khs

53
BAB I PENDAHULUAN Kanker merupakan salah satu penyakit yang paling mengancam dalam dunia kesehatan. WHO menyatakan terdapat lima besar urutan kanker ganas di dunia, antara lain : kanker paru, kanker payudara, kanker usus besar (kolorektal), kanker lambung dan kanker hepar. Di Amerika serikat melaporkan bahwa kanker hepar (kanker hepatoseluler) merupakan kanker dengan pertumbuhan tercepat diantara jenis kanker yang lain (Kerr, 2004) . Insidensi kanker hepar di Asia Selatan, Asia Tenggara, Cina, dan daerah Sub Sahara sendiri lebih tinggi dibandingkan kasus kanker hepar di negara industri seperti Amerika (Qiu et al., 2002) . Penyebab kanker hepar secara umum adalah infeksi virus hepatitis B dan C, paparan aflatoksin B1, sirosis hati, infeksi parasit, alkohol serta faktor keturunan (Fong, 2013) . Infeksi virus hepatitis B dan C merupakan penyebab kanker hepar yang utama didunia, terutama pasien dengan antigenemia dan juga mempunyai penyakit kronik hepatitis. Pasien laki-laki dengan umur lebih dari 50 tahun yang menderita penyakit hepatitis B dan C mempunyai kemungkinan besar terkena kanker hepar (Tsukuma et al., 1993) . 5

Upload: berlianazaghi

Post on 10-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kasinoma hepatoselular

TRANSCRIPT

Page 1: KHS

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker merupakan salah satu penyakit yang paling mengancam dalam

dunia kesehatan. WHO menyatakan terdapat lima besar urutan kanker ganas di

dunia, antara lain : kanker paru, kanker payudara, kanker usus besar (kolorektal),

kanker lambung dan kanker hepar. Di Amerika serikat melaporkan bahwa kanker

hepar (kanker hepatoseluler) merupakan kanker dengan pertumbuhan tercepat

diantara jenis kanker yang lain (Kerr, 2004). Insidensi kanker hepar di Asia

Selatan, Asia Tenggara, Cina, dan daerah Sub Sahara sendiri lebih tinggi

dibandingkan kasus kanker hepar di negara industri seperti Amerika (Qiu et al.,

2002).

Penyebab kanker hepar secara umum adalah infeksi virus hepatitis B dan

C, paparan aflatoksin B1, sirosis hati, infeksi parasit, alkohol serta faktor

keturunan (Fong, 2013). Infeksi virus hepatitis B dan C merupakan penyebab

kanker hepar yang utama didunia, terutama pasien dengan antigenemia dan juga

mempunyai penyakit kronik hepatitis. Pasien laki-laki dengan umur lebih dari 50

tahun yang menderita penyakit hepatitis B dan C mempunyai kemungkinan besar

terkena kanker hepar (Tsukuma et al.,1993).

Gejala kanker hepar pada awalnya tanpa keluhan atau hanya sedikit

keluhan seperti lesu, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. Kanker

hepar dapat diketahui dengan diagnosa menggunakan radiologi, biopsi hepar, dan

serologi (Bruix and Sherman, 2005).

Peningkatan ekspresi protein sering terjadi pada kasus kanker hepar.

Protein yang mengalami upregulasi seperti COX-2, protein siklus sel, faktor

pertumbuhan, dan protein anti-apoptosis (King, 2000). Peningkatan ekspresi dan

atau mutasi pada N-ras juga ditemukan pada kanker hepar (Adjei, 2001). Selain

itu juga terjadi aneuploidi dan perubahan genetik seperti mutasi p53 pada kanker

hepar (Kim and Wang, 2003). Pada kanker hepatoseluler (KHS) telah diketahui

adanya Ras yang termutasi. Ekspresi Ras yang berlebihan ini dapat menaikkan

5

Page 2: KHS

jumlah Myc dalam semua kasus pada KHS dan memberikan kesan bahwa dua

onkogen ini dapat bekerja sama satu dengan yang lain (Macdonald et al., 1997).

Studi kinetik kanker menemukan adanya berbagai jenis onkogen yang

berperan dalam karsinogenesis di hepar. Overekspresi N-ras dan c-myc oleh

senyawa karsinogen merupakan abnormalitas genetik yang sering terjadi pada

kanker (Peters et al., 1997). CYP1A2 di hepar telah diketahui dapat mengaktivasi

senyawa prokarsinogen menjadi intermediet reaktif yang berinteraksi dengan

nukleofil selular dan akhirnya memicu karsinogenesis dengan ditandai terjadinya

overekspresi N-Ras dan c-myc (Kawajiri et al., 1993).

Selain itu ditemukan insiden yang tinggi pada titik mutasi kodon spesifik

di p53, pada kanker hepatoseluler yang secara epidemiologis berkaitan dengan

aflatoksin (Underwood, 1989). Mutasi pada p53 merupakan penyebab utama

kasus kanker hepar di Asia Selatan dan Asia Tenggara (King, 2000).

6

Page 3: KHS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi

Karsinoma hepatoselular (KHS) adalah penyakit neoplasma ganas primer

hepar tersering yang terdiri dari sel menyerupai hepatosit dengan derajat

diferensiasi bervariasi (Jin et al., 2014; Ricky, 2015). KHS merupakan 5,6% dari

seluruh kanker pada manusia. KHS menempati urutan ke-5 pada laki-laki dan ke-

9 pada wanita.KHS juga menempati urutan ke-3 dari kanker sistem

gastrointestinal setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. Tingkat

kematiannya sangat tinggi, menempati urutan ke-2 setelah kanker pankreas.

Karsinoma hepatoselular mempunyai hubungan dengan virus hepatitis C (HCV),

sirosis hati, aflatoxin, obesitas, diabetes melitus, dan alkohol (Bagaswoto, 2009).

b. Epidemiologi

Karsinoma Hepatoseluler (KHS) atau hepatoma merupakan tumor ganas

yang berasal dari hepatosit dan menjadi penyebab kematian ke-3 akibat kanker di

dunia (Bosch et al.,2005; Jemal et al., 2011). Sekitar 500 kasus baru hepatoma per

100.000 penduduk terjadi tiap tahun dengan rasio laki-laki : perempuan 2-6 : 1.

Insiden ditemukan paling banyak di daerah Sub-Sahara Afrika dan Asia, dengan

rentang umur 1 sampai 2 dekade lebih awal terjadi hepatoma dibandingkan daerah

dengan prevalensi rendah seperti Eropa dan Amerika (Isselbacher and Dienstag,

2005; Engstrom et al., 2000; Budihusodo, 2006).

Distribusi global dari KHS berkaitan erat dengan prevalensi geografis dari

karier kronis virus hepatitis B (HBV) dan hepatitis C (HBC) yang mencapai 400

juta di seluruh dunia (Siregar, 2005). Dalam studi epidemiologi, 52 % kasus

hepatoma (230.000) di dunia akibat terinfeksi kronik virus hepatitis B dan 25 %

kasus (110.000) pada penderita terinfeksi kronis virus hepatitis C (Shiratori et al.,

2001). Penderita dengan karier kronik hepatitis B (HbSAg+) berisiko 102 kali

lebih tinggi daripada bukan karier kronik untuk terjadinya hepatoma. Sedangkan

7

Page 4: KHS

penderita terinfeksi kronik hepatitis C (Anti HCV+) mempunyai risiko terjadi

hepatoma 17 kali lipat dibandingkan bukan pengidap (El-Serag, 2011).

c. Etiologi

Karsinoma hepatoselular (KHS) adalah kanker yang berasal dari sel-sel

primer hati. Seperti pada kanker-kanker lainnya, sel tersebut muncul ketika mutasi

gen yang berada pada sel telah mengalami pertumbuhan yang tidak terkontrol.

Mutasi ini dapat disebabkan oleh agen eksternal, seperti virus hepatitis, atau

dengan jumlah sel yang bertambah banyak, seperti pada hepatitis kronis yang

dapat meningkatkan risiko kesalahan replikasi pada gen. KHS biasanya agresif,

dengan tingkat kematian yang tinggi setelah onset gejala (paling sering penyakit

kuning dan / atau ascites). Jika terdeteksi ketika sudah muncul gejala, pasien

memiliki harapan hidup rata-rata kurang dari satu bulan bila tidak diobati. Bahkan

pada tahap ini, perawatan yang tersedia terbatas dan tidak efektif (Gomes et al.,

2013).

Karsinoma Hepatoseluler adalah masalah kesehatan yang utama, terhitung

lebih dari 626.000 kasus baru per tahun di seluruh dunia. Negara-negara yang

mengalami peningkatan insiden cukup cepat adalah Amerika Serikat dan Eropa,

dan penyakit ini menempati peringkat ke 3 setelah kanker paru dan kanker

abdomen (Llovet et al., 2008). Virus hepatitis B (HBV) adalah penyebab paling

umum dari hepatocarcinoma primer (PHC) di seluruh dunia dan distribusi PHC

mencerminkan prevalensi HBVmenjadi sangat tinggi di sub-Sahara Afrika dan

Asia. Di Uganda penderita Karsinoma Hepatoseluler terjadi pada usia-usia muda,

dimana paling mudanya adalah usia 15 tahun. Hal ini dapat mungkin terjadi

karena pada masa perinatal, mereka telah mengalami sirosis. Berdasarkan

penelitian, pada umumnya orang yang menderita karsinoma hepatoseluler dapat

hidup selama 20-30 tahun bila terjadi pada masa muda (Ocama et al., 2011).

Studi epidemiologi dalam skala besar telah menganalisis hubungan antara

overweight dan obesitas dengan risiko lebih tinggi terkena KHS. Dalam kohort

900.000 orang dewasa Amerika, risiko penderita yang sekarat akibat kanker hati

4,5 kali lebih tinggi pada jenis kelamin pria daripada wanita dengan indeks massa

8

Page 5: KHS

tubuh 35 kg/m2 dibandingkan dengan penderita berindeks massa normal yaitu

18,5-24,9 kg / m2 (Baffy et al., 2012).

Bila pada palpasi abdomen teraba hati membesar, keras yang berbenjol-

benjol, tepi tumpul lebih diperkuat, bila pada auskultasi terdengar bising

pembuluh darah maka dapat diduga sebagai kanker hati. Bising pada kondisi KHS

adalah suara bruit hepatik dan friction rub (Ocama et al., 2011).

d. Anatomi

Hati adalah yang terbesar kedua (setelah kulit) organ dalam tubuh manusia

dan kelenjar terbesar (berat rata-rata 1.500 g). Itu terletak di bawah diafragma di

perut bagian atas kanan dan midabdomen dan meluas ke perut bagian atas kiri.

Hati memiliki bentuk umum dari prisma atau wedge, dengan basis ke kanan dan

puncaknya ke kiri (lihat gambar di bawah). Hal ini coklat dalam warna merah

muda, dengan konsistensi yang lembut, dan sangat vaskular dan mudah gembur.

Gambar 1. Hepar

Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh

ligamentum falciforme. Lobus kanan hati lebih besar dari lobus kirinya dan

mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus

quadratus.

9

Page 6: KHS

Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu :

a. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan

nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air,

dan mineral.

b. Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.

Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri hepatica

mengalirkan darahnya ke sinusoid. Hematosit menyerap nutrien, oksigen, dan zat

racun dari darah sinusoid. Di dalam hematosit zat racun akan dinetralkan

sedangkan nutrien akan ditimbun atau dibentuk zat baru, dimana zat tersebut akan

disekresikan ke peredaran darah tubuh

e. Fisiologi

Menurut Sherwood (2001), Hepar adalah organ metabolik terbesar dan

terpenting di tubuh. Organ ini penting bagi sistem pencernaan untuk sekresi garam

empedu, tetapi hepar juga melakukan berbagai fungsi lain, mencakup halhal

berikut:

a. Pengolahan metabolik kategori nutrient utama (karbohidrat, lemak,

protein) setelah penyerapan mereka dari saluran pencernaan.

b. Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan

senyawa asing lainnya.

c. Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang penting

untuk pembekuan darah serta untuk megangkut hormone tiroid, steroid

dan kolesterol dalam darah.

d. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin

e. Pengaktifan vitamin D, yang dilaksanakan oleh hepar bersama dengan

ginjal

f. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang, berkat adanya

makrofag residen

g. Eksresi kolesterol dan bilirubin, yang terakhir adalah produk penguraian

yang berasal dari destruksi sel darah merah yang sudah usang.

10

Page 7: KHS

f. Patofisiologi

Hepatokarsinogenesis dikenal sebagai proses tahapan yang sangat rumit

dan hampir setiap jalur yang terlibat dalam proses karsinogenesis akan

mempengaruhi derajat pada karsinoma hepatoseluler. Oleh karena itu, tidak ada

mekanisme molekuler tunggal yang dominan atau patognomonik pada karsinoma

hepatoseluler (Tanaka S, 2012).

Hepatokarsinogenesis dianggap suatu proses yang berasal dari sel-sel

induk hati atau berasal dari sel hepatosit yang matang dan merupakan

perkembangan dari penyakit hati kronis yang didorong oleh stres oksidatif,

inflamasi kronis dan kematian sel yang kemudian diikuti oleh proliferasi

terbatas/dibatasi oleh regenerasi, dan kemudian remodeling hati permanen

(Bertino et.al., 2013). Seperti kebanyakan tumor solid lainnya, pengembangan dan

perkembangan kanker hati yang diyakini disebabkan oleh akumulasi perubahan

genetik yang mengakibatkan perubahan ekspresi pada gen yang terkait kanker,

seperti onkogen atau gen supresor tumor, serta gen lainnya yang terlibat dalam

jalur egulasi (Saffroy et.al., 2006).

Karsinoma hepatoseluler merupakan salah satu tumor dengan faktor

etiologi yang paling dikenal. Karsinoma hepatoseluler umumnya merupakan

perkembangan dari hepatitis kronis atau sirosis di mana ada mekanisme

peradangan terus menerus dan regenerasi dari sel hepatosit (Saffroy et.al.,

2006).Cedera hati kronis yang disebabkan oleh HBV, HCV, konsumsi alkohol

yang kronis, steatohepatitis alkohol, hemokromatosis genetik,sirosis bilaris

primerdan adanya defisiensi α-1 antitrypsin menyebabkan kerusakan hepatosit

permanen yang diikuti dengan kompensasi besar-besaran oleh sel proliferasidan

regenerasi dalam menanggapi stimulasi sitokin. Akhirnya, fibrosis dan sirosis

berkembang dalam pengaturan remodelling hati secara permanen, terutama

didorong oleh sintesis komponen matriks ekstraseluler dari sel-sel stellata hati

(Bertino et.al., 2013).

Dalam lingkungan yang bersifat karsinogenik, perkembangan nodul

hiperplastik dan displastik akan segera menjadi kondisi pre-neoplastik. Namun,

diduga akumulasi dari berbagai peristiwa molekuler yang berurutan pada berbagai

11

Page 8: KHS

tahap penyakit hati (jaringan normal hati, hepatitis kronis, sirosis, nodul

hiperplastik dan displastik dan kanker) hanya dipahami secara parsial saja.

Patogenesis secaramolekul dari karsinoma hepatoseluler melibatkan genetik atau

terjadi penyimpangan epigenetik yang berbeda dan terdapat perubahan dalam

beberapa jalur sinyal yang mengarah padaheterogenitas penyakit dalam hal

biologis dan perilaku klinis. Bukti saat ini menunjukkan bahwa dalam

hepatokarsinogenesis, terdapat dua mekanisme utama yang terlibat, yaitu sirosis

dan yang berhubungan dengan regenerasi hati setelah adanya kerusakan hati

kronis yang disebabkan oleh beberapa faktor (infeksi hepatitis, toksin atau

gangguan metabolisme), serta adanya sejumlah mutasi DNA yang menyebabkan

gangguan dari keseimbangan onkogenesis-onkosupresor dari sel yang mengarah

ke perkembangan sel-sel neoplastik. Beberapa jalur penting dari sinyal seluler

telah diamati menjadi bagiandari keterlibatan onkogenetic pada karsinoma

hepatoseluler. Jalur sinyal utama pada karsinoma hepatoseluler adalah RAF /

MEK / ERK, PI3K/AKT/mTOR, NTB / β -catenin, IGF, HGF / c-MET dan faktor

pertumbuhan yang mengatur sinyal angiogenik (Bertino et al., 2013).

g. Manifestasi Klinis

Karsinoma hepatoseluler munculsecara tidak terduga sampai terjadi

penurunan kondisi pasien sirosis yang sebelumnya stabil.Gejala pada pasien KHS

termasuk cachexia, nyeri pada perut, penurunan berat badan, kelemahan,

abdominal fullness dan bengkak, penyakit kuning, dan mual. Kemunculan asites,

kemungkinan perdarahan, yang menunjukkan trombosis vena portal atau hati

dengan tumor atau pendarahan dari tumor nekrotik. Perut bengkak terjadi sebagai

akibat dari asites karena penyakit hati kronis yang mendasarinya atau mungkin

karena tumor yang berkembang dengan pesat. Kadang-kadang, nekrosis pusat atau

perdarahan akut ke dalam rongga peritoneum menyebabkan kematian. Di negara-

negara dengan program surveilans aktif, KHS cenderung diidentifikasi pada tahap

awal. Penyakit kuning biasanya karena gangguan pada saluran intrahepatic oleh

penyakit hati yang mendasarinya. Hematemesis terjadi mungkin disebabkan

karena adanya varises oesophagus akibat hipertensi portal. Nyeri tulang terlihat

12

Page 9: KHS

pada 3-12% pasien. Pasien mungkin dapat tidak menunjukkan gejala

(Dhanasekaran et al., 2012).

h. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien kanker hati (Ghofar, 1999):

Tanda – tanda vital : Tekanan darah meningkat, nadi brakikardial, suhu

meningkat, pernafasan meningkat.

a. Mata : Skera ikterik

b. Mulut : Mukosa kering, bibir pucat.

c. Abdomen : Terdapat nyeri tekan pada kuadran kanan atas,

pembesaran hati, asites, permukaan teraba ireguler.

d. Kulit : Gatal – gatal (pruritus)

e. Ekstremitas : Mengalami kelemahan, peningkatan edema.

i. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Patologi

Pemeriksaan Patologi adalah gold standar untuk diagnosis karsinoma

hepatosellular. Jika lesi kecil, mungkin sulit untuk mendapatkan bahan biopsi dan

juga membutuhkan keahlian dalam kajian histologi. Baru-baru ini, European

Association for the Study of the Liver (EASL) dan AASLD guidelines

menjelaskan bahwa KHS dapat dengan pasti didiagnosis jika menggunakan CT

dinamis, MRI, atau contrast-enhanced USG yang menunjukkan pola vaskular

khas arterial enhancement and portal venous "washout” (Bruix and Sherman,

2005). Akan tetapi banyak lesi, terutama di < kategori 2 cm, tidak memiliki pola

vaskular khas untuk KHS, sehingga sebaiknya dilakukan biopsi untuk diagnosis

definitif (Forner et al., 2006).

Analisis patologis KHS didasarkan pada aspek makroskopik dan

mikroskopikyang sangat beragam dan terkait dengan prognosis untuk beberapa

dari mereka.

- Gambaran makroskopis KHS

13

Page 10: KHS

Gambar 2. Gambaran Makroskopis dari Karsinoma hepatoselluler (JN

Vauthey and A Brouquet, 2013)

Pada gambar 2. (a) Nodul dari KHS yang berkembang dari penderita

sirosis hati, (b) Infiltrat dari KHS yang berkembang dari penderita sirosis hati, (c)

Gambaran awal dari KHS tipe progressif pada jaringan yang mengalami sirosis,

(d) Nodul pada KHS yang berkembang dari hati yang normal.

KHS biasanya berasal dari soft tissue dengan penampakan makroskopis

yang heterogen, polikrom dengan fokal perdarahan atau nekrosis. Bisa tunggal

atau multipel dengan ukuran berkisar antara 1-30 cm. Biasanya pada sirosis,

ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan KHS yang berkembang dari non

fibrosis liver (Okuda et.al, 1984). Tanda umum pada KHS didefinisikan oleh

beberapa nodul dengan satu nodul dominan, sering sebagian dibatasi oleh kapsul

fibrosa, seluruh jaringan sirosis. Nodul kecil tampak di sekitar tumor utama, yang

dikenal sebagai nodul satelit, dan dianggap sebagai nodul metastasis. Gambaran

infiltratif terdiri dari massa tunggal yang besar buruk, invasif, biasanya ditemui

dalam penderita non-sirosis dan dikaitkan dengan prognosis yang buruk (Gambar

1). Pola difus kadang merupakan infiltrasi luas oleh banyak nodul kecil yang

hampir mengisi seluruh hati. Invasi vaskular KHS mungkin dapat dilihat di

makroskopi (invasi vaskular makroskopik) dengan keterlibatan vena portal dan

14

Page 11: KHS

sedikit pembuluh darah hati dan merupakan faktor prognostik yang buruk

(Vauthey and Brouquet, 2013).

Baru-baru ini, KHS kecil, dengan diameter maksimum 2 cm, telah dibagi

menjadi 2 kelompok yaitu vaguely dan distinctly nodular KHS, dua pola dengan

perbedaan prognosis dimana jenis vaguely nodular (KHS awal) memiliki

prognosis yang lebih baik dari jenis distinctly nodularr (progressif KHS) (ICGHC,

2009 and Hytiroglou P, 2007)

- Gambaran Mikroskopis

Gambar 3. Gambaran Fibromellar hepatocellular carcinoma (Vauthey

and Brouquet, 2013)

Pada gambar 3. Tampak gambaran Fibrolamellar hepatocellular

carcinoma: (a) gambaran makroskopis dari tumor batas tegas, polikromdengan

stroma fibrous. (b) gambaran sel tumor dikelilingi oleh hyaline fibrous. (c) Sel

tumor yang luas, eosinophilic dengan nukleolus prominen. (d) Pale bodies di sel

tumor.

KHS biasanya merupakan tumor hipervaskularisasi, yang menunjukkan

perbedaan derajat dari diferensiasi hepatoseluler, mulai dari baik ke buruk, yang

didasarkan pada fitur sitologi. Pola histologis yang berbeda dapat dilihat: (1) pola

trabecular pertumbuhan di mana tumor hepatosit diatur dalam berbagai ketebalan,

15

Page 12: KHS

dipisahkan oleh vaskular sinusoid, (2) asinar atau pola pseudoglandular

menunjukkan dilatasi kelenjar-seperti dari canaliculi antara sel tumor (lumens

dapat berisi empedu) atau degenerasi pusat trabekula (lumenmengandung

terutama fibrin), dan (3) pola kompak atau padat yang terdiri dari tebal trabekula

dikompresi menjadi massa kompak (Gambar. 3).

Beberapa varian KHS dijelaskan sesuai dengan aspek sitologi dari

hepatoseluler. Di KHS pada sirosis, sel tumor umumnya lebih kecil dalam ukuran,

menunjukkansitoplasma granular eosinofilik, inti vesikuler, dan nukleolus

mencolok (Manos and Murphy, 2007).KHS sarcomatoid ditandai dengan

komponen sarkomatosa-muncul darisel tumor berbentuk spindle (Chang et al.,

1997). Sclerosing KHS merupakan varian langka yang karakteristiknya berupa

stroma fibrosa yang difus.

2. Pemeriksaan tumor marker

Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh

sel hati fetal, sel yolk sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal.

Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/ml. Kadar AFP meningkat pada 60% -

70% dari pasien KHS, dan kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostik atau

sangat sugestif untuk KHS. Nilai normal juga dapat ditemukan juga pada

kehamilan. Penanda tumor lain untuk KHS adalah des-gamma carboxy

prothrombin (DCP) atau PIVKA-2, yang kadarnya meningkat pada hingga 91%

dari pasien KHS, namun juga dapat meningkat pada defisiensi vitamin K,

hepatitis kronis aktif atau metastasis karsinoma. Ada beberapa lagi penanda KHS,

seperti AFP-L3 (suatu subfraksi AFP), alfa-L-fucosidase serum, dll, tetapi tidak

ada yang memiliki agregat sensitivitas dan spesifitas melebihi AFP, AFP-L3 dan

PIVKA-2. (Fischbach, 2003)

3. Pemeriksaan radiologi

a. USG

Pemeriksaan USG hati merupakan alat skrining yang sangat baik.

Dua karakteristik kelainan vaskular berupa hipervaskularisasi massa tumor

16

Page 13: KHS

(neovaskularisasi) dan trombosis oleh invasi tumor (Sudoyo, 2010).

Perkembangan yang cepat dari gray-scale ultrasonografi menjadikan

gambaran parenkim hati lebih jelas. Keuntungan hal ini menyebabkan

kualitas struktur eko jaringan hati lebih mudah dipelajari sehingga

identifikasi lesi-lesi lebih jelas, baik merupakan lesi lokal maupun

kelainan parenkim difus (Kasper, 2005; McPhee, 2006).

Pada hepatoma/karsinoma hepatoselular sering diketemukan

adanya hepar yang membesar, permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi

fokal intrahepatik dengan struktur eko yang berbeda dengan parenkim hati

normal (Sudoyo, 2010).

Gambar 4: KHS (www.radiopedia.org)

b. CT-scan

Di samping USG diperlukan CT scan sebagai pelengkap yang dapat

menilai seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG

gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scan yang saat ini

teknologinya berkembang pesat telah pula menunjukkan akurasi yang tinggi

apalagi dengan menggunakan teknik hellical CT scan, multislice yang sanggup

17

Page 14: KHS

membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga kanker yang paling kecil pun

tidak terlewatkan (Kasper, 2005; McPhee, 2006).

Untuk menentukan ukuran dan besar tumor, dan adanya invasi vena portal

secara akurat, CT / heliks trifasik scan perut dan panggul dengan teknik bolus

kontras secara cepat harus dilakukan untuk mendeteksi lesi vaskular khas pada

KHS. Invasi vena portal biasanya terdeteksi sebagai hambatan dan ekspansi dari

pembuluh darah. CT scan dada digunakan untuk menghilangkan diagnosis adanya

metastasis. (Kasper,2005; McPhee, 2006; Sudoyo, 2010).

Beberapa gambaran CT scan pada karsinoma sel hepar:

Gambar 5. KHS difus. Tampak Hati membesar dan sirosis . Banyak nodul kecil

dan kebanyakan nodul mengalami enhance arterial phase (www.radiopedia.org).

18

Page 15: KHS

Gambar 6. KHS masif. Tampak lobus kiri membesar dan ada gambaran massa di

hati, pasien penderita hepatitis B (www. radiopedia.org )

Gambar 7. KHS multifokal. Tampak gambaran hati besar dengan

arterial enhancement terlihat pada lobus kanan. Ada beberapa massa kecil dengan

arterial enhancement di kedua sisi kanan dan lobus kiri hati . Pada fase vena

portal, washout terdeteksi di lesi.

(www.radiopedia.org)

19

Page 16: KHS

Gambar 8. KHS primer dengan multifocal yang besar pada penderita laki-

laki usia 80 tahun tanpa sirosis hati (medscape)

Gambar 9. Dua KHS nodul pada laki-laki usia 58 tahun dengan sirosis.

Menggunakan Dinamic CT-enhancement. Gambar (a) Axial unenhanced

CT menunjukkan penggambaran yang baik dari nodul inhomogenenous di

lobus kiri (panah). Gambar (b) pada arterial-enhanced CT menunjukkan

adanya nodul dengan peningkatan inhomogen(panah) (Hina, 2014).

c. MRI

Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada

gambaran CT scan yang meragukan atau pada penderita yang ada risiko bahaya

radiasi sinar X dan pada penderita yang ada kontraindikasi (risiko bahaya)

pemberian zat contrast sehingga pemeriksaan CT angiography tak memungkinkan

padahal diperlukan gambar peta pembuluh darah (Kasper,2005; McPhee, 2006).

20

Page 17: KHS

Beberapa gambaran MRI pada karsinoma hepatoseluler:

Gambar 10. KHS multifocal (www.radiopedia.org)

Keterangan :

- Tampak gambaran sirosis hati, hipertensi portal, splenomegali dan asites

ringan.

- Lobus hati kanan segmenVII 16 mm tampak lesi focal hepatik. Lesi

hyperintense pada GRE T1 in-fase dengan drop sinyal dalam out-of-fase

GRE; yang menunjukkan lemak intralesi. Lesi T2 hyperintense.

- Post- kontras , lesi agak hypervascular dalam arterial phase. Lesi kecil

ini mengandung lemak dengan kriteria pencitraan khas menurut

American association of the study of Liver disease (AASLD).

- Lobus kanan yang lain tampak fokal lesi hipervaskularisasi tampak di

segmen VII dengan adjacent tumorous arterio-portal. (Sumber :

Radiopedia.org)

21

Page 18: KHS

Gambar 11. KHS pada tingkatan yang berbeda. Gambar A. massa tunggal

berukuran 1,7 cm tahap yang sangat awal dari KHS (ukuran < 2 cm). Gambar

B. menunjukkan 2 lesi, berukuran 2,4 dan 1,2 cm tahap awal karsinoma KHS

(< 3 nodul yang masing masing berukuran kurang dari 3 cm) . Gambar C

menunjukkan multipel nodul KHS pada pasien dengan sirosis Child-Pugh kelas B

tahap menengah dari KHS. Gambar D menunjukkan sebuah massa besar (lebih

dari 10 cm) dan asites stadium lanjut dari KHS (Sumber: Hina, 2014).

d. PET SCAN

Positron emission tomography (PET) scan adalah salahsatu radio-

diagnostik yang memanfaatkan glukosa radioaktif berwaktu paruh pendek yang

disuntikkan kepembuluh darah kemudian digunakan scanner untuk membuat

gambar komputerisasi dengan resolusi sangat tinggi pada suatu daerah tubuh di

mana glukosa digunakan. Karena sel-sel kanker sering menggunakan lebih banyak

glukosa daripada sel normal, gambar tersebut dapat digunakan untuk menemukan

sel-sel kanker dalam tubuh. Pada kasus KHS sering digunakan positron emission

tomography with flouro deoxy glucose (FDG-PET) yang sangat berguna untuk

menentukan derajat perbedaan dan penentuan stadium dari tumor yang

terdiferensiasi. FDG-PET mampu menentukan grade KHS dari grade ringan

22

Page 19: KHS

sampai intermediate. Pada kasus KHS, pemeriksaan penunjang ini memiliki

sensitivitas 50-70% karena dibatasi oleh kemampuan sel tumor terdefernsiasi baik

dalam menyerap FDG. Namun, FDG-PET ini memiliki kemampuan lebih baik

daripada CT dalam mendeteksi metastasis ekstra hepatik (Talbot et al., 2010;

Jacobson, 2013).

Gambar 12. Kasus perempuan 51 tahun dengan KHS dengan kecurigaan

metastasis keparu (panah) pada kedua lapang dada di mana A: CT dengan

resolusi tinggi; B: CT dengan kontras enhanced; C: F-FDG PET; D:

PET/CT scan (Lee JE et al., 2012)

e. Fibroscan

Teknik imaging terbaru Fibroscan atau elastography transient yang dalam

kerjanya menggunakan gelombang elastic untuk menentukan pengerasan hati

yang secara teoritis dapat diubah menjadi nilai hati berdasarkan skala METAVIR

ini telah menunjukkan keunggulannya dalam menentukan derajat fibrosis hati

dengan akurasi yang tinggi. Namun, biaya pemeriksaan dengan alat tersebut

23

Page 20: KHS

mahal dan sulit dijangkau sebagai tes rutin pada kebanyakan unit klinik seluruh

dunia. Alat ini mampu untuk menentukan stadium fibrosis hati lebih sensitif

dengan mengukur rerata kekakuan hati dihubungkan terhadap derajat fibrosis

dalam kiloPascals (kPa). Fibrosis hati diukur oleh Fibroscan secara signifikan,

sesuai dengan derajat biopsi hati. Ketelitian diagnostik Fibroscan lebih tinggi

dibandingkan dengan penanda biokimia untuk menilai derajat fibrosis hati.

Keuntungan Fibroscan ialah cepat, tidak ada rasa sakit dan kesalahan interpretasi

lebih sedikit dibandingkan dengan biopsi hati (Kwang et al., 2010).

j. Differential Diagnosis

Penentuan diagnosis banding bisa menggunakan Hep Par 1 antibodi. Anti-

alpha fetoprotein (anti-AFP) dan antipolyclonal antigen Carcinoembryonic

(antiCeap) antibodi secara tradisional digunakan sebagai positif marker untuk

HCC. Dengan menggunakan antibodi ini kita dapat mengetahui dan

membandingkan diagnosis dari hepatocellular carsinoma, hepatoblastoma, mixed

hepatocellular and cholangiocarsinoma, cholangiocarcinoma, hepatik adenoma,

hemangioma, neoplasma kistik, tumor metastatik, hepatis peliosis, dan limfoma.

(Fan et al; 2003).

Cholangiocarsinoma

Cholangicarsinoma adalah suatu keganasan dari duktus biliaris hepatik da

ekstrahepatik yang berujung di ampula vatery. Keluhan utama atau manisfestasi

klinis dari penyakit ini adalah ikterik. Namun, pasa cholangiocarsinoma

intrahepatik jarang ditemukan ikterik (Gomes et al., 2013).

24

Page 21: KHS

Gambar 13. Gambaran CT scan pada Cholangiocarcinoma

(www. radiopedia.org )

Pada pemeriksaan USG, Cholangiocarcinoma yang klasik bermanifestasi

dalam bentuk dilatasi segmental dan tidak menyatunya duktus hepatikus kanan

dan kiri pada porta hepatica. Untuk tipe Papilare, menyerupai massa Polipoid

intraluminal; sedangkan tipe Noduler memberikan gambaran massa halus berbatas

tegas yang dihubungkan dengan penebalan mural. Gambaran yang dihasilkan oleh

CT-Scan mirip dengan USG :

Dilatasi duktus intrahepatik tanpa dilatasi dari duktus ekstrahepatik.

Terdapat massa di dalam / mengelilngi duktus pada lokasi obstruksi.

Dapat mendeteksi adanya tumor yang infiltratif.

Dapat melihat adanya tumor eksofitik

Tumor polipoid intraluminal terlihat sebagai massa isoechoik di dalam

cairan empedu.

Sindrom Budd-Chiari (BCS)

Untuk menentukan diagnosis peyakit heptocellular carsinoma, diperlukan

sebuah pendekatan klinis, radiologis, dan modalitas laboratorium dengan atau

25

Page 22: KHS

tanpa biopsi hati (dalam kasus-kasus tertentu). Sindrom Budd-Chiari (BCS)

ditemukan kurang dari 1% pada pasien HCC. Sindrom ini terjadi dengan berbagai

gejala seperti nyeri perut atau dada, sesak, dan bahkan perdarahan varises.

Diagnosis BCS bisa secara eksklusif dilakukan dengan menggunakan teknik

penyinaran tanpa perlu melakukan biopsi hati perkutan (Attwa and El-Etreby,

2015).

Gambar 14. Gambaran CT pada Sindrom Budd Chiari

(www. radiopedia.org )

Pada pasien yang diduga sindrom budd chiari maka dilakukan USG

Doppler pada liver sebagai pemeriksaan awal karena USG Doppler memiliki

sensitivitas dan spesifikasi 85% atau lebih. Meskipun area nekrotik dari liver

terlihat, namun CT scan tetap direkomendasikan untuk melihat anatomi vena dan

konfigurasi liver ketika diduga terjadi transjugular intrahepatik portosistemik

shunt. MRI menunjukkan thrombosis vena hepatic, namun lebih mahal.

Bagaimanapun, MRI lebih baik karena dapat memvisualisaikan seluruh vena cava

inferior dan mungkin bisa membedakan bentuk chiari sindrom dari bentuk

subakut dan kronik. Diagnosis budd chiari sindrom dikonfirmasi dengan adanya

gambaran spiderweb pada venography hepatic (Cura et al., 2009).

26

Page 23: KHS

Tumor metastatik/ kanker hati metastatik

Kanker hati metastatik adalah kanker yang berasal dari bagian tubuh lain

yang telah menyebar kedalam hepar. Gejala-gejalanya adalah berkrangnya nafsu

makan hingga terjadi penurunan berat badan yang drastis, demam, hilangnya

kesadaran, sering mengantuk, terjadi pembesaran hepar dengan konsistensi keras,

ikterik, dan ascites (Ocama et al; 2011).

Gambar 15. Gambaran USG tumor metastatik (A). Tampak lesi anechoic,

lobulated, batas tegas pada lobus kanan hepar yang merupakan lesi sekunder

karena penyebaran peritoneal karsinoma ovarium.(B) Tampak lesi anekoik, tepi

irregular di daerah sekitar vena porta, pada penderita dengan carcinoma colon.

(Diambil dari Bates, Jane, Abdominal Ultrasound, How,Why and When, 2 nd

edition, Churchill Livingstones.2004: 84 )

Kebanyakan tumor hepar berasal dari hematogen. Tumor gastrointestinal

bermetastasis ke hepar melalui vena porta dan tumor dari tempat lain melalui

arteri hepatika.Pada pemeriksaan USG dapat ditemukan lesi dengan berbagai tipe

dapat berupa lesi dengan gambaran hiperekoik, hipoechoik dan isoechoik.

Metastasis pada hepar cenderung solid, batas tidak tegas (El Adha, 2013).

k. Diagnosis

Diagnosis yang akurat dan perencanaan bedah memerlukan studi

pencitraan cross-sectional yang memadai. Sementara USG umumnya digunakan

untuk skrining, tidak memberikan detil anatomi yang cukup untuk merencanakan

27

Page 24: KHS

reseksi bedah atau ablasi. Baru-baru ini, korelasi antara temuan ultrasonografi dan

patologi eksplan hati mengungkapkan bahwa sejumlah besar lesi kecil tidak dapat

dideteksi menggunakan pemeriksaan USG. Perkiraan dikumpulkan dari meta-

analisis terbaru menunjukkan bahwa USG hanya 60% sensitif.

Identifikasi ultrasonografi karsinoma hepatoseluler bisa sulit di latar

belakang nodul regeneratif dalam hati sirosis. Secara umum, karsinoma

hepatoseluler tampaknya menjadi bulat atau oval dengan massa yang tajam, batas

halus. Lesi memiliki berbagai echogenicity, dari hypoechoic ke hyperechoic,

tergantung pada parenkim sekitarnya dan tingkat infiltrasi lemak. Perbatasan

antara karsinoma hepatoseluler dan hati dapat menjadi tidak jelas dengan

karsinoma hepatoseluler nodular. Penggunaan analisis Doppler untuk

mengkarakterisasi lesi dapat membantu, seperti karsinoma hepatoseluler lebih

mungkin untuk memiliki suplai darah arteri yang signifikan dan neovaskularisasi

dibandingkan dengan nodul regeneratif.

Gambar 16. Hasil USG Hepar (www.medscape.com)

Tiga fase CT scan termasuk fase arteri, vena fase portal, dan akhir fase

washout telah ditemukan sangat akurat dalam diagnosis dan karakterisasi

karsinoma hepatoseluler tetapi, seperti USG, mungkin kehilangan lesi yang lebih

kecil. Perkiraan dikumpulkan mengungkapkan sensitivitas 68% (95% CI 55-80)

28

Page 25: KHS

dan spesifisitas 93% (95% CI 89-96). Kekurangan CT scan termasuk biaya,

paparan radiasi, dan kebutuhan untuk kontras iodinasi .

Temuan klasik CT karsinoma hepatoseluler meliputi pola hypervascular

dengan peningkatan arteri dan washout cepat selama fase vena porta. Sebaliknya,

nodul regeneratif umumnya muncul isoattenuating atau hypoattenuating jika

dibandingkan dengan parenkim tersisa. Karakteristik lain yang mendukung

diagnosis karsinoma hepatoseluler meliputi visualisasi kapsul tumor, demonstrasi

mosaik internal yang dihasilkan dari pelemahan variabel dalam tumor, dan Portal

invasi vena cabang. Sayangnya, semua karakteristik ini lebih mudah ditunjukkan

pada lesi besar. Akibatnya, lesi kecil sering terlewatkan pada CT pemeriksaan.

Gambar 17. Fase arteri CT scan menunjukkan peningkatan karsinoma

hepatoseluler (www.medscape.org)

29

Page 26: KHS

Gambar 18. Portal venous phase CT scan demonstrating washout of

hepatocellular carcinoma (www.medscape.org)

MRI menyediakan metode yang sangat baik untuk menandai karsinoma

hepatoseluler tanpa radiasi dan kebutuhan untuk kontras iodinasi . Perbaikan

teknologi baru telah mengurangi waktu pemindaian dan meningkatkan spesifisitas

penelitian. Analisis dikumpulkan menunjukkan sensitivitas 81 % (95 % CI 70-91)

dan spesifisitas 85 % (95 % CI 77-93) .

Karsinoma hepatoseluler menunjukkan berbagai fitur pada MRI

tergantung pada arsitektur tumor, kelas, dan jumlah lemak intratumoral dan

glikogen. lesi bervariasi dari isointense ke hyperintense ( terang ) gambar T1 -

tertimbang. Demikian pula, gambar T2 dapat bervariasi dari isointense ke

hyperintense. Tumor berdiferensiasi baik adalah lebih umum hyperintense pada

T1 gambar dan isointense gambar T2, sementara cukup atau kurang tumor

dibedakan cenderung hyperintense gambar T2 dan isointense gambar T1.

Sementara karakteristik pencitraan mungkin sugestif, tumpang tindih yang

signifikan dapat terjadi antara tumor dan nodul regeneratif.

30

Page 27: KHS

Gambar 19. KHS Tanpa Radiasi dan Kebutuhan untuk Kontras Iodinasi

(www.medscape.org)

Manfaat studi kontras ditingkatkan harus seimbang terhadap risiko jika

ada gangguan ginjal anatomi atau fungsional adalah mungkin. Sebaliknya iodinasi

untuk CT dapat memperburuk gagal ginjal, dan gadolinium peningkatan pada

MRI telah dikaitkan dengan sindrom fibrosis sistemik yang parah pada pasien

dengan gagal ginjal.

l. Terapi

Kemungkinan KHS untuk dapat direseksi sangat rendah, karena sirosis

hati yang melatarbelakanginya serta tingginya kekerapan multi-nodularitas. Di

samping itu kanker ini juga sering kambuh meskipun sudah menjalani bedah

kuratif. Pemilihan pengobatan kanker hati ini sangat tergantung pada hasil

pemeriksaan radiologi. Sebelum ditentukan pilihan pengobatan hendaklah

dipastikan besarnya ukuran kanker, spesifik lokasi kanker, lesi kanker serta ada

tidaknya penyebaran ke tempat lain (Budihusodo, 2006).

31

Page 28: KHS

Berikut pengobatan yang dilakukan pada penderita kanker hati yaitu :

a. Reseksi hepatic

Pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya mempunyai

fungsi hati normal, pilihan utama terapinya adalah reseksi hepatik. Namun,

untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat

memicu timbulnya gagal hati yang dapat menurunkan angka harapan

hidup. Parameter yang digunakan untuk seleksi adalah skor Child-Pugh

dan derajat hipertensi portal atau kadar bilirubin serum dan derajat

hipetensi portal saja. Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya metastasis

ekstrahepatik, KHS difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut, dan

penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien dalam

menjalani operasi (Budihusodo, 2006; Llovet and Bruix, 2003).

b. Ablasi tumor perkutan

Destruksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan kimia

(alkohol, asam asetat) atau dengan memodifikasi suhunya (radiofrequency,

microwave, laser, dan cryoablation). Injeksi etanol perkutan (PEI)

merupakan teknik terpilih untuk tumor kecil karena efikasinya tinggi, efek

sampingnya rendah dan relatif murah. Dasar kerjanya adalah

menimbulkan dehidrasi, nekrosis dan oklusi vaskuler serta fibrosis.

Radiofrequency ablation (RBA) menunjukkan angka keberhasilan yang

lebih tinggi dari pada PEI dan efikasinya tertinggi untuk tumor yang lebih

besar dari 3 cm, namun tetap tidak berpengaruh pada harapan hidup pasien

(Budihusodo, 2006; Llovet and Bruix, 2003).

c. Transplantasi hati

Pasien dengan KHS dan sirosis hepatis yang melakukan

transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor

dan menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi. Dilaporkan

kesintasan 3 tahun mencapai 80%, bahkan dengan perbaikan seleksi pasien

dan terapi perioperatif dengan obat anti-viral seperti lamivudin, ribavirin,

dan interferon dapat dicapai kesintasan 5 tahun sebesar 92% (Llovet and

Bruix, 2003; Lo and Fan, 2004).

32

Page 29: KHS

d. Terapi paliatif

Sebagian besar pasien KHS didiagnosis pada stadium menengah-

lanjut yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan hasil meta analisis,

pada stadium ini hanya Transarterial Embolization/Chemo-Embolization

(TAE/TACE) saja yang menunjukkan penurunan pertumbuhan tumor serta

dapat meningkatkan harapan hidup pasien KHS yang tidak resektabel.

TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan ada pasien

yang fungsi hatinya cukup baik serta tumor multinodular asimtomatik

tanpa invasi vaskuler dan penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat

diterapi radikal. Sebaliknya bagi pasien yang mengalami gagal hati,

serangan iskemik akibat terapi ini dapat mengkibatkan efek samping yang

berat (Budihusodo, 2006; Llovet and Bruix, 2003).

m. Prognosis

Pada umumnya prognosis kanker hati adalah buruk. Tanpa pengobatan

terjadi kematian rata-rata sesudah 6-7 bulan sejak keluhan pertama. Dengan

pengobatan hidup penderita dapat diperpanjang sekitar 11-42 bulan. Penderita

kanker hati yang ditemukan pada stadium dini, masa hidup penderita dapat lebih

dari 6 tahun. Sebagian besar kasus berprognosis buruk karena tumor yang besar

atau ganda, penyakit hati yang lanjut serta ketidakmampuan penerapan terapi yang

berpotensi kuratif (Taketomi et al., 2007).

BAB III

33

Page 30: KHS

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Karsinoma hepatoseluler (KHS) adalah penyakit neoplasma ganas primer

hepar yang merupakan perkembangan dari hepatitis kronis atau sirosis di mana

ada mekanisme peradangan terus menerus dan regenerasi dari sel hepatosit.

Perkembangan kanker hatiini disebabkan oleh akumulasi perubahan genetik yang

mengakibatkan perubahan ekspresi pada gen yang terkait kanker, seperti onkogen

atau gen supresor tumor.

KHS memberikan manifestasi klinis seperti cachexia, nyeri pada perut,

penurunan berat badan, kelemahan, abdominal fullness danbengkak,

penyakitkuning, mual, dan asites. Hematemesis mungkin terjadi disebabkan

karena adanya varises oesophagus akibat hipertensi portal. Selain itu pada 3-12%

pasien mengalami nyeri tulang dan sebagian lainnya tidak menunjukkan

manifestasi apapun.

Padapasien KHS pemeriksaan fisik ditemukan keadaan tanda vital berupa

tekanan darah meningkat, nadi brakikardi, suhu meningkat, serta pernafasan

meningkat. Pada pemeriksaan keadaan umum dapat ditemukan sklera mata

ikterik, mukosa mulut kering dan bibir pucat, nyeri tekan abdomen di kuadran

kanan atas, teraba pembesaran hati dengan tepi irreguler, pruritus, serta kelemahan

dan peningkatan edema pada ekstremitas.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan

diagnosis KHS berupa biopsi histopatologis (gold standard), pemeriksaan marker,

dan radiologi. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan

USG (untuk skrinning), CT-scan, dan MRI.

Penatalaksanaan pada KHS sangat tergantung dari hasil pemeriksaan

radiologi karena harus dipastikan terlebih dahulu besarnya ukuran kanker, spesifik

lokasi kanker, lesi kanker serta ada tidaknya penyebaran ketempat lain. Setelah

diagnosis ditegakkan terapi reseksi hepatic dan terapi Transarterial Embolization /

Chemo-Embolization (TAE/TACE) dapat ditentukan.

34

Page 31: KHS

Prognosis dari KHS pada umumnya buruk. Tanpa pengobatan terjadi

kematian rata-rata sesudah 6-7 bulan sejak keluhan pertama. Dengan pengobatan

hidup penderita dapat diperpanjang sekitar 11-42 bulan. Jika ditemukan pada

stadium dini, masa hidup penderita dapat lebih dari 6 tahun.

2. Saran

Kemajuan teknologi dalam bidang radiodiagnostik diharapkan dapat

mempermudah dokter untuk menegakkan diagnosis dan memberikan terapi yang

tepat kepada pasien KHS karena prognosisnya yang buruk sehingga pasien

dengan KHS dapat memiliki angka harapan hidup lebih baik.Selain itu,

masyarakat juga diharapkan untuk dapat memanfaatkan kemajuan teknologi

dengan menambah informasi-informasi kesehatan dan dalam kasus ini khususnya

KHS.

35

Page 32: KHS

DAFTAR PUSTAKA

Adjei Alex A. 2001. Review: blocking oncogenic ras signaling for cancer therapy.

Journal Of The National Cancer Institute. 93(14); 1062-1074.

Baffy G, Brunt EM, Caldwell SH. 2012. Hepatocellular carcinoma in non-

alcoholic fatty liver disease: An emerging menace. Journal of Hepatology:

volume 56, issue 6, pages: 1384-1391.

Bagaswoto Poedjomartono, Sudarmanto. 2009. Kemoembolisasi Transarterial

(TACE) pada Karsinoma Hepatoselular (KHS). Indonesian Journal of

Cancer Vol. III, No. 3.

Bertino G, Carlo DI, Ardiri A, Calvagno GS, Demma Shirin, Malaguarnera G,

Bertino N, et al. 2013. Systemic therapies in hepatocellular carcinom.

Future Oncol [Internet]; 9 (10): 1533-1548. Available from:

http://www.medscape.com/viewarticle/812561_318.

Bosch FX, Ribes J, Cleries R, Diaz M. 2005. Epidemiology of hepatocellular

carcinoma. Clin Liver Dis; 9(2):191–211.

Bruix J, Sherman M, Llovet JM, et al. 2001. Clinical management of

hepatocellular carcinoma. Conclusions of the Barcelona-2000 EASL

Conference. J Hepatol. ; 35: 421-430.

Bruix J, Sherman M. AASLD practice guideline: management of hepatocellular

carcinoma. Hepatology. 2005;42:1208-1236.

Bruix J, Sherman M. 2005. Management of hepatocelluler carcinoma,

Hepatology. 42; 5.

Budihusodo U. 2006. Karsinoma Hati. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi

I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; hal.

457-62.

Chang H, Chen C, Lai M, et al. 1997. Universal hepatitis B vaccination in Taiwan

and the incidence of hepatocellular carcinoma in children. N Engl J Med;

336: 1855-1859.

36

Page 33: KHS

Dhanasekaran R, Limaye A, Cabrera R. 2012. Hepatocellular carcinoma: Current

trend in worldwide epidemiology, risk factors, diagnosis, and therapeutics.

Hepatic Medicine: Evidence and Research; 4:19-37

El-Serag HB. Hepatocellular carcinoma. 2011. N Engl J Med: 365(12):1118–

1127.

Engstrom PF, Sigurdson E, Evans AA. 2000. Primary neoplasms of the liver. In :

Frei E, Holland JF, editors. Cancer medicine. 5th ed. London : B.C.Decker

inc; p. 1391-401.

Fischbach FT, Dunning MB. 2003. A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests.

7th Edition. Lippincott Williams & Wilkins; United states; p. 412-420,

438-439.

Fong Tse-Ling. 2004. Hepatocellular carcinoma (liver cancer).

www.medicinet.com. Diakses pada tanggal 4 September 2015.

Forner A, Vilana R, Ayuso C, et al. Diagnosis of hepatic nodules ≤ 20 mm in

cirrhosis. Prospective validation of the AASLD Guidelines for

hepatocellular carcinoma (KHS). Hepatology. 2006;44 (suppl 1):245A.

Ghofar Abdul. 2009. Cara Mudah Mengenal & Mengobati Kanker. Flaminggo

Press.

Gomes MA, Priollo DG, Tralhao JG, Botelho MF. 2013. Hepatocellular

Carcinoma: Epidemiology, Biology, Diagnosis, and Therapies. Med.

Bras. vol.59 no.5.

Hashem B. El-Serag. 2011. Hepatocellular Carcinoma. N Engl J Med; 365: 1118-

1127.

Hina Arif, Tiwari, et al. 2014. MRI of hepatocellular carcinoma: an update of

current practices. Diagn Interv Radiol 2014; 20:209-221.

http://atlasgeneticsoncology.org/Deep/HepatocarcinogenesisID20055.html

http://emedicine.medscape.com/article/1900159-overview#a2

Hytiroglou P, Park YN, Krinsky G et al. 2007. Hepatic precancerous lesions and

smallhepatocelullar carcinoma. Gatroenterol Clin North Am 36: 867-887.

37

Page 34: KHS

International Consensus Group for Hepatocellular Carcinoma. 2009. Pathologic

diagnosis of early hepatocellular carcinoma: a report of the international

consensus group for hepatocellular neoplasia. Hepatology 49:658–664.

Isselbacher KJ, Dienstag JL. 2005. Tumors of the liver and billiary tract. In :

Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper

DL, et al. Harrison’s principles in internal medicine. 16th ed. New York :

Mc Graw Hill; p. 533-36.

Jacobson DR (2013). Hepatocellular Carcinoma Imaging.

Jemal A, Bray F, Center MM, Ferlay J, Ward E, Forman D. 2011. Global cancer

statistics. CA Cancer J Clin; 61(2):69–90.

Jin-Young Choi, Jeong-Min Lee, Claude B. Sirlin. 2014. CT and MR Imaging

Diagnosis and Staging of Hepatocellular Carcinoma: Part I. Development,

Growth, and Spread: Key Pathologic and Imaging Aspects1. Radiology:

Volume 272: Number 3 September 2014.

Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS. 2005. Harrisons manual of medicine. 16th ed.

The McGraw-Hill Companies. United states America.

Kawajiri K, Nakachi K, Imai K, Watanabe J, Hayashi S. 1993. The CYP1A1 gene

and cancer susceptibility. Critical Review in Oncology Hematology. 1993.

14:77-87.

Kerr M. 2004. Liver cancer fastest growing cancer in US.

http//:www.nlm.nih.gov. Diakses pada 4 September 2015.

Kim JW, Wang XW. 2003. Gene expression profilling of preneoplastic liver

desease and liver cancer: a new era for imptoved early detection and

treatment of these deadly diseases. Carcinogenesis. 24(3); 363-369.

King RJB. 2000. Cancer Biology 2nd Ed. Pearson Eduation Limited: London.

Kwang GL, Yeon SS, Hyonggin A, Soon HU, Eun SJ, Bora K, et al. 2010.

Usefullness of Non-invasive Markers for Predicting Liver Cirrhosis in

Patients with Chronic Hepatitis B. Journal of Gastroenterology and

Hepatology, 25(1): 94-100.

38

Page 35: KHS

Lee JE, et al (2012). Diagnostic value for extrahepatic metastases of

hepatocellular carcinoma in positron emission tomography/computed

tomography scan. World J Gastroenterol.Vol: 18(23) page: 2979-2987.

Llovet JM, Bruix J. 2003. Systematic review of treatment for hepatoceluler

carcinoma. In:Arroyo V,Forns X, Garcia-Pagan JC, Rodes J, eds. Progress

in the treatment of liver disease. Barcelona: Ars Medica: p 341-352.

Llovet JM, Ricci S, Mazzaferro V, Hilgard P, Gane E, Blanc JF, Oliveira ACd,

Santoro A, et al.,. 2008. Sorafenib in Advanced Hepatocellular

Carcinoma. N Engl J Med; 359: 378-390.

Macdonald F, Ford CHJ. 1997. Molecular biology of cancer. United Kingdom :

Bio Scientific Publisher Oxford.

Manos M, Murphy RC. 2007. Viral hepatitis Registry, Kaiser Permanente

Northern California, Oakland, California. Trends in the incidence and

etiology of hepatocellular carcinoma in a managed care population: The

roles of viral hepatitis and fatty liver disease. Hepatology; 46: 400A.

McPhee SJ, Ganong, WF. 2006. Pathophysiology of Disease: An Introduction to

Clinical Medicine; Chapter 14: liver Disease. 5th Edition. The McGraw-

Hill Companies, Inc. United States of America.

Ocama P, Opio KC, Kagimu M, Seremba E, Wabinga H, Colebunders R. 2011.

Hepatitis B Virus and HIV infection Among Patients with Primary

Hepatocelluler Carcinoma in Kampala, Uganda. African Health Sciences

Vol 11 Special Issue.

Okuda K, Peters RL, Simson IW. 1984. Gross anatomic features of hepatocellular

carcinomafrom three disparate geographic areas: proposal of new

classification. Cancer 54: 2165–2173.

Peters, Gordon, Vousden KH. 1997. Oncogenes dan tumor supressors. New

York : Oxford University Press.

Ricky Alianto. 2015. Gambaran Histopatologi Karsinoma Hepatoseluler. CDK-

229: vol. 42 no. 6.

39

Page 36: KHS

Saffroy R, Lemoine A, Debuire B. 2006. Mechanisms of hepatocarcinogenesis.

Atlas of Genetics and Cytogenetics in Oncology and Haematology

[Internet].

Shiratori Y, Yoshida H, Omata M. 2001. Different clinicopathological features of

hepatocellular carcinoma in relation to causative agents. J Gasteroenterol:

36: 73-78.

Siregar GA. 2005. Penatalaksanaan non bedah dari karsinoma hati. Universa

Medicana. 24: 35-42.

Sudoyo AW. Setiyohadi B, Alwi I, et al. Karsinoma hati. Dalam: Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Jilid II edisi V. Interna Publishing; Jakarta; p.685-691.

Taketomi A, Kitagawa D, Itoh S, et al . 2007. Trends in morbidity and mortality

after hepatic resection for hepatocellular carcinoma: an institute’s

experience with 625 patients. J Am Coll Surg: 204, 580-587.

Talbot J, et al (2010). Detection of Hepatocellular Carcinoma with PET/CT : A

Prospective Comparison of F-FLourocholine and F-FDG in Patients with

Cirrhosis or Chronic Liver Disease. J Nucl Med. Vol : 51 page 1699-1706.

Tanaka S, Arii S. 2012. Molecular targeted therapies in hepatocellular carcinoma.

Semin Oncol; 39: 486–492.

Tsukuma H, HiyamaT, Tanaka S, Nakao M, Yabuuchi T, Kitamura T, et al. 1993.

Risk factors for hepatocellular carcinoma among patients with chronic

liver disease. The New England Journal of Med: 328(25); 1797-1801.

Underwood JCE. 1989. Patologi umum dan sistematik (general and systematic

pathology), Edisi 2. Vol.1, Editor Sarjadi. Penerbit Buku Kedokteran

(EGC): Jakarta.

Vauthey JN, Brouquet A. 2013. Multidisciplinary Treatment of Hepatocellular

Carcinoma. Recent Results in Cancer Research 190.

Qiu D, Ma, Xiong, Peng Y, Chen X. 2002. Significance of cyclooxygenase-2

expression in human primary hepatocellular carcinoma. Journal

Gastroenterology. 8(5); 815-817.

40