keselamatan kerja pandai besi

Upload: edi-harsa

Post on 11-Jul-2015

379 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Perkembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Sumamur (1987) masalah keselamatan dan kecelakaan kerja sejak manusia bekerja. Manusia purba mengalami kecelakaan-kecelakaan saat bekerja, maka berkembanglah pengetahuan tentang bagaimana agar kecelakaan tidak terulang. Catatan kuno tentang keselamatan bangunan menyatakan bahwa seorang raja di Babilonia pada abad ke-17 sebelum Masehi yang bernama Hamurabi, mengatur dalam undang-undang di negaranya tentang hukuman bagi ahli bangunan yang membangun rumah dan bangunannya mendatangkan malapetaka pada pemilik bangunan atau keluarganya. Lima abad setelahnya, pada zaman Mozai, para ahli bangunan tersebut bertanggung jawab pula terhadap keselamatan para pelaksana dan pekerja-pekerja bangunan. Kemudian, masalah-masalah keselamatan ini meluas ke Yunani, Roma dan lain-lain. Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dalam perindustrian mula-mula terjadi secara besar-besaran saat kemajuan-kemajuan pesat teknologi mulai diterapkan untuk produksi secara besar-besaran dengan mesin. Keadaan-keadaan sebagai hasil revolusi industri merupakan suatu kemajuan yang gemilang, namun bertentangan dengan perikemanusiaan dan memerlukan perbaikan, maka timbullah gerakan perbaikan yang dipimpin oleh orang-orang yang merasa bahwa mereka memiliki tanggung jawab moral terhadap kawan-kawan sekerjanya. Pencegahan kecelakaan kerja sejak semula berkembang dengan orientasi kepentingan umum dan bertekad melindungi pihak

Universitas Sumatera Utara

yang lemah. Perjuangan tersebut dilandasi juga oleh pengalaman-pengalaman yang penuh penderitaan. Tujuan mereka pada awalnya adalah mempengaruhi pemerintah agar melindungi buruh-buruh pabrik (terutama anak-anak) yang sering hidup dan bekerja pada keadaan-keadaan yang sangat buruk. Revolusi industri mula-mula terjadi di Inggris. Gerakan-gerakan kemanusiaan pertama-tama ditujukan bagi pengurangan jam kerja dan perlindungan kesehatan anak-anak, yang terutama sangat menderita akibat dari kondisi-kondisi pekerjaan, kemudian perhatian dialihkan kepada masalah keselamatan. Meningkatnya tenaga, kecepatan dan makin banyaknya pemakaian mesin menyebabkan tambah

berbahayanya pekerjaan pabrik. Pada tahun 1844, terdapat banyak sekali orang cacat di Manchester dan penduduk disana mirip tentara yang baru pulang dari medan perang. Pemilik pabrik sama sekali tidak bertanggung jawab atas kecelakaan dan cacat yang terjadi. Mula-mula pemilik pabrik tidak peduli pada desakan masyarakat, tetapi kemudian diundangkanlah Undang-Undang Pabrik (Factory Act) pada tahun 1844 (Sumamur, 1996). 2.2. Ergonomi Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, ergon yang artinya kerja dan nomos artinya peraturan atau hukum. Sehingga secara harfiah ergonomi diartikan sebagai peraturan tentang bagaimana melakukan kerja, termasuk sikap kerja. Selanjutnya seirama dengan perkembangan kesehatan kerja ini maka hal-hal yang mengatur antara manusia sebagai tenaga kerja dan peralatan kerja atau mesin juga berkembang menjadi cabang ilmu tersendiri (Notoatmodjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Santoso (2006) apabila ingin meningkatkan kemampuan manusia untuk melakukan tugas, maka beberapa hal di sekitar lingkungan alam manusia seperti peralatan, lingkungan fisik, posisi gerak (kerja) perlu direvisi atau dimodifikasi atau redesain atau didesain disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia. Dengan kemampuan tubuh yang meningkat secara optimal, maka tugas kerja yang dapat diselesaikan juga akan meningkat. Sebaliknya, apabila lingkungan alam sekitar termasuk peralatan yang tidak sesuai dengan kemampuan alamiah tubuh manusia, maka akan boros penggunaan energi dalam tubuh, cepat lelah, hasil tidak optimal bahkan mencelakakan. Tujuan dari ergonomi ini adalah untuk menciptakan suatu kombinasi yang paling serasi antara sub sistem peralatan kerja dengan manusia sebagai tenaga kerja. Di berbagai negara tidak menggunakan istilah ergonomi, misalnya di negara-negara Skandinavia menggunakan istilah bioteknologi. Sedangkan di negara-negara lain seperti Amerika Utara menggunakan istilah Human Factors Enginering. Meskipun istilah ergonomi di berbagai negara berbeda-beda namun mempunyai misi tujuan yang sama. Dua misi pokok ergonomi adalah : a. Penyesuaian antara peralatan kerja dengan kondisi tenaga kerja yang

menggunakan. Kondisi tenaga kerja ini bukan saja aspek fisiknya (ukuran anggota tubuh : tangan, kaki, tinggi badan) tetapi juga kemampuan intelektual atau berpikirnya. Cara meletakkan dan penggunaan mesin otomatik dan komputerisasi di suatu pabrik misalnya, harus disesuaikan dengan tenaga kerja yang akan mengoperasikan mesin tersebut, baik dari segi tinggi badan dan kemampuannya.

Universitas Sumatera Utara

Dalam hal ini yang ingin dicapai oleh ergonomi adalah mencegah kelelahan tenaga kerja yang menggunakan alat-alat tersebut. b. Apabila peralatan kerja dan manusia atau tenaga kerja tersebut sudah cocok maka kelelahan dapat dicegah dan hasilnya lebih efisien. Hasil suatu proses kerja yang efisien berarti memperoleh produktivitas kerja yang tinggi. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama ergonomi adalah mencegah kecelakaan kerja dan mencegah ketidakefisienan kerja

(meningkatkan produktivitas kerja). Disamping itu, ergonomi juga dapat mengurangi beban kerja karena apabila peralatan kerja tidak sesuai dengan kondisi dan ukuran tubuh pekerja akan menjadi beban tambahan kerja (Notoatmodjo, 2003). 2.2.1. Sikap Tubuh Dalam Bekerja Menurut Anies (2005) yang dikutip oleh Sinambela (2006) ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu : 1. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara bergantian. 2. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak memungkinkan hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil. 3. Tempat duduk yang dibuat harus sedemikian rupa sehingga tidak membebani melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada tubuh (paha).

Universitas Sumatera Utara

Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktifitas.

Sikap tubuh dalam bekerja terdiri dari : a. Sikap kerja duduk Posisi duduk pada otot rangka (muscolusskeletal) dan tulang belakang (vertebral) terutama pada pinggang (sacrum, lumbar dan thoracic) harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari nyeri (back pain) dan terhindar cepat lelah (fatique). Menurut Richard Ablett (2001) seperti yang dikutip Santoso (2004) saat ini terdapat 80% orang hidup setelah dewasa mengalami nyeri pada bagian tubuh belakang (back pain) karena berbagai sebab, dan arena back pain ini mengakibatkan 40% orang tidak masuk kerja. Selain itu, ketika duduk kaki harus berada pada alas kaki dan dalam sikap duduk dapat bergerak dengan relaksasi. Pada posisi duduk tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, bila posisi duduk tidak benar. Diasumsikan menurut Eko Nurmianto (1998) seperti yang dikutip Santoso (2004) tekanan posisi tidak duduk 100%, maka tekanan akan meningkat menjadi 140% bila sikap duduk tegang dan kaku, dan tekanan akan meningkat menjadi 190% apabila saat duduk dilakukan membungkuk ke depan. Oleh sebab itu perlu sikap duduk yang benar dan dapat relaksasi (tidak statis). b. Sikap kerja berdiri setengah duduk

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil penelitian Gempur (2003) bahwa tenaga kerja bubut yang telah terbiasa bekerja dengan posisi berdiri tegak diubah menjadi posisi berdiri setengah duduk tanpa sandaran dan setengah duduk pakai sandaran, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok.

Posisi salah Gambar 2.1. Posisi duduk

Posisi benar

(Sumber : Santoso, G., 2004, ERGONOMI; MANUSIA, PERALATAN DAN LINGKUNGAN)

C. Sikap kerja berdiri Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Beberapa penelitian yang lalu telah berusaha untuk mengurangi kelelahan pada tenaga kerja posisi berdiri. Granjean (1998) seperti yang dikutip Santoso (2004)

Universitas Sumatera Utara

merekomendasi bahwa untuk jenis pekerjaan teliti (precision) letak tinggi meja kerja diatur 10 cm di atas tinggi siku, untuk jenis pekerjaan ringan letak tinggi meja diatur sejajar dengan tinggi siku, dan untuk jenis pekerjaan berat letak tinggi meja diatur 10 cm di bawah tinggi siku

2.3. Alat Pelindung Diri (APD) Tenaga kerja mempunyai hak dan kewajiban dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja salah satunya adalah memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan (Husni, 2006). Oleh karena itu, penggunaan alat pelindung diri merupakan salah satu faktor penting dalam melindungi tenaga kerja dari potensipotensi bahaya selama bekerja. 2.3.1. Syarat-syarat APD Ada banyak hal yang dapat menyebabkan alat pelindung diri menjadi berdampak negatif seperti berkurangnya produktifitas kerja, oleh karena itu alat-alat pelindung diri harus memenuhi persyaratan (Sumamur, 1996) : a. enak dipakai b. tidak mengganggu kerja c. memberikan perlindungan efektif pada tenaga kerja 2.3.2. Perundang-undangan APD Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja mewajibkan pengurus untuk menyediakan secara cuma-cuma alat pelindung diri bagi tenaga kerja dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang semua pengamanan dan alat-alat

Universitas Sumatera Utara

perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya, sedangkan pekerja harus menggunakan alat pelindung diri yang diwajibkan serta berhak menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alatalat perlindungan diri yang diwajibkan, diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan. 2.3.3. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri Organ tubuh yang dilindungi terdiri dari beberapa bagian serta sumber bahaya yang berbeda-beda menyebabkan alat pelindung diri terdiri dari beberapa jenis, antara lain (Harrington dan Gill, 2003) : 1. Perlindungan mata dan muka Perlindungan harus diberikan untuk menjaga terhadap: 1. Dampak partikel-partikel kecil yang terlempar dengan kecepatan rendah 2. Dampak partikel-partikel berat dengan kecepatan tinggi 3. Percikan cairan panas atau korosif 4. Kontak mata dengan gas atau uap iritan; dan 5. Berkas rediasi elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang, termasuk sinar laser. Setiap bahan yang berbahaya mungkin memerlukan satu bentuk khusus perlindungan mata, yang mungkin tidak cocok untuk bahan yang lain. Pada beberapa kasus, perlindungan harus diperluas hingga meliputi seluruh muka.

Universitas Sumatera Utara

Bagaimanapun bentuk bahaya yang ada, alat pelindungan harus dipilih yang sesuai. Pelindungan mata ada yang berbentuk kaca mata biasa, kaca mata pelindung (googles) atau tameng muka yang banyak dibuat oleh produsen dengan berbagai ukuran. Kecocokan antara bahaya dan kenyamanan merupakan faktor yang harus dipegang dalam pemilihan alat khusus tersebut, karena pemakai harus yakin benar akan perlindungan yang diberikan alat ini dan tidak harus terpaksa melepaskannya untuk mengurangi ketidaknyamanan selama bekerja, ketika perlindungan diperlukan. Gangguan oleh rasa ketidaknyamanan juga akan mengganggu tugas dan dapat menyebabkan kesalahan dan kecelakaan. Beberapa bentuk pelindungan yang cocok harus tersedia untuk dipilih pemakai, sesuai dengan bentuk mukanya. Dengan kata lain, produk yang tersedia dapat berasal lebih dari satu pabrik. Beberapa masalah yang menyangkut penggunaan alat pelindung mata akan diuraikan di bawah ini. Beberapa masalah dapat diatasi dengan pemilihan secara tepat, tetapi masalah tertentu tetap akan bersama dengan pemakaian alat tersebut, yaitu: 1. 2. 3. 4. Alat itu mungkin tidak melindungi dari bahaya. Alat itu mungkin tidak pas. Alat itu mungkin tidak nyaman akibat tekan yang tidak merata pada muka. Alat itu menghalangi pandangan.

Universitas Sumatera Utara

5.

Kaca mata yang dipakai untuk koreksi penglihatan mungkin menggangu pemakaian alat pelindung mata. Meskipun sudah ada kaca mata keselamatan dengan lensa koreksi, kecocokannya terbatas untuk bahaya mata minor.

6.

Layanan optikal dan follow up mungkin diperlukan untuk mengatasi masalah refraksi cahaya.

7.

Perlindungan mata mungkin mengganggu alat pelindungan pernapasan atau telinga. Oleh karena itu, bila lebih dari satu yang harus dilindungi akan lebih sesuai bila disediakan alat pelindung diri yang terintegrasi.

8.

Karena tidak nyaman, pemakai akan mencoba membuang pelindung sewaktu-waktu, dengan resiko akan kehilangan perlindungan pada masa itu.

9.

Diperlukan prosedur untuk pemakaian, pembersihan, pengawasan, dan penggantian.

10.

Pelatihan mungkin diperlukan untuk pemakai dan staf pemeliharaan.

Jenis yang tersedia: a. Kaca mata keselamatan biasa, hanya cocok untuk bahaya berenergi rendah, tetapi tersedia dalam berbagai ukuran untuk mencocokkan dengan muka, jenisnya: jernih, dijepit, beresep, dan berwarna (anti silau). b. Googles (pelindung mata), cocok untuk bermacam-macam bahaya, tetapi jenis bentuknya terbatas sesuai dengan pembuatnya. Jenis: bahan kimia, debu, gas, gas las, untuk keperluan umum dan logam cair.

Universitas Sumatera Utara

c.

Tameng, cocok untuk melindungi mata dan seluruh muka. Dapat dipasang pada helm atau pita kepala dan dapat juga dipegang tangan. Jenis: untuk mata, untuk muka, penengok tungku dan las.

2. Pelindung kulit dan tubuh Pelindung kulit meliputi pelindung tangan, kaki dan tubuh terhadap: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kerusakan akibat bahan korosif dan yang menimbulkan dermatitis, Penyerapan ke dalam tubuh melalui kulit, Panas radian, Dingin, Radiasi pengion dan bukan pengion, dan Kerusakan fisik. Bahan yang diperlukan untuk sarung tangan, helm, dan apron atau pakaian harus cocok dengan manfaat serta harus dipilih secara cermat. Hal-hal umum mengenai pelindung kulit dan tubuh : 1. Bahan pakaian pelindung dapat diserang dan berkurang daya tahannya jika terkontak dengan bahan kimia. Pakaian pelindung yang dirancang untuk menahan bahan kimia dibuat dalam bentuk dan dari berbagai bahan, dengan masing-masing karakteristiknya sendiri agar tahan terhadap penetrasi bahan kimia. Tingkat ketembusan pada pakaian dari berbagai pabrik akan bervariasi meskipun bahannya sama. Oleh karena itu, sebelum memilih, waktu tembus penting diketahui.

Universitas Sumatera Utara

2.

Sekalipun bahan mungkin cocok, jahitan dan sambungan garmen mungkin meloloskan partikel, cairan atau uap ke dalam. Hal ini akan diperberat oleh gerakan tubuh yang memompa di dalam suatu setelan pakaian.

3.

Baju pelindung, terutama pakaian seluruh tubuh (over all), membentuk cuaca mikro di sebelah dalam sehingga kehilangan panas tubuh mungkin terbatas yang menyebabkan ketidaknyamanan dan kemungkinan mengakibatkan stress. Baju seperti itu dapat diberi ventilasi.

4.

Beberapa garmen membatasi gerakan anggota badan, sehingga memperlambat pekerja dan menambah kelelahan.

5.

Harus disediakan tempat untuk mengganti, mencuci dan menyimpan pakaian pelindung.

6.

Sarung tangan tempat kedap harus cukup panjang sehingga dapat masuk ke lengan baju untuk mencegah bahan tidak masuk ke sela-sela lengan.

7.

Suhu rendah dapat menyebabkan beberapa bahan plastik menjadi kaku dan tidak dapat dipakai.

3. Pelindung pernapasan Pilihan peralatan di bidang ini amat luas, mulai dari masker debu sekali pakai biasa sampai ke alat untuk pernapasan isi sendiri dan banyak kebingungan kapan alat itu dipakai dan untuk bahaya apa. Jika pilihan keliru, dapat membahayakan pemakai dan dapat menyebabkan asfiksida, diperlukan nasehat ahli. Pelatihan pemakai juga diperlukan, tak tergantung pada alat apa yang dipakai, demikian juga harus tersedia fasilitas pemeliharaan dan pembersihan.

Universitas Sumatera Utara

Efisiensi pelindung pernapasan dinyatakan dalam npf (nominal protection factor) yaitu jumlah kontaminan di udara dibanding jumlah kontaminan di muka. Jenis-jenis alat pelindung pernapasan yang tersedia adalah : a. Respirator Alat ini bekerja dengan menarik udara yang dihirup melalui suatu medium yang akan membuang sebagian besar kontaminan. Untuk debu dan serabut, mediumnya adalah filter yang harus diganti jika sudah kotor, tetapi untuk gas dan uap, mediumnya adalah penyerap kimia yang khusus dirancang untuk gas dan uap yang akan dibuang. Medium itu dipasang pada sebuah kanister atau cartridge agar mudah dipasang atau diganti. Perhatian khusus harus diberikan untuk memastikan bahwa medium yang dipakai adalah benar untuk polutan yang dikehendaki serta untuk debu dan serabut, perlu dipikirkan kisaran ukuran partikel yang akan ditangkap, agar dapat dipilih medium filter yang sesuai. Filter juga tersedia untuk kombinasi debu, gas, dan uap. a. Respirator sekali pakai Bagian muka alat bertekanan negatif karena paru menjadi daya penggeraknya. npf = 5. b. Respirator separuh masker Terbuat dari karet atau plastik dan dirancang menutupi hidung dan mulut. Alat ini memiliki cartridge filter yang dapat diganti. Dengan cartridge yang sesuai alat ini cocok untuk debu, gas, serta uap. Bagian muka bertekanan negatif karena hisapan dari paru. npf = 10.

Universitas Sumatera Utara

c. Respirator seluruh muka Terbuat dari karet atau plastik dan dirancang untuk menutupi mulut, hidung, dan mata. Medium filter dipasang di dalam kanister yang langsung disambung dengan sambungan lentur. Dengan kanister yang sesuai, alat ini cocok untuk debu, gas, serta uap. Bagian muka mempunyai tekanan negatif karena paru mengisap udara disana. npf = 50 a. Respirator berdaya Dibuat dari karet atau plastik yang dipertahankan dalam tekanan positif dengan jalan mengalirkan udara melalui filter, dengan bantuan kipas baterai. Kipas, filter dan baterainya biasa dipasang di sabuk pinggang, dengan pipa lentur yang disambung untuk membersihkan udara sampai ke muka. npf = 500 b. Respirator topeng muka berdaya Mempunyai kipas dan filter yang dipasang pada helm, dengan udara ditiupkan kebawah, diatas muka pekerja didalam topeng yang menggantung. Topeng dapat dipasang bersama tameng-tameng pinggir, yang dapat diukur mencocokkan dengan muka pekerja. Baterai biasanya dipasang pada sabuk. Serangkaian filter dan adsorbent tersedia dan untuk pengelas juga tersedia. npf = 1-20 b. Alat Pernapasan Alat ini memberikan udara yang tak terkontaminasi, dengan suatu sumber yang diambil dari udara segar atau udara yang dimampatkan atau disediakan dari tabung yang bertekanan tinggi yang dibawa oleh pemakai.

Universitas Sumatera Utara

a. Alat saluran udara segar Pasokan udara segar dimasukkan kedalam muka, topeng atau baju melalui suatu pipa lentur berdiameter lebar. Daya penggerak diberikan dengan peniup manual atau bertenaga listrik, sehingga memberikan tekanan positif di bagian muka. Perlu ditentukan basis udara segar yang sesuai untuk peniupnya dan jika dioperasikan secara manual, harus ada operator. npf = 50. b. Alat pipa udara bertekanan Pasokan udara diberikan melalui katup yang menurunkan tekanan ke muka, topeng atau baju. Jika dipakai pasokan udara bertekanan yang ada di pabrik perlu disaring dari kontaminan, seperti oksida nitrogen, karbon monoksida dan asap minyak dari udara tersebut sebelum memasangkan ke pekerja. Kompresor udara yang dirancang khusus untuk alat pernapasan lebih disukai, karena kompresor ini menggunakan minyak pelumas khusus untuk mengurangi kontaminasi udara. npf = 1000 c. Alat pernapasan yang dapat mengisi sendiri Menggunakan tabung udara atau oksigen, yang mengalirkan udara ke mulut melalui katup penurunan tekanan. Satu set sirkuit terbuka mengandung cukup udara atau oksigen yang dapat dipakai selama antara 10-30 menit. Set sirkuit tertutup yang dapat re-sirkulasi dan menyaring udara yang dikeluarkan paru dapat dipakai sampai 3 jam. npf = 2000

Universitas Sumatera Utara

4. Pelindung pendengaran Sebagaimana alat pernapasan, pelindung pendengaran dapat menyebabkan ketidaknyamanan, terutama bila dipakai untuk jangka lama, karena pemakai merasa tertutup dan terisolasi, untuk penutup telinga keringat dapat terjadi di bagian seal-nya. Sekalipun penutup telinga memberikan pengurangan kebisingan paling besar, alat ini mudah dilepas dan diganti. Oleh karena itu, pekerja cenderung melepaskan untuk menghilangkan ketidaknyamanan. Perlu diingat bahwa melepaskan alat pelindung telinga walaupun dalam waktu singkat akan banyak sekali mengurangi perlindungan; efeknya semakin nyata bila tingkat kebisingan semakin tinggi. Fasilitas servis dan penggantian harus tersedia untuk penutup telinga karena alat itu akan rusak dengan berjalannya waktu, terutama pada seal, yang akan mengeras dan aus bila sudah lama. Alat pelindung telinga harus disediakan dalam beberapa jenis sehingga pemakai dapat memilih jenis yang paling cocok untuknya. Untuk semua bentuk alat pelindung telinga, pelatihan yang memadai harus diberikan sehingga pemakai dapat memahami alasan untuk penyediaannya. Pengukuran audiometrik pada pekerja dapat memberikan kesempatan untuk melakukan kontak dengan mereka sehingga dapat memotivasinya agar menggunakan alat pelindung telinga. Jenis yang tersedia: 1. Penutup telinga Alat ini terdiri atas penutup berbentuk mangkuk yang menutupi kedua telinga, yang dipasang dengan pengikat yang bertindak sebagai pegas. Agar benar-

Universitas Sumatera Utara

benar tertutup, pinggir mangkuk diisi dengan cairan atau busa. Derajat penurunan kebisingan dipengaruhi oleh bahan mangkuk dan pinggirnya serta keberhasilan alat ini bergantung pada kualitas pinggir penutup. 2. Sumbat telinga Alat ini berasal dari berbagai bahan, yaitu : a. Untuk sumbat telinga sekali pakai adalah kapas, kapas berlapis plastik, kapas wol bercampur malam, busa poliuretan. b. Untuk sumbat telinga yang dapat dipakai ulang adalah plastik cetak permanen, karet berisi pasta, dan plastik yang berisi pasta. 2.4. Usaha Pandai Besi Menurut Depkes RI, (1993) seperti yang dikutip oleh Sihombing (2007) melalui usaha pandai besi dihasilkan berbagai jenis barang seperti pisau, kapak, golok, blencong, cangkul maupun garpu tanah. 2.4.1. Bahan Baku Pandai Besi Bahan baku pada usaha pandai besi terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku tambahan (Depkes RI, 1993) yang dikutip oleh Sihombing (2007) : 1. Bahan baku utama a. Besi baja bekas rel kereta api b. Besi baja bekas per mobil c. Besi baja bulat d. Besi baja bekas plat kapal e. Besi baja tulangan

Universitas Sumatera Utara

2. Bahan baku tambahan a. Kayu b. Arang c. Pernis d. Ampelas kayu e. Spritus f. Cat 2.4.2. Peralatan Pandai Besi Untuk mengolah bahan baku dipergunakan peralatan kerja seperti tersebut dibawah ini (Depkes RI, 1993) yang dikutip oleh Sihombing (2007) : 1. Tungku pembakar dan tungku tempa 2. Penghembus udara 3. Landasan martil penempa, penjepit, catok angker, pahat pelubang, kikir tangan 4. Mesin gerinda 5. Pisau pengukir dalam berbagai bentuk dan ukuran 6. Seperangkat las listrik atau karbit 7. Bak pendingin 2.4.3. Proses kerja Pandai Besi Pada usaha pandai besi proses produksi terdiri dari pengolahan besi baja dan kayu melalui tahapan-tahapan berikut (Depkes RI, 1993) yang dikutip oleh Sihombing (2007) :

Universitas Sumatera Utara

a. Pemotongan besi baja Pemotongan besi baja adalah merupakan kegiatan awal dari rangkaian proses kerja. Semua bahan baku yang berupa besi baja tersebut dipotong sesuai kebutuhan melalui pemanasan (pada suhu 1.000C sampai 1.100C) kemudian dipahat atau langsung dipahat tanpa pemanasan. b. Pembentukan Proses pembentukan dilakukan dengan cara membakar besi baja yang telah dipotong tersebut (pada suhu 1.000C sampai 1.100C) selanjutnya ditempa dalam keadaan panas di atas landasan dengan menggunakan martil penempa. c. Pengerasan/penyepuhan besi baja Besi hasil tempaan dikeraskan melalui pemanasan dan penajaman kembali (pada suhu sekitar 800C sampai 900C). Selanjutnya dilakukan proses celup (quenching) ke dalam bak berisi air atau oli. d. Penghalusan/penajaman besi baja Proses selanjutnya adalah penghalusan dan penajaman yang dilakukan dengan cara menggerinda atau mengikir. Untuk memperkilat permukaan logam dari produk tertentu seperti pisau, golok, selanjutnya dilakukan proses pemolesan. e. Pengelasan besi baja Proses pengelasan merupakan penyambungan dari beberapa bagian, proses ini hanya diperlukan untuk pembuatan cangkul atau garpu dan biasanya dilakukan dengan menggunakan las karbit.

Universitas Sumatera Utara

f. Pengolahan kayu dan pemelituran Kegiatan ini merupakan pembuatan kerangka dan pembuatan ukiran dari gagang pisau atau golok. Setelah itu kerangka tersebut dipelitur mengkilap sesuai dengan kebutuhan. g. Penyetelan Kegiatan ini merupakan kegiatan perakitan komponen yang diperlukan seperti pemasangan tangkai pemegang 2.4.4. Bahaya Potensial Usaha Pandai Besi Bahaya potensial usaha pandai besi terhadap pekerja antara lain (Depkes RI, 1993) dikutip oleh Sihombing (2007) : 1. Proses pemotongan besi baja Proses pemotongan besi baja yang dilakukan dengan pemanasan dan pemahatan besi baja akan dapat menimbulkan bahaya potensial berupa : a. Panas b. Bising c. Sikap kerja yang tidak ergonomis d. Getaran e. Pancaran api f. Uap logam dan polusi debu dari pembakaran 2. Proses pembentukan besi baja Dalam proses pembentukan besi baja, bahaya potensial yang dapat ditimbulkan pada prinsipnya tidak berbeda dengan bahaya potensial yang ada pada proses

Universitas Sumatera Utara

pemotongan besi baja, karena bentuk kegiatannya sama yaitu penempahan besi baja dalam situasi masih panas. 3. Proses penghalusan/penajaman Kegiatan penghalusan/penajaman produk tempa dengan menggunakan kikir atau gerinda sebagai alat penghalus/penajam dapat menimbulkan bahaya potensial berupa : a. Debu b. Bising c. Sikap kerja yang tidak ergonomis 4. Proses pengelasan Kegiatan menyambung besi baja dengan menggunakan las karbit atau las listrik dapat menimbulkan bahaya potensial berupa : a. Sinar infra merah b. Sikap kerja yang tidak ergonomis c. Uap (fume) karbit 5. Proses pengolahan kayu dan perakitan Pada proses ini bahaya yang dapat timbul adalah : a. Tersayat benda tajam b. Sikap kerja yang tidak ergonomis c. Uap (fume) pelitur

Universitas Sumatera Utara

2.5. Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah :

Sikap kerja Alat pelindung diri

Keluhan keselamatan dan kesehatan pekerja

Universitas Sumatera Utara