khilafiah

3
Khilafiah/ikhtilaf itu sendiri diambil dari bahasa Arab yang berarti berselisih, tidak sepaham. Sedangkan secara terminologis, khilafiyah adalah perselisihan paham atau pendapat dikalangan para ulama fiqh sebagai hasil ijtihad untuk mendapatkan dan menetapkan suatu ketentuan hukum tertentu. Perbedaan pendapat dikalangan fuqaha adalah suatu hal yang wajar dan sesuai dengan corak ijtihad, dan mereka sendiri masih tetap berada di sekitar apa yang ditunjuki oleh Syara’. Dengan demikian, masalah khilafiah merupakan masalah ijtihad sebagai hasil dari pemahaman terhadap sumber hukum Islam. Sebab terjadinya perselisihan pendapat di kalangan ulama dalam suatu hukum sendiri (Khilafiyah) di antaranya sebagai berikut : (1) Karena dalil belum sampai kepadanya, (2) Hadits telah sampai kepada seorang alim namun dia lupa, (3) Dalil telah sampai kepadanya namun ia memahaminya tidak sesuai dengan yang diinginkan, Misalnya kalimat “ ُ مُ تْ سَ م اَ لْ وَ اءَ س لن". Artinya: Atau kalian menyentuh perempuan, dalam surat Al-Ma`idah ayat 6. Sebagian ulama mengatakan bahwa sekadar seorang lelaki menyentuh perempuan batal wudhunya. Sebagian lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menyentuh di sini adalah jima’ (bersetubuh) sebagaimana pendapat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Pendapat inilah yang benar, dengan landasan adanya riwayat bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium sebagian istrinya lalu berangkat menuju shalat dan tidak berwudhu. (4) Telah sampai dalil kepadanya dan dia sudah memahaminya, namun hukum yang ada padanya telah mansukh (dihapus) dengan dalil lain yang menghapusnya. Sementara dia belum tahu adanya dalil yang menghapusnya. (5) Telah datang kepadanya dalil namun ia meyakini bahwa dalil itu ditentang oleh dalil yang lebih kuat darinya, dari nash Al-Qur`an, hadits, atau ijma’ (kesepakatan ulama). (6) Terkadang sebabnya karena seorang alim mengambil hadits yang dhaif (lemah) atau mengambil suatu pendalilan yang tidak kuat dari suatu dalil. (7) Adakalanya hadits telah sampai kepada seorang alim namun dia belum percaya (penuh) kepada yang membawa beritanya Selain itu terdapat juga istilah Bid’Ah. Untuk mengetahui pengertian bid'ah yang benar maka kita harus terlebih dahulu

Upload: aldi-gunawan

Post on 07-Dec-2015

214 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Penjelasan Khilafiah

TRANSCRIPT

Page 1: Khilafiah

Khilafiah/ikhtilaf itu sendiri diambil dari bahasa Arab yang berarti berselisih, tidak sepaham. Sedangkan secara terminologis, khilafiyah adalah perselisihan paham atau pendapat dikalangan para ulama fiqh sebagai hasil ijtihad untuk mendapatkan dan menetapkan suatu ketentuan hukum tertentu.

Perbedaan pendapat dikalangan fuqaha adalah suatu hal yang wajar dan sesuai dengan corak ijtihad, dan mereka sendiri masih tetap berada di sekitar apa yang ditunjuki oleh Syara’. Dengan demikian, masalah khilafiah merupakan masalah ijtihad sebagai hasil dari pemahaman terhadap sumber hukum Islam.

Sebab terjadinya perselisihan pendapat di kalangan ulama dalam suatu hukum sendiri (Khilafiyah) di antaranya sebagai berikut : (1) Karena dalil belum sampai kepadanya, (2) Hadits telah sampai kepada seorang alim namun dia lupa, (3) Dalil telah sampai kepadanya namun ia memahaminya tidak sesuai dengan yang diinginkan, Misalnya kalimat “ اء الن�س� تم م�س� ال� و�

Artinya: Atau kalian menyentuh perempuan, dalam surat ."أ�Al-Ma`idah ayat 6. Sebagian ulama mengatakan bahwa sekadar seorang lelaki menyentuh perempuan batal wudhunya. Sebagian lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menyentuh di sini adalah jima’ (bersetubuh) sebagaimana pendapat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Pendapat inilah yang benar, dengan landasan adanya riwayat bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium sebagian istrinya lalu berangkat menuju shalat dan tidak berwudhu. (4) Telah sampai dalil kepadanya dan dia sudah memahaminya, namun hukum yang ada padanya telah mansukh (dihapus) dengan dalil lain yang menghapusnya. Sementara dia belum tahu adanya dalil yang menghapusnya. (5) Telah datang kepadanya dalil namun ia meyakini bahwa dalil itu ditentang oleh dalil yang lebih kuat darinya, dari nash Al-Qur`an, hadits, atau ijma’ (kesepakatan ulama). (6) Terkadang sebabnya karena seorang alim mengambil hadits yang dhaif (lemah) atau mengambil suatu pendalilan yang tidak kuat dari suatu dalil. (7) Adakalanya hadits telah sampai kepada seorang alim namun dia belum percaya (penuh) kepada yang membawa beritanya

Selain itu terdapat juga istilah Bid’Ah. Untuk mengetahui pengertian bid'ah yang benar maka kita harus terlebih dahulu memahami arti bid'ah secara bahasa (etimologi) dan istilah (terminologi/syariat).

1) Bid'ah Menurut Bahasa (Etimologi)Yaitu hal baru yang disisipkan pada syariat setelah setelah ia sempurna. Ibnu

As-Sikkit berpendapat bahwa bid'ah adalah segala hal yang baru. Sementara istilah pelaku bid'ah (baca: mubtadi') menurut adat terkesan tercela.

2) Bid'ah Menurut Istilah (Terminologi/Syariat)Segala hal yang tidak pernah dilakukan Nabi SAW adalah Bid'ah.

Pandangan ini dimotori oleh Al Izz bin Abdussalam (ulama madzhab Syafi'i), dia menganggap bahwa segala hal yang tidak pernah dilakukan Nabi SAW sebagai bid'ah. Bid'ah ini pun terbagi kepada hukum yang lima. Berikut perkataan Al Izz:"Amal perbuatan yang belum pernah ada di zaman Nabi SAW atau tidak pernah dilakukan di zaman beliau terbagi lima macam: Bid'ah wajib

Seperti mempelajari ilmu nahwu dan sharaf (gramatika bahasa Arab) yang dengannya dapat memahami kalam Ilahi dan sabda Rasulullah. Ini termasuk bid'ah wajib, karena ilmu ini berfungsi untuk menjaga kemurnian syariat, sebagaimana dijelaskan dalam kaidah fikih,

و�اج�ب� ف�هو� �ه� ب � �ال إ الو�اج�ب �م� �ت �ي ال م�ا

Page 2: Khilafiah

"Sesuatu yang tanpanya kewajiban tidak akan berjalan sempurna maka sesuatu itu pun menjadi wajib hukumnya."

Bid'ah haramSeperti pemikiran sekte Al Qadariyah, sekte Al Jabariyah, sekte Al Murji'ah dan sekte Al Khawarij, paham bahwa Al Qur'an adalah produk budaya, dan paham bahwa zamantini masih jahiliyah sehingga hukum-hukum Islam belum bisa diterapkan, dan lain sebagainya.

Bid'ah sunahSeperti merenovasi sekolah, membangun jembatan, shalat tarawih secara bejamaah dengan satu imam, dan adzan dua kali pada shalat Jum'at.

Bid'ah makruhSeperti menghiasi atau memperindah Masjid dan Kitab Al Qur'an.

Bid'ah mubahSeperti, bersalaman usai shalat jamaah, tahlil, memperingati Maulid Nabi SAW, berdoa dan membaca Al Qur'an di kuburan, dzikir secara berjamaah dengan dipimpin imam usai shalat, dzikir dengan suara keras secara berjamaah, dan keanekaragaman bentuk pakaian dan makanan.