keterangan: *) hasil trilateral meeting bapenas **) … prolegnas jangka menengah tahun 2015-2019...

93
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 1 RUU PROLEGNAS JANGKA MENENGAH TAHUN 2015-2019 USULAN PEMERINTAH Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) Residu Prolegnas 2010-2014 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN 1. RUU Kitab UU Hukum Pidana Kementerian Hukum dan HAM a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: KUHP (Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie), masih berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Materinya banyak yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan pengaturan pemidanaan. Perlu diwujudkan upaya pembaharuan hukum nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam rangka menghormati dan menjunjung tinggi HAM dan penataan kelembagaan penegak hukum. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Untuk menggantikan KUHP peninggalan pemerintah kolonial Belanda. Memperjelas interpretasi dalam sistem penegakan hukum c. Jangkauan dan arah pengaturan: Terbagi dalam 2 buku Buku kesatu : Ketentuan Umum Buku Kedua : Kejahatan Mendasarkan pada pemikiran Aliran Neo-Klasik yang menjaga keseimbangan antar faktor objektif (perbuatan/lahiriah) dan faktor subjektif (orang/batiniah/sikap batin); Karakter daad-dader strafrecht yang lebih manusiawi; Tidak membedakan lagi antara tindak pidana (starfbaarfeit) berupa kejahatan dan tindak pidana pelanggaran (overtredingen); Subjek hukum diperluas mencakup pula korporasi 1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; 2. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI; 3. Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan; 4. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM; 5. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK; 6. Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang yang mengatur mengenai peradilan; 7. Beberapa UU tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) 8. Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman Prioritas 2015 Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Ditargetkan selesai pada tahun 2017 Program RPJMN 2015-2019 Nawa cita No.4 (Melakukan reformasi system dan penegakan hokum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya) Pernah masuk pembahasan tk I di komisi III DPR *) **)

Upload: vohanh

Post on 25-Apr-2018

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 1

RUU PROLEGNAS JANGKA MENENGAH TAHUN 2015-2019 USULAN PEMERINTAH

Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas

**) Residu Prolegnas 2010-2014

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

1. RUU Kitab UU Hukum Pidana

Kementerian Hukum dan

HAM

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: KUHP (Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie), masih berlaku

berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Materinya banyak yang

sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan pengaturan pemidanaan.

Perlu diwujudkan upaya pembaharuan hukum nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam rangka menghormati dan menjunjung

tinggi HAM dan penataan kelembagaan penegak hukum.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Untuk menggantikan KUHP peninggalan pemerintah kolonial Belanda.

Memperjelas interpretasi dalam sistem penegakan hukum

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

Terbagi dalam 2 buku Buku kesatu : Ketentuan Umum

Buku Kedua : Kejahatan

Mendasarkan pada pemikiran Aliran Neo-Klasik yang menjaga

keseimbangan antar faktor objektif (perbuatan/lahiriah) dan faktor subjektif (orang/batiniah/sikap batin);

Karakter daad-dader strafrecht yang lebih manusiawi;

Tidak membedakan lagi antara tindak pidana (starfbaarfeit) berupa

kejahatan dan tindak pidana pelanggaran (overtredingen);

Subjek hukum diperluas mencakup pula korporasi

1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana;

2. Undang-Undang No. 2

Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI;

3. Undang-Undang No. 16

Tahun 2004 tentang Kejaksaan;

4. Undang-Undang No. 39

Tahun 1999 tentang HAM;

5. Undang-Undang No. 30

Tahun 2002 tentang KPK;

6. Undang-Undang

tentang Kekuasaan Kehakiman dan

Undang-Undang yang

mengatur mengenai

peradilan; 7. Beberapa UU tentang

Ratifikasi Konvensi Hak

Anak (Convention on the Rights of the Child)

8. Undang-Undang No. 5

Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention

Against Torture and

Other Cruel, Inhuman

Prioritas 2015

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

Ditargetkan selesai pada tahun 2017

Program RPJMN

2015-2019

Nawa cita No.4 (Melakukan reformasi

system dan penegakan

hokum yang bebas korupsi, bermartabat

dan terpercaya)

Pernah masuk

pembahasan tk I di komisi III DPR

*)

**)

Page 2: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 2

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

or Degrading Treatment or Punishment

(Konvensi Menentang

Penyiksaan dan

Perlakuan atau Penghukuman Lain

yang Kejam, Tidak

Manusiawi, atau Merendahkan Martabat

Manusia.

9. UU No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan

United Nations

Convention Against Corruption, 2003

(Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa Anti

Korupsi, 2003)

2. RUU tentang Merek

Kementerian Hukum dan

HAM

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: - UU No. 15/2001 tentang Merek tidak sesuai lagi dengan perkembangan

kebutuhan hukum dalam masyarakat dan standar internasional, khususnya mengenai pendaftaran merek internasional (Protokol

Madrid);

- Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi internasional di bidang HKI sehingga perlu diimplementasikan dalam hukum nasional.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan: - Peningkatan Perlindungan terhadap Merek yang terdaftar; - Terbentuknya UU tentang Merek yang sesuai dengan perkembangan

kebutuhan hukum dalam masyarakat dan standar internasional.

c. Jangkauan dan arah pengaturan: Pengaturan mengenai kemudahan pendaftaran merek dan memaksimalkan peningkatan perlindungan terhadap merek.

1. UU No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan

Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World Trade Organization);

2. UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek:

3. UU No. 3 Tahun 2014

tentang Perindustrian; 4. UU No. 7 tahun 2014

tentang Perdagangan.

Prioritas 2015

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

Nawa Cita No. 6

(meningkatkan

produktifitas rakyat

dan daya saing di pasar internasional)

*)

**)

3. RUU tentang Paten

Kementerian Hukum dan

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: 1. Paten merupakan hak kekayaan intelektual yang diberikan oleh Negara

1. UU No. 7 Tahun 1994 tentang Agreement

Prioritas 2015

Sudah ada NA

Page 3: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

HAM kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi yang mempunyai peranan strategis dalam meningkatkan kesejahteraan dan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara;

2. peningkatan perlindungan Paten bagi Inventor dan/atau Pemegang Hak;

3. Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi internasional di bidang HKI sehingga perlu diimplementasikan dalam hukum nasional.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan: 1. perkembangan Paten dapat berdampak baik pada perkembangan

teknologi, sehingga diharapkan lebih meningkatnya jumlah invensi yang

dihasilkan oleh Inventor; 2. memberikan jaminan kepada Inventor dan/atau Pemegang Hak untuk

berinvestasi dan menanamkan modalnya sehingga akan memacu

perkembangan perekonomian Indonesia; 3. meningkatkan perlindungan hukum terhadap suatu Invensi yang telah

diberi Paten;

4. terbentuknya UU tentang Paten yang sesuai dengan perkembangan

kebutuhan hukum dalam masyarakat dan standar internasional.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

1. Pengaturan mengenai kemudahan pendaftaran Paten dan memaksimalkan peningkatan perlindungan terhadap Paten;

2. Mengakomodasi ketentuan Article 31bis TRIPs Agreement mengenai

pengadaan obat atau produk farmasi untuk kepentingan kesehatan masyarakat dalam ketentuan lisensi-wajib.

Establishing the World Trade Organization

(Persetujuan

Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia);

2. UU No. 16 Tahun 2001

tentang paten; 5. UU No. 3 Tahun 2014

tentang Perindustrian;

6. UU No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan;

3. UU No. 5 tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak

Sehat;

4. UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan

Varietas Tanaman;

5. UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sisitem

Nasional Penelitian

Pengembangan dan Penerapan Ilmu

Pengetahuan dan

Teknologi; 6. UU No. 36 tahun 2009

tentang Kesehatan.

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

Nawa Cita No. 6

(meningkatkan produktifitas rakyat

dan daya saing di

pasar internasional) *)

**)

4. Rancangan

Undang-

Undang tentang Perubahan

Undang-

Undang No. 11 Tahun 2008

tentang

Kementerian

Komunikasi

dan Informatika

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

Setidaknya ada 4 (empat) faktor yang melatar-belakangi dilakukannya

amandemen terhadap UU ITE. Pertama, adanya keberatan sebagian masyarakat terhadap Pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik

dan/atau penghinaan melalui internet yang berujung pada constitutional

review Pasal 27 ayat (3). Kedua, adanya keberatan terhadap ancaman sanksi pidana pada Pasal 45 ayat (1) yang dinilai memberatkan dan tidak

proporsional dengan KUHP. Ketiga, Pasal 43 ayat (3) dan ayat (6) UU ITE

1. UU No 36 tahun 1999

tentang Telekomunikasi

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

3. Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana

Prioritas 2015

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai Harmonisasi

*)

**)

Page 4: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 4

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Informasi dan Transaksi

Elektronik

dinilai menyulitkan aparat penegak hukum. Dan keempat, adanya pengujian konstitusional terhadap Pasal 31 ayat (4) tentang pengaturan

penyadapan melalui peraturan pemerintah.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Memberikan perlindungan keamanan kepada penyelenggara, serta kualitas

dan keamanan informasi kepada pengguna layanan;

Memperkuat implementasi e-government dengan mengutamakan prinsip keamanan, interoperabilitas dan cost effective;

Harmonisasi besaran sanksi pidana dan sinkronisasi hukum acara pada

tindak pidana teknologi informasi (UU ITE) dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan peraturan perundang-undangan lain.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

1. Mengubah ketentuan Pasal 5 mengenai alat bukti elektronik; 2. Mengubah ketentuan Pasal 8 mengenai waktu pengiriman dan

penerimaan Informasi Elektronik;

3. Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (3) dan ayat (4) mengenai tata cara intersepsi;

4. Mengubah ketentuan Pasal 43 ayat (3) mengenai penggeledahan

dan/atau penyitaan; 5. Mengubah ketentuan Pasal 43 ayat (5) dengan menambahkan

kewenangan PPNS sesuai dengan procedural law yang diatur dalam

Convention on Cybercrime Budapest 2001; 6. Mengubah ketentuan Pasal 43 ayat (6) mengenai permintaan penetapan

ketua pengadilan negeri yang semula diatur dalam waktu 1 X 24 Jam,

menjadi sesuai dengan ketentuan Hukum Acara Pidana;

7. Mengubah ketentuan Pasal 44, menyesuaikan dengan rujukan pada Pasal 5; dan

8. Mengubah ketentuan Pasal 45 mengenai besaran ancaman sanksi

pidana, menyesuaikan dengan ketentuan Pidana pada KUHP dan peraturan perundang-undangan yang lain.

5. RUU tentang

Rahasia Negara

Kementerian

Pertahanan

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

Dengan mempertimbangkan hak asasi setiap orang untuk memperoleh dan

menyampaikan informasi, maka RUU tentang Rahasia Negara membatasi

jenis rahasia negara dalam bidang-bidang tertentu, sehingga pejabat publik tidak dapat menetapkan sendiri rahasia tanpa berdasarkan ketentuan

1. UU No. 3 Tahun 2002

tentang Pertahanan

Negara

2. UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Prioritas 2015

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Page 5: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 5

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

undang-undang. Pembatasan jenis rahasia negara dengan aturan yang lebih ketat dan penetapan jadwal retensi rahasia negara yang diselaraskan

dengan ketentuan yang berlaku diberbagai negara dimaksudkan untuk

mewujudkan efisiensi pengelolaan rahasia negara dan meringankan tugas

dan tanggung jawab pejabat publik.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Tersusunnya pengaturan tentang Rahasia Negara yang komprehensif, jelas dan tegas, batasan antara mana yang menjadi domain publik dan mana

yang harus dirahasiakan demi kepentingan bangsa. Kepastian hukum

tersebut juga berarti memperkecil/mempersempit daerah abu-abu (grey area) antara informasi publik dan rahasia.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

1. Memberikan kepastian dan kejelasan dalam menentukan informasi yang rahasia atau informasi yang bukan rahasia;

2. Memberikan perlakuan dan tindakan yang sama atas suatu informasi

berdasarkan kesepakatan antara negara dan masyarakat; 3. Pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan suatu kerahasiaan

berfokus pada akibat yang ditimbulkan apabila Rahasia Negara tersebut

bocor.

Informasi Publik 3. UU No. 17 Tahun 2011

tentang Intelijen Negara

Harmonisasi *)

**)

6. RUU tentang

Penerimaan Negara Bukan

Pajak

Kementerian

Keuangan

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

1. Harmonisasi dengan UUD 1945 2. Menyesuaikan dengan Undang-undang di bidang Keuangan Negara

3. Menjawab tantangan permasalahan pengelolaan PNBP saat ini.

4. Mengantisipasi perkembangan pengelolaan PNBP ke depan.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

1. Mempertegas dan memperjelas ruang lingkup PNBP 2. Mendukung optimalisasi pendapatan negara yang bersumber dari

Penerimaan Negara Bukan Pajak

3. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, melalui peningkatan akuntabilitas dan tranparansi pengelolaan PNBP antara lain dengan

meningkatkan fungsi pengawasan dan pemeriksaan PNBP.

c. Jangkauan dan arah pengaturan: 1. Ketentuan umum yang mempertegas definisi PNBP yang membedakan

1. UU No.17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara

2. UU No. 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara

3. UU No. 15 Tahun 2004

tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggung Jawab

Keuangan Negara 4. UU No. 25 Tahun 2007

tentang Penanaman

Modal

5. UU Sektoral terkait Penerimaan Negara

Prioritas 2015

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

Program RKP Tahun 2015

*)

**)

Page 6: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 6

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

dengan pendapatan negara yang bersumber dari perpajakan dan hibah. 2. Tujuan pengaturan PNBP

3. Objek dan kelompok objek PNBP.

4. Subjek PNBP

5. Tarif atas rincian jenis PNBP 6. Kewenangan Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dalam

mengelola PNBP

7. Kewenangan Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dalam mengelola PNBP 8. Mitra Instansi Pengelola PNBP

9. Perencanaan PNBP

10. Pelaksanaan PNBP (termasuk didalamnya mengenai pengawasan PNBP) 11. Pertanggungjawaban PNBP

12. Pemeriksaan PNBP

13. Pengembalian PNBP 14. Keberatan PNBP

15. Keringanan PNBP

16. PNBP Badan Layanan Umum

17. Ketentuan pidana di bidang PNBP 18. Ketentuan Peralihan dan Penutup

Bukan Pajak pada Kementerian

Negara/Lembaga

7. RUU tentang

Jaring

Pengaman Sistem

Keuangan

Kementerian

Keuangan

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

Untuk membangun sistem keuangan yang lebih siap menghadapi krisis dan

dalam menghadapi kemungkinan terjadinya gangguan yang berpotensi mengancam stabilitas sistem keuangan nasional, diperlukan mekanisme

koordinasi antar lembaga yang terlibat dalam pembinaan sistem keuangan

nasional, yang akan diatur dalam bentuk UU JPSK.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

1. Membentuk suatu mekanisme koordinasi yang efisiensi dan efektif

dalam menghadapi kondisi yang bersifat sistemik; 2. Menjaga stabilitas sistem keuangan dan melindungi kepentingan

pengguna jasa sektor keuangan di Indonesia.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

1. Pengaturan dan pengawasan yang efektif terhadap lembaga, pasar, dan

infrastruktur di sektor jasa keuangan 2. Fasilitas Lender of the Last Resort (LoLR)

3. Program penjamin nasabah bank

1. UU No. 23 Tahun 1999

tentang Bank

Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa

kali terakhir dengan

UU No. 6 Tahun 2009

tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23

Tahun 1999 tentang

Bank Indonesia; 2. UU No. 7 Tahun 1992

tentang Perbankan;

3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara;

4. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan

Prioritas 2015

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai Harmonisasi

Program RKP Tahun

2015

Pernah masuk tahap pembahasan tk.I

komisi XI DPR

*) **)

Page 7: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 7

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

4. Kebijakan dan prosedur manajemen krisis keuangan, termasuk exit policy.

5. Koordinasi yang efektif antar lembaga yang berkewenangan dalam

rangka menciptakan dan memelihara stabilitas sistem keuangan yang

diatur dalam bentuk Undang-Undang.

Negara; 5. UU No. 24 Tahun 2002

tentang Surat Utang

Negara;

6. UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga

Penjamin Simpanan;

7. UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah;

8. UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian;

9. UU No. 21 Tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan;

10. UU No. 11 Tahun 1992

tentang Dana Pensiun;

11. UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;

12. UU No. 24 Tahun 2002

tentang Surat Utang Negara;

13. UU No. 19 Tahun 2008

tentang Surat Berharga Syariah

Negara

8. RUU tentang

Perubahan

Harga Rupiah

Kementerian

Keuangan

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

1. Penyederhanaan jumlah digit pada denominasi atau pecahan rupiah

tanpa mengurangi daya beli,harga atau nilai Rupiah terhadap harga barang dan/atau jasa;

2. Dapat menjadi suatu cara untuk meningkatkan kepercayaan terhadap

mata uang rupiah; 3. Dapat mencerminkan kesetaraan kredibilitas dengan negara maju

lainnya di kawasan;

4. Dari sisi sistem pembayaran non tunai, redenominasi dapat mencegah terjadinya kendala teknis akibat jumlah digit yang besar;

5. Dapat menjadi kebijakan untuk mengantisipasi permasalahan akibat

1. UU No.23 Tahun 1999

tentang Bank Indonesia

sebagaimana telah diubah terakhir dengan

UU No.6 Tahun 2009

2. UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang

3. UU No.17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara

4. UU No.20 Tahun 2008

Prioritas 2015

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

Pernah masuk dalam

tahap pembahasan

Tk.I di Pansus DPR. *)

Page 8: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 8

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

nilai transaksi yang melampaui jumlah digit yang dapat ditolerir oleh infrastruktur sistem pembayaran dan sistem pencatatan transaksi, dan

6. Meningkatkan efisiensi transaksi perekonomian.

UU ini perlu segera diajukan karena untuk pelaksanaannya membutuhkan

waktu yang panjang, agar masyarakat terbiasa dengan perubahan nilai digit. UU ini bukan merupakan bentuk sanering (pemotongan nilai)

sehingga daya beli masyarakat menjadi turun.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah akan menjangkau dan

mengikat seluruh lapisan masyarakat terkait dengan penyederhanaan jumlah digit uang dan kewajiban atau larangan yang harus

dipatuhi.Dengan dilakukannya Redenominasi Rupiah, maka setiap

penggunaan atau penyebutan rupiah dalam harga atau nilai barang dan/atau jasa; pencatatan transaksi; peraturan perundang-undangan;

keputusan pengadilan;perjanjian,surat berharga; akta; dokumen keuangan;

bukti pembayaran dan dokumen lainnya,harus menggunakan atau

dinyatakan dalam rupiah redenominasi.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

1. Perkembangan perekonomian nasional yang menunjukkan kemajuan yang semakin signifikan memerlukan kebijakan yang mendukung

efisiensi perekonomian untuk meningkatkan daya saing nasional dalam

rangka mewujudkan cita-cita luhur bangsa menuju masyarakat adil dan makmur sesuai Pancasila dan UUD 1945.

2. Untuk memelihara kesinambungan perkembangan perekonomian

nasional sebagaimana tersebut diatas, diperlukan jumlah uang rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat;

3. Pada saat ini rupiah memiliki jumlah digit yang dinilai terlalu banyak,

sehingga efisiensi dalam transaksi ekonomi perlu diterapkan kebijakan perubahan harga mata uang melalui penyerdehanaan jumlah digit pada

denominasi uang rupiah tanpa mengurangi daya beli , harga atau nilai

tukarnya atau yang disebut redenominasi.

tentang Usaha Mikro,Kecil, dan

Menengah

5. UU No.8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen

**)

9. RUU tentang

Perkoperasian

Kementerian

Koperasi dan UKM

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 28/PUU-XI/2013 menyatakan UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian inkonstitusional secara

keseluruhan. Akibatnya UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

1. KUH Perdata

2. KUH Dagang 3. UU No. 20 Tahun 2008

tentang Usaha Mikro,

Prioritas 2015

Tindak lanjut

putusan MK No. 28/PUU-XI/2013

Page 9: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 9

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

yang telah dicabut untuk sementara waktu diberlakukan kembali, sambil menunggu diterbitkannya UU Perkoperasian yang baru yang sesuai

dengan filosofi Pasal 33 (1) UUD NRI Tahun 1945.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan Perlu diadakan pembaruan peraturan tentang perkoperasian karena UU

Koperasi lama yang diberlakukan kembali tidak sesuai dengan kebutuhan

perkembangan masyarakat.

c. Jangkauan dan Arah Pengaturan

- mengenai definisi koperasi tidak disamakan dengan badan hukum lainnya (PT., CV, dan Firma)

- badan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan

- adanya sistem penggajian pada pengurus tidak senafas dengan konsep

koperasi

- tidak lagi menggunakan Sertifikat Modal Koperasi yang menjadikan koperasi seperti saham seperti perseroan

- setoran pokok apabila keluar dari keanggotaan koperasi tidak dapat ditarik kembali menunjukkan sistem badan usaha yang “kejam”

- terjadi pertanggungjawaban terbatas bagi anggota koperasi

- tidak lagi dibatasi mengenai jenis koperasi pada: koperasi produsen, koperasi konsumen, koperasi jasa, koperasi simpan pinjam. Karena

eksis koperasi serba usaha

- perlu diintegrasikan dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Kecil dan Menengah 4. UUU No. 7 Tahun 2009

tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2008 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2004 Tentang

Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi

Undang-Undang

Nawa Cita No. 7

(mewujudkan kemandirian ekonomi

dan dengan

menggerakkan sektor-sektor

strategis ekonomi

domestik) *)

**)

10. RUU tentang

Perubahan atas

Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan

Kementerian

Tenaga Kerja

a. Latar Belakang dan tujuan penyusunan RUU:

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dianggap

kurang memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh maupun pengusaha.

Oleh karena itu, perlu dilakukan perubahan dengan tujuan memenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan

pekerja/buruh serta pengusaha.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2015-2019:

- Memperkuat daya saing tenaga kerja dalam memasuki pasar tenaga kerja global

- Menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan memperbaiki

1. Undang-Undang Nomor

21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat

Buruh

2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang

Pengesahan ILO

3. Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection In Industry

And Commerce (Konvensi ILONomor 81

Prioritas 2015

*)

**)

Catatan :

Sudah 15 kali diajukan

Ke MK dan sudah 13 kali diputus beberapa

pasal tidak memiliki

kekuatan hukum

berlaku sehingga perlu diubah.

Page 10: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 10

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

iklim ketenagakerjaan

- Peningkatan akses angkatan kerja kepada sumber daya produktif

- Mendorong pengembangan ekonomi pedesaan

- Memfungsikan pasar tenaga kerja

- Peningkatan akses angkatan kerja kepada sumber daya produktif

c. Jangkauan dan arah pengatuan:

- Beberapa pengertian

- Penempatan tenaga kerja.

- Pengaturan tenaga kerja asing

- Hubungan kerja.

- Penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain.

- Pengaturan mengenai waktu istirahat bagi pekerja/buruh.

- Pengupahan dan perlindungan upah.

- Mogok kerja.

- Penutupan perusahaan (lock out), dan

- Pemutusan hubungan kerja

Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam

Industri Dan

Perdagangan)

11. RUU tentang

Hubungan Keuangan

antara

Pemerintah Pusat dan

Daerah

(pengganti UU No. 33 Tahun

2004 tentang

Perimbangan Keuangan

Antara

Pemerintah

Pusat dan Pemerintah

Daerah)

Kementerian

Keuangan a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

1. Beberapa kelemahan dalam implementasi desentralisasi fiskal seperti: a. Masih terdapat ketimpangan fiskal antar daerah;

b. Kualitas pelayanan publik masih belum memadai;

c. Terdapat ketimpangan pelayanan publik antar daerah; d. Kualitas belanja daerah masih rendah.

2. Beberapa ketentuan mengenai sumber-sumber keuangan daerah belum

diatur dalam UU Perimbangan: a. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai mengatur Dana Bagi Hasil

Cukai Tembakau;

b. UU No. 28 Tahun 2009 tentang PDRD, mengalihkan jenis pajak pusat yang sebelumnya dibagihasilkan yaitu BPHTB, PBB Perdesaan dan

Perkotaan menjadi pajak daerah;

c. UU APBN menetapkan berbagai jenis dana alokasi ke daerah (selain

DBH, DAU, DAK), seperti Dana BOS, Tunjangan Guru, Dana Insentif Daerah;

d. UU No. 21 Tahun 2001 dan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Otonomi

Khusus yang mengatur dana otonomi khusus. 3. UU Pemda baru (UU No. 23/2014) telah diberlakukan yang mengatur

1. UU No. 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah;

2. UU No. 11 Tahun 2006

tentang Pemerintahan Aceh Darussalam;

3. UU No. 21 Tahun 2001

Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi

Papua;

4. UU No. 12 Tahun 1994 tentang Perubahan

Atas UU No. 12 Tahun

1985 Tentang Pajak

Bumi Dan Bangunan; 5. UU No. 41 Tahun 1999

Tentang Kehutanan

6. UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak

Prioritas 2015

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

Perintah Pasal 18A UUD NRI Tahun 1945

Nawa Cita No. 3 (membangun

Indonesia dari

pinggiran dengan memperkuat daerah-

daerah dan desa

dalam kerangka

Negara kesatuan)

Mengganti UU No. 33 Tahun 2004 tentang

Page 11: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 11

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

pembagian kewenangan pusat dan daerah, yang berimplikasi pada pembagian keuangan.

Tujuan Penyusunan:

1. Aspek Ketepatan Waktu memudahkan sinkronisasi antara UU Pemerintahan Daerah dan UU

Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah tersebut, mengingat

substansi kedua UU tersebut sangat terkait erat. 2. Aspek Substansi

a. Penyesuaian dengan porsi kewenangan Propinsi dengan

Kabupaten/Kota dalam UU No 23 Tahun 2014. b. isu pokok yang memerlukan adanya perbaikan kebijakan melalui Revisi

UU No. 33 Tahun 2004 adalah:

1) Pengendalian pemekaran daerah: 2) Perbaikan pengelolaan keuangan dan kontrol belanja daerah:

3) Peningkatan kualitas SDM pengelola keuangan dearah:

4) Reformulasi sumber pendanaan daerah:

5) Surveillance kinerja keuangan daerah 6) Kinerja daerah juga merupakan salah satu point penting yang harus

selalu dimonitor dan dievaluasi oleh Pemerintah Pusat.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

- Tersusunnya peraturan perundang-undangan tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang lebih

sederhana dan komprehensif (mengakomodir pengaturan dalam UU lain dan mengurangi PP yang sifatnya normatif).

- Terwujudnya acuan hukum tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang jelas, tegas, dan aplikatif.

- Terwujudnya kepastian hukum pendanaan bagi daerah.

- Terlaksananya pengelolaan sumber daya penyelenggara pelayanan publik yang efektif, tepat guna dan tepat sasaran

- Terwujudnya pengawasan dalam penyelenggaraan pelayanan publik

- Terwujudnya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

- Pemberian sumber keuangan negara kepada Pemerintahan Daerah dalam

Dan Gas Bumi; 7. UU No. 31 Tahun 2001

Tentang Perikanan;

8. UU No. 17 Tahun 2003

Tentang Keuangan Negara;

9. UU No. 27 Tahun 2003

Tentang Panas Bumi; 10. UU No. 18 Tahun 2004

Tentang Perkebunan;

11. UU No. 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan

Bencana; 12. UU No. 39 Tahun 2007

Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang

No. 11 Tahun 1995 Tentang Cukai;

13. UU No. 36 Tahun 2008

Tentang Perubahan Keempat Atas UU No.

7 Tahun 1983 Tentang

Pajak Penghasilan; 14. UU No. 28 Tahun 2009

Tentang Pajak Daerah

Dan Retribusi Daerah.

Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan

Daerah

Pernah masuk tahap pembahasan tingkat I di Pansus DPR

*)

**)

Page 12: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 12

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

rangka pelaksanaan desentralisasi di dasarkan atas pembagian urusan (money follows function);

- pemberian kewenangan yang lebih besar dalam pengenaan pajak dan retribusi dan melakukan pinjaman.;

- Pengaturan mengenai dana perimbangan harus sesuai standar pelayanan minimum (SPM);

- Pengaturan mengenai pengelolaan keuangan daerah harus mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang baik seperti transparan, akuntabel, efisien dan efektif dan sejalan dengan pengaturan keuangan

negara.

12. RUU tentang

Kekarantinaan Kesehatan

Kementerian

Kesehatan

a. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan RUU:

• Kemajuan teknologi transportasi dan era perdagangan bebas, dapat beresiko menimbulkan gangguan kesehatan dan penyakit baru atau

penyakit lama dengan penyebaran yang lebih cepat dan berpotensi

menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat, sehingga menuntut adanya upaya cegah tangkal penyakit dan aktor resiko kesehatan

secara komprehensif dan terkoordinasi.

• UU No. 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan UU No. 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara sudah tidak lagi dengan perkembangan

dan tuntutan kebutuhan hukum masyarakat.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan: • Untuk mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya yang besar

artinya bagi pembangunan dan pembinaan sumber daya manusia

Indonesia. • Melaksanakan kewajiban sebagai masyarakat dunia, dalam menccegah

terjadinya kedaruratan kesehatan yang meresahkan/public health

emergency o internasional concern sebagaimana diamanatkan dalam Internasional Health Regulation (IHR) 2005.

c. Jangkauan dan arah pengaturan: • Pengaturan mencakup:

• Asas pengaturan

• Tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah

• Kedaruratan kesehatan masyarakat • Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan

1. UU No.1 Tahun 196

tentang Karantina Laut 2. UU No. Tahun 96

tentang Karantina

Udara 3. International Health

Regualtioan (IHR) 2005

4. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

5. UU No. 4 Tahun 1984

tentang abah Penyakit

Menular 6. UU No. 16 Tahun 1992

tentang Karantina

Hewan, Ikan dan Tumbuhan

7. UU No. 6 Tahun 2011

tentang Keimigrasian 8. UU No. 17 Tahun 2008

tentang Pelayaran

9. UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

10. UU No. 10 Tahun 1995

diubah UU 17 Tahun

2006 tentang Kepabeanan

• Prioritas 015

• Ada NA • Ada draf RUU

• Sudah selesai

diharmonisasi *)

**)

Page 13: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 13

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

• Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di ilayah • Dokumen karantina kesehatan

• Sumber daya kekarantinaan kesehatan

• Inormasi kekarantinaan kesehatan

• Pembinaan dan pengaasan • Penyidikan

11. UU No. 13 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan

Ibadah Haji

13. RUU tentang

Bahan Kimia

Kementerian

Perindustrian

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

Latar Belakang: • Bahan kimia merupakan bahan strategis, memiliki nilai tambah dan

dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

• Pengelolaan dan penggunaan bahan kimia yang salah (misuse) serta

penyalahgunaan bahan kimia (abuse) berisiko terhadap keselamatan dan keamanan.

• Pengaturan tentang pengelolaan bahan kimia selama ini tersebar dalam

berbagai instrumen hukum. • Harmonisasi simbol/label dan pengelolaan bahan kimia pada setiap

simpul daur hidup sesuai kaidah Internasional (GHS & SAICM).

• Amanah DPR RI agar RUU Bahan Kimia masuk dalam “Prolegnas 2010-2014”.

Tujuan Pembentukan:

• Mewujudkan sistem klasifikasi dan komunikasi Bahan Kimia secara harmonis.

• Mengoptimalkan nilai tambah Bahan Kimia.

• Mencegah dan mereduksi risiko.

• Mewujudkan industri kimia hijau, berdaya saing, dan berkesinambungan.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

1. Pengaturan tentang Pengelolaan bahan kimia dimaksudkan pula untuk mendorong terciptanya program hilirisasi industri kimia baik bahan

kimia yang bersumber terbarukan maupun tidak terbarukan,

sebagaimana dituangkan dalam program MP3EI (Master Plan Percepatan

dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia).

2. Mendorong penguasaan Riset dan Teknologi untuk meningkatkan nilai tambah produk kimia dan daya saing industri serta mewujudkan

industri hijau yang berkelanjutan.

1. Undang-Undang No. 1

Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

2. Undang-Undang No. 5

Tahun 1984 tentang

Perindustrian. 3. Undang-Undang No. 9

Tahun 2008 tentang

Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan

Penggunaan Bahan

Kimia Sebagai Senjata Kimia.

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai Harmonisasi

**)

Perlu dikaji lagi untuk

kematangan materi

NA+RUU

Page 14: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 14

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

1. Sistem klasifikasi, komunikasi bahaya dan risiko, serta kemasan bahan

kimia.

2. Pengelolaan bahan kimia pada setiap simpul daur hidup. 3. Keselamatan dan keamanan kimia pada setiap simpul daur hidup.

4. Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

5. Riset dan pengembangan.

14. RUU tentang

Perubahan atas

Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2003

tentang Badan

Usaha Milik Negara

Kementerian

BUMN

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

- Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3), menunjukan bahwa Negara masih mempunyai peranan dalam perekonomian. Peranan itu ada 2 (dua)

macam yaitu sebagai gulator dan sebagai aktor yang berupa Badan Usaha

Milik Negara (BUMN).

- Sebagai actor, BUMN menyelenggarakan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

- Regulasi yang ada rentan menyeret tindakan BUMN ke ranah korupsi.

- Pemahaman terhadap aset BUMN apakah merupakan keuangan negara atau bukan, masih menimbulkan perdebatan. Bila melihat karakteristik

BUMN, khususnya yang berbentuk Persero, Pasal 11 UU No. 19 Tahun

2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) menyebutkan bahwa terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang

berlaku bagi Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam UU No. 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Hal ini berarti bahwa di dalam BUMN juga berlaku pemisahan harta kekayaan badan hukum dari

harta kekayaan pemilik dan pengurusnya. Dengan demikian penyertaan

saham, yang mulanya dimilki negara, apabila kemudian disertakan dalam BUMN Persero secara demi hukum telah menjadi kekayaan Persero.

- Dibutuhkan analisa dan penyelidikan yang cukup untuk menentukan terjadinya perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara

atau hanya sekadar risiko bisnis.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

- Mendorong BUMN dalam meningkatkan pendapatan negara dan kesejahteraan rakyat;

- keseimbangan antara kepentingan bisnis dan kepentingan penegakan hukum dalam BUMN;

1. Pasal 33 UUD NRI

Tahun 1945

2. UU No. 40 tahun 2007

tentang PT 3. UU No. 17 tahun 2003

tentang Keuangan

Negara 4. UU No. 20 Tahun 2001

tentagn Tipikor

5. UU No. 1 tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara

6. UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan

Tanggung Jawab

Keuangan Negara 7. UU No. 15 tahun 2006

tentang BPK

Prioritas 2015

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

Nawa Cita No. 6

(mendorong BUMN

menjadi agen pembangunan)

*)

**)

Page 15: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 15

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

- penguatan BUMN yang bersih dan tetap dalam tujuannya untuk menciptakan keuntungan bagi Negara.

c. Arah dan jangkauan:

Yang perlu direvisi terkait hal-hal sebagai berikut:

1. Maksud dan tujuan pendirian BUMN. 2. Perlakuan khusus terhadap BUMN dengan banyaknya peraturan

perundang-undangan yang ikut mengatur BUMN.

3. Sumber penyertaan modal negara terhadap BUMN 4. Penegasan pemberlakukan sistem pengelolaan PT terhadap

pengelolaan Persero

5. Penegasan menteri sebagai wakil negara selaku pemegang saham 6. Pengertian kekayaan negara yang dipisahkan

7. Modal perum tidak terbagi atas saham

8. Pengertian Menteri. Maksudnya, menimbulkan kerancuan karena secara prinsip kedudukan menteri dapat sebagai pemegang saham dan

sekaligus sebagai pejabat publik

9. Rumusan pengertian persero

10. Istilah Privatisasi. Privatisasi diartikan sebagai penyerahan kepemilikan saham kepada masyarakat. Hal ini kurang sejalan dengan

protokol pasar modal yang mengartikan go private sebagai

pengembalian saham 11. Privatisasi, dan cabang-cabang produksi penting yang dikecualikan.

12. Restrukturisasi

13. Pemeriksaan 14. Aturan bagi BUMN yang saham pemerintahnya kurang dari 51%

15. Pelaporan Investasi Pemerintah dan pelaporan neraca BUMN, bahwa

kedua hal tersebut merupakan dua hal yang berbeda, saling berhubungan dalam nilai, namun tidak saling berhubungan dalam hal

pertanggungjawaban dan pengelolaan

16. Pertanggunjawaban direksi pra dan pasca jabatan.

17. Calon anggota direksi dan internal perusahaan. 18. Larangan jabatan rangkap dalam kampanye pemilu

19. Banyak ketidakjelasan dalam pengaturan perum.

20. Saham BUMN menajdi penyertaan modal pemerintah pusat dalam rangka pendirian BUMN.

21. Penetapan unit instansi pemerintah sebagai BUMN

Page 16: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 16

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

22. Ketentuan PSO (Public Service Obligation). 23. Pemeriksaan eksternal.

24. Karyawan BUMN yang diangkat menjadi direksi

25. Kedudukan direksi, dewan komisaris, Dewan pengawas dan karyawan

bukan sebagai penyelenggara negara dan pemerintah. 26. Penegasan piutang BUMN bukan piutang negara.

27. Sinergi BUMN, dimana dalam UU BUMN belum mengatur masalah ini.

28. Permohonan pailit terhadap BUMN.

15. RUU tentang

Perubahan

atas Undang-

Undang No. 11 Tahun 1992

tentang Dana

Pensiun

Kementerian

Keuangan

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

1. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai dana pensiun yang

lebih jelas dan tegas.

2. Dinamika industri dana pensiun dan lembaga keuangan lainnya. 3. Berbagai tantangan untuk mengembangkan dana pensiun di Indonesia.

4. Sinkronisasi dengan Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan.

b. Sasaran yang ingin di wujudkan:

Meningkatkan fleksibilitas skema program dan aspek prudensial bagi dana

pensiun untuk mempercepat perkembangan dana pensiun. c. Jangkauan dan arah pengaturan:

Pengaturan mengenai dana pensiun dan jasa pihak ketiga yang terkait

dengan penyelenggaraan dana pensiun.

1. UU No. 21 Tahun 2011

tentang Otoritas Jasa

Keuangan.

2. UU No. 40 Tahun 2014 tentang Usaha

Perasuransian.

3. UU No. 7 tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan dan

perubahannya. 4. UU No. 3 Tahun 1992

tentang Jaminan Sosial

Tenaga Kerja. 5. UU No. 7 Tahun 1992

tentang Perbankan dan

perubahannya.

6. UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia

dan perubahannya.

7. UU No. 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

8. UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial

Nasional. 9. UU No. 21 Tahun 2008

tentang Perbankan

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

Program RKP Tahun

2015

*)

**)

Page 17: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 17

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Syariah.

16. RUU tentang

Pengurusan Piutang Negara

dan Daerah

Kementerian

Keuangan

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

1. Pengurusan Piutang Negara tidak hanya mencakup pengurusan piutang Pemerintah Pusat, tetapi juga piutang BUMN/BUMD yang dananya

berasal dari instansi pemerintah dan disalurkan melalui pola channeling

atau risk sharing. Pengurusan Piutang Pemerintah Daerah dapat diatur dalam RUU ini.

2. Memberikan landasan hukum dalam upaya optimalisasi hasil

pengurusan Piutang Negara, yang ditempuh dengan cara yang lebih

efektif dan efisien dengan memperhatikan hak asasi manusia, asas keadilan, kepastian hukum, pemulihan hak negara, asas transparansi,

dan asas akuntabilitas.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

1. Peningkatan hasil pengembalian piutang negara.

2. Harmonisasi dalam peraturan pengurusan piutang BUMN. 3. Efisiensi lembaga yang mengurus piutang negara.

c. Jangkauan dan arah pengaturan: Materi RUU Pengurusan Piutang Negara/Daerah memuat:

1. Ketentuan Umum

2. Ruang Lingkup Pengurusan Piutang Negara/Daerah

3. Kewenangan Pengurusan Piutang Negara/Daerah 4. Penatausahaan, Pelaporan, Penyerahan dan Penerimaan Pengurusan

Piutang Negara/Daerah

5. Tata Cara Pengurusan Piutang Negara/Daerah 6. Hak Mendahulu

7. Sanksi

8. Ketentuan Lain-lain 9. Ketentuan Peralihan

10. Ketentuan Penutup

1. UU No. 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah

2. UU No. 7 Tahun 1992

tentang Perbankan sebagaimana telah

diubah dengan UU No.

10 Tahun 1998. 3. UU No. 19 Tahun 2003

tentang BUMN.

4. UU No. 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara.

5. UU No. 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

Program RKP Tahun

2015

Pernah masuk tahap

pembicaraan tk. I di

komisi XI DPR

*) **)

17. RUU tentang

Perubahan atas Undang-Undang

No. 8 Tahun 1995 tentang

Kementerian

Keuangan

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

- Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai pasar modal yang lebih jelas dan tegas.

- Kemandirian otoritas pengawas jasa keuangan, termasuk pasar modal sangat diperlukan agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan

1. UU No. 21 Tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan.

2. UU No. 23 Tahun 1999

tentang Bank Indonesia

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

Page 18: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 18

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Pasar Modal

efisien.

- Lemahnya struktur organisasi bursa yang berlandaskan keanggotaan.

- Adanya kecenderungan global dalam pengelolaan SRO menuju konsep

demutualisasi lembaga bursa.

- Sinkronisasi dengan Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

- Otoritas pengawas pasar modal (sebagai bagian dari sektor jasa keuangan) yang independen, baik dari sisi kemandirian dalam pelaksanaan tugas dan fungsi maupun kemandirian dari sisi struktur

organisasi.

- SRO dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik serta mampu mengatasi tantangan atau perkembangan saat ini.

- Tidak terjadi conflict of interest antara Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek dan/atau perantara Pedagang Efek dengan kegiatan usaha sebagai Manajer Investasi.

- Menumbuhkan market confidence melalui penegakan hukum yang tegas dan konsisten serta terkoordinasi dengan aparat penegak hukum.

- Perusahaan memiliki alternatif pembiayaan perusahaan yang makin beragam dan investor memiliki lebih banyak pilihan dalam berinvestasi.

- Pasar Modal Indonesia dapat segera menyerap perkembangan yang dicapai Negara lain dan mampu berdaya saing yang baik terhadap pasar modal Negara lain.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

- Ketentuan hukum yang secara khusus memberikan landasan bagi otoritas pasar modal untuk dapat melakukan tugas dan fungsinya

secara independen.

- Kepemilikan saham bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan serta lembaga penyimpanan dan penyelesaian.

- Perubahan karakter perusahaan dari non profit oriented menjadi profit oriented.

- Jenis saham.

- Ketentuan terkait dengan akuntansi.

- Jenis-jenis transaksi yang dilakukan oleh emiten atau Perusahaan Publik.

- Kewenangan regulator.

sebagaimana telah diubah beberapa kali

terakhir dengan UU No.

6 Tahun 2009 tentang

Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 1999

tentang Bank

Indonesia; 3. UU No. 40 Tahun 2014

tentang Usaha

Perasuransian; 4. UU No. 7 Tahun 1992

tentang Perbankan

sebagaimana telah diubah dengan UU No.

10 Tahun 1998;

5. UU No. 19 Tahun 2003

tentang BUMN; 6. UU No. 40 Tahun 2007

tentang Perseroan

Terbatas. 7. UU No. 11 Tahun 1992

tentang Dana Pensiun;

8. UU No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang

Negara;

9. UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga

Syariah Negara.

Program RKP Tahun

2015 *)

**)

Page 19: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 19

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

- Penerapan prinsip syariah di pasar modal.

- Perusahaan efek.

- Koordinasi dengan aparat penegak hukum.

18. RUU tentang

Penilai

Kementerian

Keuangan a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

Latar belakang: Meningkatnya kegiatan perekonomian masyarakat telah mendorong

kebutuhan akan jasa penilai baik di sektor pemerintahan maupun di

sektor privat. Selain itu, perkembangan dalam bidang akuntansi saat ini

juga menunjukkan arah yang menuntut entitas bisnis untuk melaporkan kekayaan perusahaannya dengan nilai wajar yang didasarkan pada opini

penilaian. Kewajaran penyajian laporan keuangan akan sangat bergantung

pada hasil kerja penilai. Dalam bidang pembiayaan properti oleh perbankan, profesi Penilai sangat berperan untuk menentukan tingkat

pembiayaan yang dapat diberikan perbankan kepada nasabah.

Saat ini pengaturan mengenai Penilai dan hasil penilaian yang dilakukan oleh Penilai Pemerintah dan Penilai Swasta masih bersifat sektoral dan

belum dibentuk/ditunjuk institusi sebagai regulator yang menaungi

Penilai Pemerintah dan Penilai Swasta. Peraturan yang bersifat sektoral ini tentunya tidak akan cukup kuat untuk menaungi semua kepentingan yang

berkaitan dengan profesi Penilai.

Tujuan:

1. Memberikan kepastian hukum kepada Penilai, hasil penilaian dan stakeholder.

2. Membantu mengantisipasi adanya ketentuan/peraturan di bidang lain

yang semakin memerlukan peran Penilai. 3. Memberikan kesetaraan hukum pengaturan profesi Penilai.

4. Menguatkan fungsi kelembagaan terkait dengan pembinaan dan

pengawasan Penilai 5. Membantu mencegah terjadinya krisis ekonomi.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan untuk mewujudkan Penilai yang

profesional dalam rangka mendorong terselenggaranya tata perekonomian yang stabil, transparan dan akuntabel, serta memberikan kepastian hukum

bagi Penilai, hasil penilaian, dan stakeholder. c. Jangkauan dan arah pengaturan:

Pembinaan, pengaturan, dan/atau pengawasan atas:

1. UU No. 7 Tahun 1992

tentang Perbankan sebagaimana telah

diubah dengan UU No.

10 tahun 1998.

2. UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

3. UU No. 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara.

4. UU No. 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan

Negara.

5. UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga

Syariah Negara.

6. UU No. 49 Prp. Tahun

1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara.

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai Harmonisasi

*)

**) judul: RUU ttg Penilaian

Page 20: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 20

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

1. Jenis-jenis Penilai, yaitu Penilai Pemerintah Beregister, Penilai Publik Beregister, Penilai Pemerintah Bersertifikat, dan Penilai Publik

Bersertifikat.

2. Pengangkatan Penilai Pemerintah Beregister dan Penilai Publik

Beregister. 3. Pemberian izin dan pencabutan izin Penilai Pemerintah Bersertifikat

dan Penilai Publik Bersertifikat.

4. Bidang jasa Penilai, yaitu bidang properti dan bidang bisnis. 5. Kantor Jasa Penilai Publik.

6. Kerjasama dengan Kantor Jasa Penilai Publik Asing.

7. Penggunaan Penilai Asing. 8. Imbalan jasa Penilai.

9. Kode etik dan standar penilaian.

10. Kewenangan Menteri Keuangan dalam pembinaan dan pengawasan Penilai.

11. Sanksi administrasi bagi Penilai.

12. Sanksi pidana bagi penilai, pengguna jasa, dan pihak lain yang terkait.

19. RUU tentang Lelang

Kementerian Keuangan

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: Latar Belakang:

- Dasar hukum Lelang di Indonesia adalah Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari 1908 Staatsblad 1908:189

sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1941:3),

sebagai produk peninggalan pemerintah kolonial Belanda yang sudah tidak sesuai lagi dengan tatanan hukum nasional bangsa Indonesia saat

ini.

- Lelang menjadi suatu bagian penting yang tidak terpisahkan dari sistem hukum nasional karena dalam beberapa peraturan perundang-

undangan yang berlaku di Indonesia, lelang merupakan salah satu sarana penegakan hukum untuk menjamin kepastian hukum dan rasa

keadilan dalam kehidupan bermasyarakat.

Tujuan: 1. Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan untuk mewujudkan lelang

yang transparan, akuntabel, efisien, efektif, sehat, kompetitif, dan

wajar, serta memberikan perlindungan hukum kepada Pembeli, jaminan dan kepastian hukum, dan sanksi yang tegas kepada pihak-pihak

terkait yang melakukan pelanggaran.

1. Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata)

Stbl1847 No.23).

2. RBG s.1927/227 dan RIB/HIR Stb. 1941

No.44.

3. UU No. 49 Tahun 1960 tentang PUPN.

4. UU No. 8 tahun 1981

tentang Undang-Undang Hukum Acara

Pidana.

5. UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

6. UU No. 7 tahun 1992

tentang Perbankan sebagaimana telah

diubah dengan UU No.

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

*) **)

Page 21: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 21

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

2. mengatur mengenai lelang yang menggunakan teknologi informasi secara online.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Pengaturan ini bertujuan memberikan landasan hukum yang kuat untuk

menjamin hak dan kewajiban para pihak yang menggunakan lelang, menjamin rasa keadilan dalam masyarakat, memberikan motivasi kepada

masyarakat untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya melalui lelang,

memelihara integritas Pejabat Lelang dan melindungi kepentingan profesi Pejabat Lelang sesuai standar dan kode etik profesi. Selain itu untuk

memberikan landasan hukum Lelang sebagai penjualan barang yang

terbuka untuk umum.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

1. Ketentuan Umum. 2. Asas dan Tujuan.

3. Prinsip-prinsip Lelang.

4. Ruang Lingkup.

5. Penyelenggara Lelang. 6. Balai Lelang.

7. Penyelenggaraan Lelang.

8. Pejabat Lelang. 9. Imbalan Jasa.

10. Akta Lelang.

11. Bea Lelang, Meterai, dan Biaya Administrasi. 12. Pembinaan.

13. Sanksi Administrasi.

14. Ketentuan Pidana. 15. Ketentuan Peralihan.

16. Penutup.

10 tahun 1998. 7. UU No. 4 Tahun 1996

tentang Hak

Tanggungan atas Tanah

Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan

Tanah.

8. UU No. 19 Tahun 1997 jo Undang-Undang No.

19 Tahun 2000 tentang

Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

9. UU No. 42 Tahun 1999

tentang Jaminan Fidusia.

10. UU No. 1 Tahun 2004

Tentang

Perbendaharaan Negara.

11. UU No. 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang.

12. UU No. 24 Tahun 2004 tentang LPS.

13. UU No. 19 Tahun 2004

tentang Kehutanan. 14. UU No. 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah.

20. RUU tentang

Bank Sentral/Bank

Indonesia

Kementerian

Keuangan

d. Latar belakang dan tujuan pengaturan

Latar belakang: - Implikasi pembentukan OJK. Dengan disahkannya UU OJK dan

terbentuknya OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan yang semula

berada di Bank Indonesia beralih kepada OJK, sehingga perlu dilakukan penyesuaian pada UU BI.

- Dalam konteks central bank governance, amandemen UU BI diperlukan

1. UU No 7 Tahun 1992

tentang Perbankan sebagaimana telah

diubah dengan UU No

10 Tahun 1998 2. UU No 24 Tahun 1999

tentang Lalu Lintas

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

*) **)

Page 22: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 22

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

untuk memperkuat aspek legal dan akuntabilitas mandat tugas Bank Indonesia. Pemisahan kewenangan pengaturan & pengawasan

mikroprudensial (OJK) dengan makroprudensial (BI) telah diamanatkan

secara jelas dalam UU OJK. Sementara, UU BI belum mengakomodir

penyesuaian kewenangan tersebut. Tujuan pengaturan:

- Penguatan kelembagaan dan akuntabilitas Bank Indonesia sebagai

lembaga negara (state organ) yang diberikan mandat oleh konstitusi untuk menajalankan fungsi negara di bidang moneter;

- Menyempurnakan landasan hukum pelaksanaan tugas Bank Indonesia,

termasuk fungsi dan perannya paska pengalihan pengaturan dan pengawasan bank ke OJK. Hasil Financial Stability Assesment Program (FSAP) menyimpulkan bahwa BI memerlukan mandat yang eksplisit

untuk berperan dalam stabilitas sistem keuangan dan melaksanakan

fungsi makroprudensial yang efektif. e. Sasaran yang ingin diwujudkan :

- Mewujudkan penataan kelembagaan otoritas sistem keuangan (otoritas

moneter, fiskal, dan jasa keuangan), sebagai prioritas awal dalam upaya membangun arsitektur sistem keuangan Indonesia. Penataan

kelembagaan masing-masing otoritas perlu diprioritaskan sebelum

dilakukan penataan terhadap industri keuangan. Kejelasan tujuan, ruang lingkup tugas, dan kewenangan masing-masing otoritas serta

mekanisme koordinasi antar otoritas diperlukan sebagai acuan dalam

mengatur industri keuangan Indonesia. - Harmonisasi dengan berbagai undang-undang yang memiliki

keterkaitan erat dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia, antara lain

UU Mata Uang (yang mengatur kewenangan BI dalam pengelolaan

Rupiah), serta UU Transfer Dana (yang mengatur kewenangan BI terkait perizinan kegiatan transfer dana).

f. Jangkauan dan Arah pengaturan dalam RUU ini:

- Memperjelas tujuan BI, yaitu mencapai mencapai dan memelihara stabilitas harga serta ikut mendorong terpeliharanya Stabilitas Sistem

Keuangan.

Kestabilan harga merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun, upaya untuk mencapai stabilitas makroekonomi

tidak cukup hanya mencapai inflasi yang rendah. Sejumlah krisis yang

terjadi dalam beberapa dekade terakhir, semakin meyakinkan bahwa

Devisa dan Sistem Nilai Tukar

3. UU No 24 Tahun 2002

tentang Surat Utang

Negara 4. UU No 17 Tahun 2003

tentang Keuangan

Negara 5. UU No 1 Tahun 2004

tentang

Perbendaharaan Negara

6. UU No 19 Tahun 2008

Tentang Surat Berharga Syariah

Negara

7. UU No 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah

8. UU No 7 Tahun 2009

tentang Lembaga Penjamin Simpanan

9. UU No 3 Tahun 2011

tentang Transfer Dana 10. UU No 7 Tahun 2011

tentang Mata Uang

11. UU No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan

Page 23: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 23

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

ketidakstabilan makroekonomi lebih banyak bersumber dari sektor sistem keuangan. Untuk itu, bank sentral perlu berperan dalam

mendukung terwujudnya stabilitas sistem keuangan.

Kejelasan tujuan Bank Indonesia akan meningkatkan akuntabilitas

dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia yang mencakup: a) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; b) menetapkan dan

melaksanakan kebijakan sistem pembayaran dan pengelolaan uang

rupiah; dan c) menetapkan dan melaksanakan kebijakan di bidang stabilitas sistem keuangan termasuk makroprudensial.

- Tugas dan kewenangan di bidang moneter

Untuk menunjang mandat sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia memerlukan kewenangan secara menyeluruh yakni menetapkan

pengaturan/kebijakan, memberikan perizinan transaksi dan pelaku

usaha, melakukan pengawasan dan pemeriksaan, serta mengenakan sanksi.

Kebijakan moneter meliputi pengelolaan suku bunga, nilai tukar,

likuiditas, dan lalu lintas devisa. Mengingat tugas pengelolaan nilai tukar

ada di Bank Indonesia, maka pengelolaan cadangan devisa dan pengaturan dan pengembangan pasar uang dan pasar valas menjadi

bagian yang tak terpisahkan dari kebijakan moneter.

- Tugas dan Kewenangan di Bidang Makroprudensial Krisis keuangan yang terjadi di berbagai negara membuktikan bahwa

kebijakan makroprudensial diperlukan untuk mengidentifikasi dan

memitigasi terjadinya krisis keuangan kedepan, guna mencegah dampak negatifnya terhadap perekonomian.

Disamping itu, disahkannya UU No. 21 tahun 2011 tentang OJK,

menegaskan peran Bank Indonesia sebagai systemic regulator. Selain mencegah terjadinya systemic risk, upaya untuk menjaga stabilitas

sistem keuangan dilakukan dengan memperluas akses masyarakat

termasuk UMKM terhadap jasa lembaga keuangan. Untuk itu, kebijakan

makroprudensial mencakup pula kegiatan keuangan inklusif. - Tugas dan Kewenangan di Bidang Sistem Pembayaran

Sistem pembayaran merupakan unsur pendukung penting bagi

transmisi kebijakan moneter dan stabilitas sistem keuangan. Sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan transaksi non tunai dan pesatnya

perkembangan teknologi sistem pembayaran diperlukan pengelolaan

sistem pembayaran yang semakin aman dan efisien.

Page 24: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 24

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Di sisi lain, UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang menegaskan kewenangan Bank Indonesia dalam pengelolaan uang Rupiah, yang

meliputi kegiatan merencanakan, mencetak, mengeluarkan,

mengedarkan mencabut dan menarik dari peredaran, serta

memusnahkan uang Rupiah. Untuk menjaga keaslian dan kualitas uang Rupiah yang beredar, Bank Indonesia juga perlu mengatur dan

mengawasi kegiatan pengolahan uang Rupiah.

- Akses Data dan Informasi Saat ini Bank Indonesia tidak lagi memiliki payung hukum kewenangan

untuk mendapatkan data, informasi, dan keterangan yang berasal dari

perbankan karena pasal yang mengatur kewenangan tersebut (Pasal 28 UU BI) dicabut oleh UU OJK. Satu-satunya pasal yang memungkinkan

Bank Indonesia untuk memperoleh data adalah melalui survei (pasal 14).

Implikasi dari tidak diaturnya kewenangan memperoleh data, informasi, dan keterangan melalui sarana lain di luar survei, pada gilirannya dapat

menimbulkan permasalahan dan menghambat proses perolehan data,

informasi, dan keterangan yang diperlukan dalam rangka pengambilan

kebijakan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia. - Modal Bank Indonesia

Keunikan karakteristik bank sentral membedakan fungsi permodalan di

bank sentral dengan permodalan di entitas komersial. Kinerja bank sentral utamanya ditentukan dari keberhasilan dalam pencapaian

tujuannya, dan tidak dapat diukur dari seberapa baik bank sentral

tersebut dapat mengembangkan usaha dengan modal yang dimilikinya. Dengan keunikan tersebut, batasan jumlah modal minimal dan

pengaturan penambahan modal dalam UU bank sentral dipandang tidak

terlalu relevan. - Hubungan dengan Pemerintah

UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengamanatkan

pengelolaan keuangan negara dikelola dalam suatu sistem pengelolaan yang dapat dipertanggung jawabkan dan ditujukan untuk kemakmuran

rakyat. Salah satunya, adalah mengamanatkan penempatan uang

negara di bank sentral (Treasury Single Account). Pasal 27 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, mengamanatkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan rekening

Pemerintah Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah membuka

Rekening Kas Umum Daerah pada bank yang ditentukan oleh

Page 25: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 25

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

gubernur/bupati/walikota. Yang dimaksudkan dengan pengertian bank dalam pasal 27 ayat (1) dapat diinterpretasikan sebagai bank sentral.

Pengelolaan uang negara di bank sentral tidak hanya berdampak pada

sisi fiskal semata seperti memperkuat akuntabilitas dan efisiensi

penggunaan uang negara, namun juga berdampak pada sisi moneter yaitu pengelolaan likuiditas dan pengendalian suku bunga untuk

mendukung kebijakan kestabilan moneter. Uang negara yang disimpan

di bank sentral sebelum digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, akan mengurangi dampak ekspansif moneter, sehingga

berdampak positif terhadap perekonomian, yang berujung pada

kemakmuran rakyat.

21. RUU tentang

Perubahan atas UU No 10 tahun

1998 tentang

Perbankan

Kementerian

Keuangan

a. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan RUU

Di Indonesia peran lembaga perbankan mencapai sekitar 90% dari sistem keuangan nasional. Mengingat demikian penting peran dari lembaga

tersebut, maka perlu ditopang dengan perangkat hukum dan perundang-

undangan yang kokoh, kuat dan kredibel (terpercaya), yang mana isi pasal-pasalnya tidak bertentangan satu sama lain, tidak sering direvisi/

diamandemen, tidak menimbulkan salah tafsir dan dapat diterapkan

(aplikabel).

b. Sasaran yang ingin diwujudkan

- Terbentuknya UU perbankan yang jelas, transparan, tidak menimbulkan multitafsir dan dapat diterapkan, tidak menimbulkan

tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan terkait, sehingga memberikan pemahaman yang sama terhadap konstruksi

hukum perbankan.

- terwujudnya perbankan yang sehat, tumbuh dengan wajar dan menopang pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

c. Jangkauan dan Arah pengaturan dalam RUU

- fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan oleh OJK

- pembinaan terhadap perbankan secara nasional

- ketentuan pidana yang memberikan sanksi pengganti (subsider), yang selama ini tidak diatur dalam UU 10 Tahun 1998

1. UU No. 23 Tahun 1999

tentang Bank Indonesia

2. UU Nomor 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah

3. UU No 21 tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan.

4. UU No 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara

5. UU No 1 Tahun 2004

tentang

Perbendaharaan Negara

6. UU No 7 Tahun 2009

tentang Lembaga Penjamin Simpanan

7. UU No 3 Tahun 2011

tentang Transfer Dana 8. UU No 7 Tahun 2011

tentang Mata Uang

**)

22. RUU tentang Kementerian a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: 1. UU No. 17 Tahun 2003 Proses Penyusunan

Page 26: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 26

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Pengelolaan Kekayaan

Negara

Keuangan - Merupakan amanah dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 23 dan Pasal 33;

- Perlunya pengaturan pengelolaan kekayaan negara potensial yang memberikan hak secara lebih proporsional kepada para stakeholders;

- adanya permasalahan antar sektoral, antar pemerintah, atau antar pemerintah dengan pihak lain terkait dengan pengelolaan kekayaan negara.

- penerimaan negara yang dihasilkan dari pengelolaan sumber daya alam belum optimal.

- investasi pemerintah dan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah belum dapat memberikan sumbangan yang signifikan bagi penerimaan negara dan daerah.

- keseimbangan antara utilisasi kekayaan negara dan perlindungan hak negara dan masyarakat belum terjamin.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

- Republik Indonesia memiliki satu undang-undang yang mengatur pengelolaan kekayaan negara secara komprehensif sebagai landasan

bagi tercapainya pengelolaan kekayaan negara yang memberikan

manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

- Adanya jaminan keseimbangan hak-hak negara, mitra investor dan

masyarakat

- Menciptakan kehidupan masyarakat makmur, sejahtera, bermartabat dan berkeadilan.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

- mengatur pengelolaan sumber daya alam yang dikuasai Negara

- mengatur pengelolaan kekayaan yang dimiliki negara berupa Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) serta investasi pemerintah dalam bentuk

kekayaan negara dipisahkan.

- pengawasan dan pengendalian pengelolaan kekayaan negara,

- penyusunan neraca kekayaan negara,

- penguatan aspek fiskal penerimaan negara.

- mengatur mekanisme penyelesaian permasalahan antar sektor pemerintahan, antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, atau

antar pemerintah daerah, dan antar pemerintah dengan pihak lain terkait dengan pengelolaan kekayaan negara

tentang Keuangan Negara

2. UU No.1 tahun 2004

tentang

Perbendaharaan 3. UU No.19 Tahun 2003

tentang BUMN

4. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok

Agraria

5. UU No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan

6. UU No.7 Tahun 2004

tentang sumber daya air

7. UU No.32 tahun 2009

tentang Pengelolaan

lingkungan hidup 8. UU No.16 tahun 1992

tentang karantina

hewan dan tumbuhan 9. UU No.4 Tahun 2009

tentang Minerba

10. UU No.1 tahun 1973 tentang landas

kontinen

11. UU No.11 tahun 1974 tentang pengairan

12. UU No.12 tahun 1992

tentang budi daya tanaman

13. UU No.29 Tahun 2000

tentang varietas

tanaman 14. UU No.5 tahun 1990

tentang sumber daya

alam hayati dan

NA

Sudah ada Draft

RUU

*)

**)

Page 27: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 27

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

ekosistem

23. Revisi UU No.5 Tahun 1960

tentang Pokok-

Pokok Agraria.

Kement Agraria dan Tata

Ruang

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

- Tap MPR Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaharuan Argaria dan Sumber Daya Alam, salah satunya mengamanatkan tentang perlunya

mengadakan pembaharuan agraria dan sumber daya alam, dengan

menginventarisir dan merevisi peraturan perundang-undangam bidang

Pertanahan.

- UUPA yang diterbitkan pada tahun 1960 perlu ditinjau ulang guna mengantisipasi perkembangan ilmu, teknologi, politik, sosial

ekonomi,budaya serta perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap

tanah tanpa meninggalkan prinsip-prinsip yang ada.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

- Penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria, guna tercapainya kepastian dan

perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia;

- Adanya system pengelolaan pertanahan yang efisien dan efektif.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

- Mengubah pasal-pasal terkait system pendaftaran (mengubah dari stelsel negatif menjadi stelsel positif);

- Penggabungan muatan RUU pertanahan yang terkait dengan penyederhanaan hak atas tanah, reforma agrarian, pembentukan

pengadilan pertanahan

1. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

2. UU No. 2 Tahun 2012

tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum. 3. UU No. 7 Tahun 2004

tentang Sumber Daya

Air

4. UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil 5. UU No. 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

6. UU No. 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang

7. UU No. 1 Tahun 2011

tentang Perumahan

dan Kawasan Permukiman

8. UU No. 18 Tahun 2004

tentang Perkebunan 9. UU No. 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan

Daerah

Nawa cita no. 5:

Meningkatkan kualitas

hidup manusia Indonesia.

*)

24. RUU tentang

perubahan atas Undang-Undang

Nomor 39

Tahun 2004

Kementerian

Tenaga Kerja

a. latar belakang penyusunan RUU:

- Ketentuan yang mengatur tentang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Luar Negeri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia di Luar Negeri belum mampu memberikan perllindungan

1. Pasal 20, Pasal 21,

Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 D ayat (1) dan ayat

(2), Pasal 28 E ayat (1)

dan ayat (3), Pasal 28 G,

Nawa cita no. 1

(melindungi hak dan keselamatan warga

Indonesia di luar

negeri khususnya

Page 28: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 28

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

tentang

penempatan

dan

perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia Luar

Negeri

yang menyeluruh.

- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia mengandung ketidakpastian

hukum, pembagian tugas dan wewenang yang tidak proporsional antara

pemerintah dan swasta sehingga menimbulkan ketidakefektifan hukum,

dan sistem perlindungan dan pengelolaan yang kurang berpihak kepada Pekerja Indonesia di Luar Negeri.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

- Terlindunginya Pekerja Indonesia di luar negeri;

- Memeprkuat daya saing tenaga kerja dalam memasuki pasar tenaga kerja global.

c. Arah dan jangkauan:

- Ketentuan Umum

- Asas, tujuan dan ruang lingkun

- hak dan kewajiban Pekerja Indonesia di LN

- Perlindungan terhadap Pekerja Indonesia di LN

- Tugas dan wewenang Pemerintah dan Pemerintah Daerah

- Pelaksana Penempatan Pekerja Indonesia di LN

- Penyelesaian sengketa

- Sanksi administratif

- Penyidikan

Pasal 28 I ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 29

Undang-Undang Dasar

Negara Republik

Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan 3. UU No. 6 Tahun 2011

tentang Keimigrasian

4. UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar

Negeri

pekerja migrant)

D

alam Residu 2010-

2014 adalah inisiatif

DPR, dan diperiode

ini Siap diambil oleh

Kementerian Tenaga

Kerja

P

ernah masuk tahap

pembahasan Tk.I di

Pansus DPR, RUU

diprakarsai DPR

*)

**)

25. RUU tentang Perubahan atas

Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang

Perlindungan Konsumen

Kementerian Perdagangan

a. Latar belakang dan Tujuan Penyusunan: UU No 8 tahun 1999 masih menemukan kendala antara lain kekeliruan

dan kelemahan pengaturan di dalam UU Perlindungan Konsumen itu

sendiri, seperti aspek gramatika undang-undang, sistematika undang dsb. b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Terlindunginya konsumen dari pengusaha

c. Arah dan Jangkauan Pengaturan:

- Sistematika undang-undang akan memisahkan secara jelas dan tegas antara tanggungjawab pelaku usaha barang dan tanggung jawab pelaku

usaha jasa, karena secara hukum kedua jenis tanggungjawab tersebut

memiliki perbedaan yang mencolok

- Jenis tanggung jawab pelaku usaha akan terdiri dari dua jenis yaitu tanggungjawab kontraktual yaitu tanggung jawab pelaku usaha berdasarkan kontrak yang dibuatnya, dan tanggung jawab produk

1. UUD 1945, Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat

(1), Pasal 27 dan Pasal

33 2. Undang Undang No. 5

tahun 1999 Tentang

Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha

Usaha Tidak Sehat 3. Undang-undang No.

30 Tahun 1999

tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian

Nawa Cita No. 5 (menigkatkan

kualitas hidup

manusia Indonesia) *)

**)

Page 29: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 29

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

(product liability) yaitu tanggung jawab pelaku usaha barang bergerak atas dasar tanggung jawab langsung(strict liability)

- Penyelesaian sengketa konsumen akan dipisahkan secara tegas antara penyelesaian sengketa secara litigasi dan non litigasi dan penyelesaian

secara non litigasi dibatasi dalam gugatan tertentu

- Penyelesaian sengketa konsumen secara non litigasi yang dilakukan melalui BPSK dapat digambarkan sebagai berikut: 1) gugatan konsumen terhadap pelaku usaha harus diputuskan oleh

BPSK dalam waktu 21 hari kerja;

2) Putusan BPSK bersifat final dan mengikat 3) Dalam 7 hari kerja setelah putusan BPSK, pelaku usaha wajib

melaksanakan putusan tsb

4) Baik pelaku usaha maupun konsumen dapat mengajukan keberatan ke pengadilan negeri dalam tenggang waktu 14 hari kerja terhitung

sejak putusan BPSK dan pengadilan negeri harus memberikan

putusan dalam waktu 21 hari kerja;

5) Terhadap putusan pengadilan negeri dapat diajukan ke MA dalam tenggang waktu 14 hari terhitung sejak putusan pengadilan negeri

dan MA harus memutuskan dalam waktu 30 hari;

6) Apabila pelaku usaha maupun konsumen tidak mengajukan keberatan dan si pelaku usaha juga tidak melaksanakan putusan

BPSK dalam tenggang waktu 7 hari terhitung sejak putusan BPSK,

maka BPSK wajib menyerahkan kasus tersebut kepada penyidik

- Kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang berbagai lembaga akan ditata kembali.

Sengketa 4. UU Jaminan Produk

Halal

5. Pasal 29-31 UU OJK

6. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001

tentang Pembinaan

Pengawasan dan Penyelenggaraan

Perlindungan

Konsumen 7. SE Dirjen Perdagangan

Dalam Negeri No.

235/DJPDN/VII/2001 tentang Penanganan

Pengaduan Konsumen

yang ditujukan kepada

seluruh dinas Indad Prop/Kab/Kota

8. Peraturan OJK1 tahun

9. SE Dirjen Perdagangan DN No.

795/DJPDN/SE/12/2

005 tentang Pedoman Pelayanan Konsumen

26. RUU tentang

Ketentuan Umum

Perpajakan

Kementerian

Keuangan

a. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan:

- Pajak memiliki fungsi budgeter dan regulasi yang merupakan produk kebijakan pemerintah dibidang fiscal yang telah mengalami perubahan sejak Indonesia merdeka hingga saat ini. Sistem perpajakan senantiasa

disesuaikan dengan perubahan kondisi sosial ekonomi Indonesia.

- Reformasi System perpajakan mengarah pada system yang lebih sederhana, menunjang pemerataan, memberikan kepastian hukum dan keadilan

- Upaya meningkatkan mutu pelayanan dan profesionalisme petugas perpajakan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap

1. Undang-Undang Nomor

13 Tahun 1985 tentang Bea Materai

2. Undang-Undang Nomor

12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan

Bangunan

3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang

Penagihan Pajak dengan

Sudah ada NA

*)

Page 30: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 30

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

pengelolaan administrasi perpajakan

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

- Menegakan kemandirian Indonesia dalam membiayai pembangunan nasional

- Meningkatkan penerimaan pajak dari wajib pajak

- Membuat beban pajak akan makin adil dan wajar

- Menerapkan konsep good governance dan meningkatkan kinerja istansi pajak

- Meningkatkan penegakan hukum pajak dalam pelaksanaan administrasi perpajakan baik bagi petugas pajak maupun wajib pajak

- Memberikan dampak yang positif dalam bidang ekonomi.

c. Jangkauan dan arah pengaturan :

- siapa yang menjadi subjek pajak dan wajib pajak.

- Objek apa saja yang menjadi objek pajak.

- Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah.

- Timbul dan hapusnya utang pajak.

- Cara penagihan pajak.

- Cara mengajukan keberatan dan banding.

- Menyikapi kemajuan teknologi dan informasi saat ini perlu diatur tentang system pembayaran pajak secara online baik melalui internet banking

ataupun via atm

- Pengaturan kembali terkait self assessment yang lebih bijak sehingga tidak menimbulkan ketakutan bagi wajib pajak untuk melakukan

penghitungan sendiri atas beban pajak yang harus dibayar

- Pengaturan mengenai lembaga kasasi pada perkara sengketa pajak yang timbul.

Surat Paksa 4. Undang-undang Nomor

20 Tahun 2000 tentang

Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan (BPHTB)

5. Undang-Undang nomor

36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

6. Undang-Undang nomor

42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai

dan Pajak Penjualan

atas Barang Mewah

27. RUU tentang

Pajak Penghasilan

Kementerian

Keuangan

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

Pertumbuhan perekonomian domestik dan ekonomi global telah memicu beberapa perubahan yang cukup signifikan dalam perekonomian

Indonesia. Perubahan ekonomi domestik dapat diklasifikasikan menjadi

dua bagian besar yaitu perubahan yang disebabkan oleh pembentukan

entitas baru berdasarkan undang-undang dan perubahan yang disebabkan oleh perkembangan transaksi ekonomi. Perubahan yang

disebabkan oleh pembentukan badan/entitas baru yang dibentuk

berdasarkan undang-undang misalnya adalah pembentukan Otoritas

1. Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal

2. Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro

Kecil dan Menengah

3. Undang-Undang

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

*)

Catatan:

Terhadap 4 RUU Paket

Perpajakan ini (RUU tentang Pajak

Penghasilan, Pajak Bumi

Page 31: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 31

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Jasa Keuangan, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Desa, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Perubahan yang disebabkan oleh

perkembangan transaksi ekonomi misalnya on-line transaction, e-money,

dan lainnya. Hal-hal tersebut merupakan hal baru yang selama ini belum

diakomodasi dalam peraturan perpajakan Indonesia, khususnya instrumen pajak penghasilan. Kedua perubahan perekonomian domestik

tersebut apabila tidak disikapi dengan perubahan peraturan, baik terkait

subjek pajak akibat terbentuknya entitas-entitas baru maupun objek pajaknya terkait perkembangan transaksi baru, dapat menyebabkan loss penerimaan pajak yang pada akhirnya menyebabkan tax ratio Indonesia

tetap rendah.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Dalam rangka menyesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi

masyarakat serta untuk mewujudkan sistem perpajakan di bidang Pajak Penghasilan yang harmonis serta dapat lebih memberikan keadilan,

kepastian hukum dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat perlu

dilakukan perubahan atau penyempurnaan terhadap Undang-Undang Pajak Penghasilan yang berlaku saat ini atau dengan membentuk Undang-

Undang Pajak Penghasilan baru.

c. Jangkauan dan Arah pengaturan

Secara garis besar beberapa muatan pengaturan dalam Undang-Undang

Pajak Penghasilan yang perlu diharmonisasikan antara lain mengenai definisi, subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, konsep biaya, dan hal-hal

yang terkait dengan perpajakan internasional (khususnya terkait General Anti Avoidance Rules dan Specific Anti Avoidance Rules).

Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha

Milik Negara

4. 24. Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah

5. 29. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983

tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan

sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2009

(Undang-Undang KUP)

dan Bangunan, Pajak Pertambahan Nilai dan

Pajak Penjualan Barang

Mewah dan RUU

tentang Bea Materai) dalam forum diusulkan untuk digabung.

Akan tetapi ada penolakan dari

Kementerian Keuangan

dengan pertimbangan

tidak bisa digabung karena jenisnya

berbeda-beda dan

kompleks.

Disepakati untuk

sementara simplifikasi 4 RUU ini diberi catatan

dan akan dibawa pada

pembahasan Tim Pengarah.

28. RUU tentang

Pajak Bumi dan

Bangunan

Kementerian

Keuangan

a. Latar Belakang dan tujuan penyusunan RUU:

- Pajak Bumi dan Bangunan dikenakan terhadap objek pajak berupa tanah dan atau bangunan yang didasarkan pada azas kenikmatan dan

manfaat, dan dibayar setiap tahun. Pajak Bumi dan Bangunan pengenaannya didasarkan pada Undang-undang No. 12 tahun 1985

tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang No.12 tahun 1994. Namun demikian dalam perkembangannya Pajak Bumi dan Bangunan sektor pedesaan dan

perkotaan menjadi pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang

No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)

1.Undang-undang Nomor

49 Tahun 1960 tentang

Panitia Urusan Piutang Negara

2. Undang-undang Nomor

19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa.

3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang

*)

Page 32: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 32

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

- Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek Pajak.

- Ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan undang-undang.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan

- Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, oleh sebab itu

perlu peningkatan peran serta masyarakat,

- Bahwa bumi dan bangunan memberikan keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang/badan yang

mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat darinya, oleh sebab itu wajar apabila kepada mereka diwajibkan memberikan

sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada

negara melalui pajak.

Pengadilan Pajak. 4. Undang-undang Nomor

17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara.

5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan

6. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara

29. RUU tentang

Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan

Barang Mewah

Kementerian

Keuangan

a. Latar Belakang

Dalam rangka memenuhi target penerimaan PPN di masa yang akan

datang, Pemerintah akan menghadapi tantangan-tantangan yang tidak ringan. Selain karena tingginya angka penerimaan yang hendak dicapai,

pengenaan PPN juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan kegiatan

bisnis baik regional maupun internasional. Perkembangan ekonomi global yang sangat pesat telah menghilangkan batas-batas yuridiksi yang

sebelumnya menjadi penghambat dalam transaksi bisnis antar negara.

Selain itu, penggunaan dan perkembangan e-commerce telah menciptakan

jenis dan pola transaksi baru yang sama sekali berbeda dengan jenis dan pola yang ada sebelumnya. Lebih lanjut, hal lain yang juga harus

mendapatkan perhatian yang besar adalah penerapan prinsip-prinsip

pemungutan pajak yang baik yang mengedepankan keadilan, kepastian hukum, dan kesederhanaan.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan : - Terwujudnya VAT Efficiency Ratio yang optimal dalam rangka

menunjang penerimaan negara dari sektor pajak.

- Terwujudnya sistem administrasi PPN yang handal, terpercaya, efektif, dan efisien dengan menggunakan teknologi informasi terkini.

1. UU No 6 Tahun 1983

Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah

beberapa kali diubah

terakhir dengan UU No 16 Tahun 2009

2. PP Nomor 12 Tahun

2006 Tentang Perubahan Ketujuh

Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 145

Tahun 2ooo Tentang Kelompok Barang Kena

Pajak Yang Tergolong

Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas

Barang Mewah

3. PP Nomor 1 Tahun 2012 Tentang

*)

Page 33: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 33

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

- Terwujudnya peraturan PPN yang mengakomodasi perkembangan transaksi global, teknologi terkini, dan keadilan atas hak dan kewajiban

Wajib Pajak.

c. Jangkauan dan arah Pengaturan - Penyempurnaan dan perubahan terkait Pengusaha Kena Pajak.

- Penyempurnaan dan perubahan terkait objek Pajak Pertambahan Nilai.

Penyempurnaan dan perubahan terkait Objek PPN dilakukan dengan cara:

- penyederhanaan objek PPN;

- perluasan objek PPN: penegasan atas objek PPN terkait transaksi jasa keuangan;

- penyempurnaan lainnya terkait dengan objek PPN

- Penyempurnaan dan perubahan terkait tarif Pajak Pertambahan Nilai - Penyempurnaan dan perubahan terkait Faktur Pajak

- Penyempurnaan dan perubahan terkait mekanisme Pajak

Pertambahan Nilai lainnya

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1983 Tentang Pajak

Pertambahan Nilai

Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas

Barang Mewah

Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah

Terakhir Dengan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang

Perubahan Ketiga Atas

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang

Pajak Pertambahan

Nilai Barang Dan Jasa

Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

4. PP Nomor 47 Tahun

2013 Tentang Pemberian Pembebasan

Pajak Pertambahan

Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan

Pajak Penjualan Atas

Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara

Asing Dan Badan

Internasional Serta Pejabatnya

5. PP Nomor 144 Tahun

2000 Tentang Jenis

Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak

Pertambahan Nilai

6. PP Nomor 71 Tahun

Page 34: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 34

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

2012 Tentang Perlakuan Pajak

Pertambahan Nilai Atas

Penyerahan Avtur

Untuk Keperluan Angkutan Udara Luar

Negeri

30. RUU tentang

Bea Materai

Kementerian

Keuangan a. Latar Belakang

- Sumber Penerimaan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebagian berasal dari penerimaan Pajak, Pajak Penghasilan, Pajak

pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah, Pajak Bumi dan Bangunan serta pajak lainnya termasuk penerimaan dari Bea

Meterai.

- Saat terutang Bea Meterai sangat perlu diketahui karena akan menentukan besarnya tarif Bea Meterai yang berlaku dan juga berguna

untuk menentukan daluarsa pemenuhan Bea Meterai dan denda admininistrasi yang terutang.

- Aturan tentang Bea Materai (UU No. 13 Tahun 1985) perlu disesuaikan dengan kondisi perkembangan saat ini.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan

Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai yang antara

lain mengatur tariff pengenaan Bea Meterai yang berlaku, saat ini hanya

ada 2 (dua) yaitu Rp.3.000,- dan Rp.6.000,- dan tariff tersebut merupakan tariff maksimum sebagaimana dalam Undang-undang nomor 13 tahun

1985 tentang Bea Meterai. Penerimaan pajak dari Bea Meterai sangat kecil

sekali dibandingkan dengan jenis pajak lain mengingat objek yang dikenakan bea meterai terbatas pada dokumen tertentu dengan tarif yang

berdasarkan Undang-undang No 13 Tahun 1985 sudah merupakan tariff

yang tidak bisa ditingkatkan lagi, kondisi tersebut menunjukkan bahwa Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 dirasakan sudah tidak sesuai

dengan perkembangan dan keadaan sekarang. Selain itu juga perlu

pengaturan sanksi secara tegas bagi penyalahgunaan selain meterai temple dan kertas meterai.

1. Undang-undang Nomor

6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan.

2. Undang-undang Nomor

6 Tahun 1984 tentang Pos.

3. Undang-undang Nomor

17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

*)

31. RUU Perubahan atas UU 24

Tahun 2004

Kementerian Keuangan

a. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan: Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) didirikan dalam rangka memberikan

kepastian hukum terhadap para penyimpan dana pada bank, terkait

1. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

2. UU No.23 Tahun 1999

*) **)

Page 35: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 35

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

tentang Lembaga

Penjamin Simpanan

adanya resiko yang dihadapi nasabah terhadap kemungkinan rush dan pembekuan izin usaha suatu bank. Dengan adanya penjamin, diharapkan

nasabah dapat lebih mempercayai lembaga perbankan dalam menyimpan

dananya yang dapat digunakan untuk pembayaran pembanggunan namun

demikian dalam menjalankan tugas dan fungsinya, masih ada ketidakpastian hukum terkait pelaksanaan penjaminan dana nasabah

serta pelaksanaan tugas pokok memelihara stabilitas sistem perbankan

nasional oleh karena itu perlu ada perubahan atas UU No. 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Penegasan kewenangan LPS dalam penyelesaian dan penanganan bank

gagal berdampak sistemik atau tidak berdampak sistemik .

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

Pengaturan mengenai penyelesaian dan penanganan bank gagal berupa

kewenangan penjualan saham Bank gagal

Pengaturan mengenai dana yang terkumpul dari surat berharga yang diterbitkan Pemerintah

Pengaturan mengenai kerahasiaan bank terkait penyelesaian dan

penanganan bank gagal.

tentang Bank Indonesia 3. UU No.21 Tahun 2008

tentang Perbankan

Syariah.

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Republik

Indonesia Nomor 4 Tahun 2008 Tentang

Jaring Pengaman

Sistem Keuangan 5. UU No. 6 Tahun 2009

Tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 2 Tahun

2008 Tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor

23 Tahun 1999 Tentang

Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang

6. UU No.21 Tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan

32. RUU tentang Penjaminan

Polis

Kementerian Keuangan

a. Latar Belakang: Perintah UU No 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, pasal 53. Perlu

adanya kepastian hukum bagi pemegang polis, tertanggung maupun

peserta bahwa dana yang telah diserahkan kepada perusahaan asuransi, dan perusahaan asuransi syariah bahwa dananya aman dan tidak menjadi

objek sengketa dalam hal terjadi likuidasi terhadap perusahaan tersebut.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan :

- Menciptakan sistem perasuransian yang sehat dan stabil

- Memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pemegang polis, tertanggung dan peserta.

1. UU No 40 tahun 2014 tentang Perasuransian

2. UU No 21 Tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan

3. Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

tentang

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

Menunggu Hasil Koordinasi Bappenas-Kementerian Keuangan-BPHN

**) judul: RUU Pemegang Jaminan

Page 36: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 36

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

c. Jangkauan dan Arah pengaturan dalam RUU ini :

- pelaksana program penjaminan polis dan keorganisasiannya

- Kepesertaan, nilai jaminan, bentuk program penjaminan polis,

prosedur/mekanisme penyelanggaran program penjaminan polis.

- Pengaturan tentang keadaan likuidasi perusahaan asuransi/asuransi syariah, mekanisme penyelesaian dan penanganan

- Mekanisme pelaporan dan akuntabilitas

- Mekanisme pemberian sanksi

Perbendaharaan Negara

Polis

33. RUU tentang Perubahan

atas Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009

tentang Pajak

Daerah dan Retribusi

Daerah

Kementerian Keuangan

a. Latar Belakang :

- Ada ketidaksingkronan terkait PAD dan DAU daerah

- Kurang nya pengawasan mengenai pajak dan retribusi daerah

- Mendukung otonomi daerah.

b. Sasaran Yang ingin diwujudkan :

- Pemberian keleluasaan pemerintah daerah dalam memungut pajak daerah dan retribusi daerah

- Optimalisasi Pengelolaan dan Pengawasan terhadapkebocoran Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

- Pengembalian kewenangan pembatalan perda kepada Mendagri

- Pengelolaan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Sektor Perdesaan Dan Perkotaan (P2) dilakukan bagi hasil

- Pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan disesuaikan dengan kondisi daerah.

c. Jangkauan dan arah pengaturan :

- Perbaikan Sistem Pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

(PDRD)

- Pengawasan Pengadilan Pajak

- Pencegahan dan pemberantasan korupsi pajak.

- Pengawasan Pungutan Daerah

- Kewenangan Pembatalan Perda

- Pengelolaan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Sektor Perdesaan Dan Perkotaan (P2)

- Pengawasan Perda-Perda yang Berlaku di Daerah dan Bermasalah

- Pengaturan mengenai kewenangan daerah dalam pemungutan pajak dan retribusi

- inisatif atau prakasa kreatif daerah untuk memungut pajak dan retribusi

1. UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah

2. UU No 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah

3. UU No 30 Tahun 2014 tentang Adminiistrasi

Pemerintahan

Sudah ada NA

*) **)

Page 37: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 37

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

34. RUU tentang Perubahan Atas

UU No. 5 Tahun

1990 tentans

Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati

dan Ekosistem

Kementerian LH dan

Kehutanan

a. Latar Belakang dan Tujuang Penyusunan RUU: Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan

untuk menjaga kawasan hutan dan lingkungannya agar fungsi lindung,

fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari.

Sebagai kawasan yang berperan sebagai pertahanan terakhir pelestarian biodiversitas dan ekosistem di Indonesia, kawasan konservasi atau KPH-

Konservasi merupakan kawasan dimana fungsi 3P (Perlindungan,

Pemanfaatan dan Pengawetan) diprioritaskan.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

- Meningkatkan kualitas fungsi dan kelestarian hutan konservasi serta keanekaragaman hayati di dalamnya.

- Meningkatkan 10% jumlah populasi dari 25 species terancam punah dengan tahun dasar 2013.

- Terbentuknya KPHK sebanyak 50 unit.

- Meningkatkan kesadaran masyarakat akan nilai-nilai keekonomian KEHATI.

- Menyempurnakan panduan mengenai langkah-langkah untuk pengelolaan dan pemanfaatan KEHATI secara berkelanjutan.

- Meningkatnya kapasitas sumber daya manusia dalam pemanfaatan keekonomian keanekaragaman hayati (KEHATI) dan jasa lingkungan secara berkelanjutan untuk sumber bahan baku dari sandang pangan,

papan, obat-obatan, kosmetik, energi alternatif, dan ekowisata.

- Termanfaatkannya produk hasil keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan secara optimal, adil, dan lestari bagi kesejahteraan

masyarakat.

- Terwujudnya peluang untuk pengembangan dan pemanfaatan teknologi pada kegiatan konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati dan

jasa lingkungan secara berkelanjutan.

- Meningkatnya jumlah kerja sama jasa lingkungan untuk meningkatkan nilai transaksi dan penerimaan negara dari pemanfaatan jasa lingkungan kawasan hutan khususnya dari jasa lingkungan air, karbon, pariwisata

alam, dan bioprospecting untuk produksi obat-obatan, kosmetika dan

bahan makanan

- Meningkatnya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari ekspor tanaman dan satwa liar serta bioprospecting.

1. UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi

Eksklusif

2. UU No. 5 Tahun 1994

tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang

Keanekaragaman Hayati

3. UU No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan

PERPU No. 1 Tahun 2004

tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 41

Tahun 1999 tentang

Kehutanan Menjadi Undang-Undang

4. UU No. 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang

5. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup 6. UU No. 18 Tahun 2013

tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Perusakan Hutan

7. UU No. 6 Tahun 2014

tentang Desa 8. Undang-Undang No. 23

Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah

Nawa Cita No. 1

(mengamankan kepentingan dan

keamanan maritim

Indonesia, khususnya batas Negara,

kedaulatan Negara dan

sumber daya alam)

*)

**) judul: RUU ttg Keanekaragaman Hayati

Page 38: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 38

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

c. Jangkauan dan Arah Pengaturan:

- memberikan kewenangan dan keleluasan bagi pengelola kawasan Hutan Konservasi di tingkat tapak untuk melindungi kawasan Hutan Konservasi,

meningkatkan kualitas habitat Hutan Konservasi, mengawetkan spesies

serta sumber daya genetik dan mendorong terselenggaranya pemanfaatan

jasa lingkungan Hutan Konservasi sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar dan di dalam kawasan Hutan

Konservasi.

- Selain itu disempurnakan dengan memasukkan beberapa aturan prinsip dimana kebijakan pengelolaan kawasan konservasi harus memberikan ruang pada keterlibatan Pemerintah Daerah secara lebih substantif, dan

peran Pemerintah Pusat diarahkan sebagai fasilitator

- peran serta masyarakat yang genuine, akses informasi, pengakuan dan jaminan atas hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal, pengakuan

dan penghargaan terhadap institusi-institusi lokal dan pelibatan institusi tersebut di dalam pengelolaan kawasan konservasi, serta penegakan

hukum.

35. RUU tentang Pelestarian dan

Pemanfaatan

Sumber Daya

Genetik

Kementerian LH dan

Kehutanan

a. Latar belakang

- Indonesia memilili beragam sumber daya genetic dan pengetahuan

tradisional yang berkaitan dengan sumber daya genetic, yang berlimpah dan bernilai ekonomi, sehingga perlu dijaga kelestariannya dan

keseimbangannya agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan

sebagai sumber daya pembangunan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana amanat pembukaan konstitusi.

- Akses terhadap sumber daya genetic dan pengetahuan tradisional yang berkaitan dengan sumber daya genetic harus diberikan berdasarkan

persetujuan dari penyedia sumber daya genetic dan pengetahuan tradisoonal yang berkaitan dengan sumber daya genetic.

- Pemanfaatan sumber daya genetic dan pengetahuan tradisional yang berkaitan dengan sumber daya genetic harus memberikan keuntungan

yang adil dan seimbang kepada penyedia sumber daya genetic dan

pengetahuan tradisional yang berkaitan.

b. Sasaran yang ingin Diwujudkan:

- terlindunginya Sumber daya genetic

- menjamin pembagian keuntungan (financial maupun non finansiao) yang

1. Undang-Undang

Nomor 5 tahun

1990 tentang

Pelestarian Sumber Daya Alam Hayati

dan Ekosistemnya;

2. Undang-Undang

Nomor 12 tahun

1992 tentang Sistem Budi daya Tanaman;

3. U

ndang-undang Nomor 16 tahun

1992 tentang

Karantina Hewan,

Ikan danTumbuhan

• Sudah ada NA dan • Sudah ada RUU

• Perlu komunikasi

dengan direktorat

sector di Bapenas, Karena tidak masuk

dalam RPJMN,

koordinasi untuk penyelarasannya

dengan RPJMN

*) **)

Page 39: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 39

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

adil dan seimbang atas pemanfaatan sumber daya genetic yang berkaitan dengan sumber daya genetic kepada penyedia sumber daya genetic

berdasarkan kesepakatan bersama.

c. Arah dan Jangkauan Pengaturan:

- Lingkup Perlindungan

- Permohonan Izin Akses Pemanfaatan

- Tim Ahli Pengetahuan Tradisional dan

- Ekspresi Budaya Tradisional

- Perjanjian Pemanfaatan

4. Undang-Undang

Nomor 5 Tahun

1994 tentang

Pengesahan Konvensi PBB

mengenai

Keanekaragaman Hayati (United

Nations Convention

on Biological Diversity--UNCBD);

5. U

ndang-Undang Nomor 23 tahun

1997 tentang

Pengelolaan

Lingkungan Hidup; 6. U

ndang-Undang

Nomor 29 tahun 2000 mengenai

Perlindungan

Varietas Tanaman;

7. U

ndang-Undang Nomor 18 tahun

2002 tentang

Sistem Nasional Penelitian,

Pengembangan, dan

Penerapan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi.

8. UU Paten

Page 40: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 40

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

36. RUU tentang Perubahan UU

No. 25 Tahun

2004 Sistem

Perencanaan Pembangunan

Nasional

Kementerin Perencanaan

Pembangunan

Nasional/

Bappenas

Arah Perubahan yang akan diatur:

1. Memperjelas dan mensinergikan definisi beberapa peristilahan;

2. Penambahan tahapan dalam Perencanaan Pembangunan Nasional

3. Peningkatan Sinergi Pusat dan daerah dalam hal :

Perencanaan dan Penganggaran

Pengendalian dan evaluasi

Penataan Regulasi

4. Mensinergikan muatan materi antar dokumen perencanaan pembangunan

nasional dan dokumen perencanaan yang lain, seperti RTRW

5. Mengatur kembali (Re-arrange)mengenai time line waktu penetapan

dokumen perencanaanpembangunan nasional

1. UU No. 17 Tahun 2007tentang Rencana

Pembangunan Jangka

Panjang Nasional

2. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara

3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara;

4. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah;

5. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

6. UU No. 11 Tahun 2006

tentang Pemerintahan

Aceh Darussalam; 7. UU No. 21 Tahun 2001

Tentang Otonomi

Khusus Bagi Provinsi Papua;

Nawacita : berdikari dalam bidang

ekonomi (Penguatan

Fiskal). Perlu ada sinergi

antara perencanaan dan penganggaran sehingga

UU ini perlu dirubah.

*)

37. RUU tentang

Perubahan atas

Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2001

tentang Minyak

dan Gas Bumi

Kementerian

Energi dan

Sumber Daya

Mineral (ESDM)

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU;

- Perlunya tata ulang kebijakan migas yang tertuang dalam UU No. 22 /2001, mengingat banyaknya kelemahan dari regulasi tersebut di hulu

maupun hilir.

- Kebutuhan akan perubahan dan restorasi tata kelola migas nasional.

- Perlunya penyelarasan dengan beberapa Putusan MK yang membatalkan beberapa pasal dalam UU 22 Tahun 2001 terutama terkait dengan kelembagaan Migas.

- Adanya perubahan paradigma Migas bukan lagi sebagai sumber penerimaan negara tetap untuk ketahanan energi dan memberikan nilai

tambah bagi perekonomian nasional.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

- Mengembalikan kedaulatan Negara atas SDA migas

- Tata kelola migas yang berpihak pada kepentingan nasional

1. Pasal 33 UUD NRI

Tahun 1945

2. UU Nomor 4 Tahun

2009 tentangMinerba 3. UU No. 1 Tahun 2004

tentang

Perbendaharaan Negara

4. UU No. 20 Tahun 2007

tentangPenerimaan Negara BukanPajak

5. UU No. 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan

Sudah ada NA

(sedang perbaikan

Internal)

Target prioritas: 2016

Nawa Cita No. 7

(mewujudkan

kedaulatan energy melalui kebijakan

pengurangan

impor energy minyak dengan

mningkatkan

eksplorasi dan

eksploitasi migas

Page 41: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 41

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

- Sinergi antara kepentingan nasional dan kebutuhkan investasi internasional, sehingga peran perusahaan nasional menjadi lebih jelas. Sehingga ada kejelasan peran dan tugas perusahaan nasional untuk

menjalankan agenda nasional untuk mendorong terciptanya keadaan

yang berpihak kepada nasional.

- tata kelola kegiatan usaha, baik di hulu maupun hilir sehingga memperjelas pembagian peran, tugas, dan tanggung jawab dari masing-masing pihak.

- Sinergi kepentingan nasional dan kebutuhan investasi internasional dengan tetap mengedepankan kedaulatan negara.

- Pemberdayaan peran serta daerah dalam partisipasi pengusahaan Migas di wilayahnya.

- Adanya peran daerah dalam pengelolaan migas. No. 22/2001 sebenarnya sudah mencoba menempatkan isu regional, antara bagi hasil dan ikut serta (partisipating interest), namun pemberian porsi dan keikutsertaan

daerah dalam pengelolaan migas masih belum jelas.

c. Jangkauan dan Arah Pengaturan:

- Tata kelola migas nasional yang berpihak pada kepentingan nasional.

- Mempertegas diversifikasi dan konversi BBM ke non BBM.

- Larangan penggunaan asset Negara berupa cadangan migas di perus Bumi sebagai agunan oleh perushaan migas.

- Menegaskan bahwa perusahaan asing/swasta hanya sebagai kontraktor atau sebatas penggarap, bukan sebagai pemilik cadangan.

Hanya Negara (perusahaan Negara) yang boleh melakukan kolateral atas

asset cadangan migas dan boleh mengagunkan cadangan migas untuk memperoleh pinjaman dari

- Penguatan peran Migas untuk ketahan energi nasional termasuk pengaturan mengenai cadangan Migas nasional dan cadangan strategis

bahan bakar.

- Penataan kembali tata kelola Migas pada kegiatan usaha hulu dan hilir

Migas yang berpihak pada kepentingan nasional, terutama penataan kelembagaan yang efektif dan efisien.

- Memperkuat peran PT Pertamina (Persero) dalam mengelola Migas nasional.

- Pemanfaatan dana dari hasil kegiatan hulu Migas (plowback) untuk upaya pencarian cadangan Migas untuk mendukung ketahanan energi

Pemerintahan Daerah 6. UU No. 17 Tahun

2007tentang Rencana

Pembangunan Jangka

Panjang Nasional 7. UU No. 24 Tahun 2007

tentang

Penanggulangan Bencana

8. UU No. 25 tahun

2007 tentang Penanaman Modal

9. UU No. 27 Tahun 2007

tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil

10. UU No. 30 Tahun 2007

tentang Energi 11. UU No. 40 Tahun 2007

tentang Perseroan

Terbatas 12. UU No. 26 Tahun 2008

tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional

13. UU No. 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

dalam dan luar negeri,

peningkatan

efisiensi BUMN

penyedia energy Indonesia

(Pertamina, PLN,

PGN), pembangunan

pipa gas dan

pengembangan energy

terbarukan)

Catatan RPT :

- Prakarsa sebelumnya DPR

- Dikarenakan adanya putusan MK

mengenai BHP

MIgas, sehingga perlu ada perbaikan

NA dan penyesuaian

mengenai masalah kelembagaan

*)

**)

Page 42: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 42

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

nasional.

- Penerapan lex specialist dalam perpajakan dalam kegiatan usaha hulu

Migas.

- Penerapan insentif dalam kegiatan usaha hilir Migas

- Memperkuat diversifikasi bahan bakar dan konversi BBM ke Gas dan

Nabati

- Penguatan pembangunan infrastruktur Migas.

- Pemberdayaan potensi dalam negeri, termasuk jasa penunjang Migas.

Penguatan kompetensi tenaga kerja nasional di bidang Migas.

38. RUU tentang Perubahan atas

Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan

Mineral dan

Batubara

Kementerian Energi dan

Sumber Daya

Mineral (ESDM)

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU;

- Penyesuaian pembagian kewenangan usaha pertambangan Minerba

sehubungan dengan terbitnya UU N. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, khususnya terhadap kewenangan.

- Tindak lanjut dari Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK)

- Terdapat beberapa kendala dalam praktik/pelaksanaan UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Minerba.

- Evaluasi Tata Kelola Mineral dan Batubara

- Beberapa pasal dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah dibatalkan MK, sehingga perlu perubahan

b. Sasaran yang ingin diwujudkan;

- Meningkatnya nilai tambah komoditas mineral dan pertambangan di dalam negeri; dan

- Terlaksananya kegiatan pertambangan yang memenuhi persyaratan teknis dan lingkungan (Sustainable Mining).

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

- Jangkauan pengaturan dari perubahan UU Minerba ini adalah untuk mengubah ketentuan dalam UU Minerba yang memiliki pengaruh terhadap kewenangan daerah.

- Arah pengaturan adalah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan sekaligus meningkatkan daya saing produk tambang.

1. UU Pengelolaan Lingkungan Hidup

2. UU Pengelolaan

Keuangan Negara

3. UU Perpajakan 4. UU Perindustrian

5. UU Pemerintahan

Daerah 6. UU Kehutanan

7. UU Penataan Ruang

Sudah ada Analisis

dan Evaluasi Minerba

Nawa Cita No. 7

(mewujudkan

kedaulatan energy melalui kebijakan

pengurangan impor

energy minyak dengan

meningkatkan eksplorasi dan

eksploitasi migas

dalam dan luar negeri, peningkatan efisiensi

BUMN penyedia energy

Indonesia (Pertamina, PLN, PGN),

pembangunan pipa gas

dan pengembangan energy terbarukan)

**)

39. RUU tentang

Perubahan atas Undang-

Kementerian

Kebudayaan dan Pendidikan

a. Latar Belakang:

UU No 20 Tahun 2003 telah 7 (tujuh) kali diajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi dan mahkamah konstitusi dalam hal ini

1. UU No 12 Tahun 2012

tentang Pendidikan Tinggi

• Sudah ada NA

• Nawa Cita No. 8 (merevolosi karakter

Page 43: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 43

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Undang Nomor

20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan

Nasional

Dasar dan Menengah

pada putusan-putusannya berpendapat bahwa ada beberapa pasal-pasal dalam UU ini yang muatannya bertentangan dengan nilai-nilai yang

terkandung dalam UUD NRI tahun 1945 khusunya yang berkaitan dengan

Pasal 31 dan Pancasila. Masih terdapat pasal-pasal yang menjadi

penyebab penyelenggaraan pendidikan di Indonesia cenderung bersifat komersial dan bersifat diskriminatif.

Dengan adanya perubahan struktur organisasi Kemendikbud yang

memisahkan Pendidikan Tinggi dibawah organisasi Rstek maka perlu penyesuaian dalam UU No. 20 Tahun 2003.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan Terciptanyanya pendidikan nasional yang mencerdaskan kehidupan

bangsa, berkarakter sesuai dengan dasar falsafah negara.

c. Jangkauan dan Arah pengaturan dalam RUU ini :

- Paradigma sistem pendidikan nasional dalam RUU Ini didasarkan pada

masyarakat berbasis ilmu, teknologi dan/atau seni (knowledge based society)

- Penegasan peran dan Tanggung Jawab pemerintah dalam

penyelenggaraan pendidikan warga negara yang didasarkan pada

ketentuan Pasal 31 UUD NRI Tahun 1945. - Penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah didasarkan pada falsafah

negara, dan diarahkan untuk memperkuat karakter dan nation

building, dan tidak boleh lepas dari akar budaya dan jiwa bangsa yaitu jatidiri nasional, identitas, dan kepribadian bangsa

- Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan

- Penggunaan standar pemberian beasiswa yang mampu merangsang

prestasi dari peserta didik. - Penegasan fungsi sosial dari setiap jenjang pendidikan.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 32 Tahun 2013

Tentang Perubahan

Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19

Tahun 2005 Tentang

Standar Nasional Pendidikan

3. Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010

Tentang Perubahan

Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17

Tahun 2010 Tentang

Pengelolaan Dan

Penyelenggaraan Pendidikan

bangsa)

**)

40. RUU tentang

perubahan UU No. 18 Tahun

2002 tentang

Sistem Nasional

Penelitian, Pengembangan

Kementerian

Ristek dan Dikti

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU;

- Belum adanya koordinasi pada level perencanaan dan implementasi, yaitu: Jakstranas Iptek belum masuk dalam siklus tahunan anggaran

budget policy dan belum masuk ke dalam RPJMN sehingga jakstranas belum diacu oleh lemlitbang. Selain itu, jakstrada sebagai acuan

pembangunan iptek di daerah masing-masing, tidak mengacu pada

jakstranas. Permasalahan lainnya adalah bahwa belum ada koordinasi

1. UU No 25 Tahun 2004

tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan

Nasional

2. UU No 17 Tahun 2007 tentang RPJPN Tahun

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU Nawa Cita No. 8

(merevolusi karakter

bangsa)

*)

Page 44: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 44

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

dan Penerapan Iptek.

pelaksanaan jakstranas.

- Aspek pembinaan sistem litbangrap iptek, yaitu: 1) Belum ada mekanisme yang jelas dalam pembinaan kelembagaan iptek

di Indonesia, termasuk perlunya pendaftaran lembaga litbang, dan

akreditasi pranata litbang.

2) Belum adanya mekanisme pembinaan SDM iptek yang jelas (termasuk sertifikasi dan alokasi/distribusi SDM iptek ke badan usaha, sehingga

terwujud SDM iptek yang unggul dan produktif dalam pelaksanaan

kegiatan litbang untuk menghasilkan inovasi-inovasi yang mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan bangsa, mempercepat

peertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat secara berkelanjutan.

- Beberapa hal khusus dan strategis yang belum diatur dalam UU No. 18 Tahun 2002, dan memiliki dampak penting bagi pembangunan iptek

nasional, yaitu: audit teknologi, Material Transfer Agreement (MTA), dan

pembiayaan serta masih lemahnya pengaturan tentang sanksi

administratif di UU No. 18/2002.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan;

- Agar terjadi tumbuhkembang penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, melalui sistem nasional penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

mengandung dan membentuk keterkaitan yang tidak terpisahkan dan

saling memperkuat antara unsur-unsur kelembagaan, sumber daya, serta jaringan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam satu keseluruhan

yang utuh di lingkungan Negara Republik Indonesia;

- Sebagai landasan hukum untuk mewujudkan koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan

ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan kontribusi iptek dalam pembangunan nasional di Indonesia sehingga pelaksanaannya

dapat dilakukan secara efisien, efektif, terpadu, terorganisasikan

dengan baik yang pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian dan pembangunan serta daya saing nasional.

c. Jangkauan dan arah pengaturan

- koordinasi,

- pembinaan, dan pengaturan strategis lainnya antara lain pengaturan

2005-2025 3. UU No 5 Tahun 2014

tentang Aparatur Sipil

Negara

4. UU No 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan

Negara Bukan Pajak

5. UU No 17 Tahun 2006 tentang Perubahan

atas UU No 10 Tahun

1995 tentang Kepabeanan

6. UU No. 20 Tahun

2003 tentang Pendidikan Nasional

7. UU No. 23 Tahun

1992 Tentang

Kesehatan 8. UU No 41 Tahun 2009

Tentang Perlindungan

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

9. PP No 20 Tahun 2005

tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual

serta Hasil Kegiatan

Penelitian dan Pengembangan oleh

Perguruan Tinggi dan

Lembaga Penelitian dan Pengembangan

10. PP No 41 Tahun 2006

tentang Perizinan

Kegiatan Penelitian dan Pengembangan

bagi Perguruan Tinggi

Asing, Lembaga

Page 45: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 45

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

mengenai MTA, audit teknologi, dan pembiayaan riset. Penelitian dan Pengembangan Asing,

Badan Usaha dan

Orang Asing.

11. PP No 35 Tahun 2007 tentang Pengalokasian

Sebagian Pendapatan

Badan Usaha Untuk Peningkatan

Kemampuan

Perekayasaan, Inovasi dan Difusi Teknologi.

12. Instruksi Presiden 4

Tahun 2003 tentang Pengkoordinasian

Perumusan dan

Pelaksanaan

Kebijakan Strategis Pembangunan Ilmu

Pengetahuan dan

Teknologi

41. RUU tentang Perubahan atas

Undang-Undang

Nomor 4 Tahun

1984 tentang Wabah Penyakit

Menular

Kementerian Kesehatan

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU;

- Indonesia mengalami transisi epidemiologi sekaligus menjadi beban

ganda akibat terjadinya penyakit menular baru dan penyakit menular lama yang timbul kembali, karena penyakit menular lama (endemis)

belum mampu ditekan prevalensi/ insidensinya timbul ancaman

penyakit menular baru, seperti SARS, flu burung (H5N1), H1N1, MERS CoV, Ebola, dan mungkin penyakit-penyakit zoonosis lainnya.

- Dinamika kependudukan dan perubahan lingkungan strategis serta perubahan iklim juga berdampak terhadap pola penyebaran penyakit

menular, termasuk penyakit menular potensial wabah, yang diperkirakan semakin meningkat intensitasnya.

- Dimungkinkan dilakukan rekayasa genetika dari agen penyakit untuk tujuan tertentu, seperti bioterorisme, yaitu penggunaan agen penyakit

sebagai senjata biologi pemusnah massal.

- Indonesia telah menyepakati penerapan regulasi kesehatan internasional (IHR) secara penuh

1. UU No. 11 Tahun 2005 tentang

Pengesahaan

International Covenant on Economic,Social and Cultural Rights.

2. UU No. 29 Tahun

2004 tentang Praktek Kedokteran,

3. UU No. 40 Tahun

2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional.

4. UU No. 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik.

Sudah ada NA

Nawa Cita No. 5 (menigkatkan

kualitas hidup

manusia Indonesia) *)

**)

Page 46: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 46

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

- lebih dari 50% materi UU Wabah Tahun 1984 tidak sesuai lagi dengan kondisi dan kebutuhan pengaturan tentang wabah; sistematika dan esensi dari UU Wabah Tahun 1984 juga harus disesuaikan dengan tata

cara pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru sehingga

UU yang lama perlu diganti bukan diubah.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan;

- Agar masyarakat Indonesia terlindungi dari ancaman penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan mencegah masuk dan keluarnya penyakit

potensial wabah dari dan ke wilayah Indonesia.

- Agar ada kepastian dan keadilan hukum dalam menangulangi wabah.

- Adanya kekuatan hukum yang mengikat

- memberikan kekuatan dan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam pencegahan, pengendalian dan pemberantasan/penanganan penyakit yang dapat menimbulkan wabah.

c. Jangkauan dan arah pengaturan

- Upaya penanggulangan wabah, yang meliputi upaya penanggulangan pada saat terjadinya ancaman, waktu kejadian, dan pasca kejadian

wabah;

- Agent penyebab wabah tidak hanya biologis melainkan juga kimia dan fisika.

- penyebaran wabah yang disebabkan tidak hanya karena pergerakan manusia yang melalui pelabuhan tetapi juga oleh manusia yang melintasi daerah perbatasan di daratan.

- Penyebaran wabah yang disebabkan tidak hanya karena pergerakan manusia yang melalui pelabuhan tetapi juga oleh manusia yang melintasi

daerah perbatasan di daratan.

- persoalan wabah tidak saja menjadi persoalan nasional tetapi juga dapat menjadi persoalan internasional sehingga terbuka kerjasama

internasional dalam menanggulangi wabah.

- persoalan wabah tidak saja menyangkut persoalan kesehatan tetapi juga menyangkut dengan persoalan hukum, politik, ekonomi, sosial dan

budaya, agama, keamanan termasuk penyebarannya yang melalui daerah-daerah perbatasan dengan negara lain.

- Penanggulangan wabah perlu secara komnprehensif termasuk dalam hal pembiayaan.

5. UU No. 11 Tahun Tahun 2008 tentang

Informasi dan

Transaksi Elektronik.

6. UU No. 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi

Publik. 7. UU No. 36 Tahun

2009 tentang

Kesehatan. 8. UU No 43 Tahun 2009

tentang Kearsipan.

9. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit (RS).

10. UU No. 24 Tahun

2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial

(BPJS). 11. UU No. 24 Tahun

2007 tentang

Penanggulangan Bencana.

12. UU No. 39 Tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia

13. UU No. 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah

14. UU No. 13 Tahun

2003 tentang

Ketenagakerjaan 15. UU No. 32 Tahun

2009 tentang

Perlindungan dan

Page 47: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 47

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Pengelolaan Lingkungan Hidup

16. UU No. 16 Tahun

1992 tentang

Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.

17. UU No. 18 Tahun

2009 tentang Peternakan dan

Kesehatan Hewan.

18. UU No. 1 Tahun 1962 tentang Karantina

Laut.

19. UU No. 2 tahun 1962 tentang Karantina

Udara.

20. UU Pangan

21. UU Ketenaganukliran. 22. UU Terorisme.

42. RUU tentang

Kesetaraan Gender

Kementerian

PP & Perlindungan

Anak

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

Diskriminasi mewujud dalam berbagai wajah. Ada yang berupa tindakan, perilaku, hingga produk hukum. Diskriminasi yang terus menerus

berlangsung adalah pemicu dan faktor pendorong maraknya kekerasan

terhadap perempuan. Diskriminasi gender menyebabkan perempuan

terhalang untuk berkontribusi aktif dalam kehidupan publik, yang selanjutnya akan menyebabkan kurang maksimalnya pencapaian

kehidupan yang berkualitas. Kondisi relasi yang tidak setara antara laki-

laki dan perempuan adalah salah satu akar persoalan diskriminasi, disinilah negara berkewajiban untuk memastikan ketidaksetaraan itu

diatasi, baik melalui langkah-langkah koreksi budaya atau penyusunan

kebijakan yang selaras untuk mewujudkan kesetaraan.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Memberikan payung hukum kesetaraan gender yang sudah diatur dalam Undang-Undang yang sudah ada

1. Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi

mengenai Penghapusan

Segala Bentuk

Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All

Forms of Discrimination Against Women)

2. UU No. 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan

3. UU No 23 Tahun 2004

tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga

*)

**)

Page 48: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 48

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

Ketentuan Umum

Penjelasan mengenai gender dan kesetaraan gender

Asas dan Tujuan

Kewajiban Negara

Mengatur kewajiban negara dalam memberikan perlindungan dan mendorong terwujudnya kesetaraan gender

Hak dan Kewajiban Warga Negara

Pengarustamaan Gender

Pengaturan mengenai strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan perspektif gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan,

penganggaran, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi

atas kebijakan dan program pembangunan nasional, termasuk penghapusan segala bentuk diskriminasi dan perlindungan terhadap

perempuan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara.

Partisipasi Masyarakat

Penghargaan dan Sanksi

4. Undang-Undang tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2008 Tentang

Partai Politik

43. Revisi UU No 23 Tahun 2004

tentang

Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah

Tangga

Kementerian PP &

Perlindungan

Anak

Pengaturan mengenai rumusan definisi mengenai Penelantaran dalam rumah tangga, kekerasan psikis, dll

Pemberatan sanksi

Partisipasi masyarakat dalam Perlindungan korban KDRT

1. KUHP 2. UU No. 35 Tahun 2014

tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang

Pengesahan Konvensi

mengenai Penghapusan Segala Bentuk

Diskriminasi terhadap

Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women)

4. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

*)

Page 49: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 49

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

44. RUU tentang Undang-Undang

Hukum Acara

Pidana

Kementerian Hukum dan

HAM

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP sudah tidak sesuai lagi dengan sistem ketatanegaraan dan perkembangan hukum

dalam masyarakat sehingga perlu diganti dengan yang baru;

- Mewujudkan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjunjung

tinggi HAM dan menjamin warga negara bersamaan kedudukannya di hadapan hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan

pemerintahan itu tidak ada kecualinya.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Memberikan kepastian hukum, penegakan hukum, keadilan masyarakat

dan perlindungan hukum bagi tersangka, terdakwa, saksi, maupun korban, serta ketertiban hukum demi terselenggaranya negara hukum.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

1. Mempertegas asas legalitas demi terciptanya kepastian hukum dalam hukum acara pidana;

2. Ketentuan mengenai penyelidikan disesuaikan dengan perkembangan

hukum; 3. Dibentuknya lembaga baru yaitu “Hakim Komisaris” sebagai pengganti

lembaga pra-peradilan yang mempunyai kewenangan lebih luas untuk

memutuskan perlunya penahanan dalam proses peradilan.

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang

Kejaksaan;

2. Undang-Undang Nomor

39 Tahun 1999 tentang HAM;

3. Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2002 tentang KPK;

4. Undang-Undang tentang

Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang

yang mengatur

mengenai peradilan; 5. Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1998 tentang

Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan

dan Perlakuan atau

Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak

Manusiawi, atau

Merendahkan Martabat

Manusia; 6. Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2005 tentang

Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang

Hak-hak Sipil dan

Politik);

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

Target: setelah

Buku I RUU KUHP

berjalan

pembahasannya di DPR (2017)

Nawa cita No. 4

(Melakukan reformasi system

dan penegakan

hokum yang bebas

korupsi, bermartabat dan

terpercaya)

Pernah masuk pembahasan tk I di

komisi III DPR

*) **)

Page 50: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 50

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang

Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa Anti

Korupsi, 2003)

45. RUU tentang

Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi

(pengganti UU No. 31 Tahun

1999)

Kementerian

Hukum dan HAM

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

Tindak pidana korupsi sering dilakukan secara terencana dan Sistematis merupakan pelanggaran terhadap hak sosial dan ekonomi masyarakat

secara luas dan endemik, merusak sendi-sendi ekonomi nasional,

merendahkan martabat bangsa di forum internasional, telah digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar

biasa (extra ordinary crime), sehingga penindakan terhadap pelaku tindak

pidana korupsi harus diatur secara khusus.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Membangun hukum di bidang pemberantasan tindak pidana korupsi yang

dilakukan secara komprehensif, konsisten dan sistematik agar dapat memberikan kepastian dan menjamin adanya perlindungan hukum bagi

masyarakat.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

1. Mengatur mengenai hukum pidana materiil dan formil serta pengaturan

untuk mendukung adanya pencegahan dan memerangi tindak pidana korupsi;

2. Secara materiil sebagian besar ketentuan Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tetap dicantumkan dengan perubahan dan penyesuaian rumusan untuk

disesuaikan dengan Konvensi;

3. Diperkenalkan subjek tindak pidana bagi pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional publik yang melakukan tindak pidana

korupsi sebagai perluasan subjek tindak pidana yang konvensional dan

korporasi, demikian juga bagi pejabat publik ditentukan bahwa badan hukum publik tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana,

1. Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;

2. Undang-Undang Nomor

28 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Negara

yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme;

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang

pengesahan United

Nations Convention

Againts Corruption 2003 (Konvensi

Perserikatan Bangsa-

Bangsa Anti Korupsi 2003).

Sudah ada NA

Sudah ada Draft

RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

Target prioritas: tidak 2015

Nawa Cita No. 4

(Melakukan

reformasi system dan penegakan

hokum yang bebas

korupsi, bermartabat dan

terpercaya)

*)

**)

Page 51: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 51

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

melainkan pejabat publik yang memimpin atau memerintahkan tindak pidana korupsi tersebut.

46. RUU tentang

Kitab Hukum

Acara Perdata

Kementerian

Hukum dan

HAM

a. Latar Belakang dan tujuan penyusunan RUU:

Peraturan perundang-undangan Hukum Acara Perdata yang ada dan

berlaku sampai saat ini tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, baik peraturan perundang-undangan peninggalan Pemerintah

Hindia Belanda maupun peraturan perundang-undangan produk Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Adapun peraturan perundang-undangan produk Pemerintah Hindia Belanda masih bersifat dualistis atau

mengandung dualisme hukum acara yang berlaku untuk Pengadilan di

Jawa dan Madura dan hukum acara yang berlaku untuk pengadilan di

luar Jawa dan Madura.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan :

Mempertajam prinsip atau “asas persamaan hak di muka hukum, transparansi, dan kepastian hukum”,

penataan kembali materi Hukum Acara Perdata yang tersebar

diberbagai peraturan perundang-undangan berlaku.

c. Jangkauan dan Arah pengaturan dalam RUU ini :

Undang-Undang ini berlaku untuk memutus gugatan atau permohonan

yang telah diajukan ke Pengadilan, sementara perkaranya belum

diperiksa atau di putus pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku. Adapun Gugatan atau permohonan yang pada saat mulai berlakunya

Undang-Undang ini sudah diperiksa dan tinggal diputus, maka gugatan

atau permohonan tersebut tetap diputus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang lama

Undang-Undang ini selain diatur materi-materi yang merupakan

penegasan kembali dari materi yang sudah ada seperti tuntutan hak, wewenang pengadilan untuk mengadili, kewajiban mengundurkan diri,

dan hak ingkar, upaya menjamin hak, pemeriksaan sidang Pengadilan,

kesaksian, putusan dan upaya hukum terhadap putusan, juga diatur

pula materi baru yang merupakan kebutuhan hukum yaitu antara lain upaya hukum luar biasa yang disebut dengan Peninjauan Kembali,

lembaga prorogasi, pembuktian, permohonan kasasi yang hanya dapat

diajukan oleh kuasa dari pihak-pihak yang berperkara dengan kuasa

1. HIR (Het Herziene Indonesich Reglement Atau Reglemen Indonesia Baru, Stb.

1848-16, Ingevolge Stb.

1848-57 I.W.G. 1 Mei

1848, Opnieuw Bekend Gemaakt Bij Stb. 1926-

559 En Stb. 1941-44)

2. RBG (Reglement Buitengewesten, Staatsblad 1927 Nomor:

227)

3. RV. (Rgelement Op De Burgerlijke Rechtsvordering Voorderaden Van Justitie Opa Java En Het Hoogerechtshof Van

Indonesie, Alsmede Voor De Risidentiegerechten Op Java En Madura)

4. BW (Burgerlijk Wetboek

5. WVK (Wetboek Van Koophandel )

6. Ordonansi Tahun 1867

Nomor 29 7. UU No 20 Tahun 1947

8. UU Darurat No1 Tahun

1951 9. UU No 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan

Kehakiman

10. UU No 1 Tahun 1974

Sudah ada NA

Sudah ada Draft

RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

Target prioritas:

2016

Masuk dalam draf

RPJMN 2015-2019

Nawa Cita No. 4

(Melakukan reformasi system

dan penegakan

hokum yang bebas

korupsi, bermartabat dan

terpercaya)

*) **)

Page 52: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 52

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

khusus, diaturnya kembali lembaga pengadilan, dan pelaksanaan putusan arbitrase dan hukum acara cepat (small claims court)

tentang Perkawinan 11. UU No. 14 Tahun 1985

jo. UU No. 5 Tahun

2004 jis. UU No. 3

Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung

12. UU No 2 Tahun 1986 Jo

UU No. 8 Tahun 2004 jo. UU No. 49 Tahun

2009 tentang Peradilan

Umum 13. UU No 18 Tahun 2003

tentang Advokat

14. UU No: 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan

sebagaimana diubah

dengan UU No. 37

Tahun 2004 ( berkaitan dengan proses perkara

di Pengadilan Niaga)

15. UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan

dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup 16. UU No 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan

17. UU No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa

Konstruksi

18. UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen

19. UU No 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Transaksi Elektronik

20. UU No 5 Tahun 1999

tentang Larangan

Page 53: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 53

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat

21. UU No. 30 Tahun 1999

ttg Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa

22. UU Kepailitan

23. UU 16/2004 ttg Kejaksaan

47. RUU tentang

Perampasan

Aset Tindak

Pidana

Kementerian

Hukum dan

HAM

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

- Kebutuhan adanya sistem yang memungkinkan dilakukannya penyitaan dan perampasan hasil dan instrumen tindak pidana secara efektif dan

efisien, yang memperhatikan nilai-nilai keadilan dengan tidak melanggar

hak-hak perorangan.

- Peraturan perundang-undangan yang ada saat ini dinilai belum secara komprehensif dan rinci mengatur tentang perampasan aset yang terkait

dengan tindak pidana, dan masih memiliki banyak kekurangan (loophole)

jika dibandingkan dengan Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB) yang direkomendasikan oleh PBB dan lembagalembaga internasional

lainnya

- Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme dan Konvensi Menentang Korupsi.

Konvensi tersebut antara lain mengatur mengenai ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan upaya mengidentifikasi, mendeteksi, dan

membekukan serta perampasan hasil dan instrumen tindak pidana.

- Pemerintah Indonesia harus menyesuaikan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang ada dengan ketentuan-ketentuan di dalam konvensi tersebut.

Tujuannya ialah:

Untuk menekan tingkat kejahatan dan memenuhi kebutuhan hukum.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Menyita dan merampas hasil tindak pidana dari pelaku tindak pidana tidak saja memindahkan sejumlah harta kekayaan dari pelaku kejahatan

kepada masyarakat, tetapi juga akan memperbesar kemungkinan

masyarakat untuk mewujudkan tujuan bersama yaitu terbentuknya

1. Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP)

2. Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP)

3. UU No. 31 Tahun 1999

jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak

Pidana Korupsi

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang

Bantuan Hukum Timbal

Balik dalam Masalah Pidana

5. Undang-Undang Nomor

8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang

6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang

Pengesahan Konvensi

Perserikatan Bangsa-bangsa Anti Korupsi

7. UU 16/2004 ttg

Kejaksaan

Sudah ada NA

Sudah ada Draft

RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai Harmonisasi

Target prioritas:

tidak 2015

(Ada catatan dari kemenkeu dan

Kejaksaan)

Nawa Cita No.4

(Melakukan reformasi system dan

penegakan hukum

yang bebas korupsi, bermartabat dan

terpercaya)

*) **)

Page 54: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 54

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

keadilan dan kesejahteraan bagi semua anggota masyarakat.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

- Aset yang Diperoleh atau Diduga Berasal dari Tindak Pidana yang Dapat Dirampas

- Aset yang Tidak Seimbang dengan Penghasilan

- Penelusuran Aset

- Ketentuan Pemblokiran dan Penyitaan Perampasan Aset

- Permohonan Perampasan Aset

- Tata Cara Pemanggilan

- Wewenang Mengadili

- Acara Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

- Pembuktian dan Putusan Pengadilan

- Pengelolaan Aset

- Tata Cara Pengelolaan Aset

- Ganti Rugi dan/atau Kompensasi

- Perlindungan Terhadap Pihak Ketiga

- Kerjasama Internasional

- Pendanaan

- Ketentuan Peralihan

- Ketentuan Penutup

48. RUU tentang

Pembatasan Transaksi

Penggunaan

Uang Kartal

Kementerian

Hukum dan HAM

a. Latar Belakang Penyusunan

Perkembangan transaksi modern menghendaki adanya transaksi lebih cepat, pengurangan penggunaan uang kartal, dan memudahkan pelacakan

kembali atas suatu transaksi dengan akurat.

b. Sasaran

terwujudnya transaksi keuangan yang lebih efisien, aman, cepat, modern

dan tercatat dalam sistem keuangan dan sistem pembayaran serta

mendorong terwujudnya less cash society. Pengaturan tersebut juga akan bermanfaat untuk mempersempit ruang gerak penggunaan transaksi tunai

untuk mencegah pencucian uang hasil tindak pidana, misalnya korupsi,

narkoba dan lain sebagainya.

c. Arah dan Jangkauan

seluruh transaksi yang dilakukan setiap orang atau badan hukum di dalam dan dari wilayah Indonesia. Pengecualian diberikan terhadap transaksi

1. Undang-Undang Nomor

18 Tahun 1946 tentang Kewa jiban Menyim pan

Uang Dalam Bank

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan UU No.7

tahun 1992 tentang

Perbankan 3. Undang-Undang Nomor

23 Tahun 1999 tentang

Bank Indonesia sebagaimana telah

diubah beberapa kali,

tera khir dengan Undang-undang Nomor

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Target prioritas: 2016/2017

Pengaturan

pembatasan transaksi

uang kartal bermanfaat baik

secara ekonomis

maupun untuk membatasi transaksi

tunai yang sering

disalahgunakan oleh pelaku tindak pidana

sebagai sarana

Page 55: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 55

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

tunai yang berdasarkan APBN dan/atau APBD serta transaksi yang bersifat intensive cash.

Adapun arah pengaturannya adalah penguatan kerangka hukum,

peningkatan pengawasan di sektor keuangan, untuk mewujudkan efisiensi

transaksi serta membangun rezim anti pencucian uang yang efektif

6 Tahun 2009 4. Undang-Undang No. 24

Tahun 1999 tentang

Lalu Lintas Devisa dan

Sistem Nilai Tukar 5. Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001 tentang

Peru bahan UU No.31 Thn 1999 tentang

Pembe rantasan Tindak

Pidana Korupsi 6. Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2004

Tentang Lembaga Penjamin Simpanan

7. 8.Undang-Undang

Republik Indonesia No

8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang 8. 9.Undang-Undang No 3

Tahun 2011 ten tang

Transfer Dana 9. Undang-Undang No 7

Tahun 2011 tentang

Mata Uang 10. Undang-Undang No 21

Tahun 2011 tentang

Otoritas Jasa Keuangan

11. Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2007

Tentang Pena naman Modal.

pencucian uang (money laundering).

Nawa Cita No. 4

(Melakukan reformasi

system dan penegakan hokum yang bebas

korupsi, bermartabat

dan terpercaya)

*)

**)

49. RUU tentang Kementerian a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: 1. Undang-Undang Nomor Sudah ada NA

Page 56: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 56

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 31

Tahun 2000

tentang Desain Industri

Hukum dan HAM

- Menyesuaikan lebih lanjut terhadap perjanjian internasional yang telah diratifikasi dan perjanjian internasional lainnya yang akan diratifikasi

(Hague Agreement); - Menyesuaikan dengan perkembangan di tingkat internasional yang

dapat diterapkan di Indonesia; - Mengatasi kendala dalam pelaksanaan.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan: - untuk memajukan industri di Indonesia yang mampu bersaing baik

dalam lingkup perdagangan nasional maupun internasional. Selanjutnya

agar tujuan ini dapat tercapai, maka perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat di bidang Desain Industri

sebagai bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual;

- Peningkatan Perlindungan terhadap Pemegang Hak Desain Industri; - Terbentuknya UU tentang Desain Industri yang sesuai dengan

perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan standar

internasional.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

- pengaturan mengenai definisi Desain Industri agar lebih sederhana dan

jelas; - penyempurnaan lingkup kreasi yang dapat dimintakan perlindungan;

- penyempurnaan pengaturan pengertian sama atau mirip dengan

pembanding yang sudah ada; - penyempurnaan pengaturan mengenai lingkup pemegang hak;

- penambahan pengaturan mengenai kriteria pelanggaran hak;

- penyempurnaan pengaturan pembatasan lingkup Desain Industri; - penambahan ketentuan yang mengakomodasikan mekanisme pengajuan

permohonan pendaftaran Desain Industri di tingkat internasional;

- penambahan ketentuan yang memungkinkan penambahan jangka waktu

perlindungan; - pengaturan mengenai Pemeriksaan Pendahuluan Desain Industri yang

mencakup pemeriksaaan yang berkaitan dengan ketertiban umum dan

moralitas, fungsi teknis (engineering design), kemudahan kreasi, dan Desain Industri yang telah diajukan;

- pengaturan mengenai mekanisme pengajuan keberatan terhadap

penolakan atau pendaftaran hak Desain Industri melalui Majelis Banding;

7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization

(Pembentukan Organisasi Perdagangan

Dunia).

2. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun1997

tentang Pengesahan

Konvensi Paris (Paris Convention for the Protection of Industrial Property).

Sudah ada Draft

RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

Target prioritas 2016

Nawa Cita No. 6

(meningkatkan

produktifitas rakyat

dan daya saing di pasar internasional)

*)

**)

Page 57: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 57

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

- pengaturan mengenai pembatasan hak untuk mencegah kemungkinan timbulnya konflik antara pemegang hak Desain Industri dengan

pemegang HKI lainnya;

- penyempurnaan pengaturan mengenai penetapan sementara dengan

memasukkan hukum acara.

50. RUU tentang

Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2006 tentang

Bantuan Timbal

Balik dalam Masalah Pidana

Kementerian

Hukum dan

HAM

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

- Penyelamatan asset hasil korupsi yang berada di luar negeri belum dapat berjalan secara maksimal. Perlu kerjasama Internasional bagi

otoritas pusat (Kemenkumham) yang lebih intensif .

- kerjasama internasional melalui mekanisme bantuan timbal balik dalam masalah pidana menunjukkan perkembangan yang semakin meningkat seiring meningkatnya upaya masyarakat internasional dalam

pencegahan dan pemberantasan kejahatan lintas negara.

- Penyusunan RUU bertujuan untuk menyesuaikan UU No. 1 Tahun

2006 dengan standar dan praktik internasional sehingga penanganan bantuan tersebut lebih efektif dan efisien.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Memberikan pedoman dan dasar hukum kerja sama antara Pemerintah

Indonesia dengan negara lain dalam bentuk bantuan timbal balik dalam

masalah pidana.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

Beberapa ketentuan yang diubah dalam UU No. 1 Tahun 2006 antara lain penegasan mengenai syarat permintaan bantuan ditolak dan dapat ditolak;

penambahan substansi mengenai pemblokiran; dan penegasan kedudukan

Otoritas Pusat dan Otoritas yang Berwenang.

1. KUHP

2. KUHAP

3. UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan

Luar Negeri

4. UU No. 24 Tahun 2000

tentang Perjanjian Internasional

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

Target prioritas: 2016

Nawa Cita No. 4

(Melakukan reformasi

system dan penegakan hukum yang bebas

korupsi, bermartabat

dan terpercaya) *)

**)

51. RUU tentang Perubahan Atas

Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1995

tentang

Pemasyarakatan

Kementerian Hukum dan

HAM

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU;

- Adanya perluasan peran dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang sebelumnya peran dan tanggung jawabnya

terbatas pada lembaga pemasyarakatan, kemudian bergeser mengelola

lembaga-lembaga baru yang merupakan perintah dari KUHAP seperti Lembaga Rutan, lembaga Rupbasan dan Lembaga Bapas yang bergerak

sejak tahap pra adjudikasi hingga purna adjudikasi, dimana lembaga-

lembaga tersebut memiliki tujuan, daya kerja dan pengorganisasian

1. Keterkaitan dengan Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 tentang

Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP)

2. KUHP 3. Keterkaitan Undang-

Sudah ada Naskah Akademik

RUU sedang dalam

Perancangan

Target prioritas: masih menunggu KUHAP

(2016/2017)

Page 58: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 58

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

sendiri yang berbeda dengan lembaga pemasyarakatan. Mengingat lembaga-lembaga baru ini tidak berada dibawah lembaga

pemasyarakatan karena memiliki tujuan, daya kerja dan organisasi

yang berbeda.

- Dengan adanya sub-sub system tersebut, yang sudah berperan mulai dari pra adjudikasi, adjudikasi dan purna adjudikasi, mengakibatkant perubahan atas definisi sistem pemasyaraktan.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan;

- Mewujudkan penegasan kewajiban negara dalam memenuhi,menghormati dan melindungi.

- Menegaskan kedudukan pemasyarakatan dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu/Criminal Justice System (Posisi pemasyarakatan tidak

hanya diakhir, tetapi dimulai dari fase pra adjudikasi, adjudikasi dan

purna adjudikasi)

- Menegaskan pemasyarakatan sebagai satu kesatuan sistem.

- Menjamin efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

Dalam UU No. 12 Tahun 1995, pemasyaraktan hanya diartikan terbatas pada lembaga pemasyarakatan yang berada pada fase terakhir (post adjudikasi) dari proses penegakan hukum namun dengan kedudukan

pemasyarakatan sebagai bagian yang integral dari sistem peradilan Pidana

maka akan menemui perluasan peran dan tanggungjawab. Oleh karena itu subsistem pemasyarakatan sebagai salah satu subsistem dalam

peradilan pidana dimulai dari Pra adjudikasi, adjudikasi dan purna

adjudikasi. Pada awalnya hanya mengatur Lapas dan Bapas sekarang meluas hingga Rupbasan, Rutan.

Undang Republik Indonesia Nomor 5

Tahun 1998 Tentang

Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan

dan Perlakuan Atau

Penghukuman lain yang Kejam, Tidak

Manusiawi, Atau

Merendahkan Martabat

Manusia) 4. Keterkaitan dengan

Undang-Undang No.

39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

5. Undang-undang Nomor

17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara

6. Keterkaitan dengan

Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang

Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional

7. Keterkaitan dengan UU No 11 Tahun 2005

Ratifikasi Konvensi

Internasional tentang Hak-Hak Ekosob

8. Keterkaitan dengan UU

No 12 Tahun 2005 Ratifikasi Konvensi

Internasional tentang

Hak-Hak Sosial dan

Nawa Cita No. 4

(Melakukan reformasi system dan penegakan

hokum yang bebas

korupsi, bermartabat dan terpercaya)

*) **)

Page 59: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 59

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Politik 9. Keterkaitan dengan

Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2012 tentang

Sistem Pengadilan Pidana Anak

10. Keterkaitan dengan PP

27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP

11. Keterkaitan dengan PP

43 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan

Kawasan Khusus

52. RUU tentang

Perkumpulan

Kementerian

Hukum dan

HAM

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU;

- Perkumpulan merupakan salah satu bentuk hukum yang harus dilandaskan pada filsafah Pancasila sebagai pola pikir bangsa

Indonesia.

- Perkumpulan terus mengalami perkembangan di Indonesia, sedangkan aturan hukumnya masih merujuk pada Burgerlijk Wetboek (BW) untuk

Indonesia atau KUHPerdata dan Staatblad, yang keduanya merupakan

produk hukum Kolonial, yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan

kebutuhan hukum masyarakat.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan;

- Untuk mengganti peraturan Kolonial mengenai perkumpulan yang sudah tidak relevan lagi

- Menjadi UU yang memberikan pengaturan yang jelas mengenai definisi dan batasan terhadap perkumpulan yang tidak berorientasi pada

keuntungan.

- Mengintegrasikan UU Perkumpulan dengan UU Ormas.

c. Jangkauan dan arah pengaturan.

- Mengatur Perkumpulan yang berbadan hukum

- Mengatur tujuan pendirian perkumpulan tidak boleh bertentangan dengan dasar negara, konstitusi, ketertiban umum dan peraturan

perundang-undangan lainnya.

- Mengatur mengenai pendiriannya, pembubarannya, peralihannya,

1. UU 28/2004 ttg

Yayasan

2. UU 2/2008 ttg Parpol 3. UU 17 Tahun 2013 ttg

Ormas

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Nawacita no. 4

(Melakukan reformasi system dan penegakan

hokum yang bebas

korupsi, bermartabat dan terpercaya)

*)

**)

Page 60: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 60

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

keanggotaan, modal, cara memperoleh status badan hukum dst.

53. RUU tentang Pemindahan

Narapidana

Antarnegara

Kementerian Hukum dan

HAM

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU;

- Kementerian Luar Negeri RI mencatat terdapat sekitar 4415 orang WNI yang dipenjara di luar negeri, seperti Malaysia (terbanyak), Australia,

Brunei, Filipina, dan Thailand. Sebaliknya, Warga Negara Asing (WNA)

juga banyak yang terlibat kasus hukum di Indonesia (pertanggal 1 Maret 2013 adalah sejumlah 682 orang).

- Kondisi di atas telah mendorong sejumlah negara mengajukan tawaran kerjasama pada Pemerintah Indonesia untuk memindahkan warga

negaranya yang dihukum di Indonesia agar menjalani pidana di negara

asalnya.

- Kerjasama tersebut dalam hukum internasional dikenal dengan Transfer of Sentenced Person/TSP (transfer narapidana).

- Namun dalam pelaksanaannya di temui kendala yaitu belum adanya dasar hukum untuk melakukan Pemindahan Narapidana Internasional

ini.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan;

- Adanya kepastian hukum atas pemindahan narapidana internasional sehingga usaha reintegrasi sosial yang merupakan salah satu

pembinaan narapidana dapat dilaksanakan secara maksimal.

- Adanya kepastian hukum atas pemindahan narapidana juga dapat meningkatkan kerjasama internasional yang baik dengan Negara lain.

c. Jangkauan dan arah pengaturan.

- jangkauan dan arah pengaturannya mengatur WNI yang menjalankan hukuman di Negara lain dan WNA yang menjalankan hukuman di Negara Indonesia.

- Subjek yang diatur yaitu orang atau badan hukum yang mempunyai hak dan kewajiban dalam RUU pemindahan narapidana internasional ini,

seperti: narapidana, Pemasyarakatan, penegak hukum, polisi, dan kementerian luar negeri.

- Obyek yang diatur: narapidana yang menjalankan hukuman di Negara lain.

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

Tentang

Pemasyarakatan. 2. Peraturan Pemerintah

Nomor 31 Tahun 1999

Tentang Pembinaan Dan Pembimbingan

Warga Binaan

Kemasyarakatan

3. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999

Tentang Hubungan

Luar Negeri 4. Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2000

Tentang Perjanjian Internasional.

5. Undang-Undang No. 39

Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

6. Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1979 Tentang

Ekstradisi 7. Undang-Undang Nomor

1 Tahun 2006 Tentang

Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Nawacita no. 4

(Melakukan reformasi

system dan penegakan hokum yang bebas

korupsi, bermartabat

dan terpercaya)

*)

54. RUU tentang Kementerian a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: 1. KUHP Sudah ada NA yang

Page 61: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 61

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Ekstradisi (mengganti UU

No. 1 Tahun

1979 tentang

Ekstradisi)

Hukum dan HAM

- Kerjasama luar negeri baik bilateral maupun multilateral perlu dilakukan untuk mencegah peluang bagi pelaku tindak pidana untuk meloloskan dari negara tempat tindak pidana dilakukan. Oleh karena itu

perlu dilakukan peningkatan kerjasama penegakan hukum yang efektif

antar negara dengan tujuan penyerahan pelaku tindak pidana dari

Negara Diminta kepada Negara Peminta

- Penyusunan RUU Ekstradisi bertujuan untuk mengganti UU No. 1

Tahun 1979 tentang Ekstradisi, karena sudah tidak sesuai dengan

perkembangan dan kebutuhan hukum kerja sama penyerahan pelaku tindak pidana antarnegara.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

- Memberikan pedoman dan dasar hukum bagi Pemerintah Indonesia dalam menerima permohonan ekstradisi dari negara lain.

- Memberikan pedoman bagi negara lain yang akan mengajukan permohonan ekstradisi kepada Pemerintah Indonesia.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

RUU ini mengatur ketentuan antara lain mengenai:

- penyempurnaan hukum acara ekstradisi, baik ekstradisi yang diajukan dengan permintaan yang didasarkan perjanjian maupun ekstradisi

tanpa perjanjian;

- kelembagaan yang mempunyai tugas mengajukan, menerima, dan menangani pemenuhan persyaratan, serta menganalisis permintaan Ekstradisi yang diajukan oleh atau kepada Pemerintah Republik

Indonesia;

- daftar kejahatan (list of crime) yang menggunakan sistem gabungan, artinya dalam Undang-Undang ini ditetapkan daftar kejahatan dan

juga Ekstradisi dapat juga dilakukan atas dasar kebijaksanaan Negara Diminta di luar daftar kejahatan yang telah ditentukan;

- penyempurnaan substansi penyerahan Termohon Ekstradisi.

2. KUHAP 3. UU No 37 Tahun 1999

tentang Hubungan

Luar Negeri

4. UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional

perlu disesuaikan dengan sistematika

UU No. 12 Tahun

2011

Sudah ada Draft RUU

Target prioritas:

2016

Nawacita no. 4 (Melakukan reformasi

system dan penegakan

hokum yang bebas korupsi, bermartabat

dan terpercaya)

*)

**)

55. RUU tentang Perubahan Atas

UU No. 40

tahun 2007 tentang

Perseroan

Terbatas

Kementerian Hukum dan

HAM

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

- Untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi indonesia yaitu dengan peningkatan

penanaman modal.

- Berdasarkan hasil survei Ease of Doing Business oleh World Bank yang dilakukan sejak 2004 s/d 2013, Indonesia menempati peringkat 120 dari 189 negara di dunia.

1. UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN

2. UU No. 8 Tahun 1995

Tentang Pasar Modal. 3. UU No. 25 Tahun 2007

Tentang Penanaman

Modal.

NA dalam Proses

Masuk RPJMN

Nawacita no. 4

(Melakukan reformasi

system dan penegakan hokum yang bebas

korupsi, bermartabat

Page 62: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 62

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

- Salah satu indikator permasalahan tersebut di atas adalah starting a business.

- Starting a business ini terkait erat dengan aspek procedur, time, cost dan minimum capital.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan;

Untuk memperbaiki iklim berusaha dan berinvestasi dengan memberi keringanan -keringanan di segala aspek yang terkait dengan dunia usaha.

c. Jangkauan dan arah pengaturan.

- Jangkauan pengaturan dari perubahan UU PT ini adalah untuk

mengubah ketentuan dalam UU PT yang memiliki pengaruh dalam peningkatan ease of doing business di Indonesia. Antara lain

perubahan sistem pendaftaran PT, meringankan modal dasar,

memberikan kewajiban yang sama kepada PT untuk melakukan CSR.

- Arah pengaturan adalah mewujudkan pengaturan PT yang kondusif sehingga memenuhi ease of doing business di Indonesia yang berimbas

pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

4. UU No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga

Keuangan Mikro.

5. UU No. 30 Tahun 2004

Tentang jabatan Notaris.

6. UU No. 37 Tahun 2004

Tentang Kepailitan dan Penundaan

Pembayaran Hutang.

7. UU No. 5 Tahun 1986 Tentang PTUN.

8. UU No. 32 Tahun 2009

Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

9. UU No. 11 Tahun 2008

Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

10. UU No. 7 Tahun 2014

Tentang Perdagangan.

dan terpercaya)

*)

**)

56. RUU tentang Persekutuan

Perdata,

Persekutuan

Firma dan Persekutuan

Komanditer

Kementerian Hukum dan

HAM

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

- Dalam KUHPerdata dikenal bentuk usaha Persekutuan Perdata dan

dalam KUHD dikenal bentuk usaha Firma dan CV yang sudah kurang sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia dewasa ini.

- Rancangan Undang-undang bertujuan untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan materi yang sudah diatur dalam KUHP/KUHD atau

juga dapat dibuat rancangan yang baru sama sekali.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

- Membentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai persekutuan perdata, persekutuan firma dan persekutuan komanditer.

- Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan Kitab Undang-

undang Hukum Perdata (KUHPer) saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dan kebutuhan dunia

usaha, sehingga perlu diatur kembali.

1. KUH Perdata 2. KUH Dagang

3. UU No. 40 Tahun 1999

tentang Perseroan

Terbatas 4. UU No. 16 Tahun 2011

tentang Yayasan

5. UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar

Perusahaan

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

*)

Page 63: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 63

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

c. Arah dan Jangkauan Pengaturan

- Badan usaha yang tidak berbadan hukum meliputi: Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Komanditer.

- RUU mencakup tatanan hukum yang mendorong, menggerakkan, dan mengendalikan berbagai kegiatan pembangunan di bidang ekonomi,

dalam rangka menunjang pembangunan ekonomi adalah ketentuan di

bidang Badan Usaha Bukan Badan Hukum

57. RUU tentang Perubahan atas

UU No. 15

Tahun 2003 tentang

Pemberantasan

Tindak Pidana Terorisme

Kementerian Hukum dan

HAM

a. Latar Belakang dan tujuan penyusunan RUU:

- Peraturan yang ada saat ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang belum mengatur secara khusus serta tidak cukup

memadai untuk memberantas Tindak Pidana Terorisme.

- Di banyak negara kejahatan terorisme termasuk kejahatan yang perkembangannya sangat dinamis sehingga diatur secara khusus.

- Delik pidana khusus yang diatur dalam UU No. 15 Tahun 2003 masih mengandung Kelemahan-kelemahannya ketika diterapkan dalam praktek di lapangan, karena ketentuan UU ini dibuat secara incidental

ketika menghadapi kasus Bom Bali, sehingga perlu dilakukan

penyesuaian.

- Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam dunia kriminalpun mengikuti perkembangan hal ini dibuktikan dengan jenis-jenis kejahatan terorisme yang semakin canggih.

- Pergeseran dan perkembangan hukum pidana dan asas hukum pidana di Indonesia dari konvensional kearah modern perlu diakomodasi

dalam menanggulangi kejahatan terorisme.

b. Sasaran Yang ingin diwujudkan :

- Pembaruan dan Penyempurnaan UU 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

- Perluasan Ruang Lingkup Tindak Pidana Terorisme.

c. Jangkauan dan arah pengaturan :

- cyberterrorism

- kriminalisasi penyebaran materi (dengan lingkup penyebaran rasa kebencian, penghasutan, pemuliaan atau pemujaan terhadap terorisme, penyebaran ideologi terorisme, dan

- propaganda terorisme), yang memberikan dukungan bagi terorisme

1. UU No. 9 Tahun 2013 tentang

Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana

Pendanaan

Terorisme 2. UU No. 2 Tahun

2002 tentang

Kepolisian 3. UU No. 24/2006 ttg

kejaksaan

4. Kitab Undang-

Undang Hukum Pidanan

5. Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana

Sudah ada NA

Sudah ada Draft

RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai Harmonisasi

*)

**)

Page 64: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 64

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

melalui penggunaan teknologi dan informasi;

- pemberatan hukuman bagi pelaku penghimpunan dana untuk

terorisme melalui teknologi dan informasi;

- pemberatan hukuman bagi pelaku perekrutan anggota terorisdengan menggunakan teknologi dan informasi;

- kriminalisasi terhadap aktivitas pelatihan anggota teroris yang menggunakan teknologi dan informasi;

- kriminalisasi terhadap tindak pidana terorisme yang menyerang infrastruktur atau jaringan teknologi dan informasi; dan

- memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukumuntuk melakukan penyensoran atau memblokir situs atau website yang

terkait dengan terorisme.

- Kegiatan Pendahuluan (Precursor Activities) Terorisme sebagai suatu

Tindak Pidana

- Data Intelijen sebagai alat Bukti

- Deradikalisasi

- Pembuktian Unsur-unsur delik Terorisme

58. RUU tentang

Perubahan UU

No. 26 Tahun 2000 tentang

Pengadilan

HAM

Kementerian

Hukum dan

HAM

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU;

- Sebagai amanat dalam Pasal 104 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia agar dibentuk suatu pengadilan HAM. Namun dalam kenyataannya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM tidak

hanya mengatur mengenai kietentuan Pasal 104 saja akan tetapi lebih

luas, tidak hanya mengatur mengenai tata cara atau prosedur saja melainkan juga muatan hokum pidana materiil yang isinya sangat

berbeda dengan apa yang diamanatkan dalam Pasal 104 UU No. 39

Tahun 1999 tentang HAM (disharmoni antara dua aturan perundang-undangan yang pada dasarnya saling terkait)

- Kejahatan HAM Berat yang tercantum dalam UU No. 26 Tahun 2000

yaitu genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, acuannya adalah Statuta Roma namun hanya sebagian saja. Akibatnya delik kejahatan

internasional di luar dua jenis kejahatan tsb seperti kejahatan agresi

dan kejahatan perang tidak masuk dalam yurisdiksi pengadilan HAM.

- Tidak adanya hokum acara dan pembuktian secara khusus dalam kejahatan HAM.

- Masalah kewenangan dan penyelidikan dan penyidikan yg berada di

bawah dua lembaga yang berbeda yaitu Komnas HAM dan dan Jaksa Agung. Demikian pula masalah perlindungan saksi dan korban belum

1. UU No. 8 Tahun 1981

ttg KItab UU Hukum

Acara Pidana 2. UU No. 4 Tahun 2004

ttg Kekuasaan

Kehakiman 3. UU No. 39 Tahun 1999

ttg Hak Asasi Manusia

4. UU No. 13 Tahun 2006 ttg Perlindungan Saksi

dan Korban

5. UU No. 5 Tahun 1958 ttg Ratifikasi KOnvensi

Jnewa Tahun 1949 ttg

ICRC

6. UU No. 2 Tahun 1986 ttg Pengadilan Umum jo

UU No. 8 Tahun 2004

ttg Perubahan UU No. 2 Tahun 1986

Sudah memiliki hasil

Penelitian dan

Pengkajian

Sudah memiliki

Naskah Akademik

Sudah memiliki Draft

RUU

Nawa Cita No. 4

(Melakukan reformasi

system dan penegaka

hokum yang bebas korupsi, bermartabat

dan terpecaya)

*)

Page 65: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 65

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

dicakup dalam UU ini. Oleh karena berbagai kelemahan tsb diatas maka perlu dilakukan perubahan terhadap UU No. 26 Tahun 2000 ttg

Pengadilan HAM.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan; Mengubah UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM menjadi UU

tentang Pengadilan Kejahatan HAM Yang Paling Berat sesuai dengan

amanat Pasal 104 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, kompetensi absolute pengadilan ini adalah mengadili kejahatan serius yang disebut

sebagai “kejahatan HAM yang berat” yang meliputi pembunuhan massal

(genoside), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitrary/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan

orang secara paksa, perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara

sistematis, dimana definisi ini amat berbeda dengan apa yg dirumuskan dalam Pasal 7 , Pasal 8 dan Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 (lebih luas).

c. Lingkup materi yang diatur dalam RUU:

Perubahan UU No. 26 Tahun 2006 tentang Pengadilan HAM lebih pada ketentuan formil (acara) yang meliputi :

- Yurisdiksi Pengadilan HAM,

- Daluarsa, - Ne bis in idem

- Kewenangan mengetahui perkembangan perkara,

- penangkapan, - penahanan,

- penuntutan,

- pemeriksaan di sidang pengadilan - Hakim Pengadilan Kejahatan HAM

- pemeriksanaan persiapan

- Penyelesaian Perbedaan antara penyidik dan penuntut - jangka waktu pemeriksaan

- pemeriksaan saksi dalam kondisi khusus

- alat bukti dan pembuktian

- pendapat korban dalam proses persidangan - dokumentasi proses pemeriksaan,

- perlindungan saksi dan korban dan peran serta korban dalam proses

persidangan

7. UU No. 12 Tahun 2005 ttg Pengesahan

International on Civil

and Political Rights

(Kovenan Hak-hak Sipil dan Politi)

8. UU No. 7 Tahun 1984

ttg Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan

Segala Bentuk

Diskriminasi thd Wanita (CEDAW)

Page 66: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 66

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

- perlindungan terhadap penegak hukum - pengadilan kejahatan HAM yang berat ad hoc

- lembaga KKR

- ketentuan pidana

- ketentuan penutup.

Cttn : untuk ketentuan hukum materiil diusulkan untuk melakukan perubahan terhadap Pasal 104 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia .

59. RUU

Konvergensi Telematika

Kementerian

Komunikasi dan

Informatika

a. Latar Belakang dan tujuan pengaturan

- Perkembangan teknologi yang demikian pesat telah melahirkan konvergensi jasa-jasa baru yang tidak hanya terbatas pada lingkup telekomuinikasi akan tetapi telah meluas kepada media (penyiaran) dan

informatika untuk penopang seluruh layanan di semua sector termasuk

jasa keuangan, perbankan, perdagangan, pendidikan, kesehatan, komunikasi, social, budaya dan politik;

- Untuk meningkatkan alam demokrasi yang berkualitas dan tumbuh sehat, diperlukan kondisi keragaman kepemilikan dan keragaman isi

penyiaran;

- Jasa siaran radio dan televisi tidak lagi menjadi domain penyelenggara

atau lembaga penyiaran, akan tetapi telah dapat disediakan oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan yang ada dan diakses

menggunakan perangkat telekomunikasi.

a. Sasaran yang ingin diwujudkan;

- Mentransformasi kewajiban pelayanan universal (universal service obligation) menjadi broadband-ready;

- Mengoptimalisasi pemanfaatan spectrum frekwensi radio dan orbit satelit sebagai sumber daya terbatas;

- Mendorong alih teknologi penyiaran dari sistem analog ke sistem digital;

- Merestrukturisasi sector penyiaran;

- untuk meningkatkan keseimbangan isi media atau berita;

- Menegaskan prinsip Keragaman isi dan keragaman kepemilikan;

- Merevitalisasi fungsi KPI sebagai kontrol dan pengawas konten penyiaran;

- Menghapus monopoli kepemilikan penyiaran;

- Memberi pemahaman yang komprehensipbagi para pemilik hak siar bahwa frekuensi yang digunakan oleh lembaga penyiaran adalah milik

1. UU 40 tahun 1999

tentang Pers 2. KUHP

3. KUHPerdata

4. UU No. 36 tahun 1999 tentang

Telekomunikasi

5. UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektorinik

6. UU 32 Tahun 2002 ttg Penyiaran

Kajian sudah ada

Belum ada NA

Belum ada draf RUU

Nawa Cita No. 6

(meningkatkan

produktivitas rakyat dan daya saing di

pasar internsional

sehingga bangsa

Indonesia bisa maju dan bangkit bersama

bangsa-bangsa Asia

lainnya)

*)

**)

Page 67: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 67

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

negara yang dipinjamkan sebagai hak pakai dan hak guna, untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat;

- mengembalikan penyiaran ke arah dan tujuan mencerdaskan bangsa yang sesuai bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

60. RUU Sistem

Pengawasan Intern

Pemerintah

Kementerian

PAN & RB

a. Latar belakang dan Tujuan Penyusunan RUU:

- Saat ini keberadaan aparatur pengawasan internal pemerintah (APIP) sepenuhnya berada di bawah pimpinan kementerian, lembaga, atau

pemerintah daerah (pemda) yang ruang lingkup pengawasannya dibatasi

oleh pimpinan masing-masing, sehingga dipandang tidak efektif.

- Kelembagaan APIP seharusnya merupakan eselon inspektur yang minimal harus sama dengan eselon pejabat yang diperiksa, bukan

sebaliknya misalnya, eselon inspektur di bawah sekretaris daerah

(Sekda). Padahal, Sekda adalah kuasa pengguna anggaran (KPA) yang harus diawasi. Kondisi serupa juga terjadi di kementerian dan lembaga di

tingkat pusat,

- Perlu sistem pengawasan intern yang efektif, efisien, dan sinergis - Optimalisasi kinerja pengawasan intern dalam rangka pelayanan publik

yang prima menuju kesejahteraan masyarakat

- Perlunya Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang profesional, independen, dan kompeten (Reformasi Kelembagaan / SDM APIP)

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

- Tercapainya efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah

- Berkurangnya tingkat korupsi dan pentimpangan dalam rangka menuju

kepemerintahan yang bersih dan bebas KKN - Meningkatkan profesionalisme dan independensi APIP melalui

pemberdayaan SDM yang berkompeten dan berintegritas

- Menjadi dasar hukum pengawasan di lingkungan Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah.

- menciptakan koordinasi, sinkronisasi, dan sinergitas antar lembaga

pengawas internal pemerintah. Sistem pengawasan ini menitikberatkan pada aspek profesionalisme pengawas, pencegahan korupsi dan

penyimpangan, tindak lanjut laporan, dan akuntabilitas.

c. jangkauan dan Arah Pengaturan:

1. UU No. 28 Tahun 1999

tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari

Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme;

2. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara;

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara

4. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan

Pengelolaan Dan

Pertanggungjawaban Keuangan Negara;

5. UU No. 14 Tahun 2008

tentang Keterbukaan

Informasi Publik

• Ada NA

• Ada Draf RUU • Masuk dalam RPJMN

dan RKP 2015

• Nawa Cita no. 2

(tata kelola Pemerintahan yang

perish, efektif,

demokratis dan terpercaya)

*)

Page 68: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 68

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

- keberadaan unit aparatur pengawasan internal pemerintah (APIP),

- sistem pengawasan internal,

- pola pertanggungjawabannya.

61. RUU Susunan

dan Kedudukan

MPR, DPR dan DPD

Kementerian

Dalam Negeri

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UUMD3)

telah dilakukan beberapa kali pengujian ke MK. Beberapa pasal terkait dengan keterwakilan perempuan telah dibatlkan oleh MK, dan terakhir

disepakati oleh KMP dan KIH di DPR untuk mencabut dan menambah

ketentuan yang terkait dengan perubahan komposisi pimpinan alat

kelengkapan DPR. Karena pertimbangan politik tertentu dalam rangka mempercepat proses “rekonsiliasi” di DPR, maka usulan penyempurnaan

UU MD3 dari DPD belum dibahas.

Perubahan UU MD3 ini perlu dilakukan dalam rangka memperjelas sistem pemerintahan presidensial serta mensinkronkan UU MD3 dengan UU

Pemda yang baru (UU No. 23 tahun 2014).

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Penataan kelembagaan parlemen Indonesia yang terdiri dari MPR, DPR,

DPD. Pengaturan tentang DPRD sudah diakomodasi dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda.

c. Jangkauan dan Arah Pengaturannya:

Susunan dan kedudukan serta tugas dan kewenangan MPR, DPR dan DPD.

1. UU No. 17 Tahun 2014

tentang MPR,

DPR,DPD,DPRD (MD3) 2. UU No. 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan

Daerah

3. Perpu No. 1 Tahun 2014

Konsekuensi Putusan

MK, memperjelas

kedudukan DPRD, dan sinkronisasi dengan UU

Pemda

*)

62. Revisi UU No. 2

Tahun 2011

tentang Partai Politik

Kementerian

Dalam Negeri

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

Putusan MK atas perkara No. 39/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa Pasal

16 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Berdasarkan Putusan MK setiap Parpol lama

dan baru harus dilakukan verifikasi ulang. Dengan cara demikian akan

dapat dilakukan proses penyederhanaan partai.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan;

Mendorong Penataan Partai Politik yang lebih Terbuka dan Berkualitas.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

- Mengubah materi anggota Partai Politik yang tidak dapat diberhentikan

UU No.17 Tahun 2014

tentang MPR, DPR, DPD,

DPRD (MD3)

Konsekuensi putusan

MK No. 39/PUU-

XI/2013 terkait dengan verifikasi Parpol lama

dan baru.

Antispasi anggaran pembentukan UU

Page 69: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 69

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

dari anggota DPR atau DPRD jika: a. partai politik yang mencalonkan anggota tersebut tidak lagi menjadi

peserta Pemilu atau kepengurusan partai poitik tersebut sudah tidak

ada lagi,

b. anggota DPR atau DPRD tidak diberhentikan atau tidak ditarik oleh partai politik yang mencalonkannya,

c. tidak lagi terdapat calon pengganti yang terdaftar dalam Daftar Calon

Tetap dari partai yang mencalonkannya”;

- partai politik wajib melakukan pendidikan politik secara sistematis, terprogram, dan berkesinambungan;

- membangun sistem rekrutmen politik yang lebih transparan, partisipatif,

selektif, kompetitif, dan akuntabel; - melakukan penyiapan secara serius terhadap kader-kadernya sebagai

calon-calon pemimpin bangsa yang andal dan terpercaya di masa depan;

- menciptakan etika politik partai yang santun dan bermartabat yang diinternalisasikan pada diri para anggotanya;

- visi, misi, platform, dan program kerja yang senantiasa ditawarkan

kepada publik;

- Membentuk sistem pertanggungjawaban atas bentuk agregasi dan perjuangan atas tuntutan akan kebutuhan rakyat yang nyata dan

sedapat mungkin mewujudkannya;

- Mendorong komunikasi politik yang sehat antar partai politik sehingga terjadi koalisi ideologis secara permanen;

- memisahkan antara kepengurusan struktural parpol dengan jabatan

publik/pemerintahan (tidak rangkap jabatan); - pengaturan mengenai sistem pembiayaan partai politik, yang didanai

dari sumber-sumber yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan;

- Penyederhanaan Jumlah Partai Politik.

63. RUU

Penyelenggara Pemilu

Kementerian

Dalam Negeri

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU

UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, mengatur struktur penyelenggara pemilu mulai dari KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/kota,

hingga tingkat bawah. Dengan diterbitkannya PERPU No. 23/2014 terjadi

perubahan sistem pemilu di daerah yang semula akan dilakukan oleh DPRD dikembalikan menjadi Pilkada langsung. Selanjutnya Putusan MK

No. 97/PUU/XI/2013 menyatakan bahwa Pilkada langsung merupakan

bagian dari rezim pemda, bukan rezim pemilu. Dampak dari putusan ini,

untuk pelaksanaan Pilkada langsung tentu tidak dapat serta merta

1. UU No. 15 Tahun 2011

tentang Penyelenggara Pemilu

2. UU No. 8 Tahun 2012

tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan

Daerah, Dan Dewan

*)

Page 70: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 70

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

menggunakan organ/perangkat penyelenggara pemilu KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sebagai organ dalam rezim pemilu. Untuk itu perlu

ada pengaturan terlebih dahulu. Selain itu perlu ada pengaturan

kelembagaan penyelenggara pemilu tatkala pemilu dilakukan secara

serentak (Pileg dan Pilpres).

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Penataan kelembagaan penyelenggara pemilu baik yang dalam konteks rezim pemilu maupun rezim pemda

c. Arah Pengaturannya - Kelembagaan KPU,

- Bawaslu dan DKPP sebagai penyelenggara pemilu,

- proses pengisian jabatannya

Perwakilan Rakyat Daerah (Pileg)

3. UU No. tentang

Pemilihan Presiden

4. UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

sebagaimana diubah

dengan UU No. 2 Tahun 2011

64. RUU Pemilihan Umum Anggota

Legislatif

Kementerian Dalam Negeri

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU

- Berdasarkan Putusan MK No. 14/PUU-XI/2013, Pilpres dan Pileg dilakukan serentak mulai Pemilu 2019. UU Pileg dan UU Pilpres yang

berlaku saat ini masih menggunakan paradigma pemilu yang dilakukan

terpisah berurutan karena penentuan calon Presiden ditentukan oleh partai politik yang memenuhi Parliamentary Treshold (PT). Pengaturan

Pemilu serentak merupakan pelaksanaan amanat UUD 1945 khususnya

Pasal 22E ayat (1) yang berbunyi, “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali” dan Pasal 22E ayat (2) yang berbunyi, “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

- Pengaturan UU pemilu serentak untuk mendorong hak warga negara memilih secara cerdas karena warga negara dapat mempertimbangkan

sendiri mengenai penggunaan pilihan untuk memilih anggota DPR dan

DPRD yang berasal dari partai yang sama dengan calon presiden dan wakil presiden.

- Selain itu, dengan pemilihan umum serentak dapat dilakukan proses yang efisien dengan tetap menjamin kualitas penyelenggaraannya, dan

dapat membangun peta checks and balances pemerintahan presidensial.

1. UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara

Pemilu

2. UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan

Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, Dan Dewan

Perwakilan Rakyat

Daerah (Pileg) 3. UU No. 42 Tahun 2008

tentang Pemilihan

Umum Presiden dan Wakil Presiden

4. UU No. 2 Tahun 2008

tentang Partai Politik sebagaimana diubah

dengan UU No. 2

Tahun 2011

*)

Page 71: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 71

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Terselenggaranya pemilu legislative yang dilakukan serentak dengan

pemilu Presiden.

c. Arah pengaturannya - Mekanisme penyelenggaraan pemilu serentak yang efisien.

- Kerangka pengaturan pemilu serentak yang bersamaan dengan Pilkada

langsung (serentak) 2019. - Pencegahan terhadap munculnya poilitik dinasti.

- Persyaratan calon dan pencalonan

- Mekanisme kampanye - Mekaninsme pencoblosan

- Mekanisme penghitungan suara.

- Mekanisme penetapan colan terpiliih. - Mekanisme penjatuhan sanksi.

65. RUU Pemilihan Umum Presiden

dan Wakil

Presiden

Kementerian Dalam Negeri

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU

- Berdasarkan Putusan MK No. 14/PUU-XI/2013, Pilpres dan Pileg dilakukan serentak mulai Pemilu 2019. UU Pileg dan UU Pilpres yang

berlaku saat ini masih menggunakan paradigma pemilu yang dilakukan

terpisah berurutan karena penentuan calon Presiden ditentukan oleh partai politik yang memenuhi Parliamentary Treshold (PT). Pengaturan

Pemilu serentak merupakan pelaksanaan amanat UUD 1945 khususnya

Pasal 22E ayat (1) yang berbunyi, “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali” dan Pasal 22E ayat (2) yang berbunyi, “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

- Pengaturan UU pemilu serentak untuk mendorong hak warga negara untuk memilih secara cerdas karena warga negara dapat

mempertimbangkan sendiri mengenai penggunaan pilihan untuk

memilih anggota DPR dan DPRD yang berasal dari partai yang sama dengan calon presiden dan wakil presiden. Selain itu, dengan pemilihan

umum serentak warga negara dapat menggunakan haknya untuk

memilih secara cerdas dan efisien, dan dapat membangun peta checks and balances pemerintahan presidensial.

1. UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara

Pemilu

2. UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan

Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, Dan Dewan

Perwakilan Rakyat

Daerah (Pileg) 5. UU No. 42 Tahun 2008

tentang Pemilihan

Umum Presiden dan Wakil Presiden

3. UU No. 2 Tahun 2008

tentang Partai Politik sebagaimana diubah

dengan UU No. 2

Tahun 2011

Materi muatan UU Pileg dan UU Pilpres dapat

diintegrasikan dalam

satu UU tentang Pemilu Serentak yang di

dalamnya mengatur

Pemilihan Legislatif dan pemilihan presiden.

Termasuk juga

kaitannya dengan

Pilkada langsung serentak tahun 2019.

*) **)

Page 72: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 72

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Terselenggaranya pemilu legislative yang dilakukan serentak dengan

pemilu Presiden.

c. Arah pengaturannya - Mekanisme penyelenggaraan pemilu serentak yang efisien.

- Kerangka pengaturan pemilu serentak yang bersamaan dengan Pilkada

langsung (serentak) 2019. - Pencegahan terhadap munculnya poilitik dinasti.

- Persyaratan calon dan pencalonan

- Mekanisme kampanye - Mekaninsme pencoblosan

- Mekanisme penghitungan suara.

- Mekanisme penetapan colan terpiliih. - Mekanisme penjatuhan sanksi.

66. Revisi UU Nomor 2 Tahun

2002 tentang

Kepolisian Negara

Republik

Indonesia

Kementerian Hukum & HAM

a. Latar Belakang penyusunan RUU: UU No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI yang saat ini berlaku

sudah tidak sesuai lagi terkait dengan harapan dan tuntutan

perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam pelaksaan penegakan hukum, sehingga dibutuhkan penguatan posisi dan kedudukan Polri

sebagai alat negara penegak hukum, pengutan lembaga pengawasan Polri,

penguatan kewenangan pejabat polisi dalam menjalankan tugasnya dan penguatan perlindungan hukum dalam pelaksanaan tugas dan

peningkatan kesejahteraan anggota Polri, serta penguatan hubungan

hukum dan hubungan kerja Polri dengan sesama aparat penegak hukum

lainnya dalam kerangka sistem peradilan pidana di Indonesia.

b. Sasaran yang ingin diujudkan:

- Penguatan kelembagaan Polri; - Pengutan lembaga pengawasan polri

- Penguatan kedudukan Polri dalam ketatanegaraan RI;

- Penguatan tugas fungsi dan kewenangan Polri dalam pelaksaaan tugasnya dibidang harkamtibmas dan penegakan hukum;

- Penguatan perlindungan personel polri dalam pelaks tugasnya

- Peningkatan kesejahteraan personel Polri;

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

1. KUHP 2. Undang-Undang No. 8

Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana; 3. Undang-Undang No.

16 Tahun 2004

tentang Kejaksaan; 4. Undang-Undang No.

39 Tahun 1999

tentang HAM;

5. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002

tentang KPK;

6. Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman

7. UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan

atas Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan

Saksi dan Korban

Masuk dalam RPJMN

*)

**)

Page 73: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 73

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Pengaturan Polri sebagai lembaga dan alat Negara ditujukan untuk menguatkan kelembagaan dan personel Polri dalam pelaksaaan tugasnya

dengan memperkuat lembaga pengawasan Polri dari internal maupun

eksternal, penguatan tugas dan fungsi Polisi selaku alat Negara

harkamtibmas dan gakkum sehingga dapat memenuhi tuntutan masyarakat akan Polri yang bersih berwibawa dan dipercaya oleh

masyarakat.

67. RUU tentang

Persandian

Kementerian

Pertahanan

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU;

- Pembangunan Indonesia harus senantiasa tanggap terhadap dinamika masyarakat dan bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup

bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945.

- Dinamika masyarakat yang terjadi dalam era Informasi menunjukkan lingkup pemanfaatan teknologi Informasi berperan penting tidak hanya

untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara saja, tetapi juga

penting untuk kepentingan perekonomian, perdagangan, dan industri. - Setiap rakyat Indonesia berkepentingan untuk mendapat jaminan atas

hak asasinya, termasuk hak asasi untuk mendapatkan jaminan

keamanan dan privasi dalam menggunakan sumber daya internet, di antaranya „right against disclosure of concealed information‟ atau „right to limit access to the self‟, atau „control of information pertaining to one‟s self.

- Pemanfaatan ilmu dan teknologi persandian dapat digunakan untuk menjamin keamanan privasi tersebut, namun jaminan terhadap

pemanfaatan Persandian guna melindungi privasi tidak disebutkan

secara tegas dalam Undang-Undang di Indonesia. - Belum adanya peraturan yang menyebutkan secara jelas kewenangan

negara untuk mengawasi perkembangan sistem dan peralatan sandi

yang termasuk dalam obyek yang bersifat sipil-militer atau dual-use goods.

- Peraturan yang ada tidak dapat memberikan jaminan perlindungan

yang jelas mengenai lingkup dan batasan legalitas dalam penggunaan

Persandian untuk menjamin keamanan sumber daya internet. - Setiap korporasi yang mengelola sumber daya internet di Indonesia

berkepentingan untuk mendapat jaminan perlindungan atas investasi

dan bisnisnya. - Dalam konteks sistem elektronik, informasi yang berbentuk digital

1. UU No. 14 Tahun 2008

tentang Keterbukaan Informasi Publik

2. UU No. 11 Tahun 2008

tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik 3. UU No. 17 Tahun 2011

tentang Intelijen Negara

4. UU 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

• Ada NA

• Ada RUU • Masuk dalam RPJMN

• Target prioritas:

2016/2017

*)

Page 74: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 74

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

membutuhkan suatu pengamanan informasi yang pada esensinya adalah membutuhkan sistem persandian dalam hal ini teknik-teknik

kriptografinya. Sistem elektronik pemerintahan dan swasta juga

membutuhkan perlindungan persandian. Dalam skala yang lebih besar,

fungsi dan peranannya tidak hanya dipersepsikan dalam konteks kepentingan pertahanan saja, melainkan juga dalam konteks

pengamanan kepentingan individu, kelompok dan masyarakat informasi

itu sendiri guna melindungi privasi dan keunggulan kompetitifnya secara organisasional. Persandian juga menjadi kunci pengamanan

terhadap aplikasi informatika dalam konteks perdagangan dan industri

serta jasa-jasa pelayanan publik. - Sandi merupakan aspek yang penting untuk melindungi kerahasiaan,

keamanan, keutuhan, keautentikan, ketersediaan, dan

kebertanggungjawaban terhadap Informasi baik dalam pemanfaatan teknologi Informasi dalam lingkup negara maupun privat dengan tetap

memperhatikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi

manusia.

- Negara bertugas mensejahterakan, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan dari ancaman kepada seluruh warganya

pada ranah dunia siber (internet) yang salah satunya dapat dilakukan

dengan pemanfaatan ilmu dan teknologi persandian. - Tindakan penyalahgunaan teknologi Persandian dapat menimbulkan

akibat yang membahayakan keselamatan masyarakat atau merugikan

perekonomian, sehinggadiperlukan suatu aturan hukum nasional untuk melindungi segenap bangsa Indonesia.

- Pemerintah perlu mendukung pengembangan sistem Persandian Negara

yang profesional dan mandiri dalam rangka mendukung pembangunan nasional.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan;

- Tersedianya aturan hukum untuk melindungi penyelenggaraan

pemerintahan dan aktivitas masyarakat dewasa ini yang telah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam melakukan

interaksi, sehingga pemerintah dan masyarakat merasa nyaman dan

aman melakukan transaksi secara elektornik. - Tersedia aturan hukum untuk mengatur dan mengatasi segala

permasalahan yang berkaitan dengan jaminan keamanan informasi,

Page 75: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 75

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

baik bagi penyelenggara pemerintahan, pelaku bisnis maupun masyarakat dalam melaksanakan aktivitasnya.

- Tersedianya aturan hukum di bidang persandian khususnya

penggunaan kriptografi sebagai sarana perlindungan keamanan

informasi dalam konteks pertahanan negara, e-government, e-public services dan nationale-identity management maupun penyelenggaraan e-commerce yang aman dan dapat dipercaya.

c. Jangkauan dan arah pengaturan; - Perlindungan privasi:

Setiap orang memiliki hak untuk merahasiakan data pribadinya atau

menentukan informasi apa saja yang merupakan rahasia pribadinya.

Setiap orang memiliki hak untuk menggunakan produk penyandian untuk pengamanan informasi demi kepentingan perlindungan privasi

dan/atau data pribadinya.

- Pelayanan publik: Setiap penyelenggara sistem elektronik untuk pelayanan publik wajib

menggunakan produk penyandian untuk pengamanan informasi dan

pengamanan sistem informasinya demi kepentingan kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik, serta menjamin keaslian dan

ketersediaan informasi publik yang ada dalam lingkup pelayanannya.

- Penyelenggaraan pemerintahan: Persandian Negara berperan melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan,

dan tindakan untuk melindungi Informasi berklasifikasi milik

pemerintah dan mendukung kegiatan deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap

setiap hakikat ancaman yang mungkin timbul dan mengancam

kepentingan dan keamanan nasional.

- Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi persandian:

Setiap Warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia berhak

melakukan penelitian dan pengembangan teknologi persandian, baik yang bersifat penelitian murni maupun terapan.

- Penegakan hukum :

Setiap orang wajib untuk membuka informasi yang disandi apabila diminta oleh penyidik, jaksa, atau hakim, atas dasar kepentingan

penegakan hukum.

Setiap orang wajib untuk membuka informasi yang disandi untuk

Page 76: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 76

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

kepentingan perlindungan keamanan nasional dan/atau demi menjaga kepentingan ekonomi nasional.

Setiap penyidik dapat membongkar perlindungan sandi terhadap

perangkat keras, perangkat lunak, sistem informasi, sistem elektronik,

atau data, untuk memperoleh informasi, demi kelancaran penegakan hukum.

- Kebijakan industri dan perdagangan produk persandian:

Produk persandian negara dan produk persandian privat Setiap orang bebas untuk menggunakan produk persandian privat

- SDM Persandian:

Dalam rangka menjalankan kewenangannya sebagai penyelenggara tunggal persandian negara, Lembaga Sandi Negara melakukan

penataan dan pengawasan sumber daya manusia sandi agar memenuhi

standar kompetensi bidang sandi. - Sanksi:

Sanksi administratif dan sanksi pidana

- Ketentuan Acara (di sidang peradilan) :

Sesuai dengan hukum acara yang berlaku, dan diatur bahwa sidang pengadilan terhadap perkara tindak pidana pendekripsian informasi

pemerintah yang berklasifikasi harus dilakukan secara tertutup.

68. RUU tentang

Balai Harta Peninggalan

Kementerian

Hukum dan HAM

a. Latar Belakang Penyusunan RUU:

- Peraturan terkait dengan perwalian, pengampuan, ketidakhadiran, harta peninggalan tidak terurus, pendaftaran surat wasiat, surat

keterangan waris, kepailitan, aset bank dalam likuidasi, dan Harta

Tidak Terurus dari golongan masyarakat Timur Asing selain China,

masih menggunakan produk colonial yaitu Institutie voor de Weeskamer in Indonesie (Ordanantie van 5 Oktober 1872, Stb. 1872

Nomor 166) dan Vereeniging toteene regeling van het de kassen der

weeskamers en der boedelkamers en regelling van het beheer dier Kassen (Ordonantie van 9 September 1897, Stb. 1897 Nomor 231).

- Berdasarkan ordonantie tersebut diatur pengurusannya terutama

bagi golongan yang telah ditentukan, bukan untuk golongan pribumi. Adanya pembedaan golongan ini merupakan sistem yang

diberlakukan pada masa colonial.

- Balai Harta Peninggalan memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat dalam memberi kepastian dan perlindungan hukum

terhadap perwalian, pengampuan, pengurusan harta kekayaan pihak

1. KUHPerdata

2. UU Kepailitan

**)

Page 77: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 77

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

ketiga, pewarisan, dan kepailitan; - Peraturan Perundang-undangan yang mengatur Balai Harta

Peninggalan yang berasal dari zaman kolonial sudah tidak sesuai lagi

dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat yang tidak

mengenal penggolongan warga negara sehingga perlu diganti dengan produk hukum nasional yang dijiwai dan bersumber pada Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

a. Sasaran yang Ingin Diwujudkan:

Mengganti produk hukum kolonial yang sesuai dengan cita hukum

Pancasila dan konstitusi, yang sebelumnya masih diatur dengan Ordonantie.

b. Arah dan Jangkauan pengaturan: Jangkauan yang ingin diatur mengenai:

- Masalah perwalian dan pengampuan harta peninggalan;

- Pengurusan harta peninggaalan oleh pihak ketiga;

- Harta peninggalan yang tidak terurus; - Harta titipan yang kadaluarsa;

- Pewarisan harta peninggalan.

69. RUU tentang Komisi

Kebenaran dan

Rekonsiliasi

Kementerian Hukum dan

HAM

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU; - Sebagai akibat putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan UU

No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

(Putusan MK No 006/PUU-IV/2006), dipandang perlu untuk tetap

mengajukan kembali RUU baru. - Dalam putusannya MK merekomendasikan pembentukan UU KKR

baru, yang sejalan dengan UUD 1945, dan menjunjung tinggi prisip-

prinsip hukum humaniter dan hukum hak asasi manusia internasional. - Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), juga

dimandatkan oleh UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi

Manusia, khususnya terkait dengan penyelesaian pelanggaran HAM yang berat, yang terjadi sebelum diundangkannya undang-undang ini.

(Pasal 47 UU No. 26/2000).

- TAP MPR No. VI Tahun 2000 tentang Persatuan dan kesatuan Nasional pada intinya memberikan arah penyelesaian pelanggaran HAM Berat

masa lalu yang dapat dilakukan melalui Pengadilan HAM Ad Hoc atau

1. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia

2. UU No. 26 Tahun 2006

tentang Pengadilan HAM

3. UU No. 13 Tahun

2006 ttg Perlindungan Saksi dan Korban

Selesai

Harmonisasi

Penyempurnaan

draf RUU, tahun

2014

Nawa Cita No. 4

(Melakukan

reformasi system

dan penegaka hokum yang

bebas korupsi,

bermartabat dan terpecaya)

*)

**)

Page 78: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 78

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

melalui Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi. - UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang juga

mengamantakan pembentukan Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi di

Aceh. Di dalam Pasal 229 ayat (1) UU Pemerintahan Aceh disebutkan,

“Untuk mencari kebenaran dan rekonsiliasi dengan Undang-Undang ini dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh.

- UU KKR dibentuk guna menyelesaikan pelanggaran HAM berat yang

terjadi pada masa lalu sebelum berlakunya UU No. 26 Tahun 2000 ttg Pengadilan HAM, perlu ditelusuri kembali utk mengungkapkan

kebenaran serta menegakan keadilan dan membentuk budaya

menghargai HAM shg dapat diwujudkan rekonsiliasi guna persatuan nasional. Pengungkapan kebenaran juga demi kepentingan para

korban dan/keluarga korban dan juga ahli warisnya untuk

mendapatkan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan;

Terbentuknya UU KKR yang baru sehingga diperoleh keadilan dan

kepastian hukum bagi penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu sebelum berlakunya UU No. 26 Tahun 2000 baik bagi pelaku maupun

korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Dengan diungkapkannya

kebenaran ttg pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum berlakunya UU Pengadilan HAM melalui komisi kebenaran dan

rekonsiliasi diharapkan dapat diwujudkan rekonsiliasi nasional.

c. Arah dan Jangkauan UU KKR ini adalah: terwujudnya rekonsiliasi

nasional dengan pengungkapan penyelesaian pelanggaran HAM Berat

masa lalu sebelum berlakunya UU No. 26 tahun 2000 ttg Pengadilan HAM.Dengan demikian baik pelaku, korban maupun keluarganya

memperoleh keadilan dan kepastian hokum melalui upaya rekonsiliasi

seperti kompensasi, restitusi dan rehabilitasi dan amnesty. Lingkup materi yang diatur dalam UU KKR ini adalah meliputi asas dan tugas

pemebntukan komisi, temapat kedudukan, fungsi tugas dan wewenang

komisi, alat kelengkapan, tata cara penyelesaian permohonan kompensasi,

restitusi, rehabilitasi dan amnesty, keanggotaan komisi, pembiayaan, ketentuan lain-lain, ketentuan penutup.

70. RUU tentang Kementerian a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: 1. Kitab Undang-Undang • Muatan RUU terkait

Page 79: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 79

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Perubahan atas UU No. 16

Tahun 2004

tentang

Kejaksaan

Hukum dan HAM

- Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan yang mendasar dalam kehidupan

ketatanegaraan khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman.

Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-

badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Ketentuan badan-badan lain tersebut dipertegas

oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

yang menyatakan bahwa badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, salah satunya adalah Kejaksaan Republik

Indonesia.

- Sejalan dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman dan beberapa undang-undang yang baru, serta

berdasarkan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan maka Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu

dilakukan perubahan secara komprehensif dengan membentuk undang-

undang yang baru. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk

lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan

kepentingan umum, penegakkan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu perlu dilakukan penataan

kembali terhadap Kejaksaan untuk menyesuaikan dengan perubahan-

perubahan tersebut di atas.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan;

Perubahan Undang-undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia tersebut dimaksudkan untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan

Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan

kekuasaan negara di bidang penuntutan yang bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.

c. Arah dan Jangkauan pengaturan:

Mengatur pengangkatan dan pemberhentian jaksa agung, dengan

adanya ketegasan soal pengangkatan dan pemberhentian itu, maka tidak akan terulang lagi kesalahan administrasi.

Penyempurnaan pengaturan mengenai Komisi Kejaksaan.

Pengaturan mengenai pemberian keleluasaan dan wewenang Kejaksaan

Hukum Pidana 2. Undang-Undang No. 8

Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana;

3. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara RI;

4. UU No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah

diubah dengan UU No.

5 Tahun 2004 dan UU No. 3 Tahun 2009

tentang Mahkamah

Agung; 5. Undang-Undang No.

39 Tahun 1999

tentang HAM;

6. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002

tentang KPK;

7. Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman

8. UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan

atas Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan

Saksi dan Korban

dengan perubahan RUU HAP

• Pernah masuk tahap

pembahasan tk.I DPR,

RUU diprakarsai oleh DPR

*) **)

Page 80: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 80

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Agung dalam mengusut kasus

Mengenai kelembagaan, terkait dengan SDM, mekanisme pengangkatan

jaksa dan batas usia pensiun jaksa

71. RUU tentang

Metrologi Legal

Kementerian

Perdagangan d. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan RUU:

UU No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal sudah tidak sesuai dengan

perkembangan pengaturan secara internasional dan nasional serta

perkembangan ilmu pengetahuan. Pengaturan internasinal yang harus diakomodir salah satunya ialah

diratifikasinya WTO oleh Indonesia pada tahun 1994 khususnya

pengaturan mengenai Technical Barrier to Trade (WTO-TBT) yaitu kesepakatan mengenai komoditas negara peserta WTO untuk dapat

diterima oleh negara peserta lainnya. Pengaturan nasional salah satunya

terkait tumpang tindih kewenangan dalam UU No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

Dari sisi perkembangan Ilmu pengetahuan lahirlah kategori Metrologi

Ilmiah, yang berkaitan dengan pengembangan ilmu metrologi dan standar-standar pengukuran yang kebenaran dan kesetaraannya. Kategorisasi

kegiatan kemetrologian yang diperkenalkan oleh EURAMET ini kemudian

diterima secara internasional dalam pengelompokan aplikasi sistem

metrologi.

e. Sasaran yang Ingin diwujudkan:

Mengganti UU No. 2 Tahun 1981 sesuai perkembangan yang ada serta mengangkat materi muatan yang ada dalam peraturan pelaksana UU

terdahulu agar lebih menyempurnakan UU tersebut

f. Arah dan dan jangkauan pengaturan:

memperluas ruang lingkup pengaturan mencakup metrologi legal,

metrologi industri, dan metrologi ilmiah dan mengharmonisasikannya dengan pengaturan baik nasional dan internasional serta tertatanya

praktik penyelenggaraan kemtrologian yang lebih efektif mengenai

kelembagaan dan mekanismenya sehingga tercipta sistem yang lebih

memberikan jaminan kepastian baik bagi kepentingan konsumen maupun kepentingan dunia industri terutama meningkatkan daya saing nasional

dalam persaingan global

1. UU No. 3 Tahun 2014

tentang Perindustrian;

2. UU No. 7 Tahun 2014

tentang Perdagangan; 3. UU No. 20 Tahun 2014

tentang Standardisasi

dan Penilaian Kesesuaian;

4. UU No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen;

5. UU No. 10 Tahun 1997

tentang Ketenaganukliran;

6. UU No. 18 Tahun 2002

tentang Sistem Nasional

Penelitian; 7. UU No. 20 Tahun 2002

tentang

Ketenagalistrikan

Ada NA

Ada Draft RUU

*) **)

72. RUU tentang

Lembaga

Kementerian

Perencanaan a. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan RUU:

- Pengerjaan proyek-proyek infrastruktur dan non infrastruktur yang

1. UU No. 3 Tahun 2014

tentang Perindustrian;

RUU tentang Lembaga

Pembiayaan

Page 81: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 81

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Pembiayaan Pembangunan

Indonesia

PembangunanNasional/

Bappenas

berkaitan dengan investasi dan industry, semuanya membutuhkan dana yang sangat besar, tidak semua proyek tersebut mampu dibiayai

oleh pemerintah akibat keterbatasan anggaran, oleh karena itu

dikembangkan pula skema kerjasama pemerintah-swasta untuk

pembiayaan infrastruktur atau skema lain yang dapat mendorong terlaksananya proyek.

- Problem berikut terkait penjaminan. Investasi di sektor infrastruktur bersifat jangka panjang rata-rata antara 10-40 tahun sehingga investor

ataupun financier akan mempertimbangkan keputusannya secara mendalam serta berbagai risiko yang muncul.

- Lembaga pembiayaan yang selama ini selain bank yaitu PT SMI dan PT PIP belum mampu menjawab permasalahan pendanaan bagi

pembangunan infrastruktur yang murah dan dalam jangka waktu panjang.

- PT SMI yang berbentuk BUMN lebih bersifat profit oriented dimana bunga pinjamannya akan tinggi, disamping itu dikarenakan status

BUMNnya tersebut menjadikan lembaga tersebut sangat

ketergantungan dengan penyertaan modal dari Pemerintah yang sangat sedikit.

- Sebaliknya PT PIP lebih cenderung beresiko merugikan keuangan negara

b. Sasaran yang Ingin diwujudkan: Dasar hukum berbentuk Undang-undang yang mengatur mengenai

lembaga pembiayaan semua sektor, baik infrastruktur maupun non

infrastruktur

c. Arah dan dan jangkauan pengaturan:

Pengaturan mengenai lembaga pembiayaan yang 100% dimiliki oleh

negara

Seluruhnya memperoleh dukungan permodalan ataupun penghimpunan

dana dalam berbagai bentuk antara lain jaminan kecukupan modal dan callable capital, obligasi negara yang diteruspinjamkan, utang yang

dijamin oleh negara, jaminan solvency

Semua memiliki fasilitas insentif pajak

2. UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan;

3. UU No. 17 Tahun 2003

tentang Keuangan

Negara; 4. UU No. 19 tahun 2003

tentang BUMN;

5. UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;

6. UU No. 21 Tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan

Pembangunan Indonesia dan RUU tentang

Lembaga Pembiayaan

Industri

direkomendasikan untuk dijadikan satu

(simplifikasi). Untuk

sementara waktu akan dikaji yang diprakarsai

oleh Bappenas.

Berdasarkan hasil kajian

prakarsa pengajuan

RUU dapat dialihkan ke misalnya Kemenkeu

**) judul: RUU ttg

Lembaga Pembiayaan

73. RUU tentang

Perubahan atas UU No. 12

Tahun 2011

Kementerian

Hukum dan HAM

a. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan RUU:

Keputusan MK No. 92/PUU-X/2012 terkait pengujian UU MD3 dan UU No. 12 Tahun 2011 (P3) menyatakan beberapa ketentuan dalam UU P3

tidak memiliki kekuatan berlaku karena tidak memperjelas proses

1. UU No. 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daearah

2. UU No. 17 Tahun 2014

*)

Page 82: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 82

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

tentang Pembentukan

Peraturan

Perundang-

Undangan

keterlibatan DPD dalam proses pembentukan UU yang terkait dengan kewenangan DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22D UUDNRI

Tahun 1945.

Keterlibatan DPD dalam Pembentukan RUU dimulai sejak perencanaan,

pembentukan, pembahasan, sampai penyebarluasan. Dengan demikian ada perubahan yang cukup signifikan terhadap konsep dan mekanisme

pembahasan RUU di DPR yang harus mengubah UU No. 12 Tahun

2011. b. Sasaran yang Ingin diwujudkan:

Mengubah UU 12 Tahun 2011 agar lebih komprehensip, pasti, dan

harmonis dengan peraturan perundang-undangan lainnya baik secara vertikal maupun horizontal.

c. Arah dan dan jangkauan pengaturan: Mengubah pasal-pasal yang diuji materiil oleh MK, yaitu:

Pasal 18 huruf g; Pasal 20 ayat (1); Pasal 21 ayat (1); . Pasal 22 ayat (1);

Pasal 23 ayat (2); Pasal 43 ayat (1); Pasal 48 ayat (1); Pasal 49 ayat (1);

Pasal 50 ayat (1); Pasal 68 ayat (2); Pasal 68 ayat (3); Pasal 70 ayat (1); . Pasal 70 ayat (2); Pasal 71 ayat (3); Pasal 88 ayat (1); Pasal 89

tentang MD3

74. RUU tentang

Perlindungan

data dan informasi

pribadi

Kementerian

Komunikasi

dan Informatika

a. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan RUU :

- Data pribadi merupakan hak dasar manusia yang harus dilindungi

keberadaannya (Pasal 28G ayat (1) UUD NRI Tahun 1945). Perlindungan data pribadi di sektor keuangan, sektor telekomunikasi, pendidikan,

kesehatan, dan demografis yang memadai akan mampu memberikan

kepercayaan masyarakat terkait pengelolaan data dan informasi pribadi

tanpa takut disalahgunakan atau dilanggar haknya

- Tidak adanya suatu UU yang secara komprehensif mengatur mengenai privasi atas data pribadi, sedangkan perlindungan privasi lainnya sudah

tersebar dalam berbagai Peraturan perundang-undangan.

- Kurangnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya melindungi privasi.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan :

Memberikan dasar hukum bagi pemerintah, masyarakat dan pelaku

usaha terkait perlindungan data pribadi warga negara.

c. Jangkauan dan Arah Pengaturan :

- Definisi yang jelas mengenai data pribadi,

1. UU No. 39 Tahun

1999 tentang Hak

Asasi Manusia 2. UU No. 10 Tahun

1998 tentang

Perbankan

3. UU No. 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi

4. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen

5. UU No. 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan

Transaksi Elektronik 6. UU No. 14 Tahun

2008 tentang

Masuk dalam

RPJMN

NA dlm proses

*)

Page 83: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 83

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

- Prinsip-prinsip Perlindungan Data dan Informasi Pribadi,

- Pengecualian Terhadap Perlindungan Data dan Informasi Pribadi,

- Hak-hak Pemilik Data dan Informasi Pribadi,

- Kewajiban Pengelola Data dan Informasi Pribadi,

- Komisi Perlindungan Data dan Informasi Pribadi,

- Perbuatan yang dilarang, Transfer data dan Informasi Pribadi, (Kerjasama Internasional), (Ketentuan denda dan pidana), (Ketentuan

Penutup)

Keterbukaan Informasi Publik

7. UU No. 36 Tahun

2009 tentang

Kesehatan 8. UU 24 tahun 2014

tentang perubh UU 23

tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan

9. UU No.5 Tahun 2014 ASN (terkait NIP)

75. RUU tentang

Landas

Kontinen Indonesia

(pengganti UU

No. 1 Tahun 1973 tentang

Landas

Kontinen Indonesia)

Semula

Kementerian

Hukum dan HAM, akan

dialihkan

menjadi prakarsa

Kementerian

Kelautan dan Perikanan

a. Latar Belakang Penyusunan RUU:

Dasar hukum penyusunan UU Nomor 1 Tahun 1973 masih menggunakan

ketentuan Konvensi Jenewa Tahun 1958, sedangkan rezim hukum laut internasional saat ini mengacu pada UNCLOS 1982, sehingga secara

substansi ketentuan dalam UU Nomor 1 Tahun 1973 sudah tidak sesuai

lagi dengan perkembangan Hukum Laut Internasional.

b. Sasarannya mewujudkan pengaturan:

landas kontinen Indonesia yang lebih komprehensif dan terkait dengan peraturan perundang-undangan lain, sehingga pengelolaan dan penegakan

hukum di landas kontinen lebih baik.

c. jangkauan dan arah pengaturan: Pengaturan Landas Kontinen yang selaras dengan perkembangan

peraturan perundang-undangan nasional dan hukum laut internasional.

Sedangkan jangkauannya adalah mampu mengatur Landas Kontinen, baik didalam maupun diluar 200 mil laut (extended continental shelf). UU No.1

tahun 1973 hanya mengatur di dalam area 200 mil laut.

1. UU No 5 Tahun 1983

tentang Zona Ekonomi

Ekslusif 2. UU N0.17 tahun 1985

tentangPengesahan

UNCLOS 1982 (Hukum lautInternasional)

3. UU No 32 Tahun 2014

tentag Kelautan 4. UU Nomor 5 Tahun

1990 tentang Koservasi

Sumber Daya Alam

Hayati dan Ekosistemnya

5. UU Nomor 36 Tahun

1999 tentang Telekomunikasi

6. UU Nomor 3 Tahun

2002 tentang Pertahanan Negara

7. UU Nomor 17 Tahun

2008 tentang Pelayaran 8. UU Nomor 32 Tahun

2009 tentang

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah Selesai PAK

Sedang Proses

Harmonisasi

Nawa Cita No. 1

(mengamankan

kepentingan dan keamanan maritim

Indonesia, khususnya

batas Negara, kedaulatan Negara

dan sumber daya

alam)

Catatan RPT :

- Pemerintah Aceh meminta kewenangan

pengelolaan landas

kontinen dan Zona

Tambahan yang diatur dengan PP

Page 84: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 84

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Perlindungan dan Pengelolaan

LingkunganHidup

9. UU Nomor 22 Tahun

2011 tentang Minyak Bumi dan Gas Bumi

10. UU No. 4 Tahun 2011

tentang Informasi Geospasial

11. UU No. 11 Tahun 2006

tentang Pemerintahan Aceh

atas UU No. 11 Tahun 2006 tentang

Pemerintahan Aceh

- KKP akan terlebih dahulu melakukan

konsultasi dan koordinasi dengan

Kementerian Hukum

dan HAM sebagai pihak yang selama

ini melaksanakan

penyusunan NA dan

RUU tentang Landas Kontinen Indonesia

- Keputusan tersebut akan dilaporkan

paling lambat pada 2 Desember 2014

-

76. RUU Zona Tambahan

Indonesia

Kementerian Kelautan dan

Perikanan

a. Latar Belakang penyusunan RUU: Sampai saat ini belum ada pengaturan di Zona Tambahan. Padahal Zona

Tambahan penting bagi Indonesia untuk melakukan pencegahan dan

penindakan (pengejaran seketika (hot pursuit)) yang berkaitan dengan

pelanggaran di bidang fiskal, kepabeanan, keimigrasian, kesehatan, dan perluaan pelanggaran dibidang narkoba, trafficking, terorisme ,

pengangkatan benda purbakala dan lain sebagainya.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Mengurangi pelanggaran dibidang tersebut di atas dengan memanfaatkan

kewenangan yurisdiksi Indonesia di Zona Tambahan untuk kepentingan nasional.

c. Jangkauan dan Arah Pengaturan: Pemanfaatan area Zona Tambahan sebagai sarana meningkatkatkan

pengamanan dan penertiban diengan melakukan pencegahan dan

penindakan pelanggaran hukum nasional di area yurisdiksi nasional.

1. UU N0. 6/2011 Keimigrasian

2. UU Karantina

Kesehatan (Karantina

Udara N0.1 Tahun 1962 dan UU N0. 2/1962

tentang Karantina,

laut), 3. UU No.12/1992 tentang

KarantinaHewan, Ikan

dan Tumbuhan 4. UU No.32/2009

Lingkungan Hidup

5. UU N017/2004 Keuangan Negara

6. UU No. 11 Tahun 2006

tentang Pemerintahan

Aceh

• Sudah ada NA • Sudah ada RUU

• NawaCita No. 1

(mengamankan

kepentingan dan keamanan maritim

Indonesia, khususnya

batas Negara, kedaulatan Negara dan

sumber daya alam)

**)

Catatan RPT :

Pemerintah Aceh meminta kewenangan

pengelolaan landas

kontinen dan Zona

Tambahan yang diatur

Page 85: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 85

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

dengan PP atas UU No. 11 Tahun 2006 tentang

Pemerintahan Aceh

77. RUU tentang

Perubahan atas

UU No. 37 Tahun 1999 tentang

Hubungan Luar

Negeri

Kementerian

Luar Negeri

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

Ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Hubungan Luar Negeri

sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini, mengingat banyak hal yang belum diatur, susunan ketentuan yang tidak teratur dan perlu penjelasan

lebih lanjut.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Menyempurnakan beberapa pasal dalam Undang-Undang Hubungan Luar

Negeri yang seringkali menjadi persoalan dalam pelaksanaan, seperti:

1. Definisi “hubungan luar negeri” yang terlampau luas dan definisi “politik luar negeri” yang sempit;

2. Organisasi, tata kerja dan struktur Perwakilan Republik Indonesia;

3. Mekanisme keanggotaan Indonesia dalam organisasi internasional; 4. Pengaturan pengiriman pasukan pemeliharaan perdamaian;

5. Pengaturan pendirian lembaga kebudayaan, lembaga persahabatan,

badan promosi dan lembaga atau badan Indonesia; 6. Ruang lingkup “kekebalan”, “hak istimewa” dan “pembebasan”;

7. Perlindungan Warga Negara Indonesia;

8. Pengaturan fungsi kekonsuleran; 9. Pengaturan mengenai pengangkatan Duta Besar; dan

10. Status Pejabat Dinas Luar Negeri dalam tataran sistem kepegawaian

pemerintah.

c. Jangkauan dan Arah Pengaturan:

1. Redefinisi “hubungan luar negeri”;

2. Pengaturan yang jelas mengenai tugas, pokok dan fungsi perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;

3. Kewenangan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Dalam Negeri

dalam pelaksanaan hubungan luar negeri oleh daerah; 4. Mekanisme keanggotaan Indonesia dalam organisasi internasional;

5. Mekanisme keanggotaan Indonesia dalam organisasi internasional;

6. Pengaturan pengiriman pasukan pemeliharaan perdamaian; 7. Pengaturan pendirian lembaga kebudayaan, lembaga persahabatan,

badan promosi dan lembaga atau badan Indonesia;

1. UU No. 24 Tahun 2000

tentang Perjanjian

Internasional 2. UU No. 17 Tahun 2014

tentang MPR, DPR,

DPD, dan DPRD

Nawacita No. 1:

Menghadirkan kembali

Negara melindungi segenap bangsa dan

memberikan rasa

aman pada seluruh warga Indonesia

melalui pelaksanaan

politik luar negeri yang

bebas dan aktif.

Page 86: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 86

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

8. Pengaturan mengenai “kekebalan”, “hak istimewa” dan “pembebasan”; 9. Perlindungan Warga Negara Indonesia di luar negeri;

10. Pengaturan fungsi kekonsuleran;

11. Pengaturan mengenai pengangkatan Duta Besar; dan

12. Status Pejabat Dinas Luar Negeri dalam tataran sistem kepegawaian pemerintah

13. Penanganan sengketa hukum yang melibatkan Pemerintah Indonesia

di lembaga peradilan asing maupun internasional; dan 14. Peranan dan penyelenggaraan kerja sama teknis sebagai tool of foreign

policy.

78. RUU tentang

Perubahan atas

UU No. 24 Tahun 2000 tentang

Perjanjian

Internasional

Kementerian

Luar Negeri

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:

- Dengan adanya amandemen Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Perjanjian Internasional yang ada saat ini sudah tidak sesuai,

khususnya ketentuan yang berkaitan dengan status hukum perjanjian internasional dalam hukum nasional.

- Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Piagam ASEAN menyebutkan bahwa persetujuan DPR lebih baik tidak dibuat dalam

bentuk Undang-Undang. Sebaiknya persetujuan DPR tersebut hanya

berbentuk lisan karena semata-mata merupakan persetujuan formal DPR sebagaimana tercantum dalam UUD 1945.

- Terdapat beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Perjanjian Internasional yang kurang jelas sehingga berpotensi menimbulkan

persoalan yuridis dan praktis.

- Adanya Undang-Undang tentang Perdagangan menimbulkan persoalan praktis karena terdapat ketentuan yang tumpang tindih antara

Undang-Undang Perjanjian Internasional dan Undang-Undang tentang

Perdagangan.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan:

Menyempurnakan UU tentang Perjanjian Internasional yang sering

menjadi persoalan dalam pelaksanaannya, serta mengharmoniskannya dengan UU lain dan putusan MK yang terkait masalah perjanjian

internasional.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

- Mengubah ketentuan yang menimbulkan potensi persoalan dalam pelaksanaan

1. UU No. 37 Tahun 1999

tentang Hubungan

Luar Negeri 2. UU No. 7 Tahun 2014

tentang Perdagangan

• Nawacita No. 1:

Menghadirkan kembali

Negara melindungi segenap bangsa dan

memberikan rasa

aman pada seluruh warga Indonesia

melalui pelaksanaan

politik luar negeri yang bebas dan aktif.

• Pernah masuk tahap

pembahasan Tk I DPR,

RUU diprakarsai oleh DPR.

**)

Page 87: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 87

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

- Menambahkan ketentuan yang belum diatur dalam UU Perjanjian Internasional

- Mengharmoniskan ketentuan yang terkait dengan putusan MK terkait

Piagam ASEAN dan UU lain terkait perjanjian internasional.

79. RUU tentang

Perubahan

Kedua atas UU No. 27 Tahun

2007 tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir

serta Pulau-

Pulau Kecil (WP3K)

Kementerian

Kelautan dan

Perikanan

a. Latar Belakang dan tujuan Pengaturan:

- Dengan telah ditetapkannya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintaha Daerah, maka substansi pengaturan dalam UU ini perlu disesuaikan

kembali, khususnya pengelolaan wilayah pesisir sampai dengan 12 mil;

- Visi misi Pemerintahan untuk mendukung pembangunan ekonomi maritime.

a. Sasaran yang ingn diwujudkan:

Terwujudnya pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau Kecil yang lestari dan berkelanjutan.

b. Jangkauan dan Arah Pengaturan:

- Perencanaan WP3K;

- Pemanfaatan WP3K;

- Pengawasan WP3K;

- Pengendalian WP3K.

1. UU No. 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan

Daerah

2. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

3. UU No. 23 tahun 2014

tentang Kelautan

• NawaCita No. 1

(mengamankan

kepentingan dan

keamanan maritim Indonesia, khususnya

batas Negara,

kedaulatan Negara dan sumber daya alam)

80. RUU tentang

Perubahan Kedua Atas UU

No. 31 Tahun

2004 tentang Perikanan

Kementerian

Kelautan dan

Perikanan

a. Latar Belakang dan tujuan Pengaturan:

- UU tetnang Perikanan belum mampu mengantisipasi perkembangan teknologi dan kebutuhan hokum di bidang perikanan;

- Visi misi Pemerintahan untuk mendukung pembangunan ekonomi maritime.

a. Sasaran yang ingn diwujudkan:

Terwujudnya pemanfaatan sumber daya perikanan yang mampu mendukung ekonomi maritime.

b. Jangkauan dan Arah Pengaturan:

- Pengelolaan sumber daya ikan berkelanjutan

- Budidaya ikan berkelanjutan

- Kelembagaan local dan internasional

- Pungutan retribusi perikanan

- Pelimpahan tugas dan keewenangan Pemda

1. UU No. 6 Tahun 1996

tentang Perairan

Indonesia 2. UU No. 5 Tahun 1983

tentang ZEE

3. UU NO. 16 Tahun 1992 tentang Karantina

Hewan, Ikan dan

Tumbuhan. 4. UU No. 16 tahun 2006

tentang Sistem

Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan

• NawaCita No. 1

(mengamankan

kepentingan dan keamanan maritim

Indonesia, khususnya

batas Negara, kedaulatan Negara dan

sumber daya alam)

*)

Page 88: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 88

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

- Penegakan hokum

- Penguatan penegakan hokum di bidang perikanan

- Penguatan mekanisme pengawasan pemanfaatan perikanan yang jelas.

81. RUU tentang

Perlindungan dan

Pemberdayaan

Nelayan

Kementerian

Kelautan dan Perikanan

a. Latar Belakang dan tujuan Pengaturan:

- Dengan masih adanya tantangan yang dihadapi nelayan dalam peningkatan kehidupan seperti:

Minimnya pendapatan dan modal kerja Minimnya prasarana dan sarana nelayan

Kurangnya perlindungan hak nelayan

Keterbatan akses pasar

- Negara mempunyai tanggung jawan untuk melindungai segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kesejahteraan umum dan keadilan social

- Visi misi Pemerintahan untuk mendukung pembangunan ekonomi maritime.

a. Sasaran yang ingn diwujudkan:

- Terwujudnya kedaulatan dan kemandirian nelayan dalam meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas dan kehidupan yang lebih

baik;

- Tersedianya prasarana dan sarana perikanan yang dibutuhkan dalam pengembangan usaha nelayan;

- Terciptanya kepastian usaha nelayan;

- Terlindunginya nelayan dari fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi dan gagal panen;

- Pengingkatan kemampuan dan kapasitas nelayan serta kelembagaan nelayan yang produktif, maju, modern dan berkelanjutan

a. Jangkauan dan Arah Pengaturan:

- Perencanaan;

- Perlindungan nelayan;

- Pemberdayaan nelayan;

- Pembiayaan dan pendanaan

- Pengawasan

- Peran serta masyarakat

1. UU No. 31 tahun 2004

ttg Perikanan jo UU No. 45 tahun 2009

2. UU No. 16 tahun 2006

ttg Sistem Penyuluhan

Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

3. UU No. 27 Tahun 2007

ttg Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil jo UU No. 1 Tahun

2014 4. UU No. 32 Tahun 2014

tentang Kelautan

5. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda

• NawaCita No. 1

(mengamankan kepentingan dan

keamanan maritim

Indonesia, khususnya

batas Negara, kedaulatan Negara dan

sumber daya alam)

Page 89: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 89

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

82. RUU tentang Keamanan

Nasional

Kementerian Pertahanan

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: Keamanan Nasional merupakan syarat mutlak untuk keberlangsungan

eksistensi bangsa dan Negara Indonesia. Letak dan kondisi geografis

Indonesia sebagai Negara kepulauan serta kemajemukan bangsa Indonesia

yang tersebar di seluruh wilayah RI dihadapkan kepada lingkungan strategis dan arus globalisasi yang ditandakan dengan kemajuan ilmu

pengetahuan, teknologi, komunikasi, informasi, dan transportasi yang

dapat berdampak positif dan negatif terhadap kepentingan nasional. Untuk menciptakan keamanan nasional yang kondusif dan komprehensif bukan

hanya merupakan tanggung jawab TNI dan Polri melainkan juga

melibatkan seluruh instansi terkait dan peran serta masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Penyelenggaraan Keamanan

Nasional bertujuan untuk mewujudkan kondisi aman bangsa dan Negara

kesatuan Republik Indonesia secara fisik dan psikis setiap individu warga Negara masyarakat, pemerintah dan Negara, dalam rangka melindungi

kepentingan nasional.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Tersusunnya UU tentang Keamanan Nasional yang mengatur seluruh

perangkat negara dan komponen masyarakat melalui suatu pola

penanggulangan ancaman secara terpadu, cepat, tepat, tuntas dan terkoordinasi.

c. Jangkauan dan arah pengaturan:

Membangun, memelihara, dan mengembangkan sistem keamanan

nasional secara menyeluruh, terpadu, dan terarah

Mewujudkan seluruh wilayah yurisdiksi nasional sebagai suatu

keamanan nasional

Memelihara dan meningkatkan stabilitas keamanan nasional melalui

tahapan pencegahan dini, peringatan dini, penindakan dini,

penanggulangan dan pemulihan.

Menunjang dan mendukung terwujudnya perdamaian dan keamanan regional serta internasional

1. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara RI

2. UU No. 3 Tahun 2002

tentang Pertahanan Negara

3. UU No. 34 Tahun 2004

tentang Tentara Nasional Indonesia

Sudah ada NA

Sudah ada Draft RUU

Sudah selesai PAK

Sudah selesai

Harmonisasi

Nawacita no. 1

(menghadirkan kembali Negara untuk

melindungi segenap

bangsa dan memberikan rasa

aman pada seluruh

warga Negara) • Pernah masuk dalam

tahap pembahasan

Tk.I DPR *)

**)

83. RUU tentang

Perlindungan

Umat Beragama

Kementerian

Agama

a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: 1. Penetapan Presiden

UU No. 1

Page 90: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 90

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Keragaman agama dan kepercayaan yang hidup di Indonesia, di satu titik merupakan kekayaan kultural yang patut disyukuri,

namun di sisi lain, dari keragaman itu juga dapat muncul benturan, kekerasan dan bahkan konflik. beberapa faktor yang menjadi

pemicu ketegangan bahkan konflik antar pemeluk agama di

Indonesia. yaitu: (1) Pendirian rumah ibadah; (2) penyiaran agama; (3) Bantuan luar Negeri; (4) Perkawinan Beda Agama; (5) Perayaan

Hari Besar Keagamaan; (6) Penodaan Agama, yakni perbuatan yang bersifat melecehkan atau menodai doktrin dan keyakinan suatu

agama tertentu, baik yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok orang; (7) Kegiatan aliran sempalan, yakni aliran yang

dilakukan seseorang atau sekelompok orang yang didasarkan pada keyakinan terhadap agama tertentu secara menyimpang dari agama

bersangkutan.

b. Sasaran yang ingin diujudkan:

• Meningkatnya kuaitas pemahaman ajaran agama; • Meningkatnya kerukunan umat beragama;

• Meningkatnya kualitas pelayanan kehidupan beragama;

• Meningkatnya kualitas tata kelola pembangunan bidang agama;

c. Jangkauan dan arah pengaturan

Pengaturan mencakup: • Hak dan kewajiban

• Penyelenggaraan kerukunan umat beragama

• Kewajiban dan tanggung jaab pemerintah

• Forum kerukunan umat beragama • Bantuan luar negeri

• Peran serta masyarakat

• Larangan dan ketentuan pidana

/PNPS/1965, tentang Pencegahan

Penyalahgunaan dan atau Penodaan

Agama yang

dikukuhkan menjadi UndangUndang oleh

Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1969 tentang Pernyataan berbagai

Penetapan Presiden dan Peraturan

Presiden sebagai

Undang-Undang 2. UU No. 39 Tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia

3. UU No.23 Tahun 2006 tentang

Administrasi

Kependudukan 4. Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia nomor II/MPR/1978

tentang Pedoman Pengamalan dan

Penghayatan

Pancasila (P4). 5. Penetapan Presiden

Republik Indonesia

Page 91: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 91

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

Nomor 1 Tahun 1965 Tentang

Pencegahan Penyalahgunaan

dan/atau Penodaan

Agama 6. UU No.1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan 7. UU No.32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan

Daerah 8. UU No. 12 Tahun

2005 tentang

Pengesahan International

9. Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional

tentang Hak-Hak

Sipil dan Politik)

84. RUU tentang

Perubahan atas UU No. 38

Tahun 2009

tentang Pos

Kementerian

Komunikasi dan

Informatika

a. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan RUU :

Setidaknya ada 6 (enam) faktor yang melatar-belakangi dilakukannya amandemen terhadap UU Pos yaitu :

- Dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e tentang Layanan Keagenan Pos

yang pada dasarnya bukan merupakan suatu jenis layanan, melainkan bentuk kerjasama yang dituangkan dalam Perjanjian

Kerja Sama (PKS) yang memuat penyediaan sarana dan prasarana untuk layanan pos.

- Pasal 14 tentang Interkoneksi dinilai cukup dilakukan dengan kerjasama antar penyelenggara pos.

1. UU Nomor 19 Tahun

2003 tentang BUMN 2. UU Nomor 13 Tahun

2003 tentang

Ketenagakerjaan 3. UU Nomor 5 Tahun

2014 tentang Aparatur Sipil Negara

4. UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana

Page 92: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 92

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

- Dalam Pasal 15 ayat (3) tentang kesempatan yang sama dalam menyelenggarakan Layanan Pos Universal harus dirubah, hal ini

disebabkan adanya ratifikasi akta UPU yang mewajibkan Pemerintah untuk menjamin masayarakat untuk melakukam

kiriman pos hingga seluruh pelosok dunia dan hal ini hanya

dapat dilaksanakan oleh Designated Operator yang ditunjuk langsung oleh Pemerintah.

- Adanya keberatan sebagian masyarakat terhadap Pasal 15 ayat (4) tentang kewajiban memberikan kontribusi yang besarannya

dinilai memberatkan penyelenggara pos. - Pasal 51 tentang mempersiapkan BUMN dalam menghadapi

pembukaan akses pasar melalui penyehatan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun

sudah tidak dapat tercapai mengingat batsa waktu paling lama

jatuh pada tanggal 14 Oktober 2014. - Perlu menambah muatan materi baru yang diatur dalam batang

tubuh RUU terkait dengan kesejahteraan untuk pensiunan PT. Pos Indonesia.

b. Sasaran yang ingin diwujudkan :

1) Pelaksanaan Layanan Pos Universal yang dilaksanakan oleh

Peyelenggara Pos yang ditunjuk langsung oleh Pemerintah (Designated Operator)

2) RUU ini dapat diimplementasikan demi terwujudnya penyelenggaraan pos yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan dengan tetap memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh penyelenggara pos untuk dapat

melaksanakan jenis layanan pos. 3) Harmonisasi dalam hal mewujudkan kesejahteraan kepada

pensiunan PT. Pos Indonesia dengan UU

c. Jangkauan dan Arah Pengaturan :

1) Menghapus ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf e tentang layanan

Pensiun 5. Seluruh Peraturan

Pelaksanaan dari UU 38 Tahun 2009

tentang Pos

Page 93: Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) … Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 3 NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah | 93

NO JUDUL RUU PEMRAKARSA MATERI YANG DIATUR UU TERKAIT KETERANGAN

keagenan pos. 2) Menghapus ketentuan Pasal 14 tentang Interkoneksi.

3) Menghapus ketentuan Pasal 15 ayat (3) dan (4) tentang kesempatan yang sama dalam penyelenggaraan LPU dan

Kontribusi untuk pembiayaan LPU.

4) Menghapus ketentuan Pasal 51 tentang mempersiapkan BUMN dalam menghadapi pembukaan akses pasar.

Menambah Materi Muatan dalam RUU terkait dengan kesejahteraan Pensiunan PT. Pos Indonesia.

Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas

**) Residu Prolegnas 2010-2014