ketersediaan dan pemanfaatan sumber pembiayaan...
TRANSCRIPT
BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN 2013 19
KETERSEDIAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN
Tian Mulyaqin dan Yati Astuti
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jl. Ciptayasa KM.01 Ciruas Serang-Banten
Telp.0254-281055, email : [email protected]
ABSTRAK
Provinsi Banten dikenal sebagai lumbung beras nasional, dengan produksi padi pada tahun 2011 mencapai 1.94 juta ton.Kabupaten Pandeglang merupakan kabupaten yang memiliki kontribusi pasokan produksi terbesar terhadap produksi padi di Provinsi Banten yaitu sekitar 30 persen. Permasalahan yang dihadapi para petani padi untuk mengembangkan usahataninya adalah kurang aksesnya ke sumber permodalan.Tujuan penelitian ini adalah menganalisis ketersediaan, aksesibilitas, pemanfaatan dan pengembalian kredit usahatani padi sawah di Kabupaten Pandeglang.Metode penelitian yang digunakan adalah survey terhadap 45 orang petani pemilik dan penggarap dan melakukan usahatani padi sawah pada musim tanam terakhir tahun 2011 di Kabupaten Pandeglang yang dilakukan secara purposive dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan terdapat sumber pembiayaan usahatani padi sawah berupa kredit formal dan non formal serta bantuan pemerintah yang dapat diakses oleh petani padi sawah. Aksesibilitas petani terhadap sumber pembiayaan formal dan kredit program masih sangat terbatas. Efektifitas pemanfaatan kredit oleh petani padi sawah sebagian besar digunakan untuk keperluan budidaya, lainnya digunakan secara kombinasi untuk keperluan budidaya, panen, pasca panen dan konsumsi. Tingkat pengembalian petani padi sawah ternyata menunjukkan tingkat pengembalian yang kurang baik terutama pada kredit yang berasal dari bantuan pemerintah. Pemerintah perlu meningkatkan aksesibilitas petani padi sawah terhadap sumberpembiayaan dengan memperbaiki kinerja kredit program. Kata Kunci: Aksesibilitas Kredit, Sumber Pembiayaan, Usahatani Padi.
PENDAHULUAN
Ketahanan pangan di tingkat daerah merupakan landasan utama bagi terwujudnya
ketahanan pangan nasional. Provinsi Banten dikenal sebagai lumbung beras nasional,
dengan total luas areal sawah 197.914 hektar terdiri dari lahan sawah irigasi 108.200 hektar
dan sawah tadah hujan 88.688 hektar serta sawah pasang surut 1.026 hektar. Angka Tetap
(ATAP) produksi padi Provinsi Banten tahun 2010 sebesar 2,05 juta ton Gabah Kering Giling
(GKG), meningkat sebesar 199,04 ribu ton (10,76 persen) dibandingkan produksi padi tahun
2009. Tahun 2011 diperkirakan produksi padi meningkat sebesar 16,49 ribu ton (0,80
persen) dibandingkan tahun 2010, yaitu mencapai 2,064 juta ton GKG. (BPS Banten, 2011)
BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN 2013 20
Namun dari segi penguasaan lahan sawah di Provinsi Banten 75,25 persen dari
total rumah tangga usaha tanaman padi (506.413 rumah tangga tani) hanya menguasai
lahan sawah kurang dari 0,5 hektar, sisanya 24.76 persen menguasai lahan sawah lebih dari
0,5 hektar. Kemudian dari segi sumber utama pembiayaan usahataninya 94,51 persen dari
total rumah tangga tani mengandalkan modal sendiri, 4,73 persen pinjaman perorangan,
0,24 persen pinjaman dari koperasi, 0,02 persen dari bank dan 0,5 persen dari sumber
pembiayaan lainnya. (BPS, 2009)
Petani penyakap dan petani dengan penguasaan lahan yang sempit akan
menyulitkan petani untuk mengakses sumber-sumber permodalan baik formal maupun non
formal. Sementara keberadaan kredit benar-benar dibutuhkan oleh petani untuk melakukan
proses produksi, pengeluaran hidup sehari-hari sebelum hasil panen terjual dan untuk
pertemuan sosial lainnya. Dikarenakan penguasaan lahan tergolong sempit, upah yang
mahal dan kesempatan kerja terbatas di luar musim tanam, sebagian besar petani tidak
dapat memenuhi biaya hidupnya dari satu musim ke musim lainnya tanpa
pinjaman.(Supriatna, 2008)
Kegiatan usahatani padi sawah tidak terlepas dari kebutuhan permodalan. Kendala
yang dihadapi para petani dan pelaku agribisnis skala kecil untuk mengembangkan usahatani
adalah kurang akses ke sumber-sumber permodalan. Hal ini terlihat dari rendahnya
penyerapan dana yang disediakan dibandingkan sektor lain. Di tingkat lapangan, kredit
berbunga murah yang ditujukan untuk pengembangan ekonomi rakyat (petani, usahawan
dan koperasi) masih sulit cair. Pihak birokrasi beralasan karena kredit program ini ada
keterbatasan-keterbatasan bagi peminat. Padahal seharusnya dalam penyaluran kredit
program yang perlu diperbaiki adalah prosedur yang relatif panjang karena sering
merupakan penyebab utama keengganan masyarakat pedesaan untuk berhubungan dengan
bank (Sudaryanto, 1999).
Kabupaten Pandeglang merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi
padi paling besar yaitu mencapai 30,77 persen dari total produksi Provinsi Banten pada
tahun 2010 (BPS,2009). Sebagai sentra produksi padi, maka dilakukan pengkajian yang
bertujuan (1) mengkaji keragaan dan aksesibilitas petani terhadap sumber-sumber
pembiayaan usahatani padi sawah, (2) mengkaji tingkat pengembalian dan efektivitas
pemanfaatan kredit oleh petani padi sawah.
BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN 2013 21
METODOLOGI
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2012 di Kecamatan Cimanuk,
Kecamatan Picung, dan Kecamatan Sobang Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Studi
menggunakan metode survey terstruktur, menggunakan daftar pertanyaan. Data primer
dikumpulkan dari 45 orang petani padi sawah. Data sekunder dikumpulkan dari
Dinas/Instansi terkait seperti Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang, Badan Pelaksana
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Pandeglang, BPS Kabupaten
pandeglang, PT. Sang Hyang Sri, PT. Pertani. Penelitian ini bersifat deskriptif
menggambarkan keragaan sumber pembiayaan usahatani, aksesibilitas petani, tingkat
pengembalian dan efektivitas pemanfaatan kredit oleh petani padi sawah diuraikan menurut
hasil interpretasi data tabulasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketersediaan dan Pemanfaatan Sumber Pembiayaan Usahatani Padi Sawah
Sifat kegiatan pertanian yaitu ketergantungan pada musim berarti menghadapi
banyak ketidakpastian, sehingga dalam rangka mendukung usaha ini diperlukan sumber
pembiayaan usahatani yang memadai. Selain itu agar dapat melakukan produksi dengan
baik, petani harus lebih banyak mengeluarkan uang untuk benih/bibit unggul, pestisida,
pupuk dan alat-alat. Pengeluaran-pengeluaran seperti itu harus dibiayai dari tabungan atau
dengan meminjam Tabel 1. Menunjukkan proporsi sumber pembiayaan petani responden di
Kabupaten Pandeglang dalam melakukan usahatani padi sawah. Sumber pembiayaan ada
yang berasal dari modal sendiri saja, kombinasi antara modal sendiri sebagai modal utama
dan modal dari luar berupa pinjaman kredit yang berasal dari lembaga pembiayaan formal
yaitu dari perbankan seperti BRI atau dari Kredit Program seperti KKP-E (Kredit Ketahanan
Pangan dan Energi) maupun dari lembaga pembiayaan non formal yaitu pedagang saprodi
pertanian, pedagang hasil pertanian, pelepas uang, teman atau saudara, kelompoktani, atau
dari bantuan pemerintah berupa saprotan (pupuk, benih,) dari Program Bantuan Langsung
Benih Unggul dan Program SL-PTT padi dan lainnya seperti modal pemilik dengan
penggarap sebagai modal tambahan.
BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN 2013 22
Tabel 1. Proporsi Sumber Pembiayaan Usahatani Padi Sawah Akhir Musim Tanam 2011
No Sumber Modal MT (2011)
1 Modal sendiri 20.00 2 Modal sendiri + pinjaman kredit 26.67 3 Modal sendiri + bantuan pemerintah 13.33 4 Modal sendiri + pinjaman kredit + bantuan pemerintah 22.22 5 Modal sendiri + lainnya 17.78
Total 100.00
Pada musim tanam terakhir tahun 2011 petani responden dalam melakukan
usahatani padi sawah sebagian besar berasal dari modal sendiri sebagai modal utama dan
sisanya berasal dari modal luar berupa bantuan pemerintah atau pinjaman kredit. Petani
yang melakukan kombinasi antara modal sendiri ditambah pinjaman kredit (26,67 persen),
petani yang hanya memanfaatkan bantuan pemerintah berupa bantuan saprodi dari program
SLPTT(13,33 persen), kemudian petani yang melakukan kombinasi antara modal sendiri,
pinjaman kredit, dan ditambah bantuan pemerintah yang kebanyakan berupa bantuan benih
padi dari program SL-PTT sebesar (22,22 persen), kemudian petani yang memanfaatkan
modal dari pemilik/lainnya (17,78 persen). Petani responden yang menggunakan kombinasi
modal sendiri ditambah pinjaman kredit ini memiliki alasan ingin mengoptimalkan proses
budidaya padi sawah dengan menggunakan input-input yang lebih baik dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan sarana
produksi seadanya saja.
Sisanya petani responden yang menggunakan modal sendiri saja untuk melakukan
usahatani padi sawah (20 persen) memiliki beberapa alasan tidak melakukan pinjaman ke
sumber-sumber pembiayaan usahatani diantaranya modal sendiri sudah merasa cukup
memenuhi untuk melakukan usahatani padi sawah sebanyak 27,27 persen, sebanyak 22,73
persen tidak mengetahui prosedur pinjaman kredit, sebanyak 31,82 persen menganggap
prosedur pinjaman sulit terutama ke lembaga formal seperti perbankan dan kredit program
seperti KUR dan KKPE, sebanyak 4,45 persen tidak mempunyai agunan, sisanya 13,64
persen memiliki alasan karena merasa takut kalau dikemudian hari tidak mampu membayar,
alasan lainnya merasa takut dan enggan berhubungan dengan pihak perbankan atau pelepas
uang.
Petani responden yang menggunakan modal selain modal sendiri, sumber modalnya
berasal dari pinjaman baik dari lembaga formal maupun informal. Lembaga pembiayaan
formal sebagai sumber modal antara lain BRI, sementara lembaga informal yang dapat
BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN 2013 23
diakses adalah pedagang input (kios sarana produksi pertanian) dan pedagang output
(pedagang hasil pertanian) atau tengkulak, pelepas uang, kelompoktani, teman/saudara.
Aksesibilitas Petani Padi Sawah Terhadap Sumber Pembiayaan
Bagi sebagian petani responden tidak memiliki masalah dengan biaya usahatani
yang dikeluarkan untuk melakukan usahatani padi sawah cukup dengan menggunakan
modal sendiri. Sebagian petani responden lainnya mengandalkan modal dari pinjaman yang
berasal dari sumber permodalan yang dapat diakses oleh petani. Tabel 2 menunjukkan pada
tahun 2011 petani responden ada yang hanya mengakses satu sumber pembiayaan, tetapi
banyak juga petani yang memanfaatkan sumber pembiayaan usahatani lainnya.
Tabel 2. Tingkat Aksesibilitas Petani Terhadap Sumber Permodalan Pada Tahun 2011
Sumber kredit komersial yang pernah diakses petani paling dominan adalah BRI
8.89 persen petani responden. Bank merupakan alternatif yang dapat diakses oleh sebagian
kecil petani, petani yang dapat meminjam ke bank harus memiliki agunan yang disyaratkan
yaitu sertifikat tanah atau bangunan dan persyaratan lainnya. Persyaratan inilah yang selama
ini menjadi kendala tingkat aksesibilitas petani terhadap lembaga perbankan, selain itu ada
beberapa alasan lain petani responden enggan untuk mengakses lembaga perbankan ini
diantaranya 1) sebagian besar petani belum memiliki sertifikat atas tanahnya, 2) Tidak
memahami prosedur memperoleh kredit, 3) Anggapan prosedur kredit di perbankan sangat
rumit 4) Bunga perbankan sangat tinggi 5) Ketakutan tidak bisa membayar cicilan yang
harus dilakukan per bulan. Petani responden yang dapat mengakses ke lembaga bank ini,
memiliki mata pencaharian tidak hanya sebagai petani ada yang sebagai pedagang hasil
No. Sumber Permodalan AKSES (%) TIDAK AKSES (%)
I Formal : 1. Bank BRI/Komersil 8.89 91.11
2. BPR/BMT 0.00 100.00 3. Kredit Program KUR/KKP-E 0.00 100.00
3. Kredit Program/GP3K 26.67 73.33
II Informal: 1. Koperasi 0.00 100.00
2. Pelepas Uang 8.89 91.11 3. Pedagang Hasil Pertanian 20.00 80.00
4. Kios Saprotan 28.89 71.11
5. Penggilingan Padi 13.33 86.67 6. Gapoktan/Kelompoktani 48.89 51.11
7. Teman/Saudara 31.11 68.89
III Bantuan Pemerintah berupa saprodi 64.44 35.56
BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN 2013 24
pertanian, pedagang saprotan, penggilingan padi dan PNS (pegawai negeri sipil), sehingga
dapat membayar cicilan kreditnya setiap bulan.
Pada tahun 2011 terdapat kredit program yang mendukung permodalaan dalam
melakukan usahatani padi sawah di Kabupaten Pandeglang Banten yaitu Gerakan
Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) yang merupakan program dari
Kementerian BUMN untuk mendukung program kementerian pertanian dalam peningkatan
produksi pangan melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan berupa pinjaman kredit
baik dalam bentuk uang maupun saprodi untuk kegiatan usahatani padi. Program ini
digulirkan dan dikelola oleh Gapoktan/Kelompoktani dengan PT SHS dan PT Pertani sebagai
avalisnya. Di lokasi pengkajian terdapat 26,67% petani responden mengakses kredit
program ini terutama petani di Kecamatan Picung. Kelompoktani di kecamatan ini melalui
dukungan dan fasilitasi BPP setempat melakukan MoU dengan PT Pertani untuk
mendapatkan kredit usahatani padi sawah dalam bentuk saprodi. Besaran saprodi
disesuaikan dengan luas lahan garap dan rekomendasi pemupukan di daerah tersebut. Kredit
program GP3K ini sangat membantu dalam proses produksi padinya karena sarana produksi
dibutuhkan sudah disiapkan oleh pihak PT. Pertani. Prosedur pengembalian juga dilakukan
setelah panen dengan tingkat bunga 0% atau sesuai dengan harga dan jumlah yang mereka
terima pada saat kontrak. Namun kegiatan ini belum menyebar ke semua kelompok tani
pihak BUMN masih melakukan uji coba program ini dibeberapa kelompok tani di setiap
kabupaten.
Petani yang mengakses kredit informal masih mewarnai perekonomian di Lokasi
Pengkajian, Namun terlihat adanya sedikit pengurangan peran tengkulak atau pedagang
hasil pertanian dibuktikan kebanyakan petani responden mengakses pinjaman kredit dari
Gapoktan/Kelompoktani sebanyak 48,89 persen. Hal ini dikarenakan adanya program
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang sudah berlangsung dari tahun 2008
sampai dengan sekarang yang memberikan bantuan penguatan modal sebesar 100 juta
rupiah untuk dikelola oleh Gapoktan/Kelompoktani dan digulirkan ke petani dalam bentuk
pinjaman kredit. Program pemerintah lainnya seperti bantuan saprodi (benih, pupuk) dari
program CBN dan SLPTT dirasakan petani responden sebanyak 64,44 persen dengan
memperoleh bantuan saprodi dalam melakukan usahatani padi sawahnya berupa bantuan
benih saja bagi petani yang termasuk lokasi SL-PTT dan berupa benih dan pupuk untuk
lokasi LL.
Sebanyak 31,11 persen petani responden lebih banyak mengakses pinjaman kredit
ke teman/saudaranya. Hal ini dikarenakan pinjaman kredit dari teman/saudara selain
BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN 2013 25
prosedurnya mudah terkadang tidak mematok bunga bahkan tidak ada bunga sama sekali,
dikarenakan alasan tolong menolong dan persaudaraan. 20 persen mengakses pedagang
hasil pertanian atau tengkulak sebagai sumber permodalan usahatani padi sawahnya. 28.89
persen mengakses ke pedagang input (kios sarana produksi pertanian) untuk membiayai
usahataninya, 13,33 persen berasal dari penggilingan padi (RMU), dan 8,89 persen pinjam
kepada pelepas uang. Meminjam kepada pelepas uang dilakukan jika terpaksa menghadapi
keadaan darurat, tetapi umumnya pemanfaatannya hanya sedikit untuk modal usahatani.
Lembaga informal banyak dipilih oleh petani padi sawah di Lokasi Pengkajian
sebagai sarana sumber pembiayaan karena prosedur untuk mengakses lembaga ini lebih
mudah dan singkat yaitu hanya dengan modal kepercayaan dari lembaga keuangan informal
terhadap petani responden. Sementara prosedur untuk mengakses lembaga formal seperti
bank, petani responden kebanyakan belum memahami mengenai prosedur untuk mengakses
ke lembaga formal tersebut dan merasa prosedurnya terlalu rumit dan panjang sehingga
mereka merasa enggan untuk menggakses ke lembaga ini serta harus memiliki agunan.
Penelitian Syukur et al., (1999), menunjukkan rendahnya sumber modal usahatani
yang berasal dari kredit komersial. Pada umumnya sumber permodalan petani padi sawah di
Lokasi Pengkajian berasal dari pedagang input (kios sarana produksi pertanian) dan
pedagang output (pedagang hasil pertanian). Namun hasil pengkajian kami di Provinsi
Banten ini, setelah adanya program PUAP kebanyakan petani lebih banyak mengakses
Gapoktan/Kelompoktani, pedagang input (kios sarana produksi pertanian), pedagang output
(pedagang hasil pertanian), serta penggilingan padi (rice milling unit) yang juga berprofesi
sebagai pedagang beras.
Kredit program seperti KUR dan KKP-E, petani responden menyatakan belum
pernah mendapatkannya. Hal ini sangat disayangkan sekali, kredit program yang sedianya
dapat membantu petani dalam mengatasi masalah permodalan dapat tidak dapat dirasakan
oleh petani padi sawah di Lokasi Pengkajian Kecamatan . Padahal aplikasi kredit program ini
tidak begitu sulit yaitu dilakukan secara berkelompok dengan sistem tanggung renteng,
dimana agunan yang dijadikan jaminan kredit merupakan kekayaan milik ketua/pengurus
kelompok tani sehingga kelompok tani sangat selektif dalam memilih anggotanya.
Efektivitas Pemanfaatan Modal Usahatani Padi Sawah
Petani responden di Kabupaten Pandeglang pada umumnya memanfaatkan
pinjaman untuk keperluan budidaya saja, budidaya, panen, pasca panen dan ada juga yang
digunakan secara kombinasi dengan kepeluan konsumsi. Efektivitas pemanfaatan modal oleh
BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN 2013 26
petani responden yang mengakses sumber permodalan informal, sebagian besar digunakan
hanya untuk keperluan budidaya saja sebesar 59,38 persen, untuk keperluan kombinasi
antar budidaya, panen, dan pasca panen sebesar 40,28 persen, dan untuk keperluan diluar
usahatani atau konsumsi hanya sebesar 0,35 persen. Hal ini dikarenakan bentuk modal yang
diperoleh dari lembaga informal kebanyakan dalam bentuk saprodi yang dibutuhkan untuk
keperluan budidaya petani padi sawah seperti dari kios saprodi yang memberi pinjaman
benih, pupuk atau pestisida.
Sementara pembiayaan yang berasal dari lembaga formal dominan digunakan
secara kombinasi untuk keperluan budidaya, panen, pasca panen sebesar 78,48 persen,
untuk keperluan budidaya saja sebesar 4,11 persen dan untuk keperluan diluar usahatani
atau konsumsi sebesar 17,42 persen. Hal ini dikarenakan lembaga formal memberikan
bantuan modal berupa uang, sehingga petani diberi kebebasan untuk mengatur dan
menggunakan modal tersebut sesuai dengan keinginan petani walaupun secara prosedural
ada pengawasan dalam penggunaan atau alokasi bantuan tersebut oleh lembaga yang
bersangkutan.
Tingkat Pengembalian Kredit
Tingkat pengembalian petani responden, ternyata menunjukkan tingkat
pengembalian yang baik pada akhir musim tanam 2011 terutama pada lembaga informal
yang merupakan kredit jangka pendek, dimana petani sering membayar kreditnya setelah
panen dengan tertib dan disiplin. Tabel 3. Menunjukkan tingkat pengembalian petani pada
lembaga informal ini mencapai 65,33 persen, dibandingkan pada lembaga formal yang hanya
mencapai 33,33 persen saja. Hal ini dikarenakan proses pelunasan di lembaga formal telah
ditentukan prosedur dan waktunya sehingga pada saat akhir musim tanam banyak petani
yang masih memiliki tunggakan yang cukup besar dikarenakan waktu pelunasannya masih
panjang, berbeda dengan lembaga informal yang memiliki prosedur lebih sederhana waktu
pelunasan yang beragam sesuai dengan kesepakatan biasanya terbatas sampai akhir musim
tanam atau dibayar setelah panen. Namun dalam pengembaliannya, 11,34 persen yang
menunggak dan telah jatuh tempo pada lembaga informal, hal ini dikarenakan adanya
keperluan keluarga yang mendesak seperti biaya sekolah anaknya dan konsumsi keluarga
yang harus didahulukan sehingga tidak dapat melunasi sesuai dengan waktunya dan untuk
pelunasannya telah melakukan kesepakatan ulang dengan pihak pemberi bantuan modal.
Selain itu ada juga dalam pengembalian pinjaman kredit yang berasal dari program PUAP
dari Gapoktan/kelompoktani, banyak petani yang masih menunggak dikarenakan
BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN 2013 27
menganggap dana PUAP yang disalurkan Gapoktan sebagai hibah dan tidak perlu
dikembalikan.
Tabel 3. Tingkat Pengembalian Kredit.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan
1. Terdapat sumber-sumber pembiayaan usahatani padi sawah yang dapat diakses baik
kredit formal maupun kredit non formal. Telah banyak kredit program yang diluncurkan
oleh pemerintah untuk membantu usahatani padi petani seperti KUR, KKP-E dan
lainnya. Namun sebagian besar petani padi di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten
masih mengandalkan pada modal sendiri untuk usaha tersebut. Hasil pengakajian
terdapat lima pola sumber pembiayaan usahatani padi yaitu: a) modal sendiri, b)
modal sendiri+injaman, 3) modal sendiri+bantuan pemerintah, 4) modal
sendiri+bantuan pemerintah+pinjaman dan, 5) lainnya. Kredit program yang sudah
diakses adalah KUR dan GP3K, namun hanya sebagian kecil petani yang mampu
mengaksesnya. Bahkan petani belum pernah mengakses kredit program KKP-E,
padahal kredit ini tidak sulit yaitu dilakukan secara berkelompok dengan sistem
tanggung renteng, dengan agunan berupa kekayaaan milik ketua/pengurus kelompok
tani.
2. Aksesibilitas petani padi sawah terhadap sumber pembiayaan usahatani padi sawah di
Kabupaten Pandeglang, ada yang hanya mengakses modal sendiri saja sebesar 20
persen dan sebagian besar petani responden yaitu sebesar 80 persen mengakses
sumber permodalan yang berasal dari kombinasi antara modal sendiri dengan modal
pinjaman dari luar. Modal pinjaman ini berasal dari sumber pembiayaan formal terdiri
dari bank komersil seperti BRI dan kredit program GP3K dari BUMN dan sumber
pembiayaan informal seperti gapoktan/kelompoktani, pedagang input (kios sarana
No. Status Pengembalian Kredit
Sumber Pembiayaan
Formal Informal
% %
Pengembalian Kredit 1 Lunas 33.33 65.33 2 Belum lunas Sudah Jatuh Tempo 0 11.34 3 Belum lunas Belum Jatuh tempo 66.67 23.33
Jumlah 100 100
BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN 2013 28
produksi pertanian) dan pedagang output (pedagang hasil pertanian), penggilingan
padi, teman/saudara.
3. Pemanfaatan modal yang berasal dari pinjaman kredit sangat efektif untuk membantu
petani dalam memenuhi kebutuhan untuk kegiatan usahataninya. Sebagian besar
pinjaman tersebut digunakan untuk kepentingan budidaya padi terutama untuk
memenuhi kebutuhan sarana produksi, tenaga kerja, sewa alsintan serta keperluan
panen dan pascapanen. Sebagian kecil yang dimanfaatkan untuk keperluan konsumsi
dan lainnya. Tingkat pengembalian pinjaman yang dilakukan oleh petani terutama dari
sumber pembiayaan perbankan dan non formal menunjukkan tingkat pengembalian
yang cukup baik. Namun sebaliknya petani banyak menunggak walaupun telah jatuh
tempo untuk pinjaman yang berasal dari kredit program (KUT, PUAP, GP3K) yang
disalurkan melalui gapoktan/poktan menunjukkan kebalikannya. Hal ini dikarenakan
pemahaman petani atau pengurus gapoktan/poktan yang masih mengganggap kredit
program sebagai hibah dan pemberian cuma-cuma dari pemerintah. Selain itu, juga
prosedur dan sistem penyaluran kredit yang diselenggarakan oleh kelompok tani masih
belum memenuhi kaidah sistem simpan pinjam yang baik.
Implikasi Kebijakan
Pemerintah perlu mengupayakan peningkatan aksesibilitas petani terhadap sumber
pembiayaan dalam melakukan usahatani padi sawah, terutama akses terhadap sumber
pembiayaan formal, dapat dilakukan dengan sebagai berikut:
1. Pemerintah melalui Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota melakukan sosialisasi
kepada petani khususnya petani padi secara intensif tentang kebijakan pemerintah
terkait sumber permodalan baik yang bersifat komersial maupun kredit program,
sehingga petani memperoleh pemahaman secara utuh dan komprehensif.
2. Bagi perbankan yang menyediakan pinjaman komersial dan menjadi kepanjangan
tangan pemerintah untuk kredit program juga melakukan sosialisasi secara massive
kepada petani. Belajar dari program PUAP, perbankan menyediakan tenaga yang
bertugas melakukan sosialisasi sekaligus mendampingi petani agar dapat mengakses
pinjaman dari perbankan.
3. Pemerintah perlu meninjau kembali skim permodalan yang diluncurkan melalui kredit
program terutama seperti KUR, KKP-E. Masih rendahnya penyerapan kedua skim
tersebut dapat dikarenakan aturan dan prosedur pinjaman yang tidak mungkin petani
BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN 2013 29
mampu mengaksesnya. Hasil kajian menunjukkan petani tidak mampu mengakses
pinjaman komersial karena persayaratan agunan dan prosedur yang berbelit-belit.
DAFTAR PUSTAKA
BPS Provinsi Banten, 2009. Analisis Profil Rumah Tangga Usaha Tani Provinsi Banten Tahun
2009 (komoditi padi dan kedelai). Badan Pusat Statistik. Banten
BPS Provinsi Banten, 2011. Banten dalam Angka Tahun 2010. Badan Pusat Statistik. Banten
Sudaryanto, T dan M. Syukur. 1999. Pengembangan Lembaga Keuangan Alternatif
Mendukung Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Hlm. 101-121. Dalam Sudaryanto, I W. Rusastra, A. Syam dan M. Ariani (Eds). Analisis Kebijaksanaan: Pendekatan Pembangunan dan Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis. Monograph Series No. 22. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Supriatna, Ade. 2008. Aksesibilitas Petani Kecil Pada Sumber Kredit Pertanian di Tingkat
Desa :Studi Kasus Petani Padi di Nusa Tenggara Barat. SOCA http://ejournal.unud.ac.id. 2 Juli 2011.
Syukur, M, Sumaryanto, Saptana, A. Rozany Nurmanaf, Budi Wiryono, Iwan Setiajie
Anugerah, Sumedi. 1999. Kajian Skim Kredit Usahatani Menunjang Pengembangan IP-Padi-300 di Jawa Barat. Kerja sama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dengan ARMP II, Badan Litbang Pertanian.