kewenangan otoritas jasa keuangan dalam …

22
[UNIVERSITAS MATARAM] [Jurnal Hukum JATISWARA] [Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA 1 KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN DI SEKTOR PERBANKAN H. Hirsanuddin, 1 Muhaimin, 2 Ari Rahmad Hakim BF., 3 dan Yudhi Setiawan 4 Fakultas Hukum Universitas Mataram ABSTRAK Kewenangan Bank Indonesia dalam mengatur dan mengawasi di sektor perbankan kewenangannya diberikan berdasarkan kewenangan atribusi yaitu kewenangan yang diberikan berdasarkan undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Namun kewenangan yang diberikan sifat persial, karena kewenangan Bank Indonesia dalam melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap bank, hasil pemeriksannya Bank Indonesia tidak diberikan kewenangan untuk menilai hasil pemeriksaannya sendiri, tapi harus dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan pengaturan dan pengawasan berdasarkan kewenangan atribusi yaitu kewenangan yang diberikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan disektor perbankan, kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal dan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Kata Kunci: kewenangan, Otiritas Jasa Keuangan ABSTRACT Indonesian Bank authority to regulate and supervise the banking sector authorities are granted by the authority of attribution that the authority granted by law, namely Law No. 21 Year 2011 on the Financial Services Authority. But the authority given the nature of Persia, because the authority of Bank Indonesia in conducting the examination and supervision of the bank, Bank Indonesia pemeriksannya results are not given the authority to assess the results of the examination itself, but should be reported to the Financial Services Authority. The authority of the Financial Services Authority in the conduct regulation and supervision by the authority of attribution that the authority granted under Act No. 21 of 2011 on the Financial Services Authority carry out the task of supervising and regulating the activities of financial services in banking sector, the activities of financial services in the capital markets sector and service activities finance in the insurance sector, pension funds, financial institutions, and other financial institutions. Keywords: authority, the Financial Services Authority. Pokok Muatan KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGATURAN DAN 1 Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Mataram. 2 Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Mataram. 3 Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Mataram. 4 Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Mataram.

Upload: others

Post on 11-Nov-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[UNIVERSITAS MATARAM] [Jurnal HukumJATISWARA]

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA 1

KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGANDALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN

DI SEKTOR PERBANKAN

H. Hirsanuddin,1 Muhaimin,2 Ari Rahmad Hakim BF.,3 dan Yudhi Setiawan 4

Fakultas Hukum Universitas Mataram

ABSTRAK

Kewenangan Bank Indonesia dalam mengatur dan mengawasi di sektor perbankankewenangannya diberikan berdasarkan kewenangan atribusi yaitu kewenangan yang diberikanberdasarkan undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OtoritasJasa Keuangan. Namun kewenangan yang diberikan sifat persial, karena kewenangan BankIndonesia dalam melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap bank, hasilpemeriksannya Bank Indonesia tidak diberikan kewenangan untuk menilai hasilpemeriksaannya sendiri, tapi harus dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan. KewenanganOtoritas Jasa Keuangan dalam melakukan pengaturan dan pengawasan berdasarkankewenangan atribusi yaitu kewenangan yang diberikan berdasarkan Undang-Undang Nomor21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan danpengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan disektor perbankan, kegiatan jasa keuangan disektor pasar modal dan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun,lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Kata Kunci: kewenangan, Otiritas Jasa Keuangan

ABSTRACT

Indonesian Bank authority to regulate and supervise the banking sector authorities aregranted by the authority of attribution that the authority granted by law, namely Law No. 21Year 2011 on the Financial Services Authority. But the authority given the nature of Persia,because the authority of Bank Indonesia in conducting the examination and supervision of thebank, Bank Indonesia pemeriksannya results are not given the authority to assess the resultsof the examination itself, but should be reported to the Financial Services Authority. Theauthority of the Financial Services Authority in the conduct regulation and supervision by theauthority of attribution that the authority granted under Act No. 21 of 2011 on the FinancialServices Authority carry out the task of supervising and regulating the activities of financialservices in banking sector, the activities of financial services in the capital markets sector andservice activities finance in the insurance sector, pension funds, financial institutions, andother financial institutions.

Keywords: authority, the Financial Services Authority.

Pokok Muatan

KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGATURAN DAN

1 Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Mataram.2 Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Mataram.3 Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Mataram.4 Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Mataram.

Page 2: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[Jurnal HukumJATISWARA]

[FAKULTAS HUKUM]

2 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]

PENGAWASAN DI SEKTOR PERBANKAN......................................................................... 1

A. PENDAHULUAN............................................................................................................... 21. Latar Belakang Permasalahan ...................................................................................... 2

2. Perumusan Masalah ..................................................................................................... 7

3. Tujuan Khusus ............................................................................................................. 7

4. Urgensi (keutamaan) .................................................................................................... 7

B. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................... 81. Pengertian OJK ............................................................................................................ 8

2. Latar Belakang Terbentuknya OJK.............................................................................. 8

3. Status dan Kedudukan OJK ......................................................................................... 8

C. METODE PENELITIAN.................................................................................................. 111. Jenis Penelitian........................................................................................................... 11

2. Jenis Bahan Hukum. .................................................................................................. 11

3. Metode Pendekatan .................................................................................................... 11

4. Tehnik Pengumpulan Bahan Hukum ......................................................................... 12

5. Tehnik Pengolahan Bahan Hukum ............................................................................ 12

6. Analisis Bahan Hukum .............................................................................................. 12

D. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................................... 121. Kewenangan Bank Indonesia dalam Pengaturan dan Pengawasan di Sektor

Perbankan................................................................................................................... 12

2. Kewenangan Ojk dalam Pengaturan dan Pengawasan di sektor Perbankan.............. 15

E. PENUTUP......................................................................................................................... 201. Kesimpulan ................................................................................................................ 20

2. Saran........................................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 20

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Permasalahan

Mulai tahun 2014, Otoritas JasaKeuangan (OJK) mulai beroperasi sebagaipengawas jasa keuangan di Indonesia. OJKdidirikan dengan UU Nomor 21 Tahun2011 tentang OJK berfungsi menye-lenggarakan sistem pengaturan danpengawasan terhadap keseluruhan kegiatandi dalam sektor jasa keuangan yangmeliputi :

1. kegiatan jasa keuangan di sektorperbankan

2. kegiatan jasa keuangan di sektor pasarmodal; dan

3. kegiatan jasa keuangan di sektorperasuransian, dana pensiun, lembagapembiayaan, dan lembaga jasakeuangan lainnya.

Sistem pengawasan yang dilakukanoleh OJK adalah sistem pengawasanterintegrasi, artinya seluruh kegiatan jasakeuangan yang dilakukan oleh berbagailembaga keuangan tunduk pada sistempengaturan dan pengawasan OJK. Dalamsejarah pengawasan berlangsung secaraterintegrasi dimulai di Skandinavia pada

Page 3: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[UNIVERSITAS MATARAM] [Jurnal HukumJATISWARA]

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA 3

pertengahan tahun 1980an kemudiandiikuti oleh Negara Inggris dan Jepangmenerapkan sistem pengawasaanterintegrasi pada tahun 1998 denganmendirikan United Kingdom FinancialServices Authority dan Japan FinancialServices Agency.1

Di setiap negara latar belakangpendirian lembaga pengawas jasakeuangan terpadu berbeda namun terdapatbeberapa faktor yang memicu dilaku-kannya perubahan terhadap strukturkelembagaan pengawas jasa keuangan.Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Munculnya konglemerasi keuangandan mulai diterapkannya universalbanking di banyak negara. Kondisi inimenyebabkan regulasi yang didasarkanantara sektor menjadi tidak efektifkerena terjadi gap dalam regulasi dansupervisi.

2. Stabilitas sistem keuangan telahmenjadi isu utama bagi lembagapengawas (dan lembaga pengawas)yang awalnya belum memperhatikanmasalah stabilitas sistem keuangan,mulai mencari struktur kelembagaanyang tepat untuk meningkatkanstabilitas sistem keuangan.

3. Kepercayaan dan keyakinan pasarterhadap lembaga pengawas menjadikomponen utama good governance.Untuk meningkatkan good governancepada lembaga pengawas jasa keuangan,banyak negara melakukan revisistruktur lembaga pengawas jasakeuangannya2.

Adapun alasan pendirian OJKsebagaimana tercantum dalam penjelasan

1 Kiryanto, Ryan, OJK dan Kepentingannya,Kompas, 14 Juni 2003

2 Saktiana, Sila, 2014, Analisis Yuridis MengenaiDampak Pembentukan Otoritas Jasa KeuanganTerhadap Pengawasan Perbankan Syariah, SkripsiSarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok.,hlm. 23

umum UU OJK adalah telah terjadinyaproses globalisasi dalam sistem keuangandan pesatnya kemajuan di bidang teknologiinformasi serta inovasi finansial mencipta-kan sistem keuangan menjadi kompleks,dinamis, dan saling terkait antar-subsektorkeuangan, baik dalam hal produk maupunkelembagaan.

Di samping itu, adanya lembaga jasakeuangan yang memiliki hubungan ke-pemilikan di berbagai subsektor keuangan(konglemerasi) telah menambah kom-pleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistemkeuangan. Selain itu, banyaknya per-masalahan lintas sektoral di sektor jasakeuangan, yang meliputi tindakan moralhazard, belum optimalnya perlindungankonsumen jasa keuangan, dan tergang-gunya stabilitas sitem keuangan3.

Dalam rangka mewujudkan per-ekonomian nasional yang mampu tumbuhdengan stabil dan berkelanjutan, men-ciptakan kesempatan kerja yang luas danseimbang di semua sektor per-ekonomian,serta memberikan kesejah-teraan secaraadil kepada seluruh rakyat Indonesia makaprogram pembangunan ekonomi nasionalharus dilaksanakan secara komprehensifdan mampu menggerakkan kegiatan per-ekonomian nasional yang memilikijangkauan yang luas dan menyentuh keseluruh sektor riil dari perekonomianmasyarakat Indonesia. Program pem-bangunan ekonomi nasional juga harusdilaksanakan secara transparan danakuntabel yang berpedoman pada prinsipdemokrasi ekonomi sebagaimana di-amanatkan Pancasila dan Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.

Banyaknya permasalahan lintassektoral jasa keuangan, yang meliputitindakan moral hazard, belum optimalnya

3 Naskah Akademik Pembentukan Otoritas JasaKeuangan, Februari 2012

Page 4: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[Jurnal HukumJATISWARA]

[FAKULTAS HUKUM]

4 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]

perlindungan konsumen jasa keuangan,dan terganggunya stabilitas systemkeuangan semakin mendorong diperlukan-nya pembentukan lembaga pengawasan disektor jasa keuangan yang terintegrasi.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, perlu dilakukan penataan kembalistruktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksankan tugaspengaturan dan pengawasan di sector jasakeuangan yang mencakup sectorperbankan, pasar modal, perasuransian,danan pension, lembaga pembiayaan, danlembaga jasa keuangan lainnya.

Penataan dimaksud dilakukan agardapat dicapai mekanisme koordinasi yanglebih efektif di dalam menanganipermasalahan yang timbul dalam systemkeuangan sehingga dapat lebih menjamintercapainya stabilitas sistem keuangan.Pengaturan dan pengawasan terhadapkeseluruhan kegiatan jasa keuangantersebut harus dilakukan secaraterintegrasi.

Selain pertimbangan-pertimbangandiatas, Undang-Undang Nomor 23 Tahun1999 tentang Bank Indonesia sebagaimanatelah beberapa kali diubah, terakhir denganUndang-Undang Nomor 6 Tahun 2009tentang Penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang Nomor 2Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atasUndang-Undang Nomor 23 Tahun 1999tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang, juga mengamanatkan pembentu-kan lembaga pengawasan sektor jasakeuangan yang mencakup perbankan,asuransi, dana pensiun, sekuritas, modalventura dan perusahaan pembiayaan, sertabadan-badan lain yang menyelenggarakanpengelolaan dana masyarakat. Lembagapengawasan sektor jasa keuangan tersebutdi atas pada hakikatnya merupakanlembaga bersifat independen dalammenjalankan tugasnya dan kedudukannyaberada di luar pemerintah. Lembaga ini

berkewajiban menyampaikan laporankepada Badan Pemeriksa Keuangan danDewan Perwakilan Rakyat.

Lembaga pengawasan sektor jasakeuangan dalam Undang-Undang inidisebut Otoritas Jasa Keuangan. Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuanganpada dasarnya memuat ketentuan tentangorganisasi dan tata kelola (governance)dari lembaga yang memiliki otoritaspengaturan dan pengawasan terhadapsektro jasa keuangan.

Keberadaan lembaga otoritas jasakeuangan diamanatkan oleh Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang BankIndoneisa. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 tahun 2004 menentukan:

“Tugas mengawasi Bank akandilakukan oleh lembaga pengawasansektor jasa keuangan yangindependen, dan dibentuk denganundang-undang”

Terintegrasinya peraturan di bidangjasa keuangan juga penting dalam rangkamewujudkan tujuan dan fungsi dibentuk-nya OJK sebagaimana diamanatkandalaam Pasal 4, 5 dan 6 Undang-UndangNomor 21 tahun 2011 tentang OJK sebagaiberikut:

Pasal 4

OJK dibentuk dengn tujuan agarkeseluruhan kegiatan di dalam sektorjasa keuangan:

a. Terselenggara secara teratur, adil,transparan, dan akuntabel

b. Mampu mewujudkan sistemkeuangan yang tumbuh secaraberkelanjutan dan stabil; dan

c. Mampu melindungi kepentinganKonsumen dan masyarakat.

Pasal 5

OJK berfungsi menyelenggarakansistem pengaturan dan pengawasan

Page 5: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[UNIVERSITAS MATARAM] [Jurnal HukumJATISWARA]

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA 5

yang terintegrasi terhadap keseluru-han kegiatan di dalam sektor jasakeuangan.

Pasal 6

OJK melaksanakan tugas pengaturandan pengawasan terhadap:

a. Kegiatan jasa keuangan di sektorPerbankan

b. Kegiatan jasa keuangan di sektorPasar Modal; dan

c. Kegiatan jasa keuangan di sektorPerasuransian, Dana Pensiun,Lembaga Pembiayaan, danLembaga Jasa KeuanganLainnya.

Terintegrasinya peraturan jugapenting dalam kaitannya terpisahnya antarapengawasan microprudential denganpengawasan macroprudential sebagaimanayang diatur Pasal 7 UU OJK. Kerangkaketerkaitan antara 2 (dua) jenispengawasan ini diperlukan sehingga tidakmenimbulkan wilayah tidak bertuan.Risiko yang ditimbulkan akibat adanyawilayah tak bertuan lebih tinggidibandingkan biaya yang ditimbulkanakibat adanya tumpang tindih peraturan.

Undang-Undang OJK tidak mem-berikan definisi tentang pengawasnmicroprudential maupun definisi tentangpengawasan macroprudential. UU OJKhanya menetapkan bahwa pengawasanmicroprudential difokuskan padakesehatan individu bank denganmelakukan analisis kesehatan neraca bankkhususnya terkait dengan kecukupanmodal dalam menghadapi siklus usaha.

Tujuan pengawasan microprudentialadalah melindungi nasabah danmenurunkan ancaman efek menularkebangkrutan bank terhadap pereko-nomian. Sedangkan pengawasan perilakubisnis terkait dengan perilaku bankterhadap nasabahnya lebih difokuskan

pada perlindungan konsumen melaluiketerbukaan informasi, kejujuran,integritas dan praktik bisnis yang adil4.

Lembaga keuangan di Indonesiasecara umum dibagi menjadi dua, yaitulembaga keuangan bank meliputi bankumum, bank syariah, dan BPR (umum dansyariah). Lembaga keuangan nonbankmeliputi perasuransian, pasar modal,perusahaan pegadaian, dana pensiun,koperasi, dan lembaga penjaminan danpembiayaan. Perusahaan yang dapatdikatagorikan sebagai lembaga pem-biayaan antara lain perusahaan sewa gunausaha (leasing), perusahaan pembiayaankonsumen, dan perusahaan modal ventura.

Regulasi dan supervisi terhadaplembaga keuangan bank dan nonbankselama ini ditangani oleh institusi yangberbeda. Lembaga keuangan bank diaturdan diawasi oleh Bank Indonesia (BI),sedangkan lembaga keuangan nonbankseluruhnya diawasi oleh Bepepam-LK-sebuah lembaga yang bernaung di bawahKementerian Keuangan.

Regulasi dan supervisi sektorperbankan dilaksanakan oleh BankIndonesia berdasarkan amanat UU Nomor6 Tahun 2009. Sektor perbankan diatur dandiawasi oleh BI karena sektor tersebutmemiliki pertautan erat dengan kebijakanmoneter. Mengawasi dan mengatur sektorperbankan merupakan salah satu tugasuntuk mencapai kestabilan nilai tukarrupiah.

Namun, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentangOtoritas Jasa Keuangan (UU OJK), pada22 November 2011, kebijakan politikhukum nasional mulai mengintroduksiparadigma baru dalam menerapkan modelpengaturan dan pengawasan terhadapindustri keuangan Indonesia. Berdasarkan

4 Mustaqim, Andika Hendra, Otoritas JasaKeuangan Sebagai Solusi Sistem Ekonomi Nasional,Jurnal Perspektif, Vol. VIII No. 1 Maret 2010, hlm. 65

Page 6: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[Jurnal HukumJATISWARA]

[FAKULTAS HUKUM]

6 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]

UU OJK tersebut, pengaturan danpengawasan lembaga keuangan menjadikewenangan OJK. Sesuai dengan Pasal 5UU OJK, OJK memiliki fungsi untukmenyelenggarakan sistem pengaturan danpengawasan terintegrasi terhadapkeseluruhan kegiatan di dalam sektor jasakeuangan.

Melalui Pasal 5 UU OJK tersebut,Indonesia akan menerapkan modelpengaturan dan pengawasan secaraterintegrasi (integration approach), yangberarti akan meninggalkan modelpengawasan secara institusional. Dengandiberlakukannya UU OJK, seluruh fungsipengaturan dan pengawasan terhadapsektor keuangan yang kini masih tersebardi BI dan Bapepam-LK akan menyatu kedalam OJK5.

Kendati demikian, kebijakan baru initelah menyisakan keraguan dan ke-khawatiran di benak beberapa kalangandalam kaitannya dengan efektivitas OJK.Sebagaimana diketahui, salah satu alasanutama penggabungan otoritas regulasi dansupervisi yang diintrodusir OJK tersebutadalah dalam rangka mewujudkanefesiensi dan memicu perkembanganlembaga keuangan.

Namun, menurut beberapa kalangan,belum terdapat suatu bukti empirismengenai keunggulan dari penggabunganotoritas pengaturan dan pengawasantersebut terutama baik dari sisi mikroprudensial maupun dari sisi stabilitassistem keuangan. Oleh karena itu, salahsatu tantangan serius yang harusdiperhatikan adalah bagaimanamembangun kepercayaan masyarakatbahwa OJK akan mampu menjalankanperannya secara baik6.

BI yang diberikan tanggungjawabuntuk menciptakan stabilitas nilai tukarrupiah tentu akan menemukan kesulitan

5 Ibid6 Ibid

untuk memenuhi tanggungjawab tersebutapabila tidak memiliki kewenanganmengawasi bank seperti tercermin dalamPasal 7 Undang-Undang Nomor 3 Tahun2004 tentang Penetapan PeraturanPemerintah Pengganti Undang-UndangNomor 3 Tahun 2004 tentang PerubahanAtas Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 23 Tahun 1999 tentang BankIndonesia.

Kemudian dalam Pasal 8 jugadisebutkan bahwa BI menetapkan 3 (tiga)tugas BI, yaitu : Pertama, menetapkan danmelaksanakan kebijakan moneter; Kedua,mengatur dan mengawasi bank. Olehkarena itu pelaksanaan amanat Pasal 34Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004tentang Penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang Nomor 3Tahun 2004 tentang Perubahan AtasUndang-Undang Republik IndonesiaNomor 23 Tahun 1999 tentang BankIndonesia dengan membentuk OJKberpotensi menyulitkan BI dalammencapai tujuan yang diamanatkan olehundang-undang tersebut karena undang-undang tersebut telah mengamputasi salahsatu instrumen penting yang dimiliki olehBI dalam mencapat tujuannya; Ketiga,mengatur dan mengawasi sistempembayaran7.

Terbentuknya OJK yang kewe-nangannya tidak hanya mengawasi bidangperbankan saja tetapi juga mengwasiperusahaan-perusahaan sektor jasakeuangan lainnya yang meliputi asuransi,dana pensiun, sekuritas, modal ventura,dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan lain yang menyelenggarakanpengelolaan dana masyarakat tentunyasangat membutuhkan dilakukannyasinkronisasi dan harmonisasi berbagaiperaturan perundang-undangan yangmenyangkut mengenai pengawasan

7 Zulkarnai Sitompul, Menyambut KehadiranOtoritas Jasa Keuangan (OJK), Majalah Pilars No.02/Th. VII/12-18 Januari 2004, hlm. 45

Page 7: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[UNIVERSITAS MATARAM] [Jurnal HukumJATISWARA]

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA 7

lembaga keuangan agar tidak menimbul-kan terjadinya persinggungan kewenangan,khususnya dengan BI dalam melakukanpengawasan bank serta untuk menjagaindependensi OJK dalam melakukan tugas-tugasnya.

Pemindahan fungsi pengawasankepada OJK dilakukan karena adanyapenilaian bahwa pengawasan bank yangdilakukan oleh BI selama ini kurangefektif, sehingga dengan dilakukannyaharmonisasi dan sinkronisasi berbagaiperaturan perundang-undangan yang me-nyangkut pengawasan lembaga keuangandiharapakkan fungsi pengawasan lembagakeuangan, khususnya bank yang sekarangsudah dipegang oleh OJK dapat meningkatdan dilakukan dengan adil terhadap semuainstitusi yang diawasi.

Jika hal tersebut tidak segeradirespon, dikhawatirkan pengawasaanlembaga keuangan khususnya bank samasaja dengan dilakukan BI sehingga tidakmenyelesaikan masalah malahan yangterjadi adalah memindahkan masalah yangsama kepada lembaga lain yang dibentukdengan anggaran negara yang begitubanyak8.

Berdasarkan hal-hal di atas, makapeneliti merasa tertarik untuk melakukanpenelitian terkait pengaturan danpengawasan bank oleh OJK, sehinggapeneliti mengangkat penelitian yangberjudul “Kewenangan Otoritas JasaKeuangan dalam Pengaturan danPengawasan di Sektor Perbankan”.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas,maka dapat dirumuskan beberapapermasalahan, yaitu:

1. Bagaimanakah kewenangan BankIndonesia dalam pengaturan danpengawasan di sektor perbankan?

8 Ibid

2. Bagaimanakah kewenangan OJK dalampengaturan dan pengawasan di sektorperbankan?

3. Tujuan Khusus

Berdasarkan permasalahan yangtelah dikemukakan di atas, maka tujuanyang ingin dicapai dari penelitian iniadalah :

1. Untuk mengkaji dan menganalisiskewenangan Bank Indonesia dalampengaturan dan pengawasan di sektorperbankan.

2. Untuk mengkaji dan menganalisiskewenangan OJK dalam pengaturan danpengawasan di sektor perbankan.

4. Urgensi (keutamaan)

Adapun beberapa keutamaan yangdapat diperoleh dari penelitian ini adalahsebagai berikut:

1. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian inidiharapkan dapat bermanfaat bagi duniaperbankan dan OJK agar dapatmengetahui kewenangan otoritas jasakeuangan dalam pengaturan danpengawasan di sektor perbankansekaligus dengan adanya penelitian ininasabah bank dapat mengetahui.

2. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian inidiharapkan dapat menambah informasiatau wawasan dan pengetahuanmengenai dunia perbankan, khususnyadalam membahas permasalahan seputarkewenangan otoritas jasa keuangandalam pengaturan dan pengawasan disektor perbankan dan hasil penelitian inidiharapkan dapat memberikan sum-bangan pemikiran ilmiah bagi pengem-bangan ilmu pengetahuan hukum padaumumnya, dan pengkajian hukumkhususnya yang berkaitan dengankewenangan otoritas jasa keuangan

Page 8: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[Jurnal HukumJATISWARA]

[FAKULTAS HUKUM]

8 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]

dalam pengaturan dan pengawasan disektor perbankan.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian OJK

Pasal 1 angka 1 UU OJKmenyebutkan bahwa OJK adalah lembagayang independen dan bebas dari campurtangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,tugas, dan wewenang pengaturan,pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikansebagaimana yang dimaksud dalam UUOJK9.

2. Latar Belakang Terbentuknya OJK

Menurut Adrain Sutedi, ada 3 (tiga)hal yang melatarbelakangi pembentukanOJK, yaitu: 10

1. Perkembangan industri sektor jasakeuangan di Indonesia;

2. Permasalahan lintas sektoral industrijasa keuangan; dan

3. Amanat Pasal 34 UU BI yangmerupakan respon dari krisis Asia yangterjadi pada tahun 1997-1998 yangberdampak sangat berat terhadapIndonesia, khususnya sektor perbankan.

3. Status dan Kedudukan OJK

OJK merupakan lembaga yangindependen dalam melaksanakan tugas danwewenangnya, bebas dari campur tanganpihak lain, kecuali untuk hal-hal yangsecara tegas diatur dalam UU OJK.Sehingga setiap pihak dilarang campurtangan dalam pelaksanaan tugas danwewenang OJK.

Maksudnya adalah bahwa untukmenjamin terselenggaranya pengaturan danpengawasan sektor jasa keuangan yangoptimal, OJK harus dapat bekerja secaraindpenden dalam membuat danmenerapkan tugas dan wewenangnya. Oleh

9 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas JasaKeuangan, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2014), hlm.36

10 Ibid

karena itu, setiap pihak, kecuali pihaksebagaimana dimaksud dalam UU OJKtidak diperkenankan untuk turut campur,baik langsung maupun tidak langsungdalam pelaksanaan tugas dan wewenangOJK11.

Secara kelembagaan, OJK berada diluar Pemerintah, yang dimaknai bahwaOJK tidak menjadi bagian dari kekuasaanPemerintah. Namun, tidak menutupkemungkinan adanya unsur-unsur per-wakilan Pemerintah karena pada hakikat-nya OJK merupakan otoritas di sektor jasakeuangan yang memiliki relasi danketerkaitan yang kuat dengan otoritas lain,dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter.Oleh karena itu, lembaga ini melibatkanketerwakilan unsur-unsur dari keduaotoritas tersebut secara Ex-officio12.

Terdapat 2 (dua) aliran (school ofthough) dalam hal pengawasan lembagakeuangan secara teoritis, di satu pihakterdapat aliran yang mengatakan bahwapengawasan industri keuangan sebaiknyadilakukan oleh beberapa institusi.

Kemudian di pihak lain ada aliranyang berpendapat pengawasan industrikeuangan lebih tepat apabila dilakukanoleh beberapa lembaga. Di Inggrismisalnya industri keuangannya diawasioleh Financial Supervisory Authority(FSA), sedangkan di Amerika Serikatindustri keuangan diawasi oleh beberapainstitusi. SEC misalnya mengawasai peru-sahaan sekuritas sedangkan industriperbankan diawasi oleh bank sentral (theFed), FDIC dan OCC.

Alasan dasar yang melatarbelakangikedua aliaran ini adalah kesesuaian dengansistem perbankan yang dianut oleh negaratersebut. Juga, seberapa dalam konvergensidi antara lembaga-lembaga keuangan. Darisudut sistem, terdapat dua sistemperbankan yang berlaku, yaitu commercial

11 Sitompul Zulkarnain, Op. Cit.12 Ibid

Page 9: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[UNIVERSITAS MATARAM] [Jurnal HukumJATISWARA]

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA 9

banking system dan universal bankingsystem. Commercial banking, seperti yangberlaku di negara kita dan di AmerikaSerikat melarang bank melakukan kegiatanusaha keuangan non bank seperti asuransi.Hal ini berbeda dengan universal banking,dianut oleh antara lain negara-negaraEropa dan jepang, yang membolehkanbank melakukan kegiatan usaha keuangannon bank seperti investment banking danasuransi13.

Selanjutnya, selain alasan sistemperbankan yang berlaku yang juga menjadidasar pertimbangan adalah seberapa dalamtelah terjadi konvergensi pada industrikeuangan. Konvergensi yang dalam akanmenyebabkan munculnya masalah kewe-nangan regulasi. Hal ini terjadi karenaproduk-produk yang dihasilkan lembaga-lembaga keuangan sudah sedemikianmenyatunya sehingga sulit menentukanapakah suatu produk keuangan tertentudihasilkan oleh industri perbankansehingga diregulasi oleh bank sentral atauproduk perusahaan sekuritas dan harustunduk pada regulasi Bapepam. Dengandiserahkannya kewenangan pengawasankepada satu instansi maka masalahkewenangan regulasi tersebut akanterpecahkan.

Dalam pasal 1 ayat (1) UU OJKdisebutkan bahwa OJK adalah lembagayang independen dan bebas dari campurtangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,tugas, dan wewenang pengaturan,pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikansebagaimana dimaksud dalam UU OJK ini.Dari Pasal 1 ayat (1) tersebut diketahuibahwa OJK dibentuk dengan tujuan agarkeseluruhan kegiatan di dalam sektor jasakeuangan dapat terselenggara secarateratur, adil, transparan, dan akuntabel,mampu mewujudkan sistem keuanganyang tumbuh secara berkelanjutan dan

13 http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/masalah sistem keuangan dan Perbankan, anwarNasution.pdf.

stabil, dan mampu melindungi kepentingankonsumen dan masyarakat, yang diwujud-kan melalui adanya sistem pengaturan danpengawasan yang terintegrasi terhadapkeseluruhan kegiatam di dalam sektor jasakeuangan.

OJK melaksanakan tugas pengaturandan pengawasan terhadap kegiatan jasakeuangan di sektor perbankan, pasarmodal, perasuransian, dana pensiun,lembaga pembiayaan, dan lembaga jasakeuangan lainnya, antara lain melakukanpengawasan, pemeriksaan, penyidikaan,perlindungan konsumen, dan tindakan lainterhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku,dan atau penunjang kegiatan jasa keuangansebagaimana dimaksud dalam peraturanperundang-undangan di sektor jasakeuangan, termasuk kewenangan perizinankepada Lembaga Jasa Keuangan14.

Selain peralihan kewenangan yangsecara jelas diatur dalam UU tentang OJK,diatur pula hubungan kelembagaan dankerja sama antar lembaga mengingatterdapat beberapa masalah yang sangatsignifikan terkait proses penelitian ini.Sebagaimana dianut oleh Bank Indonesia,OJK juga merupakan lembaga yangindependen dalam melaksanakan tugas danwewenangnya, bebas dari campur tanganpihak lain, kecuali untuk hal-hal yangsecara tegas diatur dalam Undang-Undangtentang OJK. Pengecualian ini sekalipun,seharusnya tidak mengurangi independensiOJK.

Dasar kewenangan OJK dalampengaturan dan pengawasan di sektorperbankan dalam berbagai literatureseperti illmu politik ilmu pemerintahan danilmu hukum sering kali ditemukan istilahkekuasaan, kewenangan, dan wewenang.Kekuasaan sering disamakan dengankewenangan dan sebalilknya. Bahakansering kali disamakan dengan wewenang,otomatis wewenang disamakan pula

14 Ibid

Page 10: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[Jurnal HukumJATISWARA]

[FAKULTAS HUKUM]

10 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]

dengan kekuasaan. Tetapi jelas bahwa ilmupolitik, ilmu pemerintahan dan ilmuhukum objek kajiannya adalah Negara.

Prajudi mengatakan perlunya mem-bedakan antara (competance, bevoehheid),walaupun dalam praktiknya, perbedaantidak selalu perlu, kewenangan apa yangdisebut kekuasaan formal, kekuasaan yangberasal dari kekuasaan legislative (diberioleh undang-undang) atau dari kekuasaaneksekutife administrative.

Secara yuridis, menurut Indroharto15

perngertian wewenang adalah kemampuanyang diberikan oleh peraturan perundang –undangan untuk menimbulkan akibathukum yang sah.

Menurut Harbet A. Simon16

wewenang adalah suatu kekuasaan yangmengambil keputusan yang berkaitandengan hubungan antara atasan/pimpinandengan bawahan. Hal senada juga di-berikan oleh Marbun. S.F yang mengata-kan bahwa wewenang adalah kemampuanbertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukanhubungan-hubungan hukum.

Badan atau Pejabat Tata Negaradalam memperoleh wewenang tersebutdapat melalui dua cara pokok yaitu melaluatribusi dan delegasi. Selain wewenangdimaksud juga diperoleh melalui mandat17.

Ada tiga konsep kewenangan yangdimiliki pemerintah dalam membuatkeputusan yaitu:

a. Atribusi adalah pemberian kewena-ngan oleh pembuat undang-undan itusendiri kepada suatu organ pemerintah

15 Indroharto, Usaha Memahami Undanga-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku 1Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Negara, SinarHarapan, Jakarta, 1996, hlm. 154.

16 Harbet A. Simon, Prilaku Administrasi(Terjemahan), Bina Aksara, Jakarta, 1989, hlm. 128.

17 Deni Firmansyah, PelimpahanKewenangan Pemerintah Daerah Kepada PemerintahKecamatan.

baik yang sudah ada atau yang barusama sekali.

b. Delegasi adalah penyerah wewenganyang di punyai oleh organpemerintahan pada organ lain, dandalam delegasi mengandung suatuunsur penyerahan.

a. Misalnya: apa yang semulakewenangan A, untuk selanjutnyamenjadi tanggung jawab penerimawewenang.

c. Mandat, adapun pada mandat tidakterjadi suatu pemberi wewenang barumaupun pelimpahan wewenang dariBadan atau Pejabat Tata Negara yangsatu kepada yang lain, karenatanggung jawab kewenangan atasdasar mandate masih tetap padapemberi mandate, tidak beralih padayang diberikan mandat18.

Kewenangan dapat diperoleh dengandua cara yaitu dengan atribusi dandelegasi. Atribusi adalah wewenang yangmeekat pada suatu jabatan. Kalau kitaberbicara tentang delegasi dalam hal adapemindahan atau pengalihan suatukewenangan yang ada.

Apabila kewenangan itu kurangsempurna, berarti bahwa keputusan yangberdasarkan kewenangan itu, tidak sahmenurut hukum.

Oleh sebab itu, pengertian-pengertianatribusi dan delegasi adalah alat-alatpembantu untuk memeriksa apakah suatubadan berwenang atau tidak. Dalam halmandat tidak ada sama sekali pengakuankewenangan atau pengalihtanganankewenangan. Disini manganut janji-janjikerja intern antara penguasa dan pegawai.

Dalam hal-al tertentu seorangpegawai memperoleh kewenangan untuk

18 Syaripin Pipin dan Jubadah, Pemerintahdaerah di Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, 2005, hlm88.

Page 11: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[UNIVERSITAS MATARAM] [Jurnal HukumJATISWARA]

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA 11

atas nama si penguasa, misalnya seorangmenteri, mengambil keputusan-keputusantertentu dan menandatangani keputusan-keputusan tertentu19.

Dari penjelasan tentang konsepkewenangan agar tidak mencampuradukkan pengertian serta istilah kekuasaan,kewenangan dan wewenang, dan dapatmenempatkan kata tersebut pada konteksyang sebenarnya.

C. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukandalam penelitian ini adalah penelitianyuridis normatif, penelitian yangmengkaji/meneliti bahan-bahan hukumbaik bahan hukum primer yang teridiri dariundang-undang, peraturan-peraturan yangterkait dengan masalah yang ditiliti danjuga mengkaji bahan hukum sekunder yangterdiri dari literatur-literatur dan pendapatpara sarjana yang terkait masalah yangditeliti.

2. Jenis Bahan Hukum.

Dalam penelitian ini jenis bahanhukum yang akan dikaji adalah:

a. Bahan hukum primer yang terdiri atasperaturan perundang-undangan,yurisprudensi atau keputusanpengadilan, yang menurut PeterMahmud Marzuki20 bahan hukumprimer ini bersifat otoritatif, artinyamempunyai otoritas yaitu merupakanhasil dari tindakan atau kegiatan yangdilakukan oleh lembaga yangberwenang untuk itu. Adapaunperaturan perundangan-undangan yangakan dikaji dalam penelitian ini adalahKitab Undang-Undang Hukum Perdata,Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

19 Philipus M. Hadjon, Pengantar hukumadministrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press,Yogyakarta, 2001, hlm. 130.

20Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,Jakarta, Kencana, 2005, hal. 139.

tentang Perbankan, sebagaimana yangtelah diubah dengan UU Nomor 10Tahun 1998 tentang Perbankan,Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004tentang Penetapan PP PenggantiUndang-Undang Nomor 3 Tahun 2004tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentangBank Indonesia dan Undang-UndangNomor 21 Tahun 2011 tentang OtoritasJasa Keuangan.

b. Bahan hukum sekunder yang dapatmemberikan penjelasan terhadap bahanhukum primer yang berupa hasilpenelitian buku-buku teks, jurnalilmiah, surat kabar, brosur dan beritainternet.

c. Bahan hukum tersier, juga merupakanbahan hukum yang dapat menjelaskanbaik bahan hukum primer maupunbahan hukum sekunder yang berupakamus dan ensklopedia.

3. Metode Pendekatan

Pendekatan yang dilakukan dalampenelitian ini adalah:

a. Pendekatan Perundang-undangan(Statute Approach)

Pendekan ini melakukan pengkajianterhadap peraturan perundang-undangan yang menjadi tema sentraldari tema penelitian21 seperti KitabUndang-Undang Hukum Perdata,Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992tentang Perbankan, sebagaimana yangtelah diubah dengan UU Nomor 10Tahun 1998 tentang Perbankan,Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004tentang Penetapan PP PenggantiUndang-Undang Nomor 3 Tahun 2004tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999tentang Bank Indonesia dan Undang-

21Johnny Ibrahim, Teori dan MetodelogiPenelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing,Surbaya, 2005, hlm. 255.

Page 12: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[Jurnal HukumJATISWARA]

[FAKULTAS HUKUM]

12 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]

Undang Nomor 21 Tahun 2011tentang Otoritas Jasa Keuangan.

b. Pendekatan Konsep (ConseptualApproach)

Konsep dalam ilmu hukum dapatdiartikan titik tolak atau pendekatanbagi analisis penelitian hukum, karenaakan banyak muncul konsep bagisuatu fakta hukum22.

c. Pendekatan Analitis (AnaliticalApproach)

Pendekatan ini dilakukan dengan caramemaknai pada istilah-istilah hukumyang terdapat dalam perundang-undangan, dengan begitu penelitimemperoleh penelitian atau maknabaru dari istilah-istilah hukum danmenguji penerapannya secara praktisdengan menganalisis putusan-putusanhukum23.

4. Tehnik Pengumpulan Bahan Hukum

Tehnik pengumpulan bahan hukumdalam penelitian hukum normatif dilaku-kan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum baik bahan hukum primer,bahan hukum sekunder, maupun bahanhukum tersier24.

5. Tehnik Pengolahan Bahan Hukum

Setelah bahan hukum dikumpulkantahap selanjutnya adalah tahap pengolahanbahan hukum yaitu mengelola bahanhukum secara runtut dan sistimatissehingga memudahkan peneliti melakukananalisis. Untuk bahan hukum diolahdengan melakukan sistimatisasi terhadapbahan hukum tertulis.

Dalam hal ini pengolahan bahanhukum dilakukan dengan cara seleksibahan hukum kemudian melakukan

22MuktiFajar & Yulianto Achmad, DualismePeenelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar,Yogyakarta, 2009, hlm. 187.

23Ibid.24 Ibid.

klasifikasi menurut penggolongan bahanhukum secara logis artinya ada hubungandan keterkaitan antara bahan hukum yangsatu dengan bahan hukum lainnya.

6. Analisis Bahan Hukum

Analisis yang digunakan dalampenelitian ini dilakukan adalah analisispreskriptif yaitu sifat analisis ini dimaksud-kan untuk memberikan argumentasi atashasil penelitian yang telah dilakukan.Argumentasi di sini dilakukan oleh penelitiuntuk memberikan preskripsi ataupenilaian mengenai benar atau salah apayang seyogyanya menurut hukum terhadapfakta atau peristiwa hukum dari hasilpenelitian.25

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kewenangan Bank Indonesia dalamPengaturan dan Pengawasan diSektor Perbankan

Bank Indonesia sebagai bank sentral,cikal bakalnya berasal dari De JavascheBank, satu perusahaan yang berbentukPerseroan Terbatas yang pada tahun 1828,mendapat hak octrooi sebagai banksirkulasi. Setelah proklamasi, ada “gagasanuntuk mendirikan Bank Negara Indonesia,terutama dilandasi oleh pemikiran bahwaselama masa pemerintahan HindiaBelanda, bangsa Indonesia tidak memilikibank nasionalnya sendiri”.26 Niat untukmendirikan Bank Indonesia yang akanmengeluarkan dan mengatur peredaranuang kertas, terhambat oleh adanya aturanformal karena harus ditetapkan denganundang-undang, maka kemudian didirikan-lah “Poesat Bank Indonesia” sebagai satuyayasan, berdasarkanAkte Notaris No. 14R.M. Soerojo, Notaris di Jakarta, tanggal 9Oktober 1945. Pembentukan JajasanPoesat Bank Indonesia ini sebagai langkah

25 Ibid, hlm. 184.26 PT. Bank Negaara Indonesia (Persero): 1996,

Melangkah ke Masa Depan Dengan Kearifan Masa Lalu,Bank BNI 50 Tahun Emas, hlm. 10

Page 13: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[UNIVERSITAS MATARAM] [Jurnal HukumJATISWARA]

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA 13

awal dalam membentuk Bank Indonesiasebagaimana dimaksudkan oleh penjelasanPasal 23 Undang-Undang Dasar 194527.

Berdasarkan Undang-Undang No.2Prp. Tahun 1946, tanggal 5 Juli 1946,maka dibentuklah Bank Negara Indonesiasetelah Jajaran Pusat Bank Indonesia ikutdilebur kedalam Bank Negara Indonesia.

Fungsi dari Bank Negara Indonesiaini bukan hanya bank sentral Pemerintah,tetapi juga adalah bank komersial dan bankIndustri. Kemudian setelah konferensiMeja Bundar, dilakukan nasionalisasiterhadap De Javasehe Bank sehinggamenjadi Bank Indonesia dan bertindaksebagai bank sentral.

Bank Indonesia sebagai bank sentraldidirikan berdasarkan Undang-UndangNo.11 Tahun 1953, pada tanggal 1 Juli1953. Meskipun secara defacto prosesnasionalisasi De Javasche Bank telahterjadi sejak diangkatnya Mr. SjafruddinPrawiranegara sebagai Presiden DeJavasche Bank.

Sebagaimana disebutkan dalamLetter of Intent (LOI) II tanggal 15 Januari1998 butir 22 antara Pemerintah Indonesiadan International Monetary Fund bahwaBank Indonesia akan diberi otonomi didalam merumuskan dan melaksanakankebijakan moneter. Untuk melaksanakankesepakatan tersebut Presiden Sohehartokemudian meminta Bank Indonesiamenyiapkan konsep independensi banksentral dalam pengelolaan moneter dankonsep tersebut kemudian dituangkandalam Keppres No.23 Tahun 1998.28 Isipokok dan Keppres tersebut secara tegasmenyebutkan bahwa tugas penetapan dan

27 Oey Beng To: 1991, Sejarah KebijakanMoneter Indonesia, Dalam Magadir Ismail, BankIndonesia Independensi, Akuntabelitas dan Transparansi,Fakultas Hukum Universitas Al-Ajhar Indonesia, Jakarta2007, hlm. 153

28 Magadir Ismail, Bank Indonesia Independensi,Akuntabelitas dan Transparansi, Fakultas HukumUniversitas Al-Ajhar Indonesia, Jakarta 2007, hlm. 189

pelaksanaan kebijakan moneter dilakukanBank Indonesia. Kemudian dibuat pulapayung hukumnya yaitu TAP MPR No.XVI/MPR/1 998,175 tetapi tetap sajasecara operasional hal ini tidak dapatdilaksanakan, karena secara hukumKeppres tersebut bertentangan denganUndang-Undang No.13 Tahun 1968, makaKeppres tersebut belum dapatdilaksanakan.29

Sebagai bukti kesungguhan pemerin-tah untuk menyusun Undang-undangtentang Bank Indonesia yang independen,maka Presiden mengeluarkan InstruksiPresiden No. 14 Tahun 1998, tentangPembentukan Panitia untuk menyusunRancangan Undang-Undang tentang BankSentral, yang diikuti oleh Surat KeputusanMenteri Keuangan tentang pembentukanteam penyusun Rancangan UndangUndangBank Indonesia yang terdiri dan pejabatDepartemen Keuangan, DepartemenKehakiman, Bappenas, Sekretariat Negaradan Bank Indonesia30.

Pada pokoknya Bank Indonesiasebagai bank sentral memiliki tiga tugas,yaitu: (1) menetapkan dan rnelaksanakankebijakan ,monetr; (2) mengatur danmenjaga kelancaran sistem pembayaran;dan (3) mengatur dan mengawasi bank.

Bahwa dalarn rangka melaksanakantugas mengatur dan mengawasi bank,menurut ketentuan Pasal 24 UU No. 23Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,bahwa Bank Indonesia menetapkanperaturan, memberikan dan mencabut izinatas kelembagaan dan kegiatan usahatertentu dan melaksanakan pengawasanbank, dan mengenakan sanksi terhadapbank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam hal ini, tentu pengaturandan peng-awasan bank mengacu pada UUNo. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

29 Ibid30 Ibid

Page 14: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[Jurnal HukumJATISWARA]

[FAKULTAS HUKUM]

14 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]

sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 Tahun 1998.31

Berkaitan dengan itu, rnenurutMarulak Pardede bahwa untuk mencipta-kan perbankan yang efisien, maka BankIndonesia perlu mendorong terciptanyasarana yang dapat rnenunjang kelancarandalam pemberian jasa perbankan kepadamasyarakat. Sarana tersebut berupa saranapenunjang kegiatan operasional bank,yaitu32:

1. Lembaga kliring, yang memungkinkanbank melayani transaksi pembayarannasabahnya dengan mudah, cepat, danaman.

2. Pasar uang antarbank dan pengem-bangan surat-surat berharga pasar uang,yang rnemungkinkan bank rnem-peroleh pinjaman jangka pendek secaramudah, efisien, dan aman dalam rangkapengelolaan likuiditas yang Iebih baik.

3. Fasilitas discount window, yang me-mungkinkan bank mendapatkan danasementara untuk keperluan likui-ditasnya dalarn keadaan, di mana banktersebut sudah tidak mampumemperolehnya dan pasar.

4. Sistem informasi kredit, yangrnernungkinkan bank rnernperoleh dansating menukar informasi tentangkeadaan debiturnya.

Sejalan dengan Undang-Undang No.23 Tahun 1999 dan UndangUndang No. 3Tahun 2004 tersebut di atas, makaUndang-Undang No. 10 Tahun 1998memberikan wewenang dan kewajibanbagi Bank Indonesia untuk membina sertamelakukan pengawasan terhadap bankdengan menernpuh upaya-upaya, baik yangbersifat preventif dalam bentuk ketentuan-

31 Hermansyah, Hukum Perbankan NasionalIndonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011,hlm. 175

32 Marula Pardede dalam Hermansyah,Efektivitas Pengawasan Perbankan dalam PerbankanIndonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 15 September 2001

ketentuan, petunjuk dan nasihat, bim-bingan dan pengarahan, maupun secararepresif dalam bentuk pemeriksaan yangdisusul dengan tindakan-tindakan per-baikan, sehingga pada akhirnya BankIndonesia dapat menetapkan arahpernbinaan dan pengembangan bank, baiksecara individual maupun secarakeseluruhan.

Menurut ketentuan Pasal 24 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang BankIndonesia, bahwa dalam rangka melak-sanakan tugas mengatur dan mengawasibank, Bank Indonesia menetapkanperaturan memberikan dan mencabut izinatas kelembagaan dan kegiatan usahatertentu dan bank, melaksanakan peng-awasan bank, dan mengenakan sanksiterhadap bank sesuai dengan ketentuanperundang-undangan.

Berkaitan dengan itu, dalam rangkamelaksanakan tugas mengatur bank, BankIndonesia berwenang menetapkan keten-tuan-ketentuan perbankan yang memuatprinsip kehati-hatian (prudential banking).

Ketentuan-ketentuan perbankan yangmemuat prinsip kehati-hatian bertujuanuntuk memberikan rambu-rambu bagipenyelenggaraan kegiatan usaha per-bankan, guna mewujudkan sistem per-bankan yang sehat33.

Mengingat pentingnya tujuan me-wujudkan sistem perbankan yang sehat,rnaka peraturan-peraturan di bidang per-bankan yang ditetapkan oleh BankIndonesia harus didukung dengan sanksi-sanksi yang adil. Pengaturan Bankberdasarkan prinsip kehati-hatian tersebutdisesuaikan pula dengan standar yangberlaku secara internasional.

Sebagaimana disebutkan oleh Pasal 7ayat 1, UU No.23 Tahun 1999 jo UU No.3Tahun 2004, yang merupakan “TujuanBank Indonesia adalah mencapai dan

33 Ibid

Page 15: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[UNIVERSITAS MATARAM] [Jurnal HukumJATISWARA]

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA 15

memelihara kestabilan nilai rupiah”.Kemudian pada ayat 2 dinyatakan, dalamrangka mencapai tujuan tersebut, BankIndonesia melaksanakan kebijakanmoneter secara berkelanjutan, konsisten,transparan, dan harus mempertimbangkankebijakan umum pemerintah di bidangperekonomian.

Dalam pada itu oleh pasal 8 UUNo.23 tahun 1999, dikatakan untukmencapai tujuan Bank Indonesia se-bagaimana disebutkan dalam pasal 7, BankIndonesia mempunyai tugas, (a) menetap-kan dan melaksanakan kebijakan moneter;(b) mengatur dan menjaga kelancaransistem pembayaran; (c) mengatur danmengawasi bank.

Di dalam rnelaksanakan ttugasmenetapkan dan melaksanakan kebijakanmoneter Bank Indonesia melakukannyadengan mengendalikan jumlah uangberedar dan penentu suku bunga. Agarsupaya pelaksana tugas mengatur danmenjaga kelancaran sistem pembayarandapat dilakukan secara effektjf, makadiperlukan dukungan sistem pembayaranyang efisien, cepat, aman, dan handal.Untuk menunjang keberhasilan inidiperlukan pula sistem perbankan yangsehat, karena dengan sistem perbankanyang sehat maka pengawas perbankan danpengendali moneter dapat dilakukan secaramaksimal.

Dalam melaksanakan tugas mengaturBank, Bank Indonesia mempunyaikewenangan untuk menetapkan ketentuan-ketentuan yang memuat prinsip kehati-hatian. Pelaksanaan kewenangan inisepenuhnya menjadi kewenangan BankIndonesia karena pengaturannya ditetapkandengan peraturan Bank Indonesia. Prinsipkehati-hatian di sini dianggap hal yangsangat penting, karena prinsip ini bertujuanuntuk memberikan rambu-rambu bagiusaha perbankan untuk terwujudnya sistemperbank yang sehat.

Dari ketentuan Pasal 39 dan 40terdapat norma yang bertentang di satu sisiBank Indonesia diberikan kewenanganuntuk memeriksa dan mengawasi, tetapidalam ketentuan Pasal 140 ayat 2 hasilpemeriksaan Bank Indonesia yang diindikasikan tak sehat Bank Indonesia tidakdapat memberikan penilaian terhadaptingkat kesehatan Bank.

2. Kewenangan Ojk dalam Pengaturandan Pengawasan di sektor Per-bankan

Dalam hal pembuatan peraturanpengawasan di bidang perbankanditentukan dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentangOtoritas Jasa Keuangan, dalam melak-sanakan tugasnya, OJK berkoordinasidengan Bank Indonesia dalam membuatperaturan pengawasan di bidang Perbankanantara lain:

a. kewajiban pemenuhan modal minimumbank;

b. sistem informasi perbankan yangterpadu;

c. kebijakan penerimaan dana dari luarnegeri, penerimaan dana valuta asing,dan pinjaman komersial luar negeri;

d. produk perbankan, transaksi derivatif,kegiatan usaha bank lainnya;

e. penentuan institusi bank yang masukkategori sistemically important bank;dan

f. data lain yang dikecualikan dariketentuan tentang kerahasiaaninformasi.

Dalam rangka mewujudkan per-ekonomian nasional yang mampu tumbuhsecara stabil dan berkelanjutan, men-ciptakan kesempatan kerja yang luas danseimbang di semua sektor perekonornianserta memberikan kesejahteraan secara adilkepada seluruh rakyat Indonesia makaprogram pembangunan ekonomi nasional

Page 16: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[Jurnal HukumJATISWARA]

[FAKULTAS HUKUM]

16 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]

harus dilaksanakan secara komprehensifdan mampu menggerakkan kegiatan per-ekonomian nasional yang memilikijangkauan yang luas dan menyentuh keseluruh sektor riil dan perekonomianmasyarakat Indonesia.

Program pembangunan ekonominasional juga harus dilaksanakan secaratransparan dan akuntabel yang berpedomanpada prinsip demokrasi ekonomi sebagai-mana diamanatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945.34 Untuk mencapai tujuantersebut, program pembangunan ekonominasional perlu didukung oleh tata kelolapemerintahan yang baik yang secara terus-menerus melakukan reformasi terhadapsetiap komponen dalam sistem per-ekonomian nasional.

Salah satu komponen penting dalamsistem perekonomian nasional dimaksudadalah sistem keuangan dan seluruhkegiatan jasa keuangan yang menjalankanfungsi intermediasi bagi berbagai kegiatanproduktif di dalam perekonomiannasional.35

Fungsi intermediasi yang diseleng-garakan oleh berbagai lembaga jasa ke-uangan, dalam perkembangannya telahmemberikan kontribusi yang cukup sig-nifikan dalam penyediaan dana untukpembiayaan pembangunan ekonominasional. Oleh karena itu, negarasenantiasa memberikan perhatian yangserius terhadap perkembangan kegiatansektor jasa keuangan tersebut, denganmengupayak terbentuknya kerangka per-aturan dan pengawasan sektorjasakeuangan yang terintegrasi dankomprehensif.36

34 Penjelasan Umum Atas Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentangOtoritas Jasa Keuangan.

35 Ibid36 Ibid

Terjadinya proses globalisasi dalamsistem keuangan dan pesatnya kemajuan dibidang teknologi informasi serta inovasifinansial telah menciptakan sistemkeuangan yang sangat kompleks, dinamisdan saling terkait antar subsektor keuanganbaik dalam hal produk maupunkelembagaan. Di samping itu, adanyalembaga jasa keuangan yang memilikihubungan kepemilikan di berbagaisubsektor keuangan (konglomerasi) telahmenambah kompleksitas transaksi daninteraksi antar lembaga jasa keuangan didalam sistern keuangan.

Banyaknya permasalahan lintassektoral di sektor jasa keuangan, yangmeliputi tindakan moral hazard, belumoptimalnya perlindungan konsumen jasakeuangan, dan terganggunya stabilitassistem keuangan semakin mendorongdiperlukannya pembentukan lembagapengawasan di sektor jasa keuangan yangterintegrasi.37

Menurut Rimawan Pradiptyo, diIndonesia pengawasan terhadap lembagakeuangan (LK) dilakukan oleh tigainstitus;, yaitu Kementerian Koperasi,Bapepan-LK dan Bank Indonesia.Pengawas an lembaga keuangan bank(LKB), mencakup bank umum, BPR danbank syariah, dilakukan oleh BankIndonesia. Pengawasan lembaga keuangannon-bank (LKNB) dipecah menjadi dua,yaitu LKNB non-koperasi diawasi olehBapepam-LK, sementara LKNB koperasidiawasi oleh Kernenterian Koperasi.38

Lebih lanjut, Rimawan mengatakanbahwa pengawasan diperlukan karenaadanya potensi moral hazard (penye-lewengan/penyalahgunaan) oleh parapelaku ekonorni yang tentunya berdampaknegatif terhadap perekonomian. Teori

37 Ibid38 Rimawan Pradipya, Optimalisasi OJK Antara

Institusi Versus Sistem Pengawasan Dalam Hermansyah,Hukum Perbankan Nasional, Jakarta, 2011 hlm. 214

Page 17: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[UNIVERSITAS MATARAM] [Jurnal HukumJATISWARA]

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA 17

Ekonomi menunjukkan bahwa moralhazard disebabkan dua hal, yaitu moralhazard dan adverse selection (kesalahanmemilih). Asymmetric information adalahkondisi di mana informasi tidak tersebarmerata antar pelaku ekonomi.39

Praktik moral hazard di sektorkeuangan, tidak saja dilakukan oleh LKnamun mungkin juga dilakukan olehnasabah/rurnah tangga. Moral hazardterjadi karena lemahnya sistern peng-awasan LK yang disebabkan oleh beberapafaktor, yaitu: (a) lemahnya sistem ar-sitektur pengawasan keuangan diIndonesia; (b) tidak adanya pertukaran arusinformasi (data sharing dan datainterfacing) antar lembaga pengawas LK;dan (c) masih tingginya egosentris antarlembaga pengawas LK.40

Sumber dari praktik moral hazard inibermuara pada kenyataan lemahnyakoordinasi dan tidak adanya pertukaraninformasi (data sharing dan datainterfacing) antar lembaga pengawas LK.Baik Bapeparn-LK, Bank Indonesia danKementerian Koperasi, hingga saat inibelum merniliki protokol yangrnemungkmnkan ketiga lembaga tersebutmelakukan pertukaran informasi.Akibatnya, pendeteksian praktik moralhazard yang dilakukan antar pasar sulitterdeteksi, jika tidak bisa dikatakanrnustahil.41

Sehubungan dengan uraian di atas,menunjukkan perlu dilakukan penataankembali struktur pengorganisasian danlembaga-lembaga yang melaksanakantugas pengaturan dan pengawasan di sektorjasa keuangan yang mencakup sektorperbankan, pasar modal, perasuran sian,dana pensiun, lembaga pembiayaan, danlembaga jasa keuangan lainnya. Penataandimaksud dilakukan agar dapat dicapai

39 Ibid40 Ibid41 Ibid

mekanisme koordinasi yang lebih efektif didalam menangani permasalahan yangtimbul dalam sistern keuangan sehinggadapat lebih menjamin tercapainya stabilitassistem keuangan. Pengaturan dan peng-awasan terhadap keseluruhan kegiatan jasakeuangan tersebut harus dilakukan secaraterintegrasi.42

Selain Pertimbangan-pertimbaigansebagaimana diuraikan di atas, Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentangBank Indonesia sebagaimana telahbeberapa kalj diubah, terakhir denganUndang-Undang Nomor 6 Tahun 2009tentang Penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang Nomor 2Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atasUndang-undang Nomor 23 Tahun 1999tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang, juga mengamanatkan pem-bentukan lembaga pengawasan sektor jasakeuangan yang mencakup perbankanasuransi dana pensiun, sekuritas, modalVentura dan perusahaan pembiayaan, sertabadan-badan lain yang menyelenggarakanpengelolaan dana masyarakat. Lembagapengawasan sektor jasa keuangan tersebutdi atas pada hakikatnya merupakanlembaga bersifat independensi dalammenjalankan tugasnya dan kedudukannyaberada di luar pemerintah Lembaga iniberkewajiban menyampaikan laporankepada Badan Pemeriksa Keuangan danDewan Perwakjlan Rakyat.43

Lembaga pengawasan sektor jasakeuangan tersebut dikenal dengan namaOtoritas Jasa Keuangan (selanjutnyadisingkat OJK). Undang-undang tentangOJK pada dasarnya memuat ketentuantentang organisasi dan tata kelola(governance) dan lembaga yang memilikiotoritas pengaturan dan pengawasanterhadap sektor jasa keuangan. Adapunketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa

42 Ibid43 Loc. Cit, hlm. 216

Page 18: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[Jurnal HukumJATISWARA]

[FAKULTAS HUKUM]

18 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]

keuangan, cakup dan batas-batas kegiatanlembaga jasa keuangan, kualifikasi dankriteria lembaga jasa keuangan, tingkatkesehatan dan pengaturan prudensial sertaketentuan tentang jasa penunjang sektorjasa keuangan dan lain sebagainya yangmenyangkut transaksi jasa keuangan diaturdalam undang-undang sektoral tersendiri,yaitu Undang-Undang tentang Perbankan,Pasar Modal, Usaha Perasuransian, DanaPensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektorjasa keuangan lainnya44.

OJK dibentuk dengan tujuan agarkeseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan terselenggarasecara teratur, adil, transparan, danakuntabel, serta mampu mewujudkansistem keuangan yang tumbuh secaraberkelanjutan dan stabil, dan mampumelindungi kepentingan konsumen danmasyarakat.

Dengan demikian, OJK diharapkandapat mendukung kepentingan sektor jasakeuangan nasional sehingga mampumeningkatkan daya saing nasional. Selainitu, OJK harus mampu menjagakepentingan nasional, antara lain, meliputisumber daya manusia, pengelolaan,pengendalian, dan kepemilikan di sektorjasa keuangan, dengan tetap mem-pertimbangkan aspek positif globalisasi45.

Lebih dan itu, OJK dibentuk dandilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelolayang baik, yang meliputi independensi,akuntabilitas, pertanggungjawaban, tran-sparansi, dan kewajaran (fairness). Secarakelembagaan, OJK berada di luarpemerintah, yang dimaknai bahwa OJKtidak menjadi bagian dan kekuasaanpemerintah. Namun, tidak menutupkemungkinan adanya unsur-unsur per-wakilan pemerintah karena padahakikatnya OJK merupakan otoritas di

44 Loc. Cit, hlm. 21745 Ibid

sektor jasa keuangan yang memiliki relasidan keterkaitan yang kuat dengan otoritaslain, dalam hal ini otoritas fiskal danmoneter.

Oleh sebab itu, lembaga ini jugamelibatkan keterwakilan unsur-unsur dankedua otoritas tersebut secara ex-officio.Keberadaan ex-officio ini dimaksudkandalam rangka koordinasi, kerja sama, danharmonisasi kebijakan di bidang fiskal,moneter, dan sektor jasa keuangan. Inidiperlukan untuk mernastikan ter-peliharanya kepentingan nasional dalamrangka persaingan global dan kesepakataninternasional, kebutuhan koordinasi, danpertukaran informasi dalam rangkamenjaga dan memelihara stabilitas sistemkeuangan.46

Untuk mewujudkan koordinasi, kerjasama, dan harmonisasi kebijakan yangbaik, OJK harus merupakan bagian dansistem penyelenggaraan urusan pe-merintahan yang berinteraksi secara baikdengan lembaga-lembaga negara danpemerintahan lainnya dalam mencapaitujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesiayang tercantum dalam Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.

Berkaitan dengan uraian di atas,Hamud M. Belfas mengemukakan, bahwaalasan didirikannya OJK disebabkanpengawasan atas industri jasa keuangandengan struktur seperti sekarang dianggapsudah tidak memadai. Dengan adanyaOJK, pengawasan atas semua industri jasakeuangan akan disatukan ke dalam satuatap, yaitu perbankan, pasar modal,asuransi, dana pensiun, lembaga keuangannonbank.

Undang-undang hanya mengecuali-kan industri perdagangan berjangka sajadan pengawasan OJK. Selain itu, latarbelakang didirikannya OJK ini juga karena

46 Ibid

Page 19: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[UNIVERSITAS MATARAM] [Jurnal HukumJATISWARA]

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA 19

makin rumitnya produk keuangan sertapemasaran atas produk ini dilakukan lintasindustri seperti produk pasar modal (sepertireksadana) ditawarkan juga oleh bank atauproduk asuransi juga ditawarkan bank(banccissurance).47

Beranjak dan uraian di atas, dapatdikatakan bahwa pada prinsipnyapembentukan Undang-Undang OJK itusecara garis besar didasarkan pada tigalandasan, yaitu landasan yuridis, landasanfilosofis dan landasan sosiologis. Hal inisejalan dengan uraian dalam NaskahAkademik Pembentukan Otoritas JasaKeuangan. Berikut ini dijelaskan secarasingkat mengenai ketiga landasandimaksud, yaitu48:

1. Landasan yuridis.

Secara yuridis pembentukanUndang-Undang OJK dilandasi olehUndang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentangBank Indonesia. Hal ini secara tegas diaturdalarn ketentuan Pasal 34 Undang-UndangNo. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesiayang mengarnanatkan pembentukanlembaga pengawas sektor jasa keuanganyang mencakup perbankan asuransi, danapensiun, sekuritas, modal ventura danperusahaan pembiayaan serta badan-badanlain yang menyelenggarakan pengelolaandana masyarakat. Selengkapnya bunyiketentuan Pasal 34 Undang-Undang No. 3Tahun 2004 tentang Bank Indonesiaadalah:

a. Tugas mengawasi bank akan dilakukanoleh lembaga pengawasan sektor jasakeuangan yang independen, dandibentuk dengan undang-undang.

b. Pembentukan lembaga pengawasansebagaimana dimaksud pada ayat (1)akan dilaksanakan selarnbat-lambatnya31 Desember 2002.

47 Hamud M. Balfas dalam Hermansyah, Ibid48 Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa

Keuangan, dalam Hermansyah, Ibid

Dengan demikian, pada hakikatnyaketentuan Pasal 34 dimaksud memberikanotoritas pengaturan dan pengawasankepada lembaga pengawasan sektor jasakeuangan dimaksud terhadap industriperbankan pasar modal (sekuritas), danindustri keuangan nonbank (asuransi, danapensiun, sekuritas, modal ventura danperusahaan pembiayaan serta badan-badanlain yang menyelenggarakan pengelolaandana masyarakat). Lembaga pengawasansektor jasa keuangan ini disebut OtoritasJasa Keuangan atau OJK.

2. Landasan sosiologis.

Secara singkat landasan sosiologisini dapat dijelaskan bahwa peranpengaturan dan pengawasan yangdilakukan oleh OJK harus diarahkan untukmenciptakan efisiensi, persaingan yangsehat, perlindungan konsumen, sertamemelihara mekanisme pasar yang sehat.Untuk itu, prinsip kesetaraan (level playingfield), pengaturan dan pengawasan yangdidasarkan pada prinsip-prinsip keadilandan transparansi harus diterapkansedemikian rupa untuk menciptakan suatuaktivitas dan transaksi ekonomi yangteratur, efisien dan produktif, danmenjamin adanya perlindungan nasabahdan masyarakat.

OJK harus menempatkan dirinyasecara proporsional dan mengayomiberbagai kepentingan dan pelaku industridan pemangku kepentingan lainnya.Apabila seluruh pemangku kepentingan(stakeholder) industri keuangan dapatmenata perilakunya sendiri, OJK dapatmenjadi fasilitator terhadap pasar. Fungsisurveillance dan OJK melalui sistempengaturan dan pengawasan menjadipenting.

3. Landasan filosofis.

Mengenai landasan filosofis ini dapatdikemukakan bahwa OJK dibentuk dengantujuan agar keseluruhan kegiatan jasa

Page 20: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[Jurnal HukumJATISWARA]

[FAKULTAS HUKUM]

20 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]

keuangan di dalam sektorjasa keuangandapat terselenggara secara teratur, adil,transparan, dan akuntabel, serta dapatmewujudkan sistem keuangan yangtumbuh secara berkelanjutan dan stabil.Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dandilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelolayang baik, yang meliputi independensi,akuntabjljtas, pertanggungjawaban, trans-paransi, dan kewajaran (fairness)49.

E. PENUTUP

1. Kesimpulan

a. Kewenangan Bank Indonesia dalammengatur dan mengawasi di sektorperbankan kewenangannya diberi-kan berdasarkan kewenangandiberikan berdasarkan kewenanganatribusi yaitu kewenangan yangdiberikan berdasarkan undang-undang yaitu Undang-UndangNomor 21 Tahun 2011 tentangOtoritas Jasa Keuangan. Namunkewenangan yang diberikan sifatpersial, karena kewenangan BankIndonesia dalam melakukan pe-meriksaan dan pengawasan ter-hadap bank, hasil pemeriksannyaBank Indonesia tidak diberikankewenangan untuk menilai hasilpemeriksaannya sendiri, tapi harusdilaporkan ke Otoritas JasaKeuangan.

b. Kewenangan Otoritas JasaKeuangan dalam melakukan peng-aturan dan pengawasan berdasarkankewenangan atribusi yaitu ke-wenangan yang diberikan ber-dasarkan Undang-Undang Nomor21 Tahun 2011 tentang OtoritasJasa Keuangan melaksanakan tugaspengaturan dan pengawasan ter-hadap kegiatan jasa keuangandisektor perbankan, kegiatan jasakeuangan di sektor pasar modal dan

49 Loc. Cit, hlm. 220

kegiatan jasa kewenangan di sektorper-asuransian, dana pinjaman,lembaga pembiayaan, dan lembagajasa keuangan.

2. Saran

1. Dalam melaksanakan tugas peng-awasan dan pengaturan di sektorperbankan, seharusanya BankIndonesia diberikan kewenanganyang utuh/mutlak supaya BankIndonesia dalam melakukanpengaturannya itu diberikanwewenang kepada Bank Indonesiauntuk menilai sendiri terhadap hasilpengawasannya terhadap bank yangdiawasi.

2. Otoritas Jasa Keuangan dalampengaturan dan pengawasan selaluberkoordinasi dengan BankIndonesia. Hal ini di maksudkansupaya jangan terjadi tumpangtindih kebijakan dalam bidangpengawasan dan pengaturan disektor perbankan.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku, Makalah, Artikel danWebsait

Adrian Sutedi, Aspek Hukum OtoritasJasa Keuangan, (Jakarta : RaihAsa Sukses, 2014).

Deni Firmansyah, PelimpahanKewenangan PemerintahDaerah Kepada PemerintahKecamatan.

Harbet A. Simon, PrilakuAdministrasi (Terjemahan), BinaAksara, Jakarta, 1989.

http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/masalah sistemkeuangan dan Perbankan, AnwarNasution.pdf.

Page 21: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[UNIVERSITAS MATARAM] [Jurnal HukumJATISWARA]

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA 21

Indroharto, Usaha MemahamiUndang-Undang TentangPeradilan Tata Usaha Negara,Buku 1 Beberapa PengertianDasar Hukum Tata Negara,Sinar Harapan, Jakarta, 1996.

Johnny Ibrahim, Teori dan MetodelogiPenelitian Hukum Normatif,Bayumedia Publishing, Surbaya,2005.

Kiryanto, Ryan, OJK dan Kepen-tingannya, Kompas, 14 Juni2003

Magadir Ismail, Bank IndonesiaIndependensi, Akuntabelitas danTransparansi, Fakultas HukumUniversitas Al-Ajhar Indonesia,Jakarta 2007

Marula Pardede, Efektivitas Peng-awasan Perbankan dalamPerbankan Indonesia, JurnalHukum Bisnis, Vol. 15September 2001

MuktiFajar & Yulianto Achmad,Dualisme Peenelitian HukumNormatif & Empiris, PustakaPelajar, Yogyakarta, 2009.

Mustaqim, Andika Hendra, OtoritasJasa Keuangan Sebagai SolusiSistem Ekonomi Nasional, JurnalPerspektif, Vol. VIII No. 1Maret 2010.

Oey Beng To: 1991, SejarahKebijakan Moneter Indonesia,Bank Indonesia Independensi,Akuntabelitas dan Transparansi,Fakultas Hukum Universitas Al-Ajhar Indonesia, Jakarta 2007.

Peter Mahmud Marzuki, PenelitianHukum, Jakarta, Kencana, 2005.

Philipus M. Hadjon, Pengantar hukumadministrasi Indonesia, GadjahMada University Press,Yogyakarta, 2001.

PT. Bank Negaara Indonesia(Persero): 1996, Melangkah keMasa Depan Dengan KearifanMasa Lalu, Bank BNI 50 TahunEmas.

Rimawan Pradipya, Optimalisasi OJKAntara Institusi Versus SistemPengawasan DalamHermansyah, Hukum PerbankanNasional, Jakarta, 2011.

Saktiana, Sila, Analisis YuridisMengenai Dampak Pem-bentukan Otoritas JasaKeuangan Terhadap Peng-awasan Perbankan Syariah,Skripsi Sarjana, FakultasHukum Universitas Indonesia,Depok, 2014.

Syaripin Pipin dan Jubadah,Pemerintah daerah di Indonesia,Pustaka Setia, Bandung, 2005.

Zulkarnain Sitompul, MenyambutKehadiran Otoritas JasaKeuangan (OJK), Majalah PilarNo. 02/Th. VII/12-18 Januari2004

B. Peraturan Perundang-undangan

Indonesia, Undang-Undang DasarNegara Republik IndonesiaTahun 1945.

Indonesia, Undang-Undang tentangPerbankan, Undang-UndangNo. 7 Tahun 1992 (LN. No. 31Tahun 1992, TLN. No. 3472)sebagaimana telah diubahdengan Undang-Undang Nomor10 Tahun 1998 (LN. No. 182Tahun 1998).

Indonesia, Undang-Undang tentangBank Indonesia, Undang-Undang No. 23 Tahun 1999(LN. No. 66 Tahun 1999, TLN.No. 3843) sebagaimana diubahmelalui UU No. 3 Tahun 2004

Page 22: KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …

[Jurnal HukumJATISWARA]

[FAKULTAS HUKUM]

22 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]

sebagaimana diubah melaluiUU No.6 Tahun 2009 (LN. No.7 Tahun 2009, TLN. No. 4962).

Indonesia, Undang-Undang tentangLembaga Penjamin Simpanan,Undang-Undang No. 24 Tahun2004 (LN. No. 96 Tahun 2004,TLN. No. 4420).

Indonesia, Undang-Undang tentangOtoritas Jasa Keuangan,Undang-Undang No. 21 Tahun2011 (LN. No. 111 Tahun2011, TLN. No. 5253).

Indonesia, Undang-Undang tentangPerlindungan Konsumen,Undang-Undang No. 8 Tahun1999 (LN. No. 42 Tahun 1999,TLN. No. 3821).

Peraturan Bank Indonesia No.15/15/PBI/2013 Tentang GiroWajib Minimum Bank UmumPada Bank Indonesia dalamRupiah dan Valuta Asing.

Peraturan Bank Indonesia No.16/11/PBI/2014 TentangPengaturan dan PengawasanMakroprudensial