ketuban pecah dini (2) - copy
TRANSCRIPT
-
1 Sableng ^-^
FAKTOR-FAKTOR RESIKO KETUBAN PECAH DINI (KPD)
DAN PENANGANANNYA
I. Pendahuluan
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang
sangat erat ikatannya. Lapisan terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim, dan sel
trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air
ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi.(1)
Ketuban pecah dini atau spontaneus/ early/ premature rupture of membrane
(PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan
tanda-tanda persalinan/ inpartu. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja, baik pada
kehamilan aterm maupun preterm. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan
mengalami ketuban pecah dini. Pada kehamilan kurang dari 37 minggu, jika terjadi ketuban
pecah disebut ketuban pecah dini preterm/ preterm prematur rupture of the membrane
(PPROM).(1,2)
. Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput ketuban
berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraselular
amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap
stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti
prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas matrix degrading
enzyme.(1)
Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan yang
menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung pada
selaput ketuban ataupun asenderen dari vagina atau serviks. Selain itu fisiologi
selaput ketuban yang abnormal, serviks inkompetensia, kelainan letak janin, usia
wanita kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, faktor golongan darah, faktor
multigraviditas/paritas, merokok, keadaan sosial ekonomi, perdarahan antepartum,
riwayat abortus dan persalinan preterm sebelumnya, riwayat KPD sebelumnya,
defisiensi gizi yaitu tembaga atau asam askorbat, ketegangan rahim yang
berlebihan, kesempitan panggul, kelelahan ibu dalam bekerja, serta trauma yang
didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam dan amniosintesis.(3)
-
2 Sableng ^-^
II. Definisi
Ketuban pecah dini atau spontaneus/ early/ premature rupture of membrane
(PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan
tanda-tanda persalinan/ inpartu. Keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur
dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya dilatasi serviks atau bila satu jam
kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan. Periode laten merupakan interval waktu dari
pecahnya ketuban hingga mulainya persalinan.(1, 2, 4)
III. Epidemiologi
Prevalensi KPD berkisar antara 3 -18% dari seluruh kehamilan. Pada kehamilan
aterm insidensinya bervariasi antara 6 - 19%, sedangkan pada kehamilan preterm
insidensinya 2 % dari semua kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan
berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan
penelitian lain yang lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan
dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti :
korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar
antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80%
kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari.7 ketika PPROM terjadi pada
usia kehamilan 28 dan 34 minggu, sekitar 50% pasien akan melahirkan dalam waktu 24 jam dan
sekitar 80% hingga 90% pasien akan melahirkan dalam waktu 1 minggu. Sebelum usia
kehamilan 26 minggu, sekitar 50% pasien akan melahirkan dalam waktu 1 minggu.(3)
IV. Etiologi dan Faktor Resiko
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan beberapa
faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi asendens dapat mengganggu biokimia pada selaput ketuban, sehingga
dapat pecah. Naeye mengobservasi hubungan antara KPD preterm dengan histologi
korioamniositis. Studi histology menunjukkan bahwa terdapat banyak kontaminasi bakteri
signifikan sepanjang koriodesidual pada membrane KPD preterm. Infeksi menyebabkan
produksi sitokin dan prostaglandin (E2 dan F2) meningkat dengan meningkatkan produksi
metalloproteinase untuk meningkatkan kolagenolisis. Lebih lanjut, infeksi dapat menyebabkan
-
3 Sableng ^-^
maturasi dari seviks dan menyebabkan kelahiran. Prostaglandin menstimulasi kontraksi uterus,
metalloprotease menipiskan serviks dan membrane sehingga terjadi ketuban pecah dini. (5, 6)
2. Faktor paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat
rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.
Ibu yang telah melahirkan
beberapa kali lebih beresiko mengalami KPD, oleh karena vaskularisasi uterus
mengalami gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah
rapuh dan akhirnya pecah spontan.(3)
3. Riwayat KPD sebelumnya
Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali.
Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat adanya penurunan
kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya KPD aterm dan
KPD preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami KPD
pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan
lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak
mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah
rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan
berikutnya.(3)
4. Kehamilan kembar
Kehamilan kembar dapat memberikan risiko yang lebih tinggi baik bagi
janin maupun ibu. Wanita dengan kehamilan kembar berisiko tinggi mengalami
KPD. Hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan massa plasenta dan produksi
hormon yang
dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat sehingga sewaktu-waktu
selaput ketuban dapat pecah secara tiba-tiba yang dapat diidentifikasi sebagai
KPD.(3)
5. Jumlah Cairan Ketuban
Jumlah cairan ketuban yang banyak dapat menyebabkan terjadinya KPD.
Hidramnion dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga
membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya. (5)
-
4 Sableng ^-^
6. Bagian Terbawah Janin
Letak sungsang dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat,
sehingga membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya. Karena bokong
dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar daripada kepala maka bokong
dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas difundus uteri, sedangkan kepala
berada dalam ruangan yang lebih kecil disegmen bawah uterus. (2)
7. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2012) pola pekerjaan ibu
hamil berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat hamil yang
terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi tiga jam perhari dapat berakibat
kelelahan. Kelelahan dalam bekerja menyebabkan lemahnya korion amnion
sehingga timbul ketuban pecah dini. Hasil penelitian Nurhadi (2006) menyatakan
bahwa ibu yang bekerja dan lama kerja 40 jam/minggu dapat meningkatkan
risiko sebesar 1,7 kali mengalami KPD dibandingkan dengan ibu yang tidak
bekerja. Hal ini disebabkan karena pekerjaan fisik ibu juga berhubungan dengan
keadaan sosial ekonomi.(3)
8. Faktor- faktor lain
Diduga pada wanita dengan defisiensi vitamin C dan perokok dapat
menjadi faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini.(1)
V. Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban
karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Selaput ketuban pecah karena pada
daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh,
bukan karena selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi
ekstraselular matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan
aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.(1)
Pada ketuban pecah dini terjadi beberapa perubahan seperti penurunan jumlah
jaringan kolagen, terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas
kolagenolitik. Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. MMP merupakan suatu grup
enzim yang dapat memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut
-
5 Sableng ^-^
diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix
dari kolagenfibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang
juga memecah kolagen tipe IV. Selaput ketuban juga memproduksi tissue inhibitor
metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan
TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama
dengan TIMP-1.(1)
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena
aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati
persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, dimana kadar MMP yang meningkat dan
penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks
ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan
degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada
kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease
yang meningkat terutama MMP-9 dan kadar TIMP-1 yang rendah. (5)
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada
struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang
diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan
dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Kadar zat tersebut didapatkan lebih rendah
pada wanita dengan ketuban pecah dini dan pada wanita perokok.(1, 5)
VI. Diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien KPD, pasien merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan
yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, kecoklatan sedikit-sedikit maupun banyak,
secara tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah terjadi
infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus.
Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20 minggu. (8)
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya nyeri tekan.
Tinggi fundus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari pertama
haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi.(8)
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD adalah untuk mengambil sampel cairan
ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan
-
6 Sableng ^-^
bakteriologis serta memeriksa apakah air tersebut adalah ketuban atau bukan. Pemeriksaan
dengan spekulum merupakan pemeriksaan yang penting dilakukan pada ketuban pecah dini.(9)
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah(9, 10)
:
Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
Nitrazine Test : Dengan menggunakan kapas lidi steril untuk mengambil
cairan di forniks posterior dan dites menggunakan kertas nitrazin, jika cairan
tersebut adalah air ketuban, kertas nitrazin merah akan berubah warna menjadi biru
yang menunjukkan kondisi alkali (pH 7,0- 7,25)
Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan
didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti daun pakis.
Selama pemeriksaan spekulum, serviks pasien sebaiknya diinspeksi untuk menentukan
dilatasi serviks.9 Jika cairan vagina signifikan, cairan tersebut dapat dikirim untuk pemeriksan
kematangan paru janin jika usia kehamilan kurang dari 32 minggu. Sekret serviks sebaiknya
dikirim untuk dikultur dan sebaiknya dilakukan wet mount.2,9
Tes lain untuk menkonfirmasi
KPD adalah dengan mengobservasi kehilangan cairan dari serviks pasien ketika
pasien batuk selama pemeriksaan inspekulo. Jika pemeriksa tidak dapat
mengkonfirmasi apakah ini adalah suatu KPD atau bukan dan pasien dicurigai
KPD, dapat dilakukan amniosintesis dan diinjeksikan larutan Evans blue atau
indigo carmine dye dan meletakkan under pad dibawah pasien. Jika hasilnya
positif, setelah 15-30 menit, under pad tersebut akan berwarna biru.(1, 2, 9)
Gambar 1. Bentuk seperti daun pakis (6)
Ketika KPD sudah dikonfirmasi, pemeriksaan fisis yang lain penting
dilakukan untuk melihat tanda-tanda infeksi yang lain. Pada pasien dengan KPD
tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam.(9, 11)
-
7 Sableng ^-^
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain: (5)
Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan ada infeksi.
USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak plasenta,
gradasi plasenta serta jumlah air ketuban. Jumlah cairan ketuban normal adalah 500- 1500
mL.
Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini atau
memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, denyut
jantung janin akan meningkat.
Tabel 1. Indeks Cairan Amnion (5)
VII. Penatalaksanaan
Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari). Jika usia kehamilan <
32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar
lagi. Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif: beri
deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada
kehamilan 37 minggu.(1)
Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu,
ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-
tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 - 37 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan jika memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg
setiap 6 jam sebanyak 4 kali. (1)
-
8 Sableng ^-^
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Jika gagal lakukan seksio sesarea.
Dapat pula diberikan misoprostol 25 50 g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada
tanda-tanda infeksi, berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri jika.(1)
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
Medikasi
Antibiotik
Salah satu studi yang dilakukan mengenai PPROM adalah menggunakan
antibiotik untuk memperpanjang usia gestasi. Pengobatan dengan
antibiotik sebagai pengobatan konservatif dapat berpotensi untuk: (7,12)
o Mengobati atau mencegah infeksi ascendens
o Mencegah korioamnionitis
o Menurunkan sepsis neonatal
o Memperpanjang periode laten
Tujuan pemberian terapi antibiotik adalah sebagai antimikroba spektrum
luas, untuk bakteri gram-positif dan gram-negatif.(7)
Regimen antibiotik yang diberikan untuk memperpanjang periode laten
dan meningkatkan outcome perinatal, yaitu(7)
:
o Ampicillin, 2 g dan erythromycin, 250 mg, secara intravena setiap
6 jam untuk 48 jam pertama, diikuti dengan pemberian amoxicillin,
250 mg, dan erythromycin, 300 mg, per oral setiap 8 jam selama 5
hari.
Studi yang dilakukan oleh ORACLE menunjukkan bahwa penggunaan
erythromycin meningkatkan morbiditas neonatal dan berhubungan dengan
memperlambat periode laten. (13)
Kortikosteroid
Karena pasien dengan PPROM memiliki resiko morbiditas perinatal yang
signifikan, pemberian kortikosteroid antenatal diberikan untuk keuntungan
fetal. Pemberian tunggal menurunkan insidens neonatal respiratory
-
9 Sableng ^-^
distress syndrome, perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis
serta digunakan untuk pematangan paru.(7)
Dosis regimen yang digunakan, adalah (7):
o Betamethasone, 12 mg IM setiap 24 jam untuk dua dosis, atau
o Dexamethasone, 6 mg IM setiap 12 jam untuk empat dosis.
Grafik 1. Alur Terapi KPD(14)
Terapi Tokolitik
Keterbatasan data yang tersedia tidak begitu membantu untuk menentukan
apakah terapi tokolitik diindikasikan untuk KPD preterm. Seperti yang telah
dijelaskan, pemberian kortikosteroid dan antibiotik menguntungkan bila diberikan
kepada pasien dengan KPD prematur, tetapi tidak ada penelitian mengenai
kombinasi terapi tersebut dengan tokolisis yang tersedia. Terapi tokolitik dapat
-
10 Sableng ^-^
memperpanjang periode laten untuk waktu yang singkat tetapi tidak
meningkatkan outcomes.(14, 15)
Amnioinfusion
Miyazaki dan Taylor (1983) memasukkan salin melalui kateter secara
intrauterine pada wanita dengan deselerasi yang bervariasi atau deselerasi yang
lama. Terapi ini meningkatkan denyut jantung bayi pada wanita pada studi ini.
Pada penelitian yang lain, Miyazaki dan Nevarez (1985) melakukan penelitian
pada 96 wanita nulipara dengan kompresi tali pusat dan ditemukan wanita yang
dilakukan terapi amnioinfusion lebih jarang dilakukan operasi sesar akibat gawat
janin.
Pada beberapa laporan, transvaginal amnioinfusion dilakukan pada 3
keadaan klinis:
1. Pengobatan dari deselerasi yang bervariasi atau yang lama
2. Profilaksis untuk kasus oligohidramnion, akibat dari KPD
3. Untuk dilusi dari mekonium yang tebal
Telah banyak dilaporkan mengenai adanya protokol amnioinfusion yang
berbeda, tetapi kebanyakan dimasukkan 500 mL hingga 800 mL saline hangat
kemudian dilanjutkan dengan infus 3 mL per menit. Pada studi lain yang
dilakukan oleh Rinehart dan kawan-kawan (2000) memberikan 500 mL salin
bolus secara acak pada suhu ruangan, atau 500 mL bolus kemudian dilanjutkan
dengan infus 3 mL per menit. Studi ini terdiri dari 65 wanita dengan deselerasi
bervariasi dan investigator tidak menemukan metode lain lebih baik.(16)
VIII. Komplikasi
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung
umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam 24 jam setelah ketuban pecah.
Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan
antara 28 - 34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu. (1)
-
11 Sableng ^-^
Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, dan omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering
terjadi dibandingkan pada aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah
dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.(1)
Tabel 2. Komplikasi KPD preterm (14)
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.(1)
Sindrom deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasia
pulmonal.(1)
IX. Prognosis KPD
Ditentukan berdasarkan umur dari kehamilan, penatalaksanaan dan komplikasi-
komplikasi yang mungkin timbul.(1)
-
12 Sableng ^-^
DAFTAR PUSTAKA
1. Soewarto, S. Ketuban Pecah Dini. Dalam Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.
Edisi ke-Empat. 2010. P. 677-682.
2. Velemhnska, M. Management of Pregnancy with Premature Rupture
Membranes. In Journal of Health Sciences Management and Public
Health. P 193-7.
3. Tahir, S; Seweng, A; Abdullah, Z. Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini
di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa. Akademi Kebidanan
Muhammadiyah Makassar. 2012.
4. Ronald, S. Gibss, et al. Premature Rupture of The Membranes. Danforths
Obstetrics and Gynecology. Lippincott Williams & Wilkins. Tenth
Edition. Chapter 12, P.187.
5. Mohr. T. Prenatal Diagnostics and Obstetrics: Premature Rupture of The
Membranes. Gynakol Geburtsmed Gynakol Endokrinol 2009; 5(1):2836.
6. Gabbe, G. Steven, et al. Preterm Premature Rupture of Membranes.
Obstetrics Normal and Problem Pregnancies. Fourth Edition. 2002.
Chapter 23.
7. Evans, T. Arthur. Preterm Labor, Premature Rupture of Membranes.
Manual of Obstetrics. Seventh Edition. 2007. Lippincott Williams &
Wilkins. P.136-146
8. Fortner, B. Kimberly, et al. Preterm Labor and Premature Rupture of
Membranes. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics.
Third Edition. 2007. Lippincott Williams & Wilkins. P.123-127.
9. Decherney, MD. Alan, et al. Premature Rupture of Membranes. Current
Diagnosis and Treatments in Obstetrics and Gynecology. The McGraw-
Hills Companies; 2006. Chapter 15.
10. Sakala, M.D., Peter. Sakala. Premature Rupture of Membranes. Kaplan
Obstetrics and Gynecology. Obstetrical Complications. 2006. P.57.
11. Institute of Obstetricians and Gynaecologists, Royal College of Physicians
of Ireland and Directorate of Strategy and Clinical Care, Health Service
-
13 Sableng ^-^
Executive. Clinical Practice Guideline. Preterm Prelabour Rupture of The
Membranes (PPROM). 2013.
12. SGOC Clinical Practice Guideline. Antibiotic Therapy in Preterm
Premature Rupture of The Membranes. JOGC No.233, September 2009. P
863-7.
13. Edmonds, D. Keith. Premature Rupture of Membranes. Dewhursts
Textbook Of Obstetrics & Gynaecology. Seventh Edition. 2007. P.190.
14. Medina, T; Hill, DA. Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis and
Management. American Family Physician. February, 2006. Volume 73, Number 4. P
659- 664.
15. Gabbe, G. Steven. Premature Rupture Of The Membranes. Obstetrics
Normal and Problem Pregnancies. Five Edition. 2007. Chapter 27.
16. Cunningham et al. Management Options with Fetal Distress. In
Williams Obstetrics. 22nd edition. 2005. P. 262.