (MMSCF); per kegiatan per jam;

f) pemanas, dihitung berdasarkan satuan ton/m3 ton/kilo liter/ Million Metric British Thermal Unit (MMBTU)/ Million Standard Cubic F eet (MMSCF); per jam;

g) pompa, dihitung berdasarkan satuan ton/m3 ton/kilo liter / Million Metric British Thermal Unit (MMBTU)/ Million Standard Cubic F eet (MMSCF); per kegiatan per jam;

h) cleaning, dihitung berdasarkan satuan ton/m3 ton/kilo liter/ Million Metric British Thermal Unit (MMBTU)/ Million Standard Cubic F eet (MMSCF); liter per kegiatan;

i) trucking, dihitung berdasarkan satuan ton/m3 ton/kilo liter / Million Metric British Thermal Unit (MMBTU)/ Million Standard Cubic F eet (MMSCF); dan

j) pelayanan tambahan terdiri atas: 1) biaya administrasi nota dihitung berdasarkan satuan per nota; 2) biaya administrasi IT system untuk e-p a y m en t dihitung

berdasarkan satuan per nota; 3) biaya transfer dihitung berdasarkan satuan ton/m3 ton/kilo

liter/ Million Metric British Thermal Unit (MMBTU)/ Million Standard Cubic F eet (MMSCF); dan

4) biaya monitoring/ supervisi, dihitung berdasarkan satuan ton/m3 ton/kilo liter/ Million Metric British Thermal Unit (MMBTU)/ Million Standard Cubic F eet (MMSCF); per kegiatan.

4. pelayanan jasa curah kering di Terminal curah kering, terdiri atas: a) dermaga, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3; b) penumpukan (stock p ile), dihitung berdasarkan satuan per ton/m3

per hari; c) con vey or/ pipa/ excavator/ grab, dihitung berdasarkan satuan

per ton/m3; d) plugging/ unpluggin g, dihitung berdasarkan satuan per kegiatan

per pelayanan; e) monitoring/supervisi, dihitung berdasarkan satuan per kegiatan

per jam; i) pompa, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3 ton per kegiatan

per jam;

Buletin GINSI Jateng 16

Edisi September 2017

g) ram p door/ m oueable bridge, dihitung berdasarkan satuan per kegiatan;

h) hooper, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3; i) trim m ing, dihitung berdasarkan satuan per kegiatan; j) bagging, dihitung berdasarkan satuan per ton / karung; k) cleaning, dihitung berdasarkan satuan per kegiatan; l) trucking, dihitung berdasarkan satuan per ton/ m3 ton; dan m) pelayanan tambahan, terdiri atas:

1) biaya administrasi nota, dihitung berdasarkan satuan per nota; 2) biaya administrasi IT system untuk e-paym ent, dihitung

berdasarkan satuan per nota; 3) biaya transfer, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3 ton;

dan 4) biaya monitoring/ supervisi, dihitung berdasarkan satuan per

ton/m3 ton per kegiatan. 5. pelayanan jasa kendaraan di Terminal kendaraan (car terminal),

terdiri atas: a) dermaga, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/unit; b) penumpukan, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/unit per

hari; c) fla t bed on tire/ alat bantu mekanis, dihitung berdasarkan satuan

per unit; d) stevedoring, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/unit; e) perencanaan lapangan, dihitung berdasarkan satuan per

ton/m3/unit; f) monitoring/supervisi, dihitung berdasarkan satuan per

ton/m3/unit per jam per kegiatan; g) cleaning, dihitung berdasarkan satuan perton/ m3 / kegiatan; h) ca r w ash, dihitung berdasarkan satuan per unit; i) repair, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/unit; j) teknologi informasi, dihitung berdasarkan satuan per kilo

karakter/unit; k) glossing, dihitung berdasarkan satuan per unit; l) receiving/ delivery, dihitung berdasarkan satuan per ton /m3

/unit; m)pas, dihitung berdasarkan satuan per unit; n) painting, dihitung berdasarkan satuan per unit; o) tugmaster, dihitung berdasarkan satuan per kegiatan; p) labeling, dihitung berdasarkan satuan per unit; dan q) pelayanan tambahan, terdiri atas:

1) biaya administrasi nota, dihitung berdasarkan satuan per nota; dan

2) biaya administrasi IT system untuk e-paym ent, dihitung berdasarkan satuan per nota.

6. pelayanan jasa bongkar muat Barang di Terminal terapung, terdiri atas: a) bongkar muat, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3, ton/kilo

liter; b) mooring m aster, dihitung berdasarkan kegiatan per satuan waktu; c) persewaan fe n d e r, dihitung berdasarkan satuan unit per

kegiatan; d) hose, dihitung berdasarkan satuan unit per kegiatan; e) oil sp ill response, dihitung berdasarkan satuan unit per kegiatan; f) surveyor, dihitung berdasarkan satuan unit per kegiatan; g) incid en t oil sp ill response, dihitung berdasarkan satuan unit per

kegiatan /waktu; h) ship chandler, dihitung berdasarkan satuan per unit; i) penanganan limbah Kapal, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3

ton/kilo liter; j) service boat, dihitung berdasarkan satuan unit per

kegiatan/gerakan/hari/penumpang; dan k) blending muatan, dihitung berdasarkan satuanton/m3 ton /kilo

liter. 7. pelayanan jasa peti kemas di Terminal daratan (droport), terdiri atas:

a) pelayanan operasi lapangan, dihitung berdasarkan satuan per ton /m3/ box/ unit per kegiatan / j am / hari;

b) pelayanan pergudangan, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/box/unit per kegiatan/hari;

c) pelayanan penerimaan/penyerahan, dihitung berdasarkan satuan per ton /m3/ box/ unit per kegiatan; dan

d) pelayanan tambahan, terdiri atas: 1) biaya administrasi nota, dihitung berdasarkan satuan per nota; 2) biaya SPP (Surat Penyerahan Petikemas), dihitung berdasarkan

satuan per box; 3) biaya kartu ekspor, dihitung berdasarkan satuan per box; 4) biaya hi-co scan, dihitung berdasarkan satuan per box; 5) biaya hi-co sca n w ith behandle, dihitung berdasarkan satuan

per ton/m3/unit/box;

6) biaya stack awal (biaya penumpukan plus gerakan ekstra), dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/unit/ box;

7) biaya batal transaksi, dihitung berdasarkan satuan per ton /m3 /unit/box;

8) biaya administrasi IT system untuk e-paym ent, dihitung berdasarkan satuan per nota;

9) biaya site office, dihitung berdasarkan satuan per m2/unit/box; dan

10) biaya monitoring/supervisi, dihitung berdasarkan satuan per ton /m3 /unit /box per kegiatan.

8. tarif pelayanan bongkar muat kendaraan dan Barang secara Ro-Ro (R oll on -R oll off) di Terminal Ro-Ro, terdiri atas: a) dermaga, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/unit; b) penumpukan, dihitung berdasarkan satuan perton/m3/unit per

hari; c) stevedoring, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/unit; d) perencanaan lapangan, dihitung berdasarkan satuan per ton /m3

/unit; e) monitoring/supervisi, dihitung berdasarkan satuan per

ton/m3/unit per jam per kegiatan; dan i) pelayanan tambahan terdiri atas:

1) biaya administrasi nota, dihitung berdasarkan satuan per nota; dan

2) biaya administrasi IT system untuk e-payment, dihitung berdasarkan satuan per nota.

c. pelayanan jasa penumpang, dihitung berdasarkan satuan per penumpang per pelayanan pada ruang tunggu.

Pasal 10

Tatanan waktu dan satuan ukuran dari setiap jenis pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan sebagaimana dimaksu dalam Pasal 7 ditetapkan sebagai berikut: a. pelayanan fasilitas penampungan limbah, dihitung berdasarkan satuan

per ton/m3 ton /kilo liter per kegiatan; b. pelayanan depo peti kemas, dihitung berdasarkan satua per ton /m3/

box/ unit per kegiatan/jam/hari; c. pelayanan pergudangan, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/b

ox/unit per kegiatan/hari; d. pelayanan jasa pembersihan dan pemeliharaan gedung kantor, dihitung

berdasarkan satuan per ton/m3; e. pelayanan jasa air bersih, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3

ton/kilo liter; f. pelayanan distribusi listrik, dihitung berdasarkan satuan per KWH; g. pelayanan pengisian air tawar dan minyak, dihitung berdasarkan satuan

per ton/m3 ton/kilo liter/unit; h. pelayanan penyediaan perkantoran untuk kepentingan pengguna jasa

pelabuhan, dihitung berdasarkan satuan per m2/unit per hari/bulan/tahun;

i. pelayanan penyediaan fasilitas gudang pendingin, dihitung berdasarkan satuan per ton /m3/ box/ unit per jam/hari/bulan/ tahun;

j. pelayanan perawatan dan perbaikan kapal, dihitung berdasarkan satuan per unit;

k. pelayanan pengemasan dan pelabelan, dihitung berdasarkan satuan per unit;

l. pelayanan fumigasi dan pembersihan/perbaikan kontainer, dihitung berdasarkan satuan per box/ unit per kegiatan;

m. pelayanan angkutan umum dari dan ke pelabuhan, dihitung berdasarkan satuan per penumpang/ kendaraan;

n. pelayanan tempat tunggu kendaraan bermotor, dihitung berdasarkan satuan per unit/per jam/hari;

o. pelayanan kegiatan industri tertentu, dihitung berdasarkan satuan per m2/kegiatan;

p. pelayanan kegiatan perdagangan, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/box/m2/unit per kegiatan;

q. pelayanan kegiatan penyediaan tempat bermain dan rekreasi, dihitung berdasarkan satuan per orang/ kendaraan per jam/ hari/ bulan/ tahun;

r. pelayanan jasa periklanan, dihitung berdasarkan satuan per m2/unit/kegiatan per hari/bulan/ tahun;

s. pelayanan jasa perhotelan, restoran, pariwisata, pos dan telekomunikasi, dihitung berdasarkan satuan per orang/unit per hari/bulan/tahun;

t. pelayanan jasa alat, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3/box/unit/kegiatan atau per jam / hari / bulantahun;

u. pelayanan tanda masuk (pas) Pelabuhan, dihitung berdasarkan satuan orang atau jenis/kapasitas kendaraan per sekali masuk atau per satuan waktu (bulanan atau tahunan);

v. pelayanan sampah limbah Kapal, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3, ton/kilo liter per kegiatan, per rit per kegiatan atau koli/bag/kg/m3;

Buletin GINSI Jateng 17

Edisi September 2017

w. pelayanan barang bawaan penumpang Kapal angkutan laut, dihitung berdasarkan satuan per koli/bag/kg/m3; dan

x. pelayanan jasa penimbangan, dihitung berdasarkan satuan per ton/m3.

BAB V GOLONGAN TARIF PELAYANAN JASA KEPELABUHANAN

Pasal 11 (1) Golongan tarif pelayanan jasa kepelabuhanan merupakan

penggolongan tarif yang ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan, fasilitas, dan peralatan yang tersedia di Terminal.

(2) Golongan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan jenis pelayanan pada Terminal: a. serbaguna (m u ltip u rp o s e ); b. peti kemas; c. curah cair/gas; d. curah kering; e. kendaraan; f. terapung; g. Pelabuhan daratan (ciry porty, dan h. Ro-Ro (R oli O n-R oll Ofj).

BAB VI

TARIF PELAYANAN JASA KEPELABUHANAN Pasal 12

(1) Tarif pelayanan jasa Kapal yang melakukan kegiatan angkutan laut dalam negeri dikenakan tarif jasa kepelabuhanan dalam mata uang Rupiah (Rp).

(2) Tarif pelayanan jasa Kapal yang melakukan kegiatan angkutan laut luar negeri dikenakan tarif jasa kepelabuhanan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (US $) dengan pembayaran menggunakan mata uang Rupiah (Rp), kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

(3) Tarif pelayanan jasa Barang dan tarif pelayanan jasa di Terminal untuk kegiatan antar pulau dikenakan tarif jasa kepelabuhanan dalam mata uang Rupiah (Rp).

(4) Tarif pelayanan jasa Barang dan tarif pelayanan jasa di Terminal untuk kegiatan ekspor dan impor, dikenakan tarif jasa kepelabuhanan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (US $) dengan pembayaran menggunakan mata uang Rupiah, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

(5) Tarif pelayanan jasa penumpang dalam negeri dan luar negeri dikenakan tarif jasa kepelabuhanan dalam mata uang Rupiah (Rp).

Pasal 13

(1) Tarif pelayanan jasa labuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a angka 1 dikenakan oleh BUP kepada Kapal yang berlabuh pada kolam Pelabuhan yang dibangun dan/atau dipelihara oleh BUP.

(2) Tarif pelayanan jasa penggunaan alur-pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a angka 5 dikenakan oleh BUP kepada Kapal yang menggunakan alur-pelayaran yang dibangun dan/atau dipelihara serta dioperasikan oleh BUP.

(3) Tarif pelayanan jasa labuh dan jasa penggunaan alurpelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam perjanjian konsesi, kecuali pelaksanaan pemeliharaan kolam Pelabuhan dan alurpelayaran yaitu penugasan dari Penyelenggara Pelabuhan.

Pasal 14

(1) Kapal angkutan laut berbendera Indonesia yang melakukan kegiatan angkutan laut dalam negeri yang mengangkut Barang ekspor/impor dengan kegiatan alih muat (transhipment) di Pelabuhan dalam negeri dikenakan tarif pelayanan jasa Kapal dalam negeri.

(2) Kapal angkutan laut berbendera Indonesia: a. yang melakukan kegiatan angkutan laut dalam negeri yang

mengangkut barang muatan ekspor impor atau muatan barang dari luar negeri atau sebaliknya, terhadap pelayanan di Pelabuhan dalam negeri dikenakan tarif jasa Kapal angkutan laut luar negeri;

b. yang melakukan kegiatan angkutan laut dari Pelabuhan dalam negeri ke Pelabuhan dalam negeri lainnya yang tidak mengangkut Barang muatan ekspor impor atau sebaliknya, terhadap pelayanandi Pelabuhan dalam negeri lainnya dikenakan tarif jasa Kapal angkutan laut dalam negeri; dan

c. yang mengangkut Barang ekspor/impor dengan kegiatan alih muat (tran shipm ent) di Pelabuhan dalam negeri dikenakan tarif pelayanan jasa Kapal dalam negeri.

(3) Barang ekspor/impor yang diangkut oleh Kapal berbendera Indonesia dari satu Pelabuhan ke Pelabuhan lainnya di dalam negeri dengan kegiatan alih muat (transhipment) di Pelabuhan dalam negeri dikenakan tarif pelayanan jasa Barang dalam negeri.

(4) Kapal asing yang melakukan kegiatan angkutan laut luar negeri ditetapkan tarif pelayanan jasa kepelabuhanan dalam tarif jasa Kapal angkutan laut luar negeri.

(5) Kapal asing yang melakukan kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan/atau Barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri dikenakan tarif jasa Kapal angkutan laut luar negeri.

Pasal 15

(1) Besaran tarif jasa kepelabuhanan dapat ditetapkan secara paket. (2) Besaran tarif jasa kepelabuhanan bagi Kapal pelayaran rakyat diberikan

keringanan oleh BUP secara langsung. (3) Pemberian keringanan berupa diskon/reduksi, tarif diferensiasi, tarif

progresif, tarif reward, dan penalty diberikan oleh BUP secara langsung. (4) Terhadap kegiatan tertentu, jenis pelayanan jasa kepelabuhanan yang

berlaku dapat dikenakan tarif diskon atau sebesar Rp0,00 (nol rupiah). (5) Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas:

a. kegiatan kenegaraan; b. kegiatan sea rch and rescue, bencana alam, dan bantuan

kemanusiaan; c. kegiatan untuk kepentingan umum dan sosial yang tidak bersifat

komersial; dan d. kegiatan lain yang dianggap strategis oleh Menteri.

(6) Permintaan keringanan tarif untuk kegiatan tertentu sebagaimana pada ayat (4) diajukan oleh instansi pemerintah kepada BUP.

BAB VII

MEKANISME PENETAPAN TARIF PELAYANAN JASA KEPELABUHANAN Pasal 16

(1) Penetapan besaran tarif jasa kepelabuhanan pada terminal yang pelayanan jasanya diberikan oleh Otoritas Pelabuhan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan tetap berpedoman pada jenis, struktur, dan golongan tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini.

(2) Penetapan besaran tarif jasa kepelabuhanan pada Pelabuhan yang diselenggarakan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan yang dibentuk oleh pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan tetap berpedoman pada jenis, struktur, dan golongan tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini.

(3) Penetapan besaran tarif jasa kepelabuhanan pada Pelabuhan yang diselenggarakan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan yang dibentuk oleh pemerintah provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi dengan tetap berpedoman pada jenis, struktur, dan golongan tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini.

(4) Penetapan besaran tarif jasa kepelabuhanan pada Pelabuhan yang diselenggarakan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan yang dibentuk oleh pemerintah kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota dengan tetap berpedoman pada jenis, struktur, dan golongan tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini.

(5) Penetapan besaran tarif pelayanan jasa kepelabuhanan pada Terminal yang pelayanan jasanya diusahakan oleh BUP ditetapkan oleh BUP berdasarkan jenis, struktur, dan golongan tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 17 (1) Penetapan besaran tarif jasa kepelabuhanan oleh BUP sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5), bagi Terminal sejenis yang pengusahaan jasa kepelabuhanannya dilakukan oleh 1 (satu) BUP dalam 1 (satu) pelabuhan, sebelum ditetapkan oleh BUP harus dikonsultasikan kepada Menteri.

(2) Besaran tarif jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. tarif pelayanan jasa Kapal:

1. labuh; 2. pandu; 3. tunda; 4. tambat; dan 5. penggunaan alur-pelayaran.

b. tarif pelayanan jasa Barang di Terminal: 1. serbaguna ( m ulti p u rp o se), terbatas pada pelayanan jasa

dermaga dan penumpukan; 2. peti kemas; 3. curah cair/gas; 4. curah kering; 5. terapung; 6. kendaraan; 7. daratan (dry p o ri); dan 8. Ro-Ro (R oli O n-R oll O fj).

Pasal 18

Buletin GINSI Jateng 18

Edisi September 2017

Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut: a. BUP menyusun konsep usulan tarif dengan memperhatikan

kepentingan pelayanan umum, peningkatan mutu pelayanan jasa, kepentingan pemakai jasa, peningkatan kelancaran pelayanan jasa, pengembalian biaya dan pengembangan usaha, dilengkapi dengan data dukung sebagai berikut: 1. hasil perhitungan biaya pokok, perbandingan tarif yang berlaku

dengan biaya pokok, kualitas pelayanan yang diberikan dan dapat dilengkapi dengan data tarif yang berlaku di Pelabuhan laut baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang mempunyai jenis dan tingkat pelayanan yang relative sama;

2. telaahan dan justifikasi usulan kenaikan tarif terhadap beban pengguna jasa;

3. penerapan Service L evel A g re e m e n t (SLA), Service Level Guarantee (SLG), dan Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan; dan

4. berita acara kesepakatan dengan asosiasi pengguna jasa; b. konsep usulan besaran tarif pelayanan jasa Kapal dan tarif pelayanan

jasa Barang yang disusun oleh BUP sebelum dikonsultasikan kepada Menteri terlebih dahulu disosialisasikan dan disepakati antara BUP dan asosiasi pengguna jasa yang terkait langsung dengan jenis pelayanan yang tarifnya diusulkan serta pengguna jasa kepelabuhanan setempat, yaitu: 1. untuk tarif pelayanan jasa Kapal kepada Indonesia National Ship

owners Association (INSA) dan Pelayaran Rakyat (PELRA); dan 2. untuk tarif pelayanan jasa Barang kepada Asosiasi Perusahaan

Bongkar Muat Indonesia (APBMI), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALF1/ILFA), Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), dan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI).

c. kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani bersama serta diketahui oleh Penyelenggara Pelabuhan;

d. selanjutnya BUP menyampaikan usulan besaran tarif yang telah disepakati secara tertulis kepada Menteri disertai data pendukung secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan ditembuskan kepada Penyelenggara Pelabuhan;

e. usulan tarif sebagaimana dimaksud dalam huruf d, dibahas oleh unit kerja terkait di lingkungan Kementerian Perhubungan bersama BUP;

f. berdasarkan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Menteri memberikan arahan dan pertimbangan secara tertulis kepada BUP dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya usulan lengkap dari BUP;

g. BUP dalam menetapkan besaran tarif pelayanan masingmasing jenis jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5), wajib memperhatikan arahan dan pertimbangan Menteri;

h. apabila dalam jangka waktu yang ditetapkan belum ada arahan dan pertimbangan secara tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam huruf e, BUP dapat menetapkan besaran tarif sesuai hasil kesepakatan dengan pengguna jasa;

i. BUP wajib mengumumkan dan mensosialisasikan besaran tarif sebagaimana dimaksud dalam huruf g atau huruf h kepada seluruh pengguna jasa atas penetapan tarif tersebut dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sebelum tarif tersebut diberlakukan; dan

j. besaran tarif pelayanan jasa Kapal dan pelayanan jasa Barang di Terminal yang telah ditetapkan oleh BUP dilaporkan kepada Menteri.

Pasal 19

Besaran tarif pelayanan jasa penumpang pada Pelabuhan yang pengusahaan jasa kepelabuhanannya dilakukan oleh 1 (satu) BUP, ditetapkan oleh BUP tanpa harus dikonsultasikan kepada Menteri. Besaran tarif pelayanan jasa penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan kepada Menteri dengan melampirkan: a. hasil perhitungan biaya pokok, perbandingan tarif yang berlaku dengan

biaya pokok, kualitas pelayanan yang diberikan dan dapat dilengkapi dengan data tarif yang berlaku di Pelabuhan laut baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri yang mempunyai jenis dan tingkat pelayanan yang relative sama; dan

b. telaahan dan justifikasi usulan kenaikan tarif terhadap beban pengguna jasa.

Pasal 20

Penetapan besaran tarif jasa kepelabuhanan oleh BU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5), bag Terminal sejenis yang pengusahaan jasa kepelabuhanannya dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) BUP dalam 1 (satu) pelabuhan, ditetapkan oleh BUP tanpa harus dikonsultasikan kepada Menteri. Besaran tarif jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan kepada Menteri dengan melampirkan:

a. hasil perhitungan biaya pokok, perbandingan tarif yang berlaku dengan biaya pokok, kualitas pelayanan yang diberikan dan dapat dilengkapi dengan data tarif yang berlaku di Pelabuhan laut baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri yang mempunyai jenis dan tingkat pelayanan yang relative sama;

b. telaahan dan justifikasi usulan kenaikan tarif terhadap beban pengguna jasa; dan

c. penerapan Service Level Agreement (SLA), Service Level Guarantee (SLG), dan Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan.

Pasal 21

(1) Dalam kondisi tertentu, besaran tarif pelayanan pemanduan dan penundaan di luar batas perairan wajib pandu dan perairan pandu luar biasa ditetapkan oleh BUP berdasarkan kesepakatan dengan pengguna jasa dengan jangka waktu yang terbatas.

(2) Besaran tarif pelayanan pemanduan dan penundaan di luar pelayanan normal untuk Kapal dalam kondisi khusus antara lain Kapal mati mesin (blackout) atau rusak dan Kapal kandas ditetapkan oleh BUP berdasarkan kesepakatan dengan pengguna jasa.

Pasal 22

(1) Besaran tarif jasa kepelabuhanan yang ditetapkan oleh BUP berlaku untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.

(2) Besaran tarif untuk pelayanan Kapal luar negeri dan pelayanan jasa Barang ekspor/impor yang akan ditetapkan oleh BUP dengan mempertimbangkan tarif pelayanan jasa sejenis yang berlaku di negara ASEAN dan pelabuhan negara lainnya.

BAB VIII

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 23

(1) Terhadap perusahaan angkutan laut nasional yang mengoperasikan kapalnya pada trayek tetap dan teratur dapat diberikan insentif meliputi berupa pemberian prioritas sandar, penyediaan bunker sesuai dengan trayek dan jumlah hari layar, dan keringanan tarif jasa kepelabuhanan.

(2) Keringanan tarif jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tarif jasa labuh, tarif jasa tambat, dan tarif jasa pemanduan yang besarannya ditentukan oleh BUP atau Penyelenggara Pelabuhan.

(3) Terhadap Barang berbahaya atau Barang mengganggu sesuai dengan klasifikasi tingkat bahaya dari Barang yang bersangkutan menurut International Maritime Organization (IMO) yang memerlukan penanganan khusus dikenakan tambahan tarif.

(4) Terhadap peti kemas yang memerlukan penanganan khusus seperti flat track, opentop, openside, peti kemas rusak, dan lain-lain yang memerlukan penanganan khusus dikenakan tambahan tarif sesuai dengan tingkat kesulitan pelayanan yang diberikan.

(5) Dalam hal BUP melakukan pelayanan jasa yang belum diatur dalam Peraturan Menteri ini maka tarif pelayanan tersebut dapat ditetapkan sesuai dengan kesepakatan dengan pengguna jasa.

Pasal 24

Tarif pelayanan jasa Barang umum di Terminal serbaguna ( multipurpose terminal) untuk kegiatan stevedoring, cargod oring, dan receiving/ delivery sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b angka 1 butir b), butir c), dan butir g) ditetapkan oleh BUP tanpa harus dikonsultasikan kepada Menteri.

Pasal 25 (1) BUP wajib memenuhi standar kinerja operasional (Levelof Services/

LS) yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. (2) Pengawasan penerapan besaran tarif jasa kepelabuhanan, pemenuhan

standar kinerja operasional (Level of Services/LS), dan persaingan usaha dilakukan oleh Penyelenggara Pelabuhan.

(3) Penyelenggara Pelabuhan dan BUP dilarang memungut tarif jasa kepelabuhanan yang tidak ada pelayanan jasanya.

Pasal 26

(1) Dalam hal kondisi tertentu yang mengakibatkan diperlukannya tambahan tarif pelayanan jasa peti kemas yang bukan merupakan jasa kepelabuhanan dan bukan merupakan pendapatan dari BUP, tambahan tarif dimaksud harus terlebih dahulu dikonsultasikan kepada Menteri.

(2) Tambahan tarif pelayanan peti kemas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis oleh perwakilan perusahaan angkutan laut asing (owners representative) atau Dewan Pengurus Pusat Indonesia National Ship owners Association (INSA) kepada Menteri, setelah usulan tambahan tarif dimaksud diaudit oleh Penyelenggara Pelabuhan dan dilakukan kesepakatan antara perwakilan perusahaan angkutan laut asing (owners representative) atau Dewan Pengurus Pusat Indonesia National Ship owners Association (INSA) dengan pengguna

Buletin GINSI Jateng 19

Edisi September 2017

jasa angkutan laut (Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALF1/ILFA), Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), dan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI)) yang dituangkan dalam suatu berita acara.

(3) Setelah dilakukan evaluasi terhadap pengajuan tambahan tarif pelayanan peti kemas, Menteri memberikan arahan dan pertimbangan secara tertulis kepada perwakilan perusahaan angkutan laut asing (owners representative) atau Dewan Pengurus Pusat Indonesia National Ship owners Association (INSA)

(4) Tarif yang dipungut oleh perwakilan perusahaan angkutan laut asing (owners representative) atau Dewan Pengurus Pusat Indonesia National Ship owners Association (INSA) dilaporkan kepada Menteri.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP Pasal 27

Direktur Jenderal melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini.

Pasal 28 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 6 Tahun 2013 tentang Jenis, Struktur, dan Golongan Tarif Jasa Kepelabuhanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 281), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 15 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 6 Tahun 2013 tentang Jenis, Struktur, dan Golongan Tarif Jasa Kepelabuhanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 492), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 29 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Agustus 2017 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd BUDI KARYA SUMADI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 2017 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 1139 Salinan sesuai dengan aslinya ttd SRI LESTARI RAHAYU Pembina Utama Muda (IV/c) NIP. 19620620 198903 2 001