ketuban pecah dini (2) - copy

Upload: pun212

Post on 19-Oct-2015

258 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1 Sableng ^-^

    FAKTOR-FAKTOR RESIKO KETUBAN PECAH DINI (KPD)

    DAN PENANGANANNYA

    I. Pendahuluan

    Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang

    sangat erat ikatannya. Lapisan terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim, dan sel

    trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air

    ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi.(1)

    Ketuban pecah dini atau spontaneus/ early/ premature rupture of membrane

    (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan

    tanda-tanda persalinan/ inpartu. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja, baik pada

    kehamilan aterm maupun preterm. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan

    mengalami ketuban pecah dini. Pada kehamilan kurang dari 37 minggu, jika terjadi ketuban

    pecah disebut ketuban pecah dini preterm/ preterm prematur rupture of the membrane

    (PPROM).(1,2)

    . Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput ketuban

    berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraselular

    amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap

    stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti

    prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas matrix degrading

    enzyme.(1)

    Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan yang

    menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung pada

    selaput ketuban ataupun asenderen dari vagina atau serviks. Selain itu fisiologi

    selaput ketuban yang abnormal, serviks inkompetensia, kelainan letak janin, usia

    wanita kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, faktor golongan darah, faktor

    multigraviditas/paritas, merokok, keadaan sosial ekonomi, perdarahan antepartum,

    riwayat abortus dan persalinan preterm sebelumnya, riwayat KPD sebelumnya,

    defisiensi gizi yaitu tembaga atau asam askorbat, ketegangan rahim yang

    berlebihan, kesempitan panggul, kelelahan ibu dalam bekerja, serta trauma yang

    didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam dan amniosintesis.(3)

  • 2 Sableng ^-^

    II. Definisi

    Ketuban pecah dini atau spontaneus/ early/ premature rupture of membrane

    (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan

    tanda-tanda persalinan/ inpartu. Keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur

    dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya dilatasi serviks atau bila satu jam

    kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan. Periode laten merupakan interval waktu dari

    pecahnya ketuban hingga mulainya persalinan.(1, 2, 4)

    III. Epidemiologi

    Prevalensi KPD berkisar antara 3 -18% dari seluruh kehamilan. Pada kehamilan

    aterm insidensinya bervariasi antara 6 - 19%, sedangkan pada kehamilan preterm

    insidensinya 2 % dari semua kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan

    berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan

    penelitian lain yang lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan

    dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti :

    korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar

    antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80%

    kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari.7 ketika PPROM terjadi pada

    usia kehamilan 28 dan 34 minggu, sekitar 50% pasien akan melahirkan dalam waktu 24 jam dan

    sekitar 80% hingga 90% pasien akan melahirkan dalam waktu 1 minggu. Sebelum usia

    kehamilan 26 minggu, sekitar 50% pasien akan melahirkan dalam waktu 1 minggu.(3)

    IV. Etiologi dan Faktor Resiko

    Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan beberapa

    faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara lain:

    1. Infeksi

    Adanya infeksi asendens dapat mengganggu biokimia pada selaput ketuban, sehingga

    dapat pecah. Naeye mengobservasi hubungan antara KPD preterm dengan histologi

    korioamniositis. Studi histology menunjukkan bahwa terdapat banyak kontaminasi bakteri

    signifikan sepanjang koriodesidual pada membrane KPD preterm. Infeksi menyebabkan

    produksi sitokin dan prostaglandin (E2 dan F2) meningkat dengan meningkatkan produksi

    metalloproteinase untuk meningkatkan kolagenolisis. Lebih lanjut, infeksi dapat menyebabkan

  • 3 Sableng ^-^

    maturasi dari seviks dan menyebabkan kelahiran. Prostaglandin menstimulasi kontraksi uterus,

    metalloprotease menipiskan serviks dan membrane sehingga terjadi ketuban pecah dini. (5, 6)

    2. Faktor paritas

    Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat

    rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.

    Ibu yang telah melahirkan

    beberapa kali lebih beresiko mengalami KPD, oleh karena vaskularisasi uterus

    mengalami gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah

    rapuh dan akhirnya pecah spontan.(3)

    3. Riwayat KPD sebelumnya

    Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali.

    Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat adanya penurunan

    kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya KPD aterm dan

    KPD preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami KPD

    pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan

    lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak

    mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah

    rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan

    berikutnya.(3)

    4. Kehamilan kembar

    Kehamilan kembar dapat memberikan risiko yang lebih tinggi baik bagi

    janin maupun ibu. Wanita dengan kehamilan kembar berisiko tinggi mengalami

    KPD. Hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan massa plasenta dan produksi

    hormon yang

    dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat sehingga sewaktu-waktu

    selaput ketuban dapat pecah secara tiba-tiba yang dapat diidentifikasi sebagai

    KPD.(3)

    5. Jumlah Cairan Ketuban

    Jumlah cairan ketuban yang banyak dapat menyebabkan terjadinya KPD.

    Hidramnion dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga

    membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya. (5)

  • 4 Sableng ^-^

    6. Bagian Terbawah Janin

    Letak sungsang dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat,

    sehingga membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya. Karena bokong

    dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar daripada kepala maka bokong

    dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas difundus uteri, sedangkan kepala

    berada dalam ruangan yang lebih kecil disegmen bawah uterus. (2)

    7. Faktor tingkat sosio-ekonomi

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2012) pola pekerjaan ibu

    hamil berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat hamil yang

    terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi tiga jam perhari dapat berakibat

    kelelahan. Kelelahan dalam bekerja menyebabkan lemahnya korion amnion

    sehingga timbul ketuban pecah dini. Hasil penelitian Nurhadi (2006) menyatakan

    bahwa ibu yang bekerja dan lama kerja 40 jam/minggu dapat meningkatkan

    risiko sebesar 1,7 kali mengalami KPD dibandingkan dengan ibu yang tidak

    bekerja. Hal ini disebabkan karena pekerjaan fisik ibu juga berhubungan dengan

    keadaan sosial ekonomi.(3)

    8. Faktor- faktor lain

    Diduga pada wanita dengan defisiensi vitamin C dan perokok dapat

    menjadi faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini.(1)

    V. Patofisiologi

    Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban

    karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Selaput ketuban pecah karena pada

    daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh,

    bukan karena selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi

    ekstraselular matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan

    aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.(1)

    Pada ketuban pecah dini terjadi beberapa perubahan seperti penurunan jumlah

    jaringan kolagen, terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas

    kolagenolitik. Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang

    dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. MMP merupakan suatu grup

    enzim yang dapat memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut

  • 5 Sableng ^-^

    diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix

    dari kolagenfibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang

    juga memecah kolagen tipe IV. Selaput ketuban juga memproduksi tissue inhibitor

    metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan

    TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama

    dengan TIMP-1.(1)

    Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena

    aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati

    persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, dimana kadar MMP yang meningkat dan

    penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks

    ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan

    degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada

    kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease

    yang meningkat terutama MMP-9 dan kadar TIMP-1 yang rendah. (5)

    Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada

    struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang

    diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan

    dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Kadar zat tersebut didapatkan lebih rendah

    pada wanita dengan ketuban pecah dini dan pada wanita perokok.(1, 5)

    VI. Diagnosis

    1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

    Anamnesa pasien KPD, pasien merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan

    yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, kecoklatan sedikit-sedikit maupun banyak,

    secara tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah terjadi

    infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus.

    Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20 minggu. (8)

    Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya nyeri tekan.

    Tinggi fundus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari pertama

    haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi.(8)

    2. Pemeriksaan dengan spekulum

    Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD adalah untuk mengambil sampel cairan

    ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan

  • 6 Sableng ^-^

    bakteriologis serta memeriksa apakah air tersebut adalah ketuban atau bukan. Pemeriksaan

    dengan spekulum merupakan pemeriksaan yang penting dilakukan pada ketuban pecah dini.(9)

    Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah(9, 10)

    :

    Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.

    Nitrazine Test : Dengan menggunakan kapas lidi steril untuk mengambil

    cairan di forniks posterior dan dites menggunakan kertas nitrazin, jika cairan

    tersebut adalah air ketuban, kertas nitrazin merah akan berubah warna menjadi biru

    yang menunjukkan kondisi alkali (pH 7,0- 7,25)

    Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan

    didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti daun pakis.

    Selama pemeriksaan spekulum, serviks pasien sebaiknya diinspeksi untuk menentukan

    dilatasi serviks.9 Jika cairan vagina signifikan, cairan tersebut dapat dikirim untuk pemeriksan

    kematangan paru janin jika usia kehamilan kurang dari 32 minggu. Sekret serviks sebaiknya

    dikirim untuk dikultur dan sebaiknya dilakukan wet mount.2,9

    Tes lain untuk menkonfirmasi

    KPD adalah dengan mengobservasi kehilangan cairan dari serviks pasien ketika

    pasien batuk selama pemeriksaan inspekulo. Jika pemeriksa tidak dapat

    mengkonfirmasi apakah ini adalah suatu KPD atau bukan dan pasien dicurigai

    KPD, dapat dilakukan amniosintesis dan diinjeksikan larutan Evans blue atau

    indigo carmine dye dan meletakkan under pad dibawah pasien. Jika hasilnya

    positif, setelah 15-30 menit, under pad tersebut akan berwarna biru.(1, 2, 9)

    Gambar 1. Bentuk seperti daun pakis (6)

    Ketika KPD sudah dikonfirmasi, pemeriksaan fisis yang lain penting

    dilakukan untuk melihat tanda-tanda infeksi yang lain. Pada pasien dengan KPD

    tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam.(9, 11)

  • 7 Sableng ^-^

    3. Pemeriksaan penunjang

    Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain: (5)

    Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan ada infeksi.

    USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak plasenta,

    gradasi plasenta serta jumlah air ketuban. Jumlah cairan ketuban normal adalah 500- 1500

    mL.

    Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini atau

    memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, denyut

    jantung janin akan meningkat.

    Tabel 1. Indeks Cairan Amnion (5)

    VII. Penatalaksanaan

    Konservatif

    Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila

    tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari). Jika usia kehamilan <

    32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar

    lagi. Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif: beri

    deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada

    kehamilan 37 minggu.(1)

    Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik

    (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu,

    ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-

    tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 - 37 minggu, berikan steroid untuk memacu

    kematangan paru janin dan jika memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap

    minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg

    setiap 6 jam sebanyak 4 kali. (1)

  • 8 Sableng ^-^

    Aktif

    Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Jika gagal lakukan seksio sesarea.

    Dapat pula diberikan misoprostol 25 50 g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada

    tanda-tanda infeksi, berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri jika.(1)

    a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak

    berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

    b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

    Medikasi

    Antibiotik

    Salah satu studi yang dilakukan mengenai PPROM adalah menggunakan

    antibiotik untuk memperpanjang usia gestasi. Pengobatan dengan

    antibiotik sebagai pengobatan konservatif dapat berpotensi untuk: (7,12)

    o Mengobati atau mencegah infeksi ascendens

    o Mencegah korioamnionitis

    o Menurunkan sepsis neonatal

    o Memperpanjang periode laten

    Tujuan pemberian terapi antibiotik adalah sebagai antimikroba spektrum

    luas, untuk bakteri gram-positif dan gram-negatif.(7)

    Regimen antibiotik yang diberikan untuk memperpanjang periode laten

    dan meningkatkan outcome perinatal, yaitu(7)

    :

    o Ampicillin, 2 g dan erythromycin, 250 mg, secara intravena setiap

    6 jam untuk 48 jam pertama, diikuti dengan pemberian amoxicillin,

    250 mg, dan erythromycin, 300 mg, per oral setiap 8 jam selama 5

    hari.

    Studi yang dilakukan oleh ORACLE menunjukkan bahwa penggunaan

    erythromycin meningkatkan morbiditas neonatal dan berhubungan dengan

    memperlambat periode laten. (13)

    Kortikosteroid

    Karena pasien dengan PPROM memiliki resiko morbiditas perinatal yang

    signifikan, pemberian kortikosteroid antenatal diberikan untuk keuntungan

    fetal. Pemberian tunggal menurunkan insidens neonatal respiratory

  • 9 Sableng ^-^

    distress syndrome, perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis

    serta digunakan untuk pematangan paru.(7)

    Dosis regimen yang digunakan, adalah (7):

    o Betamethasone, 12 mg IM setiap 24 jam untuk dua dosis, atau

    o Dexamethasone, 6 mg IM setiap 12 jam untuk empat dosis.

    Grafik 1. Alur Terapi KPD(14)

    Terapi Tokolitik

    Keterbatasan data yang tersedia tidak begitu membantu untuk menentukan

    apakah terapi tokolitik diindikasikan untuk KPD preterm. Seperti yang telah

    dijelaskan, pemberian kortikosteroid dan antibiotik menguntungkan bila diberikan

    kepada pasien dengan KPD prematur, tetapi tidak ada penelitian mengenai

    kombinasi terapi tersebut dengan tokolisis yang tersedia. Terapi tokolitik dapat

  • 10 Sableng ^-^

    memperpanjang periode laten untuk waktu yang singkat tetapi tidak

    meningkatkan outcomes.(14, 15)

    Amnioinfusion

    Miyazaki dan Taylor (1983) memasukkan salin melalui kateter secara

    intrauterine pada wanita dengan deselerasi yang bervariasi atau deselerasi yang

    lama. Terapi ini meningkatkan denyut jantung bayi pada wanita pada studi ini.

    Pada penelitian yang lain, Miyazaki dan Nevarez (1985) melakukan penelitian

    pada 96 wanita nulipara dengan kompresi tali pusat dan ditemukan wanita yang

    dilakukan terapi amnioinfusion lebih jarang dilakukan operasi sesar akibat gawat

    janin.

    Pada beberapa laporan, transvaginal amnioinfusion dilakukan pada 3

    keadaan klinis:

    1. Pengobatan dari deselerasi yang bervariasi atau yang lama

    2. Profilaksis untuk kasus oligohidramnion, akibat dari KPD

    3. Untuk dilusi dari mekonium yang tebal

    Telah banyak dilaporkan mengenai adanya protokol amnioinfusion yang

    berbeda, tetapi kebanyakan dimasukkan 500 mL hingga 800 mL saline hangat

    kemudian dilanjutkan dengan infus 3 mL per menit. Pada studi lain yang

    dilakukan oleh Rinehart dan kawan-kawan (2000) memberikan 500 mL salin

    bolus secara acak pada suhu ruangan, atau 500 mL bolus kemudian dilanjutkan

    dengan infus 3 mL per menit. Studi ini terdiri dari 65 wanita dengan deselerasi

    bervariasi dan investigator tidak menemukan metode lain lebih baik.(16)

    VIII. Komplikasi

    Persalinan Prematur

    Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung

    umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam 24 jam setelah ketuban pecah.

    Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan

    antara 28 - 34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26

    minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu. (1)

  • 11 Sableng ^-^

    Infeksi

    Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi

    korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, dan omfalitis. Umumnya terjadi

    korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering

    terjadi dibandingkan pada aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah

    dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.(1)

    Tabel 2. Komplikasi KPD preterm (14)

    Hipoksia dan Asfiksia

    Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga

    terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat

    oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.(1)

    Sindrom deformitas janin

    Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin

    terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasia

    pulmonal.(1)

    IX. Prognosis KPD

    Ditentukan berdasarkan umur dari kehamilan, penatalaksanaan dan komplikasi-

    komplikasi yang mungkin timbul.(1)

  • 12 Sableng ^-^

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Soewarto, S. Ketuban Pecah Dini. Dalam Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.

    Edisi ke-Empat. 2010. P. 677-682.

    2. Velemhnska, M. Management of Pregnancy with Premature Rupture

    Membranes. In Journal of Health Sciences Management and Public

    Health. P 193-7.

    3. Tahir, S; Seweng, A; Abdullah, Z. Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini

    di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa. Akademi Kebidanan

    Muhammadiyah Makassar. 2012.

    4. Ronald, S. Gibss, et al. Premature Rupture of The Membranes. Danforths

    Obstetrics and Gynecology. Lippincott Williams & Wilkins. Tenth

    Edition. Chapter 12, P.187.

    5. Mohr. T. Prenatal Diagnostics and Obstetrics: Premature Rupture of The

    Membranes. Gynakol Geburtsmed Gynakol Endokrinol 2009; 5(1):2836.

    6. Gabbe, G. Steven, et al. Preterm Premature Rupture of Membranes.

    Obstetrics Normal and Problem Pregnancies. Fourth Edition. 2002.

    Chapter 23.

    7. Evans, T. Arthur. Preterm Labor, Premature Rupture of Membranes.

    Manual of Obstetrics. Seventh Edition. 2007. Lippincott Williams &

    Wilkins. P.136-146

    8. Fortner, B. Kimberly, et al. Preterm Labor and Premature Rupture of

    Membranes. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics.

    Third Edition. 2007. Lippincott Williams & Wilkins. P.123-127.

    9. Decherney, MD. Alan, et al. Premature Rupture of Membranes. Current

    Diagnosis and Treatments in Obstetrics and Gynecology. The McGraw-

    Hills Companies; 2006. Chapter 15.

    10. Sakala, M.D., Peter. Sakala. Premature Rupture of Membranes. Kaplan

    Obstetrics and Gynecology. Obstetrical Complications. 2006. P.57.

    11. Institute of Obstetricians and Gynaecologists, Royal College of Physicians

    of Ireland and Directorate of Strategy and Clinical Care, Health Service

  • 13 Sableng ^-^

    Executive. Clinical Practice Guideline. Preterm Prelabour Rupture of The

    Membranes (PPROM). 2013.

    12. SGOC Clinical Practice Guideline. Antibiotic Therapy in Preterm

    Premature Rupture of The Membranes. JOGC No.233, September 2009. P

    863-7.

    13. Edmonds, D. Keith. Premature Rupture of Membranes. Dewhursts

    Textbook Of Obstetrics & Gynaecology. Seventh Edition. 2007. P.190.

    14. Medina, T; Hill, DA. Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis and

    Management. American Family Physician. February, 2006. Volume 73, Number 4. P

    659- 664.

    15. Gabbe, G. Steven. Premature Rupture Of The Membranes. Obstetrics

    Normal and Problem Pregnancies. Five Edition. 2007. Chapter 27.

    16. Cunningham et al. Management Options with Fetal Distress. In

    Williams Obstetrics. 22nd edition. 2005. P. 262.