kewenangan kpk menuntut tppu

5
KEWENANGAN KPK MENUNTUT TPPU Majelis hakim untuk terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq yang dipimpin Gusrizal menyatakan nota keberatan (eksepsi) tim pengacara terdakwa tidak dapat diterima. Sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (1)KUHAP, materi keberatan hanya melingkupi kewenangan mengadili, dakwaan tidak dapat diterima, atau dakwaan harus dibatalkan. Majelis menyatakan sebagian besar materi eksepsi pengacara Luthfi tidak masuk dalam lingkup Pasal 156 ayat (1) KUHAP. Dalam eksepsinya, pengacara mempermasalahkan penetapan tersangka, pembentukan opini KPK, motif lain KPK menghancurkan citra PKS, penyitaan, penyadapan, dan kewenangan penambahan kuota impor daging sapi. “Atas keberatan di atas, majelis hakim berpendapat, bukan materi keberatan sebagaimana Pasal 156 KUHAP, melainkan ruang lingkup pembuktian dan harus dibuktikan dalam pemeriksaan perkara. Ada pula yang merupakan ruang lingkup praperadilan, sehingga dikesampingkan,” kata Gusrizal, Senin (15/7)di Pengadilan Tipikor Jakarta. Mengenai keberatan pengacara yang mempermasalahkan kewenangan mengadili juga dikesampingkan majelis. Pengacara menganggap Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tidak berwenang karena belum ada Keputusan Ketua MA sebagai dasar pengoperasian. Namun, majelis tidak sependapat. Gusrizal mengatakan, keberadaan Pengadilan Tipikor tidak diserahkan pada Keputusan Ketua MA, melainkan pada undang-

Upload: januar-abdul-razak

Post on 15-Nov-2015

5 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

APAKAH KPK DAPAT MENUNTUT TPPU?

TRANSCRIPT

KEWENANGAN KPK MENUNTUT TPPU

Majelis hakim untuk terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq yang dipimpin Gusrizal menyatakan nota keberatan (eksepsi) tim pengacara terdakwa tidak dapat diterima. Sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (1)KUHAP, materi keberatan hanya melingkupi kewenangan mengadili, dakwaan tidak dapat diterima, atau dakwaan harus dibatalkan.Majelis menyatakan sebagian besar materi eksepsi pengacara Luthfi tidak masuk dalam lingkup Pasal 156 ayat (1) KUHAP. Dalam eksepsinya, pengacara mempermasalahkan penetapan tersangka, pembentukan opini KPK, motif lain KPK menghancurkan citra PKS, penyitaan, penyadapan, dan kewenangan penambahan kuota impor daging sapi.Atas keberatan di atas, majelis hakim berpendapat, bukan materi keberatan sebagaimana Pasal 156 KUHAP, melainkan ruang lingkup pembuktian dan harus dibuktikan dalam pemeriksaan perkara. Ada pula yang merupakan ruang lingkup praperadilan, sehingga dikesampingkan, kata Gusrizal, Senin (15/7)di Pengadilan Tipikor Jakarta.Mengenai keberatan pengacara yang mempermasalahkan kewenangan mengadili juga dikesampingkan majelis. Pengacara menganggap Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tidak berwenang karena belum ada Keputusan Ketua MA sebagai dasar pengoperasian. Namun, majelis tidak sependapat.Gusrizal mengatakan, keberadaan Pengadilan Tipikor tidak diserahkan pada Keputusan Ketua MA, melainkan pada undang-undang. Sebagaimana Pasal 2UU No 46 Tahun 2009tentang Pengadilan Tipikor, sebagai pengadilan khusus yang berada pada pengadilan negeri. Pengadilan Tipikor berada di bawah MA.Majelis berpendapat Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat tetap sah dan legal sejak UU46 Tahun 2009 diundangkan. Tidak perlu ada Keputusan Ketua MA untuk mengesahkan pengoperasian Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.Kemudian, mengenai keberatan pengacara yang mempermasalahkan substansi dakwaan pertama, kedua, dan ketiga, majelis tidak mempertimbangkan. Menurut Gusrizal, materi keberatan bukan termasuk lingkup keberatan sesuai Pasal 156 ayat (1) KUHAP dan telah memasuki pokok perkara, sehingga sepatutnya dikesampingkan.Mengacu Pasal 143 dan 156 KUHAP, majelis menganggap Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara Luthfi Hasan Ishaaq. Majelis menetapkan surat dakwaan penuntut umum sah, serta memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara korupsi dan pencucian uang Luthfi Hasan Ishaaq.Namun, dua hakimad hoc, I Made Hendra dan Joko Subagyomenyampaikan pendapat berbeda ataudissenting opinion. Made menyatakan, meski pengacara tidak mempermasalahkan kewenangan KPK dalam menuntut perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam keberatannya, hal tersebut perlu dipertimbangkan.Implikasi hukum ada atau tidak adanya kewenangan penuntutan adalah diterima atau tidaknya surat dakwaan penuntut umum sebagaimana dimaksud Pasal 156 ayat (1) KUHP. Maka, hakim anggota tiga dan empat berpendapat, perlu mempertimbangkan kewenangan penuntutan TPPU yang dilakukan penuntut umum KPK, ujarnya.Made menjelaskan, berdasarkan ketentuan Pasal 6 huruf cUU No 30 Tahun 2002tentang KPK, lembaga itu bertugas menyelidiki, menyidik, dan menuntut tindak pidana korupsi. Pasal 51 ayat (1) UU KPK mengatur bahwa penuntut umum pada KPK yang diangkat dan diberhentikan KPK.Selanjutnya, Pasal 74UU No 8 Tahun 2010tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU mengatur KPK sebagai instansi yang berwenang melakukan penyidikan atas TPPU yang tindak pidana asalnya adalah korupsi. Namun, UU No.8 Tahun 2010 tidak mengatur instansi mana yang berwenang melakukan penuntutan TPPU.Mengingat UU No.8 Tahun 2010 tidak mengatur secara khusus mengenai penuntut umum yang menyidangkan perkara TPPU, Made dan Subagyo merujuk pada ketentuan KUHAP. Pasal 1 angka 6 KUHAP menyatakan, jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum.Ketentuan serupa juga diatur dalam Pasal 13 UU No 8 Tahun 2010. Dengan merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 6 KUHAP dan Pasal 13 UU No 8 Tahun 2010, penuntut umum yang memiliki kewenangan melakukan penuntutan atas TPPU adalah jaksa. Hal mana dipertegas dalam Pasal 71 UU No 8 Tahun 2010, tutur Made.Pasal 71 UU No 8 Tahun 2010 menegaskan bahwa surat permintaan pemblokiran yang dikirimkan kepada penyedia jasa keuangan harus ditandatangani oleh a. Koordinator penyidik untuk tingkat penyidikan. b. Kepala Kejari untuk tingkat penuntutan. c. Hakim ketua majelis untuk tingkat pemeriksaan pengadilan.Made melanjutkan, dari penjelasan Pasal 71 huruf e UU No 8 Tahun 2010, dapat diketahui, penuntutan TPPU ke pengadilan dilakukan jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari). Ketentuan itu bersesuaian dengan ketentuan Pasal 13 UU No 8 Tahun 2010 jo Pasal 1 angka 6 KUHAP.Apabila mengacu Pasal 72 ayat (5) huruf c UU No 8 Tahun 2010, Made melihat adanya kewenangan penuntut umum mengenai surat permintaan keterangan tertulis harta kekayaan yang harus ditandatangani Jaksa Agung atau Kepala Kejati, dalam hal permintaan diajukan jaksa penyidik atau penuntut umum.Ini berarti penuntut umum yang dimaksud dalam UU No 8 Tahun 2010 hanya penuntut umum di bawah Jaksa Agung atau di bawah Kepala Kejaksaan Tinggi, sehingga tidak termasuk penuntut umum pada KPK. Penuntut umum pada KPK tidak berada di bawah Jaksa Agung atau Kajati, melainkan pada KPK sendiri, terang Made.Mengacu ketentuan itu, Made berpendapat, meski KPK memiliki kewenangan menyidik TPPU, KPK tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penuntutan perkara TPPU. Hasil penyidikan KPK harus diserahkan kepada penuntut umum pada Kejari setempat, untuk selanjutnya penuntut umum Kejari melakukan penuntutan ke pengadilan.Hukum acara pidana tidak dapat dianalogikan. Kewenangan tersebut tidak jatuh dari langit, tapi harus ditentukan oleh hukum. Kewenangan KPK menuntut perkara TPPU harus diatur secara eksplisit dalam UU No 8 Tahun 2010. Penuntut umum KPK tidak mempunyai kewenangan menuntut perkara TPPU ke pengadilan, katanya.Dengan demikian, penuntutan KPK atas perkara TPPU Luthfi dinyatakan tidak dapat diterima. Menurut Made, akibat tidak dapat diterimanya penuntutan KPK, surat dakwaan penuntut umum sepanjang yang mengenai TPPU haruslah dinyatakan tidak dapat diterima. Namun, pemeriksaan dakwaan korupsi tetap dilanjutkan.Menanggapi putusan sela, pengacara Luthfi Mohammad Assegaf akan mengajukan perlawanan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Sementara, penuntut umum KPK Muhibbudin menyatakan, akan mengajukan perlawanan berkaitan dengandissenting opiniondua hakimad hoc, bersamaan dengan tuntutan.