ketuban pecah dini

50
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. 1,2 Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM) merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun, apabila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai ketuban pecah dini prematur atau Preterm Premature Rupture of Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler amnion, korion dan apoptosis membran janin. 3 Term PROM terjadi kira-kira pada 8% kehamilan. Sekitar 50% dari ibu dengan term PROM akan melahirkan secara spontan dalam 12 jam, 70% dalam 24 jam, 85% dalam 48 jam, dan 95% dalam 72 jam. Morbiditas janin yang berkaitan dengan term PROM adalah infeksi ascending dan in utero cord compression. Risiko morbiditas maternal 1

Upload: yolanda-octaviana-tarigan

Post on 13-Dec-2015

191 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Ketuban Pecah Dini atau PROM

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri

berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya korioamnionitis

sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan

menyebabkan infeksi ibu.1,2

Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)

merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun,

apabila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut

sebagai ketuban pecah dini prematur atau Preterm Premature Rupture of

Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga berkaitan dengan

perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler

amnion, korion dan apoptosis membran janin.3

Term PROM terjadi kira-kira pada 8% kehamilan. Sekitar 50% dari ibu

dengan term PROM akan melahirkan secara spontan dalam 12 jam, 70% dalam 24

jam, 85% dalam 48 jam, dan 95% dalam 72 jam. Morbiditas janin yang berkaitan

dengan term PROM adalah infeksi ascending dan in utero cord compression.

Risiko morbiditas maternal pada term PROM adalah korioamnionitis dan demam

postpartum.1,2

Preterm PROM, merupakan 2-20% komplikasi dari seluruh persalinan,

merupakan kontributor penting terhadap morbiditas perinatal-maternal dan

mortalitas perinatal. Penyebab utama morbiditas perinatal yang berhubungan

dengan preterm PROM adalah prematuritas. Morbiditas yang berhubungan

dengan prematuritas adalah respiratory distress syndrome, necrotizing

enterocolitis, intraventricular hemorrhage, cerebral palsy, dan sepsis. Terdapat

komplikasi lainnya yaitu in utero cord compression, cord prolapse dan fetal

distress, malpresentasi janin, abrupsi plasenta, korioamnionitis, dan risiko

persalinan dengan cara operasi. Sepsis pada maternal jarang ditemukan, namun

komplikasi yang mengancam nyawa ini dilaporkan kira-kira 1% dari kasus.1,2

1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI SELAPUT KETUBAN

Selaput ketuban (fetal membrane) adalah suatu struktur jaringan lunak

yang berfungsi untuk memelihara janin dalam rongga rahim selama kehamilan.

Selaput ketuban sendiri terdiri atas dua lapisan utama, yaitu lapisan amnion (inner

layer) yang memelihara cairan amnion dan lapisan korion (outer layer) yang

menghadap ke arah kavum uterus (uterine desidua), sehingga disebut juga

chorioamnion membrane.4

Lapisan amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur dan kuat yang

terdapat pada bagian dalam selaput ketuban. Lapisan ini terdiri dari jaringan sel

kuboid yang berasal dari ektoderm, berupa mikrovili yang berfungsi untuk

mentransfer cairan, metabolisme, menghasilkan zat penghambat

metalloproteinase-1, dan juga menghasilkan zat-zat vasoaktif berupa endotelin-1

(vasokonstriktor) dan PHRP (parathyroid hormone related protein) untuk

mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh lokal. Jaringan ini berhubungan

dengan lapisan interstisial yang mengandung kolagen tipe I, III, dan IV.4,5

Secara mikroskopis, lapisan amnion mempunyai ketebalan normal, yaitu

20-80 µm, yang terdiri dari 5 lapisan di bawahnya, yaitu : (1) Lapisan epitelium

merupakan lapisan terdalam yang berhubungan langsung dengan cairan

amnion. Lapisan ini terdiri dari selapis sel-sel yang melekat pada (2) membran

basalis. Di dalam lapisan epitelium terdapat (3) lapisan kompakta dan (4) lapisan

fibroblas yang berisi jaringan padat serat-serat kolagen sehingga bertanggung

jawab dalam 60-80% ketebalan dan keelastisan lapisan amnion. Kemudian (5)

lapisan spongiosa yang terletak paling luar dan melekat dengan lapisan seluler

korion, yang mengandung banyak proteoglikan.4,5

Di dalam rongga amnion yang terbentuk dari lapisan amnion terdapat

cairan amnion yang berasal dari sekresi aktif epitel amnion, transudasi sirkulasi

janin, air seni janin, dan transudasi sirkulasi maternal. Cairan amnion umumnya

berwarna jernih agak pucat dan sedikit basa (pH 7,2), dengan komposisi air (98-

2

99%), karbohidrat (glukosa dan fruktosa), protein (albumin dan globulin), lemak,

hormon (estrogen dan progesteron), enzim (alkali fosfatase), mineral (natrium,

kalium, dan klorida), material lain (vernix caseosa, rambut lanugo, sel epitel yang

terkelupas, dan mekonium). Cairan ini mempunyai berbagai fungsi selama masa

kehamilan maupun saat persalinan.4

Lapisan korion merupakan lapisan terluar dari selaput ketuban dan terdiri

dari jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm. Sel mesenkim berfungsi

untuk menghasilkan kolagen sehingga selaput ketuban menjadi lentur dan kuat.

Selain itu, sel mesenkim juga menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1 (monocyte

chemoattractant protein-1) yang bermanfaat untuk melawan bakteri. Lapisan

korion, mempunyai ketebalan 100-500 µm, yang secara histologis terdiri atas tiga

lapisan di bawahnya, yaitu (1) yang melekat pada lapisan trofoblas (yang

berhubungan dengan desidua maternal), (2) membran basalis yang mendukung (3)

lapisan retikular, yang merupakan komponen mayoritas untuk ketebalan lapisan

korion.4,5

Gambar 2.1. Gambaran Histologis Selaput Ketuban4

3

2.2. FISIOLOGI SELAPUT KETUBAN

Amnion jelas lebih dari sekedar membran avaskular yang berfungsi

menampung cairan amnion. Membran ini aktif secara metabolik, terlibat dalam

transpor air dan zat terlarut untuk mempertahankan homeostasis cairan amnion,

dan menghasilkan berbagai senyawa bioaktif seperti peptida vasoaktif, faktor

bioaktif, dan sitokin.

Peptida Vasoaktif. Sejumlah peneliti telah membuktikan bahwa amnion

memiliki kemampuan untuk mensintesis vasokonstriktor endotelin-1 serta

vasorelaksan parathyroid hormone-related protein. Epitel amnion juga

menghasilkan peptida natriuretik otak (BNP) dan corticotropin-releasing

hormone (CRH), dan kedua peptida ini juga merupakan pelumpuh otot polos.

Dengan demikian, peptida vasoaktif yang diproduksi di amnion dapat

memperoleh akses ke tunika adventisia pembuluh korion. Temuan-temuan ini

mengisyaratkan bahwa amnion plasenta mungkin terlibat dalam proses modulasi

tonus dan aliran darah di pembuluh korion. Peptida vasoaktif amnion juga

berfungsi di jaringan lain pada beragam proses fisiologis, termasuk peningkatan

replikasi sel dan metabolisme kalsium. Setelah disekresikan dari amnion, zat-zat

bioaktif ini dapat masuk ke cairan amnion sehingga tersedia bagi janin melalui

proses menelan dan gerakan thoraks janin.

Cairan Amnion. Cairan yang normalnya jernih dan menumpuk di dalam

rongga amnion ini akan meningkat jumlahnya seiring dengan perkembangan

kehamilan sampai menjelang aterm. Pada kehamilan aterm rata-rata terdapat 1000

ml cairan amnion, walaupun jumlah ini dapat sangat bervariasi dari beberapa

mililiter sampai beberapa liter dalam keadaan abnormal (oligohidramnion dan

polihidramnion atau hidramnion). Cairan amnion ini memiliki berbagai fungsi

yaitu: menjadi bantalan yang menjaga janin dari trauma luar, antibakterial,

menjaga kestabilan suhu, membuat janin dapat bebas bergerak sehingga

membantu perkembangan neuromuskular.

4

2.3. DEFENISI KETUBAN PECAH DINI

Ketuban pecah dini atau spontaneous/early/premature rupture of the

membrane (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan mulai

atau sebelum inpartu; yaitu bila pembukaan pada primigravida < 3 cm dan pada

multigravida < 5 cm pada kehamilan di atas 20 minggu.5,7,8

2.4. ETIOLOGI KETUBAN PECAH DINI

Pecahnya selaput ketuban pada kehamilan di atas 20 minggu sebelum

inpartu disebabkan karena beberapa faktor risiko, yaitu :5,7,8

Belum diketahui secara pasti

Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis) adanya bakteri penyebab infeksi,

merangsang respon imun host menghasilkan neutrofil polimorfonuklear,

makrofag, sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1 dan TNF-α, matriks

metaloproteinase, dan prostaglandin (PGE2) yang kemudian akan

menyebabkan degradasi kolagen pada selaput ketuban dan mengganggu

kelenturan dinding uterus sehingga meningkatkan risiko pecahnya ketuban

sebelum waktunya.9

Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban) tipisnya selaput ketuban

meningkatkan risiko pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya karena daya

elastis selaput ketuban yang tipis tidak mampu menahan regangan yang terjadi

pada umumnya.9

Multigravida, polihidramnion, gemelli terjadi overdistensi uterus yang

merangsang produksi beberapa faktor amnion termasuk PGE2 dan IL-8 yang

menyebabkan perubahan biokimia pada membran janin. Regangan yang terjadi

juga dapat memicu aktivitas matriks metaloproteinase yang berfungsi untuk

mendegradasi kolagen yang terdapat pada selaput ketuban sehingga dapat

menyebabkan pecahnya selpaut ketuban sebelum waktunya.9

Pengaruh hormon adanya hormon progesteron dan estradiol dengan

konsentrasi tinggi menyebabkan produksi matriks ekstraselular yang berkurang

akibat peningkatan produksi matriks metaloproteinase. Hormon relaksin juga

5

berkontribusi dalam menekan produksi matriks ekstraseluler dengan

meningkatkan produksi MMP-9 dan MMP-3 pada selaput ketuban.9

Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, dan vaginitis menyebabkan

terjadinya hipermotilitas uterus (peregangan berulang) sehingga merupakan

risiko tinggi pecahnya ketuban sebelum waktunya.7

Faktor-faktor predisposisi lainnya seperti : malposisi, serviks inkompeten,

diproporsi sefalo pelvik, dan sebagainya.7

2.5. KLASIFIKASI KETUBAN PECAH DINI

Ketuban pecah dini dapat diklasifikasikan berdasarkan usia kehamilan,

yaitu:5,7

1. PPROM (Preterm Premature Rupture of The Membrane) ketuban pecah

dini yang terjadi pada usia kehamilan < 37 minggu.

2. TPROM (Term Premature Rupture of The Membrane) ketuban pecah dini

yang terjadi pada usia kehamilan > 37 minggu.

2.6. PATOGENESIS KETUBAN PECAH DINI

Ketuban pecah dini terjadi karena multifaktorial seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya di atas dan berhubungan dengan pembesaran uterus,

kontraksi uterus, dan gerakan janin. Sederhananya, pecahnya selaput ketuban

terjadi akibat peningkatan stres yang melemahkan selaput. Secara molekuler,

ketuban pecah dini terjadi karena berkurangnya sintesis kolagen, perubahan

struktur kolagen, dan degradasi kolagen yang lebih cepat.9

Normalnya, selaput ketuban mempunyai keseimbangan antara sintesis dan

degradasi dari matriks ekstraselular (kolagen, proteoglikan). Sintesis kolagen

membutuhkan asam askorbat sebagai prekursor pembentukan rantai heliks

kolagen, sehingga jika prekursor berkurang, produk yang dihasilkan juga tidak

sempurna. Sama halnya pada orang-orang yang merokok, menyebabkan

terbentuknya radikal bebas berupa Reactive Oxygen Species (ROS) yang

mengurangi tembaga dan asam askorbat sehingga menyebabkan malformasi

kolagen dan perubahan biokimia pada selaput ketuban.5,9

6

Setelah sintesis kolagen, terjadi juga apoptosis sel (degradasi) kolagen

yang dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang kerjanya akan

dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik (Tissue Inhibitor of Metalloproteinase)

dan inhibitor protease. Saat mendekati waktu persalinan, komposisi selaput

ketuban ini terjadi ketidakseimbangan antara MMP dan TIMP, yang mengarah

pada degradasi proteolitik dari matriks metaloproteinase dan membran janin,

sehingga selaput ketuban menjadi rapuh pada daerah tertentu dan pecah.5,9

Gambar 2.2. Skematika Mekanisme Ketuban Pecah Dini9

2.7. DIAGNOSIS KETUBAN PECAH DINI

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Pada anamnesis didapatkan pasien merasa basah pada vagina atau

mengeluarkan cairan, berwarna putih jernih, keruh, kuning kehijauan atau

kecoklatan, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir.

Keluhan tersebut dapat disertai demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang

dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus.5,10,11,12

7

Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak

adanya nyeri tekan. Tinggi fundus uteri harus diukur dan dibandingkan dengan

tinggi yang diharapkan menurut HPHT. Palpasi abdomen memberikan perkiraan

ukuran janin dan presentasi.

b. Pemeriksaan dengan spekulum

Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan

ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan

pemeriksaan bakteriologis. 5,10,11,12

Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah:

1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada forniks posterior

2. Nitrazine test : Kertas nitrazine merah akan jadi biru

3. Ferning : Cairan dari forniks posterior di tempatkan pada kaca objek,

didiamkan, dan cairan amnion tersebut akan memberikan

gambaran seperti daun pakis. 5,10,11,12

Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya

cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari

ostium uteri eksternum dan apakah ada bagian selaput ketuban yg sudah pecah.

Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban,bila merah

adalah urin. Karena cairan alkali mengubah pH asam normal vagina. Bila

diagnosis tidak pasti, tes ferning dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup

bulan, penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam

evaluasi kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari

kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur terhadap Streptococcus beta group B,

Clamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhea 5,10,11,12

c. Pemeriksaan dalam

Mengingat adanya resiko infeksi, pemeriksaan dalam harus sangat

dibatasi, tidak ada indikasi untuk dilakukan pemeriksaan dalam untuk pasien yang

tidak menunjukkan tanda-tanda persalinan. 5,10,11,12

d. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan pH air ketuban

8

Vagina mempunyai keasaman 4,5 – 5,5 sedangkan air ketuban

mempunyai pH 7,0 - 7,5. Sehingga dengan pecahnya selaput ketuban

pH vagina menjadi 6,0 – 8,1. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan

dengan tes lakmus (Nitrazine test) merah menjadi biru. 5,10,11,12

Tes Arborisasi (Fern)

Melakukan swab pada forniks posterior vagina lalu dihapuskan pada

slide kaca dan dibiarkan mengering dengan udara selama 10 menit.

Pada pemeriksaan melalui mikroskop didapatkan typical arborization

atau pola “fern” (seperti pakis) bila terdapat cairan amnion. False

positive disebabkan oleh sidik jari, bedak, dan cairan sperma / semen. 5,10,11,12

Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan indeks cairan amnion,

usia kehamilan, letak janin, letak plasenta, serta jumlah air ketuban. 5,10,11,12

Pemeriksaan leukosit darah

Bila leukosit darah meningkat > 15.000/mm3 kemungkinan ada

infeksi.5,10,11,12

Kardiotokografi

Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini atau

memantau kesejahteraan janin. 5,10,11,12

Amniosintesis

Digunakan untuk mengetahui rasio lesitin-sfingomielin dan

fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru

janin. 5,10,11,12

Tes Busa

Metode pemeriksaan ini menawarkan hasil yang lebih cepat didapatkan,

mudah dilakukan, dan reagensia yang mudah didapatkan. Cara

melakukan tes busa, yaitu masukkan cairan amnion 0,5 ml, larutan

saline 0,9% sebanyak 0,5 ml, dan etanol 95% sebanyak 1 ml ke dalam

tabung kaca berukuran 13 x 100 yang bersih secara kimiawi dengan

9

tutup sekrup plastik berlapis teflon. Kemudian tabung dikocok kuat

selama 15 detik dan ditempatkan tegak di rak selama 15 menit.

Bertahannya cincin gelembung secara utuh pada permukaan antara

udara dan cairan setelah 15 menit dianggap sebagai uji positif.

Kelemahan utama pemeriksaan ini adalah tingginya hasil negatif palsu

dan keakuratannya yang masih perlu dipertanyakan pada kehamilan

risiko tinggi. Penting untuk diperhatikan kemurnian reagensia dan

kontaminasi sampel cairan amnion dengan darah atau mekonium yang

dapat menyebabkan hasil positif palsu. 5,10,11,12

2.8. PENATALAKSANAAN KETUBAN PECAH DINI

a. Konservatif

Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampicillin 4 x 500 mg atau

eritromisin bila tidak tahan ampicillin dan metronidazole 2 x 500 mg selama 7

hari). Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih

keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32 – 37

minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri deksametason,

observasi tanda – tanda infeksi dan kesejahteraan janin, lakukan terminasi pada

kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu ada infeksi, beri

antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda – tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda

infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 – 37 minggu, berikan steroid untuk

memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan

spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2

hari, deksametason intramuskular 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.5

b. Aktif

Kehamilan > 37 minggu induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio

sesaria, dapat pula diberikan misoprostol 25 – 50 µg intravaginal tiap 6 jam

maksimal 4 kali. Bila ada tanda – tanda infeksi, berikan antibiotik dosis tinggi dan

persalinan diakhiri.

- Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika

tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

10

- Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.5

Gambar 2.3. Algoritma manajemen dan evaluasi preterm premature rupture

of the membranes.1

11

2.9. KOMPLIKASI KETUBAN PECAH DINI

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia

kehamilan, yaitu:5

1. Persalinan Prematur

Setelah ketuban pecah biasanya disusul dengan persalinan. Periode laten

tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam

setelah ketuban pecah. Pada kehamilan 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24

jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.5

2. Hipoksia dan Asfiksia

Dengan pecahnya selaput ketuban, menyebabkan oligohidramnion yang

menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara

terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban,

janin akan semakin gawat.5

3. Sindrom Deformitas Janin

Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin

terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta

hipoplasia pulmonar.5

4. Infeksi

Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu dapat

terjadi korioamnionitis. Pada bayi terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.

Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. PPROM lebih sering

terjadi infeksi daripada TPROM. Secara umum insiden infeksi sekunder pada

ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.5

2.10. PROGNOSIS KETUBAN PECAH DINI

Prognosis pada ketuban pecah dini bergantung pada kondisi ibu dan anak,

usia kehamilan, penanganan yang diberikan, dan penyulit yang ada. Pada

umumnya, prognosis ketuban pecah dini adalah ragu-ragu menuju baik, namun

jika disertai penyulit seperti kematian janin dan sepsis, prognosis akan menjadi

ragu-ragu menuju buruk.7

12

BAB 3

LAPORAN KASUS

ANAMNESIS PRIBADI

Nama : Ny. M

Umur : 30 tahun

Alamat : Jl. Benteng Hulu Gg. Amin No. 22E Medan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status : Menikah

Tanggal masuk : 24 Juni 2015

Pukul : 23.10 WIB

GPA : G3P2A0

Tinggi badan : 162 cm

Berat badan : 60 kg

ANAMNESIS UMUM

Ny. M, 30 tahun, G3P2A0, Batak, Islam, SMA, IRT, i/d. Tn. B, 31 tahun, Batak,

Islam, STM, Wiraswasta, datang ke IGD RSUPM pada tanggal 24 Juni 2015 pkl.

23.10 WIB dengan :

KU : Keluar air- air dari kemaluan

T : Hal ini dialami os sejak tanggal 20 Juni 2015, volume 4-6 kali

ganti pakaian dalam, berwarna putih jernih, dan tidak berbau.

Riwayat mules- mules mau melahirkan (-). Riwayat keluar lendir

darah dari kemaluan (-). Riwayat keputihan (+) sejak awal

kehamilan. Riwayat perut dikusuk (-). Riwayat campur (-)

BAK : (+) normal

BAB : (+) normal

Riwayat penyakit terdahulu: tidak ada

Riwayat penggunaan obat : tidak ada

13

RIWAYAT HAID

HPHT : ? – 10 - 2014

TTP : ? – 07 - 2015

ANC : Bidan 2x, Sp.OG 2x

RIWAYAT PERSALINAN

1. Perempuan, aterm, 3000 gram, SC, Sp.OG, RS, 8 tahun, sehat.

2. Perempuan, aterm, 3400 gram, PSP, bidan, klinik, 5 tahun, sehat

3. Hamil ini

PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS PRESEN S

Sens : CM Anemis : (-)

TD : 120/80 mmHg Ikterik : (-)

Nadi : 72 x/menit, reguler Sianosis : (-)

RR : 20 x/menit, reguler Dispnea : (-)

T : 36,8o C Oedema : (-)

B. STATUS OBSTETRIKUS

Abdomen : Membesar asimetris

TFU : 4 jari di bawah processus xyphoideus (32 cm)

Teregang : Kiri

Terbawah : Bokong-kaki

Gerak : (+) aktif

HIS : (-)

DJJ : 140 x/menit, reguler

EFW : 2400-2800 gram

14

C. STATUS GINEKOLOGIS

Inspekulo : Portio erosi (+), lividae (+), F/A (+), darah (-).

Tampak cairan menggenang di introitus vagina, dibersihkan.

Kesan: Tidak mengalir aktif

Nitrazine test (+), valsalva test (-)

VT : Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

USG TAS:

o Janin tunggal, presentasi bokong-kaki, anak hidup

o FM (+), FHR(+)

o BPD : 85,1 mm

o FL : 67,8 mm

o AC : 30,6 cm

o Plasenta corpus anterior grade II

o AFI : 3 cm

o EFW : 2409 gram

Kesan: IUP (34-35)minggu + Presentasi bokong-kaki + AH

LABORATORIUM

WBC/RBC/HGB/HCT/PLT = 13.600/ 3,51 x 106/ 9,70/ 29,50/ 339.000

PT/INR/aPTT = 13,7 (c: 13,9)/ 1,06/ 26,5 (c: 36,0)

SGOT/SGPT/ALP = 16/ 17/ 54

Tot. Bilirubin/ Direct Bilirubun = 0,29/ 0,07

Ur/ Cr/ As, Urat = 10/ 0,5/ 4,8

Na/ K/ Cl = 134/ 3,9/ 113

KGD adrandom = 137

DIAGNOS IS

PPROM + Prev. SC 1x + MG + KDR (34-35) minggu + P.bokong-kaki + AH

15

TERAPI

- Bed Rest

- Diet MB

- IVFD RL 20 gtt/menit

- Inj. Dexametason 6 mg/ 12 jam selama 48 jam

- Inj. Ampicillin 1 gr/ 8 jam (skin test)

RENCANA

- Rawat ekspektatif

- Awasi vital sign, kontraksi uterus, DJJ dan tanda- tanda korioamnionitis

FOLLOW UP

Tanggal 25-06-2015

S : Keluar air- air dari kemaluan (-)

O : SP: Sensorium : Compos Mentis Anemis : (-)

TD : 120/70mmHg Ikterik : (-)

HR : 78 x/menit, reguler Sianosis : (-)

RR : 22 x/menit, reguler Dispnea : (-)

T : 36,3°C Edema : (-)

Status obstetrikus :

Abdomen : Membesar asimetris

TFU : 4 jari bpx

Teregang : Kiri

Terbawah : Bokong

Gerak : (+) aktif

HIS : (-)

DJJ : 124 x/menit, reguler

EFW : 2400-2800 gram

A : PPROM + Prev. SC 1x + MG + KDR (34-35) minggu + P.bokong-kaki

+ AH

P : - Bed Rest

16

- IVFD RL 20 gtt/menit

- Inj. Dexametason 6 mg/ 12 jam selama 48 jam

- Inj. Ampicillin 1 gr/ 8 jam => (H2)

Rencana: - Rawat ekspektatif

- Awasi vital sign, DJJ, kontraksi uterus dan tanda- tanda

korioamnionitis

Tanggal 26-06-2015

S : -

O : SP: Sensorium : Compos Mentis Anemis : (-)

TD : 110/70mmHg Ikterik : (-)

HR : 72 x/i, reguler Sianosis : (-)

RR : 22 x/i, reguler Dispnea : (-)

T : 36,5°C Edema : (-)

Status obstetrikus :

Abdomen : Membesar asimetris

TFU : 4 jari bpx

Teregang : Kiri

Terbawah : Bokong

Gerak : (+) aktif

HIS : (-)

DJJ : 130 x/menit, reguler

EFW : 2400-2800 gram

A : PPROM + Prev. SC 1x + MG + KDR (34-35) minggu + P.bokong-kaki

+ AH

P : - Bed Rest

- IVFD RL 20 gtt/menit

- Inj. Dexametason 6 mg/ 12 jam ( Pemberian terakhir pukul 10.30

WIB)

- Inj. Ampicillin 1 gr/ 8 jam => (H3)

17

Rencana: - Awasi vital sign, DJJ dan kontraksi uterus

- SC Elektif

PERSIAPAN

- SIO (Surat Izin Operasi)

- Cek darah untuk persiapan operasi

- Konsul anak

- Konsul anestesi

LABORATORIUM

WBC /RBC /HGB /HCT /PLT = 14.100/ 4,41 x 106/ 12,50/ 39,50/ 253.000

PT/ INR /aPTT = 12,6 (c: 13)/ 1,0/ 29,7 (c: 27,2)

SGOT /SGPT /ALP = 17/ 15/ 92

Tot. Bilirubin / Direct Bilirubun = 0,23/ 0,07

Ur / Cr / As. Urat = 10/ 0,36/ 3,10

Na / K / Cl = 138/ 4,10/ 108

KGD ad random = 116

LAPORAN SECTIO CESARIA

- Ibu dibaringkan di atas meja operasi dengan infus dan kateter terpasang

baik.

- Di bawah spinal anestesi dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik dengan

larutan iodine dan alkohol 70% kemudian seluruh tubuh ditutup dengan

doek steril kecuali lapangan operasi.

- Dilakukan insisi uterus secara pfanenstiel pada bekas luka operasi lama,

mulai dari kutis, subkutis, fascia dan kemudian otot dan peritoneum

dikuakkan secara tumpul.

- Tampak uterus gravidarum sesuai masa kehamilan, identifikasi segmen

bawah rahim.

- Dilakukan insisi transversal pada low cervical pada uterus sampai

subendometrium. Endometrium ditembus secara tumpul dan diperlebar

18

sesuai luka operasi insisi. Kemudian selaput ketuban dipecahkan, tampak

jernih.

- Dengan meluksir bokong dan kaki, lahir bayi laki-laki, BB 2800 gram,

PBL 46 cm, apgar score 8/9, anus (+).

- Tali pusat diklem di dua tempat dan digunting diantaranya. Plasenta

dilahirkan secara peregangan tali pusat terkendali, kesan: lengkap.

- Kavum uterus dibersihkan dengan kasa terbuka dari sisa darah dan selaput

plasenta, kesan: bersih.

- Dinding uterus dijahit continuous interlocking, evaluasi perdarahan, kesan:

perdarahan terkontrol.

- Kavum abdomen dibersihkan dari sisa air ketuban dan darah, kesan:

bersih. Kemudian dijahit lapis demi lapis. Luka operasi ditutup dengan

sofratulle, kasa steril dan hypafix. Dilakukan vagina hygiene.

- Kondisi ibu post sc: stabil

TERAPI POST SC

- IVFD RL + Oxytocin 10-10-5-5 IU => 20 gtt/menit

- Inj. Ampicillin 1gr/ 12 jam

- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam

- Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam

FOLLOW UP KALA IV

Jam (WIB) 13.45 14.15 14.45 15.15 15.45

Tek darah 120/70 mmHg 120/70 mmHg 120/80mmHg 120/80mmHg 120/80mmHg

HR(x/menit) 92 96 88 88 92

RR(x/menit) 20 20 22 20 22

Kontraksi Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat

Perdarahan (cc) - 10 cc 5 cc - -

19

RENCANA

- Awasi vital sign, kontraksi uterus, tanda- tanda perdarahan

- Cek darah rutin 2 jam post sc

Tanggal 27-06-2015

S : -

O : SP: Sensorium : Compos Mentis Anemis : (-)

TD : 110/60mmHg Ikterik : (-)

HR : 84 x/i, reguler Sianosis : (-)

RR : 24 x/i, reguler Dispnea : (-)

T : 36,3°C Edema : (-)

Status obstetrikus :

Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal

TFU : 1 jari bawah pusat

L/O : Tertutup verban, kesan kering

P/V : (-), Lochia rubra (+)

BAK : (+) Via kateter UOP 50 cc/jam

BAB : (-) Flatus (+)

LABORATORIUM

WBC/RBC/HGB/HCT/PLT = 15.100/ 3,79 x 106/ 10,50/ 31,80/ 332.000

A : Post SC a/i P.bokong-kaki + KPD + NH1

P : - Bed Rest

- IVFD RL + oksitosin 5-5 =>20 gtt/menit

- Inj. Ampicillin 1 gr/ 12 jam =>(H4)

- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam

- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam

Rencana:

- Aff kateter

- Mobilisasi ringan

20

Tanggal 28-06-2015

S : -

O : SP: Sensorium : Compos Mentis Anemis : (-)

TD : 120/70mmHg Ikterik : (-)

HR : 80 x/i, reguler Sianosis : (-)

RR : 22 x/i, reguler Dispnea : (-)

T : 36,5°C Edema : (-)

Status obstetrikus :

Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal

TFU : 2 jari bawah pusat

L/O : Tertutup verban, kesan kering

P/V : (-), Lochia rubra (+)

BAK : (+) Normal

BAB : (-) Flatus (+)

A : Post SC a/i P.bokong-kaki + KPD + NH2

P : - Bed Rest

- Cefadroxil tab 2 x 500 mg

- Asam mefenamat tab 3 x 500 mg

- B.comp tab 2 x 1

Rencana:

- Aff infus, terapi ganti oral

Tanggal 29-06-2015

S : -

O : SP: Sensorium : Compos Mentis Anemis : (-)

TD : 110/70mmHg Ikterik : (-)

HR : 80 x/i, reguler Sianosis : (-)

RR : 20 x/i, reguler Dispnea : (-)

T : 36,6°C Edema : (-)

Status obstetrikus :

Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal

21

TFU : 4 jari bawah pusat

L/O : Tertutup verban, kesan kering

P/V : (-), Lochia rubra (+)

BAK : (+) Normal

BAB : (+) Flatus (+)

A : Post SC a/i P.bokong-kaki + KPD + NH3

P : - Cefadroxil tab 2 x 500 mg

- Asam mefenamat tab 3 x 500 mg

- B.comp tab 2 x 1

Rencana:

- Ganti verban luka operasi

- PBJ (kontrol poli PIH tanggal 2 juli 2015)

22

BAB 4

RESUME

Ny. M, 30 tahun, G3P2A0, Batak, Islam, SMA, IRT, i/d. Tn. B, 31 th,

Batak, Islam, SMA, Wiraswasta, datang ke IGD RSUPM pada tanggal 24 Juni

2015 pkl. 23.10 wib dengan keluhan : keluar air- air dari kemaluan. Hal ini

dialami pasien sejak tanggal 20 Juni 2015. Riwayat mules- mules mau melahirkan

(-). Riwayat keluar lendir darah dari kemaluan (-). Riwayat keputihan (-). BAK

(+) normal, BAB (+) normal. RPT/RPO : -/-. Riwayat haid : HPHT ? – 10 – 2014,

TTP ? – 07 – 2015, ANC bidan 2x, Sp.OG 2x. Riwayat persalinan :1. Perempuan,

aterm, 3000 gram, SC, Sp.OG, RS, 8 tahun, sehat; 2. Perempuan, aterm, 3400

gram, PSP, Bidan, Klinik, 5 tahun, sehat; 3. Hamil ini. Status presens dalam batas

normal. Status obstetrikus : abdomen membesar simetris, TFU 4 jari bpx (32 cm),

tegang kiri, terbawah bokong-kaki, gerak (+) aktif, HIS (-), DJJ 140 x/menit,

EFW 2400-2800 gram, inspekulo portio erosi (+), lividae (+), F/A (+), darah (-).

Tampak cairan menggenang di introitus vagina, dibersihkan, kesan: tidak

mengalir aktif. Nitrazine test (+), valsalva test (-). Pemeriksaan penunjang USG

TAS : Janin tunggal, intrauterin, presentasi bokong-kaki, FM (+), FHR (+), BPD :

85 mm, FL : 67,8 mm, AC : 30,6 cm, plasenta corpus anterior grade II, AFI : 3

cm, EFW : 2409 gram, Kesan : IUP (34-35)minggu + P.bokong-kaki + AH.

Laboratorium : dalam batas normal. Diagnosis PPROM + Prev. SC 1x + MG +

KDR (34-35) minggu + P.bokong-kaki + AH. Terapi IVFD RL 20 gtt/menit, Inj.

Ampicillin 1 gr/ 8 jam, Inj. Dexametason 6 mg/ 12 jam selama 48 jam. Rencana

rawat ekspektatif, awasi vital sign, DJJ, kontraksi uterus dan tanda- tanda

korioamnionitis. Rencana SC elektif setelah pematangan paru (tanggal 26 juni

2015). Keadaan ibu post SC stabil. Diagnosis post SC adalah post SC a/i

P.bokong-kaki + KPD +NH1. Terapi post SC IVFD RL + Oxytocin 5-5 IU => 20

gtt/menit, Inj. Ampicillin 1gr/ 12 jam, Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam, Inj. Ranitidine

50 mg/ 12 jam. Rencana awasi vital sign, kontraksi uterus, tanda- tanda

perdarahan dan cek darah rutin 2 jam post sc. Follow up kala IV dalam batas

normal. Hasil laboratorium 2 jam post sc dalam batas normal. Follow up post SC

23

dalam batas normal. Pasien PBJ tanggal 29 Juni 2015 dan dianjurkan untuk

kontrol poli PIH tanggal 2 Juli 2015.

24

BAB 5

ANALISIS KASUS

Dilaporkan kasus seorang perempuan Ny. M, 30 tahun, G3P2A0 datang ke

RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tanggal 24 Juni 2015 pukul 23.10 WIB, dengan

keluhan utama keluar air – air dari kemaluan. Hal ini dialami pasien sejak ± 4 hari

yang lalu, volume 4-6 kali ganti pakaian dalam, berwarna putih jernih, dan tidak

berbau. Riwayat keluar remat darah (-). Riwayat mulas – mulas mau melahirkan

(-). Riwayat trauma (-). Riwayat campur (-). Riwayat keputihan (+) sejak awal

kehamilan. BAB (+) normal. BAK (+) normal. Riwayat penyakit terdahulu tidak

dijumpai, riwayat pemakaian obat tidak dijumpai.

Pada pemeriksaan obstetrikus didapatkan abdomen : membesar asimetris,

TFU (Tinggi Fundus Uteri) : 4 jari di bawah prosessus xyphoideus (32 cm),

tegang : kiri, terbawah : bokong-kaki, DJJ : 140x/menit, gerak janin (+),

kontraksi uterus tidak ada, perdarahan pervaginam (-), inspekulo : portio erosi (+),

FA (+), lividae (+), darah (-). Tampak cairan menggenang di introitus vagina,

dibersihkan, kesan : tidak mengalir aktif. Valsalva test (-), Nitrazine test (+).

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan obstetrikus, dan pemeriksaan

penunjang lainnya, pasien didiagnosis dengan PPROM + Prev SC 1x + MG +

KDR (34-35) minggu + P.bokong-kaki + AH.

25

Teori Kasus

Ketuban pecah dini atau

spontaneous/early/premature rupture of the

membrane (PROM) adalah pecahnya

selaput ketuban sebelum persalinan mulai

atau sebelum inpartu; yaitu bila pembukaan

pada primigravida < 3 cm dan pada

multigravida < 5 cm pada kehamilan di atas

20 minggu.

Pada kasus ini, pasien berusia 30

tahun datang ke RSUPM dengan

KDR (34-35) minggu tanpa adanya

tanda-tanda inpartu.

Pecahnya selaput ketuban pada kehamilan

di atas 20 minggu sebelum inpartu

disebabkan karena beberapa faktor risiko,

yaitu belum diketahui secara pasti, infeksi,

selaput ketuban terlalu tipis (kelainan

ketuban), multigravida, polihidramnion,

gemelli, hormonal, penyakit-penyakit

seperti pielonefritis, sistitis, dan vaginitis,

faktor-faktor predisposisi lainnya seperti :

malposisi, serviks inkompeten, diproporsi

sefalo remat, dan sebagainya.

Pada kasus ini, penyebabnya

diperkirakan yaitu infeksi karena

adanya riwayat keputihan sejak

awal kehamilan dan kehamilan

pasien merupakan kehamilan anak

ketiga (G3P2A0 / multigravida).

Ketuban pecah dini dapat diklasifikasikan

berdasarkan usia kehamilan, yaitu:2,3

1. PPROM (Preterm Premature Rupture of

The Membrane) ketuban pecah dini

yang terjadi pada usia kehamilan < 37

minggu.

2. TPROM (Term Premature Rupture of

The Membrane) ketuban pecah dini

yang terjadi pada usia kehamilan > 37

minggu.

Pada kasus ini, pasien termasuk

dalam KDR (34-35) minggu

sehingga diklasifikasikan dalam

PPROM (Preterm Premature

Rupture of The Membrane).

26

Pada anamnesa didapatkan pasien merasa

basah pada vagina atau mengeluarkan

cairan, berwarna putih jernih, keruh, kuning

kehijauan atau kecoklatan, sedikit-sedikit

atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari

jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai

demam jika sudah ada infeksi.

Pada kasus ini, pasien datang

dengan keluhan utama keluar air-

air dari kemaluan sejak ± 4 hari

yang lalu, berwarna putih jernih,

dan tidak berbau. Pasien tidak

mengeluhkan adanya demam.

Pada pemeriksaan fisik abdomen,

didapatkan uterus lunak dan tidak adanya

nyeri tekan. Tinggi fundus uteri harus

diukur dan dibandingkan dengan tinggi

yang diharapkan menurut HPHT. Palpasi

abdomen memberikan perkiraan ukuran

janin dan presentasi.

Pada kasus ini, pasien dilakukan

pemeriksaan abdomen dengan hasil

abdomen membesar asimetris, TFU

4 jari di bawah processus

xyphoideus (32 cm), tegang kiri,

terbawah bokong-kaki, gerak janin

(+), his (-), DJJ 140x/menit.

Pemeriksaan spekulum pertama kali

dilakukan untuk memeriksa adanya cairan

amnion dalam vagina. Perhatikan apakah

memang air ketuban keluar dari ostium uteri

eksternum dan apakah ada bagian selaput

ketuban yg sudah pecah. Tiga tanda penting

yang berkaitan dengan ketuban pecah dini

adalah:

1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada

forniks posterior

2. Nitrazine test : Kertas nitrazine merah

akan jadi biru

3. Ferning : Cairan dari forniks posterior di

tempatkan pada kaca objek dan

didiamkan dan cairan amnion

tersebut akan memberikan

Pada kasus ini, pemeriksaan

inspekulo : Tampak cairan

menggenang di introitus vagina,

dibersihkan, kesan : tidak mengalir

aktif. Portio erosi, FA (+), lividae

(+), darah (-).Valsalva test (-),

Nitrazine test (+).

27

gambaran seperti daun pakis.

Bila perlu lakukan tekanan ringan pada

fundus uteri atau ibu disuruh batuk atau

mengedan, disebut rematur valsalva.

Mengingat adanya risiko infeksi,

pemeriksaan dalam harus sangat dibatasi,

tidak ada indikasi untuk dilakukan

pemeriksaan dalam untuk pasien yang tidak

menunjukkan tanda-tanda persalinan

Pada kasus ini, pasien tidak

dilakukan periksa dalam karena

tidak ada tanda-tanda persalinan.

Pemeriksaan leukosit darah : bila leukosit

darah meningkat > 15.000/mm3

kemungkinan ada infeksi

Pada kasus ini, leukosit pasien

13.600/mm3

Pemeriksaan pH air ketuban : vagina

mempunyai keasaman 4,5 – 5,5 sedangkan

air ketuban mempunyai pH 7,0 – 7,5.

Sehingga dengan pecahnya selaput ketuban

pH vagina menjadi 6,0 – 8,1. Penentuan

cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes

lakmus (Nitrazin test) merah menjadi biru.

Pada kasus ini, pasien dilakukan

Nitrazine test dengan hasil positif

(lakmus merah menjadi biru).

Tes Arborisasi (Fern) : melakukan swab

pada forniks posterior vagina lalu

dihapuskan pada slide kaca dan dibiarkan

remature dengan udara selama 10 menit.

Pada pemeriksaan melalui mikroskop

didapatkan typical arborization atau pola

“fern” (seperti pakis) bila terdapat cairan

amnion. False positive disebabkan oleh

sidik jari, bedak, dan cairan sperma / semen.

Kardiotokografi : untuk menentukan ada

tidaknya kegawatan janin secara dini atau

Pada kasus ini, pasien tidak

dilakukan tes arborisasi (fern),

pemeriksaan kardiotokografi, tes

busa, dan amniosintesis tidak

dilakukan pada pasien ini.

Kesejahteraan janin dipantau

dengan memeriksa DJJ.

28

memantau kesejahteraan janin.

Amniosintesis : digunakan untuk

mengetahui rasio lesitin-sfingomielin dan

fosfatidilsterol yang berguna untuk

mengevaluasi kematangan paru janin.

Tes Busa : Metode pemeriksaan ini

menawarkan hasil yang lebih cepat

didapatkan, mudah dilakukan, dan reagensia

yang mudah didapatkan. Cara melakukan

tes busa, yaitu masukkan cairan amnion 0,5

ml, larutan saline 0,9% sebanyak 0,5 ml,

dan etanol 95% sebanyak 1 ml ke dalam

tabung kaca berukuran 13 x 100 yang bersih

secara kimiawi dengan tutup sekrup plastik

berlapis teflon. Kemudian tabung dikocok

kuat selama 15 detik dan ditempatkan tegak

di rak selama 15 menit. Bertahannya cincin

gelembung secara utuh pada permukaan

antara udara dan cairan setelah 15 menit

dianggap sebagai uji positif.

Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) :

pemeriksaan ultrasonografi untuk

menentukan indeks cairan amnion, usia

kehamilan, letak janin, letak plasenta, serta

jumlah air ketuban.

-JT, P.bokong-kaki, AH

-FM (+), FHR (+)

-BPD 85,1 mm

-AC 30,6 mm

-FL 67,8 mm

-AFI 3 cm

-EFW 2409gr

-Plasenta corpus anterior

Kesan : IUP (34-35)minggu +

P.bokong-kaki + AH

Penatalaksanaan kasus ketuban pecah dini Pada kasus ini, pasien

29

terbagi dua, yaitu:

1. Konservatif : rawat RS, beri remature,

beri kortikosteroid untuk pematangan paru

sesuai dengan usia kehamilan khususnya

jika sudah 34 minggu, observasi keadaan

ibu dan janin.

2. Aktif : untuk usia kehamilan > 37 minggu

lakukan terminasi kehamilan dengan

melihat pelvic score, lakukan induksi bila

perlu. Jika dilakukan induksi namun tidak

berhasil, pasien segera di rematu rematur.

direncanakan perawatan

konservatif dengan pemberian

terapi cairan IVFD RL 20gtt/menit,

remature profilaksis Inj. Ampicillin

1gr/8jam, kortikosteroid untuk

pematangan paru janin Inj.

Dexamethasone 6gr/12 jam selama

48 jam karena usia kehamilan ibu

34-35 minggu.

Komplikasi yang timbul akibat ketuban

pecah dini bergantung pada usia kehamilan,

yaitu persalinan remature, hipoksia dan

asfiksia janin, sindroma deformitas janin,

dan infeksi ibu-janin

Pada kasus ini, ditakutkan akan

terjadi komplikasi berupa infeksi

ibu-janin dan persalinan remature

Prognosis pada ketuban pecah dini

bergantung pada kondisi ibu dan anak, usia

kehamilan, penanganan yang diberikan, dan

penyulit yang ada. Pada umumnya,

prognosis ketuban pecah dini adalah ragu-

ragu menuju baik, namun jika disertai

penyulit seperti kematian janin dan sepsis,

prognosis akan menjadi ragu-ragu menuju

buruk.

Pada kasus ini, prognosisnya dubia

ad bonam karena tidak ada

penyulit.

BAB 6

PERMASALAHAN

30

Adapun permasalahan yang timbul dari laporan kasus ini adalah :

1. Apakah penanganan yang diberikan dokter pada kasus ini sudah tepat?

2. Apakah peran dokter umum pada kasus seperti ini?

BAB 7

KESIMPULAN

31

Ketuban pecah dini atau spontaneous/early/premature rupture of the

membrane (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan mulai

atau sebelum inpartu; yaitu bila pembukaan pada primigravida < 3 cm dan pada

multigravida < 5 cm pada kehamilan di atas 20 minggu. Pecahnya selaput ketuban

pada kehamilan di atas 20 minggu sebelum inpartu disebabkan karena beberapa

faktor risiko, yaitu belum diketahui secara pasti, infeksi, selaput ketuban terlalu

tipis (kelainan ketuban), multigravida, polihidramnion, gemelli, hormonal,

penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, dan vaginitis, faktor-faktor

predisposisi lainnya seperti : malposisi, serviks inkompeten, diproporsi sefalo

pelvik, dan sebagainya. Ketuban pecah dini dapat diklasifikasikan berdasarkan

usia kehamilan, yaitu: PPROM (Preterm Premature Rupture of The Membrane)

ketuban pecah dini yang terjadi pada usia kehamilan < 37 minggu dan TPROM

(Term Premature Rupture of The Membrane) ketuban pecah dini yang terjadi

pada usia kehamilan > 37 minggu. Untuk mendiagnosis ketuban pecah dini

dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Adapun

pelaksanaan kasus ini adalah dengan dua cara, yaitu konservatif dan aktif sesuai

usia kehamilan, serta perlunya pemberian kortikosteroid untuk mematangkan paru

janin. Komplikasi yang dapat tejadi yaitu persalinan premature, hipoksia, asfiksia

janin, sindrma deformitas janin, dan infeksi ibu-janin. Prognosis pada ketuban

pecah dini bergantung pada kondisi ibu dan anak, usia kehamilan, penanganan

yang diberikan, dan penyulit yang ada. Pada umumnya, prognosis ketuban pecah

dini adalah ragu-ragu menuju baik, namun jika disertai penyulit seperti kematian

janin dan sepsis, prognosis akan menjadi ragu-ragu menuju buruk.

DAFTAR PUSTAKA

32

1. Mercer BM. Preterm Premature Rupture of The Membranes. Obstet Gynecol

2003; 101; 178-193

2. El Messidi A, Cameron A. Diagnosis of Premature Rupture of Membranes:

Inspiration from the past and insight for the future. J Obstet Gynaecol 2010;

32(6): 561-669

3. Mohr T. Premature rupture of the membranes. Gynakol Geburtsmed Gynakol

Endokrinol 2009; 5(1): 28-36

4. Prevost, T.P. Biomechanic of Human Chorioamnion. Department of

Materials Science and Engineering of Massachusets Institute of Technology.

Massachusets. 2006 : 13-23

5. Soewarto. S. Ketuban Pecah Dini. Dalam : Ilmu Kebidanan Edisi Keempat

Bab 52. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2011 : 678-82

6. Cunningham F.G, Mac Donald P.C, Gant N.F, et al. Plasenta dan Membran

Janin. In : William’s Obstetric 21th ed. Vol. 1. Mc Graw-Hill, 2006 : 91-113.

7. Mohchtar, R. Ketuban Pecah Dini. Dalam : Sinopsis Obstetri Edisi 3 Jilid I.

EGC. Jakarta. 2011 : 255-8

8. Lumbantobing, J. Nasution, S.A. Ketuban Pecah Dini. Dalam : Standar

Pelayanan Medik SMF. Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Dr.

Pirngadi. Medan. 2014 (3) : 46-48

9. Parry, S., Strauss, J.S. Mechanism of Disease-Premature Rupture of Fetal

Membrane. New England Journal Medicine. Massachusets. 2006. Feb; 338

(10) : 1-8

10. Simhan HN, Canavan TP. Preterm premature rupture of membranes:

diagnosis, evaluation and management strategies. BJOG: International

Journal of Obstetric and Gynaecology 2005;112(1): 32-37

11. Medina TM, Hill DA. Preterm premature rupture of membranes: diagnosis

and management. American Family Physicians 2006; 73(4): 659-664

12. American College of Obstetricians and Gynecologists. Premature ruptures of

membranes. Practice Bulletin American College of Obstetricians and

Gynecologists 2013; 122(4): 918-930

33

34