kewirausahaan
DESCRIPTION
kewirausahaanTRANSCRIPT
NAMA : RAHAYU DESSY PRATIWI
NIM : 120412423474
OFFERING H
1. Terdiri dari apa sajakah konflik industrial ?
Terdapat 2 konflik dalam hubungan industrial yaitu :
a. Pemogokan
Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 1
angka 23 definisi mogok kerja adalah tindakan pekerja yang direncanakan
dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja untuk
menghentikan atau memperlambat pekerjaan. Mogok kerja hanya dapat
dilakukan oleh pekerja dan harus direncanakan dan dilaksanakan secara
bersama-sama serta dilakukan oleh lebih dari satu orang. Pemogokan dapat
meliputi penghentian kerja total, aksi duduk, perlambatan (slow-down) dan
larangan lembur.
b. Penutupan Perusahaan (Lock Out)
Pasal 1 angka 24 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
mendefinisikan penutupan perusahaan (lock out) sebagai tindakan
pengusaha untuk menolak pekerja/buruh seluruhnya atau sebagian untuk
menjalankan pekerjaan. Pengusaha tidak dibenarkan melakukan penutupan
perusahaan (lock out) ssebagai tindakan balasan terhadap suatu pemogokan
yang menuntut hak-hak normative. Tindakan penutupan perusahaan tidak
diperbolehkan khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang melayani
kepentingan umum dan tempat-tempat yang dapat membahayakan
keselamatan jiwa manusia serta tindakan ini harus dilakukan sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.
2. Konsekuensi apa sajakah yang akan timbul dari pelanggaran Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) ?
PHK memiliki konsekuensi bagi perusahaan dan karyawan. Konsekuensi
tersebut yakni :
a. Konsekuensi PHK yang dialami oleh perusahaan:
- Melepas karyawan yang sudah berpengalaman dan setia
- Terhentinya produksi sementara dengan adanya PHK
- Harus mencari pengganti dengan karyawan baru
- Perlu biaya yang besar untuk perekrutan karyawan baru
- Hasil kerja karyawan baru belum tentu lebih baik dari karyawan lama
b. Konsekuensi yang dialami oleh karyawan:
- Hilangnya penghasilan
- Timbulnya situasi yang tidak enak karena menganggur
- Berkurangnya rasa harga diri, apalagi bila selam ini memangku suatu
jabatan
- Terputusnya hubungan (relasi) dengan teman-teman sekerja
- Harus bersusah payah mencari pekerjaan baru
3. Jelaskan Pemutusan Hubungan Kerja menurut pemahaman saudara!
Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 1 ayat 25
mendefinisikan pemutusan hubungan kerja yaitu pengakhiran hubungan kerja
karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban
antara pekerja atau buruh dan pengusaha. Pemutusan hubungan kerja juga
memiliki definisi yaitu berakhirnya hak dan kewajiban pekerja dengan
perusahaan karena suatu hal tertentu.
4. Jelaskan hal-hal apa yang bisa menyebabkan berakhirnya hubungan kerja !
Hal-hal yang bisa menyebabkan berakhirnya hubungan kerja adalah:
1) Atrisi atau pemberhentian tetap
Pemberhentian seseorang dari perusahaan secara tetap karena alasan
pengunduran diri, pensiun, atau meninggal.
2) Terminasi
Adalah istilah luas yang mencakup perpisahan permanen karyawan dari
perusahaan karena alasan tertentu. Biasanya istilah ini mengandung arti
orang yang dipecat dari perusahaan karena faktor kedisiplinan.
3) Kematian
Dalam pengertian pada karyawan usia muda berarti kehilangan besar bagi
perusahaan, karena terkait dengan investasi yang dikeluarkan dalam bentuk
penarikan tenaga kerja, seleksi, orientasi, dan pelatihan.
5. Jelaskan konsekuensi finansial tindakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) !
Konsekuensi finansial sehubungan dengan terjadinya PHK dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu: memberikan pesangon, uang penghargaan masa kerja (jasa)
dan memberikan uang ganti kerugian yang diatur dalam Pasal 21 Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-150/Men/2000 sebagai berikut:
1. Uang Pesangon
Besarnya uang pesangon yang telah ditetapkan berdasarkan Pasal 21 yaitu:
a. Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah.
b. Masa kerja 1 – 2 tahun, 2 (dua) bulan upah.
c. Masa kerja 2 – 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah.
d. Masa kerja 3 – 4 tahun, 4 (empat) bulan upah.
e. Masa kerja 4 – 5 tahun, 5 (lima) bulan upah.
f. Masa kerja 5 – 6 tahun, 6 (enam) bulan upah.
g. Masa kerja 6 – 7 tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
h. Masa kerja 7– 8 tahun, 8 (delapan) bulan upah.
i. Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
2. Uang Penghargaan Masa Kerja (Jasa)
Besarnya uang penghargaan masa kerja yang telah ditetapkan dalam Pasal
21 yaitu :
a. Masa kerja 3 – 6 tahun, 2 (dua) bulan upah.
b. Masa kerja 6 – 9 tahun, 3 (tiga) bulan upah.
c. Masa kerja 9 – 12 tahun, 4 (empat) bulan upah.
d. Masa kerja 12 – 15 tahun, 5 (lima) bulan upah.
e. Masa kerja 15 – 18 tahun, 6 (enam) bulan upah.
f. Masa kerja 18 – 21 tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
g. Masa kerja 21 – 24 tahun, 8 (delapan) bulan upah.
h. Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah.
3. Ganti Kerugian
Bagi pengusaha atau manajer yang dikabulkan izin PHK-nya oleh P4-
Daerah atau P4-Pusat, maka ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 meliputi:
a. Ganti kerugian untuk istirahat (cuti) tahunan yang belum di ambil dan
belum gugur.
b. Ganti kerugian untuk istirahat (cuti) panjang, bilamana di perusahaan
yang bersangkutan berlaku peraturan istirahat panjang dan pekerja
belum mengambil istirahat itu menurut perbandingan antara masa kerja
pekerja dengan masa kerja yang ditentukan untuk dapat mengambil
istirahat panjang.
c. Ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat dimana
pekerja diterima bekerja.
d. Penggantian perumahan, pengobatan, dan perawatan ditetapkan sebesar
15% dari uang pesangon atau uang penghargaan masa kerja apabila
masa kerjanya telah memenuhi syarat untuk mendapatkan uang
penghargaan masa kerja.
e. Hal-hal lain yang ditetapkan oleh Panitia Daerah (P4-D) atau Panitia
Pusat (P4-P).
6. Jelaskan upaya mencegah dan yang menjadi larangan tindakan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) !
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep-150/Men/2000 Pasal 6,
upaya pencegahan pemutusan hubungan kerja ada 3 yaitu:
1. Tindakan Pembinaan
Pembinaan yang dimaksud adalah memberikan peringatan kepada
karyawan/pekerja baik secara lisan maupun tulisan. Surat peringatan
tertulis yang disebutkan di atas, dapat disampaikan secara bertahap,
sebanyak tiga kali. Masa berlaku masing-masing surat peringatan adalah
enam bulan, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian kerja atau bersama.
Kemudian, keabsahan surat peringatan sebagaimana dimaksud di atas
didasarkan pada ketentuan yang berlaku dalam perjanjian kerja atau
peraturan perusahaan maupun kesepakatan kerja bersama (Pasal 27,
Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI. No. Kep-150/Men/2000).
2. Tindakan Merumahkan
Ada dua pilihan tindakan yang dapat diambil oleh pihak perusahaan. Yang
pertama yaitu selama karyawan menjalani masa “dirumahkan”, tetap
berhak mendapatkan upah secara penuh, terdiri dari upah pokok dan
tunjangan tetap. Kecuali sudah diatur lain dalam perjanjian kerja bersama.
Yang kedua apabila perusahaan akan membayar upah karyawan tidak
secara penuh, maka harus dirundingkan terlebih dahulu dengan karyawan
yang bersangkutan. Terutama soal jumlah/besarnya upah yang diterima
karyawan selama “dirumahkan”, serta berapa lama karyawan akan
“dirumahkan”.
3. Tindakan Antisipatif
Tahapan-tahapan tindakan antisipatif yaitu:
a. Mengurangi upah dan fasilitas kerja tingkat atas/mewah.
b. Mengurangi waktu atau jadwal shift kerja.
c. Membatasi atau bila perlu menghapus jam kerja lembur perusahaan.
d. Mengurangi jam kerja.
e. Mengurangi hari kerja.
f. Meliburkan atau merumahkan pekerja secara bergilir.
g. Tidak memperpanjang kontrak kerja bagi pekerja yang sudah habis
masa kontraknya.
h. Memberikan pension dini bagi yang sudah memenuhi syarat (Surat
Edaran Menteri Ketenaga Kerjaan No. SE 907/Men/PHI-PHI/X/2004).
Larangan Tindakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Alasan yang tidak memperbolehkan perusahaan melakukan PHK
terhadap karyawan terdapat dalam UU Ketenaga Kerjaan No. 13 Tahun 2003
Pasal 153. Isi dari UU tersebut yakni pengusaha/perusahaan dilarang
melakukan PHK apabila:
a. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan
dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus.
b. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi
kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
d. Pekerja/buruh menikah.
e. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau
menyusui banyinya.
f. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan ikatan perkawinan dengan
pekerja/buruh lain di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
g. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota atau pengurus serikat
pekerja/buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat
buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan
pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja.
h. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib
mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.
i. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit,
golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
j. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja,
atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter
yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan perselisihan hubungan industrial !
Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 definisi perselisihan hubungan
industrial yaitu perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/serikat buruh karena
adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh dalam satu
perusahaan.
8. Jelaskan bagaimana proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial !
Proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat dilakukan melalui
pengadilan. Adapun prosesnya sebagai berikut:
1) Pengajuan gugatan
Pembuatan surat gugatan dalam sengketa perdata di Pengadilan harus
dilakukan secara jelas dan cermat. Ketentuan mengenai persyaratan isi
gugatan dapat dijumpai dalam Pasal 8 No. 3 Rv yang berisikan:
- Identitas para pihak
- Dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan
dasar serta alasan-alasan tuntutan atau yang dikenal dengan istilah
findamentum petendi.
- Tuntutan atau petitum adalah apa yang oleh penggugat minta atau
harapkan agar diputuskan oleh hakim.
2) Pemeriksaan dengan acara biasa
3) Pemeriksaan dengan acara cepat
4) Pembuktian
5) Putusan
6) Pemeriksaan tingkat kasasi
7) Sanksi
9. Jelaskan peran dan mekanisme Tripartite dan Bipartite dalam perselisihan
hubungan industrial !
A. Peran dan mekanisme Tripartie
Dalam hal penyelesaian ditingkat perusahaan tidak dapat dihasilkan
kesepakatan, maka penyelesaian perselisihan dapat dilanjutkan dengan
mengajukan permohonan ijin PHK ke Dinas Tenaga Kerja, P4D/P atau
lembaga PPHI setempat.
Langkah penyelesaian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Penyelesaian pada tingkat pemerantaraan
2) Penyelesaian di tingkat P4D
3) Penyelesaian di tingkat P4P
4) Penyelesaian melalui Pengadilan Tata Usaha Negara dan Mahkamah
Agung Republik Indonesia
B. Peran dan Mekanisme Bipartie
Menurut Undang-undang No.2 Tahun 2004 tentang penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial mengharuskan setiap perselisihan
hubungan industrial yang terjadi diselesaikan terlebih dahulu melalui
perundingan bipartite secara musyawarah untuk mufakat (pasal 3)
perundingan bipartite adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial. Penyelesaian hubungan industrial secara
bepartite/negosiasi, jelaslah bahwa kesepakatan yang dihasilkan oleh para
pihak yang dibuat dalam bentuk perjanjian bersama mendapat jaminan
hukum yang pasti dalam pelaksanaannya, yakni melalui upaya paksa.
Dengan demikian, penyelesaian perselisihan hubungan industrial segera
mendapat kepastian hukum.
Tata cara penyelesaian secara bipartite dalam Undang-Undang Perselisihan
Hubungan Industrial diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 pada intinya adalah:
a. Perundingan untuk mencari penyelesaian secara musyawarah untuk
mencapai mufakat yang dilakukan oleh para pihak harus dibuatkan
risalah yang ditandatangani oleh para pihak.
b. Jika musyawarah yang dilakukan mencapai kesepakatan penyelesaian,
dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pohak.
c. Perjanjian bersama tersebut bersifat mengikat dan menjadi hukum serta
wajib dilaksanakan oleh para pihak.
d. Perjanjian bersama tersebut wajib didaftarkan oleh para pihak yang
melakukan perjanjian pada Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian
Bersama.
e. Apabila perjanjian bersama tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu
pihak, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi
kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di
wilayah Perjanjian Bersama didaftarkan untuk mendapat penetapan
eksekusi.
f. Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri di
tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, pemohon eksekusi dapat
mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon
eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi.
10. Jelaskan peran arbitrasi/arbiter dalam memediasi perselisihan hubungan
industrial!
Peran arbitrasi/arbiter dalam memediasi perselisihan hubungan industrial
adalah untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan
yang kemudian diserahkan penyelesaiannya melaluli arbitrase yang putusannya
mengikat para pihak dan bersifat final (Pasal 1 angka 16). Penyelesaian melalui
arbiter harus dilakukan melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang
berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselesihannya serta putusannya
mengikat para pihak dan bersifat final.
11. Jelaskan aspek internasional dalam hubungan industrial !
Aspek internasional hubungan industrial dibedakan menjadi dua yaitu man
power marketing dan man power management (Heidjarahman: 1-2 dalam
Haryani, 2002:3)
1. Man Power Marketing
Man Power Marketing atau pemasaran tenaga kerja secara umum
membahas penentuan syarat-syarat kerja yang akan diterapkan dalam
pelaksanaan ikatan kerja yang ada (Haryani, 2002:4).
2. Man Power Management
Man power management membahas pelaksanaan syarat-syarat kerja dan
berbagai permasalahan serta pemecahannya (Haryani, 2003:4).
12. Jelaskan konvensi internasional tentang ketenagakerjaan!
Di Indonesia ratifikasi konvensi ILO dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Konvensi ILO yang diratifikasi pemerintah Belanda dan dinyatakan berlaku
di Indonesia
Terdapat empat konvensi perjanjian yang diratifikasi pemerintah Belanda
dan dinyatakan berlaku di Indonesia (Haryati, 2002:211).
a. Konvensi ILO Nomor 19 mengenai perlakuan yang sama bagi pekerja
nasional dan asing dalam hal tunjangan kecelakaan.
b. Konvensi ILO Nomor 27 mengenai pemberian tanda berat kepada
barang-barang yang diangkut di kapal.
c. Konvensi ILO Nomor 29 mengenai kerja paksa atau wajib bekerja.
d. Konvensi ILO Nomor 45 mengenai kerja wanita dalam semua macam
tambang di bawah tanah.
2. Konvensi ILO yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia
Adapun konvensi ILO yang diratifikasi pemerintah Indonesia ada sepuluh
(Haryati, 2002:213) yaitu sebagai berikut:
a. Konvensi ILO Nomor 98 mengenai diberlakukannya dasar-dasar hak
untuk berorganisasi dan berunding bersama.
b. Konvensi ILO Nomor 100 mengenai pengupahan yang sama bagi
pekerja laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya.
c. Konvensi ILO Nomor 106 mengenai istirahat mingguan dalam
perdagangan dan kantor-kantor.
d. Konvensi ILO Nomor 120 mengenai hygiene dalam perniagaan dan
kantor-kantor.
e. Konvensi ILO Nomor 87 mengenai kebebasan berserikat dan
perlindungan hak untuk organisasi.
f. Konvensi ILO Nomor 105 mengenai penghapusan kerja paksa.
g. Konvensi ILO Nomor 138 mengenai usaha
h. Konvensi ILO Nomor 111 mengenai diskriminasi dalam pekerjaan dan
jabatan.
i. Konvensi ILO Nomor 144 mengenai konsultasi tripartite untuk
meningkatkan pelaksanaan standar perburuhan internasional.
j. Konvensi ILO Nomor 69 mengenai sertifikasi bagi juru masak di kapal.
13. Jelaskan konsekuensi pelanggaran konvensi internasional ketenagakerjaan
yang sudah diratifikasi dan belum diratifikasi!
Konsekuensi pelanggaran konvensi internasional ketenagakerjaan yang sudah
diratifikasi dan belum diratifikasi adalah akan dikenakan sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.