ketuban pecah dini
DESCRIPTION
Ketuban Pecah Dini atau PROMTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri
berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya korioamnionitis
sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan
menyebabkan infeksi ibu.1,2
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)
merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun,
apabila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut
sebagai ketuban pecah dini prematur atau Preterm Premature Rupture of
Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga berkaitan dengan
perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler
amnion, korion dan apoptosis membran janin.3
Term PROM terjadi kira-kira pada 8% kehamilan. Sekitar 50% dari ibu
dengan term PROM akan melahirkan secara spontan dalam 12 jam, 70% dalam 24
jam, 85% dalam 48 jam, dan 95% dalam 72 jam. Morbiditas janin yang berkaitan
dengan term PROM adalah infeksi ascending dan in utero cord compression.
Risiko morbiditas maternal pada term PROM adalah korioamnionitis dan demam
postpartum.1,2
Preterm PROM, merupakan 2-20% komplikasi dari seluruh persalinan,
merupakan kontributor penting terhadap morbiditas perinatal-maternal dan
mortalitas perinatal. Penyebab utama morbiditas perinatal yang berhubungan
dengan preterm PROM adalah prematuritas. Morbiditas yang berhubungan
dengan prematuritas adalah respiratory distress syndrome, necrotizing
enterocolitis, intraventricular hemorrhage, cerebral palsy, dan sepsis. Terdapat
komplikasi lainnya yaitu in utero cord compression, cord prolapse dan fetal
distress, malpresentasi janin, abrupsi plasenta, korioamnionitis, dan risiko
persalinan dengan cara operasi. Sepsis pada maternal jarang ditemukan, namun
komplikasi yang mengancam nyawa ini dilaporkan kira-kira 1% dari kasus.1,2
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI SELAPUT KETUBAN
Selaput ketuban (fetal membrane) adalah suatu struktur jaringan lunak
yang berfungsi untuk memelihara janin dalam rongga rahim selama kehamilan.
Selaput ketuban sendiri terdiri atas dua lapisan utama, yaitu lapisan amnion (inner
layer) yang memelihara cairan amnion dan lapisan korion (outer layer) yang
menghadap ke arah kavum uterus (uterine desidua), sehingga disebut juga
chorioamnion membrane.4
Lapisan amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur dan kuat yang
terdapat pada bagian dalam selaput ketuban. Lapisan ini terdiri dari jaringan sel
kuboid yang berasal dari ektoderm, berupa mikrovili yang berfungsi untuk
mentransfer cairan, metabolisme, menghasilkan zat penghambat
metalloproteinase-1, dan juga menghasilkan zat-zat vasoaktif berupa endotelin-1
(vasokonstriktor) dan PHRP (parathyroid hormone related protein) untuk
mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh lokal. Jaringan ini berhubungan
dengan lapisan interstisial yang mengandung kolagen tipe I, III, dan IV.4,5
Secara mikroskopis, lapisan amnion mempunyai ketebalan normal, yaitu
20-80 µm, yang terdiri dari 5 lapisan di bawahnya, yaitu : (1) Lapisan epitelium
merupakan lapisan terdalam yang berhubungan langsung dengan cairan
amnion. Lapisan ini terdiri dari selapis sel-sel yang melekat pada (2) membran
basalis. Di dalam lapisan epitelium terdapat (3) lapisan kompakta dan (4) lapisan
fibroblas yang berisi jaringan padat serat-serat kolagen sehingga bertanggung
jawab dalam 60-80% ketebalan dan keelastisan lapisan amnion. Kemudian (5)
lapisan spongiosa yang terletak paling luar dan melekat dengan lapisan seluler
korion, yang mengandung banyak proteoglikan.4,5
Di dalam rongga amnion yang terbentuk dari lapisan amnion terdapat
cairan amnion yang berasal dari sekresi aktif epitel amnion, transudasi sirkulasi
janin, air seni janin, dan transudasi sirkulasi maternal. Cairan amnion umumnya
berwarna jernih agak pucat dan sedikit basa (pH 7,2), dengan komposisi air (98-
2
99%), karbohidrat (glukosa dan fruktosa), protein (albumin dan globulin), lemak,
hormon (estrogen dan progesteron), enzim (alkali fosfatase), mineral (natrium,
kalium, dan klorida), material lain (vernix caseosa, rambut lanugo, sel epitel yang
terkelupas, dan mekonium). Cairan ini mempunyai berbagai fungsi selama masa
kehamilan maupun saat persalinan.4
Lapisan korion merupakan lapisan terluar dari selaput ketuban dan terdiri
dari jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm. Sel mesenkim berfungsi
untuk menghasilkan kolagen sehingga selaput ketuban menjadi lentur dan kuat.
Selain itu, sel mesenkim juga menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1 (monocyte
chemoattractant protein-1) yang bermanfaat untuk melawan bakteri. Lapisan
korion, mempunyai ketebalan 100-500 µm, yang secara histologis terdiri atas tiga
lapisan di bawahnya, yaitu (1) yang melekat pada lapisan trofoblas (yang
berhubungan dengan desidua maternal), (2) membran basalis yang mendukung (3)
lapisan retikular, yang merupakan komponen mayoritas untuk ketebalan lapisan
korion.4,5
Gambar 2.1. Gambaran Histologis Selaput Ketuban4
3
2.2. FISIOLOGI SELAPUT KETUBAN
Amnion jelas lebih dari sekedar membran avaskular yang berfungsi
menampung cairan amnion. Membran ini aktif secara metabolik, terlibat dalam
transpor air dan zat terlarut untuk mempertahankan homeostasis cairan amnion,
dan menghasilkan berbagai senyawa bioaktif seperti peptida vasoaktif, faktor
bioaktif, dan sitokin.
Peptida Vasoaktif. Sejumlah peneliti telah membuktikan bahwa amnion
memiliki kemampuan untuk mensintesis vasokonstriktor endotelin-1 serta
vasorelaksan parathyroid hormone-related protein. Epitel amnion juga
menghasilkan peptida natriuretik otak (BNP) dan corticotropin-releasing
hormone (CRH), dan kedua peptida ini juga merupakan pelumpuh otot polos.
Dengan demikian, peptida vasoaktif yang diproduksi di amnion dapat
memperoleh akses ke tunika adventisia pembuluh korion. Temuan-temuan ini
mengisyaratkan bahwa amnion plasenta mungkin terlibat dalam proses modulasi
tonus dan aliran darah di pembuluh korion. Peptida vasoaktif amnion juga
berfungsi di jaringan lain pada beragam proses fisiologis, termasuk peningkatan
replikasi sel dan metabolisme kalsium. Setelah disekresikan dari amnion, zat-zat
bioaktif ini dapat masuk ke cairan amnion sehingga tersedia bagi janin melalui
proses menelan dan gerakan thoraks janin.
Cairan Amnion. Cairan yang normalnya jernih dan menumpuk di dalam
rongga amnion ini akan meningkat jumlahnya seiring dengan perkembangan
kehamilan sampai menjelang aterm. Pada kehamilan aterm rata-rata terdapat 1000
ml cairan amnion, walaupun jumlah ini dapat sangat bervariasi dari beberapa
mililiter sampai beberapa liter dalam keadaan abnormal (oligohidramnion dan
polihidramnion atau hidramnion). Cairan amnion ini memiliki berbagai fungsi
yaitu: menjadi bantalan yang menjaga janin dari trauma luar, antibakterial,
menjaga kestabilan suhu, membuat janin dapat bebas bergerak sehingga
membantu perkembangan neuromuskular.
4
2.3. DEFENISI KETUBAN PECAH DINI
Ketuban pecah dini atau spontaneous/early/premature rupture of the
membrane (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan mulai
atau sebelum inpartu; yaitu bila pembukaan pada primigravida < 3 cm dan pada
multigravida < 5 cm pada kehamilan di atas 20 minggu.5,7,8
2.4. ETIOLOGI KETUBAN PECAH DINI
Pecahnya selaput ketuban pada kehamilan di atas 20 minggu sebelum
inpartu disebabkan karena beberapa faktor risiko, yaitu :5,7,8
Belum diketahui secara pasti
Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis) adanya bakteri penyebab infeksi,
merangsang respon imun host menghasilkan neutrofil polimorfonuklear,
makrofag, sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1 dan TNF-α, matriks
metaloproteinase, dan prostaglandin (PGE2) yang kemudian akan
menyebabkan degradasi kolagen pada selaput ketuban dan mengganggu
kelenturan dinding uterus sehingga meningkatkan risiko pecahnya ketuban
sebelum waktunya.9
Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban) tipisnya selaput ketuban
meningkatkan risiko pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya karena daya
elastis selaput ketuban yang tipis tidak mampu menahan regangan yang terjadi
pada umumnya.9
Multigravida, polihidramnion, gemelli terjadi overdistensi uterus yang
merangsang produksi beberapa faktor amnion termasuk PGE2 dan IL-8 yang
menyebabkan perubahan biokimia pada membran janin. Regangan yang terjadi
juga dapat memicu aktivitas matriks metaloproteinase yang berfungsi untuk
mendegradasi kolagen yang terdapat pada selaput ketuban sehingga dapat
menyebabkan pecahnya selpaut ketuban sebelum waktunya.9
Pengaruh hormon adanya hormon progesteron dan estradiol dengan
konsentrasi tinggi menyebabkan produksi matriks ekstraselular yang berkurang
akibat peningkatan produksi matriks metaloproteinase. Hormon relaksin juga
5
berkontribusi dalam menekan produksi matriks ekstraseluler dengan
meningkatkan produksi MMP-9 dan MMP-3 pada selaput ketuban.9
Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, dan vaginitis menyebabkan
terjadinya hipermotilitas uterus (peregangan berulang) sehingga merupakan
risiko tinggi pecahnya ketuban sebelum waktunya.7
Faktor-faktor predisposisi lainnya seperti : malposisi, serviks inkompeten,
diproporsi sefalo pelvik, dan sebagainya.7
2.5. KLASIFIKASI KETUBAN PECAH DINI
Ketuban pecah dini dapat diklasifikasikan berdasarkan usia kehamilan,
yaitu:5,7
1. PPROM (Preterm Premature Rupture of The Membrane) ketuban pecah
dini yang terjadi pada usia kehamilan < 37 minggu.
2. TPROM (Term Premature Rupture of The Membrane) ketuban pecah dini
yang terjadi pada usia kehamilan > 37 minggu.
2.6. PATOGENESIS KETUBAN PECAH DINI
Ketuban pecah dini terjadi karena multifaktorial seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya di atas dan berhubungan dengan pembesaran uterus,
kontraksi uterus, dan gerakan janin. Sederhananya, pecahnya selaput ketuban
terjadi akibat peningkatan stres yang melemahkan selaput. Secara molekuler,
ketuban pecah dini terjadi karena berkurangnya sintesis kolagen, perubahan
struktur kolagen, dan degradasi kolagen yang lebih cepat.9
Normalnya, selaput ketuban mempunyai keseimbangan antara sintesis dan
degradasi dari matriks ekstraselular (kolagen, proteoglikan). Sintesis kolagen
membutuhkan asam askorbat sebagai prekursor pembentukan rantai heliks
kolagen, sehingga jika prekursor berkurang, produk yang dihasilkan juga tidak
sempurna. Sama halnya pada orang-orang yang merokok, menyebabkan
terbentuknya radikal bebas berupa Reactive Oxygen Species (ROS) yang
mengurangi tembaga dan asam askorbat sehingga menyebabkan malformasi
kolagen dan perubahan biokimia pada selaput ketuban.5,9
6
Setelah sintesis kolagen, terjadi juga apoptosis sel (degradasi) kolagen
yang dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang kerjanya akan
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik (Tissue Inhibitor of Metalloproteinase)
dan inhibitor protease. Saat mendekati waktu persalinan, komposisi selaput
ketuban ini terjadi ketidakseimbangan antara MMP dan TIMP, yang mengarah
pada degradasi proteolitik dari matriks metaloproteinase dan membran janin,
sehingga selaput ketuban menjadi rapuh pada daerah tertentu dan pecah.5,9
Gambar 2.2. Skematika Mekanisme Ketuban Pecah Dini9
2.7. DIAGNOSIS KETUBAN PECAH DINI
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada anamnesis didapatkan pasien merasa basah pada vagina atau
mengeluarkan cairan, berwarna putih jernih, keruh, kuning kehijauan atau
kecoklatan, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir.
Keluhan tersebut dapat disertai demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang
dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus.5,10,11,12
7
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak
adanya nyeri tekan. Tinggi fundus uteri harus diukur dan dibandingkan dengan
tinggi yang diharapkan menurut HPHT. Palpasi abdomen memberikan perkiraan
ukuran janin dan presentasi.
b. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan
ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan
pemeriksaan bakteriologis. 5,10,11,12
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah:
1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada forniks posterior
2. Nitrazine test : Kertas nitrazine merah akan jadi biru
3. Ferning : Cairan dari forniks posterior di tempatkan pada kaca objek,
didiamkan, dan cairan amnion tersebut akan memberikan
gambaran seperti daun pakis. 5,10,11,12
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya
cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
ostium uteri eksternum dan apakah ada bagian selaput ketuban yg sudah pecah.
Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban,bila merah
adalah urin. Karena cairan alkali mengubah pH asam normal vagina. Bila
diagnosis tidak pasti, tes ferning dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup
bulan, penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam
evaluasi kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari
kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur terhadap Streptococcus beta group B,
Clamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhea 5,10,11,12
c. Pemeriksaan dalam
Mengingat adanya resiko infeksi, pemeriksaan dalam harus sangat
dibatasi, tidak ada indikasi untuk dilakukan pemeriksaan dalam untuk pasien yang
tidak menunjukkan tanda-tanda persalinan. 5,10,11,12
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan pH air ketuban
8
Vagina mempunyai keasaman 4,5 – 5,5 sedangkan air ketuban
mempunyai pH 7,0 - 7,5. Sehingga dengan pecahnya selaput ketuban
pH vagina menjadi 6,0 – 8,1. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan
dengan tes lakmus (Nitrazine test) merah menjadi biru. 5,10,11,12
Tes Arborisasi (Fern)
Melakukan swab pada forniks posterior vagina lalu dihapuskan pada
slide kaca dan dibiarkan mengering dengan udara selama 10 menit.
Pada pemeriksaan melalui mikroskop didapatkan typical arborization
atau pola “fern” (seperti pakis) bila terdapat cairan amnion. False
positive disebabkan oleh sidik jari, bedak, dan cairan sperma / semen. 5,10,11,12
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan indeks cairan amnion,
usia kehamilan, letak janin, letak plasenta, serta jumlah air ketuban. 5,10,11,12
Pemeriksaan leukosit darah
Bila leukosit darah meningkat > 15.000/mm3 kemungkinan ada
infeksi.5,10,11,12
Kardiotokografi
Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini atau
memantau kesejahteraan janin. 5,10,11,12
Amniosintesis
Digunakan untuk mengetahui rasio lesitin-sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru
janin. 5,10,11,12
Tes Busa
Metode pemeriksaan ini menawarkan hasil yang lebih cepat didapatkan,
mudah dilakukan, dan reagensia yang mudah didapatkan. Cara
melakukan tes busa, yaitu masukkan cairan amnion 0,5 ml, larutan
saline 0,9% sebanyak 0,5 ml, dan etanol 95% sebanyak 1 ml ke dalam
tabung kaca berukuran 13 x 100 yang bersih secara kimiawi dengan
9
tutup sekrup plastik berlapis teflon. Kemudian tabung dikocok kuat
selama 15 detik dan ditempatkan tegak di rak selama 15 menit.
Bertahannya cincin gelembung secara utuh pada permukaan antara
udara dan cairan setelah 15 menit dianggap sebagai uji positif.
Kelemahan utama pemeriksaan ini adalah tingginya hasil negatif palsu
dan keakuratannya yang masih perlu dipertanyakan pada kehamilan
risiko tinggi. Penting untuk diperhatikan kemurnian reagensia dan
kontaminasi sampel cairan amnion dengan darah atau mekonium yang
dapat menyebabkan hasil positif palsu. 5,10,11,12
2.8. PENATALAKSANAAN KETUBAN PECAH DINI
a. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampicillin 4 x 500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan ampicillin dan metronidazole 2 x 500 mg selama 7
hari). Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32 – 37
minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri deksametason,
observasi tanda – tanda infeksi dan kesejahteraan janin, lakukan terminasi pada
kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu ada infeksi, beri
antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda – tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda
infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 – 37 minggu, berikan steroid untuk
memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2
hari, deksametason intramuskular 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.5
b. Aktif
Kehamilan > 37 minggu induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio
sesaria, dapat pula diberikan misoprostol 25 – 50 µg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali. Bila ada tanda – tanda infeksi, berikan antibiotik dosis tinggi dan
persalinan diakhiri.
- Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
10
- Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.5
Gambar 2.3. Algoritma manajemen dan evaluasi preterm premature rupture
of the membranes.1
11
2.9. KOMPLIKASI KETUBAN PECAH DINI
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia
kehamilan, yaitu:5
1. Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya disusul dengan persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24
jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.5
2. Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya selaput ketuban, menyebabkan oligohidramnion yang
menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban,
janin akan semakin gawat.5
3. Sindrom Deformitas Janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasia pulmonar.5
4. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu dapat
terjadi korioamnionitis. Pada bayi terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. PPROM lebih sering
terjadi infeksi daripada TPROM. Secara umum insiden infeksi sekunder pada
ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.5
2.10. PROGNOSIS KETUBAN PECAH DINI
Prognosis pada ketuban pecah dini bergantung pada kondisi ibu dan anak,
usia kehamilan, penanganan yang diberikan, dan penyulit yang ada. Pada
umumnya, prognosis ketuban pecah dini adalah ragu-ragu menuju baik, namun
jika disertai penyulit seperti kematian janin dan sepsis, prognosis akan menjadi
ragu-ragu menuju buruk.7
12
BAB 3
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS PRIBADI
Nama : Ny. M
Umur : 30 tahun
Alamat : Jl. Benteng Hulu Gg. Amin No. 22E Medan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Tanggal masuk : 24 Juni 2015
Pukul : 23.10 WIB
GPA : G3P2A0
Tinggi badan : 162 cm
Berat badan : 60 kg
ANAMNESIS UMUM
Ny. M, 30 tahun, G3P2A0, Batak, Islam, SMA, IRT, i/d. Tn. B, 31 tahun, Batak,
Islam, STM, Wiraswasta, datang ke IGD RSUPM pada tanggal 24 Juni 2015 pkl.
23.10 WIB dengan :
KU : Keluar air- air dari kemaluan
T : Hal ini dialami os sejak tanggal 20 Juni 2015, volume 4-6 kali
ganti pakaian dalam, berwarna putih jernih, dan tidak berbau.
Riwayat mules- mules mau melahirkan (-). Riwayat keluar lendir
darah dari kemaluan (-). Riwayat keputihan (+) sejak awal
kehamilan. Riwayat perut dikusuk (-). Riwayat campur (-)
BAK : (+) normal
BAB : (+) normal
Riwayat penyakit terdahulu: tidak ada
Riwayat penggunaan obat : tidak ada
13
RIWAYAT HAID
HPHT : ? – 10 - 2014
TTP : ? – 07 - 2015
ANC : Bidan 2x, Sp.OG 2x
RIWAYAT PERSALINAN
1. Perempuan, aterm, 3000 gram, SC, Sp.OG, RS, 8 tahun, sehat.
2. Perempuan, aterm, 3400 gram, PSP, bidan, klinik, 5 tahun, sehat
3. Hamil ini
PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS PRESEN S
Sens : CM Anemis : (-)
TD : 120/80 mmHg Ikterik : (-)
Nadi : 72 x/menit, reguler Sianosis : (-)
RR : 20 x/menit, reguler Dispnea : (-)
T : 36,8o C Oedema : (-)
B. STATUS OBSTETRIKUS
Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 4 jari di bawah processus xyphoideus (32 cm)
Teregang : Kiri
Terbawah : Bokong-kaki
Gerak : (+) aktif
HIS : (-)
DJJ : 140 x/menit, reguler
EFW : 2400-2800 gram
14
C. STATUS GINEKOLOGIS
Inspekulo : Portio erosi (+), lividae (+), F/A (+), darah (-).
Tampak cairan menggenang di introitus vagina, dibersihkan.
Kesan: Tidak mengalir aktif
Nitrazine test (+), valsalva test (-)
VT : Tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG TAS:
o Janin tunggal, presentasi bokong-kaki, anak hidup
o FM (+), FHR(+)
o BPD : 85,1 mm
o FL : 67,8 mm
o AC : 30,6 cm
o Plasenta corpus anterior grade II
o AFI : 3 cm
o EFW : 2409 gram
Kesan: IUP (34-35)minggu + Presentasi bokong-kaki + AH
LABORATORIUM
WBC/RBC/HGB/HCT/PLT = 13.600/ 3,51 x 106/ 9,70/ 29,50/ 339.000
PT/INR/aPTT = 13,7 (c: 13,9)/ 1,06/ 26,5 (c: 36,0)
SGOT/SGPT/ALP = 16/ 17/ 54
Tot. Bilirubin/ Direct Bilirubun = 0,29/ 0,07
Ur/ Cr/ As, Urat = 10/ 0,5/ 4,8
Na/ K/ Cl = 134/ 3,9/ 113
KGD adrandom = 137
DIAGNOS IS
PPROM + Prev. SC 1x + MG + KDR (34-35) minggu + P.bokong-kaki + AH
15
TERAPI
- Bed Rest
- Diet MB
- IVFD RL 20 gtt/menit
- Inj. Dexametason 6 mg/ 12 jam selama 48 jam
- Inj. Ampicillin 1 gr/ 8 jam (skin test)
RENCANA
- Rawat ekspektatif
- Awasi vital sign, kontraksi uterus, DJJ dan tanda- tanda korioamnionitis
FOLLOW UP
Tanggal 25-06-2015
S : Keluar air- air dari kemaluan (-)
O : SP: Sensorium : Compos Mentis Anemis : (-)
TD : 120/70mmHg Ikterik : (-)
HR : 78 x/menit, reguler Sianosis : (-)
RR : 22 x/menit, reguler Dispnea : (-)
T : 36,3°C Edema : (-)
Status obstetrikus :
Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 4 jari bpx
Teregang : Kiri
Terbawah : Bokong
Gerak : (+) aktif
HIS : (-)
DJJ : 124 x/menit, reguler
EFW : 2400-2800 gram
A : PPROM + Prev. SC 1x + MG + KDR (34-35) minggu + P.bokong-kaki
+ AH
P : - Bed Rest
16
- IVFD RL 20 gtt/menit
- Inj. Dexametason 6 mg/ 12 jam selama 48 jam
- Inj. Ampicillin 1 gr/ 8 jam => (H2)
Rencana: - Rawat ekspektatif
- Awasi vital sign, DJJ, kontraksi uterus dan tanda- tanda
korioamnionitis
Tanggal 26-06-2015
S : -
O : SP: Sensorium : Compos Mentis Anemis : (-)
TD : 110/70mmHg Ikterik : (-)
HR : 72 x/i, reguler Sianosis : (-)
RR : 22 x/i, reguler Dispnea : (-)
T : 36,5°C Edema : (-)
Status obstetrikus :
Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 4 jari bpx
Teregang : Kiri
Terbawah : Bokong
Gerak : (+) aktif
HIS : (-)
DJJ : 130 x/menit, reguler
EFW : 2400-2800 gram
A : PPROM + Prev. SC 1x + MG + KDR (34-35) minggu + P.bokong-kaki
+ AH
P : - Bed Rest
- IVFD RL 20 gtt/menit
- Inj. Dexametason 6 mg/ 12 jam ( Pemberian terakhir pukul 10.30
WIB)
- Inj. Ampicillin 1 gr/ 8 jam => (H3)
17
Rencana: - Awasi vital sign, DJJ dan kontraksi uterus
- SC Elektif
PERSIAPAN
- SIO (Surat Izin Operasi)
- Cek darah untuk persiapan operasi
- Konsul anak
- Konsul anestesi
LABORATORIUM
WBC /RBC /HGB /HCT /PLT = 14.100/ 4,41 x 106/ 12,50/ 39,50/ 253.000
PT/ INR /aPTT = 12,6 (c: 13)/ 1,0/ 29,7 (c: 27,2)
SGOT /SGPT /ALP = 17/ 15/ 92
Tot. Bilirubin / Direct Bilirubun = 0,23/ 0,07
Ur / Cr / As. Urat = 10/ 0,36/ 3,10
Na / K / Cl = 138/ 4,10/ 108
KGD ad random = 116
LAPORAN SECTIO CESARIA
- Ibu dibaringkan di atas meja operasi dengan infus dan kateter terpasang
baik.
- Di bawah spinal anestesi dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik dengan
larutan iodine dan alkohol 70% kemudian seluruh tubuh ditutup dengan
doek steril kecuali lapangan operasi.
- Dilakukan insisi uterus secara pfanenstiel pada bekas luka operasi lama,
mulai dari kutis, subkutis, fascia dan kemudian otot dan peritoneum
dikuakkan secara tumpul.
- Tampak uterus gravidarum sesuai masa kehamilan, identifikasi segmen
bawah rahim.
- Dilakukan insisi transversal pada low cervical pada uterus sampai
subendometrium. Endometrium ditembus secara tumpul dan diperlebar
18
sesuai luka operasi insisi. Kemudian selaput ketuban dipecahkan, tampak
jernih.
- Dengan meluksir bokong dan kaki, lahir bayi laki-laki, BB 2800 gram,
PBL 46 cm, apgar score 8/9, anus (+).
- Tali pusat diklem di dua tempat dan digunting diantaranya. Plasenta
dilahirkan secara peregangan tali pusat terkendali, kesan: lengkap.
- Kavum uterus dibersihkan dengan kasa terbuka dari sisa darah dan selaput
plasenta, kesan: bersih.
- Dinding uterus dijahit continuous interlocking, evaluasi perdarahan, kesan:
perdarahan terkontrol.
- Kavum abdomen dibersihkan dari sisa air ketuban dan darah, kesan:
bersih. Kemudian dijahit lapis demi lapis. Luka operasi ditutup dengan
sofratulle, kasa steril dan hypafix. Dilakukan vagina hygiene.
- Kondisi ibu post sc: stabil
TERAPI POST SC
- IVFD RL + Oxytocin 10-10-5-5 IU => 20 gtt/menit
- Inj. Ampicillin 1gr/ 12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam
FOLLOW UP KALA IV
Jam (WIB) 13.45 14.15 14.45 15.15 15.45
Tek darah 120/70 mmHg 120/70 mmHg 120/80mmHg 120/80mmHg 120/80mmHg
HR(x/menit) 92 96 88 88 92
RR(x/menit) 20 20 22 20 22
Kontraksi Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat
Perdarahan (cc) - 10 cc 5 cc - -
19
RENCANA
- Awasi vital sign, kontraksi uterus, tanda- tanda perdarahan
- Cek darah rutin 2 jam post sc
Tanggal 27-06-2015
S : -
O : SP: Sensorium : Compos Mentis Anemis : (-)
TD : 110/60mmHg Ikterik : (-)
HR : 84 x/i, reguler Sianosis : (-)
RR : 24 x/i, reguler Dispnea : (-)
T : 36,3°C Edema : (-)
Status obstetrikus :
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 1 jari bawah pusat
L/O : Tertutup verban, kesan kering
P/V : (-), Lochia rubra (+)
BAK : (+) Via kateter UOP 50 cc/jam
BAB : (-) Flatus (+)
LABORATORIUM
WBC/RBC/HGB/HCT/PLT = 15.100/ 3,79 x 106/ 10,50/ 31,80/ 332.000
A : Post SC a/i P.bokong-kaki + KPD + NH1
P : - Bed Rest
- IVFD RL + oksitosin 5-5 =>20 gtt/menit
- Inj. Ampicillin 1 gr/ 12 jam =>(H4)
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
Rencana:
- Aff kateter
- Mobilisasi ringan
20
Tanggal 28-06-2015
S : -
O : SP: Sensorium : Compos Mentis Anemis : (-)
TD : 120/70mmHg Ikterik : (-)
HR : 80 x/i, reguler Sianosis : (-)
RR : 22 x/i, reguler Dispnea : (-)
T : 36,5°C Edema : (-)
Status obstetrikus :
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari bawah pusat
L/O : Tertutup verban, kesan kering
P/V : (-), Lochia rubra (+)
BAK : (+) Normal
BAB : (-) Flatus (+)
A : Post SC a/i P.bokong-kaki + KPD + NH2
P : - Bed Rest
- Cefadroxil tab 2 x 500 mg
- Asam mefenamat tab 3 x 500 mg
- B.comp tab 2 x 1
Rencana:
- Aff infus, terapi ganti oral
Tanggal 29-06-2015
S : -
O : SP: Sensorium : Compos Mentis Anemis : (-)
TD : 110/70mmHg Ikterik : (-)
HR : 80 x/i, reguler Sianosis : (-)
RR : 20 x/i, reguler Dispnea : (-)
T : 36,6°C Edema : (-)
Status obstetrikus :
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
21
TFU : 4 jari bawah pusat
L/O : Tertutup verban, kesan kering
P/V : (-), Lochia rubra (+)
BAK : (+) Normal
BAB : (+) Flatus (+)
A : Post SC a/i P.bokong-kaki + KPD + NH3
P : - Cefadroxil tab 2 x 500 mg
- Asam mefenamat tab 3 x 500 mg
- B.comp tab 2 x 1
Rencana:
- Ganti verban luka operasi
- PBJ (kontrol poli PIH tanggal 2 juli 2015)
22
BAB 4
RESUME
Ny. M, 30 tahun, G3P2A0, Batak, Islam, SMA, IRT, i/d. Tn. B, 31 th,
Batak, Islam, SMA, Wiraswasta, datang ke IGD RSUPM pada tanggal 24 Juni
2015 pkl. 23.10 wib dengan keluhan : keluar air- air dari kemaluan. Hal ini
dialami pasien sejak tanggal 20 Juni 2015. Riwayat mules- mules mau melahirkan
(-). Riwayat keluar lendir darah dari kemaluan (-). Riwayat keputihan (-). BAK
(+) normal, BAB (+) normal. RPT/RPO : -/-. Riwayat haid : HPHT ? – 10 – 2014,
TTP ? – 07 – 2015, ANC bidan 2x, Sp.OG 2x. Riwayat persalinan :1. Perempuan,
aterm, 3000 gram, SC, Sp.OG, RS, 8 tahun, sehat; 2. Perempuan, aterm, 3400
gram, PSP, Bidan, Klinik, 5 tahun, sehat; 3. Hamil ini. Status presens dalam batas
normal. Status obstetrikus : abdomen membesar simetris, TFU 4 jari bpx (32 cm),
tegang kiri, terbawah bokong-kaki, gerak (+) aktif, HIS (-), DJJ 140 x/menit,
EFW 2400-2800 gram, inspekulo portio erosi (+), lividae (+), F/A (+), darah (-).
Tampak cairan menggenang di introitus vagina, dibersihkan, kesan: tidak
mengalir aktif. Nitrazine test (+), valsalva test (-). Pemeriksaan penunjang USG
TAS : Janin tunggal, intrauterin, presentasi bokong-kaki, FM (+), FHR (+), BPD :
85 mm, FL : 67,8 mm, AC : 30,6 cm, plasenta corpus anterior grade II, AFI : 3
cm, EFW : 2409 gram, Kesan : IUP (34-35)minggu + P.bokong-kaki + AH.
Laboratorium : dalam batas normal. Diagnosis PPROM + Prev. SC 1x + MG +
KDR (34-35) minggu + P.bokong-kaki + AH. Terapi IVFD RL 20 gtt/menit, Inj.
Ampicillin 1 gr/ 8 jam, Inj. Dexametason 6 mg/ 12 jam selama 48 jam. Rencana
rawat ekspektatif, awasi vital sign, DJJ, kontraksi uterus dan tanda- tanda
korioamnionitis. Rencana SC elektif setelah pematangan paru (tanggal 26 juni
2015). Keadaan ibu post SC stabil. Diagnosis post SC adalah post SC a/i
P.bokong-kaki + KPD +NH1. Terapi post SC IVFD RL + Oxytocin 5-5 IU => 20
gtt/menit, Inj. Ampicillin 1gr/ 12 jam, Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam, Inj. Ranitidine
50 mg/ 12 jam. Rencana awasi vital sign, kontraksi uterus, tanda- tanda
perdarahan dan cek darah rutin 2 jam post sc. Follow up kala IV dalam batas
normal. Hasil laboratorium 2 jam post sc dalam batas normal. Follow up post SC
23
dalam batas normal. Pasien PBJ tanggal 29 Juni 2015 dan dianjurkan untuk
kontrol poli PIH tanggal 2 Juli 2015.
24
BAB 5
ANALISIS KASUS
Dilaporkan kasus seorang perempuan Ny. M, 30 tahun, G3P2A0 datang ke
RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tanggal 24 Juni 2015 pukul 23.10 WIB, dengan
keluhan utama keluar air – air dari kemaluan. Hal ini dialami pasien sejak ± 4 hari
yang lalu, volume 4-6 kali ganti pakaian dalam, berwarna putih jernih, dan tidak
berbau. Riwayat keluar remat darah (-). Riwayat mulas – mulas mau melahirkan
(-). Riwayat trauma (-). Riwayat campur (-). Riwayat keputihan (+) sejak awal
kehamilan. BAB (+) normal. BAK (+) normal. Riwayat penyakit terdahulu tidak
dijumpai, riwayat pemakaian obat tidak dijumpai.
Pada pemeriksaan obstetrikus didapatkan abdomen : membesar asimetris,
TFU (Tinggi Fundus Uteri) : 4 jari di bawah prosessus xyphoideus (32 cm),
tegang : kiri, terbawah : bokong-kaki, DJJ : 140x/menit, gerak janin (+),
kontraksi uterus tidak ada, perdarahan pervaginam (-), inspekulo : portio erosi (+),
FA (+), lividae (+), darah (-). Tampak cairan menggenang di introitus vagina,
dibersihkan, kesan : tidak mengalir aktif. Valsalva test (-), Nitrazine test (+).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan obstetrikus, dan pemeriksaan
penunjang lainnya, pasien didiagnosis dengan PPROM + Prev SC 1x + MG +
KDR (34-35) minggu + P.bokong-kaki + AH.
25
Teori Kasus
Ketuban pecah dini atau
spontaneous/early/premature rupture of the
membrane (PROM) adalah pecahnya
selaput ketuban sebelum persalinan mulai
atau sebelum inpartu; yaitu bila pembukaan
pada primigravida < 3 cm dan pada
multigravida < 5 cm pada kehamilan di atas
20 minggu.
Pada kasus ini, pasien berusia 30
tahun datang ke RSUPM dengan
KDR (34-35) minggu tanpa adanya
tanda-tanda inpartu.
Pecahnya selaput ketuban pada kehamilan
di atas 20 minggu sebelum inpartu
disebabkan karena beberapa faktor risiko,
yaitu belum diketahui secara pasti, infeksi,
selaput ketuban terlalu tipis (kelainan
ketuban), multigravida, polihidramnion,
gemelli, hormonal, penyakit-penyakit
seperti pielonefritis, sistitis, dan vaginitis,
faktor-faktor predisposisi lainnya seperti :
malposisi, serviks inkompeten, diproporsi
sefalo remat, dan sebagainya.
Pada kasus ini, penyebabnya
diperkirakan yaitu infeksi karena
adanya riwayat keputihan sejak
awal kehamilan dan kehamilan
pasien merupakan kehamilan anak
ketiga (G3P2A0 / multigravida).
Ketuban pecah dini dapat diklasifikasikan
berdasarkan usia kehamilan, yaitu:2,3
1. PPROM (Preterm Premature Rupture of
The Membrane) ketuban pecah dini
yang terjadi pada usia kehamilan < 37
minggu.
2. TPROM (Term Premature Rupture of
The Membrane) ketuban pecah dini
yang terjadi pada usia kehamilan > 37
minggu.
Pada kasus ini, pasien termasuk
dalam KDR (34-35) minggu
sehingga diklasifikasikan dalam
PPROM (Preterm Premature
Rupture of The Membrane).
26
Pada anamnesa didapatkan pasien merasa
basah pada vagina atau mengeluarkan
cairan, berwarna putih jernih, keruh, kuning
kehijauan atau kecoklatan, sedikit-sedikit
atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari
jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai
demam jika sudah ada infeksi.
Pada kasus ini, pasien datang
dengan keluhan utama keluar air-
air dari kemaluan sejak ± 4 hari
yang lalu, berwarna putih jernih,
dan tidak berbau. Pasien tidak
mengeluhkan adanya demam.
Pada pemeriksaan fisik abdomen,
didapatkan uterus lunak dan tidak adanya
nyeri tekan. Tinggi fundus uteri harus
diukur dan dibandingkan dengan tinggi
yang diharapkan menurut HPHT. Palpasi
abdomen memberikan perkiraan ukuran
janin dan presentasi.
Pada kasus ini, pasien dilakukan
pemeriksaan abdomen dengan hasil
abdomen membesar asimetris, TFU
4 jari di bawah processus
xyphoideus (32 cm), tegang kiri,
terbawah bokong-kaki, gerak janin
(+), his (-), DJJ 140x/menit.
Pemeriksaan spekulum pertama kali
dilakukan untuk memeriksa adanya cairan
amnion dalam vagina. Perhatikan apakah
memang air ketuban keluar dari ostium uteri
eksternum dan apakah ada bagian selaput
ketuban yg sudah pecah. Tiga tanda penting
yang berkaitan dengan ketuban pecah dini
adalah:
1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada
forniks posterior
2. Nitrazine test : Kertas nitrazine merah
akan jadi biru
3. Ferning : Cairan dari forniks posterior di
tempatkan pada kaca objek dan
didiamkan dan cairan amnion
tersebut akan memberikan
Pada kasus ini, pemeriksaan
inspekulo : Tampak cairan
menggenang di introitus vagina,
dibersihkan, kesan : tidak mengalir
aktif. Portio erosi, FA (+), lividae
(+), darah (-).Valsalva test (-),
Nitrazine test (+).
27
gambaran seperti daun pakis.
Bila perlu lakukan tekanan ringan pada
fundus uteri atau ibu disuruh batuk atau
mengedan, disebut rematur valsalva.
Mengingat adanya risiko infeksi,
pemeriksaan dalam harus sangat dibatasi,
tidak ada indikasi untuk dilakukan
pemeriksaan dalam untuk pasien yang tidak
menunjukkan tanda-tanda persalinan
Pada kasus ini, pasien tidak
dilakukan periksa dalam karena
tidak ada tanda-tanda persalinan.
Pemeriksaan leukosit darah : bila leukosit
darah meningkat > 15.000/mm3
kemungkinan ada infeksi
Pada kasus ini, leukosit pasien
13.600/mm3
Pemeriksaan pH air ketuban : vagina
mempunyai keasaman 4,5 – 5,5 sedangkan
air ketuban mempunyai pH 7,0 – 7,5.
Sehingga dengan pecahnya selaput ketuban
pH vagina menjadi 6,0 – 8,1. Penentuan
cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes
lakmus (Nitrazin test) merah menjadi biru.
Pada kasus ini, pasien dilakukan
Nitrazine test dengan hasil positif
(lakmus merah menjadi biru).
Tes Arborisasi (Fern) : melakukan swab
pada forniks posterior vagina lalu
dihapuskan pada slide kaca dan dibiarkan
remature dengan udara selama 10 menit.
Pada pemeriksaan melalui mikroskop
didapatkan typical arborization atau pola
“fern” (seperti pakis) bila terdapat cairan
amnion. False positive disebabkan oleh
sidik jari, bedak, dan cairan sperma / semen.
Kardiotokografi : untuk menentukan ada
tidaknya kegawatan janin secara dini atau
Pada kasus ini, pasien tidak
dilakukan tes arborisasi (fern),
pemeriksaan kardiotokografi, tes
busa, dan amniosintesis tidak
dilakukan pada pasien ini.
Kesejahteraan janin dipantau
dengan memeriksa DJJ.
28
memantau kesejahteraan janin.
Amniosintesis : digunakan untuk
mengetahui rasio lesitin-sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk
mengevaluasi kematangan paru janin.
Tes Busa : Metode pemeriksaan ini
menawarkan hasil yang lebih cepat
didapatkan, mudah dilakukan, dan reagensia
yang mudah didapatkan. Cara melakukan
tes busa, yaitu masukkan cairan amnion 0,5
ml, larutan saline 0,9% sebanyak 0,5 ml,
dan etanol 95% sebanyak 1 ml ke dalam
tabung kaca berukuran 13 x 100 yang bersih
secara kimiawi dengan tutup sekrup plastik
berlapis teflon. Kemudian tabung dikocok
kuat selama 15 detik dan ditempatkan tegak
di rak selama 15 menit. Bertahannya cincin
gelembung secara utuh pada permukaan
antara udara dan cairan setelah 15 menit
dianggap sebagai uji positif.
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) :
pemeriksaan ultrasonografi untuk
menentukan indeks cairan amnion, usia
kehamilan, letak janin, letak plasenta, serta
jumlah air ketuban.
-JT, P.bokong-kaki, AH
-FM (+), FHR (+)
-BPD 85,1 mm
-AC 30,6 mm
-FL 67,8 mm
-AFI 3 cm
-EFW 2409gr
-Plasenta corpus anterior
Kesan : IUP (34-35)minggu +
P.bokong-kaki + AH
Penatalaksanaan kasus ketuban pecah dini Pada kasus ini, pasien
29
terbagi dua, yaitu:
1. Konservatif : rawat RS, beri remature,
beri kortikosteroid untuk pematangan paru
sesuai dengan usia kehamilan khususnya
jika sudah 34 minggu, observasi keadaan
ibu dan janin.
2. Aktif : untuk usia kehamilan > 37 minggu
lakukan terminasi kehamilan dengan
melihat pelvic score, lakukan induksi bila
perlu. Jika dilakukan induksi namun tidak
berhasil, pasien segera di rematu rematur.
direncanakan perawatan
konservatif dengan pemberian
terapi cairan IVFD RL 20gtt/menit,
remature profilaksis Inj. Ampicillin
1gr/8jam, kortikosteroid untuk
pematangan paru janin Inj.
Dexamethasone 6gr/12 jam selama
48 jam karena usia kehamilan ibu
34-35 minggu.
Komplikasi yang timbul akibat ketuban
pecah dini bergantung pada usia kehamilan,
yaitu persalinan remature, hipoksia dan
asfiksia janin, sindroma deformitas janin,
dan infeksi ibu-janin
Pada kasus ini, ditakutkan akan
terjadi komplikasi berupa infeksi
ibu-janin dan persalinan remature
Prognosis pada ketuban pecah dini
bergantung pada kondisi ibu dan anak, usia
kehamilan, penanganan yang diberikan, dan
penyulit yang ada. Pada umumnya,
prognosis ketuban pecah dini adalah ragu-
ragu menuju baik, namun jika disertai
penyulit seperti kematian janin dan sepsis,
prognosis akan menjadi ragu-ragu menuju
buruk.
Pada kasus ini, prognosisnya dubia
ad bonam karena tidak ada
penyulit.
BAB 6
PERMASALAHAN
30
Adapun permasalahan yang timbul dari laporan kasus ini adalah :
1. Apakah penanganan yang diberikan dokter pada kasus ini sudah tepat?
2. Apakah peran dokter umum pada kasus seperti ini?
BAB 7
KESIMPULAN
31
Ketuban pecah dini atau spontaneous/early/premature rupture of the
membrane (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan mulai
atau sebelum inpartu; yaitu bila pembukaan pada primigravida < 3 cm dan pada
multigravida < 5 cm pada kehamilan di atas 20 minggu. Pecahnya selaput ketuban
pada kehamilan di atas 20 minggu sebelum inpartu disebabkan karena beberapa
faktor risiko, yaitu belum diketahui secara pasti, infeksi, selaput ketuban terlalu
tipis (kelainan ketuban), multigravida, polihidramnion, gemelli, hormonal,
penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, dan vaginitis, faktor-faktor
predisposisi lainnya seperti : malposisi, serviks inkompeten, diproporsi sefalo
pelvik, dan sebagainya. Ketuban pecah dini dapat diklasifikasikan berdasarkan
usia kehamilan, yaitu: PPROM (Preterm Premature Rupture of The Membrane)
ketuban pecah dini yang terjadi pada usia kehamilan < 37 minggu dan TPROM
(Term Premature Rupture of The Membrane) ketuban pecah dini yang terjadi
pada usia kehamilan > 37 minggu. Untuk mendiagnosis ketuban pecah dini
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Adapun
pelaksanaan kasus ini adalah dengan dua cara, yaitu konservatif dan aktif sesuai
usia kehamilan, serta perlunya pemberian kortikosteroid untuk mematangkan paru
janin. Komplikasi yang dapat tejadi yaitu persalinan premature, hipoksia, asfiksia
janin, sindrma deformitas janin, dan infeksi ibu-janin. Prognosis pada ketuban
pecah dini bergantung pada kondisi ibu dan anak, usia kehamilan, penanganan
yang diberikan, dan penyulit yang ada. Pada umumnya, prognosis ketuban pecah
dini adalah ragu-ragu menuju baik, namun jika disertai penyulit seperti kematian
janin dan sepsis, prognosis akan menjadi ragu-ragu menuju buruk.
DAFTAR PUSTAKA
32
1. Mercer BM. Preterm Premature Rupture of The Membranes. Obstet Gynecol
2003; 101; 178-193
2. El Messidi A, Cameron A. Diagnosis of Premature Rupture of Membranes:
Inspiration from the past and insight for the future. J Obstet Gynaecol 2010;
32(6): 561-669
3. Mohr T. Premature rupture of the membranes. Gynakol Geburtsmed Gynakol
Endokrinol 2009; 5(1): 28-36
4. Prevost, T.P. Biomechanic of Human Chorioamnion. Department of
Materials Science and Engineering of Massachusets Institute of Technology.
Massachusets. 2006 : 13-23
5. Soewarto. S. Ketuban Pecah Dini. Dalam : Ilmu Kebidanan Edisi Keempat
Bab 52. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2011 : 678-82
6. Cunningham F.G, Mac Donald P.C, Gant N.F, et al. Plasenta dan Membran
Janin. In : William’s Obstetric 21th ed. Vol. 1. Mc Graw-Hill, 2006 : 91-113.
7. Mohchtar, R. Ketuban Pecah Dini. Dalam : Sinopsis Obstetri Edisi 3 Jilid I.
EGC. Jakarta. 2011 : 255-8
8. Lumbantobing, J. Nasution, S.A. Ketuban Pecah Dini. Dalam : Standar
Pelayanan Medik SMF. Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Dr.
Pirngadi. Medan. 2014 (3) : 46-48
9. Parry, S., Strauss, J.S. Mechanism of Disease-Premature Rupture of Fetal
Membrane. New England Journal Medicine. Massachusets. 2006. Feb; 338
(10) : 1-8
10. Simhan HN, Canavan TP. Preterm premature rupture of membranes:
diagnosis, evaluation and management strategies. BJOG: International
Journal of Obstetric and Gynaecology 2005;112(1): 32-37
11. Medina TM, Hill DA. Preterm premature rupture of membranes: diagnosis
and management. American Family Physicians 2006; 73(4): 659-664
12. American College of Obstetricians and Gynecologists. Premature ruptures of
membranes. Practice Bulletin American College of Obstetricians and
Gynecologists 2013; 122(4): 918-930
33