khotmul qur’an dalam tradisi peleretan (studi living...

107
KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living Qur’an di Desa Bedanten Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik, Jawa Timur) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Himmatul Mufidah NIM 11150340000210 PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2019 M

Upload: others

Post on 19-Jan-2020

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN

(Studi Living Qur’an di Desa Bedanten Kecamatan Bungah

Kabupaten Gresik, Jawa Timur)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Himmatul Mufidah

NIM 11150340000210

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/2019 M

Page 2: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara
Page 3: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara
Page 4: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara
Page 5: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

i

ABSTRAK

Himmatul Mufidah, Khotmul Qur’an dalam Tradisi Pleretan (Studi Living

Qur’an di Desa Bedanten Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik, Jawa

Timur), 2019.

Skripsi ini membahas fenomena living Qur’an dalam tradisi Pleretan di

Desa Bedanten kecamatan Bungah kabupaten Gresik, Jawa Timur. Pokok

permasalahan dalam tulisan ini yaitu: apakah al-Qur’an yang dibaca dalam tradisi

Pleretan memiliki esensi?.

Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian

deskriptif kualitatif, dengan cara pendekatan model etnografi untuk

mendeskripsikan pelaksanaan tradisi Pleretan dengan melakukan pengamatan dan

berperan serta (parisipant observation), wawancara informan, dan dokumentasi,

kemudian menganalisis dan mereduksi data yang telah didapatkan. Penulisan ini

menemukan adanya fenomena Living Qur’an dalam tradisi Pleretan berupa

khotmul Qur’an, istighasah, dan tahlil. Sejak zaman nenek moyang, tradisi ini

sudah diadakan oleh warga ketika terjadi kesurupan, sakit atau musibah. Namun,

sempat hilang dan mulai tahun 2003 tradisi Pleretan diadakan lagi setiap tahun

pada hari Jum’at pertama di bulan Sya’ban.

Dalam skripsi ini dapat diambil kesimpulan bahwa adanya khotmul Qur’an

dalam tradisi Pleretan memiliki esensi. Ada dua kelompok yang merasakan esensi

dari khotmul Qur’an, pertama esensi yang dimiliki pembaca dan pendengar secara

khusus, berupa keberkahan, kesejukan hati, bertambahnya pahala, kejernian

pikiran. Kedua, esensi yang dimiliki warga secara menyeluruh berupa pengaruh

baik terhadap lingkungan, bertambah rasa syukur, lebih sering terdengar ayat al-

Qur’an, lebih tentram, aman, nyaman, dan terjaga dari kemungkaran.

Kata kunci: Living Qur’an, tradisi Pleretan, esensi, khotmul Qur’an

Page 6: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT., atas segala nikmat iman,

jasmani dan rohani. Tiada henti kepada-Nya penulis meminta agar selalu diberi

kesehatan, kemudahan, kesabaran dan kekuatan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Berkat kasih sayang, petujuk dan rahmat-Nya penulis dapat mengolah data dan

menjadi kata, menjadi kalimat dan menjadi paragraf-paragraf yang berisi ide,

kemudian dari kumpulan paragraf menjadi bab-bab dan akhirnya jadilah skripsi

ini.

Shalawat dan salam seiring kecintaan, akan senantiasa tercurah limpahkan

pada baginda Rasulullah, yakni Nabi Muhammad SAW., beserta keluarga dan

para sahabatnya. Sesungguhnya Ia dan merekalah yang sangat berjasa dalam

menyampaikan pesan-pesan Allah SWT., sampai akhirnya pesan itu sampai

kepada kita semua saat ini.

Dalam perjalanan penelitian ini, penulis menyadari bahwa skripsi yang

berjudul Khotmul Qur’an dalam Tradisi Pleretan (Studi Living Qur’an di

Desa Bedanten Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik, Jawa Timur) ini

tidak akan selesai dengan daya dan upaya penulis sendiri, melainkan ada banyak

sosok kerabat, dan orang-orang spesial dari berbagai pihak yang secara langsung

maupun tidak langsung telah banyak membantu penulis, sehingga akhirnya tulisan

ini selesai. Maka, pada kesempatan ini, penulis ingin mengungkapkan rasa terima

kasih yang sebesar-besarnya, yaitu kepada:

1. Kepada Yth. Segenap civitas Akademia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

Prof. Dr. Amany Burhanudin Lubis, Lc., MA., selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Eva Nugraha, MA., selaku ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

dan Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-

Qur’an dan Tafsir, serta Civitas Akademik Fakultas Ushuluddin.

4. Dosen Penasihat Akademik, Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA., yang

banyak memberi masukan kepada penulis selama studi di kampus UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

iii

5. Bapak Moh. Anwar Syarifuddin, MA., selaku pembimbing skripsi yang

dengan ikhlas dan sabar dalam membimbing dan mengarahkan penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin khususnya Dosen Jurusan Ilmu Al-

Quran dan Tafsir yang dengan sabar dan ikhlas telah mengajarkan dan

memberikan berbagai wawasan, ilmu serta pegalaman kepada penulis

selama studi di kampus tercinta ini.

7. Segenap Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah,

Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan Pusat Studi al-Qur’an

(PSQ) Ciputat dan Perpustakaan Nasional RI yang telah memberikan

fasilitas serta rujukan-rujukan sebagai sumber referensi.

8. Teruntuk Kedua Orangtuaku yang terkasih dan tersayang. Terimakasih

Ayahanda Sebo Warno dan Ibunda Maimunah yang tidak pernah lelah

memberikan cinta dan kasih sayangnya kepada penulis juga tiada henti-

hentinya selalu memberikan do’a, dukungan dan semangat penuh untuk

keberhasilan penulis, untuk Abang tersayang Muhammad Baihaqi, S.Pd.I,

Kaka Ipar tersayang ku Zahratun Nisak, S.Pd.I, Kaka Tersayang ku

Cholishotun Nafsiyah, S.sos, Abang Ipar tersabar Muhammad

Qomaruddin, S.sos, serta Adik-adiku yang terkasih Maulana Akbar dan

Muhammad Muwafiqur Rohman, mereka semua yang selalu

menginspirasi dan mendoakan serta membuat penulis merasa terhibur

disaat penulis mulai merasa sepi dan rindu akan tanah kelahiran.

9. Semua tokoh Agama, perangkat desa, panitia tradisi pleretan, dan semua

masyarakat Desa Bedanten Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik, Jawa

Timur yang telah menerima penulis untuk melakukan penelitian dan

meluangkan banyak waktu untuk memberikan banyak informasi kepada

penulis.

10. Keluarga Besar TPQ Al-Ittihad, Ka Waro, Bu Fitri, Ka Azizah, Ka Via,

Ka Syifa dan kepala lembaga Bu Elia, serta para santri TPQ al-Ittihad

yang telah memberikan banyak motivasi, doa, inspirasi, kenyamanan,

kepada penulis.

Page 8: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

iv

11. Keluarga Al-Faruq, Chomsiatun, Rizka, Aul, Puton, Hasbi, Hendra,

Badran, Malik, Ferdi, dan lainnya yang telah menemani penulis dalam

berlatih, berjuang dan bergurau bersama.

12. Kepada sahabat-sahabat tercinta, Terimakasih telah banyak memberikan

cinta, cerita, motivasi, dorongan, dan do’anya untuk penulis. Terkhusus

Diyah dan Zad, serta semuanya terimakasih sudah menemani penulis

dalam melangsungkan penelitian.

13. Segenap rekan KKN 046 GEMADIKSI keluarga besar Desa Laksana,

Bapak Lurah dan anak-anak SD Buaran Bambu kalian keluarga yang telah

berbagi pengalaman mengisi hari-hari kkn. Terimakasih atas doa dan

motivasi dari rekan-rekan semua.

14. Kepada keluarga WASIAT dan IMAGE JABODETABEK terimakasih

sudah menjadi bagian dari keluargaku, menjadi penyemangat saat-saat

lelah dan gundah. Semoga Wasiat dan Image makin jaya dan sukses.

15. Kepada Resimen Mahasiswa WiraDharma UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, dan Himpunan Mahasiswa Islam Ushuluddin, terimakasih telah

memberikan kesempatan penulis untuk menimba ilmu dan menggali

pengalaman serta menjadi bagian dari perjalanan penulis saat kuliah di

UIN JKT.

16. Teman-teman seperjuangan, angkatan 2015 Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

yang selama kurang lebih 4 tahun ini sudah menjadi teman yang sangat

baik. Dan teman-teman BIDIKMISI yang selalu menjadi penyemangat.

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, semoga Allah

membalas kebaikan kalian semua, amiin. Penulis hanya dapat memohon

kepada Allah SWT, semoga berkenan menerima segala kebaikan dan

ketulusan kalian semua serta memberikan sebaik-baiknya balasan atas

amal baik kalian. Terakhir, semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat

menambah khazanah keilmuan bagi siapapun yang membacanya.

Jakarta, 30 Agustus 2019

Himmatul Mufidah

Page 9: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

v

PEDOMAN TRANSLITERASI

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Nomor: 507 Tahun 2017.

Huruf

Arab

Huruf

Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b Be ب

t Te ت

ts Te dan es ث

j Je ج

h h dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d De د

dz de dan zet ذ

r Er ر

z Zet ز

s Es س

sy es dan ya ش

s es dengan garis di bawah ص

ḏ de dengan garis di bawah ض

ṯ te dengan garis di bawah ط

ẕ zet dengan garis di bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan ع

gh ge dan ha غ

f Ef ف

q Ki ق

k Ka ك

l El ل

m Em م

n En ن

w We و

h Ha ه

Apostrof ˋ ء

y Ye ي

2. Vokal

Vokal adalah bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Page 10: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

vi

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a Fathah

i Kasrah

u Ḏammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya ada sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i ا ي

au a dan u ا و

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa dilambangkan

dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ا â a dengan topi di atas

î i dengan topi di atas ا ي

û u dengan topi di atas ا و

4. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,

yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiah maupun

huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad- dâwân.

5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda tasydîd ) ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (الضرورة) tidak

ditulis ad-ḏarûrah melainkan al-ḏarûrah, demikian seterusnya.

6. Ta Marbûṯah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûah tersebut diikuti

Page 11: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

vii

oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûṯah tersebut

diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/

(lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

Ṯarîqah طريقة 1

al-Jâmi‘ah al-Islâmiyyah اجلامعة اإلسالمية 2

Wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf tidak dikenal, dalam alih aksara ini

huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku

dalam Ejan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permulaan

kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama

diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap

huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh:

Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam

alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak

tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka

demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari

dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya

berasal dari bahasa Arab. Mislanya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd

al-Samad al-Palimbani: Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

Page 12: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... v

DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. x

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................... 4

C. Tujuan dan Manfaat ......................................................................... 4

D. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan ......................................... 5

E. Metodologi Penelitian ...................................................................... 9

F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 13

BAB II TINJAUAN UMUM SEPUTAR LIVING QUR’AN DAN

TRADISI KEAGAMAAN .............................................................. 15

A. Kajian Living Qur’an ....................................................................... 15

1. Pengertian Living Qur’an ........................................................... 15

2. Fenomena Living Qur’an di Masyarakat ................................... 17

B. Tradisi Keagamaan di Masyarakat .................................................... 18

1. Pengertian Tradisi Keagamaan ................................................... 18

2. Macam-macam Tradisi Keagamaan............................................ 19

3. Tradisi Lain di Masyarakat Jawa ................................................ 23

BAB III DESKRIPSI WILAYAH DESA BEDANTEN KECAMATAN

BUNGAH KABUPATEN GRESIK ................................................ 25

A. Profil Desa ........................................................................................ 25

1. Sejarah Desa ............................................................................... 25

2. Gambaran Geografis .................................................................. 26

B. Kondisi Sosial Kebudayaan dan Keagamaan ................................... 30

1. Penduduk .................................................................................... 30

2. Agama ........................................................................................ 31

Page 13: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

ix

3. Budaya ....................................................................................... 31

4. Tradisi Masyarakat ..................................................................... 32

5. Kesehatan .................................................................................... 35

6. Kedaulatan Politik Masyarakat ................................................... 35

7. Lembaga Kemasyarakatan ......................................................... 35

C. Sejarah Tradisi Pleretan .................................................................... 36

BAB IV PEMBACAAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN DALAM

TRADISI PLERETAN DI DESA BEDANTEN

KECAMATAN BUNGAH KABUPATEN GRESIK ................... 41

A. Tradisi Pleretan ................................................................................. 41

1. Waktu Pelaksanaan ..................................................................... 41

2. Rangkaian Acara ......................................................................... 42

a. Sarasehan Kesejarahan dan Pameran Benda Sejarah

Sekaligus Hari Jadi Desa ke 661 ........................................... 43

b. Khotmul Qur’an dan Lailatul Istighasah ............................... 52

c. Haul dan Sedekah Bumi Desa Bedanten............................... 59

B. Respon Masyarakat Terhadap Pembacaan Ayat-ayat Al-Qur’an ..... 67

C. Dampak Pembacaan Khotmul Qur’an dalam Tradisi Plereten ......... 72

BAB V PENUTUP ........................................................................................... 76

A. Kesimpulan ........................................................................................ 76

B. Saran .................................................................................................. 76

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 78

LAMPIRAN –LAMPIRAN .............................................................................. 82

Page 14: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

x

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1 Tradisi Masyarakat yang Disebut Sebagai Selamatan ........................... 24

2. Tabel 3.2 Pembagian Wilayah Administrasi................................................. 26

3. Tabel 3.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia ....................................... 30

4. Tabel 3.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan ............................ 30

5. Tabel 3.5 Rangkaian Kegiatan di Padepokan Makam Mbah Sayyid

Husaini .......................................................................................................... 38

6. Tabel 4.6 Rangkaian Acara Haul dan Sedekah Bumi ................................... 42

7. Tabel 4.7 Dampak Adanya Khotmul Qur’an Dibacakan pada Tradisi

Pleretan ........................................................................................................ 73

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Panduan Wawancara .............................................................................. 82

Lampiran 2

Daftar Informan....................................................................................... 84

Lampiran 3

Hasil Wawancara tentang Dampak adanya Khotmul Qur’an ................. 87

Lampiran 4

Dokumentasi Tradisi Pleretan ................................................................. 111

Page 15: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi manusia yang di dalamnya mengandung

berbagai ilmu yang sangat luas dan dalam, bagaikan lautan yang menyimpan

mutiara yang paling berharga di kedalaman air yang paling dalam.1 Al-Qur‟an

sebagai sesuatu yang bernilai tinggi. Tidak heran apabila sebagian masyarakat

muslim menjalankan ritual keagamaan dan senantiasa menghadirkan al-Qur‟an di

dalamnya, bahkan kehadiran al-Qur‟an juga ada di dalam melestarikan budaya

dan tradisi nenek moyang yang telah berlaku di masyarakat hingga saat ini,

sebagaimana terjadi pada tradisi Pleretan2 di wilayah Desa Bedanten Kecamatan

Bungah Kabupaten Gresik.

Tradisi Pleretan merupakan sebuah tradisi nenek moyang berupa selametan

sekaligus merawat arwah para leluhur desa yang diwariskan secara turun-temurun

dari nenek moyang. Selain Pleretan, warga Desa Bedanten juga ada yang memberi

nama Bari‟an.3 Masyarakat meyakini bahwa dengan diadakannya Bari‟an atau

Pleretan, warga akan terbebas dari bala’(bahaya) dan sehat seperti semula.

Di dalam tradisi Pleretan terdapat beberapa acara yang menghadirkan bacaan

ayat-ayat al-Qur‟an yang secara rutin dilaksanakan setiap tahun sekali. Ayat-ayat

al-Qur‟an tersebut dirangkai dalam acara khotmul Qur‟an, dan ritual keagamaan

lainnya seperti: pembacaan istighasah, yasin, tahlil, tilawah, dan pembacaan

sholawat mahalul qiyam.

Tradisi dalam suatu peradaban, terbagi menjadi dua yaitu: tradisi besar dan

tradisi kecil. Tradisi besar diolah dan dikembangkan di sekolah-sekolah atau kuil-

kuil (candi), tradisi kecil berjalan dan bertahan dalam kehidupan kalangan tak

berpendidikan dalam masyarakat-masyarakat desa.4 Seperti di Desa Bedanten,

desa ini cukup tua. Desa Bedanten ini berdiri sejak tahun 1358 M lebih tepatnya

1 Said agil Husin al-Munawir, Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan Islam

(Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005), h. 5. 2 Pleretan adalah sebuah symbol doa dari kata Pleret yang merupakan sajian makanan yang

disajikan dalam tradisi Pleretan. 3 Barian, dalam bahasa Arab berasal dari kata baroah yang artinya suci dari dosa

4 Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa (Ciputat: Pustaka alvabet dan Indonesia institute

for society empowerment/ INSEP, 2019), h. 13.

Page 16: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

2

berusia 661 tahun. Sejak berdirinya Desa Bedanten, tradisi Pleretan sudah ada.

Namun, selama kurun waktu tersebut tradisi Pleretan tidak memiliki ketentuan

waktu. Pleretan akan diadakan ketika ada orang kesurupan, ada musibah, atau ada

seseorang yang sakit dan tak kunjung sembuh, warga tersebut melaporkannya

kepada Pak Mudin selaku Kepala Desa waktu itu (tokoh masyarakat yang

dipercaya dalam urusan agama).

Cukup lama wabah penyakit, orang kesurupan, atau musibah lainnya tidak

menimpa Desa Bedanten, pun tradisi tersebut juga cukup lama tidak diadakan.

Hingga pada tahun 2003 M tradisi ini digagas kembali dan dimusyawarahkan

serta dibentuklah suatu organisasi bernama Pelestari Makam Penggede Desa

Bedanten yang diketuai oleh Miftah Sya‟roni. Tradisi ini diadakan pada setiap

hari Jum‟at awal bulan Sya‟ban setiap tahunnya dan diberi nama Haul Penggede

dan Sedekah Bumi Desa Bedanten.

Tradisi Pleretan ini dilaksanakan setiap tahunnya pada hari Jum‟at awal bulan

Sya‟ban di halaman makam Mbah Sayyid Husaini. Bagi masyarakat Desa

Bedanten, bulan Sya‟ban atau bulan Ruwa mempunyai makna ngeruwat

(merawat) arwah para leluhur. Ritual tradisi Pleretan dimulai pada hari Rabu,

Kamis, dan puncak tradisi Pleretan yaitu pada hari Jum‟at. Dengan rangkaian

acara sebagaimana berikut: pada hari Rabu malam, diadakan sarasehan

kesejarahan, kemudian pada hari Kamis pagi diadakan pembacaan Khotmul

Qur‟an Jam‟iyah Putri, sore harinya diadakan Khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putra,

dan pada malam harinya Lailatul Istighasah, kemudian pada hari Jum‟at pukul

13.00 wib dilaksanakanlah acara inti dari tradisi Pleretan yaitu Haul Penggede dan

Sedekah Bumi, yang dihadiri seluruh masyarakat Desa Bedanten.

Seperti dalam pengalaman beragama (living religion), pengalaman dengan

sumber agama dalam hal ini adalah al-Qur‟an sebagai objek kajian memperluas

ruang kajian al-Qur‟an. Living Qur’an adalah suatu kajian ilmiah dalam ranah

studi al-Qur‟an yang meneliti dialektika antara al-Qur‟an dengan kondisi realitas

sosial di masyarakat.5 Menurut Kusmana Ph.D., dalam seminarnya yang berjudul

Metode Penelitian Living Qur‟an (Jakarta, 2018): “Living Qur’an adalah area lain dari

5 Didi Junaedi, Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian al-Qur’an (Studi

Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon),

Jurnal of qur‟an and Hadith studies- vol. 4. No. 2. (2015), h. 173.

Page 17: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

3

studi al-Qur‟an, dimana nilai, sistem dan ajaran al-Qur‟an dihayati dan diamalkan

atau diabaikan, dan al-Qur‟an itu sendiri diterima atau ditolak.” Dapat diartikan

kajian living Qur’an sebagai suatu upaya untuk memperoleh pengetahuan yang

kokoh dan meyakinkan dari suatu budaya, praktik, tradisi, ritual, pemikiran, atau

prilaku hidup di masyarakat yang terinspirasi dari ayat-ayat al-Qur‟an. 6

Salah satu wujud kebudayaan adalah sebagai suatu kompleks aktivitas serta

tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat yang disebut dengan sistem

sosial (social system) atau sistem budaya (cultural system).7 Dari wujud

kebudayaan dapat diterapkan kajian living Qur‟an sebagai ilmu untuk meng-

ilmiahkan fenomena-fenomena atau gejala-gejala al-Qur‟an di tengah kehidupan

manusia. Sebagaimana ayat al-Qur‟an surah al-Nahl: 89

يانا لكل شيء وهدى ورحة وبشر ى للمسلمي ون زلنا عليك الكتاب تب “Kami turunkan kepadamu Al-kitab (Al-Qur‟an) untuk menjelaskan segala

sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang

berserah diri.” (Q.s. al-Nahl [16]: 89)

Ayat di atas menegaskan bahwa al-Qur‟an diturunkan sebagai pedoman yang

sangat komprehensif. Secara implisit, ayat tersebut juga mengisyaratkan sebuah

perintah agar kita selalu menghidupkan ayat-ayat al-Qur‟an dalam setiap aspek

kehidupan.8 Termasuk di antaranya adalah para pembaca dan pengamalnya.

Latar belakang di atas, berawal dari adanya persoalan bahwa dalam tradisi

nenek moyang terdapat praktik ritual yang mengamalkan bacaan ayat-ayat al-

Qur‟an. Apakah al-Qur‟an hidup dalam tradisi ini? Dari persoalan tersebut penulis

berusaha menggali, mengeksplorasi dan mempublikasikan dengan menggunakan

kajian living Qur’an. Dengan dasar tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji

esensi yang terdapat pada fenomena living Qur’an dalam tradisi Pleretan dengan

judul KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PLERETAN (Studi Living

Qur’an di Desa Bedanten Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik, Jawa

Timur).

6 Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur’an-Hadis, Ontologi, Epistemologi, dan

Aksiologi (Ciputat: Yayasan Waqaf Darus-Sunnah, 2019), h. 22. 7 Rohiman Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan al-Qur’an dan Hadis (Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 1996), h. 33. 8 Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur’an-Hadis, Ontologi, Epistemologi, dan

Aksiologi (Ciputat: Yayasan Waqaf Darus-Sunnah, 2019), h. 43.

Page 18: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

4

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

a. Bagaimana interaksi masyarakat Desa Bedanten terhadap al-Qur‟an?

b. Ayat al-Qur‟an apa saja yang dibacakan dalam tradisi Pleretan?

c. Mengapa dalam tradisi Pleretan dibacakan ayat-ayat al-Qur‟an?

d. Bagaimana esensi dari adanya khotmul Qur‟an dalam tradisi Pleretan?

2. Pembatasan Masalah

Karena keterbatasan waktu dan pengalaman menulis sehingga penulis

merasa perlu membatasi dalam penulisan skripsi ini. Batasan masalah ini

fokus pada pembacaan khotmul Qur‟an dalam Tradisi Pleretan di Desa

Bedanten, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

3. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini, Penulis akan mengkaji satu

poin yang sangat signifikan, yaitu: Bagaimana esensi pembacaan khotmul

Qur’an dalam tradisi Pleretan di Desa Bedanten?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan

a. Untuk mengungkap esensi dari khotmul Qur‟an yang dibaca dalam

tradisi Pleretan.

b. Tujuan yang lain yang hendak penulis capai adalah agar penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir, guna memperoleh gelar sarjana strata satu

(S1) dalam bidang Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Manfaat

a. Memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi peneliti,

mahasiswa, dan bagi pembaca skripsi ini di bidang living Qur’an.

b. Dapat dijadikan bahan rujukan penelitian selanjutnya. Terutama

berkaitan dengan kajian living Qur’an.

Page 19: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

5

D. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Berkaitan dengan al-Qur‟an, banyak peneliti terdahulu yang

membahasnya. Penulis telah menelusuri kajian-kajian yang pernah diteliti oleh

peneliti terdahulu, baik secara langsung ataupun hanya sekedar opini. Agar

tidak terjadi kesamaan pembahasan dengan skripsi ini dengan skripsi lain,

maka penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan atau memiliki

kesamaan, selanjutnya hasil penelusuran ini akan menjadi acuan untuk tidak

mengangkat metodologi yang sama, sehingga diharapkan kajian ini tidak

berkesan plagiat dari kajian yang telah ada.

Dari beberapa karya yang penulis telusuri tentang studi living Qur’an dan

tradisi sedekah bumi, dalam hal ini dapat didukung oleh beberapa literatur

yang menyinggung sedikit tentang permasalahan ini, di antaranya adalah:

1. M. Assyafi‟ Syaikhu Z, dalam skripsinya yang berjudul Karomahan Studi

Tentang Pengamalan Ayat-ayat Al-Qur’an dalam Praktek Karomahan Di

Padepokan Macan Putih Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk.9 Dalam

skripsi ini praktek pembacaan dan pengamalan ayat yang dapat direspon

oleh santri-santri untuk dijadikan karomahan dengan menggunakan media

lantunan bacaan ayat al-Qur‟an dan menggunakan bahan-bahan alami

seperti suara, air, garam, pasir, gelang, dan kayu menjalin, cara praktiknya

dapat dengan menulis ayat tersebut di kain putih. Pembacaan ayat ini

bertujuan sebagai perantara, agar rahmat Allah swt. turun sebagai kekuatan

dan solusi dari segala masalah yang dihadapi manusia. Berbeda dengan

skripsi penulis, karena dalam tradis Pleretan terdapat pembacaan khotmul

Qur‟an yang bertujuan untuk dihadiahkan kepada para leluhur dengan

mengharapkan ridho Allah swt, dan Allah akan memberikan ketentraman

kepada masyarakat Desa Bedanten.

2. Andi Firman, skripsinya yang berjudul Pemahaman Umat Islam Terhadap

Surah Yasin Studi Living Qur’an di Desa Nyiur Permai Kab. Tembilahan,

9 M. Assyafi‟ Syaikhu Z, Karomahan Studi Tentang Pengamalan Ayat-ayat al-Qur’an dalam

Praktek Karomahan di Padepokan Macan Putih Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk (Skripsi

S1, Jurusan IAT, Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, IAIN SURAKARTA, 2017).

Page 20: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

6

Riau.10

Dalam skripsi ini menjelaskan bahwa masyarakat Desa Nyiur

Permai mempraktekkan pembacaan Sūrah Yāsin dalam berbagai aktivitas

kehidupan mereka baik secara penuh maupun dalam berbagai bentuk

potongan-potongan tertentu. Seperti pada ayat tertentu dari Sūrah Yāsin

yang digunakan masyarakat Nyiur Permai dalam kehidupan sehari-hari,

yaitu Sūrah Yāsīn ayat 9 dibaca ketika menginginkan keselamatan dan

penjagaan rumah tempat tinggal, menjaga diri dari kejahatan orang lain

disaat terdesak, ayat ini dibaca ketika hendak keluar rumah demi

keselamatan diperjalanan, serta perjalan orang-orang yang menjalankan

ibadah haji. Sedangkan pada skripsi ini, penulis menjelaskan adanya

pembacaan khotmul Qur‟an dalam rangkaian tradisi Pleretan yang

diadakan setiap tahun sekali. Dengan adanya pembacaan kotmul Qur‟an

yang dibaca dalam tradisi Pleretan, masyarakat dapat merasakan adanya

ketenangan dalam beraktifitas keseharian hingga diadakan kembali tradisi

Pleretan.

3. Moh. Muhtador, Pemaknaan Ayat al-Qur’an dalam Mujahadah: Studi

Living Qur’an di PP Al- Munawwir Krapyak Komplek al-Kandiyas.11

Dalam artikel jurnal ini menjelaskan Kajian Living Qur’an yang terfokus

pada respons, persepsi, dan keyakinan masyarakat dan diaplikasikan dalam

kehidupan sehari-hari dengan tujuan menjadikan al-Qur‟an sebagai sumber

kehidupan. Seperti contoh dalam kehidupan santri pengamal mujahadah di

PP Al-Munawwir Krapyak Komplek Al-Kandiyas. Santri pengamal

mujahadah tersebut menggunakan media untuk mendekatkan diri kepada

Tuhan dengan cara berzikir yang diambil dari potongan ayat-ayat al-

Qur‟an. Salah satu keyakinan santri pengamal mujahadah adalah potongan

ayat al-Qur‟an tersebut telah memberikan ketenangan dalam menjalani

hidup, serta dapat mengabulkan keinginan yang diharapkan. Sedangkan

dalam skripsi ini, penulis menjelaskan sebuah tradisi nenek moyang yang

10

Andi Firman, Pemahaman Umat Islam Terhadap Surah Yasin Studi Living Qur’an di Desa

Nyiur Permai Kab. Tembilahan, Riau (Program studi Tafsir Hadis, Universitas Islam Negeri syarif

Hidayatullah Jakarta, 2016). 11

Moh Muhtador, Pemaknaan Ayat Al-Qur‟an dalam Mujahadah Studi Living Qur‟an di PP

Al-Munawwir Krapyak Komplek Al-Kandiyas (UIN SUKA Yogyakarta, Indonesia: Junal

Penelitian, Vol. 8, No. 1, 2014).

Page 21: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

7

menghadirkan pembacaan al-Qur‟an dalam proses ritual mendoakan para

leluhur dan sedekah bumi yang biasa disebut tradisi Pleretan. Tradisi ini

dilaksanakan dengan keyakinan agar seluruh masyarakat Desa Bedanten

dijauhkan dari bala’ (bahaya) dan diberikan kesehatan lahir batin oleh

Allah swt.

4. Puniatun, Pelaksanaan Tradisi Sedekah Bumi sebagai Upaya Untuk

Memelihara Kebudayaan Nasional.12

Sikripsi ini menjelaskan fokus pada

pelaksanaan tradisi sedekah bumi dalam perkembangannya. Sedangkan

pada skripsi penulis menjelaskan tentang kegiatan haul dan sedekah bumi

yang masih terlaksana dan menghadirkan pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an

di dalamnya.

5. Isce Veralidiana, Implementasi Tradisi “Sedekah Bumi” studi

Fenomenologi di Kelurahan Banharejo, Kecamatan Bojonegoro,

Kabupaten Bojonegoro.13

Skripsi ini mencoba mengungkap tentang proses

pelaksanaan sedekah bumi, pandangan tokoh mayarakat terhadap sedekah

bumi, dan faktor-faktor yang menyebabkan mayarakat melakukan ritual

sedekah bumi. Berbeda dengan skripsi penulis, yang menjelaskan tentang

sedekah bumi yang diadakan di Desa Bedanten yang dilaksanakan dalam

tradisi Pleretan dengan menghadirkan pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an.

6. Umi Nuriyatur Rahmah, Penggunaan Ayat-ayat al-Qur’an dalam Ritual

Rebo Wekasan Studi Living Qur’an di Desa Sukareno Kec. Kalisat Kab.

Jember.14

Dalam skripsi ini menjelaskan praktik ritual Rebo Wekasan

merupakan praktek yang berasal dari sesepuh masyarakat Desa Sukoreno

(Ju’Uwi) yaitu dengan membuat air Jimat dan dibagikan kepada

masyarakat untuk diminum. Persamaannya dengan skripsi yang penulis

tulis ialah sama-sama membahas mengenai ritual masyarakat yang

menghadirkan bacaan al-Qur‟an. Akan tetapi dalam skripsi Umi Nuriyatur

12

Puniatun, Pelaksanaan Tradisi Sedekah Bumi Sebagai Upaya untuk Memelihara

Kebudayaan Nasional (Jurnal Ilmiah PPKN IKIP Veteran Semarang: Mahasiswa PPKN IKIP

Veteran Semarang, 2014). 13

Isce Veralidina, Implementasi Tradisi “Sedekah Bumi” Studi Fenomenologi di Kelurahan

Banjarejo, Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro (Skripsi S1, Jurusan al-Ahwal al-

Syahshiyyah, Fakultas Syari‟ah, UIN Malang, 2010). 14

Umi Nuriyatur Rahmah, Penggunaan Ayat-ayat al-Qur’an dalam Ritual Rebo Wekasan:

Studi Living Qur’an di Desa Sukareno Kec. Kalisat Kab. Jember (Skripsi Fakultas Ushuluddin dan

Pemikiran Islam, UIN SUKA Yogyakarta, 2014).

Page 22: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

8

Rahmah menggunakan air sebagai jimat sedangan dalam skripsi penulis,

ritual tradisi Pleretan murni mengharap keberkahan ayat-ayat al-Qur‟an

yang dibaca menggunakan alat pengeras suara tanpa adanya jimat.

7. Idimi Yani Arinda R, Sedekah Bumi Nyadran Sebagai Konvensi Tradisi

Jawa dan Islam Masyarakat Straturejo Bojonegoro.15

Dalam artikel jurnal

ini dijelaskan bahwa sedekah bumi (Nyadran) merupakan sebuah tradisi

yang dilestarikan oleh masyarakat Sraturejo, Bojonegoro. Sama-sama

membahas sedekah bumi, namun pembahasan dalam skripsi penulis lebih

pada pengkajian fenomena living Qur’an yang hadir dalam acara sedekah

bumi (tradisi Pleretan).

8. Furqon Syarief Hidayatullah, Sedekah Bumi Dusun Cisampih Cilacap.16

Dalam artikel jurnal ini mengungkap dan mengkaji perspektif Islam

terhadap pelaksanaan sedekah bumi di Dusun Cisampih Desa Kutabima

Kecamatan Cimanggu, Cilacap, Jawa Tengah. Sama-sama membahas

dalam ruang lingkup sedekah bumi, namun dalam skripsi penulis

menjelaskan lebih focus pada pelaksanaan sedekah bumi yang bersamaan

dengan pelaksanaan haul penggede dalam agenda tahunan tradisi Pleretan.

Dari penelitian Living Qur’an dan tradisi Sedekah Bumi yang telah dilakukan

di atas, ada persamaan dan ada perbedaan yang telah dijelaskan dalam setiap

poinnya. Namun secara global dalam penelitian yang akan penulis teliti.

Persamaannya, kasus yang diteliti berkaitan dengan tradisi nenek moyang dan

pengamalan ayat-ayat di dalamnya. Perbedaannya dalam penelitian ini terletak

pada pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an dalam tradisi dan tempat yang berbeda dari

peneliti sebelumnya, karena penulis akan membahas living Qur’an yang

difokuskan pada tradisi Pleretan di Desa Bedanten Kecamatan Bungah Kabupaten

Gresik, Jawa Timur.

15

Idimi Yani Arinda R, Sedekah Bumi Nyadran Sebagai Konvensi Tradisi Jawa dan Islam

Masyarakat Straturejo Bojonegoro (UIN Maulana Malik Ibrahim Malang: Jurnal el Harakah vol.

16 No.1, 2014). 16

Furqon Syarief Hidayatullah, Sedekah Bumi dusun Cisampih cilacap (Institute Pertanian

Bogor: jurnal el Harakah Vol.15 No.1, 2013).

Page 23: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

9

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis penelitian

Agar mendapatkan hasil penelitian yang diharapkan. Penelitian ini

menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu dengan cara pendekatan

model etnografi.17

Model etnografi adalah penelitian untuk mendeskripsikan

kebudayaan sebagaimana adanya. Model etnografi ini berupaya mempelajari

peristiwa kultural, yang menyajikan pandangan hidup subjek sebagai objek

studi. Studi ini akan berkaitan dengan bagaimana subjek berpikir, hidup, dan

berprilaku.18

Pendekatan model etnografi ini lebih memanfaatkan teknik

pengumpulan data pengamatan berperan serta (paricipant observation). Hal

ini sejalan dengan pengertian istilah etnografi yang berasal dari kata ethno

(bangsa) dan graphy (menguraikan atau menggambarkan). Etnografi

merupakan ragam pemaparan penelitian budaya untuk memahami cara orang-

orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena yang teramati dalam

kehidupan sehari-hari.19

Penggunaan studi kasus ini dipilih agar peneliti dapat fokus dalam meneliti

masyarakat Desa Bedanten yang menjalankan ritual tahunan berupa tradisi

Pleretan atau Haul Penggede dan Sedekah Bumi Desa. Dari penelitian ini,

peneliti justru lebih banyak belajar dari warga Desa Bedanten sebagai pemilik

budaya, dan sangat respek pada cara mereka belajar tentang budaya.

Penelitian ini juga menggunakan penelitian pustaka (library research)

terutama di dalam menyoroti fenomena objek formalnya. Studi kasus ini juga

mampu memberikan nilai tambahan pengetahuan secara unik dan menarik

tentang fenomena tradisi Pleretan (Haul Penggede dan Sedekah Bumi) di Desa

Bedanten terhadap esensi pembacaan khotmul Qur‟an.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

17

Etnografi diartikan sebagai suatu studi atau penelitian yang difokuskan pada penjelasan

deskriptif dan interpretasi terhadap budaya dan sistem sosial suatu kelompok atau suatu

masyarakat tertentu melalui pengamatan dan penghayatan langsung terhadap kelompok atau suatu

masyarakat yang diteliti. Liat buku, Haris Herdiansyah, M. Si., Metode Kualitatif untuk Ilmu-ilmu

Sosial (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h. 74. 18

Suwardi Endraswara, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan Ideologi, Epistemologi,

dan Aplikasi (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006), h. 207. 19

Suwardi Endraswara, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan Ideologi, Epistemologi,

dan Aplikasi, h. 208.

Page 24: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

10

Lokasi penelitian ini berada di Desa Bedanten Kecamatan Bungah

Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Penulis memilih lokasi ini dikarenakan tradisi

Pleretan dilaksanakan oleh masyarakat Desa Bedanten, dengan jarak yang

cukup jauh untuk di jangkau. Dari Universitas Islam Negeri Jakarta

membutuhkan waktu perjalanan kurang lebih 15 Jam untuk sampai di lokasi

dengan mengendarai Bus atau Kereta Api, dan 7 Jam dengan mengendarai

Pesawat.

Penelitian ini membutuhkan waktu cukup lama untuk menggali informasi

dan mengumpulkan data mulai dari observasi awal yang dilakukan penulis

pada bulan Januari 2018 sampai pelaksanaan tradisi Pleretan pada bulan Juli

tahun 2019.

3. Sumber Data

Ada beberapa sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain

sebagai berikut:

a. Informan

Informan adalah orang yang memberikan informasi utama yang

dibutuhkan selama penelitian. Yang akan diminta informasinya tentang

objek yang akan diteliti, di antaranya:

1) Ketua adat tradisi Sedekah Bumi dan Pleretan di Desa Bedanten.

2) Tokoh masyarakat atau sesepuh yang menjadi panutan di Desa

Bedanten.

3) Juru Kuci makam para leluhur Desa Bedanten.

Subjek penelitian di atas yaitu orang-orang yang diwawancarai

langsung untuk memperoleh data dan informasi. Adapun informant

tersebut bisa saja masih bertambah sesuai dengan apa yang diterima dan

dialami peneliti selama proses pengumpulan data.

b. Dokumentasi Terkait

Data diambil dari beberapa kitab dan buku pustaka, yang menyajikan

dan menuliskan tentang tradisi sedekah bumi dan studi living Qur’an, baik

teori maupun praktik, selain itu juga ada beberapa dokumen berupa foto-

foto dokumentasi tradisi Pleretan sebelumnya, selain foto juga ada video

yang dipublikasikan di sosial media (Youtube).

Page 25: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

11

4. Teknik pengumpulan data

a. Observasi

Observasi merupakan suatu proses melihat, mengamati, dan

mencermati serta “merekam” prilaku secara sistematis untuk suatu tujuan

tertentu.20

Observasi ini penulis pergunakan untuk memperoleh data

tentang gambaran secara umum wilayah Desa Bedanten dan gambaran

khusus mengenai Tradisi Pleretan. Observasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah berbentuk observasi participant, karena penulis turut

hadir dalam pelaksanaan yang menjadi objek peneliti.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewed) yang memberikan

jawaban atas pertanyaan tersebut.

Pada umumnya, wawancara dalam penelitian kualitatif ataupun

wawancara lainnya terdiri atas tiga bentuk, yaitu wawancara terstruktur,

wawancara semi-terstruktur, dan wawancara tidak terstruktur.

a) Wawancara terstruktur sering digunakan dalam penelitian survei,

bentuk ini sangat terkesan seperti introgasi karena sangat kaku.

Wawancara ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Daftar pertanyaan

dan kategori jawaban telah disiapkan, kecepatan wawancara terkendali,

tidak ada fleksibilitas, mengikuti pedoman.

b) Wawancara semi-terstruktur memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

pertanyaan terbuka namun ada batasan tema dan alur pembicaraan,

kecepatan wawancara dapat diprediksi, fleksibel tetapi terkontrol, ada

pedoman wawancara yang dijadikan patokan alur, urutan dan

penggunaan kata.

c) Wawancara tidak terstruktur, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

pertanyaannya sangat terbuka, jawabannya lebih luas dan bervariasi,

kecepatan wawancara sulit diprediksi, sangat fleksibel, pedoman

20

Haris Herdiansyah, M. Si., Metode Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta: Salemba

Humanika, 2010), h. 131-135.

Page 26: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

12

wawancara sangat longgar urutan pertanyaan, penggunaan kata, alur

pembicaraan.21

Dalam penelitian ini penulis menggunakan wawancara semi-terstruktur

hingga tidak terstruktur yang dilakukan secara perorangan. Metode

wawancara ini penulis gunakan untuk memperoleh informasi tentang

sejarah, deskripsi tradisi Pleretan dan gambaran umum Desa Bedanten.

Dalam hal ini sebagai ketua adat, beberapa tokoh masyarakat dan

masyarakat yang turut serta dalam pelaksanaan tradisi Pleretan sebagai

informan.

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data

kualitatif dengan cara melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang

dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek.22

Studi

dokumentasi ini dipergunakan penulis untuk memperoleh data tentang

gambaran demografi Desa Bedanten, untuk mengetahui arsip dalam

pelaksanaan tradisi Pleretan misal yang penulis temui dalam pencarian

arsip adalah berupa foto pertama dimulainya tradisi Pleretan pada tahun

2003. Juga buku-buku yang menunjang pokok pembahasan.

d. Analisis data

Analisis data dari hasil wawancara, observasi, studi dokumentasi,

harus melalui proses analisis data terlebih dahulu agar dapat

dipertanggungjawabkan keabsahannya:

1) Pengumpulan data

Setalah penulis menganalisis tema dan melakukan pemilahan tema

(kategorisasi) selanjutnya penulis melakukan wawancara, observasi,

dan lain sebagainya dan hasil dari aktivitas tersebut adalah data.

Setelah penulis mendapatkan data yang cukup untuk diproses dan

dianalisis tahap selanjutnya adalah melakukan reduksi data.23

21

Haris Herdiansyah, Metode Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta: Salemba Humanika,

2010), h. 177-120. 22

Haris Herdiansyah, Metode Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta: Salemba Humanika,

2010), h. 143-145. 23

Haris Herdiansyah, Metode Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta: Salemba Humanika,

2010), h. 164.

Page 27: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

13

2) Reduksi data

Reduksi data adalah penggabungan dan penyeragaman segala

bentuk data yang diperoleh menjadi satu bentuk tulisan (script) yang

akan dianalisis. Hasil dari wawancara, hasil observasi, dan hasil studi

dokumentasi diubah menjadi bentuk tulisan (script) sesuai dengan

formatnya masing-masing.24

F. Sistematika Penulisan

Secara garis besar, skripsi ini disusun dalam sistematika pembahasan yang

terdiri dari:

Bab I Pendahuluan, berisi: alasan mengapa penelitian ini penting untuk

dilakukan, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah yang menjadi

perhatian utama peneliti untuk dijawab di kesimpulan, tujuan dan manfaat

penelitian, hasil penelitian terdahulu yang relavan tentang living Qur‟an dan

Sedekah Bumi, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II, Tinjauan Umum Seputar Living Qur’an dan Tradisi Keagamaan. Bab

ini bertujuan untuk melihat 1) apa teori yang digunakan untu kajian living Qur’an,

2) bagaimana dan ada berapa macam tradisi keagamaan di masyarakat.

Bab III, Deskripsi Wilayah Desa Bedanten Kecamatan Bungah Kabupaten

Gresik. Bab ini ingin menjelaskan data hasil observasi yang telah dilakukan

peneliti terhadap wilayah Desa Bedanten, meliputi 1) profil desa yang

menjelaskan mengenai sejarah desa, gambaran geografis, 2) kondisi sosial

kebudayaan dan keagamaan.

Bab IV, Pembacaan Ayat-ayat al-Qur‟an dalam Tradisi Pleretan di Desa

Bedanten Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik. Bab ini akan memaparkan

bagaiaman pelaksanaan tradisi Pleretan yang diadakan di Desa Bedanten mulai

waktu pelaksanaan, hingga prosesi pelaksanaan yang meliputi 1) sarasehan

kesejarahan dan pameran budaya sekaligus hari jadi ke 661 tahun, 2) pembacaan

khotmul Qur‟an dan lailatul istighasah, 3) haul penggede dan sedekah bumi Desa

Bedanten. Serta dampak pembacaan khomul Qur‟an yang di bacakan dalam tradisi

Pleretan sesuai dengan hasil wawancara penulis terhadap beberapa warga.

24 Haris Herdiansyah, Metode Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta: Salemba Humanika,

2010), h. 172.

Page 28: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

14

Bab V Berisi kesimpulan dari pokok permasalahan dalam kajian skripsi ini,

dan saran-saran dari penulis yang sifatnya membangun serta diakhiri dengan

harapan terhadap pendapat dan kritik dari pembaca sehingga dapat mendorong

penulis untuk bisa meningkatkan kulitas yang lebih baik.

Page 29: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

15

BAB II

TINJAUAN UMUM SEPUTAR

LIVING QUR’AN DAN TRADISI KEAGAMAAN

A. Kajian Living Qur’an

1. Pengertian Living Qur’an

Secara etimologi, kata Living merupakan terma yang berasal dari bahasa

inggris “live” yang dapat berarti hidup, aktif, dan yang hidup. Kata kerja yang

berarti hidup tersebut mendapatkan bubuhan –ing di ujungnya dengan present

participle atau dapat juga dikategorikan sebagai gerund maka dapat diartikan

“menghidupkan al-Qur‟an”. Apabila terjadi nominalisasi verba “live” menjadi

“living”, kata living Qur’an bermakna al-Qur‟an yang hidup.1

Secara terminologi, ilmu living Qur’an menurut Muhammad Yusuf

merupakan respons sosial mengenai studi al-Quran yang tidak hanya

bertumpu pada eksistensi tekstualnya, melainkan tentang fenomena sosial

yang lahir terkait dengan kehadiran al-Quran dalam wilayah geografi tertentu

dan mungkin masa tertentu pula.2 Secara sederhana ilmu ini juga dapat

didefinisikan sebagai ilmu untuk mengilmiahkan fenomena-fenomena atau

gejala-gejala al-Qur‟an yang ada di tengah kehidupan manusia. Sebagai

sebuah ilmu yang mengkaji tentang praktek al-Qur‟an dari sebuah realita

bukan dari idea yang muncul dari penafsiran teks al-Qur‟an.

Kajian living Qur’an bersifat dari praktek ke teks, bukan sebaliknya dari

teks ke praktek, dengan demikian objek yang dikaji adalah gejala-gejala al-

Qur‟an yang berupa benda, prilaku, nilai, budaya, tradisi, dan rasa.3 M.

Mansur, berpendapat bahwa pengertian The Living Qur’an sebenarnya

bermula dari fenomena Qur’an in Everyday life, yang tidak lain adalah

“makna dan fungsi al-Qur‟an yang riil dipahami dan dialami masyarakat

Muslim. Selain itu, the living Qur’an juga dapat berarti bahwa “Teks al-

1 Ahmaad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur’an-Hadis Ontologi, epistemology dan

Aksiologi (Ciputat: Yayasan Wakaf Darus-Sunnah, 2019), h. 21-22. 2 Muhammad Yusuf, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis (Yogyakarta: TH

Press, 2007), h. 36-37. 3 Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur’an-Hadis Ontologi, epistemology dan Aksiologi

(Ciputat: Yayasan Wakaf Darus-Sunnah, 2019), h. 7.

Page 30: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

16

Qur‟an yang „hidup‟ dalam masyarakat, yakni respon masyarakat terhadap

teks al-Qur‟an dan hasil penafsiran seseorang. Seperti: pentradisian bacaan

surat atau ayat tertentu pada acara dan seremoni sosial keagamaan tertentu.4

Abdul Mustaqim dalam tulisannya menyatakan bahwa kajian living Qur’an

mempunyai beberapa arti penting. Menurutnya, terdapat tiga arti penting yang

diutarakannya. Pertama, memberikan kontribusi yang signifikan bagi

pengembangan wilayah objek kajian al-Quran, dimana tafsir bisa bermakna

sebagai respons masyarakat yang diinspirasi oleh kehadiran al-Quran. Kedua,

kepentingan dakwah dan pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat

lebih maksimal dan tepat dalam mengapresiasi al-Quran. Ketiga, memberi

paradigma baru bagi pengembangan kajian al-Quran kontemporer, sehingga

studi al-Quran tidak hanya terkutat pada wilayah kajian teks. 5

Secara sederhana, “living Qur’an” dapat dimaknai sebagai fenomena yang

nampak dan terjadi di masyarakat berupa al-Qur‟an, pola-pola prilaku maupun

respons sebagai pemaknaan terhadap nilai-nilai al-Quran.6 Pada masa sahabat,

menghidupkan al-Qur‟an (living the Qur‟an adalah menghidupkan sunnah

Nabi (living the sunnah), yaitu menghidupkan tradisi kenabian, mengikuti

jejak Nabi dalam menghidupkan al-Qur‟an.7 Bangunan ilmu living Qur‟an

menuntut penggalian pengetahuan tentang al-Qur‟an bukan pada bidang dasar

teks, melainkan langsung di masyarakat. Galian pondasinya tidak pada teks

melainkan pada lingkungan, benda, masyarakat, atau non-teks, apapun itu.

Bisa berupa benda, fenomena, budaya, tradisi, angan-angan, imajinasi,

visualisasi, dan selainnya. Sedangkan alat dalam melakukan kajian living

Qur‟an adalah fenomenologi, empirisme, dan sejeninsnya.8 Kajian living

Quran semakin menarik seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat

4Heddy Shri Ahimsa-Putra, The Living al-Qur’an: Beberapa Perspektif Antropologi,

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, h. 239. 5 Abdul Mustaqim, Living Qur‟an dalam Litasan Sejarah Studi Al-Qur‟an, dalam

Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, h. 68-70. 6 M. Alfatih Suryadilaga, Living Hadis dalam Kerangka Dasar Keilmuan UIN Sunan

Kalijaga, Http://ejournal.unp.ac.id. 7Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur’an-Hadis Ontologi, Epistemology dan Aksiologi

(Ciputat: Yayasan Wakaf Darus-Sunnah, 2019), h. 4. 8Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur’an-Hadis Ontologi, epistemology dan Aksiologi

(Ciputat: Yayasan Wakaf Darus-Sunnah, 2019), h. 15.

Page 31: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

17

Masyarakat,

Lingkungan,

Benda, Non-teks

Pondasi

Fenomena,

Budaya,

Tradisi,

Angan-angan,

Imajinasi,

Visualisasi

Islam terhadap ajaran agamanya. Dengan menggunakan alat; Fenomenologi,

Empirisme, dan sejenisnya.

Bagan 2.1: Pola Hubungan dalam Kajian Living Qur‟an

2. Fenomena Living Qur’an di Masyarakat

Model studi ini berupa fenomena yang hidup di tengah masyarakat

Muslim dan berhubungan langsung dengan al-Qur‟an. Misalnya:

a. Fenomena sosial terkait dengan pelajaran membaca Qur‟an di lokasi

tertentu. Misalnya: Belajar membaca al-Qur‟an (Alif, ba’, ta’) di tempat-

tempat tertentu (di Langgar/ Musholah, di Masjid, di Rumah, atau di

Taman), hal ini tidak mempengaruhi usia. Dapat juga belajar al-Qur‟an

dengan mengkaji maknanya atau penafsirannya yang dipimpin oleh ustadz

atau ustadzah. Biasanya ustadz atau ustadzah membacakan penafsiran dari

kitab tafsir tertentu dan yang lainnya mendengarkan atau mencatat hal-hal

yang dirasa penting. Belajar model ini biasanya diadakan di Pesantren, di

Masjid atau di tempat khusus.

b. Fenomena penulisan bagian-bagian tertentu dari al-Qur‟an di tempat-

tempat tertentu. Misalnya: ukiran ayat-ayat al-Qur‟an (kaligrafi) yang

tertulis di dinding Masjid, di Mushalah, di Rumah, dan lain sebagainya.

c. Pemenggalan unit-unit al-Qur‟an yang kemudian menjadi formula

pengobatan, do‟a-do‟a, ruqyah dan sebagainya yang ada dalam masyarakat

Muslim tertentu tapi tidak di masyarakat lainnya.

d. Kegiatan yang menghadirkan bacaan-bacaan ayat suci al-Qur‟an.

Misalnya: pembacaan khotmul Qur‟an yang dibaca dari surat al-Fatihah

Al-Qur’an

Berupa

Page 32: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

18

sampai an-Nās dalam memperingati tujuh harian, pembacaan surah

Maryam dan surah Yusuf dalam acara walimatul haml, pembacaan surah

al-Muawwidzat (surah al-Ikhlās, al-Falāq, an-Nās), Yāsin, al-Fātihah, ayat

Qursi, dan lainnya di dalam kegiatan tahlīl, dan lain sebagainya. 9

B. Tradisi Keagamaan di Masyarakat

1. Pengertian Tradisi Keagamaan

Banyak kepercaayaan, sikap dan tindakan dalam beragama yang didasari

atas tradisi. Tradisi merupakan warisan nenek moyang secara turun-temurun

melalui lisan dan perilaku. Tradisi-tradisi ini terus berlangsung di masyarakat.

melalui proses berkomunikasi. Tradisi berarti penyerahan, penerusan,

komunikasi terus-menerus. Tradisi bukan suatu yang “kolot” atau dari zaman

dahulu, melainkan sesuatu yang masih terjadi hingga sekarang ini.10

Dalam

sebuah tradisi terdapat elemen-elemen, dengan dihadapkan pada realitas

keragaman masyarakat itu sendiri. Keragaman tersebut meliputi, sekte,

interpretasi atau madzhab pemikiran yang terdapat dalam sebuah tradisi, dan

lain sebagainya.11

Dapat diklasifikasikan tradisi terbagi menjadi tradisi besar dan tradisi

kecil. Tradisi besar adalah kebiasaan-kebiasaan yang bersifat kompleks dan

merefleksikan keterpelajaran (representasi dari kebudayaan tinggi), sedangkan

tradisi kecil adalah kebiasaan-kebiasaan yang bersifat sederhana dan

merefleksikan keawaman (representasi dari kebudayaan rendah).12

Penggunaan istilah tradisi biasanya berupa praktik-praktik yang „diciptakan‟

dengan merujuk pada praktik-praktik yang biasa dilaksanakan oleh

masyarakat baik secara terang-terangan atau tertutup berdasarkat aturan-aturan

sifat dasar yang bersifat ritual; atau simbolik yang tujuannya adalah

menanamkan nilai dan norma prilaku lewat pengulangan (repitisi), sehingga

9 Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur’an-Hadis Ontologi, Epistemology dan Aksiologi

(Ciputat: Yayasan Wakaf Darus-Sunnah, 2019), h. 30-31. 10

Yosef Lalu, makna hidup dalam terang iman katolik 2: Agama-agama membantu manusia

menggumuli makna hidupnya (Yogyakarta: Kanisius, 2010), h. 43. 11

Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa (Tangerang: Pustaka Alvabet dan Indonesian

Institute For Society Empowerment (INSEP)), h. 12. 12

Heru saputra, Memuja Mantra sabuk Mangir dan Jaran Goyang Masyarakat Suku Using

Banyuwangi (Yogyakarta, LKiS Yogyakarta, 2007), h. 4.

Page 33: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

19

secara otomatis sinambung dengan masa lalu. Dengan mengartikan tradisi

sebagai „sesuatu yang diciptakan‟ sekaligus „sesuatu yang diwariskan dari

masa lalu‟, sehingga keduanya bisa dilihat sebagai fenomena-fenomena yang

berada dalam satu tatanan yang sama.13

2. Macam-macam Tradisi Keagamaan

Pada dasarnya tradisi keagamaan yang senantiasa menjadi rutinitas

masyarakat adalah memiliki banyak macam, beberapa di antaranya adalah

seperti penjelasan berikut ini:

a. Tradisi Haul Leluhur

Haul secara bahasa berasal dari bahasa Arab, ẖāla-yaẖūlu-ẖaulan yang

artinya setahun atau masa yang sudah mencapai satu tahun.14

Haul

merupakan momentum untuk mengenang seorang tokoh. Haul ialah

peringatan hari kematian seorang tokoh masyarakat, seperti Syaikh, Wali,

Sunan, Kiyai, Habib dan lain-lain yang diadakan setahun sekali bertepatan

dengan tanggal wafatnya. Tujuannya untuk mengenang jasa-jasa,

karomah, akhlaq, dan keuutamaan lainnya.15

Definisi lain haul adalah peringatan kematian nenek atau kakek dan

kerabat yang telah lebih dahulu meninggal, dalam acara Haul tersebut

tidak lain tidak bukan berisikan acara doa-doa, yakni mendoakan kepada

keluarga, teman, ataupun kepada kerabat yang sudah meninggal dunia.

Disinilah letak perbedaan manusia biasa dengan Nabi Muhammad saw.,

untuk manusia biasa selalu diadakan peringatan setelah hari meninggal si

manusia tersebut yang dinamakan dengan haul. Kenapa diadakan haul?

karena manusia memiliki banyak salah, maka Allah memerintahkan agar

mendoakan manusia sesama muslim baik yang masih hidup maupun yang

telah meninggal. Doa-doa yang dibacakan dalam acara haul adalah

terangkum dalam bacaan tahlil. Sedangkan Nabi Muhammad saw. tidak

boleh diperingati hari wafatnya, karena Rasulullah saw. adalah manusia

13

Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa, h. 23. 14

Zikri Darussamin dan Rahman, Merasayakan Khilafah Menuai Rahmat Ilahiah

(Yogyakarta: LKiS, 2017), h. 165. 15

Zikri Darussamin dan Rahman, Merayakan Khilafiah Menunai Rahmat Ilahiah Jawaban-

jawaban atas Persoalan Seputar Penyelenggara Upacara Kematian Berdasarkan al-Qur’an dan

Hadis (Yogyakarta: Ikis, 2017), h. 165-166.

Page 34: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

20

yang maksum, terjaga dari perbuatan dosa. Rasulullah saw. hanya

diperingati saat hari kelahirannya, yang biasa kita kenal dengan hari

maulid Nabi Muhammad SAW., sebagai rasa syukur dan rasa senang atas

kelahiran Nabi Muhammad saw.16

Adapun rangkaian kegiatan yang biasanya dilaksanakan dalam acara

haul adalah sebagai berikut: pertama, ziarah ke makam sang tokoh dan

membaca Dzikir, tahlil, kalimat Thayyibah serta membaca al-Qur‟an

(Yasin) secara berjamaah dan doa bersama di makam; kedua, diadakan

masjlis ta‟lim; ketiga, mau‟idzoh hasanah dan baca biografi sang tokoh

atau manaqib seorang wali atau ulama‟ atau haba‟ib; keempat,

dihidangkan hanya sekedar makanan dan minuman dengan niat selametan

atau shodaqoh.17

b. Tradisi Sedekah Bumi

Kata “sedekah” dalam bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari

bahasa Arab, al-Sadaqah. Asal kata ini adalah al-Sidq yang berarti

“benar”, karena sedekah menunjukkan kebanaran iman kepada Allah swt.

dinamakan sedekah karena ia menunjukkan pembenaran orang yang

bersedekah dan menunjukkan kebenaran imannya secara lahir dan batin.18

Sedekah adalah pemberian yang diberikan untuk mengharapkan pahala

Allah swt.19

Sedangkan bumi merupakan tempat dimana manusia hidup,

berkembang dan tumbuh, selain itu merupakan tempat dimana manusia

beristirahat dalam waktu yang lama (bumi adalah tanah yang menjadi

tempat pemakaman manusia), maka dari itu sedekah bumi selain bertujuan

untuk mengungkapkan rasa syukur juga bertujuan untuk mendoakan para

ahli kubur yang sudah dimakamkan dibumi.20

Sedekah bumi adalah sedekah kepada ubi, abi, dan umi, kirim doa

kubur kepada pejuang-pejuang sesepuh yang telah mendahuui kita yang

16

Wawancara pribadi dengan Khoirul Abidin, Bedanten, 05 Januari 2019. 17

Zikri Darussamin dan Rahman, M. Ag, Merayakan Khilafiah Menunai Rahmat Ilahiah

Jawaban-jawaban atas Persoalan Seputar Penyelenggara Upacara Kematian Berdasarkan al-

Qur’an dan Hadis, h. 20. 18

Amrulloh Syarbini, Supersedekah (Jakarta: QultumMedia, 2012), h. 13. 19

Candra Himawan dan Neti Suriana, Sedekah: Hidup Berkah Rezeki Melimpah (Yogyakarta:

Pustaka Albana, 2013), h. 15. 20

Wawancara pribadi dengan Khoirul Abidin, Bedanten, 05 Januari 2019.

Page 35: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

21

sudah punya sejarah perjuangan yang tinggi. kita-kita ini sebagai orang

yang andaikata tanpa mereka desa kita ini tidak akan seperti sekarang.21

Sedekah bumi, hampir mirip dengan bersih desa. namun biasanya untuk

tujuan menghilangkan serangan hama atau merayakan panen padi sama

seperti upacara bersih desa, sedekah bumi juga diselenggarakan setahun

sekali.22

Sedekah bumi merupakan salah satu bentuk ritual tradisional

masyarakat di Pulau Jawa yang sudah berlangsung turun-temurun dari

nenek moyang terdahulu sebagai wujud rasa terimakasih kepada Tuhan

yang maha Esa atas alam dan hasil pertanian. Serta menghormat sesepuh

desa. Dalam KBBI 2008, sedekah mengandung beberapa arti, di

antaranya: pertama, pemberian sesuatu kepada fakir miskin atau yang

berhak menerimanya di luar kewajiban zakat fitrah sesuai dengan

kemampuan yang memberi. Kedua, selamatan. Ketiga, makanan (bunga-

bunga dsb.) yang disajikan kepada orang ghaib (roh, penunggu, dsb.)

arwah. Sedekah yang diadakan untuk menghormati dan mendoakan orang

yang meninggal, bumi. Selamatan yang diadakan sesudah panen

(memotong padi) sebagai rasa syukur.

Upacara sedekah bumi ini berlangsung secara turun-temurun sejak

jaman dahulu. Tidak hanya menjadi ritual saja, tetapi sudah menjadi

bagian dari kehidupan masyarakat Jawa. Ritual sedekah bumi juga

merupakan salah satu cara dan sebagai simbol penghormatan manusia

terhadap tanah yang menjadi sumber kehidupan dan tempat dimana

manusia itu melangsungkan kehidupan.

Upacara sedekah bumi biasanya dilaksanakan pada waktu dan tempat

yang telah disepakati bersama oleh masyarakat tertentu, sesuai daerahnya

masing-masing. Saat kegiatan, masyarakat berkumpul dan melaksanakan

beberapa ritual dengan membawa sajian makanan yang telah disepakati,

dalam pelaksanaan ritual tersebut ada pembacaan doa-doa dengan

21

Wawancara pribadi dengan Miftah Sya‟roni, Bedanten, 05 Januari 2019. 22

Sigit Artono, Margono, Sumardi, Sri Murtono, Apresiasi Seni, Seni Tari, Seni Musik 1 SMA

Kelas KALI (Jakarta: Ghalia Indonesia Printis, 2007), h. 17.

Page 36: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

22

dipimpin oleh sesepuh adat. Adapun beberapa contoh pelaksanaan sedekah

bumi di beberapa daerah:

1) Sedekah Bumi (Nyadran) di masyarakat Sraturejo, Bojonegoro.

Nyadran dilaksanakan setelah masyarakat Sraturejo panen hasil

bumi secara serentak, dengan tujuan pertama, untuk mengungkap rasa

syukur kepada Allah swt., atas nikmat yang diberikan kepada

masyarakat dengan adanya hasil panen yang melimpah. Kedua, untuk

menghormati para leluhur yang telah berjasa dalam membuka lahan

(babat alas) sebagai tempat huni masyarakat sekaligus tempat untuk

mencari kehidupan. Ketiga, adanya pelaksanaan Nyadran dapat

memperkuat solidaritas antara masyarakat satu dengan lainnya.

Keempat, dilestarikannya budaya-budaya asli daerah. 23

2) Tradisi sedekah bumi masyarakat dusun Kalitanjung

Rutin diadakan pada bulan Sura, hari Kamis Wage dan Jum‟at

Keliwon yang berisi bersih-bersih desa, pagelaran wayang kulit

tentang ruat bumi dan acara puncak yaitu tradisi Sedekah Bumi, tradisi

ini rutin dilaksanakan sebagai ungkapan syukur masyarakat

Kalitanjung atas nikmat sehat, keberkahan, dan panen hasil bumi

(pertanian dan perkebunan) sebagai simbol sedekah kepada ibu pertiwi

(bumi) dan berbagai sedekahan kepada sesama warga masyarakat.

Sejarah pelaksanaan kegiatan tradisi Sedekah Bumi di Dusun

Kalitanjung dimulai tahum 1500 an Masehi.24

3) Sedekah bumi masyarakat Dusun Cisampih Desa Kutabumi Kabupaten

Cilacap

Perayaan adat sebagai wujud rasa syukur kepada Pencipta bumi

karena mereka tinggal di bumi dengan anugerahNya. Mereka sangat

bergantung kepada bumi untuk bercocok tanam, mendapatkan

makanan dan minuman serta melakukan aktivitas lainnya.25

23

Ichmi Yani Arinda R, Sedekah Bumi (Nyadran) sebagai konvensi tradisi Jawa dan Islam

masyarakat Sraturejo Bojonegoro, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2014. 24

Azka Miftahuddin. Skripsi. Penanaman nilai syukur dalam tradisi sedekah bumi di Dusun

Kalitanjung desa Tambak Negara Rawalo Banyumas, IAIN Purwakerto, 2016. 25

Furqon Syarif Hidayatullah, Sedekah Bumi Dusun Cisampih Cilacap, Jawa Tengah, Institut

Pertanian Bogor (IPB), 2013.

Page 37: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

23

Pelaksanaan tradisi Sedekah Bumi sangat berperan dalam

perwujudan melestarikan dan memelihara kebudayaan nasional, karena

di dalamnya terdapat pementasan wayang kulit agar tetap ada

walaupun harus bersaing dengan kebudayaan yang serba modern.26

Dari beberapa contoh upacara Sedekah Bumi, setiap Desa memiliki

keunikan dalam praktek Sedekah Bumi sesuai dengan tradisi yang

berlangsung di daerah masing-masing, termasuk di dalamnya

mengenai waktu, tempat, sajian, ritual kegiatan, dan sebagainya,

berbeda antara daerah satu dengan lainnya.

3. Tradisi Lain Masyarakat di Jawa

Tradisi yang turun temurun dilakukan masyarakat secara continue,

meskipun zaman terus berubah, masyarakat tetap tidak meninggalkan tradisi.

Memang segala sesuatu di dunia ini selalu berubah. Tak ada yang tetap dan

kekal. Akan tetapi, tradisi mengajarkan bahwa hal-hal yang baik akan selalu

kekal.27

Karena tradisi mengajarkan kepada sesama manusia untuk hidup

rukun, damai, gotong royong dan menyatukan kebersamaan di setiap

keberagaman.

Sebagaimana Indonesia yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 pada

masa pemerintahan Presiden Soekarno, melahirkan nilai-nilai dasar Negara

Kerakyatan Republik Indonesia yang terangkum dalam pancasila sebagai

bukti nyata dan tertulis sebagai ideologi dasar Negara Indonesia yang

menyatukan seluruh elemen masyarakat, dari berbagai macam agama.

Begitupun tradisi nenek moyang di Jawa, yang hidup di tengah-tengah

masyarakat Islam di Jawa senantiasa menyatukan masyarakat dari berbagai

macam elemen. Beberapa macam tradisi masyarakat yang terkait dengan apa

yang disebut sebagai selamatan, kenduri, atau shodaqohan (sedekahan).28

26

Puniatun, pelaksanaan tradisi sedekah bumi sebagai upaya untuk memelihara kebudayaan

nasional, Mahasiswa PPKN IKIP Veteran Semarang, 2010. 27

Korre Layun Rampan, Api Awan Asap AdakahMmuslim yang Kini sebagai Isyarat Kiamat?

(Jakarta: Grasindo, 2015), h. 26. 28

Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa (Yogyakarta: PT Suka Buku, 2010),

h. 27-29.

Page 38: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

24

Tabel 2.1

Tradisi Masyarakat yang Disebut sebagai Selamatan

No. Siklus Jenis Ritual Waktu Pelaksanaan

1. Kelahiran Ngupati atau

Ngapati

Kehamilan mencapai usia 120 hari (4

bulan)

2. Nglimani Kehamilan (pertama) mencapai usia 5

bulan

3. Mitoni atau

tingkeban

Kehamilan (pertama) mencapai usia 9

bulan

4. Brokohan Selamatan kelahiran bayi, pada hari bayi

lahir

5. Sepasaran Selamatan hari ke-5 kelahiran bayi,

pemberian nama dan aqiqahan. Biasanya

disertai dengan kenduri dan banca‟an

6. Tedhak Siti Selamatan anak usia 7 lapan (245 hari/

7kali35 hari).

7. Setahunan Selamatan ketika usia anak sudah 1 tahun

8. Perkawinan Kumbakarnan Selamatan setelah memusyawarahkan

segala hal yang akan dilaksanakan terkait

dengan upacara penikahan.

9. Pasang tarub Selamatan diadakan saat setelah masang

tarub pernikahan

10. Midadareni

dan

Majemukan

Selamatan malam upacara, sekaligus

pelaksanaan tebusan kembang mayang.

11. Walimaham Selamatan yang dilaksanakan saat

sesudah ijab qabul atau acara perkawinan

12. Sepasaran

Manten

Selamatan yang dilaksanakan pada hari

ke-5 dari ijab dan qabul

13. Kematian Sultanah Selamatan setelah mayat dikebumikan

14. Telung dina Selamatan hari ketiga setelah wafat

15. Pitung dina Selamatan hari ketujuh setelah wafat

16. Petangpuluh

dina

Selamatan hari ke- 40 setelah wafat

17. Satus dina Selamatan yang diadakan pada hari ke-

100 setelah wafat

18. Pendhak pisan Peringatan satu tahun pertama setelah

wafat

19. Pendhak

pindo

Peringatan dua tahun setelah wafat

20. Nyewoni Peringatan 1000 hari orang yang telah

wafat

21 Haul Selamatan peringatan tahunan bagi orang

yang telah wafat

Page 39: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

25

BAB III

DESKRIPSI WILAYAH DESA BEDANTEN KECAMATAN BUNGAH

KABUPATEN GRESIK

A. Profil Desa

Desa Bedanten adalah salah satu dari 22 yang terdapat di Kecamatan Bungah,

Kabupaten Gresik. Desa Bedanten memiliki beberapa produk unggulan yaitu:

kerupuk Mandala, kerupuk Ikan Payus, kerupuk Puli dan Kerudung. Desa

Bedanten hampir 90% masyarakatnya bekerja sebagai karyawan atau buruh

bangunan, sisanya sebagai petani sawah dan petani tambak(empang).

1. Sejarah Desa

Awal jejak Desa Bedanten ditemukan di Prasasti Canggu di Trowulan

yang ditulis pada tahun 1358. Desa Bedanten adalah desa yang cukup tua

karena disebutkan di Prasasti Canggu bahwa Desa Bedanten yang pada

mulanya bernama Madanten. Pada akhir masa jabatan Patih Gajah Mada

menerbitkan satu prasasti dari tembaga, untuk memberikan ketetapan

bahwasannya „Desa Bedanten pada waktu itu dibebaskan dari membayar pajak

termasuk wilayah merdikan‟, karena Desa Bedanten adalah wilayah pesisir

laut yang menghasilkan garam, garam ini sangat dibutuhkan pemerintahan

Majapahit dikala itu, karena warga Desa Bedanten banyak membantu

penyeberangan dari Utara ke Selatan secara cuma-cuma. Kerajaan Majapahit

pada waktu itu tidak menarik pajak tapi hanya dimintai sumbangan pada saat

Majapahit merayakan acara tahunan, masa ini masih era Hindhu Budha.1

Di perpustakaan Belanda tidak kurang dari 93 buku yang menyebutkan

nama Desa Bedanten. sehingga Desa Bedanten bisa dikatakan terkenal sejak

zaman Belanda. Desa Bedanten merupakan wilayah yang menjadi pelabuhan

kayu, wilayah perniagaan yang meninggalkan jejak sejarah berupa nama-nama

kampung yang ada di Desa Bedanten, kampung-kampung tersebut di

antaranya: kampung Pasar Pon pada zamannya merupakan wilayah

perdagangan yang amat besar, kampung Balo‟an adalah kampung khusus

tempat menampung balok kayu, kampung Bandaran yang memiliki arti

1 Wawancara pribadi dengan Pak Ghaffar, Bedanten 10 Januari 2019.

Page 40: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

26

pelabuhan di masa itu kampung ini merupakan tempat berlabuhnya kapal-

kapal penyebrangan, dan ada juga tempat-tempat lainnya yang menyebutkan

pada zaman Belanda, terdapat sebuah desa yang bernama Desa Bedanten.

Desa Bedanten merupakan tempat mengekspor kayu jati untuk di ekspor ke

luar negeri, dan desa ini juga memiliki banyak hewan buas semacam kera.2

Selain itu, ada beberapa peninggalan yang ditemukan warga Bedanten berupa

pecahan keramik yang telah diteliti, bahwa keramik tersebut bermasa sesuai

dengan kurun masanya dinasti Ming yang ada di Cina. Dan juga ditemukan

juga koin-koin tahun 1600an - 1800 an.3

2. Gambaran Geografis

a. Letak Wilayah

Desa Bedanten terletak di Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik. Desa

Bedanten ini berbatasan langsung dengan beberapa desa di sekitarnya. Batas

wilayah sebelah Utara adalah Desa Sungon Legowo, Sebelah Selatan adalah

sungai Bengawan Solo, Sebelah Timur adalah Sungai Bengawan Solo dan

sebelah Barat adalah Desa Sukorejo. Jarak antara pemerintahan Desa

Bedanten ke Kecamatan 1 m, dari pemerintahan Desa ke Kabupaten 18 km,

dan jarak dari pemerintahan Desa ke Provinsi 38 km.

b. Luas Wilayah

Luas wilayah desa Bedanten 1719.28 ha. Desa Bedanten terdiri dari 13

Rukun Tetangga (RT) dan 4 Rukun Warga (RW). Hal ini merupakan upaya

pemerintahan desa untuk mengenalkan masyarakat dan mengembangkan

sistem pemerintahan dan kesadaran akan pentingnya lembaga-lembaga kecil

yang hadir di tengah-tengah masyarakat.

Table 3.2

Pembagian Wilayah Administrasi

RW. I RW. II RW. III RW. IV

RT. 01 RT. 04 RT. 07 RT. 011

RT. 02 RT. 05 RT. 08 RT. 012

RT. 03 RT. 06 RT. 09 RT. 013

RT. 10

2 Wawancara pribadi dengan Abdul Majid S. pd.I, Bedanten 09 Januari 2019.

3 Wawancara pribadi dengan Khoirul Abidin, Bedanten 05 Januari 2019

Page 41: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

27

c. Topografi, Klimatologi, Geohidrologi, dan Tata guna Tanah

1) Topografi dan Klimatologi

Wilayah Desa Bedanten terletak pada ketiggian ±5 meter di atas

permukaan laut (DPL) dan wilayahnya terbagi menjadi dua bagian, sebelah

timur dataran rendah dan sebelah barat dataran tinggi.

2) Geohidrologi

Sumber mata air di Desa Bedanten berasal dari sumur galian dan

sumur pompa. Ada sekitar 229 Keluarga yang menggunakan sumur gali,

dan 500 Keluarga yang menggunakan sumur pompa. Sedangkan untuk

irigasi pertanian sebagian besar memanfaatkan air sungai yang mengalir di

kali sawah dan memanfaatkan air hujan. Hanya sedikit petani yang

menggunakan sumur pompa untuk pengairan irigasi pertaniannya.

3) Tata Guna Tanah

Penggunaan lahan tanah Desa Bedanten meliputi untuk pemukiman

atau rumah seluas 298.14 ha, selebihnya digunakan untuk bangunan

umum. Adapun bangunan umum tersebut ialah:

a) Lapangan sepak bola

b) Empat gedung sekolahan Lembaga Pendidikan Ma‟arif NU

Mamba‟ul Ulum.4 Saat ini Desa Bedanten memiliki empat

bangunan sekolahan mulai dari bangunan sekolahan KOBER, TK,

MI, MTS, dan MA. Kecuali bangunan perguruan tinggi, di Desa

Bedanten masih belum ada. Adapun keterangan sederhana dari

empat bangunan sekolahan yang ada di Desa Bedanten di

antaranya:

4 Pada tahun 1956 madrasah di Desa Bedanten mulai dibangun di depan Masjid Baitul

Muttaqin. Pada mulanya tempat yang didirikan sekolahan TK dan Madrasah merupakan tempat

dimana selalu diadakan pementasan Wayang, Jaran Kepang, Pencak Silat, dll. Pada tahun 1960,

sekolahan mulai tertata kelas per kelas. Sistem sekolah saat itu murid duduk lesehan

mendengarkan guru sedang menerangkan seperti ngaji, baju pun masih bebas, dan memakai alas

kaki sandal, serba seadanya. Pada tahun 1961 sekolahan mulai mempunyai aturan. Karena

sekolahan dasar (SD) dan Madrasah sudah didirikan, maka pada tahun 1961 semua orang

diwajibkan untuk bersekolah. Tahun 1966 warga mulai mengikuti aturan yang telah ada, hampir

semua warga bersekolah di TK dan Madrasah yang dirintis oleh Kyai H. Fatah Abdul Aziz. Kyai

Haji Fatah Abdul Aziz adalah salah satu kyai sepuh dan juga pengasuh langgar (tempat para santri

untsuk menimba ilmu) di JL. Maskumambang. Wawancara Pribadi dengan K.H. Fatah, Bedanten,

06 Juni 2018.

Page 42: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

28

Sekolah kelompok bermain (KOBER) dan TK Muslimat NU 125

yang berada di jalan Arjuno RT 09 RW 03, TK ini dibangun sejak

tahun 1960 an, terbukti dari nama TK tersebut “TK Muslimat NU”,

dikepalai oleh Ibu Wiwin Astutik, dan memiliki lima Guru, enam

ruang kelas, satu ruang guru, satu ruang kepala sekolah, satu ruang

koperasi, dua kamar mandi/ wc guru dan siswa, dan taman bermain

anak-anak.

Madrasah Ibtida‟iyah yang berada berdekatan langsung dengan

bangunan sekolah KOBER dan TK Muslimat NU 12, luas

bangunan TK dan KOBER ini sekitar 456 meter2, dan memiliki

kurang lebih 206 siswa/ siswi, dengan Sembilan ruang kelas, satu

laboratorium, satu perpustakaan, dua kamar mandi/ wc guru, enam

kamar mandi/ wc siswa, satu ruangan guru, satu ruangan kepala

sekolah, dan satu ruang tamu. Madrasah Ibtida‟iyah memiliki enam

belas guru tetap, satu guru PNS diperbantukan dan dua staf tata

Usaha.

Madrasah Tsanawiyah Mamba‟ul Ulum, sekolahan yang

berhadapan langsung dengan masjid Baitul Muttaqin, tepatnya di

Jl. Raya Masjid No. 26. MTS Mamba‟ul Ulum Bedanten berdiri

tahun 1972 dengan menempati fasilitas/ sarana gedung sendiri.

Lembaga Pendidikan Ma‟arif NU Madrasah Aliyah Mamba‟ul

Ulum. Berada di samping lapangan sepak bola dan berdekatan

dengan Pesantren Mamba‟ul Ulum tepatnya berada di alamat

Gedung Pemuda (makam) RT. 10 RW. 03.

3) Satu Masjid Jami‟ yang bernama “Masjid Jami‟ Baitul Muttaqin”.

Masjid ini berada di JL. H. Thohir RT. 04 RW 02. Bangunan Majid

Baitul Muttaqin memiliki luas tanah sekitar 1.100 m2 tanah tersebut

adalah tanah wakaf dari warga.

4) Delapan Mushollah di antaranya:

a) Mushollah Al-Khusaini yang sering disebut masyarakat dengan

Mushollah Mbah Uri, Mushollah ini berada di JL. Al-Khusaini.

5 TK 12 Muslimat yang dibangun oleh Kyai Haji Fatah, perjuangan untuk mendirikan

sekolahan di Desa Bedanten dengan menjual salah satu perhiasan istri beliau.

Page 43: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

29

b) Mushollah Al-Faruq Mushollah yang baru dibangun, lokasi

Mushollah al-Faruq berada dekat dengan makam Mbah Sayyid

Husaini.

c) Mushollah Roudlotul Muta‟allimin, selain digunakan untuk Shalat,

Mushollah Roudlotul Muta‟alimin adalah tempat untuk para santri

menimba ilmu, karena TPQ, Madrasah Diniyah dan Pondok

Pesantren disediakan di Mushollah Roudhotul Muta‟alimin, atau

biasa masyarakat menyebut dengan nama Langgar pak Kyai Haji

Said.6

d) Mushollah Roudlotul Hidayah berlokasi di Jl. Arjuna.

e) Mushollah kyai Haji Fatah, berada di Jl. Maskumambang, RT 011

RW 04, Mushollah ini berada dekat dengan langgar (tempat para

santri untuk menimba ilmu) di langgar ini juga mempunyai TPQ

dan Madrasah Diniyah.

f) Mushollah Nurul Falah berada di Kampung bagian Utara dari desa

Bedanten, Mushollah Waqof An-Nur yang berada di JL. Pasar Pon

di bagian Selatan dari Desa Bedanten.

g) Mushollah Nurul Huda berada di JL. Balo‟an paling ujung dari

Desa Bedanten dan berdekatan dengan desa Sukorejo”.

h) Dua pesantren, yaitu sebelah Utara sebagai pengasuh K.H. Abdul

Hakim dan HJ. Mutmainnah, putra dari Kyai Haji Fatah Abdul

Aziz. Pesantren tersbut bernama Pondok Pesantren Mamba‟ul

Ulum, dan di sebelah Selatan sebagai pengasuh adalah K.H.

Rofiqul Amin putra dari Kyai Sa‟id

i) Satu Poli klinik

j) Lahan untuk pemakaman memanjang di sebelah barat Desa.

k) Lahan persawahan mempunyai luas sekitar 15 ha.

d. Sarana dan Prasarana

Sarana transportasi umum yang melintas di Desa Bedanten ini jarang

sekali ada, kalau pun ada itu dari kecamatan atau memanggil ke rumah

pemilik transportasi. Adapun transportasi umum yang tersedia di Desa

6 Kyai Haji Sa‟id adalah salah satu kyai di desa Bedanten, kyai sepuh dan juga pengasuh

langgar (tempat para santri untuk menimba ilmu), yang bernama langgar Roudhotul Muta‟alimin.

Page 44: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

30

Bedanten yaitu becak, dan ojek. Kesehariannya warga menggunakan

kendaraan pribadi untuk menjalankan rutinitas sehari-hari. Kondisi jalan di

Desa Bedanten seluruhnya sudah beraspal. Kondisi jaringan listrik penduduk

Desa Bedanten seluruhnya sudah ada jaringan. Jaringan telekomunikasi di

Desa Bedanten juga cukup maju, meskipun di bagian Utara Desa Bedanten

jaringan telekomunikasi sedikit susah. Namun hampir setiap penduduk sudah

memiliki jaringan telekomunikasi. Dan alat elektronik di Desa Bedanten sudah

tidak asing lagi, hampir semua penduduk memiliki alat elektronik, seperti: tv,

leptop, netbook, handphon dan lain sebagainya.

B. Kondisi Sosial Kebudayaan dan Keagamaan

1. Penduduk

Jumlah penduduk Desa Bedanten sebanyak 3.166 Jiwa, terdiri dari

1.587 Laki-laki dan 1.579 Perempuan. 969 kepala keluarga 874 kk laki-

laki dan 95 kk perempuan.

Tabel 3.3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia

Usia Laki-laki Perempuan Jumlah

0-10 270 266 536

11-20 300 312 612

21-30 239 225 464

31-40 195 174 369

41-50 179 184 363

51-60 223 215 438

61-ke Atas 186 198 384

Jumlah 1.592 1.574 3.166

Tabel 3.4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Tingkatan Laki-laki Perempuan Jumlah

TK/ Kober 39 47 86

MI 157 151 308

MTS 111 110 221

MA 79 74 153

AKADEMI 3 12 15

SARJANA 50 70 120

Putus Sekolah 12 24 36

Page 45: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

31

Di wilayah Desa Bedanten terdapat lembaga pendidikan formal

diantaranya: 1 Kelompok Bermain (KOBER), 1 TK, 1 MI, 1 MTS, 1 MA,

2 TPQ, 2 Madrasah Diniyah, dan 2 Pondok Pesantren. Belum ada

perguruan tinggi di Desa Bedanten.

Mata pencaharian penduduk Desa Bedanten sebagian besar, bahkan

hampir 90% adalah pekerja pabrik, karyawan, buruh, tukang bangun

rumah, Guru, PNS, kerajinan, wirausaha, dan pengusaha. Sebagian kecil,

sekitar 10 % dari penduduk Desa Bedanten bekerja sebagai Petani Sawah

dan tambak (empang).7

2. Agama

Penduduk Desa Bedanten mayoritas memeluk agama Islam, dan 3

orang yang memeluk agama Kristen. Sebagian besar penduduk Desa

Bedanten yang beragama Islam berafiliasi ormas Nahdhatul Ulama. Selain

itu, ada juga penduduk yang berafiliasi ormas Muhammadiyah, karena

dominan ber-ormas NU, untuk menjalin rasa saling menghormati warga

yang ber-ormas Muhammadiyah ikut serta dalam setiap kegiatan ke-NU-

an.

3. Budaya

Desa Bedanten masih memiliki budaya dan adat istiadat di antaranya:8

a. Adat istiadat dalam perkawinan

b. Adat istiadat dalam kelahiran anak

c. Adat istiadat dalam upacara kematian

d. Adat istiadat dalam tanah pertanian

e. Adat istiadat dalam memecahkan konflik warga

f. Adat istiadat dalam menjauhkan bala‟ penyakit dan bencana alam

g. Budaya halal bi halal

h. Budaya tahlilan setiap malam Jum‟at di setiap RT

i. Budaya tahlilan untuk orang meninggal

j. Budaya saling mendoakan

7 Wawancara Pribadi dengan Pak Masbukhin, 10 Januari 2019

8 Adat istiadat adalah “cara-cara bertindak sesuai kebiasaan kelompok atau individu” dan

budaya adalah “kebiasaan dan ritual yang mengatur dan menentukan hubungan sosial kita

berdasarkan kehidupan sehari-hari.”

Page 46: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

32

k. Budaya sholawatan,

l. Budaya pelestarian seni hadrah

m. Budaya pembacaan al-Qur‟an secara bersama-sama

n. Budaya majlis ilmu (kajian seputar sejarah dan ngaji kitab)

o. Budaya mendoakan orang yang telah meninggal.

4. Tradisi Masyarakat

Tradisi yang secara konsisten dilaksanakan di Desa Bedanten di antaranya:

a. Tasyakuran walimatul Arusy, sehari sebelum acara akad nikah,

tasyakuran diadakan dengan membaca Sholawat. Setelah dilangsungkan

akad nikah, kemudian diadakan resepsi dengan rangkaian acara serah

terima mempelai, pembacaan ayat suci al-Qur‟an, mahallul qiyam, dan

ceramah agama (موئضة حسنة ).

b. Pendak pasar, setelah acara pernikahan lima hari dilakukan acara pendak

pasar, karena hari di bulan jawa ada lima yaitu: pahing, pon, wage,

kliwon, legi.

c. Tingkepan/ merocoti/ ngeruja‟i, atau 7 bulan saat seorang ibu

mengandung janin di dalam perutnya. Masyarakat melaksanakan acara

tersebut dengan rangkaian acara: membaca surah Maryam jika bayi

terlahir perempuan bayi tersebut akan cantik dan membaca surah Yusuf

jika bayi lahir laki-laki bayi tersebut akan tampan, kemudian doa dan

pembagian berkat. Di dalam berkat disediakan jajanan perocot (makanan

yang terbuat dari ketan dibungkus daun pisang memanjang, bungkusan

daun pisang tersebut dibuka sebelah sebagai doa isyarah agar kelak saat

bayi dilahirkan dengan lancar), rujak yang salah satu isi rujak tersebut

adalah timun, warga meyakini timun ini sebagai doa isyarat agar kelak

anak terlahir di dunia memiliki gigi yang putih dan bagus seperti buah

mentimun. Dalam proses acara tingkeban juga disediakan dan diletakkan

di depan penduduk yang hadir dalam acara tingkeban berupa minyak

goreng dan kelapa muda yang digambar dan diberi nama si bayi yang

akan lagi.

d. Selametan atau walimatul tasmiyah, pemberian nama, acara ini

dilaksanakan pada hari ke tujuh atau hari ke empat belas, atau hari ke

Page 47: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

33

duapuluh satu setelah kelahiran si bayi ke dunia ini. Rangkaian

selametan ini meliputi, pembacaan mahalul qiyam kemudian si bayi

digendong dan dikelilingkan kepada warga yang hadir di acara tersebut,

warga meniup ubun-ubun si bayi dan mengusapnya dengan membaca

bismillah dan shalwat, disediakan gunting agar warga yang hadir

melakukan pemotongan rambut bayi yang nantinya rambut tersebut akan

ditimbang dan dihargai sebagaimana harga emas, kemudian

disumbangkan kepada anak Yatim. Bagi orang tua yang mampu

sekaligus melakukan aqiqahan saat pemberian nama, dengan memotong

dua Kambing untuk bayi laki-laki dan satu Kambing untuk bayi

perempuan.

e. Tasyakuran (Pindah Rumah) dengan rangkaian acara membaca Sholawat

dan doa.

f. Dul Kadiran9 (selametan akan berangkat Haji), dengan membaca

istighasah bersama.

g. Walimatul safar Tasyakuran Haji setelah pulang haji (njamu) dengan

membaca sholawat Haji.

h. Kalau ada orang yang meninggal dunia, hari pertama langsung

dilaksanakan selametan sultanah (geblake mayit) rangkaian acaranya

adalah membaca tahlil. Dan juga setiap hari selama 7 hari diadakan ngaji

(membaca tahlil) untuk bapak-bapak diadakan setelah maghrib dan

untuk ibu-ibu diadakan siang harinya. Selametan tiga harian, tujuh

harian, empat puluh harian , selametan genap seratus hari, seribu hari,

ẖaul yang diadakan genap setiap setahun sekali.

i. Selametan sawah, saat panen pemilik sawah membawa tumpeng ke

sawah dan mengundang petani yang saat itu ada di sawah agar mendekat

untuk membacakan doa-doa, kemudian memakan tumpeng yang telah

dibawa si pemilik sawah.

j. Halal bi ẖalal, pada tanggal ke 3 bulan syawal, diadakan di Balai Desa,

dengan acara kegiatan pencak silat yang dihadiri seluruh warga desa.

9 Dul Kadiran adalah selamatan yang diadakan ketika seseorang akan berangkat haji sebagai

bentuk syukur sekaligus doa agar selama perjalanan haji selamat sampai kembali ke rumah.

Page 48: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

34

k. Halal bi ẖalal setelah shalat hari raya Idul Fitri, diadakan di masing-

masing Mushollah dengan rangkaian acara, istighasah, tahlil, doa,

sambutan, berjabat tangan.

l. Haul Akbar Jama‟ah al-khidmah, diadakan pada setiap bulan Idul Adha,

dihadiri warga se-Jawa Timur.

m. Maulid Nabi setiap bulan Maulid, diadakan di masing-masing

Mushollah, dan diadakan di Masjid yang dihadiri seluruh warga desa,

dengan menghadirkan penceramah Agama.

n. Lailatul Ijtima‟, diadakan setiap bulan di Masjid, dengan rangkaian acara

istighasah, shalat ghaib, mahalul qiyam, sambutan-sambutan.

o. Pada bulan Nisfu Sya‟ban tanggal 15 atau dengan nama lain selametan

kupat lepet, dengan acara membaca yasin 3kali di masing-masing

Mushollah dan masjid.

p. Rebo Wekasan, diadakan di hari Rabu terakhir bulan Safar, biasanya

diadakan di Mushollah-mushollah dengan rangkaian acara membaca al-

Qur‟an hinggah khatam.

q. Tahlil mingguan setiap RT, baik bapak-bapak maupun ibu-ibu, diadakan

bergilir di rumah warga, pada hari Kamis malam Jum‟at bagi bapak-

bapak, hari bebas (Selasa malam rabu atau Jum‟at malam Sabtu, atau

hari lainnya) untuk pengajian ibu-ibu

r. Pembacaan sholawat Diba‟10

setiap hari Jum‟at sore bergilir di

Mushollah-mushollah

s. Setiap hari Jum‟at pagi juga diadakan tadarus al-Qur‟an di masing-

masing Mushollah dan di Masjid.

Bentuk budaya gotong royong pada masyarakat Desa Bedanten:

a. Gotong royong dalam pembangunan rumah

b. Gotong royong dalam pengolahan tanah

c. Gotong royong dalam pembiayaan pendidikan anak

sekolah/kuliah/kursus

d. Gotong royong dalam pemeliharaan fasilitas umum dan fasilitas

sosial/prasarana dan sarana

10

Shalawat dhiba‟ adalah pembacaan shalawat Nabi Muhammad saw. dan rawinya

Page 49: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

35

e. Gotong royong pemberian modal usaha

f. Gotong royong dalam pengerjaan sawah dan kebun

g. Gotong royong dalam penangkapan ikan dan usaha peternakan

h. Gotong royong dalam menjaga ketertiban, ketentraman dan keamanan

i. Gotong royong dalam peristiwa kematian

j. Gotong royong menjaga kebersihan Desa/Kelurahan

k. Gotong royong membangun jalan/jembatan/saluran air/irigasi

l. Gotong royong dalam pemberantasan sarang nyamuk

m. Gotong royong dalam kesehatan lingkungan. Dan sebagainya.

5. Kesehatan

Sarana dan Prasarana Kesehatan Masyarakat Desa Bedanten memliki

tiga unit Posyandu, dengan lima belas kader aktif Posyandu, satu Pembina

posyandu. Memiliki tiga belas Dasawisma, dengan pengurus Dasa Wisma

aktif tiga puluh sembilan orang. Selain itu tiga belas kader aktif bina

keluarga balita. Tiga puluh sembilan petugas lapangan aktif keluarga

berencana.

6. Kedaulatan Politik Masyarakat

Atas dasar kesadaran berpemerintahan, berbangsa dan bernegara,

pemerintahan Desa Bedanten melaksanakan kegiatan-kegiatan

sebagaimana berikut: Kegiatan pemantapan nilai Ideologi Pancasila

sebagai Dasar Negara, kegiatan pemantapan nilai Bhinneka Tunggal Ika,

kegiatan pemantapan kesatuan bangsa lainnya.

7. Lembaga Kemasyarakatan

Adapun termasuk dalam organisasi anggota lembaga kemasyarakatan

desa/ kelurahan diantaranya: RT, RW, PKK, LKMD/K, LPM, Karang

Taruna, Bumdes, Lembaga Adat, Kelompok Tani dan lembaga lainnya.

Organisasi anggota LKD/LKK termasuk PKK, PM/LKMD/K, Karang

Taruna, RT, RW, kelompok tani dan organisasi lainnya. Memperoleh

alokasi anggaran, kantor dan ruangan kerja, dan dukungan pembiayaan,

personil dan ATK untuk Sekretariat LKD/LKK dari APB-Desa dan

Anggaran Kelurahan/APBD.

Page 50: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

36

C. Sejarah Tradisi Pleretan

Kembali kepada masa penyebaran Islam di Desa Bedanten. Dahulu para

leluhur menyebarkan Islam melalui tradisi. Salah satu tradisi tersebut ialah

haul dan sedekah bumi, ketika itu masyarakat Desa Bedanten menyebut

dengan nama Pleretan11

, dan sebagian masyarakat menyebut dengan nama

Bari‟an12

. Tradisi ini akan diadakan jika terjadi penyakit ataupun kesurupan

terhadap masyarakat, kemudian warga melaporkan kejadian tersebut kepada

pak Mudin.13

Pak Mudin langsung mengumumkan atau woro-woro kepada

warga agar esok hari diadakan Pleretan/ Bari‟an. Waktu itu dalam pelaksanaan

Pleretan dibacakan surah Yāsīn, tahlil, dan doa. Warga membawa makanan

pleret dalam wadah nampan yang nantinya setelah selesai acara pleret tersebut

dibagi-bagikan dan dimakan bersama-sama.14

Sementara itu tradisi ini sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, sebelum

tahun 1947 M, dan sebelum para PKI membunuh orang-orang di Madiun,

warga masih sering mengalami kesurupan, ada juga warga yang sakit dan

tidak kunjung sembuh, yang kemudian warga tersebut meminta agar dibikinin

pleret.15

Pada waktu itu Pleretan diadakan di lokasi makam Mbah

Maskumambang16

, setelah terjadi pergeseran zaman, Pleretan tidak diadakan lagi di

makam Mbah Maskumambang, karena warga sekitar sudah tidak mengalami sakit

ataupun kesurupan lagi. Dan Bari‟an diadakan di lokasi makam Mbah Sayyid

Husaini17

. Selain itu, penyebaran Islam di Desa Bedanten juga melalui tradisi

11

Pleretan merupakan sebuah tradisi ritual berupa selametan sekaligus merawat arwah para

leluhur yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang. 12

Bari‟an berasal dari bahasa Arab, yaitu Bara’ah yang artinya suci dari dosa, bebas atau

membebaskan diri dari dosa-dosa dengan cara berdoa bersama. Masyarakat meyakini dengan

diadakannya Bari‟an atau Pleretan, warga akan terbebas dari bala‟(bahaya). 13

Mudin adalah kepala desa waktu itu atau tokoh masyarakat yang dipercaya dalam urusan

keagamaan. 14

Wawancara pribadi dengan Abdul Majid S.Pd.I, Bedanten 09 Januari 2019. 15

Pleret merupakan makanan yang menjadi simbol dari tradisi Pleretan, Wawancara pribadi

dengan KH. Fatah Abdul Aziz, Bedanten, 06 Juni 2018. 16

Lokasi makam berada di sekitar Pemakaman Umum, tidak jauh dari perkampungan warga

yang berada di JL. Maskumambang Rt. 12 Rw. 04. Tidak ada bangunan sekitar makam. Tidak ada

yang mengetahui siapa sebenarnya Mbah Maskumambang, dan warga hanya mengetahui bahwa

Mbah Mambang adalah Sesepuh Desa yang sakti. Wawancara pribadi dengan HJ. Fatah Abdul

Aziz, Bedanten 2019. 17

Makam Mbah Sayyid Husaini berada di Komplek Makam belakang bangunan Balai Desa,

di samping makam Mbah Sayyid Husaini disediakan bangunan Pendopo untuk para penziarah,

Page 51: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

37

pementasan Wayang dan Pencak Silat. Pementasan Wayang dan Pencak Silat

ini diadakan di lokasi makam Mbah Kemedum18

, konon jika tidak diadakan

pementasan Wayang, maka buaya yang berada di sungai Bengawan Solo akan

muncul ke daratan.19

Dan pada bulan September 2019 lokasi sekitar makam

Mbah Kemedum dibangun sebuah Pendopo. Pendopo ini diresmikan dengan

dibuka pembacaan khotmul Qur‟an, dan diadakan juga kegiatan-kegiatan

lainnya untuk memperkokoh tradisi yang hampir punah.20

Setelah adanya G30S/PKI pada tahun 1965 M tradisi Pleretan tidak lagi

sering diadakan, karena tidak ada lagi warga yang terserang penyakit. Sampai

pada tahun 2003 ada sekelompok pemuda, sekelompok anak muda tersebut

berinisiatif membersihkan rumput-rumput yang ada di sekitar makam Mbah

Sayyid Husaini, dan membangun jalanan dengan menggunakan bahan-bahan

bangunan seadanya, kemudian pak Lurah mengetahui hal tersebut, lalu

sekelompok anak muda tersebut mendapat dukungan dari pak Lurah,

kemudian pak Lurah menambahkan dana untuk tambahan semen. Sejak saat

itu, pak Lurah menyarankan sekelompok anak mudah tadi untuk sowan atau

mengunjungi sesepuh Desa Bedanten salah satunya yaitu H. Sofwan, alm.

Sekelompok anak mudah tersebut mendapatkan persetujuan untuk merawat

dan melestarikan makam Mbah Sayyid Husaini. Dari sini mulai digagas

kembali dan dimusyawarahkan serta dibentuklah suatu organisasi bernama

Pelestari Makam Penggede Desa Bedanten yang diketuai oleh Miftah

Sya‟roni. Sesepuh Desa dan Pemerintahan Desa memusyawarahkan tentang

hal ini. Dapat diputuskan pada masa kelurahan H. Sayuti, bahwa Pleretan atau

Bari‟an diadakan dan bercampur di satu lokasi yaitu di makam Mbah Sayyid

Husaini, dan Pleretan/ Bari‟an diberi nama baru yaitu Haul Penggede dan

Sedekah Bumi Desa Bedanten.21

selain untuk para penziarah Pendopo tersebut biasanya digunakan warga untuk beberapa kegiatan

rutin. 18

Mbah Kemedum atau Mahdum adalah seseorang yang dikenal dengan kewaliannya di Desa

Bedanten. Makamnya terletak di pinggiran sungai Bengawan Solo, berlokasikan di belakang

bangunan sekolahan Madrasah Tsanawiyah Mambaul Ulum. Namun, saat ini makamnya berada di

kedalaman sungai Bengawan Solo (makam Mbah Mahdum kecemplung ke sungai akibat adanya

erosi yang menyebabkan tanah di tepi sungai longsor). 19

Wawancara pribadi dengan Miftah Sya‟roni, Bedanten 07 Juni 2018. 20

Wawancara pribadi dengan Miftah Sya‟roni, Bedanten, 13 April 2019. 21

Wawancara Pribadi dengan Khoirul Abidin, Bedanten, 05 Januari 2019.

Page 52: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

38

Dalam pandangan tokoh masyarakat Desa Bedanten termasuk lapangan

Wali, artinya banyak para Wali yang diutus Allah untuk menyebarkan agama

Islam di Desa Bedanten. Salah satunya yaitu Mbah Sayyid Husaini yang

merupakan orang berilmu dan ditakuti masyarakat. Di Desa Bedanten inilah

Mbah Sayyid Husaini mengadakan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan

keagamaan.22

Tabel 3.5

Rangkaian Kegiatan di Pendopo Makam Mbah Sayyid Husaini

No Waktu Kegiatan

1. Malam Jum‟at Legi Lailatul Istighasah (Istghasah, Khotmul

Qur‟an, Yasin, Talil, Doa) untuk umum

1. Malam Rabu Waqiahan untuk laki-laki

2. Ahad Pagi Tadarus al-Qur‟an yang dipimpin H.

Zakariyah untuk laki-laki

4. Malam Ahad, ba‟da

Maghrib

Ngaji Kitab yang diajar oleh K.H. Rofiqul

Amin untuk umum

5. Rabu Pahing Manaqib al-Hidmah

6. Tiga bulan sekali Terbangan

7. Kamis Keliwon pagi Khotmul Qur‟an Ibu-ibu

Dari beberapa kegiatan di atas, masih ada beberapa waktu kosong untuk

mengadakan kegiatan lainnya di Pendopo makam Mbah Sayyid Husaini, Ketua

Pelestari Makam Penggede Desa menawarkan kepada masyarakat, untuk

mengadakan kegiatan tambahan di area Pendopo. 23

Selain Pendopo, juga didirikan Mushollah yang berada di sebelah Barat

Pendopo. Mushollah tersebut bernama Mushollah Al-Faruq, biasanya digunakan

warga setempat dan para penziarah untuk shalat. Baik secara berjamaah maupun

tidak.

22

Wawancara pribadi dengan KH. Fatah Abdul Aziz, Bedanten, 06 Juni 2018. 23

Tawaran tersebut memiliki dua syarat, yaitu berupa kegiatan yang mengamalkan amalan

Nahdhiyyin dan waktu pelaksanaan yang tidak berbenturan dengan kegiatan lainnya.Wawancara

pribadi dengan Miftah Sya‟roni, Bedanten, 13 April 2019.

Page 53: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

39

Selain makam Mbah Sayyid Husaini, Mbah Maskumambang, Mbah

Kemedum atau Mahdum24

, masyarakat juga mempercayai beberapa makam

sesepuh atau leluhur yang dikenal dengan kesaktian (karomah) dan keilmuannya

(sebagai seorang wali), di antaranya:

Mbah Ngabar dengan nama lain yaitu Maulana Kholiq Akbar sesepuh yang

dikenal karomahnya oleh masyarakat. Makamnya berada di sebelah Barat

dari Komplek Makam. Masyarakat setempat meyakini bahwa ada dua

Makam Mbah Ngabar. Pertama ada di bawah pohon Mangga tepat di

sebelah Barat komplek Makam, di sini disediakan Pendopo dan satu kendi

air untuk para penziarah, tidak ada kegiatan apapun di makam ini selain

orang yang hadir untuk ziarah. Kedua berada di pertengahan tanah antara

Desa Sukorejo, Bedanten, Ngindro Delik, dan Lebak Sari. Makam ini biasa

disebut masyarakat dengan sebutan buyut cukul (tumbuh) karena dengan

tiba-tiba muncul sepasang batu nisan dari tanah, maka disebutlah buyut

cukul (tumbuh).25

Di makam yang kedua ini juga didirikan Pendopo untuk

para penziarah biasanya yang ziarah di makam Mbah Ngabar kebanyakan

adalah Kyai-kyai besar yang mengetahui kewalian Mbah Ngabar, Haul dan

Sedekah Bumi juga diadakan di lokasi ini pada setiap hari Jum‟at Pahing di

bulan Sya‟ban, biasanya yang hadir adalah warga masyarakat desa yang

berada disekitar lokasi pemakaman..

Mbah Umar Khottob,26

Sebelumnya warga setempat belum mengetahui

dimana lokasi sebenarnya makam Mbah Umar Khottob dan Mbah Zainab.

24

Seseorang telah menceritakan kepada penulis, bahwa dahulunya sebelum tanah di pinggiran

sungai longsor akibat erosi, makam Mbah Kemedum pernah hampir dipindahkan ke dataran yang

tinggi. Namun setiap akan dipindahkan selalu gagal sampai makam Mbah Kemedum terjatuh ke

sungai. Menurut warga setempat menyampaikan bahwa ada sebuah ramalan yang menjelaskan,

sungai Bengawan Solo akan terus terjadi erosi hingga makam yang berada di pinggiran sungai

longsor (kecemplung masuk di kedalaman sungai), jika kejadian tersebut terjadi sungai Bengawan

Solo berhenti bererosi. Dan kenyataannya seperti itu, kini sungai Bengawan Solo di sekitar Desa

Bedanten tidak bererosi seperti zaman dahulu yang hampir setiap hari terjadi erosi. Wawancara

pribadi dengan Sebowarno, pada tanggal 17 Juli 2019. 25

Wawancara Pribadi dengan Cak Mad, Pendopo Ngabar, 12 April 2019. 26

Berdasarkan penemuan penulis setelah berdiaolog dengan warga, bahwasannya dijelaskan

di dalam buku pak Hayyan terdapat dua makam suami istri, tertulis di batu nisannya bernama

Katab dan Zainab. Ke dua makam tersebut adalah keturunan dari Nabi Muhammad saw. yang ke

25. Makamnya berada di pojok Barat sebelah Selatan dengan ditandai dua pohon besar. Logat

bahasa yang berbeda dari generasi ke generasi, gaya bahasa lisan yang sesuai dengan daerah.

Makam yang bernama Kattab yang sebenarnya memiliki nama asli Umar Khottob. Wawancara

pribadi dengan Bapak Karso, Pendopo Ngabar, 12 April 2019.

Page 54: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

40

Ketika itu masyarakat bisa tahu keberadaan makam dzuriyah Nabi saat

musim panas melanda Desa Bedanten dan terjadi kebakaran di Komplek

Makam bagian Selatan. Anehnya hanya ada dua makam yang tidak memiliki

bekas kebakaran (kedua makam tersebut tidak dilewati api yang membakar

makam-makam disekitarnya), beberapa warga mengecek dan melihat batu

nisan dari kedua makam tersebut. Benar kedua makam tersebut adalah

makam Mbah Umar Khottob dan Mbah Zainab. Di makam ini tidak ada

kegiatan apapun selain orang-orang yang datang untuk berziarah, karena

makam Mbah Umar Khottob dan istri baru ditemukan sekitar tahun 1990 an.

Page 55: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

41

BAB IV

PEMBACAAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN

DALAM TRADISI PLERETAN DI DESA BEDANTEN KECAMATAN

BUNGAH KABUPATEN GRESIK

A. Tradisi Pleretan

1. Waktu Pelaksanaan

Ada alasan dalam setiap penentuan waktu. Khususnya dalam menentukan

waktu, orang Jawa selalu memiliki patokan hari pasaran, atau lainnya sebagai

doa isyarat. Seperti dalam menentukan hari perayaan pernikahan yang

berpedoman pada pasaran hari Jawa yang biasa disebut Weton. Pada tradisi

leluhur yang telah lama tidak diadakan, kemudian diadakan kembali, sehingga

butuh cara dalam menentukan waktu secara bijaksana. Sejak tahun 2003 M

diadakan pada hari Jum‟at pertama pada bulan Sya‟ban (Ruwah). Kenapa hari

Jum‟at pertama bulan Sya‟ban?, karena Jum‟at merupakan hari baik untuk

datang ke Makam. Jum‟at pertama merupakan bulan muda dan penuh

semangat sehingga warga bisa lebih berbondong-bondong untuk datang ke

tradisi Pleretan. Sedangkan diadakan pada bulan Sya‟ban dikarenakan bulan

selanjutnya adalah bulan Romadhan, saat memasuki bulan Romadhan pada

umumnya orang Jawa melakukan besik nyambang kuburan (ziarah ke makam

keluarga dan mendoakan mereka yang sudah meninggal). Dari keumuman

yang dilakukakn masyarakat sehingga ditetapkan waktu Pleretan secara resmi

yaitu pada bulan Sya‟ban. Islam membenarkan jika kalau akan memasuki

bulan Ramadhan, sebaiknya mulai untuk mempersiapkan diri, memperbanyak

istighfar dan termasuk juga mendoakan orang yang telah meninggal.1

Tradisi ini dimulai kembali setelah sekian tahun tidak diadakan. Guna

menyatukan seluruh elemen masyarakat Desa Bedanten dan menjaga serta

melestarikan tradisi, tradisi Pleretan diadakan di kompleks makam Mbah

Sayyid Husaini, lokasi ini merupakan tempat yang cukup strategis dan luas,

untuk menampung keseluruhan masyarakat Desa Bedanten yang hadir dalam

tradisi Pleretan. Dari kegiatan ini masyarakat yang tidak mempunyai

1 Wawancara pribadi dengan Bapak Khoirul, Bedanten: 05 Januari 2019

Page 56: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

42

kesempatan untuk berziarah kubur ke makam Mbah Sayyid Husaini

khususnya dapat juga memanfaatkan moment penting ini sebagai ungkapan

rasa syukur dan bagian dari ngalap berkah kepada wali Allah. Meski sebagian

besar warga Desa Bedanten berdomisili di luar kota, beberapa dari mereka

tetap meluangkan waktu untuk menghadiri tradisi ini.

2. Rangkaian Acara

Tradisi Pleretan saat ini lebih terorganisir memiliki struktur kepanitiaan

yang jelas dan lebih baik dari sebelumnya. Tradisi ini dipanitiai oleh beberapa

Organisasi Masyarakat desa Bedanten, diantaranya: Pemerintahan Desa, Ibu-

ibu PKK, Tim Pegiat Sosial Budaya Pesisir Utara Gresik, Cagar Budaya Desa

Bedanten, Pelestari Makam Penggede Desa Bedanten, Karang Taruna, dan

DKM Masjid, dan lainnya.

Tradisi Pleretan ini digagas kembali dan diberi nama Haul Penggede dan

Sedekah Bumi sekaligus Memperingati Hari Jadi ke 661 Desa Bedanten.

Untuk mengetahui rangkaian acara apa saja di dalamnya, perhatikanlah table

berikut ini;

Tabel 4.6

Rangkaian Acara Kegiatan Haul dan Sedekah Bumi

No Hari/ Tgl/ Bln/ Th Waktu Acara

1 Rabu, 10 April

2019 (04 Sya‟ban

1440)

20.00 wib. – selesai Sarasehan Kesejarahan oleh:

Prof. K. Ng. Agus Sunyoto

2 Kamis, 11 April

2019 (05 Sya‟ban

1440)

06.30 wib. – selesai Khatmul Qur‟ān Jam‟iyah

Putri

17.30 wib. – selesai Lailatul Istighotsah

3 Jum‟at, 12 April

2019 (06 Sya‟ban

1440)

05.00 wib. – selesai Khatmul Qur‟ān Jam‟iyah

Putra

13.00 wib. – selesai Haul, Sedekah Bumi dan hari

jadi Desa Bedanten ke 661

tahun, Penceramah: K.H. M.

Najib Muhammad, Jombang

Rangkaian acara di atas adalah sesuai dengan rangkaian acara yang dibagikan

kepada masyarakat melalui surat undangan tertulis. Akan tetapi, beberapa

rangkaian acara mengalami perubahan jadwal. Seperti pada acara Khatmul Qur‟ān

dan Lailatul Istighasah. Agar lebih jelanya penulis mengemukakan rangkaian

acara dalam tradisi Pleretan sesuai dengan perubahan di lapangan.

Page 57: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

43

1. Hari Rabu, 10 April 2019 (04 Sya‟ban 1440)

Kegiatan : Sarasehan Kesejarah dan Pameran Benda Sejarah

sekaligus Hari jadi Desa bedanten ke 661 Tahun

Pukul : 20.00 wib – selesai

2. Hari Kamis, 11 April 2019 (05 Sya‟ban 1440)

a. Kegiatan : Khatmul Qur‟ān Jam‟iyah Putri

Pukul : 06.30 wib – selesai

b. Kegiatan : Khatmul Qur‟ān Jam‟iyah Putra

Pukul : 15.00 wib – selesai

c. Kegiatan : Lailatul Istighasah

Pukul : 20.00 wib – selesai

3. Jum‟at, 12 April 2019 (06 Sya‟ban 1440)

Kegiatan : Haul dan Sedekah Bumi

Pukul : 13.00 wib - selesai

a. Sarasehan Kesejarahan dan Pameran Benda Sejarah Sekaligus Hari Jadi

desa ke 661

Pada hari Rabu, 10 April 2019 (04 Sya‟ban 1440 H) merupakan hari

terlaksananya acara sarasehan kesejarahan dan pameran benda sejarah

sekaligus hari jadi Desa Bedanten ke 661. Memang tidak setiap tahun

rangkaian acara pada hari pertama selalu sama, seperti pada tahun

sebelumnya panitia mengadakan pementasan Seni Kentrung.2 Dan setelah

diadakan Seni Kentrung, masyarakat merasa kurang puas terhadap paparan

sejarah yang dibacakan pada pementasan Seni Kentrung tersebut,

selanjutnya panita membentuk Tim Pegiat Sosial Budaya. Tim ini

melakukan kajian dan menggali sejarah Desa Bedanten setiap minggunya.3

Kajian tersebut bertujuan untuk mengungkap sejarah Desa Bedanten dan

silsilah para leluhur khususnya leluhur Mbah Sayyid Husaini.4

2 Seni kentrung merupakan seni sastra lisan atau seni bertutur yang diiringi tabuhan

terbangan dan kendang, yang membahas tentang babad tanah jawa serta sejarah masa lalu pada

masa kerajaan dan terutama kerajaan Islam di tanah Jawa juga menerangkan kisah Nabi. Lihat di

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id. 3 Wawancara dengan Miftah Sya‟roni, Bedanten, 11 April 2019.

4 Wawancara dengan Miftah Sya‟roni dan juga mengungkapkan “pada setiap acara-acara

khaul selanjutnya sangat berharap agar bisa membacakan profil leluhur Desa Bedanten”.

Page 58: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

44

Kemudian pada tahun ini diadakanlah acara Sarasehan Kesejarahan

yang dihadiri oleh Prof. K. Ng. Agus Sunyoto, beliau merupakan ketua

Lesbumi PBNU. Sarasehan ini bertemakan “Meneladani Kearifan

Kesejarahan Tempo Doloe Wilayah Pesisir Utara Gresik, Sebagai Pondasi

di Era Industrialisasi”. Acara ini berlangsung pada pukul 20.00 wib sampai

pukul 22.30 wib. Sesuai tempat yang telah diputuskan oleh tokoh

masyarakat bahwa kegiatan ini di laksanakan di kompleks makam Mbah

Sayyid Husaini.

Di Pendopo samping Utara makam Mbah Sayyid Husaini sudah

tersedia pameran benda-benda sejarah. Benda-benda tersebut yaitu berupa

pecahan-pecahan kramik, keris, pedang, mushaf kuno, tombak nenggolo

(tombak untuk berburu), wayang, foto-foto Kepala Desa yang pernah

menjabat di Desa Bedanten dari masa kuno sampai sekarang, bebatuan

(batu bata) yang ditemukan warga dan batu tersebut memiliki ukiran kuno,

beberapa peta kuno, uang kuno, berupa uang koin pada tahun 1800 an, dan

lain sebagainya.

Saat dimulainya sarasehan kesejarahan; music adibaya,5 lagu budaya

turi puti dan sholawat badar dilantunkan oleh grup hadroh untuk

menyambut masyarakat yang hadir ke acara Sarasehan. Beberapa warga

ada yang menuju lokasi pameran budaya untuk melihat-lihat pameran, dan

ada juga yang langsung duduk di tempat yang disediakan panitia untuk

acara sarasehan. Panitia juga menyediakan makanan berupa polo pendem,6

kopi, teh, air putih untuk dimakan pada saat acara berlangsung.

Berdasarkan observasi yang penulis temui di lapangan, berikut ini

adalah prosesi acara sarasehan pada hari Rabu, 10 April 2019 (04 Sya‟ban

1440 H):

1) Pembukaan

Setelah Sholawat Badar dan music Adibaya selesai dilantunkan

beberapa menit kemudian MC berdiri di atas bagian tengah panggung

5 Music adibaya adalah kolaborasi music antara kendang jidor, gamelan, rebbana dan alat

music petrok semacam piano. 6 Makanan ubi-ubian yang direbus

Page 59: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

45

dengan membacakan serangkaian acara.7 Adapun rangkaian acara

tersebut adalah: Pembukaan, pembacaan ayat Suci Al-Qur‟an,

menyanyikan lagu Indonesia raya dan yalal wathon, sambutan-

sambutan, launching hari jadi Desa Bedanten, penyerahan

cinderamata, sarasehan kesejarahan, penutup doa. Kemudian MC

membuka acara dengan bacaan surah al-Fātihah dengan harapan agar

acara dapat berjalan dengan baik sesuai dengan Ridho dari Allah swt

dari awal hingga akhir acara.8

2) Pembacaan Ayat Suci Al-Qur‟an

Sebelum ayat suci Al-Qur‟an dibacakan, seperti biasanya MC

langsung mengambil alih untuk menyampaikan acara yang

selanjutnya. Kemudian pembaca ayat suci al-Qur‟an segera maju ke

atas panggung dan melantunkan ayat-ayat suci al-Qur‟an secara tartil

dan menggunakan nada. Saat pembacaan ayat-ayat suci al-Qur‟an

disampaikan, warga yang hadir mendengarkan ayat yang sedang

dibacakan.9 Ayat al-Qur‟an yang dilantunkan adalah dengan

menggunakan nada tilawah (Qira‟ah), seperti nada bayati, hijaz,

nahawan, dan sebagainya. Sehingga yang mendengar dapat tersentuh

hatinya karena begitu indahnya bacaan ayat suci tersebut dilantunkan.

3) Menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan Yalal Waton

Kemudian menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Yalal Waton.

Petugas acara segera maju ke atas panggung, mengambil posisi sebagai

Dirijen, dan memimpin masyarakat dalam menyanyikan lagu

Indonesia Raya dan Yalal Waton. Serentak masyarakat berdiri dan

lagu dinyanyikan secara bersama-sama.

4) Sambutan-sambutan

Seperti biasa, setiap acara selalu ada kata sambutan dari pihak

panitia dan pihak yang bersangkutan. Dalam acara sarasehan sambutan

pertama disampaikan dari pihak panitia. Seperti yang lainnya, isi dari

7 Pak Masbukhin merupakan salah satu dari aparat pemerintahan Desa Bedanten

8 Sebagai MC adalah Pak Masbukhin

9 Sebagai pembacaan ayat suci al-Qur‟an adalah Fatihatul Cholishoh,

Page 60: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

46

kata sambutan berupa ungkapan syukur, terimakasih dan maaf. Selain

itu juga menyampaikan maksud adanya kegiatan.10

Setelah sambutan dari pihak panitia, kemudian dari pihak LES

BUMI (Lembaga Seniman Budayawan Muslim Indonesia).11

Sambutan

tersebut berupa ucapan hormat dan meminta maaf dari pengurus

Lesbumi PCNU Gresik.

5) Launching Hari Jadi Desa Bedanten yang ke 661 Disertai dengan

Pemotongan Tumpeng.

Segera tumpeng dibawa oleh dua petugas laki-laki ke atas

panggung dengan memakai pakaian adat Jawa (Batik dan blankon).

Tumpeng dipotong oleh kepala Desa Bedanten, saat pemotongan

tumpeng sedang berlangsung, mc mengucapkan: “Ini adalah simbol

menyatakan hari jadi Desa Bedanten yang ke 661.” Tumpeng dipotong

saat itu juga, masyarakat yang hadir bertepuk tangan riyah, baru

pertama kalinya Desa Bedanten merayakan hari jadi, dengan suara

tabuhan gong dan gamelan “gooong, gooong, goooong,…” bersamaan

dengan pemotongan tumpeng. Tumpeng merupakan simbol dari hablu

mina al-Nās dan ẖablu mina Allah. Bentuk tumpeng yang meruncing

ke atas adalah simbol adanya hubungan manusia dengan Tuhannya,

bentuk tumpeng yang melebar besar melingkar dibagian bawah

merupakan simbol hubungan manusia sesama manusia, dan lauk-pauk

serta sayuran merupakan simbol manusia dengan sesama makhluk.12

Masyarakat terus bertepuk tangan dan bersorak ria. Pak lurah

menghadap ke warga dengan menunjukkan potongan tumpeng yang

telah dipotong.

6) Pemberian Cinderamata

Agar membekas dan dapat menjadi kenang-kenangan, panitia Desa

memberikan cinderamata kepada Prof. Agus Sunyoto, berupa foto

10

Sambutan dari panitia bapak Abdul Majid 11

Lesbumi merupakan organisasi kebudayaan Nahdhatul Ulama. Lesbumi NU didirikan

pada 28 Maret 1962 sebagai wadah perjuangan para seniman dan budayawan NU. Liat Artikel

Jurnal: Moh Anwar, Peran Lesbumi dalam Merespon Gerakan Lekra pada Tahun 1950-1965, UIN

Sunan Ampel Surabaya, 2013. 12

Wawancara dengan Miftah Sya‟roni, Bedanten, 07Juni 2018.

Page 61: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

47

Prof. Agus Sunyoto yang dibingkai. Warga yang hadir saat itu sangat

antusias bertepuktangan dan bahagia. Cinderamata tersebut di berikan

oleh ketua Pelestari Makam Penggede Desa Bedanten dengan diiringi

musik Adibaya.

7) Sarasehan13

Sarasehan dimoderatori oleh Gus Didin.14

Moderator berharap

dapat menambah pencerahan dan menemukan informasi baru dari Prof.

Agus Sunyoto. Selain itu moderator mengajak terlebih dahulu untuk

membacakan al-Fatihah kepada leluhur agar lebih sopan dan beradab.

“Sebelum kita menuturkan sejarah para leluhur, alangkah

baiknya kita menyapa beliau-beliau dengan cara mendoakan

dengan cara memberikan al-Fatihah, memberikan kiriman doa

mudah-mudahan jasa-jasa beliau dan semangat perjuangan beliau

dalam menyampaikan dakwah Islam bisa kita teladani pada hari

ini.”

Kirim doa dipimpin oleh Pak Ghafar selaku ketua penggagas

sejarah Desa Bedanten. Sebelum kirim doa dimulai Pak Ghafar

memberikan penjelasan tentang:

a) Awal mula adanya gagasan untuk mengkaji sejarah Desa Bedanten.

Berawal dari cerita warga masyarakat yang tidak dapat diakui

kebenarannya.15

b) Pelaku pengkajian sejarah Desa Bedanten adalah dari anggota

organisasi pelestarian makam penggede Desa Bedanten, dan

segenap masyarakat yang terlibat.

c) Pada tahun 2018 terbentuk Tim Pegiat Sosial Budaya (Cagar

Budaya), guna untuk menggali sejarah Desa Bedanten. Setelah

melakukan kajian lebih lanjut, ditemukanlah data yang

menjelaskan adanya sebuah nama Madanten yang tertulis pada

prasasti di Desa Canggu Trowulan. Prasasti tersebut dibuat pada

13

Saresehan merupakan bentuk pertemuan yang dihadiri oleh sekelompok undangan

tertentu untuk membicarakan suatu permasalahan dengan cara yang tidak resmi dan suasana yang

rileks. Liat Artikel Jurnal: A Safril Mubah, Strategi meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal

dalam Menghadapi Arus Globalisasi,Jurnal Unair, 2011. 14

Gus Didin, dalam acara sarasehan kesejarahan dan pameran benda sejarah sekaligus hari

jadi desa ke 661, 10 Mei 2019. 15

Cerita warga tersebut adalah “Hiduplah seorang tokoh yang memiliki 5 keturunan dan

dari ke lima keturunan tersebut memilih jalan hidupnya masing-masing ada yang memilih hidup di

daerah gunung ada juga yang memilih ke tempat pesisir atau tepi laut.”

Page 62: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

48

tahun 1358 M. dapat diakumulasikan, sehingga pada tahun 2019

M. Desa Bedanten berusia 661 tahun. Di makam Mbah Sayyid

Husaini juga pernah diteliti oleh pihak arkeolog Jakarta

menyatakan kalau makan ini sudah ada sejak 13 abad yang lalu.16

Setelah Pak Ghafar mengutarakan beberapa penjelasan, beliau

langsung memimpin untuk kirim doa kepada leluhur Desa Bedanten

khususnya kepada Mbah Sayyid Husaini. Dengan membacakan surah

al-Fatihah yang ditujukan kepada Nabi Muhammad saw., kemudian

kepada tokoh-tokoh masyarakat Desa Bedanten yang telah dahulu

meninggal dan terutama kepada tokoh pendiri Desa Bedanten; Mbah

Sayyid Husaini, Mbah Mambang, Mbah Ngabar, Mbah Umar Khattab,

Mbah Kemedum.

Namun sebelum sarasehan dimulai ada tampilan teater oleh

anggota lesbumi, kemudian MC menutup acara dan menyampaikan

banyak maaf dan terimakasih.

I. Tampilan Teater17

oleh Anggota Lesbumi,

Pada teater yang bertemakan alif ini, ditampilkan oleh lima

anggota Lesbumi Gresik dengan satu tokoh utama, dengan

menggunakan pakaian sarung, tanpa baju ataupun kaos, dan

memakai topi sawah. Mereka ber-ekspresi dengan diiringi musik

gamelan. Saat teater mulai tampil, masyarakat sangat antusias

untuk melihatnya. Penampilan teater begitu meriah dan menghibur

masyarakat yang hadir, selain menghibur ada beberapa point

penting yang dapat diserap oleh penonton. Para hadirin

menyaksikannya dengan fokus. Adapun penampilannya

menceritakan tentang seseorang yang mencari cinta sejatinya.

Hingga ada diaolog dalam teater sebagaimana berikut:

Si dalang berkata dan bertanya; “kisanak.., apa yang sedang kau

lakukan ..?, apa yang sedang kau cari..?, apa..?”

16

Pak Ghafar, dalam acara sarasehan, 10 Mei 2019. 17

Seni teater merupakan drama atau kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di

atas pentas, disaksikan orang banyak dan didasarkan pada naskah yang tertulis. Teater dalam arti

sempit, adalah segala tontonan yang dipertontonkan di depan orang banyak seperti; ludruk,

wayang orang, ketoprak, dll. Lihat buku Apresiasi Seni Seni Rupa dan Seni Teater 3, karya

Margono, dkk, 2006.

Page 63: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

49

Kisanak berkata dan menjawab; “apa yang sedang aku cari??, apa yang

sedang aku cari??,”

Dalang; “Apa kau sedang mencari cinta kisanak..?”

Kisanak; “Iya, aku mencari cintaaaaa,”

Penonton tertawa riang gembira, chie chie, haha

Dalang; “Apa kau mencari cinta yang bersumpah kepada bumi…?”

Kisanak; “Tidak suatu saat bumi akan bertebaran bagai kapas.

Dalang; “Apa kamu mencari cinta yang bersumpah kepada langit…?”

Kisanak; “Tentu tidak karena suatu saat langit akan runtuh”

Dalang; “Hahaha kalau begitu adakah yang lebih berat dari bumi…?”

Kisanak; “Beban seorang Ibu ketika mengandung anak-anaknya.”

Dalang; “Lalu Adakah yang lebih tinggi dari langit…?”

Kisanak; “Ada beban seorang Ayah ketika membesarkan dan mendidik

anak-anaknya”

Dalang; “Kisanak, keagungan cinta Siapa yang sedang kau

bicarakan…?”

Kisanak; “Hahaha…., keagungan cinta hanya milik Maryam kepada

Isa,”

Dalang; “Kalau begitu perjalanan Apa yang kau lakukan sehingga kau

bisa sampai di desa ini..?”

Kisanak; “Perjalanan panjang ketika Musa membelah laut merah.”

Dalang; “Kalau begitu tunggulah pertanda yang akan memberikan

Engkau kejelasan tentang apa yang kau lakukan di sini, di bumi

ini…!”

Kisanak; “Cinta, karena cinta adalah hembusan angin, cinta adalah

hembusan angin,,,”

Dalang; “Kisanak, pergilah kau ke hutan,, !, bukalah kebun dan

ladang,,,! pergilah kau ke laut, bedah lautan dan jadikan tambak

dan sawah,,,! itu yang harus kau lakukan.”

Kisanak; “Luka di hatiku bagaikan linggis alif mu hingga menjadi

Mataair, menjadi Sumur, menjadi Sungai, menjadi Lautan,

menjadi Samudera, dengan sejuta gelombang mengarang

memanggil alif mu. Alif, alif mu yang satu tegak di atas tanah,

alifmu yang satu tegak di mana-mana. Alif”

II. Sarasehan oleh Prof K. Ng. Agus sunyoto.

Pada pukul 09.30 wib tibalah saatnya acara sarasehan. Terlihat

dari wajah-wajah masyarakat yang hadir begitu antusias dan fokus

untuk mendengarkan. Prof. Agus yang duduk berdampingan

dengan tokoh-tokoh masyarakat Desa Bedanten di atas panggung,

dengan duduk bersila di samping moderator segera memulai

sarasehan dengan salam dan beberapa kata muqoddimahnya,

selanjutnya beliau menerangkan beberapa materi berdasarkan tema.

Tema tersebut adalah “Meneladani Kearifan Kesejarahan Tempo

Doloe Wilayah Pesisir Utara Gresik, Sebagai Pondasi di Era

Page 64: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

50

Industrialisasi”. Terlihat Ibu-ibu sambil makan, dan sebagian anak-

anak sedang bermain, beberapa panitia melintas lewat belakang

para hadirin yang hadir.

Prof. Agus terus menjelaskan sejarah tempo doloe di wilayah

Gresik. Mulai dari menjelaskan penyebaran agama-agama yang

menjadi panutan masyarakat Jawa, kemudian agama paling kuno

hingga masuknya Islam di Jawa, khususnya di wilayah Gresik.

III. Kesimpulan dari Moderator

Setelah Prof. Agus Sunyoto memaparkan materinya, kemudian

moderator memaparkan ulang secara singkat. Adapun kesimpulan

dari sarasehan adalah:

1) Berkaitan dengan Desa Bedanten, pada masa kuno pemberian

nama sebuah wilayah selalu ada kaitannya dengan agama dan

peristiwa. Misalnya: di Desa Bedanten konon nama aslinya adalah

Madanten, jika dikaitkan dengan peristiwa maupun agama, akan

dapat saling berhubungan. Sebagaimana Desa Bedanten dekat

dengan wilayah Sorowiti, Sorowiti adalah nama Gajahnya Batara

Indra. Sedangkan Madanten adalah keringatnya Gajah Batara

Indra. Maka, dapat di temukan keterkaitan Desa Bedanten dengan

peristiwa Jaman Kuno.

2) Tentang Mbah Sayyid Husaini, berkaitan dengan datangnya orang

Arab ke Indonesia secara bergelombang. Gelombang pertama

terjadi pada tahun 1792, kelompok Sayyidīn dari daerah Hijaz,

Makkah dan Madinah. Kelompok Sayyidīn ini diserang dan

dijadikan buronan. Orang-orang Wahabi menyerang dan memburu

Sayyid keturunan Nabi Muhammad saw. Ketika itu para Sayyidīn

yang masih hidup melarikan diri ke Indonesia, masuklah ke pulau

Jawa tepatnya di Hamengkubuwono, para Sayyid diselamatkan

oleh Hamengkubuwono. Dari pihak Pegiat Pelestari Makam

Penggede Desa Bedanten pernah didatangi oleh orang Surakarta,

dan bilang supaya merawat makam Mbah Sayyid Husaini.

Page 65: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

51

3) Kemungkinan pertama Mbah Sayyid Husaini datang ke Indonesia

pada gelombang pertama. Kemungkinan yang kedua Mbah Sayyid

Husaini adalah pasukan perang Diponegoro, yaitu pasca Perang

Diponegoro pada tahun 1830 ketika Pangeran Diponegoro

diasingkan ke Manado, dan dimakamkan di Makassar. Pasukan

Diponegoro ini di antaranya adalah para Sayyidīn yang ada di Desa

Sayidan Jawa Tengah. Mereka tidak menyerah dengan Belanda

tetapi mereka menyebar di seluruh wilayah pelosok yang ada di

Jawa. Para Sayyidīn yang berada di wilayah Selatan pasukan

Diponegoro ini membangun pesantren-pesantren, dengan ciri dari

Pesantren tersebut adalah adanya pohon Sawo di halaman

Pesantren. Dan dari golongan para Sayyidīn ini menyebar untuk

mendirikan pesantren juga untuk bertapa.

8) Penutup

Acara Sarasehan selesai tepat pada pukul 22.30 wib, ditutup oleh

Bapak Abdul Majid selaku Pak Lurah dan kepanitiaan peringatan ẖaul

dan sedekah bumi,

“Terima kasih saya sampaikan, kepada Romo Kyai Haji Agus

Sunyoto yang telah memaparkan dalam acara sarasehan

kesejarahan. Perlu di Garis bawahi, bahwa sedekah bumi itu

identitas kita jangan sampai dihilangkan. Istilahnya buat orang

yang meninggal ada Sultanah, 3 harian, 7 harian, 40 hari, 100 hari,

1000 hari, haul, termasuk sedekah bumi ini yang merupakan

identitas kita sebagai umat nadliyyin.

Selanjutnya adalah doa

kepada Bapak Abdul Ghafur dipersilahkan.”18

Setelah selesainya acara sarasehan, masyarakat yang hadir tetap

duduk dan menyantap makanan yang telah disediakan oleh panitia.

Panitia membagikan Soto Ayam yang disumbang dari seorang Hamba

Allah untuk konsumsi sarasehan.

18

Sambutan Bapak Abdul Majid, dalam acara sarasehan kesejarahan dan pameran benda

sejarah sekaligus hari jadi desa ke 661, 10 Mei 2019.

Page 66: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

52

b. Khatmul Qur‟an 19

dan Lailatul Istighasah

Kemudian pada hari kedua dalam rangkaian tradisi Pleretan, lebih

tepatnya di hari Kamis, 11 April 2019 M (05, Sya‟ban 1440 H). Pada hari

ini diadakan beberapa kegiatan yang berisi pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an

(khotmul Qur‟an). Sejak pukul 06.30 wib pembacaan khotmul Qur‟an

Jam‟iyah Putri di mulai sampai pukul 13.00 wib, kemudian dilanjutkan

khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putra pada pukul 15.00 hingga selesai, namun

pembacaan khotmul Qur‟an di berhentikan untuk acara lailatul Istighasah

yang di dalam acara tersebut berisi pembacaan ayat-ayat Al-Qur‟an (surah

Yāsīn, khatmul Qur‟an, bacaan yang terkandung dalam pembacaan Tahlīl).

Setelah selesainya acara, kemudian pembacaan khotmul Qur‟an Jam‟iyah

Putra dilanjutkan kembali hingga selesai. Acara-acara tersebut

dilaksanakan di Pendopo makam Mbah Sayyid Husaini. Praktik-praktik

pembacaan ayat dalam kegiatan tersebut adalah sebagaimana yang akan

penulis deskripsikan.

1) Pelaksanaan Khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putri

Dengan dipesertai oleh

jam‟iyah Ibu-ibu. Sebelum acara

khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putri

dimulai, biasanya pimpinan

jam‟iyah akan membacakan surah

al-Fatihah untuk dikirimkan

kepada orang-orang yang dituju.

Langsung saja Ibu Rodiah yang memimpin pembacaan surah al-

Fātiẖah yang ditujukan kepada Nabi Muhammad saw., para sahabat,

tabi‟in, dan seterunya kemudian kepada leluhur Desa Bedanten (Mbah

Sayyid Husaini, Mbah Ngabar, Mbah Maskumambang, Mbah Mahdum,

Mbah Umar khattab, Mbah Ibnu Sukarso)20

, selanjutnya kepada ahli kubur

muslimin dan muslimat terkhusus ahli kubur Desa Bedanten.

19

Khotmul Qur‟an adalah sebutan masyarakat Jawa, berasal dari bahasa Arab, jika

ditransliterasikan ke dalam bahasa Indonesia “Khatmul Qur‟ān”. 20

Mbah ibnu sukarso adalah seorang keturunan dari Mbah Ngabar.

Page 67: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

53

Setelah kirim do‟a, Ibu Rodia langsung melanjutkan untuk membaca

ayat al-Qur‟an pada juz pertama dengan menggunakan microffon (alat

pengeras suara) sampai enam lembar, untuk selebihnya Bu Rodia

membaca sendiri sampai akhir juz satu tanpa menggunakan microffon.

Saat Bu Rodia membaca juz satu, datang lah seorang ibu tepat pada pukul

07.00 wib, seorang ibu tersebut bernama Bu Kumala, beliau setiba di

Pendopo, mampir terlebih dahulu ke Makam Mbah Sayyid Husaini, tepat

berdiri di depan pintu gerbang dari makam Mbah Sayyid Husaini, terlihat

Bu Kumala membaca doa dengan mengangkat tangan sekitara 2 menit,

kemudian memasukkan beberapa lembar uang ke dalam kotak yang

memang disediakan di depan pintu makam.

Kami duduk menghadap ke arah Barat yang kebetulan Pendopo berada

di sebelah Timur makam. Setelah juz pertama dibacakan Ibu Rodia

kemudian diteruskan oleh Bu Niami21

yang membaca tiga lembar (enam

halaman) pada juz ke dua. Adapun praktik selanjutnya sama seperti pada

praktik pembacaan ayat al-Qur‟an pada juz satu. Namun pada praktik

pembacaan ayat al-Qur‟an di juz ke tiga, yang dibaca menggunakan alat

pengeras suara hanya dua lembar dan pada lembar selanjutnya dibaca

secara pribadi tanpa alat pengeras suara. Hal ini dilakukan untuk

menyingkat waktu dan pembacaan khotmul Qur‟an agar terselesaikan saat

tengah hari (pukul 13.00 wib).

Tibalah saatnya penulis membaca dan mendapat bagian membaca ayat

al-Qur‟an pada juz ke empat, kemudian setelah penulis membaca dua

lembar (empat halaman) dengan menggunakan alat pengeras suara yang

selebihnya penulis baca pribadi dengan tanpa pengeras suara, lanjut ke

pembacaan ayat pada juz ke lima hingga berlanjut pada pembacaan ayat

al-Qur‟an pada juz-juz berikutnya.

Beberapa dari ibu-ibu yang hadir dalam khotmul Qur‟an ada yang

membawa makanan atau minuman untuk disuguhkan pada saat khotmul

21

Ibu Niami selain anggota khotmul Qur‟an Jam‟iyah putri, beliau juga bagian dari

kepanitiaan khaul dan sedekah bumi di bidang logistic, pada tahun ini dan sebelumnya rumah

beliau menjadi salah satu tempat masak untuk menyiapkan konsumsi disetiap acara pada rangkaian

kegiatan khaul dan sedekah bumi.

Page 68: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

54

Qur‟an berlangsung. Makanan ini bisa dimakan di sela-sela waktu

membaca dan menyimak ayat-ayat al-Qur‟an yang dibacakan, terlihat

serasi pada khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putri menggunakan baju

berseragam, berwarna hijau batik.

Sampailah pada juz 15 di jam 08.50 wib, setiap pembacaan ayat al-

Qur‟an yang dibacakan secara tartil menggunakan alat pengeras suara

sebanyak empat halaman yang membutuhkan waktu sekitar 10-13 menit.

Khotmul Qur‟an ini dihadiri 22 orang, yang memang sudah terkoordinir

(menjadi rutinitas mereka setiap tahunnya sejak duabelas tahun terakhir).22

Pada pukul 09.12 wib. sampai pada juz 18 yang berdengung secara

tartil dengan alat pengeras suara. Tiba-tiba ada salah satu ibu membuka

botol minumnya dan menaruhnya di area depan dari kami yang sedang

membaca al-Qur‟an, kemudian menyusul ibu-ibu yang lainnya untuk

menaruh air minum dengan tutup botol yang terbuka di area depan, kami

duduk menghadap ke Barat di tengah pesarean berjarak setengah meter

dari batas pendopo, jadi ada ruang kosong di bagian depan. Penulis

menanyakan mengenai air botol yang dibuka tutupnya itu digunakan untuk

apa? Kepada Ibu Niami, katanya: “botol air ini dibuka tutupnya agar

keberkahan dari bacaan al-Qur‟an dapat menyatu dengan air yang ada di

dalam botol aqua ini, sehingga air ini dapat berfungsi menjadi air obat,

obat apa aja.”23

Pembacaan al-Qur‟an terus berlanjut hingga sampailah pada juz 28,

karena Jam‟iyah Putri berjumlah 22 orang, maka setelah juz ke 22, kami

membaca al-Qur‟an secara bergilir kembali dari urutan pertama yaitu Bu

Rodia yang membacakan juz 23, lanjut ke bu Niami juz 24, dan bu

Kumala juz 25, kemudian penulis juz 26, sampai pada juz 29 al-Qur‟an

dibaca per dua lembar menggunakan alat pengeras suara secara bergantian

hingga selesai juz 30.

Tepat pukul 12.10 wib adzan Dhuhur berkumandang, dan pembacaan

al-Qur‟an sampai pada surah al-Nashr, maka berhenti sejenak untuk

mendengarkan adzan Dhuhur. Setelah adzan Dhuhur dikumandangkan,

22 Wawancara pribadi dengan Bapak Abdul Majid spd, Bedanten: 09 Januari 2019.

23 Wawancara dengan Ibu Ni‟ami, tanggal 11 April 2019.

Page 69: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

55

kemudian dilanjutkan kembali membaca surah al-Ikhlas 3kali yang dibaca

oleh Ibu Rodiyah menggunakan alat pengeras suara, dan yang lainnya

mengikuti tanpa microffon, kemudian surah al-Falaq dan surah an-Nās

dibaca sekali. Dari surah at-Takātsur (pembatas antara akhir surah dengan

surah yang akan dibaca) ditambahkan bacaan tahlīl dan takbir

“AllahuAkbar, Lailaahaillallahu Allahu Akbar”.

Selanjutnya dipimpin oleh seseorang yang beranama Bu Urfa, untuk

pembacaan surah Al-Fātiẖah kepada leluhur Desa Bedanten, seperti

biasanya kirim doa pertama kepada Rasulullah saw., sahabat, tabi‟in, dan

seterusnya, kemudian kepada para leluhur Desa Bedanten dan segenap

tokoh masyarakat Desa Bedanten. Setelah kirim doa, selanjutnya membaca

tahlīl, yang dipimpin kembali oleh Ibu Rodiah. Dan dilanjutkan dengan

doa khotmul Qur‟an sekaligus doa tahlīl oleh Bu Kumala, setelah doa

kemudian pembacaan sholawat Nabi. Tepat pukul 13.10 wib khotmul

Qur‟an Jam‟iyah Putri selesai, sebelum beranjak pulang seluruh Ibu-ibu

Jam‟iyah diharapkan untuk makan siang bersama karena ada sumbangan

dari hamba Allah untuk konsumsi khotmul Qur‟an.

2) Pelaksanaan Khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putra

Selain Jam‟iyah Putri, juga ada khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putra yang

dilaksanakan pada hari yang sama. Namun Jam‟iyah Putra dimulai pukul

15.00 wib ba‟da sholat Ashar, yang dihadiri oleh Bapak-bapak yang

kemudian membaca al-Qur‟an secara keseluruhan dari juz satu sampai juz

30 dan selesai pada hari Jum‟at pukul 10.20 wib.

Adapun praktik khotmul Jam‟iyah Putra adalah setiap orang membaca

satu juz dengan menggunakan alat pengeras suara secara tartil, istirahat

saat sholat maghrib dan mulai lagi pada pukul 18.30 wib. Secara

bergantian setiap orang satu juz menggunakan microffon dan yang lainnya

menyimak. Saat adzan Isyak berkumandang, khotmul Qur‟an berhenti

sejenak dan ditutup dengan sadaqallāhul „Ādzim, Bapak-bapak langsung

bergegas ke Mushāllah Al-Faruq yang berada di samping makam Mbah

Sayyid Husaini. Setelah Sholat Isyak berjama‟ah Jam‟iyah bapak-bapak

langsung berkumpul di Pendopo sebelah utara makam, tempat khotmul

Page 70: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

56

Qur‟an Putra sebelumnya. Tidak lama kemudian pukul 20.00 wib khotmul

Qur‟an berhenti untuk acara lailatul istighasah sampai pukul 20.15 wib.

Setelah lailatul istighasah selesai, pembacaan khotmul Qur‟an berlanjut

lagi sampai pukul 04.00 wib (Subuh), kemudian melakukan ISHOMA.

Setelah ISHOMA kemudian lanjut lagi dari pukul 05.00 wib. Sampai

pukul 11.00 wib. khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putra selesai.

3) Pelaksanaan Lailatul Istighasah

Masih ada di hari Kamis, kegiatan yang telah menjadi rutinitas dari

tradisi Pleretan setiap tahunnya adalah Lailatul Istighasah yang

dilaksanakan pada pukul 20.15 wib. Lailatul Istighasah dilaksanakan oleh

Bapak-bapak yang dihadiri sekitar 60 orang. Lokasi lailatul istighasah

berada di Pendopo makam Mbah Sayyid Husaini, dengan pola duduk

bersila di karpet yang telah terbentang di Pendopo dan pola duduk

melingkar yang hampir bersandar ke dinding, di bagian tengah Pendopo

kosong. Bapak-bapak yang tidak mendapatkan duduk di pendopo, mereka

duduk di area Mushallah al-Faruq. Adapun praktik lailatul Istighasah ini

memiliki beberapa runtutan acara, di antaranya: Pembukaan Ummul Kitab,

Istighasah yang dipimpin oleh Ustadz Haji Nur Halim, khotmul Qur‟an

yang dipandu oleh Bapak Sarbini, Tahlīl yang dipimpin oleh Bapak Mudin

Nur Qomari, selanjutnya Doa khotmul Qur‟an dan Doa Tahlīl yang

dipimpin oleh K.H. Rofiqul

Amin, kemudian pembacaan

Maẖallul Qiyām yang dipimpin

oleh bapak Syukri Ghazali

beserta Doa Maẖallul Qiyām.

Acara dibuka oleh MC24

dengan membaca surah al-Fātihah dan dilanjutkan langsung ke acara

selanjutnya yaitu: Istighāsah

a) Istighāsah dipimpin Ust. H. Nur Halim

24

Khoirul Abidin sebagai MC juga Mudin, yang dipercaya masyarakat untuk memimpin

tahlil atau selametan di Desa Bedanten

Page 71: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

57

Tak perlu panjang lebar, Ust. H. Nur Halim langsung memimpin

hingga selesai. Kemudian langsung kepada acara selanjutnya yaitu

khotmul Qur‟an yang dipimpin Bapak Sarbini.

b) Khotmul Qur‟an dipandu Bapak Sarbini

Pada praktik khotmul Qur‟an kali ini berbeda dengan praktik

khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putri maupun Putra. Praktik kali ini, setiap

orang yang hadir memegang al-Qur‟an per Juz, panitia menyediakan

dua al-Qur‟an per Juz untuk dibagikan kepada warga yang hadir dalam

acara Lailatul Istighasah.

Setiap orang yang hadir memegang satu mushaf yang per juz.

Kemudian mushaf per juz dibaca sesuai juz yang diterima tanpa alat

pengeras suara, secara langsung dan berbarengan (serentak –

bersamaan) dengan Bapak Sarbini yang membaca juz 30 dengan alat

pengeras suara. Bapak Sarbini membaca juz 30 hanya sampai pada

surah an-Nashr karena surah selanjutnya adalah surah al-Iẖlās, al-

Falaq, dan an-Nās akan dibaca pada pembacaan tahlīl.

c) Tahlīl dipimpin oleh Bapak Mudin Nur Qomari

Setelah khotmul Qur‟an yang dibaca secara bersama per juznya,

Pak Qomari langsung memimpin acara tahlīl dengan menggunakan

microffon, melanjutkan setelah surah al-Nashr yang dibacakan Pak

Sarbini yaitu surah Al-Iẖlas 3kali, Al-Falaq, dan surah an-Nās25

,

kemudian surah Al-Fatihah, surah Al-Baqarah ayat 1-5, surah al-

Baqārah ayat 163, surah al-Baqārah ayat 255 (ayat Kursi) kemudian

dilanjutkan dzikir tahlīl (Lāilāha Illa Allāh), dan seterusnya.

Sebagaimana bacaan tahlīl lainnya, setelah membaca bacaan tahlīl

sebanyak 33kali secara patah-patah dan cepat, bergeleng ke kanan dan

ke kiri mengikuti nada patah-patah, setelah itu pemimpin membacakan

Lāilāha Illa Allāh 3kali dengan nada pelan diikuti para Jama‟ah, pada

lafadz Lāilāha Illa Allāh yang ketiga ditutup dengan sayyidunā

Muhammad Rasulullah, sholawat 3kali, subhāna Allāh wa bihamdīhi

25

Seperrti biasa antara surat sebelum dan sesudah dijeddah dengan bacaan Takbir, tahlil dan

takbi lagi.

Page 72: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

58

Subhāna Allāhi al-„Azīm 7kali, subẖāna Allāh „Adadamā khālaqa

Allāh 7kali, sholawat 3kali.

Sebelum pemimpin tahlīl menutup ritual pembacaan tahlīl, beliau

melanjutkan dengan sedikit membaca tawasul (hadiah al-Fātihah) yang

ditujukan kepada Nabi Muẖammad, Sahabat, tabi‟in, para auliya‟,

ulama‟, ahli kubur muslimīn dan muslimāt, hususnya ahli Kubur Desa

Bedanten, para leluhur mereka dan para keturunan mereka.

d) Do‟a Al-Qur‟an dan Doa Tahlīl yang dipimpin K.H. Rofiqul Amin

Saat K.H. Rofiqul Amin sedang membacakan doa khotmul Qur‟an

dan Tahlīl, terlihat warga yang hadir mengamini dengan khusyuk dan

terlihat penuh harap atas ridho Allah swt. (aamiin, aamiin, aamiin)

doa dibacakan sekitar 10 menit.

Di bagian dapur yang lokasinya tidak jauh dari Pendopo para Ibu-

ibu menyiapkan sajian penutup berupa soto ayam, Ibu-ibu tersebut ikut

berhenti sejenak untuk ikut serta mengamini doa yang dibacakan K.H.

Rofiqul Amin.

e) Maẖallul Qiyām dipimpin oleh Bapak Syukri Ghazali

Seperti biasanya pembacaan maẖallul qiyām Bapak Syukri Ghazali

memulai:

Fahtazzal „arsyu taraban wasy tibsyārā, Wazdādal kursiyyu

haibatan wa waqārā, Wam tala'atis samāwātu anwārā, wa dajjatil

malā'ikatu tahlīlan wa tanjīdan was tighfārā,. serentak membaca

“subẖanallāh wa al-ẖamdulillah wa lāilāhaillāh wa Allahuakbar

4kali”

Wa lam tazal ummuhū tarā anwā'an min fakhrihī wa fadhlih, ilā

nihāyati tamāmi ẖamlih. Falammasy tadda bihath_thalqu bi 'idzni

rabbil khalq, wadha'atil ẖabiba shallallāhu alaihi wa sallama sājidan

syākiran ẖāmidan ka annahul badru fī tamamih..

Maẖallul qiyām, membaca sholawat Nabi dan berlanjut

Asyroqolan dengan diiringi tabuhan rebbana dan seluruh yang hadir

turut serta berdiri, dan seseorang mengoleskan minyak wangi kepada

setiap orang yang hadir di majelis lailatul istighasah.

Saat sholawat Nabi dibacakan Nabi Muhammad turut hadir di

majelis tersebut. Maka dari itu seluruh yang hadir di majelis turut

menyambut kedatangan Rasul dengan berdiri, merapat ke tengah dan

Page 73: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

59

seseorang mengoleskan minyak wangi kepada orang-orang yang hadir,

karena Rasul menyukai wangi-wangian.26

f) Doa Maulid

Doa dibacakan oleh Bapak Khoirul Abidin, seluruh masyarakat

turut mengaminin dengan khusyuk. Baik bapak-bapak yang ada di

Pendopo, maupun Ibu-ibu panitia yang menyiapkan makan untuk para

hadirin. Lailatul istighasah selesai pada pukul 22.40 wib, kemudian

beberapa orang berdiri mengambil makanan yang telah disiapkan,

untuk dibagikan kepada para hadirin.

c. Haul dan Sedekah Bumi Desa Bedanten

Tibalah pada rangkaian acara inti tradisi Pleretan yang dilaksanakan

pada hari Jum‟at, 12 April 2019 (Jum‟at,

06 Sya‟ban 1440 H) yang dimulai pukul

13.00 wib. bertempat di Kompleks

Makam Mbah Sayyid Husaini. Pada

pukul 12.30 wib. warga Desa Bedanten

mulai berdatangan ke lokasi acara ẖaul

penggede dan sedekah bumi. Mereka

duduk di tikar yang telah dibentangkan

luas sebagai alas duduk. Seluruh

masyarakat duduk di bawah tanpa

menggunakan kursi, dengan duduk

bersilah atau duduk tahiyat akhir, dan ada juga yang kakinya di

selonjorkan (diluruskan). Tidak dibedakan tempat duduk menjadi

pergolongan, hanya dipisahkan antara Jama‟ah Putra dan Putri dengan

menggunakan pembatas atau hijab. Semua sama baik yang kaya, miskin,

tua, muda, atau yang masih anak-anak, mereka semua duduk di tikar yang

telah disediakan panitia. Terkhusus buat para pengisi acara dan beberapa

tokoh masyarakat, mereka duduk di atas panggung yang beralaskan tikar

juga.

26

Wawancara pribadi dengan Sebowarno, Bedanten, 10 April 2019.

Page 74: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

60

Berdasarkan surat undangan yang diberikan panitia kepada

masyarakat, setiap kepala keluarga diharapkan berpartisipasi untuk

membuat jajan pleret27

sebanyak lima bungkus, dengan wadah plastik

yang telah disediakan dari pihak panitia. Pada pukul 09.00 wib. hingga

pukul 11.00 wib. warga berdatangan untuk menghantarkan plastik yang

berisi pleret kepada pihak Panitia. Dengan ramah dan sopan, panitia

menyambut warga dengan penuh antusias. Terlihat juga anak-anak yang

bisa naik motor untuk menyerahkan jajan pleret kepada panitia, ada juga

ibu-ibu, bahkan nenek-nenek juga ada yang menghantarkan jajan pleret

tersebut dan bahkan bapak-bapak juga ada yang menghantarkan jajan

pleret ke panitia.

Setelah jajan pleret diterima panitia, selanjutnya jajanan pleret

dikumpulkan di halaman rumah ibu Niami, beserta tetangga sekitar.

Berhubung setiap warga membawa satu kantong kresek yang di dalamnya

berisi lima jajanan pleret yang dibungkus plastik. Sehingga panitia

membuka dan memisahkan setiap bungkus plastik ke dalam kresek kecil

dengan ditambahkan air gelas mineral yang telah disediakan panitia.

Selain membawa jajanan pleret, masyarakat juga ada yang berinisiatif

membawa bunga tujuh rupa yang diserahkan kepada panitia yang bertugas.

Agar panitia yang bertugas menaruh bunga-bunga tersebut di atas makam.

Selain bunga tujuh rupa, warga juga membawa uang atau selawat

seikhlasnya untuk dimasukkan di kotak yang telah disediakan. Selawat

merupakan sedekah yang mempunyai nominal kecil.

Tibalah waktunya sholat Jum‟at seluruh panitia putra bergegas ke

Masjid Jami‟ Baitul Muttaqin untuk melaksanakan sholat Jum‟at. Setelah

sholat Jumat selesai, Pak Lurah mungumumkan sekaligus mengingatkan

dengan menggunakan pengeras suara Masjid;

27

Pleret terbuat dari adonan tepung beras, kemudian dibentuk menggunakan jari jempol dan

pelepah pisang dari atas ke bawah atau menurun (dalam bahasa Jawanya; di pleret) sampai

beberapa kali, sehingga berbentuk seperti belimbing. Biasanya berwarna merah, putih, hijau,

kuning, sesuai selera si Pembuat. Setiap warna memiliki rasa yang berbeda-beda antara rasa manis

dan gurih. Begitupun dengan ulat-ulatan (dalam bahasa Jawa; uler-uleran) yang terbuat dari satu

adonan sama seperti pleret, namun bentuknya seperti ulat. Ulat-ulatan merupakan simbol dari

segala macam bala‟ atau ujian (penyakit). Dengan adanya pleret masyarakat percaya bahwa segala

bala‟ atau ujian akan nyeleret (turun dan menghilang). Wawancara pribadi dengan H. Wahab,

Bedanten: 05 Januari 2019

Page 75: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

61

“Asslamualaikum wr wb. Kepada seluruh masyarakat Desa

Bedanten agar tidak lupa pada pukul 13.00 wib. Acara ẖaul penggede

dan sedekah bumi sekaligus memperingati hari jadi Desa Bedanten ke

661, kami mengharapkan kehadiran seluruh warga hadir pada acara

ẖaul penggede dan sedekah bumi. Sekali lagi kami

mengingatkan……”

Pada pukul 12.30 wib penulis sudah tiba di lokasi acara, terlihat

seluruh panitia siap menerima dan melayani masyarakat Desa Bedanten

dan tamu undangan dari luar Desa Bedanten. Para tokoh masyarakat juga

sudah berada di lokasi, mereka duduk berjejer di atas panggung. Terlihat

warga sudah mulai berduyun-duyun hadir ke lokasi haul dan sedekah

bumi. Untuk menuju lokasi ini bisa melalui tiga pintu masuk, ketiga pintu

masuk tersebut di antaranya:

Pintu pertama, jalur masuk samping Balai Desa, pintu ini khusus bagi

warga asli Desa Bedanten yang berdomisili di luar Desa Bedanten,

termasuk juga undangan spesial; Penceramah, Tokoh Masyarakat, atau

tamu, dan sebagainya. Di pintu ini disiapkan kotak yang khusus untuk

partisipasi dana dari warga undangan spesial, dan di sediakan pula buku

tamu. Dengan ramah petugas panitia menyambut para tamu yang masuk

melalui jalur masuk samping Balai Desa.

Pintu kedua ada di sebelah kiri panggung, di dekat area para pedagang

kaget, pedangan kaget akan ada di lokasi haul dan sedekah bumi ketika

acara sedang berlangsung. Adapun macam-macam dari pedagang kaget ini

adalah; pedagang kerupuk, bakso, mainan anak-anak, pemancingan anak,

pedagang sosi, roti bakar, es, dan lain sebaginya. Dari pintu ini

kebanyakan masyarakat dari desa Bedanten bagian Selatan dan Barat,

panitia yang bertugas menyambutnya dengan ramah dan memberikan satu

kantong keresek yang berisi jajanan pleret satu mika plastik dan satu air

gelas mineral.

Pintu ketiga ada di sebelah kanan panggung, dari pintu ini juga telah

disediakan meja dan di atasnya ada banyak jajanan pleret dan air gelas

mineral yang sudah dibungkus plastik kresek dengan rapi oleh panitia

yang bertugas, bagian pintu ini cukup ramai, karena sebagian besar warga

masuk melalui jalur pintu ini, panitia berjejer memberikan jajanan yang

Page 76: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

62

sudah dibungkus rapi kepada para warga yang sedang melintas jalur

masuk ini untuk menghadiri acara haul penggede dan sedekah bumi.

Pak Lurah mengumumkan kembali kepada masyarakat saat sebelum

acara ẖaul dan sedekah bumi, dengan menggunakan pengeras suara.

Pengumuman tersebut diumumkan di lokasi acara pada pukul 12.55 wib,

“Assalamualaikum wr wb. Kepada seluruh masyarakat desa

Bedanten agar turut serta hadir di acara ẖaul sedekah bumi sekaligus

peringatan hari jadi desa Bedanten ke 661, karena Istighāsah akan

segera dimulai, sekali lagi kepada seluruh masyarakat Desa Bedanten,

terutama yang sedang dalam perjalanan ke lokasi ẖaul dan sedekah

bumi, kami memohon agar segera masuk ke area ẖaul dan duduk di

tempat yang telah disediakan, karena acara akan segera dimulai.”

Kemudian Pak Lurah menyampaikan rangkaian acara inti yang

menjadi pembukaan acara ẖaul dan sedekah bumi. Adapun acara inti

tersebut ialah: Istighāsah yang dipimpin oleh Romo K.H. Fatah Abdul

Aziz dan pembacaan surah Yāsīn yang dipimpin oleh Ust. H. Nur Halim.

Setelah rangkaian acara

pembukaan disampaikan, kemudian

Istighāsah dimulai dan dipimpin oleh

Romo K.H. Fatah Abdul Aziz sampai

pada pembacaan surah Yāsīn, dan

sebelum surah Yāsīn dimulai, terlebih

dahulu diawali dengan membaca Taqabbalallāhu minnā waminkum

taqabbal Yā Kārīm, barulah surah Yāsīn dibaca bersama-sama. Istighāsah

yang dibacakan oleh seluruh masyarakat Desa Bedanten terkesan penuh

hidmat.

Setelah Istighāsah dibacakan, selanjutnya Pak Kyai memimpin dengan

membaca ta‟awudh dan bismillah kemudian membaca surah Yāsīn. Surah

Yāsīn yang diawali oleh Pak Kyai tadi, kemudian di lanjutkan secara

bersama-sama dengan dipimpin oleh Bapak H. Nur Halim hingga bacaan

surah Yāsīn sampai pada ayat terakhir dan membaca tasdīq (Sadaqa

Allāhu al-„Azīm).

Setelah selesai membaca surah Yāsīn, Pak Kyai langsung mengakhiri

dengan mengucap “Al-Fātiẖaẖ”. Setiap ucapan Pak Kyai saat Istighāsah

berlangsung memiliki makna perintah, agar masyarakat berbarengan

Page 77: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

63

dalam membacakan Istighāsah. Seperti saat pak kyai membacakan bacaan

kalimat thoyyibah seperti Istighfar, dan lainnya, pak kyai membaca dengan

menggunakan alat pengeras suara di awal bacaannya, selanjutnya disusul

oleh masyarakat dengan dipimpin oleh salah seorang tokoh masyarakat

desa yang kebetulan beliau adalah pak lurah yang bernama Bapak Abdul

Majid.

Selanjutnya adalah bacaan tahlīl, seperti biasanya dan seperti tahlīl

yang dibaca saat Lailatul Istighāsah, Khatmul Qur‟ān Putra maupun putri.

1) Pembacaan Tahlīl

Tahlīl dibacakan dengan hidmat hingga selesai kemudian dipimpin

dengan Bapak Mudin untuk membaca Sholawat Nabi, dengan

menggunakan nada atau irama secara bergantian dengan masyarakat,

antara sholawat yang pertama (reff) dibaca bersama dengan sholawat

yang dibaca khusus oleh mudin.

Yā rabbi salli ‘ala Muhammad Yā rabbi salli ‘alayhi wasallīm

Yā rabbi balllighul wasīlah Yā rabbi khussoh bilfadlīlah Yā rabbi salli „ala Muhammad Yā rabbi salli „alayhi wasallīm

Yā rabbi waghfir likulli mudznib Yā rabbi lā taqto‟ rajānā

Yā rabbi salli „ala Muhammad Yā rabbi salli „alayhi wasallīm

Yā rabbi yā sāmi‟ du‟ānā Yā rabbi ballighnā nazūruh

Yā rabbi salli „ala Muhammad Yā rabbi salli „alayhi wasallīm

Yā rabbi taghsyānā binūrih Yā rabbi ẖifdānak wa amānak

Yā rabbi salli „ala Muhammad Yā rabbi salli „alayhi wasallīm

Yā rabbi warzuqnāsysyahādah Yā rabbi hitnā bissa‟ādah

Yā rabbi salli „ala Muhammad Yā rabbi salli „alayhi wasallīm

Yā rabbi waslih kulla muslih Yā rabbi wakfī kulla mu‟dzī

Yā rabbi salli „ala Muhammad Yā rabbi salli „alayhi wasallīm

Yā rabbi nakhtim bilmusyaffa‟ Yā rabbi shalli „alaihi wa sallim

Yā rabbi salli „ala Muhammad Yā rabbi salli „alayhi wasallīm

Setelah pembacaan sholawat Nabi, Pak Mudin langsung

melanjutkan bacaan dzikir, sebagaimana tertulis di bawah ini:

a) Subẖāna Allāh wa biẖamdihi subẖāna Allāh al-„Adzīm 3kali

b) Subẖāna Allāh „Adadamā khālaqa Allāh 3kali

c) Yā Allāh yā raẖman yā Allāh yā raẖīm 3kali

d) Yā salām sallimna wal muslimīn 3kali

e) Allāhumma salli „Alā ẖabībika sayyidinā muẖammad wa „alā ālihi wa

saẖbihi wa sallim 2kali

f) Allāhumma salli „Alā ẖabībika sayyidinā muẖammad wa „alā ālihi wa

saẖbihi wa bārik wa sallim ajma‟īn 1kali

g) Wa usūlihim wa furū‟ihim, lanā wa lahum al-Fātiẖah.

Page 78: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

64

Kemudian melanjutkan dengan membacakan hadiah al-Fātihah

yang ditujukan kepada Rasul, Sahabat, Tabi‟in, para Auliya‟, Ulama‟, ahli

kubur muslimin dan muslimat, khususnya ahli Kubur Desa Bedanten.

Selanjutnya Doa Tahlīl yang juga dipimpin oleh Pak Mudin, beliau

membacakan doa dan seluruh masyarakat meng-Amini doa yang dibaca

kan oleh Pak Mudin.

2) Pembukaan Acara Formal

a) Secara formal mc membuka acara dan menyampaikan beberapa

rangkaian acara, di antaranya: Pembukaan dengan membaca surah al-

Fātihah, pembacaan ayat-ayat suci al-Qur‟an, mahallul Qiyām,

sambutan panitia, ceramah agama sekaligus doa.

Seperti biasa sebelum berlanjut ke acara selanjutnya, acara dibuka

dengan membaca surah al-Fātihah dengan harapan semoga acara dapat

berjalan dengan lancar dan mendapatkan ridho dari Allah swt.

b) Pembacaan ayat-ayat Suci Al-Qur‟an

MC langsung memanggil saudari Lubabatul Muta‟addibah sebagai

pembaca ayat-ayat suci al-Qur‟an, dengan segera ayat al-Qur‟an

tersebut di lantunkan dengan nada dan irama, sehingga membuat

masyarakat dapat mendengar dengan penuh hidmat dan menyentuh

hati.

c) Mahallul Qiyām

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada rangkaian kegiatan

lailatul istighāsah yang di dalamnya terdapat runtutan acara mahallul

qiyām, dalam acara inti juga terdapat runtutan acara mahallul qiyām.

Adapun praktik dan bacaan yang dibaca saat mahallul qiyām tetap

sama. Untuk seluruh hadirin berdiri, ikut serta membaca asyroqolan

(Sholawat Nabi) hanya saja pada rangkaian acara inti yang dihadiri

seluruh kalangan masyarakat tidak menggunakan tabuhan rebana

sebagaiamana pada rangkaian acara lailatul istighāsah yang diiringi

dengan tabuhan rebbana, hal ini dikarenakan saat lailatul istighasah

dilaksanakan pada malam hari agar masyarakat yang tidak ikut serta

mengetaui bahwa acara lailatul istighasah sedang berlangsung.

Page 79: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

65

Sedangkan pada acara inti yang dilaksanakan pada siang hari sudah

dihadiri seluruh masyarakat Desa Bedanten dan seluruh masyarakat

dapat mengetahui bahwa acara haul sedang berlangsung.

d) Sambutan Panitia

Seperti pada rangkaian acara sebelumnya, sambutan panitia

diwakili oleh Bapak Abdul Majid S.Pd.I, adapun isi dari sambutan

tersebut hampir sama dengan isi sambutan panitia pada rangkaian

acara sebelumnya, yaitu memberikan rasa terimakasih dan hormat atas

kehadiran para Undangan dan para Dewan yang hadir dalam acara ẖaul

dan sedekah bumi. Selain itu juga menjelaskan sekilas mengenai acara,

bahwa acara haul dan sedekah bumi ini merupakan acara kirim doa

kepada almarhumin, sekaligus memberitahukan informasi bahwa pada

tahun 2019 Bedanten sudah diperingati hari jadinya 661 tahun.

“Bedanten lebih tua dari Gresik, dan diperingati pertamakali

pada kemaren malam waktu acara sarasehan dengan motong

tumpeng. Serta mohon maaf dan berterimakasih atas nama panitia

karena sudah mengganggu panjengan (masyarakat desa Bedanten)

untuk dimintai sumbangan, dan jika ada kekurangan ataupun salah

atas nama panitia dan pribadi sangat memohon maaf yang sebesar-

besarnya.”28

e) Ceramah sekaligus Doa

Mc langsung membacakan acara selanjutnya yaitu maudah al-

Hasah kemudian mempersilahkan romo K.H. Najib Muhammad dari

Jombang untuk segera menyampaikan mauidah-nya dan sekaligus

menutup acara dengan doa.

K.H. Najib Muhammad segera menyampaikan ceramah kepada

masyarakat, seperti biasanya Pak Kyai memulai dengan muqaddimah,

ucapan hormat, dan terimakasih kepada seluruh pihak yang hadir

dalam acara ẖaul dan sedekah bumi, mulai dari Seluruh Organisasi,

Pejabat Pemerintah Desa dan Perangkat, serta tamu kehormatan Mas

Jazilul Fawaid, dan Panitia Penyelenggara, juga tak lupa kepada para

Leluhur Desa Bedanten juga para hadirin.

28

Sambutan Bapak Abdul Majid dalam acara Haul dan Sedekah Bumi Desa Bedanten, 12

April 2019.

Page 80: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

66

Selanjutnya, Kyai Najib langsung menyampaikan isi ceramahnya,

adapun isi dari ceramah beliau adalah menjelaskan tentang thabaqah

al-Awliya‟ dan menceritakan tentang Gus Dur dengan kewaliyannya.

“Dalam rangka ẖaul pada kalangan ulama‟ yang memiliki dua

thabaqah, yaitu thabaqah al-Awliya‟ dan thabaqah al-Ulama‟.

Thabaqah al-Awliya‟ adalah tahapan-tahapan untuk para wali, para

wali memiliki derajat yang berbeda dengan para ulama‟, seperti

DPR tingkat Provinsi, dan DPD tingkat Daerah. Al-Awliya‟

memiliki beberapa tahapan, yaitu: Pertama, waliy al-aktub, yaitu

dalam satu zaman memiliki satu waliy, seperti Syeh Abdul Qodir

al-Jailani, Sayyid Muhammad al-Baqir, Imam Zainuddin dan

sebagainya. Yang kedua adalah waliy al-Autad, yaitu satu zaman

ada dua waliy. Ketiga waliy al-Aimmah. Keempat waliy al-

Nuqabah satu zaman ada tujuh wali. Kelima, waliy al-Nujabah satu

zaman ada lima belas waliy. Waliy Allah itu terbatas berbeda

dengan waliy al-Murid yang tidak terbatas. Para waliy ditandai

dengan thabaqah, eskalasinya dari wirainya, zuhudnya, dan

kedekatan nya kepada Allah. Allah merahasiakan sebagian

waliynya dikalangan manusia, makanya orang jawa bilang “ojo

ngomong ngunu mundak onok waliy lewat” artinya; jangan bicara

seperti itu nanti ada waliy liwat. Kadang-kadang tidak terlihat

seperti waliy namun dia-lah waliy Allah.”

Setelah pak Kyai menyampaikan mauidah al-Hasanah, beliau

langsung melanjutkan untuk memimpin doa, dan masyarakat meng-

aminin. Setelah doa selesai dibacakan, acara selesai dan grup sholawat

melantunkan sholawatan dengan merdu dan diiringi tabuhan rebana.

Di aula Balai Desa sudah tersaji beberapa menu sajian untuk

makan prasmanan para tokoh masyarakat, pak kyai, dan segenap

panitia inti. Sajian makanan ini disajikan oleh ibu-ibu PKK. Dan untuk

panitia, telah tersedia menu makanan di rumah Ibu Niami, agar saat

acara selesai panitia langsung bergegas menyantap menu makanan

yang telah disediakan oleh panitia logistik.

Tradisi Pleretan yang terangkum dalam kegiatan haul penggede

dan sedekah bumi Desa Bedanten merupakan kegiatan tahunan. Tradisi

ini dilaksanakan setahun sekali, dan diadakan pada setiap hari Jum‟at

pertama di bulan Sya‟ban atau Ruwah. Berdasarkan rapat panitia pada

tanggal 28 Februari 2019, dalam pelaksanaan kegiatan ẖaul dan

sedekah bumi ini menghabiskan anggaran pengeluaran sebesar Rp.

29.220.000-, (dua puluh Sembilan juta duaratus duapuluh ribu rupiah),

Page 81: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

67

dan pihak panitia memperoleh anggaran sebesar itu dari partisipasi

warga dan tokoh masyarakat yang memberikan sumbangan.

Sejak zaman nenek-moyang terdahulu, budaya ziarah ke makam

memiliki nama nyadran. Nyadran adalah istilah agama kuno sebelum

Islam. Setelah adanya Islamisasi (masuknya Islam atau para wali di

tanah Jawa), kegiatan ziarah ini memiliki kecocokan dengan kegiatan

Islam dan kegiatan nyadran terus dilaksanakan dengan istilah baru

yang bernama Bari‟an (berasal dari baro‟atun yang artinya bebas dari

marabahaya).29

B. Respon Masyarakat Terhadap Pembacaan Ayat-ayat al-Qur’an

Masyarakat memiliki keyakinan tersendiri terhadap pembacaan ayat-ayat

al-Qur‟an dalam tradisi Pleretan. Berikut ini adalah respon sebagian masyarakat

terhadap pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an dalam tradisi Pleretan:

1. Khotmul Qur‟an

Kegiatan khotmul Qur‟an ini menjadi rutinitas tahunan dalam

memperingati ẖaul Penggede dan Sedekah Bumi yang biasanya masyarakat

menyebut dengan nama Bari‟an atau Pleretan. Dalam tradisi ini al-Qur‟an

dibaca secara keseluruhan sebanyak tiga waktu dengan pembaca yang

berbeda. Mulai pada hari Kamis pagi al-Qur‟an dibaca oleh Jam‟iyah Putri,

sore hari dan malam hingga esok harinya di hari Jum‟at al-Qur‟an dibaca oleh

Jam‟iyah Putra.30

Bacaan ayat-ayat al-Qur‟an dibaca menggunakan alat

pengeras suara untuk memperingati Haul Penggede dan Sedekah Bumi.

Sebagaimana hasil Wawancara bersama Pak Lurah, pembacaan ayat-ayat

al-Qur‟an dibacakan dalam tradisi Pleretan khusus ditujukan kepada para

penggede Desa Bedanten yang di antaranya: Mbah Sayyid Husaini, Mbah

Maskumambang, Mbah Ngabar, Mbah Kemedum (Mahdum), Mbah Umar

Khattab, Mbah Ibnu Sukarso dan para sesepuh-sesepuh Desa Bedanten

29

Wawancara pribadi dengan Miftah Sya‟roni, Bedanten: 12 April 2019. 30

Aggota dari jam‟iyah putri dan putra terdiri dari guru-guru ngaji dan masyarakat biasa

yang rutin dalam membacakan khotmul Qur‟an setiap tahunnya dalam acara tradisi Pleretan.

Sebagian dari mereka juga ada yang aktif mengikuti ngkotmul Qur‟an di Mushollah-mushollah

dan di rumah warga yang memiliki hajat untuk mendoakan ahli kuburnya.

Page 82: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

68

lainnya, termasuk juga tokoh-tokoh masyarakat yang sudah meninggal, serta

ahli kubur masyarakat Desa Bedanten.31

Sebelum pembacaan khotmul Qur‟an dimulai, Pimpinan Jam‟iyah selalu

memulai dengan di awali pembacaan hadiah surah al-Fātiẖah. Pembacaan

hadiah surah al-Fātiẖah ini ditujukan kepada leluhur yang telah disebutkan

sebelumnya. Karena al-Fātiẖah ini akan menjadi jalan terkirimnya bacaan

khotmul Qur‟an yang dibacakan. Dan agar tersampainya bacaan khotmul

Qur‟an kepada alamat yang dituju.32

2. Istighasah

Istighasah dibacakan saat acara ẖaul penggede dan sedekah bumi desa

yang merupakan acara inti dari tradisi Pleretan. Selain dibacakan pada acara

inti, istighasah juga dibacakan di acara lailatul istighāsah. Istighasah adalah

meminta pertolongan. Semakin banyak orang yang membaca istighasah maka

semakin baik. Istighasah memiliki banyak macam model bacaan, hal ini

dikarenakan pada setiap orang memiliki guru masing-masing yang berbeda-

beda, sebagaimana empat madzhab yang terkenal (Madzhab Syafi‟iy,

Hambaliy, Hanafiy, dan Malikiy), tidak ada salah di antara perbedaan-

perbedaan yang ada. Begitupun istighasah yang dibacakan dalam tradisi

Pleretan, tidak sama dengan yang dibacakan di tempat lainnya. Istighasah

merupakan satu di antara banyaknya cara untuk meminta pertolongan kepada

Allah swt. dan mendekatkan diri kepada Allah swt. dengan membaca

istighasah warga berharap dapat meningkatkan rohani masyarakat dan warga

meyakini bahwa membaca istighasah adalah cara untuk mengikat diri agar

senantiasa dekat kepada Allah swt.

Istighasah ini dibacakan secara berjamaah agar masyarakat bisa lebih

mudah untuk meminta pertolongan kepada Allah swt. Berdoa secara

berjama‟ah lebih banyak peluang dikabulkannya doa oleh Allah swt., karena

jika seorang diri berdoa belum tentu dalam keadaan khusyuk dan doanya

terkabulkan namun jika berjama‟ah di antara sepuluh orang pastilah ada tiga

hingga lima orang yang khusyuk dalam doa, sehingga yang tidak khusyuk

dalam berdoa mendapatkan cipratan doa dari orang yang khusyuk.

31 wawancara pribadi dengan Abdul Majid S.Pd.I, pada tanggal 09 Januari 2019.

32 Wawancara pribadi dengan bapak Sebowarno, Bedanten 13 April 2019.

Page 83: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

69

Hasil observasi penulis memperoleh penjelasan bahwa istighasah yang

dibacakan di Desa Bedanten adalah istighasah yang biasa dibaca oleh

penganut dari tarekat Qodriyah wa Nahsabandiyah, tarekat ini adalah satu di

antara banyaknya macam cara untuk meningkatkan spiritualitas masyarakat

Desa Bedanten agar senantiasa dekat kepada Allah swt.33

Pembacaan

istighasah ini bisa dipimpin oleh siapapun, yang memang biasa mengikuti

tarekat tersebut dan telah mendapatkan amanah untuk boleh mempimpin atau

membacakan istighasah. Dalam istighasah dibacakan ayat-ayat al-Qur‟an

berupa surat Yāsīn dan al-Fātiẖah, serta bacaan kalimat-kalimat tayyibah.

3. Tahlīlan

Menurut masyarakat setempat, tahlīl adalah kirim doa untuk orang yang

sudah meninggal, bisa dikatakan bersedakah untuk orang yang sudah wafat

melalui bacaan tahlīl. Di dalam tahlīl termuat beberapa ayat-ayat khusus,

seperti; surah al-Iẖlas yang dibaca 3kali, al-Falaq, al-Nas.34

Surah al-Iẖlas dibaca hingga 3kali, ada juga yang sampai 11kali, bahkan

200kali, bisa juga lebih dari 200kali sesuai kebutuhan dari sang punya hajat.

Dalam tradisi Pleretan surah al-Iẖlas dibaca sebanyak 3kali, hal ini karena

pembacaan tahlīl dibaca secara berjamaah (setiap orang yang hadir dapat

dikalikan dengan bacaan surah al-Iẖlas yang dibaca maka jumlahnya cukup

untuk memberikan hadiah bagi ahli kubur),35

dan surah al-Iẖlas yang dibaca

sebanyak 3kali sama dengan khatam al-Qur‟an satu kali.

Seperti halnya saat berdzikir dengan menggunakan tasbih, untuk

bantuan menghitung bacaan dzikir, tasbih diputar dengan cepat tidak

harus disesuaikan dengan bacaan dzikir yang sedang dibaca. Jika

membaca lafadz Allah sebanyak 100 kali sesuai lingkar tasbih, tasbih

bisa diputar dengan cepat dan lafadz Allah tetap dibaca tanpa harus

sama antara lafadz dzikir dan putaran tasbih, ketika tasbih sudah

mencapai hitungan ke seratus maka cukuplah dzikir Allah tanpa harus

menghitung satu persatu hingga seratus.”36

Selain surah-surah di atas, tahlīl juga berisi ayat-ayat al-Qur‟an sebagai

yang terkandung dalam al-Qur‟an surah al-Baqarah ayat 1-5, 163, 255, 285-

286, surah Hud ayat 73, surah al-Ahzab ayat 33, 56, surah alī-„Imrān ayat 173.

33

Wawancara pribadi dengan Sebowarno, pada tanggal 17 Juli 2019. 34

Wawancara pribadi dengan ibu Maimunah, pada tanggal 13 April 2019. 35

Wawancara pribadi dengan Sebowarno, pada tanggal 17 Juli 2019. 36

Wawancara pribadi dengan bapak Sebowarno, Bedanten, 17 Juli 2019.

Page 84: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

70

Selain itu juga berisi kalimat-kalimat tayyibah seperti kalimat tahlīl, ẖauqalah,

taẖmid, dan lain sebagainya.

4. Pembacaan ayat suci al-Qur‟an

Ayat suci al-Qur‟an dibaca dengan suara yang merdu dan tartil, dengan

begitu menyentuh hati pendengarnya. Selain itu juga dapat mempengaruhi

orang lain untuk terus mempelajari al-Qur‟an. Dengan suara yang merdu akan

dapat menambah semangat untuk belajar al-Qur‟an dan dapat menggugah Jiwa

untuk lebih dekat kepada Allah swt. Sebagaimana Q.S Muzzammil [73]:

Atau lebih dari seperdua itu dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-

lahan dan tartil.

Mengenai ayat yang dibaca dalam setiap acara, biasanya para Qori‟

(pembaca al-Qur‟an) menyesuaikan terhadap acara yang sedang berlangsung.

Seperti dalam acara resepsi pernikahan biasanya dibacakan bacaan ayat al-

Qur‟an di Surah An-Nisa‟, ketika bulan maulid juga memiliki ayat khusus

untuk dibaca saat pembacaan ayat suci al-Qur‟an.37

Biasanya Qori‟ sudah

menyiapkan ayat apa yang pantas dan cocok untuk dibacakan ketika acara

berlangsung, seperti dalam acara sarasehan kemaren, pembaca memilih

firman Allah, Q.S. Al-A‟raf [8]; 1-5

“1. Alif laam mim shad. 2. Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan

kepadamu, Maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya,

supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan

menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. 3. Ikutilah apa yang

diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti

pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran

(daripadanya). 4. Betapa banyaknya negeri yang telah Kami binasakan, Maka

datanglah siksaan Kami (menimpa penduduk)nya di waktu mereka berada di

malam hari, atau di waktu mereka beristirahat di tengah hari. 5. Maka tidak

37

Wawancara pribadi dengan Ibu Maimunah, Bedanten, 13 April 2019.

Page 85: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

71

adalah keluhan mereka di waktu datang kepada mereka siksaan Kami, kecuali

mengatakan: "Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang zalim".”

Berbeda dengan bacaan ayat suci al-Qur‟an yang dibacakan dalam acara

inti ẖaul penggede dan sedekah bumi, ayat tersebut adalah Q.S. Az-Zumar

[39]: 71-75

71. orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan.

sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya

dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Apakah belum pernah

datang kepadamu Rasul-Rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-

ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan Pertemuan dengan hari

ini?" mereka menjawab: "Benar (telah datang)". tetapi telah pasti Berlaku

ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir.

72. dikatakan (kepada mereka): "Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam

itu, sedang kamu kekal di dalamnya" Maka neraka Jahannam Itulah seburuk-

buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri.

73. dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga

berombong-rombongan (pula). sehingga apabila mereka sampai ke syurga itu

sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-

penjaganya: "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu!

Maka masukilah syurga ini, sedang kamu kekal di dalamnya".

74. dan mereka mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang telah

memenuhi janji-Nya kepada Kami dan telah (memberi) kepada Kami tempat

ini sedang Kami (diperkenankan) menempati tempat dalam syurga di mana

saja yang Kami kehendaki; Maka syurga Itulah Sebaik-baik Balasan bagi orang-orang yang beramal".

75. dan kamu (Muhammad) akan melihat malaikat-mmlaikat berlingkar di

sekeliling 'Arsy bertasbih sambil memuji Tuhannya; dan diberi putusan di

antara hamba-hamba Allah dengan adil dan diucapkan: "Segala puji bagi

Allah, Tuhan semesta alam".

Page 86: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

72

Perbedaan tersebut tidak menjadi masalah, karena pembaca dirasa sudah

tau dan memahami maknanya sebelum membacakan ayat-ayat suci al-Qur‟an

dihadapan orang banyak.

Living Qur‟an dalam tradisi Pleretan berada di dalam bacaan tahlīl, istighasah,

khotmul Qur‟an, dan bacaan ayat-ayat suci al-Qur‟an. Selain itu juga dibacakan

kalimat-kalimat thoyyibah, dan sholawat Nabi (asyraqalan, ya rabbi shalli, dan

sholawat al-Qur‟an). Bacaan-bacaan tersebut tidak bisa terpisahkan satu sama

lainnya. Sebagaimana terangkum di dalam dua kalimat syahadat akan kesaksian

diri bahwa Allah adalah Tuhan Esa dan Nabi Muhammad adalah sebagai utusan

Allah swt. Karena ketika berdoa kepada Allah swt. harus menyertakan Nabi

Muhammad saw (Sholawat Nabi), maka dari itu selain ayat-ayat al-Qur‟an yang

dibacakan juga ada sholawat Nabi (asyraqalan, ya rabbi shalli, dan sholawat al-

Qur‟an) yang dibacakan dalam tradisi ini.38

C. Dampak Pembacaan Khotmul Qur’an dalam Tradisi Pleretan

Pada pembahasan sebelumnya, penulis sudah memparkan panjang lebar

seputar tradisi Pleretan dan beberapa respon masyarakat terhadap pembacaan

ayat-ayat al-Qur‟an dalam tradisi Pleretan. Namun yang ingin penulis garis

bawahi disini ialah adanya esensi yang terkandung dalam pembacaan khotmul

Qur‟an yang dibacakan pada tradisi Pleretan, untuk memperoleh jelas sebuah

esensi yang terkandung dalam pembacaan khotmul Qur‟an dalam tradisi yang

diadakan setiap setahun sekali, penuli menggali informasi terkait dampak

pembacaan khotmul Qur‟an dalam tradisi Pleretan yang diperoleh masyarakat

Desa Bedanten.

Beberapa informan telah berhasil penulis wawancarai, informan tersebut

terbagi menjadi tiga tipe, tipe pertama ialah masyarakatsebagai pendengar, kedua

sebagai pembaca, dan tipe ketiga sebagai masyarakat yang tidak mendengar dan

tidak membaca. Bagi masyarakat tipe pendengar ialah mereka yang posisi rumah

tidak jauh dari lokasi pleretan sehingga dapat mendengarkan al-Qur‟an yang

dibaca menggunakan alat pengeras suara. Sedangkan tipe pembaca adalah

masyarakat yang ikut serta hadir dan menjadi anggota dari Jam‟iyah khotmul

38

Wawancara Pribadi dengan Sebo Warno, Bedanten 17 Juli 2019.

Page 87: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

73

Qur‟an. Dan tipe yang terakhir adalah masyarakat yang tidak ikut serta membaca

juga tidak dapat mendengarkan bacaan khotmul Qur‟an karena lokasi rumah yang

jauh dari lokasi khotmul Qur‟an.

Setelah penulis mewawancarai beberapa informan dari masing-masing tipe,

terjawablah dampak bagi pendengar di antaranya: bertambahnya pahala,

ketenangan jiwa, bacaan khotmul dapat mempengaruhi diri pendengar untuk

melakukan kebaikan juga mencegah diri pendengar dalam melakukan

kemaksiatan. Informan selanjutnya adalah mereka yang membacakan khatmul

Qur‟an dalam tradisi Pleretan. Pembaca memperoleh dampak di antaranya:

bertambahnya rizki, bertambanya ketenangan, bertambahnya pahala, kesejukan

hati, kejernian pikiran, bertambahnya kebaikan. Sedangkan informan selanjutnya

adalah mereka yang tidak dapat mendengar bacaan khatmul Qur‟an dikarenakan

jauhnya rumah warga dari lokasi khotmul Qur‟an dan tidak ikut serta membaca

dikarenakan sebagian warga tidak bisa membaca, ada juga yang sibuk, ada juga

yang sedang bekerja, sehingga orang-orang ini tidak dapat mendengarkan dan

membacakan khatmul Qur‟an dalam tradisi Pleretan. Dalam hal ini akan lebih

jelasnya penulis membuat table guna mempermudah dalam mengambil

kesimpulan.

Tabel 4.7

Dampak Adanya Khatmul Qur‟ān Dibacakan pada Tradisi Pleretan

Type Interaksi

(membaca)

dengan tindakan

Dampak

Hasil Langsung External Internal

Pendengar - Di Rumah

- Bersantai

- Beraktivitas

- Bikin Jajan

Pleret

- Merasakan

hawa

Ramadhan

- Ketenangan

- Bertambah

pahala

- Lebih dekat

dengan al-

Qur‟an

- Ketenangan

- Tidak terjadi

musibah

- Hati menjadi

sejuk

- Lebih terarah

kepada

kebaikan

Pembaca - Membaca - Berkumpul - Menambah - Hidup

Page 88: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

74

tawassul

kepada

leluhur

- Niat

mengharapka

n ridho Allah

- Mendoakan

leluhur

- Mendoakan

orang tua

- Melakukan

amal

kebaikan

- Membawa

jajanan39

- Bersih tempat

dan rapi

dengan orang

sholeh

- Waktu lebih

berharga

- Lancar bacaan

- Hafal

- Selalu dekat

dengan al-

Qur‟an

- Merasakan

ketenangan

- Kejernian

pikiran

- Kesejukan hati

- Bertambah

pahala

- Senang

- Mendoakan

leluhur dan

orang tua

kebaguan

- Menambah

doa untuk

leluhur

- Memberikan

pengaruh

baik

menjadi

tentram

- Bertambah

rizki

- Keberkahan

leluhur

- Terarah

kepada

kebaikan

- Terbiasa

membaca al-

Qur‟an

- Sering ikut

khatmul

Qur‟an di

tempat lain

- Selalu

mendapat

petunjuk

Allah

Tidak

pendengar

dan tidak

pembaca

- Bekerja

- Tidur

- Bikin jajan

pleret

- Ke Sawah

- Menyiapkan

diri mengikuti

tradisi Pleretan

- Senang

Tidak

merasakan

Tidak

melakukan

kemaksiatan

Dampak langsung Dampak tidak langsung

Apabila menelaah jawaban pembaca , pendengar dan yang tidak membaca

maupun mendengar, yang mereka dapatkan dari dampak adanya khotmul Qur‟an

dalam tradisi Pleretan, maka masing-masing individu mendapatkan dampak sesuai

dengan kontibusi terhadap al-Qur‟an. Dapat terbagi dua, yaitu pendengar dan

39

Bekal yang akan dimakan saat pergantian membaca al-Qur‟an

Page 89: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

75

pembaca merasakan dampak yang hampir sama, adapun yang pembaca dan

pendengar rasakan dari dampak membaca khatmul Qur‟an ialah ketenangan jiwa,

waktu yang lebih berharga dan bertambahnya rizki. Sedangkan bagi yang tidak

mendengar dan tidak pula baca, hampir tidak merasakan dampak diadakan

khatmul Qur‟an, namun selama diadakannya khotmul Qur‟an dalam tradisi

Pleretan, mereka merasa terhindar dari perbuatan yang dilarang Allah swt., seperti

minum-minuman keras, mencuri, membunuh, dan lain sebagainya. Dapat

dikatakan, bahwa dibacakannya khotmul Qur‟an dalam acara tradisi Pleretan telah

diakui oleh masyarakat Desa Bedanten memiliki dampak positif, seperti:

keberkahan, ketenangan jiwa, kesejukan hati, kejernian pikiran, bertambahnya

rizki, bertambahnya pahala, pengaruh baik terhadap lingkungan, mencegah hal-hal

yang dilarang Allah swt. Dapat dikatakan pula sebagai esensi khotmul Qur‟an

dalam tradisi Pleretan, hal inilah yang disebut sebagai living Qur‟an pada

pembacaan khotmul Qur‟an dalam tradisi Pleretan yakni masyarakat merasakan

pengaruh positif terhadap prilaku sehari-hari masyarakat.

Selain wawancara beberapa informan, penulis juga mewawancarai khusus

kepada Bapak Kepala Desa tentang dampak adanya khotmul Qur‟an dalam tradisi

Pleretan. Pemaparan Kepala Desa tentang dampak diadakannya khatmul Qur‟an

dalam tradisi Pleretan terhadap Desa Bedanten sendiri, penulis memaparkannya

dengan bentuk poin-perpoin di antaranya40

:

1. Bertambahnya rasa syukur terhadap para leluhur.

2. Lebih dekatnya persaudaraan, dapat bersilaturrahmi dalam acara.

3. Bagi orang yang jauh dari al-Qur‟an kini mempunyai daya tari dan mau

mempelajari al-Qur‟an.

4. Desa Bedanten menjadi lebih tentram, aman, dan nyaman.

5. Tidak ada lagi pertikaian, pembunuhan.

Dari poin-poin di atas, dapat diartikan bahwa khotmul Qur‟an memiliki

dampak secara menyeluruh bagi pihak pemerintahan desa, yaitu: bertambahnya

ketentraman penduduk desa, kenyamanan, lebih kuatnya tali persaudaraan,

terhindarnya bahaya dan mencegah dari perbuatan yang mungkar.

40

Wawancara pribadi dengan Bapak Abdul Majid, Bedanten: 09 Januari 2019.

Page 90: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

76

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, Dapat diambil kesimpulan bahwa adanya khotmul

Qur’an dalam tradisi pleretan memiliki esensi. Esensi ini dimiliki 3 tipe, tipe

pertama adalah pembaca, kedua pendengar, dan ketiga yang tidak membaca

ataupun mendengar. Bagi pembaca merasakan esensi dari khotmul Qur’an berupa:

keberkahan, ketenangan jiwa, kesejukan hati, kejernian pikiran, bertambahnya

rizki, bertambahnya pahala. Tipe pendengar merasakan adanya esensi dalam

khotmul Qur’an berupa: ketenangan jiwa, juga pengaruh menjadi lebih baik

(mendapatkan hidayah), merasakan hawa sekitar seperti hawa bulan Ramadhan.

Tipe ketiga adalah mereka yang tidak membaca maupun yang tidak

mendengarkan bacaan khotmul Qur’an dalam tradisi Pleretan, beberapa dari

mereka merasakan adanya esensi dari khotmul Qur’an yaitu: tercegah dari hal-hal

yang dilarang Allah swt. Esensi secara menyeluruh bagi masyarakat Desa

Bedanten berupa tambahnya rasa syukur, lebih dekatnya persaudaraan,

masyarakat lebih dekat dengan al-Qur’an, merasakan ketentraman, aman, dan

nyaman, mencegah dari hal kemungkaran.

Begitulah esensi yang diperoleh dari adanya khotmul Qur’an dalam tradisi

Pleretan. Meskipun sebagian masyarakat tidak memahami makna dari ayat-ayat

al-Qur’an yang dibaca atau didengarnya, masyarakat Desa Bedanten mendapatkan

esensi dari adanya pembacaan khotmul Qur’an.

B. Saran

Setelah penulis melakukan penelitian tentang studi living Qur’an terhadap

pembacaan khotmul Qur’an dalam tradisi Pleretan di Desa Bedanten Kecamatan

Bungah Kabupaten Gresik, maka penulis akan memberikan beberapa masukan:

1. Kepada masyarakat Desa Bedanten agar senantisa melestarikan budaya

nenek moyang terkhusus tradisi Pleretan. Selain itu hendaknya untuk

melakukan pengkajian Islami lainnya terhadap adanya fenomena-

fenomena yang ada di tengah masyarakat, seperti studi living Qur’an

Page 91: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

77

terhadap tradisi Pleretan, karena masih banyak lagi tradisi-tradisi yang

belum dikaji secara khusus. Agar tradisi-tradisi leluhur tidak hilang ditelan

zaman.

2. Kepada para peneliti selanjutnya, di dalam skripsi ini masih banyak

kekurangan, oleh karenanya saran dan kritik dari peneliti berikutnya

sangat diperlukan.

Page 92: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

78

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Moh. Peran Lesbumi dalam Merespon Gerakan Lekra pada Tahun 1950-

1965, Surabaya: UINSA, 2013.

Arinda R, Ichmi Yani. Sedekah Bumi (Nyadran) sebagai konvensi tradisi Jawa

dan Islam masyarakat Sraturejo Bojonegoro, UIN Maulana Malik Ibrahim

Malang.

Artono, Sigit, Margono, Sumardi, Sri Murtono. Apresiasi Seni, Seni Tari, Seni

Musik 1 SMA Kelas KALI, Jakarta: Ghalia Indonesia Printis, 2007.

Darussamin, Zikri dan Rahman. Merayakan Khilafiah Menunai Rahmat Ilahiah

Jawaban-jawaban atas Persoalan Seputar Penyelenggara Upacara

Kematian Berdasarkan al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta, Ikis, 2017.

Endraswara, Suwardi. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan Ideologi,

Epistemologi, dan Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006.

Firman, Andi. Pemahaman Umat Islam Terhadap Surah Yasin (Studi Living

Qur’an di Desa Nyiur Permai Kab. Tembilahan, Riau), Program studi

Tafsir Hadis, Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Hasbillah, Ahmad ‘Ubaydi. Ilmu Living Qur’an-Hadis, Ontologi, Epistemologi,

dan Aksiologi, Ciputat: Yayasan Waqaf Darus-Sunnah, 2019.

Herdiansyah, Haris. Metode Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta: Salemba

Humanika, 2010.

Hidayatullah, Furqon Syarief. Sedekah Bumi dusun Cisampih cilacap, Institute

Pertanian Bogor, 2013.

Himawan, Candra, dan Suriana, Neti. Sedekah: Hidup Berkah Rezeki Melimpah,

Yogyakarta: Pustaka Albana, 2013.

Junaedi, Didi. Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian al-Qur’an

(Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec.

Pabedilan Kab. Cirebon, Jurnal of qur’an and Hadith studies- vol. 4. No.

2. 2015.

Lalu, Yosef. makna hidup dalam terang iman katolik 2: Agama-agama membantu

manusia menggumuli makna hidupnya, Yogyakarta: Kanisius, 2010.

Margono. Apresiasi Seni Rupa dan Seni Teater 3, Jakarta: Pustaka, 2006

Page 93: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

79

Miftahuddin, Azka. Skripsi. Penanaman nilai syukur dalam tradisi sedekah bumi

di Dusun Kalitanjung desa Tambak Negara Rawalo Banyumas, IAIN

Purwakerto, 2016.

Mubah, Safril M. Strategi meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam

Menghadapi Arus Globalisasi, Jurnal Unair, 2011.

Al-Munawir, Said Agil Husin. Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani dalam Sistem

Pendidikan Islam, Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005.

Muhtador, Moh. Pemaknaan Ayat Al-Qur’an dalam Mujahadah Studi Living

Qur’an di PP Al-Munawwir Krapyak Komplek Al-Kandiyas, UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta, 2014.

Mustaqim, Abdul. Living Qur’an dalam Litasan Sejarah Studi Al-Qur’an,

dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis.

Notowidagdo, Rohiman. Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan al-Qur’an dan Hadis,

Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996.

Pranowo, Bambang. Memahami Islam Jawa, Ciputat: Pustaka alvabet dan

Indonesia institute for society empowerment/ INSEP, 2019.

Puniatun. Pelaksanaan Tradisi Sedekah Bumi Sebagai Upaya untuk Memelihara

Kebudayaan Nasional, Jurnal Ilmiah PPKN IKIP Veteran Semarang:

Mahasiswa PPKN IKIP Veteran Semarang, 2014.

Putra, Ahimsa, Heddy Shri. The Living al-Qur’an: Beberapa Perspektif

Antropologi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Rahmah, Umi Nuriyatur. Penggunaan Ayat-ayat al-Qur’an dalam Ritual Rebo

Wekasan: Studi Living Qur’an di Desa Sukareno Kec. Kalisat Kab.

Jember, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN SUKA

Yogyakarta, 2014.

Rahmah,Umi Nuriyatur. Penggunaan Ayat-ayat al-Qur’an dalam Ritual Rebo

Wekasan: Studi Living Qur’an di Desa Sukareno Kec. Kalisat Kab.

Jember, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN SUKA

Yogyakarta, 2014.

Rampan, Korre Layun. Api Awan Asap Adakah muslim yang kini sebagai isyarat

kiamat?, Jakarta: Grasindo, 2015.

Saputra, Heru. Memuja Mantra sabuk Mangir dan Jaran Goyang Masyarakat

Suku Using Banyuwangi, Yogyakarta, LKiS Yogyakarta, 2007.

Page 94: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

80

Sholikhin, Muhammad. Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Yogyakarta: PT Suka

Buku, 2010.

Suryadilaga, M. Alfatih. Living Hadis dalam Kerangka Dasar Keilmuan UIN

Sunan Kalijaga, 2014.

Syaikhu Z, M. Assyafi’. Karomahan (Studi Tentang Pengamalan Ayat-ayat al-

Qur’an dalam Praktek Karomahan di Padepokan Macan Putih

Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk), Skripsi S1, Jurusan IAT, Fakultas

Ushuluddin dan Dakwah, IAIN SURAKARTA, 2017.

Syarbini, Amrulloh. Supersedekah, Jakarta: QultumMedia, 2012.

Tim penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya. Ilmu Alamiah Dasar Ilmu

Sosial Dasar Ilmu Budaya Dasar (IAD-ISD-IBD), Surabaya: UINSA

Press, Nopember 2013.

Veralidina, Isce. Implementasi Tradisi “Sedekah Bumi” (Studi Fenomenologi di

Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro,

Skripsi S1, Jurusan al-Ahwal al-Syahshiyyah, Fakultas Syari’ah, UIN

Malang, 2010.

Wulandari, Lisa Dwi. dan Maulidi, Chairul. Tipologi lanskap pesisir

nusantara:pesisir jawa, Malang: UB Press, 2017.

Yusuf, Muhammad. Pedekatan Sosiologi dalam Penelitian Living Qur’an, dalam

Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, Syahiron Syamsuddin.

Wawancara:

Wawancara pribadi dengan KH. Fatah Abdul Aziz, Bedanten, 06 Juni 2018.

Wawancara dengan Miftah Sya’roni, Bedanten, 07Juni 2018.

Wawancara pribadi dengan Miftah Sya’roni, Bedanten 07 Juni 2018.

Wawancara pribadi dengan Khoirul Abidin, Bedanten 05 Januari 2019.

Wawancara pribadi dengan H. Wahab, Bedanten, 05 Januari 2019.

Wawancara pribadi dengan Miftah Sya’roni, Bedanten, 05 Januari dan 13 April

2019.

Wawancara pribadi dengan Pak Ghaffar, Bedanten 10 Januari 2019.

Wawancara Pribadi dengan Pak Masbukhin, 10 Januari 2019.

Page 95: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

81

Wawancara pribadi dengan Abdul Majid S. pd.I, Bedanten 09 Januari 2019.

Wawancara pribadi dengan Sebowarno, Bedanten, 10 April, 13 April, dan 17 Juli

2019.

Wawancara dengan Miftah Sya’roni, Bedanten, 11 April 2019.

Wawancara pribadi dengan Bapak Karso, Pendopo Ngabar, 12 April 2019.

Wawancara Pribadi dengan Cak Mad, Pendopo Ngabar, 12 April 2019.

Wawancara pribadi dengan Ibu Maimunah, Bedanten, 13 April 2019.

Wawancara pribadi dengan Ibu Nur Hafidzoh, Bedanten, 23 Oktober 2019.

Wawancara pribadi dengan Bapak Baihaki, Bedanten, 23 Oktober 2019.

Wawancara Pribadi dengan Ibu Maimunah, Bedanten: 22 Oktober 2019.

Wawancara Pribadi dengan Ibu Farikhah, Bedanten: 25 Oktober 2019.

Wawancara Pribadi dengan Ibu Diyah, Bedanten: 22 Oktober 2019.

Wawancara Pribadi dengan Bapak Mansur, Bedanten: 25 Oktober 2019.

Wawancara Pribadi dengan Cak Mif, Bedanten: 22 Oktober 2019.

Page 96: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

82

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Panduan Wawancara

A. Daftar Pertanyaan Terkait Deskripsi Tradisi Pleretan dan Alasan-

alasannya

1. Bagaimana Sejarah desa Bedanten dan Letak Geografinya?

2. Bagaimana kondisi sosio geografis, mengenai keadaan penduduk,

gambaran infrastruktur, keadaan ekonomi dan pendidikan masyarakat desa

Bedanten, dan adakah hal lainnya?

3. Bagaimana keadaan demografis desa, jumlah penduduk, jenis kelamin,

kepercayaan masyarakat, mata pencaharian, lingkup keagamaan?

4. Bagaimana asal-usul penduduk desa dan sistem masyarakatnya?

5. Dimana batas wilayah, dan apakah ada peta khusus untuk desa Bedanten?

6. Bagaiamana sejarah pembentukan dan perkembangan sosio geografis

masyarakat desa Bedanten?, apakah ada kesulitan-kesulitan dari masa

pembentukan dan perkembangan masayrakat desa Bedanten?

7. Apa saja tradisi-tradisi yang masih berjalan atau yang sudah tidak

terlaksana lagi di desa Bedanten?

B. Daftar Pertanyaan Terkait Gambaran Umum Desa Bedanten Bungah

Gresik

1. Bagaimana prosesi upacara pleretan dari pra sampai selesai?

2. Apa saja bacaan yang dilantunkan dalam setiap acaranya, kalau boleh tau

mengapa?

3. Kapan dilaksanakan, berapa lama, dan dilakukan berulang setelah berapa

lama? Tahunan, bulanan, atau lainnya?

4. Siapa saja yang ikut?

5. Apa saja yang disajikan?

6. Adakah pendapat yang tidak setuju dengan tradisi tersebut?, apa alasan

ketidaksetujuannya?

Page 97: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

83

7. Apakah ada perubahan dalam pelaksanaannya, misal ayatnya ditambah,

dikurangi atau bagaiamana dalam sejara pelaksanaannya?

8. Bagaimana respon masyarakat, apa senang dengan tradisi itu, atau apakah

memberatkan karena harus menyumbangkan banyak barang atau uang?

9. Berapa biasaya yang dihabiskan dalam upacara pleretan ini?

Page 98: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

84

Lampiran 2

Daftar Informan

1. Nama : KH. Fatah Abdul Aziz

Umur : 83 tahun

Pekerjaan : -

Sebagai : Kyai sekaligus Pimpinan jamaah al-khidmah di wilayah Gresik

(tokoh adat)

2. Nama : H. Wahab

Umur : 72 tahun

Pekerjaan : Guru

Sebagai : Masyarakat Sepuh

3. Nama : Abdul Majid, S.pd.I

Umur : 49 TAHUN

Pekerjaan : Kepala Desa

Sebagai : Tokoh Masyarakat

4. Nama : Miftah Sya’roni

Umur : 55 tahun

Pekerjaan : wiraswasta

Sebagai : Ketua Pelestari Makam Penggede Desa Bedanten (juru kunci)

5. Nama : Abd. Ghafar

Umur : 50 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Sebagai : Ketua Penggagas Kajian Sejarah Desa Bedanten

6. Nama : Khoirul Abidin

Umur : 49 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Sebagai : Mudin

7. Nama : Sebowarno

Umur : 49 tahun

Pekerjaan : Petani

Sebagai : Masyarakat sekaligus anggota jamaah al-Khidmah

Page 99: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

85

8. Nama : Masbukhin

Umur : 45 tahun

Pekerjaan : Staf Desa

Sebagai : Masyarakat

9. Nama : Maimunah

Umur : 56 tahun

Pekerjaan : Guru

Sebagai : Pembaca Khotmul Qur’an

10. Nama : Mad

Umur : 54 tahun

Pekerjaan : Guru

Sebagai : Masyarakat (Juru Kunci Mbah Ngabar)

11. Nama : Karso

Umur : 48 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Sebagai : Masyarakat (Juru Kunci Mbah Ngabar)

12. Nama : Nur Hafidzoh

Umur : 28 tahun

Pekerjaan :

Sebagai : Masyarakat

13. Nama : Moh. Baihaki

Umur : 26 tahun

Pekerjaan : Wirausaha

Sebagai : Masyarakat

14. Nama : Mansur

Umur : 48 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Sebagai : Pembaca Khotmul Qur’an

15. Nama : Farikhah

Umur : 32 tahun

Pekerjaan : Guru

Sebagai : Pembaca Khotmul Qur’an

Page 100: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

86

16. Nama : Zuhdiyah

Umur : 22 tahun

Pekerjaan : Mahasiswi

Sebagai : Masyarakat

Page 101: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

87

Lampiran 3

Hasil Wawancara tentang Dampak adanya Khotmul Qur’an

IBU MAIMUNAH1: apa yang ibu peroleh saat mengikuti khataman?, tujuan

mengikuti khataman saat pleretan?

Khotmul Qur’an ,menambah kebagusan, menambah doa untuk para auliya’ dan

syuhada’, mengikuti amal kebaikan, serta berdoa. Sekarang di mbah makhdum

diadakan setiap hari Jum’at Wage, saya sendiri jika tidak sibuk saya akan ikut

serta rutin membaca, tapi saya pribadi selalu mendoakan para sesepuh setiap

sholat dan disertai membaca surah al-Ihlas karena al-Ihlas 3 kali bisa dihitung

membaca satu kali khataman Qur’an. Saya merasakan bisa berpikir lebih jerni,

karena mendoakan waliyullah dan orang yang meninggal butuh di doakan sebagai

sesepuh Desa Bedanten. Desa Bedanten awalnya banyak penyakit, banyak terjadi

pencurian, pertikaian, namun saat ini barokah ngaji dan para wali bida

memberkahi orang yang membaca dan orang yang meninggal yang dibacakan,

orang yang meninggal tidak cukup hanya kiriman satu tahun sekali, setiap hari

setiap selesai sholat selalu kirim al-Fatihah. Sopo wong seng ngilingi wong tuane

seng wes mati, uripe ayem, kenyataannya sekarang ibuk warek, malahan setiap

hari jumat ke kuburan membersihkan makam dan setiap hari membacakan al-

Fatihah kepada ahli kubur. Tidak kelihatan tapi serba berkecukupan,

BU FARIKHAH2: berapa kali ikut khataman dalam acara pleretan?, apa yang

dirasakan saat sebelum ikut khataman di acara pleretan dan setelah ikut?

Sejak tahun 2006, dan Alhamdulillah setelah ikut khataman hati terasa sejuk,

dapat barakah dari mbah sayyid khusaini.

BU KHAFIDZOH3: di dalam tradisi Pleretan terdapat acara khotmul Qur’an,

apakah ibu tahu?, ya tahu, tapi aku ga pernah ikut khotmul Qur’an, cuman acara

Pleretan saja waktu itu pernah ikut. Apakah ibu merasakan pengaruh adanya

khotmul Qur,an yang dibacakan dalam tradisi pleretan? pengaruh apa ya, perasaan

ya ga pengaruh sih, keberkahan barangkali? Ya lek keberkahan beda lagi, lek aku

kan gak elu khotmul quran, berkah apa ? berkahe lek elu khotmul qur’an kan

nambah berkah karo pahala, bagi yang ga ikut ya ga dapat apa-apa, apalagi cuman

dirumah saja, pahala dan berkah ga bertambah. Biasanya yang ikut itu guru-guru

ngaji, apakah ibu ga berminat ikut khataman? Yo pengen cuman dinoe pas kerjo

dadi pas pleretane yo sek iki jarang elu nek gak pas cuti., waktu masih nganggur

dirumah dulu ikut pleretane.

1 Wawancara Pribadi dengan Ibu Maimunah, Bedanten: 22 Oktober 2019.

2 Wawancara Pribadi dengan Ibu Farikhah, Bedanten: 25 Oktober 2019.

3 Wawancara Pribadi dengan Ibu Khafidzoh, Bedanten: 23 Oktober 2019.

Page 102: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

88

BU DIYAH4: apa yang Bu Diyah rasakan saat Bu Diyah mengetahui dibacakan

khotmul Qur’an dalam tradisi Pleretan?, saya merasakan, jika al-Qur’an dibacakan

maka saya merasa menjadi tenang, dingin, dan tentram, ya khotmul Qur’an

memang sudah biasa dibacakan di Desa Bedanten bukan hanya di tradisi Pleretan

saja, jd ya selalu tenang. Berbeda dengan orang yang baru hadir di khotmul

Qur’an yang ada di tradisi Pleretan pasti merasakan pengaruhnya sangat.

PAK MANSUR5: bapak biasa ikut khataman? Iya, sejak kapan pak? Perkiraan

sejak tahun 2013 baru sekedar hadir, apa yang bapak rasakan sebelum mengikuti

khataman dan setelahnya pak? Terus terang kalau rasanya niku kulo dereng saget

merasakan sebab kulo dere’ khataman boten mulai awal ngaji, dados boten saget

ngeraske, tujuan bapak ikut khataman apa pak?, wong ngaji iku tujuane golek

ridhoe pengeran.

PAK BAIHAKI6: mendoakan yai yang babat alas, meski yai tidak butuh

didoakan. Ibarat gelas di isi terus meluber. Luberan ini akan meluberi masyarakat.

yang tidak bagus kan sebelum Pleretan omben-omben, bertambahnya kebaikan.

Pleretan kan sedekah bumi, bersyukur makanya dirayakan dengan doa-doa.

Mendapatkan barokah, solidaritas, gotong royong, bersih-bersih. Apa yang pak

baihaki rasakan?, saya merasakan ketentraman, Desa Bedanten tidak ada bahaya

maling seperti di Desa-desa lainnya, tidak ada pertikaian, dan pembunuhan.

Mendoakan penggede, masyarakat desa, salah satunya saya merasa tidak minum-

minuman keras, bisa wisudah, minta kepada Allah melalui wasilah masyayikh dan

para alim ulama’.

BU KUMALA7: apakah Ibu sering mengikuti khotmul Qur’an?, iya kemaren saya

membacakan Khatmul di Mushollah an-Nur Pasar Pon, kemudian hari

selanjutnya lagi bu Kumala membacakan Khatmul Qur’ān juga di Langgar

Roudhotul Muta’alimin. Apa yang ibu rasakan saat membaca khotmul Qur’an?

Saya begitu bersyukur dengan mengucap Alhamdulillah karena setiap hari bisa

membaca al-Qur’an dan menghatamkan secara berjama’ah, karena mengingat

pepatah jaman dahulu waktu adalah uang, dan sekarang waktu adalah nafas, di

setiap detik dan nafas kita harus selalu disertai kebaikan, apalagi untuk

melantunkan bacaan ayat suci al-Qur’an, semoga selalu bisa mendapatkan

keberkahan sampai di akhirat kelak.’

4 Wawancara Pribadi dengan Ibu Diyah, Bedanten: 22 Oktober 2019.

5 Wawancara Pribadi dengan Bapak Mansur, Bedanten: 25 Oktober 2019.

6 Wawancara Pribadi dengan Bapak Baihaki, Bedanten: 23 Oktober 2019.

7 Wawancara Pribadi dengan Bu Kumala, Bedanten: 11 April 2019.

Page 103: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

89

PAK MIF8: menurut bapak selaku juru kunci adanya pembacaan khotmul Qur’an

dalam tradisi Pleretan memiliki dampak dan pengaruh apa terhadap diri bapak dan

masyarakat Desa Bedanten?, saya pribadi merasakan merem ayem (ketenangan),

untuk masyarakat jd banyak yang meniru dimana-mana dibaca Al-Qur’an dan

dikhatamkan. Jika saya saja merasakan merem ayem, otomatis masyarakat juga

mereasakan terbukti banyak diadakan khotmul Qur’an di musholah-musholah dan

selain pada acara khotmul di tradisi Pleretan.

8 Wawancara Pribadi dengan Cak Mif, Bedanten: 22 Oktober 2019.

Page 104: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

90

Lampiran 4

Dokumentasi Tradisi Pleretan

Wawancara dengan staf Desa Wawancara dengan Kepala Desa

Wawancara dengan Anggota Plesetari Makam Gapura Desa Bedanten

Peta Desa Bedanten Sarasehan kesejarahan

Jajanan Uler-uleran Jajanan Pleret

Pedagang saat acara Pleretan

Page 105: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

91

Masyarakat datang ke lokasi Mahalul Qiyam

Acara inti yaitu haul dan sedekah bumi (pembacaan istighasah)

Mendengarkan Ceramah Agama

Makam keturunan Sunan Drajat dan Menabur Bunga TujuhRupa dari Masyarakat

Mengantarkan Pleret dan Bungah TujuhRupa Acara Lailatul Istighasah

Page 106: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara

92

Makam Mbah Sayyid Husaiani

Khotmul Qur’an Jam’iyah Putri

Pameran Benda Sejarah dan Pengunjung pameran benda sejarah dan acara

sarasehan

Page 107: KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN (Studi Living …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48094/1/HIMMATUL MUFIDAH-FUF.pdf(lihat contoh 3). No Kata Arab Alih Aksara